• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN KADER DENGAN MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PELAYANAN POSBINDU DI WILAYAH Pemberdayaan Kader dengan Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Kader di Wilayah Kerja Puskesmas Bayat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERDAYAAN KADER DENGAN MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PELAYANAN POSBINDU DI WILAYAH Pemberdayaan Kader dengan Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Kader di Wilayah Kerja Puskesmas Bayat."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN KADER DENGAN MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PELAYANAN POSBINDU DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS BAYAT

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh : Yuyun Pratiwi

J210.151.020

PRODI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)
(3)
(4)
(5)

1

PEMBERDAYAAN KADER DENGAN MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PELAYANAN POSBINDU DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYAT

ABSTRAK

Peran kader Posbindu dalam pelaksanaan kegiatan sangat dominan karena tenaga kesehatan hanya sebagai pendamping dan penerima rujukan, sehingga pengetahun dan ketrampilan kader perlu ditingkatkan. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan kader dalam pelayanan Posbindu setelah diberikan pemberdayaan kader. Metode penelitiaan kuantitatif dengan jenis quasi eksperiment design. Desain penelitian yang digunakan pretest and posttest control group design. Populasi sekaligus sampel seluruh kader kesehatan di Wilayah Puskesmas Bayat, Klaten sebanyak 60 orang dengan 30 orang pada kelompok perlakuan dan 30 orang kelompok kontrol dengan teknik total sampling. Variabel independen berupa pemberdayaan kader sedangkan variabel dependen pengetahuan dan keterampilan, instrumen yang digunakan dengan kuesioner. Teknik analisis data paired simple test dan independen paired simple t-test. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu pada kategori cukup (77,8% dan 82,4%) dan pengetahuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu pada kategori cukup (55,6% dan 70,6%), keterampilan responden kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan pemberdayaan kader kategori terampil (72,2% dan 82,4%) dan keterampilan responden kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan pemberdayaan kader kategori terampil (61,1% dan 70,6%), dan terdapat pengaruh pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu terhadap pengetahuan dan keterampilan kader dalam pelayanan Posbindu di wilayah kerja Puskesmas Bayat (p=0,014, p=0,019). Disarankan bagi kader, setelah dilakukan pemberdayaan, dapat menambah keterampilan agar tidak mengalami kemunduran dalam pelayanan Posbindu.

Kata kunci: Pemberdayaan kader, Pengetahuan, Keterampilan, Pelayanan Posbindu.

ABSTRACT

(6)

2

questionnaire. Simple data analysis techniques paired independent test and simple paired t-test. The results showed knowledge of the experimental group and the control group before being given the empowerment of cadres in the service enough Posbindu category (77.8% and 82.4%) and knowledge of experimental group and the control group after given empowerment cadres in service Posbindu in enough categories (55, 6% and 70.6%), respondents skills experimental group and the control group before being given the empowerment cadre of skilled category (72.2% and 82.4%) and respondents skills experimental group and the control group after given empowerment cadre of skilled category (61, 1% and 70.6%), and there are significant empowerment Posbindu cadres in the service of the knowledge and skills of cadres in the service Posbindu in Puskesmas Bayat (p = 0.014, p = 0.019). Suggested for cadres, after empowerment, can increase the skills to not be deprived of the services Posbindu.

Keywords: Empowerment cadres, Knowledge, Skills, Service Posbindu.

1. LATAR BELAKANG

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Amnesty at al (2015) menjelaskan bahwa secara eksplisit disebutkan kader kesehatan masyarakat sebagai aspek integral dari strategi peningkatan kesehatan dalam Program Primer Pelayanan Kesehatan Pembangunan (PHSDP) 2007 dan Rencana Road Map Strategis Nasional Percepatan Penanggulangan Kematian Ibu, Bayi dan Anak di Tanzania. Pada tahun 2013, sebuah gugus tugas CHW (Community Health Worker) nasional diciptakan oleh MoHSW (Ministry of Health and Social Welfare) untuk mencapai konsensus pada pengembangan kader nasional kader

kesehatan masyarakat dan mendirikan sebuah yayasan untuk pelatihan kader kesehatan masyarakat.

