• Tidak ada hasil yang ditemukan

Degradasi Asam Fitat pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang Mendapat Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Vitamin dan Mineral

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Degradasi Asam Fitat pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang Mendapat Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Vitamin dan Mineral"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ii RINGKASAN

Emmy Ratna Susanti. D24080241. 2012. Degradasi Asam Fitat pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang Mendapat Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Vitamin dan Mineral. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS.

Asam fitat adalah senyawa anti nutrisi yang memiliki sifat chelating agent yang mampu mengikat mineral, akibatnya pelepasan dan absorbsi mineral pakan menurun. Suplementasi vitamin dan mineral dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan aktifitas mikroba dan degradasi asam fitat. Degradasi asam fitat merupakan proses pemutusan ikatan gugus myoinositol dengan gugus fosfat. Mineral yang terikat fitat akan terlepas dan dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur degradasi asam fitat dan hubungannya dengan kecernaan bahan kering pakan dan absorbsi mineral. Mengkaji hubungan kecernaan bahan kering metode

acid insoluble ash (AIA) dengan kecernaan bahan kering metode koleksi total.

Percobaan dilakukan pada delapan ekor kambing peranakan Etawah (PE) laktasi yang dibagi dua kelompok yaitu perlakuan 1 dan perlakuan 2. Kambing perlakuan 1 diberi pakan tanpa suplemen, sedangkan perlakuan 2 diberi pakan dengan suplemen kedelai sangrai, vitamin A, D, E dan mineral khromium (Cr) organik dan selenium (Se). Peubah yang diamati adalah kadar asam fitat, laju degradasi asam fitat, kecernaan bahan kering, kecernaan nutrien (kecernaan protein kasar, kecernaan lemak kasar, kecernaan serat kasar) dan absorbsi mineral (data sekunder). Kadar asam fitat dianalisa menggunakan metode Davies & Reid (1979). Kecernaan bahan kering dianalisa menggunakan metode AIA dan metode koleksi total. Analisis data menggunakan uji t dan analisis hubungan menggunakan regresi.

Rataan degradasi asam fitat adalah 86,32±3,49%. Nilai degradasi asam fitat pada kambing perlakuan 1 tidak berbeda dengan pada kambing perlakuan 2. Kecernaan bahan kering menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kambing perlakuan 1 dan kambing perlakuan 2 dengan rataan 84,98±2,82%. Hubungan kecernaan bahan kering metode AIA tidak berbeda dengan kecernaan metode koleksi total (P>0,05) dengan nilai koefisien korelasi (r2) = 0,39. Adanya korelasi positif antara degradasi asam fitat dengan kecernaan bahan kering ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r2) = 0,70 dan kecernaan serat kasar dengan koefisien korelasi (r2) = 0,84. Namun, degradasi asam fitat tidak berkorelasi dengan kecernaan protein kasar, dan kecernaan lemak kasar.

Suplementasi kedelai sangrai, vitamin dan mineral tidak mempengaruhi degradasi asam fitat, dan kecernaan bahan kering. Degradasi asam fitat hanya mempengaruhi tingkat kecernaan bahan kering dan kecernaan serat kasar. Akan tetapi degradasi asam fitat tidak mempengaruhi kecernaan protein kasar, kecernaan lemak kasar, serta absorbsi mineral (fosfor, magnesium, natrium, kalsium, seng, dan kalium). Kecernaan bahan kering metode koleksi total tidak mempunyai hubungan dengan kecernaan bahan kering metode AIA.

(2)

iii ABSTRACT

Phytic Acid Degradation in Etawah Grade Lactating Goat Offered a Ration Suplemented with Roasted Soybean, Vitamin and Mineral

E. R. Susanti, T. Toharmat, E. B. Laconi

(3)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing laktasi membutuhkan nutrien yang lebih banyak dibandingkan kambing dengan status fisiologis lain. Kambing laktasi mampu menghasilkan susu dengan kualitas yang lebih baik jika diberi jumlah dan jenis nutrien dari hijauan dan konsentrat dalam jumlah yang mencukupi. Namun, kecernaan dan penyerapan nutrien dapat dipengaruhi oleh adanya antinutrisi dalam ransum. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak, tidak hanya mengandung nutrien yang dibutuhkan, tetapi sebagian dari ransum juga mengandung senyawa antinutrisi atau senyawa toksik. Adanya senyawa antinutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas penggunaan nutrien dalam ransum. Senyawa antinutrisi dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk ke dalam tubuh.

Salah satu senyawa antinutrisi yang terdapat dalam pakan adalah asam fitat. Asam fitat atau yang disebut (myo-inositol hexakisphosphate) merupakan bentuk utama unsur P yang terdapat dalam biji legum dan sereal (Miswar, 2006). Adanya asam fitat dalam ransum mengakibatkan mineral yang diserap tubuh menurun, karena asam fitat termasuk chelat (senyawa pengikat mineral) kuat yang mampu mengikat ion metal divalent membentuk fitat kompleks. Asam fitat pada pH netral membentuk kompleks dengan mineral bervalensi dua, dan membentuk ikatan yang stabil dan tidak dapat larut sehingga absorbsinya akan menurun di dalam saluran pencernaan (Piliang, 2000). Peningkatan mineral bivalensi berpotensi menghambat aktivitas enzim pencerna komponen pakan. Suplementasi vitamin dan mineral dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan degradasi asam fitat, sehingga mineral yang terikat pada asam fitat akan terlepas dan dapat diserap oleh tubuh. Disamping itu, peningkatan degradasi asam fitat dapat mengurangi efek negatif senyawa tersebut terhadap aktifitas enzim pencerna komponen pakan.

(4)

myo-2

inositol dengan gugus fosfat. Fosfat yang terlepas merupakan sumber phosphor bagi tubuh (Bedford dan Partridge, 2001) dan mikroba rumen.

Tingkat degradasi asam fitat diperkirakan dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering dan utilisasi mineral khususnya P. Asam fitat mampu menurunkan kelarutan protein, karena asam fitat mudah bereaksi dengan protein membentuk kompleks fitat-protein. Protein yang terikat fitat menyebabkan laju hidrolisis protein oleh enzim-enzim proteolisis menurun dan bahkan aktifitas enzimnya sendiri terhambat. Asam fitat juga mampu mengikat karbohidrat (Oatway et al., 2001). Degradasi asam fitat dalam pakan diperkirakan akan meningkatkan kecernaan dan utilisasi nutrien pakan.

Tujuan

(5)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Perah dan Produksinya

Kambing perah merupakan salah satu jenis ruminansia penghasil susu. Berbagai jenis kambing perah tersebar di dunia. Salah satu jenis kambing perah yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis seperti di Indonesia adalah kambing peranakan Etawah (PE). Kambing PE diperoleh dari hasil kawin tatar (grading up) antara kambing Kacang (Jawa) dengan kambing Etawah (India) (Atabany, 2001).

Kemampuan produksi kambing secara individu dalam memproduksi susu sangat bervariasi. Produksi susu pada kambing PE dapat berkisar antara 567,1 g/ekor/hari (Novita et al., 2006) hingga 863 g/ekor/hari (Subhagiana, 1998) dan menurut Atabany (2001) 990 g/ekor/hari. Perbedaan produksi tersebut disebabkan oleh bobot badan induk, umur induk, ukuran ambing, jumlah anak, nutrisi pakan, suhu lingkungan, penyakit (Apdini, 2011). Produksi susu pada ternak muda lebih rendah dibanding dengan ternak tua, karena ternak muda masih mengalami pertumbuhan. Sebagian dari nutrien yang diperoleh digunakan untuk produksi susu dan sebagian lagi untuk pertumbuhan dan perkembangan (Phalepi, 2004).

Susu kambing diyakini masyarakat mempunyai perbedaan nilai nutrisi dengan susu sapi. Butiran lemak susu yang kecil, menyebabkan susu kambing akan lebih mudah dicerna dalam tubuh. Dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing mempunyai beberapa keistimewaan yaitu (Budiana dan Susanto,2005): (1) Kaya protein, enzim, mineral, vitamin A dan vitamin B. (2) Mengandung antiantritis (inflamasi sendi). (3) Mampu mengobati beberapa penyakit seperti demam kuning, gastritis, asma, insomnia. (4) Molekul lemaknya kecil dan mudah dicerna. (5) Disimpan dalam tempat dingin tanpa mengubah kualitas dan khasiat. Keunggulan tersebut dan ketersediaan yang masih terbatas menyebabkan harga susu kambing lebih mahal dibanding dengan susu sapi.

Kebutuhan Nutrien dan Pakan pada Kambing

(6)

4 status fisiologis lain. Pemenuhan kebutuhan nutrien dapat dilakukan dengan peningkatan pemberian hijauan. Namun, tambahan konsentrat diperlukan untuk produksi yang lebih optimal.

