• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Pupuk Majemuk Untuk Multiplikasi Nilam (Pogostemon cablin Benth) Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Pupuk Majemuk Untuk Multiplikasi Nilam (Pogostemon cablin Benth) Secara In Vitro"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

nilam ( ) dibutuhkan dalam industri kimia, parfum, kosmetik, dan kesehatan. Pengadaan benih nilam secara konvensional dengan setek memiliki beberapa kendala, oleh karena itu teknik kultur jaringan menjadi solusinya. Namun media kultur yang mahal menyebabkan harga benih meningkat, sehingga dicari sebuah alternatif dengan mengganti media MS (Murashige0 Skoog) dengan media pupuk majemuk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi pupuk majemuk yang paling baik sebagai media dasar alternatif pengganti media MS dengan penambahan air kelapa 10% atau BAP konsentrasi 0,5 mg/l untuk multiplikasi nilam secara

Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) tanaman nilam pada media diamati 3 Bulan Setelah Kultur (BSK). Konsentrasi pupuk majemuk 2 g/l merupakan konsentrasi terbaik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya, walaupun nilai tersebut masih jauh di bawah pertumbuhan pada media MS.

Kata kunci: Nilam ( Benth), multiplikasi, pupuk majemuk, air kelapa 10%, BAP 0,5 mg/l

MUHAMMAD HAEKAL MIRRAJI. The Use of Compound Fertilizer For Patchouli (

Benth) Multiplication . Supervised by DIAH RATNADEWI and ENDANG HADIPOENTYANTI.

Patchouli ( Benth) is an aromatic plant that produces essential oil. Patchouli oil is needed in chemical, perfume, cosmetics, and health industries. Patchouli seeds by conventional cutting procurement had several problems, therefore techniques of tissue culture was taken as a solution. Expensive culture medium has led to increased seed prices. In order to look for an alternative to replace the MS (Murashige0Skoog) basic medium, we tried to use compound fertilizer medium. The objective of this research was to determine the best concentration of compound fertilizer with the addition of 10% coconut water or BAP of 0.5 mg / l for the multiplication of patchouli . Data of growth parameters (number of leaves, number of shoots, shoot height) of patchouli in the medium was observed after 3 Months After Culture (MAC). The compound fertilizer medium at 2 g / l was the best concentration compared to the other concentrations, although the value was still far below the growth on MS medium.

(2)

Nilam ( Benth) merupakan tanaman aromatik penghasil minyak atsiri (Hutabarat 2003). Minyak nilam dalam dunia perdagangan disebut

yang dibutuhkan dalam industri kimia, parfum, kosmetik, dan kesehatan (aromaterapi). Selain itu, minyak nilam memiliki daya pestisida sehingga dapat digunakan sebagai pengusir serangga (Nuryani 2003). Fungsi utama minyak nilam yaitu sebagai fiksatif (pengikat) minyak atsiri lain yang sampai sekarang belum ada substitusinya (Hadipoentyanti 2009). Indonesia adalah pengekspor minyak nilam terbesar di dunia. Hampir 90% pemenuhan kebutuhan minyak nilam dunia disediakan oleh Indonesia (Wahab & Rachmat 1993). sebesar US$ 4.950 (Ditjenbun 2007).

Nilam ( Benth)

diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub kelas dicotyledone, ordo Lamiales, famili Labiatae dan genus (Heyne 1987). Tanaman ini merupakan tanaman semak tahunan dengan tinggi 102 m, berakar serabut, batang berkayu dan berbentuk persegi dengan permukaan yang kasar, daun tunggal berbentuk bulat telur dengan pertulangan menyirip, ujung daun meruncing dengan pangkal tumpul serta tepi bergerigi, dan permukaan daun berbulu, lebar daun ± 4 cm (Syamsuhidayat & Hutapea 1991), kadar minyak dihasilkan sekitar 203% dan kadar

sekitar 30% (Nuryani 2007). Menurut Nuryani (2005), terdapat 3 varietas unggul yang mempunyai produksi terna, kadar, dan mutu minyak yang tinggi yaitu Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan.

Benih adalah salah satu faktor produksi yang sangat menentukan dalam keberhasilan usahatani nilam. Salah satu kendala yang dihadapi adalah penyediaan benih yang tepat waktu dan tepat jumlah. Selama ini pengadaan benih nilam dilakukan secara konvensional dalam bentuk setek atau benih di , sehingga dalam satuan waktu ketersediaannya sangat terbatas.

yang dilakukan untuk memecahkan kendala tersebut adalah dengan melakukan perbanyakan benih dengan teknik kultur jaringan, yaitu perbanyakan pada media yang kaya nutrisi dalam kondisi aseptik. Perbanyakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui organogenesis dan embriogenesis. Organogenesis adalah suatu proses untuk membentuk dan menumbuhkan tunas dari jaringan meristematik. Regenerasi eksplan menjadi organ dan plantlet dapat diperoleh melalui jalur organogenesis langsung dan organogenesis tidak langsung. Organogenesis langsung yaitu eksplan menjadi sel merismatik kemudian berdiferensiasi menjadi organ (tunas), sedangkan organogenesis tidak langsung terjadi dengan pembentukan kalus terlebih dahulu (Hadipoentyanti 2008). Keuntungan perbanyakan kultur jaringan melalui organogenesis atau induksi langsung ini adalah 1) waktu perbanyakan lebih cepat, 2) jumlah benih yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya, 3) jumlah eksplan yang digunakan kecil (tunas terminal/aksilar), 4) mendapatkan tanaman yang bebas patogen dan virus , hama, dan penyakit, 5) tidak memerlukan lahan yang luas, dan 6) genotip sama dengan induk (6) pengaturan faktor0faktor lingkungan lebih dapat dikontrol (kultur ) serta dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa terpengaruh iklim (Santoso & Nursandi 2003; Hadipoentyanti 2008).

Namun, masalah yang timbul akibat penggunaan teknik ini adalah dibutuhkannya modal besar untuk pengadaan alat0alat laboratorium seperti ! dan

(Santoso & Nursandi 2003). Selain itu, biaya produksi benih yang cukup tinggi terutama karena mahalnya media kultur yang dipakai, pada akhirnya mempengaruhi harga jual benih. Penggunaan media tanam berupa pupuk majemuk komersial yang harganya lebih terjangkau, menjadi salah satu solusi yang akan dicoba, sehingga diharapkan harga jual benih nilam hasil kultur jaringan akan lebih murah (Hadipoentyanti 2009).

Penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) berbeda tergantung jenis tanaman yang akan dikulturkan. Menurut Hadipoentyanti

(3)

sitokinin juga berpengaruh terhadap diferensiasi sel dalam proses embriogenesis somatik seperti BAP (60$ % ) atau BA ($ % ). Berdasarkan percobaan yang dilakukan Hadipoentyanti

(2008), media MS dengan penambahan BAP konsentrasi 0,5 mg/l merupakan media terbaik untuk induksi tunas. BAP merupakan zat pengatur tumbuh sitokinin yang berpengaruh pada proses proliferasi tunas, pemecah dormansi, dapat meningkatkan pembelahan sel, tetapi menghambat pembentukan akar. Namun terdapat pula ZPT alami, contohnya adalah yang terkandung dalam air kelapa, tauge, tomat, dan cuka kayu. Berdasarkan percobaan Hadipoentyanti pada tahun 2009, yang meneliti kandungan IAA, GA3, dan Zeatin pada masing0masing bahan tersebut, air kelapa mengandung ZPT paling banyak, yaitu secara berturut0turut sebesar 0,0075%, 0,0096%, dan 0,0067%. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan ZPT dari air kelapa konsentrasi 10% di dalam media MS merupakan media terbaik untuk induksi tunas tanaman nilam.

()("

Penelitian bertujuan menentukan konsentrasi pupuk majemuk yang paling baik sebagai media dasar alternatif pengganti media MS (Murashige0Skoog) dengan penambahan air kelapa 10% atau BAP konsentrasi 0,5 mg/l untuk multiplikasi nilam secara

"& ( *" $+"

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai dengan Januari 2011, di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Jalan Tentara Pelajar no.3 Bogor.

#" *" " "

Alat yang digunakan merupakan alat0 alat yang umum digunakan dalam laboratorium kultur jaringan, yaitu LAFC ( ! ), autoklaf, oven, , timbangan, labu erlenmeyer, tabung ukur, botol kultur, gelas ukur, pH0 meter, pipet tetes, pipet ukur, cawan petri, pinset, pisau bedah, gunting, dan bunsen.

Bahan yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari , media Murashige0Skoog (MS), pupuk majemuk dengan perbandingan N:P:K adalah

20:20:20, zat pengatur tumbuh BAP (60$ % ) 0,5 mg/l, air kelapa 10%, agar0 agar bubuk, alkohol 70%, alkohol 95%,

(NaClO 5,25%) konsentrasi 20% dan 15%, HgCl2 0,2%, betadine , larutan detergen, Agrept, Dithane, aquades steril.

&' (

Eksplan yang digunakan adalah setek pucuk apikal nilam berukuran ± 4 cm; varietas Sidikalang dan varietas Lhokseumawe dari Laboratorium Kultur Jaringan, BALITTRO.

)'

Media yang digunakan adalah media MS dan pupuk majemuk Hyponex (20:20:20) konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l, dengan penambahan ZPT berupa BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%.