Sesuai Juknis Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM (Kemenkes RI 2012),

disebutkan bahwa saat ini peningkatan prevalensi penyakit tidak menular telah menjadi

ancaman yang serius, khususnya dalam perkembangan kesehatan masyarakat. Salah satu

strategi yang dikembangkan pemerintah untuk mengendalikan penyakit tidak menular

ini, kemudian dikembangkan model Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)

berbasis masyarakat melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM. Posbindu PTM

merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian faktor risiko secara

mandiri dan berkesinambungan. Pengembangan Posbindu PTM dapat dipadukan dengan

upaya yang telah terselenggara di masyarakat. Melalui Posbindu PTM, dapat

sesegeranya dilakukan pencegahan faktor risiko PTM sehingga kejadian PTM di

(7)

2

Penanggulangan PTM merupakan kombinasi upaya inisiatif pemeliharaan mandiri oleh petugas, masyarakat dan individu yang bersangkutan serta kebijakan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit harus ditangkap secara cerdas untuk selanjutnya diimplementasikan kepada masyarakat secara intensif, mengingat banyaknya masyarakat yang belum tahu tentang berbagai faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit, terutama penyakit tidak menular. Pos pembinaan terpadu atau Posbindu merupakan salah satu bentuk dari deteksi dini faktor resiko yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2010).

Menurut data pengendalian penyakit tidak menular atau PPTM tahun 2015, di Indonesia terdapat 7.225 posbindu yang telah berjalan. Di Jawa Tengah sebagian besar kota maupun kabupaten juga sudah melaksanakan program Posbindu dengan baik diantaranya Kabupaten Klaten, Magelang, Sukoharjo, Semarang, Wonosobo, dan Pati. Sedangkan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten sebanyak 34 Puskesmas sudah melaksanakan kegiatan Posbindu minimal satu desa dalam setiap lingkup puskesmas.

Posbindu merupakan kegiatan pelayanan kesehatan yang melibatkan peran masyarakat baik kader, organisasi, kelompok masyarakat dan keagamaan. Penyelenggaraan kegiatan Posbindu oleh dan untuk masyarakat khusunya kader. Peran kader Posbindu dalam pelaksanaan kegiatan sangat dominan karena tenaga kesehatan hanya sebagai pendamping dan penerima rujukan, sehingga pengetahun dan ketrampilan kader perlu ditingkatkan. Oleh karena itu dengan keterbatasan tenaga kesehatan dan sarana prasarana dari dinas terkait serta permasalahan kesehatan masyarakat yang begitu komplek maka diperlukan pemberdayaan kader.

Penelitian yang dilakukan oleh Armiyati dan Soesanto (2014) tentang pemberdayaan kader posbindu lansia sebagai upaya peningkatan kualitas hidup lansia di

desa, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa meningkatnya jumlah kader posbindu

lansia yang aktif, tersedianya media promosi kesehatan bagi lansia berupa leaflet dan lembar balik, peningkatan pengetahuan kader posbindu lansia tentang pencegahan dan penanganan masalah kesehatan pada lansia dengan hipertensi, DM, hiperuresimia dan anemia yang ditandai dengan peningkatan nilai post test dibandingkan dengan nilai pre test, meningkatnya ketrampilan kader kader posbindu lansia dalam melakukan deteksi

(8)

3

dini melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana, tersedianya peralatan yang dapat mendukung pengolahan tanaman obat keluarga (herbal) dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia, kader mampu memproduksi bahan herbal berupa sirup, serbuk, ekstrak, dan minyak atsiri.

Penelitian yang dilakukan Fatmah (2013) menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan hampir mencapai 15 poin, naiknya peningkatan pengetahuan tersebut didukung oleh peningkatan kemampuan kader dalam melakukan teknik penyuluhan obesitas dan hipertensi selama dua kali pengamatan lapangan pasca pelatihan, dan setelah intervensi hampir seluruh kader telah mampu menyuluh dengan baik dalam penyampaian isi sesuai media secara sistematis dan menarik, dan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pengetahuan dan keterampilan kader posbindu dapat ditingkatkan melalui pelatihan yang dilanjutkan dengan monitoring lapangan observasi keterampilan kader.

