• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Morfologi Hati Trenggiling (Manis javanica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Morfologi Hati Trenggiling (Manis javanica)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN MORFOLOGI HATI TRENGGILING

(Manis javanica)

JUNANDAR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

JUNANDAR. Gambaran Morfologi Hati Trenggiling (Manis javanica). Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran morfologi hati trenggiling (Manis javanica) baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Untuk mengetahui struktur umum digunakan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE) dan pewarnaan Masson’s trichrome untuk melihat struktur jaringan ikat kolagen. Sedangkan untuk mengetahui distribusi kandungan karbohidrat asam dan netral yang dihasilkannya digunakan pewarnaan Alcian blue (AB) pH 2,5 dan Periodic Acid Schiff (PAS).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hati M. javanica berbentuk semilunar dengan permukaan diafragmatika yang sangat cembung dan permukaan viseralis yang sangat cekung. Hati M. javanica terdiri dari tujuh lobi, yaitu lobus sinister lateral, lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus dekster medial, lobus dekster lateral, lobus kaudatus dan lobus papillaris. Dengan pewarnaan HE lobulasi hati M. javanica tidak jelas, balok-balok sel hati (hepatosit) tersusun secara radier mengelilingi vena sentralis. Dengan pewarnaan Masson’s trichrome menunjukkan dinding kantung empedu terdiri dari tiga lapisan, yaitu :(1) Lapisan mukosa yang terdiri dari barisan sel epitel silindris sebaris dan lamina propia, (2) Lapisan otot polos yang terdiri dari lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler dan (3) Lapisan serosa. Dengan pewarnaan PAS, butir-butir sitoplasma hepatosit menunjukkan reaksi positif dengan memperlihatkan warna merah keunguan. Sedangkan dengan pewarnaan AB pH 2,5 menunjukkan hasil negatif. Hal menarik yang ditemukan pada hati M. javanica antara lain adanya lobus papillaris, ligamentum falciformis yang berkembang subur dan besarnya persentase perbandingan berat hati dengan berat tubuh serta bentuk kantung empedu yang mencapai tepihati.

(3)

GAMBARAN MORFOLOGI HATI TRENGGILING

(Manis javanica)

JUNANDAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Penelitian : Gambaran Morfologi Hati Trenggiling (Manis javanica) Nama Mahasiswa : Junandar

Nomor Pokok : B 04103118

Disetujui, Pembimbing

Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi Pembimbing

Diketahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan FKH IPB

(5)

PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi. selaku pembimbing yang memberikan bimbingan, dorongan, nasehat serta segala kemudahan yang diperoleh penulis mulai dari penelitian sampai penulisan skripsi ini.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Drh. Novelina Savitri, Msi, Drh. Supratikno, Dr. Drh. Nurhidayat, MS, Prof. Dr. Drh. Koeswinarning Sigit, MS, Drh. Adi Winarto Ph.d, Drh. Wahono Esthi, Msi, Ibu Sri, Kang Bayu, Ibu Nur, Bapak Maman serta semua dosen dan staf Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, atas segala bantuan yang telah diberikan, karena tanpa bantuannya penelitian ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman sepenelitian (Gofur, Asep, Sari & Mas Eko), teman-teman satu laboratorium (Reza, Valin, Basz dan Fajri), Kang Bheta, Kang Adi Bone, Alumni SMUN 1 Ciampea angkatan IV, Bobotoh 40’ dan semua pihak yang telah membantu dan memberi semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga ditujukan kepada Bapak, Umi, Aa Hery, Vuji dan Indri yang telah dengan tulus berdoa, memberikan dukungan moral dan material selama menyelesaikan pendidikan ini. Hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri atas segala nikmat yang telah diberikan.

Penulis yakin skripsi ini tiada luput dari segala keterbatasan, oleh karena itu penulis sangat berterima kasih dan menghargai saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah putera kedua dari empat bersaudara, dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juni 1985 dari pasangan bapak Syaripudin dan ibu Endeh.

Penulis mulai masuk sekolah pada tahun 1991 di Madrasah Ibtidaiyah Cigola dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Cibungbulang dan lulus pada tahun 2000. Kemudian pada tahun 2003, penulis lulus belajar di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 1 Ciampea.

(7)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Trenggiling (Manis javanica) merupakan salah satu kekayaan fauna yang ada di Indonesia. Satwa ini termasuk langka dan dilindungi, dan menurut CITES (Convention of international Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) terdaftar dalam Apendix II yang berarti dilarang diperdagangkan karena termasuk ke dalam daftar resiko rendah dan hampir punah. Populasi hewan ini di alam diduga terus berkurang, beberapa faktor yang menjadi penyebab menurunnya populasi hewan ini terutama adalah perburuan liar dan kerusakan habitat. Maraknya perburuan liar trenggiling disebabkan karena sisik dan daging hewan ini dipercaya memiliki khasiat sebagai obat, khususnya oleh masyarakat Cina.

Trenggiling hidup di hutan tropis dataran rendah, memakan semut dan rayap. Trenggiling merupakan spesies yang unik diantara mamalia lainnya, karena sisik yang menutupi seluruh bagian dorsal tubuhnya, memiliki ekor panjang yang dapat digunakan untuk berpegangan serta mimiliki lidah yang panjang sehingga membuatnya lebih mirip reptil dari pada mamalia. Trenggiling juga tidak memiliki gigi seperti halnya unggas. Menurut Attenboroug (2007) panjang tubuh trenggiling bisa mencapai 65 cm, berat tubuhnya bisa mencapai 10 kg dan penjuluran lidahnya bisa mencapai 56 cm. Trenggiling memiliki cakar yang panjang terutama pada bagian kaki depan yang memungkinkannya mengoyak sarang semut dan rayap. Trenggiling umumnya hidup nokturnal atau aktif pada malam hari, dan menggali lubang di bawah tanah untuk membuat sarang tempat tinggalnya.

(8)

Menyimpan glikogen, perubahan galaktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis dan pembentukan banyak senyawa kimia penting dari hasil antara metabolisme karbohidrat (Guyton 1990).

Gambaran morfologi hati hewan domestik telah banyak dilaporkan, tetapi studi serupa pada satwa-satwa liar, khususnya trenggiling belum dilakukan. Sedangkan data morfologi hati penting untuk dapat memberikan pengertian yang lebih baik mengenai beberapa fungsi atau kerja alat pencernaan pada spesies yang bersangkutan. Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan.

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran morfologi hati trenggiling secara makroskopis mencakup bentuk, ukuran dan keadaan lobulasi maupun mikroskopis meliputi gambaran histologi sel-sel di dalam hati dan kantung empedu.

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

Trenggiling

Di Indonesia trenggiling (Manis javanica) tersebar di pulau Sumatera, jawa, Kalimantan dan beberapa pulau kecil di kepulauan Riau, Pulau Lingga, Bangka, Belitung, Nias, Pagai, Pulau Natuna, Karimata, Bali dan Lombok (Corbet dan Hill 1992).

