• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan Tentang Komunikasi Bahaya Terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Penderes Di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kab. Simalungun Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan Tentang Komunikasi Bahaya Terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Penderes Di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kab. Simalungun Tahun 2012"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG KOMUNIKASI BAHAYA TERHADAP PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA

PENDERES DI PT BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR KAB. SIMALUNGUN

TAHUN 2012

TESIS

Oleh

NONI DESY MUNTHE 107032112/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate (PT BSRE) merupakan perusahaan internasional yang bergerak di bidang perkebunan dan berkomitmen tinggi dalam penegakan kebijakan K3 untuk menciptakan tempat kerja yang selamat dan sehat. Berdasarkan hasil survei pendahuluan diketahui bahwa PT BSRE telah menerapkan SMK3 dan berhasil memperoleh sertifikat dan bendera emas, namun masih ditemukan adanya kecelakaan yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengetahuan tentang komunikasi bahaya terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada penderes di PT BSRE. Jenis penelitian adalah eksperimen semu dengan pre-test dan post-test yang disertai dengan intervensi berupa ceramah. Sampel penelitian adalah penderes di Sub-divisi E, Divisi II Dolok Merangir yang berjumlah 34 orang penderes. Data pengetahuan diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner. Data pencegahan kecelakaan kerja diperoleh dengan wawancara dan observasi. Data yang dikumpul berdistribusi tidak normal, dengan demikian data dianalisis dengan uji Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pengetahuan tentang komunikasi bahaya terhadap upaya pencegahan kecelakaan kerja pada penderes di PT BSRE. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan pengetahuan hasil uji wilcoxon diperoleh nilai

significancy sebesar 0,015 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dari pengetahuan tentang komunikasi bahaya sebelum dan setelah dilakukan intervensi berupa ceramah dengan materi tentang komunikasi bahaya. Pencegahan kecelakaan kerja pada penderes dapat dilihat hasil uji wilcoxon diperoleh nilai significancy sebesar 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna dari pencegahan kecelakaan kerja sebelum dan setelah dilakukan intervensi berupa ceramah dengan materi tentang komunikasi bahaya. Perbedaan yang signifikan dari pengetahuan dan pencegahan menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan tentang komunikasi bahaya terhadap pencegahan kecelakaan kerja.

Saran bagi pihak perusahaan adalah meningkatkan pengawasan dalam kegiatan komunikasi bahaya, mandor aktif menggalakkan kegiatan komunikasi bahaya, penderes aktif dalam menjalankan kegiatan komunikasi bahaya.

(3)

ABSTRACT

PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate (PT. BSRE) is an international company engaged in plantation and has a high commitment in K3 (Occupational Health and Safety) policy enforcement to create safe and healthy work places. The result of preliminary survey showed that PT. BSRE had applied the K3 spirit and was successful in receiving a certificate and gold flag, but the accidents without inflicting loss of working days were still found.

The purpose of this quasi-experimental study with pre and posttest and lecture intervention was to find out the influence of knowledge about hazard communication on the prevention of occupational accident in the tappers of PT. BSRE. The samples for this study were 34 tappers in Sub-division E, Division II, Dolok Merangir. The data about knowledge were obtained through questionnaire-based direct interviews. The data about the prevention of occupational accident were obtained through observation and interview. Since the data collected were not normally distributed, they were analyzed through Wilcoxon test.

The result of this study showed that the knowledge about hazard communication had influence on the effort to prevent the incident of occupational accident in the tappers of PT. BSRE. The result of Wilcoxon test showed that the different knowledge with the significance value of 0.015 (p < 0.05) revealed the significant difference of the knowledge about hazard communication before and after the intervention in the form of a lecture about hazard communication. The result of Wilcoxon test also showed that the prevention of occupational accident in the tappers with the significance value of 0.000 (p < 0.05) revealed the significant difference of the prevention of occupational accident before and after the intervention in the form of a lecture about hazard communication. The difference between knowledge and prevention showed that the knowledge about hazard communication had influence on the prevention of occupational accident.

The management of PT. BSRE is suggested to improve the supervision in hazard communication activities. The supervisor should implement the hazard communication actively. The tappers should be routinely and actively involved in hazard communications’ activities.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Pengetahuan ... 10

2.1.1 Definisi Pengetahuan ... 10

2.1.2 Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif ... 10

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 13

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan ... 16

2.2. Komunikasi Bahaya ... 16

2.2.1 Pengertian Komunikasi ... 16

2.2.2 Unsur-unsur Komunikasi ... 17

2.2.3 Komunikasi Kesehatan ... 19

2.2.4 Komunikasi K3 ... 20

2.2.4.1 Proses Komunikasi K3 ... 20

2.2.4.2 Bentuk Komunikasi K3 ... 21

2.2.5 Komunikasi Bahaya ... 23

2.2.6 Komunikasi dan Keselamatan ... 26

2.3. Kecelakaan Kerja ... 27

2.3.1 Teori Penyebab Kecelakaan Kerja ... 29

2.3.2 Kerugian-kerugian yang Disebabkan Kecelakaan Akibat Kerja ... 30

2.3.3 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja ... 31

2.3.4 Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja ... 35

(5)

2.3.4.2 Prinsip Pencegahan Kecelakaan di

Tempat Kerja ... 37

2.4. Gambaran Umum Perusahaan ... 40

2.4.1 Lingkungan Fisik ... 40

2.4.1.1 Letak Geografis ... 40

2.4.1.2 Luas Wilayah ... 41

2.4.2 Sistem Administrasi Kebun ... 41

2.4.3 Jumlah Tenaga Kerja ... 42

2.4.4 Sistem Pengawasan Kerja ... 43

2.4.5 Sistem Upah ... 43

2.4.6 Fasilitas Perusahaan yang Disediakan untuk Karyawan ... 43

2.5. Visi dan Misi PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate ... 44

2.6. Standar Kerja Penderesan ... 46

2.7. Landasan Teori ... 55

2.8. Kerangka Konsep ... 56

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 57

3.1. Jenis Penelitian ... 57

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 58

3.3. Populasi dan Sampel ... 58

3.3.1. Populasi ... 58

3.3.2. Sampel ... 58

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 59

3.4.1. Pengumpulan Data... 59

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 60

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 65

3.5.1. Variabel ... 65

3.5.2. Definisi Operasional ... 65

3.6. Metode Pengukuran ... 65

3.6.1. Variabel Independen ... 65

3.6.2. Variabel Dependen ... 66

3.7. Metode Analisis Data ... 67

3.7.1. Analisis Univariat ... 67

3.7.2. Analisis Bivariat ... 67

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 68

4.1. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate ... 68

4.1.1 Keselamatan Kerja/Mencegah Kecelakaan/ Lingkungan/Mutu ... 68

(6)

