• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase oleh Ekstrak Air dan Etanol Anting-anting (Acalypha indica L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase oleh Ekstrak Air dan Etanol Anting-anting (Acalypha indica L.)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS INHIBISI XANTIN OKSIDASE OLEH EKSTRAK

AIR DAN ETANOL ANTING - ANTING (

Acalypha indica

L.)

KHAIRRUNNISA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

KHAIRRUNNISA. Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase oleh Ekstrak Air dan

Etanol Anting-anting (Acalypha indica L.). Dibimbing oleh ANNA P ROSWIEM

dan WARAS NURCHOLIS

Penyakit gout merupakan suatu penyakit akibat terjadinya penimbunan

kristal mononatrium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri sendi

(arthritis gout). Anting-anting merupakan tanaman obat asli Indonesia yang biasa

digunakan untuk menurunkan kadar asam urat dalam tubuh. Tujuan dari

penelitian ini adalah mengidentifikasi kandungan fitokimia, menguji aktivitas

sitotoksik, dan inhibisi enzim xantin oksidase secara

in vitro oleh ekstrak air dan

etanol anting-anting (Acalypha indica

L.). Dalam penelitian ini, pada ekstrak air

dan etanol anting-anting dilakukan uji fitokimia dengan metode Harborne, uji

sitotoksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), dan uji inhibisi

enzim xantin oksidase secara dengan metode spektrofotometri. Uji fitokimia

ekstrak air dan etanol anting-anting, masing-masing memperlihatkan adanya

senyawa flavonoid, tanin, saponin, alkaloid dan steroid. Hasil analisis probit

ekstrak air dan etanol dari anting-anting menunjukkan nilai konsentrasi letal 50

(LC

50

) masing-masing sebesar 446.619 dan 159.629 ppm. Penghambatan xantin

oksidase tertinggi dilakukan oleh ekstrak air 450 ppm sebesar 66.78%, ekstrak

etanol 150 ppm sebesar 65.84%, dan alopurinol 150 ppm sebesar 74.09%. Ekstrak

etanol anting-anting 150 ppm berpotensi sebagai bahan herba untuk alternatif

pengobatan asam urat.

(3)

ABSTRACT

KHAIRRUNNISA. Xantin Oxidase Inhibitory Activity by Water and Ethanol

Extract of Anting-anting (Acalypha indica

L.). Under the direction of ANNA P

ROSWIEM and WARAS NURCHOLIS

Gout is a disorder in which sodium urate crystals are deposited in and aroud

joints.

Anting-anting is an original plant of Indonesia that often used in gout

therapy The aim of this research for identify phytochemical contents, testing

cytotoxic activity and xanthine oxidase inhibition test by water and ethanol extract

of

anting-anting. In this research, it committed phytochemical test by Harborne

Method, cytotoxic test by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), and inhibition test

of xanthine oxidase activity by spectrofotometry method. The phytochemical

assay result of water and ethanol extract of anting-anting, each of them showed us

an existing flavonoid, tannin, saponin, alkaloid and steroid compound. The result

of probit analysis of the water and ethanol extract of anting-anting indicated the

lethal concentration value 50 (LC

50

) respectively 446.629 and 156.629 ppm.

Highest inhibition by water extract 450 ppm as 66.78%, ethanol extract 150 ppm

as 65.84%, and allopurinol 150 ppm as 74.09%. Ethanol extracts of anting-anting

still can said to be potential as inhibitor of xantin oksidase and can be use as anti

uric acid herb.

(4)

AKTIVITAS INHIBISI XANTIN OKSIDASE OLEH EKSTRAK

AIR DAN ETANOL ANTING - ANTING (

Acalypha indica

L.)

KHAIRRUNNISA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase oleh Ekstrak Air dan Etanol

Anting-anting (Acalypha indica L.)

Nama

: Khairrunnisa

NIM

: G84080069

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Anna P Roswiem, MS

Ketua

Waras Nurcholis, S. Si, M. Si

Anggota

Diketahui,

Dr. Ir. I Made Artika, M.App. Sc

Ketua Departemen Biokimia

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini

berjudul

Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase oleh Ekstrak Air dan Etanol

Anting-anting (Acalypha indica

L.)

.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari

sampai dengan Mei 2012 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Anna P Roswiem, MS

dan Bapak Waras Nurcholis S.Si, M.Si selaku komisi pembimbing atas segala

kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan, arahan, dan masukan

bagi penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf

Biofarmaka, khususnya Bu Nunuk, Bu Ina, Bu Wiwi, Mas Endi, Mas Nio, dan

Pak Zaim atas bantuan dan arahannya selama melakukan penelitian. Terima kasih

pula penulis ucapkan kepada keluarga, teman-teman Biokimia 45, Sofi, Elsha,

Eka, Wulan yang telah memberikan semangat dan masukannya untuk penelitian

ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan mampu meningkatkan iman

dan taqwa kita kepada Tuhan pencipta alam semesta.

Bogor, Januari 2013

(7)

RIWAYAT HIDUP

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA... 1

Anting-anting ... 1

Asam Urat ... 2

Xantin Oksidase ... 3

Alopurinol ... 4

Uji Sitotoksisitas dengan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ... 4

BAHAN DAN METODE ... 4

Bahan dan Alat ... 4

Metode Penelitian ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Kadar Air ... 6

Ekstrak Air dan Etanol Anting-anting ... 6

Fitokimia Ekstrak air dan etanol Anting-anting ... 7

Sitotoksisitas pada Larva Udang ... 7

Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase oleh Ekstrak Air dan Etanol ... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 9

Simpulan ... 9

Saran ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Rendemen ekstrak air dan etanol anting-anting ... 7

2

Kandungan fitokimia ekstrak air dan etanol anting-anting ... 7

3

Nilai LC

50

ekstrak air dan etanol anting-anting ... 8

4

Daya inhibisi ekstrak air dan etanol anting-anting terhadap enzim xantin

oksidase ... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Tanaman anting-anting ... 2

2

Lintas katabolisme nukleotida purin ... 3

3

Pengubahan xantin menjadi asam urat ... 3

4

Mekanisme inhibisi xantin oksidase oleh alopurinol ... 4

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Diagram alir penelitian ... 14

2

Prosedur ekstraksi ... 15

3

Kadar air simplisia anting-anting ... 16

4

Rendemen ekstrak anting-anting ... 16

5

Fitokimia anting-anting... 17

6

Uji sitotoksik menggunakan larva udang A. salina ... 18

7

Hasil perhitungan analisi probit ... 19

8

Uji aktivitas inhibisi xantin oksidase ... 19

9

Pembuatan kurva standar xantin ... 20

10

Data hasi uji enzimatis ekstrak anting-anting ... 21

(10)

PENDAHULUAN

Penyakit asam urat (gout) sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu dan menjadi salah satu penyakit tertua yang dikenal manusia. Prevalensi artritis pirai pada populasi di USA diperkirakan 13.6/100000 penduduk, sedangkan di Indonesia sendiri diperkirakan 1.6-13.6/100000 orang, prevalensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur (Tjokroprawiro et al. 2007).

Tingginya kadar asam urat dalam darah pada penderita gout maupun hiperurisemia diakibatkan oleh faktor produksi asam urat berlebihan, obesitas, diabetes yang disertai dengan tekanan darah tinggi (Utami et al. 2009). Asam urat merupakan hasil akhir katabolisme purin dalam tubuh. Pada kondisi patofisioligis dapat terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah melewati batas normal, yang disebut hiperurisemia (Edward 2001).

