OPTIMASI SUBSTITUSI PENGGUNAAN MINYAK TANAH UNTUK
KEBUTUHAN MEMASAK PADA SEKTOR RUMAH TANGGA
DENGAN METODE
LINEAR PROGRAMMING
ARI DWI FUJI YANTI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1
PENDAHULUAN
Latar BelakangPenggunaan energi Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Namun sebagai komoditas energi utama, keberadaan cadangan minyak bumi saat ini sudah semakin menipis.
Sedangkan jika dilihat dari struktur konsumsi energi primer, peranan minyak bumi sendiri bagi perekonomian Indonesia sampai Tahun 2003 tercatat proporsinya masih sebesar 54,4% (DESDM 2005a).
Pengguna atau konsumen seluruh energi yang ada terbagi menjadi lima sektor yaitu sektor rumah tangga, komersial, industri, transportasi dan sektor lainnya (konsumsi non-energi). Pada sektor rumah tangga, jenis energi final yang digunakannya adalah listrik, BBM, LPG, briket batubara, arang, gas kota, dan kayu bakar. Dimana energi tersebut akan digunakan untuk memasak, penerangan, ataupun untuk peralatan elektronik.
Produk BBM yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga adalah minyak tanah.Pada Tahun 2005 konsumsi minyak tanah pada rumah tangga mencapai 18% dari total konsumsi energi final.
Dengan konsumsi minyak tanah yang terus meningkat tetapi cadangan minyak bumi yang semakin menipis merupakan suatu tantangan bagi pemerintah untuk melakukan inovasi. Dan menurut DESDM (2006b) tanpa adanya inovasi, eksplorasi ataupun penemuan cadangan minyak baru, secara otomatis persediaan minyak di Indonesia hanya dapat di eksploitasi sampai sekitar 18 tahun ke depan.
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, dimana diketahui minyak bumi akan habis 18 tahun ke depan. Kemudian Gas bumi akan habis 61 tahun mendatang. Sedangkan Batubara dengan tingkat produksi 130 juta ton per tahun akan habis 147 tahun lagi.
Tabel 1 Potensi Energi Nasional 2004
Jenis Energi
Fosil Minyak Gas Batubara Sumber Daya 86,9 miliar barel 384,7 TSCF 57 miliar ton Cadangan
(Proven+Possible) 9 miliar barel 182 TSCF 19,3 miliar ton Produksi
(per Tahun) 500 juta barel 3,0 TSCF 130 juta ton Rasio Cad/Prod
(Tanpa Eksplorasi) Tahun
18 61 147
Dengan melihat potensi ketersediaan gas bumi dan batubara yang masih besar, maka
sangatlah tepat jika LPG, listrik, briket batu bara, dan gas kota lebih dioptimalkan lagi. Sehingga ke empat energi dapat digunakan sebagai energi alternatif dari minyak tanah.
Dikarenakan kurang lebih 85,8% konsumsi minyak tanah dalam rumah tangga digunakan untuk memasak maka pengoptimalan penggunaan energi untuk kebutuhan memasak pada sektor rumah tangga sangat diperlukan.
Untuk itu diperlukan suatu teknik optimasi agar didapat komposisi penggunaan energi yang optimum. Teknik optimasi sendiri sudah banyak digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang kompleks di berbagai bidang-bidang terapan. Linear Programming(LP) adalah salah satu teknik optimasi yang berkembang pesat setelah G.Dantzig pada Tahun 1947 memperkenalkan metode simpleks sebagai metode penyelesaiannya. LP merupakan alat yang sangat bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan alokasi sumberdaya secara efisien (Sugiyono 2006).
Oleh karena itu, metode Linear Programming (LP) merupakan solusi yang tepat untuk optimasi penggunaan energi pada penelitian ini. Sebab menurut Sugiyono (2006), LP mudah diaplikasikan untuk menyelesaikan persoalan yang kompleks dan hasil optimasi dapat merepresentasikan biaya penyediaan kebutuhan energi yang optimal.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh komposisi optimum penggunaan energi untuk kebutuhan memasak pada sektor rumah tangga. Dimana penggunaan energi yang optimal adalah penggunaan yang memiliki biaya total penggunaan energi paling minimum.
TINJAUAN PUSTAKA
EnergiEnergi merupakan salah satu sumber daya alam yang digunakan sebagai input produksi untuk menghasilkan barang dan jasa (DESDM 2006a). Adapun istilah lainnya mengenai energi adalah sebagai berikut:
Energi Primer
2
konversi atau proses transformasi sehingga energi ini masih belum dapat digunakan oleh konsumen.
Energi Final
Energi Final adalah energi yang disuplai dan tersedia bagi konsumen untuk diubah menjadi energi yang bermanfaat (DESDM 2004). Energi Useful
Energi Useful adalah energi yang benar-benar dimanfaatkan oleh konsumen atau pengguna. Energi ini merupakan energi final yang telah diubah dengan suatu teknologi pengguna akhir seperti alat memasak, lampu, peralatan elektronik, ketel uap, dan lain-lain. Oleh karena itu, Energi Useful melibatkan efisiensi dari alat teknologi pengguna akhir yang dapat di rumuskan :
Energi Useful = Energi Final x Efisiensi Alat Adapun efisiensi teknologi pengguna akhir untuk memasak pada rumah tangga adalah :
Tabel 2 Efisiensi Alat Memasak
Sumber: Input MOPE (DESDM 2005b)
Energi untuk Memasak
Jenis energi final yang digunakan untuk memasak pada rumah tangga antara lain adalah minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik, gas kota, dan kayu bakar. Sedangkan peralatan teknologi pada rumah tangga untuk memasak dengan energi tersebut antara lain yaitu kompor minyak, kompor LPG, kompor briket, kompor listrik, kompor gas, dan kompor (tungku) kayu bakar.
Rumah Tangga
Rumah tangga adalah kelompok konsumen energi yang akan menggunakan energinya untuk memasak, penerangan, dan peralatan rumah tangga tetapi tidak termasuk untuk kendaraan pribadi (DESDM 2006a).
Setara Barel Minyak (SBM)
Setara Barel Minyak (SBM) adalah kesetaraan kalor dengan barel dari minyak mentah (DESDM 2006a). Dan berikut konversi
satuan unit asli dari setiap energi menjadi SBM
(DESDM 2006a):
Tabel 3 Faktor Konversi Energi ke SBM
Unit Asli Pengali ke SBM
MINYAK TANAH 1 KL 5,9274
LPG 1 TON 8,5246
LISTRIK 1 Mwh 0,6130
BRIKET BATUBARA 1 TON 3,5638
GAS KOTA 1 M3 0,0063
KAYU BAKAR 1 TON 2,2979
KONVERSI ENERGI
Biaya Penggunaan Energi
Biaya penggunaan energi adalah biaya yang dikeluarkan pengguna untuk mendapat energi yang dibutuhkannya, terdiri dari biaya untuk membeli energi dan peralatan teknologi pengguna akhir termasuk dengan biaya perawatan alat tersebut.
Biaya penggunaan energi dapat dirumuskan sebagai berikut :
CT P C= + maka : ) CT P ( E C
Ei i=
∑
i i+ i∑
dengan Pi=PPi+Ti dan CTi=Ii+OMi
dimana :
C : Biaya Penggunaan Energi Z=ΣEiCi : Total Biaya Penggunaan Energi
Ei : Jumlah Penggunaan Energi-i
I : Banyak Penggunaan Energi-i Pi : Harga Eceran Konsumen Energi
PPi : Harga Jual dari Produsen Energi-i
Ti : Biaya Transportasi dan Distribusi Energi-i hingga Energi sampai ke Pengguna (seperti biaya truk minyak, keuntungan pedagang) CTi : Biaya Teknologi Pengguna Akhir
Energi-i
Ii : Biaya Investasi Teknologi
Pengguna Akhir Energi-i (Misalnya jika untuk memasak adalah biaya untuk membeli alat memasak dan investasi awal untuk menggunakan energi tersebut seperti pemasangan baru listrik, pemasangan pipa gas kota, ataupun pembelian tabung gas).
OMi : Biaya Operasi dan Perawatan
Teknologi Pengguna Akhir Energi-i (Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk operasi dan perawatan ketika menggunakan kompor tersebut) Catatan : Semua biaya di konversikan dalam
satuan yang sama yaitu Rp/SBM Sektor
Kebutuhan Energi/Jenis Peralatan
Jenis Energi Efisiensi
3 Linear Programming
Linear Programming (LP) merupakan suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis dengan memakai model matematika, dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah. Kemudian di pilih mana yang terbaik diantaranya dalam rangka menyusun strategi dan langkah-langkah kebijakan lebih lanjut tentang lokasi sumberdaya dan dana yang terbatas guna mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan secara optimal (Nasendi & Anwar1985).
Menurut Nasendi dan Anwar (1985), sistematika dari analisis dalam proses pengambilan keputusan dalam LP pada dasarnya mempunyai lima tahapan sebagai berikut :
1. Identifikasi Persoalan
a. Penentuan dan perumusan tujuan b. Identifikasi peubah yang dipakai c. Kumpulan data tentang
kendala-kendala yang menjadi fungsi kendala-kendala terhadap peubah-peubah dalam fungsi tujuan.
2. Penyusunan Model
a. Pemilihan Model yang cocok dan sesuai dengan permasalahannya b. Perumusan segala macam faktor yang
terkait di dalam model
c. Penentuan peubah-peubah beserta kaitan-kaitannya satu sama lainnya d. Penetapan fungsi tujuan dan
kendala-kendalanya dengan nilai-nilai dan parameter yang jelas.
3. Analisis Model
a. Analisis terhadap model yang telah disusun dan dipilih
b. Pemilihan hasil-hasil analisis yang terbaik (optimal)
c. Uji kepekaan dan analisis postoptimal (pasca optimasi) terhadap hasil-hasil analisis model tersebut.
4. Pengesahan Model
Analisis pengesahan model menyangkut penilaian terhadap model tersebut dengan cara mencocokkannya dengan keadaan dan data nyata, juga dalam rangka menguji dan mengesahkan asumsi-asumsi yang membentuk model secara struktural (yaitu peubahnya, hubungan-hubungan fungsionalnya, dan lain-lain).
5. Implementasi Hasil
Hasil-hasil yang diperoleh merupakan hasil-hasil analisis yang dapat dipakai dalam perumusan strategi-strategi,target-target, dan langkah-langkah kebijakan
guna disajikan kepada pengambil keputusan dalam bentuk alternatif- alternatif pilihan.
