PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN
DI RSU H.SAHUDIN KUTACANE
TESIS
Oleh
LASTRIANA FITRI 077013016/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN
DI RSU H.SAHUDIN KUTACANE
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
OLEH
LASTRIANA FITRI 077013016/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN DI RSU H.SAHUDIN KUTACANE
Nama Mahasiswa : Lastriana Fitri Nomor Induk Mahasiswa : 077013016
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD, KP-KAI, Sp.MK)
Ketua
(Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes)
Anggota
Ketua Program Studi
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji pada
Tanggal : 2 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD, KP-KAI, Sp.MK Anggota : 1. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes
2. Masnely Lubis, S.Kep, M.A.R.S
PERNYATAAN
PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KETERAMPILAN PERAWAT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN
DI RSU H.SAHUDIN KUTACANE
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, September 2010
ABSTRAK
Berdasarkan data dan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap perawat di ruang interna RSU.H.Sahudin pada bulan April tahun 2009 diketahui bahwa terdapat masih banyak kasus keselamatan pasien di RSU.H.Sahudin yang diperkirakan mencapai 10% dari seluruh pasien pada bulan Januari hingga Desember 2009 yang berjumlah 1386 pasien. Adapun kasus yang pernah terjadi di antaranya adalah salah pemberian obat dan infeksi nosokomial. Hal ini diduga terkait dengan kurangnya pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien.
Jenis penelitian ini menggunakan survei explanatory, yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien di RSU H. Sahudin kutacane. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat inap yang berjumlah 50 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh sikap perawat terhadap keselamatan pasien. Tidak ada pengaruh pengetahuan dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien. Faktor yang paling dominan yang memengaruhi keselamatan pasien adalah sikap perawat.
Disarankan kepada Kepala RSU.H.Sahudin untuk meningkatkan Program pelatihan mengenai penatalaksanaan keselamatan pasien bagi perawat sesuai dengan standar pelatihan, manajemen kompensasi melalui pemberian reward kepada perawat terhadap upaya melaksanakan keselamatan pasien, serta memfasilitasi sarana dan prasarana terselenggaranya praktik keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien.
ABSTRACT
Based on the data and early survey conducted by the researcher towards nurses in the internal unit of the public hospital H. Sahudin in April 2009, it was found that there were many cases involving patient safety at the public hospital which was estimated to reach the amount of 10% of the total patients (1,386 people) from January to December 2009. Some of the cases included wrong medicine administration and nosocomial infection. This could have happened presumably due to the nurses’ lack of knowledge, attitude and skill about patient safety.
This research used an explanatory survey which was intended to analyze the
influence of knowledge, attitude and skill of the nurses on patient safety at the H. Sahudin Kutacane hospital. The population of this research involved 50 nurses
serving in the inpatient ward. All of them were selected to be sample of the research. The data were obtained by interview with questionnaire and were analyzed by using multiple linear regression test.
The research showed that the nurses’ attitude had an influence on the patient safety. The nurses’ knowledge and skill did not have influence on the patient safety. The dominant factor influenced the patient safety was the attitude of the nurses.
It is recommended that the chief of public hospital of H. Sahudin to improve the training programs about patient safety management for the nurses based on the training standards, compensation management through a provision of rewards to the nurses in their attempts to implement patient safety procedures as well as providing the facilities and infrastructures.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberi rahmat dan hidayat-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan
Perawat terhadap Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin Kutacane” ini.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi
Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Medan.
Dalam Penyelesaian tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut
memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu
penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Dr. Drs. Surya Utama, M.S yang juga
menjabat sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk ikut menjadi mahasiswa
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si yang telah membimbing kami dan
memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.
Secara khusus saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
Nasution, M.Kes sebagai pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan
waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses
proposal hingga penulisan tesis ini selesai.
Selanjutnya terima kasih juga saya ucapkan kepada :
- Masnely Lubis, S.Kep, M.A.R.S dan Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S selaku
tim penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian
selama penulisan tesis.
- Bupati Kabupaten Aceh Tenggara yang telah berkenan memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan tugas
belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan.
- Kepala Rumah Sakit Umum H. Sahudin Kutacane, yang telah banyak membantu
dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan.
- Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada keluarga besar ayahanda
dan ibu mertua Hj. Seridjah yang telah memberikan dukungan moril serta doa selama
penulis menjalani pendidikan.
Teristimewa buat suami saya yang tercinta dan tersayang dr. Kas Mulyadi
serta ananda Zaidan Ataya, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa
serta motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan
pendidikan ini.
Kepada seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.
Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi rumah sakit dan pengembangan ilmu
pengetahuan.
Medan, September 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Lastriana Fitri, lahir pada tanggal 14 Juni 1983 di Kotacane Kabupaten Aceh
Tenggara, beragama Islam, bertempat tinggal di Blang Kejeren Kabupaten Gayo
Luwes. Menikah dengan dr. Kas Mulyadi pada tanggal 6 Januari 2008 dan dikarunia
satu orang putra, yang bernama Zaidan Ataya.
Pendidikan, SDN Pulo Latong (1995), MTsN Kutacane (1998), SPK
Kesdam I / BB Medan (2001), PSIK Mutiara Indonesia Medan (2006).
Pegawai Negeri Sipil pada Rumah Sakit Umum H. Sahudin Kutacane
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB 5 PEMBAHASAN... 87
5.1. Pengaruh Karakteristik Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktek Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSUD H. Sahudin Kutacane ... 87
5.2. Pengaruh Pengetahuan Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktek Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSUD H. Sahudin Kutacane ... 88
5.3. Pengaruh Keterampilan Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktek Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSUD H. Sahudin Kutacane ... 89
5.4. Pengaruh Sikap Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktek Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSUD H. Sahudin Kutacane ... 91
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 93
6.1. Kesimpulan... . 93
6.2. Saran ... . 93
DAFTAR
PUSTAKA
... .