Obat sintetik yang biasa dikonsumsi untuk mengobati asam urat adalah alopurinol. Alopurinol merupakan obat medis yang digunakan untuk menghambat kerja enzim xantin oksidase. Namun penggunaan obat ini memberikan efek samping, seperti reaksi alergi kulit, nyeri kepala, serta kerusakan hati dan ginjal (Tjay et al. 2002). Oleh karena itu, perlu obat alternatif yang memiliki aktivitas pengobatan lebih baik dan efek samping yang rendah.

Penelitian penghambat aktivitas xantin oksidase telah banyak dilakukan pada berbagai tanaman obat yang berpotensi sebagai obat antigout. Penelitian yang dilakukan Kong et al. (2000) melaporkan bahwa ekstrak metanol Cinnamomum cassia, Chrysanthemum indicum, dan Lycopus europaeus memiliki aktivitas menghambat xantin oksidase lebih besar dari 50%. Senyawa 6-aminopurin yang berasal dari daun gandum memiliki daya inhibisi yang kuat dengan nilai IC50 10.89 µM (Hsieh et al.

2007). Hasil penelitian Iswantini dan Darusman (2003) menunjukkan peran ekstrak kasar flavonoid herba sidaguri sebagai penghambat aktivitas xantin oksidase dengan daya inhibisi terkuat bila dibandingkan dengan produk jamu komersial antigout lainnya yang beredar di pasaran. Kemampuan ekstrak kasar flavonoid sidaguri sebagai penghambat aktivitas xantin oksidase mencapai 55.29% melalui mekanisme inhibisi kompetitif (Hidayat 2007).

Anting-anting, merupakan gulma yang sangat umum ditemukan tumbuh liar di pinggir jalan, lapangan rumput, maupun di

lereng gunung (Muslimah 2008). Tanaman ini digunakan oleh masyarakat Indonesia dalam terapi antigout. Hasil penelitian Kartika (2004), menunjukkan bahwa tanaman anting-anting (Acalypha indica L.) mengandung saponin, tanin, flavonoid, acalyphine, dan minyak atsiri. Kandungan senyawa flavonoid dan alkaloid berpotensi mampu menghambat xantin oksidase (Milian et al. 2004). Namun, kajian ilmiah tentang potensi anting-anting sebagai inhibitor enzim xantin oksidase belum banyak dilakukan. Oleh karena itu pada penelitian ini akan digali potensi ekstrak tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.) sebagai alternatif obat untuk mengatasi penyakit asam urat.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kandungan fitokimia, menguji aktivitas sitotoksik, dan inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro oleh ekstrak air dan etanol anting-anting (Acalypha indica L.). Hipotesis penelitian ini adalah senyawa bioaktif dari ekstrak air dan etanol tanaman anting-anting (Acalypha indica L.) memiliki potensi sebagai inhibitor enzim xantin oksidase. Penelitian ini dilakukan untuk memberi informasi ekstrak air dan etanol anting-anting (Acalypha indica L) dapat digunakan sebagai obat alternatif penyakit gout.

TINJAUAN PUSTAKA

Anting-anting (Acalypha indica L.)

Anting-anting (Gambar 1) merupakan gulma yang sangat umum ditemukan sebagai tumbuhan liar di pinggir jalan, lapangan rumput maupun lereng gunung. Herba semusim, tegak, tinggi 30-50 cm, bercabang. Helaian daun berbentuk bulat telur sampai lanset, tipis, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi, panjang 2-8 cm, lebar 1,5- 3,5 cm, berwarna hijau, bunga majemuk, berkelamin satu, keluar dari ketiak daun, kecil-kecil dalam rangkaian berbentuk bulir, buahnya kotak, bulat, hitam. Biji bulat panjang, berwarna coklat. Akarnya tunggang, berwarna putih kotor. Anting-anting ini dapat diperbanyak dengan biji (Dalimartha 2006).

(11)

2

rumput bolong-bolongan, anting-anting (Jawa) (Dalimartha 2006).

Daun, batang, dan akar tanaman ini mengandung saponin dan tanin. Batangnya juga mengandung flavonoid dan daunnya mengandung minyak atsiri. Bagian yang digunakan adalah seluruh bagian tumbuhan sebagai obat, baik dalam bentuk kering atau segar. Herba ini bermanfaat sebagai antiradang, antibiotik, diuretik, pencahar, dan penghenti pendarahan (Dalimartha 2006).

Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan tanaman anting-anting antara lain penelitian Hermawan (2002) mengatakan bahwa rebusan akar anting-anting memiliki aktivitas hipoglikemik yang lebih besar dibandingkan obat pembanding (Daonil) pada tikus Sprague dawley yang dinduksi aloksan. Menurut Armansyah et al (2010), ekstrak etanol daun Acalypha indica L. berpotensi sebagai hepatoprotektif. Ekstrak dengan dosis 50, 100, dan 200 mg/ kg bb dapat menurukan kadar SGPT dan SGOT pasca pemberian parasetamol.

Gambar 1 Tanaman anting-anting

Asam Urat

Asam urat termasuk asam lemah dan merupakan kristal putih yang tidak berbau, tidak berasa, dan sangat sukar larut dalam air (Price & Wilson 2006). Menurut Wisesa dan Suastik (2006), asam urat diketahui memiliki fungsi sebagai antioksidan dan mungkin merupakan antioksidan yang paling penting dalam plasma dengan kontribusi sampai 60% dari seluruh aktivitas pembersihan radikal bebas dalam serum manusia.

Urat yakni bentuk asam urat yang larut dalam darah dapat menangkap superoksida, radikal hidroksil, oksigen tunggal dan juga mempunyai kemampuan untuk kelasi logam-logam transisi (Johnson et al. 2003). Namun demikian asam urat juga bersifat prooksidatif pada kondisi tertentu, khususnya bila antioksidan lain berada dalam level yang rendah. Diketahui asam urat dapat merangsang oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) in vitro yang merupakan langkah kunci dalam progresivitas arterosklerosis. Efek

merusak asam urat pada sel endotel diperkirakan melalui aktivasi leukosit dan terdapat korelasi yang konsisten antara peningkatan konsentrasi asam urat dengan marker inflamasi di sirkulasi (Johnson et al. 2003).

Gout didefinisikan sebagai penyakit atau sindrom yang disebabkan oleh adanya pembengkakan atau inflamasi karena menumpuknya kristal mononatrium urat pada tulang sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat dalam darah (Johnstone 2005). Penyakit asam urat umumnya menyerang lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Perempuan memiliki hormon estrogen yang ikut membuang asam urat melalui urin (Mansjoer et al. 2004). Pada laki-laki, sebelum pubertas kadarnya sekitar 3.5 mg/dL. Setelah pubertas, kadarnya meningkat secara bertahap dan dapat mencapai 5.2 mg/dL (Price & Wilson 2006). Pada perempuan kadar asam urat biasanya tetap rendah, baru pada usia pramenopause kadarnya di dalam darah rata-rata sekitar 4 mg/dL. Setelah menopause, kadarnya meningkat lagi sampai 4.7 mg/dL. Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat serum di atas nilai normal, pada laki-laki di atas 7 mg/dL dan pada perempuan di atas 6 mg/dL (Price & Wilson 2006). Hiperurisemia dapat menimbulkan penyakit gout (Dalimartha 2006).