Model Dasar LP
Model dasar atau model baku LP dapat dirumuskan sebagai berikut (Nasendi & Anwar 1985):
Optimumkan fungsi tujuan (maksimumkan atau minimumkan) :
∑
= = n j j jX C Z 1, untuk j = 1,2,...,n
dengan fungsi kendala :
∑
= ≥ ≤ n j i jijX atau b a
1
,
untuk i = 1,2,...,m dan Xj≥0
Keterangan :
Cj : Parameter yang dijadikan kriteria
optimasi, koefisien peubah pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan
Xj : Peubah pengambilan keputusan atau
kegiatan (yang ingin dicari, yang tidak diketahui)
aij : Koefisien teknologi peubah
pengambilan keputusan (kegiatan yang bersangkutan) dalam kendala ke-i
bi : Sumber daya yang terbatas, yang
membatasi kegiatan atau usaha yang bersangkutan, disebut pula konstanta, atau “nilai sebelah kanan (RHS)” dari kendala ke-i
Z : Nilai Skalar kriteria pengambilan keputusan, suatu fungsi tujuan
Asumsi-Asumsi Dasar Linear Programming
Beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi LP menurut Nasendi dan Anwar (1985) adalah: (1)Linearitas
Perbandingan antara input yang satu dengan input lainnya, atau untuk suatu input dengan output besarnya tetap dan terlepas (tidak tergantung) pada tingkat produksi .
(2) Proporsionalitas
Peubah pengambilan keputusan, Xj,
berubah dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan, CjXj, dan juga pada
kendalanya, aijXj.
(3) Additivitas
Nilai parameter suatu kriteria optimasi (koefisien peubah pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan) merupakan jumlah dari nilai individu-individu Cj dalam
model LP tersebut. (4) Divisibilitas
4
pecahan-pecahan, yaitu nilai-nilai Xj tidak
perlu integer tapi boleh non integer. (5) Deterministik
Semua parameter dalam model LP tetap dan diketahui atau ditentukan secara pasti. Metode Simpleks
Metode (algoritma) simpleks adalah metode aljabar untuk menyelesaikan permasalahan LP (Render et al. 2003). Metode ini merupakan prosedur perhitungan yang berulang (iteratif) dimana setiap iterasi berkaitan dengan 1 pemecahan dasar (Taha 1996).
Secara garis besar langkah-langkah algoritma simpleks pada LP dapat dilihat pada Lampiran 15. Namun untuk langkah-langkah yang lebih rinci adalah sebagai berikut : ¾Algoritma Simpleks Untuk Kasus Maksimasi
(Render et al. 2003):
1. Formulasikan masalah LP dalam fungsi obyektif dan kendalanya.
2. Tambahkan variabel slack untuk setiap kendala kurang atau sama dengan (≤) dan juga pada fungsi oyektifnya.
3. Buat inisial tabel simpleks dengan variabel slack pada basis dan variabel keputusan yang diatur untuk sama dengan nol. Hitung nilai Zj dan Cj-Zj untuk tabel ini.
4. Lakukan 5 tahapan ini sampai solusi optimal tercapai :
1. Pilih variabel dengan nilai Cj-Zj positif
terbesar untuk memasuki solusi. Ini merupakan pivot column.
2. Tentukan komposisi variabel solusi untuk digantikan dan pivot row dipilih dari baris yang memiliki nilai rasio dari quantity dengan tingkat substitusi pivot column terkecil (non negatif). Baris ini merupakan pivot row.
3. Hitung nilai baru untuk pivot row 4. Hitung nilai baru untuk baris lainnya 5. Hitung nilai Zj dan Cj-Zj untuk tabel
ini. Jika terdapat Cj-Zj nilainya lebih
dari nol, maka kembali ke tahap (a). Jika tidak ada, maka solusi optimal sudah tercapai.
¾Algoritma Simpleks Untuk Kasus Minimasi (Render et al. 2003):
1. Formulasikan masalah LP dalam fungsi obyektif dan kendalanya.
2. Tambahkan variabel slack untuk setiap kendala kurang atau sama dengan (≤), variabel artificial pada setiap kendala, dan surplus dan variabel artificial pada setiap kendala lebih atau sama dengan. Kemudian tambahkan variabel tersebut pada fungsi oyektifnya.
3. Lakukan langkah 3 – 4(e) seperti pada kasus maksimasi. Hanya saja 4(e) akan optimal ketika tidak terdapat lagi nilai Cj -Zj kurang dari nol. Jika terdapat Cj-Zj
kurang dari nol maka kembali tahap 4(a). Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas adalah suatu analisis untuk mengetahui bagaimana sensitifnya nilai solusi optimum terhadap asumsi model dan perubahan data. Analisis ini juga sering disebut dengan analisis pasca-optimasi (Render et al. 2003).
Analisis sensitivitas terdiri dari analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan dan analisis sensitivitas parameter nilai ruas kanan kendala atau right-hand side (RHS). Analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan memberikan informasi sampai sejauh mana koefisien fungsi tujuan boleh berubah tanpa harus mempengaruhi nilai solusi optimum. Sedangkan analisis sensitivitas RHS memberikan informasi mengenai sampai sejauh mana RHS suatu kendala boleh berubah tanpa harus mengubah dual price-nya.
Dual price atau dapat disebut juga dengan shadow price adalah peningkatan nilai fungsi tujuan yang dihasilkan dari setiap peningkatan satu unit RHS fungsi kendala (Render et al. 2003).
Variabel slack atau surplus mereprensentasikan kelebihan atau kekurangan penggunaan dari sumberdaya yang tersedia.
Reduced cost menyatakan jumlah penyesuaian yang harus dilakukan terhadap fungsi tujuan yang bersangkutan agar variabel tersebut menguntungkan (Taha 1996).
Analisis Regresi Linier Sederhana
Persamaan regresi linier sederhana menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan, antara satu peubah bebas (X, independent variable) dan satu peubah tak bebas (Y, dependent variable), dimana hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai satu garis lurus. Adapun hubungan antara kedua peubah tersebut dituliskan dalam bentuk persamaan : Yi=β0+β1X1i+εi
dimana : Y = Peubah tak bebas,
X = Peubah bebas,
β0 = Intersep, β1 = Kemiringan
Dengan asumsi yang mendasari model :
(i) εi menyebar saling bebas mengikuti
sebaran Normal (0,σ2) (ii) εi memiliki ragam homogen
5
Analisis Ragam
Analisis ragam bertujuan untuk menguji pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas secara simultan dengan menggunakan uji F. Adapun penguraian komponen ragam dari regresi linier berganda sebagai berikut :
Tabel 4 Struktur analisis ragam dari regresi linier sederhana Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) F-hitung
Regresi 1 (n-1)b2
Sx 2 1 JKR KTR= KTG KTR
Galat n-2 (n-1)(Sy
2 -bSx
2
) (n-2)
JKG KTG=
Total n-1 (n-1)Sy 2
Bentuk hipotesis yang diuji dari analisis ragam diatas adalah :
H0 : β1 = 0
H1 : β1 ≠ 0
Hipotesis nol ditolak jika nilai Fhitung> Fα,(1,(n-2))
atau nilia-p < α. Maka jika hipotesis nol di tolak berarti peubah bebas yang dilibatkan dalam model regresi linier berganda tersebut berpengaruh langsung terhadap peubah tak bebas.
Pengujian Hipotesis Parameter Regresi Ujian hipotesis parameter regresi bertujuan untuk melihat pengaruh bebas secara parsial yang dapat diuji dengan t-student. Bentuk hipotesis parsialnya :
H0 : β1 = 0
H1 : β1 ≠ 0
Statistik ujinya dapat dirumuskan :
β − β = ˆ 2 i S k ˆ t
Hipotesis nol akan ditolak bila t(n-2) > t-tabel(n-2)
atau nilai-p < α yang menunjukkan bahwa peubah bebas memiliki pengaruh terhadap peubah tak bebasnya pada taraf α.
Keterandalan Model
Keterandalan model yang diperoleh dapat dilihat dari kemampuan model menerangkan keragaman nilai peubah Y. Ukuran ini sering disebut dengan koefisien determinasi (R2). Dimana semakin besar R2 berarti model semakin mampu menerangkan perilaku peubah Y.
BAHAN DAN METODE
BahanSecara umum data diperoleh dari Handbook Statistik Ekonomi Energi Indonesia
2006, Pusat Data dan Informasi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Sedangkan data-data pendukung lainnya didapat dari asumsi-asumsi yaitu sebagai berikut :
Asumsi Dasar Data
Produksi untuk memasak pada rumah tangga
Produksi energi yang tersedia untuk memasak rumah tangga Tahun 2005 didapat dari besar produksi domestiknya dikurangi oleh konsumsi non rumah tangga dan konsumsi rumah tangga non memasak. Sebab diasumsikan penggunaan sektor non rumah tangga dan non memasak pada rumah tangga sudah optimal.
Proporsi Penggunaan untuk Memasak Berdasarkan kajian Structure of Final Energy Demand in Household Sector dalam “Comprehensive Assessment of Different Energy Sources for Electrucity Generation in Indonesia 2002”, diperoleh proporsi penggunaan minyak tanah pada rumah tangga untuk memasak adalah sebesar 85,8% dari total penggunaan minyak tanah pada rumah tangga. Dan proporsi penggunaan listrik untuk memasak adalah sebesar 4,1% dari total penggunaan listrik pada rumah tangga. Perhitungan ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Proporsi ini di asumsikan tetap untuk tahun-tahun berikutnya.
Rata-rata penggunaan energi setiap rumah tangga per bulan
Dari kajian tersebut juga diperoleh kebutuhan penggunaan energi setiap rumah tangga per bulan yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Dan penggunaan energi untuk memasak setiap rumah tangga per bulan ini di asumsikan tetap untuk tahun-tahun berikutnya. Sedangkan penggunaan energi rumah tangga untuk perhitungan biaya penggunaan energi terdapat pada Lampiran 1b. Ini merupakan hasil pembulatan dari rata-rata penggunaan energi setiap rumah tangga per bulan pada Lampiran 6.
Biaya distribusi dan transportasi
Biaya distribusi dan transportasi energi mulai dari produsen sampai ke pengguna, diasumsikan 20% dari harga jual produsen. Sedangkan untuk impor minyak tanah dan LPG, biayanya menyesuaikan dengan biaya untuk MT atau LPG dalam negeri.
6
dari harga alat memasak tersebut. Pertumbuhan Penduduk
Diasumsikan pertumbuhan penduduk setelah Tahun 2005 adalah 1,3% per tahun. Persentase ini didapat dari rata-rata peningkatan penduduk dari Tahun 1993 sampai Tahun 2005.
