• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi fraksi air buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) terhadap gambaran histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi fraksi air buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) terhadap gambaran histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ASEP DJUANDA. Potensi Fraksi Air Buah Makasar (

Brucea javanica

(L.) Merr)

Terhadap Gambaran Histopatologi Pankreas Tikus Yang Diinduksi Aloksan.

Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM dan WARAS NURCHOLIS.

Buah

makasar

(

Brucea javanica

(L.) Merr) merupakan salah satu tanaman

obat yang kaya akan manfaat. Secara empiris buah makasar dapat menurunkan

kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui potensi fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap

histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Pada penelitian ini tikus

(2)

(L.) Merr) to Histopathological Rat Pancreas which Induced Alloxan. Under the

direction of ANNA P. ROSWIEM and WARAS NURCHOLIS.

Brucea fruit (

Brucea javanica

(L.) Merr) is one of Indonesian medicine plants

which rich in advantages. Empirically, brucea fruit can decrease blood glucose

concentration for patient of diabetes mellitus. This research was aimed to

determine the effect of aqueous fraction from ethanolic extract of brucea fruit on

histopathological in rat pancreas which induced alloxsan. On this research

(3)

PENDAHULUAN

Jumlah penderita diabetes melitus saat ini terus meningkat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003 tercatat hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita dapat mencapai 330 juta jiwa. Sementara itu, di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2003 tercatat lebih dari 13 juta orang menderita diabetes, dari jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 (Depkes 2005).

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat menurunnya fungsi insulin. Menurunnya fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau kurangnya produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005). Selain itu, stres oksidatif juga terlibat dalam diabetes melitus yang terjadi secara alami dan induksi bahan kimia. Pada diabetes melitus terjadi peningkatan produksi radikal bebas sehingga sistem pertahanan antioksidan terganggu. Akhirnya stres oksidatif menyebabkan kerusakan oksidatif seluler, termasuk pada sel β pankreas (Winarto 2007).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi diabetes, seperti pengaturan pola makan dan olah raga teratur, penggunaan obat antidiabetes oral misalnya golongan sulfonil urea dan biguanida, serta suntikan insulin. Saat ini insulin dan obat-obat yang beredar di pasaran, selain memiliki harga yang relatif mahal juga memiliki efek samping yang merugikan. Oleh karena itu, masyarakat selalu berupaya untuk mencari alternatif pengobatan lain misalnya pengobatan dengan bahan alam, selain mudah didapat, harga relatif murah, juga efek samping yang lebih kecil, dibandingkan dengan obat sintetik (Sunarsih et al. 2007).

Pengobatan dengan menggunakan bahan alam (pengobatan tradisional) telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dengan berkembangnya prinsip back to nature, manusia cenderung memilih bahan alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai obat. Di antara 250.000 spesies tumbuhan obat di seluruh dunia diperkirakan banyak yang

mengandung senyawa anti diabetes melitus yang belum ditemukan (Suharmiati 2003). Beberapa tanaman yang telah diteliti dan memiliki potensi sebagai antidiabetes diantaranya sambiloto, belimbing wuluh, tapak dara, brotowali, dan mengkudu. Tanaman buah makasar sendiri sudah sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat berbagai penyakit, salah satunya sebagai obat diabetes. Sari (2010) menyatakan bahwa fraksi air 1% dari ekstrak etanol buah makasar secara in vitro memiliki kemampuan dalam menghambat enzim α-glukosidase sebesar 14.32%. Khasiat buah makasar sebagai antidiabetes secara in vivo perlu dilakukan untuk menguji aktivitasnya di dalam tubuh hewan coba.

Penelitian bertujuan mengetahui potensi fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap gambaran histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dapat memperbaiki pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapannya dapat memberikan alternatif pengobatan dan pencegahan penyakit diabetes.

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan yang ditandai oleh tingginya kadar gula dalam darah. Gejala umum yang ditimbulkan oleh penderita diabetes melitus diantaranya sering haus, sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan mulai terganggu, banyak makan akan tetapi berat badan menurun, cepat merasa lelah dan sering mengantuk (Purwakusumah 2003).

American Diabetes Association (ADA) menetapkan konsentrasi glukosa darah normal saat puasa kurang dari 100 mg/dL. Glukosa plasma terganggu jika konsentrasi glukosa saat puasa antara 100-125 mg/dL, sedangkan toleransi glukosa terganggu jika konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan glukosa 75g, antara 140-199 mg/dL. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika konsentrasi glukosa darah saat puasa lebih dari 126 mg/dL atau bila konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan 75 g lebih dari 200 mg/dL.

(4)

terus meningkat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003 tercatat hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita dapat mencapai 330 juta jiwa. Sementara itu, di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2003 tercatat lebih dari 13 juta orang menderita diabetes, dari jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 (Depkes 2005).

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat menurunnya fungsi insulin. Menurunnya fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau kurangnya produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005). Selain itu, stres oksidatif juga terlibat dalam diabetes melitus yang terjadi secara alami dan induksi bahan kimia. Pada diabetes melitus terjadi peningkatan produksi radikal bebas sehingga sistem pertahanan antioksidan terganggu. Akhirnya stres oksidatif menyebabkan kerusakan oksidatif seluler, termasuk pada sel β pankreas (Winarto 2007).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi diabetes, seperti pengaturan pola makan dan olah raga teratur, penggunaan obat antidiabetes oral misalnya golongan sulfonil urea dan biguanida, serta suntikan insulin. Saat ini insulin dan obat-obat yang beredar di pasaran, selain memiliki harga yang relatif mahal juga memiliki efek samping yang merugikan. Oleh karena itu, masyarakat selalu berupaya untuk mencari alternatif pengobatan lain misalnya pengobatan dengan bahan alam, selain mudah didapat, harga relatif murah, juga efek samping yang lebih kecil, dibandingkan dengan obat sintetik (Sunarsih et al. 2007).

Pengobatan dengan menggunakan bahan alam (pengobatan tradisional) telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dengan berkembangnya prinsip back to nature, manusia cenderung memilih bahan alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai obat. Di antara 250.000 spesies tumbuhan obat di seluruh dunia diperkirakan banyak yang

memiliki potensi sebagai antidiabetes diantaranya sambiloto, belimbing wuluh, tapak dara, brotowali, dan mengkudu. Tanaman buah makasar sendiri sudah sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat berbagai penyakit, salah satunya sebagai obat diabetes. Sari (2010) menyatakan bahwa fraksi air 1% dari ekstrak etanol buah makasar secara in vitro memiliki kemampuan dalam menghambat enzim α-glukosidase sebesar 14.32%. Khasiat buah makasar sebagai antidiabetes secara in vivo perlu dilakukan untuk menguji aktivitasnya di dalam tubuh hewan coba.

Penelitian bertujuan mengetahui potensi fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap gambaran histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dapat memperbaiki pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapannya dapat memberikan alternatif pengobatan dan pencegahan penyakit diabetes.

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan yang ditandai oleh tingginya kadar gula dalam darah. Gejala umum yang ditimbulkan oleh penderita diabetes melitus diantaranya sering haus, sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan mulai terganggu, banyak makan akan tetapi berat badan menurun, cepat merasa lelah dan sering mengantuk (Purwakusumah 2003).

American Diabetes Association (ADA) menetapkan konsentrasi glukosa darah normal saat puasa kurang dari 100 mg/dL. Glukosa plasma terganggu jika konsentrasi glukosa saat puasa antara 100-125 mg/dL, sedangkan toleransi glukosa terganggu jika konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan glukosa 75g, antara 140-199 mg/dL. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika konsentrasi glukosa darah saat puasa lebih dari 126 mg/dL atau bila konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan 75 g lebih dari 200 mg/dL.

(5)

2

yaitu tipe 1 diabetes melitus tergantung insulin atau Diabetes Mellitus Dependen-Insulin (IDDM) dan tipe 2 diabetes tidak tergantung insulin atau Diabetes Mellitus Non-Dependen Insulin (NIDDM). Tipe 1 diabetes melitus disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas, sehingga sel beta pankreas tidak mampu membuat dan mengeluarkan insulin dalam kuantitas atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak terdapat sekresi insulin sama sekali. Dalam hal ini reseptor untuk insulin pada IDDM jumlah dan kualitasnya dalam keadaan normal.