Kambing dengan status fisiologis laktasi membutuhkan pakan yang bermutu baik untuk memproduksi susu yang baik pula. Peningkatan mutu susu yang diproduksi dapat dilakukan dengan cara suplementasi nutrien pakan, contohnya suplementasi protein. Kedelai merupakan pakan yang memiliki protein tinggi, namun protein dan lemak yang tinggi dapat menjadi tidak efisien bagi ternak ruminansia. Protein tersebut akan didegradasi dalam rumen, sedangkan lemak tidak akan tersedia bagi mikroba rumen karena terikat oleh struktur lainnya. Efisiensi pakan dapat ditingkakan dengan cara pemanasan (sangrai) pada kedelai tersebut. Kedelai yang sudah disangrai, proteinnya akan diproteksi dari degradasi rumen dan lemaknya juga akan tersedia bagi mikroba rumen. Selain itu, kedelai sangrai juga merupakan sumber asam linoleat yang merupakan asam lemak esensial (Adawiah et al., 2006).

Menurut Sudono et al. (2003), hijauan dalam pakan menyebabkan tingginya kadar lemak susu, karena lemak susu dipengaruhi kandungan serat kasar ransum, sehingga kadar serat kasar minimal 17% dari bahan kering. Jadi, kadar lemak dalam susu tergantung pada rasio hijauan dan konsentrat dalam bahan pakan. Turunnya ratio hijauan akan menyebabkan kadar lemak turun, tetapi kadar protein meningkat.

Ransum yang dikonsumsi oleh ternak, tidak hanya mengandung nutrien yang dibutuhkan, tetapi sebagian dari ransum juga mengandung senyawa antinutrisi atau senyawa toksik. Adanya senyawa antinutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas penggunaan nutrien dalam ransum. Senyawa antinutrisi dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk ke dalam tubuh. Salah satu senyawa antinutrisi yang terdapat dalam bahan pakan ternak adalah asam fitat.

(7)

5 mengandung asam fitat 6,9%, pollard mencapai 4,46% - 5,56%; barley 1,08% - 1,16%; jagung 0,76%; oats 0,8% - 1,02%. Kedelai dan hasil olahannya yang mengandung protein tinggi juga mengandung asam fitat (Sumiati, 2006).

Mineral dalam bahan pakan yang terikat oleh asam fitat akan dapat dimanfaatkan oleh tubuh, apabila asam fitatnya terdegradasi. Degradasi asam fitat merupakan proses pemutusan antara ikatan gugus myo-inositol dan gugus asam fosfat oleh enzim fitase (Bedford dan Partridge, 2001). Fosfat yang terlepas dapat dimanfaatkan sebagai sumber mineral fosfor (P) untuk ternak. Apabila terdapat asam fitat yang tidak tercerna, mineral P juga tidak dapat tercerna oleh tubuh dan mineral P akan terbuang bersama kotoran. Suplementasi vitamin dan mineral dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan degradasi asam fitat, sehingga mineral yang terikat pada asam fitat akan terlepas dan dapat diserap oleh tubuh.

Peningkatan degradasi asam fitat diperkirakan selain dapat mempengaruhi utilisasi mineral khususnya P, juga dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering. Degradasi komponen oleh mikroba rumen dipengaruhi oleh karakteristik pakan dan faktor lingkungan dari rumen itu sendiri (Ismartoyo, 2011). Suplementasi vitamin dan mineral diharapkan mampu memperbaiki lingkungan rumen dan merangsang pertumbuhan mikroba dalam memfermentasi komponen-komponen pakan termasuk didalamnya adalah proses degradasi asam fitat. Selain itu, suplementasi vitamin dan mineral diharapkan dapat memperbaiki metabolisme nutrien di dalam tubuh ternak.

(8)

6 Metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung kecernaan adalah metode AIA (Acid Insoluble Ash). Sampel feses dan pakan diabukan pada tanur 600⁰C, kemudian dilakukan perendaman pada asam kuat atau basa kuat, dan diabukan kembali. Kadar abu yang larut dalam asam, atau selisih dari kadar abu sebelum dan setelah pencucian merupakan bagian yang tidak dicerna (Apdini, 2011).

Suplementasi Vitamin dan Mineral

Produksi susu yang rendah, dapat disebabkan oleh mutu pakan yang rendah pula dan kurang optimalnya penyerapan dan metabolisme nutrien. Perbaikan mutu pakan dapat dilakukan dengan cara suplementasi vitamin dan mineral. Suplementasi vitamin dan mineral dimaksudkan untuk memperbaiki metabolisme nutrien (Rumetor

et al., 2008).

Pada kondisi lingkungan panas dan laktasi, suplementasi mineral pakan dibutuhkan, karena kurang tersedianya mineral dalam saluran pencernaan dan kelarutannya tergantung dari kecernaan komponen pakan termasuk serat (Toharmat

et al., 2007). Suplementasi vitamin dan mineral dianjurkan untuk kambing yang sedang laktasi. Tujuan suplementasi vitamin dan mineral untuk menghindarkan kekurangan vitamin dan mineral pada induk laktasi dan untuk meningkatkan kadar

vitamin dan mineral susu. Selain itu, tujuan suplementasi vitamin dan mineral

diharapkan dapat memperbaiki metabolisme nutrien dan daya tahan tubuh (Rumetor et al., 2008).

Asam fitat merupakan salah satu antinutrisi yang dapat mempengaruhi utilisasi

nutrien khususnya mineral bervalensi dua. Menurut Piliang (2000), asam fitat mampu

mengikat dengan mineral bervalensi dua seperti Cu, Zn, Co, Mn, Fe, dan Ca. Suplementasi mineral yang dapat terikat oleh asam fitat dapat mengoreksi pengaruh negatif asam fitat.

Vitamin A

(9)

7 provitamin A di dalam tubuhnya. Setiap spesies mempunyai kemempuan mengubah karoten (provitamin A) menjadi vitamin A yang berbeda-beda (Perry et al., 2003).

Vitamin A juga berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, diferensiasi sel, reproduksi dan kekebalan (McDowell, 2000). Oleh karena itu, vitamin A penting untuk mendukung kehidupan, pertumbuhan dan kesehatan hewan-hewan. McDowell (2000) menyatakan bahwa defisiensi vitamin A dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, dan penurunan bobot badan, timbulnya rabun senja, dan penurunan fertilitas pada kambing yang sedang tumbuh. Hilangnya nafsu makan akibat defisiensi vitamin A akan menurunkan konsumsi, sehingga asupan nutrien juga akan berkurang dan akan menurunkan produksi dan kualitas susu. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin A sebanyak 5000 IU/kg. (McDowell, 2000).

Vitamin D

Vitamin D merupakan pro-hormon yang merupakan perkursor untuk produksi hormon calcium regulating hormone 1,25-dihydroxyvitamin D. Vitamin D dapat diproduksi di kulit hewan sebagai hasil dari konversi 7-dehydrocholesterol menjadi vitamin D3 (cholecalciferol). Pada tanaman, radiasi ultraviolet menyebabkan terjadinya proses fotokimia yang mengkonversi ergosterol menjadi vitamin D2 (ergocalciferol). Didalam hati, vitamin D dapat dikonversi menjadi 25-hydroxyvitamin D oleh vitamin D 25-hydroxylase yang dikeluarkan dalam darah. Produksi dari 25-hydroxyvitamin D dalam hati tergantung pada vitamin D dalam pakan atau dari kulit (Perry et al., 2003).

Vitamin D berfungsi meningkatkan level plasma Ca dan P yang mendukung terpeliharanya kadar mineral normal tulang. Bentuk aktif dari vitamin D adalah 1,25-(OH)2D, yang berfungsi sebagai hormon steroid, yaitu hormon yang diproduksi oleh kelenjar endokrin. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin D sebanyak 1400 IU/kg (McDowell, 2000).

(10)

8 dalam asam fitat utuh tidak dapat diserap tubuh, dan asam fitat dalam pakan dapat mengikat mineral lainnya khususnya yang bervalensi dua sehingga tidak dapat diserap tubuh (Piliang, 2000).

Vitamin E

Vitamin E merupakan jenis vitamin yang larut lemak dan disebut juga tokoferol yang terdiri dari beberapa jenis seperti alfa, beta, gama dan delta tokoferol, serta tokotrienol. Vitmin E dapat berfungsi sebagai antioksidan alami untuk mempertahankan performa dan produksi optimal. Vitamin E juga mampu menangkal radikal bebas (Rumetor et al., 2008).

Suplementasi mineral Se dan vitamin E dapat melindungi tubuh dari infeksi organisme patogen sebagai antibodi dan fagositosis dari patogen. White Muscle Disease (WMD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh defisiensinya mineral Se yang dipengaruhi oleh status vitamin E. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin E sebanyak 100 IU/kg (McDowell, 2000).