,*

Percobaan dilakukan untuk menguji pengaruh pupuk majemuk yang dikombinasikan dengan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l dibanding dengan media MS. &' *

Rancangan acak yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan media, yaitu :

a. Media MS + air kelapa 10% (MS0AK

Masing0masing perlakuan menggunakan 10 sampel eksplan tunas. Percobaan diulang 2 kali untuk kedua varietas tersebut.

)'

(4)

sitokinin juga berpengaruh terhadap diferensiasi sel dalam proses embriogenesis somatik seperti BAP (60$ % ) atau BA ($ % ). Berdasarkan percobaan yang dilakukan Hadipoentyanti

(2008), media MS dengan penambahan BAP konsentrasi 0,5 mg/l merupakan media terbaik untuk induksi tunas. BAP merupakan zat pengatur tumbuh sitokinin yang berpengaruh pada proses proliferasi tunas, pemecah dormansi, dapat meningkatkan pembelahan sel, tetapi menghambat pembentukan akar. Namun terdapat pula ZPT alami, contohnya adalah yang terkandung dalam air kelapa, tauge, tomat, dan cuka kayu. Berdasarkan percobaan Hadipoentyanti pada tahun 2009, yang meneliti kandungan IAA, GA3, dan Zeatin pada masing0masing bahan tersebut, air kelapa mengandung ZPT paling banyak, yaitu secara berturut0turut sebesar 0,0075%, 0,0096%, dan 0,0067%. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan ZPT dari air kelapa konsentrasi 10% di dalam media MS merupakan media terbaik untuk induksi tunas tanaman nilam.

()("

Penelitian bertujuan menentukan konsentrasi pupuk majemuk yang paling baik sebagai media dasar alternatif pengganti media MS (Murashige0Skoog) dengan penambahan air kelapa 10% atau BAP konsentrasi 0,5 mg/l untuk multiplikasi nilam secara

"& ( *" $+"

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai dengan Januari 2011, di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Jalan Tentara Pelajar no.3 Bogor.

#" *" " "

Alat yang digunakan merupakan alat0 alat yang umum digunakan dalam laboratorium kultur jaringan, yaitu LAFC ( ! ), autoklaf, oven, , timbangan, labu erlenmeyer, tabung ukur, botol kultur, gelas ukur, pH0 meter, pipet tetes, pipet ukur, cawan petri, pinset, pisau bedah, gunting, dan bunsen.

Bahan yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari , media Murashige0Skoog (MS), pupuk majemuk dengan perbandingan N:P:K adalah

20:20:20, zat pengatur tumbuh BAP (60$ % ) 0,5 mg/l, air kelapa 10%, agar0 agar bubuk, alkohol 70%, alkohol 95%,

(NaClO 5,25%) konsentrasi 20% dan 15%, HgCl2 0,2%, betadine , larutan detergen, Agrept, Dithane, aquades steril.

&' (

Eksplan yang digunakan adalah setek pucuk apikal nilam berukuran ± 4 cm; varietas Sidikalang dan varietas Lhokseumawe dari Laboratorium Kultur Jaringan, BALITTRO.

)'

Media yang digunakan adalah media MS dan pupuk majemuk Hyponex (20:20:20) konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l, dengan penambahan ZPT berupa BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%.

,*

Percobaan dilakukan untuk menguji pengaruh pupuk majemuk yang dikombinasikan dengan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l dibanding dengan media MS. &' *

Rancangan acak yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan media, yaitu :

a. Media MS + air kelapa 10% (MS0AK

Masing0masing perlakuan menggunakan 10 sampel eksplan tunas. Percobaan diulang 2 kali untuk kedua varietas tersebut.

)'

(5)

pada suhu 121°C. Selanjutnya adalah pembuatan media MS menggunakan labu Erlenmeyer 1000 ml. Larutan hara makro, hara mikro, vitamin, dan sukrosa sebanyak 30 g/l dicampur hingga rata, kemudian ditambahkan BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%. Campuran larutan tersebut kemudian diencerkan menggunakan aquades steril hingga 500 ml. Setelah itu, pH larutan diukur hingga kisaran 5,705,8. Setelah pH diukur, larutan diencerkan kembali menggunakan aquades steril hingga 1000 ml. Tahap selanjutnya adalah pemberian agar0agar bubuk sebanyak 8 g/l sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam oven selama ± 30 menit hingga mendidih. Pembuatan media pupuk majemuk pun demikian. Pupuk majemuk dengan konsentrasi masing0masing 0,5; 1; 1,5; 2 g/l ditambah dengan sukrosa 30 g/l dan kemudian dicampur dengan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l. Setelah itu, larutan diencerkan hingga 500 mL sebelum diukur pH sampai berkisar 5,705,8. Tahap selanjutnya adalah penuangan media ke dalam botol kultur masing0masing sebanyak 25ml, sehingga satu liter media dapat digunakan untuk 40 botol kultur. Botol yang telah berisi media lalu disterilkan dalam autoklaf selama 30 menit pada suhu 121°C dan tekanan 18020 psi. Setelah itu, media disimpan di ruang inkubasi selama ± 3 hari pada suhu 18°C hingga saat digunakan.

+'

Eksplan merupakan setek pucuk apikal nilam berukuran ± 4 cm yang berasal dari polibag, kemudian direndam dalam larutan deterjen 30 menit dan dibilas dengan air mengalir sampai bersih. Bahan eksplan kemudian direndam dalam campuran larutan Agrept dan Dithane masing0masing 1 g/l selama 30 menit, kemudian dibilas menggunakan aquades steril. Langkah selanjutnya adalah menstrerilisasi eksplan dalam LAFC berturut0turut menggunakan larutan HgCl2 0,2% selama 1 menit, 20% selama 2 menit, 15% selama 3 menit, alkohol 70% 3 menit, betadine 30% 30 menit. Pada setiap peralihan larutan, bahan eksplan dibilas menggunakan aquades steril. Eksplan yang sudah steril dipotong hingga berukuran ± 2 cm, kemudian bagian ujung apikal ditanam pada media perbanyakan.

,'

Ekplan hasil sterilisasi kemudian dikulturkan terlebih dahulu dalam media MS + BAP 0,5 mg/l untuk memperbanyak bahan ekplan berikutnya. Fase ini diulangi sebanyak 2 kali.

-'

Untuk induksi tunas, eksplan diambil dari fase perbanyakan. Ekplan berupa tunas apikal berukuran ± 0,5 cm dikulturkan dalam media dengan 10 perlakuan, yaitu media MS dengan penambahan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l dan media pupuk majemuk 4 konsentrasi yang ditambahkan BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%.

.'

Kultur disimpan pada ruang inkubasi dengan suhu 25°C, intensitas cahaya sebesar 1000 Lux selama 18 jam/hari. /'

Pengamatan awal dilakukan 7 hari setelah pengkulturan. Selanjutnya pengamatan rutin dilakukan sampai waktu pengambilan data dengan interval 304 hari untuk melihat kemungkinan terjadinya kontaminasi. Pengambilan data dilakukan 3 bulan setelah kultur. Parameter yang dicatat meliputi jumlah daun, jumlah tunas, dan tinggi tunas.

0' "

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan 1 berbeda nyata pada taraf 5%.

"-.#

(6)

pada suhu 121°C. Selanjutnya adalah pembuatan media MS menggunakan labu Erlenmeyer 1000 ml. Larutan hara makro, hara mikro, vitamin, dan sukrosa sebanyak 30 g/l dicampur hingga rata, kemudian ditambahkan BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%. Campuran larutan tersebut kemudian diencerkan menggunakan aquades steril hingga 500 ml. Setelah itu, pH larutan diukur hingga kisaran 5,705,8. Setelah pH diukur, larutan diencerkan kembali menggunakan aquades steril hingga 1000 ml. Tahap selanjutnya adalah pemberian agar0agar bubuk sebanyak 8 g/l sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam oven selama ± 30 menit hingga mendidih. Pembuatan media pupuk majemuk pun demikian. Pupuk majemuk dengan konsentrasi masing0masing 0,5; 1; 1,5; 2 g/l ditambah dengan sukrosa 30 g/l dan kemudian dicampur dengan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l. Setelah itu, larutan diencerkan hingga 500 mL sebelum diukur pH sampai berkisar 5,705,8. Tahap selanjutnya adalah penuangan media ke dalam botol kultur masing0masing sebanyak 25ml, sehingga satu liter media dapat digunakan untuk 40 botol kultur. Botol yang telah berisi media lalu disterilkan dalam autoklaf selama 30 menit pada suhu 121°C dan tekanan 18020 psi. Setelah itu, media disimpan di ruang inkubasi selama ± 3 hari pada suhu 18°C hingga saat digunakan.

+'

Eksplan merupakan setek pucuk apikal nilam berukuran ± 4 cm yang berasal dari polibag, kemudian direndam dalam larutan deterjen 30 menit dan dibilas dengan air mengalir sampai bersih. Bahan eksplan kemudian direndam dalam campuran larutan Agrept dan Dithane masing0masing 1 g/l selama 30 menit, kemudian dibilas menggunakan aquades steril. Langkah selanjutnya adalah menstrerilisasi eksplan dalam LAFC berturut0turut menggunakan larutan HgCl2 0,2% selama 1 menit, 20% selama 2 menit, 15% selama 3 menit, alkohol 70% 3 menit, betadine 30% 30 menit. Pada setiap peralihan larutan, bahan eksplan dibilas menggunakan aquades steril. Eksplan yang sudah steril dipotong hingga berukuran ± 2 cm, kemudian bagian ujung apikal ditanam pada media perbanyakan.

