(
(
SSTTUUDDIIKKAASSUUSSBBMMTTBBIINNAAUUMMAATTSSEEJJAAHHTTEERRAALLAASSEEMMRREEMMBBAANNGG))O
O
l
l
e
e
h
h
:
:
A
A
S
S
L
L
I
I
C
C
H
H
A
A
N
N
S
S
E
E
K
K
O
O
L
L
A
A
H
H
P
P
A
A
S
S
C
C
A
A
S
S
A
A
R
R
J
J
A
A
N
N
A
A
I
I
N
N
S
S
T
T
I
I
T
T
U
U
T
T
P
P
E
E
R
R
T
T
A
A
N
N
I
I
A
A
N
N
B
B
O
O
G
G
O
O
R
R
2
Abstract
ASLICHAN. Studi of Healthy Analisys to Evaluate Performance of Shariah Micro Finance Institution BMT (Case on BMT Bina Umat Sejahtera Lasem Rembang). Advised by H. Musa Hubeis as Chairman and Hj. Illah Sailah as member.
Limitation access to financing sources faced by micro enterprises (UMKM) to banking, causing depend on informal financing sources and Micro Finance Institution (MFI) what more flexible, for example in the case of conditions, sum up loan which [do] not as tight as conditions of banking. One of model MFI which in this one decade expand fast relative is Shariah MFI, the institution that more knowledgeable with Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).
Considering strategic value (BMT) and fact that assessment of performance of health BMT not yet done in this time, hence be conducted by this study/research at BMT Bina Umat Sejahtera (BUS) Lasem Rembang of Central Java. The aim of this study is know how the finance ratio influence performance of BMT BUS, that is factor of strength and its feebleness, also defining strategy needed in developing capacity of BMT BUS.
This study conducted by (1) taking scondery data from financial statement of BMT BUS, literatures, journals, bulletins, and seminar journals, (2) direct observation at BMT checked, (3) and interview.
Quantitative data analysis is done by blend analysis of finance performance assessment, a kind of CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, and Liquidity) for banking with ratio of efficiency and rentability from ratio sum up staff approach. So that this component assessment consists of capital structure ratio, solvabilitas, productive asset quality, likuidity, efficiency, rentability, independency and sustainability. The result depicted in radar chart graph. To sharpen analysis used by SWOT qualitative.
Result posed in this study is that Healthy Performance BMT Bina Umat Sejahtera in the year 2006 inclusive of category of well enough, with its strength component ( score 4) in stories; level of financing risk of a period of to small, very efficient in optimalise of Account Officer staff ( AO) in serving customer financing, very able to activate society for funding and optimalise in portfolio financing, very self-supporting in operational cost, and very able to manage outstanding financing with existing AO staff. There is factor of feebleness of BMT BUS (score 1) there is [at] abolition reserve of risk financing smaller than risk financing which owning, alocate too high asset fixed asset, and its ability get net profit very minimize compared to by a asset and or the capital managed its.
RINGKASAN
ASLICHAN. Kajian Penilaian Kesehatan Dalam Rangka Mengevaluasi Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wat Tamwil (Kasus BMT Bina
Umat Sejahtera Lasem Rembang). Di bawah bimbingan : H. Musa Hubeis,
sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Hj. Illah Sailah, sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh UMKM kepada perbankan, menyebabkan tergantung pada sumber-sumber informal dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan pembiayaan. Salah satu model LKM alternatif yang dalam satu dasawarsa ini berkembang relatif pesat adalah LKM syariah yang lebih dikenal dengan Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
Menimbang nilai strategis (BMT) dan kenyataan penilaian kinerja kesehatan BMT saat ini belum banyak dilakukan, maka dilakukan kajian ini pada BMT Bina Umat Sejahtera (BUS) Lasem Rembang Jawa Tengah. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimana rasio – rasio tersebut dapat mempengaruhi kinerja BMT BUS, yaitu faktor kekuatan dan kelemahannya.
Kajian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder laporan keuangan BMT BUS, observasi langsung pada BMT yang diteliti dan wawancara. Kajian ini menganalisis tingkat kesehatan BMT dengan memadukan penilaian kinerja keuangan (semacam CAMEL atau Capital, Assets, Management, Earning dan Liquidity untuk perbankan) dengan rasio efisiensi dan rentabilitas dari pendekatan rasio jumlah staf, sehingga penilaian ini terdiri atas penilaian komponen struktur permodalan/solvabilitas, kualitas aktiva produktif, tingkat likuiditas, tingkat efisiensi, rentabilitas, serta kemandirian dan keberlanjutan yang digambarkan dalam grafik radar chart, serta analisis Strengths, Weaknesses, Oportunities dan Threats (SWOT) kualitatif.
Hasil yang ditunjukkan dalam kajian ini adalah bahwa Kinerja Kesehatan BMT Bina Umat Sejahtera pada tahun 2006 termasuk kategori Cukup Sehat, dengan komponen kekuatannya (skor 4) di tingkat risiko pembiayaan bermasalah yang kecil, sangat efisien dalam mengoptimalisaskan staf Account Officer (AO) dalam melayani besaran mitra/nasabah pembiayaan, sangat mampu mengaktifkan masyarakat untuk menyimpan dana dan mengoptimalkannya dalam portfolio pembiayaan, sangat mandiri dalam membiayai kegiatan operasional lembaga, dan sangat mampu dalam mengelola jumlah outstanding pembiayaan yang besar dengan tenaga AO yang ada. Faktor kelemahan BMT BUS (skor 1) ada pada penyediaan cadangan penghapusan dibandingkan dengan tingkat pembiayaan bermasalah yang dimilikinya, dalam mengalokasikan aktiva tetap/inventaris terlalu tinggi dan kemampuannya menyisihkan laba bersih sangat kecil dibandingkan aset ataupun modal yang dikelolanya.
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Atas nama-Mu Ya Allah aku melaksanakan tugas mulia ini,
menempuh studi di MPI,
terimalah ia sebagai ibadahku kepada-Mu,
untuk itu
karuniakanlah kami kemampuan
menyerap sedikit saja sifat-Mu Yang Maha Rahman,
kemampuan membawa rahmat kesejahteraan pada sekalian alam –
sekalian manusia apapun agamanya,
dan
sifat-Mu Yang Maha Rahim,
kemampuan mengkonsolidasikan, mengorganisir
dan membangun jaringan ukhuwah
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul :
KAJIAN PENILAIAN KESEHATAN DALAM RANGKA MENGEVALUASI KINERJA
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BAITUL MAAL WAT TAMWIL
(KASUS BMT BINA UMAT SEJAHTERA LASEM, REMBANG)
merupakan gagasan atau hasil penelitian Tugas Akhir saya sendiri dengan
pembimbingan Komisi Pembimbing, dan belum pernah dipublikasikan. Semua
data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2008
A s l i c h a n
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
K
KA
AJ
JI
IA
AN
N
P
PE
EN
NI
IL
LA
A
IA
I
A
N
N
K
KE
ES
SE
EH
HA
AT
TA
AN
N
D
DA
AL
LA
A
M
M
R
RA
AN
NG
GK
KA
A
M
M
EN
E
NG
GE
EV
VA
AL
LU
U
AS
A
SI
I
K
KI
IN
NE
ER
RJ
JA
A
L
LE
EM
MB
BA
AG
GA
A
K
KE
EU
U
AN
A
NG
GA
AN
N
M
MI
IK
KR
RO
O
S
SY
YA
AR
R
IA
I
A
H
H
B
BA
AI
IT
TU
UL
L
M
MA
AA
AL
L
W
WA
A
T
T
T
TA
A
MW
M
WI
IL
L
(
(B
BM
MT
T)
)
(
(
SSTTUUDDIIKKAASSUUSSBBMMTTBBIINNAAUUMMAATTSSEEJJAAHHTTEERRAALLAASSEEMMRREEMMBBAANNGG))A
A
S
S
L
L
I
I
C
C
H
H
A
A
N
N
T
T
u
u
g
g
a
a
s
s
A
A
k
k
h
h
i
i
r
r
S
S
e
e
b
b
a
a
g
g
a
a
i
i
s
s
a
a
l
l
a
a
h
h
s
s
a
a
t
t
u
u
s
s
y
y
a
a
r
r
a
a
t
t
u
u
n
n
t
t
u
u
k
k
m
m
e
e
m
m
p
p
e
e
r
r
o
o
l
l
e
e
h
h
g
g
e
e
l
l
a
a
r
r
M
M
a
a
g
g
i
i
s
s
t
t
e
e
r
r
P
P
r
r
o
o
f
f
e
e
s
s
i
i
o
o
n
n
a
a
l
l
I
I
n
n
d
d
u
u
s
s
t
t
r
r
i
i
K
K
e
e
c
c
i
i
l
l
M
M
e
e
n
n
e
e
n
n
g
g
a
a
h
h
S
S
E
E
K
K
O
O
L
L
A
A
H
H
P
P
A
A
S
S
C
C
A
A
S
S
A
A
R
R
J
J
A
A
N
N
A
A
I
I
N
N
S
S
T
T
I
I
T
T
U
U
T
T
P
P
E
E
R
R
T
T
A
A
N
N
I
I
A
A
N
N
B
B
O
O
G
G
O
O
R
R
B
Judul Tesis : Kajian Penilaian Kesehatan Dalam Rangka Mengevaluasi Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Baitul Maal wat Tamwil(Kasus BMT Bina Umat Sejahtera Lasem Rembang)
Nama Mahasiswa : Aslichan
Nomor Pokok : FF..00525200444400995 5
Program Studi : Magister Profesional Industri Kecil Menengah
Disetujui
Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, MS.