Suplementasi vitamin E juga dapat mempengaruhi tingkat kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan orgaik (KCBO). Vitamin E berfungsi melindungi lemak dari peroksidasi, melindungi oksidasi lemak dan kerusakan sel. Akibatnya, akan memberikan pengaruh positif terhadap kecernaan lemak dan secara keseluruhan dapat mempengaruhi KCBK KCBO (Rumetor et al., 2008).

Khromium Organik

Suplementasi mineral, dapat dilakukan dengan suplementasi Cr organik. Khromium adalah mineral mikro yang berfungsi dalam meningkatkan afinitas insulin dalam metabolisme glukosa, serta dalam mempertahankan kecepatan transpor glukosa dari darah ke dalam sel-sel. Selain itu, Cr juga berperan dalam mengaktifkan kerja beberapa enzim dan memegang peranan dalam metabolisme lemak dan protein. Defisiensi Cr dapat menyebabkan terganggunya glucose tolerance, pertumbuhan, timbulnya hyperglycemia, glukosaria, dan meningkatnya kadar kolesterol dalam serum (Piliang dan Soewondo, 2006).

(11)

9 khromium yang berasal dari ekstrak ragi. Khromium dari ekstrak ragi mampu diabsorbsi sebanyak 10% - 25%, sedangkan Cr dari makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh rata-rata 50 µg - 100 µg setiap hari, hanya sekitar 0,25 µg - 0,5 µg untuk setiap 7 µg - 10 µg Cr yang diekskresi melalui urine. Menurut Muktiani (2002), Cr-proteinat dan Cr-pikolinat (organik) dapat diserap 5-10 kali lebih besar dibanding bentuk anorganik.

Mineral Cr merupakan mineral yang penting bagi mikroba rumen. Adanya suplementasi Cr organik dalam pakan akan meningkatkan efisiensi pengambilan energi oleh mikroba rumen, sehingga kinerja mikroba rumen semakin aktif dan mampu meningkatkan nilai kecernaan. Kecernaan yang semakin meningkat akan meningkatkan ketersediaan nutrien untuk mikroba rumen, sehingga dapat membantu mikroba rumen dalam mencerna serat (Astuti et al., 2006).

Selenium

Suplementasi mineral lain yang dapat diberikan untuk kambing laktasi adalah suplementasi mineral selenium. Selenium merupakan salah satu mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh. Bentuk fisiologis dari Se adalah sebagai Gluthation peroksidase (GSH-Px) yang berfungsi dalam memproteksi sel dan subseluler dari kerusakan oksidatif dengan cara senyawa oksidatif direduksi menjadi senyawa yang aman bagi sel, termasuk ambing, sehingga produksi susu akan optimal. Mineral Se juga berperan dalam reproduksi ternak, apabila defisiensi akan menyebabkan kemandulan (Muktiani et al., 2004)

(12)

10 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Kambing Perah milik Yayasan Pesantren Darul Falah Ciampea dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama empat bulan dari bulan Juni sampai September 2011.

Materi

Penelitian ini menggunakan kambing peranakan Etawah (PE) laktasi sebanyak delapan ekor dengan umur rata-rata 3-4 tahun. Pakan yang diberikan terdiri dari ampas tempe, rumput lapang, rumput gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, CPO, kedelai sangrai, serta suplemen vitamin dan mineral yaitu, vitamin A, vitamin E, Cr organik, dan Se.

Kambing percobaan ditempatkan pada kandang individu berukuran 1 x 2 m2. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah kandang kambing perah individu, gelas ukur, tempat pakan dan minum, timbangan, ember, jaring paranet dan kain penampung feses.

Prosedur Penyediaan Pakan

Pakan yang diberikan terdiri dari rumput lapang, ampas tempe, rumput gajah kering yang telah digiling, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan CPO. Perlakuan 1 pakan yang diberikan tanpa suplementasi dan perlakuan 2 dengan suplementasi (kedelai sangrai, vitamin A, D, E dan mineral Cr organik, dan Se).

Pemeliharaan Hewan Uji

(13)

11 organik, dan Se) selama satu minggu untuk tujuan penyesuaian pakan perlakuan (preliminary). Selama percobaan konsumsi pakan setiap individu kambing diukur. Pengambilan Sampel

Sampel pakan dan sampel feses diambil untuk analisis asam fitat. Sampel rumput lapang dan ampas tempe yang digunakan adalah sebanyak 1 kg, kemudian dikeringkan di bawah matahari dan oven 60⁰C. Semua sampel digiling dengan saringan 2 mm.

Sampel feses diambil dengan teknik koleksi total selama satu minggu terakhir periode penelitian, setelah melewati masa adaptasi selama tiga minggu. Pengumpulan feses dilakukan dengan cara memasang paranet di bawah kandang panggung setiap individu kambing. Selama periode koleksi feses total, paranet dipasang dan diambil pada pukul 09.00. Feses yang dikumpulkan, ditimbang dan dikeringmataharikan, kemudian disimpan pada karung yang terbuat dari kain dan diangin-anginkan dengan digantung agar tidak berjamur. Setelah semua feses selama satu minggu terakhir terkumpul, selanjutnya ditimbang dan diambil 10% untuk dikeringkan lebih lanjut di dalam oven 60⁰C. Sampel feses tersebut kemudian ditimbang dan digiling menggunakan saringan 2 mm.

Kadar nutrien ransum dan feses dianalisis dengan menggunakan metoda analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam fitat dilakukan menggunakan metode Davies dan Reid (1979), di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

(14)

12 dependen, a = Intersep/perpotongan, b = Gradien/kemiringan, x = Variabel independen, e = Standar error.

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan pada kambing peranakan Etawah (PE) laktasi terdiri dari dua perlakuan. Perlakuan 1 pemberian pakan tanpa suplementasi, dan perlakuan 2 pemberian pakan dengan suplementasi kedelai sangrai, vitamin A, D, E dan mineral Cr organik dan Se.

Tabel 1. Komposisi Pakan yang Diberikan Tanpa Suplemen (Perlakuan 1) atau dengan Suplemen (Perlakuan 2)

Bahan Pakan Komposisi dalam Ransum (%)

(15)

13 dan 16,74% (Perlakuan 2). TDN sebesar 63,96% (Perlakuan 1) dan 64,04% (Perlakuan 2). Komposisi ransum komplit tambahan yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.

Peubah yang Diamati Kadar Asam Fitat (Metode Davies dan Reid, 1979)

Kadar asam fitat (%) dan degradasi asam fitat (%) dianalisis menggunakan metode (Davies & Reid, 1979) yang telah dimodifikasi. Sebanyak lima gram bahan disuspensikan dalam 50 ml larutan HNO3 0,5 M dan diaduk selama tiga jam di atas

shaker water bath pada suhu ruang, kemudian disaring. Filtrat dari campuran diambil sebanyak 0,05 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1,35 ml larutan HNO3 0,5 M serta 1 ml larutan FeCl3. Tabung reaksi ditutup dengan aluminium foil dan direndam dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan sampai mencapai suhu ruang, ditambah 5 ml amyl alkohol dan 0,1 ml larutan amonium thiosianat 10%. Isi tabung diaduk dengan cara menggoyangkan tabung tersebut selama 15 menit. Kadar fitat diukur menggunakan spectrofotometer dengan panjang gelombang 465 nm. Pada saat yang bersamaan dilakukan juga pengukuran kadar fitat standar. Nilai absorbansi standar yang diukur kemudian dibuat kurva hubungan antara jumlah asam fitat dengan absorbansinya dengan persamaan umum regresi linier: Y = a + bx, Y = absorbansi larutan natrium asam fitat, x = kadar asam fitat . Persamaan yang diperoleh tersebut digunakan untuk menghitung jumlah asam fitat dalam sampel.

Kecernaan Bahan Kering (Van Keulen dan Young, 1977)

Kecernaan nutrien ransum ditentukan dengan metoda koleksi total dan metode AIA (acid insoluble ash). Perhitungan kecernaan nutrien mengunakan metode koleksi total dilakukan dengan menganalisis kadar nutrien pakan dan feces. Pengukuran kecernaan nutrien dengan metode AIA dilakukan dengan menganalisis kandungan nutrien atau data yang digunakan untuk mengukur kecernaan koleksi total ditambah dengan data kadar AIA pakan dan feses.

(16)

14 volume awal. Abu disaring dengan kertas saring yang sudah diketahui bobotnya. Endapan dicuci dengan aquades panas (85⁰C - 100⁰C) sampai bebas asam. Hasil saringan diabukan lagi. Berat abu yang tidak larut dalam asam diukur dengan penimbangan. Analisis ini dikerjakan untuk sampel feses dan pakan.

%AIA =

X 100%

Kadar nutrien AIA sampel dan feces digunakan untuk menghitung kecernaan bahan kering dengan rumus sebagai berikut:

%KCBK =

(17)

15 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan

Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi. Komponen antinutrisi dalam bahan pakan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kesehatan. Salah satu senyawa antinutrisi yang terdapat dalam pakan ternak adalah asam fitat.