,'

Ekplan hasil sterilisasi kemudian dikulturkan terlebih dahulu dalam media MS + BAP 0,5 mg/l untuk memperbanyak bahan ekplan berikutnya. Fase ini diulangi sebanyak 2 kali.

-'

Untuk induksi tunas, eksplan diambil dari fase perbanyakan. Ekplan berupa tunas apikal berukuran ± 0,5 cm dikulturkan dalam media dengan 10 perlakuan, yaitu media MS dengan penambahan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l dan media pupuk majemuk 4 konsentrasi yang ditambahkan BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%.

.'

Kultur disimpan pada ruang inkubasi dengan suhu 25°C, intensitas cahaya sebesar 1000 Lux selama 18 jam/hari. /'

Pengamatan awal dilakukan 7 hari setelah pengkulturan. Selanjutnya pengamatan rutin dilakukan sampai waktu pengambilan data dengan interval 304 hari untuk melihat kemungkinan terjadinya kontaminasi. Pengambilan data dilakukan 3 bulan setelah kultur. Parameter yang dicatat meliputi jumlah daun, jumlah tunas, dan tinggi tunas.

0' "

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan 1 berbeda nyata pada taraf 5%.

"-.#

(7)

Eksplan yang digunakan d dahulu, yaitu steril dari kontam batang yang kokoh, berda setidaknya memiliki 3 nodus.

(+(& ") $(& * '" #"+" 0

Pada media pupuk m penambahan air kelapa 10%, tunas menghasilkan daun y kekuning0kuningan untuk selu hanya sebagian kecil meng berwarna hijau. Gejala terseb pada varietas Lhokseum Sidikalang. Pada perlakuan ini

Gambar 1 me 10 3 B

"

1

"

Gambar 2 Pena (b) S BSK

kan dipilih terlebih kontaminan, memiliki berdaun hijau, dan

.

" "$/" " .%

puk majemuk dengan 10%, pertumbuhan aun yang berwarna k seluruh perlakuan; menghasilkan daun tersebut terlihat baik kseumawe maupun ini, kultur tumbuh

langsung secara apikal, dan memiliki ukuran yang cuku Penampakan kultur nilam varietas untuk tiap konsentrasi perlaku majemuk dan air kelapa 10% da pada Gambar 1.

Pertumbuhan tunas nilam p pupuk majemuk terlihat jauh lebih dibandingkan dengan perlakuan (kontrol). Pada media MS penambahan air kelapa 10%, t terbentuk cenderung lebih tinggi de yang lebih lebar dan berwarna hijau 2).

Penampakan kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk (a) H0,5 + AK 10%, (b) H1 + AK 10% , (c) H1,5 + AK 10%, dan (d) H2 + AK 10% (Umur 3 BSK).

/

*

/

Penampakan kultur nilam varietas (a) Lhokseumawe dan (b) Sidikalang pada media MS + air kelapa 10% (Umur 3 BSK)

dan beberapa cukup tinggi. rietas Sidikalang erlakuan pupuk dapat dilihat ilam pada media lebih buruk bila kuan media MS MS dengan , tunas yang ggi dengan daun a hijau (Gambar

pada AK mur

(8)

Pada varietas Lhokseumawe yang diujicobakan pada media pupuk majemuk dengan penambahan air kelapa 10% (Tabel 1), data jumlah daun menunjukkan efek yang berbeda oleh masing0masing perlakuan pupuk majemuk. Pada perlakuan pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l didapat rataan sebesar 13,5, sedangkan semakin kecil konsentrasi pupuk majemuk, hasil yang didapat pun semakin kecil. Perlakuan menggunakan media MS (kontrol) menghasilkan jumlah daun terbanyak yaitu 18,2.

Data pada jumlah tunas menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memberikan hasil terbesar, dengan rataan sebesar 9. Pada perlakuan pupuk majemuk, konsentrasi 2 g/l menghasilkan tunas terbanyak yang diikuti oleh konsentrasi 1 g/l. Pupuk majemuk konsentrasi 0,5 g/l dan 1,5 g/l memberikan respon yang sama.

Data yang dihasilkan pada parameter tinggi tanaman tetap menunjukkan bahwa media MS dengan penambahan air kelapa 10% merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan tinggi tanaman nilam dibandingkan dengan perlakuan pupuk majemuk. Pada perlakuan pupuk majemuk, tunas tertinggi dihasilkan pada konsentrasi 2g/l, sedangkan tunas terpendek dihasilkan oleh konsentrasi pupuk majemuk 1,5g/l.

Secara keseluruhan, pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l memberikan hasil terbaik pada ketiga parameter pertumbuhan, sedangkan perlakuan kontrol menghasilkan ± 1,5 kali dari nilai yang dihasilkan konsentrasi 2 g/l.

Penggunaan pupuk majemuk dengan penambahan air kelapa 10% yang diujicobakan pada nilam varietas Sidikalang menghasilkan data jumlah daun yang tidak

berbeda nyata satu sama lain, dimana daun yang dihasilkan berkisar 708 (Tabel 2).

Media yang menghasilkan daun terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan media MS (kontrol) dengan rataan sebesar 15,6. Pada seluruh perlakuan pupuk majemuk, data yang dihasilkan memberikan efek yang sama. Rataan yang didapat secara berturut0turut pada konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l yaitu sebesar 7,7; 8,7; 8,35; 8,3. Nilai dari perlakuan pupuk majemuk kurang lebih setengah kali jumlahnya dari perlakuan kontrol.

Jumlah tunas menunjukkan bahwa perlakuan kontrol menghasilkan tunas terbanyak dengan rataan sebesar 7,8. Sama halnya dengan parameter daun, pada perlakuan menggunakan pupuk majemuk, nilai yang dihasilkan tidak berbeda satu sama lain. Rataan yang didapat dari perlakuan pupuk majemuk secara berturut0turut pada konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l yaitu sebesar 3,85; 4,35; 4,25; 4,25. Media kontrol menghasilkan tunas yang tertinggi dari seluruh perlakuan, yaitu dengan rataan sebesar 2,26 cm. Pada perlakuan pupuk majemuk, pemberian konsentrasi 0,5 g/l, 1,5 g/l, dan 2 g/l ternyata memberikan hasil yang sama terhadap tinggi tanaman. Namun pupuk majemuk dengan konsentrasi 1,5 g/l menghasilkan tunas nilam tertinggi dengan rataan sebesar 1,2 cm, sedangkan pupuk majemuk 1 g/l menghasilkan tunas paling kecil.

Untuk varietas Sidikalang, pupuk majemuk 1 g/l memberikan efek terbaik dalam pertumbuhan kultur nilam khususnya untuk parameter jumlah tunas pada Tabel 2, walaupun nilai yang dihasilkan setengah dari perlakuan kontrol.

Tabel 1 Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) kultur nilam varietas Lhokseumawe pada media pupuk majemuk dengan penambahan Air Kelapa 10%

Parameter Perlakuan

H0,50AK 10 H10AK10 H1,50AK10 H20AK10 MS0AK10 Jumlah

Daun 8,7±2,25 d 9,3±1,89 d 11,2±2,31c 13,5±3,10b 18,2±2,91a Jumlah

Tunas 4,2±1,96 c 5,6±1,27 b 4,65±0,93c 6,45±1,76b 9±1,65a Tinggi (cm) 1,26±0,86 bc 1,67±0,51b 0,95±0,60c 1,75±0,76b 2,72±1,23a

5 6 3 ) 7" 8

1 1 -9

(9)

Tabel 2 Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk dengan penambahan Air Kelapa 10%

(+(& ") $(& * '" "$/" " 23 $'4#

Pada perlakuan media pupuk majemuk dengan penambahan BAP 0,5 mg/l, tunas cenderung berukuran pendek walaupun ada beberapa yang memiliki ukuran cukup tinggi. Tanda ¥ pada Gambar 3b menunjukkan pertumbuhan tunas aksilar secara langsung, sedangkan tanda £ pada Gambar 3c menunjukkan bahwa tunas adventif terbentuk secara tidak langsung dengan pembentukan kalus terlebih dahulu dan dari kalus tersebut

tunas tumbuh. Pertumbuhan kultur jauh berbeda dengan perlakuan kontrol, selain karena warna daun yang berwarna hijau kekuning0kuningan, juga karena daun yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan media MS, seperti yang tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 4. Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan tunas nilam varietas Lhokseumawe pada masing0masing perlakuan pupuk majemuk dengan penambahan BAP 0,5 mg/l.

.

Parameter Perlakuan

H0,50AK10 H10AK10 H1,50AK10 H20Ak10 MS0AK10 Jumlah

Daun 7,7±2,08b 8,7±2,34b 8,35±1,14b 8,3±1,92b 15,6±3,32a Jumlah

Tunas 3,85±1,04b 4,35±1,18b 4,25±0,55b 4,25±0,97b 7,8±1,73a Tinggi (cm) 0,79±0,25bc 0,71±0,15c 1,2±0,74b 0,79±0,41bc 2,26±1,06a

Gambar 3 Penampakan kultur nilam varietas Lhokseumawe pada media pupuk majemuk (a) H0,5 + BAP 0,5 mg/l, (b) H1 + BAP 0,5 mg/l , (c) H1,5 + BAP 0,5 mg/l, dan (d) H2 + BAP 0,5 mg/l; Pertumbuhan kultur tunas nilam (¥) secara langsung dan (£) secara tidak langsung (Umur 3 BSK).