Skenario Harga
Diasumsikan karena adanya inflasi maka terjadi kenaikan biaya penggunaan 10% per tahun dari biaya penggunaan Tahun 2005. Skenario Produksi
Karena kebutuhan akan energi pada rumah tangga terus meningkat maka produksi energi pun perlu ditingkatkan. Oleh karena itu dilakukan skenario produksi. Untuk LPG, listrik, briket batubara, gas kota pada Tahun 2008 produksinya diasumsikan tetap (100% dari produksi Tahun 2005). Ini dikarenakan hasil produksi tidak dapat langsung meningkat dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun.
Sedangkan pada Tahun 2010, keempat energi tersebut sudah menjadi 140% dari produksi Tahun 2005. Sebab diasumsikan sudah dibangun kilang atau pembangkit baru. Dimana pembangunan kilang atau pembangkit baru dapat menghasilkan 30% dari produksi sebelumnya dalam kurun waktu tiga tahun.
Selanjutnya untuk Tahun 2015, LPG, listrik, briket batubara, gas kota menjadi 200% dari produksi Tahun 2005. Peningkatan yang cukup besar ini ditujukan agar energi alternatif tersebut dapat memenuhi kebutuhan energi Tahun 2015 yang semakin meningkat.
Sedangkan minyak tanah dan kayu bakar dari tahun ke tahun produksinya semakin menurun. Sebab diasumsikan potensi ketersediaannya semakin menurun.
Maksimum Penggunaan Impor
Karena juga diperlukan infrastruktur sebelum dapat distribusikan pada konsumen maka tidak memungkinkan untuk impor melebihi 30% dari produksi energi yang bersangkutan.
Metode
Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah : 1.Identifikasi persoalan
(a) Identifikasi energi untuk memasak (b) Persiapan Data Optimasi
- Konsumsi dan produksi energi rumah tangga untuk memasak pada tahun dasar (2005)
- Penghitungan biaya penggunaan masing-masing energi (Rp/SBM) - Penghitungan kebutuhan EU untuk
memasak dari data pemakaian energi final pada rumah tangga pada Tahun 1993 sampai Tahun 2005
- Pendugaan kebutuhan EU Tahun 2008, 2010, dan 2015 dengan metode regresi linier dari data pertumbuhan penduduk Indonesia dan EU Tahun 1993-2005
- Skenario produksi untuk Tahun 2008, 2010 dan 2015
- Skenario harga (biaya penggunaan) untuk Tahun 2008, 2010 dan 2015 2.Penyusunan model dengan memilih model
yang cocok dan menentukan fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendalanya untuk Optimasi Tahun 2008, 2010 dan 2015.
3.Pemeriksaan asumsi-asumsi model.
4. Analisis model dan Interpretasi hasil analisis Linear Programming. Adapun tahapannya sebagai berikut :
(i) Interpretasi hasil Analisis model untuk Optimasi Tahun 2008 dengan harga riil (ii) Interpretasi hasil Analisis model untuk
Optimasi dengan MT dan List yang disubsidi
(iii) Analisis sensitivitasnya untuk Optimasi Tahun 2008 dengan harga riil
(iv) Analisis sensitivitasnya untuk Optimasi Tahun 2008 dengan MT & List disubsidi (v) Simulasi Optimasi 2008 dengan
perubahan Biaya Penggunaan MT (a) Analisis model optimasi energi
Tahun 2008 dengan persentase subsidi minyak tanah dan listrik diturunkan
(b) Interpretasi hasil dan sensitivitasnya (c) Analisis (a) tetapi biaya MT
dinaikan (subsidi diturunkan lagi)
(d) Interpretasi hasil dan
sensitivitasnya(c)
(e) Ulang (c) dan (d) sampai sensitivitas menunjukkan hasil optimasi berlaku untuk kenaikan biaya MT yang tak terhingga (infinity)
(vi) Interpretasi hasil Analisis model optimasi energi Tahun 2010 dengan harga riil
(vii)Interpretasi hasil Analisis model optimasi energi Tahun 2015 dengan harga riil
(viii) Analisis sensitivitasnya untuk Optimasi 2010 dan 2015
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Persoalan
Penggunaan Energi Memasak
Dari komposisi penggunaan energi yang ditampilkan pada Gambar 1, terlihat energi yang paling banyak digunakan dalam rumah tangga untuk memasak adalah kayu bakar (80%). Kemudian diikuti 18% penggunaan minyak tanah. List 0,4% LPG 1,6% KyB 79,7% BBt 0,0% GsK 0,0% MT 18,2%
Gambar 1 Penggunaan Energi Final Untuk
Memasak Pada Rumah Tangga Tahun 2005
Sedangkan penggunaan LPG, listrik, briket batubara, dan gas kota masih sangat rendah. Bahkan jika dikumulatifkan keempat energi ini masih dibawah 5 % dari total pengunaan. Rincian Penggunaan Energi 2005
Berdasarkan asumsi yang telah dijelaskan pada asumsi dasar data maka berikut konsumsi atau penggunaan energi pada rumah tangga pada Tahun 2005. Dan berikut juga ditampilkan produksi energi yang dialoksikan untuk memasak pada rumah tangga :
Tabel 5 Konsumsi dan Produksi Energi pada
Rumah Tangga Tahun 2005
ENERGI KONSUMSI PRODUKSI 59.459.394 SBM 42.341.850 SBM 10.031.277,4 KL
51.016.160 SBM 33.898.616 SBM 8.606.836,1 KL
4.462.117 SBM 11.585.606 SBM 523.440,0 TON
25.246.557 SBM 37.678.352 SBM 41.185.247,9 MW h
1.035.108 SBM 13.466.904 SBM 1.688.595,2 MW h
90.440 SBM 100.556 SBM 25.377,4 TON
118.608 SBM 121.590 SBM 18.826.666,7 M3
223.060.198 SBM -97.071.325,1 TON Gas Kota Kayu Bakar MT (Masak) LIST(Masak) Minyak Tanah LPG Listrik Briket Batubara
Perhitungan Biaya Penggunaan Energi Biaya penggunaan energi untuk memasak pada rumah tangga adalah total biaya
penggunaan dari minyak tanah, LPG, briket batubara, listrik dan kayu bakar, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
NBBt ILPG IMT KyB GsK List BBt LPG MT C . NBBt C . ILPG C . IMT C . KyB C . GsK C . List C . BBt C . LPG C . MT Z + + + + + + + + = dimana :
Z=ΣCi : Total Biaya Penggunaan Energi
Ci : Biaya Penggunaan Energi-i per Satuan
MT : Penggunaan Minyak Tanah LPG : Penggunaan LPG
BBt : Penggunaan Briket Batubara List : Penggunaan Listrik GsK : Penggunaan Gas Kota KyB : Penggunaan Kayu Bakar
IMT : Penggunaan Minyak Tanah Impor ILPG : Penggunaan LPG Impor
NBBt : Penggunaan Briket Batubara yang baru (New BBt)
Adapun rincian perhitungan biaya penggunaan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan berikut ringkasan hasil akhir perhitungan biaya penggunaan untuk masing-masing energi :
Tabel 6 Harga Jual Energi dan Biaya Penggunaannya
Satuan
PP_i/Satuan C_i/Satuan C_i/SBM MT RP/Ltr 6.480,0 7.817,7 1.318.903,2 MTSubs RP/Ltr 2.061,0 2.514,9 424.278 LPG Rp/Kg 4.250,0 5.290,5 620.613 LIST Rp/KWh 970,00 1.003,0 1.636.175 ListSubs Rp/KWh 563,05 596,0 972.309 BBt Rp/Kg 1.300,0 1.576,7 442.412 GsK Rp/M3 1.150,0 1.406,0 223.167 KyB Rp/Kg 300,0 302,2 131.500 IMT RP/Ltr 4.194,3 4.648,2 784.190 ILPG Rp/Kg 5.690,9 6.731,4 789.639 NBBt Rp/Kg 1.300,0 1.576,7 442411,658
Biaya Penggunaan Harga Jual
Produsen i
Kebutuhan Energi Useful
Kebutuhan Energi Useful (EU) untuk memasak adalah energi yang benar-benar digunakan untuk memasak sehingga perhitungannya diperoleh dari perkalian energi yang digunakan dengan efisiensi alat memasaknya. Untuk mengetahui energi useful pada tahun tertentu maka energi yang digunakan adalah jumlah penggunaannya pada tahun tersebut. Berikut ilustrasi perhitungan kebutuhan energi useful untukTahun 2005 : Kebutuhan EU Tahun 2005 = 0,4 MT0 + 0,62
LPG0 + 0,65 List0 + 0,25 BBt0 + 0,60
GsK0 + 0,125 KyB0 = 51.822.100 SBM
Keterangan :
(i) Indeks “0” menunjukan penggunaan Tahun 2005
8
Adapun hasil perhitungan kebutuhan EU untuk Tahun 1993-2005 terlampir pada Lampiran 5.
Pendugaan Kebutuhan Energi Useful
Dari data penduduk dan pemakaian energi final pada rumah tangga dari Tahun 1993-2005 dilakukan analisis regresi linier sederhana. Sehingga kebutuhan energi useful di duga melalui persamaan berikut :
Penduduk
EUThn−x=α+β ... (1)
dimana:
EUThn-x : Kebutuhan Energi Useful untuk
Memasak pada Rumah Tangga Tahun-x (SBM)
α : Intersep
Penduduk : Jumlah Penduduk Tahun-x (Jiwa)
β : Koefisien Penduduk Berikut ini output analisis regresi tersebut :
Dari hasil analisis regresi model didapat model berikut:
EUTahun-x = - 43626983 + 0,437 PendudukTahun-x
Nilai-p pada uji kedua parameter regresi yang kurang dari 5%, menunjukkan intersep(α) dan Penduduk(β) memiliki pengaruh terhadap EU Memasak. Dengan koefisien determinasi(R2) sebesar 98,9% menunjukkan model ini dapat diandalkan.
Dengan asumsi penduduk meningkat 1,3% per tahun, maka dengan model regresi tersebut didapat dugaan besar kebutuhan EU Tahun 2008, 2010 dan 2015. Hasil pendugaan EU tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 7 Jumlah Penduduk dan Energi Useful Tahun Penduduk EU Masak
(jiwa) (SBM) 2005 219.893.000 51.822.097 2008 222.751.609 56.262.825 2010 225.647.380 58.876.841 2015 228.580.796 65.715.088
Dari Tabel 7 diketahui, kebutuhan Energi Useful(EU) untuk memasak pada rumah tangga dengan penduduk 222.751.609 jiwa adalah
56.262.825 SBM. Kemudian, kebutuhan EU untuk Tahun 2010 dan Tahun 2015 adalah 58.876.841 dan 65.715.088 SBM.
Skenario Produksi
Untuk memenuhi kebutuhan energi memasak pada rumah tangga tahun ke depan maka produksi masing-masing energi saat ini tidak akan mencukupi bila tidak ada tambahan kilang atau pembangkit baru. Oleh karena itu, dilakukan skenario produksi untuk setiap energi.