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Prof. Dr. Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MSc.
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadhirat Ilaahi Rabbul ‘Izzati atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya, termasuk kesempatan menyelesaikan Tugas
Akhir yang bertajuk Kajian Penilaian Kesehatan dalam Rangka Mengevaluasi Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal wat Tamwil (Studi
Kasus BMT Bina Ummat Sejahtera Lasem Rembang Jawa Tengah) ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs),
Institut Pertanian Bogor (IPB). Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada
Teladan Pemimpin Ummat Segala Bidang: Peribadatan-Spiritual,
Ekonomi-Bisnis, Politik-Pemerintahan, Pemberdayaan-Sosial, Pergaulan
Keluarga-Kemasyarakatan dan semua urusan, Sang Terpercaya “Al-Amien”, Baginda
Muhammad SAW.
Tema Penilaian Kesehatan BMT menjadi pilihan penulis, karena sejalan
dengan perkembangan lembaga keuangan mikro syariah BMT yang cukup pesat
di Indonesia, tetapi hingga saat ini belum banyak kajian dari sisi penilaian
kesehatannya. Kiranya penulis berharap, semoga ada manfaat diperoleh para
Pembaca yang budiman.
Penulis meyakini bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, karenanya
saran dan kritik membangun sangat kami harapkan bagi perbaikan dan
penyempurnaannya.
Jakarta, Mei 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Aslichan lahir di Blitar pada tanggal 17 Ramadhan 1390 Hijriyah bertepatan dengan 16 Nopember 1970 Masehi sebagai putra bungsu dari 7 orang bersaudara dari pasangan Ibunda Hj. Soeratin dan Ayahanda H. Boerhani Abdel Madjeed. Pendidikannya dimulai dari TK/RA, SDN 01 dan sekaligus MI “Bi’rul Ulum” di desanya Sumberjo Sanankulon Blitar lulus pada tahun 1983, MTsN Blitar pada tahun 1986, SMAN 2 Blitar pada tahun 1989, di saat MTsN dan SMAN penulis sekaligus studi di Pesantren Tradisional Salafiyah NU “Tarbiyatul Muballighien” Sukorejo Blitar selama 4 tahun hingga 1988. Tahun 1995 menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang dan selanjutnya pada tahun 2005 mengikuti pendidikan S2 pada Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah IPB Bogor.
Aktivitas organisasi profesi & sosial yang diikutinya antara lain sebagai Ketua IV Asosiasi BMT Se-Indonesia ABSINDO (2005-2008), Sekjen Asosiasi
Bussines Development Services/BDS Indonesia (2005-2007), Komite Kewilayahan Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro GEMA PKM Indonesia (2004-2007), Pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Wakil Sekretaris Induk Koperasi Syariah/Inkopsyah BMT, Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Orwil Jawa Timur, Pengurus Majlis Ekonomi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah/PWM Jawa Timur, Majlis Ekonomi Pimpinan Daerah Muhammadiyah/PDM Kota Bekasi.
Jabatan yang pernah dan sedang diembannya adalah menjadi Direktur Eksekutif Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil - PINBUK (2002-sekarang) pada masa kerjanya sempat menggagas BMT Transmigrasi (Kerjasama dengan Depnakertrans), BMT KUBE (Kerjasama dengan Departemen Sosial), BMT Agribisnis (Kerjasama dengan Departemen Pertanian) dan BMT Pelaksana KPRS (Kerjasama dengan Kementrian Perumahan Rakyat), BMT Masjid/Nagari (Kerjasama dengan Pemkab. Agam), BMT Kecamatan (Kerjasama dengan Pemkab. Polewali Mandar), BMT Shar’e (Kerjasama dengan Bank Muamalat), Tim Penyusun Sertifikasi Profesi/SKKNI dan penyiapan Lembaga Sertifikasi Profesi/LSP untuk Koperasi Jasa Keuangan/KJK (Kementrian Kop. UKM dan BNSP); Direktur Pemasaran PT. PINBUK Massa Makmoor (2007 – sekarang) sebagai unit kerja pengembangan jaringan waralaba bisnis riil antara lain “Bakso Kepala Sapi ‘Wong Malang”, sedang disiapkan “Country Fried Chicken ‘Ahlan wa Sahlan”, “Pisang Goreng Masir ‘Sohore-hore’; Komisaris PT. PINBUK Konsulindo (2004 - sekarang), Komisaris Utama PT. USSI Pinbuk Prima Software (2003 - sekarang) provider teknologi informasi spesialis LKM/BPR/S/LPD/KSP/ BMT yang produknya telah digunakan lebih dari 1.000 LKM user di Indonesia.
Kompetensi (Kemenegkop, 2006), Modul Diklat LKM Perumahan Swadaya (Kemenpera, 2007), Modul Diklat LKM Agribisnis (Deptan, 2003, 2007), dsb.
LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak akan tersusun tanpa
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan dorongan terus
menerus dalam penyusunan dan penyelesaian Tugas Akhir ini.
2. Ibu Dr. Ir. Hj. Illah Sailah, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, perhatian dan masukan perbaikan hingga selesainya
Tugas Akhir ini.
3. Seluruh dosen pengajar PS MPI IPB yang telah membantu menambah
cakrawala dan wawasan kami tentang dunia IKM.
4. Neng Vera, Mas Khaer dan Mbak Widi, staf administrasi manajemen PS MPI IPB yang telah membantu sedari masa kuliah hingga laporan ini selesai
dibuat.
5. Bapak H. Abdullah Yazid beserta keluarga dan staf BMT Bina Umat
Sejahtera Lasem Rembang atas perhatian, kerjasama serta dukungan
data-datanya.
6. Sahabat – sahabat di kantor PINBUK atas segala perhatian dan pengertian serta dorongannya agar saya menyisihkan waktu menyelesaikan laporan
akhir ini, termasuk Sahabat Boy Konga yang turut membantu pengetikan.
7. Zawjatiy Habiebiy, Khaleesha Ernawati beserta ananda Ackmel, Achnove,
Ahda dan Atqiya atas dukungan motivasi dan kesempatan selama kuliah sampai dengan penyelesaian Tugas Akhir ini.