5

6

*

1

"

/

"

5 6 3 ) 7" 8

1 1 -9

(10)

.

Pada media MS deng BAP 0,5 mg/l (kontrol), pertu terkonsentrasi pada pembentu terlebih dahulu, daun y berukuran kecil tetapi jumlahn berwarna hijau. Baik varietas maupun Sidikalang mem pertumbuhan yang sama (Gam

Penggunaan BAP 0 ditambahkan pada media pe majemuk juga menghasilka berbeda nyata dengan media 3). Perlakuan media tersebu terhadap tanaman nila Lhokseumawe, sedangkan pe pada varietas Sidikalang tersaj Tabel 3 memperliha media MS (kontrol) yang meng daun sebesar 27, sedangkan p majemuk untuk seluruh memberikan efek yang s pertumbuhan daun, yaitu berk Begitu juga dengan pertum Tinggi (cm) 0,68±0,29c Gambar

5 6 3

1

"

dengan penambahan pertumbuhan kultur bentukan tunas0tunas

keempat konsentrasi pupuk memberikan jumlah tunas relatif sama lain. Media kontrol menunjuk tertinggi dengan nilai sebesar 13,5.

Parameter tinggi menunjukkan bahwa media menghasilkan tunas tertinggi den sebesar 1,62 cm. Data pada perlak majemuk menunjukkan bahwa deng penambahan konsentrasi pupuk dalam media, tinggi tunas pun bertambah.

Pupuk majemuk konsent memiliki tunas tertinggi, sedangkan pupuk majemuk konsentrasi memberikan tunas paling kecil. pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l m efek yang terbaik jika dilihat d parameter yang meliputi jumlah tunas serta tinggi tanaman. Med mampu memberikan hasil 3 kali le dibandingkan pupuk majemuk 2 g/ pada parameter jumlah daun d eter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) k

umawe pada media pupuk majemuk dengan penambahan

Perlakuan

H10BAP H1,50BAP H20BAP 6,35±3,18b 8,5±3,35b 8,9±2,38b

(11)

Tabel 4 Data parameter pe varietas Sidikalang

Pada Tabel 4, menunjukkan bahwa perlaku (kontrol) tetap merupakan p menghasilkan daun terbanyak sebesar 26,55. Pada per majemuk, terdapat dua kel tanaman terhadap pertum Kelompok pertama adalah p konsentrasi 1,5 g/l dan menghasilkan daun berkisar sedangkan kelompok la menghasilkan jumlah daun kelompok pertama, yaitu sekita

Seperti halnya pada data yang dihasilkan pada p majemuk konsentrasi 1,5 g memiliki efek yang sama tunas yaitu sebesar 4,45 dan 5 nilai tersebut lebih besar diba yang dihasilkan perlakuan konsentrasi 0,5 g/l dan 1 g/l ya dan 2,6. Perlakuan kontrol me terbesar dalam menghasilka sebesar 13,45. Pemberian p konsentrasi 2 g/l menghasilkan untuk perlakuan pupuk majem diikuti oleh konsentrasi 1,5 g/ 1,08 cm, sedangkan konsentr g/l memiliki tinggi sekitar 0 tetap saja perlakuan kontrol tunas tertinggi dengan rataan s Media kontrol kembali me terbaik dalam pertumbuhan sedangkan pada perlakuan pu konsentrasi 2 g/l memberika walaupun nilainya kurang lebi nilai yang dihasilkan oleh med

Untuk kultur ni Tinggi (cm) 0,68±0,23c

5 6 3

1

eter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) k kalang pada media pupuk majemuk dengan penambahan BAP 0

4, jumlah daun

pada parameter daun, ada perlakuan pupuk taan sebesar 2,02 cm. li memberikan efek buhan kultur nilam, uan pupuk majemuk, berikan efek terbaik g lebih setengah dari h media kontrol. r nilam varietas

rian media pupuk

majemuk yang ditambahkan d kelapa 10% ternyata memberikan h lebih baik jika dilihat dari pembent tunas, serta tinggi tanaman, dib dengan pupuk majemuk yang dengan BAP 0,5 mg/l. Sebalik varietas Sidikalang, pemberia majemuk dengan penambahan BA memberikan hasil yang lebih baik b data ketiga parameter pertumbuha dibandingkan dengan penambahan 10%, khususnya pada konsentr majemuk 1,5 g/l dan 2 g/l.

- -. "*" (# (%

Beberapa kultur pada pupuk majemuk dengan penam kelapa 10% memiliki daun yan warna dari warna kekuning0kuning kecoklatan, sampai akhirnya mati p 10 minggu (Gambar 5). Gejala dem dengan tanaman yang mengalam dini.

Perlakuan

H10BAP H1,50BAP H20BAP

5,20±1,67c 9,10±3,69b 10,90±4,18b 26,

2,6±0,99c 4,45±1,88b 5,55±2,09b 13, 0,67±0,19c 1,08±0,56bc 1,41±1,07b 2,

) 7" 8

1 1

+ $75

Gambar 5 Kultur nilam men penuaan dini baik berdasarkan

(12)

$/" "-"

Kultur jaringan adalah teknik untuk menumbuhkan suatu tanaman utuh dalam medium padat maupun cair yang kaya nutrisi dari salah satu bagian tanaman tersebut secara aseptik. Setiap sel mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi individu utuh melalui proses regenerasi. Kemampuan regenerasi tersebut selanjutnya dikemukakan oleh Haberland dan dikenal dengan istilah totipotensi, yang mendasari teknik kultur jaringan (Yuwono 2006). Sel tumbuhan bersifat totipoten, sel0sel yang bukan embrionik dapat berkembang menjadi tumbuhan baru yang lengkap, jika lingkungannya mendukung. Lingkungan yang mendukung dapat diartikan sebagai syarat0 syarat yang diperlukan meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk perbanyakan, penggunaan medium yang cocok, serta keadaan yang aseptik. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristematik, seperti daun muda, ujung akar, ujung batang, dan keping biji, akan memberikan peluang keberhasilan yang tinggi (Salisbury & Ross 1995).

Pertumbuhan tunas pada media kontrol (MS + air kelapa 10% dan MS + BAP 0,5 mg/l) menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan pada media pupuk majemuk (Gambar 2). Hal ini terbukti dengan banyaknya tunas yang terbentuk serta daun yang berwarna hijau. Media MS merupakan media yang mengandung unsur hara makro dan mikro esensial yang tinggi yang mampu menjamin pertumbuhan jaringan tanaman (Matatula 2003). Menurut Gamborg (1981), unsur hara esensial adalah unsur hara yang mengandung garam anorganik, karbon dan sumber energi, vitamin, dan fitohormon. Garam anorganik meliputi N, P, K, Ca, S, dan Mg. Media MS mengandung hara makro berupa N, P, K, Ca, S dan Mg, serta hara mikro yaitu Na, Mo, Mn, Zn, Cu, Co, dan B. Selain unsur hara makro dan mikro, media MS dilengkapi dengan vitamin untuk menunjang pertumbuhan tanaman.

Pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung beberapa unsur esensial yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk majemuk yang umum digunakan adalah pupuk yang mengandung sedikitnya 3 unsur makro esensial, yaitu nitrogen, fosfor, dan kalium. Pada pupuk majemuk yang digunakan, unsur hara makro yang terkandung di dalamnya yaitu N 20%, P 20%, K 20%, dan

beberapa unsur makro lain seperti S, Ca, dan Mg, sedangkan unsur hara mikro terdiri dari B, Fe, Zn, Co, Cu, Mn, dan Mo. Berdasarkan komposisi di atas, perbedaan yang mendasar antara media MS dan media pupuk majemuk adalah pemberian vitamin ke dalam media MS, sedangkan pada media pupuk majemuk tidak ditambahkan vitamin. Kedua media tersebut menggunakan sumber karbon berupa sukrosa sebanyak 30 g/l dan ZPT yang sama pula (air kelapa 10% dan BAP 0,5 mg/l). Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dalam perbanyakan tunas adalah sukrosa. Sukrosa diserap oleh jaringan tanaman melalui transpor aktif maupun transpor pasif, dan biasanya dihidrolisis sebagian atau seluruhnya menjadi komponen monosakarida glukosa dan fruktosa (Ardian & Desery 2006).