Sebagai energi alternatif yang cadangannya masih banyak maka LPG, List, BBt, GsK akan ditingkatkan produksinya seperti yang ditampilkan pada Tabel 8. Sedangkan produksi minyak tanah dan kayu bakar akan menurun. Hal ini disebabkan cadangan kedua energi tersebut semakin menipis. Kemudian untuk impor minyak tanah (IMT) dan impor LPG (ILPG) dibatasi 30% dari produksi domestiknya.
Tabel 8 Produksi Tahun 2008, 2010, 2015 dan Persentasenya dari Produksi Tahun 2005
ENERGI Tahun 2008 Tahun 2010 Tahun 2015 MT 33.898.617 30.508.755 23.729.032
100% 90% 70%
LPG 11.585.606 16.219.849 23.171.212 100% 140% 200% LIST 13.466.849 18.853.588 26.933.698
100% 140% 200% BBt 100.556 140.779 201.112
100% 140% 200% GsK 121.590 170.226 243.180
100% 140% 200% KyB 223.060.200 200.754.200 178.448.158
100% 90% 80%
IMT 10.169.585 9.152.627 7.118.710 30% MT 30% MT 30% MT ILPG 3.475.682 4.865.955 6.951.364
30% LPG 30% LPG 30% LPG NBBT 20.111
20% BBt
Tabel 8 menampilkan persentase produksi masing-masing energi di Tahun 2008, 2010, dan 2015 sedangkan untuk jumlah produksinya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Dari Tabel 8 diketahui pada Tahun 2008 seluruh energi tidak ada peningkatan dari produksi Tahun 2005. Sebab diasumsikan sampai Tahun 2008 belum ada tambahan atau peningkatan produksi. Tetapi tidak untuk briket, pada Tahun 2008 briket memungkinkan adanya produksi baru (new). Dengan produksi hanya terbatas 20% dari produksi yang sudah ada (existing).
9
pula produksi kayu bakar mengalami penurunan. Ini dikarenakan potensi kertersediaan kayu bakar juga menurun, misalnya akibat semakin meningkatnya lahan yang di ubah untuk tempat pemukiman.
Kemudian pada Tahun 2015, karena seiring meningkatnya penduduk dan perekonomian Indonesia, mengakibatkan kebutuhan energi Tahun 2015 semakin besar. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan maka produksi energi alternatif dari minyak tanah perlu jauh lebih ditingkatkan lagi dibanding Tahun 2010. Maka, LPG, listrik, briket batubara dan gas kota untuk Tahun 2015 ditingkatkan dalam skala yang lebih besar lagi yaitu 200% dari produksi Tahun 2005. Pada Tahun 2015, produksi LPG menjadi 23.171.212 SBM dan begitu pula untuk ketiga energi alternatif lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 8. Sedangkan minyak tanah akan menurun 20% dari Tahun 2010 atau menjadi 23.729.032 SBM. Dan kayu bakar juga akan menurun sehingga ketersediaannya hanya tinggal 80% dari Tahun 2005.
Skenario Harga
Dengan asumsi terjadi inflasi harga maka biaya penggunaan masing-masing energi pada Tahun 2008, 2010 dan 2015 meningkat. Berikut skenario kenaikan biaya penggunaan tersebut:
Tabel 9 Biaya Penggunaan Energi dan Persentase Kenaikannya dari Biaya Tahun 2005 (Rp/SBM)
(Rp/satuan) Rp/ SBM MT SUBS Rp2.514,87 424.278,21 551.561,67
30%
MT RIIL Rp6.480,00 1.318.903,17 1.714.574,12 1.978.354,76 2.637.806,35 30% 50% 100% LPG Rp5.290,48 620.612,84 806.796,69 930.919,26 1.241.225,67
30% 50% 100% LIST SUBS Rp596,03 972.309,08 1.264.001,81
30%
LIST RIIL Rp1.002,98 1.636.175,32 2.127.027,91 2.454.262,97 3.272.350,63 30% 50% 100% BBt Rp1.576,67 442.411,66 575.135,16 663.617,49 884.823,32
30% 50% 100% GsK Rp1.405,95 223.167,04 290.117,16 334.750,57 446.334,09
30% 50% 100% KyB Rp302,17 131.500,03 170.950,04 197.250,04 263.000,05
30% 50% 100% IMT Rp4.648,21 784.189,74 1.019.446,67 1.176.284,62 1.568.379,49
30% 50% 100% ILPG Rp6.731,36 789.638,95 1.026.530,63 1.184.458,42 1.579.277,90
30% 50% 100% NBBT Rp1.576,67 442.411,66 575.135,16
30%
Tahun 2015 ENERGI Biaya 2005 Tahun
2008 Tahun 2010
Dari Tabel 9, terlihat pada Tahun 2010 dan 2015 biaya penggunaan riil untuk minyak tanah
dari Rp.1.978.354/SBM meningkat menjadi Rp.2.637.806/SBM.
Penentuan Kendala-Kendala Permasalahan Tujuan penerapan metode LP dalam penelitian ini adalah mendapatkan biaya penggunaan energi paling minimum pada periode untuk satu tahun, maka kendala-kendala untuk optimasi ini antara lain sebagai berikut :
1) Total kebutuhan energi useful (EU) minimal sama dengan total kebutuhan EU tahun yang bersangkutan. Kebutuhan energi useful dimaksudkan agar teknologi pengguna energi per jenis energi dapat dikompetisikan secara seimbang karena akan diperoleh kondisi energi yang benar-benar digunakan dari setiap pemanfaatan energi tersebut.
2) Penggunaan masing-masing energi tidak lebih dengan jumlah produksi yang telah diskenariokan dalam satu tahun tersebut. 3) Dikarenakan LPG, listrik, briket batubara,
dan gas kota diharapkan penggunaannya meningkat dari sebelumnya maka penggunaannya minimal sama dengan penggunaan tahun dasar atau tahun sebelumnya.
4) Penggunaan minyak tanah dan kayu bakar tidak melebihi dari penggunaannya Tahun 2005 atau tahun sebelumnya karena produksi keduanya menurun.
Penyusunan Model
Perumusan Fungsi Tujuan dan Kendala Adapun fungsi tujuan dan kendala dari masing-masing optimasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Optimasi Tahun 2008
Dengan fungsi tujuan minimisasi biaya penggunaan energi, maka fungsi tujuannya sebagai berikut :
(1) Optimasi dengan Harga Riil (Tanpa Subsidi)
CTOTAL = 1.714.574,1 MT + 806.796,7 LPG
+ 2.127.027,9 List + 575.135,2 BBt + 290.117,2 GsK + 170.950 KyB+ 1.019.446,7 IMT+ 1.026.530,6 ILPG+ 575.135,2 NBBT (2) Optimasi dengan kondisi saat ini (Harga
Subsidi untuk MT (Rp. 2.061/liter) dan List (Rp. 563,05/kwh))
CTOTAL = 551.561,7 MT + 806.796,7 LPG +
10
Sedangkan untuk fungsi kendala dari optimasi energi Tahun 2008 adalah :
(1) Keb EU Optimum 2008 ≥ 56.262.825 SBM (2) Minimum Penggunaan ≤Energi≤Produksi
(a) MT ≤ 33.898.620 SBM
(b) 4.462.117 ≤ LPG ≤ 11.585.610 SBM (c) 1.035.109 ≤ List ≤ 13.446.900 SBM (d) 90.440 ≤ BBt ≤ 100.556 SBM (e) 118.608 ≤ GsK ≤ 121.590 SBM (f) KyB ≤ 223.06.200 SBM (g) IMT ≤ 10.169.585 SBM (h) ILPG ≤ 3.475.682 SBM (i) NBBt ≤ 20.111 SBM Optimasi Tahun 2010
Dengan adanya peningkatan biaya penggunaan, produksi energi dan kebutuhan energi useful rumah tangga untuk memasak maka fungsi tujuan dan fungsi kendala untuk Tahun 2010 berbeda dari Tahun 2008. Optimasi yang dilakukan adalah optimasi dengan harga riil pada setiap energi. Berikut fungsi tujuan optimasi energi Tahun 2010 : CTOTAL = 1.978.354,8 MT + 930.919,3 LPG
+ 2.454.263 List + 663.617,49 BBt + 334.750,6 GsK + 197.250 KyB+ 1.176.284,6 IMT+ 1.184.458,4 ILPG
dengan fungsi kendala sebagai berikut : (1) Keb EU Optimum 2010 ≥ 58.876.841 SBM (2) Minimum Penggunaan ≤Energi≤Produksi
(a) 0 ≤ MT ≤ 30.508.755,2 SBM (b) 4.462.117 ≤ LPG ≤ 16.219.849 SBM (c) 1.035.109 ≤ List ≤ 18.853.588 SBM (d) 90.440 ≤ BBt ≤ 140.778,65 SBM (e) 118.608 ≤ GsK ≤ 170.226 SBM (f) 0 ≤ KyB ≤ 200.754.178 SBM (g) IMT ≤ 9.152.627 SBM (j) ILPG ≤ 4.865.954,6 SBM Untuk Optimasi Tahun 2015
Optimasi Tahun 2015 adalah optimasi dengan harga riil pada setiap energi. Fungsi tujuan optimasi energi Tahun 2015 :
CTOTAL = 2.637.806,4 MT + 1.241.225,7
LPG + 3.272.350,6 List + 884.823,3 BBt + 446.334,1 GsK + 263.000 KyB+ 1.568.379,5 IMT+ 1.579.277,9 ILPG
dengan fungsi kendala sebagai berikut : (1) Keb EU Optimum 2015 ≥ 65.715.088 SBM (2) Minimum Penggunaan ≤Energi≤Produksi
(a) 0 ≤ MT ≤ 23.729.032 SBM (b) 4.462.117 ≤ LPG ≤ 23.171.212 SBM (c) 1.035.109 ≤ List ≤ 26.933.698 SBM (d) 90.440 ≤ BBt ≤ 201.112 SBM (e) 118.608 ≤ GsK ≤ 243.180 SBM (f) 0 ≤ KyB ≤ 178.448.158 SBM
(g) IMT ≤ 7.118.710 SBM (h) ILPG ≤ 6.951.364 SBM Pemeriksaan Asumsi
Untuk mengesahkan model yang dibuat maka dilakukan pemeriksaan asumsi-asumsi yang membentuk model tersebut yaitu sebagai berikut :
(1) Linearitas
Asumsi linearitas terpenuhi karena fungsi biaya total penggunaan energi merupakan fungsi linear dari biaya yang dikeluarkan untuk setiap penggunaan energi. Serta fungsi total kebutuhan energi useful merupakan fungsi linear dari kebutuhan energi useful dari setiap energi final. (2) Proporsionalitas
Asumsi proporsionalitas terpenuhi karena biaya penggunaan energi akan berubah secara proporsional pada setiap penambahan atau pengurangan penggunaan energi.