Nama trenggiling atau pangolin berasal dari kata “gulling” yang berarti bentuk bantal silinder, melingkar dan berguling seperti bola pada posisi bertahan (Lekagul dan Mc Neely 1977; Rahm 1990). Trenggiling merupakan mamalia yang hidup di dataran rendah, memakan semut dan rayap, tidak memiliki gigi seperti halnya unggas. Adapun tubuh bagian dorsalnya tertutup sisik, memiliki cakar dan lidah yang panjang sehingga membuatnya lebih mirip reptilia dari pada mamalia (Stone 1990; Nowak 1997). Hal inilah yang membuat trenggiling menjadi mamalia yang unik dan menarik untuk diteliti.

Trenggiling termasuk kedalam ordo Pholidota (hewan bersisik) yang hanya memiliki satu famili yaitu manidae dengan satu genus Manis (Lekagul dan Mc Neely 1977; Cobet dan Hill 1992; Rahm 1990; Nowak 1997). Terdapat tujuh spesies yaitu empat spesies tersebar di Afrika (M. tricupis, M. tetradactyla, M. gigantea dan M. temmincki) dan tiga spesies tersebar di Asia (M. javanica,

M. crassicaudata dan M. pentadactyla) (Rahm 1990). Tetapi menurut Gaubert

dan Antunes (2005) terdapat satu spesies lain yang ada di Palawan, yaitu Manis culionensis. Sebelumnya spesies ini dianggap sebagai spesis M. javanica, tetapi morfologi spesies ini menunjukkan beberapa perbedaan dengan M. javanica.

Hati

(10)

Tunas hati muncul dari usus depan bagian distal dan berproliferasi menembus septum transversum, suatu lempeng mesoderm yang terletak diantara rongga perut dan rongga dada. Tunas hati ini juga membentuk tunas empedu, dekat permuaraannya saluran hati (ductus hepaticus) dan saluran empedu (ductus cysticus) bersatu membentuk ductus choledochus yang bermuara ke duodenum.

Sel-sel epitel hati akan bercampur dengan vena vitelin dan vena umbilicus membentuk sinusoid hati. Kemudian sel-sel epitel hati tersebut membentuk hepatosit dan jaringan yang melapisi empedu. Sedangkan sel-sel hemopoetik (pembentuk sel darah), sel-sel Kupffer dan jaringan ikat berasal dari septum transversum (mesoderm). Selain fungsi hati seperti pada hewan dewasa, hati fetus memiliki fungsi sebagai pembentuk sel-sel darah (hemopoetik). Fungsi ini kemudian berangsur-angsur berkurang menjelang kelahiran (Djuwita et al. 2000).

Pada setiap spesies hewan posisi hati di ruang abdomen maupun lobulasinya bervariasi. Akan tetapi hati selalu terletak di kaudal diafragma. Menurut Chairani (1998) pada kelelawar insektivora Scotophilus kuhlii posisi hati mengarah cranioventrad, melintang dari kiri ke kanan dan menutupi sebagian besar lambung dan duodenum. Gambaran ini sama dengan hati tupai Jawa Tupaia javanica (Gustina 1999). Sedangkan menurut Dyce (2003), posisi hati di ruang abdomen pada beberapa hewan lainnya adalah sebagai berikut : Anjing terletak dibagian median tubuh, babi dan kuda sebagian besar terletak di sebelah kanan tubuh. Sedangkan pada sapi hati cenderung terletak di sebelah kanan. Hal ini karena lambung mendorong hati ke bagian kanan tubuh (Gambar i).

(11)

GAMBARAN MORFOLOGI HATI TRENGGILING

(Manis javanica)

JUNANDAR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

JUNANDAR. Gambaran Morfologi Hati Trenggiling (Manis javanica). Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran morfologi hati trenggiling (Manis javanica) baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Untuk mengetahui struktur umum digunakan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE) dan pewarnaan Masson’s trichrome untuk melihat struktur jaringan ikat kolagen. Sedangkan untuk mengetahui distribusi kandungan karbohidrat asam dan netral yang dihasilkannya digunakan pewarnaan Alcian blue (AB) pH 2,5 dan Periodic Acid Schiff (PAS).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hati M. javanica berbentuk semilunar dengan permukaan diafragmatika yang sangat cembung dan permukaan viseralis yang sangat cekung. Hati M. javanica terdiri dari tujuh lobi, yaitu lobus sinister lateral, lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus dekster medial, lobus dekster lateral, lobus kaudatus dan lobus papillaris. Dengan pewarnaan HE lobulasi hati M. javanica tidak jelas, balok-balok sel hati (hepatosit) tersusun secara radier mengelilingi vena sentralis. Dengan pewarnaan Masson’s trichrome menunjukkan dinding kantung empedu terdiri dari tiga lapisan, yaitu :(1) Lapisan mukosa yang terdiri dari barisan sel epitel silindris sebaris dan lamina propia, (2) Lapisan otot polos yang terdiri dari lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler dan (3) Lapisan serosa. Dengan pewarnaan PAS, butir-butir sitoplasma hepatosit menunjukkan reaksi positif dengan memperlihatkan warna merah keunguan. Sedangkan dengan pewarnaan AB pH 2,5 menunjukkan hasil negatif. Hal menarik yang ditemukan pada hati M. javanica antara lain adanya lobus papillaris, ligamentum falciformis yang berkembang subur dan besarnya persentase perbandingan berat hati dengan berat tubuh serta bentuk kantung empedu yang mencapai tepihati.

(13)

GAMBARAN MORFOLOGI HATI TRENGGILING

(Manis javanica)

JUNANDAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Judul Penelitian : Gambaran Morfologi Hati Trenggiling (Manis javanica) Nama Mahasiswa : Junandar

Nomor Pokok : B 04103118

Disetujui, Pembimbing

Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi Pembimbing

Diketahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan FKH IPB

(15)

PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi. selaku pembimbing yang memberikan bimbingan, dorongan, nasehat serta segala kemudahan yang diperoleh penulis mulai dari penelitian sampai penulisan skripsi ini.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Drh. Novelina Savitri, Msi, Drh. Supratikno, Dr. Drh. Nurhidayat, MS, Prof. Dr. Drh. Koeswinarning Sigit, MS, Drh. Adi Winarto Ph.d, Drh. Wahono Esthi, Msi, Ibu Sri, Kang Bayu, Ibu Nur, Bapak Maman serta semua dosen dan staf Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, atas segala bantuan yang telah diberikan, karena tanpa bantuannya penelitian ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman sepenelitian (Gofur, Asep, Sari & Mas Eko), teman-teman satu laboratorium (Reza, Valin, Basz dan Fajri), Kang Bheta, Kang Adi Bone, Alumni SMUN 1 Ciampea angkatan IV, Bobotoh 40’ dan semua pihak yang telah membantu dan memberi semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga ditujukan kepada Bapak, Umi, Aa Hery, Vuji dan Indri yang telah dengan tulus berdoa, memberikan dukungan moral dan material selama menyelesaikan pendidikan ini. Hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri atas segala nikmat yang telah diberikan.