Tipe 2 diabetes melitus diduga terjadi akibat sekresi insulin yang insufisien dan resistensi jaringan terhadap insulin. Pada penderita tipe 2 DM dapat dijumpai kadar insulin yang lebih tinggi akan tetapi karena ada gangguan pada reseptor insulin, maka transport glukosa ke dalam sel terganggu akibatnya kadar glukosa darah akan terus meningkat. Pada keadaan ini penderita tipe 2 diabetes sama dengan diabetes melitus tipe 1, perbedaanya adalah diabetes melitus tipe 2 disamping kadar gulanya meninggi, kadar insulinnya normal. Keadaan ini yang disebut resistensi terhadap insulin (Dalimunthe 2004).

Menurut Wijayakusuma (2004), selain DM tipe I dan II terdapat satu tipe diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan. Penyakit tersebut umumnya dialami oleh wanita hamil dan akan kembali normal setelah melahirkan. Seorang wanita hamil membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat. Jika tidak menghasilkan lebih banyak insulin, wanita hamil dapat menderita penyakit diabetes melitus yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme glukosa dan metabolisme lainnya di dalam tubuh.

Pengobatan Diabetes Melitus

Pengobatan diabetes melitus umumnya dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat antidiabetik oral, dan terapi insulin. Akan tetapi pemberian obat-obat antidiabetik oral dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Efek tersebut dapat berupa gangguan mekanisme dalam tubuh hingga kematian (Tuyet & Chuyen 2007). Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, murah, dan aman. Pada umumnya pemberian obat antidiabetik oral hanya dilakukan untuk penderita DM tipe II, obat tersebut terbagi menjadi dua jenis diantaranya obat sintetik dan obat tradisional (Mathur & Shiel 2003).

Obat sintetik yang memiliki aktivitas antidiabetik dibagi menjadi 4 kelas menurut mekanisme kerjanya. Pertama, golongan sulfonilurea yang memiliki mekanisme kerja utama pada peningkatan insulin. Obat dari golongan ini yang banyak digunakan dalam pengobatan diabetes adalah glibenclamide.

Glibenclamide merupakan salah satu contoh obat hipoglikemia oral yang merupakan turunan sulfonilurea. Obat ini dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Glibenclamide efektif dengan pemberian dosis tunggal. Bila pemberian obat dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam. Obat ini diperkirakan memiliki efek samping terhadap agregasi trombosit dan dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005).

Golongan kedua adalah biguanida yang dapat mengurangi produksi glukosa hati sehingga dapat meningkatkan sensitivitas periferal dan mengurangi penyerapan glukosa intestinal, contoh obat golongan ini adalah

glucophage, diabex, glucotika, dan lain-lain. Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase salah satunya adalah Acarbose. Obat ini dapat menghambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di dalam usus. Keempat, merupakan insulin eksogen yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin secara tidak langsung dan menekan produksi glukosa hati. Obat lainnya yang sering digunakan dalam terapi diabetes adalah

pioglitazone, yang termasuk ke dalam golongan thiazolidinedione. Poiglitazone

bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan target, seperti menurunkan glukoneogenesis di hati (Tuyet & Chuyen 2007)

Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr)

Tanaman buah makasar (Brucea javanica

(6)

juga banyak ditemukan di Srilanka, India, Cina, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Australia utara (Wijayakusuma 2004).

Buah makasar tumbuh liar di hutan dan terkadang ditanam sebagai tanaman pagar. Ciri-ciri tanaman ini tumbuh pada ketinggian 1-500 m diatas permukaan laut (dpl), perdu tegak, menahun, tinggi 1-2.5 m, berambut halus warna kuning, daun majemuk menyirip ganjil dengan jumlah daun 5-13, bertangkai, dan letaknya berhadapan. Bunga majemuk berkumpul dalam rangkaian berupa malai padat yang keluar dari ketiak daun dengan warna kehijauan (Gambar 1). Buahnya sendiri merupakan buah batu berbentuk bulat telur dengan panjang sekitar 8 mm, jika sudah masak berwarna hitam. Untuk biji, bentuknya bulat dan berwarna putih (Dalimartha 1999).

Berdasarkan Dalimartha (1999), sifat buah ini rasanya pahit. Bagian buahnya dapat menghilangkan panas dan racun, menghentikan pendarahan (hemostasis), membunuh parasit (Subeki et al. 2007), antidisentri, keputihan, dan antimalaria. Bagian akar digunakan untuk mengobati malaria, demam, dan keracunan makanan, sedangkan daun digunakan untuk mengatasi sakit pinggang. Buah makasar juga memiliki kegunaan sebagai insektisida nabati untuk hama serangga.

Buah makasar mengandung berbagai senyawa kimia diantaranya alkaloid, glukosida, bruceosida A dan B, phenol (brucenol dan asam bruceolat), brusatol, bruceine A, dan quassin. Senyawa brucein yang ditemukan dalam ekstrak buah makasar bersifat antimalaria dan antikanker. Senyawa kimia lainnya yang terkandung dalam buah makasar dilaporkan juga mempunyai aktivitas melawan leukemia limfotik dan kanker paru-paru (Wijayakusuma 2004).

Gambar 1 Buah makasar (Rara 2009).

Pankreas

Pankreas merupakan kelenjar yang terdiri atas kelenjar endokrin dan eksokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sejumlah enzim

pencernaan antara lain amilase, lipase, dan tripsin. Kelenjar endokrin (pulau Langerhans) merupakan kumpulan sel ovoid yang tersebar diseluruh pankreas. Di dalam pulau Langerhans terdapat beberapa jenis sel berdasarkan sifat pewarnaan dan morfologinya terdapat kurang lebih 4 jenis sel yaitu sel α, β, δ, dan f (Scobie 2007).

Sel α mensekresikan glukagon yang dapat menaikkan konsentrasi glukosa dan asam lemak bebas dalam darah. Sel α akan memicu glikogenolisis, lipolisis, dan glukoneogenesis dalam hati. Sebaliknya sel β mensekresikan hormon insulin yang dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah dan memacu sintesis glikogen, lemak, dan protein dalam banyak sel. Sel β jumlahnya terbanyak di dalam pulau Langerhans yaitu hampir sekitar 60-75%. Sel δ mensekresikan somatostatin yang menghambat sekresi insulin dan glukagon, sedangkan sel f fungsinya belum diketahui. Sel ini mungkin adalah sel cadangan atau sel yang sedang istirahat (Scobie 2007).

Pulau Langerhans dilalui oleh kapiler-kapiler darah. Pada pewarnaan HE, akan terlihat pulau Langerhans lebih pucat dibandingkan dengan sel-sel kelenjar acinar disekelilingnya sehingga pulau Langerhans mudah dibedakan. Penderita DM akan mengalami perubahan morfologi pada pulau Langerhans, baik dalam jumlah maupun ukurannya. Jumlah dan ukuran pulau Langerhans berkaitan dengan jumlah sel β penghasil insulin pada jaringan pankreas. Semakin besar jumlah dan ukuran pulau Langerhans, diindikasikan semakin besar pula jumlah sel β karena 60-75% pengisi pulau Langerhans adalah sel β (Scobie 2007).

Aloksan

(7)

4

adalah 2-3 kalinya (Szkudelski 2001 dan Rees 2005). Dosis pemberian aloksan bervariasi tergantung pada spesies, nutrisi, dan jalur pemberiannya (Szkudelski 2001). Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, hewan coba, dan status nutrisinya (Andayani 2003).

Aloksan dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β pankreas. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel β Langerhans. Salah satu target dari oksigen reaktif adalah DNA pulau Langerhans pankreas. Kerusakan DNA tersebut memicu poly ADP-ribosylation, proses yang terlibat pada DNA repair (Szkuldelski 2001, Walde et al. 2002).