95
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman 1.1. Distribusi Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)... 4
4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Perawat RSUD H. Sahudin Kutacane... 71
4.2. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Pengetahuan Perawat dalam Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi
pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin Kutacane ... 73
4.3. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kategori Pengetahuan Perawat dalam Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin
Kutacane... 74
4.4. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Keterampilan Perawat dalam Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi
pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin Kutacane ... 75
4.5. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kategori Keterampilan Perawat dalam Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin
Kutacane... 76
4.6. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Sikap Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada
Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin Kutacane... 77
4.7. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kategori Sikap Perawat Terhadap Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU H. Sahudin
Kutacane... 77
4.8. Gambaran Responden Berdasarkan Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU
4.9. Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kategori Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien
di RSU H. Sahudin Kutacane... 81
4.10. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien
di RSU H. Sahudin Kutacane... 82
4.11. Hubungan Pengetahuan dengan Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU
H. Sahudin Kutacane... 83
4.12. Hubungan Keterampilan dengan Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU
H. Sahudin Kutacane... 83
4.13. Hubungan Sikap Terhadap Upaya Pengembangan Praktik Keperawatan yang Berorientasi pada Keselamatan Pasien di RSU
H. Sahudin Kutacane... 84
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 2.1. Diagram Proses Komunikasi ... 16
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Persetujuan Responden... 99
2. Kuesioner………... 100
3. Hasil Statistik...………. 111
ABSTRAK
Berdasarkan data dan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap perawat di ruang interna RSU.H.Sahudin pada bulan April tahun 2009 diketahui bahwa terdapat masih banyak kasus keselamatan pasien di RSU.H.Sahudin yang diperkirakan mencapai 10% dari seluruh pasien pada bulan Januari hingga Desember 2009 yang berjumlah 1386 pasien. Adapun kasus yang pernah terjadi di antaranya adalah salah pemberian obat dan infeksi nosokomial. Hal ini diduga terkait dengan kurangnya pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien.
Jenis penelitian ini menggunakan survei explanatory, yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien di RSU H. Sahudin kutacane. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat inap yang berjumlah 50 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh sikap perawat terhadap keselamatan pasien. Tidak ada pengaruh pengetahuan dan keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien. Faktor yang paling dominan yang memengaruhi keselamatan pasien adalah sikap perawat.
Disarankan kepada Kepala RSU.H.Sahudin untuk meningkatkan Program pelatihan mengenai penatalaksanaan keselamatan pasien bagi perawat sesuai dengan standar pelatihan, manajemen kompensasi melalui pemberian reward kepada perawat terhadap upaya melaksanakan keselamatan pasien, serta memfasilitasi sarana dan prasarana terselenggaranya praktik keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien.
ABSTRACT
Based on the data and early survey conducted by the researcher towards nurses in the internal unit of the public hospital H. Sahudin in April 2009, it was found that there were many cases involving patient safety at the public hospital which was estimated to reach the amount of 10% of the total patients (1,386 people) from January to December 2009. Some of the cases included wrong medicine administration and nosocomial infection. This could have happened presumably due to the nurses’ lack of knowledge, attitude and skill about patient safety.
This research used an explanatory survey which was intended to analyze the
influence of knowledge, attitude and skill of the nurses on patient safety at the H. Sahudin Kutacane hospital. The population of this research involved 50 nurses
serving in the inpatient ward. All of them were selected to be sample of the research. The data were obtained by interview with questionnaire and were analyzed by using multiple linear regression test.
The research showed that the nurses’ attitude had an influence on the patient safety. The nurses’ knowledge and skill did not have influence on the patient safety. The dominant factor influenced the patient safety was the attitude of the nurses.
It is recommended that the chief of public hospital of H. Sahudin to improve the training programs about patient safety management for the nurses based on the training standards, compensation management through a provision of rewards to the nurses in their attempts to implement patient safety procedures as well as providing the facilities and infrastructures.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Visi Indonesia sehat merupakan pandangan dalam mencapai derajat kesehatan
bagi semua bangsa Indonesia. Pandangan pencapaian kesehatan bagi semua ini sering
terjadi perubahan tetapi pada visi 2010-2014 diharapkan terwujudnya masyarakat
sehat yang mandiri dan berkeadilan. Dalam melaksanakan visi yang ada, keperawatan
sebagai profesi dalam bidang kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang
profesional dan berorientasi pada paradigma keperawatan yang dimiliki (Depkes,
2000).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit bagian kelima menjelaskan tentang Keselamatan Pasien yaitu
Pasal 43 ayat (1) rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien,
(2) standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pelaporan insiden, menganalisa dan menerapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan (Cyber
Kebumen.http://blogger.kebumen).
Upaya meningkatkan mutu pelayanan dan upaya keselamatan pasien di rumah
sakit merupakan sebuah gerakan yang universal. Berbagai negara maju bahkan telah
menggeser paradigma ”kualitas” kearah paradigma baru ”kualitas-keselamatan”. Ini
penting lagi adalah menjaga keselamatan pasien secara konsisten dan terus menerus
(Budihartono, 2006).
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang berhubungan langsung
dengan pasien memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keselamatan pasien dan
proses penyembuhan yang berlangsung sesuai dengan standar praktik keperawatan.
Dimana salah satu petunjuk pengukuran kualitas layanan kesehatan adalah pencatatan
keselamatan pasien (Nurachmah, 2007).
Keperawatan memberikan pelayanan di rumah sakit selama 24 jam dalam
sehari dan 7 hari dalam seminggu, serta mempunyai kontak yang konstan dengan
pasien. Oleh karena itu, pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang mempunyai kontribusi yang sangat
menentukan kualitas pelayanan rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk
peningkatan pelayanan rumah sakit juga diikuti upaya peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan (Gillies, 1996).
Pelayanan keperawatan di rumah sakit bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia, yang diberikan dalam bentuk asuhan keperawatan, dilakukan melalui proses
pengkajian terhadap penyebab utama tidak terpenuhi kebutuhan dasar manusia,
penentuan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan
pengevaluasian. Seluruh proses diatas disebut proses keperawatan (Ali, 2002).