Sankar at al (2013), dalam penelitiannya menjelaskan pengetahuan dan keterampilan dinilai kembali segera setelah pelatihan dan pada 6 minggu setelah pelatihan. Pada penilaian awal, pada tenaga kesehatan pada kelompok perlakuan ditemukan memiliki signifikan lebih tinggi dan berarti pada pengetahuan sedangkan tenaga kesehatan pada kelompok eksperimen juga memiliki skor keterampilan secara signifikan lebih tinggi. Segera setelah pelatihan, skor meningkat pada kedua kelompok. Pada 6 minggu, namun juga diamati bahwa penurunan tidak seragam dalam kinerja di kedua tenaga kesehatan tersebut atas pengetahuannya dari dampak pelatihan tersebut. Jadi, pengetahuan dan keterampilan pada kelompok perlakuan pada tenaga kesehatan lebih meningkat bila dibandingkan dengan pengetahuan dan keterampilan pada kelompok kontrol.

Pada penelitian ini, pengukuran pengetahuan yang digunakan dengan menggunakan kuesioner sedangkan ketrampilan kader digunakan lembar observasi yang diisi oleh bidan desa sebagai observer dengan merujuk pada satu ketrampilan yaitu ketrampilan mengukur tekanan darah. Fenomena yang terjadi di masyarakat, peran kader sudah berpengaruh dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan di masyarakat, tetapi peran kader cenderung hanya berdasarkan utusan atau perintah dari tenaga kesehatan. Sehingga peran aktif kader kurang teraktualisasi dengan baik. Di sisi lain,

(9)

4

pengetahuan kader tentang pelayanan Posbindu masih kurang, hal ini dapat diketahui dari beberapa kader yang harus menunggu ada komando dari dinas kesehatan atau puskesmas dalam melakukan pelayanan Posbindu. Di samping itu dilihat dari ketrampilan masih ditemukan beberapa kader kurang dapat memberikan pelayanan yang maksimal terutama berkaitan dengan ketrampilan dalam pengukuran tekanan darah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan kader dalam pelayanan Posbindu setelah diberikan pemberdayaan kader di wilayah kerja Puskesmas Bayat.

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan quasy eksperiment design serta desain penelitian yang digunakan adalah pretest and posttest control group design. Populasi penelitian ini seluruh kader kesehatan di Wilayah Puskesmas Bayat, Klaten yang berjumlah 60 orang, sampel diambil sebanyak 60 orang dengan 30 orang pada kelompok perlakuan dan 30 orang kelompok kontrol dengan teknik total sampling. Variabel independen berupa pemberdayaan kader sedangkan variabel dependen pengetahuan dan keterampilan, instrumen yang digunakan dengan kuesioner. Teknik analisis data dengan uji paired simple test dan independen paired simple t-test

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh pemberdayaan kader dengan meningkatkan pengetahuan kader dalam pelayanan Posbindu di wilayah kerja Puskesmas Bayat

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan responden dari kedua kelompok sebagian besar responden berpengetahuan cukup. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mellydar (2013) pendidikan sangat mempengaruhi seseorang terhadap pengetahuan yang dimilikinya dimana melalui pendidikan maka orang tua akan dapat mengembangkan potensi dirinya dan memperoleh pengetahuan maupun ketrampilan ketrampilan yang dibutuhkannya untuk meningkatkan derajat kesehatannya serta keluarganya. Selain itu umur juga mempengaruhi pengetahuan dari seseorang dan yang terakhir informasi yang didapatkan dari wilayah tempat tinggal atau tempat kerja kader tersebut.

(10)

5

Kelompok eksperimen yang diberikan pemberdayaan kader terdapat perubahan tingkat pengetahuan, pada pre test pengetahuan kategori kurang yang semula terdapat 5 responden menurun menjadi 4 responden, sehingga ada penurunan sebesar (10,0%). Kategori tingkat pengetahuan cukup terjadi penurunan dari 21 responden (70%) menjadi 17 responden (56,7%), meningkat sebesar (13,3%) Tingkat pengetahuan kategori baik terjadi kenaikan yaitu dari 4 responden (13,3%) menjadi 9 responden (30,0%). Wawan dan Dewi (2010) meyatakan bahwa pengetahuan dapat diubah dengan strategi persuasi yaitu memberikan informasi kepada orang lain dengan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah dengan memberikan leaflet dan materi berupa ceramah. Proses pemberian materi dengan metode ceramah dan adanya komunikasi dua arah yaitu antara pemberi pendidikan kesehatan dan adanya pertanyaan dari responden menjadikan pengetahuan yang diberikan mudah dicerna sehingga menjadikan responden semakin mudah memahami materi yang disampaikan.