Faktor lain selain pembentukan oksigen reaktif adalah gangguan pada homeostasis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas sitosolik pada sel β Langerhans pankreas. Efek tersebut diikuti oleh beberapa kejadian, yaitu influks kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium dari simpanannya secara berlabihan, dan eliminasinya yang terbatas dari sitoplasma. Influks kalsium akibat aloksan tersebut mengakibatkan depolarisasi sel β Langerhans, membuka kanal kalsium, dan menambah masuknya ion kalsium ke dalam sel. Pada kondisi tersebut, konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu yang singkat. Selain kedua faktor diatas, aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi (Szkuldelski 2001, Walde et al. 2002).

Gambar 2 Struktur kimia aloksan (Nugroho 2006).

Hewan Percobaan

Hewan coba memiliki peranan penting dalam penelitian, banyak bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan hewan coba dapat menggambarkan dengan baik berbagai keadaan pada manusia, baik dari aspek fisiologi maupun morfologi. Hewan coba juga merupakan sarana yang baik untuk memanipulasi beberapa keadaan yang tidak memungkinkan dilakukan pada manusia (Andayani 2003).

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian DM adalah hewan laboratorium yang memiliki respon alami ataupun respon buatan serta memiliki sifat atau karakteristik yang mirip (sebagian atau keseluruhan) dengan DM yang terjadi pada manusia. Faktor yang mempengaruhi pemilihan hewan model, diantaranya harga, mudah diperoleh, dan perawatannya mudah. Hewan yang paling sering digunakan dalam penelitian diabetes adalah tikus dan kelinci. Tikus banyak digunakan karena sifat-sifatnya telah diketahui dengan baik, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat, serta peka terhadap pengaruh perlakuan dalam komponen dietnya. Suharmiati (2003) menggunakan tikus umur 3-4 bulan sebagai hewan coba yang akan diinduksi diabetes.

Terdapat lima macamtikus putih (Albino Normal rat, Rattus norvegicus) yang biasa digunakan dalam penelitian yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague Dawley,

dan Wistar. Sunarsih (2007) menggunakan tikus wistar jantan untuk melihat pengaruh pemberian infusa umbi gadung terhadap penurunan kadar glukosa darah. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Sprague Dawley jantan, berumur 2 bulan dengan bobot badan berkisar antara 120-150 gram, dan sehat sebagai hewan coba.

Tikus Sprague Dawley betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberi respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Tikus

(8)

Percobaan mengenai diabetes melitus dengan menggunakan hewan percobaan didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada manusia, namun kondisi patologis hewan percobaan tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi patologis secara nyata pada manusia. Hal ini disebabkan kondisi fisiologi, perbedaan patologis dari beberapa tipe diabetes melitus, ragamnya penyakit diabetes melitus, serta adanya komplikasi yang menyertai dari penyakit tersebut. Menurut Cheta (1998), berdasarkan cara pembuatannya, hewan percobaan diabetes melitus dibedakan menjadi dua yaitu: (1) terinduksi (induced), misalnya melalui pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik) dan virus; (2) spontan (spontaneous), misalnya menggunakan tikus BB (bio breeding) atau mencit NOD (non-obese diabetic). Spontaneous animal models

mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan kondisi diabetes mellitus pada manusia meliputi gejala-gejala penyakit, imunologi, genetik maupun karakteristik klinik lainnya.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague Dawley jantan berumur 2 bulan dengan bobot 150-200 g, pakan standar, aloksan tetrahidrat, akuades, NaCl 0.9%, Glibenclamide, dan fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar (Nurmala 2010). Selain itu, bahan yang digunakan untuk analisis histopatologi diperlukan dietil eter, Buffer Normal Formalin (BNF) 10%, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan absolut, xilol, parafin, pewarna hematoksilin eosin (HE), litium karbonat, albumin, dan gliserin.

Alat yang digunakan pada analisis histopatologi adalah alat bedah (pinset, gunting, skapel), pot, kaset tissue, tissue processor, mikroskop cahaya, kaca objek, kaca penutup, tissue-tec, cetakan, serta rotary microtom.

Metode

Pembuatan Preparat Histopatologi Pankreas

Histopatologi (modifikasi Andrew Kent 1985) yang dilakukan meliputi proses nekropsi, pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, pencetakan,

pemotongan, pewarnaan, dan pengamatan dengan mikroskop cahaya. Sebelumnya tikus telah dikelompokkan menjadi 6 kelompok dengan 4 ekor tikus dalam setiap kelompoknya. Kelompok A (normal) diinjeksi dengan NaCl 0.9%, kelompok B diinduksi dengan aloksan dan dicekok obat antidiabetes

Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB, kelompok C diinduksi aloksan dan dicekok akuades, kelompok D diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB, kelompok E diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg BB, dan kelompok F diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 50 mg/kg BB

Sebelum dilakukan pembedahan, terlebih dahulu tikus putih didislokasi. Setelah mati, tikus dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang toraks sampai pubis. Pankreas diambil, lalu dicuci dengan menggunakan larutan fisiologis NaCl 0.9% selama 30 menit. Selanjutnya difiksasi dengan larutan BNF 10%. Jaringan yang telah difiksasi kemudian didehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95% masing-masing dilakukan selama 24 jam dan dilanjutkan dengan alkohol 100% selama 1 jam yang diulang tiga kali pembilasan. Setelah proses dehidrasi, dilanjutkan dengan penjernihan dengan menggunakan xylol yang dilakukan sebanyak tiga kali, pada masing-masing pembilasan akan dilakukan selama 1 jam. Setelah itu dilanjutkan dengan infiltrasi parafin, yaitu jaringan pankreas ditanam dalam media parafin, selanjutnya dilakukan penyayatan dengan ketebalan 4-5 mikron dengan menggunakan rotary microtom.

(9)

5

Percobaan mengenai diabetes melitus dengan menggunakan hewan percobaan didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada manusia, namun kondisi patologis hewan percobaan tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi patologis secara nyata pada manusia. Hal ini disebabkan kondisi fisiologi, perbedaan patologis dari beberapa tipe diabetes melitus, ragamnya penyakit diabetes melitus, serta adanya komplikasi yang menyertai dari penyakit tersebut. Menurut Cheta (1998), berdasarkan cara pembuatannya, hewan percobaan diabetes melitus dibedakan menjadi dua yaitu: (1) terinduksi (induced), misalnya melalui pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik) dan virus; (2) spontan (spontaneous), misalnya menggunakan tikus BB (bio breeding) atau mencit NOD (non-obese diabetic). Spontaneous animal models

mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan kondisi diabetes mellitus pada manusia meliputi gejala-gejala penyakit, imunologi, genetik maupun karakteristik klinik lainnya.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague Dawley jantan berumur 2 bulan dengan bobot 150-200 g, pakan standar, aloksan tetrahidrat, akuades, NaCl 0.9%, Glibenclamide, dan fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar (Nurmala 2010). Selain itu, bahan yang digunakan untuk analisis histopatologi diperlukan dietil eter, Buffer Normal Formalin (BNF) 10%, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan absolut, xilol, parafin, pewarna hematoksilin eosin (HE), litium karbonat, albumin, dan gliserin.

Alat yang digunakan pada analisis histopatologi adalah alat bedah (pinset, gunting, skapel), pot, kaset tissue, tissue processor, mikroskop cahaya, kaca objek, kaca penutup, tissue-tec, cetakan, serta rotary microtom.

Metode

Pembuatan Preparat Histopatologi Pankreas

Histopatologi (modifikasi Andrew Kent 1985) yang dilakukan meliputi proses nekropsi, pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, pencetakan,

pemotongan, pewarnaan, dan pengamatan dengan mikroskop cahaya. Sebelumnya tikus telah dikelompokkan menjadi 6 kelompok dengan 4 ekor tikus dalam setiap kelompoknya. Kelompok A (normal) diinjeksi dengan NaCl 0.9%, kelompok B diinduksi dengan aloksan dan dicekok obat antidiabetes

Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB, kelompok C diinduksi aloksan dan dicekok akuades, kelompok D diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB, kelompok E diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg BB, dan kelompok F diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 50 mg/kg BB

Sebelum dilakukan pembedahan, terlebih dahulu tikus putih didislokasi. Setelah mati, tikus dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang toraks sampai pubis. Pankreas diambil, lalu dicuci dengan menggunakan larutan fisiologis NaCl 0.9% selama 30 menit. Selanjutnya difiksasi dengan larutan BNF 10%. Jaringan yang telah difiksasi kemudian didehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, dan 95% masing-masing dilakukan selama 24 jam dan dilanjutkan dengan alkohol 100% selama 1 jam yang diulang tiga kali pembilasan. Setelah proses dehidrasi, dilanjutkan dengan penjernihan dengan menggunakan xylol yang dilakukan sebanyak tiga kali, pada masing-masing pembilasan akan dilakukan selama 1 jam. Setelah itu dilanjutkan dengan infiltrasi parafin, yaitu jaringan pankreas ditanam dalam media parafin, selanjutnya dilakukan penyayatan dengan ketebalan 4-5 mikron dengan menggunakan rotary microtom.

