• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Indeks Kepala Dan Wajah Orang Indonesia Asli Berdasarkan Suku Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan Indeks Kepala Dan Wajah Orang Indonesia Asli Berdasarkan Suku Di Medan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG

INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN

NETTY HERAWATI 087113001/IKF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG

INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Forensik pada Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Oleh

NETTY HERAWATI 087113001

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG

INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN

T E S I S

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah dIajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis mengacu dalam naskah ini dan disebutkan didalam daftar pustaka.

Hormat saya, Penulis

(4)

Judul : Penentuan Indeks Kepala Dan Wajah Orang Indonesia Asli Berdasarkan Suku Di Medan

Nama Mahasiswa : Netty Herawati

Nomor Induk Mahasiswa : 087113001

Program Pendidikan : Dokter Spesialis

Konsentrasi : Kedokteran Forensik

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

Ketua

Dr. H. Mistar Ritonga, SpF

Anggota

Dr. H. Guntur Bumi Nasution, SpF

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Dr. H. Mistar Ritonga, SpF Dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K)

Tanggal Lulus : _______________

Telah diuji pada

(5)

________________________________________________________________

Ketua : ______________________ PANITIA PENGUJI TESIS

Anggota : 1. ____________________

2. ____________________

3. ____________________

(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Forensik pada umumnya dan khususnya dalam penyusunan tesis ini, yaitu:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada saya kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Forensik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. H.Mistar Ritonga, SpF, selaku Ketua Program Studi PPDS-I Kedokteran Forensik FK USU, guru dan pembimbing penulis dalam penyusunan tesis ini, yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian membimbing, mengoreksi, dan memberi masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

3. dr. H. Guntur Bumi Nasution, SpF , selaku Ketua Departemen Kedokteran Forensik FK USU dan guru penulis, yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Prof.dr. H. Amri Amir, SpF(K), DFM, SH, SpAk, selaku guru penulis, yang banyak memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Prof.dr. H. Amar Singh, SpF(K), DFM, selaku guru penulis, yang banyak memberikan semangat dan dorongan kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

6. dr.Rita Mawarni, SpF, selaku guru, yang banyak membagikan ilmu, bimbingan dan nasehat kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

7. dr. Surjit Singh, SpF, DFM selaku guru, yang banyak memberikan bimbingan, pengetahuan dan dorongan kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

(7)

9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan atas izin, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama penulis mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Forensik.

10. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Kedokteran Forensik FK USU: dr.Ismurrizal, dr.Dessy D Harianja, dr.Agustinus Sitepu, dr.Abdul Karim Lubis, dr.Jims Ferdinan, dr.Rosmawaty,dr. Monang S, dr. Erianto, dr. A. Gafar P yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Forensik.

11. Para pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Forensik.

12. Kedua orang tua kandung saya yang sangat penulis hormati dan sayangi Herman Bangun (Alm) dan ibunda Misniati,serta paman Dito dan bibi Hamidah, yang telah bersusah payah membesarkan, memberikan rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis sejak lahir hingga saat ini, dalam menjalani segala hal.

13. Akhirnya putra-putri tersayang, Muhammad Alif Prayuda, Qanita Fachira Danty terima kasih atas segala doa dan dukungan, kesabaran dan pengertian yang mendalam serta pengorbanan atas segala waktu dan kesempatan yang tidak dapat penulis habiskan bersama-sama dalam suka cita dan keriangan selama penulis menjalani pendidikan spesialisasi dan menyelesaikan tesis ini. Tanpa semua itu, penulis tidak akan mampu menyelesaikan pendidikan Dokter Spesialis dan tesis ini dengan baik.

Akhir kata, Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih memberkati kita semua.

Penulis

(8)

ABSTRAK

Netty Herawati*, Mistar Ritonga**

Departemen Kedokteran Forensik FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan

Indonesia merupakan masyarakat multietnik, yang cenderung memiliki pola bentuk tengkorak, rahang yang berbeda. Dalam ilmu kedokteran forensik identifikasi mempunyai arti cukup penting yaitu diperuntukkan untuk kejelasan identitas seseorang, selain identifikasi pada orang mati atau jenazah juga diperlukan pada orang hidup, data- data yang penting untuk di dapatkan pada proses identifikasi diantaranya dengan pengukuran antropometri data- data ini dapat diketahui salah satunya melalui perhitungan sefalic dan facial indeks yaitu pengukuran pada kepala manusia yang masih hidup, nilai- nilai inilah yang dipakai sebagai penggolongan.

Atas hal tersebut peneliti tertarik untuk melihat perbedaan indeks kepala dan wajah berdasarkan suku. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, tehnik pengambilan sampel

consecutive sampling. Pelaksanaan kegiatan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan. Periode Juli sampai September 2011. Pada jumlah sampel penelitian yang diperoleh dari mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraan klinik senior di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan berjumlah 402 orang terdiri dari 187 laki- laki dan 215 perempuan dengan umur 21- 30 tahun.

Hasil pengukuran dan analisis menunjukkan bahwa rata- rata Indeks cephalic orang Indonesia berdasarkan suku 82,84 dan berdasarkan jenis kelamin 82,84. Disimpulkan Indeks cephalic orang Indonesia berdasarkan suku mempunyai perbedaan yang bermakna dan berdasarkan jenis kelamin laki- laki mempunyai perbedaan yang bermakna Sedangkan perempuan tidak mempunyai perbedaan yang bermakna.

Untuk rata- rata indeks facial orang Indonesia berdasarkan suku 86,43 dan berdasarkan jenis kelamin 86,53. Disimpulkan indeks facial orang Indonesia berdasarkan suku tidak mempunyai perbedaan yang bermakna dan berdasarkan jenis kelamin baik laki- laki maupun perempuan tidak mempunyai perbedaan bermakna.

Disarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan pada kota yang lain atau pulau yang lain, beserta jumlah sampel yang lebih banyak.

(9)

ABSTRACT

Netty Herawati*, Mistar Ritonga**

Forensics Department of FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan

Indonesia is a country with multiethnic community, which has the tendency to have different types of skull and jaw shape. In forensics medicine, this identification is important to explain the identity of a person either for dead bodies or alive ones. Important data’s such as anthropometry can be achieved from this identification through the calculation of cephalic and facial index whereby the value used will be the measurement of an alive human head.