Penulis yakin skripsi ini tiada luput dari segala keterbatasan, oleh karena itu penulis sangat berterima kasih dan menghargai saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah putera kedua dari empat bersaudara, dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Juni 1985 dari pasangan bapak Syaripudin dan ibu Endeh.

Penulis mulai masuk sekolah pada tahun 1991 di Madrasah Ibtidaiyah Cigola dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Cibungbulang dan lulus pada tahun 2000. Kemudian pada tahun 2003, penulis lulus belajar di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 1 Ciampea.

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Trenggiling (Manis javanica) merupakan salah satu kekayaan fauna yang ada di Indonesia. Satwa ini termasuk langka dan dilindungi, dan menurut CITES (Convention of international Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) terdaftar dalam Apendix II yang berarti dilarang diperdagangkan karena termasuk ke dalam daftar resiko rendah dan hampir punah. Populasi hewan ini di alam diduga terus berkurang, beberapa faktor yang menjadi penyebab menurunnya populasi hewan ini terutama adalah perburuan liar dan kerusakan habitat. Maraknya perburuan liar trenggiling disebabkan karena sisik dan daging hewan ini dipercaya memiliki khasiat sebagai obat, khususnya oleh masyarakat Cina.

Trenggiling hidup di hutan tropis dataran rendah, memakan semut dan rayap. Trenggiling merupakan spesies yang unik diantara mamalia lainnya, karena sisik yang menutupi seluruh bagian dorsal tubuhnya, memiliki ekor panjang yang dapat digunakan untuk berpegangan serta mimiliki lidah yang panjang sehingga membuatnya lebih mirip reptil dari pada mamalia. Trenggiling juga tidak memiliki gigi seperti halnya unggas. Menurut Attenboroug (2007) panjang tubuh trenggiling bisa mencapai 65 cm, berat tubuhnya bisa mencapai 10 kg dan penjuluran lidahnya bisa mencapai 56 cm. Trenggiling memiliki cakar yang panjang terutama pada bagian kaki depan yang memungkinkannya mengoyak sarang semut dan rayap. Trenggiling umumnya hidup nokturnal atau aktif pada malam hari, dan menggali lubang di bawah tanah untuk membuat sarang tempat tinggalnya.

(18)

Menyimpan glikogen, perubahan galaktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis dan pembentukan banyak senyawa kimia penting dari hasil antara metabolisme karbohidrat (Guyton 1990).

Gambaran morfologi hati hewan domestik telah banyak dilaporkan, tetapi studi serupa pada satwa-satwa liar, khususnya trenggiling belum dilakukan. Sedangkan data morfologi hati penting untuk dapat memberikan pengertian yang lebih baik mengenai beberapa fungsi atau kerja alat pencernaan pada spesies yang bersangkutan. Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan.

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran morfologi hati trenggiling secara makroskopis mencakup bentuk, ukuran dan keadaan lobulasi maupun mikroskopis meliputi gambaran histologi sel-sel di dalam hati dan kantung empedu.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Trenggiling

Di Indonesia trenggiling (Manis javanica) tersebar di pulau Sumatera, jawa, Kalimantan dan beberapa pulau kecil di kepulauan Riau, Pulau Lingga, Bangka, Belitung, Nias, Pagai, Pulau Natuna, Karimata, Bali dan Lombok (Corbet dan Hill 1992).

Nama trenggiling atau pangolin berasal dari kata “gulling” yang berarti bentuk bantal silinder, melingkar dan berguling seperti bola pada posisi bertahan (Lekagul dan Mc Neely 1977; Rahm 1990). Trenggiling merupakan mamalia yang hidup di dataran rendah, memakan semut dan rayap, tidak memiliki gigi seperti halnya unggas. Adapun tubuh bagian dorsalnya tertutup sisik, memiliki cakar dan lidah yang panjang sehingga membuatnya lebih mirip reptilia dari pada mamalia (Stone 1990; Nowak 1997). Hal inilah yang membuat trenggiling menjadi mamalia yang unik dan menarik untuk diteliti.

Trenggiling termasuk kedalam ordo Pholidota (hewan bersisik) yang hanya memiliki satu famili yaitu manidae dengan satu genus Manis (Lekagul dan Mc Neely 1977; Cobet dan Hill 1992; Rahm 1990; Nowak 1997). Terdapat tujuh spesies yaitu empat spesies tersebar di Afrika (M. tricupis, M. tetradactyla, M. gigantea dan M. temmincki) dan tiga spesies tersebar di Asia (M. javanica,

M. crassicaudata dan M. pentadactyla) (Rahm 1990). Tetapi menurut Gaubert

dan Antunes (2005) terdapat satu spesies lain yang ada di Palawan, yaitu Manis culionensis. Sebelumnya spesies ini dianggap sebagai spesis M. javanica, tetapi morfologi spesies ini menunjukkan beberapa perbedaan dengan M. javanica.

Hati

(20)

Tunas hati muncul dari usus depan bagian distal dan berproliferasi menembus septum transversum, suatu lempeng mesoderm yang terletak diantara rongga perut dan rongga dada. Tunas hati ini juga membentuk tunas empedu, dekat permuaraannya saluran hati (ductus hepaticus) dan saluran empedu (ductus cysticus) bersatu membentuk ductus choledochus yang bermuara ke duodenum.

Sel-sel epitel hati akan bercampur dengan vena vitelin dan vena umbilicus membentuk sinusoid hati. Kemudian sel-sel epitel hati tersebut membentuk hepatosit dan jaringan yang melapisi empedu. Sedangkan sel-sel hemopoetik (pembentuk sel darah), sel-sel Kupffer dan jaringan ikat berasal dari septum transversum (mesoderm). Selain fungsi hati seperti pada hewan dewasa, hati fetus memiliki fungsi sebagai pembentuk sel-sel darah (hemopoetik). Fungsi ini kemudian berangsur-angsur berkurang menjelang kelahiran (Djuwita et al. 2000).

Pada setiap spesies hewan posisi hati di ruang abdomen maupun lobulasinya bervariasi. Akan tetapi hati selalu terletak di kaudal diafragma. Menurut Chairani (1998) pada kelelawar insektivora Scotophilus kuhlii posisi hati mengarah cranioventrad, melintang dari kiri ke kanan dan menutupi sebagian besar lambung dan duodenum. Gambaran ini sama dengan hati tupai Jawa Tupaia javanica (Gustina 1999). Sedangkan menurut Dyce (2003), posisi hati di ruang abdomen pada beberapa hewan lainnya adalah sebagai berikut : Anjing terletak dibagian median tubuh, babi dan kuda sebagian besar terletak di sebelah kanan tubuh. Sedangkan pada sapi hati cenderung terletak di sebelah kanan. Hal ini karena lambung mendorong hati ke bagian kanan tubuh (Gambar i).