Asam fitat adalah salah satu senyawa antinutrisi yang mampu mengikat mineral, sehingga penyerapan mineral oleh tubuh akan menurun. Beberapa bahan pakan seperti dedak padi mengandung asam fitat 6,9%, pollard 4,46%-5,56%; barley 1,08%-1,16%; jagung 0,76%; oats 0,8%-1,02% (Sumiati, 2006). Kadar nutrien dan asam fitat komponen ransum ditunjukkan dalam Tabel 2. Kadar asam fitat bahan pakan yang digunakan dalam penelitian dapat dinyatakan tinggi yaitu 3,57%. Kadar tersebut dapat menyebabkan ketersediaan fosfor dan mineral lain terbatas kecuali jika asam fitatnya mengalami degradasi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, dan analisis kadar fitat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2012).

(18)

16 Sumiati (2006), kedelai dan hasil olahannya yang mengandung protein tinggi juga mengandung asam fitat tinggi. Muchtadi (1998) menyebutkan bahwa asam fitat sangat tahan terhadap pemanasan selama pengolahan. Produk olahan kedelai tanpa fermentasi tetap mengandung asam fitat. Fermentasi dapat mengurangi bukan menghilangkan asam fitat, namun tempe dan kecap sudah tidak mengandung senyawa tersebut.

Konsumsi Nutrien

Kebutuhan nutrisi kambing laktasi lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan kambing dengan status fisiologis lain. Menurut Orskov (2001), kondisi fisiologis ternak juga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ternak. Sehingga kambing dengan status fisiologis laktasi mampu mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk menunjang kebutuhan nutrisi saat laktasi. Konsumsi nutrien pada kambing laktasi yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Konsumsi Nutrien pada Kambing Laktasi yang Digunakan dalam Penelitian

Konsumsi Perlakuan 1 Perlakuan 2

(g/ekor/hari)

Bahan Kering 1796±30,0 1719±61,0

Bahan Organik 1659±27,0 1588±57,0

Protein Kasar 291±5,0 283±10,0

Serat Kasar 786±12,0 762±36,0

Lemak Kasar 35±0,7 33±1,1

Keterangan: Perlakuan 1 = tidak mendapat suplemen vitamin dan mineral, Perlakuan 2 = mendapat suplemen vitamin dan mineral serta kedai sangrai.

(19)

17 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi adalah faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri), yang meliputi suhu lingkungan, palatabilitas, selera, status fisiologis (umur, jenis kelamin, kondisi tubuh), konsentrasi nutrisi, bentuk pakan, bobot badan dan produksi (Mulyono, 2005). Konsumsi bahan kering ternak juga dapat dipengaruhi oleh sistem pencernaan ternak. Pengurangan konsumsi pakan pada ternak ruminansia terjadi apabila waktu retensi pakan meningkat, sehingga kapasitas rumen dalam menampung pakan berkurang (Orskov, 2001). Namun dalam hal ini jenis pakan yang diberikan sama kecuali terdapat penambahan kedelai sangrai. Penambahan kedelai sangrai sebanyak 13,16% dalam ransum yang diberikan pada kelompok kambing perlakuan 2, meningkatkan kadar protein dan lemak ransum, sehingga ransum semakin padat nutrien dibandingkan dengan ransum tambahan pada perlakuan 1.

Kecernaan Nutrien

Nutrien tercerna adalah nutrien yang tidak terdapat dalam feses karena diabsorbsi oleh dinding saluran pencernaan. Tingkat konsumsi bahan kering yang berbeda-beda akan mempengaruhi tingkat kecernaan nutrien tiap individu. Selain itu, kecernaan nutrien juga dipengaruhi oleh komposisi pakan, formulasi ransum, teknik pengolahan pakan, suplementasi enzim, jenis ternak, dan tingkat konsumsi ternak (Apdini, 2011). Oleh karena itu, setiap individu kambing memiliki tingkat kecernaan bahan kering yang berbeda-beda. Nilai kecernaan nutrien pada kambing percobaan ditunjukkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Kecernaan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Kambing Laktasi yang Digunakan dalam Penelitian

(20)

18 Kecernaan nutrien antara kambing yang mendapat suplemen kedelai sangrai, vitamin mineral dan yang tidak, memiliki nilai kecernaan yang tidak berbeda nyata (Tabel 4). Hal tersebut dapat diartikan bahwa suplementasi kedelai sangrai, vitamin dan mineral ke dalam ransum tidak berpengaruh terhadap kecernaan nutrien ransum. Rataan kecernaan bahan kering pada kambing percobaaan dapat dinyatakan tinggi karena mencapai nilai 84,98±2,82%. Nilai kecernaan yang tinggi dapat diartikan bahwa nutrien yang dikonsumsi dapat dicerna dengan baik oleh ternak.

Rataan kecernaan protein kasar pada penelitian ini juga tergolong tinggi. Kecernaan protein kasar dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan dan komposisi kimia protein pakan. Kandungan protein pakan yang digunakan dalam penelitian ini berkisar antara 16,46%, hasil ini dapat dinyatakan bahwa kadar protein pakan tergolong tinggi. Rataan kecernaan lemak kasar pada penelitian ini adalah 72,78±4,65%. Hal tersebut menunjukan bahwa kecernaan lemak dapat dinyatakan normal dan tinggi.

Rataan kecernaan serat kasar dalam penelitian ini tergolong tinggi. Menurut Nurhajah (2007) kecernaan serat kasar dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan pakan seperti kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin. Tingginya nilai kecernaan serat kasar diduga disebabkan karena komponen serat pakan dalam penelitian ini mudah dicerna, karena rumput yang diberikan diperkirakan cukup muda. Demikian juga serat ampas tempe walaupun berkadar serat tingi namun mudah dicerna, sehingga kecernaan secara kesuluruhan menjadi tinggi.

Hubungan Kecernaan Bahan Kering Metode Koleksi Total dengan Metode AIA

Kandungan serat kasar dalam pakan yang tinggi, akan menyebabkan berkurangnya nilai kecernaan. Komponen serat kasar yang sulit dicerna dibentuk dari selulosa, hemiselolsa, lignin dan silika (Putra, 2011). Tinginya silika berkorelasi dengan tingginya komponen serat yang tahan terhadap fermentasi oleh mikroba rumen. Kadar abu yang larut dalam asam, atau selisih dari kadar abu sebelum dan setelah pencucian dengan asam dapat memberikan gambaran kecernaan komponen bahan pakan (Apdini, 2011).

(21)

19 75,20±3,75%. Regresi antara koefisien cerna bahan kering dengan metoda koleksi total dengan metode AIA mempunyai nilai korelasi r2 = 0,39 (P>0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa koefisien cerna yang diukur dengan metode koleksi total dan AIA tidak sama. Koefisien cerna bahan kering yang diukur dengan metode koleksi total menunjukkan nilai simpangan baku yang rendah. Koefisien regresi yang kecil menggambarkan variasi yang besar pada pengukuran kecernaan dengan metoda AIA. Variasi yang cukup besar pada koefisen cerna metode AIA diduga terkait diantaranya dengan pemberian tambahan pakan lengkap yang diberikan kepada kambing. Pemberian tambahan pakan lengkap diduga menurunkan kecernaan komponen serat. Penambahan vitamin, mineral serta kedelai sangrai ke dalam ransum diduga juga berkontribusi terhadap variasi kecernaan komponen serat yang diekpresikan oleh nilai AIA yang bervariasi dibandingkan dengan koefisen cerna dengan metode koleksi total.

Degradasi Asam Fitat

Degradasi asam fitat merupakan proses pemutusan antara ikatan gugus myo-inositol dan gugus asam fosfat oleh enzim fitase yang dihasilkan oleh mikroba rumen (Bedford dan Partridge, 2001). Fosfat yang terlepas dari asam fitat, akan dapat dimanfaatkan oleh ternak. Pencernaan ruminansia mampu menyediakan unsur P antara 0,33% sampai 0,99 % BK (Mc Donald et al., 2002). Tabel 5 menunjukkan rataan konsumsi dan degradasi asam fitat pada kambing laktasi yang mendapat suplemen kedelai sangrai, vitamin, dan mineral. Total konsumsi bahan kering dapat mempengaruhi total asam fitat yang dikonsumsi. Konsumsi asam fitat pada kelompok kambing perlakuan 2 cenderung menurun mengikuti konsumsi bahan kering ransum. Tidak terdapat perbedaan konsumsi, ekskresi dan degradasi asam fitat pada kedua kelompok kambing dengan tambahan pakan yang berbeda. Suplementasi kedelai sangrai, vitamin, dan mineral ke dalam ransum tidak mempengaruhi tingkat degradasi asam fitat.