Pertumbuhan kultur pada media MS dengan penambahan air kelapa 10% menghasilkan tunas berukuran lebih tinggi dengan daun lebih lebar. Menurut Matatula (2003), air kelapa telah lama diketahui sebagai sumber yang kaya akan zat0zat aktif untuk perkembangan embrio, di antaranya sitokinin dan giberelin. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Hadipoentyanti pada tahun 2008, kandungan zat pengatur tumbuh yang terdapat dalam air kelapa meliputi kandungan IAA 0,0075%, GA3 0,0096%, dan Zeatin 0,0067%. Kebanyakan tanaman memberikan respon terhadap pemberian giberelin dengan pertambahan panjang batang. Pemacuan pemanjangan batang pada keseluruhan tumbuhan, disebabkan oleh sedikitnya tiga peristiwa, yaitu 1) pembelahan sel terpacu di apeks tajuk, 2) kadang giberelin memacu pertumbuhan sel karena zat itu meningkatkan hidrolisis pati, fruktan, dan sukrosa menjadi molekul glukosa dan fruktosa, dan 3) giberelin sering meningkatkan plastisitas dinding sel (Salisbury & Ross 1995). Peningkatan tinggi tanaman bisa jadi mempengaruhi jumlah daun yang terbentuk. Meningkatnya tinggi tanaman dan jumlah daun akan mempengaruhi berat basah tunas (Tulecke Matatula 2003). Selain itu, daun yang tumbuh lebar boleh jadi dipengaruhi oleh fitohormon sitokinin yang terdapat dalam air kelapa, yang memiliki fungsi untuk memacu pembelahan sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil (Salisbury & Ross 1995).

(13)

penambahan BA sangat mempengaruhi jumlah tunas nilam yang terbentuk. Dosis BA 0,5 mg/l menyebabkan kenaikan jumlah tunas dengan sangat nyata bila dibandingkan tanpa BA. Seperti yang telah dilaporkan Hadipoentyanti (2009) bahwa media MS dengan penambahan BAP 0,5 mg/l merupakan media terbaik untuk induksi tunas tanaman nilam. BAP merupakan zat pengatur tumbuh sitokinin yang berpengaruh pada proliferasi tunas, pemecah dormansi, dapat meningkatkan pembelahan sel, tetapi menghambat pembentukan akar. Tunas yang terbentuk merupakan tunas adventif, yaitu tunas yang tumbuh bukan dari tempat asal tumbuhnya (buku atau mata tunas). Tunas adventif ini dapat terbentuk karena adanya pembelahan jaringan meristem selain dari meristem apikal dan lateral. Jaringan meristem tersebut adalah jaringan meristem interkalar yang dapat menghasilkan batang atau akar pada bagian yang tidak biasa misalnya pada bagian yang terluka. Selain itu sel0sel parenkima di seluruh tumbuhan dapat membelah dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel terspesialisasi, yang memungkinkan tumbuhan menumbuhkan kembali bagian0bagian yang hilang seperti tunas dan akar (Campbell 2002).

Perbedaan mendasar yang tampak antara kultur dengan pemberian air kelapa 10% dan BAP 0,5mg/l adalah banyaknya tunas yang terbentuk serta bagaimana tunas tersebut terbentuk. Pada media dengan penambahan air kelapa 10%, tunas yang terbentuk adalah tunas aksilar . Menurut Hadipoentyanti (2008), air kelapa mengandung hormon zeatin sebanyak 0,0067% yang mempengaruhi pertumbuhan tunas. Nisbah sitokinin0auksin yang tidak terlalu besar menyebabkan tunas terbentuk secara langsung tanpa pembentukan kalus terlebih dahulu. Selain itu, tunas yang terbentuk pada media air kelapa 10% memiliki ruas0ruas yang panjang sebagai akibat dari aktifitas hormon giberelin yang terkandung dalam air kelapa. Pada media dengan penambahan BAP 0,5 mg/l, tunas yang terbentuk kebanyakan berasal dari organogenesis tidak langsung, yaitu dengan pembentukan kalus terlebih dahulu. Nilam merupakan tanaman perdu, sehingga pemberian konsentrasi BAP 0,5 mg/l sudah cukup kuat untuk pembentukan kalus yang diikuti dengan tumbuhnya tunas adventif.

Pembentukan tunas adventif dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu melalui morfogenesis langsung dan morfogenesis

tidak langsung. Morfogenesis secara langsung artinya tunas terbentuk langsung dari eksplan, sedangkan secara tidak langsung melalui pembentukan kalus terlebih dahulu (Santoso & Nursandi 2003). Menurut Hadipoentyanti (2008), kalus adalah suatu kumpulan sel yang tidak beraturan yang terjadi dari sel0sel yang membelah diri secara terus0menerus. Pada media MS + BAP 0,5 mg/l, pertumbuhan tunas diawali dengan pertumbuhan kalus terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh pertumbuhan tunas. Hal ini pun diutarakan Skoog Salisbury dan Ross (1995), bahwa jika nisbah sitokinin terhadap auksin dipertahankan, akan tumbuh sel meristem pada kalus tersebut; sel itu membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang menjadi kuncup, batang, dan daun. Cara kalus membentuk tumbuhan baru cukup beragam. Jika nisbah sitokinin0 auksin cukup tinggi, sering hanya sistem tajuk yang mula0mula berkembang, kemudian akar liar terbentuk secara spontan dari batang, saat masih berada dalam kalus. Pembentukan tajuk dan akar liar oleh kalus disebut organogenesis, sedangkan apabila kalus tersebut bersifat embriogenik yang berkembang menjadi tajuk dan akar disebut embriogenesis (Salisbury & Ross 1995). Selain dipengaruhi oleh nisbah kombinasi zat pengatur tumbuh, kecepatan sel untuk membelah diri dan berdiferensiasi menjadi jaringan yang dilanjutkan dengan pembentukan organ pun dipengaruhi oleh cahaya, suhu, pH media, dan sebagainya (Santoso & Nursandi 2003).

Pupuk majemuk itu sendiri merupakan pupuk yang mengandung beberapa unsur hara sekaligus seperti N, P, dan K. Menurut Pirngadi dan Abdulrachman (2005), terdapat 4 keuntungan menggunakan pupuk majemuk, yaitu 1) dapat dipergunakan dengan memperhitungkan kandungan zat hara sama dengan pupuk tunggal; 2) apabila tidak ada pupuk tunggal, pupuk majemuk dapat dipergunakan, 3) penggunaan pupuk majemuk sangat sederhana, dan 4) penyimpanan pupuk ini menghemat waktu, ruangan, dan biaya. Pupuk majemuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk majemuk dengan perbandingan N:P:K sebesar 20:20:20. Menurut Matatula (2003), penggunaan pupuk majemuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kentang hingga 30040%.

(14)

dimana tanaman berhenti berkembang tetapi tidak mati (Santoso & Nursandi 2003). Pada perlakuan pupuk majemuk dengan penambahan air kelapa 10%, tunas yang terbentuk merupakan hasil organogenesis langsung (Gambar 1), sedangkan pada perlakuan media pupuk majemuk dengan penambahan BAP 0,5 mg/l, terdapat pertumbuhan tunas dengan organogenesis langsung maupun tidak langsung (Gambar 3). Penambahan BAP 0,5 mg/l dan air kelapa 10% terhadap media pupuk majemuk ternyata tidak memberikan hasil yang diharapkan. Tunas yang terbentuk sedikit dengan daun yang menguning. Selain itu, pertumbuhan kalus menuju pembentukan tunas tidak sesuai harapan. Menurut Prihatmani dan Mattjik (2004), ada tiga kemungkinan yang menyebabkan eksplan gagal berorganogenesis. Pertama, sel0sel pada eksplan kehilangan totipotensi. Kedua, sel0sel pada eksplan tidak mampu berdiferensiasi. Ketiga, eksplan mempunyai batasan fisiologi untuk dapat berdiferensiasi dan berdediferensiasi karena konsentrasi zat pengatur tumbuh dan komposisi media yang tidak tepat. Karena itu, jika ketersediaan unsur hara yang dalam hal ini berasal dari pupuk majemuk tidak tercukupi, maka pertumbuhan eksplan tidak akan optimal.

Kultur yang dihasilkan pada media perlakuan pupuk majemuk memiliki daun yang menguning dan ukuran yang kerdil jika dibandingkan dengan kontrol. Warna kekuningan pada plantlet merupakan suatu proses fisiologis yang disebut klorosis Selain itu, terdapat pula kultur yang mengalami gejala penuaan dini/senesensi lebih cepat. Proses senesensi pada kultur dapat terjadi melalui bentuk yang berbeda seperti daun menguning atau kalus berubah warna secara gradual menjadi abu0abu lalu coklat. Kekurangan nutrisi dari media dan akumulasi racun pada kultur juga merupakan penyebab senesensi (Prihatmani & Mattjik 2004). Selain itu, gejala penuaan dini kemungkinan disebabkan oleh adanya akumulasi hormon etilen pada tanaman yang mengalami stres hara. Beberapa gejala yang disebabkan oleh akumulasi etilen yaitu penghambatan pembentukan tunas, pengguguran daun, serta penurunan sintesis klorofil ( Santoso & Nursandi 2003).

Pupuk majemuk mengandung unsur hara N, P, K yang diperlukan tumbuhan dalam pertumbuhannya. Pemberian pupuk majemuk N, P, K sangat penting untuk memperkuat akar, memperbanyak daun, dan meningkatkan

kandungan minyak pada nilam (Najmi 1995). Unsur hara N dapat merangsang pertumbuhan vegetatif sehingga dapat menyokong perkembangan batang dan daun. Selain itu, nitrogen diperlukan dalam penyusunan protein, dimana protein akan dirubah menjadi asam amino dan asam amino merupakan bahan dasar pembuat asam nukleat yang diperlukan pada inti sel. Namun menurut Matatula (2003), akumulasi amonium dapat menjadi toksik sehingga amoniak (NH3) dapat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme tanaman. NH3 menjadi toksik karena dapat melewati membran sel. Bagian luar membran kloroplas impermeabel terhadap NH4 tetapi dapat dilalui oleh NH3. Tumbuhan yang kekurangan unsur N akan mengalami klorosis, dimana daun menjadi kuning seluruhnya lalu agak kecoklatan saat mati (Salisbury & Ross 1995).