(3) Aditivitas
Asumsi adtivitas terpenuhi karena total biaya penggunaan energi diperoleh dari penjumlahan masing-masing biaya penggunaan energi.
(4) Divisibilitas
Asumsi divisibiliitas terpenuhi karena hasil yang diperoleh dapat berupa bilangan pecahan.
(5) Deterministik
Asumsi deterministik terpenuhi karena parameter model yang digunakan bersifat deterministik.
Analisis Model Optimasi Tahun 2008
Untuk Optimasi Dengan Harga Riil (Non Subsidi) Optimasi dengan harga riil adalah optimasi dimana biaya penggunaan setiap energinya berasal dari harga yang sebenarnya (tanpa disubsidi).
Hasil optimasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8b. Sedangkan ringkasan hasil Optimasi dengan Harga Riil Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 10.
Dari Tabel 10, diketahui bahwa penggunaan gas kota (GsK) akan optimal jika seluruh potensi yang ada digunakan. Pada Tahun 2008 penggunaan optimal GsK adalah sebesar 121.590 SBM atau setara 20.513 M3. Atau sama saja dengan menggunakan seluruh produksi GsK pada tahun tersebut.
11
GsK memiliki biaya penggunaan (Rp.290.117/SBM) yang sangat murah dan juga memiliki efisiensi kompor yang cukup tinggi (60%). Oleh karena itu, apabila seluruh rumah tangga menggunakan GsK maka akan diperoleh total biaya yang paling minimum.
Tabel 10 Penggunaan Energi 2005 dan Penggunaan, Optimal Tahun 2008 beserta Persentasenya dari Penggunaan Tahun 2005 (SBM)
MT&List Subs Harga Riil PP_MT Rp.2.061 /ltr Rp.2.679,3/ltr Rp.8.424/ltr % Subsidi 68,20% 68,20% 0% PP_List Rp.563,05 /kwh Rp.731,96/kwh Rp.1.261/kwh % Subsidi 42% 42% 0% MT 51.016.160 33.898.620,00 15.294.740,00
66,45% 29,98% LPG 4.462.117 11.585.610,00 11.585.610,00
259,64% 259,64% List 1.035.109 8.288.140,00 13.466.850,00
800,70% 1301,01% BBt 90.440 90.440,00 100.556,00 100,00% 111,19% GsK 118.608 121.590,00 121.590,00
102,51% 102,51% KyB 223.060.198 223.060.200,00 223.060.198,00
100,00% 100,00% IMT - 0,00 10.169.590,00
0,00% 19,93% ILPG - 3.475.682,00 3.475.682,00
77,89% 77,89% NBBt - 0,00 20.111,00
0,00% 20% Tahun 2005
Penggunaan Optimal Tahun 2008
Catatan:
Persentase impor adalah persentase penggunaan impor optimum dari penggunaan Tahun 2005
Dengan adanya keterbatasan jumlah produksi GsK tersebut, maka tidak semua kebutuhan energi memasak Tahun 2008 dapat dipenuhi. Akibatnya kekurangan energi tersebut perlu ditutupi dengan penambahan penggunaan energi lainnya yaitu penggunaan LPG. Seperti halnya GsK, penggunaan LPG yang optimal adalah menggunakan seluruh potensi LPG yang ada. Penggunaan LPG optimal ini adalah sebesar 11.585.610 SBM atau setara dengan 1.954.585 Ton.
Karena produksi LPG pun terbatas. Maka untuk memenuhi kekurangan akan kebutuhan energi ini, digunakanlah seluruh potensi kayu bakar(KyB) yang ada. Penggunaan KyB optimal tersebut ialah sebesar 223.060.200 SBM. Pemilihan penggunaan KyB ini lebih disebabkan oleh harga KyB yang sangat murah, bahkan lebih murah dari GsK.
Energi selanjutnya yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi ini adalah LPG dari Impor (ILPG). Penggunaan ILPG sebesar 3.475.682 SBM, berarti menggunakan
seluruh potensi impor LPG. Maka dapat disimpulkan, untuk memenuhi kebutuhan energi, LPG yang digunakan tidak hanya berasal dari produksi domestik tetapi juga dari impor. Sehingga total penggunaan LPG untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2008 seharusnya sudah menjadi 15.061.292 SBM atau 337,53% dari Tahun 2005.
Akan tetapi karena produksi energi-energi tersebut terbatas maka seluruh kebutuhan energi masih belum juga terpenuhi. Dan solusinya adalah menggunakan briket batubara, baik produk briket batubara existing (BBt) atau BBt yang baru (NBBt). Supaya menghasilkan penggunaan yang optimal maka seluruh potensi BBt yang sebesar 100.556 SBM dan NBBt yang sebesar 20.110 SBM digunakan sepenuhnya.
Tetapi karena produksi briket yang sangat rendah maka diperlukan energi lainnya lagi untuk memenuhi kebutuhan energi Tahun 2008 tersebut. Maka selanjutnya adalah menggunakan minyak tanah dari impor(IMT) yang sebesar 10.169.590 SBM. Hal ini berarti potensi IMT yang ada digunakan seluruhnya. Ini dikarenakan harga IMT lebih murah dibanding harga minyak tanah domestik. (Dapat dilihat pada Tabel 9 untuk biaya penggunaan Tahun 2008 ataupun Tabel 6 dan Lampiran 1 untuk Tahun 2005).
Seperti halnya dengan energi sebelumnya, jumlah untuk IMT terbatas, akibatnya IMT masih belum dapat memenuhi kebutuhan energi Tahun 2008. Oleh karena itu seluruh potensi Listrik yang sebesar 13.466.849 SBM itu digunakan sepenuhnya. Ini berarti pada Tahun 2008 rumah tangga sudah harus meningkatkan penggunaan listriknya menjadi 13 kali lipat dari Tahun 2005.
Walaupun sudah banyak energi yang digunakan, kebutuhan energi memasak rumah tangga pada Tahun 2008 masih belum dapat terpenuhi. Oleh karena itu digunakan minyak tanah domestik (MT) sebagai pilihan terakhir. Namun MT yang digunakan tidak seluruhnya, hanya sebesar 15.201.740 SBM atau 2.580.345,51 KL. Sehingga total penggunaan minyak tanah pada Tahun 2008 seharusnya sudah menjadi 25.464.330 SBM atau 4.296.037 KL. Dengan 60% penggunaannya berasal dari produk MT domestik dan 40% dari impor. Ini juga berarti penggunaan MT Tahun 2008 sudah menurun 50,1% dari penggunaan MT Tahun 2005.
12
pertama rumah tangga di Indonesia untuk memasak. Ini dikarenakan harga MT yang diterima konsumen saat ini sudah disubsidi sebesar 68,19% oleh pemerintah. Sehingga harga MT menjadi jauh lebih murah dibanding energi lainnya. Oleh karena itu, berikutnya dilakukan juga optimasi dimana biaya penggunaan MT dengan harga subsidi.
Kemudian disimpulkan pula, bahwa MT (baik dari domestik ataupun impor) tidak akan digunakan apabila produksi GsK atau LPG atau KyB atau BBt atau keempatnya sudah dapat memenuhi seluruh permintaan rumah tangga akan energi untuk memasak.
Untuk Optimasi dengan MT& Listrik Subsidi Idealnya penggunaan rumah tangga optimal adalah seperti yang telah dijelaskan pada optimasi sebelumnya yaitu dengan menggunakan harga riil. Namun pada penelitian ini juga dicobakan optimasi dengan biaya penggunaan MT dan listrik dari harga subsidi. Persentase subsidinya sesuai dengan persentase Tahun 2005 yaitu 68,19% untuk subsidi MT dan 42% untuk subsidi Listrik.
Hasil optimasi ini dapat dilihat pada kolom ketiga dari Tabel 10 dan Lampiran 7c atau 7d untuk hasil LP yang selengkapnya.
Seperti halnya optimasi sebelumnya, energi pertama yang menjadi pilihan adalah GsK. Selanjutnya LPG dan KyB. Dari ketiga energi ini, penggunaannya akan optimal ketika seluruh produksinya digunakan semua. Penggunaan GsK optimum yaitu 121.590 SBM, sedangkan LPG sebesar 11.585.610 SBM, dan KyB sebesar 223.060.200 SBM. Ini menjukkan penggunaan LPG Tahun 2008 sudah mencapai 259,64% dari penggunaan Tahun 2005, sedangkan penggunaan GsK menjadi 102,51% dan penggunaan KyB menjadi 100%.
Namun karena keterbatasan produksi ketiga energi tersebut maka kebutuhan energi Tahun 2008 belum terpenuhi. Berbeda dari hasil optimasi sebelumnya, energi yang digunakan selanjutnya adalah minyak tanah domestik(MT). Dan untuk mendapatkan total biaya yang minimum, seluruh produksi MT yang sebesar 33.898.620 SBM akan digunakan sepenuhnya.
Sehingga tidak heran dengan persentase subsidi yang sama pada saat ini, masyarakat lebih memilih menggunakan minyak tanah dibanding energi lainnya. Jika dilihat penggunaan Tahun 2005, penggunaan MT adalah sebesar 51.016.160 SBM. Ini berarti penggunaanya melebihi dari produksi minyak tanah dalam negeri sendiri. Akibatnya
pemerintah harus mengimpor minyak tanah. Padahal dari hasil optimasi dengan harga MT dan listrik disubsidi ini, seharusnya tidak ada impor minyak tanah (IMT=0).
Tetapi berhubung kebutuhan energi memasak belum terpenuhi seluruhnya maka dilakukan impor LPG. Penggunaan impor LPG juga menggunakan seluruh potensi ILPG yang ada, yaitu 3.475.682 SBM atau 77,89% dari penggunaan LPG Tahun 2005.
Terakhir, penggunaan Listrik(List) sebesar 8.288.140 SBM akan memenuhi kekurangan kebutuhan energi memasak rumah tangga Tahun 2008.