Hasil pre test pada kelompok kontrol menunjukkan terjadi perubahan pada pengetahuan. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu, dan hal tersebut terjadi pada saat kelompok eksperimen menerima pendidikan kesehatan. Menurut Suhendra (2006), pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual, Sumber Daya Manusia, aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.

Pemberdayaan kader dapat diberikan melalui beberapa metode, diantaranya metode demonstrasi dan ceramah. Sampai saat ini efektivitas pemberdayaan kader metode demonstrasi dan ceramah terhadap perubahan, proses belajar dengan metode yang lebih mengandalakan peserta untuk mendengar, melihat dan berfikir untuk mengerjakan sesuatu tugas yang baik termasuk adanya kesadaran untuk mengetahui manfaat dari pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu di wilayah kerja Puskesmas Bayat. Penelitian yang dilakukan Khayati (2015), menjelaskan bahwa

(11)

6

pemberdayaan masyarakat melalui petugas kesehatan diharapkan dapat membantu mengurangi terjadinya penyakit. Para pekerja kesehatan perlu diberikan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan

Hasil uji pre test-post test pengetahuan kelompok ekperimen menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dengan nilai rata-rata pre test sebesar 13,83 meningkat menjadi 15,40 pada post test. Hasil uji hipotesa penelitian mengenai pengetahuan kelompok eksperimen disimpulkan adanya perubahan pengetahuan setelah diberikan pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu. Pada kelompok kontrol juga terjadi perubahan, dimana pre test pengetahuan rata-rata sebesar 11,93 dan hanya berubah sebesar 13,83. Adanya perubahan nilai rata-rata ini maka secara statistik terjadi perubahan yang bermakna pengetahuan responden antara pre test dan post test. Berdasarkan uji hipotesis menunjukkan Nilai t-test = -5,630 dengan nilai p = 0,0001. Keputusan adalah Ho ditolak, artinya terdapat pengaruh pemberdayaan kader dengan meningkatkan pengetahuan dalam pelayanan Posbindu di wilayah kerja Puskesmas Bayat.

Peningkatan pengetahuan pada kelompok eksperimen dapat terjadi karena proses pemberdayaan dan informasi yang diberikan dengan cara dua arah, artinya informasi yang kurang dipahami oleh responden dapat ditanyakan kembali. Jawaban yang diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti ternyata lebih mudah dipahami responden dari pada harus menggunakan bahasa kesehatan yang mungkin sulit dipahami oleh responden.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Fatmah (2013) menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan hampir mencapai 15 poin, naiknya peningkatan pengetahuan tersebut didukung oleh peningkatan kemampuan kader dalam melakukan teknik penyuluhan obesitas dan hipertensi selama dua kali pengamatan lapangan pasca pelatihan, dan setelah intervensi hampir seluruh kader telah mampu menyuluh dengan baik dalam penyampaian isi sesuai media secara sistematis dan menarik, dan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pengetahuan dan keterampilan kader posbindu dapat ditingkatkan melalui pelatihan yang dilanjutkan dengan monitoring lapangan observasi keterampilan kader.

(12)

7

3.2 Pengaruh pemberdayaan kader dengan meningkatkan keterampilan kader dalam pelayanan Posbindu di wilayah kerja Puskesmas Bayat

Hasil penelitian keterampilan kader pada kelompok eksperimen sebelum pemebrdayaan kader diketahui terdapat 9 responden yang tidak terampil. Responden yang telah mendapat pemberdayaan kader terjadi perubahan keterampilan yaitu ada 21 responden dengan keterampilan yang tergolong terampil pada pre test terdapat 21 (70,0%) responden naik menjadi 25 (83,3%) responden.