(21)

Pada ruminansia hati terdiri dari empat lobus yaitu lobus sinister, lobus quadratus, lobus dekster dan lobus kaudatus (Getty 1975). Menurut Chairani (1998) hati S. kuhlii terdiri dari lima lobus, yaitu lobus sinister, lobus quadratus, lobus dekster, lobus kaudatus dan lobus papillaris. Gambaran ini mirip dengan hati T. javanica (Gustina 1999). Sedangkan pada anjing hati terdiri dari tujuh lobus, yaitu lobus sinister lateral, lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus dekster medial, lobus dekster lateral, lobus kaudatus dan lobus papillaris (Getty 1975). Lobus sinister merupakan lobus terbesar pada ruminansia (Getty 1975), S. kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina 1999). Lobus terbesar kedua

adalah lobus quadratus yang berada di antara lobus sinister dan lobus dekster. Pada manusia lobus quadratus adalah nama lain dari lobus dekster sentralis (Getty 1975). Menurut Carola et al. (1976), lobus quadratus di batasi oleh kantung empedu di sebelah kanan dan ligamentum teres di sebelah kiri. Sedangkan menurut Getty (1975), lobus quadratus terletak di bawah lekukan portal dan berada di sebelah kiri dari kantung empedu dan ductus cysticus. Lobus terbesar ketiga adalah lobus dekster, pada bagian kaudal lobus dekster terdapat lobus kaudatus yang memiliki lekukan (impressio renalis) akibat tekanan dari ginjal kanan yang merupakan ciri dari lobus kaudatus. Pada hati anjing (Getty 1975), terdapat lobus papillaris yang merupakan lobus tambahan dan merupakan bagian dari lobus kaudatus yang dipisahkan oleh lekukan sekunder. Gambaran ini sama dengan hati S. kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina 1999).

(22)

Persentase berat hati terhadap berat badan pada beberapa hewan lainnya adalah sebagai berikut : Anjing sekitar 3% (Getty 1975), kelelawar pemakan serangga S. kuhlii sekitar 3,5% (Chairani 1998) dan tupai T. javanica yang juga pemakan

serangga sekitar 2,8 - 3,8% (Gustina 1999). Sedangkan pada manusia persentase berat hati adalah sekitar 2 - 2,5% (Warwick dan Williams 1973).

Salah satu fungsi hati adalah melakukan proses metabolisme protein. Fungsi metabolisme protein yang penting di dalam hati antara lain : Deaminasi asam amino, pembentukan urea untuk pembuangan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma dan interkonversi berbagai asam amino dan senyawa lain yang penting pada proses metabolisme tubuh (Guyton 1990).

Sel hati atau hepatosit merupakan sel-sel yang berbentuk poligonal (Trautmann dan Fiebiger 1957; Dellman dan Brown 1993; Ross et al. 1995). Batas antara sel hepatosit hati S. kuhlii cukup jelas (Chairani 1998), gambaran ini mirip dengan hepatosit T. javanica (Gustina 1999), namun tidak sejelas hepatosit domba dan babi (Dellmam dan Brown 1993), inti sel atau nukleus hepatosit relatif besar, berbentuk bulat dan berada di tengah. Sel hepatosit dapat memiliki lebih dari satu inti. Jumlah inti yang lebih dari satu ini dapat disebabkan oleh pembagian sitoplasma yang tidak sempurna setelah terjadi pembelahan inti atau karena adanya kemampuan hepatosit untuk mengadakan regenerasi sel ketika terjadi kematian sel akibat hepatotoksik atau karena penyakit (Trautmann dan Fiebiger 1957; Dellman dan Brown 1993; Ross et al. 1995).

Pada mamalia, umumnya hepatosit memiliki sitoplasma yang bersifat asidofilik serta mengadung butiran-butiran dan vakuola-vakuola kosong dengan ukuran bervariasi yang diduga sebagai endapan lemak (Trautmann dan Fiebiger 1957; Dellman dan Brown 1993; Ross et al. 1995). Dengan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE) sitoplasma terlihat mengambil warna merah cerah.

(23)

PAS. Menurut Kiernan (1990), pewarnaan AB digunakan untuk mendeteksi mukopolisakarida yang bersifat asam, yang umumnya dihasilkan oleh sel-sel kelenjar pada saluran pencernaan.

Celah diantara sel-sel hepatosit mengandung kapiler yang disebut sinusoid, sinusoid mengalirkan darah dari saluran portal mencapai vena sentralis. Secara umum menurut Dellman dan Brown (1993), sinusoid hati adalah kapiler yang membawa darah dari arteri hepatika lobularis dan vena porta ke dalam vena sentralis. Sinusoid hati dimulai dari sebuah perifer lobulus, berakhir di pusat lobulus yaitu ke dalam vena sentralis. Sinusoid hati merupakan pembuluh yang melebar secara tidak teratur (Junqueira et al. 1998). Sinusoid dilapisi secara tidak kontinyu oleh sel-sel endotel dan pada celah-celahnya terdapat sel Kupffer yang berfungsi sebagai sel fagositik. Sel Kupffer memiliki inti berbentuk oval dengan ukuran yang lebih kecil dan warna yang lebih pekat dibandingkan dengan inti sel hepatosit. Sitoplasma sel Kupffer relatif lebih gelap, karena berfungsi sebagai makrofag. Sitoplasma sel Kupffer berisi butiran asing dan inklusi yang berupa pecahan eritrosit di dalam hati (Frandson 1981; Ross et al. 1995).

Kantung Empedu

Semua jenis ternak kecuali kuda, memiliki kantung empedu. Cairan empedu dikeluarkan dari hati melalui saluran empedu yang kemudian diteruskan menuju bagian kranial duodenum (Frandson 1981).

Pakan yang masuk ke usus kecil, terutama yang mengandung konsentrasi lemak tinggi, mengakibatkan pengeluaran hormon yang disebut kolesitokinin dari mukosa usus kecil. Kolesitokinin akan diabsorpsi ke dalam darah, dan sewaktu mengalir ke kantung empedu akan mengakibatkan kontraksi khusus dari otot kantung empedu. Hal ini akan menghasilkan tekanan yang mendorong cairan empedu ke arah duodenum (Guyton 1990).

(24)

bermuara ke duodenum pada jarak sekitar 0,5-1 cm dari pangkal duodenum. Pada umumnya, bila dilihat secara mikroskopis semakin besar diameter suatu duktus maka tinggi epitelnya akan semakin meningkat dan menjadi silindris pada duktus hepatikus (Dellman dan Brown 1993).

Dinding kantung empedu mamalia umumnya terdiri tiga lapisan, yaitu lapis mukosa, lapis otot polos dan lapis serosa (Getty 1975; Dellman dan Brown 1993; Junqueira 1998). Lapisan otot polos kantung empedu karnivora, terutama anjing terlihat jelas terdapat dua macam lapisan otot, yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler (Trautmann dan Fiebiger 1957). Struktur lapisan otot pada kantung empedu karnivora memiliki lapisan otot paling tipis, sedangkan lapisan otot paling tebal terdapat pada sapi (Dellman dan Brown 1993). Pada T. javanica lapisan otot polos kantung empedu tidak begitu tebal, terlihat dua macam lapisan otot yaitu lapisan longitudinal dan lapisan sirkuler (Gustina 1999). Sedangkan lapisan otot polos kantung empedu S. kuhlii sangat tipis (Chairani 1998).

