• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Efek Parameter Base Isolator Terhadap Respon Bangunan Akibat Gaya Gempa Dengan Metode Analisis Riwayat Waktu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Efek Parameter Base Isolator Terhadap Respon Bangunan Akibat Gaya Gempa Dengan Metode Analisis Riwayat Waktu"

Copied!
200
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP

RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA

DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU

TUGAS AKHIR

DICKY ERISTA

06 0404 106

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

(2)

KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP

RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA

DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU

TUGAS AKHIR

DICKY ERISTA

06 0404 106

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

(3)

KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP

RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA

DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

Oleh

DICKY ERISTA

06 0404 106

Pembimbing

Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T. NIP: 19590707 198710 1 001

Diketahui:

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP: 19561224 198103 1 002

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah, serta innayah-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Kajian Efek Parameter Base Isolator Terhadap Respon Bangunan Akibat Gaya Gempa Dengan Metode Analisis Riwayat Waktu”.

Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana teknik sipil bidang studi struktur pada fakultas teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Penulis menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa untuk penyempurnaan tugas akhir ini.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang senantiasa penulis cintai yang dalam keadaan sulit telah memperjuangkan dan mengorbankan segalanya baik tenaga, pikiran dan harta hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Dr.Ing.Johannes Tarigan. Selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir ini

(5)

3. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang luar biasa kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak/Ibu staf pengajar jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi.

6. Untuk teman-teman teknik sipil USU stambuk 2006. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Musteker yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi jurusan teknik sipil USU.

Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2011

(6)

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap gempa bumi. Oleh karena itu bangunan di Indonesia harus memiliki ketahanan yang tinggi terhadap gempa bumi. Perencanaan bangunan tahan gempa yang masih banyak digunakan di Indonesia ialah perencanaan secara konvensional. Perencanaan konvensional mencegah kerusakan bangunan dengan cara memperkuat struktur bangunan tersebut terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Memperkaku struktur dalam arah lateral akan memperbesar gaya gempa. Metode yang lebih baik ialah mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan tersebut serta meredam energi gempa sampai pada tingkat yang tidak membahayakan bangunan. Metode ini dikenal dengan isolasi seismic atau base isolation. Perangkat anti gempa dari metode isolasi seismic tersebut disebut base isolator. Base isolator memiliki kekakuan geser relatif kecil yang disisipkan di antara pondasi dan struktur atas bangunan. Bangunan dengan base isolator akan mengalami waktu getar alami yang lebih panjang sehingga percepatan gempa yang terjadi pada lantai-lantai bangunan menjadi lebih kecil. Akibatnya gaya gempa yang bekerja pada bangunan menjadi lebih kecil dibandingkan bangunan tanpa base isolator.

Pada tugas akhir ini digunakan base isolator jenis lead rubber bearing (LRB). Kajian yang dilakukan pada tugas akhir ini ialah membandingkan respon struktur akibat gaya gempa antara bangunan yang menggunakan LRB dengan bangunan tanpa LRB. Selain itu pada tugas akhir ini juga dilakukan kajian pengaruh parameter base isolator yaitu parameter kekakuan geser terhadap respon bangunan akibat gaya gempa. Kekakuan geser pada LRB terdiri dari kekakuan awal K1, kekakuan pasca leleh K2 dan kekakuan efektif Keff. Hubungan antara kekakuan awal K1 dengan kekakuan pasca leleh K2 dapat dinyatakan dengan post yield stiffness ratio(• ) yaitu (• )=K2/K1. Variasi nilai post yield stiffness ratio (• ) tersebut akan menghasilkan respon struktur yang berbeda-beda. Analisa struktur yang digunakan pada tugas akhir ini ialah analisis analisis riwayat waktu (time history) dimana analisisnya dilakukan dengan bantuan program komputer SAP2000.

Dari hasil analisis diperoleh perbandingan respon struktur akibat gaya gempa yang cukup signifikan antara bangunan yang menggunakan LRB dengan bangunan tanpa LRB. Perbandingan respon struktur berupa percepatan gempa antara bangunan tanpa dan dengan base isolator mencapai 71%. Untuk respon struktur berupa gaya geser dasar, perbandingannya mencapai 37% dan untuk respon struktur berupa momen, lintang, dan gaya normal, perbandingannya mencapai 47%. Dari hasil analisis juga diperoleh pengaruh dari parameter base isolator yaitu kekakuan geser terhadap respon struktur akibat gaya gempa. Perbandingan antara variasi post-yield stiffness ratio yang satu terhadap variasi yang lainnya relatif kecil yaitu sekitar 0,5%. Dan dari hasil tersebut juga terlihat bahwa LRB mampu mereduksi gaya gempa sehingga kerusakan bangunan yang terjadi lebih kecil dan mencegah timbulnya korban jiwa.

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR NOTASI... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan ... 9

1.4 Pembatasan Masalah ... 9

1.5 Metodologi Pembahasan ... 10

BAB II. TEORI DASAR ... 11

2.1 Umum ... 11

2.2 Karakteristik Dinamik Struktur Bangunan ... 19

2.2.1 Massa ... 19

2.2.1.1 Model Lump Mass ... 19

2.2.1.2 Model Consistent Mass Matrix ... 20

2.2.2 Kekakuan ... 21

2.2.3 Redaman ... 21

2.3 Simpangan (Drift) Akibat Gaya Gempa ... 22

2.4 Derajat Kebebasan (Degree of Freedom, DOF) ... 23

(8)

2.4.2 Persamaan Diferensial Struktur SDOF Akibat Base Motion . 26

2.4.3 Persamaan Difrensial Struktur MDOF ... 28

2.4.3.1 Matriks Massa, Matriks Kekakuan dan Matriks Redaman 28 2.4.3.2 Matrik Redaman ... 30

2.4.3.3 Non Klasikal / Non Proporsional Damping ... 31

2.4.3.4 Klasikal / Proposional Damping ... 33

2.4.4 Getaran Bebas Pada Struktur MDOF ... 34

2.4.4.1 Nilai Karakteristik (Eigenproblem) ... 34

2.4.4.2 Frekuensi Sudut (•) dan Normal Modes ... 36

2.4.5 Getaran Bebas Pada Struktur MDOF ... 39

2.4.5.1 Persamaan Difrensial Independen (Uncoupling) ... 39

2.4.5.2 Getaran Bebas Tanpa Redaman ... 44

2.4.5.3 Getaran Bebas Dengan Redaman ... 46

2.4.5.4 Persamaan Diferensial Dependen (Coupling) ... 48

2.4.5.5 Penyelesaian Persamaan Diferensial Gerakan ... 49

2.4.5.6 Metode • - Newmark (Incremental Formulation) ... 49

2.4.6 Persamaan Difrensial Struktur MDOF akibat Base Motion ... 52

2.5 Karakteristik Analisis Dinamik Riwayat Waktu ... 54

2.5.1 Analisis Beban Statik Ekuivalen ... 54

2.5.2 Analisis Dinamik ... 54

BAB III ANALISA LEAD RUBBER BEARING (LRB) PADA BANGUNAN ... 60

3.1 Umum ... 60

(9)

3.3 Lokasi Pemasangan Lead Rubber Bearing (LRB)... 66

3.4 Karakteristik Mekanis Lead Rubber Bearing (LRB) ... 71

3.4.1 Kekakuan Pada Lead Rubber Bearing (LRB) ... 71

3.4.2 Modulus Geser ... 74

3.4.3 Perubahan Siklik Dalam Properti Lead Rubber Bearing... 75

3.4.4 Perubahan Umur Dalam Properti Lead Rubber Bearing ... 77

3.4.5 Tegangan Tekan Rencana ... 78

3.4.6 Regangan Geser Maksimum ... 79

3.4.7 Kekuatan Lekat ... 80

3.4.8 Defleksi Vertikal ... 80

3.5 Tekuk Dan Stabilitas Pada Lead Rubber Bearing (LRB) ... 82

3.5.1 Tekuk Pada Lead Rubber Bearing (LRB) ... 82

3.5.1.1 Pengaruh Beban Vertikal Terhadap Kekakuan Horizontal 85 3.5.2 Stabilitas LRB Terhadap Perpindahan Lateral yang Besar .... 86

3.6 Persamaan Gerakan Pada Base Isolator ... 90

3.7 Analisis Struktur Bangunan Dengan Base Isolator ... 93

3.7.1 Persamaan Gerakan Pada Bearing Isolator ... 93

3.7.2 Persamaan Gerakan Pada Struktur Atas ... 96

3.8 Kajian Parameter Lead Rubber Bearing (LRB) ... 100

3.8.1 Kajian Kekakuan Lead Rubber Bearing (LRB) ... 100

3.8.2 Prosedur Pengkajian Kekakuan Lead Rubber Bearing (LRB) 102 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 105

4.1 Pemodelan Struktur ... 105

(10)