(10)

pewarnaan selesai, kaca preparat dikeringkan dan ditetesi dengan zat perekat albumin : gliserin (1:1) dan selanjutnya ditutup dengan kaca objek dan siap untuk diamati di bawah mikroskop cahaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Histopatologi Jaringan

Pankreas

Pengamatan terhadap gambaran histopatologi pankreas digunakan untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai pengaruh pemberian fraksi air buah makasar terhadap pemulihan fungsi pankreas akibat induksi aloksan. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) untuk mengamati morfologi jaringan pankreas secara umum. Pada pewarnaan HE terlihat bahwa pulau Langerhans lebih pucat bila dibandingkan dengan kelenjar acinar disekelilingnya sehingga pulau Langerhans mudah dibedakan.

Pengamatan pada kelompok A (normal) terlihat tidak ada kelainan spesifik. Pulau Langerhans mudah ditemukan, terlihat adanya keteraturan susunan sel endokrin yang menyebar di pulau Langerhans dengan bentuk sel yang seragam dan ukuran sitoplasma terlihat proporsional terhadap besar inti serta tidak mengalami perubahan struktur morfologi pankreas (Gambar 3 dan Gambar 4).

Pengamatan pada kelompok C (kontrol negatif) yang diinduksi aloksan 150 mg/kg BB dan tanpa diberikan obat terlihat adanya kerusakan pada jaringan pankreas, yaitu berupa vakuolisasi pada bagian acinus, nekrosis acinus, serta sulit untuk menemukan pulau Langerhans dan bila ada ukurannya kecil (Gambar 5 dan Gambar 6). Vakuolisasi ditandai dengan terlihatnya ruang-ruang kosong. Adanya vakuolisasi dapat menyebabkan terjadinya degenerasi pada bagian eksokrin. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Andayani (2003) dan Jap (2010) yang menunjukkan bahwa tikus yang diinduksi aloksan akan mengalami penurunan jumlah pulau Langerhans.

Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara in vitro menunjukkan bahwa aloksan akan menginduksi pengeluaran ion Ca2+ dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitikondria ini dapat mengganggu homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel (Suharmiati 2003).

Gambar 3 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok normal. (1) pulau Langerhans. Perbesaran 200x

Gambar 4 Acinus pankreas tikus kelompok normal. (1) acinus. Perbesaran 200x.

Gambar 5 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok kontrol negatif. (1) pulau Langerhans. Perbesaran 200x.

Gambar 6 Acinus pankreas tikus kelompok kontrol negatif. (1) nekrosis acinus. Perbesaran 200x.

1

1

1

(11)

6

pewarnaan selesai, kaca preparat dikeringkan dan ditetesi dengan zat perekat albumin : gliserin (1:1) dan selanjutnya ditutup dengan kaca objek dan siap untuk diamati di bawah mikroskop cahaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Histopatologi Jaringan

Pankreas

Pengamatan terhadap gambaran histopatologi pankreas digunakan untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai pengaruh pemberian fraksi air buah makasar terhadap pemulihan fungsi pankreas akibat induksi aloksan. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) untuk mengamati morfologi jaringan pankreas secara umum. Pada pewarnaan HE terlihat bahwa pulau Langerhans lebih pucat bila dibandingkan dengan kelenjar acinar disekelilingnya sehingga pulau Langerhans mudah dibedakan.

Pengamatan pada kelompok A (normal) terlihat tidak ada kelainan spesifik. Pulau Langerhans mudah ditemukan, terlihat adanya keteraturan susunan sel endokrin yang menyebar di pulau Langerhans dengan bentuk sel yang seragam dan ukuran sitoplasma terlihat proporsional terhadap besar inti serta tidak mengalami perubahan struktur morfologi pankreas (Gambar 3 dan Gambar 4).

Pengamatan pada kelompok C (kontrol negatif) yang diinduksi aloksan 150 mg/kg BB dan tanpa diberikan obat terlihat adanya kerusakan pada jaringan pankreas, yaitu berupa vakuolisasi pada bagian acinus, nekrosis acinus, serta sulit untuk menemukan pulau Langerhans dan bila ada ukurannya kecil (Gambar 5 dan Gambar 6). Vakuolisasi ditandai dengan terlihatnya ruang-ruang kosong. Adanya vakuolisasi dapat menyebabkan terjadinya degenerasi pada bagian eksokrin. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Andayani (2003) dan Jap (2010) yang menunjukkan bahwa tikus yang diinduksi aloksan akan mengalami penurunan jumlah pulau Langerhans.

Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara in vitro menunjukkan bahwa aloksan akan menginduksi pengeluaran ion Ca2+ dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitikondria ini dapat mengganggu homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel (Suharmiati 2003).

Gambar 3 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok normal. (1) pulau Langerhans. Perbesaran 200x

Gambar 4 Acinus pankreas tikus kelompok normal. (1) acinus. Perbesaran 200x.

Gambar 5 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok kontrol negatif. (1) pulau Langerhans. Perbesaran 200x.

Gambar 6 Acinus pankreas tikus kelompok kontrol negatif. (1) nekrosis acinus. Perbesaran 200x.

1

1

1

(12)

Pengamatan dengan teknik pewarnaan HE pada kelompok B (kontrol positif) menunjukkan bahwa pemberian

Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB selama 12 hari memperlihatkan adanya perbaikan pada sel-sel pankreasnya (Gambar 7 dan Gambar 8). Perbaikan tersebut meliputi pulau Langerhans yang mulai melakukan regenerasi menuju bentuk normal, walaupun masih ditemukan beberapa sel eksokrin yaitu bagian acinar yang mengalami vakuolisasi tetapi jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan kelompok C (kontrol negatif) yang tidak diberi obat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian obat Glibenclamide dapat memperbaiki pankreas akibat induksi aloksan dosis 150mg/kg BB dan mengurangi terjadinya vakuolisasi.

Adanya perbaikan yang ditimbulkan menyebabkan sekresi insulin mulai kembali seperti keadaan normal, karena berdasarkan penelitian Nurmala (2010), pemberian obat

Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB selama 12 hari mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 45.53%.

Gambar 7 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok kontrol positif. (1) pulau Langerhans. Perbesaran 200x.

Gambar 8 Acinus pankreas tikus kelompok kontrol positif. (1) acinus, (2) vakuolisasi pada acinus. Perbesaran 200x.

Selain itu, dengan pemberian glibenklamid yang merupakan obat oral hipoglikemik golongan sulfonilurea akan merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan oleh glukosa karena pada saat glukosa gagal merangsang sekresi insulin (kondisi hiperglikemia), senyawa-senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005).

Pengamatan organ pankreas kelompok D (Gambar 9 dan Gambar 10) yang diberi fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB dan kelompok E (Gambar 11 dan Gambar 12) yang diberi fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg BB menunjukkan bahwa pemberian fraksi air buah makasar selama 12 hari dapat memperbaiki kerusakan pada pankreas tikus yang mengalami diabetes setelah pemberian aloksan dosis 150 mg/kg BB meskipun masih terdapat vakuolisasi pada acinus, namun jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan tikus kelompok C (kontrol negatif) yang tidak diberi obat. Hal ini didukung oleh penelitian Nurmala (2010) yang menunjukkan bahwa fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB dan fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 37.64% dan 37.42%.