Di Amerika Serikat menurut Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa
adalah sistem pelaporan insiden, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan
kesalahan, penetapan berbagai pedoman, standar, indikator keselamatan pasien
berdasarkan pengetahuan dan riset. Di Australia berdasarkan penelitian mengenai
kualitas pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa; dari total sampel 31.000 data
tahun 1984, 3,7% dampak kejadian (14% fatal) dan 1:4 dampak kejadian dari
kelalaian medis.
Survei Internasional dari 5 negara (survei pasien dewasa yang sakit dirawat)
menunjukkan 19% percaya bahwa suatu kesalahan telah dibuat, 11% percaya terjadi
kesalahan obat atau dosis, dan 13% percaya bahwa masalah kesehatan yang serius
diderita disebabkan oleh kesalahan dalam pelayanan/perawatan (Communio Lectures,
Ramsay Health Care Clinical Governance Unit, 2002).
Berdasarkan hasil survei di bidang keperawatan rumah sakit Sanglah Bali,
dari total sampel 236 tenaga keperawatan di rawat inap, sekitar 57 orang (24%)
melakukan kesalahan pemberian obat (Ramsay Health Care Unit, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan Zuidah di rumah sakit umum Haji Medan
(2006) yang berjudul hubungan pengetahuaan, sikap dan tindakan pemasangan
kateter untuk mencegah nosokomial ISK, ditemui ada hubungan pengetahuan, sikap
dan tindakan pemasangan kateter untuk mencegah nosokomial ISK, dari 30%
responden dengan pengetahuan baik, 75% diantaranya melakukan tindakan dengan
Data laporan tahunan dari sub bagian keperawatan rumah sakit umum
H.Sahudin terhadap pelayanan keperawatan di ruang rawat inap pada tahun 2008
terdapat beberapa keluhan pasien anatara lain:
a. Pemberian obat kepada pasien tidak tepat waktu
b. Perawat kurang ramah
c. Perawat kurang tanggap terhadap keluhan pasien
d. Perawat kurang terampil dalam melayani pasien, dan
e. Perawat lambat dalam melayani pasien.
Data beberapa keluhan diatas diasumsikan salah satu penyebab pasien PAPS
(Pulang Atas Permintaan Sendiri) dengan data sebagai berikut (Tabel 1.1):
Tabel. 1.1. Distribusi Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
No Ruang Rawat Inap 2008 2009
1 VIP 7 5
2 Penyakit Dalam 26 19
3 Bedah 16 12
4 Anak 5 3
Sumber: Subbag Keperawatan RSU.H.Sahudin Kutacane
Ketidaknyamanan pasien merupakan salah satu hal yang mendorong pasien
untuk pulang sebelum sembuh, dari data-data keluhan pasien diatas sangat
berhubungan dengan keselamatan pasien, dimana pasien yang merasa aman serta
nyaman merupakan wujud pelayanan dan asuhan keperawatan yang sesuai dengan
Kasus keselamatan pasien di RSU.H. Sahudin diperkirakan mencapai 10%
dari seluruh pasien yang dirawat inap dari bulan Januari sampai Desember 2009 yang
berjumlah 1386 pasien. Adapun kasus yang pernah terjadi adalah kejadian yang tidak
diinginkan seperti: salah pemberian obat yang mencapai 2%, infeksi nosokomial
sekitar 5% dan kasus lainnya sekitar 3% (Rekam Medik RSU H. Sahudin, 2009).
Berdasarkan data RSU H.Sahudin diperkirakan masalah mutu pelayanan
rumah sakit terkait berbagai aspek manajerial RS, namun yang relatif dominan adalah
bidang keselamatan pasien dan kurangnya sarana dan prasarana kesehatan penunjang
keselamatan pasien. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat ruang internal
RSU.H.Sahudin (April, 2009), diperkirakan masalah keselamatan pasien rumah sakit
terkait dengan: (1) Kurangnya pengetahuan perawat, (2) Kurangnya keterampilan,
(3) Kurangnya sikap terhadap keselamatan pasien.
Berdasarkan paparan di atas, maka dalam penelitian ini pengembangan praktik
keperawatan diukur dari aspek karakteristik, pengetahuan, ketrampilan dan sikap
perawat terhadap keselamatan pasien.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang banyaknya kejadian yang tidak diinginkan
(KTD), dan keluhan pasien rawat inap terhadap pelayanan keperawatan yang
belum sesuai standar, dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut: ada
pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan
pasien di RSU. H Sahudin.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan rumusan masalah di atas, tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan
keterampilan perawat terhadap keselamatan pasien di RSU. H.Sahudin.
1.4. Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat terhadap keselamatan
pasien di RSU.H. Sahudin Kutacane.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Bagi manajemen rumah sakit, sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada
pihak rumah sakit untuk mengembangkan program peningkatan keselamatan
pasien dan sebagai masukan untuk perawat dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit
b. Bagi peneliti, menambah wawasan dalam aplikasi keilmuan dibidang manajemen
administrasi rumah sakit.
c. Bagi penelitian selanjutnya, secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keselamatan Pasien 2.1.1. Pengertian
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessment resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006).
Sistem Keselamatan pasien umumnya terdiri dan beberapa komponen seperti
sistem pelaporan insiden, analisis belajar dan riset dari insiden yang timbul,
pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan dan kejadian yang
tidak diharapkan (KTD), serta penetapan berbagai standar keselamatan pasien
berdasarkan pengetahuan dan riset (KKP-RS, 2007).