(25)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2006 - Agustus 2007, di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel organ yang berasal dari tiga ekor M. javanica yang telah digunakan dalam penelitian disertasi Nisa’ (2005) yang telah difiksasi dalam larutan Bouin dan disimpan dalam alkohol 70%.

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, 80%, 90%, 95%,100%, silol, parafin p.a (56 - 580C), zat-zat warna Hematoksilin eosin (HE), Masson’s trichrome (ponceau, acid fuchsin, orange-G, dan phosphotungstic), Periodic Acid Schiff (PAS), Alcian blue (AB) dan larutan resin (Entelan®, Merck).

Peralatan yang digunakan ialah peralatan bedah, perlengkapan labolatorium histologi, mikroskop dan peralatan fotografi.

Metode

Pengamatan Makroskopis

(26)

Pengamatan Mikroskopis

Untuk melakukan pengamatan mikroskopis potongan organ diproses secara standar histologi sampai menjadi blok jaringan. Organ hati dari masing-masing lobus dipotong sebesar kira-kira 1x0,5 cm, kemudian potongan organ didehidrasi untuk menarik air dari jaringan menggunakan larutan alkohol konsentrasi bertingkat 70% (24 jam), 80% (24 jam), 90% (12 jam), 95% (12 jam), absolut I (6 jam), absolut II (6 jam), absolut III (6 jam). Kemudian dilakukan penjernihan (clearing) dengan menggunakan silol. Pengulangan sebanyak 3x (silol I, II, dan III) masing-masing selama 30 menit diharapkan akan menyempurnakan proses penjernihan dan mengisi bagian-bagian jaringan atau sel. Setelah itu dilakukan proses infiltrasi dengan parafin cair I, II dan III di dalam inkubator parafin yang dimaksudkan untuk penyempurnaan proses infiltrasi. Setelah infiltrasi sempurna, selanjutnya dilakukan penanaman (embedding) jaringan untuk dijadikan blok parafin. Blok parafin dilekatkan pada potongan kayu dan disayat dengan mikrotom rotary dengan ketebalan 5 µm. Pemotongan awal (trimming) dilakukan sampai sayatan mencapai jaringan secara utuh. Hasil sayatan kemudian dilekatkan pada gelas obyek bersih yang sudah dipersiapkan dan direndam dalam alkohol 70%. Hasil sayatan diberi label, diletakkan dalam slide plate dan diinkubasi di dalam inkubator 37 - 400C selama satu malam, dan selanjutnya dilakukan pewarnaan HE untuk mengamati struktur umum hati dan kantung empedu, pewarnaan AB dan PAS untuk mengamati kandungan karbohidrat asam dan netral serta pewarnaan Masson’s trichrome untuk melihat jaringan ikat kolagen.

(27)

HASIL PENELITIAN

Pengamatan Makroskopis

Hasil pengamatan makroskopis menunjukkan bahwa hati M. javanica berbentuk semilunar, dengan permukaan diafragmatika yang sangat cembung dan permukaan viseralis yang sangat cekung (Gambar 2). Hati M. javanica dipisahkan oleh tiga incisura interlobularis menjadi tujuh lobi, yaitu lobus sinister lateral, lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus dekster medial, lobus dekster lateral, lobus kaudatus dan lobus papillaris. Lobus sinister lateral merupakan lobus terbesar pada M. javanica. Lobus terbesar kedua adalah lobus quadratus yang berada diantara lobus sinister medial dan lobus dekster medial. Lobus ini dipisahkan dari lobus sinister medial oleh incisura interlobaris disebelah kiri dan disebelah kanan ditandai dengan kantung empedu.

Lobus terbesar ketiga adalah lobus dekster lateral. Pada bagian kaudal lobus dekster lateral terdapat lobus kaudatus yang memiliki lekukan terdalam (impressio renalis). Pada salah satu sampel hati M. javanica terdapat batas yang

jelas antara lobus dekster lateral dengan lobus kaudatus (Gambar 2B). Akan tetapi pada dua sampel lainnya tidak terdapat batas yang jelas antara kedua lobi tersebut. Lobus papillaris berbentuk penjuluran kecil.

(28)

Gambar 2 Morfologi hati trenggiling (M. javanica) secara makroskopis berbentuk

semilunar dengan permukaan diagfragmatika yang sangat cembung (A) dan permukaan visceralis yang sangat cekung (B). Hati terdiri dari tujuh lobi, yaitu lobus sinister lateralis (a), lobus sininster medial (b), lobus quadratus (c), lobus dekster medial (d), lobus dekster lateral (e), lobus kaudatus (f), lobus papillaris (g), kantung empedu (h), Impressio renalis (i) merupakan lekukan terdalam pada lobus kaudatus, ligamentum falciformis (anak panah) berkembang subur, Vena cava posterior (kepala anak panah), dan Daerah porta hepatis (lingkaran). (Bar = A dan B = 1 cm).

A : Lobus sinister lateral B : Lobus sinister medial C : Lobus quadratus

D : Lobus dekster medial E : Lobus dekster lateral

(29)

Pengamatan Mikroskopis

Hati M. javanica memiliki lobulasi yang tidak jelas, Balok-balok sel hati (hepatosit) tersusun secara radier mengelilingi vena sentralis. Semakin ke bagian tepi dari lobulus, alur hepatosit semakin tidak radier dan tidak teratur. Alur hepatosit kembali radier untuk membentuk lobulus yang lainnya (Gambar 3).

Hepatosit M. javanica berbentuk poligonal, dengan deretan hepatosit mempunyai batas antar sel yang cukup jelas (Gambar 3). Inti hepatosit atau nukleus M. javanica relatif besar, berbentuk bulat dan berada di tengah. Sebuah hepatosit dapat memiliki 1 - 2 buah nukleus dan masing-masing nukleus dapat juga memiliki 1 - 2 buah nukleolus.

Sitoplasma hepatosit M. javanica bersifat asidofilik mengadung butiran-butiran dan vakuola-vakuola kosong yang diduga sebagai endapan lemak. Dengan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE) sitoplasma terlihat mengambil warna merah cerah (Gambar 4).

Gambar 3 Gambaran mikroskopis lobulasi hati M. javanica. a. Vena sentralis; b. Daerah trias hepatica terletak diantara tiga vena sentralis; c. Balok hepatosit membentuk alur radier, semakin ketepi bagian alur radier hepatosit semakin tidak jelas. (Pewarnaan HE, bar = 50 µm).

(30)

memiliki inti berbentuk oval dengan ukuran yang lebih kecil serta warna yang lebih pekat bila dibandingkan dengan inti sel hepatosit.

Gambar 4 Gambaran mikroskopis hati M. javanica. a. Vena sentralis; b. Sinusoid; c. Hepatosit dengan inti 1-2 buah; d. Butiran sitoplasma yang mengambil warna merah; e. Sel endotel; Sel Kupffer yang berwarna lebih gelap dari pada inti hepatosit (anak panah); Vakuola yang mengandung lemak dan protein (kepala anak panah). (Pewarnaan HE, bar A= 30µm dan B= 50µm).