Nukleotida purin, di dalam tubuh manusia akan diuraikan melalui suatu lintas metabolisme yang ditunjukkan oleh Gambar 2. Pelepasan gugus fosfat pada adenosin mono fosfat (AMP) dilakukan oleh enzim 5’nukleotidase. Adenilat menghasilkan adenosin, yang kemudian mengalami deaminasi menjadi inosin. Inosin kemudian dihidrolisis menghasilkan basa purin hipoxantin dan d-ribosa. Hipoxantin dioksidasi berturut-turut menjadi xantin dan kemudian asam urat oleh xantin oksidase (Nelson & Cox 2004).

Katabolisme guanosin mono fosfat (GMP) juga menghasilkan urat sebagai produk akhir (Gambar 2). GMP pertama-tama dihidrolisis menghasilkan nukleosida guanosin, yang kemudian diuraikan menghasilkan guanin bebas. Guanin mengalami pembebasan hidrolitik gugus aminonya menghasilkan xantin, yang diubah menjadi asam urat oleh xantin oksidase (Nelson & Cox 2004).

(12)

3

lanjutan menjadi alantoin, oleh enzim urat oksidase (Nelson & Cox 2004).

Gout dikelompokan menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Gout primer disebabkan oleh kelainan metabolik. Gout sekunder disebabkan oleh keadaan hiperurisemia akibat penyakit, penurunan fungsi ginjal, peningktan degradasi asam nukleat, peningkatan produksi purin, konsumsi alkohol, atau karena obat-obatan tertentu (Murray et al. 2003).

Pengobatan gout, didasarkan pada usaha untuk menurunkan produksi asam urat atau meningkatkan ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga obat-obatan tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu golongan urikostatik (inhibitor xantin oksidase) dan urikosurik (Price & Wilson 2006).

Contoh obat golongan urikostatik adalah alopurinol. Efek samping alopurinol adalah mual, muntah, dan diare. Selain itu dapat juga menimbulkan neuritis perifer, depresi sumsum tulang, dan kadang-kadang anemia aplastik (Katzung 2010).

Probenesid dan sulfinpirazon merupakan obat urikosurik yang digunakan untuk menurunkan kadar asam urat melalui peningkatan ekskresi asam urat di tubulus ginjal dengan menghambat reabsorbsinya. Efek samping yang sering terjadi pada pengobatan dengan terapi urikosurik adalah iritasi saluran pencernaan, dermatitis alergi, dan ruam kulit (Katzung 2010).

Gambar 2 Lintas katabolisme nukleotida purin (Nelson & Cox 2004).

Xantin Oksidase

Peristiwa timbulnya gout tak terlepas dari peran serta enzim xantin oksidase. Enzim ini mampu mengubah xantin menjadi asam urat melalui reaksi oksidasi seperti ditunjukkan oleh Gambar 3. Xantin oksidase merupakan suatu kompleks enzim yang terdiri dari molibdenum, FAD dan Fe2S2 sebagai pusat

reaksi redoks. Enzim ini terdiri dari dua subunit identik yang saling berhadapan, memiliki 1332 residu asam amino dengan bobot molekul sekitar 270000 Da. Selain fungsi katalisis mengubah hipoxantin menjadi xantin maupun xantin menjadi asam urat, telah ditemukan fungsi lain dari enzim ini dalam mengkatalisis reduksi nitrat dan nitrit menjadi nitrit oksida (Millar et al. 2002) dan sekaligus menyebabkan pembentukan radikal superoksida yang dapat menyebabkan peradangan (Bodamyali et al. 2002).

Xantin oksidase berperan penting dalam katabolisme purin. Enzim ini mempunyai 2 bentuk, yaitu xantin oksidase dan xantin dehidrogenase. Enzim xantin dehidrogenase dapat dikonversi menjadi xantin oksidase pada mamalia, baik dalam reaksi reversibel maupun ireversibel. Enzim xantin oksidase merupakan enzim yang tersebar luas dalam beberapa spesies, dari bakteri hingga manusia. Enzim xantin oksidase di dalam tubuh manusia terdapat pada hati, jika enzim ini terdapat diluar hati mengindikasikan kerusakan fungsi hati (Hille 2006).

Enzim xantin oksidase mengatalisis oksidasi hipoxantin menjadi xantin lalu menjadi asam urat yang berperan penting dalam penyakit gout (Gambar 3). Pada saat bereaksi dengan xantin untuk membentuk asam urat, atom oksigen ditransfer dari molibdenum ke xantin. Perombakan pusat molibdenum yang aktif terjadi dengan penambahan air. Selama proses oksidasi, molekul oksigen bertindak sebagai akseptor elektron menghasilkan radikal superoksida (O2*) dan hidrogen peroksida (Rhamdani

2004).

(13)

4

Alopurinol

Alopurinol berguna untuk mengobati gout sekunder. Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase, yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Mekanisme umpan balik alopurinol menghambat sintesis purin yang merupakan prekusor xantin. Alopurinol sendiri mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada alopurinol, itu sebabnya alopurinol yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali sehari (Gunawan & Sulistia 2007).

Alopurinol merupakan suatu analog hipoxantin (dengan atom N dan C pada posisi 7 dan 8 saling bertukar), digunakan secara luas untuk mengatasi penyakit pirai (Stryer 2000). Mekanisme kerja alopurinol, awalnya bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai inhibitor xantin oksidase. Oksidase ini akan menghidroksilasi alopurinol menjadi aloxantin (oksipurinol). Sintesis urat dari hipoxantin dan xantin segera menurun setelah pemberian alopurinol. Oleh karena itu, konsentrasi hipoxantin dan xantin serum meningkat, sedangkan kadar urat menurun, xantin dan hipoxantin ini lebih mudah larut (dalam urin) (Stryer 2000). Mekanisme inhibisi xantin oksidase oleh alopurinol terlihat pada Gambar 4.

Tjay et al. (2002) menyatakan bahwa obat ini mempunyai efek samping terutama reaksi alergi kulit, nyeri kepala, serta kerusakan hati dan ginjal. Selain itu, Pacher et al. (2006) menyebutkan efek samping alopurinol yang umum adalah gastrointestinal distess, reaksi hipersensitif, dan skin rash. Reaksi hipersensitif terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah pengobatan. Efek ini biasa terjadi pada individu dengan kelainan ginjal. Gejala keracunan alopurinol meliputi demam, rash vaskulitis, eosinofilia, dan kerusakan fungsi ginjal.

Gambar 4 Mekanisme inhibisi xantin oksidase oleh alopurinol (Stryer 2000).

Uji Sitotoksisitas dengan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Uji potensi hayati dapat dilakukan dengan menggunakan metode BSLT. Metode ini sering digunakan untuk menentukan nilai sitotoksisitas dari suatu bahan alam. Melalui uji BSLT dapat diketahui nilai Lethal Concentration (LC50) senyawa bioaktif pada

sampel terhadap larva udang. Nilai LC50

adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% dari populasi larva udang total (Meyer et al.1982).

Metode uji potensi hayati BSLT memiliki beberapa keunggulan, diantaranya waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, sederhana, tidak memerlukan teknik aseptis, tidak memerlukan peralatan khusus, dan hanya membutuhkan sedikit sampel uji (Meyer et al.1982).