Fosfor bersama dengan unsur N dan K digolongkan sebagai unsur utama walaupun diabsorpsi dalam jumlah yang kecil. Unsur P di dalam tubuh tanaman merupakan penyusun asam nukleat, fosfolipid, koenzim NAD, NADP, dan ATP. Unsur ini berperan penting dalam reaksi0reaksi dimana ATP terlibat. Berbeda dengan unsur N, fosfor tak pernah direduksi dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat, baik dalam bentuk bebas maupun terikat. Kekurangan fosfor menyebabkan daun yang masih muda berguguran. Tumbuhan yang kekurangan fosfor menjadi kerdil, pigmen antosianin kadang menumpuk, dan daun tua berwarna coklat gelap saat mati (Salisbury & Ross 1995). Menurut Matatula (2003), kekurangan unsur P menyebabkan warna daun kekuningan dan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil.

Kalium merupakan satu0satunya kation monofalen yang essensial bagi tanaman. Tanaman membutuhkan unsur K yang cukup tinggi dan menunjukkan gejala kekurangan jika kalium tidak tercukupi. Kekurangan unsur kalium menyebabkan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil yang ditandai oleh pendeknya ruas batang. Menurut Salisbury & Ross (1995), kekurangan kalium akan menyebabkan nekrosis. Kalium berfungsi sebagai aktivator berbagai enzim, menjamin ketegaran terhadap berbagai penyakit, dan merangsang pertumbuhan tunas lebih cepat (Najmi 1995).

(15)

Menurut Lingga (1986), semakin cepat unsur hara (N,P,K) diserap, maka pertumbuhan tunas akan lebih cepat Penelitian Pirngadi dan Abdulrachman (2005) menyimpulkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK (15:15:15) pada tanaman padi di lapangan dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif dan hasil gabah kering, namun tidak meningkatkan jumlah malai, persentase gabah isi dan bobot 1000 biji. Namun menurut Muhammad (2000), perlakuan komposisi hara (N,P,K) tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman nilam yang meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang primer dan sekunder, serta lebar tajuk tanaman sampai umur 5 BST, tetapi berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot keringnya.

.$+(#"

Penggunaan pupuk majemuk untuk kultur tanaman nilam secara

memberikan hasil yang jauh berbeda dibandingkan dengan media mineral MS. Secara umum pada pupuk majemuk, daun yang terbentuk berwarna hijau kekuning0kuningan, beberapa kultur mengalami stagnasi pertumbuhan, dan beberapa lagi mengalami klorosis maupun penuaan dini.

Pemberian pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l terhadap eksplan nilam varietas Lhokseumawe dan Sidikalang memberikan hasil terbaik dibandingkan konsentrasi pupuk majemuk lainnya, baik dengan penambahan air kelapa maupun BAP. Media mineral MS tetap memberikan hasil yang jauh lebih baik dibanding media pupuk majemuk.

"%"

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan konsentrasi pupuk majemuk terhadap tanaman nilam secara

, misalnya penggunaan campuran media MS dan pupuk majemuk, ataupun bahan media lain sebagai pengganti media MS sehingga dapat menghasilkan plantlet/benih nilam yang berkualitas dan berharga lebih murah.

Ardian, Desery DD. 2006. Pertumbuhan dan Perbanyakan Tunas Mikro Tanaman Nilam Aceh Secara pada 5 Konsentrasi Sukrosa. : (11): 1100114.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. $ . Amalia S, Lemeda S, Hilarius WH, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: $ .

[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. 7

);;.8);;06 3 (Patchouli).

Depatemen Pertanian Republik Indonesia.

Gamborg OL. 1981. Nutrition, Media and Charateristics of Plant Cell and Tissue Culture. Di dalam: Trevor AT, editor.

4 6

. New York: Academic Press.

Hadipoentyanti E, Amalia, Nursalam, Hartati SY, Suhesti S. 2008. Perakitan Varietas Untuk Ketahanan Nilam Terhadap Penyakit Layu Bakteri. Di Surabaya: Departemen Perindustrian. hlm 17028.

Hadipoentyanti E, Amalia, Sirait N, Pribadi ER. 2009. Benih Nilam Varietas Unggul Sidikalang (Produksi Minyak ≥ 300 kg/Ha), Sehat dan Murah Hasil Kultur Jaringan (30% dari Biaya Standar) [laporan hasil penelitian]. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Puslitbang Perkebunan.

Heyne K. 1987. 4 $

. Jilid ke03. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Hutabarat D. 2003. Pengaruh Bensil Adenin, Macam eksplan, Lama Inkubasi Eksplan dan Cahaya pada Sub Kultur Tanaman Nilam (

Benth) Secara . =* (4 7(2): 950103.

Lingga P. 1986. .

Jakarta : PT. Penebar Swadaya Matatula AJ. 2003. Substitusi Media MS

(16)

Menurut Lingga (1986), semakin cepat unsur hara (N,P,K) diserap, maka pertumbuhan tunas akan lebih cepat Penelitian Pirngadi dan Abdulrachman (2005) menyimpulkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK (15:15:15) pada tanaman padi di lapangan dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif dan hasil gabah kering, namun tidak meningkatkan jumlah malai, persentase gabah isi dan bobot 1000 biji. Namun menurut Muhammad (2000), perlakuan komposisi hara (N,P,K) tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman nilam yang meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang primer dan sekunder, serta lebar tajuk tanaman sampai umur 5 BST, tetapi berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot keringnya.

.$+(#"

Penggunaan pupuk majemuk untuk kultur tanaman nilam secara

memberikan hasil yang jauh berbeda dibandingkan dengan media mineral MS. Secara umum pada pupuk majemuk, daun yang terbentuk berwarna hijau kekuning0kuningan, beberapa kultur mengalami stagnasi pertumbuhan, dan beberapa lagi mengalami klorosis maupun penuaan dini.

Pemberian pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l terhadap eksplan nilam varietas Lhokseumawe dan Sidikalang memberikan hasil terbaik dibandingkan konsentrasi pupuk majemuk lainnya, baik dengan penambahan air kelapa maupun BAP. Media mineral MS tetap memberikan hasil yang jauh lebih baik dibanding media pupuk majemuk.

"%"

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan konsentrasi pupuk majemuk terhadap tanaman nilam secara

, misalnya penggunaan campuran media MS dan pupuk majemuk, ataupun bahan media lain sebagai pengganti media MS sehingga dapat menghasilkan plantlet/benih nilam yang berkualitas dan berharga lebih murah.

Ardian, Desery DD. 2006. Pertumbuhan dan Perbanyakan Tunas Mikro Tanaman Nilam Aceh Secara pada 5 Konsentrasi Sukrosa. : (11): 1100114.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. $ . Amalia S, Lemeda S, Hilarius WH, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: $ .

[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. 7

);;.8);;06 3 (Patchouli).

Depatemen Pertanian Republik Indonesia.

Gamborg OL. 1981. Nutrition, Media and Charateristics of Plant Cell and Tissue Culture. Di dalam: Trevor AT, editor.

4 6

. New York: Academic Press.

Hadipoentyanti E, Amalia, Nursalam, Hartati SY, Suhesti S. 2008. Perakitan Varietas Untuk Ketahanan Nilam Terhadap Penyakit Layu Bakteri. Di Surabaya: Departemen Perindustrian. hlm 17028.

Hadipoentyanti E, Amalia, Sirait N, Pribadi ER. 2009. Benih Nilam Varietas Unggul Sidikalang (Produksi Minyak ≥ 300 kg/Ha), Sehat dan Murah Hasil Kultur Jaringan (30% dari Biaya Standar) [laporan hasil penelitian]. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Puslitbang Perkebunan.

Heyne K. 1987. 4 $

. Jilid ke03. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Hutabarat D. 2003. Pengaruh Bensil Adenin, Macam eksplan, Lama Inkubasi Eksplan dan Cahaya pada Sub Kultur Tanaman Nilam (

Benth) Secara . =* (4 7(2): 950103.

Lingga P. 1986. .

Jakarta : PT. Penebar Swadaya Matatula AJ. 2003. Substitusi Media MS

(17)
(18)

Menurut Lingga (1986), semakin cepat unsur hara (N,P,K) diserap, maka pertumbuhan tunas akan lebih cepat Penelitian Pirngadi dan Abdulrachman (2005) menyimpulkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK (15:15:15) pada tanaman padi di lapangan dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif dan hasil gabah kering, namun tidak meningkatkan jumlah malai, persentase gabah isi dan bobot 1000 biji. Namun menurut Muhammad (2000), perlakuan komposisi hara (N,P,K) tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan tanaman nilam yang meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang primer dan sekunder, serta lebar tajuk tanaman sampai umur 5 BST, tetapi berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot keringnya.

.$+(#"

Penggunaan pupuk majemuk untuk kultur tanaman nilam secara

memberikan hasil yang jauh berbeda dibandingkan dengan media mineral MS. Secara umum pada pupuk majemuk, daun yang terbentuk berwarna hijau kekuning0kuningan, beberapa kultur mengalami stagnasi pertumbuhan, dan beberapa lagi mengalami klorosis maupun penuaan dini.