Pada hati M. javanica gambaran epitel mukosa duktus empedu interlobularis adalah berbentuk kubus dengan inti bulat dan terletak di basal (Gambar 5). Duktus ini merupakan salah satu unsur trias hepatica. Kearah kantung empedu bentuk sel epitel semakin mendekati bentuk silindris sebaris.

Gambar 5 Daerah trias hepatica diantara lobulus hati M. javanica. a. Vena interlobularis; b. Arteri interlobularis; c. Duktus empedu interlobularis dengan sel-sel epitel berbentuk kubus; d. Vena sentralis.(Pewarnaan A = HE, B = Masson’s trichrome, bar A dan B = 50 µm).

(31)

Gambar 6 Gambaran mikroskopis hati M. javanica. a. Hepatosit; b. Inti hepatosit; butir-butir sitoplasma yang bereaksi positif terhadap pewarnaan PAS dengan mengambil warna merah keunguan (anak panah). (Pewarnaan A = Alcian blue, B = Peiodic acid Schiff, bar = A dan B = 20µm). Dinding kantung empedu M. javanica terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan mukosa, lapisan otot polos dan lapisan serosa. Mukosa dinding kantung empedu M. javanica membetuk lipatan-lipatan kearah lumen, dengan ketinggian yang tidak sama. Pada bagian pangkal kantung empedu lipatan mukosa cukup tinggi dan rapat, namun semakin ke ujung lipatan semakin rendah dan renggang.

Permukaan mukosa kantung empedu M. javanica mempunyai sel epitel berbentuk epitel silindris sebaris dengan inti yang terdapat dibagian membran basal. Lapisan propia berupa jaringan ikat yang tipis dengan pembuluh-pembuluh darah. Pada M. javanica lapisan otot polos kantung empedu tidak begitu tebal, namun dengan pewarnaan Masson’s trichrome terlihat dua macam lapisan otot, yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler (Gambar 7).

(32)

PEMBAHASAN

Pengamatan Makroskopis

Hasil pengamatan secara makroskopis memperlihatkan bahwa hati M. javanica berbentuk semilunar dan berukuran relatif besar. Bentuk semilunar

hati M. javanica mirip dengan bentuk hati anjing (Getty 1975), S. kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina 1999). Permukaan hati M. javanica dibagi atas dua bagian, yaitu facies diafragmatica yang berbatas dengan permukaan diafragma dan facies visceralis yang berbatasan dengan organ-organ viscera. Permukaan diafragmatika berbentuk cembung sesuai dengan kelengkungan dari diafragma dan dinding ventral abdomen tempat hati melekat.

Pada bagian cranial permukaan diafragmatika terdapat ligamentum falciformis yang berfungsi untuk menghubungkan hati dengan diafragma di ruang

abdomen. Pada posisi bertahan.M. javanica sering kali melingkarkan tubuhnya dan berguling seperti bola (Lekagul dan Mc Neely 1977; Rahm 1990). Sehingga diperlukan penggantung yang cukup kuat untuk menahan posisi median hati di ruang abdomen agar tetap melekat pada dinding diafragma. Diduga karena alasan tersebut menyebabkan ligamentum falciformis pada M. javanica berkembang subur. Gambaran ini tidak ditemukan pada hati anjing dan ruminansia (Getty 1975), S. kuhlii (Chairani 1998) serta T. javanica (Gustina 1999).

(33)

kiri dari kantung empedu dan ductus cycticus. Pada bagian caudal lobus dekster lateral terdapat lobus kaudatus yang memiliki lekukan terdalam (impressio renalis) pada permukaan viseralis akibat tekanan dari ginjal kanan yang

merupakan ciri khas dari lobi tersebut.

Pada salah satu sampel hati M. javanica terdapat batas yang jelas antara lobus dekster lateral dengan lobus kaudatus. Akan tetapi pada dua sampel lainnya tidak terdapat batas yang jelas antara kedua lobi tersebut. Hal ini menunjukkan adanya variasi mofologi batas kedua lobi tersebut.

Lobus papillaris berbentuk penjuluran kecil di bagian medial permukaan viseralis hati M. javanica dan merupakan bagian dari lobus kaudatus yang dipisahkan oleh lekukan sekunder. Keberadaan lobus papillaris ditemukan juga pada hati anjing (Getty 1975), S. kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina 1999). Seperti pada umumnya mamalia, kantung empedu M. javanica merupakan suatu kantung yang terletak pada fossa vesica fellea, yaitu antara lobus dekster dan lobus quadratus (Getty 1975). Posisi kantung empedu ini mirip dengan anjing, tetapi bedanya ialah pada ukuran panjang kantung empedu. Pada anjing, ujung kantung empedu biasanya tidak mencapai batas ventral hati. Pada M. javanica umumnya mencapai margo ventralis hati. Gambaran ini mirip dengan hati S. kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina 1999).

Berat hati M. javanica adalah 66,66 - 70,00 gram atau sekitar 2,4 - 3,0% dari berat badan. Apabila dibandingkan dengan mamalia lain, maka terlihat bahwa persentase berat hati M. javanica jika dibandingkan dengan berat badan cukup tinggi. Menurut Getty (1975), berat hati kuda sekitar 5 kg, kuda beban 9 kg, sapi 4,5 - 5,5 kg dan domba 550 - 700 gram. Berat ini bila dikonversikan dengan berat badan rata-rata masing-masing spesies tersebut adalah sekitar 1%. Persentase berat hati terhadap berat badan pada beberapa hewan lainnya adalah sebagai berikut : Anjing sekitar 3% (Getty 1975), kelelawar pemakan serangga S. kuhlii sekitar 3,5% (Chairani 1998) dan tupai T. javanica yang juga pemakan serangga sekitar 2,8 - 3,8% (Gustina 1999). Sedangkan pada manusia persentase berat hati adalah sekitar 2 - 2,5% (Warwick dan Williams 1973).

(34)

karnivora (pemakan daging). Berat hati masing-masing kelompok hewan tersebut adalah sekitar 1%, 2 - 2,5% dan 3% dari berat badan. Secara lebih spesifik juga dikenal hewan insektivora (pemakan serangga), piscivora (pemakan ikan) dan sebagainya. Karnivora mengkonsumsi protein dan lemak relatif lebih tinggi dibandingkan herbivora dan omnivora. Karena konsumsi protein dan lemak yang tinggi pada karnivora, maka dibutuhkan tempat yang cukup besar untuk dapat melakukan metabolisme tersebut. Diduga karena alasaan tersebut menyebabkan persentase berat hati dibanding berat badan pada karnivora relatif lebih besar dibanding hewan lain. M. javanica mempunyai persentase berat hati 2,4 - 3,0%. Persentase ini lebih mendekati karnivoa dan insektivora. M. javanica adalah pemakan semut dan rayap, hal ini menunjukkan bahwa jenis pakan serangga yang dikonsumsi oleh M. javanica kemungkinan mempunyai kandungan protein dan lemak yang tinggi.