Sedangkan BBt digunakan hanya semata dikarenakan untuk memenuhi batas minimal penggunaannya yang sebesar 90.440 SBM. Untuk NBBt dan IMT tidak digunakan sama sekali karena tidak ada pembatas minimal penggunaan. Tidak digunakannya BBt ini adalah akibat dari adanya subsidi MT yang membuat harga MT menjadi dapat dikompetitifkan dengan BBt. Dan karena efisiensi BBt ataupun NBBt lebih rendah dibanding MT maka MT lebih menghasilkan biaya yang minimum.
Analisis Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan Optimasi Tahun 2008
Salah satu analisis pasca optimasi dari LP adalah analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan. Analisis ini menunjukkan bahwa nilai solusi optimal yang diperoleh tidak akan berubah selama biaya penggunaan energinya masih pada selang batas bawah dan batas atas dari analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan. Berikut interpretasi hasil analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan untuk optimasi energi memasak pada rumah tangga Tahun 2008 dengan harga riil dan dengan MT&List subsidi.
Untuk Optimasi Dengan Harga Riil (Non Subsidi) Adapun hasil analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan untuk optimasi Tahun 2008 dengan harga riil dapat dilihat pada Lampiran 8b dan ringkasan selang sensitivitasnya ditampilkan pada Tabel 11.
13 Tabel 11 Selang Sensitivitas Koefisien Fungsi
Tujuan (Optimasi Tahun 2008 Dengan Harga Riil) (Rp/SBM)
MT 1.714.574,00 1.308.940,10 INFINITY LPG 806.796,70 INFINITY 2.657.589,70 List 2.127.028,00 INFINITY 2.786.183,00 BBt 575.135,20 INFINITY 1.071.608,80 GsK 290.117,20 INFINITY 2.571.861,20 KyB 170.950,00 INFINITY 535.804,40 IMT 1.019.447,00 INFINITY 1.714.574,40 ILPG 1.026.531,00 INFINITY 2.657.590,00 NBBt 575.135,20 INFINITY 1.071.608,80
Energi Biaya Penggunaan Batas Bawah Batas Atas
Hal ini dikarenakan, dengan besar biaya penggunaan MT yang saat ini, MT merupakan energi pilihan terakhir dalam memenuhi kebutuhan energi. Maka bila biaya MT dinaikkan, tidak akan mengubah pola penggunaan energinya. MT akan tetap menjadi pilihan terakhir, dan akibatnya besar nilai solusi optimal untuk MT tidak akan berubah. Sedangkan penurunan biaya penggunaan energi selain MT tidak akan mengubah nilai solusi optimum dikarenakan tidak adanya sisa dari energi-energi tersebut yang dapat digunakan lagi untuk kebutuhan memasak ini. Dengan biaya penggunaan yang saat ini, nilai solusi optimal LPG, List, BBt, GsK, KyB, IMT, ILPG, dan NBBt telah menggunakan seluruh dari potensi atau produksi dari energi-energi tersebut. Sehingga tidak memungkinkan untuk penambahan penggunaan dari energi-energi tersebut walaupun biayanya diturunkan. Kemudian hasil optimasi akan berubah ketika biaya penggunaan MT menurun menjadi Rp.1.308.940,09/SBM. Ini karena, akan terjadi pengalihan penggunaan Listrik ke MT ketika harga MT kurang atau sama dengan Rp.1.308.940,09/SBM. Sedangkan kenaikan biaya LPG menjadi lebih besar atau sama dengan Rp.2.657.589,8/SBM. Atau biaya List menjadi lebih besar atau sama dengan Rp.2.786.183,1/SBM. Atau biaya BBt menjadi lebih besar atau sama dengan Rp.1.071.608,9/SBM atau sama halnya juga untuk GsK, KyB, IMT, ILPG dan NBBt maka penggunaan energi tersebut akan beralih pada penggunaan MT dari domestik. Sebab masih ada produksi MT yang belum digunakan. Sedangkan pengalihan ke energi selain MT tidaklah memungkinkan, ini karena produksi yang tersedia dari energi-energi tersebut telah digunakan seluruhnya.
Dari Lampiran 8b tersebut, terlihat seluruh nilai reduced cost setiap energi bernilai nol. Hal ini dikarenakan, tidak ada satupun energi yang tidak digunakan.
Untuk Optimasi Dengan MT& Listrik Subsidi Analisis sensitivitas untuk Optimasi Tahun 2008 dengan MT& Listrik Subsidi
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7c ataupun 7d dan berikut adalah ringkasan selang sensitivitas koefisien fungsi tujuannya :
Tabel 12 Selang Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan (Optimasi Tahun 2008 Ketika MT&Listrik Subsidi) (Rp/SBM)
MT 551.561,70 INFINITY 777.847,30 LPG 806.796,70 INFINITY 1.205.663,30 List 1.264.002,00 1.076.201,70 1.495.351,60 BBt 575.135,20 486.154,58 INFINITY
GsK 290.117,20 INFINITY 1.166.770,90 KyB 170.950,00 INFINITY 243.077,23
IMT 1.019.447,00 777.847,60 INFINITY
ILPG 1.026.531,00 INFINITY 1.205.663,60
NBBt 575.135,20 486.154,58 INFINITY
Energi Biaya Penggunaan Batas Bawah Batas Atas
Tabel 12 menunjukkan nilai solusi dari optimasi tidak akan berubah jika terjadi penurunan biaya penggunaan pada MT, LPG, GsK, KyB, dan ILPG. Ini dikarena dengan biaya saat ini saja, seluruh produksi yang ada dari energi-energi tersebut sudah digunakan semuanya. Dan jika terjadi penurunan biaya dari energi tersebut seharusnya penggunaanya akan meningkat. Akan tetapi karena seluruh hasil produksi yang ada sudah digunakan maka tidak memungkinkan lagi terjadi penambahan penggunaan energi-energi tersebut.
Hal tersebut berkebalikan dengan BBt, IMT, dan NBBt. Solusi optimum tidak akan berubah jika biaya penggunaan ketiga energi tesebut naik. Sebab hasil optimasi tentunya akan tetap nol jika biayanya lebih besar lagi. Namun jika biaya BBt dan NBBt turun menjadi kurang atau sama dengan Rp486.154,58/SBM maka nilai solusi akan berubah. Ini karena sebagian penggunaan Listrik akan beralih ke penggunaan BBt dan NBBt. Tetapi jika ingin mengalihkan dari penggunaan selain Listrik berarti biaya BBt atau NBBt sebesar Rp486.154,58/SBM tersebut harus diturunkan lagi. Dan untuk IMT akan mengubah solusi optimasi jika biaya penggunaannya menjadi kurang dari Rp.777.847,6/SBM. Dengan besar biaya tersebut maka penggunaan IMT akan meningkat. Peningkatan ini berasal dari pengalihan penggunaan Listrik ke penggunaan IMT.
14
energi-energi tersebut akan beralih pada penggunaan List.
Sedangkan penurunan dan kenaikan List pada batas selang sensitivitas, akan mengubah nilai solusi optimumnya. Penurunan biaya List menjadi dibawah Rp.1.076.201,7/SBM akan mengakibatkan penggunaan ILPG beralih pada penggunaan List. Dan kenaikan biaya List menjadi lebih besar dari Rp.1.495.351,6/SBM mengakibatkan penggunaan List beralih pada penggunaan BBt ataupun NBBt.
Terakhir, solusi yang optimal akan berubah juga ketika biaya penggunaan minyak tanah meningkat menjadi lebih dari Rp.777.847,30/SBM yang berarti harga minyak tanah pada konsumen lebih dari Rp.4.556/ltr. Ini menunjukkan pola penggunaan optimum ini akan berubah ketika subsidi minyak tanah menjadi kurang atau sama dengan 45,91% atau subsidi berkurang 22,3% dari subsidi Tahun 2005. Dan nilai solusi optimum yang baru jika biaya MT diubah menjadi Rp.777.847,31/SBM akan dibahas pada simulasi perubahan biaya MT.
Dari Lampiran 7c ataupun 7d diketahui pula nilai reduced cost apabila menggunakan IMT dan NBBt. Reduced cost dari IMT ini menunjukkan bahwa biaya total penggunaan akan meningkat sebesar Rp. 241.599,40/SBM jika dilakukan impor minyak tanah(IMT). Sedangkan jika menggunakan NBBt maka biaya total penggunaan akan meningkat sebesar Rp. 88.980,62/SBM.
Analisis Sensitivitas RHS Optimasi Tahun 2008
Analisis Sensitivitas RHS menunjukkan batas atas dan batas bawah RHS yang tidak akan mengubah nilai dual price-nya. Jika nilai RHS kurang dari batas bawah selang sensitivitas atau lebih dari batas atas selang sensitivitas maka nilai dual price-nya tidak berlaku lagi.
Untuk Optimasi Dengan MT& Listrik Subsidi Berikut Analisis Sensitivitas RHS untuk Optimasi dengan MT&List Subsidi, dimana hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7c atau 7d.
Dari Tabel 13 diketahui bahwa penurunan batas bawah LPG, listrik, dan gas kota tidak akan mengubah nilai dual price-nya yang sebesar nol. Namun jika dinaikkan, misalnya untuk batas minimum LPG menjadi lebih dari 11.585.606 SBM maka nilai dual price yang tadinya nol akan berubah.
Sedangkan kenaikan untuk batas atas maksimum penggunaan List, BBt, IMT dan NBBt juga tidak akan mengubah dual
price-nya. Tetapi jika terjadi penurunan maka dual price-nya akan berubah.
Tabel 13 Selang Sensitivitas RHS Optimasi Tahun 2008 dengan MT&List Subsidi (SBM)
Keb EU 56.262.820 51.548.350 59.628.981 -1.944.618,00 Min LPG 4.462.117 INFINITY 11.585.606 0,00 Min List 1.035.109 INFINITY 8.288.140 0,00 Min BBt 90.440 0 100.556 -88.980,62 Min GsK 118.608 INFINITY 121.590 0,00 Max MT 33.898.620 25.483.218 45.684.800 226.285,60 Max LPG 11.585.610 6.156.318 19.189.594 398.866,60 Max List 13.466.850 8.288.141 INFINITY 0,00 Max BBt 100.556 90.440 INFINITY 0,00 Max GsK 121.590 118.608 7.979.040 876.653,70 Max KyB 223.060.200 196.130.910 260.775.960 72.127,23 Max IMT 10.169.590 0 INFINITY 0,00 Max ILPG 3.475.682 0 11.079.666 179.132,60 Max NBBt 20.111 0 INFINITY 0,00 Dual Price Selang Sensitivitas
Batas Bawah Batas Atas Kendala
Batas Penggunaan
(RHS)
Begitu pula interpretasi untuk kendala yang lainnya yang dapat dilihat dari Tabel 13 dan dapat dilihat pada Lampiran 7c atau 7d untuk output lebih lengkapnya. Dari hasil optimasi ini juga diketahui terdapat nilai slack atau surplus yang merupakan besarnya selisih RHS dengan nilai solusinya. Misalnya untuk Maksimum BBt, nilai solusi BBt selisihnya 10.116 SBM dari maksimum penggunaan BBt. Ini menunjukkan masih ada 10.116 SBM sumber daya BBt yang belum digunakan. Sedangkan untuk minimum LPG menunjukkan slack/surplus sebesar 7.123.489 SBM yang berarti penggunaan optimum LPG lebih besar 7.123.489 SBM dari minimum penggunaan.