8. Ibunda Hj. Soeratin dan Ayahanda H. Boerhani Abdel Madjeed yang senantiasa istiqomah bangun malam bermunajat mendo’akan keselamatan, kebaikan dan kesejahteraan putra-putrinya. Semoga Allah SWT mengasihi
beliau berdua sebagaimana keduanya telah mengasihi, membesarkan dan
9. Rekan-rekan MPI Angkatan V yang telah memberikan masukan dan saran
yang sangat diperlukan dalam proses pembuatan laporan akhir.
10. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Tugas Akhir
ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat
D
D
A
A
F
F
T
T
A
A
R
R
I
I
S
S
I
I
H
Haallaammaann A
ABBSSTTRRAACCTT ... ii R
RIINNGGKKAASSAANN ... iiii
P
PRRAAKKAATTAA ... iiiiii D
DAAFFTTAARRTTAABBEELL ………... iivv
D
DAAFFTTAARRGGAAMMBBAARR ………... vvii D
DAAFFTTAARRLLAAMMPPIIRRAANN ………... vviiii
I
I.. PPEENNDDAAHHUULLUUAANN ………...……….... 1
1.. LLaattaarrBBeellaakkaanngg ………....………... 11
2
2.. PPeerruummuussaannMMaassaallaahh……..………... 55
3
3.. TTuujjuuaann...………... 55
I
III.. LLAANNDDAASSAANNTTEEOORRII……...………... 1
1.. UUssaahhaaMMiikkrrooKKeecciillMMeenneennggaahh………...………... 66
2
2.. LLeemmbbaaggaaKKeeuuaannggaannMMiikkrroo...………... 99
3
3.. PPrriinnssiippUUmmuummLLKKMM...………...……... 1100
4
4.. DDiimmeennssiiKKeeuuaannggaannMMiikkrroo...………... 1122
5
5.. TTiinnjjaauuaannSSyyaarriiaahhLLeemmbbaaggaaKKeeuuaannggaann ... 1144
6
6.. BBMMTTsseebbaaggaaiiMMooddeellLLKKMMSSyyaarriiaahhAAlltteerrnnaattiiff... 3300
7
7..PPeenniillaaiiaannKKeesseehhaattaannBBMMTT ...………... 3322
8
8..PPeerrhhiittuunnggaannKKoolleekkttiibbiilliittaassPPeemmbbiiaayyaaaannBBMMTT... 3399
9
9..WWeeaalltthhMMaannaaggeemmeennttBBMMTT... 4433
I
IIIII.. MMEETTOODDEEKKAAJJIIAANN ...……...………... 1
1.. PPeenngguummppuullaannDDaattaa...……….... 4499
2
I
IVV.. HHAASSIILLDDAANNPPEEMMBBAAHHAASSAANN...………...
1
1.. KKeeaaddaaaannUUmmuummBBMMTTBBUUSS ...……….... 5544
a
a..SSaassaarraann...………...…… 5555
b
b..MMoottttoo... 5566
c
c..VViissii... 5566
d
d..MMiissii... 5566
e
e..BBuuddaayyaaKKeerrjjaa... 5577
f
f..PPrriinnssiippKKeerrjjaa... 5588
g
g..PPrrooggrraammUUnngggguullaann... 5588
h
h..SSttrruukkttuurrOOrrggaanniissaassiiddaannJJoobbDDeessccrriippttiioonn... 6611
2
2.. PPeenniillaaiiaannKKeesseehhaattaann BBMMTTBBUUSS...………... 6688
a
a..KKoonnddiissiiKKeeuuaannggaannSSeeccaarraaUUmmuumm...6688
b
b..AAnnaalliissiissRRaassiiooKKeeuuaannggaann... 7722
1
1))SSttrruukkttuurrPPeerrmmooddaallaann ...………...…… 7722
2
2))AAkkttiivvaaPPrroodduukkttiiff...………... 7733
3
3))LLiikkuuiiddiittaass... 7744
4
4))EEffiissiieennssiiUUssaahhaa... 7766
5
5))RReennttaabbiilliittaass,,KKeemmaannddiirriiaannddaannKKeebbeerrllaannjjuuttaann... 8800
c
c..SSWWOOTTBBMMTTBBUUSS...8866
K
KEESSIIMMPPUULLAANNDDAANNSSAARRAANN 1
1.. KKeessiimmppuullaann... 8899
2
2.. SSaarraann... 8899
D
DAAFFTTAARRPPUUSSTTAAKKAA ………... 9911 L
D
D
A
A
F
F
T
T
A
A
R
R
T
T
A
A
B
B
E
E
L
L
N
Noo.. TTeekkss HHaallaammaann
1
1.. JJuummllaahh BBMMTTssee––IInnddoonneessiiaa... 33
2
2.. PPeerrbbeeddaaaannbbuunnggaaddaannbbaaggiihhaassiill... 2200
3
3.. IInnddiikkaattoorrddaannkkoommppoonneennaannaalliissiissrraassiiookkeeuuaannggaann... 5500
4
4.. MMaattrriikkssSSWWOOTT... 5522
5
5.. NNeerraaccaaBBMMTTBBUUSSRReemmbbaanngg... 6699
6
6.. PPeerrhhiittuunnggaannHHaassiillUUssaahhaa... 7700
7
7.. DDaaffttaarrKKoolleekkttiibbiilliittaassBBMMTTBBUUSS... 7711
8
8.. PPeerrhhiittuunnggaannsskkoorrrraassiiookkeesseehhaattaannBBMMTTBBUUSS... 8855
9
DAFTAR GAMBAR
No. Teks
Halaman
1. Hubungan antar pelaku ekonomi dalam Islam ………….………….. 16
2. Skema pembiayaan Musyarakah ………. ………. 22
3. Skema pembiayaan Mudharabah……… 25
4. Skema pembiayaan Murabahah ………. 27
5. Skema pembiayaan Salam ………. 29
6. Skema pembiyaan Istishna ……… 30
7. Model Lingkungan Wealth Management ... 47
8. Tahapan analisis penilaian kesehatan ... 50
9. Struktur organisasi LKM BMT BUS Lasem Rembang ……… 62
I. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Masalah
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 yang telah memberikan
bukti bagaimana Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lebih tahan terhadap
perubahan yang terjadi dan tetap mampu tumbuh dalam kondisi ekonomi
yang sangat tidak kondusif. Sebagai ilustrasi, dalam beberapa tahun terakhir,
jumlah unit usaha UMKM terlihat berkembang secara fantastis. Tercatat
jumlahnya menjadi 42,4 juta unit pada 2003 atau naik 9,5% dari tahun 2000.
Pada tahun yang sama, UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja 79 juta
pekerja atau lebih tinggi 8,6 juta dalam tempo tiga tahun. Dalam periode itu
terjadi kenaikan rataan per tahun 4,1% (Siagian, 2004). Selama periode
2000-2003 usaha mikro dan kecil mampu memberikan lapangan pekerjaan
baru bagi 7,4 juta orang dan usaha menengah mampu memberikan
lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang, di sisi lain usaha besar hanya
mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.760 orang. Hal ini
membuktikan bahwa UMKM dapat menjadi katup pengaman, dinamisator
dan stabilisator perekonomian Indonesia (Heriyanto, 2005). Data Badan
Pusat Statistik (BPS) menunjukkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB)
yang diciptakan UMKM dalam tahun 2003 mencapai nilai Rp 1.013,5 triliun
(56,7% dari PDB). Jumlah unit usaha UMKM pada tahun 2003 mencapai
42,4 juta, sedangkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini tercatat
79,0 juta pekerja. Pertumbuhan PDB UMKM periode 2000 – 2003 ternyata
lebih tinggi daripada total PDB, yang disumbangkan oleh Usaha Besar.
Data BPS 2005 mengukuhkan bahwa UMKM merupakan mayoritas
jumlah pelaku usaha (44,69 juta unit usaha atau 99,99%), UMKM menyerap
tenaga kerja terbanyak (77, 68 juta pekerja atau 96,78%), kontribusi UMKM
terhadap PDB yang nyata (Rp 1.480 triliun atau 54,22%) dan nilai investasi
UMKM cukup nyata (Rp 275,37 triliun atau 45,92%), serta memiliki kinerja
Perkembangan sektor UMKM yang demikian menyiratkan bahwa
terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik, bila hal ini dapat
dikelola dan dikembangkan dengan baik, maka akan dapat mewujudkan
usaha menengah yang tangguh, seperti yang terjadi pada saat
perkembangan usaha-usaha menengah di Korea Selatan dan Taiwan.