4.1.3. Kegiatan Safety dan Peraturan Safety ... 69

4.1.3.1. Peraturan Ijin Masuk Ke Lokasi Kantor dan Pabrik ... 69

4.1.3.2. Peraturan Lalu Lintas di Lingkungan Kantor dan Pabrik (Mencegah Kecelakaan) ... 70

4.1.3.3. Senam Taiso ... 70

4.1.3.4. Kegiatan Pelatihan ... 71

4.1.3.5. Kegiatan Evaluasi Kecelakaan Kerja dan Penilaian Resiko ... 72

4.1.3.6. Kegiatan Pengendalian Keamanan Mesin Produksi ... 73

4.1.3.7. Kegiatan Genbutsu Genba (Peninjauan Lapangan) ... 73

4.1.3.8. Kegiatan Suru Raku (Analisa Satu Jenis Pekerjaan Untuk Mendapatkan Produktivitas dengan Cara yang Lebih Efisien ... 73

4.1.3.9. Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan ... 74

4.1.3.10.Kegiatan Sumbangsih untuk Masyarakat (Corporate Social Responsibility) ... 75

4.2. Karakteristik Penderes ... 76

4.3. Analisis Univariat ... 78

4.3.1. Pengetahuan tentang Komunikasi Bahaya ... 78

4.3.2. Pengetahuan tentang Komunikasi Bahaya Lisan ... 79

4.3.3. Pengetahuan tentang Komunikasi Bahaya Tulisan ... 81

4.3.4. Pencegahan Kecelakaan Kerja oleh Penderes ... 83

4.4. Analisis Bivariat ... 85

4.4.1. Pengetahuan tentang Komunikasi Bahaya ... 85

4.4.2. Pencegahan Kecelakaan Kerja oleh Penderes ... 86

BAB 5. PEMBAHASAN ... 88

5.1. Intervensi Berupa Ceramah tentang Komunikasi Bahaya ... 88

5.2. Pengetahuan Penderes tentang Komunikasi Bahaya di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kab. Simalungun Tahun 2012 ... 89

5.3. Pencegahan Kecelakaan Kerja oleh Penderes di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kab. Simalungun Tahun 2012 ... 95

5.4. Pengaruh Pengetahuan tentang Komunikasi Bahaya Terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Penderes ... 98

(7)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

6.1. Kesimpulan ... 101

6.2. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1 Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan tentang Komunikasi

Bahaya ... 62 3.2. Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan tentang Komunikasi

Bahaya Lisan... 62 3.3. Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan tentang Komunikasi

Bahaya Tulisan... 63 3.4. Validitas dan Reliabilitas Upaya Pencegahan Kecelakaan

Kerja pada Penderes ... 64 3.5. Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 66 3.6. Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 66 4.1. Distribusi Karakteristik Penderes di Sub-Div. E Divisi II

Dolok Merangir ... 76 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penderes tentang

Komunikasi Bahaya ... 78 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penderes tentang

Komunikasi Bahaya Lisan ... 79 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penderes tentang

Komunikasi Bahaya Tulisan ... 82 4.5. Distribusi Frekuensi Pencegahan Kecelakaan Kerja

oleh Penderes (Wawancara) ... 84 4.6. Distribusi Frekuensi Pencegahan Kecelakaan

Kerja oleh Penderes (Observasi) ... 85 4.7. Hasil Analisis Uji Wilcoxon Pengetahuan Penderes tentang

(9)
(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Hubungan antara Komunikasi, Komunikasi Antar-manusia

dengan Komunikasi Kesehatan ... 20

2.2. Alur Interaksi Komunikasi K3 ... 21

2.3. Teori Domino ... 29

2.4. Proses Kerja 1 ... 46

2.5. Proses Kerja 2 ... 47

2.6. Proses Kerja 3 ... 48

2.7. Proses Kerja 4 ... 49

2.8. Proses Kerja 5 ... 50

2.9 Proses Kerja 6 ... 51

2.10 Proses Kerja 7 ... 52

2.11 Proses Kerja 8 ... 53

2.12 Proses Kerja 9 ... 54

2.13 Landasan Teori... 55

2.14 Kerangka Konsep Penelitian... 56

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 107

2. Output SPSS Reliabilitas dan Validitas... 113

3. Output Deskriptif SPSS ... 120

4. Output SPSS Uji Wilcoxon ... 123

5. Master Data ... 126

6. Bahan Ceramah Untuk Intervensi ... 134

7. Foto Kegiatan Pembagian Kuesioner dan Ceramah ... 145

8. Buku Saku K3 PT BSRE ... 153

(12)

ABSTRAK

PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate (PT BSRE) merupakan perusahaan internasional yang bergerak di bidang perkebunan dan berkomitmen tinggi dalam penegakan kebijakan K3 untuk menciptakan tempat kerja yang selamat dan sehat. Berdasarkan hasil survei pendahuluan diketahui bahwa PT BSRE telah menerapkan SMK3 dan berhasil memperoleh sertifikat dan bendera emas, namun masih ditemukan adanya kecelakaan yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengetahuan tentang komunikasi bahaya terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada penderes di PT BSRE. Jenis penelitian adalah eksperimen semu dengan pre-test dan post-test yang disertai dengan intervensi berupa ceramah. Sampel penelitian adalah penderes di Sub-divisi E, Divisi II Dolok Merangir yang berjumlah 34 orang penderes. Data pengetahuan diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner. Data pencegahan kecelakaan kerja diperoleh dengan wawancara dan observasi. Data yang dikumpul berdistribusi tidak normal, dengan demikian data dianalisis dengan uji Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pengetahuan tentang komunikasi bahaya terhadap upaya pencegahan kecelakaan kerja pada penderes di PT BSRE. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan pengetahuan hasil uji wilcoxon diperoleh nilai

significancy sebesar 0,015 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dari pengetahuan tentang komunikasi bahaya sebelum dan setelah dilakukan intervensi berupa ceramah dengan materi tentang komunikasi bahaya. Pencegahan kecelakaan kerja pada penderes dapat dilihat hasil uji wilcoxon diperoleh nilai significancy sebesar 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna dari pencegahan kecelakaan kerja sebelum dan setelah dilakukan intervensi berupa ceramah dengan materi tentang komunikasi bahaya. Perbedaan yang signifikan dari pengetahuan dan pencegahan menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan tentang komunikasi bahaya terhadap pencegahan kecelakaan kerja.

Saran bagi pihak perusahaan adalah meningkatkan pengawasan dalam kegiatan komunikasi bahaya, mandor aktif menggalakkan kegiatan komunikasi bahaya, penderes aktif dalam menjalankan kegiatan komunikasi bahaya.

(13)

ABSTRACT

PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate (PT. BSRE) is an international company engaged in plantation and has a high commitment in K3 (Occupational Health and Safety) policy enforcement to create safe and healthy work places. The result of preliminary survey showed that PT. BSRE had applied the K3 spirit and was successful in receiving a certificate and gold flag, but the accidents without inflicting loss of working days were still found.

The purpose of this quasi-experimental study with pre and posttest and lecture intervention was to find out the influence of knowledge about hazard communication on the prevention of occupational accident in the tappers of PT. BSRE. The samples for this study were 34 tappers in Sub-division E, Division II, Dolok Merangir. The data about knowledge were obtained through questionnaire-based direct interviews. The data about the prevention of occupational accident were obtained through observation and interview. Since the data collected were not normally distributed, they were analyzed through Wilcoxon test.