Salah satu fungsi hati adalah melakukan sebagian besar metabolisme tubuh, seperti metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Walaupun metabolisme lemak dapat berlangsung pada hampir semua sel tubuh, aspek tertentu dari metabolisme lemak terjadi jauh lebih cepat di dalam hati dari pada di dalam sel lain. Fungsi terpenting hati pada metabolisme protein adalah : Deaminasi asam amino, pembentukan urea untuk pembuangan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma dan interkonversi berbagai asam amino dan senyawa lain yang penting pada proses metabolisme tubuh (Guyton 1990).

Pengamatan Mikroskopis

Secara mikroskopis, gambaran histologis dari lobulasi hati M. javanica tidak jelas. Septa interlobularis sangat tipis tidak dapat teramati dengan jelas, sehingga sulit melihat batas antara lobulus satu dengan yang lainnya.

Balok-balok sel hati atau hepatosit M. javanica tersusun secara radier mengelilingi vena sentralis. Semakin kearah tepi lobulus, alur hepatosit semakin tidak radier. Kemudian alur hepatosit kembali radier untuk membentuk lobulus yang lainnya.

(35)

jelas. Gambaran ini mirip dengan hepatosit S. Kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina 1999), namun tidak sejelas hepatosit hati domba dan babi

(Dellmam dan Brown 1993), inti sel atau nukleus hepatosit relatif besar, berbentuk bulat dan berada di tengah. Sebuah hepatosit dapat memiliki 1 - 2 buah nukleus dan masing-masing nukleus dapat juga memiliki 1 - 2 buah nukleolus. Jumlah inti yang lebih dari satu ini dapat disebabkan oleh pembagian sitoplasma yang tidak sempurna setelah terjadi pembelahan inti atau karena adanya kemampuan hepatosit untuk mengadakan regenerasi sel ketika terjadi kematian sel akibat hepatotoksik atau karena penyakit (Ross et al. 1995).

Sitoplasma hepatosit M. javanica bersifat asidofilik mengadung butiran-butiran dan vakuola-vakuola kosong yang diduga sebagai endapan lemak. Gambaran ini sama seperti hepatosit mamalia pada umumnya (Dellman dan Brown 1993; Ross et al. 1995). Dengan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE) sitoplasma terlihat mengambil warna merah cerah.

Pada hepatosit M. javanica ditemukan butir-butir sitoplasma yang bereaksi positif terhadap pewarnaan PAS. PAS merupakan salah satu metode untuk mendeteksi karbohidrat yang bersifat netral (Kiernan 1990). Dengan pewarnaan PAS, dapat terlihat bahwa butir-butir sitoplasma tersebut mengambil warna merah keunguan. Menurut Guyton (1990) dan Ross et al. (1995), lemak-lemak disintesis di dalam hati dan ditransfer dalam bentuk lipoprotein, sedangkan protein yang disintesis di dalam hati adalah protein plasma. Kedua protein ini bereaksi negatif terhadap pewarnaan PAS. Dengan pewanaan Alcian blue (AB) pH 2,5 menunjukkan hasil negatif. AB digunakan untuk mendeteksi mukopolisakarida yang bersifat asam (Kiernan 1990) yang umumnya terdapat pada saluran pencernaan terutama usus.

(36)

ukuran yang lebih kecil dan warna yang lebih pekat dibandingkan dengan inti sel hepatosit. Sitoplasma sel Kupffer relatif lebih gelap, karena berfungsi sebagai makrofag. Sitoplasma sel Kupffer berisi butiran asing dan pecahan eritrosit di dalam hati (Frandson 1981; Ross et al. 1995).

Gambaran histologis epitel mukosa duktus empedu M. javanica sama seperti mamalia lainnya Pada umumnya, semakin besar suatu duktus tinggi epitelnya semakin meningkat dan menjadi silindris pada ductus hepaticus (Dellman dan Brown 1993).

Mukosa dinding kantung empedu M. javanica membentuk penjuluran menyerupai vili usus. Pada bagian pangkal kantung empedu penjuluran mukosa cukup tinggi dan rapat, namun semakin ke ujung penjuluran tersebut semakin pendek dan renggang. Hal ini sebabkan karena kantung empedu dibagian ujung terisi penuh cairan empedu, sehingga dinding kantung empedu menjadi teregang dan penjuluran mukosa menjadi terlihat pendek dan renggang. Lapisan epitel mukosa terdiri atas barisan sel silindris sebaris dengan inti sel terletak dibasal.

(37)

KESIMPULAN

Hati M. javanica berbentuk semilunar, dengan permukaan diafragmatika yang sangat cembung dan permukaan viseralis yang sangat cekung. Serta dipisahkan oleh tiga incisura interlobularis menjadi tujuh lobi, yaitu lobus sinister lateral, lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus dekster medial, lobus dekster lateral, lobus kaudatus dan lobus papillaris. Adanya variasi batas antara lobus dekster lateral dengan lobus kaudatus, ligamentum falciformis yang berkembang subur dan besarnya persentase perbandingan berat hati dengan berat tubuh serta bentuk kantung empedu yang mencapai batas tepi hati. Secara mikroskopis lapisan otot polos pada M. javanica terlihat dua macam lapisan otot, yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler.

SARAN

(38)

Daftar Pustaka

Attenborough D. 2007. Ecology Asia. http://en.wikipedia.org/wiki/pangolin. [4 Agustus 2007].

Carola R, Harley JP, Noback CR. 1976. Human Anatomy and Physiology. Mc. Graw Hill Publishing Company. USA.

Chairani R. 1998. Morfologi Hati Kelelawar Pemakan Serangga. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB.

Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammal of Indomalayan Region: A Systematik Review. Natural History Museum Publikations, Oxford Univercity Press, New York.

Dellman HD, Brown EM. 1993. Text Book of Veterinary Histology. Lea & Febiber. Philadelphia. London. Pp : 161-164.

Djuwita I, Boediono A, Mohamad K. 2000. Embriologi Organogenesis. Laboratorium Embriologi. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB.

Dyce KM, Sack WO, Wansing CJ. 2003. Text Book of Veterinary Anatomy. 3rd Edition. Philadelphia : WB. Saunders.

Frandson RD. 1981. Anatomy and Physiology of Farm Animals. 3rd Edition. Lea & Febiger. Philadelphia. London.

Getty R. 1975. The Anatomy of the Domestic Animals, 5th edition. W.B Saunders Company. Philadelphia. London.

Gaubert P, Antunes A. 2005. Assesing the Taxonomic Status of the Palawan Pangolin Manis culionensis (Pholidota) Using Discrete Morfological Characters. Jurnal of Mammalogy, 86 (6): 1068-1074.

Gustina N. 1999. Morfologi Hati Tupai Jawa. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB.

Guyton AC. 1990. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Bagian 2. edisi 5. EGC. Jakarta.

Junqueira LC. 1998. Basic Histology. 7th edition. Drawer. L. California. USA. Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods. Theory and Practice.

2rd edition. Pergamon Press. Oxford.

(39)

Nisa’ C. 2005. Morphological Studies of The Stomach of Malayan Pangolin (Manis javanica) [disertasi]. Graduate School Bogor Agricultural University, Bogor .