2.1.2. Tujuan Keselamatan Pasien
Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit diantaranya adalah :
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
WHO Collaborating Center For Patien Safety (2007), menetapkan 9
(sembilan) solusi life saving keselamatan pasien rumah sakit yang disusun oleh lebih
dari 100 Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah
keselamatan pasien.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh
RS-RS se-Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah sakit
baik secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan solusi keselamatan pasien
tersebut adalah:
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan
puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi
terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta
kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk
pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan
2. Pastikan Identfikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara
benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi maupun
pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada
yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk
verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini;
standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem
layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan
protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara
unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan
terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial
dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.rekomendasi ditujukan untuk
memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi
para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada sat
serah terima.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus
sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau
informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap
kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah
yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis
kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat
sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur
dan sisi yang akan dibedah.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki
profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya
adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardissasi dari dosis,
unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan
elektrolit pekat yang spesifik.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain
untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan
“home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi,
penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah
medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut
dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa
agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang
bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang
salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara
detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar, dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien
(misalnya menggunakan sambungan dan slang yang benar).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV
yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik. Rekomendasinya
adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas layaanan kesehatan;
pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya
tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan
keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah; dan praktek jarum
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial
diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti
alkohol, hand-rubs, dsb. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya
sumber air pada semua kran, pendididkan staf mengenai teknik kebersihan tangan
yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan
pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/
observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
2.1.3. Tehnik Pemberian Obat
Perawat profesional mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan
pemberian obat. Untuk dapat memberikan obat secara benar dan efektif, perawat
harus mengetahui tentang indikasi, dosis, dan cara pemberian obat dan efek
samping yang mungkin terjadi dari setiap obat yang diberikan (Priharjo, 1995).
Untuk menghindari kesalahan, maka perawat tidak boleh memberikan sampai
ia benar-benar memahami obat yang diberikan. Dengan kemajuan bidang farmasi,
maka jenis dan jumlah obat juga semakin bervariasi. Untuk mengantisipasi hal ini,
maka perawat harus rajin dalam belajar dan membaca berbagai informasi baru
Sebelum memberikan suatu obat, maka perawat harus yakin bahwa obat
tersebut benar-benar diorderkan oleh dokter. Dalam hal ini perawat berpegang pada
prinsip lima benar yang meliputi: benar ordernya, benar obatnya, benar pasiennya,
benar cara pemberiannya dan benar waktu pemberiannya.
Perawat mempunyai peranan dalam melakukan pengkajian secara
berkelanjutan, perawat harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang
farmakologi obat yang diberikan kepada pasien sehingga dapat mengobservasi
keefektivitasan obat dan mendeteksi adanya kemungkinan toksisitas (Priharjo, 1995).
Perawat sebagai tenaga kesehatan, tidak sekedar memberikan pil, untuk
diminum atau injeksi melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon
klien terhadap pemberian obat tersebut. Perawat juga memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif
jika membutuhkan pengobatan (http;//nersdora.multiply.com).
2.1.4. Identifikasi Pasien
Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan
tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan
mempersamakan keterangan tersebut dengan individu seseorang, dengan kata lain
bahwa dengan identifikasi kita dapat mengetahui identitas seseorang dan dengan
identitas tersebut kita dapat mengenal seseorang dengan membedakan dari orang lain
(www.ranocenter.net).
Untuk mengadakan identifikasi ada 3 hal yang diperlukan:
a. Melihat wajah/fisik seseorang secara umum
b. Membandingkan seseorang dengan gambar/foto
2. Memperoleh keterangan pribadi antara lain
a. Nama
b. Alamat
c. Agama
d. Tempat/Tanggal lahir
e. Tanda tangan
f. Nama orang tua/Suami/Istri dsb.
3. Mengadakan penggabungan antara pengenalan fisik dengan keterangan pribadi,
dari penggabungan tersebut biasanya yang paling dapat dipercaya berupa KTP,
Pasport, SIM dsb.
Masalah-masalah yang timbul akibat dari kesalahan identifikasi akan
menyebabkan kerugian bagi rumah sakit karena akan terjadi pemborosan waktu,
tenaga, materi ataupun pekerjaan yang tidak efisien dan lebih jauh akan merugikan
pasien itu sendiri, misalnya kesalahan pemberian obat/tindakan dsb.
Sebaiknya identifikasi pasien dilakukan sebelum pasien diperiksa/dirawat,
oleh karena itu sedapat mungkin keterangan-keterangan dapat diminta langsung
kepada pasien sendiri, tetapi bila tidak mungkin dapat dimintakan keterangan kepada
famili atau teman terdekat yang ada. Pengumpulan data identifikasi dirumah sakit
baik bila didukung dengan keterangan-keterangan lain yang bersifat legal, misalnya
KTP, Pasport, SIM dsb (www.ranocenter.com).
2.1.5. Komunikasi Keperawatan
Komunikasi merupakan proses yang sangant khusus dan berarti dalam
berhubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (M. Jenny, 2003).
Komunikasi adalah sesuatu yang kompleks, sehingga banyak model yang
digunakan dalam menjelaskan bagaimana cara organisasi dan orang
berkomunikasi. Dasar model umum proses komunikasi terlihat pada gambar
dibawah ini, yang menunjukkan bahwa setiap komunikasi pasti ada pengirim
pesan dan penerima pesan. Pesan tersebut dapat berupa verbal, tertulis maupun
non verbal.
Proses ini juga melibatkan suatu lingkungan internal dan eksternal, dimana
komunikasi dilaksanakan. Lingkungan internal meliputi: nilai-nilai, kepercayaan,
temperamen, dan tingkat stres pengirim pesan, sedangkan faktor eksternal
meliputi: keadaan cuaca, suhu, faktor kekuasaan, dan waktu. Kedua belah pihak
(pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap faktor internal dan faktor
eksternal, seperti persepsi dari komunikasi yang ditentukan oleh lingkungan
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Tertulis
Verbal
Komunikator
Pesan
Non verbal
Faktor Internal
Komunikan
Faktor eksternal
Gambar 2.1. Diagram Proses Komunikasi (Marquis & Huston, 1998) 2.1.5.1. Komunikasi Dalam Asuhan Keperawatan
Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama
bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang
optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi (1) komun
ikasi saat timbang terima; (2) interview/anamnesis; (3) komunikasi melalui komputer;
(4) komunikasi rahasia pasien; (5) komunikasi melalui sentuhan; (6) komunikasi
dalam pendokumentasian; (7) komunikasi antara perawat dengan tim kesehatan
1. Komunikasi Saat Timbang Terima
Pada saat timbang terima, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang
kebutuhan klien terhadap apa yang sudah dilakukan intervensi dan yang belum, serta
respons pasien yang terjadi. Perawat melakukan timbang terima dengan berjalan
bersama dengan perawat lainnya, dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat di
dekat pasien. Cara ini lebih efektif dari pada harus menghabiskan waktu orang lain
untuk membaca, dan membantu perawat dalam menerima timbang terima secara
nyata.