The result of this study showed that the knowledge about hazard communication had influence on the effort to prevent the incident of occupational accident in the tappers of PT. BSRE. The result of Wilcoxon test showed that the different knowledge with the significance value of 0.015 (p < 0.05) revealed the significant difference of the knowledge about hazard communication before and after the intervention in the form of a lecture about hazard communication. The result of Wilcoxon test also showed that the prevention of occupational accident in the tappers with the significance value of 0.000 (p < 0.05) revealed the significant difference of the prevention of occupational accident before and after the intervention in the form of a lecture about hazard communication. The difference between knowledge and prevention showed that the knowledge about hazard communication had influence on the prevention of occupational accident.

The management of PT. BSRE is suggested to improve the supervision in hazard communication activities. The supervisor should implement the hazard communication actively. The tappers should be routinely and actively involved in hazard communications’ activities.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya selalu menginginkan keberhasilan baik berupa hasil produksinya maupun hasil layanannya. Untuk menunjang keberhasilan tersebut maka diperlukan tempat kerja yang sehat dan selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko yang dapat menimbulkan kecelakaan dan berusaha mengatasinya sehinggat tercapai kondisi perusahaan tanpa kecelakaan atau zero accident (Djati, 2006).

(15)

tidak tahu, yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan dengan aman dan tidak tahu bahaya-bahaya yang ada; karena tidak mampu/tidak bisa, yang bersangkutan telah mengetahui cara kerja yang aman, bahaya-bahaya yang ada tetapi karena belum mampu, kurang terampil dia melakukan kesalahan; karena tidak mau, walaupun telah mengetahui dengan jelas cara kerja dan peraturan-peraturannya serta yang bersangkutan dapat melaksanakannya, tetapi karena tidak mau melaksanakan, maka terjadi kecelakaan, misalnya tidak mau memakai alat keselamatan atau melepas alat pengaman (Djati, 2006).

(16)

saing 5 dengan indeks kematian akibat kecelakaan sekitar 11 per 100.000 pekerja (Ramli, 2010).

Menurut perkiraan International Labour Organization (ILO) mengindikasikan bahwa setiap tahunnya lebih dari 350.000 pekerja di seluruh dunia meninggal akibat kecelakaan kerja dan kurang dari 260 miliar pekerja mengalami cidera serius yang membuat mereka tidak bisa bekerja lebih dari tiga hari lamanya. (http://www.ilo.org/public/english/protection/safework/wdcongrl7/intrep.pdf.).

Berdasarkan data PT Jamsostek, kasus kecelakaan kerja di Indonesia pada 2006 tercatat sebanyak 95.624 kasus dengan pembayaran klaim jaminan sekitar Rp222 miliar, sedangkan pada 2007 ada 83.714 kasus dengan pembayaran klaim Rp219 miliar. Selama tahun 2007 kompensasi kecelakaan yang dikeluarkan oleh PT Jamsostek mencapai Rp 165,95 miliar. Kasus kecelakaan kerja tertinggi di Indonesia terjadi tahun 2011, yakni mencapai 98.711 kasus dengan pembayaran santunan jaminan kecelakaan kerja (JKK) sebesar Rp 401 miliar. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya. Menurut pimpinan Jamsostek, rata-rata kasus kecelakaan kerja setiap tahun sekitar 93.000 kasus. Kondisi ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran dan pemahaman kalangan usaha di Indonesia akan pentingnya aspek K3 sebagai salah satu unsur untuk meningkatkan daya saing. (poskota.co.id).

(17)

Belawan 1,708 kasus dan Binjai 321 kasus. Dari 4.586 kasus tersebut dibagi berdasarkan empat klasifikasi yaitu kondisi kerja, cedera, kondisi kerja dan sumber kecelakaan. Berdasarkan klasifikasi kondisi kerja, lanjutnya, di dalam lokasi kerja mencapai 76,93%, kecelakaan saat lalu lintas 14,59% dan di luar lokasi 8.48%. Berdasarkan klasifikasi cedera, pada bagian kaki mencapai angka dominan sebesar 20,80%, kemudian kecelakaan pada jari tangan sebesar 19,28%, kecelakaan pada mata sebesar 13,45%, dan kepala 12,58%. Untuk Klasifikasi kondisi kerja ditemukan bahwa kecelakaan dengan alat pengaman tidak sempurna mencapai angka yang cukup dominan yaitu 78,87% dan kecelakaan dengan menggunakan peralatan tidak seharusnya mencapai 6,21%. Sementara untuk klasifikasi berdasarkan sumber kecelakaan, dengan menggunakan Mesin (press, bor, gergaji) mendominasi angka 39,88% dan dengan perkakas kerja tangan mencapai 14,44% (www.suaramerdeka.com).

Pencegahan dan pengurangan kecelakaan serta penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Hal ini disebabkan oleh kecelakaan kerja selama ini sebagian besar disebabkan oleh faktor manajemen, di samping faktor manusia dan teknis (Institut K3 Indonesia, 1998).

(18)

Aspek komunikasi sangat penting dalam K3. Banyak kecelakaan terjadi akibat kurang baiknya komunikasi sehingga mempengaruhi kinerja K3 organisasi. Sebagai contoh, kebijakan K3 yang ditetapkan oleh manajemen harus dipahami dan dimengerti oleh seluruh anggota organisasi dan pemangku kepentingan yang terkait dengan kegiatan. Untuk itu, kebijakan K3 harus dikomunikasikan sehingga diketahui, dimengerti, dihayati dan dijalankan oleh semua pihak terkait (Ramli, 2010).

Dalam pelaksanaannya komunikasi K3 termasuk di dalamnya komunikasi bahaya (Hazard Communication). Komunikasi bahaya adalah suatu cara untuk menunjukkan bahwa suatu benda atau area mengandung bahaya atau jenis bahaya tertentu (Wariagus, 2011).

Komunikasi bahaya yang direncanakan dengan benar dan ditujukan pada kelompok sasaran yang tepat dalam bahasa yang tepat, dan didukung oleh ilustrasi yang menarik perhatian akan sangat berperan dalam mengurangi kecelakaan kerja (Handley, W. 1977).

(19)

Hasil penelitian Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Praktik Penanggulangan Bahaya di PT X menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan pekerja dengan Praktik penanganan bahaya fisik dan kimia di tempat kerja (P Value = 0,001). Ada hubungan antara sikap pekerja dengan Praktik penanganan bahaya fisik dan kimia di tempat kerja (P Value = 0,006) (http://www.fkm.undip.ac.id/data/).

PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate (PT BSRE) merupakan perusahaan internasional yang berada di Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk menjamin terpeliharanya keselamatan dan kesehatan kerja baik bagi karyawan, pegawai, dan kontraktor atau supplier dan pihak lain yang berada di wilayah kerja. Oleh karena itu, PT BSRE berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja dan berupaya mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Komitmen ini diwujudkan melalui penerapan persyaratan SMK3 dan persyaratan keselamatan kerja lainnya. Kebijakan ini dipahami seluruh karyawan dan bagi pihak lain yang berkepentingan dengan melakukan sosialisasi secara berkesinambungan.