Due to this, researcher is interested to see the difference between cephalic and facial index according to races. The type of this research is analytic descriptive with cross sectional method and consecutive sampling technique used. Research was done in Haji Adam Malik and Pirngadi General Hospital. Period of research was from July 2-11 to September 2011. Total number of samples was taken from the students who are currently doing their clinical in Forensics Department and it came up to a number of 402 people consisting of 187 men and 215 women in the age of 21to 30 years.

Results show that the average cephalic index of Indonesian people according to race and sex is 82,84. In conclusion, cephalic index of Indonesian community according to race and male has a significant difference whereas in woman there is no significant difference.

Average facial index of Indonesian people according to race and sex if 86,53. Conclusion made is facial index of Indonesian community do not have a significant difference either according to race or sex.

Preferably, more research is to be carried out in other cities or islands with a higher number of samples.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan Tesis ... i

Abstrak ... ii

Abstract……….. iii

Kata Pengantar………... iv

Ucapan Terima Kasih ... v

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri ……….. 4

2.5.1.1. Panjang Kepala……….. 9

2.5.1.2. Lebar Kepala……….. 10

2.6. Indeks facial……… 11

2.6.1. Pengukuran Indeks facial………... 13

(11)

2.6.1.2. lebar Wajah……… 15

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ……….. 17

3.2. Definisi Operasional……….. 17

BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Rencana Penelitian ……….. 19

4.10. Identifikasi Variabel………. 22

4.11. Pengolahan dan Analisa Data……….. 22

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

Daftar Pustaka ... 33

Riwayat Hidup Peneliti... … 36

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Antropometri menurut Ewig………... 9

Tabel 2.2. Klasifikasi Indeks Cephalic Menurut Caller………... 9

Tabel 2.3. Klasifikasi Panjang Kepala Menurut Lebzelter / Seller……… 10

Tabel 2.4. Klasifikasi Lebar Kepala Menurut Lebzelter/ Saller…………. 11

Tabel 2.5. Klasifikasi Indeks Facial Menurut Martin………... 14

Tabel 2.6. Klasifikasi Panjang Wajah menurut Lebzelter/ Saller………. 15

Tabel 2.7. Klasifikasi Lebar Wajah menurut Lebzelter/ Saller…………. 16

Tabel 5.1. Perbandingan Indeks Cephalic Berdasarkan Suku-suku……. 23

Tabel 5.2. Perbandingan Indeks Cephalic Berdasarkan Jenis Kelamin…. 24

Tabel 5.3. Perbandingan Indeks Cephalic Suku Berdasarkan Jenis Kelamin 24

Tabel 5.4. Klasifikasi Indeks cephalic………... 25

Tabel 5.5. Perbandingan Indeks Facial Berdasarkan Suku- suku……….. 25

Tabel 5.6. Perbandingan Indeks Facial Berdasarkan Jenis Kelamin…….. 26

Tabel 5.7. Perbandingan Indeks Facial Suku Berdasarkan Jenis kelamin… 26

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Titik – titik Cephalimetric……… 7

Gambar 2.2. Titik – titk Kefalometri………... 8

Gambar 2.3. Panjang Kepala………... 10

Gambar 2.4. Lebar Kepala……….. 11

Gambar 2.5 Tipe Wajah………. 13

Gambar 2.6. Tipe Panjang Wajah………... 14

Gambar 2.7. Lebar Wajah……… 15

(14)

ABSTRAK

Netty Herawati*, Mistar Ritonga**

Departemen Kedokteran Forensik FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan

Indonesia merupakan masyarakat multietnik, yang cenderung memiliki pola bentuk tengkorak, rahang yang berbeda. Dalam ilmu kedokteran forensik identifikasi mempunyai arti cukup penting yaitu diperuntukkan untuk kejelasan identitas seseorang, selain identifikasi pada orang mati atau jenazah juga diperlukan pada orang hidup, data- data yang penting untuk di dapatkan pada proses identifikasi diantaranya dengan pengukuran antropometri data- data ini dapat diketahui salah satunya melalui perhitungan sefalic dan facial indeks yaitu pengukuran pada kepala manusia yang masih hidup, nilai- nilai inilah yang dipakai sebagai penggolongan.

Atas hal tersebut peneliti tertarik untuk melihat perbedaan indeks kepala dan wajah berdasarkan suku. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, tehnik pengambilan sampel

consecutive sampling. Pelaksanaan kegiatan di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan. Periode Juli sampai September 2011. Pada jumlah sampel penelitian yang diperoleh dari mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraan klinik senior di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU dr. Pirngadi Medan berjumlah 402 orang terdiri dari 187 laki- laki dan 215 perempuan dengan umur 21- 30 tahun.

Hasil pengukuran dan analisis menunjukkan bahwa rata- rata Indeks cephalic orang Indonesia berdasarkan suku 82,84 dan berdasarkan jenis kelamin 82,84. Disimpulkan Indeks cephalic orang Indonesia berdasarkan suku mempunyai perbedaan yang bermakna dan berdasarkan jenis kelamin laki- laki mempunyai perbedaan yang bermakna Sedangkan perempuan tidak mempunyai perbedaan yang bermakna.

Untuk rata- rata indeks facial orang Indonesia berdasarkan suku 86,43 dan berdasarkan jenis kelamin 86,53. Disimpulkan indeks facial orang Indonesia berdasarkan suku tidak mempunyai perbedaan yang bermakna dan berdasarkan jenis kelamin baik laki- laki maupun perempuan tidak mempunyai perbedaan bermakna.

Disarankan perlu dilakukan penelitian lanjutan pada kota yang lain atau pulau yang lain, beserta jumlah sampel yang lebih banyak.

(15)

ABSTRACT

Netty Herawati*, Mistar Ritonga**

Forensics Department of FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan

Indonesia is a country with multiethnic community, which has the tendency to have different types of skull and jaw shape. In forensics medicine, this identification is important to explain the identity of a person either for dead bodies or alive ones. Important data’s such as anthropometry can be achieved from this identification through the calculation of cephalic and facial index whereby the value used will be the measurement of an alive human head.