(22)

20 degradasi asam fitat dalam rumen mencapai 86,32±3,49%. Nilai tersebut menggambarkan bahwa asam fitat dapat didegradasi dengan baik dalam rumen kambing. Mikroflora dalam rumen ternak ruminansia menghasilkan fitase yang dapat menghidrolisis senyawa tersebut dalam jumlah besar. Sebagian kecil asam fitat yang tidak mampu di degradasi oleh mikroba rumen, dikeluarkan kembali melalui feses, sehingga di dalam feses juga masih terdapat kandungan asam fitat. Tabel 5. Rataan Konsumsi dan Degradasi Asam Fitat pada Kambing Laktasi yang

Mendapat Suplementasi Kedelai Sangrai, Vitamin dan Mineral

Fitat Perlakuan 1 Perlakuan 2

Konsumsi (g/ekor/hari) 64,02±1,09 61,14±2,15

Feses (g/ekor/hari) 9,41±2,83 7,74±1,57

Degradasi (%) 85,33±4,27 87,31±2,75

Keterangan: Perlakuan 1 = ransum tambahan tidak mendapat suplemen vitamin dan mineral, Perlakuan 2 = ransum tambahan yang mendapat suplemen vitamin dan mineral serta kedelai sangrai.

Nilai degradasi asam fitat dalam penelitian ini menunjukan bahwa tidak semua unsur P dalam pakan tidak seluruhnya dapat digunakan kambing, karena sebagian masih terikat dalam bentuk asam fitat. Adanya bagian asam fitat yang tidak terdegradasi menunjukkan bahwa sejumlah mineral lainnya pun dapat ikut terekresikan dalam feces, karena asam fitat yang tidak terdegradasi mampu mengikat usur esensial lain khususnya yang bervalensi dua. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam suplementasi mineral perlu mempertimbangkan keberadaan asam fitat yang tidak terdegradasi.

Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan Kecernaan Nutrien

(23)

21 namun mempunyai hubungan yang tidak nyata dengan kecernaan protein dan lemak kasar serta absorbsi mineral. Hubungan regresi antara kecernaan bahan kering dan serat kasar menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering dan serat kasar yang tinggi seiring dengan tingginya degradasi asam fitat. Data tersebut menunjukkan bahwa degradasi asam fitat diperkirakan bersamaan dengan fermentasi komponen pakan lainnya khususnya karbohidrat mudah dicerna dan keduanya mempunyai laju degradasi yang sama cepatnya.

Tabel 6. Hubungan Regresi antara Degradasi Asam Fitat dengan Kecernaan Nutrien serta Hubungan Regresi Degradasi Asam Fitat dengan Absorbsi Mineral Degradasi Fitat

*Data absorbsi mineral diperoleh dari penelitian Altami Nurmila Daniari yang belum dipublikasikan.

(24)

22 yang mencapai 86,32% menunjukkan bahwa asam fitat dalam ransum tersebut diduga tidak mengganggu aktifitas enzim mikroba rumen dan tidak menggangu pencernaan protein dan lemak.

(25)

23 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Asam fitat dapat didegradasi dalam rumen kambing namun suplementasi vitamin dan mineral serta penambahan kedelai sangrai tidak mempengaruhi tingkat degradasinya. Degradasi asam fitat sejalan dengan kecernaan bahan kering dan serat kasar pakan dan tidak mempengaruhi kecernaan protein kasar, lemak kasar, absorbsi unsur P, Ca, Mg, Na, dan K. Suplementasi vitamin dan mineral tersebut mempengaruhi variasi nilai kecernaan bahan kering metode AIA.

Saran

(26)

DEGRADASI ASAM FITAT PADA KAMBING PERANAKAN

ETAWAH LAKTASI YANG MENDAPAT RANSUM

BERSUPLEMEN KEDELAI SANGRAI,

VITAMIN DAN MINERAL

SKRIPSI Emmy Ratna Susanti

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(27)

DEGRADASI ASAM FITAT PADA KAMBING PERANAKAN

ETAWAH LAKTASI YANG MENDAPAT RANSUM

BERSUPLEMEN KEDELAI SANGRAI,

VITAMIN DAN MINERAL

SKRIPSI Emmy Ratna Susanti

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(28)

ii RINGKASAN

Emmy Ratna Susanti. D24080241. 2012. Degradasi Asam Fitat pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang Mendapat Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Vitamin dan Mineral. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS.

Asam fitat adalah senyawa anti nutrisi yang memiliki sifat chelating agent yang mampu mengikat mineral, akibatnya pelepasan dan absorbsi mineral pakan menurun. Suplementasi vitamin dan mineral dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan aktifitas mikroba dan degradasi asam fitat. Degradasi asam fitat merupakan proses pemutusan ikatan gugus myoinositol dengan gugus fosfat. Mineral yang terikat fitat akan terlepas dan dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur degradasi asam fitat dan hubungannya dengan kecernaan bahan kering pakan dan absorbsi mineral. Mengkaji hubungan kecernaan bahan kering metode

acid insoluble ash (AIA) dengan kecernaan bahan kering metode koleksi total.

Percobaan dilakukan pada delapan ekor kambing peranakan Etawah (PE) laktasi yang dibagi dua kelompok yaitu perlakuan 1 dan perlakuan 2. Kambing perlakuan 1 diberi pakan tanpa suplemen, sedangkan perlakuan 2 diberi pakan dengan suplemen kedelai sangrai, vitamin A, D, E dan mineral khromium (Cr) organik dan selenium (Se). Peubah yang diamati adalah kadar asam fitat, laju degradasi asam fitat, kecernaan bahan kering, kecernaan nutrien (kecernaan protein kasar, kecernaan lemak kasar, kecernaan serat kasar) dan absorbsi mineral (data sekunder). Kadar asam fitat dianalisa menggunakan metode Davies & Reid (1979). Kecernaan bahan kering dianalisa menggunakan metode AIA dan metode koleksi total. Analisis data menggunakan uji t dan analisis hubungan menggunakan regresi.

Rataan degradasi asam fitat adalah 86,32±3,49%. Nilai degradasi asam fitat pada kambing perlakuan 1 tidak berbeda dengan pada kambing perlakuan 2. Kecernaan bahan kering menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara kambing perlakuan 1 dan kambing perlakuan 2 dengan rataan 84,98±2,82%. Hubungan kecernaan bahan kering metode AIA tidak berbeda dengan kecernaan metode koleksi total (P>0,05) dengan nilai koefisien korelasi (r2) = 0,39. Adanya korelasi positif antara degradasi asam fitat dengan kecernaan bahan kering ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r2) = 0,70 dan kecernaan serat kasar dengan koefisien korelasi (r2) = 0,84. Namun, degradasi asam fitat tidak berkorelasi dengan kecernaan protein kasar, dan kecernaan lemak kasar.

Suplementasi kedelai sangrai, vitamin dan mineral tidak mempengaruhi degradasi asam fitat, dan kecernaan bahan kering. Degradasi asam fitat hanya mempengaruhi tingkat kecernaan bahan kering dan kecernaan serat kasar. Akan tetapi degradasi asam fitat tidak mempengaruhi kecernaan protein kasar, kecernaan lemak kasar, serta absorbsi mineral (fosfor, magnesium, natrium, kalsium, seng, dan kalium). Kecernaan bahan kering metode koleksi total tidak mempunyai hubungan dengan kecernaan bahan kering metode AIA.

(29)

iii ABSTRACT

Phytic Acid Degradation in Etawah Grade Lactating Goat Offered a Ration Suplemented with Roasted Soybean, Vitamin and Mineral

E. R. Susanti, T. Toharmat, E. B. Laconi

(30)

iv

DEGRADASI ASAM FITAT PADA KAMBING PERANAKAN

ETAWAH LAKTASI YANG MENDAPAT RANSUM

BERSUPLEMEN KEDELAI SANGRAI,

VITAMIN DAN MINERAL

EMMY RATNA SUSANTI D24080241

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(31)

v Judul : Degradasi Asam Fitat pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang Mendapat Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Vitamin dan Mineral

Nama : EMMY RATNA SUSANTI NIM : D24080241

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc. NIP. 19590902 198303 1 003

Pembimbing Anggota,

Prof. Dr. Ir.Erika B. Laconi, MS. NIP. 19610916 198703 2 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MScAgr. NIP. 19670506 199103 1 001

(32)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 9 Januari 1991 dari pasangan Bapak Sutomo (Alm) dan Ibu Suwarni. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Sidomulyo, Pati yang diselesaikan pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Tayu, Pati dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tayu, Pati.

Tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani masa studi di IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan. Beberapa kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti antara lain sebagai staff

(33)

vii KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur disampaikan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Degradasi Asam Fitat pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi yang Mendapat Ransum Bersuplemen Kedelai Sangrai, Vitamin dan Mineral”. Suplemen vitamin dan mineral dalam ransum kambing PE (peranakan Etawah) laktasi diharapkan mampu memperbaiki kondisi rumen dan pertumbuhan mikroba. Peningkatan degradasi asam fitat dan kecernaan bahan kering, mampu meningkatkan penyerapan mineral dan nutrien lain.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian pada kambing PE laktasi yang dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di Peternakan Kambing Perah Yayasan Pesantren Darul Falah, Ciampea Bogor. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi pengaruh suplementasi vitamin dan mineral terhadap tingkat degradasi asam fitat, kecernaan bahan kering dan absorbsi mineral pada kambing PE laktasi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juli 2012

(34)
(35)

ix Kecernaan Nutrien ... 17 Hubungan Kecernaan Bahan Kering Metode Koleksi Total

(36)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Pakan yang Diberikan Tanpa Suplemen (Perlakuan 1)

atau dengan Suplemen (Perlakuan 2) ... 12 2. Kadar Nutrien dan Asam Fitat Ransum yang Diberikan pada

Kambing Laktasi ... 15 3. Rataan Konsumsi Nutrien pada Kambing Laktasi yang

Digunakan dalam Penelitian ... 16 4. Rataan Kecernaan Nutrien Ransum yang Diberikan

pada Kambing Laktasi yang Digunakan dalam Penelitian ... 17 5. Rataan Konsumsi dan Degradasi Asam Fitat pada Kambing

Laktasi yang Mendapat Suplementasi Vitamin, Mineral dan

Kedelai Sangrai ... 20 6. Hubungan Regresi antara Degradasi Asam Fitat dengan

Kecernaan Nutrien serta Hubungan Regresi Degradasi

(37)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Konsumsi Bahan Kering, Konsumsi Fitat, Output Feses,

Fitat Feses dan Degradasi Asam Fitat ... 29 2. Koefisien Cerna Nutrien Kambing Percobaan ... 29 3. Absorbsi Mineral ... 30 4. Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Kecernaan Bahan Kering ... 30 5. Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Kecernaan Protein Kasar ... 30 6. Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Kecernaan Lemak Kasar ... 31 7. Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Kecernaan Serat Kasar ... 31 8. Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Absorbsi Fosfor ... 31 9. Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Absorbsi Seng ... 31 10.Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Absorbsi Natrium ... 32 11.Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Absorbsi Kalium ... 32 12.Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Absorbsi Magnesium ... 32 13.Analisis Ragam Hubungan Degradasi Asam Fitat dengan

Absorbsi Kalsium ... 32 14.Analisis Ragam Kecernaan Metode Koleksi Total dengan

(38)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing laktasi membutuhkan nutrien yang lebih banyak dibandingkan kambing dengan status fisiologis lain. Kambing laktasi mampu menghasilkan susu dengan kualitas yang lebih baik jika diberi jumlah dan jenis nutrien dari hijauan dan konsentrat dalam jumlah yang mencukupi. Namun, kecernaan dan penyerapan nutrien dapat dipengaruhi oleh adanya antinutrisi dalam ransum. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak, tidak hanya mengandung nutrien yang dibutuhkan, tetapi sebagian dari ransum juga mengandung senyawa antinutrisi atau senyawa toksik. Adanya senyawa antinutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas penggunaan nutrien dalam ransum. Senyawa antinutrisi dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk ke dalam tubuh.

Salah satu senyawa antinutrisi yang terdapat dalam pakan adalah asam fitat. Asam fitat atau yang disebut (myo-inositol hexakisphosphate) merupakan bentuk utama unsur P yang terdapat dalam biji legum dan sereal (Miswar, 2006). Adanya asam fitat dalam ransum mengakibatkan mineral yang diserap tubuh menurun, karena asam fitat termasuk chelat (senyawa pengikat mineral) kuat yang mampu mengikat ion metal divalent membentuk fitat kompleks. Asam fitat pada pH netral membentuk kompleks dengan mineral bervalensi dua, dan membentuk ikatan yang stabil dan tidak dapat larut sehingga absorbsinya akan menurun di dalam saluran pencernaan (Piliang, 2000). Peningkatan mineral bivalensi berpotensi menghambat aktivitas enzim pencerna komponen pakan. Suplementasi vitamin dan mineral dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan degradasi asam fitat, sehingga mineral yang terikat pada asam fitat akan terlepas dan dapat diserap oleh tubuh. Disamping itu, peningkatan degradasi asam fitat dapat mengurangi efek negatif senyawa tersebut terhadap aktifitas enzim pencerna komponen pakan.

(39)

myo-2

inositol dengan gugus fosfat. Fosfat yang terlepas merupakan sumber phosphor bagi tubuh (Bedford dan Partridge, 2001) dan mikroba rumen.

Tingkat degradasi asam fitat diperkirakan dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering dan utilisasi mineral khususnya P. Asam fitat mampu menurunkan kelarutan protein, karena asam fitat mudah bereaksi dengan protein membentuk kompleks fitat-protein. Protein yang terikat fitat menyebabkan laju hidrolisis protein oleh enzim-enzim proteolisis menurun dan bahkan aktifitas enzimnya sendiri terhambat. Asam fitat juga mampu mengikat karbohidrat (Oatway et al., 2001). Degradasi asam fitat dalam pakan diperkirakan akan meningkatkan kecernaan dan utilisasi nutrien pakan.

Tujuan

(40)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Perah dan Produksinya

Kambing perah merupakan salah satu jenis ruminansia penghasil susu. Berbagai jenis kambing perah tersebar di dunia. Salah satu jenis kambing perah yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis seperti di Indonesia adalah kambing peranakan Etawah (PE). Kambing PE diperoleh dari hasil kawin tatar (grading up) antara kambing Kacang (Jawa) dengan kambing Etawah (India) (Atabany, 2001).

Kemampuan produksi kambing secara individu dalam memproduksi susu sangat bervariasi. Produksi susu pada kambing PE dapat berkisar antara 567,1 g/ekor/hari (Novita et al., 2006) hingga 863 g/ekor/hari (Subhagiana, 1998) dan menurut Atabany (2001) 990 g/ekor/hari. Perbedaan produksi tersebut disebabkan oleh bobot badan induk, umur induk, ukuran ambing, jumlah anak, nutrisi pakan, suhu lingkungan, penyakit (Apdini, 2011). Produksi susu pada ternak muda lebih rendah dibanding dengan ternak tua, karena ternak muda masih mengalami pertumbuhan. Sebagian dari nutrien yang diperoleh digunakan untuk produksi susu dan sebagian lagi untuk pertumbuhan dan perkembangan (Phalepi, 2004).

Susu kambing diyakini masyarakat mempunyai perbedaan nilai nutrisi dengan susu sapi. Butiran lemak susu yang kecil, menyebabkan susu kambing akan lebih mudah dicerna dalam tubuh. Dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing mempunyai beberapa keistimewaan yaitu (Budiana dan Susanto,2005): (1) Kaya protein, enzim, mineral, vitamin A dan vitamin B. (2) Mengandung antiantritis (inflamasi sendi). (3) Mampu mengobati beberapa penyakit seperti demam kuning, gastritis, asma, insomnia. (4) Molekul lemaknya kecil dan mudah dicerna. (5) Disimpan dalam tempat dingin tanpa mengubah kualitas dan khasiat. Keunggulan tersebut dan ketersediaan yang masih terbatas menyebabkan harga susu kambing lebih mahal dibanding dengan susu sapi.

Kebutuhan Nutrien dan Pakan pada Kambing

(41)

4 status fisiologis lain. Pemenuhan kebutuhan nutrien dapat dilakukan dengan peningkatan pemberian hijauan. Namun, tambahan konsentrat diperlukan untuk produksi yang lebih optimal.

Kambing dengan status fisiologis laktasi membutuhkan pakan yang bermutu baik untuk memproduksi susu yang baik pula. Peningkatan mutu susu yang diproduksi dapat dilakukan dengan cara suplementasi nutrien pakan, contohnya suplementasi protein. Kedelai merupakan pakan yang memiliki protein tinggi, namun protein dan lemak yang tinggi dapat menjadi tidak efisien bagi ternak ruminansia. Protein tersebut akan didegradasi dalam rumen, sedangkan lemak tidak akan tersedia bagi mikroba rumen karena terikat oleh struktur lainnya. Efisiensi pakan dapat ditingkakan dengan cara pemanasan (sangrai) pada kedelai tersebut. Kedelai yang sudah disangrai, proteinnya akan diproteksi dari degradasi rumen dan lemaknya juga akan tersedia bagi mikroba rumen. Selain itu, kedelai sangrai juga merupakan sumber asam linoleat yang merupakan asam lemak esensial (Adawiah et al., 2006).

Menurut Sudono et al. (2003), hijauan dalam pakan menyebabkan tingginya kadar lemak susu, karena lemak susu dipengaruhi kandungan serat kasar ransum, sehingga kadar serat kasar minimal 17% dari bahan kering. Jadi, kadar lemak dalam susu tergantung pada rasio hijauan dan konsentrat dalam bahan pakan. Turunnya ratio hijauan akan menyebabkan kadar lemak turun, tetapi kadar protein meningkat.