Di sisi lain, UMKM di Indonesia masih dihadapkan pada masalah
mendasar yang secara garis besar mencakup : pertama, masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang dihasilkannya, kedua,
masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, serta ketiga,
keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiyaan dari
lembaga-lembaga keuangan formal khususnya dari perbankan. Sebagai gambaran
hasil survei Bank Indonesia pada triwulan ke III tahun 2005, terlihat bahwa
kredit yang disetujui bank dapat dikelompokkan :
a. Di atas Rp. 5 milyar, sebanyak 33,3%.
b. Di atas Rp. 500 juta s/d Rp. 5 milyar, sebanyak 31,0%.
c. Di atas Rp. 50 juta s/d Rp. 500 juta, sebanyak 21,4%.
d. Di bawah Rp. 50 juta hanya sebesar 14,3%.
Dari komposisi di atas menunjukkan bahwa segmen UMKM yang
jumlahnya 98% hanya mendapat pelayanan kredit 14,3% dan pada triwulan
berikutnya terdapat kecenderungan yang mengarah dimana penyaluran di
atas Rp. 5 milyar justru naik menjadi 46,2%, sedangkan kredit mikro malah
menurun menjadi 8,9%. Komposisi kredit mikro yang hanya 14,5% pun
disinyalir banyak pihak bahwa sebagian besarnya tidak diperuntukkan
kepada usaha mikro melainkan kredit melalui kartu kredit yang karena
besarannya di bawah 50 juta, maka dikategorikan kredit mikro.
Kenyataan yang dikemukakan tersebut sesuai dengan analisis De
Soto (2001) yang menggambarkan betapa besarnya sektor ekonomi informal
(usaha mikro) dalam memainkan perannya dalam aktivitas ekonomi di
negara berkembang. Beliau mensinyalir keterpurukan ekonomi di negara
berkembang disebabkan ketidakmampuan untuk menumbuhkan lembaga
Melihat realitas tersebut, pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) seharusnya menjadi perhatian dan prioritas utama apabila
menginginkan perubahan kondisi ekonomi sosial negeri ini. Dalam hal ini,
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) sebagai Lembaga
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang didirikan oleh Ikatan
Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), Majelis Ulama lndonesia (MUI)
dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) sejak tahun 1995 turut berpartisipasi
dalam pembangunan nasional dengan menumbuhkembangkan
kelembagaan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sebuah model LKM dengan prinsip syariah (LKMS), berbasis swadaya masyarakat yang mandiri dan
mengakar di masyarakat untuk dapat menjangkau dan melayani lebih
banyak unit usaha mikro yang tidak mungkin dijangkau langsung oleh
lembaga keuangan dan perbankan umum.
Dengan kekuatan yang tumbuh dari bawah, saat ini BMT sudah
menunjukan kiprahnya dalam kancah perekonomian Indonesia. Ini terbukti
dengan banyaknya BMT berdiri di mana-mana tersebar di seluruh Indonesia,
(Tabel 1).
Kehadiran BMT-BMT demikian penting dirasakan oleh masyarakat
sebagai lembaga keuangan alternatif, di samping perbankan dan lembaga
keuangan lainnya. Apalagi BMT ini dioperasikan dengan sistem bagi hasil
yang merupakan sistem syariah, dan dalam perkembangannya menunjukkan
bahwa minat masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah meningkat,
sehingga keberadaan BMT menjadi alternatif yang berarti. Namun demikian,
kondisi persaingan BMT dengan Bank Konvensional maupun dengan BPR
yang demikian ketat telah mendorong untuk mencari strategi yang tepat
dalam mengembangkan BMT dengan cara peningkatan kinerja dan daya
saing masing-masing BMT.
Dari paparan tersebut menjadi penting dikaji model penilaian
kesehatan LKM BMT. Hal yang perlu dipertanyakan selanjutnya adalah
bagaimana faktor yang mempengaruhi kinerja BMT dilihat dari perspektif
Analisis Kesehatan BMT versi PINBUK (Aziz, 2005). Selanjutnya menjadi
pertanyaan adalah apakah implikasi dari tindakan manajemen sebagai
Tabel 1. Jumlah BMT di Indonesia
No Propinsi
Beraset
> Rp.1 M
Beraset
Rp.500 Jt- 1 M
Beraset Rp. 250-500 Jt Beraset Rp. 50-250 Jt Beraset < Rp. 50 Jt Total (unit)
1 Aceh 2 7 23 37 7 76
2 Sumatera Utara 1 8 53 87 7 156
3 Sumatera Barat 1 5 17 28 9 60
4 Riau 2 5 20 23 15 65
5 Jambi 1 1 2 5 3 12
6 Bengkulu - 1 10 5 4 20
7 Sumatera Selatan 1 3 14 38 9 65
8 Lampung 3 1 14 19 7 44
9 Jakarta 5 36 53 55 16 165
10 Jawa Barat 7 23 290 293 24 637
11 Jawa Tengah 97 9 215 225 49 595
12 Yogyakarta 7 10 29 14 9 69
13 Jawa Timur 16 32 271 230 62 611
14 Bali 1 6 4 3 1 15
15 Kalimantan Barat 2 5 13 17 2 39
16 Kalimantan Tengah - 5 4 3 2 14
17 Kalimantan Timur 2 9 7 4 2 24
18 Kalimantan
Selatan
3 4 5 4 1 17
19 Sulawesi Utara &
Gorontalo
- 1 21 31 9 62
20 Sulawesi Tengah 1 2 4 2 2 11
21 Sulawesi
Tenggara
- 1 11 7 4 23
22 Sulawesi Selatan 10 51 71 83 29 244
23 Nusa Tenggara Barat 1 4 41 39 8 93
24 Nusa Tenggara
Timur
- 1 2 4 1 8
25 Maluku & Maluku
Utara
2 5 10 7 4 28
No Propinsi
Beraset
> Rp.1 M
Beraset
Rp.500 Jt- 1 M
Beraset
Rp. 250-500 Jt
Beraset
Rp. 50-250 Jt
Beraset
< Rp. 50 Jt
Total
(unit)
J u m l a h 168 237 1.210 1.270 289 3.101
Sumber : PINBUK, 2005.
Dari data pada Tabel 1 diketahui bahwa daerah yang paling kondusif
bagi pertumbuhan BMT adalah propinsi Jawa Tengah. Dari 513 unit BMT di
Jawa Tengah, 97 diantaranya telah memiliki aset di atas 1 milyar rupiah.
Salah satu dari BMT yang cukup berkembang di wilayah tersebut adalah
BMT Bina Umat Sejahtera Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang, dimulai
dari pendiriannya pada tanggal 10 Nopember 1996 dengan modal 2 juta
rupiah dan saat ini asetnya telah mencapai di atas 60 milyar rupiah.
Berdasarkan hal tersebut lokasi kajian ini ditetapkan, yaitu BMT Bina Umat
Sejahtera diharapkan dapat mewakili kajian secara umum terhadap
pengembangan BMT.