Nowak RM. 1997. Order pholidota. dalam Walker’s Mammal of the world, 6th ed. Vol. II, The Jons Hopkins Univercity Press, Baltimore and London, pp. 1239-1242.

Rahm U. 1990. Modern Pangoin. dalam Parker, S. P. (Eds.). Gizimek’s Encyclopedia of Mammal. Vol. 2. McGraw-Hill Publishing Company, New York. pp. 630-641.

Ross MH, Romrell LJ, Kayne GI. 1995. Histology a Text and Atlas. 3rd

ed. A Waverly Company, Tokyo.

Trautmann A, Fiebiger J. 1957. Fundamentals of the Histology of Domestic Animal. Comstock Publishing Associates. Ithaca. New York.

(40)

Lampiran 1

Prosedur Pewarnaan Hematoksilin eosin (HE)

1. Proses penghilangan parafin (deparafinisasi), diikuti dengan proses rehidrasi dalam alkohol bertingkat 100%-70% masing-masing 1-3 menit. 2. Pembilasan dengan air mengalir selama 15 menit diikuti dengan

pembilasan dengan akuades selam 5 menit.

3. Perendaman dalam larutan hematoksilin selama 5-7 menit.

4. Pembilasan dengan air mengalir selama 30-60 menit diikuti dengan pembilasan menggunakan akuades selama 5 menit.

5. Perendaman dalam larutan eosin selama 30 menit. 6. Pembilasan dengan akuades selama 1 menit.

7. Pengeluaran air dari jaringan (dehidrasi) dengan alkohol bertingkat 70%-100%, proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.

(41)

Lampiran 2

Prosedur Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)

1. Proses penghilangan parafin (deparafinisasi) diikuti dengan proses rehidrasi dalam alkohol bertingkat 100%-70% masing-masing 1-3 menit. 2. Pembilasan denganair mengalir selama 15 menit diikuti dengan

pembilasan menggunakan akuades 5 menit.

3. Perendaman dalam larutan 1% periodic acid selam 10 menit. 4. Pembilasan dengan akuades 3x masing-masing 5 menit. 5. Perendaman dalam larutan reagens Schiff selama 15-30 menit. 6. Perendaman dalam campuranlarutan :

‰ 10% sodium bisulfat 10 ml

‰ 1 N HCl 10 ml

‰ DW (Aguadest) 200 cc

7. Pembilasan dengan air mengalir selama 10 menit diikuti dengan pembilasan menggunakan akuades 5-10 menit.

8. Pembilasan dengan larutan hematoksilin beberapa detik.

9. Pengeluaran air dari jaringan (dehidrasi) dengan alkohol bertingkat 70%-100%, proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.

(42)

Lampiran 3

Prosedur Pewarnaan Alcian blue (AB) pH. 2,5

1. Proses penghilangan parafin (deparafinisasi), diikuti dengan proses rehidrasi dalam alkohol bertingkat 100%-70% masing-masing 1-3 menit. 2. Pembilasan dengan air mengalir selama 15 menit diikuti dengan

pembilasan dengan akuades selam 5 menit.

3. Penurunan pH dengan asam asetat 3% selama 5 menit 4. Perendaman dalam AB pH 2,5 selama 30 menit

5. Pencucian dengan 3% asam asetat sebanyak 3 kali selama masing-masing 5 menit

6. Perendaman dalam DW (aquades) 3 kali selama masin-masing 5 menit 7. Counterstrain (nuclear pastred)

8. Perendaman dalam aquades masing-masing 2 kali selama 5 menit

9. Pengeluaran air dari jaringan (dehidrasi) dengan alkohol bertingkat 70%-100%, proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.

(43)

Lampiran 4

Prosedur Pewarnaan Masson’s trichrome

1. Deparafinasi, air mengalir, dan DW. 2. Pewarnaan Hematoksilin

3. Perendaman dalam air kran sampai warna Hematoksilin berubah menjadi biru ungu cerah, lalu dicuci dengan DW secukupnya.

4. Pewarnaan dengan Acid Fuchsin + Ponceau 2R selama 10-15 menit 5. Perendaman dalam 1% acetic acid (in DW) beberapa detik.

6. Pewarnaan dengan Orange G + Phosphotungstic acid selama 5 menit. 7. Ulangi no. 5

8. Pewarnaan dengan Light Green Beberapa detik 9. Ulangi no. 5

10.Dehidrasi dengan alkohol absolut 2 x 5 menit

11.Proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.

(44)

Lampiran 5

Data ukuran panjang, lebar dan tebal hati M. javanica

1. Lobus sinister lateral

No Jenis

2. Lobus snister medial

(45)

4. Lobus dekster medial

5. Lobus dekster lateral

(46)

7. Lobus papillaris

No Jenis kelamin

Panjang (cm)

Lebar (cm)

Tebal (cm)

1. ♀ 0,7 1,0 1,0

2. ♂ 1,5 2,0 0,5

3. ♂ 1,5 3,0 1,5

Gambar

Gambar i Posisi hati di ruang abdomen beberapa hewan: Anjing (A), Babi (B),Kuda (C) dan Sapi (D)
Gambar i Posisi hati di ruang abdomen beberapa hewan: Anjing (A), Babi (B),Kuda (C) dan Sapi (D)
Gambar 2  Morfologi hati trenggiling (M. javanica) secara makroskopis berbentuk semilunar dengan permukaan diagfragmatika yang sangat cembung (A) dan permukaan visceralis yang sangat cekung (B)
Gambar 3  Gambaran mikroskopis lobulasi hati M. javanica. a. Vena sentralis; b. Daerah trias hepatica terletak diantara tiga vena sentralis; c
+3

Referensi

Dokumen terkait

1) Desentalisasi yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah kewenangan pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan

Selain sifat anti mikroba yang terdapat pada ekstrak pegagan ini juga terdapat senyawa antioksidan yang dipercayai mampu menahan dan menangkal radikal bebas dalam

Namun kemudian dikembangkan kembali oleh Feinberg, Brown, dan Kan (2012) menjadi 5 multi domain yaitu, co-parenting memiliki lima multi domain, yaitu childrearing

Aventis Pharma yaitu Aventis Pharma adalah perusahaan farmasi global yang memiliki tekad untuk memberi arti bagi para pasien, pemilik saham, karyawan dan masyarakat luas

Namun, selulase yang diukur aktivitasnya secara langsung dari lingkungan, tanpa melalui tahap isolasi dan pemurnian akan memiliki tingkat kemurnian enzim yang

Wawanvara dengan siswa ini bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait dengan penggunaan media cerita bergambar yang diterapkan pada kelas VIII pada pelajaran Bahasa Jawa

Terdapat beberapa kelemahan dalam sistem akuntansi penerimaan premi dan pembayaran klaim habis kontrak, yaitu kasir berfungsi ganda yaitu sebagai fungsi pengeluaran

Waktu pelaksanaan bersifat flexibel sehingga jadwal training menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan kami akan mengagendakan kembali judul training jika sudah