Untuk Optimasi Dengan Harga Riil (Non Subsidi) Sedangkan untuk analisis sensitivitas RHS optimasi dengan harga riil dapat dilihat pada Lampiran 8b.
Simulasi Perubahan Biaya Penggunaan MT pada Optimasi 2008
15
akan memberikan nilai solusi yang baru (nilai solusi sebelumnya tidak berubah).
Ringkasan nilai solusi optimum dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan hasil optimasi masing-masing pada Lampiran 10,11 dan 12.
Dari hasil tersebut diketahui bahwa dengan penurunan persentase subsidi MT minimal 22,28% hasil optimasi akan berubah. Sehingga dengan subsidi MT yang turun menjadi 45,91% atau dengan harga konsumennya Rp. 4.556/ltr akan menghasilkan nilai solusi optimum yang baru. Penggunaan minyak tanah menurun menjadi 25.483.210 SBM yang berarti turun 25% dari optimasi sebelumnya. Penurunan penggunaan MT dialihkan pada penggunaan List. Sebab hasil produksi listrik yang ada masih belum digunakan seluruhnya. Nilai solusi penggunaan List yang baru adalah 13.466.850 SBM atau sama dengan menggunakan seluruh produksi List yang ada. Kemudian analisis sensitivitas optimasi tersebut menunjukkan bahwa jika biaya penggunaan MT naik menjadi lebih dari Rp.920.216,22/SBM maka hasil optimasi akan berubah. Dengan subsidi MT yang kini hanya 35,89% saja menjadikan harga konsumen MT adalah Rp.5400/ltr. Sebagian penggunaan MT yang sebelumnya akan dialihkan pada penggunaan BBt ataupun NBBt. Namun karena produksi BBt dan NBBt masih sangat rendah maka penurunan penggunaan MT pun tidak terlalu besar, bahkan tidak mencapai 1%. Nilai solusi optimasi yang baru untuk MT adalah 25.464.320 SBM, dengan penggunaan BBt menjadi 100.556 SBM dan NBBt sebesar 20.110 SBM.
Selanjutnya dilakukan optimasi dengan kenaikan lagi dari biaya penggunaan MT. Dengan biaya penggunaan lebih dari Rp.1.019.446,68/SBM berarti harga konsumen MT adalah Rp.5.989/ltr. Ini juga berarti subsidi pemerintah sudah menjadi 28,91%. Penggunaan MT akan menurun cukup besar yaitu menjadi 15.294.740 SBM. Namun, penurunan penggunaan MT ini dialihkan pada minyak tanah juga, hanya saja berbeda sumber produksinya. Sebagian penggunaan MT ini dialihkan pada IMT sebesar 10.169.590 SBM sehingga penggunaan MT menjadi 15.294.740 SBM.
Pengalihan MT ke List, BBt, NBBt, dan IMT ini lebih dikarenakan masih adanya stok energi yang belum digunakan. Jika saja GsK, LPG, dan ILPG masih ada stok untuk digunakan sebagai pengganti penurunan penggunaan MT tersebut, maka pengalihan pada energi tersebut sangatlah tepat. Sebab total biaya penggunaannya akan lebih minim lagi.
Analisis Model Optimasi Tahun 2010 dan 2015
Sebagai perencanaan ke depan, berikutnya dilakukan optimasi untuk 10 tahun ke depan yaitu Optimasi Tahun 2010 dan 2015 dengan harga riil semua energi. Dengan harapan penggunaan MT menurun maka produksi energi alternatif harus lebih ditingkatkan lagi dari produksi Tahun 2005, terutama untuk Tahun 2015. Sebab jika pola pengembangan infrastruktur masih seperti sekarang maka pada Tahun 2015 energi alternatif tidak akan dapat mencukupi permintaah akan energi pada tahun tersebut. Dengan LP diperoleh penggunaan energi yang optimum untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2010 dan 2015.
Interpretasi Hasil Analisis Model 2010
Urutan energi yang dipilih untuk menghasilkan penggunaan optimum Tahun 2010 ini sama dengan urutan pada optimasi Tahun 2008 dengan harga riil. Dari hasil optimasi Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 14 atau Lampiran 13b, dengan biaya total sebesar 140.678.700 juta rupiah.
Penggunaan yang optimal pada Tahun 2010 adalah menggunakan seluruh potensi (hasil produksi) dari GsK, LPG, KyB, ILPG, BBt, IMT dan Listrik. Besarnya masing-masing energi tersebut ditampilkan pada Tabel 14 dibawah. Dimana penggunaan GsK pada Tahun 2010 sudah sebesar 143,52% dari penggunaan Tahun 2005.
Kemudian penggunaan optimum LPG pada Tahun 2010 sebesar 16.219.850 SBM atau setara dengan 2.736.419 Ton. Penggunaan LPG meningkat 263,5% dari penggunaan Tahun 2005. Penggunaan LPG juga dipasok dari LPG impor sebesar 4.865.955 SBM atau setara dengan 820.925 Ton. Sehingga total LPG yang digunakan Tahun 2010 adalah 21.085.805 SBM atau sama dengan 472,5% penggunaan LPG Tahun 2005.
Selanjutnya, digunakan juga KyB yang sebesar 200.754.200 SBM atau setara dengan 33.868.846,37 Ton. Namun penggunaan optimum kayu bakar Tahun 2010 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan ketersediaan kayu bakar pada Tahun 2010 menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Tetapi berbeda dengan penggunaan BBt. Penggunaan ini meningkat 55,66% dari penggunaan Tahun 2005. Peningkatan yang tidak terlalu tinggi dikarenakan peningkatan produksi BBt ini sendiri sangatlah kecil.
16
Tahun 2005. Lalu, dari produksi minyak tanah sebesar 30.508.755 SBM yang digunakan hanya 11.640.390 SBM saja, dan sisanya ditambah dari minyak tanah impor (IMT) yang sebesar 9.152.627 SBM. Ini berarti penggunaan minyak tanah Tahun 2010 idealnya sudah turun 59,24% dari penggunaan Tahun 2005.
Tabel 14 Optimasi Tahun 2010 dan 2015 dengan Persentasenya dari Penggunaan Tahun 2005
Tahun 2010 2015 2010 2015
MT 11.640.390 10.456.240 22,82% 20,50% LPG 16.219.850 23.171.210 363,50% 519,29% List 18.853.590 26.933.700 1821,41% 2602,02% BBt 140.779 201.112 155,66% 222,37% GsK 170.226 243.180 143,52% 205,03% KyB 200.754.200 178.448.200 90,00% 80,00% IMT 9.152.627 7.118.710 17,94% 13,95% ILPG 4.865.955 6.951.364 109,05% 155,79%
Penggunaan Optimum (SBM)
% dari Penggunaan Tahun 2005
Catatan:
Persentase impor diperoleh dari persentase penggunaan impor optimum dengan penggunaan Tahun 2005
Dari hasil optimasi diatas diketahui proporsi penggunaan energi optimum pada Tahun 2010 yang ditampilkan pada Gambar 2. Untuk penggunaan MT merupakan kumulatif penggunaan MT dengan IMT. Begitu pula penggunaan LPG merupakan kumulatif LPG dengan ILPG. MT 7,9% List 7,2% LPG 8,1% KyB 76,7% BBt 0,1% GsK 0,1%
Gambar 2 Persentase Penggunaan Optimum Energi Final untuk Memasak pada Rumah Tangga Tahun 2010
Dari Gambar 2, diketahui penggunaan optimum energi final untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2010 masih didominasi oleh kayu bakar (77%). Yang kemudian diikuti oleh LPG (8%). Persentase penggunaan minyak tanah sudah turun menjadi 7,9%. Sedangkan List, BBt, dan GsK sudah mengalami peningkatan dibanding Tahun 2005.
Interpretasi Hasil Analisis Model 2015 Dengan optimasi energi untuk memasak pada rumah tangga Tahun 2015 diketahui bahwa pada tahun ini penggunaan minyak tanah menurun 65,55% dari penggunaan minyak tanah Tahun 2005. Adapun penggunaannya terdiri dari MT sebesar 10.456.420 SBM atau setara dengan 1.764.051,69 KL dan IMT sebesar 7.118.710 SBM yang setara dengan 1.200.983,6 KL. Penurunan yang tidak terlalu besar dengan optimasi 2010 disebabkan peningkatan produksi energi alternatifnya masih rendah. Akibatnya daya tampung seluruh energi alternatif masih belum dapat mencukupi seluruh kebutuhan energi Tahun 2005. Sehingga terpaksa tetap menggunakan MT untuk menutupi kekurangannya, dan termasuk juga dengan IMT.
Sedangkan penggunaan GsK adalah sebesar 243.180 SBM atau sama dengan menggunakan seluruh potensi GsK yang ada. Sehingga pada Tahun 2015 penggunaan sudah menjadi 205% dari penggunaan GsK Tahun 2005.
Kemudian dari Tabel 14 juga diketahui, bahwa Tahun 2015 penggunaan LPG akan optimum bila penggunaannya menjadi 5 kali lipat dari Tahun 2005 dan ditambah impor (ILPG) 155,79% dari penggunaan LPG Tahun 2005. Seluruh produksi LPG dan ILPG yang dihasilkan, digunakan seluruhnya agar didapat biaya total yang minimum.
Selanjutnya seluruh potensi KyB, BBt, dan List juga digunakan seluruhnya agar didapatkan penggunaan yang optimum. Berturut-turut penggunaan KyB, BBt, dan List yang optimum pada Tahun 2015 adalah 178.448.200 SBM, 201.112 SBM, dan 26.933.700 SBM. MT 6,9% GsK 0,1% BBt 0,1% KyB 70,4% LPG 11,9% List 10,6%
Gambar 3 Persentase Penggunaan Optimum Energi Final untuk Memasak pada Rumah Tangga Tahun 2015
17
List dapat dioptimalkan sehingga posisi ketiga diduduki oleh List yang sebesar 10,6%. Sedangkan proporsi penggunaan minyak tanah pada Tahun 2015 semakin menurun, yaitu sebesar 6,9% saja.