Ransum yang dikonsumsi oleh ternak, tidak hanya mengandung nutrien yang dibutuhkan, tetapi sebagian dari ransum juga mengandung senyawa antinutrisi atau senyawa toksik. Adanya senyawa antinutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas penggunaan nutrien dalam ransum. Senyawa antinutrisi dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk ke dalam tubuh. Salah satu senyawa antinutrisi yang terdapat dalam bahan pakan ternak adalah asam fitat.

(42)

5 mengandung asam fitat 6,9%, pollard mencapai 4,46% - 5,56%; barley 1,08% - 1,16%; jagung 0,76%; oats 0,8% - 1,02%. Kedelai dan hasil olahannya yang mengandung protein tinggi juga mengandung asam fitat (Sumiati, 2006).

Mineral dalam bahan pakan yang terikat oleh asam fitat akan dapat dimanfaatkan oleh tubuh, apabila asam fitatnya terdegradasi. Degradasi asam fitat merupakan proses pemutusan antara ikatan gugus myo-inositol dan gugus asam fosfat oleh enzim fitase (Bedford dan Partridge, 2001). Fosfat yang terlepas dapat dimanfaatkan sebagai sumber mineral fosfor (P) untuk ternak. Apabila terdapat asam fitat yang tidak tercerna, mineral P juga tidak dapat tercerna oleh tubuh dan mineral P akan terbuang bersama kotoran. Suplementasi vitamin dan mineral dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan degradasi asam fitat, sehingga mineral yang terikat pada asam fitat akan terlepas dan dapat diserap oleh tubuh.

Peningkatan degradasi asam fitat diperkirakan selain dapat mempengaruhi utilisasi mineral khususnya P, juga dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering. Degradasi komponen oleh mikroba rumen dipengaruhi oleh karakteristik pakan dan faktor lingkungan dari rumen itu sendiri (Ismartoyo, 2011). Suplementasi vitamin dan mineral diharapkan mampu memperbaiki lingkungan rumen dan merangsang pertumbuhan mikroba dalam memfermentasi komponen-komponen pakan termasuk didalamnya adalah proses degradasi asam fitat. Selain itu, suplementasi vitamin dan mineral diharapkan dapat memperbaiki metabolisme nutrien di dalam tubuh ternak.

(43)

6 Metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung kecernaan adalah metode AIA (Acid Insoluble Ash). Sampel feses dan pakan diabukan pada tanur 600⁰C, kemudian dilakukan perendaman pada asam kuat atau basa kuat, dan diabukan kembali. Kadar abu yang larut dalam asam, atau selisih dari kadar abu sebelum dan setelah pencucian merupakan bagian yang tidak dicerna (Apdini, 2011).

Suplementasi Vitamin dan Mineral

Produksi susu yang rendah, dapat disebabkan oleh mutu pakan yang rendah pula dan kurang optimalnya penyerapan dan metabolisme nutrien. Perbaikan mutu pakan dapat dilakukan dengan cara suplementasi vitamin dan mineral. Suplementasi vitamin dan mineral dimaksudkan untuk memperbaiki metabolisme nutrien (Rumetor

et al., 2008).

Pada kondisi lingkungan panas dan laktasi, suplementasi mineral pakan dibutuhkan, karena kurang tersedianya mineral dalam saluran pencernaan dan kelarutannya tergantung dari kecernaan komponen pakan termasuk serat (Toharmat

et al., 2007). Suplementasi vitamin dan mineral dianjurkan untuk kambing yang sedang laktasi. Tujuan suplementasi vitamin dan mineral untuk menghindarkan kekurangan vitamin dan mineral pada induk laktasi dan untuk meningkatkan kadar

vitamin dan mineral susu. Selain itu, tujuan suplementasi vitamin dan mineral

diharapkan dapat memperbaiki metabolisme nutrien dan daya tahan tubuh (Rumetor et al., 2008).

Asam fitat merupakan salah satu antinutrisi yang dapat mempengaruhi utilisasi

nutrien khususnya mineral bervalensi dua. Menurut Piliang (2000), asam fitat mampu

mengikat dengan mineral bervalensi dua seperti Cu, Zn, Co, Mn, Fe, dan Ca. Suplementasi mineral yang dapat terikat oleh asam fitat dapat mengoreksi pengaruh negatif asam fitat.

Vitamin A

(44)

7 provitamin A di dalam tubuhnya. Setiap spesies mempunyai kemempuan mengubah karoten (provitamin A) menjadi vitamin A yang berbeda-beda (Perry et al., 2003).

Vitamin A juga berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, diferensiasi sel, reproduksi dan kekebalan (McDowell, 2000). Oleh karena itu, vitamin A penting untuk mendukung kehidupan, pertumbuhan dan kesehatan hewan-hewan. McDowell (2000) menyatakan bahwa defisiensi vitamin A dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, dan penurunan bobot badan, timbulnya rabun senja, dan penurunan fertilitas pada kambing yang sedang tumbuh. Hilangnya nafsu makan akibat defisiensi vitamin A akan menurunkan konsumsi, sehingga asupan nutrien juga akan berkurang dan akan menurunkan produksi dan kualitas susu. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin A sebanyak 5000 IU/kg. (McDowell, 2000).

Vitamin D

Vitamin D merupakan pro-hormon yang merupakan perkursor untuk produksi hormon calcium regulating hormone 1,25-dihydroxyvitamin D. Vitamin D dapat diproduksi di kulit hewan sebagai hasil dari konversi 7-dehydrocholesterol menjadi vitamin D3 (cholecalciferol). Pada tanaman, radiasi ultraviolet menyebabkan terjadinya proses fotokimia yang mengkonversi ergosterol menjadi vitamin D2 (ergocalciferol). Didalam hati, vitamin D dapat dikonversi menjadi 25-hydroxyvitamin D oleh vitamin D 25-hydroxylase yang dikeluarkan dalam darah. Produksi dari 25-hydroxyvitamin D dalam hati tergantung pada vitamin D dalam pakan atau dari kulit (Perry et al., 2003).

Vitamin D berfungsi meningkatkan level plasma Ca dan P yang mendukung terpeliharanya kadar mineral normal tulang. Bentuk aktif dari vitamin D adalah 1,25-(OH)2D, yang berfungsi sebagai hormon steroid, yaitu hormon yang diproduksi oleh kelenjar endokrin. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin D sebanyak 1400 IU/kg (McDowell, 2000).

(45)

8 dalam asam fitat utuh tidak dapat diserap tubuh, dan asam fitat dalam pakan dapat mengikat mineral lainnya khususnya yang bervalensi dua sehingga tidak dapat diserap tubuh (Piliang, 2000).

Vitamin E

Vitamin E merupakan jenis vitamin yang larut lemak dan disebut juga tokoferol yang terdiri dari beberapa jenis seperti alfa, beta, gama dan delta tokoferol, serta tokotrienol. Vitmin E dapat berfungsi sebagai antioksidan alami untuk mempertahankan performa dan produksi optimal. Vitamin E juga mampu menangkal radikal bebas (Rumetor et al., 2008).

Suplementasi mineral Se dan vitamin E dapat melindungi tubuh dari infeksi organisme patogen sebagai antibodi dan fagositosis dari patogen. White Muscle Disease (WMD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh defisiensinya mineral Se yang dipengaruhi oleh status vitamin E. Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin E sebanyak 100 IU/kg (McDowell, 2000).

Suplementasi vitamin E juga dapat mempengaruhi tingkat kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan orgaik (KCBO). Vitamin E berfungsi melindungi lemak dari peroksidasi, melindungi oksidasi lemak dan kerusakan sel. Akibatnya, akan memberikan pengaruh positif terhadap kecernaan lemak dan secara keseluruhan dapat mempengaruhi KCBK KCBO (Rumetor et al., 2008).

Khromium Organik

Suplementasi mineral, dapat dilakukan dengan suplementasi Cr organik. Khromium adalah mineral mikro yang berfungsi dalam meningkatkan afinitas insulin dalam metabolisme glukosa, serta dalam mempertahankan kecepatan transpor glukosa dari darah ke dalam sel-sel. Selain itu, Cr juga berperan dalam mengaktifkan kerja beberapa enzim dan memegang peranan dalam metabolisme lemak dan protein. Defisiensi Cr dapat menyebabkan terganggunya glucose tolerance, pertumbuhan, timbulnya hyperglycemia, glukosaria, dan meningkatnya kadar kolesterol dalam serum (Piliang dan Soewondo, 2006).

(46)

9 khromium yang berasal dari ekstrak ragi. Khromium dari ekstrak ragi mampu diabsorbsi sebanyak 10% - 25%, sedangkan Cr dari makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh rata-rata 50 µg - 100 µg setiap hari, hanya sekitar 0,25 µg - 0,5 µg untuk setiap 7 µg - 10 µg Cr yang diekskresi melalui urine. Menurut Muktiani (2002), Cr-proteinat dan Cr-pikolinat (organik) dapat diserap 5-10 kali lebih besar dibanding bentuk anorganik.