Pertimbangan pemilihan larva udang sebagai hewan uji didasarkan karena telur Artemia memiliki daya tahan yang lama (dapat tetap hidup dalam kondisi kering, selama beberapa tahun). Disamping itu, telur Artemia lebih cepat dan mudah menetas dalam waktu 48 jam, sehingga dapat dihasilkan larva udang dalam jumlah besar yang siap untuk diuji (Carballo et al. 2002). Alasan lain yang menyebabkan dipilihnya larva udang sebagai hewan uji adalah, karena larva udang memiliki membran kulit yang tipis, sehingga kematian suatu larva akibat efek sitotoksik dari senyawa bioaktif dapat dianalogikan dengan kematian sebuah sel dalam organisme (Fenton 2002).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah campuran daun dan batang tanaman anting-anting (Acalypha indica L.) yang berasal dari daerah Ciawi (Bogor), akuades, etanol 70%, kloroform, NH4OH, H2SO4 2 M, pereaksi

Meyer, pereaksi Wagner, pereaksi Dragendorf, asam asetat anhidrat, H2SO4

pekat, serbuk Mg, HCl pekat, amil alkohol, larutan besi(III) klorida, NaOH 1N, telur Artemia salina L., bufer fosfat 0.05 M pH 7.5, xantin, enzim xantin oksidase, HCl 0.58 M, alopurinol.

(14)

5

Metode Penelitian

Penyiapan Sampel

Bahan baku anting-anting diperoleh dari daerah Ciawi, Bogor. Kegiatan sortasi basah yang merupakan tahap awal penelitian ini, bertujuan memisahkan kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari tanaman yang akan diteliti. Pekerjaan dilanjutkan dengan pencucian untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang masih menempel pada bahan yang sudah disortasi basah. Tahap berikutnya adalah perajangan pada daun dan batang tanaman anting-anting yang bertujuan mempermudah proses pengeringan. Daun dan batang anting-anting kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50ºC. Daun dan batang anting-anting kemudian dihaluskan hingga diperoleh simplisia anting-anting kering berukuran 80 mesh.

Penentuan Kadar Air (AOAC 1984)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit, lalu cawan didinginkan di dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Sampel ditimbang sekitar 3 g dan dimasukkan ke cawan porselin. Sampel beserta cawannya dipanaskan pada suhu 105ºC selama 3 jam di dalam oven. Setelah didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, cawan beserta isinya ditimbang. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan sampai diperoleh bobot konstan.

Kadar air = x 100% keterangan :

A = bobot sampel awal (g)

B = bobot sampel sesudah dikeringkan (g)

Ekstraksi Air dan Ekstraksi Etanol (BPOM RI 2004)

Simplisia anting-anting diekstraksi dengan nisbah sampel dan pelarut (air atau etanol 70%) = 1:10, menggunakan metode maserasi selama 24 jam sambil sekali-sekali diaduk selama 6 jam pertama. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan rotary evaporator dengan suhu 40ºC hingga diperoleh ekstrak kental.

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.05 g ekstrak anting-anting dilarutkan dalam 10 mL kloroform dan 4 tetes NH4OH, kemudian

disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform

dalam tabung reaksi dikocok dengan 6 mL H2SO4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan

ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan warna berturut-turut putih, coklat, dan merah jingga.

Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.05 g ekstrak anting-anting dilarutkan dengan 25 mL etanol panas 50ºC, kemudian disaring ke dalam pinggan porselin dan diuapkan sampai kering. Residu dilarutkan dengan eter dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat (Uji Lieberman

Burchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid.

Uji Flavonoid. Sebanyak 0.05 g ekstrak anting-anting ditambahkan 100 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil sebanyak 5 mL, ditambah dengan serbuk Mg 0.05 g, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran kemudian dikocok kuat-kuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.

Uji Saponin. Sebanyak 0.05 g ekstrak anting-anting ditambahkan 100 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 5 mL filtrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil.

Uji Tanin. Sebanyak 0.05 g ekstrak anting-anting ditambahkan 100 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebagian filtrat yang diperoleh ditambah larutan besi(III) klorida. Terbentuknya warna hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.

Uji Sitotoksisitas Terhadap A. salina

(Meyer et al. 1982)

Penetasan Telur. Telur A. salina ditimbang sebanyak 50 mg kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air laut yang sudah disaring. Setelah diaerasi, kista dibiarkan selama 48 jam di bawah pencahayaan lampu agar menetas sempurna.

Uji Sitotoksisitas pada A. salina.

(15)

6

ekstrak (air dan etanol) sehingga konsentrasi akhirnya menjadi 10, 100, 500, dan 1000 ppm (Lampiran 6). Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah larva yang mati dari total larva yang dimasukkan ke dalam vial. Pengolahan data persen mortalitas kumulatif digunakan analisis probit LC50

dengan selang kepercayaan 95%.

Uji Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase Secara In Vitro (Tamta et al. 2005 yang dimofikasi)

Kurva Standar. Larutan substrat (xantin) dibuat pada berbagai konsentrasi (0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 0.7 mM), kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 293 nm. Kurva hubungan antara konsentrasi dan serapan dibuat. Persamaan kurva linear tersebut digunakan untuk menghitung aktivitas xantin oksidase.

Inhibisi Aktivitas Xantin Oksidase. Uji daya inhibisi ekstrak air dan etanol anting-anting pada xantin oksidase dilakukan pada kondisi optimumnya seperti yang dilaporkan oleh Iswantini & Darusman (2003). Kondisi optimum tersebut adalah pada suhu inkubasi 20ºC, pH 7.5, konsentrasi xantin oksidase 0.1 unit/ml, konsentrasi xantin 0.7 mM, waktu inkubasi selama 45 menit, dan pada panjang gelombang 293 nm.

Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan variasi konsentrasi berdasarkan hasil uji BSLT. Variasi konsentrasi untuk ekstrak etanol adalah 150, 300, dan 450 ppm sedangkan untuk ekstrak air adalah 50, 150, dan 300 ppm. Ekstrak tersebut kemudian ditambah larutan bufer kalium fosfat 50 mM pH 7.5 sebanyak 1.9 mL. Campuran kemudian ditambah 1 mL xantin 0.7 mM dan xantin oksidase 0.1 unit/mL sebanyak 0.1 mL lalu diinkubasi pada suhu 20ºC selama 45 menit. Setelah diinkubasi, campuran segera ditambahkan HCl 0.58 M sebanyak 1 mL untuk menghentikan reaksinya. Campuran diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 293 nm untuk melihat seberapa besar sisa xantin yang tidak bereaksi dalam sampel uji. Daya inhibisi dibandingkan dengan alopurinol dengan konsentrasi 150 ppm.

Analisis Data.

Data kuantitatif yang diperoleh diuji dengan analisis sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur. Penentuan beda nyata diantara perlakuan digunakan uji beda nyata

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji 5% (Mattjik & Sumertajaya 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia dari campuran daun dan batang anting-anting. Penentuan kadar air berguna untuk menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persen bahan kering. Menurut Winarno (2002), kadar air yang baik adalah kurang dari 10%. Kadar air rerata yang diperoleh dari simplisia anting-anting adalah 4.21% (Lampiran 3). Dengan demikian, simplisia dengan kadar air tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama, karena kemungkinan bahan rusak oleh jamur pada saat penyimpanan sangat kecil.

