• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

NIP. 19641002 198903 1 002

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan, Nabi Muhammad SAW. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Diah Ratnadewi dan Dra. Endang Hadipoentyanti, M.S atas kesabaran dan kesediaannya memberikan bimbingan, masukan, arahan, koreksi, serta nasehatnya selama penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih disampaikan pula kepada Dra. Hilda Akmal selaku penguji dan wakil komisi pendidikan atas diskusi dan saran yang diberikan. Terima kasih kepada Papa dan Mama atas segala kasih sayang, doa yang tidak pernah putus, serta kepercayaan yang diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada Ganisa, atas kasih sayang, semangat, arahan, dan doanya. Kepada teman0teman biologi 43 serta para senior dan adik0 adik kelas atas segala bantuan, semangat, kebersamaan, dan kekompakan yang diberikan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak0pihak yang telah membantu dan memberikan arahan selama di Lab, Ibu Amalia, Ibu Nursalam, Pak Dedi, Teh Dewi, Teh Vitri, Ibu Siti, Ibu Nova, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembacanya.

Penulis dilahirkan di kota Kendari (Sulawesi Tenggara) pada tanggal 16 Maret 1988. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara, anak dari pasangan Syahlan A. Sume dan Tin Supartini. Penulis memiliki seorang kakak bernama Muhammad Iqbal Bellamy.

Penulis telah menempuh jenjang pendidikan selama 12 tahun sebelum akhirnya masuk menjadi mahasiswa IPB pada tahun 2006 melalui jalur SPMB, dan pada tahun 2007 memilih Mayor Biologi, departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis merupakan lulusan SMA 2 Bogor pada tahun 2006, SMP 2 Bogor pada tahun 2003, dan SDN Polisi V pada tahun 2000.

Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam Himabio (Himpunan Mahasiswa Biologi), diantaranya menjadi staf PSDM (Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa) Himabio tahun 200802009 dan ketua divisi PSDM Himabio tahun 200902010. Penulis pun aktif mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan Himabio, dan menjadi ketua pelaksana dalam kegiatan BCL (Biologi Cinta Lingkungan) dan MPD (Masa Pengenalan departemen).

Sebelum penelitian ini, penulis terlebih dahulu telah mengikuti Studi Lapang dengan judul “Keanekaragaman Araceae di Situgunung Sukabumi” pada tahun 2008 dan Praktik Lapang dengan judul “Pengolahan Limbah di PT. Coats Rejo” tahun 2009. Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai asisten praktikum mata kuliah fisiologi tumbuhan, dan pada tahun 2011 menjadi tutor mata pelajaran Biologi di SMA YPHB Bogor.

DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Waktu dan Tempat ... 2 BAHAN DAN METODE ... 2 Alat dan Bahan ... 2 Metode ... 2 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 3 Hasil ... 3 Pupuk Majemuk dengan Penambahan Air Kelapa 10% ... 4 Pupuk Majemuk dengan Penambahan BAP 0,5 mg/l ... 6 Penuaan Dini Pada Kultur ... 8 Pembahasan ... 9 SIMPULAN DAN SARAN ... 12 Simpulan ... 12 Saran ... 12 DAFTAR PUSTAKA ... 12 LAMPIRAN ... 14

penambahan Air Kelapa 10% ... 5 2. Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas)

kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk dengan

penambahan Air Kelapa 10% ... 6 3. Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas)

kultur nilam varietas Lhokseumawe pada media pupuk majemuk dengan

penambahan BAP 0,5 mg/l ... 7 4. Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas)

kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk dengan

penambahan BAP 0,5 mg/l ... 8

"#"$" 1. Penampakan kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk

+ air kelapa 10% ... 4 2. Penampakan kultur nilam pada media MS + air kelapa 10% ... 4 3. Penampakan kultur nilam varietas Lhokseumawe pada media pupuk majemuk

+ BAP 0,5 mg/l ... 6 4. Penampakan kultur nilam pada media MS + BAP 0,5 mg/l ... 7 5. Kultur nilam mengalami penuaan dini ... 8

"#"$" 1. Komposisi media MS (Murashige0Skoog) dan pupuk majemuk ... 15 2. Perbedaan nilam varietas Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan

Nilam ( Benth) merupakan tanaman aromatik penghasil minyak atsiri (Hutabarat 2003). Minyak nilam dalam dunia perdagangan disebut

yang dibutuhkan dalam industri kimia, parfum, kosmetik, dan kesehatan (aromaterapi). Selain itu, minyak nilam memiliki daya pestisida sehingga dapat digunakan sebagai pengusir serangga (Nuryani 2003). Fungsi utama minyak nilam yaitu sebagai fiksatif (pengikat) minyak atsiri lain yang sampai sekarang belum ada substitusinya (Hadipoentyanti 2009). Indonesia adalah pengekspor minyak nilam terbesar di dunia. Hampir 90% pemenuhan kebutuhan minyak nilam dunia disediakan oleh Indonesia (Wahab & Rachmat 1993). Pada tahun 2006, luas areal perkebunan tanaman mencapai 21.716 Ha dengan produksi minyak nilam sebanyak 302 kg/ha. Ekspor minyak nilam pada tahun 2005 mencapai 7.007 ton dengan nilai US$ 5.400, dan pada tahun 2006 ekpor nilam menurun pada level 4.984 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 4.950 (Ditjenbun 2007).

Nilam ( Benth)

diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub kelas dicotyledone, ordo Lamiales, famili Labiatae dan genus (Heyne 1987). Tanaman ini merupakan tanaman semak tahunan dengan tinggi 102 m, berakar serabut, batang berkayu dan berbentuk persegi dengan permukaan yang kasar, daun tunggal berbentuk bulat telur dengan pertulangan menyirip, ujung daun meruncing dengan pangkal tumpul serta tepi bergerigi, dan permukaan daun berbulu, lebar daun ± 4 cm (Syamsuhidayat & Hutapea 1991), kadar minyak dihasilkan sekitar 203% dan kadar

sekitar 30% (Nuryani 2007). Menurut Nuryani (2005), terdapat 3 varietas unggul yang mempunyai produksi terna, kadar, dan mutu minyak yang tinggi yaitu Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan.

Benih adalah salah satu faktor produksi yang sangat menentukan dalam keberhasilan usahatani nilam. Salah satu kendala yang dihadapi adalah penyediaan benih yang tepat waktu dan tepat jumlah. Selama ini pengadaan benih nilam dilakukan secara konvensional dalam bentuk setek atau benih di , sehingga dalam satuan waktu ketersediaannya sangat terbatas.

yang dilakukan untuk memecahkan kendala tersebut adalah dengan melakukan perbanyakan benih dengan teknik kultur jaringan, yaitu perbanyakan pada media yang kaya nutrisi dalam kondisi aseptik. Perbanyakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui organogenesis dan embriogenesis. Organogenesis adalah suatu proses untuk membentuk dan menumbuhkan tunas dari jaringan meristematik. Regenerasi eksplan menjadi organ dan plantlet dapat diperoleh melalui jalur organogenesis langsung dan organogenesis tidak langsung. Organogenesis langsung yaitu eksplan menjadi sel merismatik kemudian berdiferensiasi menjadi organ (tunas), sedangkan organogenesis tidak langsung terjadi dengan pembentukan kalus terlebih dahulu (Hadipoentyanti 2008). Keuntungan perbanyakan kultur jaringan melalui organogenesis atau induksi langsung ini adalah 1) waktu perbanyakan lebih cepat, 2) jumlah benih yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya, 3) jumlah eksplan yang digunakan kecil (tunas terminal/aksilar), 4) mendapatkan tanaman yang bebas patogen dan virus , hama, dan penyakit, 5) tidak memerlukan lahan yang luas, dan 6) genotip sama dengan induk (6) pengaturan faktor0faktor lingkungan lebih dapat dikontrol (kultur ) serta dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa terpengaruh iklim (Santoso & Nursandi 2003; Hadipoentyanti 2008).

Namun, masalah yang timbul akibat penggunaan teknik ini adalah dibutuhkannya modal besar untuk pengadaan alat0alat laboratorium seperti ! dan

(Santoso & Nursandi 2003). Selain itu, biaya produksi benih yang cukup tinggi terutama karena mahalnya media kultur yang dipakai, pada akhirnya mempengaruhi harga jual benih. Penggunaan media tanam berupa pupuk majemuk komersial yang harganya lebih terjangkau, menjadi salah satu solusi yang akan dicoba, sehingga diharapkan harga jual benih nilam hasil kultur jaringan akan lebih murah (Hadipoentyanti 2009).

Penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) berbeda tergantung jenis tanaman yang akan dikulturkan. Menurut Hadipoentyanti

(2008), ZPT 2,4 0D (2,4 " # ) adalah auksin yang paling umum digunakan untuk menginduksi embriogenesis somatik. Selain auksin, zat pengatur tumbuh

sitokinin juga berpengaruh terhadap diferensiasi sel dalam proses embriogenesis somatik seperti BAP (60$ % ) atau BA ($ % ). Berdasarkan percobaan yang dilakukan Hadipoentyanti

(2008), media MS dengan penambahan BAP konsentrasi 0,5 mg/l merupakan media terbaik untuk induksi tunas. BAP merupakan zat pengatur tumbuh sitokinin yang berpengaruh pada proses proliferasi tunas, pemecah dormansi, dapat meningkatkan pembelahan sel, tetapi menghambat pembentukan akar. Namun terdapat pula ZPT alami, contohnya adalah yang terkandung dalam air kelapa, tauge, tomat, dan cuka kayu. Berdasarkan percobaan Hadipoentyanti pada tahun 2009, yang meneliti kandungan IAA, GA3, dan Zeatin pada masing0masing bahan tersebut, air kelapa mengandung ZPT paling banyak, yaitu secara berturut0turut sebesar 0,0075%, 0,0096%, dan 0,0067%. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan ZPT dari air kelapa konsentrasi 10% di dalam media MS merupakan media terbaik untuk induksi tunas tanaman nilam.

()("

Penelitian bertujuan menentukan konsentrasi pupuk majemuk yang paling baik sebagai media dasar alternatif pengganti media MS (Murashige0Skoog) dengan penambahan air kelapa 10% atau BAP konsentrasi 0,5 mg/l untuk multiplikasi nilam secara

"& ( *" $+"

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai dengan Januari 2011, di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Jalan Tentara Pelajar no.3 Bogor.

#" *" " "

Alat yang digunakan merupakan alat0 alat yang umum digunakan dalam laboratorium kultur jaringan, yaitu LAFC ( ! ), autoklaf, oven, , timbangan, labu erlenmeyer, tabung ukur, botol kultur, gelas ukur, pH0 meter, pipet tetes, pipet ukur, cawan petri, pinset, pisau bedah, gunting, dan bunsen.

Bahan yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari , media Murashige0Skoog (MS), pupuk majemuk dengan perbandingan N:P:K adalah

20:20:20, zat pengatur tumbuh BAP (60$ % ) 0,5 mg/l, air kelapa 10%, agar0 agar bubuk, alkohol 70%, alkohol 95%,

(NaClO 5,25%) konsentrasi 20% dan 15%, HgCl2 0,2%, betadine , larutan detergen, Agrept, Dithane, aquades steril.

&' (

Eksplan yang digunakan adalah setek pucuk apikal nilam berukuran ± 4 cm; varietas Sidikalang dan varietas Lhokseumawe dari Laboratorium Kultur Jaringan, BALITTRO.

)'

Media yang digunakan adalah media MS dan pupuk majemuk Hyponex (20:20:20) konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l, dengan penambahan ZPT berupa BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%.

,*

Percobaan dilakukan untuk menguji pengaruh pupuk majemuk yang dikombinasikan dengan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l dibanding dengan media MS. &' *

Rancangan acak yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan media, yaitu :

a. Media MS + air kelapa 10% (MS0AK 10; kontrol I)

b. Pupuk majemuk 0,5 g/l + air kelapa 10% (H0,50AK 10)

c. Pupuk majemuk 1 g/l + air kelapa 10% (H10AK 10)

d. Pupuk majemuk 1,5 g/l + air kelapa 10% (H1,50AK 10)

e. Pupuk majemuk 2 g/l + air kelapa 10% (H20AK 10)

f. Media MS + BAP 0,5 mg/l (MS0BAP; kontrol II)

g. Pupuk majemuk 0,5 g/l + BAP 0,5 mg/l (H0,50BAP)

h. Pupuk majemuk 1 g/l + BAP 0,5 mg/l (H10BAP)

i. Pupuk majemuk 1,5 g/l + BAP 0,5 mg/l (H1,50BAP)

j. Pupuk majemuk 2 g/l + BAP 0,5 mg/l (H20BAP)

Masing0masing perlakuan menggunakan 10 sampel eksplan tunas. Percobaan diulang 2 kali untuk kedua varietas tersebut.