2. Perumusan
Masalah
Dalam perumusan masalah ditekankan pada penilaian kesehatan
kinerja keuangan BMT Bina Umat Sejahtera Kecamatan Lasem Kabupaten
Rembang sehingga dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bagaimana kinerja keuangan dari BMT Bina Umat Sejahtera, dilihat dari
rasio keuangannya berdasarkan Model Penilaian Kesehatan versi
PINBUK ?
b. Faktor-faktor kritis apakah yang mempengaruhi kinerja keuangan dan
implikasinya dalam pengembangan manajemen BMT Bina Umat
Sejahtera ?
c. Bagaimana bentuk strategi pengembangan BMT Umat Sejahtera dalam
3. Tujuan
Tujuan pelaksanaan penilaian kesehatan BMT Bina Umat Sejahtera
adalah :
a. Melakukan analisis untuk mengetahui kinerja keuangan dari BMT Bina
Umat Sejahtera, dilihat dari rasio keuangannya dan Model Penilaian
Kesehatan versi PINBUK.
b. Menyusun strategi pengembangan BMT Bina Umat Sejahtera dalam
peningkatan usaha UMKM.
c. Merumuskan Implikasi Manajerial bagi pengembangan BMT berdasarkan
II. LANDASAN TEORI
1. Usaha Mikro Kecil Menengah
Usaha (mikro) kecil menengah di Indonesia merupakan bagian penting
dari sistem perekonomian nasional karena berperan untuk mempercepat
pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan
usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ikut
berperan dalam meningkatkan perolehan devisa, serta memperkokoh
struktur industri nasional (Hubeis, 2002). Khusus usaha mikro, istilah
tersebut baru beberapa tahun belakangan muncul di permukaan.
Sebelum dikeluarkannya UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil
(UK) masih beragam definisi mengenai UKM dan di bawah ini disampaikan
batasan UK (koperasi, perorangan dan industri) (Hubeis, 2002) berikut :
a. Menurut Keppres No. 16/1994
Menurut Keppres No. 16/1994 disebutkan bahwa batasan usaha
kecil adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp.
400 juta.
b. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan
1) Perusahaan memiliki aset maksimum Rp. 600 juta di luar tanah dan
bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung).
2) Perusahaan memiliki modal kerja di bawah Rp. 25 juta (Departemen
Perdagangan sebelum digabung).
c. Menurut Departemen Keuangan
Perusahaan memiliki omzet maksimum Rp. 600 juta per tahun
dan atau aset maksimum Rp. 600 juta di luar tanah dan bangunan.
d. Menurut Bank Indonesia
Perusahaan memiliki aset maksimum Rp. 600 juta di luar tanah
dan bangunan.
f. Menurut Departemen Kesehatan : Penandaan standar mutu.
Setelah dikeluarkannya UU No. 9 tahun 1995 tentang UK pengertian
usaha kecil relatif seragam (Surjati, 2004), yaitu :
a. Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 200 juta diluar tanah dan
bangunan.
b. Omzet maksimal Rp. 1.000.000.000,- setahun.
c. Milik Warga Negara Indonesia (WNI).
d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki, dikuasai
atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha
menengah atau usaha besar.
e. Bentuk usaha : perorangan, berbadan hukum maupun tidak, termasuk
koperasi.
Sejak krisis moneter “merontokkan” perekonomian nasional, tidak
diragukan lagi UMKM adalah penyelamat, sehingga proses pemulihan
ekonomi dapat dilakukan. UKM mendorong pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja yang tidak bisa lagi dilakukan usaha besar. Melihat
jumlah UMKM dan perannya dalam perekonomian yang cukup besar
tersebut, sehingga dapat dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional
dari potensi yang dimilikinya (Wiyono, 2003), yaitu :
a. Populasi usaha kecil dan mikro bersifat massal dan terdistribusi
dimana-mana.
b. Bergerak diberbagai sektor kegiatan ekonomi (pertanian, peternakan,
industri, kerajinan dan jasa), baik di kota maupun di desa.
c. Usaha mikro dan kecil sebagai mata pencaharian pokok, sehingga
sangat tekun dan ulet dalam menjalankan usahanya.
d. Dapat dipercaya dan memiliki lalu lintas likuiditas usaha yang cukup
lancar.
e. Pola pembiayaan usaha relatif sederhana dapat menjadikan tingkat
Melihat perkembangan UMKM yang cukup bagus dan tidak banyak
terkena dampak krisis ekonomi dan moneter, maka turut memunculkan
semangat bagi dunia perbankan Indonesia untuk memberikan kontribusi
yang lebih besar dalam peningkatan produktivitas UKM nasional. Namun hal
ini tidak mudah dilakukan, mengingat beberapa faktor yang menghambat
interaksi dan kinerja diantara kedua sektor tersebut (Dewi, 2003), yaitu :
a. Para pengusaha mikro, kecil dan menengah mengalami kesulitan dalam
mendapatkan fasilitas pinjaman dari bank.
b. Permodalan, pola administrasi, jangkauan pasar, legalitas usaha dan
jumlah agunan UKM oleh pihak perbankan dianggap masih sangat
lemah dan kurang memadai.
c. Skim kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan dan pemerintah
belum dapat menjangkau bisnis mikro maupun UMKM.
d. Belum terdapat fasilitas pelayanan penyaluran kredit yang sesuai
dengan dinamika usaha mikro, kecil, dan menengah yang operasinya
sederhana dan dapat diandalkan.
Sektor UMKM masih dikonotasikan dengan sejumlah ciri negatif seperti
tingginya risiko bisnis UMKM, tidak efisiennya skala bisnis UMKM, lemahnya
sistem administrasi bisnis, kurangnya pengalaman bisnis dan penerapan
teknologi dalam industri IKM (Pramono, 2004). Ciri negatif itulah yang
berdampak pada rendahnya akses UMKM terhadap pendanaan sektor
perbankan. Dalam konteks inilah, seharusnya perbankan syariah sebagai
bagian dari sistem perbankan nasional dapat memainkan peranan yang
penting dalam rangka memberdayakan sektor UMKM dengan berbagai pola
penyaluran pembiayaan kepada UMKM.
2. Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga intermediasi
keuangan pada level mikro baik formal maupun non formal yang didirikan
dan dimiliki bersama oleh warga masyarakat untuk memecahkan
masalah/kendala permodalan dan kebutuhan dana yang dihadapi para
pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Gema PKM (2003) mendefinisikan
keuangan mikro (microfinance) sebagai penyedia jasa keuangan bagi
pengusaha kecil mikro serta berfungsi sebagai alat pembangunan bagi
masyarakat perdesaan.
Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling
miskin untuk membiayai proyek yang dikerjakan sendiri agar menghasilkan
pendapatan, yang memungkinkan peduli terhadap diri sendiri dan
keluarganya; “programmes extend small loans to very poor for self-employment projects that generate income, allowing them to care for themselves and their families” (Kompas, 2005). Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan kredit yang diberikan kepada para
pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai
hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun.
Lembaga keuangan yang terlibat dalam penyaluran kredit mikro
umumnya disebut LKM. Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa
(payment services) dan money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semiformal
misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber informal
misalnya pelepas uang (www.adb.org, 2005).
LKM di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori
yaitu LKM yang berwujud bank dan non bank. LKM yang berwujud bank
adalah BRI Unit Desa, Danamon Simpan Pinjam (DSP), Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) dan Badan Kredit Desa (BKD). Sedangkan yang bersifat non
bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP),
namun akibat persyaratan mitra pembiayaanan menggunakan metode bank
konvensional, pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan
mengaksesnya.
Ibrahim (2002) Indonesia memiliki reputasi internasional sebagai
negara yang telah mengembangkan berbagai bentuk lembaga dengan
berbagai bentuk jasa keuangan mikro. Indonesia merupakan laboratorium
pasar keuangan mikro terbesar di dunia, yaitu tempat di mana berbagai
lembaga keuangan rakyat telah melalui tahap uji coba, dengan
menghasilkan pemahaman bahwa lembaga-lembaga tersebut tumbuh dan
berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat setempat.