2. Anamnesis
Anamnesis atau wawancara kepada pasien merupakan kegiatan yang selalu
dilakukan oleh perawat kepada pasien pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan
(proses keperawatan). perawat melakukan anamnesis kepada pasien, keluarga, dokter
dan tim kerja lainnya.
3. Komunikasi Melalui Komputer
Komputer merupakan suatu alat komun ikasi cepat dan akurat pada
manajemen keperawatan saat ini. Penulisan data-data klien dalam komputer akan
mempermudah perawat lain dalam mengidentifikasi masalah pasien dan memberikan
intervensi yang akurat. Melalui komputer, informasi-informasi terbaru dapat cepat
diperoleh dengan menggunakan internet, bila perawat mengalami kesul;itan dalam
4. Komunikasi Tentang Kerahasiaan.
Pasien yang masuk dalam sistem pelayanan kesehatan menyerahkan rahasia
dan rasa percaya kepada institusi. Perawat sering dihadapkan pada suatu dilema
dalam menyimpan rahasia pasien, di satu sisi dia membutuhkan informasi dengan
menghubungkan apa yang dikatakan klien dengan orang lain, di lain pihak dia harus
memegang janji untuk tidak menyampaikan informasi tersebut kepada siapapun.
5. Komunikasi Melalui Sentuhan
Komunikasi melalui sentuhan kepada pasien merupakan metode dalam
mendekatkan hubungan antara pasien dengan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh
perawat juga dapat berguna sebagai terapi bagi pasien, khususnya pasien dengan
depresi, kecemasan, dan kebingungan dalam mengambil suatu keputusan. Tetapi
yang perlu dicatat dalam sentuhan tersebut adalah perbedaan jenis kelamin antara
perawat dan pasien, dalam situasi ini perlu adanya persetujuan.
6. Dokementasi Sebagai Alat Komunikasi.
Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam komunikasi
keperawatan dalam memvalidasi asuhan keperawatan, sarana komunikasi antar tim
kesehatan lainnya, dan merupakan dokumen paten dalam penberian asuhan
keperawatan.
Menurut Nursalam (2002) kapan saja perawat melihat pencatatan kesehatan,
maka perawat dapat memberi dan menerima pendapat dan pemikiran. Dalam
peningkatan kualitas keperawatan, perawat tidak hanya dituntut untuk meningkatkan
mutu pelayanan, tetapi dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara benar.
Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk
mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya, dan menjelaskan apa yang
sudah, sedang dan akan dikerjakan perawat.
7. Komunikasi Perawat Dan Tim Kesehatan Lainnya.
Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antar
perawat dan tim kesehatan lainnya: dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan lain-lain.
Pengembangan model praktik keperawatan profesional merupakan sarana
peningkatan komunikasi antar perawat dan tim kesehatan lainnya.
2.1.6. Keperawatan Perioperatif
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan
perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktifitas
yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau
menghilangkan masalah-masalah fisik yang menggangu pasien.
Pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis
maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya
berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun
juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga
pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang
Dalam pencapaian hasil terbaik bagi pasien diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten dan kerjasama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara
umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi:
1). Ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan
membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, 2). Ahli bedah dan
asisten yang melakukan scub dan pembedahan, 3). Perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan
koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan
aktifitas selama pembedahan (http://athearobiansyah.bogspot.com).
Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse
First Assistant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara
Amerika utara dan Eropa. Namun demikian praktikny di Indonesia masih belum
sepenuhnya tepat. Peran perawat RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan,
memberikan pemajanan didaerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan
pemberian hemostasis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan,
informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dabn perawat anastesi,
serta perawat bedah dan dokternya. Selain itu segala macam perkembangan yang
berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti
syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan
dengan staff PACU.
2.1.7. Cairan Elektrolit Pekat (Consentrated)
Farmakope Indonesia (1995) menyebutkan, sediaan steril untuk kegunaan
parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu; (1) obat atau larutan atau
emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama, (2) sediaan padat kering
atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan
larutan yang diperoleh setelah persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama dan
bentuknya, (3) sediaan mengandung satu atau lebih zat padat, pengencer atau bahan
tambahan lain, (4) sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai
dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal, (5) sediaan padat
kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai.
Cara kerja menyiapkan obat dari ampul dan vial:
1. Siapkan peralatan meliputi:
a. Vial atau ampul yang berisi cairan obat steril
b. Kapas alkohol
c. Jarum dan spuit sesuai ukuran yang dibutuhkan
d. Air steril atau normal salin bila diperlukan
e. Kassa pengusap
g. Kartu obat atau catatan rencana pengobatan
2. Periksa dan yakinkan bahwa order pengobatan dan cara pemberiannya telah
akurat.
3. Siapkan ampul atau vial yang berisi obat sesuai yang diperlukan dan kemudian
buka dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk ampul; pegang ampul dan bila cairan obat banyak terletak dibagian
kepala, jentiklah kepala ampul atau putar ampul beberapa kali sehingga obat
turun ke bawah. Bila perlu bersihkan bagian leher ampul. Ambil kassa steril
letakkan diantara ampul dan ibu jari dengan jari-jari anda kemudian patahkan
leher ampul ke arah berlawanan dengan anda.
b. Untuk vial; bila perlu campur larutan dengn memutar-mutar vial dalam
genggaman anda (bukan dengan mengocok). Buka logam penyegel kemudian
disinfeksi karet vial dengan kaapas alkohol 70%.