Due to this, researcher is interested to see the difference between cephalic and facial index according to races. The type of this research is analytic descriptive with cross sectional method and consecutive sampling technique used. Research was done in Haji Adam Malik and Pirngadi General Hospital. Period of research was from July 2-11 to September 2011. Total number of samples was taken from the students who are currently doing their clinical in Forensics Department and it came up to a number of 402 people consisting of 187 men and 215 women in the age of 21to 30 years.

Results show that the average cephalic index of Indonesian people according to race and sex is 82,84. In conclusion, cephalic index of Indonesian community according to race and male has a significant difference whereas in woman there is no significant difference.

Average facial index of Indonesian people according to race and sex if 86,53. Conclusion made is facial index of Indonesian community do not have a significant difference either according to race or sex.

Preferably, more research is to be carried out in other cities or islands with a higher number of samples.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ditinjau dari sejarah perkembangannya, Indonesia merupakan masyarakat

multietnik. Kelompok etnik yang berbeda cenderung memiliki pola bentuk

tengkorak dan rahang berbeda1. walaupun pola tersebut sering kali dipengaruhi

variasi individual2. Ahli antropologi mempelajari ukuran dan bentuk ragawi

dengan metode antropometri. Antropometri ini berarti mengukur manusia. Ukuran

hanya memberikan informasi tentang besar-kecilnya (size). Karena itu, untuk mengungkapkan bentuk (shape) diciptakan proporsi antara ukuran-ukuran yang dinamakan indeks. Beberapa tahun terakhir, pemeriksaan antropologi forensik

semakin berkembang, Forensik antropologi adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari

antropologi fisik untuk proses hukum, yang berbasis pada osteologi dan anatomi

manusia merupakan terapan menuju identifikasi individu dari data populasi yang

dipelajari dalam antropologi biologi3.

Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi yang

merupakan bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Identifikasi

diperuntukkan untuk kejelasan identitas seseorang, selain identifikasi pada orang

mati atau jenazah identifikasi diperlukan juga pada orang hidup yang berusaha

merubah identitas aslinya atau ketidak- tahuan akan identitasnya misalnya pada

tentara yang melarikan diri dari kesatuannya (desersi), penjahat, pembunuh,

pelaku penganiayaan/ perkosaan, bayi yang tertukar, disputed partenity, orang

yang merubah wajah dengan operasi plastik, jenis kelamin yang diragukan, orang

dewasa yang hilang ingatan4

Menurut Nandy, data-data yang penting untuk didapatkan pada proses

identifikasi korban adalah: ras, etnis, kebangsaan, agama, jenis kelamin,

perawakan, warna kulit muka, corak kulit, rupa, rambut, mata, kelainan

kongenital, tanda lahir, tahi lalat, bekas luka, tato, cacat, penyakit lain, gigi,

(17)

jari, pakaian dan ornamen lain yang dipakai korban, data- data ini dapat diketahui

salah satunya melalui perhitungan sefalik dan facial indeks yaitu pengukuran yang

digunakan pada kepala manusia yang masih hidup, nilai- nilai inilah yang dipakai

sebagai penggolongan5

Penelitian di bidang antropometri mengenai penentuan indeks kepala dan

wajah pernah di teliti di negara Amerika oleh Jennifer (2001) yaitu

membandingkan bentuk wajah wanita Afrika Amerika dengan wanita kulit putih,

hasil penelitiannya bahwa wanita Afrika Amerika tidak mempunyai proporsi

wajah yang standart di banding wanita kulit putih .

6

Sedang di Indonesia penelitian mengenai penentuan indeks kepala dan

wajah ini pernah di teliti oleh Biljmer (1929) yang meneliti populasi yang ada di

Nusa Tenggara dan Flores, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian

besar orang- orang di Nusa Tenggara dan Flores mempunyai indeks cephalic

antara 75-80. Beukering (1947) melakukan penelitian pada orang- orang Sipora di

Kepulauan Mentawai yang mempunyai rerata indeks facial 88,0 (tipe muka sempit/ leptoprosop) dengan kisaran antara 81,9- 98,49. Glinka (1990) melakukan penelitian pada populasi Palue di Nusa Tenggara Timur mempunyai rata- rata

indeks cephalic 76,5. Rahmawati et al (2003) melakukan studi perbandingan antara suku Jawa di Yokyakarta dan suku Naulu di pulau Seram, Maluku Tengah

mempuyai bentuk kepala mesocephal, bentuk muka sempit (leptoprosop) .

7

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti- peneliti

sebelumnya hanya membandingkan dua suku. Dari itulah penulis ingin meneliti

penentuan indeks kepala dan wajah orang Indonesia berdasarkan suku di kota

Medan.

(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

Bagaimanakah indeks kepala dan wajah orang Indonesia berdasarkan

suku?

1.3.Hipotesa

Ada perbedaan indeks kepala dan wajah berdasarkan suku.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum: Untuk mengetahui bentuk kepala dan wajah berdasarkan suku di

kota Medan.

Tujuan Khusus:

1. Untuk mengetahui indeks kepala berdasarkan suku di kota Medan

2. Untuk mengetahui indeks wajah berdasarkan suku di kota Medan.

3. Untuk mengetahui indeks kepala berdasarkan jenis kelamin.

4. Untuk mengetahui indeks wajah berdasarkan jenis kelamin.

1.5. Manfaat penelitian

1. Membantu dalam identifikasi pada kasus – kasus tidak utuh (mutilasi)

2. Membantu dalam menentukan ciri- ciri suku berdasarkan bentuk kepala

dan wajah.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berlanjut untuk penelitian

selanjutnya atau yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti man (orang) dan

Metron yang berarti measure (ukuran), jadi antropometri adalah pengukuran

manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu

pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam konteks

antropologi8. Antropometri meliputi penggunaan secara hati-hati dan teliti dari

titik titik pada tubuh untuk pengukuran, posisi spesifik dari subjek yang ingin

diukur dan penggunaan alat yang benar. Pengukuran yang dapat dilakukan pada

manusia secara umum meliputi pengukuran massa, panjang, tinggi, lebar, dalam,

circumference (putaran), curvatur (busur), pengukuran jaringan lunak (lipatan kulit). Pada intinya pengukuran dapat dilakukan pada tubuh secara keseluruhan

(contoh: stature) maupun membagi tubuh dalam bagian yang spesifik (contoh: panjang tungkai)8

Johan Sigismund Elsholtz (tahun 1654) seorang ahli anatomi

berkebangsaan Jerman adalah orang pertama yang menggunakan istilah

antropometri dan menciptakan alat ukur yang dinamakan anthropometron yang

merupakan cikal bakal alat ukur yang dikenal sebagai antropometer .