(20)

menjadi 37 kasus. Hingga tahun Februari 2012 angka kecelakaan kerja terhitung 0 (nol) untuk kasus LTA sedangkan untuk kasus NLTA masih terjadi.

Bentuk pencegahan kecelakaan kerja di PT BSRE dilakukan dengan penerapan SMK3 yang didalamnya melibatkan berbagai kegiatan termasuk kegiatan komunikasi bahaya. Bentuk kegiatan komunikasi bahaya yang dilakukan PT BSRE adalah training K3 bagi pekerja baru, safety talk yang dilakukan sekali dalam seminggu yaitu lima menit sebelum bekerja, pemberian alat pelindung diri (APD) menyampaikan informasi secara tertulis pada notice board (papan pengumuman) mengenai informasi bahaya di tempat kerja, informasi cara bekerja yang aman, serta sanksi terhadap pekerja yang tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur yang dituliskan pada Buku Saku K3 yang dimiliki oleh masing-masing pekerja.

Pekerja PT BSRE paling banyak adalah pada Departemen Lapangan (Field Department) yaitu 5.566 orang dari 6.369 orang jumlah seluruh pekerja dan sebagian besar dari pekerja tersebut adalah penderes (3.608 orang). Pada tahun 2008 diperoleh data kecelakaan kerja NLTA pada penderes yaitu kecelakaan akibat terkena pisau deres sebanyak 30 kasus, akibat terkena tatal sebanyak 5 kasus, akibat terpercik

ammonia 5 % sebanyak 3 kasus, dan akibat yang lainnya (terkena cabang pohon) sebanyak 2 kasus.

(21)

dengan larutan ammonia 3%); (3) pukul 14.30 mengutip hasil dalam bentuk cup lump; (4) pukul 15.30 sampai dengan selesai menimbang hasil di Latex Station.

Risiko kecelakaan kerja pada penderes adalah terkena serpihan kayu saat menderes, terkena percikan getah, terkena pisau deres saat mengasah pisau, serta kejatuhan kayu atau ranting pohon namun hal ini jarang terjadi. Terkena serpihan kayu dan percikan getah jika penanganan pertolongan pertama tidak dilakukan segera dan dengan tepat bisa menimbulkan kebutaan.

Menurut pihak manajemen, ketika dilakukan investigasi setelah terjadi kecelakaan kerja ditemukan bahwa penyebab utama dari kecelakaan kerja adalah akibat dari kelalaian pekerja itu sendiri yaitu tidak menggunakan APD selama waktu kerja. Belum diketahui dengan pasti apa penyebab kelalaian pekerja tersebut. Dengan kondisi demikian peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yaitu Pengaruh Pengetahuan Tentang Komunikasi Bahaya Terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Penderes di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun Tahun 2012.

1.2. Permasalahan

(22)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengetahuan tentang komunikasi bahaya terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada penderes di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun Tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh pengetahuan tentang komunikasi bahaya terhadap pencegahan kecelakaan kerja pada penderes di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun Tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat menjadi sumber masukan bagi perusahaan sebagai upaya mengoptimalkan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan pekerja dalam hal pencegahan kecelakaan kerja.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi Pengetahuan

Menurut Bloom dalam Soekidjo (2005), pengetahuan merupakan pengembangan dari 3 tingkat ranah perilaku yang artinya adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.

2.1.2. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Pengetahuan secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu (Notoadmojo, 2005) :

1. Tahu (Know)

(24)

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. Contohnya : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

(25)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formula baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya : dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.

(26)

Menurut Notoadmojo dalam www.duniabaca.com ada beberapa faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya:

1. Pendidikan

2. Informasi/Media Massa 3. Sosial budaya dan Ekonomi 4. Lingkungan

5. Pengalaman 6. Usia

1. Pendidikan

(27)

aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .

2. Informasi / Media Massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3. Sosial, Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang.

(28)

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

6. Usia

(29)

dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :

a. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. b. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena

mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosakata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

2.1.4. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2007), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan tersebut di atas.

2.2. Komunikasi Bahaya 2.2.1. Pengertian Komunikasi

(30)

bahwa suatu proses informasi yang disampaikan dari satu tempat tertentu ke tempat yang lain”. Definisi ini menekankan pada ide, bahwa suatu informasi disampaikan dari satu poin ke poin yang lain, seperti halnya terjadi pada dua orang yang sedang berbicara melalui pesawat telepon atau ketika dua orang sedang berinteraksi melalui email, atau ketika suatu berita dari suatu negara disampaikan ke negara lain melalui satelit.

Di dalam konteks “sistem sosial”, komunikasi merupakan aspek penting sebagai media bagi anggota sistem sosial untuk berinteraksi. Proses sosialisasi bagi anggota sistem sosial juga berlangsung dalam konteks komunikasi. Komunikasi antar anggota sistem sosial inilah yang membedakan interaksi antar manusia dengan kelompok makhluk lain. Menurut Anderson (1985), komunikasi antar-anggota sistem sosial menghasilkan energi dalam rangka pencapaian tujuan sistem sosial (Notoadmojo, 2007).

2.2.2. Unsur-Unsur Komunikasi

Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yakni : komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media (Notoadmojo, 2003).

(31)

respon atau jawaban. Apabila orang lain atau pihak lain tersebut tidak memberikan respons atau jawaban, berarti tidak terjadi komunikasi antara kedua variable tersebut.

b. Komunikan (receiver), adalah pihak yang menerima stimulus dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon tersebut dapat bersifat pasif yakni memahami atau mengerti apa yang dimaksud oleh komunikan, atau dalam bentuk aktif yakni dalam bentuk ungkapan melalui bahasa lisan atau tulisan (verbal) atau menggunakan simbol-simbol (non-verbal). Menerima stimulus saja tanpa memberikan respon belum terjadi proses komunikasi.

c. Pesan (message), adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator (sumber), kepada komunikan (penerima). Isi stimulus yang berupa pesan atau informasi ini dikeluarkan oleh komunikan tidak sekedar diterima atau dimengerti oleh komunikan, tetapi diharapkan agar direspon secara positif dan aktif berupa perilaku atau tindakan.

d. Saluran (media), populernya disebut sebagai media, adalah alat atau sarana yang digunakan oleh komunikan dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. Jenis dan bentuk saluran atau media komunikasi sangat bervariasi, mulai dari yang paling tradisional yakni melalui mulut (lisan), bunyi-bunyian (kentongan), tulisan (cetakan) sampai dengan elektronik yang paling modern, yakni televisi dan internet.

(32)

KOMUNIKASI

Dalam perkembangan dunia komunikasi terdapat dua bentuk umum komunikasi, yakni komunikasi antar-manusia (human communication) dan komunikasi bukan antar-manusia (non human communication), misalnya komunikasi antar-hewan dan berbeda jenis serta komunikasi antar-hewan dengan lingkungan alam. Komunikasi antar-manusia merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara individu, individu dengan kelompok dan antar-kelompok manusia. Faktor yang membedakan komunikasi antar manusia dengan jenis komunikasi lainnya adalah digunakannya simbol-simbol dan “bahasa”. Bahasa yang digunakan manusia untuk berkomunikasi erat kaitannya dengan “budaya”; maka komunikasi antar manusia berlangsung dalam konteks kebudayaan. Konteks kebudayaan yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, sedangkan komunikasi antar hewan berlangsung berdasarkan insting atau intuisi semata.