)'

Botol untuk penyimpanan kultur menggunakan botol kultur. Botol dicuci dan disterilkan terlebih dahulu menggunakan autoklaf selama ± 20 menit

pada suhu 121°C. Selanjutnya adalah pembuatan media MS menggunakan labu Erlenmeyer 1000 ml. Larutan hara makro, hara mikro, vitamin, dan sukrosa sebanyak 30 g/l dicampur hingga rata, kemudian ditambahkan BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%. Campuran larutan tersebut kemudian diencerkan menggunakan aquades steril hingga 500 ml. Setelah itu, pH larutan diukur hingga kisaran 5,705,8. Setelah pH diukur, larutan diencerkan kembali menggunakan aquades steril hingga 1000 ml. Tahap selanjutnya adalah pemberian agar0agar bubuk sebanyak 8 g/l sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam oven selama ± 30 menit hingga mendidih. Pembuatan media pupuk majemuk pun demikian. Pupuk majemuk dengan konsentrasi masing0masing 0,5; 1; 1,5; 2 g/l ditambah dengan sukrosa 30 g/l dan kemudian dicampur dengan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l. Setelah itu, larutan diencerkan hingga 500 mL sebelum diukur pH sampai berkisar 5,705,8. Tahap selanjutnya adalah penuangan media ke dalam botol kultur masing0masing sebanyak 25ml, sehingga satu liter media dapat digunakan untuk 40 botol kultur. Botol yang telah berisi media lalu disterilkan dalam autoklaf selama 30 menit pada suhu 121°C dan tekanan 18020 psi. Setelah itu, media disimpan di ruang inkubasi selama ± 3 hari pada suhu 18°C hingga saat digunakan.

+'

Eksplan merupakan setek pucuk apikal nilam berukuran ± 4 cm yang berasal dari polibag, kemudian direndam dalam larutan deterjen 30 menit dan dibilas dengan air mengalir sampai bersih. Bahan eksplan kemudian direndam dalam campuran larutan Agrept dan Dithane masing0masing 1 g/l selama 30 menit, kemudian dibilas menggunakan aquades steril. Langkah selanjutnya adalah menstrerilisasi eksplan dalam LAFC berturut0turut menggunakan larutan HgCl2 0,2% selama 1 menit, 20% selama 2 menit, 15% selama 3 menit, alkohol 70% 3 menit, betadine 30% 30 menit. Pada setiap peralihan larutan, bahan eksplan dibilas menggunakan aquades steril. Eksplan yang sudah steril dipotong hingga berukuran ± 2 cm, kemudian bagian ujung apikal ditanam pada media perbanyakan.

,'

Ekplan hasil sterilisasi kemudian dikulturkan terlebih dahulu dalam media MS + BAP 0,5 mg/l untuk memperbanyak bahan ekplan berikutnya. Fase ini diulangi sebanyak 2 kali.

-'

Untuk induksi tunas, eksplan diambil dari fase perbanyakan. Ekplan berupa tunas apikal berukuran ± 0,5 cm dikulturkan dalam media dengan 10 perlakuan, yaitu media MS dengan penambahan air kelapa 10% atau BAP 0,5 mg/l dan media pupuk majemuk 4 konsentrasi yang ditambahkan BAP 0,5 mg/l atau air kelapa 10%.

.'

Kultur disimpan pada ruang inkubasi dengan suhu 25°C, intensitas cahaya sebesar 1000 Lux selama 18 jam/hari. /'

Pengamatan awal dilakukan 7 hari setelah pengkulturan. Selanjutnya pengamatan rutin dilakukan sampai waktu pengambilan data dengan interval 304 hari untuk melihat kemungkinan terjadinya kontaminasi. Pengambilan data dilakukan 3 bulan setelah kultur. Parameter yang dicatat meliputi jumlah daun, jumlah tunas, dan tinggi tunas.

0' "

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan 1

(ANOVA) dengan model Yij = O + τi + εij , dimana:

Yij = respon dari perlakuan ke0i, sampel e0j

O = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke0i εij =Error

dan dilanjutkan dengan uji " 2 3 ! * 4 (DMRT) apabila berbeda nyata pada taraf 5%.

"-.#

Eksplan yang dipakai merupakan hasil perbanyakan kedua dari setek pucuk apikal nilam. Setek pucuk awal diperoleh dari tanaman yang ditumbuhkan di rumah kaca, yang kemudian dikulturkan pada media perbanyakan. Setelah tiga MSK (minggu setelah kultur), tunas yang terbentuk kemudian dikulturkan menjadi bahan setek pada media perbanyakan kedua. Eksplan yang telah berumur ± 4 BSK (bulan setelah kultur) siap untuk dikulturkan pada media perlakuan.