3

Sebagian titik- titik antropometris, yang dipakai dipergunakan juga pada

manusia hidup. Sebagian besar ukuran kepala sama dengan tengkorak, walaupun

disana-sini tehnik pengukuranya sedikit berbeda.

.

Dalam antropologi forensik, proses identifikasi manusia di mulai dengan

identifikasi ras, langkah kedua adalah mengidentifikasi seks individu, karena laki-

laki dan perempuan memiliki dimorfisme seksual. Sesudah identifikasi ras dan

seks kemudian dilakukan identifikasi umur dan diakhiri dengan identifikasi tinggi

badan

3

9

(20)

2.2. Identifikasi

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan

membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal

sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata.

Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan

karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Contoh

dari kasus seperti ini adalah korban pesawat cassa 212 di Bahorok bulan oktober

2011. Akibatnya sulit bagi pihak kepolisian untuk mengidentifikasi korban yang

sebagian wajah tidak bisa dikenali lagi oleh karena ruda paksa dan proses

pembusukan tersebut untuk dikembalikan pada keluarganya.

Alfonsus Bertillon seorang dokter berkebangsaan Perancis (1854-1914)

yang pertama memperkenalkan pengetahuan identifikasi secara ilmiah dengan

cara memanfaatkan ciri umum seseorang, seperti ukuran antropometri, warna

rambut, mata dan lain sebagainya10. Pada tahun 1882 Bertillon menyebutkan

bahwa teori perhitungan tentang pengukuran tubuh manusia sebaiknya dilakukan

pada usia 21 tahun11

2.3. Ras dan Etnis .

Identifikasi mengenai ras, etnis dari seorang korban, sering ditemukan

pada kasus-kasus kematian yang disebabkan oleh kecelakan, baik itu kecelakaan

kereta api, mobil, maupun pesawat terbang baik lokal maupun internasional.

Terkadang orang beranggapan ras sama dengan suku bangsa padahal

keduanya berbeda. Ras itu sendiri merupakan penggolongan bangsa berdasarkan

ciri- ciri fisik rumpun bangsa. Sedangkan suku bangsa merupakan kesatuan sosial

yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan

identitas perbedaan kebudayaan khususnya bahasa12. Terdapatnya suku- suku

bangsa di Indonesia tidak terlepas dari adanya migrasi dan evolusi. Migrasi dan

evolusi dari ras- ras yang datang di Indonesia sangat erat hubungannya dan sangat

(21)

2.4. Seks

Jenis kelamin dari suatu korban, dapat dengan mudah diidentifikasi

melalui organ-organ tubuhnya, misalnya payudara. Dengan melihat bagian

payudara, bisa diketahui apakah korban tersebut berjenis-kelamin laki-laki atau

perempuan. Tetapi, sering ditemukan pada berbagai kasus, dimana bagian-bagian

tubuh yang ada tidak cukup jelas untuk diidentifikasi. Karena itu, ditemukan

kesulitan dalam menentukan jenis kelamin korban tersebut14

Secara umum, perempuan memiliki sedikit rambut pada tubuhnya,

ektremitas yang lebih halus, lebih banyak lemak dibawah kulit dan lebih sedikit

otot. Tulang pada perempuan lebih kecil dengan poros yang lebih sempit, dan

ruang medula yang lebih besar dari pada laki-laki. Kapasitas rongga kranial lebih

kecil dan banyak tulang yang kurang menonjol. Rahang bawah lebih sempit, muka

lebih kecil dari pada laki-laki. Dinding dada perempuan lebih kecil, pendek dan

lebih bulat, sternum lebih kecil dan tangan serta kaki lebih kecil dari pada

laki-laki

.

14

.

2.5. Indeks cephalic

lndeks cephalic dikenalkan pertama kali oleh Retzius ahli anatomi Swedia lebih dari 100 tahun yang lalu dengan tujuan untuk mengklasifikasi populasi.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam proses indentifikasi, ras, etnis

dan jenis kelamin merupakan suatu hal yang harus diketahui

Sefalik indeks adalah ukuran rasio (dalam persen), dari panjang

maksimum tulang tengkorak dengan lebar maksimum tulang tengkorak. Melalui

sefalik indeks, kita dapat mengetahui identitas korban tentang ras, etnis dan jenis

kelaminnya

15

16

lndeks ini dapat menggambarkan bentuk kepala apakah lonjong, bulat atau

di antaranya. Dari ukuran – ukuran bagian kepala dan muka tersebut, dapat dibuat

suatu indeks yang menggambarkan bentuk kepala atau bagian- bagiannya .

16

.

(22)

Dalam melakukan pengukuran titik –titik anatomis pada kepala dan wajah

diberikan nama serta simbol yang terdiri dari satu sampai tiga huruf, jarak titik

antropometris ini menjadi ukuran antropometris, yang digunakan dengan simbol

pada kedua titik / ujung18

.