3. Prinsip Umum LKM
Agar LKM dapat berkembang, tumbuh menjadi kuat dan lestari dalam
memberikan pelayanan keuangan kepada para anggota, maka perlu
memegang teguh dan melaksanakan prinsip-prinsip yang telah teruji sebagai
berikut :
a. Modal LKM haruslah bersumber dari anggotanya sendiri (swadaya),
yang dihimpun dari simpanan pokok dan simpanan wajib (dapat di tambahkan “modal penyertaan”, pada BMT sering disebut simpanan pokok khusus, atau saham pada bank,sebagai penguat modal dengan perlakuan seperti investasi anggota pada lembaga keuangan). Selain itu
LKM dapat membuka berbagai jenis tabungan (simpanan sukarela).
b. Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela. Tidak ada paksaan untuk
menjadi anggota, dapat menerima warga masyarakat di lingkungannya
secara selektif untuk menjadi anggota tanpa membedakan suku, jenis
kelamin, agama dan kedudukan sosialnya.
c. Pada LKM non bank, layanan simpanan hanya diperoleh dari anggota
LKM atau tidak boleh dari bukan anggota, agar tidak melanggar UU
Perbankan.
d. Mengembangkan pelayanan yang bermutu dan profesional, bukan
e. Menghargai jasa, kemampuan dan produktifitas orang secara layak dan
rasional.
f. Saling percaya. Setiap anggota harus mengembangkan sikap untuk
dapat dipercaya, menepati janji dan dapat mempercayai orang lain.
g. Kepemimpinan demokratis ditandai oleh :
1) Setiap anggota mempunyai kedudukan yang sama, satu orang
anggota satu suara.
2) Anggota berhak mengajukan usul yang harus diperhatikan oleh
pengurus.
3) Pengurus dan pengawas dipilih dari dan oleh anggota di dalam
rapat anggota.
4) Manajemen diselenggarakan secara terbuka. Setiap anggota
berhak mengetahui dan memperoleh informasi keuangan secara
berkala.
h. Berusaha untuk mencapai skala ekonomi atau volume usaha layak yang
menjamin perolehan pendapatan, untuk membiayai pelayanan
profesional kepada para anggota, pertumbuhan dan kelestarian.
i. Mengalokasikan sumber dana yang diperoleh dari pendapatan untuk
kegiatan pendidikan secara terus menerus bagi kemajuan anggota dan
keluarganya.
j. Melakukan kegiatan pelayanan keuangan untuk mendukung usaha para
anggotanya dan tidak menyaingi usaha anggotanya.
k. Membangun jaringan kerjasama antar LKM dan lembaga lain yang lebih
luas atas dasar saling menghargai dan saling mengembangkan.
l. Pembiayaan yang diberikan kepada anggota harus dikuti dengan
pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan.
m. Jaminan barang boleh diterapkan, namun pertimbangan yang terbaik
4. Dimensi Keuangan Mikro
a. Tingkat/Skala Nasional
1) Masyarakat Indonesia sejak lama mengembangkan keuangan mikro,
seperti arisan, lumbung pitih nagari, lumbung desa, jimpitan, dan
sebagainya.
2) Beberapa Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM),
yakni LSM yang memiliki jaringan mengembangkan LKM Non Bank
dan secara riil juga memberikan pelayanan keuangan mikro, seperti
PINBUK dengan BMT (dan/atau Baitul Qiradh/BaiQi khusus di NAD) serta Kelompok Usaha Muamalat (POKUSMA), Badan Koordinasi
Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) dengan Credit Union/Koperasi Kredit, Alisa Khadijah dengan Sahabat Usaha Alisa (SUA), Majlis
Ekonomi Muhammadiyah dengan Baitut Tamwil Muhammadiyah
(BTM), Lembaga Ekonomi NU dengan Syirkah Muawanah, beberapa repikator Grameen, ASA, dan sebagainya.
3) Pemerintah melalui berbagai program dan proyek juga
mengembangkan konsep keuangan mikro, seperti Badan Kredit Desa
(BKD), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Inpres Desa Tertinggal
(IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program
Pembinaan Peningkatan Petani Kecil (P4K), Tabungan Keluarga
Sejahtera (Takesra) – Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra),
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Unit
Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED-SP), Program Pemberdayaan
Fakir Miskin (P2FM), Balai Usaha Mandiri Terpadu Kelompok Usaha
Bersama (BMT-KUBE), Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP), Modal Awal Padanan (MAP), Lembaga
Pembinaan Terpadu Industri dan Dagang Kecil (LPT INDAK),
Program Pemberdayaan Keuangan Ekonomi Rakyat (P2KER),
Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Madani (LEPMM), Program
Pembiayaan Produktif Koperasi Usaha Mikro (P3KUM), Program
Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (PERKASSA), Kredit
Agribisnis Perdesaan (PUAP), Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) dan sebagainya.
4) Berbagai lembaga keuangan berbentuk bank terlibat dalam
pengembangan keuangan skala mikro: BRI Unit, Swamitra Bukopin,
Danamon Simpan Pinjam (DSP), BPR, dan BPRS.
5) Pendekatan keuangan mikro lintas pelaku: Program Hubungan Bank
dengan KSM (PHBK) yang kemudian lebih riil berkembang Hubungan
Bank dengan LKM (HBL) atau Linkage Program.
6) Forum stakeholder keuangan mikro, seperti : Gerakan Bersama
Pengembangan Keuangan Mikro (GEMA PKM), Asosiasi BMT
Se-Indonesia (ABSINDO), Perhimpunan Lembaga Keuangan Mikro
Indonesia (PLKMI), dan sebagainya.
7) Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 26 Februari
2005 mencanangkan tahun 2005 sebagai awal Tahun Keuangan
Mikro Indonesia dalam rangka mencapai Millenium Development
Goals (MDGs) di Indonesia.
b. Tingkat /Skala Internasional
1) Salah satu strategi pencapaian Millenium Development Goals
(MDGs) adalah menargetkan penurunan kemiskinan pada tahun 2015
sebesar 50% dari sekitar 1,3 milyar jumlah penduduk miskin dunia
saat ini melalui layanan LKM, atau "sustainability micro finance".
2) Pemberian hadiah Nobel kepada Prof. Mohammad Yunus Banglades
atas keberhasilannya memberdayakan yang miskin melalui
pendekatan LKM Grameen Bank (2007).
4) Social Development Summit (Copenhagen, 1996)
5. Micro Credit Summit (Washington, 1997)
6. International Leader Forum on Development Finance (Washington – 1997, Maracas – 1998, Hyderabad – 1999, Johannesburg – 2000,
Nairobi – 2001, Beijing – 2002).
7. Asia Pacific Banking With The Poor Network (Brisbane – 1997, Singapore – 1998, Bangkok – 1999)
8. Inasia (Dacca – 2000, Katmandu – 2001, Bangkok – 2002).
9. Asia Pacific Development Center atau APDC (Kuala Lumpur – 1996, Washington – 1997, Bangkok – 2002).
10. World Bank : Distance Learning on Microfinance, melibatkan Indonesia, Japan, China, Vietnam, Singapore dan US (2001).
5. Tinjauan Syariah Lembaga Keuangan
Operasional BMT pada prinsipnya serupa dengan bank syariah, yang
membedakan hanyalah kelembagaan, segmentasi pasar, dan keluasan
produk. Bank Syariah menurut Antonio (1999) adalah bank yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah
merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan ciri-ciri yang
menonjol, yaitu pelarangan riba dalam berbagai bentuknya, tidak mengenal
konsep time-value of money, serta konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan. Fungsi dan peran bank syariah,
diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang
dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution atau AAOIFI (Sudarsono, 2003) berikut :
a. Manajer Investasi yang dapat mengelola investasi atas dana nasabah,
misalnya menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi.
b. Investor yang dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun
dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan
keuntungan atau kerugian yang diperoleh secara proporsional sesuai
nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana.
c. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat
melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan seperti bank
konvensional sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas
keuangan syariah yang dapat memberikan pelayanan sosial dalam
bentuk pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan penyaluran dana sosial (qardhul hasan).
Paradigma ekonomi Islam pada hakekatnya mengatur hubungan
ekonomi antara pelaku ekonomi, agar yang terlibat dalam kegiatan usaha
ekonomi dapat memperoleh keuntungan secara wajar sesuai dengan
perjanjian yang disepakati berdasarkan ketentuan Qur’an dan Hadist. Selain
mengatur tentang masalah aqidah dan akhlaq, Islam juga mengatur masalah
hubungan antar manusia (muamalah).
Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa kerangka kegiatan muamalah,
secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu bidang sosial, politik dan
ekonomi. Muamalah di bidang ekonomi mengatur tentang kegiatan
konsumsi, simpanan dan investasi. Berbeda dengan sistem lainnya, Islam
mengajarkan pola konsumsi moderat yang memungkinkan adanya simpanan
yang dapat disalurkan untuk pembiayaan investasi, baik untuk investasi di
sektor perdagangan (trade), produksi (manufacture) maupun jasa-jasa (services). Oleh karena itu, diperlukan lembaga keuangan yang dapat bertindak sebagai intermediator antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Maka dapat dikatakan bahwa antara pola
konsumsi, simpanan, investasi dan keberadaan lembaga keuangan pada
hakekatnya akan membentuk suatu siklus kegiatan ekonomi yang saling
terkait satu sama lain.
Lembaga keuangan yang dapat bertindak sebagai intermediator
berdasarkan prinsip muamalah adalah bank syariah. Sebagaimana halnya
bank konvensional, kegiatan usaha bank syariah pada intinya dapat
Namun dalam sistem operasional bank syariah, terdapat ciri khusus, dimana
pemilik dana menyimpan uangnya di bank tidak dengan motif untuk
mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi
hasil dari debitur/nasabah yang menggunakan dana tersebut untuk kegiatan
ekonomi produktif.
Gambar 1. Hubungan antar pelaku ekonomi dalam Islam (Chrishandoyo, 1999)
Antara LKM syariah dengan LKM konvensional terdapat perbedaan
karakteristik nyata, yaitu :
a. LKM syariah tidak melaksanakan transaksi pinjam-meminjam uang
berdasarkan bunga dalam segala bentuknya, melainkan dengan
sistem bagi hasil dengan nasabahnya.
b. Hubungan antara LKM syariah dengan nasabahnya tidak berupa
hubungan debitur-kreditur, tetapi lebih merupakan hubungan
partisipasi dalam menanggung risiko dan menerima hasil dari suatu
perjanjian bisnis.
c. LKM syariah memisahkan kedua jenis pendanaan supaya dapat
yang diperoleh dari dana simpanan yang diterimanya atas dasar
prinsip bagi hasil.
d. LKM syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai,
namun bekerja atas dasar kemitraan seperti mudharabah,
musyarakah, atas dasar jual beli (murabahah) atau atas dasar sewa (ijarah).
e. LKM syariah merupakan bank multiguna karena berperan sebagai
bank komersial, bank investasi (Investment Bank) dan bank
pembangunan.
f. LKM Syariah bekerja di bawah pengawasan Pengawas Syariah.
a. Keunggulan Lembaga Keuangan Syariah dan Kelemahan Sistem Bunga
1) Keunggulan Lembaga Keuangan Syariah
Keunggulan yang dimiliki bank syariah menurut Arifin (1999) adalah :
i. Secara teoritis, keunggulan bank/lembaga keuangan syariah
terletak pada sistem yang berdasarkan atas prinsip bagi hasil
(profit and lost sharing) dan berbagi risiko (risk sharing). Sistem ini diyakini oleh para ulama sebagai jalan keluar untuk menghindari
penerimaan dan pembayaran bunga (riba). Bank syariah pada
hakikatnya adalah lembaga intermediasi yang menjadi perantara
antara para penabung dan investor. Tabungan hanya akan
berguna, apabila diinvestasikan dan para penabung tidak dapat
diharapkan untuk sanggup melakukannya sendiri dengan terampil
dan sukses, maka tidak diragukan lagi bahwa bank dapat
melakukan fungsi yang berguna bagi masyarakat Islam. Islam
tidak menolak usaha menghasilkan laba. Oleh karenanya, tidak
ada alasan bagi bank untuk tidak masuk dalam suatu kemitraan
dengan pengusaha dan meminjamkan dana, dengan tanpa
memungut bunga, tetapi memperoleh bagi hasil. Melalui perannya
sebagai mitra, maka bank berbagi risiko dengan para pengusaha.
tidak memperoleh hasil yang tetap dan pasti. Di lain pihak,
pengusaha juga memperoleh manfaat, karena merasa yakin tidak
dipaksa untuk membayar sesuatu jumlah yang pasti yang tidak
mungkin dimiliki manakala perusahaan tidak berhasil
sebagai-mana mustinya. Deposito dari bank juga berbagi risiko dan juga
akan memperoleh bagi hasil. Jadi dapat dikatakan tidak
melanggar hukum Islam, karena menerima bunga. Jadi, semua
pihak memperoleh manfaat dan ini memenuhi kriteria keadilan
yang diinginkan oleh Islam.
ii. Aktivitas lembaga keuangan syariah didukung dengan skema
pinjaman tanpa imbalan yang disebut dana sosial (qardhul hasan). Pinjaman ini diberikan kepada orang yang posisinya secara
ekonomis sangat lemah, namun memiliki potensi keterampilan
berusaha. Bank sama sekali tidak mengambil manfaat dari hasil
pengelolaan dana tersebut. Mitra pembiayaan hanya berkewajiban
untuk membayar kembali sebesar pokok pinjamannya.
iii. Lembaga Keuangan Syariah tidak membatasi dirinya untuk hanya
bersedia meminjamkan dananya kepada sektor usaha yang sudah
mapan saja, atau kepada orang yang dapat menyediakan jaminan
untuk memastikan pembayaran kembali utang pokok dan
bunganya saja, seperti yang selama ini berlaku pada sistem
konvensional. Pengusaha kecil terdorong untuk tidak ragu-ragu
melakukan inovasi guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi
usahanya, karena adanya dukungan lembaga keuangan yang
bersedia memberikan dukungan secara pasti terhadap usaha itu.
iv. Bank/lembaga keuangan syariah bekerja berdasarkan prinsip
kemitraan dengan para pengusaha. Pembiayaan yang diberikan
oleh bank disertai dengan pemberian konsultasi, pembinaan dan
pengawasan, bahkan bila perlu menempatkan orang untuk
membantu secara efektif dalam proses manajemen perusahaan.
Jika dibandingkan dengan sistem syariah, sistem LKM
konvensional yang berbasis bunga memiliki berbagai kelemahan
sebagai berikut :
i. Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan/kewajaran bisnis.
Dalam bisnis, hasil dari setiap perusahaan selalu tidak pasti. Mitra
pembiayaan sudah berkewajiban untuk membayar tingkat bunga
yang disetujui, walaupun mengalami kerugian, atau bila
perusahaan untung kecil, tetapi bunga yang harus dibayarkan
melebihi keuntungannya.
ii. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan
kebangkrutan. Hal ini menyebabkan hilangnya potensi produktif
masyarakat secara keseluruhan sejalan dengan menganggurnya
sebagian besar orang. Lebih dari itu, beban hutang membuat
kesulitan yang menghimpit usaha pemulihan ekonomi, serta
membawa penderitaan lebih lanjut bagi seluruh masyarakat.
iii. Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut
bunganya membuat bank cemas untuk mengembalikan pokok dan
bunganya. Oleh karena itu, untuk keamanannya hanya mau
meminjamkan dana kepada bisnis yang benar-benar mapan atau
kepada orang yang sanggup memberikan jaminan bagi keamanan
pinjamannya. Hal ini menyebabkan tidak seimbangnya
pendapatan dan kesejahteraan.
iv. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi inovasi oleh UMK.
Usaha besar dapat mengambil risiko untuk mencoba teknik dan
produk baru, karena memiliki cadangan dana sebagai sandaran
bila ternyata ide barunya tersebut tidak berhasil. UMK sulit untuk
mencoba ide baru. Bila meminjam dana berbunga dari bank dan
ternyata ide barunya tersebut tidak berhasil, maka
konsekuensinya harus membayar pinjaman beserta bunganya dan
hal ini menyebabkan kebangkrutan.
v. Dengan sistem bunga, bank tidak tertarik dalam kemitraan usaha,
rencana bisnis yang diajukan selalu diukur dengan kriteria. Jadi,
bank yang bekerja dengan sistem bunga tidak mempunyai insentif
untuk membantu usaha yang berguna bagi masyarakat dan para
pekerja. Sistem ini akan menyebabkan mis-alokasi sumber daya.