Eksplan yang digunakan d dahulu, yaitu steril dari kontam batang yang kokoh, berda setidaknya memiliki 3 nodus.

(+(& ") $(& * '" #"+" 0

Pada media pupuk m penambahan air kelapa 10%, tunas menghasilkan daun y kekuning0kuningan untuk selu hanya sebagian kecil meng berwarna hijau. Gejala terseb pada varietas Lhokseum Sidikalang. Pada perlakuan ini

Gambar 1 me 10 3 B

"

1

"

Gambar 2 Pena (b) S BSK

kan dipilih terlebih kontaminan, memiliki berdaun hijau, dan

.

" "$/" " .% puk majemuk dengan 10%, pertumbuhan aun yang berwarna k seluruh perlakuan; menghasilkan daun tersebut terlihat baik kseumawe maupun ini, kultur tumbuh

langsung secara apikal, dan memiliki ukuran yang cuku Penampakan kultur nilam varietas untuk tiap konsentrasi perlaku majemuk dan air kelapa 10% da pada Gambar 1.

Pertumbuhan tunas nilam p pupuk majemuk terlihat jauh lebih dibandingkan dengan perlakuan (kontrol). Pada media MS penambahan air kelapa 10%, t terbentuk cenderung lebih tinggi de yang lebih lebar dan berwarna hijau 2).

Penampakan kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk (a) H0,5 + AK 10%, (b) H1 + AK 10% , (c) H1,5 + AK 10%, dan (d) H2 + AK 10% (Umur 3 BSK).

/

*

/

Penampakan kultur nilam varietas (a) Lhokseumawe dan (b) Sidikalang pada media MS + air kelapa 10% (Umur 3 BSK) dan beberapa cukup tinggi. rietas Sidikalang erlakuan pupuk dapat dilihat ilam pada media lebih buruk bila kuan media MS MS dengan , tunas yang ggi dengan daun a hijau (Gambar pada AK mur dan ur 3

Pada varietas Lhokseumawe yang diujicobakan pada media pupuk majemuk dengan penambahan air kelapa 10% (Tabel 1), data jumlah daun menunjukkan efek yang berbeda oleh masing0masing perlakuan pupuk majemuk. Pada perlakuan pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l didapat rataan sebesar 13,5, sedangkan semakin kecil konsentrasi pupuk majemuk, hasil yang didapat pun semakin kecil. Perlakuan menggunakan media MS (kontrol) menghasilkan jumlah daun terbanyak yaitu 18,2.

Data pada jumlah tunas menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memberikan hasil terbesar, dengan rataan sebesar 9. Pada perlakuan pupuk majemuk, konsentrasi 2 g/l menghasilkan tunas terbanyak yang diikuti oleh konsentrasi 1 g/l. Pupuk majemuk konsentrasi 0,5 g/l dan 1,5 g/l memberikan respon yang sama.

Data yang dihasilkan pada parameter tinggi tanaman tetap menunjukkan bahwa media MS dengan penambahan air kelapa 10% merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan tinggi tanaman nilam dibandingkan dengan perlakuan pupuk majemuk. Pada perlakuan pupuk majemuk, tunas tertinggi dihasilkan pada konsentrasi 2g/l, sedangkan tunas terpendek dihasilkan oleh konsentrasi pupuk majemuk 1,5g/l.

Secara keseluruhan, pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l memberikan hasil terbaik pada ketiga parameter pertumbuhan, sedangkan perlakuan kontrol menghasilkan ± 1,5 kali dari nilai yang dihasilkan konsentrasi 2 g/l.

Penggunaan pupuk majemuk dengan penambahan air kelapa 10% yang diujicobakan pada nilam varietas Sidikalang menghasilkan data jumlah daun yang tidak

berbeda nyata satu sama lain, dimana daun yang dihasilkan berkisar 708 (Tabel 2).

Media yang menghasilkan daun terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan media MS (kontrol) dengan rataan sebesar 15,6. Pada seluruh perlakuan pupuk majemuk, data yang dihasilkan memberikan efek yang sama. Rataan yang didapat secara berturut0turut pada konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l yaitu sebesar 7,7; 8,7; 8,35; 8,3. Nilai dari perlakuan pupuk majemuk kurang lebih setengah kali jumlahnya dari perlakuan kontrol.