Gambar 2.1. Titik- titik cephalometric

(Forensic Analysis Of the Skull, Helmer Richard. Jerman.1993.h.220-221)

Titik – titik kefalometris yang paling umum digunakan simbol vertex (v) titik tertinggi pada neurocranium, stylion (sty)yang merupakan titik paling distal pada ujung processus styloideus, Alare (al) adalah titik paling lateral pada sayap hidung, Mastoidale (ms) adalah titik paling lateral processus mastoideus pada ketinggian lubang telinga, Fronto temporale (ft) adalah titik paling proksimal (mendalam) pada linea temporalis tulang dahi. Prostion (pr) pada manusia hidup terletak pada titik yang terbentuk oleh garis sentral pada pinggir bawah gusi

(letaknya ± 1 mm lebih rendah dari pada prostion pada tengkorak)8

Stomion (sto) adalah titik di mana garis sentral memotong sudut antara bibir integumental dan sekat hidung, Trogion (t) adalah titik pada bagian depan pinggir atas tragus, Glabela (g) adalah titik paling depan pada dahi terletak diantara tonjolan supra orbital pada bidang Median- Sagital. Opistocranion (op) adalah titik di bidang sentral pada tulang kepala belakang (occipital) paling jauh

(23)

Sagital dengan tajuk dari hidung (spina nasalis anterior) atau pada garis, yang

menghubungkan pinggir bawah rongga hidung (apertura piriformis)8

Eurion (eu) adalah titik paling distal pada sisi neurocranium. Zygion (zy) adalah titik paling lateral pada lengkung pipi (arcus zygomaticus), Gnation (gn) adalah titik paling bawah pada rahang bawah (mandibula) yang di potong oleh bidang Median- Sagital. Nasion (n) adalah titik tempat bidang Median- Sagital

memotong jahitan antara sutura fronto- nasalis.Opistion (o) adalah titik di tempat bidang Median- Sagital memotong foramen occipitale magnum sebelah belakang.

Gonion (go) adalah titik paling bawah, posterior dan lateral pada sudut yang terbentuk oleh cabang (ramus) dan bidang rahang bawah (corpus mandibula)

.

8,18.

Gambar 2.2. Titik kefalometris (Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008. h.55)

Tabel 2.1. Antropometri menurut Ewig

Kapasitas

(24)

2.5.1. Pengukuran indeks cepalic

Untuk menentukan tipe kepala sebaiknya tidak hanya mengandalkan

pengamatan tetapi melakukan pengukuran untuk menetapkan indeks sefalik, yang

dapat dihitung dengan rumus 20,21

Indeks cephalic

:

= lebar kepala (eu- eu)

Panjang kepala (g- op) x 100

Tabel 2.2. Klasifikasi Indeks Cephalic menurut Saller :

- Hyperdolicocephal x- 70,9 x- 71,9 Laki- laki Wanita

- Dolicocephal 71,0- 75,9 72,0 -76,9

- Mesocephal 76,0- 80,9 77,0- 81,9

- Brachycephal 81,6- 85,4 82,0- 86,4

- Hyperbrachycephal 85,5- 90,9 86,5- 91,9

- Ultrabrachycephal 91,0- x 92,0- x

(Dikutip dari : Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008.h.59)

2.5.1.1. Panjang kepala

Untuk panjang kepala diukur dari glabella sampai opisthion (g-op), yaitu ujung jarum kaliper ditempatkan pada glabella jarum yang lain digeser dari atas

ke bawah pada garis sentral, dengan sekaligus memperhatikan skala3.

(25)

Tabel 2.3. Klasifikasi Panjang Kepala menurut Lebzelter / Seller

(Dikutip dari : Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008.h.56)

2.5.1.2. Lebar kepala

Untuk lebar kepala diukur jarak antara kedua euryon (eu-eu), dicari dengan memutar kaliper pada sisi kepala, secara tegak lurus terhadap bidang

median- sagital, sekaligus diperhatikan skala. dengan jari ke-3 di cari daerah

paling lebar dikepala, lalu dengan memutar jarum kaliper, dari putaran agak luas

sampai yang makin kecil ditentukan ukuran lebar maksimal3.

(26)

Tabel 2.4. Klasifikasi Lebar kepala menurut Lebzelter/ Saller

(Dikutip dari : Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008.h.56)

2.6. Indeks facial

Secara umum morfologi bentuk wajah dipengaruhi oleh bentuk kepala,

jenis kelamin dan usia. Walaupun bentuk wajah setiap orang berbeda, seseorang

mampu mengenal ribuan wajah karena ada kombinasi unik dari kontur nasal,

bibir, rahang dan sebagainya yang memudahkan seseorang untuk mengenal satu

sama lain. Bagian-bagian yang dianggap mempengaruhi wajah adalah tulang pipi,

hidung, rahang atas, rahang bawah, mulut, dagu, mata, dahi dan supra orbital.

Komplek muka berhubungan dengan basis kranium, oleh karena itu pertumbuhan

basis kranium pada tahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan topografi

muka7. Berdasarkan bentuknya, tipe wajah pada manusia di bagi menjadi tiga

yaitu3

1.

Dolichofacial (leptoprosopic) :

Bentuk kepala dolichocephalic yang panjang dan oval membuat pertumbuhan wajah menjadi sempit, panjang dan protrusif. Tipe wajah ini

disebut dengan leptoprosopic. Sudut lekukan dan turunnya hidung akan meningkat bila panjang hidung meningkat. Jadi, konveksivitas hidung lebih

tinggi pada orang yang memiliki hidung panjang. Oleh karena bagian hidung

(27)

bagian atas menjadi lebih sangat menonjol sedangkan tulang pipi menjadi

terlihat kurang menonjol, selain itu mata juga terlihat cekung.

Tipe wajah juga mempengaruhi bentuk lengkung rahang, bentuk wajah

yang sempit dan panjang akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum

yang panjang, sempit dan dalam. Selain itu, mandibula dan bibir bawah

cenderung menjadi retrusif sehingga profil wajah menjadi cembung

3,7

7

2. Brachifacial (euryprosopic)

.

Bentuk kepala brachicephalic yang bulat dan luas membuat pertumbuhan wajah menjadi lebih lebar dan agak protrusif. Tipe wajah ini disebut dengan

euryprosopic. Pada euryprosopic, hidung cenderung pendek dan ujung hidung sering naik sehingga lubang hidung sering terlihat. Tulang pipi yang lebih lebar,

datar, dan kurang protusif membuat konfigurasi tulang pipi terlihat jelas berbentuk

persegi. Bola mata juga lebih besar dan menonjol karena kavitas orbital yang

dangkal. Karakter wajah seperti ini membuat tipe euryprosopic terlihat lebih menonjol dari pada leptoprosopi

3. Mesofacial (Mesoprosopic)

7,19

Bentuk kepala mesocephalic merupakan bentuk kepala yang oval. Tipe wajah yang dihasilkan berukuran sedang sehingga bentuk hidung, dahi, tulang

pipi, bola mata, dan lengkung rahang juga berukuran menengah7,19.