4.3 Perhitungan Beban Stuktur ... 110

4.3.1 Perhitungan Beban Pada Atap ... 110

4.3.2 Perhitungan Beban Pada Lantai ... 112

4.4 Data-Data Lead Rubber Bearing (LRB) ... 113

4.5 Kajian kekakuan Lead Rubber Bearing (LRB) ... 117

4.5.1 Menentukan Variasi Kekakuan Lead Rubber Bearing ... 117

4.5.2 Kombinasi Pembebanan Untuk Analisis ... 122

4.6 Prosedur Analisa SAP2000 ver.14 Input Dan Output ... 123

4.6.1 Data Input Pada Analisa SAP2000 ver.14 ... 123

4.6.2 Data Output SAP2000 ver.14 ... 128

4.7 Hasil Perhitungan ... 129

4.7.1 Waktu Getar Bangunan ... 129

4.7.2 Perpindahan Pada Bangunan ... 132

4.7.3 Simpangan Antar Tingkat Bangunan ... 140

4.7.4 Percepatan Gempa yang Terjadi Pada Bangunan ... 147

4.7.5 Gaya Geser Dasar (Base Shear) yang Terjadi Pada Bangunan 155 4.7.6 Momen, Lintang dan Gaya Normal yang Terjadi Pada Bangunan ... 159

4.7.7 Energi yang Bekerja Pada Bangunan ... 174

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 176

5.1 Kesimpulan ... 176

5.2 Saran ... 178

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Hasil percobaan regangan geser tinggi... 80 Tabel 4.1 : Spesifikasi lead rubber bearing (LRB) ... 116 Tabel 4.2 : Waktu getar alami bangunan ... 129 Tabel 4.3 : Perpindahan lateral arah sumbu X pada bangunan tanpa base

isolator dan bangunan yang menggunakan Lead Rubber Bearing (LRB) dengan beberapa variasi post-yield stiffness ratio (• )... 132 Tabel 4.4 : Perpindahan lateral arah sumbu Y pada bangunan tanpa base

isolator dan bangunan yang menggunakan Lead Rubber Bearing (LRB) dengan beberapa variasi post-yield stiffness ratio (• )... 133 Tabel 4.5 : Simpangan antar tingkat pada bangunan tanpa base isolator ... 141 Tabel 4.6 : Simpangan antar tingkat pada bangunan dengan base isolator

(variasi I) ... 142 Tabel 4.7 : Simpangan antar tingkat pada bangunan dengan base isolator

(variasi II) ... 143 Tabel 4.8 : Simpangan antar tingkat pada bangunan dengan base isolator

(variasi III) ... 144 Tabel 4.9 : Simpangan antar tingkat pada bangunan dengan base isolator

(variasi IV) ... 145 Tabel 4.10 : Percepatan gempa arah sumbu X pada bangunan tanpa base

(12)

Tabel 4.11 : Percepatan gempa arah sumbu Y pada bangunan tanpa base isolator dan bangunan yang menggunakan Lead Rubber Bearing

(LRB) dengan beberapa variasi post-yield stiffness ratio (• )... 147

Tabel 4.12 : Gaya geser dasar (base shear) pada bangunan tanpa base isolator dan bangunan yang menggunakan Lead Rubber Bearing (LRB) dengan beberapa variasi post-yield stiffness ratio (• ) ... 155

Tabel 4.13 : Momen maksimum yang terjadi pada bangunan ... 161

Tabel 4.14 : Gaya geser (lintang) yang bekerja pada bangunan ... 166

Tabel 4.15 : Gaya aksial (normal) yang bekerja pada bangunan ... 170

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Hubungan antara acceleration (m/s2) dengan waktu getar

alamiah T (s) sebagai fungsi dari damping ... 5

Gambar 1.2 : Hubungan antara displacement (m) dengan waktu getar alamiah T (s) sebagai fungsi dari damping ... 5

Gambar 1.3 : Mekanisme kinerja base isolator terhadap gaya gempa ... 6

Gambar 1.4 : Aproximasi bi-linier hysterisis loop ... 7

Gambar 2.1 : Pemodelan struktur SDOF pada portal satu tingkat ... 25

Gambar 2.2 : Mass-Spring-Damper System ... 25

Gambar 2.3 : Keseimbangan gaya dinamik dengan fS, fD, dan f1 ... 25

Gambar 2.4 : Struktur SDOF akibat base motion ... 27

Gambar 2.5 : Struktur dengan damping non-klasik ... 32

Gambar 2.6 : Jenis-jenis proporsional damping ... 34

Gambar 2.7 : Bangunan 2-DOF dan model matematika ... 37

Gambar 2.8 : Prinsip metode superposisi ... 40

Gambar 2.9 : Respon struktur MDOF akibat getaran bebas (tanpa redaman) ... 45

Gambar 2.10 : Respon struktur MDOF akibat getaran bebas (dengan redaman) . 48 Gambar 2.11 : Struktur MDOF akibat base motion ... 53

Gambar 2.12 : Rekaman gerakan tanah pada beberapa gempa bumi ... 58

Gambar 2.13 : Komponen utara-selatan dari gerakan tanah horizontal yang dicatat di El Centro, California pada gempa bumi yang terjadi di Imperial Valley, California pada tanggal 18 Mei 1940... 59

Gambar 3.1 : Respon spektra perpindahan sebagai fungsi dari damping ... 63

(14)

Gambar 3.3 : Lead rubber bearing (LRB) ... 65

Gambar 3.4 : Lokasi pemasangan base isolator pada bangunan tanpa basemen 66 Gambar 3.5 : Lokasi pemasangan base isolator pada bangunan dengan basemen ... 67

Gambar 3.6 : Konsep pemasangan isolator pada bangunan yang telah berdiri .. 69

Gambar 3.7 : Alat flat-jack untuk pemasangan isolator pada bangunan yang telah berdiri ... 69

Gambar 3.8 : Lokasi pemasangan base isolator pada jembatan ... 70

Gambar 3.9 : Kurva histerisis loop lead rubber bearing (LRB) ... 72

Gambar 3.10 : Aproximasi bi-linier hysteresis loop lead rubber bearing (LRB) . 73 Gambar 3.11 : Modulus geser karet ... 75

Gambar 3.12 : Grafik hubungan hysteresis loop terhadap jumlah siklus ... 76

Gambar 3.13 : Grafik hubungan kekakuan efektif terhadap jumlah siklus ... 77

Gambar 3.14 : Tekuk pada bearing akibat beban vertikal ... 82

Gambar 3.15 : Bentuk ketidakstabilan rollout pada isolator ... 88

Gambar 3.16 : Keseimbangan gaya pada bearing ... 89

Gambar 3.17 : Hubungan antara gaya geser dengan perpindahan rollout ... 89

Gambar 3.18 : Parameter-parameter dari 2-Degree of Freedom sistem isolasi.... 90

Gambar 3.19 : Mode shapes dari model 2-Degree of Freedom sistem isolasi ... 92

Gambar 3.20 : Bangunan dengan base isolator ... 94

Gambar 3.21 : Perpindahan pada bangunan dengan base isolator ... 94

Gambar 3.22 : Free body diagram pada bangunan dengan isolator ... 94

Gambar 3.23 : Free body diagram pada massa n ... 96

(15)

Gambar 3.25 : Diaram alir prosedur pengkajian kekakuan lead rubber bearing .. 104

Gambar 4.1 : Denah dua dimensi tampak atas bangunan ... 105

Gambar 4.2 : Denah dua dimensi tampak depan bangunan ... 106

Gambar 4.3 : Struktur bangunan 6 lantai secara tiga dimensi ... 107

Gambar 4.4 : Dimensi penampang balok dan kolom bangunan ... 108

Gambar 4.5 : Gaya normal yang bekerja pada bangunan akibat kombinasi beban mati dan beban hidup ... 114

Gambar 4.6 : Data masukan kekakuan LRB arah longitudinal isolator (U1), dimana nilai kekakuan yang digunakan sama untuk semua variasi • ... 119

Gambar 4.7 : Data masukan Lead Rubber Bearing (LRB) variasi 1 dengan • = 0,05 untuk arah U2dan U3 ... 120

Gambar 4.8 : Data masukan Lead Rubber Bearing (LRB) variasi 1 dengan • = 0,10 untuk arah U2dan U3 ... 120

Gambar 4.9 : Data masukan Lead Rubber Bearing (LRB) variasi 1 dengan • = 0,15 untuk arah U2dan U3 ... 121

Gambar 4.10 : Data masukan Lead Rubber Bearing (LRB) variasi 1 dengan • = 0,20 untuk arah U2dan U3 ... 121

Gambar 4.11 : Data masukan riwayat waktu berupa akselerogram gempa El Centro N-S yang dicatat pada tanggal 18 Mei 1940 ... 123

Gambar 4.12 : Data masukan pembebanan gempa dengan analisis time history . 126 Gambar 4.13 : Data masukan modal analisis untuk time history ... 126

Gambar 4.14 : Waktu getar alami pada bangunan tanpa base isolator ... 130

(16)

Gambar 4.16 : Grafik perpindahan bangunan terhadap waktu pada variasi I ... 134

Gambar 4.17 : Grafik perpindahan bangunan terhadap waktu pada variasi II ... 135

Gambar 4.18 : Grafik perpindahan bangunan terhadap waktu pada variasi III .... 136

Gambar 4.19 : Grafik perpindahan bangunan terhadap waktu pada variasi IV.... 137

Gambar 4.20 : Grafik perbandingan perpindahan lateral antara bangunan tanpa dan dengan base isolator... 138