Jumlah tunas menunjukkan bahwa perlakuan kontrol menghasilkan tunas terbanyak dengan rataan sebesar 7,8. Sama halnya dengan parameter daun, pada perlakuan menggunakan pupuk majemuk, nilai yang dihasilkan tidak berbeda satu sama lain. Rataan yang didapat dari perlakuan pupuk majemuk secara berturut0turut pada konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l yaitu sebesar 3,85; 4,35; 4,25; 4,25. Media kontrol menghasilkan tunas yang tertinggi dari seluruh perlakuan, yaitu dengan rataan sebesar 2,26 cm. Pada perlakuan pupuk majemuk, pemberian konsentrasi 0,5 g/l, 1,5 g/l, dan 2 g/l ternyata memberikan hasil yang sama terhadap tinggi tanaman. Namun pupuk majemuk dengan konsentrasi 1,5 g/l menghasilkan tunas nilam tertinggi dengan rataan sebesar 1,2 cm, sedangkan pupuk majemuk 1 g/l menghasilkan tunas paling kecil.

Untuk varietas Sidikalang, pupuk majemuk 1 g/l memberikan efek terbaik dalam pertumbuhan kultur nilam khususnya untuk parameter jumlah tunas pada Tabel 2, walaupun nilai yang dihasilkan setengah dari perlakuan kontrol.

Tabel 1 Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) kultur nilam varietas Lhokseumawe pada media pupuk majemuk dengan penambahan Air Kelapa 10%

Parameter Perlakuan

H0,50AK 10 H10AK10 H1,50AK10 H20AK10 MS0AK10 Jumlah Daun 8,7±2,25 d 9,3±1,89 d 11,2±2,31c 13,5±3,10b 18,2±2,91a Jumlah Tunas 4,2±1,96 c 5,6±1,27 b 4,65±0,93c 6,45±1,76b 9±1,65a Tinggi (cm) 1,26±0,86 bc 1,67±0,51b 0,95±0,60c 1,75±0,76b 2,72±1,23a 5 6 3 ) 7" 8 1 1 -9 + $75

Tabel 2 Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) kultur nilam varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk dengan penambahan Air Kelapa 10%

(+(& ") $(& * '" "$/" " 23 $'4#

Pada perlakuan media pupuk majemuk dengan penambahan BAP 0,5 mg/l, tunas cenderung berukuran pendek walaupun ada beberapa yang memiliki ukuran cukup tinggi. Tanda ¥ pada Gambar 3b menunjukkan pertumbuhan tunas aksilar secara langsung, sedangkan tanda £ pada Gambar 3c menunjukkan bahwa tunas adventif terbentuk secara tidak langsung dengan pembentukan kalus terlebih dahulu dan dari kalus tersebut

tunas tumbuh. Pertumbuhan kultur jauh berbeda dengan perlakuan kontrol, selain karena warna daun yang berwarna hijau kekuning0kuningan, juga karena daun yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan media MS, seperti yang tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 4. Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan tunas nilam varietas Lhokseumawe pada masing0masing perlakuan pupuk majemuk dengan penambahan BAP 0,5 mg/l.

.

Parameter Perlakuan

H0,50AK10 H10AK10 H1,50AK10 H20Ak10 MS0AK10 Jumlah

Daun 7,7±2,08b 8,7±2,34b 8,35±1,14b 8,3±1,92b 15,6±3,32a Jumlah

Tunas 3,85±1,04b 4,35±1,18b 4,25±0,55b 4,25±0,97b 7,8±1,73a Tinggi (cm) 0,79±0,25bc 0,71±0,15c 1,2±0,74b 0,79±0,41bc 2,26±1,06a

Gambar 3 Penampakan kultur nilam varietas Lhokseumawe pada media pupuk majemuk (a) H0,5 + BAP 0,5 mg/l, (b) H1 + BAP 0,5 mg/l , (c) H1,5 + BAP 0,5 mg/l, dan (d) H2 + BAP 0,5 mg/l; Pertumbuhan kultur tunas nilam (¥) secara langsung dan (£) secara tidak langsung (Umur 3 BSK).

5

6

*

1

"

/

"

5 6 3 ) 7" 8 1 1 -9 + $75

.