Ekstrak Air dan Etanol Anting-anting

Isolasi senyawa yang terkandung dalam simplisia anting-anting dilakukan melalui ekstraksi pelarut dengan cara maserasi. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah air dan etanol 70%. Kedua pelarut ini dipilih berdasarkan ketertarikan senyawa aktif yang diduga dapat menginhibisi xantin oksidase yang ingin diambil dari anting-anting, yakni alkaloid dan flavonoid. Kedua senyawa tersebut dapat bersifat polar atau semipolar, sehingga digunakan air yang bersifat polar dan etanol 70% yang bersifat semipolar. Alasan lain adalah adanya peraturan yang dikeluarkan oleh BPOM RI (2010) mengenai cairan penyari untuk keperluan farmakologi menyebutkan hanya boleh menggunakan air atau etanol.

Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa rendemen ekstrak air dan etanol anting-anting, adalah sebesar 19.04% dan 14.85% (Tabel 1). Rendemen ekstrak air yang lebih tinggi jika dibandingkan rendemen ekstrak etanol, menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunder pada anting-anting lebih banyak yang bersifat polar dibandingkan senyawa yang bersifat semipolar.

(16)

7

digunakan, dan perbedaan kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada anting-anting.

Tabel 1 Rendemen rerata ekstrak air dan ekstrak etanol 70% anting-anting Sampel Rerata rendemen (%) Ekstrak air 19.04 ± 9.25 Ekstrak etanol 70% 14.85 ± 1.50 n = 3

Fitokimia Ekstrak Air dan Etanol Anting-anting

Uji fitokimia bertujuan untuk menguji keberadaan golongan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, dan triterpenoid dalam sampel. Uji pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya flavonoid dan senyawa-senyawa lain yang diduga dapat berperan dalam menginhibisi xantin oksidase.

Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa baik ekstrak air maupun etanol anting-anting keduanya positif mengandung flavonoid, tanin, alkaloid, steroid, dan saponin serta negatif untuk trierpenoid (Tabel 2). Meskipun kandungan kimia pada kedua ekstrak anting-anting adalah sama, namun sifat dari senyawa kimia pada kedua ekstrak tersebut berbeda. Senyawa kimia pada ekstrak air bersifat polar sedangkan senyawa kimia pada ekstrak etanol bersifat semipolar. Kartika (2004) menyebutkan bahwa ekstrak kasar daun anting-anting mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, acalyphine, minyak atsiri, dan asam galat. Menurut Hermawan (2002), ekstrak kasar metanol air akar anting-anting mengandung triterpenoid dan tanin, ekstrak air akar mengandung alkaloid dan ekstrak etil asetatnya mengandung tanin, alaloid, dan steroid.

Uji fitokimia memberikan tanda hasil yang spesifik untuk setiap ujinya (Lampiran 5). Uji alkaloid menunjukkan hasil positif untuk kedua ekstrak. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan berturut-turut berwarna putih, cokelat, dan merah setelah penambahan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf. Uji positif bahan mengandung tanin, ditandai dengan terbentuknya warna hitam setelah penambahan FeCl3, sedangkan uji positif

untuk saponin ditandai dengan terbentuknya buih yang stabil dalam waktu 10 menit setelah pengocokkan.

Uji triterpenoid kedua ekstrak menunjukkan hasil negatif. Keduanya tidak menunjukkan perubahan warna menjadi merah atau ungu setelah penambahan pereaksi

uji. Uji steroid menunjukkan hasil positif pada kedua ekstrak yang ditandai dengan terbentuknya warna hijau. Steroid bisa terdapat dalam bentuk glikosida (Harborne 1987). Adanya gula yang dapat larut dalam air, maka dalam ekstrak air dapat teridentifikasikan steroid bila steroid dalam sampel terdapat dalam bentuk glikosida.

Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang terdapat pada vakuola tanaman. Flavonoid memiliki banyak fungsi pada tanaman, salah satunya sebagai zat warna pada bunga. Peran lain dari flavonoid adalah sebagai antioksidan yang mampu mengkompleks logam berat, juga mampu mengikat protein dengan spesifitas yang tinggi (Andersen & Markham 2006). Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak anting-anting mengandung flavonoid.

Senyawa bioaktif dari beberapa jenis tanaman obat dilaporkan mempunyai aktivitas biologis yang berguna dalam pengobatan penyakit gout melalui inhibisi enzim xantin oksidase. Penelitian Yulianto (2008) menyebutkan bahwa rosela yang memiliki kandungan bioaktif flavonoid, saponin, tanin, serta ciplukan yang mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, dan steroid mampu menghambat aktivitas xantin oksidase. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dan hasil uji ekstrak anting-anting pada penelitian ini, maka, diduga komponen bioaktif dari anting-anting yang memiliki aktivitas antigout melalui inhibisi enzim xantin oksidase pada penelitian ini adalah flavonoid dan alkaloid.

Tabel 2 Kandungan fitokimia ekstrak air dan etanol anting-anting

Uji fitokimia Ekstrak Air Etanol 70%

Flavonoid + ++

Tanin + +

Alkaloid + ++

Triterpenoid - -

Steroid + ++

Saponin ++ ++

Keterangan : tanda (+) menunjukkan senyawa metabolit sekunder serta tingkat intensitas warna sedangkan (-) menunjukkan tidak terdapat senyawa metabolit sekunder pada ekstrak

Sitotoksisitas pada Larva Udang

Pengujian sitotoksisitas dari ekstrak air dan etanol anting-anting diperoleh nilai konsentrasi letal 50 (LC50) masing-masing

sebesar 446.619 dan 159.629 ppm (Tabel 3). Nilai LC50 ini menunjukkan bahwa ekstrak

(17)

8

menurut Meyer et al. (1982) suatu senyawa memiliki potensi bioaktif jika nilai LC50-nya

di bawah 1000 ppm. Semakin rendah nilai LC50 akan menunjukkan efek farmakologis

yang tinggi, sedangkan semakin tinggi LC50

menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki efek farmakologis yang rendah. Perbedaan nilai LC50 ini dikarenakan ekstrak etanol

memiliki kandungan fitokimia yang lebih banyak dan bersifat lebih toksik daripada ekstrak air.

Penelitian Halimah (2010) menunjukkan tingkat sitotoksisitas anting-anting yang diekstrak dengan pelarut berbeda terhadap larva udang. Anting-anting yang diekstrak dengan n-heksana, etanol 96% dan kloroform memiliki nilai LC50 masing-masing sebesar

57.0933 ppm, 73.4575 ppm, dan 149.374 ppm. Ekstrak air dan etanol pada penelitian ini memiliki nilai LC50 yang lebih tinggi daripada

ekstrak n-heksana, etanol 96% dan kloroform.

Tabel 3 Nilai LC50 ekstrak air dan etanol

anting-anting

Sampel LC50 (ppm)

Ekstrak air 446.619

Ekstrak etanol 70% 159.629

Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase oleh Ekstrak Air dan Etanol

Uji inhibisi pada xantin oksidase dilakukan oleh ekstrak air dan etanol anting-anting dengan menggunakan varian konsentrasi. Perbedaan konsentrasi didasarkan pada nilai LC50. Nilai LC50 masing-masing

ekstrak akan dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan ragam konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik aktivitas xantin oksidase. Hal ini dikarenakan pada formulasi obat akan lebih aman jika konsentrasinya dibuat di bawah nilai LC50.