Gambar 4.21 : Perpindahan lateral dari beberapa variasi post-yield stiffness ratio pada bangunan dengan base isolator ... 139

Gambar 4.22 : Perpindahan lateral pada bangunan tanpa base isolator ... 141

Gambar 4.23 : Perpindahan lateral pada bangunan dengan base isolator (variasi I)... 142

Gambar 4.24 : Perpindahan lateral pada bangunan dengan base isolator (variasi II) ... 143

Gambar 4.25 : Perpindahan lateral pada bangunan dengan base isolator (variasi III) ... 144

Gambar 4.26 : Perpindahan lateral pada bangunan dengan base isolator (variasi IV) ... 145

Gambar 4.27 : Simpangan antar tingkat bangunan ... 146

Gambar 4.28 : Grafik percepatan gempa terhadap waktu pada variasi I ... 149

Gambar 4.29 : Grafik percepatan gempa terhadap waktu pada variasi II ... 150

Gambar 4.30 : Grafik percepatan gempa terhadap waktu pada variasi III ... 151

Gambar 4.31 : Grafik percepatan gempa terhadap waktu pada variasi IV... 152

(17)

Gambar 4.33 : Percepatan gempa dari beberapa variasi nilai post-yield stiffness

ratio pada bangunan dengan base isolator ... 154

Gambar 4.34 : Grafik gaya geser dasar terhadap waktu pada variasi I ... 156

Gambar 4.35 : Grafik gaya geser dasar terhadap waktu pada variasi II... 156

Gambar 4.36 : Grafik gaya geser dasar terhadap waktu pada variasi III ... 157

Gambar 4.37 : Grafik gaya geser dasar terhadap waktu pada variasi IV ... 157

Gambar 4.38 : Perbandingan gaya geser dasar antara bangunan dengan dan tanpa base isolator ... 158

Gambar 4.39 : Gaya geser dasar dari beberapa variasi post-yield stiffness ratio Gambar 4.40 : Denah bangunan tampak atas (bidang X-Y global) ... 159

Gambar 4.41 : Potongan A-A (bidang X-Z global) ... 160

Gambar 4.42 : Grafik perbandingan momen yang terjadi pada bangunan tanpa base isolator dan bangunan dengan base isolator... 164

Gambar 4.43 : Grafik perbandingan momen dari beberapa variasi post-yield stiffness ratio pada bangunan dengan base isolator ... 165

Gambar 4.44 : Grafik perbandingan gaya lintang antara bangunan tanpa base isolator dan bangunan dengan base isolator ... 168

Gambar 4.45 : Grafik perbandingan gaya lintang dari beberapa variasi post-yield stiffness ratio pada bangunan dengan base isolator... 169

Gambar 4.46 : Grafik perbandingan gaya normal antara bangunan tanpa base isolator dan bangunan dengan base isolator ... 172

Gambar 4.47 : Grafik perbandingan gaya normal dari beberapa variasi post-yield stiffness ratio pada bangunan dengan base isolator... 173

(18)

DAFTAR NOTASI

A = Luas penampang base isolator

As = Luas geser efektif pada base isolator

C = Redaman

D = Perpindahan yang terjadi pada base isolator

Dy = Perpindahan pada base isolator setelah mencapai kekakuan awal di = Perpindahan lateral lantai ke-i

db = Perpindahan base isolator

dg = Perpindahan bangunan akibat gerakan tanah Ec = Modulus elastisitas beton

ED = Energi yang diredam per cyle ES = Energi redaman

Es = Modulus elasitisitas baja FD = Gaya redam

FS = Gaya tahanan struktur FI = Gaya inersia

f = Frekuensi gelombang gempa f’c = Kuat tekan beton

fy = kuat leleh baja

G = Modulus geser bearing

h = Tinggi lapisan karet dan plat baja pada base isolator K = Kekakuan struktur

(19)

K1 = Kekakuan awal lead rubber bearing (LRB) K2 = Kekakuan pasca leleh lead rubber bearing (LRB)

M = Massa bangunan

PE = Beban tekuk Euler

PS = Kekakuan geser per unit panjang

Pcrit = Tegangan kritis yang terjadi pada base isolator P(t) = Pembebanan dinamik pada struktur

Q = Kekuatan leleh inti timah S = Faktor bentuk

S2 = Faktor bentuk kedua

T = Waktu getar alami bangunan

tr = Tinggi lapisan karet pada base isolator u = Perpindahan pada bangunan

u• = Turunan pertama dari perpindahan yaitu kecepatan

u• = Turunan kedua dari perpindahan yaitu percepatan ug = Perpindahan gerakan tanah

•• = Perpindahan mutlak bangunan Z = Amplitudo gelombang

wd = Frekuensi sudut dengan redaman wi = Frekuensi sudut ke-i

• = Post yield stiffness ratio atau perbandingan K2 dengan K1 •v = Defleksi vertikal pada base isolator

• = Rasio redaman

(20)

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap gempa bumi. Oleh karena itu bangunan di Indonesia harus memiliki ketahanan yang tinggi terhadap gempa bumi. Perencanaan bangunan tahan gempa yang masih banyak digunakan di Indonesia ialah perencanaan secara konvensional. Perencanaan konvensional mencegah kerusakan bangunan dengan cara memperkuat struktur bangunan tersebut terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Memperkaku struktur dalam arah lateral akan memperbesar gaya gempa. Metode yang lebih baik ialah mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan tersebut serta meredam energi gempa sampai pada tingkat yang tidak membahayakan bangunan. Metode ini dikenal dengan isolasi seismic atau base isolation. Perangkat anti gempa dari metode isolasi seismic tersebut disebut base isolator. Base isolator memiliki kekakuan geser relatif kecil yang disisipkan di antara pondasi dan struktur atas bangunan. Bangunan dengan base isolator akan mengalami waktu getar alami yang lebih panjang sehingga percepatan gempa yang terjadi pada lantai-lantai bangunan menjadi lebih kecil. Akibatnya gaya gempa yang bekerja pada bangunan menjadi lebih kecil dibandingkan bangunan tanpa base isolator.

Pada tugas akhir ini digunakan base isolator jenis lead rubber bearing (LRB). Kajian yang dilakukan pada tugas akhir ini ialah membandingkan respon struktur akibat gaya gempa antara bangunan yang menggunakan LRB dengan bangunan tanpa LRB. Selain itu pada tugas akhir ini juga dilakukan kajian pengaruh parameter base isolator yaitu parameter kekakuan geser terhadap respon bangunan akibat gaya gempa. Kekakuan geser pada LRB terdiri dari kekakuan awal K1, kekakuan pasca leleh K2 dan kekakuan efektif Keff. Hubungan antara kekakuan awal K1 dengan kekakuan pasca leleh K2 dapat dinyatakan dengan post yield stiffness ratio(• ) yaitu (• )=K2/K1. Variasi nilai post yield stiffness ratio (• ) tersebut akan menghasilkan respon struktur yang berbeda-beda. Analisa struktur yang digunakan pada tugas akhir ini ialah analisis analisis riwayat waktu (time history) dimana analisisnya dilakukan dengan bantuan program komputer SAP2000.

Dari hasil analisis diperoleh perbandingan respon struktur akibat gaya gempa yang cukup signifikan antara bangunan yang menggunakan LRB dengan bangunan tanpa LRB. Perbandingan respon struktur berupa percepatan gempa antara bangunan tanpa dan dengan base isolator mencapai 71%. Untuk respon struktur berupa gaya geser dasar, perbandingannya mencapai 37% dan untuk respon struktur berupa momen, lintang, dan gaya normal, perbandingannya mencapai 47%. Dari hasil analisis juga diperoleh pengaruh dari parameter base isolator yaitu kekakuan geser terhadap respon struktur akibat gaya gempa. Perbandingan antara variasi post-yield stiffness ratio yang satu terhadap variasi yang lainnya relatif kecil yaitu sekitar 0,5%. Dan dari hasil tersebut juga terlihat bahwa LRB mampu mereduksi gaya gempa sehingga kerusakan bangunan yang terjadi lebih kecil dan mencegah timbulnya korban jiwa.

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang rawan akan gempa bumi. Hal ini disebabkan Indonesia dilalui dua jalur gempa dunia, yaitu jalur gempa asia dan jalur gempa pasific. Akibat letak Indonesia yang berada di jalur gempa maka frekuensi terjadinya gempa cukup tinggi, baik gempa dengan skala kecil, sedang dan gempa dengan skala besar. Mengingat frekuensi terjadinya gempa di Indonesia cukup besar maka bangunan-bangunan yang ada di Indonesia harus direncanakan sebagai bangunan tahan gempa.

Dalam perencanaan suatu bangunan tahan gempa, filosofi yang banyak digunakan hampir di seluruh negara di dunia yaitu:

1. Pada gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan.

2. Pada gempa sedang komponen struktural tidak boleh rusak tetapi komponen non-struktural boleh mengalami kerusakan.

3. Pada gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, tetapi bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir korban jiwa yang mungkin terjadi.