Analisis Sensitivitas Optimasi Tahun 2010 dan 2015
Hasil analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan dan RHS untuk optimasi 2010 dapat dilihat pada Lampiran 13b dan untuk optimasi Tahun 2015 dapat dilihat pada Lampiran 14b.
Tabel 15 Selang sentivitas koefisien fungsi tujuan Optimasi Tahun 2010 dengan harga riil (Rp)
MT 2.637.806,00 1.510.315,90 Infinity LPG 1.241.226,00 Infinity 3.066.450,30 List 3.272.351,00 Infinity 3.214.826,60 BBt 884.823,30 Infinity 1.236.471,80 GsK 446.334,10 Infinity 2.967.532,60 KyB 263.000,10 Infinity 618.235,80 IMT 1.568.380,00 Infinity 1.978.355,20 ILPG 1.579.378,00 Infinity 3.066.450,00
Energi Biaya Penggunaan Batas Bawah Batas Atas Untuk optimasi Tahun 2010, terlihat dari Tabel 15 bahwa hasil optimasi jika harga energi selain minyak tanah mengalami penurunan sampai berapapun. Tetapi jika biaya MT menurun yaitu menjadi dibawah 1.510.315,9 SBM maka hasil optimasi akan berubah. Dan jika salah satu biaya dari LPG, List, BBt, GsK, KyB, IMT, dan ILPG meningkat maka hasil optimasipun berubah. Faktor penyebabnya tidak jauh berbeda dengan yang telah dijelaskan pada analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan pada Optimasi Tahun 2008 dengan harga riil.
0 50.000.000 100.000.000 150.000.000 200.000.000 250.000.000
MT LPG List BBt GsK KyB
2005 2008 2010 2015
Gambar 4 Pertumbuhan penggunaan energi Tahun 2005 dan penggunaan energi optimum untuk memasak pada rumah tangga
Maka dari Gambar 4 diatas, terlihat pertumbuhan penggunaan energi optimum untuk Tahun 2005, 2010, dan 2015 dengan harga riil. Gambar tersebut menunjukkan adanya peningkatan penggunaan LPG, List, BBt, dan GsK. Dan juga menunjukkan adanya penurunan penggunaan MT dan KyB.
KESIMPULAN & SARAN
KesimpulanDengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi saat ini maka substitusi minyak tanah sebagai salah satu produknya adalah suatu keharusan. Melalui optimasi energi akan diketahui komposisi optimum masing-masing energi. Sehingga diharapkan penggunaan energi alternatif dapat lebih dioptimalkan lagi, dan masyarakat tidak lagi tergantung pada minyak tanah.
Kedua optimasi Tahun 2008 dengan harga minyak tanah nonsubsidi ataupun dengan subsidi, penggunaan LPG, GsK, dan KyB akan optimal ketika masing-masing produksi yang tersedia untuk memasak pada Tahun 2008 digunakan seluruhnya. Dari hasil optimasi harga riil, disimpulkan dengan tidak adanya subsidi minyak tanah, ketergantungan masyarakat pada minyak tanah akan berkurang. Hal ini dikarenakan masyarakat beralih pada energi alternatifnya.
Dari hasil optimasi diketahui bahwa biaya yang paling minimum akan diperoleh jika seluruh kebutuhan memasak menggunakan GsK. Namun pada kenyataannya produksi GsK masih sangatlah rendah. Sehingga sebaiknya produksi GsK lebih dikembangkan lagi. Sebab GsK merupakan energi yang paling ekonomis diantara energi lainnya.
Selanjutnya sayang sekali jika penggunaan LPG dan listrik tidak digunakan secara optimal. Mengingat tingkat produksi energi tersebut sudah cukup besar, dan didukung pula dengan potensi ketersediaannya di alam yang masih besar. Apalagi penggunaan LPG dan listrik lebih praktis dan memiliki efisiensi kompor yang lebih besar (62% dan 65%) dibanding energi lainnya.
Namun tidak hanya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, biaya penggunaan LPG pun juga jauh lebih murah. Bahkan tidak sampai setengah dari biaya penggunaan minyak tanah riil. Oleh karena itu, saat ini pemerintah melakukan upaya besar-besaran untuk mengoptimalkan penggunaan LPG pada sektor
18
rumah tangga dengan program konversi minyak tanah ke LPG.
Sedangkan untuk BBt, diketahui bahwa BBt tidak akan digunakan jika minyak tanah masih disubsidi. Tetapi jika MT menggunakan harga riil, seluruh produksi briket batubara akan digunakan.
Dan berdasarkan hasil optimasi harga riil, untuk memenuhi permintaan kebutuhan energi memasak, maka minyak tanah merupakan energi pilihan terakhir. Tetapi pada kenyataannya pola penggunaannya justru terbalik, minyak tanah justru menjadi pilihan utama masyarakat atau rumah tangga. Faktor utama penyebabnya adalah karena harga yang diterima masyarakat merupakan harga yang telah disubsidi oleh pemerintah sehingga biaya penggunaan minyak tanah menjadi sangat murah. Ini merupakan salah satu efek negatif dari subsidi minyak tanah saat ini, masyarakat sangat dimanjakan menggunakan minyak tanah sehingga masyarakat enggan beralih untuk menggunakan energi lainnya. Padahal pemerintah dapat mengalihkan dana subsidi untuk pengembangan infrastruktur energi alternatif dari minyak tanah. Dan juga dapat dananya dapat digunakan untuk kepentingan lain yang jauh lebih penting, misalnya saja seperti untuk pengembangan pendidikan dan kesehatan.
Dari hasil optimasi Tahun 2010 dan 2015 dengan skenario produksi yang dibuat maka penggunaan minyak tanah sudah turun dari penggunaan Tahun 2005. Sedangkan penggunaan LPG, List, BBt, dan GsK akan mengalami peningkatan.
Berdasarkan semua hasil optimasi ini, sesungguhnya minyak tanah (baik dari domestik ataupun impor) tidak akan digunakan apabila produksi GsK atau LPG atau KyB atau BBt atau keempatnya sudah dapat memenuhi seluruh permintaan rumah tangga akan energi untuk
Oleh karena itu, konversi minyak tanah akan berhasil bila pasokan energi substitusinya memadai. Selain itu, sosialisasi pada masyarakat akan keterbatasan ketersediaan minyak tanah saat ini sangatlah penting untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar beralih dari minyak tanah ke energi alternatifnya.
Saran
Disarankan dilakukan juga :
(1) Optimasi LP dengan analisis dual nya. Sehingga diharapkan didapatkan informasi penting lainnya.
(2) Optimasi dengan data-data yang lebih menunjang. Sehingga asumsi-asumsi data dapat diminimalisir dan hasil optimasi menjadi lebih akurat lagi.
(3) Optimasi penggunaan energi pada rumah tangga untuk non memasak nya
(4) Optimasi penggunaan energi pada sektor non rumah tangga
(5) Upaya-upaya agar penggunaan yang optimal tersebut tercapai. Misalnya saja dengan menggencarkan lagi program kampanye konversi minyak tanah ke LPG dan sosialisasi pada masyarakat mengenai cadangan minyak bumi yang makin menipis.
(6) Infrastruktur energi aternatif telah siap memenuhi permintaan akan kebutuhan energi
(7) Memaksimalkan pembangunan infrastruktur untuk memproduksi energi alternatif.
DAFTAR PUSTAKA
[DESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2004. Kebijakan Energi Nasional 2003-2020. Jakarta : DESDM [DESDM] Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral. 2005a. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Jakarta : DESDM [DESDM] Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral. 2005b. Studi Kajian Pengembangan Model Ekonomi Nasional. Jakarta : DESDM [DESDM] Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral, Pusat Data dan Informasi. 2006a. Handbook of Indonesia’s Energy Economy Statistics 2006. Jakarta : DESDM [DESDM] Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral. 2006b. Pengkajian dan Analisis Pengembangan Skenario Substitusi Subsidi Bahan Bakar Minyak. Jakarta: DESDM
Matjik, A..A dan I M.Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan. Edisi Kedua. Bogor : IPB Press.
Nasendi,B.D dan A. Anwar. 1985. Program Linear dan Variasinya. Jakarta : PT.Gramedia Render, B dkk. 2003. Quantitative Analysis for
Management. Eight Edition. New Jersey : Pearson Education Inc.
Sugiyono, A dan E. Suarna. 2006. Optimasi Penyediaan Energi Nasional : Konsep dan Aplikasi Model Markal. Seminar Nasional Matematika, Statistika dan Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, Universitas Padjajaran; Bandung, 22 April 2006.
ABSTRAK
ARI DWI FUJI YANTI. Optimasi Substitusi Penggunaan Minyak Tanah untuk Kebutuhan Memasak
pada Sektor Rumah Tangga dengan Metode Linear Programming. Dibimbing oleh I MADE
SUMERTAJAYA dan SUTIJASTOTO.
Tanpa adanya inovasi, eksplorasi ataupun penemuan cadangan minyak baru, secara otomatis persediaan minyak di Indonesia hanya dapat di eksploitasi sampai sekitar 18 tahun ke depan. Dan dikarenakan kurang lebih 85,8% konsumsi minyak tanah dalam rumah tangga digunakan untuk memasak maka pengoptimalan penggunaan energi untuk kebutuhan memasak pada sektor rumah tangga sangat diperlukan.
Metode Linear Programming (LP) merupakan solusi yang tepat untuk optimasi penggunaan energi
tersebut. Sebab LP mudah diaplikasikan untuk menyelesaikan persoalan yang kompleks dan hasil optimasi dapat merepresentasikan biaya penyediaan kebutuhan energi yang optimal.
Dengan menggunakan metode LP ini, diharapkan diperoleh komposisi optimum penggunaan energi untuk kebutuhan memasak pada sektor rumah tangga. Dimana fungsi tujuan dari optimasi ini adalah biaya total penggunaan energi yang paling minimum. Sedangkan kendala dari model optimasi antara lain :
1) Total kebutuhan energi useful (EU) minimal sama dengan total kebutuhan EU tahun yang bersangkutan.
2) Penggunaan masing-masing energi tidak lebih dengan jumlah produksi yang telah diskenariokan
dalam satu tahun tersebut.
3) Dikarenakan LPG, listrik, briket batubara, dan gas kota diharapkan penggunaannya meningkat dari
sebelumnya maka penggunaannya minimal sama dengan penggunaan tahun dasar atau tahun sebelumnya.
4) Penggunaan minyak tanah dan kayu bakar tidak melebihi dari penggunaannya Tahun 2005 atau tahun
sebelumnya karena produksi keduanya menurun.
Maka dari analisis model optimasi yang di dapat, disimpulkan ketika dilakukan optimasi dengan harga r