Perbaikan tersebut meliputi pulau Langerhans yang mulai melakukan regenerasi menuju bentuk normal walaupun khasiatnya tidak setinggi dengan khasiat dari pemberian

Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB. Jika dibandingkan dengan ekstrak air kulit kayu mahoni, efak perbaikan fraksi air buah makasar lebih baik karena nekrosis lemak dan acinus masih terjadi pada kelenjar pankreas walaupun telah diberikan ekstrak kulit kayu mahoni (Jap 2010).

Gambar 9 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB. (1) pulau Langerhans. Perbesaran 200x.

1

2

1

(13)

8

Gambar 10 Acinus pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB. (1) acinus, (2) vakuolisasi pada acinus. Perbesaran 200x.

Gambar 11 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg BB. (1) pulau Langerhans. Perbesaran 200x.

Gambar 12 Acinus pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg BB. (1) acinus, (2) vakuolisasi pada acinus. Perbesaran 200x

Pengamatan organ pankreas kelompok F ( Gambar 13 dan Gambar 14) yang diberi fraksi air buah makasar dosis 50 mg/kg BB selama 12 hari menunjukkan efek perbaikkan pada jaringan pankreas yaitu meliputi sel endokrin yang mulai melakukan regenerasi menuju bentuk normal meskipun masih terjadi vakuolisasi pada acinus. Efek perbaikan pada

kelompok F lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok B, D, dan E. Hal ini didukung pula oleh penelitian Nurmala (2010) yang menunjukkan bahwa pemberian fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 50 mg/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 60.82% dan lebih baik bila dibandingkan dengan obat pembanding

Glibenclamide yang mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 45.53%. Hasil ini sama dengan potensi rebusan daun sirih merah. Kelompok tikus yang diberi rebusan daun sirih merah lebih sedikit mengalami kerusakan daripada kelompok tikus yang diberi obat pembanding (daonil) (Permata 2010).

Senyawa aktif flavonoid yang terkandung di dalam buah makasar diduga mempunyai peran dalam memulihkan kerusakan pada pankreas. Efek dari flavonoid pada sel pankreas yaitu memacu proliferasi dan sekresi insulin telah dilaporkan oleh Sri et al. (2004) sebagai mekanisme yang mereduksi hiperglikemia pada tikus diabetes yang diinduksi streptozosin.

Gambar 13 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 50 mg/kg BB. (1) pulau Langerhans. Perbesaran 200x.

Gambar 14 Acinus pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 50 mg/kg BB. (1) acinus, (2) vakuolisasi pada acinus. Perbesaran 200x.

1

2

1

2

1

1

1

(14)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil pengamatan histopatologi organ pankreas dengan pewarnaan hematoksilin-eosin menunjukkan bahwa fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB, dosis 25 mg/kg BB, dan dosis 50 mg/kg BB dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi pada pankreas tikus diabetes yang diinduksi aloksan 150 mg/kg BB.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang mekanisme kerja dari senyawa bioaktif yang dikandung oleh ekstrak air buah makasar terhadap histopatologi pankreas. Selain itu perlu dilakukan pewarnaan imunohistokimia untuk dapat mengetahui perbedaan antara sel alfa dan sel beta sehingga dapat dilakukan perhitungan jumlah sel alfa dan sel beta.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani Y. 2003. Mekanisme aktivitas antihiperglikemik ekstrak buncis (Phaseolus vulgaris Linn) pada tikus diabetes dan identifikasi komponen aktif [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anila L, Vijayalakshmi NR. 2003. Antioxidant action of flavonoids from

Mangifera indica and Emblica officinalis

in hypercholesterolemic rats. Food Chem

83:569-574.

Cheta D. 1998. Animal models of type I (insulin-dependent) diabetes mellitus.

Journal of Pediatric Endocrinology & Metabolism 11:11-19.

Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obar Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

Dalimunthe D. 2004. Diabetes Melitus: Peranan Insulin, Reseptor Insulin, dan Penanganannya. Medan : universitas Sumatera Utara.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes RI.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2005. Jumlah penderita diabete indonesia ranking-4 di dunia. [terhubung berkala]. http//www.depkes.go.id/index.php.htm[8 Agustus 2010].

Harlan Laboratories. 2008. Sprague Dawley

rat: neuroscience [terhubung berkala].

http://www.harlan.com [3 Maret 2010].

Jap MC. 2010. Potensi antihiperglikemik ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) pada tikus yang diinduksi aloksan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Kumala S. 2007. Cytotoxic secondary metabolites from fermentation broth of Brucea javanica endophytic fungus 1.2.11. J Microbiol 2:625-631.

Kusumawati D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Uji. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mathur R, Shiel WC. 2003. Diabetes Mellitus.http://www.medicine.com/diabet mellitus/article.htm. [28 Juli 2010]

Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus- ganggren, Ulcer, Infeksi, Mengenal Gejala, Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Novitasari. 2010. Potensi buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai inhibitor enzim α-glukosidase [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Nugroho AE. 2006. Hewan percobaan diabetes mellitus: patologi dan mekanisme aksi diabetogenik.

Biodiversitas 7:378-382.

Nurmala AP. Aktivitas antihiperlikemia fraksi air buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) pada tikus yang diinduksi aloksan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(15)

POTENSI FRAKSI AIR BUAH MAKASAR (

Brucea javanica

(L.) Merr) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI

PANKREAS TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ASEP DJUANDA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil pengamatan histopatologi organ pankreas dengan pewarnaan hematoksilin-eosin menunjukkan bahwa fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB, dosis 25 mg/kg BB, dan dosis 50 mg/kg BB dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi pada pankreas tikus diabetes yang diinduksi aloksan 150 mg/kg BB.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang mekanisme kerja dari senyawa bioaktif yang dikandung oleh ekstrak air buah makasar terhadap histopatologi pankreas. Selain itu perlu dilakukan pewarnaan imunohistokimia untuk dapat mengetahui perbedaan antara sel alfa dan sel beta sehingga dapat dilakukan perhitungan jumlah sel alfa dan sel beta.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani Y. 2003. Mekanisme aktivitas antihiperglikemik ekstrak buncis (Phaseolus vulgaris Linn) pada tikus diabetes dan identifikasi komponen aktif [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anila L, Vijayalakshmi NR. 2003. Antioxidant action of flavonoids from

Mangifera indica and Emblica officinalis

in hypercholesterolemic rats. Food Chem

83:569-574.

Cheta D. 1998. Animal models of type I (insulin-dependent) diabetes mellitus.

Journal of Pediatric Endocrinology & Metabolism 11:11-19.

Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obar Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

Dalimunthe D. 2004. Diabetes Melitus: Peranan Insulin, Reseptor Insulin, dan Penanganannya. Medan : universitas Sumatera Utara.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes RI.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2005. Jumlah penderita diabete indonesia ranking-4 di dunia. [terhubung berkala]. http//www.depkes.go.id/index.php.htm[8 Agustus 2010].

Harlan Laboratories. 2008. Sprague Dawley

rat: neuroscience [terhubung berkala].

http://www.harlan.com [3 Maret 2010].

Jap MC. 2010. Potensi antihiperglikemik ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia macrophylla King) pada tikus yang diinduksi aloksan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Kumala S. 2007. Cytotoxic secondary metabolites from fermentation broth of Brucea javanica endophytic fungus 1.2.11. J Microbiol 2:625-631.

Kusumawati D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Uji. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mathur R, Shiel WC. 2003. Diabetes Mellitus.http://www.medicine.com/diabet mellitus/article.htm. [28 Juli 2010]

Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus- ganggren, Ulcer, Infeksi, Mengenal Gejala, Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Novitasari. 2010. Potensi buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai inhibitor enzim α-glukosidase [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Nugroho AE. 2006. Hewan percobaan diabetes mellitus: patologi dan mekanisme aksi diabetogenik.

Biodiversitas 7:378-382.

Nurmala AP. Aktivitas antihiperlikemia fraksi air buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) pada tikus yang diinduksi aloksan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(17)

10

Purwakusumah ED. 2003. Tumbuhan sebagai sumber biofarmaka. Di dalam Pelatihan Tanaman Obat Tradisional, 3-4 Mei 2003. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian IPB.