Kelompok kontrol pada pre test terjadi perubahan keterampilan dalam pengukuran tekanan darah dari 9 (30%) responden yang tidak terampil berkurang menjadi 5 responden (16,7%), dan pada perubahan keterampilan dalam peng-ukuran tekanan darah juga mengalami perbedaan keterampilan yaitu 21 (70,0%) meningkat menjadi 25 (83,3%) sehingga hal ini berarti adanya responden yang terampil baik dari pre test maupun post test. Keterampilan kader yang ditunjukkan responden dalam

penelitian ini juga sesuai dengan hasil studi pendahuluan yang menggambarkan bahwa keterampilan responden yang diawali dari kurangnya pengetahuan tentang pelayanan Posbindu dalam pengukuran tekanan darah yang membawa terhadap keterampilan dalam pengukuran tekanan darah.

Berdasarkan hasil uji beda rata-rata pre test-post test keterampilan kader pada kelompok perlakuan atau eksperimen dapat dikatakan bahwa peningkatan keterampilan kader pada kelompok perlakuan dapat disebabkan karena keterampilan dari hasil pemberdayaan kader. Namun tidak menutup kemungkinan keterampilan kader berkaitan dengan pengukuran tekanan darah dapat berubah karena adanya pengaruh dari orang lain ataupun pengalaman serta sumber informasi.

3.3 Pengaruh pemberdayaan kader dengan meningkatkan pengetahuan kader dalam Pelayanan Posbindu antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol Hasil uji beda pengaruh pemberdayaan kader dengan meningkat-kan pengetahuan dalam Pelayanan Posbindu antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol diketahui nilai uji t-test = 3,807 dengan p = 0,001. Keputusan adalah Ho ditolak, artinya terdapat pengaruh pemberdayaan kader dengan meningkatkan pengetahuan kader dalam Pelayanan Posbindu antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di wilayah kerja Puskesmas Bayat.

(13)

8

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Armiyati dan Soesanto (2014) tentang pemberdayaan kader posbindu lansia sebagai upaya peningkatan kualitas hidup lansia di desa, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa meningkatnya jumlah kader posbindu lansia yang aktif, tersedianya media promosi kesehatan bagi lansia berupa leaflet dan lembar balik, peningkatan pengetahuan kader posbindu lansia tentang pencegahan dan penanganan masalah kesehatan pada lansia dengan hipertensi, DM, hiperuresimia dan anemia yang ditandai dengan peningkatan nilai post test dibandingkan dengan nilai pre test, meningkatnya ketrampilan kader kader posbindu lansia dalam melakukan deteksi dini melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana, tersedianya peralatan yang dapat mendukung pengolahan tanaman obat keluarga (herbal) dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia, kader mampu memproduksi bahan herbal berupa sirup, serbuk, ekstrak, dan minyak atsiri.

Kelompok perlakuan yang mendapat tindakan pemberdayaan dan mampu memahami materi yang disampaikan oleh peneliti, maka mereka akan membandingkan materi pemberdayaan kader dengan kondisi mereka selama ini, tampaknya selama ini pengetahuan dan keterampilan mereka sudah baik berkaitan dengan pelayanan Posbindu terutama tentang pengukuran tekanan darah yang dilakukan oleh Kader Posbindu.

Berbeda halnya pada pengetahuan kelompok kontrol, dimana pemberdayaan yang diberikan dilakukan setelah post test, menjadikan responden tidak banyak mendapat informasi tentang pelayanan Posbindu terutama dalam hal pengukuran tekanan darah secara baik, meskipun antara pre test dan post test diberikan jeda waktu selama 45 menit.

Lockwood (2009) menyatakan pemilihan metode penyuluhan atau pemberdayaan harus disesuaikan dengan karakteristik sasaran, dimana pada penelitian ini responden terbanyak adalah kader Posbindu atau Posyandu dengan usia terbanyak 25-54 tahun dan tingkat pendidikan mayoritas SMA dan PT sehingga mereka lebih suka diajak berbicara, berdiskusi untuk mengeluarkan pendapatnya berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Responden lebih suka dilibatkan secara aktif dalam proses belajar tersebut sehingga mereka bisa leluasa untuk bertanya karena materi pemberdayaan berkaitan dengan pelayanan Posbindu yang harus dilakukan oleh kader.

(14)

9

Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Hernawati (2014) yang meneliti tentang upaya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat melalui pelatian kader kesehatan tentang deteksi dini tuberkulosis paru, hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan kader mengenai TB bahkan menjadi mampu untuk melakukan deteksi dini. Hal ini dikarenakan para kader yang antusias mengikuti pelatihan. Untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan para kader sebaiknya dilakukan program secara berkelanjutan oleh petugas di Puskesmas.