Pemberian pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l terhadap eksplan nilam varietas Lhokseumawe dan Sidikalang memberikan hasil terbaik dibandingkan konsentrasi pupuk majemuk lainnya, baik dengan penambahan air kelapa maupun BAP. Media mineral MS tetap memberikan hasil yang jauh lebih baik dibanding media pupuk majemuk.

"%"

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan konsentrasi pupuk majemuk terhadap tanaman nilam secara

, misalnya penggunaan campuran media MS dan pupuk majemuk, ataupun bahan media lain sebagai pengganti media MS sehingga dapat menghasilkan plantlet/benih nilam yang berkualitas dan berharga lebih murah.

Ardian, Desery DD. 2006. Pertumbuhan dan Perbanyakan Tunas Mikro Tanaman Nilam Aceh Secara pada 5 Konsentrasi Sukrosa. : (11): 1100114.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. $ . Amalia S, Lemeda S, Hilarius WH, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: $ .

[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2007. 7

);;.8);;06 3 (Patchouli).

Depatemen Pertanian Republik Indonesia.

Gamborg OL. 1981. Nutrition, Media and Charateristics of Plant Cell and Tissue Culture. Di dalam: Trevor AT, editor.

4 6

. New York: Academic Press.

Hadipoentyanti E, Amalia, Nursalam, Hartati SY, Suhesti S. 2008. Perakitan Varietas Untuk Ketahanan Nilam Terhadap Penyakit Layu Bakteri. Di Surabaya: Departemen Perindustrian. hlm 17028.

Hadipoentyanti E, Amalia, Sirait N, Pribadi ER. 2009. Benih Nilam Varietas Unggul Sidikalang (Produksi Minyak ≥ 300 kg/Ha), Sehat dan Murah Hasil Kultur Jaringan (30% dari Biaya Standar) [laporan hasil penelitian]. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Puslitbang Perkebunan.

Heyne K. 1987. 4 $

. Jilid ke03. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Hutabarat D. 2003. Pengaruh Bensil Adenin, Macam eksplan, Lama Inkubasi Eksplan dan Cahaya pada Sub Kultur Tanaman Nilam (

Benth) Secara . =* (4 7(2): 950103.

Lingga P. 1986. .

Jakarta : PT. Penebar Swadaya Matatula AJ. 2003. Substitusi Media MS

(19)

Muhammad H, Trisilawati O, Suryadi R. 2000. Studi Kebutuhan Hara pada Tanaman Nilam. Di dalam:

= 4 =

3 . hlm 1330139.

Najmi. 1995. Pengaruh Posisi Ruas Bahan Setek dan Pupuk N Terhadap Pertumbuhan Tanaman Nilam [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor.

Nuryani Y, Hobir, Syukur C. 2003. Status Pemuliaan Tanaman Nilam

( Benth).

4 4 * > 15(2): 57067. Nuryani Y, Emmyzar, Wiratno. 2005.

$ 4 3 . Bogor :

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Balitbang Pertanian. Nuryani Y, Emmyzar, Wahyudi A. 2007.

4 ? 3 . Bogor:

Puslitbang Perkebunan.

Prihatmani D, Mattjik NA. 2004. Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh NAA

(3 ) dan BAP

(60$ % ) serta Air

Kelapa untuk Menginduksi Organogenesis Tanaman Anthurium

( Linden Ex

Andre). $ 32(1): 20025. Pringadi K, Abdulrachman S. 2005. Pengaruh

Pupuk Majemuk NPK (15:15:15) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. : 4(3): 1880197. Salisbury FB, Ross CW. 1995.

4 . Diah RL, Sumaryono, penerjemah. Jilid ke01 & 3. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:

.

Santoso U, Nursandi F. 2003. 5 : 4 . Malang: UMM Press. Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991.

4 > .

Departemen Kesehatan.

Wahab MI, Rachmat EM. 1993. Mentha dan

Nilam. 4 * > Ed

Khusus 9(1): 20024.

Yuwono T. 2006. $ .

(20)
(21)

nilam ( ) dibutuhkan dalam industri kimia, parfum, kosmetik, dan kesehatan. Pengadaan benih nilam secara konvensional dengan setek memiliki beberapa kendala, oleh karena itu teknik kultur jaringan menjadi solusinya. Namun media kultur yang mahal menyebabkan harga benih meningkat, sehingga dicari sebuah alternatif dengan mengganti media MS (Murashige0 Skoog) dengan media pupuk majemuk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi pupuk majemuk yang paling baik sebagai media dasar alternatif pengganti media MS dengan penambahan air kelapa 10% atau BAP konsentrasi 0,5 mg/l untuk multiplikasi nilam secara

Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) tanaman nilam pada media diamati 3 Bulan Setelah Kultur (BSK). Konsentrasi pupuk majemuk 2 g/l merupakan konsentrasi terbaik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya, walaupun nilai tersebut masih jauh di bawah pertumbuhan pada media MS.

Kata kunci: Nilam ( Benth), multiplikasi, pupuk majemuk, air kelapa 10%, BAP 0,5 mg/l

MUHAMMAD HAEKAL MIRRAJI. The Use of Compound Fertilizer For Patchouli (

Benth) Multiplication . Supervised by DIAH RATNADEWI and ENDANG HADIPOENTYANTI.

Patchouli ( Benth) is an aromatic plant that produces essential oil. Patchouli oil is needed in chemical, perfume, cosmetics, and health industries. Patchouli seeds by conventional cutting procurement had several problems, therefore techniques of tissue culture was taken as a solution. Expensive culture medium has led to increased seed prices. In order to look for an alternative to replace the MS (Murashige0Skoog) basic medium, we tried to use compound fertilizer medium. The objective of this research was to determine the best concentration of compound fertilizer with the addition of 10% coconut water or BAP of 0.5 mg / l for the multiplication of patchouli . Data of growth parameters (number of leaves, number of shoots, shoot height) of patchouli in the medium was observed after 3 Months After Culture (MAC). The compound fertilizer medium at 2 g / l was the best concentration compared to the other concentrations, although the value was still far below the growth on MS medium.

(22)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

(23)

NIM

: G34062823

Disetujui oleh,

Diketahui oleh,

Tanggal lulus :

Pembimbing I

(Dr. Ir. Diah Ratnadewi)

NIP. 19570326 198103 2 001

Pembimbing II

(Dra. Endang Hadipoentyanti, M.S.)

NIP. 19550803 198303 2 001

Ketua Departemen Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

(24)

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan, Nabi Muhammad SAW. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Diah Ratnadewi dan Dra. Endang Hadipoentyanti, M.S atas kesabaran dan kesediaannya memberikan bimbingan, masukan, arahan, koreksi, serta nasehatnya selama penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih disampaikan pula kepada Dra. Hilda Akmal selaku penguji dan wakil komisi pendidikan atas diskusi dan saran yang diberikan. Terima kasih kepada Papa dan Mama atas segala kasih sayang, doa yang tidak pernah putus, serta kepercayaan yang diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada Ganisa, atas kasih sayang, semangat, arahan, dan doanya. Kepada teman0teman biologi 43 serta para senior dan adik0 adik kelas atas segala bantuan, semangat, kebersamaan, dan kekompakan yang diberikan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak0pihak yang telah membantu dan memberikan arahan selama di Lab, Ibu Amalia, Ibu Nursalam, Pak Dedi, Teh Dewi, Teh Vitri, Ibu Siti, Ibu Nova, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembacanya.

(25)

Penulis dilahirkan di kota Kendari (Sulawesi Tenggara) pada tanggal 16 Maret 1988. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, anak dari pasangan Syahlan A. Sume dan Tin Supartini. Penulis memiliki seorang kakak bernama Muhammad Iqbal Bellamy.

Penulis telah menempuh jenjang pendidikan selama 12 tahun sebelum akhirnya masuk menjadi mahasiswa IPB pada tahun 2006 melalui jalur SPMB, dan pada tahun 2007 memilih Mayor Biologi, departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis merupakan lulusan SMA 2 Bogor pada tahun 2006, SMP 2 Bogor pada tahun 2003, dan SDN Polisi V pada tahun 2000.

Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam Himabio (Himpunan Mahasiswa Biologi), diantaranya menjadi staf PSDM (Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa) Himabio tahun 200802009 dan ketua divisi PSDM Himabio tahun 200902010. Penulis pun aktif mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan Himabio, dan menjadi ketua pelaksana dalam kegiatan BCL (Biologi Cinta Lingkungan) dan MPD (Masa Pengenalan departemen).