Mineral Cr merupakan mineral yang penting bagi mikroba rumen. Adanya suplementasi Cr organik dalam pakan akan meningkatkan efisiensi pengambilan energi oleh mikroba rumen, sehingga kinerja mikroba rumen semakin aktif dan mampu meningkatkan nilai kecernaan. Kecernaan yang semakin meningkat akan meningkatkan ketersediaan nutrien untuk mikroba rumen, sehingga dapat membantu mikroba rumen dalam mencerna serat (Astuti et al., 2006).

Selenium

Suplementasi mineral lain yang dapat diberikan untuk kambing laktasi adalah suplementasi mineral selenium. Selenium merupakan salah satu mineral mikro yang dibutuhkan oleh tubuh. Bentuk fisiologis dari Se adalah sebagai Gluthation peroksidase (GSH-Px) yang berfungsi dalam memproteksi sel dan subseluler dari kerusakan oksidatif dengan cara senyawa oksidatif direduksi menjadi senyawa yang aman bagi sel, termasuk ambing, sehingga produksi susu akan optimal. Mineral Se juga berperan dalam reproduksi ternak, apabila defisiensi akan menyebabkan kemandulan (Muktiani et al., 2004)

(47)

10 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Kambing Perah milik Yayasan Pesantren Darul Falah Ciampea dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama empat bulan dari bulan Juni sampai September 2011.

Materi

Penelitian ini menggunakan kambing peranakan Etawah (PE) laktasi sebanyak delapan ekor dengan umur rata-rata 3-4 tahun. Pakan yang diberikan terdiri dari ampas tempe, rumput lapang, rumput gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, CPO, kedelai sangrai, serta suplemen vitamin dan mineral yaitu, vitamin A, vitamin E, Cr organik, dan Se.

Kambing percobaan ditempatkan pada kandang individu berukuran 1 x 2 m2. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah kandang kambing perah individu, gelas ukur, tempat pakan dan minum, timbangan, ember, jaring paranet dan kain penampung feses.

Prosedur Penyediaan Pakan

Pakan yang diberikan terdiri dari rumput lapang, ampas tempe, rumput gajah kering yang telah digiling, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan CPO. Perlakuan 1 pakan yang diberikan tanpa suplementasi dan perlakuan 2 dengan suplementasi (kedelai sangrai, vitamin A, D, E dan mineral Cr organik, dan Se).

Pemeliharaan Hewan Uji

(48)

11 organik, dan Se) selama satu minggu untuk tujuan penyesuaian pakan perlakuan (preliminary). Selama percobaan konsumsi pakan setiap individu kambing diukur. Pengambilan Sampel

Sampel pakan dan sampel feses diambil untuk analisis asam fitat. Sampel rumput lapang dan ampas tempe yang digunakan adalah sebanyak 1 kg, kemudian dikeringkan di bawah matahari dan oven 60⁰C. Semua sampel digiling dengan saringan 2 mm.

Sampel feses diambil dengan teknik koleksi total selama satu minggu terakhir periode penelitian, setelah melewati masa adaptasi selama tiga minggu. Pengumpulan feses dilakukan dengan cara memasang paranet di bawah kandang panggung setiap individu kambing. Selama periode koleksi feses total, paranet dipasang dan diambil pada pukul 09.00. Feses yang dikumpulkan, ditimbang dan dikeringmataharikan, kemudian disimpan pada karung yang terbuat dari kain dan diangin-anginkan dengan digantung agar tidak berjamur. Setelah semua feses selama satu minggu terakhir terkumpul, selanjutnya ditimbang dan diambil 10% untuk dikeringkan lebih lanjut di dalam oven 60⁰C. Sampel feses tersebut kemudian ditimbang dan digiling menggunakan saringan 2 mm.

Kadar nutrien ransum dan feses dianalisis dengan menggunakan metoda analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis asam fitat dilakukan menggunakan metode Davies dan Reid (1979), di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

(49)

12 dependen, a = Intersep/perpotongan, b = Gradien/kemiringan, x = Variabel independen, e = Standar error.

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan pada kambing peranakan Etawah (PE) laktasi terdiri dari dua perlakuan. Perlakuan 1 pemberian pakan tanpa suplementasi, dan perlakuan 2 pemberian pakan dengan suplementasi kedelai sangrai, vitamin A, D, E dan mineral Cr organik dan Se.

Tabel 1. Komposisi Pakan yang Diberikan Tanpa Suplemen (Perlakuan 1) atau dengan Suplemen (Perlakuan 2)

Bahan Pakan Komposisi dalam Ransum (%)

(50)

13 dan 16,74% (Perlakuan 2). TDN sebesar 63,96% (Perlakuan 1) dan 64,04% (Perlakuan 2). Komposisi ransum komplit tambahan yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1.

Peubah yang Diamati Kadar Asam Fitat (Metode Davies dan Reid, 1979)

Kadar asam fitat (%) dan degradasi asam fitat (%) dianalisis menggunakan metode (Davies & Reid, 1979) yang telah dimodifikasi. Sebanyak lima gram bahan disuspensikan dalam 50 ml larutan HNO3 0,5 M dan diaduk selama tiga jam di atas

shaker water bath pada suhu ruang, kemudian disaring. Filtrat dari campuran diambil sebanyak 0,05 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1,35 ml larutan HNO3 0,5 M serta 1 ml larutan FeCl3. Tabung reaksi ditutup dengan aluminium foil dan direndam dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan sampai mencapai suhu ruang, ditambah 5 ml amyl alkohol dan 0,1 ml larutan amonium thiosianat 10%. Isi tabung diaduk dengan cara menggoyangkan tabung tersebut selama 15 menit. Kadar fitat diukur menggunakan spectrofotometer dengan panjang gelombang 465 nm. Pada saat yang bersamaan dilakukan juga pengukuran kadar fitat standar. Nilai absorbansi standar yang diukur kemudian dibuat kurva hubungan antara jumlah asam fitat dengan absorbansinya dengan persamaan umum regresi linier: Y = a + bx, Y = absorbansi larutan natrium asam fitat, x = kadar asam fitat . Persamaan yang diperoleh tersebut digunakan untuk menghitung jumlah asam fitat dalam sampel.

Kecernaan Bahan Kering (Van Keulen dan Young, 1977)

Kecernaan nutrien ransum ditentukan dengan metoda koleksi total dan metode AIA (acid insoluble ash). Perhitungan kecernaan nutrien mengunakan metode koleksi total dilakukan dengan menganalisis kadar nutrien pakan dan feces. Pengukuran kecernaan nutrien dengan metode AIA dilakukan dengan menganalisis kandungan nutrien atau data yang digunakan untuk mengukur kecernaan koleksi total ditambah dengan data kadar AIA pakan dan feses.

(51)

14 volume awal. Abu disaring dengan kertas saring yang sudah diketahui bobotnya. Endapan dicuci dengan aquades panas (85⁰C - 100⁰C) sampai bebas asam. Hasil saringan diabukan lagi. Berat abu yang tidak larut dalam asam diukur dengan penimbangan. Analisis ini dikerjakan untuk sampel feses dan pakan.

%AIA =

X 100%

Kadar nutrien AIA sampel dan feces digunakan untuk menghitung kecernaan bahan kering dengan rumus sebagai berikut:

%KCBK =

Gambar

Tabel 1. Komposisi Pakan yang Diberikan Tanpa Suplemen (Perlakuan 1) atau
Tabel 2. Kadar Nutrien dan Asam Fitat Ransum yang Diberikan pada Kambing
Tabel 6. Hubungan Regresi antara Degradasi Asam Fitat dengan Kecernaan Nutrien
Tabel 1. Komposisi Pakan yang Diberikan Tanpa Suplemen (Perlakuan 1) atau
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penciptaan iklim pembelajaran pendidikan agama Hindu berbasis PAIKEM dengan menggu- nakan teknik-teknik tertentu selama proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pen-

To know the implementation of e-learning in discussion group using Nicenet .org in International Class batch 2012 students’ writing ability.. To find out the

In discussing the first and third problems formulation on how Firdaus is described during her childhood abuse in Woman at Point Zero novel and the influence of child abuse towards

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pengaruh budidaya tanaman kentang terhadap serangan lalat pengorok daun dan

unit-unit kerja yang terkait dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di wilayah kerjanya (termasuk pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan

Surat Keterangan diberikan kepada peserta Pelatihan yang telah menyelesaikan seluruh atau sebagian mata Pelatihan namun tidak berhasil mencapai kompetensi yang

Yang dimaksud dengan floating disini adalah keadaan dimana salah satu dari struktur tulang diatas terasa seperti melayang saat dilakukan palpasi, jika terbukti adanya

Melihat permasalahan akan terbatasnya media ataupun bahan ajar, kurangnya penggunaan teknologi sebagai sumber belajar siswa, model pembelajaran yang kurang menarik serta