Pengujian pada konsentrasi beragam ini digunakan untuk melihat pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak pada peningkatan daya inhibisi. Selain itu juga dilakukan pengamatan aktivitas enzim tanpa penambahan ekstrak (blanko) untuk melihat pengaruh inhibisi ekstrak tersebut pada aktivitas enzim.

Prinsip kerjanya yaitu larutan substrat xantin yang tidak terkonversi menjadi asam urat akan dibaca oleh spektrofotometer. Konsentrasi ini nantinya dapat diubah menjadi konsentrasi xantin yang bereaksi. Dengan diperolehnya konsentrasi xantin yang bereaksi, maka akan diketahui seberapa besar aktivitas xantin oksidase dalam mengubah xantin

menjadi asam urat. Dengan demikian dapat ditentukan pula seberapa besar persen inhibisi ekstrak yang diujikan terhadap aktivitas enzim xantin oksidase. Uji enzimatis dilakukan pada kondisi optimum seperti yang dilaporkan oleh Iswantini & Darusman (2003). Kondisi optimum tersebut adalah pada suhu inkubasi 20ºC, pH 7.5, konsentrasi xantin oksidase 0.1 unit/ml, konsentrasi xantin 0.7 mM, waktu inkubasi selama 45 menit, dan pada panjang gelombang 293 nm.

Pembuatan kurva standar perlu dilakukan sebelum uji enzimatik untuk mengetahui serapan xantin pada berbagai konsentrasi Dengan demikian dapat diketahui berapa jumlah xantin yang dikonversi menjadi asam urat dalam reaksi enzimatis. Persamaan linier kurva standar yang diperoleh adalah y = 1.0693x + 0.3989 dan nilai R2 = 0.9931 (Lampiran 9). Y adalah serapan xantin dengan penambahan ekstrak yang terukur dan x adalah konsentrasi xantin sisa yang tidak terkonversi menjadi asam urat.

Tabel 4 menunjukkan daya inhibisi ekstrak pada masing-masing konsentrasi serta daya inhibisi alopurinol 150 ppm terhadap enzim xantin oksidase. Hasil uji menunjukkan bahwa semua ekstrak yang diuji memiliki aktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan blanko (Lampiran 10). Daya inhibisi ekstrak air dan etanol menunjukkan bahwa ekstrak berpotensi menghambat aktivitas xantin oksidase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya inhibisi ekstrak air dan etanol meningkat sesuai peningkatan konsentrasi. Daya inhibisi tertinggi pada ekstrak, yaitu ekstrak air 450 ppm, sebesar 66.78% dan ekstrak etanol 150 ppm, sebesar 65.84%. Daya inhibisi tertinggi ditunjukkan oleh alopurinol 150 ppm yang merupakan inhibitor xantin oksidase dan digunakan sebagai obat gout, yaitu 74.09%.

Tabel 4 Daya inhibisi ekstrak air dan etanol anting-anting terhadap xantin oksidase.

Sampel Daya inhibisi (%) ± SD Ekstrak air 150 ppm 10.95 ± 1.19d Ekstrak air 300 ppm 33.53 ± 7.39c Ekstrak air 450 ppm 66.78 ± 14.99a,b Ekstrak etanol 50 ppm 36.76 ± 11.23c Ekstrak etanol 100 ppm 55.02 ± 13.58b Ekstrak etanol 150 ppm 65.84 ± 7.57a,b Alopurinol 150 ppm 74.09 ± 0.78a

(18)

9

Daya inhibisi ekstrak air dan etanol anting-anting lalu di bandingkan dengan daya inhibisi alopurinol pada konsentrasi 150 ppm (Tabel 4). Daya inhibisi ekstrak etanol (65.84%) jauh lebih besar daripada ekstrak air (10.95%). Akan tetapi jika dibandingkan alopurinol pada konsentrasi yang sama, daya inhibisi kedua ekstrak masih di bawah alopurinol (74.09%).

Peningkatan daya inhibisi terjadi karena pada konsentrasi tinggi terdapat lebih banyak metabolit sekunder dari anting-anting yang diduga memiliki kemampuan menghambat aktivitas xantin oksidase. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol anting-anting lebih banyak mengandung senyawa metabolit sekunder (Tabel 2). Efek sinergis metabolit sekunder pada ekstrak etanol anting-anting seperti alkaloid dan flavonoid membuat daya inhibisi ekstrak etanol anting-anting lebih kuat daripada ekstrak airnya. Flavonoid dan alkaloid terbukti melalui beberapa penelitian sangat berperan dalam menghambat kerja xantin oksidase (Yulianto 2008; Milián et al. 2004).

Beberapa tanaman obat telah diteliti memiliki kemampuan untuk menghambat kerja enzim xantin oksidase. Penelitian sebelumnya oleh Wardani (2008) menunjukkan bahwa ekstrak air anting-anting memiliki daya inhibisi yang lebih rendah daripada ekstrak meniran dan tempuyung. Ekstrak air meniran pada konsentrasi 150 ppm memiliki daya inhibisi sebesar 45.86% dan ekstrak air tempuyung 125 ppm sebesar 14.76%. Ekstrak etanol 70% pada penelitian ini memiliki daya inhibisi yang lebih tinggi daripada ekstrak meniran dan ciplukan. Ekstrak etanol meniran pada konsentrasi 150 ppm memiliki daya inhibisi sebesar 53.71 % dan ciplukan sebesar 6.27%.

Besarnya daya inhibisi terhadap enzim xantin oksidase yang ditunjukkan oleh beberapa tanaman obat berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut terjadi dikarenakan beberapa faktor antara lain, adanya perbedaan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu tanaman obat, adanya senyawa pengganggu, perbedaan metode ekstraksi, dan perbedaan jenis pelarut yang digunakan (Kardono 2003).

Analisis statistika menggunakan ANOVA (α= 0.05) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak anting-anting, baik ekstrak air maupun ekstrak etanol, keduanya memberikan pengaruh terhadap aktivitas xantin oksidase (Lampiran 11). Pengaruh tersebut ditindaklanjuti menggunakan uji

Duncan Multiple Range Test (DMRT) (α= 0.05). Hasil analisis menggunakan uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa daya inhibisi seluruh ekstrak berbeda nyata. Hasil analisis statistika menunjukkan daya inhibisi ekstrak air 450 ppm dan ekstrak etanol 150 ppm tidak berbeda nyata dengan daya inhibisi alopurinol 150 ppm (74.09%) pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 11). Hal ini berarti ekstrak etanol anting-anting 150 ppm berpotensi sebagai bahan herba untuk alternatif pengobatan asam urat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak air dan etanol anting-anting mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Nilai LC50 ekstrak air dan

etanol masing-masing adalah 446.619 ppm dan 159.629 ppm. Penghambatan terhadap aktivitas enzim xantin oksidase tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak air 450 ppm sebesar 66.78% dan ekstrak etanol 150 ppm sebesar 65.84%. Ekstrak etanol anting-anting 150 ppm berpotensi sebagai bahan herba untuk alternatif pengobatan asam urat.

Saran

Beberapa hal yang menjadi saran berdasarkan penelitian ini adalah perlu dilakukan analisis komponen senyawa yang berkhasiat antigout pada ekstrak air dan etanol dari anting-anting. Selain itu, perlu dilakukan uji in vivo ekstrak anting-anting sebagai herba antigout.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC.1984. Official Methods of Analysis. Virginia: Association of Official Analytical Chemistry.