3.4 Uji beda rata-rata pengaruh pemberda-yaan kader dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam Pelayanan Posbindu antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol

Hasil uji beda pengaruh pemberda-yaan kader dengan meningkatkan keterampilan kader dalam Pelayanan Posbindu antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di wilayah kerja Puskesmas Bayat diketahui hasil uji t-test = 4,189 dengan p = 0,0001. Keputusan adalah Ho ditolak, artinya terdapat pengaruh pemberdayaan kader dengan meningkatkan keterampilan kader dalam Pelayanan Posbindu antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di wilayah kerja Puskesmas Bayat. Hal ini berarti ketrampilan antara yang mendapatkan penyuluhan dan yang tidak mendapatkan penyuluhan berbeda tingkat ketrampilannya. Menurut Notoatmodjo (2010), keterampilan merupakan suatu kemampuan seseorang untuk bertindak setelah menerima pengalaman belajar tertentu dengan menggunakan anggota badan dan peralatan yang tersedia atau kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan kedalam bentuk tindakan.

Hasil penelitian ini diperkuat penelitian Hernawati (2014) yang meneliti tentang upaya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat melalui pelatian kader kesehatan, hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peningkatan ketrampian kader menjadi mampu untuk melakukan deteksi dini. Hal ini dikarenakan para kader yang antusias mengikuti pelatihan. Untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan para kader sebaiknya dilakukan program secara berkelanjutan oleh petugas di Puskesmas.

Menurut Sankar at al (2013), dalam penelitiannya menjelaskan pengetahuan dan keterampilan dinilai kembali segera setelah pelatihan dan pada 6 minggu setelah pelatihan. Pada penilaian awal, pada tenaga kesehatan pada kelompok perlakuan ditemukan memiliki signifikan lebih tinggi dan berarti pada pengetahuan sedangkan

(15)

10

tenaga kesehatan pada kelompok eksperimen juga memiliki skor keterampilan secara signifikan lebih tinggi. Segera setelah pelatihan, skor meningkat pada kedua kelompok. Pada 6 minggu, namun juga diamati bahwa penurunan tidak seragam dalam kinerja di kedua tenaga kesehatan tersebut atas pengetahuannya dari dampak pelatihan tersebut. Jadi, pengetahuan dan keterampilan pada kelompok perlakuan pada tenaga kesehatan lebih meningkat bila dibandingkan dengan pengetahuan dan keterampilan pada kelompok kontrol.

4. PENUTUP 4.1Simpulan

a. Pengetahuan responden kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu pada kategori cukup (77,8% dan 82,4%) dan pengetahuan responden kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu pada kategori cukup (55,6% dan 70,6%).

b. Keterampilan responden kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu pada kategori terampil (72,2% dan 82,4%) dan keterampilan responden kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu pada kategori terampil (61,1% dan 70,6%).

c. Terdapat pengaruh pemberdayaan kader dalam pelayanan Posbindu terhadap pengetahuan dan keterampilan kader dalam pelayanan Posbindu di wilayah kerja Puskesmas Bayat (p=0,014, p=0,019).

4.2Saran

a. Bagi Pemerintah/Masyarakat

Perlu adanya kampanye media berhenti merokok, dan komunitas pencegahan merokok dan juga peningkatan ketersediaan dan akses ke layanan konseling berhenti merokok.

b. Bagi responden atau kader

Diharapkan setelah dilakukan pemberdayaan dalam pelayanan Posbindu, masyarakat khususnya kader di wilayah kerja Puskesmas Bayat dapat merubah keterampilan agar tidak mengalami kemunduran dalam pelayanan Posbindu.

(16)

11

Salah satunya dengan memberikan pemberdayaan pada kader Ponbindu di wilayah kerja Puskemas Bayat.

c. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Institusi pendidikan keperawatan, hendaknya membekali pula mahasiswanya dengan kemampuan menyampaikan materi pemberdayaan kepada kader atau kepada masyarakat, sehingga kemampuan calon perawat yang nantinya menjadi nara sumber kesehatan di masyarakat dapat diemban dengan baik.

d. Bagi Peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya dapat mengimplementasikan metode ini untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam pelayanan Posbindu di wilayah kerja Puskesmas Bayat dalam masalah yang berbeda, misalnya tentang sikap kader dan perilaku kader dalam pelayanan Posbindu atau membandingkan metode leaflet atau media cetak dengan metode audio visual.