Rara. 2010. Buah makasar (Brucea javanica [L.] merr). [terhubung berkala].

http://traditional-medicine-buah-makasar-brucea-javanica-lmerr.html. [10 Februari 2010].

Rees DA, Alcolado JC. 2005. Animal models of diabetes mellitus. Diabetic Medicine

22:359-370.

Scobie IN. 2007. Atlas of Diabetes Mellitus. 3rd edition. London: Informa.

Sri B, Rukkumani R, Viswanathan P, Menon PV. 2004. Ferulic acid alleviates lipid peroxidation in diabetic rats. Phytother Ren 18:310-314.

Suharmiati. 2003. Pengujian bioaktivitas anti diabetes mellitus tumbuhan obat. Cermin Dunia Kedokteran 140:8-13.

Sunarsih ES, Djatmika, Utomo RS. 2007. Pengaruh pemberian infusa umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih jantan diabetes yang diindukasi aloksan. Majalah Farmasi Indonesia

18:29-33.

Szkudelski T. 2001. The mechanism of aloksan and streptozotocin action in β cells of the rat pancreas. J Physiol. Res.

50:536-546.

Tanko et al. 2007. Toxicological and hypoglycemic studies on the leaves of

Cisscampelos mucronata

(Menispermaceae) on blood glucose level of streptozocin-induced diabetic wiatar rats. Journal of Medicinal Plants research 1:113-116.

Walde SS, Dohle C, Schott-Ohly P, Gleichmann H. 2002. Molecular target structures in alloxan-induced diabetes in mice, Life Sciences 71:1681-1694.

Wijayakusuma H. 2004. Atasi Diabetes Melitus dengan Tanaman Obat. Jakarta: Puspa Sehat.

Winarto. 2007. Pengaruh minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam.) terhadap gambaran sel β pankreas dan efek hipoglikemik glibenklamid pada tikus putih pada tikus putih (Rattus

(18)

PANKREAS TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ASEP DJUANDA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(19)

ABSTRAK

ASEP DJUANDA. Potensi Fraksi Air Buah Makasar (

Brucea javanica

(L.) Merr)

Terhadap Gambaran Histopatologi Pankreas Tikus Yang Diinduksi Aloksan.

Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM dan WARAS NURCHOLIS.

Buah

makasar

(

Brucea javanica

(L.) Merr) merupakan salah satu tanaman

obat yang kaya akan manfaat. Secara empiris buah makasar dapat menurunkan

kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui potensi fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap

histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Pada penelitian ini tikus

(20)

(L.) Merr) to Histopathological Rat Pancreas which Induced Alloxan. Under the

direction of ANNA P. ROSWIEM and WARAS NURCHOLIS.

Brucea fruit (

Brucea javanica

(L.) Merr) is one of Indonesian medicine plants

which rich in advantages. Empirically, brucea fruit can decrease blood glucose

concentration for patient of diabetes mellitus. This research was aimed to

determine the effect of aqueous fraction from ethanolic extract of brucea fruit on

histopathological in rat pancreas which induced alloxsan. On this research

(21)

POTENSI FRAKSI AIR BUAH MAKASAR (

Brucea javanica

(L.) Merr) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI

PANKREAS TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ASEP DJUANDA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(22)

Nama

: Asep Djuanda

NIM

:

G84061232

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Anna P. Roswiem, MS

Waras Nurcholis, S.Si, M.Si

Ketua

Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc

Ketua Departemen Biokimia

(23)

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha

Esa karena atas segala karuniaNya, shalawat dan salam semoga selalu tercurah

kepada Nabi Muhamad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai

akhir zaman. Penelitian yang dipilih berjudul Efek Fraksi Air Buah Makasar

(

Brucea javanica

(L.) Merr) Terhadap Histopatologi Pankreas Tikus (

Sprague

Dawley

) Yang Diinduksi Aloksan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil

penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Departemen Biokimia,

Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian pada bulan Mei sampai dengan September 2010.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Anna P. Roswiem, MS

selaku pembimbing utama dan Waras Nurcholis, M.Si selaku pembimbing kedua

yang telah memberikan saran, kritik, dan dukungannya. Ucapan terima kasih juga

penulis sampaikan untuk ibu, ayah, dan adik yang telah memberikan kasih sayang,

semangat, dan dukungan. Penulis juga tidak lupa ucapkan terima kasih kepada

Dwi Novianthy, bapak Yulfian, Nurmala, serta teman-teman Biokimia 43 lainnya

atas motivasi dan bantuannya selama ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat

bagi ilmu pengetahuan. Amin.

Bogor, April 2011

(24)

pertama dari dua bersaudara dari pasangan ayah Ridwan Nullah dan ibu Djuanah.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA 6 Bogor dan pada tahun yang sama lulus

seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada program

mayor-minor dan memilih mayor biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (FMIPA).

(25)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus ... 1

Pengobatan Diabetes Melitus ... 2

Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr) ... 2

Pankreas ... 3

Aloksan ... 3

Hewan Percobaan ... 4

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ... 5

Metode Penelitian ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Histopatologi Jaringan Pankreas ... 6

SIMPULAN DAN SARAN

(26)

Halaman

1 Buah makasar ... 2

2 Struktur kimia aloksan ... 4

3 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok normal ... 5

4 Acinus pankreas tikus kelompok normal ... 5

5 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok kontrol negatif ... 6

6 Acinus pankreas tikus kelompok kontrol negatif ... 6

7 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok kontrol positif ... 7

8 Acinus pankreas tikus kelompok kontrol positif ... 7

9 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak

Etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB ... 7

10 Acinus pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah

Makasar dosis 0.25 mg/kg BB ... 8

11 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak

Etanol buah makasar dosis 25 mg/kg BB ... 8

12 Acinus pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah

Makasar dosis 25 mg/kg BB ... 8

13 Pulau Langerhans pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak

Etanol buah makasar dosis 50 mg/kg BB ... 8

14 Acinus pankreas tikus kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Alur penelitian ... 12

2 Proses analisis histopatologi pankreas ... 13

3 Komposisi pakan standar tikus ... 14

4 Kadar glukosa darah tikus ... 15

5 Hasil histopatologi pankreas ... 16

(28)

terus meningkat. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003 tercatat hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita dapat mencapai 330 juta jiwa. Sementara itu, di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2003 tercatat lebih dari 13 juta orang menderita diabetes, dari jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 (Depkes 2005).

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit atau gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat menurunnya fungsi insulin. Menurunnya fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau kurangnya produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005). Selain itu, stres oksidatif juga terlibat dalam diabetes melitus yang terjadi secara alami dan induksi bahan kimia. Pada diabetes melitus terjadi peningkatan produksi radikal bebas sehingga sistem pertahanan antioksidan terganggu. Akhirnya stres oksidatif menyebabkan kerusakan oksidatif seluler, termasuk pada sel β pankreas (Winarto 2007).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi diabetes, seperti pengaturan pola makan dan olah raga teratur, penggunaan obat antidiabetes oral misalnya golongan sulfonil urea dan biguanida, serta suntikan insulin. Saat ini insulin dan obat-obat yang beredar di pasaran, selain memiliki harga yang relatif mahal juga memiliki efek samping yang merugikan. Oleh karena itu, masyarakat selalu berupaya untuk mencari alternatif pengobatan lain misalnya pengobatan dengan bahan alam, selain mudah didapat, harga relatif murah, juga efek samping yang lebih kecil, dibandingkan dengan obat sintetik (Sunarsih et al. 2007).

Pengobatan dengan menggunakan bahan alam (pengobatan tradisional) telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dengan berkembangnya prinsip back to nature, manusia cenderung memilih bahan alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai obat. Di antara 250.000 spesies tumbuhan obat di seluruh dunia diperkirakan banyak yang

memiliki potensi sebagai antidiabetes diantaranya sambiloto, belimbing wuluh, tapak dara, brotowali, dan mengkudu. Tanaman buah makasar sendiri sudah sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat berbagai penyakit, salah satunya sebagai obat diabetes. Sari (2010) menyatakan bahwa fraksi air 1% dari ekstrak etanol buah makasar secara in vitro memiliki kemampuan dalam menghambat enzim α-glukosidase sebesar 14.32%. Khasiat buah makasar sebagai antidiabetes secara in vivo perlu dilakukan untuk menguji aktivitasnya di dalam tubuh hewan coba.