Pada media MS deng BAP 0,5 mg/l (kontrol), pertu terkonsentrasi pada pembentu terlebih dahulu, daun y berukuran kecil tetapi jumlahn berwarna hijau. Baik varietas maupun Sidikalang mem pertumbuhan yang sama (Gam

Penggunaan BAP 0 ditambahkan pada media pe majemuk juga menghasilka berbeda nyata dengan media 3). Perlakuan media tersebu terhadap tanaman nila Lhokseumawe, sedangkan pe pada varietas Sidikalang tersaj Tabel 3 memperliha media MS (kontrol) yang meng daun sebesar 27, sedangkan p majemuk untuk seluruh memberikan efek yang s pertumbuhan daun, yaitu berk Begitu juga dengan pertum

Tabel 3 Data parameter pe varietas Lhokseum mg/l Parameter H0,50BAP Jumlah Daun 6,85±2,46b Jumlah Tunas 3,35±1,23b Tinggi (cm) 0,68±0,29c Gambar 5 6 3 1

"

dengan penambahan pertumbuhan kultur bentukan tunas0tunas n yang terbentuk mlahnya banyak dan arietas Lhokseumawe memiliki ciri0ciri (Gambar 4).

AP 0,5 mg/l yang dia perlakuan pupuk hasilkan data yang media kontrol (Tabel ersebut diujicobakan nilam varietas an perlakuan media tersaji pada Tabel 4. erlihatkan perlakuan g menghasilkan rataan kan perlakuan pupuk eluruh konsentrasi ng sama terhadap u berkisar antara 609. pertumbuhan tunas;

keempat konsentrasi pupuk memberikan jumlah tunas relatif sama lain. Media kontrol menunjuk tertinggi dengan nilai sebesar 13,5.

Parameter tinggi menunjukkan bahwa media menghasilkan tunas tertinggi den sebesar 1,62 cm. Data pada perlak majemuk menunjukkan bahwa deng penambahan konsentrasi pupuk dalam media, tinggi tunas pun bertambah.

Pupuk majemuk konsent memiliki tunas tertinggi, sedangkan pupuk majemuk konsentrasi memberikan tunas paling kecil. pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l m efek yang terbaik jika dilihat d parameter yang meliputi jumlah tunas serta tinggi tanaman. Med mampu memberikan hasil 3 kali le dibandingkan pupuk majemuk 2 g/ pada parameter jumlah daun d eter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) k

umawe pada media pupuk majemuk dengan penambahan Perlakuan

H10BAP H1,50BAP H20BAP 6,35±3,18b 8,5±3,35b 8,9±2,38b

3,2±1,61b 4,25±1,74b 4,45±1,19b 0,83±0,44bc 0,95±0,47bc 1,11±0,49b mbar 4 Penampakan kultur nilam varietas (a)

Lhokseumawe dan (b) Sidikalang pada media MS + BAP 0,5 mg/l ) 7" 8 1 -+ $75

/

puk majemuk elatif sama satu nunjukkan rataan 13,5. tanaman media kontrol i dengan rataan perlakuan pupuk a dengan adanya upuk majemuk s pun semakin onsentrasi 2 g/l ngkan perlakuan trasi 0,5 g/l kecil. Perlakuan 2 g/l memberikan ihat dari ketiga mlah daun dan edia kontrol kali lebih banyak k 2 g/l, terutama aun dan tunas. nas) kultur nilam

bahan BAP 0,5 MS0BAP 27±6,16a 13,5±3,17a 1,62±0,59a 1 -9

Tabel 4 Data parameter pe varietas Sidikalang

Pada Tabel 4, menunjukkan bahwa perlaku (kontrol) tetap merupakan p menghasilkan daun terbanyak sebesar 26,55. Pada per majemuk, terdapat dua kel tanaman terhadap pertum Kelompok pertama adalah p konsentrasi 1,5 g/l dan menghasilkan daun berkisar sedangkan kelompok la menghasilkan jumlah daun kelompok pertama, yaitu sekita

Seperti halnya pada data yang dihasilkan pada p majemuk konsentrasi 1,5 g memiliki efek yang sama tunas yaitu sebesar 4,45 dan 5 nilai tersebut lebih besar diba yang dihasilkan perlakuan konsentrasi 0,5 g/l dan 1 g/l ya dan 2,6. Perlakuan kontrol me terbesar dalam menghasilka sebesar 13,45. Pemberian p konsentrasi 2 g/l menghasilkan untuk perlakuan pupuk majem

Dokumen terkait