(28)

2.6.1. Pengukuran Indeks Facial

Kompleks muka berhubungan dengan basis kranium, oleh karena itu

pertumbuhan basis kranium pada tahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan

topografi muka. Indeks wajah dapat di hitung dengan rumus :

Indeks wajah20 = panjang wajah (n-gn)

lebar wajah (zy- zy)

x 100

Tabel 2.5. Klasifikasi Indeks Facialmenurut Martin :

Hypereuryprosop x- 78,9 x-76,8 Laki- laki Wanita

Euryprosop 79,0- 83,9 77,0-80,9

Mesoprosop 84,0-87,9 81,0-84,9

Leptoprosop 88,0-92,9 85,0-89,9

Hyperleptoprosop 93,0- x 90,0- x

(Dikutip dari : Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008.h.60)

2.6.1.1. Panjang Wajah

Untuk panjang wajah di ukur dari titik nasion sampai titik gnathion (n-gn), temukan titik nasion (dengan jari telunjuk atau jari tengah) dan dengan jarum

kaliper geser dipegang pada titik nasion, dengan tangan kanan jarum mobil

digeser dari bawah keatas sampai ujungnya kena pada gnathion3

.

(29)

Tabel 2.6. Klasifikasi Panjang Wajah menurut Lebzelter/ Saller

(Dikutip dari : Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati, Airlangga University Press. 2008.h.59)

2.6.1.2. Lebar wajah

Lebar wajah diukur dari jarak antara kedua zygion (zy- zy), kaliper ditarik

dari arah kuping ke depan pada lengkung pipi, sementara di perhatikan skala, di

baca ukuran maksimal3

.

(30)

Tabel 2.7. Klasifikasi Lebar Wajah menurut Lebzelter/ Saller

Laki- laki Wanita Sangat sempit x-127 x-120

Sempit 128-135 121- 127

Sedang 136-143 128- 135

Lebar 144-151 136- 142

Sangat lebar 152-x 143-x

(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

- Suku di Indonesia adalah suku asli orang Indonesia.

- Alat ukur adalah caliper lengkung dan caliper geser

- Hasil ukur adalah hasil yang diperoleh pada pengukuran indeks kepala

yaitu perbandingan lebar kepala dengan panjang kepala dikali seratus dan

indeks wajah yaitu perbandingan panjang muka dengan lebar zygion dikali

seratus dengan menggunakan caliper lengkung dan caliper geser.

- Suku

- Jenis kelamin

Indeks kepala

(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan

pendekatan cross sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian: Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik

FK USU RSUP H.Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan.

Waktu penelitian: dilaksanakan dalam periode waktu 4 bulan (Juni sampai

September 2011)

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi target: mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraan klinik

senior di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan

yang memenuhi kriteria inklusi.

2. Populasi terjangkau: mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraan

klinik senior di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi

Medan yang memenuhi kriteria inklusi periode juni sampai September

2011.

3. Sampel penelitian: sampel penelitian dilakukan dan diperoleh dari

mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraan klinik senior di RSUP. H.

Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan.

(33)

4.4. kriteria Inklusi dan eksklusi 4.4.1. Kriteria Inklusi

1. Berusia minimal 21 tahun

2. Kedua orang tua mempunyai suku yang sama dengan subjek

3. Bersedia ikut serta dalam penelitian.

4.4.2. Kriteria eksklusi

- Subjek penelitian memakai penutup kepala

- Subjek penelitian yang memiliki kelainan kranio facial

- Subjek penelitian memiliki orang tua yang berlainan suku

- Subjek penelitian pernah melakukan operasi pada wajah .

4.5. Perkiraan Besar Sampel n = Z2 p(1-p)

d

2

Z2

p = proporsi suku

= tingkat kepercayaan 95 % = 1,96

d = ketepatan penelitian = 0,05

hasil : n = 385 □ 400

4.6. Persetujuan setelah penjelasan / inform Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan setelah terlebih

dahulu diberi penjelasan, sebelum di lakukan pengukuran dengan

menggunakan alat ukur Antropometris Kaliper geser dan Kaliper

(34)

4.7.Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang dihitung, meliputi :

1. Indeks cephalic = lebar kepala (eu-eu) x 100

Panjang kepala (g-op)

2. Indeks facial = panjang muka (n-gn) x 100

Lebar bizygomatic (zy-zy)

4.8.Alat dan Bahan Penelitian :

a. Status subjek sebagai data subjek

b. Kaliper lengkung kecil merk Vernier buatan china diantara kedua batang terdapat lengkungan yang berskala sampai dengan 40 cm.

(35)

4.9. Cara kerja

Dilakukan pendataan terhadap subjek penelitian yang memenuhi kriteria

inklusi. Subjek diminta persetujuan setelah terlebih dahulu diberi penjelasan

(inform consent), posisi subjek duduk dengan kepala tegak, agar pengukuran mudah dilakukan. Lakukan pengukuran panjang kepala dari glabela sampai

opisthion (g-op) , lebar kepala yang diukur dari jarak kedua euryon (eu-eu), panjang muka yang diukur dari titik nasion sampai titik gnation (n-gn), lebar muka yang diukur dari jarak antar kedua zygion (zy-zy) dengan metode Martin.

4.10. Identifikasi Variabel Variabel bebas : suku

Variabel tergantung: indeks cephalik, indeks facial.

4.11.Pengolahan dan Analisa Data 1. Editing

Memeriksa ketepatan dan kelengkapan semua data yang diperoleh,

data yang belum lengkap atau ada kesalahan, dilengkapi dengan

mewawancarai ulang subjek penelitian.

2. Coding

Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya

kemudian diberi kode secara manual sebelum diolah dengan

computer.

3. Entri

Memasukkan data yang telah dibersihkan ke dalam program

computer.

4. Cleaning data

Memeriksa semua data yang telah dimasukkan ke dalam program

computer agar tidak terjadi kesalahan dalam pemasukan data.