Berdasarkan filosofi di atas maka perlu perencanaan bangunan tahan gempa pada bangunan-bangunan yang memiliki fungsi atau peranan yang vital bagi masyarakat maupun pemerintah. Bangunan-bangunan tersebut yaitu:

(22)

2. Bangunan yang berhubungan dengan fasilitas keadaan dadurat dan vital, seperti rumah sakit, pembangkit tenaga listrik, telekomunikasi, dsb.

3. Bangunan yang berhubungan dengan pertahanan negara dan pusat pemerintahan. 4. Bangunan yang berhubungan dengan sejarah seperti museum, monument dan

sebagainya.

5. Bangunan yang di dalamnya terdapat komponen atau alat elektronik yang canggih dan mahal.

6. Bangunan dengan komponen atau bahan yang beresiko tinggi terhadap makhluk hidup seperti bangunan untuk fasilitas nuklir dan bahan kimia.

Perencanaan bangunan tahan gempa yang masih umum dan banyak digunakan di Indonesia adalah perencanaan bangunan tahan gempa konvensional. Perencanaan konvensional ini meliputi bangunan dengan shear wall( dinding geser), sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK), sistem rangka dengan brasing dan sebagainya.

(23)

Seiring dengan perkembangan teknologi khususnya teknologi konstruksi, muncul konsep baru mengenai bangunan tahan gempa. Gagasan dari konsep ini ialah bangunan tahan gempa tidak didesain dengan memperkuat tahanan strukturnya terhadap gaya gempa melainkan bagaimana cara mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan tersebut atau menambah suatu sistem struktur yang dikhususkan untuk mengabsorb sebagaian energi gempa yang masuk ke bangunan dan hanya sebagai kecil (sisanya) yang akan dipikul oleh komponen struktur bangunan tersebut. Sistem struktur yang mampu mereduksi gaya gempa dan mengabsorb energi gempa ini dikenal dengan nama base isolator atau isolasi seismic.

Base isolator terdiri dari lapisan-lapisan karet baik karet alam maupun karet sintetis yang mempunyai nisbah redaman tertentu. Untuk menahan beban vertikal (tidak terjadi tekuk), maka karet diberi lempengan baja yang dilekatkan ke lapisan karet dengan sistem vulkanisir.

Secara umum base isolator terdiri dari beberapa tipe yaitu: 1. Laminated Rubber ( Elastomeric) Bearing

2. Lead Rubber Bearing (LRB)

3. High Damping Rubber Bearing (HDRB) 4. Friction Pendulum System (FPS)

(24)

Sistem isolasi seismic ini akan memisahkan bangunan atau struktur dari komponen horizontal pergerakan tanah dengan menyisipkan base isolator yang memiliki kekakuan horizontal yang relatif kecil, antara bangunan atas dan pondasinya. Bangunan dengan base isolator memiliki frekuensi getaran yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan bangunan konvensional dan frekuensi dominan dari gerakan tanah. Akibatnya percepatan gempa yang bekerja bangunan menjadi lebih kecil.

(25)

Gambar 1.2 Hubungan antara displacement (m) dengan waktu getar alamiah T

Increasing Period

Gambar 1.1 Hubungan antara acceleration (m/s2) dengan waktu getar alamiah T (s) sebagai fungsi dari damping

(26)

Pada saat terjadi gempa, ragam getar pertama bangunan hanya menimbulkan deformasi lateral pada sistem isolasi sedangkan bagian atas akan berperilaku sebagai rigid body motion. Ragam-ragam getar yang lebih tinggi yang menimbulkan deformasi pada struktur adalah orthogonal terhadap ragam pertama dan gerakan tanah sehingga ragam getar ini tidak ikut berpartisipasi di dalam respon struktur, atau dengan kata lain energi gempa tidak disalurkan ke struktur bangunan (Naeim and Kelly,1999). Pada gambar 1.3 dapat dilihat perilaku base isolator akibat gaya gempa.

Perilaku hubungan gaya dan perpindahan pada base isolator seperti ditunjukkan pada gambar 1.4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa besarnya gaya dan perpindahan pada bese isolator tergantung dari tiga parameter base isolator. Parameter tersebut meliputi kekakuan awal K1, kekakuan pasca leleh K2 dan kekakuan efektif Keff. Kekakuan awal K1 yang cukup besar direncanakan untuk menahan beban angin dan gempa kecil. Pada umumnya nilai kekakuan ini mencapai 6,5 sampa 10 kali dari kekakuan pasca leleh K2.

Dalam analisa struktur, base isolator dapat dimodelkan model linier dan bi-linier. Untuk analisis linier biasanya digunakan kekakuan efektif Keff. Sedangkan untuk analisis non-linier ada tiga parameter yang menentukan karakteristik base isolator, yaitu kekakuan awal K1, kekakuan pasca leleh K2, dan kekuatan leleh dari

(27)

inti timah (khusus untuk base isolator jenis LRB). Nilai K1 dan K2 ditentukan dari test percobaan hysterisis loop. Sedangkan kekakuan efektif Keff ditentukan dari persamaaan berikut ini (Naeim and Kelly,1999).

•• • • = •• + • •

dan Q = Ap

y

Dimana Ap dan

y adalah luas penampang dan tegangan geser leleh inti timah

.

Besarnya tegangan geser leleh inti timah berkisar antara 800 MPa – 1000 MPa.

(28)

1.2. PERMASALAHAN

Masalah yang dibahas dalam tugas akhir ini ialah efek dari parameter base isolator terhadap respon bangunan akibat gaya gempa. Parameter base isolator yang akan dikaji meliputi kekakuan (stiffness), dan post yield stiffness ratio. Kekakuan pada base isolator sendiri terdiri dari kekakuan awal K1, kekakuan pasca leleh K2, dan kekakuan efektif Keff. Hubungan antara kekakuan awal K1 dengan kekakuan pasca leleh K2 dapat dinyatakan dengan post yield stiffness ratio, dimana post yield

stiffness ratio (•) = K 2/K1. Pada tugas akhir ini, kajian dilakukan dengan memvariasikan nilai post yield stiffness ratio(•) dan kekakuan awal K 1, dimana nilai kekakuan pasca leleh K2 konstan untuk semua variasi post yield stiffness ratio (•) dan kekakuan awal K1.

Dari hasil pengkajian pada tugas akhir ini dapat dilihat bagaimana pengaruh parameter base isolator terhadap besarnya respon bangunan yang terjadi akibat gaya gempa. Respon bangunan akibat gaya gempa ini meliputi perpindahan lateral bangunan (displacement), simpangan antar tingkat bangunan (interstory drift), percepatan pada lantai bangunan, waktu getar alami bangunan, gaya geser dasar (base shear) akibat gaya gempa, energi yang bekerja pada base isolator, momen, lintang dan normal akibat kombinasi beban mati, beban hidup dan beban gempa,

(29)

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengkaji pengaruh parameter base isolator terhadap respon bangunan akibat gaya gempa dengan metode analisis time history. Dalam tugas akhir ini dilakukan pengkajian mengenai bagaimana pengaruh parameter base isolator seperti kekakuan (stiffness), dan post-yield stiffness ratio terhadap terhadap respon bangunan akibat gaya gempa yang meliputi perpindahan lateral bangunan (displacement), simpangan antar tingkat bangunan (interstory drift), percepatan pada lantai bangunan, waktu getar alami bangunan, gaya geser dasar (base shear) akibat gaya gempa, energy yang bekerja pada base isolator, momen, lintang dan normal akibat kombinasi beban mati, beban hidup dan beban gempa,

Selain itu maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini ialah untuk mengetahui perbandingan respon struktur akibat gaya gempa antara bangunan tanpa base isolator dengan bangunan yang menggunakan base isolator sehingga dapat dilihat keunggulan dari sistem base isolation ini dalam hal ketahanan terhadap gaya gempa dibandingkan sistem perencanaan konvensional yang masih banyak digunakan di Indonesia.

1.4. PEMBATASAN MASALAH

(30)

Bangunan merupakan bangunan beton bertulang yang berada pada wilayah gempa 4, jenis tanah sedang, dan bangunan dikategorikan bangunan beraturan serta berfungsi sebagai gedung perkantoran.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengkajian parameter base isolator dilakukan dengan memvariasikan nilai post yield stiffness ratio (•) sehingga dihasilkan respon struktur bangunan yang berbeda-beda tergantung variasi tersebut. Variasi nilai post yield stiffness ratio (•) y ang digunakan ialah 0.05, 0.10, 0.15, dan 0.20. Analisa struktur yang digunakan pada tugas akhir ini ialah analisis dinamik riwayat waktu (time history analysis) dengan menggunakan recorded accelerogram El Centro North-South (N-S) yang memiliki percepatan puncak 0,3g. Pada tugas akhir ini analisa struktur dilakukan dengan menggunakan bantuan program analisa struktur SAP 2000.

1.5. METODOLOGI PEMBAHASAN

(31)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 UMUM

Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang tidak dapat diprediksi secara pasti kapan dan dimana datangnya serta berapa besar kekuatannya. Dampak dari gempa bumi ini selain menimbulkan kerusakan pada bangunan, infrastruktur jalan serta fasilitas umum lainnya, juga dapat menimbulkan jatuhnya korban jiwa.