4. Ambil cairan obat dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk obat dalam ampul; sebaiknya gunakan jarum berfilter. Buka penutup
jarum kemudian secara hati-hati masukkan jarum yang terpasang pada spuit
ke dalam ampul dan hisap cairan sesuai yang dibutuhkan. Bila spuit akaan
digunakan untuk injeksi, ganti jarum filter dengan jarum biasa.
b. Untuk obat dalam vial; pasang jarum berfilter pada spuit, buka penutup jarum
dan tarik pengokang spuit agar udara masuk ke tabung spuit. Secara hati-hati
tusukkan jarum ditengah karet penutup vial lalu maasukkaan udara.
membuat gelembung. Pegang vial sejajar dengan mata lalu tarik obat
secukupnya secara hati-hati. Tarik spuit dari vial kemudian tutup jarum
dengan kap penutup lalu ganti jarum pada spuit dengan jarum biasa.
c. Bila obat berbentuk (powder), bacalah cara penggunaannya. Obat injeksi
bentuk bubuk harus dibuat dalam larutan dulu sebelum diambil. Untuk
membuat larutan obat bubuk maka sebelum dibuat larutan, hisap udara dalam
vial yang berisi obat tersebut dengan spuit (kecuali untuk obat yang tidak
diperbolehkan). Masukkan air steril atau cairan lain sesuai yang dibutuhkan
ke dalamnya, kemudian putar-putar vial sampai obat menjadi larutan. Bila
obat merupakan multidosis, beri label pada vial tersebut tentang tanggal
dicampur, banyaknya obat dalam vial dan tanda tangan anda. Bila perlu
disimpan, baca cara penyimpanan nya sesuai yang dianjurkan oleh pabrik
farmasi.
d. Bila obat perlu dicampur dari beberapa vial misalnya dua vial, maka perawat
harus berupaya mencegah tercampurnya obat pada kedua vial tersebut. Cara
mencampur obat dari dua vial adalah: masukkan udara secukupnya pada vial
A dan jaga jarum tidak menyentuh cairan. Lalu cabut jarum kemudian hisap
udara secukupnya lalu masukkan pada vial B, hisap cairan obat dari B sesuai
yang diperlukan kemudian cabut spuit tersebut. Ganti jarum kemudian tusuk
kan pada vial A dan hisap cairan obat dari vial A sesuai yang diperlukan
2.1.8. Akurasi Pemberian Obat Pada pengalihan Pelayanan
Pada pemindahan pasien/penglihan pelayanan dari suatu ruangan ke ruangan
yang lain juga memerlukan tindakan pelaksanaan benar pasien yang terdiri dari
memeriksa kembali identitas pasien, mencocokkan nama pasien dengan nama
didalam rekam medis dan mencocokkan nama pasien yang tertera dalam etiket/lebel
obat dengan identitas pasien (http://www.inapatientsafety.persi.or.id).
2.1.9. Pemasangan Kateter dan NGT (Naso Gastric Tube) 2.1.9.1. Pemasangan Kateter
Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak
diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan
personil dalam memberikan asuhan kepada pasien.
Cara drainage urine yang lain seperti: kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang seling (intermiten) dapat digunakan sebagai kateterisasi
menetap bila memungkinkan.
2.1.9.2 Tehnik Pemasangan Kateter
1. Gunakan yang terkecil tetapi aliran tetap lancar dan tidak menimbulkan
kebocoran dari samping kateter.
2. Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril
3. Gunakan peralatan seperti sarung tangan, kain penutup duk, kain kasa dan anti
4. Kateter yang sudah terpasang harus difiksasi secara baik untuk mencegah tarikan
pada uretra.
2.1.9.3. Tindakan Pemasangan Kateter
Prosedur pemasangan (insersi), pencabutan, dan/atau penggantian kateter
urine. Sebelum pemasangan kateter, periksa untuk memastikan kateter akan dipasang
dengan alasan tepat.
2.1.9.4. Prosedur Pemasangan Kateter
a. Pastikan seluruh alat tersedia, kateter Indwelling steril dengan sistem drainase
kontiniu tertutup atau didesinfeksi tingkat tinggi atau kateter lurus steril dan
tempat pengumpulan urine yang bersih, semprit yang telah didesinfeksi
tingkat tinggi atau steril untuk mengisibalon pada kateter indwelling, sepasang
sarung tangan steril atau didesinfeksi tingkat tinggi, larutan anti septik
(khloriksidin glukonat 2% atau povidon iodine 10%), cunam dengan potongan
kain kasa (2x2 cm) atau kuas kapas besar, paket minyak pelumas sekali pakai,
sumber penerangan (lampu/senter) bila diperlukan, mangkuk untuk air hangat
bersih, sabun, dan tempat sampah tertutup untuk pembuangan benda-benda
terkontaminasi.
b. Sebelum memulai prosedur anjurkan pasien perempuan membuka labianya
dan bersihkan dengan hati-hati bagian uretra dan bagian dalam labianya,
anjurkan pasien laki-laki menarik kulupnya dan bersihkan dengan hati-hati
c. Bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih dan keringkan dengan handuk
kering yang bersih atau dengan udara. Sebaagai alternatif agar tangan tidak
kelihatan kotor gunakan sekitar 1 sendok the, 5 ml larutan anti septik
berbahan dasar lkohol tanpa air pada kedua tangan dan gosok dengan kuat
diantara jari-jemari sampai kering.
d. Kenakan sarung tanagan steril atatu yang telah didesinfeksi tingkat tinggi
pada kedua tangan.
e. Gunakan kateter kecil sesuai dengan sistem drainase yang baik.
f. Untuk petugas kesehatan yang bertangan kanan (tangan yang dominan),
berdiri disebelah kanan pasien (dan disebelah kiri bila dominan bertangan
kiri)
g. Untuk pasien perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah dengan tangan
yang tidak dominan dan bersihkan daerah uretra sebanyak dua kali dengan
larutan antiseptik dengan menggunakan kuas kapas ataupun cunam dengan
potongan kain kasa.
h. Untuk pasien laki-laki, tarik ke belakang kulup dan pegang kepala penis
dengan tangan yang tidak dominan, kemudian bersihkan kepala penis dan
saluran uretra sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik, menggunakan
kuas kapas atau cunam dengan potongan kain kasa.