Daftar Pustaka

Armiyati, Y., Soesanto, E., & Hartiti, T. (2010). Pemberdayaan Kader Posbindu Lansia Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Lansia di Desa Kangkung Demak. Jurnal Lecturer of Program. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Fatmah. 2013. Pengaruh Pelatihan pada Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Teknis Penyuluhan Obesitas dan Hipertensi Kader Posbindu Kota Depok. Makara Seri Kesehatan 17(2).

Hernawati. (2014). Upaya Peningkatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Jurnal Ilmiah Publikasi. Surakarta: UMS.

Hurlock B.E, (2008). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga

Khayati MN, Haryanti S, Laksnawati. (2015). The impact of training on the management

of children with cough of the health workers’ knowledge, attitude and skills in the

management of children with cough and breathing difficulties. International Journal of Research in Medical Sciences. Khayati FN et al. Int J Res Med Sci. 2015 Dec;3(Suppl 1):S47-S52

Lockwood, T. (2009). How to Become a More Design-Minded Organization. Volume 20, Issue 3, pages 28–37.

(17)

12

Mellydar. R. (2103). Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang penyebab kematian ibu bersalin di rumah sakit umum sigli. Jurnal karya tulis ilmiah. Stikes u’budiyah. Banda aceh.

Muljono S, Pamungkas S. (2013). The Empowerment Level of Posdaya Cadres in Bogor, West Jawa, Indonesia. Asian Journal of Humanities and Social Studies (ISSN: 2321 – 2799) Volume 01– Issue 05, December 2013.

Notoatmodjo S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurayu AW, (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Usia dan Lama Menjadi Kader Posyandu dengan Kualitas Laporan Bulanan Data Kegiatan Posyandu. Artikel Publikasi Ilmiah. Surakarta: UMS.

Suhendra, (2006), Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Alfabeta.

Totok dan Poerwoko.(2012). Pemberdayaan Masyarakat dalam Prespektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Tricahyono, SA. (2008). Pemberdayaan Komunitas Terpencil di Provinsi NTT.Yogyakarta: B2P3KS.

Usman, Sunyoto. (2010). Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wawan, A dan Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap danPerilaku Manusia.. Yogyakarta : Nuha Medika.

Winarni, Tri. (2008). Memahami Pemberdyaan Masyarakat Desa Partisipatif dalam Orientasi Pembangunan Masyarakat Desa menyongsong abad 21: menuju Pemberdayaan Pelayanan Masyarakat. Yogyakarta: Aditya Media.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sudah sesuai dengan standar yang ditentukan oleh Kemenkes (2014). Kader Posbindu Dukuh yang mengikuti pelatihan kader sebanyak 3 orang. Kader tersebut mendapatkan

Jumlah tersebut tidak sesuai dengan yang direkomendasikan dalam pedoman pelaksanaan Posyandu Lansia dan Puskesmas Singandaru karena adanya penggabungan kader

Upaya kesehatan yang dilakukan oleh kader dalam posyandu lansia mencakup kegiatan promosi dan pengisian pemantaun kesehatan pribadi dan senam lansia,

Tabulasi silang keaktifan kader posyandu lansia ditinjau dari pengetahuan menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan, maka tingkat keaktifan kader semakin aktif, hal ini ditunjukkan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardhiyah Ai (2017) tentang analisis pengetahuan dan sikap kader tentang deteksi dini tumbuh kembang anak di desa pananjung,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Diketahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan kader dalam menimbang

Saat ini dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian PTM, khususnya Pos Binaan Terpadu Posbindu PTM di Puskesmas, diperlukan dukungan sumber daya kesehatan sebagai pelaksana yang

Kesimpulan Implementasi kegiatan dalam pemberdayaan dan pendampingan kader Posbindu PTM dalam deteksi factor risiko penyakit tidak menular pada Masyarakat pesisir Sungai Banjarmasin