Gempa bumi ini sendiri dapat diartikan sebagai getaran atau guncangan yang bersifat alamiah yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

1. Aktivitas tektonik berupa pergerakan lempeng bumi

Gempa bumi ini biasa disebut gempa bumi tektonik. Gempa bumi tektonik berhubungan dengan kegiatan gaya-gaya tektonik yang terus berlangsung dalam proses pembentukan gunung-gunung, terjadinya patahan-patahan (faults) dan tarikan atau tekanan dari pergerakan lempeng-lempeng batuan penyusun kerak bumi.

2. Aktivitas vulkanik gunung berapi

(32)

gempa bumi vulkanik, walaupun demikian kerusakannya cukup luas juga, karena disertai dengan letusan gunung api.

3. Tabrakan

Tabrakan benda langit atau sering disebut meteor terhadap permukaan bumi juga dapat menyebabkan getaran, hanya saja getaranya tidak sampai terekam oleh alat pencatat getaran gempa bumi dan juga sangat jarang terjadi.

4. Runtuhan lubang-lubang interior bumi

Runtuhnya lubang-lubang interior bumi seperti gua atau tambang batuan/mineral dalam bumi dapat menyebabkan getaran di atas permukaannya, namun getaran ini tidak terlalu besar dan terjadi bersifat setempat saja atau terjadi secara lokal.

Dari keempat penyebab gempa bumi yang disebutkan di atas gempa bumi tektonik yang mempunyai kekuatan paling besar dan frekuensi terjadinya juga tinggi, sehingga dampak yang ditimbulkan gempa bumi tektonik ini juga cukup besar.

(33)

Proses tekan menekan dan desak mendesak diantara massa bumi pada lempeng-lempeng tektonik telah menciptakan pengumpulan dan penimbunan energi di dalam bumi. Jangka waktu proses penimbunan dan pelepasan energi yang menimbulkan gempa bumi itu berlangsung antara 30-600 tahun. Terdapat variasi siklus berulang gempa antara satu kawasan dengan kawasan lain, ada siklus kejadian gempa bumi 30-50 tahunan, ada 100 tahun, 200 tahun dan 600 tahun. Energi yang terkumpul atau tersimpan di dalam bumi / massa batuan pada suatu saat tidak mampu lagi ditahan oleh massa bumi dan akhirnya bumi / batuan itu pecah / remuk / patah atau sobek (rupture). Pada saat bumi itu remuk atau pecah disaat itulah energi dilepaskan dan bergerak dalam wujud gelombang. Energi ini akan menyebabkan getaran yang akan merambat dari sumber getaran ke permukaan bumi. Getaran inilah yang disebut dengan gempa bumi.

Dalam bidang teknik sipil gempa bumi merupakan salah satu bagian dari jenis beban yang dapat membebani struktur selain beban mati, beban hidup dan beban angin. Beban gempa memang tidak selalu diperhitungkan dalam perencanaan atau analisa struktur. Namun bagi struktur yang dibangun pada suatu lokasi yang rawan akan terjadinya gempa bumi, maka analisa terhadap beban gempa harus dilakukan.

(34)
(35)

Besarnya tingkat pembebanan gempa berbeda-beda dari satu wilayah ke wilayah lain, yang tergantung pada keadaan seismetektonik, geografi dan geologi setempat. Analisa gempa terutama pada bangunan tinggi perlu dilakukan karena pertimbangan keamanan struktur dan kenyaman penghuni bangunan.

Struktur bangunan tahan gempa harus direncanakan selain mampu menahan gaya gempa juga harus mampu memberikan tingkat keamanan dan pelayanan yang memadai bagi penghuni di dalamnya saat terjadi gempa. Menurut T. Paulay (1988), tingkat layanan dari struktur yang dibebani gaya gempa terdiri dari tiga, yaitu:

1. Serviceability.

Jika gempa dengan intensitas percepatan tanah yang kecil dalam waktu ulang yang besar mengenai struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan, seperti aktivitas normal di dalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Artinya tidak dibenarkan ada terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun dalam elemen non-struktur yang ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan kontrol dan batas simpangan (drift) yang dapat terjadi pada saat gempa, serta menjamin kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya gempa yang terjadi dan diharapkan struktur masih berprilaku elastis.

2. Kontrol kerusakan.

(36)

3. Survival

Jika gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur/ masa bangunan yang direncanakan membebani struktur, maka struktur direncankan untuk dapat bertahan dengan tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami kerusakan dan keruntuhan (collapse). Tujuan utama dari keadaan batas ini adalah untuk menyelamakan jiwa manusia. Pengaruh gempa bumi yang sangat merusak struktur bangunan adalah load pad dari komponen gaya atau getaran horizontal. Getaran horizontal tersebut menimbulkan gaya reaksi yang besar, bahkan di lokasi puncak atau ujung bangunan dapat mengalami pembesaran hingga dua kalinya. Bila aliran gaya pada bangunan itu lebih besar daripada kekuatan struktur maka bangunan itu akan rusak parah. Untuk daerah yang rawan gempa bumi dibutuhkan ekstra kewaspadaan dan solusi teknologi tepat guna yang mampu meminimalkan korban jiwa dan harta benda. Untuk itu betapa pentingnya penerapan teknologi yang tepat guna.

Kerusakan bangunan akibat gempa bumi dapat diantisipasi dengan beberapa metode, baik secara konvensional maupun secara teknologi. Pada saat sekarang ini para ahli telah menemukan sistem base isolation untuk memproteksi struktur dari bahaya gempa, dengan cara mereduksi gaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan dan meresapkan energi gempa yang terjadi pada bangunan tersebut.

(37)

dari bangunan konvensional dan frekuensi dominan dari gerakan tanah. Akibatnya percepatan gempa yang bekerja pada bangunan menjadi lebih kecil. Ragam getar pertama bangunan hanya menimbulkan deformasi lateral pada sistem isolator, sedangkan bagian atas akan berperilaku sebagai rigid body motion. Ragam-ragam getar yang lebih tinggi yang menimbulkan deformasi pada struktur adalah orthogonal terhadap ragam pertama dan gerakan tanah sehingga ragam-ragam getar ini tidak ikut berpartisipasi didalam respons struktur, atau dengan kata lain energi gempa tidak disalurkan ke struktur bangunan (Naeim and Kelly, 1999). Pada saat terjadi gempa khususnya gempa kuat, base isolator dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil akan meningkatkan waktu getar alamiah bangunan (umumnya antara 2 s/d 3,5 detik). Dengan meningkatnya waktu getar alamiah bangunan maka percepatan gempa yang terjadi akan relatif kecil khususnya pada tanah keras sehingga gaya gempa yang bekerja pada bangunan akan tereduksi.

(38)

Salah satu jenis dari base isolator yang telah dikembangkan dan banyak digunakan sekarang ini ialah base isolator jenis lead rubber bearing (LRB). Lead rubber bearing (LRB) ditemukan di Selandia Baru pada tahun 1975 dan sudah digunakan secara luas di Selandia Baru, Jepang, dan Amerika Serikat. LRB merupakan jenis laminated rubber bearing dan low-damping rubber bearing tetapi terdiri dari satu atau lebih batangan bulat timah (lead) yang dimasukkan ke dalam lubang di bagian tengah isolator ini. LRB ini terdiri dari beberapa lapisan karet alam atau sintetik yang mempunyai nisbah redaman kritikal antara 2-5%. Dengan adanya batangan bulat dari timah tersebut, nisbah redaman isolator ini dapat mencapai hingga 30% . Untuk dapat menahan beban vertikal (agar tidak terjadi tekuk), maka isolator diberi lempengan baja yang dilekatkan ke lapisan karet dengan sistem vulkanisir.

(39)

2.2 KARAKTERISTIK DINAMIK STRUKTUR BANGUNAN

Persamaan diferensial pada analisa dinamika struktur melibatkan tiga properti utama yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti struktur tersebut umumnya disebut dinamik karakteristik struktur. Properti-properti tersebut sangat spesifik yang tidak semuanya digunakan pada problem statik. Kekakuan elemen / struktur adalah salah satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik yang lainnya yaitu massa dan redaman tidak dipakai.

2.2.1 Massa

Suatu struktur yang kontinu kemungkinan mempunyai banyak derajat kebebasan karena banyaknya massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan yang umumnya berasosiasi dengan jumlah massa tersebut akan menimbulkan kesulitan. Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan diferensial yang ada.

Terdapat dua permodelan pokok yang umumnya dilakukan untuk mendeskripsikan massa struktur.

2.2.1.1 Model Lumped Mass

(40)

( rotation degree of freedom ), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada rotation moment of inertia. Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia dapat dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi tersebut terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama dengan nol.

Pada bangunan gedung bertingkat banyak, konsentrasi beban akan terpusat pada tiap-tiap lantai tingkat bangunan. Dengan demikian untuk setiap tingkat hanya ada satu tingkat massa yang mewakili tingkat yang bersangkutan. Karena hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa / tingkat, maka jumlah derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan ditunjukkan oleh banyaknya tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi tersebut matriks massa hanya akan berisi pada bagian diagonal saja.

2.2.1.2 Model Consistent Mass Matrix

(41)

maka penggunaan model lumped mass masih cukup akurat. Untuk pembahasan struktur MDOF seterusnya maka model inilah (lumped mass) yang akan dipakai. 2.2.2 Kekakuan

kekakuan adalah salah satu dinamik karakteristik struktur bangunan yang sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau Eigenproblem. Hubungan tersebut akan menentukan nilai frekuensi sudut • , dan periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur.

Pada prinsip bangunan geser (shear building) balok pada lantai tingkat dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan. Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsip desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat dibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak selalu linear dengan kekakuannya. Dengan prinsip shear building ini maka dimungkinkan pemakaian lumped mass model. Pada prinsip ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus yang telah ada. Pada prinsipnya, semakin kaku balok maka semakin besar kemampuannya dalam mengekang rotasi ujung kolom, sehingga akan menambah kekuatan kolom. Perhitungan kekakuan kolom akan lebih teliti apabila pengaruh plat lantai diperhatikan sehingga diperhitungkan sebagai balok T. 2.2.3 Redaman

(42)

pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul di dalam material, pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun sistem dukungan, pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada respon inelastic pelepasan energi juga terjadi akibat adanya sendi plastis. Karena redaman berfungsi melepaskan energi maka hal ini akan mengurangi respon struktur.

2.3 SIMPANGAN (DRIFT) AKIBAT GAYA GEMPA

Simpangan (drift) adalah sebagai perpindahan lateral relatif antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap-tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection).

Simpangan lateral dari suatu sistem struktur akibat beban gempa adalah sangat penting yang dilihat dari tiga pandangan yang berbeda, menurut Farzat Naeim (1989):

1. Kestabilan struktur (structural stability)

2. Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam-macam komponen non-struktur

3. Kenyaman manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.

Sementara itu Richard N. White (1987) berpendapat bahwa dalam perencanaan bangunan tinggi selalu dipengaruhi oleh pertimbangan lenturan (deflection), bukannya oleh kekuatan (strength).

(43)

tidak terganggu maka dilakukan pembatasan-pembatasan terhadap simpangan antar tingkat pada bangunan. Pembatasan ini juga bertujuan untuk mengurangi momen-momen sekunder yang terjadi akibat penyimpangan garis kerja gaya aksial di dalam kolom-kolom (yang lebih dikenal dengan P-delta). Menurut SK SNI-1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung pasal 8.1.2 bahwa untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung menurut Pasal 8.1.1 tidak boleh melampaui 0,03/R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil. Sementara Berdasarkan UBC 1997 bahwa batasan story drift atau simpangan antar tingkat adalah sebagai berikut:

Untuk periode bangunan yang pendek T< 0,7 detik, maka simpangan antar tingkat •m • 0,0025Ih atau 2,5% dari tinggi bangunan. Untuk periode bangunan yang pendek T> 0,7 detik, maka simpangan antar tingkat • m • 0,002Ih atau 2,0% dari tinggi bangunan.

2.4 DERAJAT KEBEBASAN (DEGREE OF FREEDOM, DOF)

(44)

dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu u(t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan tunggal (SDOF sistem).

Dalam model sistem SDOF atau berderajat kebebasan tunggal, setiap massa m, kekakuan k, mekanisme kehilangan atau redaman c, dan gaya luar yang dianggap tertumpu pada elemen fisik tunggal. Struktur yang mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak disebut multi degree of freedom (MDOF). Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah derajat kebebasan adalah jumlah koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat tertentu.

2.4.1 Persamaan Diferensial Pada Struktur SDOF

Sistem derajat kebebasan tunggal (SDOF) hanya akan mempunyai satu koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi massa pada saat tertentu yang ditinjau. Bangunan satu tingkat adalah salah satu contoh bangunan derajat kebebasan tunggal.

(45)

massa m, maka akan terdapat perlawanan pegas dan gaya redaman (damper). Pada gambar 2.2b dapat dilihat keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut dan gambar 2.2.c merupakan free body diagramdari sistem tersebut.

(a) (b)

Gambar 2.1 Pemodelan struktur SDOF pada portal satu tingkat (Chopra,1995)

Secara visual Chopra (1995) menyajikan keseimbangan antara gaya dinamik, gaya pegas, gaya redam dan gaya inersia seperti pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Keseimbangan gaya dinamik dengan fS, fD, dan f1 (Chopra, 1995)

(a) (b) (c)

(46)

Berdasarkan prinsip keseimbangan dinamik free body diagrampada gambar 2.3, maka dapat diperoleh hubungan,

• ( • ) • •• • •• = • • • • •• • • • •+ •• + •• = • ( • ) (2-1) dimana:

fD= c.• • (2-2)

fS= • . • (2-3)

Apabila persamaan (2-2) dan (2-3) disubtitusikan ke persamaan (2-1), maka akan diperoleh

• • •+ • . • + • . • •= • ( • ) (2-4)

Persamaan (2-4) adalah persamaan diferensial gerakan massa suatu struktur SDOF yang memperoleh pembebanan dinamik P (t). Pada problem dinamika yang penting untuk diketahui adalah simpangan horizontal tingkat atau dalam persamaaan tersebut adalah u(t).

2.4.2 Persamaan Diferensial Struktur SDOF Akibat Base Motion

(47)

bergerak secara bersamaan. Pondasi masih akan bergerak horizontal relatif terhadap tanah yang mendukungnya. Kondisi seperti ini cukup rumit karena sudah memperhitungkan pengaruh tanah terhadap analisis struktur yang umumnya disebut soil-structure interaction analysis.

Untuk menyusun persamaan diferensial gerakan massa akibat gerakan tanah maka anggapan di atas tetap dipakai, yaitu tanah menyatu secara kaku dengan kolom atau kolom dianggap dijepit pada ujung bawahnya. Pada kondisi tersebut ujung bawah kolom dan tanah dasar bergerak secara bersamaan. Persamaan diferensial gerakan massa struktur SDOF akibat gerakan tanah selanjutnya dapat diturunkan dengan mengambil model seperti pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur SDOF akibat base motion (Chopra,1995)

Berdasarkan pada free body diagram seperti gambar di atas maka deformasi total yang terjadi adalah ••( • ) = • ( • ) + •

• ( • ) (2-5)

Dari free body diagram pada gambar 2.1b, dengan adanya gaya inersia f1 maka persamaan keseimbangannya menjadi

•• + •• + •• = 0 (2-6)

dimana gaya inersia adalah

(48)

Dengan mensubstisusikan persamaan (2- 2), (2-3) dan (2-7) ke persamaan (2-6) dan menggunakan persamaan (2-5), maka diperoleh persamaan sebagai berikut,

• • •+ • . • + • . • •= • • • •• ( • ) (2-8)

Persamaan ini disebut persamaan diferensial relatif karena gaya inersia, gaya redam dan gaya pegas yang ketiga-tiganya timbul akibat adanya simpangan relatif. Ruas kanan pada persamaan (2-8) disebut sebagai beban gempa efektif atau beban gerakan tanah efektif. Ruas kanan tersebut seolah menjadi gaya dinamik efektif yang bekerja pada elevasi lantai tingkat. Kemudian gaya luar ini akan disebut sebagai gaya efektif

gempa •• • •( • ) = • • • •• ( • ) (2-9)

2.4.3 Persamaan Difrensial Struktur MDOF

2.4.3.1 Matriks Massa, Matriks Kekakuan dan Matriks Redaman

Untuk menyatakan persamaan diferensial gerakan pada struktur dengan derajat kebebasan banyak maka dipakai anggapan dan pendekatan seperti pada struktur dengan derajat kebebasan tunggal SDOF. Anggapan seperti prinsip shear building masih berlaku pada struktur dengan derajat kebebasan banyak (MDOF). Untuk memperoleh persamaan diferensial tersebut, maka tetap dipakai prinsip keseimbangan dinamik (dynamic equilibrium) pada suatu massa yang ditinjau. Untuk memperoleh persamaan tersebut maka diambil model struktur MDOF.

(49)

pada pembahasan mendatang. Berdasarkan pada keseimbangan dinamik pada free body diagram. maka akan diperoleh :

• •• •• + •••• + ••• •• • ••( •• • ••) • ••( • •• • • ••) • ••( • ) = 0 (2-10)

• • + •( • • •) + •( • • • • •) • •( • • •) • •( • • • • •) • •( • ) = 0

(2-11)

• •• •• + ••( •• • ••) + ••( • •• • • ••) • ••( • ) = 0 (2-12)

Pada persamaan-persamaan tersebut di atas tampak bahwa keseimbangan dinamik suatu massa yang ditinjau ternyata dipengaruhi oleh kekakuan, redaman dan simpangan massa sebelum dan sesudahnya. Persamaan dengan sifat-sifat seperti itu umumnya disebut coupled equation karena persamaan-persamaan tersebut akan tergantung satu sama lain. Penyelesaian persamaan coupled harus dilakukan secara simultan artinya dengan melibatkan semua persamaan yang ada. Pada struktur dengan derajat kebebasan banyak, persamaan diferensial gerakannya merupakan persamaan yang dependentatau coupled antara satu dengan yang lain.

Selanjutnya dengan menyusun persamaan-persamaan di atas menurut parameter yang sama (percepatan, kecepatan dan simpangan) maka akan diperoleh :

• •• •• + ( •• + ••) • •• • ••• •• + ( •• + ••) •• • •••• = ••( • ) (2-13)

• •• •• • ••• •• + ( •• + ••) • •• • ••• •• • •••• + ( •• + ••) •• • •••• = ••( • ) (2-14)

• •• •• • ••• •• + ••• •• • •••• • •••• = ••( • ) (2-15)

(50)

(Pers. 2-15) dapat ditulis dalam matriks yang lebih kompleks,

[ • ] {• •} + [ • ] {• •} + [ • ] {• } = {• ( • ) } (2-16)

Yang mana [M], [C] dan [K] berturut-turut adalah mass matriks, damping matriks dan matriks kekakuan yang dapat ditulis menjadi,

[ • ] = • vektor kecepatan, vektor simpangan dan vektor beban, atau

{• •} = •

(51)

dapat dihitung dengan mudah. Akhirnya matriks massa juga dapat disusun secara jelas. Maka sesuatu yang perlu dibahas lebih lanjut adalah matriks redaman. Sebelum menginjak matriks redaman maka akan dibahas terlebih dahulu jenis dan sistem redaman.

2.4.3.3 Non Klasikal / Non Proporsional Damping

Apabila matriks massa dan matriks kekakuan telah dapat disusun, maka selanjutnya menyusun matriks redaman. Pada struktur SDOF, koefisien redaman c dapat dihitung. Koefisien redaman c ialah produk dari rasio antara redaman dengan redaman kritik. Sistem redaman secara umum terbagi menjadi dua yaitu redaman klasik (clasiccal damping) dan redaman non-klasik (non-clasiccal damping). Damping non-klasik tergantung pada frekuensi (frequency dependent). Clough dan Penzien (1993) memberikan contoh damping non-klasik.

(52)

antara tanah dan fondasi sebenarnya adalah interaksi frequency dependent, artinya kualitas interaksi akan dipengaruhi oleh frekuensi beban yang bekerja.

Apabila interaksi antara tanah dengan struktur dipengaruhi frekuensi, maka kekakuan dan redaman interaksi juga frequency dependent. Pada kondisi tersebut sistem struktur tidak akan mempunyai standar mode shapes (akan dibahas kemudian). Dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan seperti itu maka ada empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama rasio redaman struktur atas yang dipengaruhi oleh level respon, kedua rasio redaman pada stuktur atas dan bawah sangat berbeda, ketiga rasio redaman struktur bawah tergantung pada frekuensi beban dan keempat sistem struktur tidak akan mempunyai standar mode shapes. Apabila analisis struktur memperhatikan hal itu semua, maka problemnya tidak hanya terletak pada redaman tetapi penyelesaian yang komprehensif terhadap sistem struktur. Penyelesaian soil-structure interaction pada bangunan bertingkat banyak tidak sederhana dan cukup sulit. Oleh karena itu memperhitungkan redaman non-klasik ini memerlukan kemampuan yang sangat khusus.

Gambar 2.5 Struktur dengan damping non-klasik (Clough & Pensien, 1993)

(53)

2.4.3.4 Klasikal / Proposional Damping

Damping dengan sistem ini relatif sederhana bila dibandingkan dengan non-klasikal damping. Namun demikian penggunaan sistem damping seperti ini juga terbatas, yaitu hanya dipakai pada analisis struktur yang tidak memperhatikan interaksi antara tanah dengan bangunan. Ada juga yang memakainya, namun hal itu disertai dengan anggapan-anggapan. Analisis struktur yang menggunakan damping jenis ini adalah analisis struktur elastik maupun inelastik yang mana struktur bangunan dianggap dijepit pada dasarnya. Pada analisis dinamik yang menggunakan superposisi atas persamaan independen (uncoupled modal superposition method) maka masih dapat dipakai prinsip ekivalen damping rasio, yaitu yang dinyatakan dalam bentuk,

Cj= 2 •jMj• j (2-19)

yang mana Cj, Mj adalah suatu simbol yang berasosiasi dengan mode j, • dan • j berturut-turut adalah rasio redaman dan frekuensi sudut mode ke-j.

Untuk menyederhanakan persoalan, umumnya dipakai rasio redaman yang konstan, artinya nilai rasio redaman diambil sama untuk semua mode. Apabila hal ini telah disepakati maka analisis dinamik struktur dengan modal analisis tidak memerlukan matriks redaman. Cara ini mempunyai kelemahan, karena pada mode yang lebih tinggi umumnya frekuensi sudut • dan rasio redaman • akan lebih besar. berturut-turut adalah rasio redaman dan frekuensi sudut mode ke-j.

(54)

analisis tersebut damping matriks disusun berdasarkan satu dan dua nilai proporsional damping. Terdapat beberapa sistem redaman proporsional yang dapat disusun yang secara skematis ditunjukkan oleh gambar 2.6

2.4.4 Getaran Bebas Pada Struktur MDOF 2.4.4.1 Nilai Karakteristik (Eigenproblem)

Sebagaimana disebut di atas bahwa walaupun getaran bebas (free vibration system) pada kenyataannya jarang terjadi pada struktur MDOF, tetapi membahas jenis getaran ini akan diperoleh suatu besaran/karakteristik dari struktur yang bersangkutan yang selanjutnya akan sangat berguna untuk pembahasan-pembahasan respon struktur berikutnya. Besaran-besaran tersebut terutama adalah frekuensi sudut • , periode getar T, frekuensi alami f dan normal modes. Pada getaran bebas pada struktur yang mempunyai derajat kebebasan banyak (MDOF), maka matriks persamaan diferensial gerakannya adalah seperti pada persamaan (2-16), dengan nilai ruas kanan sama dengan nol atau,

[ • ] {• •} + [ • ] {• •} + [ • ] {• } = 0 (2-20)

(55)

(damped frequency) • d nilainya hampir sama dengan frekuensi sudut pada struktur yang dianggap tanpa redaman • . Hal ini akan diperoleh apabila nilaidamping ratio • relatif kecil. Apabila hal ini diadopsi untuk struktur dengan derajat kebebasan banyak, maka untuk nilai C = 0, pers. (2-20) akan menjadi,

[ • ] {• •} + [ • ]{• } = 0 (2-21)

Karena pers. (2-21) adalah persamaan diferensial pada struktur MDOF yang dianggap tidak mempunyai redaman, maka sebagaimana penyelesaian persamaan diferensial yang sejenis pada pembahasan-pembahasan di depan, maka penyelesaian persamaan tersebut diharapkan dalam fungsi harmonik menurut bentuk,

• = {• }isin (•t) (2-22)

• •= - •{ • }i cos (•t) (2-23)

• •= - •2{• }isin (•t) (2-24)

Yang mana {• }i adalah suatu koordinat massa pada mode yang ke-i. Substitusi pers. (2-22) dan (2-24) ke dalam pers. (2-21) selanjutnya akan diperoleh,

- • 2[M]{• }isin (•t ) + [K] sin (•t) = 0

{[K]- • 2[M]}{• }i= 0 (2-25)

(56)

determinan dari matriks yang merupakan koefisien dari vektor {• }i adalah nol, sehingga

|[K] - • 2[M]| = 0 (2-26)

Jumlah mode pada struktur dengan derajat kebebasan banyak biasanya dapat dihubungkan dengan jumlah massa. Mode itu sendiri adalah jenis / pola / ragam getaran/ goyangan suatu struktur bangunan. Mode ini hanya merupakan fungsi dari properti dinamik dari struktur yang bersangkutan (dalam hal ini adalah hanya massa dan kekakuan tingkat) dan bebas dari pengaruh waktu dan frekuensi getaran. Dengan adanya hubungan antara jumlah mode dengan jumlah massa struktur, maka bangunan yang mempunyai 5 tingkat misalnya, akan mempunyai 5 derajat kebebasan dan akan mempunyai 5 jenis ”mode” gerakan dan akan mempunyai 5 nilai frekuensi sudut yang berhubungan langsung dengan jenis / nomor modenya. Apabila jumlah derajat kebebasan adalah n, maka persamaan (2-26) akan menghasilkan suatu polinomial pangkat n yang selanjutnya akan menghasilkan • i2 untuk i = 1, 2,3 ...n. Selanjutnya, substitusi masing-masing frekuensi • i ke dalam persamaan (2-25) sehingga akan diperoleh nilai-nilai • 1, • 2,... • n.

2.4.4.2 Frekuensi Sudut (• ) dan Normal Modes

(57)

Gambar 2.7 Bangunan 2-DOF dan model matematika

Setiap struktur yang dibebani dengan beban dinamik akan mengalami goyangan. Untuk struktur derajat kebebasan banyak, maka struktur yang bersangkutan akan mempunyai banyak ragam / pola goyangan. Normal modesadalah suatu istilah yang sering dipakai pada problem dinamika struktur, dan kata tersebut diterjemahkan sebagai ragam/pola goyangan.

Kembali pada persoalan inti, suatu persamaan diferensial gerakan dapat diperoleh dengan memperhatikan free body diagram seperti pada gambar 2.7c. Notasi ydan • •pada gambar 2.7 sama dengan notasi • dan • •yang menyatakan nilai

displacementdan percepatan.

Berdasarkan free body diagrampada gambar 2.7c maka diperoleh

• •• •• + •••• • ••( •• • ••) = 0

• •• •• + ••( •• • ••) = 0 (2-27)

Pers (2-27) dapat ditulis dalam bentuk yang sederhana yaitu,

• •• •• + ( •• + ••) •• • •••• = 0

(58)

Pers (2-28) dapat ditulis dalam bentuk matriks yaitu,

Persamaan Eigenproblem untuk pers. (2-29) di atas yaitu

•( •• + ••) • •

Dengan • i adalah suatu nilai / ordinat yang berhubungan dengan massa ke-ipada ragam / pola goyangan massa ke-i. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pers. (2-30) dapat diperoleh penyelesaiannya apabila nilai determinan sama dengan nol.

•( •• + ••) • • •

• • •• • •• •• • • •• •

• = 0 (2-31)

Nilai determinan dari persamaan (2-31) di atas ialah

• • • { ( •

• + ••) • • • ••• •}• • + ( •• + ••) •• • •• •

= 0 (2-32)

Struktur dianggap tidak mempunyai redaman sehingga periode getar dicari sebenarnya adalah merupakan undamped free vibration periods. Sebagaimana disampaikan pada pembahasan struktur SDOF bahwa periode getar ini akan sedikit lebih kecil dibanding dengan periode getar yang mana redaman struktur diperhitungkan (ingat • d< • , sehingga T< Td).

(59)

a. bebas dari pengaruh redaman, b. bebas dari pengaruh waktu,

c. bebas dari pengaruh frekuensi beban dan d. hanya untuk struktur yang elastik.

2.4.5 Getaran Bebas Pada Struktur MDOF

2.4.5.1 Persamaan Difrensial Independen (Uncoupling)

Pada kondisi standar shear building, struktur yang mempunyai n-derajat kebebasan akan mempunyai n-modes atau pola/ragam goyangan. Pada prinsip ini, masing-masing modes akan memberikan kontribusi pada simpangan horizontal tiap-tiap massa seperti ditunjukkan secara visual pada gambar 2.9 (Clough dan Penzien, 1993). Pada prinsip ini, simpangan massa ke-i atau ui dapat diperoleh dengan menjumlahkan pengaruh atau kontribusi tiap-tiap modes. Kontribusi mode ke-j terhadap simpangan horizontal massa ke-i tersebut dinyatakan dalam produk antara • ij dengan suatu modal amplitudo Zj atau seluruh kontribusi tersebut kemudian dinyatakan dalam,

•• = • • ••• + • • ••• + • • ••• + …. . +• • • •• •• = • • ••• + • • ••• + • • ••• + …. . +• • •••

•• = • • ••• + • • ••• + • • ••• + …. . +• • ••• ………

•• = • • ••• + • • ••• + • • ••• + …. . +• • • •• ( 2-33)

(60)

[ • ] =

Suku pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai suku ke-n pada ruas kanan pers. (2-34) di atas adalah kontribusi mode pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai kontribusi mode ke-n. Sebagai perjanjian, massa struktur MDOF diberi indeks m, dengan i = 1,2,3,… n, sedangkan mode diberi indeks shape • ij dengan ordinat mode ke-juntuk massa ke-i.

Gambar 2.8 Prinsip metode superposisi

Persamaan (2-34) tersebut dapat ditulis dalam bentuk yang lebih kompak.

{• } = [ • ] {• } (2-35)

Derivative pertama dan kedua pers.(2-35) tersebut adalah,

{• •} = [ • ] •• ••

{• •} = [ • ] •• •• (2-36)

Subtitusi pers. (2-35) dan pers. (2-36) kedalam pers. (2-33) maka akan diperoleh,

(61)

[ • ] [• ] •• •• + [ • ] [ • ]•• •• + [ • ][ • ]{• } = • [ • ] {• }{• ••} (2-37)

Pers. (2-37) sebetulnya adalah satu set persamaan simultan dependent non-homogen. Untuk dapat mentransfer persamaan dependent menjadi persamaan independen, maka pers. (2-37) premultiply dengan transpose suatu mode {• }T sehingga diperoleh,

{• }•[ • ] [• ] •• •• + {• }[ • ] [• ] •• •• + {• }[ • ] [• ] {• } = • {• }[ • ] {• }•• •

•• (2-38) Untuk pembahasan awal akan ditinjau pengaruh mode ke-1 saja. Misalnya diambil struktur yang mempunyai 3-derajat kebebasan, maka perkalian suku pertama pers. (2-38) sebenarnya adalah berbentuk,

Menurut contoh sebelumnya telah terbukti bahwa hubungan orthogonal akan terbukti apabila i tidak sama dengan j. dengan demikian untuk mode ke-1 pers. (2-39) akan menjadi,

Untuk mode ke-jsecara umum persamaan (2-47) juga dapat ditulis dengan,

{• }•[ • ] {• }•• ••• (2-41)

(62)

Pers. (2-42) adalah persamaan diferensial yang bebas/independen antar satu dengan yang lain. Persamaan tersebut diperoleh setelah diterapkannya hubungan orthogonal, baik orthogonal untuk matriks massa, matriks redaman dan matriks kekakuan. Sekali lagi bahwa apabila itidak sama dengan jmaka perkalian suku-suku pada pers. (2-38) akan sama dengan nol, kecuali untuk i= j. Dengan demikian untuk n-derajat kebebasan independent/ uncoupling dengan sifat-sifat seperti itu maka penyelesaian persamaan diferensial dapat diselesaikan untuk setiap pengaruh mode. Berdasarkan pers. (2-42) maka dapat didefenisikan suatu generalisasi massa (generalized mass), redaman dan kekakuan sebagai berikut,

• •• = {• }••[ • ] {• }•

Misalnya bangunan bertingkat-3, maka orde perkalian matriks pada persamaan (2-33) adalah 1x3 x 3x3 x 3x1 = 1x1, artinya pers. (2-43) adalah satu persamaan independent untuk mode ke-j. dengan demikian dengan memakai persamaan (2-43) maka persamaan (2-42) akan menjadi,

• ••• •• + •••• •• + • •••• = • ••• •• (2-44)

dengan,

••• = {• }••[ • ] (2-45)

Pada pembahasan sebelumnya diperoleh suatu hubungan bahwa,

(63)

Persamaan (2-44) dibagi dengan • • dan berdasarkan hubungan-hubungan rumus

pada persamaan (2-46), maka persamaan (2-44) menjadi,

• •• + 2••• •• •• + ••••• = • •• •• (2-47)

Persamaan 2-48) sering juga disebut dengan partisipasi setiap mode atau participation factor. Selanjutnya persamaan (2-47) juga dapat ditulis menjadi,

• ••

Apabila diambil suatu notasi bahwa,

• •• =

Maka persamaan (2-49) akan menjadi,

• •• + 2••• •• •• + ••••• = • •• (2-51)

Pers. (2.4.51) adalah persamaan diferensial yang independent karena persamaan tersebut hanya berhubungan dengan tiap-tiap mode. Pers. (2-51) adalah mirip dengan persamaan diferensial SDOF seperti telah dibahas sebelumnya.

Nilai partisipasi setiap mode akan dihitung dengan mudah setelah koordinat setiap mode • telah diperoleh. Nilai ••, • ••, • •• dapat dihitung dengan integrasi secara

(64)

2.4.5.2 Getaran Bebas Tanpa Redaman

Untuk membahas pemakaian modal analisis pada struktur getaran bebas tanpa redaman, maka perlu dikemukakan prinsip-prinsip pokok yang akan dilakukan. Seperti telah disampaikan pada persamaan (2-33) bahwa simpangan struktur dapat diperoleh dengan menjumlahkan produk antara koordinat normal modes dengan faktor amplitudo Zuntuk setiap modeyang ada. Untuk itu disamping normal modes, faktor amplitudo tersebut harus dicari terlebih dahulu. Prinsip tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut,

{• } = [• ]{• }

Maka faktor amplitudo Z adalah,

{• } = [• ]• •{• } (2-52)

Dengan [• ]• • adalah nilai inverse atas modal matriks dan {• } vektor simpangan horizontal.

Prinsip pemakaian getaran bebas pada modal analis ini dapat dilakukan dengan memberikan nilai-nilai simpangan awal yang kemudian dinyatakan dalam vektor simpangan {• }. Apabila faktor amplitudo Z akibat adanya simpangan awal pada persamaan (2-52) telah dihitung, maka respon struktur / simpangan struktur dapat diperoleh dengan substitusi kembali persamaan tersebut ke dalam persamaan sebelumnya.

Secara manual, yang menjadi masalah adalah bagaimana memperoleh nilai inverse atas modal matriks [• ]• • seperti pada persamaan (2-52) Nilai tersebut salah satunya dapat diperoleh dengan memperhatikan generalized mass matrix sebagai berikut,

Gambar

Gambar 2.8 Prinsip metode superposisi
Gambar 2.9 Respon struktur MDOF akibat getaran bebas (tanpa redaman)
Gambar 2.11 Struktur MDOF akibat base motion
Gambar 2.12 Rekaman gerakan tanah pada beberapa gempa bumi
+7

Referensi

Dokumen terkait