i. Apabila pemasangan kateter lurus, genggam kateter sekitar 5 cm (2 inci) dari
ujung kateter dengan tangan yang dominan dan taruh ujung lainnya pada
j. Untuk perempuan, masukkan kateter dengan hati-hati kira-kira 5-8 cm atau
sampai urine mengalir. Pada anak-anak masukkan 3 cm (1,5 inci).
k. Untuk laki-laki, masukkan kateter dengan hati-hati kira-kira 18-22 cm (7-9
inci) atau sampai urine mengalir. Pada anak-anak masukkan sekitar 5-8 cm.
l. Apabila memasang kateter indwelling, tekan lagi sekitar 5 cm (2 inci) setelah
urine keluar dan hubungkan kateter ke tabung pengumpulan urine jika tidak
memakai sistem tertutup.
m. Pada kateter indwelling, pompa balon, tarik secara hati-hati agar penolakan
terasa dan lepaskan kateter indwelling dengan tepat pada paha (untuk
perempuan) atau bagian bawah abdomen pada laki-laki.
n. Untuk kateter lurus (masuk dan keluar) biarkan urine keluar dengan perlahan
ke dalam kantung pengumpulan dan kemudian cabut kateter.
o. Taruh benda-benda kotor, termasuk kateter lurus. Apabila akan dibuang
masukkan kedalam kantong plastik atau kedalam kantong tahan bocor dan
tutup kantung sampah.
p. Sebagai alternatif, jika kateter lurus akan digunakan kembali, taruh pada
larutan klorin 0,5 % dan rendam selama 10 menit untuk dekontaminasi.
q. Lepaskan sarung tangan dengan cara dibalikkan dan taruh keduanya dalam
plastik atau tempat sampah.
r. Cuci tangan dengan sabun dan air (atau gunakan larutan antiseptik berbahan
2.1.9.5. Nasogastric Tube
Tindakan pemasangan selang Nasogastrik adalah proses medis yaitu
memasukkan sebuah selang plastik (selang nasogastrik, NG tube) melalui hidung,
melewati tenggorokan dan terus sampai ke dalam lambung (http://en.wikipedia.org).
2.1.9.6. Defenisi NGT:
Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan
melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberi nutrisi dan
obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan,
cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi
dari lambung dengan cara disedot (http://dying.about.com/glossary/g/NG_tube.htm).
2.1.9.7. Tujuan dan Manfaat Tindakan Nasogastic Tube digunakan untuk:
1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung
(cairan, udara, darah, racun)
2. Untuk memasukkan cairan (memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa sunstansi isi
lambung
4. Persiapan sebelum operasi dengan general anasthesia
5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi
pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi
2.1.9.8. Perencanaan Keperawatan Untuk Menghindari Beberapa Komplikasi 1. Komplikasi Mekanis
a) Agar sonde tidak tersumbat
Perawat atau pasien harus teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkaan
air atau the sedikitnya tiap 24 jam, bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti,
sonde harus harus dibersihkan setiaap 30 menit dengan menyemprotkan air atau
teh.
b) Agar sonde tidak mengalami dislokasi
Sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plaster yang
baik tanpa menimbulkan posisi kepala pasien harus lebih tinggi dari alas tempat
tidur (+300).
2. Komplikasi Pulmonal aspirasi
a) Kecepatan aliran nutrisi enteral tidak boleh terlalu tinggi
b) Letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna untuk mengontrol
letak sonde tepat lambung, kita menggunakan stetoskop guna auskultasi lambung
sambil menyemprot udara melalui sonde.
3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
a) Sebelum sonde dimasukkan, harus diukur dahulu secara individual (pada setiap
pasien) panjaangnya sonde yang diperlukan, dari permukaan lubang hidung
sampai keujung distal sternum.
c) Sonde harus diletakkan dengan sempurna di sayap hidung dengaan plaster yang
baik tanpa menimbulkan rasa sakit.
d) Perawat dan pasien harus ssetia kali mengontrol letaknya tanda di sonde, apakah
masih tetap tidak berubah (tergeser).
2.1.9.9. Pemasangan NGT
Insersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui
nasoffaring klien kedalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang
memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam
lambung.
Pelaksanaan harus seorang profesional kesehatan yang berkompeten dalam
prosedur dan praktek dalam pekerjaannya. Pengetahuan dan keterampilan dibutuhkan
untuk melakukan prosedur dengan aman adalah :
1. Anatomi dan fisiologi saluran gastri-intestinal bagian atas dan sistem
pernafasan.
2. Kehati-hatian dalam prosedur pemasangan dan kebijaksanaan
penatalaksanaan NGT. Pengetahuan yang mendalam pada pasien (misalnya:
perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat membuat sulitnya pemasangan
NGT tersebut
2.1.9.10. Peralatan
1. Slang nasogastrik (ukuran tergantung pada kebutuhan pasien)
2. Pelumas/jelly
4. Stetoskop
5. Lampu senter/pen light
6. Klem
7. Handuk kecil
8. Tissue
9. Spatel lidah
10. Sarung tangan dispossible
11. Plaster
12. Kidney tray
13. Bak instrumen
2.1.9.11. Langkah Pemasangan a. Cuci tangan dan atur peralatan
b. Jika memungkinkan, jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
c. Identifikasi kebutuhan ukuran ngt klien
d. Bantu klien untuk posisi semifowler
e. Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominan kanan
(atau sisi kiri bila bertangan dominan kiri)
f. Periksa dan perbaiki kepatenan nasal, minta klien untuk bernafas melalui satu
lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yaang
lain, bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi
g. Tempatkan handuk mandi di atas dada klien, pertahankan tissue wajah dalam
jangkauan klien.
h. Gunakan sarung tangan
i. Tentukan panjang selangyang akan dimasukkan dan ditandai dengan plaster.
j. Ukur jarak dari lubang hidung ketelinga, dengaan menempatkaan ujung
melingkar slang pada daun telinga, lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke
tonjolan sternum, tandai lokasi tonjolan sternum disepanjang slaang dengan
plaster kecil.
k. Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung
paling bersih, pada saat memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien
menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut.
l. Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan
klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan.
m. Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut
tanpa memaksa sat klien menelan, jika klien batuk atau slang menggulung
ditenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya, diantara
upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam.
n. Ketika tanda plaster pada slang mencaapai jalan masuk ke lubang hidung,
hentikan insersi slang dan peeriksa penempaatannya, minta klien membuka
mulut untuk melihat slang. Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung,
sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi
slang.
o. Untuk mengamankan slang, gunting bagian tengah plaster sepanjang 2 inci,
sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inci plaster pada lubang hidung, lilitkan
salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plaster lilitan mengitari slang.
p. Plasterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat
digunakan untuk memfiksasi slang.
q. Kurangi manipulasi atatu merubah posisi klien sewaktu memasukkan ngt,
termasuk juga batuk atau tersedak karena bisa menyebabkancervical injuri karena
manual stabilization of the head sangat diperlukan sewaktu melakukan prosedur.
r. Stabilisasikan posisi kepala.
2.1.10. Alat Injeksi Sekali Pakai 2.1.10.1. Jarum Suntik
Injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660,
meskipun demikian perkembangan pertama injeksi semprot baru berlangsung pada
tahun 1852, khususnya pada saat dikenalnya ampul gelas.
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui selaput lendir. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang
bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena bahaya
hambatan pembuluh kapiler. Suspensi air, minyak dan larutan minyak biasanya tidak
2.1.10.2. Persyaratan dalam Larutan Injeksi
Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara
parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :
a. Sesuai kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada
dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat
perusakan kimia dan sebagainya.
b. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan
tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi dan antarbahan obat dan
material dinding wadah.
2.1.10.3. Intravena
Merupakan larutan yang mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi
yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. larutan ini biasanya
isotonis dan hipertonis. Bila larutan hipertonis maka disuntikkan perlahan-lahan.
Larutan injeksi intravena harus jernih betul, bebas dari endapan dan partikel padat,
karena dapat menyumbat kaapiler dan menyebabkan kematian
(www.blog-pharmacy.co.cc)
HIV/AIDS merupakan dua kata yang memiliki arti berbeda. AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrom) adalah penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus tersebut diduga kuat berasal
dari virus kera di Afrika yang telah mengalami mutasi. Jika seseorang terjangkit virus
berbagai macam penyakit. Dianggap mematikan karena penderita AIDS pada
umumnya terkena lebih dari satu penytakit (www.scribd.com)
Walaupun AIDS sangat mematikan, penularannya tidak semudah penularan
virus lain. Virus HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa seperti jabat tangan,
pelukan, batuk, bersin, peralatan makan dan mandi. Virus HIV dapat masuk melalui
luka di kulit atau selaput lendir. Penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual,
tranfusi darah, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril, serta ibu ke anak
selama masa kehamilan, persalinan dan menyusui. (www.scribd.com).
2.1.11. Kebersihan Tangan
Praktik kesehatan dan kebersihan tangan (cuci tangan dan cuci tangan bedah)
dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan
menyingkirkan kotoran dan debu serta menghambat atau membunuh mikroorganisme
pada kulit. Hal ini tidak hanya terdiri dari sebagian besar organisme yang ditularkan
melalui kontak dengan pasien dan lingkungan, tetapi juga sebagian besar organisme
tetap yang hidup pada lapisan-lapisan kulit yang lebih dalam (Panduan Pencegahan
Infeksi, 2004).
Larson (1995) dalam Panduan Pencegahan Infeksi (2004) menyebutkan
kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah
mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta
meminimalisasi kontaminasi silang (misalnya dari petugas kesehatan ke pasien).
Indikasi kebersihan dan kesehatan tangan sudah dipahami dengan baik, tetapi
sabun biasa atau antiseptik atau penggunaan penggosok tangan berbasis alkohol
bergantung pada besarnya resiko konta dengan pasien (misalnya tindakan medis rutin
versus pembedahan) atau tersedianya bahan.
2.1.11.1. Mencuci Tangan
Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok, yaitu flora residen dan flora transien. Flora adalah mikroorganisme yang
secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan
gesekan mekanisme, yang telah beradaptasi pada kehidupan ttangan manusia. Flora
transier yang juga disebut flora kontaminasi, jenisnya tergantung dari jenis tempat
bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan
dengan gesekan mekanisme dan pencucian sabun dan detergen. Oleh karena itu cuci
tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting.
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat
pelindung lain untuk menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan
sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi.
Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan
tidakdapat digantikan dengan memakai sarung tangan.
Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, yaitu:
1). Cuci tangan higynik atau rutin, mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan
dengan menggunakan sabun atau detergen. 2). Cuci tangan aseptik, sebelum tindakan
hand scrub), sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan
sikat steril.
2.1.11.2. Sarana Cuci Tangan
Air mengalir adalah sarana utama untuk cuci tangan dengan saluran
pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir
tersebut atau bak penampung yang memadai, maka mikroorganisme yang terlepas
karena gesekan mekanisme atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak
menempel lagi dipermukaan kulit.
Sabun dan detergen bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi
menghambat atau mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi
tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan
mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan
meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan seringnya
menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit akan hilang dan
membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan
memberi peluang untuk timbulnya kembali mikroorganisme.
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai kulit atau
jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme
pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan
pada kulit dan selaput mukosa antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas
(Prawiroharjo, 2004).
2.2. Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manuasia
dengan lingkungannya yang terbentuk dalam wujud pengetahuan, sikap dan
tindakan. Dengan kata lain perilaku manusia merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya. Respon
ini bersifat pasif dan aktif (tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) sesuai
batasan, perilaku kesehatan dapat dirumuskan ssegala bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya (Sarwono, 1997).
Menurut Bloom dalam Notoadmojo (1993) perilaku dibagi 3 (tiga) domain yang
terdiri dari : domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Ketiga
domain ini diukur dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Menurut Notoadmodjo (1993), unsur-unsur dalam pengetahuan pada diri manusia
terdiri dari :
1. Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan.
2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang
dilakukannya.
3. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya.
4. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang