• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of land use land cover change in Cibodas biosphere reserve area in supporting the existence of Mount Gede Pangrango national park

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis of land use land cover change in Cibodas biosphere reserve area in supporting the existence of Mount Gede Pangrango national park"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN/PENUTUPAN

LAHAN DI AREA CAGAR BIOSFER CIBODAS DALAM

MENDUKUNG KEBERADAAN TAMAN NASIONAL

GUNUNG GEDE PANGRANGO

SUHUT HESAKI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

MENDUKUNG KEBERADAAN TAMAN NASIONAL

GUNUNG GEDE PANGRANGO

SUHUT HESAKI

TESIS

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan di Area Cagar Biosfer Cibodas dalam Mendukung Keberadaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2012

(5)

ABSTRACT

SUHUT HESAKI. Analysis of Land Use/Land Cover Change in Cibodas Biosphere Reserve Area in supporting the Existence of Mount Gede Pangrango National Park. Under direction of KHURSATUL MUNIBAH and OMO RUSDIANA

An increasing number of population caused land use/land cover change in Cibodas Biosphere Reserve. One of the approach to rapidly assess land use conversion is by using remote sensing technology. Therefore, the purposes of this study are : (1) to analyze land use/land cover change in 1999 and 2011 and the factor that affecting land use/land cover changes; (2) to identify people preference about land use/land cover change that can be tolerated; (3) predicting land use/land cover allocation approach with Cellular Automata (CA) and (4) to conduct controlling scenario land use/land cover changes in the Cibodas Biosphere Reserve that can support the sustainability of Mount Gede Pangrango National Park. The result showed the form of land use in 1999 was dominated by dry field and mixed farms, amounting to 44.25% and in 2011 the dominance of dry field and mixed farms was reduced to 38.16% accompanied with an increase in settlements from 16.19% to 20.41%. Based on AHP result, land use/land cover change is caused by population growth, source of income, slope, elevation and soil type. Land use/land cover change that can be tolerated by society is changing forests into dry field and mixed farms which have a value of 0.249 or 24.9%, and from dry field and mixed farms to residential with a value of 0.206 or 20.6%. Landuse prediction in 2023 show that dry field and mixed farm is 34,34 %, forest 30.97%, settlements 23.39%, fields 11.14%, edelweis 0.08%, grass / shrub 0.05% and 0.03% of water bodies. There is three scenarios to control land use/land cover change in Cibodas Biosphere Reserve

Keyword : Land use/land cover change, cibodas biosphere reserve, gunung gede pangrango national park

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

Judul Tesis : Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Di Area Cagar Biosfer Cibodas Dalam Mendukung Keberadaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Nama : Suhut Hesaki

NRP : A156100294

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Khursatul Munibah, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(8)

Kupersembahkan Karya ini

Kepada:

Kedua orang tua tercinta;

Ayahanda P. Tampubolon dan Ibunda L. Nainggolan,

Istriku tercinta Lisbet M Samosir dan

Anakku tersayang Jedidja Joyberhan J Tampubolon dan Jecelista

Jane J Tampubolon

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga karya ilmiah dengan judul Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Di Area Cagar Biosfer Cibodas Dalam Mendukung Keberadaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc dan Dr. Ir Omo Rusdiana, M.Sc. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini

2. Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini

3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB

4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis

5. Kementerian Kehutanan cq Balai Besar KSDA Sumatera Utara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini 6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2010 dan

semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada istriku Lisbet Samosir dan anakku Jedidja Joyberhan J Tampubolon dan Jecelista Jane J Tampubolon beserta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimaksih.

Bogor, Maret 2012

(10)

Penulis dilahirkan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 4 Januari 1982 dari pasangan orang tua Bapak P. Tampubolon dan Ibu L. br Nainggolan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kabupaten OKU Timur dan Kota Bandung. Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negeri 10 Bandung dan kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis diterima di jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada Tahun 2004.

(11)

RINGKASAN

SUHUT HESAKI Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Di Area Cagar Biosfer Cibodas Dalam Mendukung Keberadaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dibimbing oleh KHURSATUL MUNIBAH dan OMO RUSDIANA.

Perubahan penutupan lahan yang terdapat di Cagar Biosfer Cibodas mengindikasikan adanya perubahan ekosistem yang berada di dalam wilayah tersebut. Perubahan bentuk ekosistem pada akhirnya akan mempengaruhi ekosistem yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Hal ini dikarenakan ekosistem Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki kesatuan ekosistem dengan wilayah sekitarnya sehingga apabila wilayah sekitar yang berbatasan langsung mengalami perubahan yang cepat, akhirnya akan mempengaruhi terhadap ekosistem yang terdapat di taman nasional tersebut.

Hasil analisa citra landsat dapat dimanfaatkan untuk melihat perubahan lahan yang terjadi pada suatu wilayah. Pemanfaatan penginderaan jauh menurut merupakan salah satu cara untuk mengetahui secara cepat alih fungsi lahan. Untuk mengetahui perubahan penggunaan/penutupan lahan di Area Cagar Biosfer Cibodas, maka tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan pada dua titik tahun (1999 dan 2011) dan faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan/penutupan lahan (2) mengidentifikasi bobot perubahan penggunaan/penutupan lahan yang dapat ditoleransi berdasarkan persepsi masyarakat (3) memprediksi pengalokasian penggunaan/penutupan lahan dengan pendekatan Cellular Automata (CA) dan (4) menyusun skenario dan arahan kebijakan pengendalian perubahan penggunaan/penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas terkait keberlanjutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Bentuk penggunaan/penutupan lahan tahun 1999 didominasi oleh kebun campuran sebesar 44,25% dari luas wilayah Cagar Biosfer Cibodas, kemudian berturut-turut hutan 31,48%, Permukiman 16,19%, sawah 7,68 %, rumput/semak belukar 0,29%, edelweis 0,08% dan tubuh air sebesar 0,03%. Bentuk penggunaan/ penutupan lahan pada tahun 2011, kebun campuran 38,16%, hutan 31,22%, permukiman 20,41%, sawah 9,98%, rumput/semak belukar 0,12%, edelweiss 0,08% dan tubuh air sebesar 0,03%.

(12)

1,77%/tahun

Faktor penyebab utama terjadinya perubahan penggunaan/penutupan lahan adalah disebabkan oleh jumlah penduduk, selanjutnya yaitu sumber pendapatan masyarakat, ketinggian tempat, kemiringan lereng dan jenis tanah.

Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang masih dapat ditoleransi menurut masyarakat yaitu perubahan hutan menjadi tegalan dan kebun campuran dengan nilai 0,249 disusul perubahan menjadi sawah 0,151, permukiman 0,109 dan rumput/semak belukar 0,089. Perubahan dari penggunaan/penutupan lahan tegalan dan kebun campuran yang dapat ditoleran yaitu menjadi permukiman dengan nilai 0,206, sawah 0,151, rumput/semak belukar 0,112 dan menjadi hutan 0,090. Perubahan yang dapat ditoleransi dari rumput/semak belukar menjadi hutan 0,188, tegalan dan kebun campuran 0,168, sawah 0,149 dan permukiman 0,120. Toleransi perubahan penggunaan/penutupan lahan sawah yaitu menjadi tegalan dan kebun campuran 0,177, permukiman 0,143, hutan 0,127, semak belukar 0,125. Persepsi masyarakat terkait perubahan penggunaan/penutupan lahan yang dapat ditoleransi sejalan dengan perubahan penggunaan/penutupan lahan tahun 1999 ke tahun 2011.

Hasil prediksi penggunaan/penutupan lahan pada tahun 2023 diperoleh penggunaan lahan tegalan dan kebun campuran sebesar 34,34% dari luas wilayah cagar biosfer cibodas. Selanjutnya hutan 30,97%, permukiman 23,39%, sawah 11,14%, Edelweis 0,08%, rumput/semak belukar 0,05% dan tubuh air 0,03%.

Skenario pengendalian perubahan penggunaan/penutupan lahan terdapat 3 skenario. Skenario 1 diasumsikan bahwa dalam pengendalian perubahan penggunaan/ penutupan lahan terdapat intervensi pemerintah, Skenario 2 diasumsikan bahwa dalam pengendalian perubahan penggunaan/ penutupan lahan terdapat intervensi pemerintah dan adanya peran serta masyarakat dan Skenario 3 diasumsikan bahwa dalam pengendalian perubahan penggunaan/penutupan lahan pemerintah mengalokasikan seluruh kemampuan yang dimiliki yaitu anggaran, personel dan penerapan penegakan hukum secara konsisten. Hasil dari skenario 1 terlihat jumlah penggunaan/penutupan lahan pada zona inti meningkat sedangkan pada zona penyangga dan transisi terjadi perubahan pada penggunaan/penutupan lahan hutan. Skenario 2 memberikan hasil keberadaan permukiman dan sawah pada zona inti tetap dipertahankan dan jumlah tidak bertambah. Skenario 3 memberikan hasil penggunaan/penutupan lahan hutan meningkat dan keberadaannya pada zona penyangga dan transisi dapat dipertahankan.

Dalam pengendalian perubahan penggunaan/penutupan lahan dilakukan melalui beberapa kebijakan yang dapat diterapkan yaitu penyusunan rencana program Cagar Biosfer Cibodas yang selaras dengan RTRW, Sosialisasi Cagar Biosfer Cibodas dan Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan Cagar Biosfer Cibodas.

(13)

i

2.3. Penggunaan dan Penutupan Lahan ... 8

2.4. Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan ... 8

2.5. Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ... 9

2.6. Prediksi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan ... 10

2.7. Penginderaan Jauh ... 11

2.8. Sistem Informasi Geografis ... 12

2.9. Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 13

III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... 16

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.3. Bahan dan Alat ... 19

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 20

3.5. Analisis Data ... 20

3.5.1. Analisis Spasial Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan . 20 3.5.2. Analisis Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penggunaan/ Penutupan Lahan ... 23

3.5.3 Prediksi Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ... 23

3.5.4. Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Yang Dapat Ditoleransi dengan pendekatan Analytical Hierarchy Prosess (AHP) ... 24

3.5.5 Analisis Deskriptif Penyusunan Skenario dan Arahan Kebijakan Pengendalian Perubahan Penggunaan/ Penutupan Lahan ... 27

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Karakteristik Wilayah ... 28

4.1.1. Topografi ... 28

4.1.2. Tanah ... 29

4.2. Rencana Tata Ruang Wilayah / RTRW ... 30

(14)

4.4. Kependudukan ... 37

4.5. Perekonomian ... 38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Di Cagar Biosfer Cibodas Tahun 1999 dan 2011 ... 40

5.2. Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Periode Tahun 1999 dan 2011 ... 52

5.2.1. Persepsi Masyarakat tentang Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ... 62

5.2.2. Persepsi Masyarakat Tentang Perubahan Penggunaan/ Penutupan Lahan Yang Dapat Ditoleransi ... 63

5.3. Prediksi Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer Cibodas ... 66

5.4. Pengendalian Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ... 70

5.4.1. Ketidakcocokan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2023 dengan RTRWP Jawa Barat di Cagar Biosfer Cibodas ... 70

5.4.2. Skenario dan Arahan Kebijakan Pengendalian Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ... 74

V. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(15)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tujuan, Jenis Data dan Metode Analisis ... 21

Tabel 2. Contoh Matriks Transformasi Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan ... 22

Tabel 3. Skala pengisian matriks perbandingan berpasangan ... 25

Tabel 4. Kemiringan Lereng di Wilayah Cagar Biosfer Cibodas ... 28

Tabel 5. Kelas Elevasi di Wilayah Cagar Biosfer Cibodas ... 29

Tabel 6. Luas Jenis Tanah di Wilayah Cagar Biosfer Cibodas ... 29

Tabel 7. Sebaran Arahan Penggunaan Lahan Cagar Biosfer Cibodas ... 31

Tabel 8. Penduduk per Kecamatan Cagar Biosfer Cibodas Tahun 1999 – 2011 ... 37

Tabel 9. Sumber Pendapatan Masyarakat Desa-Desa di Cagar Biosfer Cibodas Tahun 1999. ... 39

Tabel 10. Kegiatan Perekonomian Masyarakat Desa-Desa di Cagar Biosfer Cibodas Tahun 2011 ... 39

Tabel 11. Struktur Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas .... 40

Tabel 12. Struktur Penggunaan/Penutupan Lahan pada setiap Zona Cagar Biosfer Cibodas ... 42

Tabel 13. Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer Cibodas Tahun 1999 – 2011. ... 54

Tabel 14. Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Periode Tahun 1999 – 2011 pada Setiap Zona Cagar Biosfer Cibodas ... 59

Tabel 15. Laju Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer Cibodas Periode Tahun 1999 dan 2011 ... 61

Tabel 16. Bobot Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan berdasarkan Persepsi Masyarakat ... 62

Tabel 17. Bobot Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Yang Dapat Ditoleransi ... 64

Tabel 18. Prediksi Luas dan komposisi penggunaan lahan di Cagar Biosfer Cibodas ... 68

Tabel 19. Tabulasi Silang Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2023 dan RTRWP 2009-2029 ... 72

Tabel 20. Prediksi Luas dan Komposisi Penggunaan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas Skenario 1 ... 74

(16)

Tabel 22. Prediksi Luas dan Komposisi Penggunaan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas Skenario 3 ... 75 Tabel 23. Penggunaan/Penutupan Lahan pada Cagar Biosfer Cibodas

(17)

v Gambar 4. Hirarki Penentuan Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan/

Penutupan Lahan ... 24 Gambar 5. Skema Hirarki Penentuan Bobot Perubahan Penggunaan/

Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas yang Dapat Ditoleransi ... 27 Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian Cagar Biosfer Cibodas Provinsi Jawa

Barat ... 33 Gambar 7. Peta Kemiringan Lereng pada Wilayah Cagar Biosfer Cibodas . 34 Gambar 8. Peta Elevasi pada Wilayah Cagar Biosfer Cibodas ... 35 Gambar 9. Peta Jenis Tanah pada Wilayah Cagar Biosfer Cibodas ... 36 Gambar 10. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat di

Cagar Biosfer Cibodas ... 37 Gambar 11. Perkembangan Penduduk Kabupaten/Kota yang Termasuk

dalam Cagar Biosfer Cibodas ... 38 Gambar 12. Persentase Luas Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar

Biosfer Cibodas Tahun 1999 dan 2011 ... 41 Gambar 13. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer Cibodas

Tahun 1999 ... 44 Gambar 14. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer Cibodas

Tahun 2011 ... 45 Gambar 15. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Zona Inti Cagar Biosfer

Cibodas Tahun 1999 ... 46 Gambar 16. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Zona Inti Cagar Biosfer

Cibodas Tahun 2011 ... 47 Gambar 17. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Zona Penyangga Cagar

Biosfer Cibodas Tahun 1999 ... 49 Gambar 18. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Zona Penyangga Cagar

Biosfer Cibodas Tahun 2011 ... 49 Gambar 19. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Zona Transisi Cagar

Biosfer Cibodas Tahun 1999 ... 50 Gambar 20. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Zona Transisi Cagar

(18)

Gambar 21. Persentase Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas Periode pada Zona Inti, Penyangga dan Transisi Tahun 1999 dan 2011 ... 53 Gambar 22. Hasil Validasi Model Prediksi Penggunaan Lahan Pada

Berbagai Iterasi ... 66 Gambar 23. Kesesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Berdasarkan

Persepsi Masyarakat dengan pendekatan AHP yaitu (a) Edelweis, (b) Hutan, (c) Tegalan dan Kebun Campuran, (d) Permukiman, (e) Rumput/Semak Belukar, (f) Sawah, (h) Tubuh Air ... 67 Gambar 24. Peta Prediksi Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer

Cibodas Tahun 2023. ... 69 Gambar 25. Kecenderungan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

Tahun 1999, 2011 dan 2023 ... 70 Gambar 26. Peta Kesesuaian Prediksi Penggunaan/Penutupan Lahan tahun

2023 dan RTRW ... 73 Gambar 27. Peta Prediksi Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer

Cibodas Tahun 2023 Skenario 1 ... 77 Gambar 28. Peta Prediksi Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer

Cibodas Tahun 2023 Skenario 2. ... 78 Gambar 29. Peta Prediksi Penggunaan/Penutupan Lahan Cagar Biosfer

(19)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Citra Landsat Cagar Biosfer Cibodas Tahun 1999 ... 94

Lampiran 2. Citra Landsat Cagar Biosfer Cibodas Tahun 2011 ... 95

Lampiran 3. Peta Cek Penggunaan Lahan ... 96

Lampiran 4. Titik Hasil Referensi Cek Lapangan dan Google Earth ... 97

Lampiran 5. Akurasi dan Nilai Kappa Klasifikasi Citra Landsat Cagar Biosfer Cibodas ... 104

Lampiran 6. Nilai Validasi Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2011 dengan Idrisi ... 105

(20)

1.1. Latar Belakang

Cagar Biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama dengan program Man and Biosphere (MAB)-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keaneragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal. Cagar Biosfer mempunyai tujuan untuk mewujudkan pengelolaan lahan, perairan tawar, laut dan sumber daya hayati secara terpadu, melalui program perencanaan bioregional, yang mengintegrasikan konservasi keanekaragaman hayati ke dalam pembangunan berkelanjutan, dan yang dapat dicapai melalui pengembangan sistem zonasi tepat. Sistem zonasi ini mencakup: zona inti, zona penyangga dan zona transisi. Zona inti adalah kawasan yang dilindungi secara ketat, yang dikelilingi oleh zona penyangga yang menekankan pada aspek konservasi, namun masyarakat diperbolehkan tinggal dan bekerja, dan zona transisi, atau disebut juga wilayah kerjasama, untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan (The Indonesian Man and Biosphere (MAB) Program National Committee Indonesian Institute of Sciences (LIPI), 2010).

Cagar Biosfer Cibodas merupakan salah satu cagar biosfer yang terdapat di Indonesia yang ditetapkan pada tahun 1977 dengan zona inti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang ditetapkan pada tahun 1980. Berdasarkan laporan review Man And Biosphere Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (MAB-LIPI), luas cagar biosfer Cibodas adalah 114.779 ha.

(21)

2

varingiaefolium). Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus), dan satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak Jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula).

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu terdapat sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis diantaranya termasuk burung langka yaitu elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan burung hantu (Otus angelinae). Keanekaragaman hayati yang terdapat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan aset sumber daya alam yang penting dan cukup rentan mengalami gangguan yang disebabkan oleh adanya aktivitas manusia. Aktivitas manusia dalam kegiatan yang dilakukan seringkali melupakan keberadaan sumber daya alam hayati yang berada di sekitarnya. Aktivitas tersebut seringkali mengakibatkan kerusakan sehingga pada akhirnya akan menyebabkan terganggunya ekosistem alam.

Wilayah zona penyangga dan zona transisi Cagar Biosfer Cibodas saat ini banyak dilakukan pengembangan dan pembangunan terkait dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu hal yang menyebabkan peningkatan aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan. Bentuk-bentuk pemanfaatan lahan yang dilakukan untuk aktivitas manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup yaitu untuk kegiatan pertanian, pemukiman, perkebunan, dan kegiatan lainnya. Pemanfaatan lahan yang berada pada zona transisi dan zona penyangga seharusnya disesuaikan dengan kondisi lingkungan serta dapat dilakukan terkait dengan tujuan dari cagar biosfer yaitu mengintegrasikan konservasi keanekaragaman hayati ke dalam pembangunan berkelanjutan dan keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan.

(22)

memberikan dampak terhadap zona inti. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terjadi pada zona inti, penyangga dan transisi. Analisis perubahan penggunaan/penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas merupakan salah satu upaya untuk mengetahui kondisi perubahan penggunaan/penutupan lahan terkait dengan keberadaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Hasil analisis citra Landsat dapat dimanfaatkan untuk melihat perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terjadi pada suatu wilayah. Pemanfaatan penginderaan jauh menurut Petit et al (2001) merupakan salah satu cara untuk mengetahui secara cepat alih fungsi lahan. Teknik analisis dapat menggunakan data penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG).

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terdapat di Cagar Biosfer Cibodas yang dapat ditoleransi dan mendukung fungsi dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan prediksi perubahan penutupan lahan pada Cagar Biosfer Cibodas. Tujuan lain yang ingin dicapai melalui penelitian ini yaitu untuk mendapatkan skenario dan arahan kebijakan pengendalian perubahan penggunaan/penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas terkait dengan keberlanjutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

1.2. Perumusan Masalah

(23)

4

menyebabkan terjadinya perubahan pemanfaatan yang digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan memenuhi kebutuhan hidup.

Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terdapat di Cagar Biosfer Cibodas mengindikasikan adanya perubahan ekosistem yang berada di dalam wilayah tersebut. Perubahan bentuk ekosistem pada akhirnya akan mempengaruhi ekosistem yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Hal ini dikarenakan ekosistem Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki kesatuan ekosistem dengan wilayah sekitarnya sehingga apabila wilayah sekitar yang berbatasan langsung mengalami perubahan yang cepat, akhirnya akan mempengaruhi terhadap ekosistem yang terdapat di taman nasional tersebut.

Fenomena-fenomena tersebut di atas pada akhirnya akan memberikan pengaruh dalam perencanaan pengembangan wilayah dan pembangunan serta keberadaan Cagar Biosfer Cibodas dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di masa yang akan datang. Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terdapat pada Cagar Biosfer Cibodas akan memberikan pengaruh pada keberadaannya di masa mendatang sehingga akan mempengaruhi keanekaragaman hayati yang ada dan pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi keberadaan keanekaragaman hayati dan bagi manusia. Sesuai dengan fenomena dan permasalahan di atas, pertanyaan penelitian pada Cagar Biosfer Cibodas yaitu :

1. Bagaimana bentuk penggunaan lahan di wilayah di Cagar Biosfer Cibodas ? 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan

di Cagar Biosfer Cibodas ?

3. Bagaimana Pola Perubahan penutupan lahan di wilayah Cagar Biosfer Cibodas ?

(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuandilaksanakan penelitian ini yaitu:

1. Menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan pada dua titik tahun (1999 dan 2011) dan faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan/penutupan lahan.

2. Mengidentifikasi bobot perubahan penggunaan/penutupan lahan yang dapat ditoleransi berdasarkan persepsi masyarakat.

3. Memprediksi pengalokasian penggunaan/penutupan lahan dengan pendekatan Cellular Automata (CA).

4. Menyusun skenario dan kebijakan pengendalian perubahan penggunaan/penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas terkait keberlanjutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

1.4. Manfaat Penelitian

(25)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taman Nasional

Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman nasional memiliki peranan yang penting dalam perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

IUCN (1984) mendefinisikan taman nasional adalah wilayah daratan dan lautan yang masih alami, yang ditunjuk untuk (i) melindungi integritas ekologis dari satu atau beberapa ekosistem di dalamnya, untuk kepentingan sekarang dan generasi mendatang; (ii) menghindarkan/mengeluarkan kegiatan-kegiatan eksploitasi atau okupasi yang bertentangan dengan tujuan-tujuan pelestarian kawasan; (iii) menyediakan landasan bagi kepentingan-kepentingan spiritual, ilmiah, pendidikan, wisata dan lain-lain, yang semuanya harus selaras secara lingkungan dan budaya.

Fungsi utama taman nasional (Balai Taman Nasional Baluran, 2007) adalah : 1. Fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan.

2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa.

3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, rekreasi dan pariwisata.

(26)

2.2. Cagar Biosfer Cibodas

Cagar Biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama dengan program Man and Biosphere (MAB)-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keaneragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal (MAB-LIPI, 2010). Dalam pengelolaannya, dilakukan melalui zonasi yang terbagi menjadi 3 zona yaitu area inti, zona penyangga dan zona transisi. Menurut MAB-LIPI (2010) definisi masing-masing zona yaitu :

1. Area inti merupakan kawasan yang mempunyai perlindungan hukum jangka panjang untuk melestarikan keanekaragaman hayati, memantau ekosistem yang tidak terganggu dan melakukan penelitian yang tidak merusak (tanpa manipulasi) serta kegiatan-kegiatan lain yang bersifat pasif seperti pendidikan. Area inti dapat juga dimiliki secara pribadi, milik organisasi non pemerintah, atau tanah masyarakat adat. Prinsip dasarnya area inti dari Cagar Biosfer harus berupa kawasan konservasi atau kawasan lindung yang secara legal formal dilindungi oleh aturan Pemerintah atau secara tradisional dilestarikan oleh masyarakat atau lembaga adat.

2. Zona penyangga, merupakan wilayah yang mengelilingi atau bersebelahan dengan area inti dan jelas teridentifikasi untuk melindungi area inti dari dampak kegiatan manusia. Dalam banyak hal, zona penyangga bisa berupa daratan atau perairan, bisa merupakan milik perseorangan, negara, lembaga swasta atau masyarakat tertentu. Pengelolaan pada zona ini dilakukan oleh pemilik lahan, tetapi pengelolaan harus harus sesuai dengan peraturan pemerintah. Pada umumnya, kegiatan yang dapat dilakukan pada zona ini terkait dengan manfaat ekologis yaitu penelitian, pendidikan, pelatihan, ekowisata dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati atu sumber daya alam lainnya yang dapat diperbaharui.

(27)

8

mewujudkan model pembangunan berkelanjutan, bersama dengan pemilik lahan untuk membangun pengelolaan sumber daya alam di wilayah ini.

2.3. Penggunaan dan Penutupan Lahan

Pengetahuan mengenai penggunaan dan penutupan lahan merupakan salah satu hal penting terkait dengan kegiatan perencanaan dan pengelolaan suatu kawasan yang berhubungan dengan keadaan permukaan bumi. Penggunaan lahan dan pentupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu, tetapi sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda. Penggunaan lahan (land use) mengandung aspek menyangkut aktivitas pemanfaatan lahan oleh manusia sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih bernuansa fisik (Rustiadi et al, 2009). Hal ini didukung oleh Lillesand dan Kiefer (1990) yang menyatakan bahwa penutupan lahan memiliki keterkaitan dengan keadaan penampakan permukaan bumi atau apa yang ada di atas sebuah lahan sedangkan penggunaan lahan berhubungan dengan suatu aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada suatu bidang lahan tertentu.

2.4. Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan

(28)

2.5. Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

Yatap (2008) menyatakan bahwa perubahan penutupan lahan yang terjadi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dipengaruhi oleh beberapa peubah sosial ekonomi yang pengaruhnya sangat dominan yaitu kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, luas kepemilikan lahan, perluasan pemukiman, dan perluasan lahan pertanian. Penyebab utama terjadinya perubahan penggunaan dan penutupan lahan di kawasan TNGHS adalah adanya aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan suatu sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kontributor yang memberikan pengaruh nyata yaitu kebutuhan lahan pertanian dan perkebunan, pemukiman, pembuatan sarana dan prasarana, serta pemanfaatan sumber daya hutan. Selain itu perubahan tersebut disebabkan juga oleh perubahan rencana pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah.

Young et al. (2006) menyatakan bahwa beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan di kawasan lindung hutan campuran di Alberta Canada adalah kegiatan bidang pertanian, urbanisasi, kegiatan penambangan minyak dan gas serta perubahan yang dikarenakan oleh kebakaran, sehingga terjadinya perubahan penutupan lahan pada kawasan lindung akan mempengaruhi keanekaragaman hayati yang terdapat pada kawasan lindung tersebut. Hal ini didukung juga oleh Verburg et al. (2006) yang melakukan penelitian di kawasan lindung di Philipina dan menyatakan bahwa perubahan penutupan dan penggunaan lahan pada kawasan lindung merupakan ancaman utama terhadap keberadaan keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh kerusakan vegetasi alam dan terbaginya atau terisolasinya kawasan lindung tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan perluasan lahan pertanian di wilayah batas kawasan lindung dan kegiatan penebangan liar yang selalu terjadi dan tidak terkendali pada batas kawasan taman nasional.

Munibah (2008) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan, jarak dari jalan raya dan mata pencaharian masyarakat.

(29)

10

logit model adalah tipe penggunaan lahan pada masa sebelumnya, status kawasan dalam kebijakan tata ruang, hak penguasaan dan kepemilikan lahan, karakteristik fisik lahan, karakteristik sosial ekonomi wilayah dan karakteristik interaksi spasial antara aktivitas sosial ekonomi internal dan eksternal suatu wilayah.

2.6. Prediksi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan

Prediksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan dilakukan untuk mengetahui penggunaan lahan yang terjadi di masa mendatang yang dipengaruhi oleh penggunaan lahan saat ini pada suatu wilayah dan penggunaan di wilayah tetangganya. Model Cellular Automata (CA) pertama kali diperkenalkan oleh Ulam dan Von Neumann pada tahun 1940 yaitu untuk membuat kerangka kerja yang formal (formal framework) untuk meneliti perilaku sistem yang kompleks (Munibah, 2008). Selain itu dinyatakan bahwa kondisi di masa yang akan datang suatu sistem yang terdapat di alam dapat menggunakan pemodelan spasial dinamik yaitu dengan pendekatan CA. Hal ini disebabkan karena perubahan penggunaan lahan tidak terjadi dalam satu poligon besar, tetapi terjadi secara bertahap. CA merupakan salah satu pendekatan untuk memodelkan perubahan penggunan/penutupan lahan secara spasial dan bersifat dinamik sehingga memungkinkan untuk memprediksi penyebaran spasial penggunaan/penutupan lahan tersebut. CA adalah model dinamik dari interaksi lokal antar sel pada grid yang teratur (Hand, 2005), dimana sel mempresentasikan penggunaan lahan, adapun perubahan penggunaan lahan tergantung pada aturan (rule) yang mempertimbangkan penggunaan lahan tetangganya (Manson, 2001)

Menurut Barredo et al. (2003), sebuah CA dasar terdiri dari beberapa unsur yaitu (1) ruang yang diwakili oleh sebuah susunan sel; (2) sejumlah diskrit dari state; (3) kerangka ketetanggaan; (4)

(30)

untuk dapat memperkirakan skenario ekspansi perkotaan di Beijing dari tahun 2004 sampai 2020, dengan adanya dilema ekspansi perkotaan berhadapan dengan keterbatasan sumber daya air dan kerusakan lingkungan. Hasil prediksi tersebut dapat digunakan oleh pengambil kebijakan untuk dapat mengendalikan ekspansi kota yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

2.7. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu peralatan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Citra satelit merupakan salah produk citra non foto yang diperoleh dari kegiatan penginderaan jauh. Irianto (2004) menyatakan bahwa penggunaan citra satelit dengan resolusi dan waktu pengambilan yang proporsional multitemporal sangat diperlukan untuk zonasi, karakterisasi, adaptasi dan mitigasi alih fungsi lahan.

Penginderaan jauh banyak diaplikasikan untuk mengamati perubahan penggunaan dan penutupan lahan. Hasil studi Yatap (2008) menyatakan bahwa untuk mengetahui bentuk-bentuk penggunaan dan penutupan lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dilakukan analisis spasial dengan membandingkan data citra Landsat multitemporal dari tahun 1989 – 2004. Hal tersebut diperkuat sesuai dengan hasil studi Kumar (2011), penilaian penutupan lahan hutan menggunakan penginderaan jauh telah memberikan manfaat yaitu kecenderungan perubahan penutupan hutan saat ini baik pada skala lokal maupun skala global. Sehingga pemanfaatan aplikasi penginderaan jauh dimanfaatkan untuk mengetahui perubahan penggunaan dan penutupan lahan dan memperkirakan kecenderungan perubahan dan penutupan lahan pada masa mendatang.

(31)

12

pengelolaan konservasi hutan tropis harus memperhatikan ekologi dan manusia seperti pasar, faktor topografi dan infrastruktur.

Penggunaan penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk memantau perubahan penggunaan lahan yaitu dengan memanfaatkan citra Land Satellite (Landsat). Lillesand dan Kiefer (1990) menyampaikan bahwa satelit Landsat digunakan untuk merekam data sumber daya alam dengan cara sistematik, berulang dengan resolusi sedang. Lisnawati (2006) melakukan identifikasi jenis-jenis penutupan lahan dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh yaitu citra landsat ETM+ yang digunakan untuk menginterpretasi jenis-jenis penggunaan lahan.

2.8. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis merupakan suatu teknologi informasi yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra, 2000). Menurut Prahasta (2005) serta Barus dan Wiradisastra (2000) SIG mempunyai empat komponen utama dalam menjalankan prosesnya antara lain :

1. Data input : komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber serta bertanggung jawab mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital lain atau dari bentuk data yang ada menjadi bentuk yang dapat dipakai dalam SIG.

2. Data manajemen : Komponen ini mengorganisasikan baik data spasial maupun non spasial (atribut) ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah untuk dilakukan pemanggilan, pemutakhiran (updating) dan penyuntingan (editing).

(32)

matematis merupakan pembeda suatu SIG dengan sistem informasi yang lain.

4. Data output : Komponen ini berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data dalam bentuk (a) cetak lunak (softcopy) berupa produk pada tampilan monitor monokrom atau warna, (b) cetak keras (hardcopy) yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas, mylar, film fotografik atau bahan-bahan sejenis, seperti peta, tabel dan grafik dan (c) elektronik berbentuk berkas (file) yang dapat dibaca oleh komputer.

Menurut Barus dan Wiradisatra (2000) aplikasi SIG telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti pengelolaan dalam penggunaan lahan di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Di bidang bisnis dan perencanaan pelayanan seperti analisis wilayah pasar dan prospek pendirian suatu bisnis baru. Di bidang lingkungan aplikasi SIG digunakan dalam analisis erosi dan dampaknya, analisis daerah rawan banjir, kebakaran atau lahan kritis dan analisis kesenjangan. Seperti juga penginderaan jauh yang telah diaplikasikan oleh berbagai kalangan dan kepentingan, maka aplikasi SIG telah digunakan baik oleh kalangan swasta, perguruan tinggi maupun pemerintah daerah. Aplikasi SIG untuk tugas dan kewenangan pemerintah daerah sebagian besar berkaitan dengan data geografis dengan memanfaatkan keandalan SIG antara lain : kewenangan di bidang pertanahan, pengembangan ekonomi, perencanaan penggunaan lahan, kesehatan, perpajakan, infrastruktur (jaringan jalan, perumahan, transportasi), informasi kependudukan, pengelolaan darurat dan pemantauan lingkungan.

2.9. Analytical Hierarchy Process (AHP)

(33)

14

dalam satu set perbandingan berpasangan. Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya adalah karena adanya struktur yang hirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetail serta memperhitungkan validasi sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan (Saaty, 1993).

Metoda ini telah didapati sebagai pendekatan yang praktis dan efektif karena dapat mempertimbangkan keputusan yang tidak tersusun dan rumit (Partovi, 1994). Hasil akhir dari AHP adalah suatu ranking atau pembobotan prioritas dari tiap alternatif keputusan atau disebut elemen. Secara mendasar, ada tiga langkah dalam pengambilan keputusan dengan AHP, yaitu: membangun hirarki, penilaian, dan sintesis prioritas.

Pemodelan menggunakan AHP dilakukan dengan membentuk suatu hirarki struktural yang dilakukan dengan memecah masalah yang kompleks. Suatu struktur hirarki sendiri terdiri dari elemen-elemen yang dikelompokkan dalam tingkatan-tingkatan (level). Saaty (1993) menyatakan bahwa suatu struktur hirarki dapat dibentuk dengan menggunakan kombinasi antara ide, pengalaman dan pandangan orang lain. Oleh sebab itu tidak ada suatu kumpulan prosedur baku yang berlaku secara umum dan absolut untuk pembentukan hierarki.

Teknik perbandingan berpasangan dari proses Analisis Hierarki (Analytical Hierarchy Process/AHP) merupakan metode pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel serta dapat menampung kreativitas dalam rancangannya terhadap suatu masalah. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Bussines, University of Pensylvania pada tahun 1970. Menurut Saaty (1993), metode AHP bukanlah suatu formula ajaib atau model yang dapat memberikan jawaban “paling benar” melainkan merupakan suatu proses yang dapat membantu pengambil keputusan untuk menemukan jawaban “terbaik” yakni jawaban (pilihan) yang paling memenuhi tujuan/sasaran dari permasalahan yang dihadapi.

(34)
(35)

III.

METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Perubahan penggunaan/penutupan lahan pada suatu wilayah dapat diketahui dengan mengidentifikasi dan menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan, perkembangan wilayah, dan faktor-faktor penyebabnya baik berupa pertambahan penduduk, adanya kebijakan dari pemerintah, atau adanya aktivitas ekonomi pada daerah sekitar kawasan konservasi tersebut. Adanya peningkatan pertambahan penduduk mempengaruhi kebutuhan luasan lahan yang diperlukan untuk aktivitas ekonomi dan sosial.

Kemudahan aksesibilitas untuk menjangkau suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang menyebabkan timbulnya permukiman masyarakat. Banyaknya lahan pertanian yang berubah fungsi menjadi pemanfaatan non pertanian antara lain pemukiman, perkebunan, lokasi pabrik, dan kegiatan ekonomi lainnya menyebabkan berkurangnya luas lahan pertanian. Efek dari berkurangnya lahan pertanian tersebut menyebabkan diperlukannya lahan pertanian baru untuk dapat menopang kehidupan manusia dan salah satu cara untuk membentuk lahan pertanian baru yaitu dengan mengkonversi kawasan hutan menjadi kawasan pertanian.

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu kawasan hutan yang memiliki fungsi menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi sistem penyangga kehidupan, melindungi keanekaragaman jenis dan mengupayakan manfaat sebagai sumber plasma nutfah, menyediakan sarana penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, memenuhi kebutuhan sarana wisata alam dan melestarikan budaya setempat dan merupakan bagian dari pengembangan daerah setempat

(36)

dilakukan perbaikan sehingga keberadaan zona penyangga dan zona transisi tidak menghilangkan fungsi dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terdapat pada Cagar Biosfer Cibodas menyesuaikan dengan kemampuan lahan yang ada. Keberadaan masyarakat di wilayah tersebut tidak memasuki wilayah taman nasional untuk memanfaatkan hutan sebagai lahan pertanian. Adapun kerangka pemikiran dan operasional penelitian secara skematis diilustrasikan dalam bagan alir pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran

Cagar Biosfer Cibodas

Peningkatan Jumlah Penduduk

Peningkatan Kebutuhan Lahan

Perubahan Penggunaan Lahan

Ancaman Kerusakan Fungsi dan Ekologi Cagar

Biosfer Cibodas

Sosial Ekonomi

Fisik Wilayah

ARAHAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN CAGAR BIOSFER CIBODAS

Kajian Perubahan Penggunaan/Penutupan

(37)

18

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian

Citra Landsat

(38)

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Biosfer Cibodas Provinsi Jawa Barat (Gambar 3). Pelaksanaan penelitian dimulai pada Agustus 2011 sampai dengan Desember 2011.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

3.3. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat tahun 1999 dan 2011, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000, Peta Administrasi Skala 1 : 25.000, Peta Tanah, Peta Lereng, Peta Elevasi, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Skala 1 : 250.000, dan data Potensi Desa (Podes).

(39)

20

3.4. Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data sekunder didapat dari instansi terkait yaitu : Laporan Tahunan Tahun 2010 dan Statistik Tahun 2010 (Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango), Review Cagar Biosfer Cibodas (MAB – LIPI), Peta RBI, Peta Lereng, Peta Jenis Tanah, Peta Ketinggian dan Peta RTRW (Pemerintah Daerah), dan Data Potensi Desa (BPS). Data primer terkait ketepatan hasil analisis citra Landsat dengan kondisi sesungguhnya di lapangan didapat melalui pemeriksaan lapangan. Untuk memperoleh data informasi persepsi masyarakat mengenai perubahan penggunaan/penutupan lahan yang dapat ditoleransi di area Cagar Biosfer Cibodas dilakukan melalui metode wawancara mendalam dan/atau kuesioner. Responden yang dipilih merupakan pihak yang berkepentingan (stakeholder) terkait dengan Cagar Biosfer Cibodas yang terdiri dari akademisi, pemerintah daerah, pengelola taman nasional, dan lembaga swadaya masyarakat yang berkecimpung di Cagar Biosfer Cibodas dengan jumlah responden sebanyak 8 (delapan) orang. Tujuan, Jenis Data dan Metode Analisis yang digunakan ditampilkan pada Tabel 1.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisis Spasial Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan 3.5.1.1. Interpretasi Penggunaan/Penutupan Lahan

Interpretasi penggunaan/penutupan lahan dilakukan secara visual dengan pendekatan unsur yang meliputi : rona (berkaitan dengan warna/derajat keabuan suatu obyek), tekstur (frekuensi perubahan rona), pola (susunan keruangan (spasial arrangement) obyek), ukuran, bentuk (berkaitan langsung terhadap bentuk umum, konfigurasi atau kerangka dari obyek tunggal), bayangan dan situs (lokasi suatu obyek terhadap obyek-obyek yang lain). Kombinasi citra Landsat yang digunakan adalah 5 4 2 (RGB) karena memiliki informasi terbaik dalam klasifikasi penggunaan/penutupan lahan.

(40)

Tabel 1. Tujuan, Jenis Data dan Metode Analisis.

No. Tujuan Jenis Data Metode Analisis Output

1. - Analisa perubahan penggunaan lahan pada dua titik tahun (1999 dan 2011).

- Faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan berdasarkan persepsi masyarakat.

- Citra Landsat Multitemporal

- Kuesioner

- Interpretasi Citra

didukung dengan pemeriksaan lapang

- Overlay

- Analytical Hierarchy

Proccess (AHP)

Peta penggunaan lahan 2 titik tahun

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan

2. Mengidentifikasi bobot perubahan penggunaan/ penutupan lahan yang dapat ditoleransi berdasarkan persepsi masyarakat.

- Kuesioner - Analytical Hierarchy

Proccess (AHP)

Bobot Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan yang dapat ditoleransi

3. Memprediksi pengalokasian penggunaan/ penutupan lahan dengan pendekatan Cellular Automata (CA).

- Peta Penutupan Lahan pada t0

- Peta Perubahan Penutupan Lahan

.

4. Menyusun skenario dan arahan kebijakan pengendalian perubahan penggunaan/ penutupan lahan di Cagar Biosfer Cibodas terkait keberlanjutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

- Bobot Perubahan Penggunaan/

Penutupan Lahan yang dapat ditoleransi

- Rencana Tata Ruang Wilayah - Peraturan Perundangan Yang

(41)

22

didukung pengecekan lapang. Analisis perubahan penggunaan/penutupan lahan tahun 1999 dan 2011 menghasilkan matriks transformasi perubahan penggunaan/penutupan lahan dengan contoh matriks ditampilkan pada tabel 2.

Tabel 2. Contoh Matriks Transformasi Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tipe

3.5.1.2. Pengujian Hasil Interpretasi

(42)

(diagonal) sedangkan kappa accuracy sudah mempertimbangkan commission dan omission. Hal ini menyebabkan nilai overall accuracy memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kappa accuracy. Adapun rumus kappa accuracy adalah sebagai berikut (Jensen, 1986) :

Dimana :

Xii

X

: Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i

i+ X

: jumlah pixel dalam baris ke-i

+i

N : banyaknya pixel dalam contoh : jumlah pixel dalam kolom ke-i

r : Jumlah tipe penggunaan lahan

Pengujian hasil klasifikasi diharapkan mendapatkan nilai overall accuracy diatas 85 % (Jensen, 1986).

3.5.2. Analisis Faktor-faktor Penyebab Perubahan Pengunaan/Penutupan Lahan

Faktor penyebab perubahan penggunaan/penutupan lahan diperoleh berdasarkan persepsi masyarakat dengan menggunakan pendekatan AHP. Struktur hirarki dalam penentuan faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan/ penutupan lahan ditampilkan pada Gambar 4.

3.5.3. Prediksi Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

(43)

24

menggunakan software IDRISI dengan modul Cellular Automata Markov ( CA-Markov). Data yang diperlukan yaitu peta penggunaan lahan tahun 2011, alokasi penggunaan lahan berdasarkan hasil persepsi masyarakat mengenai perubahan perubahan/penutupan lahan yang dapat ditoleransi, matriks transisi perubahan (transitional probability/area matrix, TPM) dan moving filter. Moving filter yang digunakan adalah default dalam software Idrisi 32 dengan ukuran 5 x 5 dimana 1 grid penggunaan lahan akan ditentukan perubahannya oleh 24 grid penggunaan lahan tetangganya.

Gambar 4. Hirarki Penentuan Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan/ Penutupan Lahan.

3.5.4. Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Yang Dapat Ditoleransi dengan pendekatan Analytical Hierarchy Prosess (AHP) Metode AHP merupakan suatu metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan, sekaligus alat bantu untuk memahami kondisi suatu sistem dan melakukan prediksi melalui suatu proses. AHP juga sangat berguna dan penting sekali untuk menentukan prioritas dari beberapa faktor atau alternatif yang ada dan akan diterapkan.

Analisis AHP dilakukan melalui beberapa proses yaitu :

1. Identifikasi system : proses untuk menemukan pokok permasalahan yang akan diselesaikan, menentukan tujuan yang ingin dicapai, kriteria-kriteria

Faktor Penyebab Perubahan Penggunaan/Penutupan

Kemiringan Lereng

Ketinggian Jenis Tanah Jumlah Penduduk

Sumber Pendapatan

(44)

yang akan digunakan untuk menentukan pilihan alternatif-alternatif yang akan dipilih.

2. Penyusunan hirarki dengan melakukan abstraksi antara komponen dan dampak-dampaknya pada sistem. Bentuk abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari puncak atau sasaran utama turun ke sub-sub tujuan, kemudian turun ke pelaku (aktor) yang memberi dorongan, turun ke tujuan-tujuan pelaku, kemudian kebijakan-kebijakan, strategi-strategi dan akhirnya memberikan hasil dari strategi tersebut. Penyusunan atas struktur keputusan dilakukan untuk menggambarkan elemen sistem atas alternatif keputusan yang teridentifikasi.

3. Penyusunan matriks pendapat individu untuk setiap kriteria dan alternatif dilakukan melalui perbandingan berpasangan, yaitu perbandingan setiap elemen sistem dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan sehingga diperoleh nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kuantitatif. Skala penilaian digunakan untuk mengkuantifikasikan pendapat kualitatif tersebut sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif) sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.

Tabel 3. Skala pengisian matriks perbandingan berpasangan.

Skala Definisi Penjelasan

1 Sama penting Kedua pilihan berkontribusi sama penting terhadap tujuan

3 Moderat lebih penting Salah satu pilihan sedikit lebih

diminati dibandingkan pilihan lainnya

5 Lebih penting Salah satu pilihan lebih diminati dibandingkan pilihan lainnya

7 Sangat lebih penting

Sangat nyata lebih penting dan terbukti dari beberapa fakta sangat lebih penting dibandingkan pilihan lainnya

9 Amat sangat lebih penting

Jelas dan sangat meyakinkan jauh lebih penting dibandingkan dengan pilihan lainnya

(45)

26

Kebalik an

Jika pilihan i berbobot salah satu dari pilihan di atas dibandingkan pilihan j, maka jika perbandingan dibalik, maka menjadi nilai kebalikannya

Sumber : Saaty 1993

Nilai-nilai perbandingan yang telah dilakukan harus diperoleh tingkat konsistensinya, misalnya bila dalam melakukan perbandingan, hasil yang didapat A>B dan B>C, maka secara logis seharusnya A>C. Untuk menghitung tingkat konsistensi ini analisis AHP menggunakan rumus

consistency Ratio yaitu : dimana

4. Penyusunan matriks gabungan, pengolahan vertikal menentukan vektor prioritas sistem. Setelah consistency ratio memenuhi, dilakukan penyusunan matriks gabungan responden. Selanjutnya dilakukan pengolahan vertikal dan menentukan vektor prioritas sistem.

(46)

Gambar 5. Skema Hirarki Penentuan Bobot Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas yang Dapat Ditoleransi.

3.5.5. Analisis Deskriptif Penyusunan Skenario dan Arahan Kebijakan Pengendalian Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan

(47)

IV.

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Karakteristik Wilayah

4.1.1. Topografi

Kemiringan lereng di wilayah Cagar Biosfer Cibodas cukup bervariasi antara 0 - > 40%. Zona inti Cagar Biosfer Cibodas yaitu Taman Nasional Gunung Gede Pangrango didominasi oleh kemiringan lereng 26 – 40% (curam) dengan luasan mencapai 60,90% dari luas zona inti, sedangkan zona transisi didominasi kemiringan lereng 0 – 15 % atau datar hingga landai dengan luasan mencapai 92,21% dari luas zona transisi. Pada zona penyangga, kemiringan lereng yang dominan yaitu kemiringan lereng 8 -15% atau landai dengan luasan mencapai 37,04% dari luas wilayah zona penyangga. Secara keseluruhan wilayah Cagar Biosfer Cibodas didominasi oleh kemiringan lereng 0 – 8% dengan luasan mencapai 36,49%, dan sebaliknya kemiringan lereng > 40% hanya mencapai 2,32% dari luas wilayah. Kemiringan lereng pada wilayah Cagar Biosfer Cibodas ditampilkan pada Tabel 4 sedangkan sebaran spasial ditampilkan pada Gambar 7.

Tabel 4. Kemiringan Lereng di Wilayah Cagar Biosfer Cibodas.

No. Kelas

Sumber : diolah dari peta

(48)

> 1.500 mdpl mencakup luasan 13,29%. Tabel 11 memperlihatkan ketinggian berdasarkan zonasi cagar biosfer cibodas, dimana pada setiap zona inti didominasi oleh ketinggian > 1.500 mdpl dengan luasan 38,94% sedangkan pada zona penyangga dan transisi didominasi oleh ketinggian 500 – 1.000 mdpl. Sebaran elevasi di wilayah Cagar Biosfer Cibodas ditampilkan pada Tabel 5 sedangkan sebaran secara spasial ditampilkan pada Gambar 8.

Tabel 5. Kelas Elevasi di Wilayah Cagar Biosfer Cibodas.

No.

Sumber : diolah dari peta.

4.1.2. Tanah

Jenis tanah yang terdapat di daerah penelitian adalah inceptisol dan ultisol. Jenis tanah inceptisol merupakan jenis tanah yang paling dominan berada di Cagar Biosfer Cibodas yaitu seluas 99,79% dari luas Cagar Biosfer Cibodas, sedangkan jenis tanah ultisol merupakan jenis tanah yang paling sedikit dengan luasan hanya 0,21%. Luas jenis tanah di Cagar Biosfer Cibodas ditampilkan pada Tabel 6, sedangkan sebaran spasialnya ditampilkan pada Gambar 9.

Tabel 6. Luas Jenis Tanah di Wilayah Cagar Biosfer Cibodas.

No. Jenis

(49)

30

4.2. Rencana Tata Ruang Wilayah / RTRW

Wilayah cagar biosfer Cibodas terletak pada 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor dan Kota Sukabumi di Provinsi Jawa Barat. Rencana tata ruang wilayah Cagar Biosfer Cibodas berdasarkan pada RTRW Provinsi Jawa Barat yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat.

Pola pemanfaatan ruang penggunaan lahan Cagar Biosfer Cibodas berdasarkan RTRW Jawa Barat sebagaimana ditampilkan pada Tabel 7, sedangkan sebaran spasial ditampilkan pada Gambar 10.

Sesuai dengan informasi dari Tabel 7, alokasi penutupan penggunaan lahan untuk hutan konservasi seluas 23.777,5 ha atau 31,29%, hutan lindung 1.689 ha (2,22%), hutan produksi 327,3 ha (0,43%), permukiman 9.530,8 ha (12,54%), sawah irigasi 5.623,5 ha (7,40%), sawah tadah hujan 4.690,8 ha (6,17%), dan budidaya lain termasuk enclave 30353,9 ha (39,94%).

4.3. Administrasi

(50)

Tabel 7. Sebaran Arahan Penggunaan Lahan Cagar Biosfer Cibodas.

No. Arahan RTRWP

Zonasi Luas

Keseluruhan (ha)

%

Inti (ha) % Penyangga

(ha)

% Transisi

(ha)

%

1. Kawasan Lindung

a. Hutan Konservasi 21.323,4 87,91 2.454,1 17,91 0 0 23.777,5 31,22

b. Hutan Lindung 2.881,5 11,88 852 6,22 352,7 0,93 4.086,2 5,38

2. Kawasan Budidaya

a. Hutan Produksi 0 0 65,7 0,48 261,7 0,69 327,4 0,43

b. Permukiman 0 0 829,4 6,05 8.689,6 22,85 9.519 12,53

c. Sawah Irigasi 0 0 3,1 0,02 5.620,5 14,78 5.623,6 7,4

d. Sawah Tadah Hujan 0 0 368,7 2,69 4.311,4 11,34 4.680,1 6,16

e. Budidaya Lain 0 0 9.127,8 66,62 18.799,5 49,43 27.927,3 36,75

f. Enclave 52,1 0,21 0 0 0 0,00 52,1 0,1

Jumlah Keseluruhan 24.256,9 100 13.700,7 100 38.035,5 100 75.993,2 100

Sumber : Hasil analisis data dari Peta RTRW Provinsi Jawa Barat 2009 – 2029

(51)
(52)

Gambar 7. Peta Kemiringan Lereng pada Wilayah Cagar Biosfer Cibodas.

3

(53)

Gambar 8. Peta Elevasi pada Wilayah Cagar Biosfer Cibodas.

3

(54)

Gambar 9. Peta Jenis Tanah pada Wilayah Cagar Biosfer Cibodas.

3

(55)
(56)

4.4. Kependudukan

Jumlah penduduk yang berada dalam cagar biosfer cibodas yang terdapat pada empat kabupaten/kota pada tahun 1999 adalah sebanyak 1.139.989 jiwa. Pada tahun 2011 jumlah penduduk yang terdapat pada empat kabupaten kota yang berada di Cagar Biosfer Cibodas adalah sebanyak 1.379.591 jiwa.

Gambar 11. Perkembangan Penduduk Kabupaten/Kota yang Termasuk dalam Cagar Biosfer Cibodas.

Tabel 8. Penduduk per Kecamatan Cagar Biosfer Cibodas Tahun 1999 – 2011

Kab/Kota Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)

Tahun 1999 Tahun 2011

Bogor 288.654 365.621

Caringin 81.887 1053.35

Ciawi 65.018 86.432

Cijeruk 10.932 12.997

Cisarua 61.034 75.719

Megamendung 69.783 85.138

Cianjur 266.448 324.854

Cianjur 43.927 57.054

Cugenang 77.666 93.235

Pacet 91.096 107.214

Warungkondang 53.759 67.351

0

1999 288.654 266.448 66.371 516.517

2011 365.621 324.854 75.376 613.915

(57)

38

Tabel 8. (Lanjutan) Kota

Sukabumi 66.371 75.376

Cikole 38.593 42.923

Gunung Puyuh 27.778 32.453

Sukabumi 516.517 613.915

Caringin 34.573 40.564

Cibadak 54.083 64.687

Cicantayan 36.753 37.536

Cicurug 64.767 87.597

Cisaat 36.668 42.481

Kadudampit 41.970 50.922

Nagrak 94.041 104.377

Parung kuda 26.805 41.381

Sukabumi 36.775 35.913

Sukalarang 33.325 39.110

Sukaraja 56.757 69.347

Jumlah 1.137.990 1.379.766

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 8 menunjukkan perkembangan penduduk dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2011 pada setiap kabupaten/kota yang termasuk dalam Cagar Biosfer Cibodas. Berdasarkan pada Tabel 8 dan Gambar 11, dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk rata-rata per-tahunnya yaitu 2,22% di Kabupaten Bogor, 1,83% di Kabupaten Cianjur, 1,13% di Kota Sukabumi dan 1,57% di Kabupaten Sukabumi dan secara akumulasi untuk wilayah Cagar Biosfer Cibodas, laju pertumbuhan penduduk rata-rata pertahunnya adalah sebesar 1,77%.

4.5. Perekonomian

(58)

Tabel 9. Sumber Pendapatan Masyarakat Desa-Desa di Cagar Biosfer Cibodas Tahun 1999.

No. Kegiatan Jumlah Desa

1. Industri 2

2. Lainnya 26

3. Perdagangan 12

4. Pertanian 128

Jumlah Desa 168

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 9 dan Tabel 10 menunjukan telah terjadi perubahan sumber pendapatan masyarakat dari tahun 1999 ke tahun 2011 yaitu terjadi penurunan jumlah desa yang sumber pendapatan masyarakatnya berasal dari pertanian berubah menjadi kegiatan lainnya, selain itu beberapa desa mengalami perubahan sumber pendapatan masyarakat menjadi industri pengolahan, jasa, dan angkutan, komunikasi dan pergudangan.

Tabel 10. Kegiatan Perekonomian Masyarakat Desa-Desa di Cagar Biosfer Cibodas Tahun 2011.

No. Kegiatan Jumlah Desa

1. Angkutan, Komunikasi dan Pergudangan 1

2. Industri Pengolahan 13

3. Jasa 26

4. Perdagangan, Rumah Makan dan Akomodasi 11

5. Pertanian 117

Jumlah Desa 168

(59)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penggunaan/Penutupan Lahan Di Cagar Biosfer Cibodas Tahun 1999 dan 2011

Hasil interpretasi citra Landsat memberikan hasil Overall accuracy pada

tahun 2011 dengan ketelitian yang didapat adalah sebesar 85,5% dan kappa

accuracy 0,79.

Penggunaan/penutupan lahan pada Cagar Biosfer Cibodas terdiri dari 7

(tujuh) kelas yaitu hutan, edelweis, tegalan dan kebun campuran, permukiman,

sawah, rumput/semak belukar dan tubuh air (Tabel 11). Tegalan dan kebun

campuran menjadi satu kelas disebabkan keterbatasan penafsir dalam melakukan

interpretasi citra Landsat yaitu kemampuan yang terbatas untuk dapat melihat

perbedaan penampakan antara tegalan dan kebun campuran pada citra Landsat.

Tabel 11. Struktur Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas.

Penggunaan Lahan

Tahun 1999 Tahun 2011 Perubahan (1999-2011)

Luas (ha) % Luas (ha) % Luas (ha) Total Awal

Edelweis 58,4 0,08 58,4 0,08 0 0 0

Hutan 23.920,6 31,48 23.724,7 31,22 - 195,9 - 0,26 - 0,82

Tegalan dan Kebun

Campuran 33.630,5 44,25 29.003 38,16 - 4.627,5 - 6,09 - 13,76

Permukiman 12.304,5 16,19 15.511,9 20,41 3.207,4 4,22 26,07

Rumput/Semak

Belukar 221,2 0,29 91 0,12 - 130,2 - 0,17 - 58,86

Sawah 5.836,7 7,68 7.582,8 9,98 1.746,1 2,30 29,92

Tubuh Air 21,3 0,03 21,3 0,03 0 0 0

Jumlah 75.993,2 100 75.993,2 100 - - -

Sumber : Hasil Analisis

Tabel 11 dan Gambar 12 menunjukan bahwa penggunaan/penutupan lahan

terbesar yang terdapat di Cagar Biosfer Cibodas pada tahun 1999 adalah tegalan

dan kebun campuran, dengan luasan 23.920 ha atau 44,25% dari luas wilayah.

Penggunaan/penutupan lahan terbesar kedua pada tahun 1999 yaitu hutan dengan

(60)

tetap didominasi oleh tegalan dan kebun campuran dengan luas 38,16% dari luas

wilayah Cagar Biosfer Cibodas. Dalam hal ini penggunaan/penutupan lahan hutan

tetap berada pada urutan kedua dengan luasan 31,48%. Secara keseluruhan

penggunaan/penutupan lahan tahun 1999 dan tahun 2011 yang terdapat di Cagar

Biosfer Cibodas secara spasial ditampilkan pada Gambar 13 dan Gambar 14.

Gambar 12. Persentase Luas Penggunaan/Penutupan Lahan di Cagar Biosfer Cibodas Tahun 1999 dan 2011.

Permukiman yang terdapat pada Cagar Biosfer Cibodas terlihat menyebar

secara merata pada setiap kabupaten/kota. Permukiman yang terdapat di

Kabupaten Cianjur pada bagian utara terlihat lebih mengelompok. Hal ini

disebabkan wilayah tersebut merupakan daerah tujuan wisata yang memiliki villa

sebagai tempat peristirahatan. Selain itu, adanya Kebun Raya Cibodas juga kantor

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang merupakan tempat untuk mendaki

gunung menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk membangun

permukiman di wilayah tersebut. Adanya pusat perdagangan pada wilayah

tersebut juga menjadikan banyak masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut dan

bermukim sehingga memudahkan untuk melakukan kegiatan usaha.

Hal tersebut berbeda dengan penggunaan/penutupan lahan sawah dimana

terjadi pengelompokan keberadaan sawah secara nyata. Secara spasial, sawah

pada tahun 1999 dan 2011 banyak terdapat di wilayah kabupaten Cianjur disusul

wilayah kabupaten Sukabumi dan kabupaten Bogor. Banyaknya lahan sawah di

kabupaten Cianjur disebabkan karena wilayah tersebut memiliki topografi landai, 0,00

1999 0,08 31,48 44,25 16,19 0,29 7,68 0,03

2011 0,08 31,22 38,17 20,41 0,12 9,98 0,03

(61)

42

serta jenis tanah yang mendukung untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian

sawah serta merupakan sentra penghasil beras di Provinsi Jawa Barat.

Penggunaan/penutupan lahan tegalan dan kebun campuran terdapat di setiap

wilayah kabupaten/kota yang termasuk dalam Cagar Biosfer Cibodas. Selain itu

terdapat juga tegalan atau pertanian lahan kering yang dimanfaatkan masyarakat

dengan tanaman semusim.

Penggunaan/penutupan lahan di zona inti pada tahun 1999 didominasi oleh

hutan sebesar 89,41% kemudian secara berturut-turut tegalan dan kebun campuran

7,25%, permukiman 2,82%, edelweis 0,24%, sawah 0,22% dan rumput/semak

belukar 0,06%. Pada tahun 2011, penggunaan/penutupan lahan yaitu hutan

88,74%, tegalan dan kebun campuran 7,15%, permukiman 3,53%, sawah 0,29%,

edelweis 0,24% dan rumput/semak belukar 0,04% (Tabel 12).

Tabel 12. Struktur Penggunaan/Penutupan Lahan pada setiap Zona Cagar Biosfer Cibodas.

Penggunaan Lahan

Tahun 1999 Tahun 2011 Perubahan (1999-2011)

Inti (ha) Penyangga (ha)

Sumber : Hasil Analisis

Tabel 12 menunjukan struktur penggunaan/penutupan lahan tahun 1999 dan

tahun 2011 pada berbagai zona di Cagar Biosfer Cibodas, sedangkan secara

spasial berbagai zona Cagar Biosfer Cibodas ditampilkan pada Gambar 15, 16, 17

18, 19 dan 20.

Beragamnya penggunaan/penutupan lahan pada zona inti menunjukkan

Gambar

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 3. Skala pengisian matriks perbandingan berpasangan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Studi Korelasional Pada Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu. Widayanti,

Hasil, Seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan dapat.. memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih

Sesudah penerapan fasilitas kerja yang ergonomis, terjadi perbaikan sikap kerja pada kelompok perlakuan dan terdapat pengaruh sikap kerja terhadap keluhan muskuloskeletal

Tindakan ini terutama ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan

Perkembangan kognitif pada anak usia 4 tahun dapat ditandai dengan kemampuan. untuk mengenali kata-kata dan suara yang serupa, sudah bisa berhitung minimal

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian konsentrat terfermentasi 100% menghasilkan kadar protein, laktosa, dan bahan kering tanpa lemak (BKTL) tertinggi

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis perlu mengkaji dan meneliti permasalahan sebagai berikut ; Bagaimana kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan

Dalam penulisan ini tidak menggunakan data pada tahun 2015 karena data tersebut tidak lengkap atau belum tersedia diharapkan bagi penulis selanjutnya untuk mengambil objek