Menurut Cronkhite dalam Notoadmojo (2005) menyatakan bahwa komunikasi antar manusia terjadi ketika individu merespon simbol-simbol tertentu dengan menggunakan bahasa. Komunikasi kesehatan merupakan salah satu bentuk komunikasi antar manusia. Dapat digambarkan sebagai berikut :

Komunikasi Antar-Manusia

(33)

Gambar 2.1. Hubungan antara Komunikasi, Komunikasi Antar-Manusia, dengan Komunikasi Kesehatan

Sumber : Northouse & Northouse dalam Notoadmojo (2005)

2.2.4. Komunikasi K3

Sasaran dari komunikasi keselamatan adalah menyampaikan ide dan pengetahuan dari satu orang ke orang lain sehingga pesannya bisa tinggal dalam ingatan dan bisa memotivasi timbulnya tindakan tertentu (Handley, 1977).

2.2.4.1. Proses Komunikasi K3

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari pengirim (sender) ke penerima (receiver) dengan tujuan untuk mencapai salah satu sasaran berikut :

1. Untuk bertindak (action) mengenai sesuatu hal, misalnya menghentikan mesin atau memadamkan kebakaran.

2. Untuk menyampaikan informasi misalnya tentang kebijakan K3 dalam perusahaan, sumber bahaya di tempat kerja, prosedur kerja aman dan lainnya. 3. Untuk memastikan tentang sesuatu yang seharusnya dilakukan atau dijalankan,

misalnya cara melakukan suatu pekerjaan.

(34)
[image:34.612.121.527.202.351.2]

Dari aspek K3 alur komunikasi dapat terjadi antara manusia dengan manusia secara langsung atau melalui alat kerja atau alat komunikasi dapat dilihat seperti berikut :

Gambar 2.2. Alur Interaksi Komunikasi K3

Sumber : Sistem Manajemen K3 – OHSAS 18001(Ramli, 2009)

2.2.4.2. Bentuk Komunikasi K3

Komunikasi K3 dapat dibedakan atas :

1) Komunikasi Manusia Dengan Manusia Secara Langsung, misalnya antara bawahan dengan atasannya. Komunikasi ini sering juga disebut komunikasi personal (personnal communication) atau komunikasi kelompok (group communication). Dalam K3 kedua jenis komunikasi ini banyak dilakukan misalnya melalui kontak individu melalui proses observasi, safety talk, penyuluhan K3, dan pelatihan K3.

(35)

Komunikasi ini banyak digunakan di lingkungan kerja misalnya komunikasi antara petugas di ruang kontrol dengan petugas di lapangan, komunikasi antara petugas K3 dengan para pekerja. Komunikasi K3 antara manusia dengan manusia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Komunikasi Internal, yaitu komunikasi di lingkungan organisasi baik secara horizontal, vertikal dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah di seluruh jajaran organisasi.

- Komunikasi Eksternal, yaitu aliran komunikasi antara organisasi dengan semua unsur di luar perusahaan seperti konsumen, instansi terkait, pemasok, kontraktor, asosiasi profesi, media massa dan lainnya.

3) Komunikasi Manusia Dengan Alat Kerja.

Peralatan seperti mesin, unit proses, peralatan adalah benda mati yang dioperasikan oleh manusia. Dalam proses operasi tersebut terjadi komunikasi antara manusia dengan alat kerja.

Sopir berkomunikasi dengan mobil melalui berbagai peralatan kontrol seperti odometer, petunjuk bahan bakar, temperatur mesin atau petunjuk kecepatan. Jika petunjuk bahan bakar tidak berfungsi, pengemudi tidak bisa berkomunikasi dengan kendaraannya, dan tidak mengetahui ketinggian bahan bakar di dalam tangki sehingga suatu ketika akan kehabisan bahan bakar (Ramli, 2010).

(36)

pelanggan atau konsumen yang menyangkut K3 harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya (Ramli, 2010).

2.2.5. Komunikasi Bahaya

Komunikasi bahaya adalah suatu cara untuk menunjukkan bahwa suatu benda atau area mengandung bahaya atau jenis bahaya tertentu. Dengan adanya petunjuk terhadap bahaya tersebut maka setiap orang yang akan melakukan pekerjaan dengan alat atau bahan berbahaya tersebut atau bekerja pada area berbahaya tersebut dapat mengantisipasi dengan langkah-langkah pencegahan atau preventif, seperti alat perlindungan diri yang sesuai (www.aimititi.netfirms.com).

Ada beberapa cara dalam mengkomunikasikan bahaya (www.aimititi.netfirms.com) :

1. Lisan, dengan cara training atau pemberitahuan, kelemahannya adalah kurang efektif karena orang mudah lupa.

2. Tulisan, dapat berupa MSDS (Material Safety Data Sheet) serta poster. 3. Visual, berupa label, tanda, serta rambu.

Manfaat penerapan komunikasi bahaya (www.aimititi.netfirms.com) adalah : a. Memudahkan mengetahui kandungan bahaya dalam suatu bahan atau area,

b. Penanganan resiko dapat dilakukan dengan tepat sesuai jenis bahaya yang bersangkutan,

c. Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai,

(37)

e. Penggunaan media yang sesuai dengan kecelakaan kerja yang terjadi.

Contoh dari komunikasi bahaya adalah kegiatan pelatihan, induksi, safety talk

atau tool box meeting, tanda/rambu K3, simbol kemasan bahaya pada kemasan produk, Material Safety Data Sheet (Ismail, 2011).

Dalam Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1970 disebutkan pada Bab V Pembinaan Pasal 9 ayat (1), yaitu : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan kepada tiap tenaga kerja baru tentang :

a. Kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;

b. Semua pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya;

c. Alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan; d. Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 disebutkan pada Bab X Pasal 14 menyebutkan bahwa kewajiban pengurus adalah :

a. Secara tertulis menempatkan di tempat kerja yang dipimpinnya semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

(38)

dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;

c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk-petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

Secara internasional disebutkan dalam standar Sistem Manajemen K3 (OHSAS 18001) pasal 4.4.2 menambahkan bahwa dalam komunikasi bahaya tersebut perusahaan bertanggung jawab untuk menambah keyakinan terhadap pekerja dengan membekali pekerja dengan kompetensi melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman, dan akan tetap mempertahankan catatan yang telah ada.

Perusahaan akan mengidentifikasi kebutuhan pelatihan yang berkaitan dengan resiko K3 dan sistem manajemen K3. Organisasi akan melaksanakan pelatihan atau mengambil tindakan lainnya untuk memenuhi kebutuhaan ini, mengevaluasi keefektifan dari pelatihan atau tindakan lainnya yang diambil, dan mempertahankan catatan yang telah ada sebelumnya.

Organisasi akan menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara prosedur-prosedur untuk membuat pekerja bekerja di bawah kesadaran akan

(39)

b. Peran mereka dan tanggung jawab dan pentingnya pencapaian sesuai dengan kebijakan K3 dan prosedur dan pemenuhan SMK3, termasuk di dalamnya keadaan tanggap darurat dan pelaksanaan respon.

c. Konsekuensi jika prosedur tidak dipenuhi.

Prosedur pelatihan akan diperhitungkan pada tingkat berbeda dari : a. Tanggung jawab, kemampuan, kemampuan berbahasa dan menulis; dan

b. Resiko (OHSAS 18001:2007, Occupational Health and Safety Assessment Series. 2007).

2.2.6. Komunikasi dan Keselamatan

Keampuhan suatu sistem sampai tingkat tertentu tergantung kepada kualitas komunikasi yang terjadi di antara aneka unsur. Dalam industri, bentuk komunikasi di dalam suatu sistem biasanya dirumuskan dalam ketentuan-ketentuan resmi, seperti isyarat-isyarat atau penggunaan bentuk standar untuk pengiriman keterangan dan lain-lain.

(40)

Maka dari itu, sistem komunikasi resmi harus cukup jelas, komprehensif dan tidak berarti jamak serta tidak rumit, agar tidak diganti oleh isyarat-isyarat tak resmi. Penggantian tersebut terutama harus mendapat perhatian pada :

a. Adanya komunikasi di antara kelompok-kelompok yang tak sama seperti bagian administrasi dan bagian produksi.

b. Terdapatnya tenaga baru yang belum memahami isyarat-isyarat tak resmi.

Dua segi lainnya tentang komunikasi adalah singkatan informasi yang terlalu terperinci. Tenaga kerja mungkin menggunakan bentuk-bentuk singkatan untuk komunikasi, sehingga memperbaiki kecepatan kerja. Namun dengan begitu, keampuhan sistem menurun. Begitu pula, tingkat keselamatannya. Sebaliknya, tenaga kerja yang bekerja dengan tanda-tanda petunjuk, dan panel-panel pengendali mungkin terganggu oleh banyaknya dan terperincinya informasi yang disampaikan kepada mereka. Dengan begitu, reaksi-reaksi mereka akan lebih lambat dan kurang teliti (Suma’mur, 1991).

2.3. Kecelakaan Kerja

(41)

melukai; atau pergerakan dari seseorang menyababkan luka atau menimbulkan kemungkinan terjadinya luka (Anton, 1979).

Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga, oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Maka dari itu, peristiwa sabotase atau tindakan kriminil di luar ruang lingkup kecelakaan yang sebenarnya. Tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material maupun penderitaan yang paling ringan sampai kepada yang paling berat (Suma’mur, 1991).

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubung dengan pekerjaan pada perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting, yaitu :

1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan, atau 2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Kadang-kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya, sehingga meliputi juga kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja. Kecelakaan-kecelakaan di rumah atau waktu rekreasi atau cuti, dan lain-lain adalah di luar makna kecelakaan akibat kerja, sekalipun pencegahannya sering dimasukkan program keselamatan perusahaan. Kecelakaan-kecelakaan demikian termasuk kepada kecelakaan umum hanya saja menimpa tenaga kerja di luar pekerjaannya (Suma’mur, 1991).

(42)
[image:42.612.136.506.178.327.2]

Suatu kecelakaan bukanlah suatu peristiwa tunggal; kecelakaan ini merupakan hasil dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan (Ridley, 2008).

Gambar 2.3 Teori Domino

Sumber : http://artikelbiboer.blogspot.com

Domino dalam Gambar 2.3 menggambarkan rangkaian penyebab terjadinya kejadian atau situasi yang mengawali kecelakaan yang menimbulkan cedera atau kerusakan. Jika satu domino jatuh maka domino ini akan menimpa domino lainnya hingga domino yang terakhir pun jatuh, artinya, kecelakaan. Jika salah satu dari domino (sebab-sebab) itu dihilangkan, misalnya kita melakukan tindakan keselamatan yang benar, maka tidak akan ada kecelakaan.

2.3.2. Kerugian-kerugian yang Disebabkan Kecelakaan Akibat Kerja Kecelakaan menyebabkan 5 jenis kerugian (K) :

(43)

2. Kekacauan organisasi, 3. Keluhan dan kesedihan 4. Kelainan dan cacat, dan 5. Kematian.

Bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses, tempat dan lingkungan kerja mungkin rusak oleh kecelakaan. Akibat dari itu, terjadilah kekacauan organisasi dalam proses produksi. Orang yang ditimpa kecelakaan mengeluh dan menderita, sedangkan keluarga dan kawan-kawan sekerja akan bersedih hati. Kecelakaan tidak jarang berakibat luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat. Bahkan tidak jarang kecelakaan merenggut nyawa dan berakibat kematian.

(44)

perbandingan di antara biaya langsung dan tersembunyi adalah satu banding empat (1:4), sedangkan di negara-negara berkembang satu banding dua (1:2).

Kecelakaaan-kecelakaan besar dengan kerugian-kerugian besar biasanya dilaporkan, sedangkan kecelakaan-kecelakaan kecil tidak dilaporkan. Padahal biasanya peristiwa-peristiwa kecelakaan kecil adalah 10 kali kejadian kecelakaan-kecelakaan besar. Maka dari itu, kecelakaan-kecelakaan-kecelakaan-kecelakaan menyebabkan kerugian-kerugian yang besar pula manakala dijumlahkan secara keseluruhan (Suma’mur, 1991).

2.3.3. Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional tahun 1962 adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan : a. Terjatuh

b. Tertimpa benda jatuh

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

(45)

2. Klasifikasi Menurut Penyebab : a. Mesin

i. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. ii. Mesin penyalur (transmisi).

iii. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam. iv. Mesin-mesin pengolah kayu.

v. Mesin-mesin pertanian. vi. Mesin-mesin pertambangan.

vii. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. b. Alat angkut dan alat angkat

i. Mesin angkat dan peralatannya. ii. Alat angkutan di atas rel.

iii. Alat angkutan lain yang beroda, terkecuali kereta api. iv. Alat angkutan udara.

v. Alat angkutan air. vi. Alat-alat angkutan lain. c. Peralatan lain

i. Bejana bertekanan.

ii. Dapur pembakar dan pemanas. iii. Instalasi pendingin.

(46)

vi. Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik. vii. Tangga.

viii. Perancah (steger).

ix. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi

i. Bahan peledak.

ii. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. iii. Benda-benda melayang.

iv. Radiasi.

v. Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan kerja.

i. Di luar bangunan. ii. Di dalam bangunan. iii. Di bawah tanah.

f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut i. Hewan.

ii. Penyebab lain.

g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi Menurut Sifat Luka atau Kelainan a. Patah tulang.

(47)

c. Regang otot/urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain. e. Amputasi.

f. Luka-luka lain. g. Luka di permukaan. h. Gegar dan remuk. i. Luka bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut). k. Akibat cuaca, dan lainnya.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. p. Lain-lain.

4. Klasifikasi Menurut Letak Kelainan atau Luka di Tubuh a. Kepala.

(48)

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.

Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai faktor. Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk menggolong-golongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka kaibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau kelainan di tubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci (Suma’mur, 1991).

2.3.4. Pencegahan Kecelakaan Kerja

2.3.4.1.Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja

Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :

(49)

2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industry tertentu, praktek-praktek keselamatan dan higiene umum, atau alat-alat perlindungan diri.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.

4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau pengelasan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya.

5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya. 8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik,

sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.

(50)

10. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.

11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah, kecelakaan-kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan-kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.

Jelaslah, bahwa untuk pencegahan kecelakaan akibat kerja diperlukan tenaga sama aneka keahlian dan profesi seperti pembuat undang-undang, pegawai pemerintah, ahli-ahli teknik, dokter, ahli ilmu jiwa, ahli statistik, guru-guru, dan sudah barang tentu pengusaha dan buruh (Suma’mur, 1991).

2.3.4.2. Prinsip Pencegahan Kecelakaan di Tempat Kerja

Peraturan Management Health and Safety at Work Schedule 1 mengkhususkan prinsip pencegahan secara umum yang dirancang pada Artikel 6 (2) dari European Council Directive 89/391/EEC. Untuk pertama kalinya prinsip ini dinyatakan secara langsung pada peraturan yang menyatakan, pada Peraturan Nomor 4, bahwa di mana pekerja melaksanakan pengukuran pencegahan pekerja tersebut akan melakukan prinsip-prinsip ini sebagaimana disebutkan dalam schedule 1.

(51)

1. Menghindari resiko

Artinya, sebagai contoh, mencoba untuk menghentikan tugas atau menggunakan proses lainya atau mengerjakan pekerjaan tersebut dengan cara yang berbeda, cara yang lebih aman.

2. Mengevaluasi bahaya yang tidak bisa dihindarkan Hal ini membutuhkan penilaian resiko.

3. Melawan resiko pada sumbernya

Hal ini maksudnya adalah bahwa resiko, sebagaimana kondisi tempat kerja yang berdebu, dikendalikan dengan menghilangkan penyebab debu daripada menyediakan pelindung khusus; atau mengganti lantai yang licin daripada membuat tanda peringatan.

4. Mengadaptasikan pekerjaan dengan pekerjanya

Hal ini melibatkan perancangan tempat kerja, pemilihan peralatan kerja dan pemilihan metode bekerja dan proses produksi, dengan pandangan, khususnya, untuk mengurangi pekerjaan yang monoton dan bekerja dengan rata-rata pekerjaan yang ditentukan dan mengurangi efeknya bagi kesehatan.

Hal ini akan melibatkan konsultan yang akan dipengaruhi ketika tempat kerja, metode kerja dan prosedur keselamatan yang dirancang. Pengendalian orang-orang telah melebihi pekerjaan mereka yang seharusnya ditambah, dan waktu yang dihabiskan saat bekerja dengan kecepatan yang ditentukan dan dalam kerja yang monoton sebaiknya dikurangi jika mungkin untuk dilakukan demikian.

(52)

Hal ini penting untuk mengambil keuntungan dari perkembangan teknologi dan teknik, yang sering memberikan peluang bagi perancang dan pekerja untuk meningkatkan keselamatan dan metode bekerja. Dengan internet dan sumber informasi internasional yang tersedia, pengetahuan yang sangat luas, berlangsung di Inggris atau Eropa, akan diperhitungkan oleh kekuasaan yang berwenang dan pengadilan.

6. Menggantikan yang berbahaya dengan menjadi yang tidak berbahaya atau kurang berbahaya

Hal ini termasuk subtitusi, contohnya, mengganti perlengkapan atau bahan dengan bahan yang tidak berbahaya atau kurang berbahaya.

7. Mengembangkan kebijakan pencegahan yang menyeluruh

Hal ini meliputi teknologi, organisasi di tempat kerja, kondisi bekerja, hubungan sosial dan pengaruh faktor yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Kebijakan kesehatan dan keselamatan harus dipersiapkan dan diterapkan dengan referensi dari prinsip-prinsip ini.

8. Mengutamakan pemberian alat perlindungan diri secara menyeluruh

Hal ini maksudnya mengutamakan untuk mengendalikan pengukuran yang membuat tempat kerja aman bagi setiap pekerjanya sehingga menghasilkan keuntungan yang besar, contohnya menghilangkan bahaya debu dengan ventilasi

(53)

9. Memberi instruksi yang tepat bagi pekerja

Hal ini harus meyakinkan pekerja disadarkan dengan kebijakan perusahaan, prosedur keselamatan, hasil tes lainnya dan kebutuhan hukum. Hal ini sering disebut pendekatan ‘Orang yang Selamat’ untuk mengendalikan resiko di mana berfokus pada orangnya. Pengaturan sistem manajemen K3 yang layak seharusnya seimbang antara pendekatan tempat kerja yang aman dan pendekatan orang yang aman.

2.4. Gambaran Umum Perusahaan 2.4.1. Lingkungan Fisik

2.4.1.1.Letak Geografis

PT Bridgestone Sumatera Rubber Estate (PT BSRE) Divisi II Dolok Merangir (Head Office) terletak di Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun dengan jarak 5 km dari jalan raya. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan PTPN III Gunung Para - Sebelah Barat berbatasan dengan Kebun Siantar Estate - Sebelah Timur berbatasan dengan PTPN IV Dolok Ilir - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Beringin

(54)

Luas wilayah yang diusahakan oleh PT BSRE Dolok Merangir adalah 18.000,03 Hektar, termasuk di dalamnya gedung, jalan, rawa-rawa, sungai dan hutan.

Berikut ini data luas wilayah berdasarkan divisi : Divisi I Naga Raja : 3.352,26 Hektar Divisi II Dolok Merangir : 4.590,81 Hektar Divisi III Dolok Ulu : 3.157,01 Hektar Divisi IV Dolok Ulu : 2.770,20 Hektar Divisi V Aek Tarum : 4.129,75 Hektar 2.4.2. Sistem Administrasi Kebun

1. Direktur Lapangan (Field Director)

a. Merencanakan dan mengawasi hasil-hasil produksi tanaman. b. Mengevaluasi hasil kerja dari manajer-manajer lapangan.

c. Merencanakan dan mengawasi pemupukan dan pemeliharaan tanaman. d. Menandatangi perjanjian dan lainnya.

2. Manajer Lapangan (Manager Division)

a. Mengendalikan pelaksanaan pengutipan hasil tanaman berupa karet alam agar persediaan bahan mentah cukup untuk kebutuhan produksi pabrik.

b. Mengawasi pemupukan, pemeliharaan tanaman dan sistem penyadapan karet. c. Menandatangani atau mengesahkan laporan-laporan sehubungan dengan

pekerjaannya.

(55)

Mengepalai satu sub-division (afdeling) dalam satu tugas baik di lapangan atau di kantor afdeling dengan dibantu oleh mandor I dalam mengkoordinir bawahannya.

4. Kepala Tata Usaha

Berwenang sebagai kepala administrasi keuangan dan membawahi asisten pergudangan dan asisten tata usaha.

5. Masinis Kepala (Engineering Manager)

Membawahi asisten pengolahan, asisten transportasi, asisten bengkel umum dan asisten dinas sipil.

6. Keamanan (Security Manager)

Mengontrol dan mengawasi keamanan yang dibantu satu orang asisten keamanan (perwira sekuriti) yang anggotanya terdiri dari satpam.

2.4.3. Jumlah Tenaga Kerja

Pada saat ini PT BSRE mempunyai tenaga kerja staf yang berjumlah lebih kurang 80 orang dari berbagai departemen, baik Head Office Departement maupun

Field Service Department. Jumlah tenaga kerja seluruhnya adalah 6.369 orang yang terdiri dari tenaga lapangan dan tenaga kerja di bagian kantor.

Selain itu, di PT BSRE juga memiliki tenaga kerja asing yang disebut

expatriate yang bekerja dan memegang jabatan di perusahaan ini, antara lain :

(56)

2.4.4. Sistem Pengawasan Kerja

Tingkat pengawasan berdasarkan struktur organisasi yang mana setiap direktur ataupun manajer mengawasi setiap bagian-bagiannya. Sistem pengawasan yang secara umum dilakukan oleh Direktur Manajer (Managing Director) sedangkan pengawasan operasionalnya dilakukan oleh Direktur Lapangan (Division Manager) dan Asisten Afdeling di divisi masing-masing.

2.4.5. Sistem Upah

Sistem upah yang digunakan pada PT BSRE adalah : a. Sistem Upah Bulanan

Sistem upah ini diberikan satu kali dalam sebulan dan besarnya upah disesuaikan dengan tingkat atau golongan masing-masing pekerja.

b. Sistem Upah Harian

Sistem upah ini dihitung setiap hari kerja (HK) atau disebut juga dengan buruh harian.

2.4.6. Fasilitas Perusahaan yang Disediakan untuk Karyawan

Adapun fasilitas yang disediakan oleh perusahaan untuk karyawan adalah sebagai berikut :

1. Perumahan (tersebar sesuai lokasi kerja) 2. Sarana ibadah (Mesjid, gereja)

3. Sarana olahraga berupa lapangan bola kaki, hall, dan lapangan voli. 4. Kendaraan untuk berbelanja ke kota terdekat.

(57)

6. Fasilitas poliklinik, rumah sakit dan rumah sakit rujukan yang bekerja sama dengan perusahaan.

7. Gaji sesuai UMR yang telah ditentukan pemerintah daerah serta bonus yang merupakan kebijakan perusahaan.

2.5. Visi dan Misi PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate

Misi Grup Bridgestone didasarkan pada kata-kata pendirinya: “ Menyumbang Masyarakat dengan Mutu Tertinggi”. Untuk memenuhi misi ini Grup Bridgestone telah menggunakan konsep “dasar” untuk menunjukkan komitmen yang berkesinambungan dari karyawan untuk memberikan kepada pelanggan produk dan jasa untuk melayani masyarakat di mana Bridgetone Melakukan bisnis. “Esensi Bridgestone” terdiri dari kata-kata, Budaya perusahaan yang terintegrasi dan keragaman kita bahwa perusahaan saat ini telah mewarisi dan rasa berbagi nilai-nilai yang dapat dianut oleh karyawan Bridgestone di seluruh dunia.

1. Menyumbang Masyarakat dengan Mutu Tertinggi

(58)

untuk menjadi perusahaan yang dipercaya oleh semua orang di dunia, sebuah perusahaan di mana kita semua bisa berbangga.

2. Seijitsu-Kyocho (Integritas dan Kerjasama)

Seijitsu-Kyocho adalah berpegang pada ketulusan hati dalam menjalankan pekerjaan, menghadapi orang lain, dan berpartisipasi dalam masyarakat, serta mendorong kerjasama tim dengan tetap mengedepankan rasa saling menghargai dan menghormati keragaman ketrampilan, perspektif, pengalaman, jenis kelamin, dan ras. Dengan hal tersebut kita dapat menciptakan hasil yang positif.

3. Shinshu-Dokusho (Pelopor Kreativitas)

Shinsu-Dokuso adalah mengetahui dan memahami yang terjadi di dunia dari sudut pandang Pelanggan sehingga kita pun dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut di atas, kita harus proaktif dalam menciptakan beragam kreasi yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Kita harus mencari dan menciptakan peluang pasar baru di dunia dengan metode sendiri yang unik.

4. Genbutsu-Genba (Peninjauan Lapangan)

(59)

5. Jukuryo Danko (Kematangan Tindakan)

Jukuryo-Danko adalah pemikiran yang dalam tentang segala kemungkinan pada beragam situasi untuk mengambil tindakan. Serta menentukan arah yang harus ditempuh, setelah mengidentifikasi intisarinya. Hal tersebut dilakukan dengan kecepatan dan daya tahan yang kuat.

2.6. Standar Kerja Penderesan

[image:59.612.116.526.323.607.2]

1. Sebelum menderes semua peralatan diletakkan di atas anjang-anjang.

(60)
[image:60.612.112.538.146.426.2]

2. Menderes harus dimulai dari arah yang telah ditetapkan.

Gambar 2.5 Proses Kerja 2

(61)

3. Untuk deresan pada panel tahun pertama dan kedua dipakai pisau deres schliper

[image:61.612.134.543.195.479.2]

sorong gagang kayu 50 cm dan selanjutnya gagang disambung dengan besi ulir diameter 1 inci 1-3 meter sesuai kebutuhan.

Gambar 2.6 Proses Kerja 3

(62)
[image:62.612.134.553.172.469.2]

4. Pemberian larutan Ammonia cair 5% diberikan kedalam mangkok sekitar 2 cc untuk produksi latex.

Gambar 2.7 Proses Kerja 4

(63)
[image:63.612.116.538.172.470.2]

5. Kemudian penderes melakukan pengasahan pisau dan 2 buah pisau harus keadaan tajam untuk deresan tap berikutnya.

Gambar 2.8 Proses Kerja 5

(64)
[image:64.612.125.524.146.424.2]

6. Pencampuran larutan ammoniak 5%.

(65)
[image:65.612.127.531.148.429.2]

7. Pengutipan latex dilakukan pada pukul 14.00 wib dengan kondisi normal.

(66)
[image:66.612.118.531.148.424.2]

8. Pengutipan Cup lump dilakukan pada pukul 14.30 wib dengan kondisi normal.

(67)
[image:67.612.115.531.172.425.2]

9. Cairan yang sisa saat kutip cup lump dikumpulkan pada wadah jerrycane belah dan diberi cuka 3%.

(68)

2.7. Landasan Teori

Berdasarkan teori Domino oleh Hei

Gambar

Gambar 2.2. Alur Interaksi Komunikasi K3
Gambar 2.3 Teori Domino
Gambar 2.4 Proses Kerja 1
Gambar 2.5 Proses Kerja 2
+7

Referensi

Dokumen terkait