[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Ekstrak Tumbuhan Indonesia Vol. 2. Jakarta: BPOM.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2010. Acuan Sediaan Herbal, volume 5 edisi 1. Jakarta: Direktorat OAI BPOMRI.

(19)

10

Armansyah T, Sutriana A, Aliza D, Vanda H, Rahmi E. 2010. Aktivitas hepatoprotektif ekstrak etanol daun kucing-kucingan (Acalypha indica L.) pada tikus putih (Rattus novergicus) yang diinduksi parasetamol. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan 6: 292-298.

Bodamyali T, Kancler JM, Millar TM, BlakeDR, Stevens CR. 2002. Redox Genome interaction in Health and Disease. Ed J. Fuchs, M. Podda, L. Packer. New York: Marcel Dekker

Carballo JL, Hernandez-Inda ZL, Perez P, Gracia-Gravalos M. 2002. A comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in marine natural products. Biotechnology 2: 1-5.

Culleton BF, Larson MG, Kannel WB, Levy D. 2006. Serum uric acid and risk for cardiovascular disease and death: The Framingham Heart Study. Ann Intern Med 131:7-13.

Dalimartha S. 2006. Resep Tumbuhan Obat untuk Asam Urat. Bogor: Penebar Swadaya.

Edward NL. 2001. Arthritis and Allied Condition. 14th ed. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.

Fenton J. 2002. Toxicology : A Case Oriental Approach. Boca Raton: ORC Pr.

Gunawan, Sulistia G. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik UI.

Halimah N. 2010. Uji fitokimia dan uji toksisitas ekstrak tanaman anting-anting (Acalypha indica L. ) terhadap larva udang (Artemia salina L.) [skripsi]. Malang : Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: ITB. Terjemahan dari Phytochemical Methode.

Hermawan H. 2002. Isolasi dan pencirian senyawa aktif dari tumbuhan

anting-anting (Acalypha inndica) yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hidayat R. 2007. Kinetika inhibisi flavonoid dalam sidaguri (Sida rhombifolia L.) terhadap aktivitas enzim xantin oksidase [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hille R. 2006. Structure and function of xanthine oxidoretuctase. European J Inorganik Chem 10: 1905-2095.

Hsieh JF, Wu SH, Yang YL, Choong KF, Chen ST. 2007. The screening and characterization of 6-aminopurine-based xanthine oxidase inhibitors. Bioorganic & Medicinal Chemistry 15: 3450-3456.

Iswantini D, Darusman LK. 2003. Effect of sidagury extract as an uric acid lowering agent on the activity of xanthine oxidase enzyme. Proceeding of International Symposium On Biomedicines, Biopharmaca Research Center. Sept. 18-19, Bogor Agricultural University.

Johnson RJ, Kang DH, Feig D, Kivlighn S, Kannelis J, Watanabe S, Tuttle KR. 2003. Is there a pathogenetic role for uric acid in hypertension and cardiovascular and renal disease? Hypertension 41:1183-1190.

Johnstone A. 2005. Gout the disease and non-drug treament. Hospital Pharmacist. 12: 391-393.

Kadota et al. 2004. Xanthine oxidase inhibitory activity of Vietnamese medicinal plants. Biol. Pharm. Bull 27 (9):1414–1421.

(20)

11

Tradisional Departemen Kesehatan, hlm 72-76.

Kartika RPT. 2004. Perbandingan pengaruh ekstrak kasar daun ekor kucing (Acalypha hispida Brum f.) dan daun anting-anting (Acalypha indica Linn.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphyloccoccus aureus Secara in vitro [skripsi]. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kartesz J. 2000. Acalypha indica. The PLANTS Database, database (version 5.1.1), National Plant Data Center, NRCS, USDA. Baton Rouge, LA 70874-4490 USA. [terhubung berkala] http://plants.usda.gov. (8 Januari 2012).

Katzung BG. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. diterjemahkan oleh Kutoalubun BH, Indrawasih B, dan Sanjaya C. Ed6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kong LD et al. 2000. Inhibition of xanthine oxidase by some chinese medicinal plants used to treat gout. Journal of Ethnopharmacology 73: 199-207.

Nelson DL & Cox MM. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry. New York: W.H. Freeman

Mansjoer et al. 2004. Reumatologi. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FK UI.

Meyer et al. 1982. A convenien general bioassay for active plant constituens. Planta Medica 45: 31-34.

Milian et al. 2004. Reactive oxygen species (ROS) generation inhibited by aporphine and phenanthrene alkaloids semi-synthesized from natural boldine. Chem. Pharm. Bull. 52 (6): 696–699.

Millar TM, Kanczler JM, Bodamyali T, Blanke DR, Stevens CR. 2002. Xanthine oxidase is a peroxynintrite synthase: newly identified roles for a very old enzyme. Redox Report 7:65- 70.

Mattjik A, Sumertajaya I. 2006. Rancangan Percobaan. Bogor: IPB Press.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW. 2003. Biokimia Harper. Andry Hartono, penerjemah. Anna P Bani & Tiara MN, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Biochemistry.

Muslimah S. 2008. Uji sitotoksik fraksi protein daun dan bunga kucing-kucingan (Acalypha indica L.) terhadap sel myeloma [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Pacher P, Nivorozhkin A, Szabo C. 2006. Therapeutic effects of xanthine oxidase inhibitors: renaissance half a century after the discovery of allopurinol. Pharmacol Rev. 58:87-114.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses penyakit Ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes.

Rhamdani TH. 2004. Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif seledri (Apium graveolens) dalam menghambat aktivitas xantin oksidase [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Sriwahyuni I. 2010. Uji fitokimia ekstrak tanaman anting-anting (Acalypha indica L.) dengan variasi pelarut dan uji toksisitas menggunakan brine shrimp (Artemia salina L.) [skripsi]. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Stryer L. 2000. Biokimia. Edisi IV, Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(21)

12

Tjay TH, Rahardja K. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya Ed 5. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Tjokroprawiro A et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press.

Utami P et al. 2009. Solusi Sehat Asam Urat dan Rematik. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Wardani CGT. 2008. Potensi ekstrak tempuyung dan meniran sebagai antiasam urat: aktivitas inhibisinya terhadap xantin oksidase [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wisesa IBN, Suastik K. 2009. Hubungan antara konsentrasi asam urat serum dengan resistensi insulin pada penduduk suku Bali asli di Dusun

Tenganan Pegringsingan

Karangasem. J Peny Dalam 10 (2): 110-122.