(36)

6. Analisa data

Data di analisa dengan menggunakan tehnik komputerisasi, program

(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN

Jumlah sampel penelitian yang diperoleh dari mahasiswa yang sedang

menjalani kepaniteraan klinik senior di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU

dr. Pirngadi Medan mulai juni sampai September 2011 berjumlah 402 orang,

terdiri dari 187 laki-laki dan 215 perempuan.

Data yang dikumpulkan, disajikan dalam bentuk tabel dan dilakukan

analisis univariat (statistic deskriptif).

Tabel 5.1.Perbandingan Indeks Cephalic berdasarkan suku- suku

Suku N Mean SD P

Aceh 81 82,55 5,30 P < 0,05

Batak Toba 77 82,67 4,69 P < 0,05

Karo 51 82,66 4,81 P < 0,05

Jawa 68 84,48 4,41 P < 0,05

Mandailing 49 81,80 4,36 P < 0,05

Melayu 30 83,41 8,48 P < 0,05

Minang 40 81,48 4,56 P < 0,05

Nias 6 86,28 4,53 P < 0,05

(38)

Tabel 5.2. Perbandingan Indeks Cephalic berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin n Mean SD P

Laki- laki 187 82,85 4,59 P < 0,05

Perempuan 215 82,83 5,62 P > 0,05

Jumlah 402 82,84 5,10 T. Independen

Tabel 5.3. Perbandingan Indeks cephalic suku berdasarkan jenis kelamin

Suku Laki-laki Perempuan

N Mean SD N Mean SD

Aceh 46 82,93 6,04 35 82,05 4,16

Batak Toba 27 83,71 4,37 50 82,10 4,80

Karo 19 82,99 3,72 32 82,46 5,39

Jawa 31 84,74 4,04 37 84,27 4,74

Mandailing 29 82,18 3,71 20 81,25 5,22

Melayu 9 81,61 4,69 21 84,19 9,67

Minang 23 79,92 1,71 17 83,59 6,20

Nias 3 82,85 4,60 3 86,66 5,46

Jumlah 187 82,85 4,59 215 82,83 5,62

(39)

Tabel 5.4.Klasifikasi Indeks Cephalic

Suku Laki-laki Perempuan

Brachycepahli

Tabel 5.5.Perbandingan Indeks Facial berdasarkan suku- suku

(40)

Tabel 5.6. Perbandingan Indeks Facial berdasarkan Jenis kelamin Jenis kelamin n Mean SD P Laki- laki 187 88,06 7,90 P > 0,05

Perempuan 215 85,01 7,02 P > 0,05

Jumlah 402 86,53 7,46 T. Independen

Tabel 5.7. Perbandingan Indeks facial suku berdasarkan jenis kelamin

Suku Laki-laki Perempuan

N Mean SD N Mean SD

Aceh 46 89,76 9,88 35 86,96 7,45

Batak Toba 27 87,14 5,45 50 84,92 6,65

Karo 19 85,61 6,34 32 83,80 7,66

Jawa 31 88,99 7,79 37 84,19 4,87

Mandailing 29 87,98 9,04 20 84,40 6,41

Melayu 9 85,93 7,31 21 83,84 7,50

Minang 23 88,06 5,65 17 86,49 9,40

Nias 3 82,23 5,55 3 90,30 8,60

Jumlah 187 88,06 7,90 215 82,83 5,62

(41)

Tabel 5.8. Klasifikasi Indeks Facial

Suku Laki-laki Perempuan

Brachycepahli

(42)

5. Suku Mandailing

Untuk Rata- rata Indeks Facial : 1. Suku Aceh

5. Suku Mandailing

- Laki- laki 87,98

(43)

6. Suku Melayu

- Laki- laki 85,93

- Perempuan 83,84.

7. Suku Minang

- Laki- laki 88,06

- Perempuan 86,49.

8. Suku Nias

- Laki- laki 82,23

(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

- Indeks cephalic orang Indonesia berdasarkan suku mempunyai perbedaan

bermakna.

- Indeks cephalic orang Indonesia berdasarkan jenis kelamin mempunyai

perbedaan bermakna.

- Indeks facial tidak mempunyai perbedaan bermakna.

- Indeks cephalic orang Indonesia dapat digunakan dalam membantu

identifikasi orang Indonesia.

6.2.SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada kota yang lain atau pulau

yang lain, beserta jumlah sampel yang lebih banyak.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mundiyah, M. Hubungan Ukuran Mesiodistal Gigi Intra dan

Intermaksiler pada orang Kaukasoid. Berkala Antropologi Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

1983.

2. Foster, T.D. A Textbook of Ortodontics. Blackwell Sceintific Publication. Oxford London Edinburg Melbourn. Pp 17- 24.

3. Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati T. Metode Pengukuran Manusia. Airlangga University Press. 2008.h. 3, 55- 59.

4. Amir A. Identifikasi. Dalam : Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi kedua. Bagian Ilmu Kedokteran FK- USU. Medan :

2005. h. 178-203.

5. Nandy A. Identification Of Individual. In Principle Of Forensic Medicine. 2nd

2000.P. 48-49.

Edition. New Central Book Agency Publisher. Calcuta.

6. Porter JP. Anthropometri Facial Analysis of the African American Woman. In : Original Article. 2001. Downloaded from

arch.ama-assn.org by guest,on 30 may 2011.

7. Rahmawati et al. Kajian Kefalometrik (Studi perbandingan antara suku Jawa Di Yokyakarta dan suku Naulu di pulau Seram,

Maluku tengah). Bagian Anatomi, Embriologi dan Antropologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada. Yokyakarta Tokyo University, Tokyo Japan. 2003.

8. Artaria MD, Glinka J, Koesbardiati T. Metode Pengukuran Manusia. Airlangga University Press. 2008.h. 3, 55- 59.

9. Indriati, E. Identifikasi Rangka manusia, Aplikasi Antropologi Biologis Dalam Konteks Hukum. Dalam : Antropologi Forensik. CetakanPertama. Gadjah mada University Pres,

(46)

10. Wahid SA. Identifikasi. Dalam: Patologi Forensik. Dewan Bahasa dan Pustaka kementrian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur.

1993: 13-48.