(26)

DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vi

(27)

penambahan Air Kelapa 10% ... 5 2. Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas)

kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk dengan

penambahan Air Kelapa 10% ... 6 3. Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas)

kultur nilam varietas Lhokseumawe pada media pupuk majemuk dengan

penambahan BAP 0,5 mg/l ... 7 4. Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas)

kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk dengan

penambahan BAP 0,5 mg/l ... 8

"#"$"

1. Penampakan kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk

+ air kelapa 10% ... 4 2. Penampakan kultur nilam pada media MS + air kelapa 10% ... 4 3. Penampakan kultur nilam varietas Lhokseumawe pada media pupuk majemuk

+ BAP 0,5 mg/l ... 6 4. Penampakan kultur nilam pada media MS + BAP 0,5 mg/l ... 7 5. Kultur nilam mengalami penuaan dini ... 8

"#"$"

1. Komposisi media MS (Murashige0Skoog) dan pupuk majemuk ... 15 2. Perbedaan nilam varietas Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan

(28)

Nilam ( Benth) merupakan tanaman aromatik penghasil minyak atsiri (Hutabarat 2003). Minyak nilam dalam dunia perdagangan disebut

yang dibutuhkan dalam industri kimia, parfum, kosmetik, dan kesehatan (aromaterapi). Selain itu, minyak nilam memiliki daya pestisida sehingga dapat digunakan sebagai pengusir serangga (Nuryani 2003). Fungsi utama minyak nilam yaitu sebagai fiksatif (pengikat) minyak atsiri lain yang sampai sekarang belum ada substitusinya (Hadipoentyanti 2009). Indonesia adalah pengekspor minyak nilam terbesar di dunia. Hampir 90% pemenuhan kebutuhan minyak nilam dunia disediakan oleh Indonesia (Wahab & Rachmat 1993). sebesar US$ 4.950 (Ditjenbun 2007).

Nilam ( Benth)

diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub kelas dicotyledone, ordo Lamiales, famili Labiatae dan genus (Heyne 1987). Tanaman ini merupakan tanaman semak tahunan dengan tinggi 102 m, berakar serabut, batang berkayu dan berbentuk persegi dengan permukaan yang kasar, daun tunggal berbentuk bulat telur dengan pertulangan menyirip, ujung daun meruncing dengan pangkal tumpul serta tepi bergerigi, dan permukaan daun berbulu, lebar daun ± 4 cm (Syamsuhidayat & Hutapea 1991), kadar minyak dihasilkan sekitar 203% dan kadar

sekitar 30% (Nuryani 2007). Menurut Nuryani (2005), terdapat 3 varietas unggul yang mempunyai produksi terna, kadar, dan mutu minyak yang tinggi yaitu Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan.

Benih adalah salah satu faktor produksi yang sangat menentukan dalam keberhasilan usahatani nilam. Salah satu kendala yang dihadapi adalah penyediaan benih yang tepat waktu dan tepat jumlah. Selama ini pengadaan benih nilam dilakukan secara konvensional dalam bentuk setek atau benih di , sehingga dalam satuan waktu ketersediaannya sangat terbatas.

yang dilakukan untuk memecahkan kendala tersebut adalah dengan melakukan perbanyakan benih dengan teknik kultur jaringan, yaitu perbanyakan pada media yang kaya nutrisi dalam kondisi aseptik. Perbanyakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui organogenesis dan embriogenesis. Organogenesis adalah suatu proses untuk membentuk dan menumbuhkan tunas dari jaringan meristematik. Regenerasi eksplan menjadi organ dan plantlet dapat diperoleh melalui jalur organogenesis langsung dan organogenesis tidak langsung. Organogenesis langsung yaitu eksplan menjadi sel merismatik kemudian berdiferensiasi menjadi organ (tunas), sedangkan organogenesis tidak langsung terjadi dengan pembentukan kalus terlebih dahulu (Hadipoentyanti 2008). Keuntungan perbanyakan kultur jaringan melalui organogenesis atau induksi langsung ini adalah 1) waktu perbanyakan lebih cepat, 2) jumlah benih yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya, 3) jumlah eksplan yang digunakan kecil (tunas terminal/aksilar), 4) mendapatkan tanaman yang bebas patogen dan virus , hama, dan penyakit, 5) tidak memerlukan lahan yang luas, dan 6) genotip sama dengan induk (6) pengaturan faktor0faktor lingkungan lebih dapat dikontrol (kultur ) serta dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa terpengaruh iklim (Santoso & Nursandi 2003; Hadipoentyanti 2008).

Namun, masalah yang timbul akibat penggunaan teknik ini adalah dibutuhkannya modal besar untuk pengadaan alat0alat laboratorium seperti ! dan

(Santoso & Nursandi 2003). Selain itu, biaya produksi benih yang cukup tinggi terutama karena mahalnya media kultur yang dipakai, pada akhirnya mempengaruhi harga jual benih. Penggunaan media tanam berupa pupuk majemuk komersial yang harganya lebih terjangkau, menjadi salah satu solusi yang akan dicoba, sehingga diharapkan harga jual benih nilam hasil kultur jaringan akan lebih murah (Hadipoentyanti 2009).

Penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) berbeda tergantung jenis tanaman yang akan dikulturkan. Menurut Hadipoentyanti

(29)

sitokinin juga berpengaruh terhadap diferensiasi sel dalam proses embriogenesis somatik seperti BAP (60$ % ) atau BA ($ % ). Berdasarkan percobaan yang dilakukan Hadipoentyanti

(2008), media MS dengan penambahan BAP konsentrasi 0,5 mg/l merupakan media terbaik untuk induksi tunas. BAP merupakan zat pengatur tumbuh sitokinin yang berpengaruh pada proses proliferasi tunas, pemecah dormansi, dapat meningkatkan pembelahan sel, tetapi menghambat pembentukan akar. Namun terdapat pula ZPT alami, contohnya adalah yang terkandung dalam air kelapa, tauge, tomat, dan cuka kayu. Berdasarkan percobaan Hadipoentyanti pada tahun 2009, yang meneliti kandungan IAA, GA3, dan Zeatin pada masing0masing bahan tersebut, air kelapa mengandung ZPT paling banyak, yaitu secara berturut0turut sebesar 0,0075%, 0,0096%, dan 0,0067%. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan ZPT dari air kelapa konsentrasi 10% di dalam media MS merupakan media terbaik untuk induksi tunas tanaman nilam.

()("

Penelitian bertujuan menentukan konsentrasi pupuk majemuk yang paling baik sebagai media dasar alternatif pengganti media MS (Murashige0Skoog) dengan penambahan air kelapa 10% atau BAP konsentrasi 0,5 mg/l untuk multiplikasi nilam secara

"& ( *" $+"

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai dengan Januari 2011, di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Jalan Tentara Pelajar no.3 Bogor.

#" *" " "

Alat yang digunakan merupakan alat0 alat yang umum digunakan dalam laboratorium kultur jaringan, yaitu LAFC ( ! ), autoklaf, oven, , timbangan, labu erlenmeyer, tabung ukur, botol kultur, gelas ukur, pH0 meter, pipet tetes, pipet ukur, cawan petri, pinset, pisau bedah, gunting, dan bunsen.

Bahan yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari , media Murashige0Skoog (MS), pupuk majemuk dengan perbandingan N:P:K adalah

20:20:20, zat pengatur tumbuh BAP (60$ % ) 0,5 mg/l, air kelapa 10%, agar0 agar bubuk, alkohol 70%, alkohol 95%,

(NaClO 5,25%) konsentrasi 20% dan 15%, HgCl2 0,2%, betadine , larutan detergen, Agrept, Dithane, aquades steril.

&' (

Eksplan yang digunakan adalah setek pucuk apikal nilam berukuran ± 4 cm; varietas Sidikalang dan varietas Lhokseumawe dari Laboratorium Kultur Jaringan, BALITTRO.

)'

Media yang digunakan adalah media MS dan pupuk majemuk Hyponex (20:20:20) konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l, dengan penambahan ZPT berupa BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%.

,*

Percobaan dilakukan untuk menguji pengaruh pupuk majemuk yang dikombinasikan dengan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l dibanding dengan media MS. &' *

Rancangan acak yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan media, yaitu :

a. Media MS + air kelapa 10% (MS0AK

Masing0masing perlakuan menggunakan 10 sampel eksplan tunas. Percobaan diulang 2 kali untuk kedua varietas tersebut.

)'

Gambar

Gambar 1     Penampakan kultur nilam  varietas Sidikalang pada
Tabel 1  Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) kultur nilam
Tabel 2  Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk dengan penambahan Air Kelapa 10%
Gambar mbar 4  Penampakan kultur nilam varietas (a) Lhokseumawe dan (b) Sidikalang pada media MS + BAP 0,5 mg/l
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

dari Universitas Maritim Raja Ali Haji FT jurusan Teknik Elektro tahun 2013, yang berjudul “Perancangan Sistem Telemetri Wireless untuk Mengukur Suhu dan Kelembaban

mencekam perhatian pembaca. Tereapai tidaknya kehendak penulis menggambarkan keadaan dan menggambarkan keadaan dan memaparkan idenya, hal itu berganmng pada pembaea

Dalam penelitian ini akan melakukan analisis terkait pengaruh antara variabel independen (X) yaitu kesempatan, tekanan, rasionalisasi, kompetensi dan arogansi terhadap variabel

Langkah ini merupakan hal penting untuk perumusan masalah Goal Programming karena semua variabel yang digunakan pada model Goal Programming tidak boleh bernilai

Variabel FDR secara individu memiliki pengaruh negative tidak signifikan yang berkontribusi sebesar 0,51 persen terhadap CAR pada Bank Umum Syariah Devisa periode

Tabel di atas memperlihatkan bahwa masih ada kegiatan pencatatan mengenai penerimaan dan pengeluaran anggaran yang belum tertib, seperti realisasi dana Pilkada

humas memiliki akses yang mudah ke dominant coalition. Sementara implementasi Permenkominfo No. 14/2016, menunjukkan penempatan humas Pemerintah Daerah ada empat posisi pada