(22)
(23)

14

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Ekstraksi

Ekstrak air

dan etanol

Penentuan Kadar Air

Uji inhibisi enzim

xantin oksidase

Alopurinol

BSLT

dibandingkan

Uji Fitokimia

(24)

15

Lampiran 2 Prosedur ekstraksi (BPOM 2004)

Simplisia Anting-anting

Sampel dilarutkan dalam pelarut

etanol 70% atau air (1:10)

Direndam dan diaduk ke dalam

maserator selama 6 jam

Didiamkan selama 24 jam

Maserat dipisahkan dan ekstrak

diuapkan hingga kental dengan

evaporator pada suhu 50°C

(25)

16

Lampiran 3 Kadar air simplisia anting-anting

Ulangan Bobot sampel

awal (g)

Bobot sampel

akhir (g) Kadar air (%)

Rerata kadar air (%) ± SD

1 3.0002 2.8853 3.82

4.21 ± 0.78

2 3.0001 2.8467 5.11

3 3.0002 2.8892 3.69

Contoh perhitungan :

Kadar air =

=

=

3.82%

Lampiran 4 Rendemen ekstrak anting-anting

Sampel Ulangan Bobot sampel

(g)

Bobot ekstrak (g)

Rendemen (%)

Rerata rendemen (%) ± SD

Air

1 20 1.6171 8.44

19.04 ± 9.25

2 20 4.4392 23.17

3 20 4.8888 25.51

Etanol 70%

1 20 3.0573 16.48

14.85 ± 1.50

2 20 2.5884 13.51

3 20 2.7926 14.56

Contoh perhitungan

Keterangan

a = bobot ekstrak (gram)

b = bobot sampel (gram)

x = rerata kadar air

(26)

17

Lampiran 5 Hasil uji fitokimia anting-anting

Hasil uji alkaloid ekstrak air

anting-anting

Hasil uji alkaloid ekstrak etanol

anting-anting

Hasil uji flavonoid ekstrak air

Anting-anting

Hasil uji flavonoid ekstrak etanol

Anting-anting

Hasil uji saponin ekstrak air

Anting-anting

Hasil uji saponin ekstrak etanol

Anting-anting

Hasil uji tanin ekstrak air

Anting-anting

Hasil uji tanin ekstrak etanol

Anting-anting

Hasil uji triterpenoid dan steroid

(27)

18

Lampiran 6 Uji sitotoksik menggunakan larva udang A. salina

Penetasan telur A. salina

Pembuatan ekstrak 2000 ppm

Pengujian terhadap larva

Konsentrasi

(ppm)

Penambahan ekstrak 2000 ppm (µL)

Penambahan air laut (µL)

Penambahan larva udang

10 10 1990 10

100 100 1900 10

500 500 1500 10

1000 1000 1000 10

50 mg telur A.

salina

Wadah berisi air

laut

Larva udang Lampu neon dan

aerator

48 jam

Diinkubasi selama 24 jam dan dihitung jumlah udang yang mati

Hitung % kematian larva pada masing-masing sumur

20 mg

ekstrak

Labu takar

10 mL

Tambahkan air laut

(28)

19

Lampiran 7 Hasil perhitungan analisis probit

Sampel Ulangan Konsentrasi LC50

(ppm)

10 100 500 1000

Ekstrak air 1 1 2 4 9

446.619

2 0 1 3 10

3 1 1 3 7

% kematian 6.67 13.33 33.33 86.87 Ekstrak

etanol 70%

1 1 2 9 10

159.629

2 2 3 8 9

3 0 0 7 9

% kematian 10 16.67 80 96.67

Lampiran 8 Uji aktivitas inhibisi xantin oksidase

1

1 mL ekstrak

2

1.9 mL bufer fosfat

3

1 mL xantin 0.7 mM

4

dikocok

5

0.1 mL xantin oksidase 0.1 unit/ mL

6

Inkubasi pada suhu 20

o

C selama 45

menit

7

1 mL HCl 0.58 M

8

(29)

20

Lampiran 9 Pembuatan kurva standar xantin

Konsentrasi xantin (mM) Absorbansi

0.1 0.493

0.2 0.611

0.3 0.729

0.4 0.847

0.5 0.954

0.6 1.004

0.7 1.157

λ= 293 nm

Kurva standar xantin

y = 1,0693x + 0,3989

R² = 0,9931

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

A

b

so

rb

an

(30)

21

Lampiran 10 Data hasil uji enzimatis berbagai ekstrak

Blanko

Ulangan ke- Absorban Aktivitas (mM/ L menit) Rerata aktivitas (mM/ L menit) ± SD

1 0.421 150.963

147.915 ± 2.76

2 0.477 145.559

3 0.439 147.222

Ekstrak air anting-anting

Konsentrasi

(ppm)

Ulangan

ke- Absorban

Aktivitas (mM/ L menit)

Inhibisi XO (%)

Rerata inhibisi XO (%) ± SD

150 ppm 1 0.505 133.506 9.74

10.59 ± 1.19d

2 0.522 129.973 12.12

3 0.514 131.635 11.00

300 ppm 1 0.731 86.538 41.49

33.53 ± 7.39c

2 0.665 100.225 32.22

3 0.627 108.152 26.88

450 ppm 1 0.812 69.705 52.87

66.78 ± 14.99a,b

2 0.897 52.040 64.81

3 1.024 25.6471 82.66

Ekstrak etanol anting-anting

Konsentrasi

(ppm)

Ulangan

ke- Absorban

Aktivitas (mM/ L menit)

Inhibisi XO (%)

Rerata inhibisi XO (%) ± SD

50 ppm 1 0.772 78.017 47.25

36.76 ± 11.23c

2 0.707 91.526 38.12

3 0.613 111.061 24.91

100 ppm 1 0.912 48.923 66.92

55.09 ± 13.58b

2 0.848 62.22 57.93

3 0.722 88.41 40.22

150 ppm 1 0.866 58.48 60.46

65.84 ± 7.57a,b

2 0.966 30.70 74.51

3 0.968 55.36 62.56

Alopurinol

Ulangan

ke- Absorban

Aktivitas (mM/ L menit)

Inhibisi XO (%)

Rerata Inhibisi XO (%) ± SD

1 0.957 39.57 73.24

74.09 ± 0.78a

2 0.964 38.11 74.23

(31)

22

Lanjutan Lampiran 10

Contoh perhitungan :

Blanko

y

= 1.0693x + 0.3989

0.421 = 1.0693x + 0.3989

x

= 0.0206

xantin total 0.7 mM

xantin yang bereaksi = 0.7 mM - 0.0206 mM

= 0.6794 mM

= 150.963 mM/ L menit

= 147.915 mM/ L menit

Ekstrak air anting-anting (150 ppm)

y

= 1.0693x + 0.3989

0.505 = 1.0693x + 0.3989

x

= 0.0992

xantin total 0.7 mM

xantin yang bereaksi = 0.7 mM - 0.0992 mM

= 0.6008 mM

= 133.506 mM/ L menit

(32)

23

Gambar

Gambar 3 Pengubahan xantin menjadi asam
Tabel 2 Kandungan fitokimia ekstrak air dan etanol anting-anting

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dilakukan uji untuk mengetahui potensi ekstrak akar tumbuhan anting- anting untuk mengatasi stres pada mencit galus Balb/c. Akar tumbuhan

Hasil penelitian ini yaitu uji efektivitas ekstrak daun anting-anting (Acalypha indica L.) sebagai insektisida nabati ulat krop (Crocidolomia binotalis Z.) pada

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil penetapan kadar sari terhadap serbuk daun Anting-anting (Acalypha indica L.) yaitu kadar sari yang larut

Pemberian ekstrak etanol akar anting- anting berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa yaitu meningkatkan persentase motilitas, jumlah spermatozoa hidup, dan spermatozoa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun salam memiliki aktivitas penghambatan enzim xantin oksidase sehingga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai obat

Ekstrak dietil eter daun akar anting-anting (Acalypha australis L.) memberikan aktivitas antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus,. Escherichia coli,

Penelitian pemanfaatan ekstrak gulma Anting-anting ( Acalypha indica L.) sebagai antifungal beberapa patogen padi secara in vitro telah dilakukan pada tanggal 15

Tumbuhan yang memiliki efek antiinflamasi dan digunakan sebagai obat salah satunya adalah tanaman Anting-anting Acalypha australis L... Tanaman Anting-anting merupakan gulma yang tumbuh