11.Parikh C.K. Personal Identity, Identification in Mass Disasters. In :

Textbook of Medical Jurisprudence and Toxikology.

Medicolegal Centre. Bombay. 1989. 29-82.

12. Pengetahuan- pengetahuan Dunia, 2011. Asal Usul Nenek Moyang

Bangsa Indonesia

13. Glinka J. Antropometri dan Antroposkopi. Surabaya: FlSlP Unair, 1990. h.1-77.

14. Gonzales T, Vance M, Helpern M, Umberger C. Indentification of the Dead.In: Legal Medicine Pathology And Toxicology. Second Edition. New York. 1954. h.22-42.

15.Modi’s. Personal Identity. In: Textbook of Medical Jurisprudence And Toxicology. Twenty first Edition. Bombay. 1988. h. 28-32. 16. Harrison GA, Weiner IS, Tanner JM, Banicot NA. Human Biology.

London: Oxford University Press. 1970.

17. Raharjo P. Diagnosis ortodontik. Cetakan pertama. Airlangga university Press. Surabaya: 2008.h. 25-26.

18.Helmer Richard P. Anatomical and Artistic Guidelines for Forensic Facial reconstruction.In : Forensic Analysis of the Skull. Experimentelle Rechtsmedizin derUniversitat Bonn. Jerman. 1993.h.219-221.

19. Greber, T.M. Orthodontics, Principle and Practice, 3 nd

Saunders Co., Philadhelphia, London, Toronto. 1972. , ED., W.B.

20. Olivier G. Practical Anthropology. Springfield: Charles C Thomas Publisher, 1969.

(47)
(48)

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Data Pribadi

Nama : Netty Herawati

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Langsa, 22 Juni 1975

Agama : Islam

Alamat : Villa Mutiara Johor I Blok.E No. 2 Deli Serdang

Telepon : 085262996950

Email

Riwayat Pendidikan

Tahun 1983 - 1987 : SDN Birem Puntong

Tahun 1987 - 1990 : SMPN 6 Langsa

Tahun 1990 – 1993 : SMAN I Langsa

Tahun 1993 – 2002 : Pendidikan dokter umum di Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Sumatera Utara

Tahun 2008 – Sekarang : Pendidikan spesialis di bidang ilmu Kedokteran

Forensik

(49)

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2002 – 2003 : PTT di RSU Kota Langsa

(50)

Lampiran 1

BIAYA PENELITIAN

1. Pembelian alat ukur : Rp. 500.000

2. Akomodasi dan transportasi : Rp. 2.000.000

3. Penyusunan dan penggandaan hasil : Rp. 3.000.000

4. Seminar proposal penelitian : Rp. 700.000

5. Seminar hasil penelitian : Rp. 3.000.000

(51)

Lampiran 2

JADWAL PENELITIAN

JENIS KEGIATAN JUNI- SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER

5-10 11-17 18-24 25-31 1-7 8-14 15-21 22-3 1-5 6-16

Proposal penelitian

Persiapan

Pelaksanaan Penelitian

Penyusunan Laporan

(52)

Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN UNTUK PENELITIAN

PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN

Sdr/i Yth,

Saya sedang meneliti tentang penentuan indeks kepala dan wajah orang

Indonesia berdasarkan suku di kota Medan. Dimana penentuan indeks kepala

dan wajah ini dilakukan pengukuran panjang kepala, lebar kepala, panjang

wajah dan lebar wajah. Penentuan indeks ini dapat memberi gambaran bentuk

kepala, apakah lonjong (dolichocephal) dengan tipe wajah leptoprosopic,

bentuk kepala sedang (brachycephal) dengan tipe wajah euprosopic atau

bentuk kepala bulat (mesocephal) dengan tipe wajah Mesoprosopic. Beberapa

penelitian terdahulu telah menyebutkan bahwa variasi regional dalam ukuran-

ukuran antropometrik selalu ditemui, bahkan dalam satu populasi maupun

dalam subras. Pada penelitian ini saya akan melakukan pengukuran pada

kepala dan wajah pada setiap suku yang ada, untuk melihat apakah ada

perbedaan antara bentuk kepala dan wajah berdasar suku dan jenis kelamin.

Partisipasi Sdr/i dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan

maupun tekanan dari pihak manapun. Setelah memahami berbagai hal yang

menyangkut penelitian ini, diharapkan Sdr/i yang terpilih sebagai sukarelawan

dalam penelitian ini, dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam

penelitian yang telah disiapkan. Terima kasih.

Medan, Februari 2011

Hormat Saya

(53)

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Suku :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai

penelitian ” Penentuan Indeks Kepala Dan Wajah Orang Indonesia Berdasarkan

Suku Di Kota Medan ” dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang

segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini

saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia diikutkan dalam

penelitian tersebut.

Medan...2011

(54)

Lampiran 4

DATA PENELITIAN SUBJEK

PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN

(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)

391 Alfndi L 27 Mndling 16 18 10 13 88.9 76.9

392 Ln P 29 Karo 13.5 18 10.3 12 75 81.8

393 Tmr P 27 Karo 14 16.5 9.5 12 84.8 79.2

394 Krm L 25 Mndling 14.5 17 10.5 12 85.3 87.5

395 Rhmn L 26 B. Toba 15.5 17.5 9.3 11.5 88.6 80.9

396 Zlkrnn L 23 Mndling 14.5 18 11.8 11 80.6 107

397 Gn L 24 Mndling 14.5 18 9.9 11.5 80.6 86.1

398 Brt L 23 B. Toba 14 17.5 11.1 11.5 80 96.5

399 Imn L 27 Pakpak 13 17 9.5 11 76.5 86.4

400 Jn L 29 B. Toba 14 17.5 10.8 11.5 80 93.9

401 Iph P 24 Aceh 14.2 17.8 12 11.5 79.8 104

(68)

Gambar

Gambar 2.1. Titik- titik cephalometric
Tabel 2.1.   Antropometri menurut Ewig
Tabel 2.2.  Klasifikasi Indeks Cephalic menurut Saller :
Gambar 2.4. lebar kepala (Metode Pengukuran Manusia, oleh Artaria MD, Glinka
+7

Referensi

Dokumen terkait