Penelitian bertujuan mengetahui potensi fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap gambaran histopatologi pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dapat memperbaiki pankreas tikus yang diinduksi aloksan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapannya dapat memberikan alternatif pengobatan dan pencegahan penyakit diabetes.

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan yang ditandai oleh tingginya kadar gula dalam darah. Gejala umum yang ditimbulkan oleh penderita diabetes melitus diantaranya sering haus, sering buang air kecil, kesemutan, penglihatan mulai terganggu, banyak makan akan tetapi berat badan menurun, cepat merasa lelah dan sering mengantuk (Purwakusumah 2003).

American Diabetes Association (ADA) menetapkan konsentrasi glukosa darah normal saat puasa kurang dari 100 mg/dL. Glukosa plasma terganggu jika konsentrasi glukosa saat puasa antara 100-125 mg/dL, sedangkan toleransi glukosa terganggu jika konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan glukosa 75g, antara 140-199 mg/dL. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika konsentrasi glukosa darah saat puasa lebih dari 126 mg/dL atau bila konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan 75 g lebih dari 200 mg/dL.

(29)

2

yaitu tipe 1 diabetes melitus tergantung insulin atau Diabetes Mellitus Dependen-Insulin (IDDM) dan tipe 2 diabetes tidak tergantung insulin atau Diabetes Mellitus Non-Dependen Insulin (NIDDM). Tipe 1 diabetes melitus disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas, sehingga sel beta pankreas tidak mampu membuat dan mengeluarkan insulin dalam kuantitas atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak terdapat sekresi insulin sama sekali. Dalam hal ini reseptor untuk insulin pada IDDM jumlah dan kualitasnya dalam keadaan normal.

Tipe 2 diabetes melitus diduga terjadi akibat sekresi insulin yang insufisien dan resistensi jaringan terhadap insulin. Pada penderita tipe 2 DM dapat dijumpai kadar insulin yang lebih tinggi akan tetapi karena ada gangguan pada reseptor insulin, maka transport glukosa ke dalam sel terganggu akibatnya kadar glukosa darah akan terus meningkat. Pada keadaan ini penderita tipe 2 diabetes sama dengan diabetes melitus tipe 1, perbedaanya adalah diabetes melitus tipe 2 disamping kadar gulanya meninggi, kadar insulinnya normal. Keadaan ini yang disebut resistensi terhadap insulin (Dalimunthe 2004).

Menurut Wijayakusuma (2004), selain DM tipe I dan II terdapat satu tipe diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan. Penyakit tersebut umumnya dialami oleh wanita hamil dan akan kembali normal setelah melahirkan. Seorang wanita hamil membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan metabolisme karbohidrat. Jika tidak menghasilkan lebih banyak insulin, wanita hamil dapat menderita penyakit diabetes melitus yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme glukosa dan metabolisme lainnya di dalam tubuh.

Pengobatan Diabetes Melitus

Pengobatan diabetes melitus umumnya dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat antidiabetik oral, dan terapi insulin. Akan tetapi pemberian obat-obat antidiabetik oral dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Efek tersebut dapat berupa gangguan mekanisme dalam tubuh hingga kematian (Tuyet & Chuyen 2007). Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, murah, dan aman. Pada umumnya pemberian obat antidiabetik oral hanya dilakukan untuk penderita DM tipe II, obat tersebut terbagi menjadi dua jenis diantaranya obat sintetik dan obat tradisional (Mathur & Shiel 2003).

Obat sintetik yang memiliki aktivitas antidiabetik dibagi menjadi 4 kelas menurut mekanisme kerjanya. Pertama, golongan sulfonilurea yang memiliki mekanisme kerja utama pada peningkatan insulin. Obat dari golongan ini yang banyak digunakan dalam pengobatan diabetes adalah glibenclamide.

Glibenclamide merupakan salah satu contoh obat hipoglikemia oral yang merupakan turunan sulfonilurea. Obat ini dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja. Glibenclamide efektif dengan pemberian dosis tunggal. Bila pemberian obat dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam. Obat ini diperkirakan memiliki efek samping terhadap agregasi trombosit dan dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2005).

Golongan kedua adalah biguanida yang dapat mengurangi produksi glukosa hati sehingga dapat meningkatkan sensitivitas periferal dan mengurangi penyerapan glukosa intestinal, contoh obat golongan ini adalah

glucophage, diabex, glucotika, dan lain-lain. Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase salah satunya adalah Acarbose. Obat ini dapat menghambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di dalam usus. Keempat, merupakan insulin eksogen yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin secara tidak langsung dan menekan produksi glukosa hati. Obat lainnya yang sering digunakan dalam terapi diabetes adalah

pioglitazone, yang termasuk ke dalam golongan thiazolidinedione. Poiglitazone

bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan target, seperti menurunkan glukoneogenesis di hati (Tuyet & Chuyen 2007)

Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr)

Tanaman buah makasar (Brucea javanica

(30)

juga banyak ditemukan di Srilanka, India, Cina, Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Australia utara (Wijayakusuma 2004).

Buah makasar tumbuh liar di hutan dan terkadang ditanam sebagai tanaman pagar. Ciri-ciri tanaman ini tumbuh pada ketinggian 1-500 m diatas permukaan laut (dpl), perdu tegak, menahun, tinggi 1-2.5 m, berambut halus warna kuning, daun majemuk menyirip ganjil dengan jumlah daun 5-13, bertangkai, dan letaknya berhadapan. Bunga majemuk berkumpul dalam rangkaian berupa malai padat yang keluar dari ketiak daun dengan warna kehijauan (Gambar 1). Buahnya sendiri merupakan buah batu berbentuk bulat telur dengan panjang sekitar 8 mm, jika sudah masak berwarna hitam. Untuk biji, bentuknya bulat dan berwarna putih (Dalimartha 1999).

Berdasarkan Dalimartha (1999), sifat buah ini rasanya pahit. Bagian buahnya dapat menghilangkan panas dan racun, menghentikan pendarahan (hemostasis), membunuh parasit (Subeki et al. 2007), antidisentri, keputihan, dan antimalaria. Bagian akar digunakan untuk mengobati malaria, demam, dan keracunan makanan, sedangkan daun digunakan untuk mengatasi sakit pinggang. Buah makasar juga memiliki kegunaan sebagai insektisida nabati untuk hama serangga.

[image:30.595.121.288.562.681.2]

Buah makasar mengandung berbagai senyawa kimia diantaranya alkaloid, glukosida, bruceosida A dan B, phenol (brucenol dan asam bruceolat), brusatol, bruceine A, dan quassin. Senyawa brucein yang ditemukan dalam ekstrak buah makasar bersifat antimalaria dan antikanker. Senyawa kimia lainnya yang terkandung dalam buah makasar dilaporkan juga mempunyai aktivitas melawan leukemia limfotik dan kanker paru-paru (Wijayakusuma 2004).

Gambar 1 Buah makasar (Rara 2009).

Pankreas

Pankreas merupakan kelenjar yang terdiri atas kelenjar endokrin dan eksokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sejumlah enzim

pencernaan antara lain amilase, lipase, dan tripsin. Kelenjar endokrin (pulau Langerhans) merupakan kumpulan sel ovoid yang tersebar diseluruh pankreas. Di dalam pulau Langerhans terdapat beberapa jenis sel berdasarkan sifat pewarnaan dan morfologinya terdapat kurang lebih 4 jenis sel yaitu sel α, β, δ, dan f (Scobie 2007).

Sel α mensekresikan glukagon yang dapat menaikkan konsentrasi glukosa dan asam lemak bebas dalam darah. Sel α akan memicu glikogenolisis, lipolisis, dan glukoneogenesis dalam hati. Sebaliknya sel β mensekresikan hormon insulin yang dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah dan memacu sintesis glikogen, lemak, dan protein dalam banyak sel. Sel β jumlahnya terbanyak di dalam pulau Langerhans yaitu hampir sekitar 60-75%. Sel δ mensekresikan somatostatin yang menghambat sekresi insulin dan glukagon, sedangkan sel f fungsinya belum diketahui. Sel ini mungkin adalah sel cadangan atau sel yang sedang istirahat (Scobie 2007).

Pulau Langerhans dilalui oleh kapiler-kapiler darah. Pada pewarnaan HE, akan terlihat pulau Langerhans lebih pucat dibandingkan dengan sel-sel kelenjar acinar disekelilingnya sehingga pulau Langerhans mudah dibedakan. Penderita DM akan mengalami perubahan morfologi pada pulau Langerhans, baik dalam jumlah maupun ukurannya. Jumlah dan ukuran pulau Langerhans berkaitan dengan jumlah sel β penghasil insulin pada jaringan pankreas. Semakin besar jumlah dan ukuran pulau Langerhans, diindikasikan semakin besar pula jumlah sel β karena 60-75% pengisi pulau Langerhans adalah sel β (Scobie 2007).

Aloksan

(31)

4

adalah 2-3 kalinya (Szkudelski 2001 dan Rees 2005). Dosis pemberian aloksan bervariasi tergantung pada spesies, nutrisi, dan jalur pemberiannya (Szkudelski 2001). Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, hewan coba, dan status nutrisinya (Andayani 2003).

Aloksan dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β pankreas. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel β Langerhans. Salah satu target dari oksigen reaktif adalah DNA pulau Langerhans pankreas. Kerusakan DNA tersebut memicu poly ADP-ribosylation, proses yang terlibat pada DNA repair (Szkuldelski 2001, Walde et al. 2002).

Faktor lain selain pembentukan oksigen reaktif adalah gangguan pada homeostasis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas sitosolik pada sel β Langerhans pankreas. Efek tersebut diikuti oleh beberapa kejadian, yaitu influks kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium dari simpanannya secara berlabihan, dan eliminasinya yang terbatas dari sitoplasma. Influks kalsium akibat aloksan tersebut mengakibatkan depolarisasi sel β Langerhans, membuka kanal kalsium, dan menambah masuknya ion kalsium ke dalam sel. Pada kondisi tersebut, konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu yang singkat. Selain kedua faktor diatas, aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi (Szkuldelski 2001, Walde et al. 2002).

Gambar 2 Struktur kimia aloksan (Nugroho 2006).

Hewan Percobaan

Hewan coba memiliki peranan penting dalam penelitian, banyak bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan hewan coba dapat menggambarkan dengan baik berbagai keadaan pada manusia, baik dari aspek fisiologi maupun morfologi. Hewan coba juga merupakan sarana yang baik untuk memanipulasi beberapa keadaan yang tidak memungkinkan dilakukan pada manusia (Andayani 2003).

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian DM adalah hewan laboratorium yang memiliki respon alami ataupun respon buatan serta memiliki sifat atau karakteristik yang mirip (sebagian atau keseluruhan) dengan DM yang terjadi pada manusia. Faktor yang mempengaruhi pemilihan hewan model, diantaranya harga, mudah diperoleh, dan perawatannya mudah. Hewan yang paling sering digunakan dalam penelitian diabetes adalah tikus dan kelinci. Tikus banyak digunakan karena sifat-sifatnya telah diketahui dengan baik, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat, serta peka terhadap pengaruh perlakuan dalam komponen dietnya. Suharmiati (2003) menggunakan tikus umur 3-4 bulan sebagai hewan coba yang akan diinduksi diabetes.

Terdapat lima macamtikus putih (Albino Normal rat, Rattus norvegicus) yang biasa digunakan dalam penelitian yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague Dawley,

dan Wistar. Sunarsih (2007) menggunakan tikus wistar jantan untuk melihat pengaruh pemberian infusa umbi gadung terhadap penurunan kadar glukosa darah. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Sprague Dawley jantan, berumur 2 bulan dengan bobot badan berkisar antara 120-150 gram, dan sehat sebagai hewan coba.

Tikus Sprague Dawley betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberi respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Tikus

(32)

Percobaan mengenai diabetes melitus dengan menggunakan hewan percobaan didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada manusia, namun kondisi patologis hewan percobaan tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi patologis secara nyata pada manusia. Hal ini disebabkan kondisi fisiologi, perbedaan patologis dari beberapa tipe diabetes melitus, ragamnya penyakit diabetes melitus, serta adanya komplikasi yang menyertai dari penyakit tersebut. Menurut Cheta (1998), berdasarkan cara pembuatannya, hewan percobaan diabetes melitus dibedakan menjadi dua yaitu: (1) terinduksi (induced), misalnya melalui pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik) dan virus; (2) spontan (spontaneous), misalnya menggunakan tikus BB (bio breeding) atau mencit NOD (non-obese diabetic). Spontaneous animal models

mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan kondisi diabetes mellitus pada manusia meliputi gejala-gejala penyakit, imunologi, genetik maupun karakteristik klinik lainnya.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague Dawley jantan berumur 2 bulan dengan bobot 150-200 g, pakan standar, aloksan tetrahidrat, akuades, NaCl 0.9%, Glibenclamide, dan fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar (Nurmala 2010). Selain itu, bahan yang digunakan untuk analisis histopatologi diperlukan dietil eter, Buffer Normal Formalin (BNF) 10%, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan absolut, xilol, parafin, pewarna hematoksilin eosin (HE), litium karbonat, albumin, dan gliserin.

Alat yang digunakan pada analisis histopatologi adalah alat bedah (pinset, gunting, skapel), pot, kaset tissue, tissue processor, mikroskop cahaya, kaca objek, kaca penutup, tissue-tec, cetakan, serta rotary microtom.

Metode

Pembuatan Preparat Histopatologi Pankreas

Histopatologi (modifikasi Andrew Kent 1985) yang dilakukan meliputi proses nekropsi, pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, pencetakan,

pemotongan, pewarnaan, dan pengamatan dengan mikroskop cahaya. Sebelumnya tikus telah dikelompokkan menjadi 6 kelompok dengan 4 ekor tikus dalam setiap kelompoknya. Kelompok A (normal) diinjeksi dengan NaCl 0.9%, kelompok B diinduksi dengan aloksan dan dicekok obat antidiabetes

Glibenclamide dosis 0.25 mg/kg BB, kelompok C diinduksi aloksan dan dicekok akuades, kelompok D diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB, kelompok E diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 25 mg/kg BB, dan kelompok F diinduksi aloksan dan dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 50 mg/kg BB

Sebelum dilakukan pembedahan, terlebih dahulu tikus putih didislokasi. Setelah mati, tikus dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang toraks sampai pubis. Pankreas diambil, lalu dicuci dengan menggunakan larutan fisiologis NaCl 0.9% selama 30 menit. Selanjutnya difiksasi dengan larutan BNF 10%. Jaringan yang telah difiksasi kemudian didehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingka

Gambar

Gambar 1  Buah makasar (Rara 2009).
Gambar 3 Pulau Langerhans pankreas tikus
Gambar 4 Acinus pankreas tikus kelompok
Gambar 7 Pulau Langerhans pankreas tikus
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pembuatan Website Outdoor Adventure Dengan Menggunakan Macromedia Dreamweaver MX, PHP dan MySQL merupakan sebuah aplikasi WWW yang berisi informasi mengenai kegiatan outdoor

Pada penelitian ini, secara keseluruhan ikan kakap betina di perairan Selatan Banten lebih melimpah dibandingkan jantan dengan nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1:1.53.. Hal

Dikarenakan penerimaan pesan dan penyerapannnya tergantung pada kunci persuasi, maka sumber informasi yang berkualitas dapat membantu memberikan dukungan agar materi dapat

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taudik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Kebijakan penanggulangan kejahatan yang bersifat integral secara umum akan melibatkan berbagai aspek dan tidak semata-mata hanya menggunakan cara hukum melalui

Adalah temperatur awal pada proses pembakaran terjadi, apabila yang diisap udara bertemperatur terlalu panas akan terjadi detonasi karena campuran bahan bakar dengan udara akan

Ada hubungan antara luas lahan dengan pendapatan usahatani sayuran, yakni semakin luas lahan yang diusahakan oleh petani untuk ditanami sayuran, maka semakin