Berikut ini disajikan Tabel 2 yang menjelaskan perbedaan antara
[image:40.612.123.513.249.604.2]bunga dengan bagi hasil.
Tabel 2. Perbedaan Bunga dan Bagi hasil (Antonio, 1999)
Bunga Bagi Hasil
a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
a. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung-rugi.
b. Besarnya persentase ber-dasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh c. Pembayaran bunga tetap
seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
c. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. d Jumlah pembayaran bunga
tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan bank berlipat atau keadaan ekonomi sedang "booming"
d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah pendapatan usaha
e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam.
e. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
b. Pembiayaan Syariah
Secara umum pembiayaan syariah dilakukan atas dasar prinsip
bagi hasil (profit sharing) dan marjin. Prinsip bagi hasil dalam perbankan
syariah dapat dilakukan dengan empat akad, yaitu musyarakah,
mudharabah, muzaraah dan musaqah. Namun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai oleh perbankan syariah adalah akad musyarakah
Prinsip marjin dilakukan dalam bentuk-bentuk akad jual beli dan
yang banyak dikembangkan dalam perbankan syariah sebagai sandaran
pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi adalah murabahah,
salam dan istishna.
1) Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
i. Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan (Antonio, 1999).
Terdapat manfaat yang dapat diambil dari pembiayaan
secara musyarakah, yaitu :
i) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha meningkat.
ii) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu
kepada nasabah penyimpan dana secara tetap, namun
disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank,
sehingga bank tidak mengalami negatif spread.
iii) Pengembalian pokok pembiayaan yang dilakukan debitur
disesuaikan dengan cash flow nasabah dan hal ini tidak memberatkan nasabah.
iv) Bank akan lebih selektif dan berhati-hati dalam pembiayaan
usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan.
v) Prinsip bagi hasil dalam akad musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dalam perbankan konvensional,
dimana bank akan tetap menagih pembayaran dari nasabah
dalam jumlah yang tetap berapapun keuntungan yang
dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun nasabah mengalami
Selain manfaat yang sudah diuraikan di atas, terdapat risiko
yang relatif tinggi pada penerapan pembiayaan musyarakah, yaitu:
i) Side streaming; nasabah menggunakan dana pembiayaan tersebut bukan seperti yang disebutkan dalam akad atau
kontrak.
ii) Lalai dan kesalahan yang dilakukan secara sengaja oleh
nasabah.
iii) Jika nasabah tidak jujur, maka Informasi mengenai
keuntungan tidak disampaikan secara transparan oleh
nasabah kepada bank.
Secara umum pembiayaan musyarakah dapat dijabarkan
[image:42.612.206.508.356.534.2]pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema pembiayaan Musyarakah (Antonio, 1999)
Keterangan :
i) Nasabah mengajukan proposal proyek kepada bank dan
bank mempelajari proposal tersebut dan timbul kesepakatan
bersama. Kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam akad
Musyarakah.
Nasabah Parsial :
Asset Value
Bank Syariah Parsial : Pembiayaan
PROYEK/USAHA
KEUNTUNGAN
Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi
ii) Bank dan nasabah menyerahkan share dana kedalam proyek, dengan jangka waktu, nisbah bagi hasil dan
persyaratan lainnya yang tercantum dalam akad
pembiayaan.
iii) Pembagian keuntungan/kerugian :
- Apabila proyek memberikan keuntungan, maka
keuntungan dibagi sesuai kesepakatan.
- Apabila proyek rugi, maka kerugian ditanggung bank dan
nasabah sesuai dengan porsi masing-masing.
iv) Dana musyarakah dikembalikan/diangsur oleh nasabah
sesuai dengan jangka waktu yang disepakati.
ii. Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment)
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
(Antonio, 1999). Keuntungan yang terjadi dalam akad
mudharabah dibagi antara pihak pemilik dana dan pengelola menurut kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan
kerugian yang terjadi ditanggung oleh pemilik dana, jika kerugian
tersebut disebabkan bukan oleh pengelola. Apabila kerugian yang
terjadi diakibatkan oleh kelalaian atau kecurangan pengelola,
maka pengelola harus mempertanggungjawabkan kerugian
tersebut kepada pemilik dana.
Pembiayaan mudharabah dibedakan dalam dua jenis,
yaitu :
i. Mudharabah Mutlaqah (Tidak Terikat atau Unrestricted)
menguntungkan. Mudharib bertanggungjawab untuk melakukan pengelolaan usaha sesuai dengan praktek
kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
ii. Mudharabah Muqayyadah (Terikat atau Restricted)
Shahibul Maal menentukan syarat dan pembatasan pada
Mudharib dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha, dan sebagainya. Mudharib
menggunakan modal tersebut hanya untuk kegiatan usaha
yang dinyatakan secara khusus untuk menghasilkan
keuntungan.
Terdapat manfaat yang dapat diambil dari pembiayaan secara
mudharabah, yaitu :
i) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha meningkat.
ii) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu
kepada nasabah penyimpan dana secara tetap, namun
disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank,
sehingga bank tidak mengalami negatif spread.
iii) Pengembalian pokok pembiayaan yang dilakukan debitur
disesuaikan dengan cash flow nasabah dan hal ini tidak memberatkan nasabah.
iv) Bank akan lebih selektif dan berhati-hati dalam pembiayaan
usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan.
v) Prinsip bagi hasil dalam akad mudharabah ini berbeda
dengan prinsip bunga tetap dalam perbankan konvensional,
dimana bank akan tetap menagih pembayaran dari nasabah
dalam jumlah yang tetap berapapun keuntungan yang
dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun nasabah mengalami
Selain manfaat yang sudah diuraikan di atas, terdapat risiko
yang relatif tinggi pada penerapan pembiayaan mudharabah, yaitu :
i) Side streaming; nasabah menggunakan dana pembiayaan tersebut bukan seperti yang disebutkan dalam akad atau
kontrak.
ii) Lalai dan kesalahan yang dilakukan secara sengaja oleh
nasabah.
iii) Jika nasabah tidak jujur, maka informasi mengenai
keuntungan tidak disampaikan secara transparan oleh
nasabah kepada bank.
Secara umum pembiayaan mudharabah dapat dijabarkan
pada Gambar 3.
PERJANJIAN
BAGI HASIL
Keahlian/ Modal Ketrampilan 100%
Nisbah X% Nisbah Y%
Pengembalian
[image:45.612.101.512.115.733.2]Modal Pokok
Gambar 3. Skema pembiayaan Mudharabah (Antonio, 1999)
Keterangan :
i) Nasabah mengajukan proposal proyek kepada bank dan bank
mempelajari proposal tersebut dan timbul kesepakatan
PROYEK/USA HA
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
M O D A L Nasabah
(Mudharib)
Bank/BMT (Shahibul
bersama. Kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam akad
Mudharabah.
ii) Bank menyerahkan 100% dana dan nasabah mengelola
proyek atau usaha, dengan jangka waktu, nisbah bagi hasil
dan persyaratan lainnya yang tercantum dalam akad
pembiayaan.
iii) Pembagian keuntungan/kerugian :
- Apabila proyek memberikan keuntungan, maka
keuntungan dibagi sesuai kesepakatan.
- Apabila proyek rugi, maka 100% kerugian ditanggung bank
kecuali mudharib melakukan kelalaian atau melanggar kesepakatan.
iv) Dana Mudharabah dikembalikan dengan cara diangsur atau sekaligus oleh mudharib sesuai dengan jangka waktu secara teratur yang disepakati.
2) Prinsip Marjin (Jual Beli)
i. Murabahah (Deffered Payment Sale)
Murabahah adalah jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati (Antonio,
1999). Dalam akad murabahah penjual harus memberitahu-kan harga pokok produk yang dibeli ditambah dengan tingkat
keuntungan yang ditentukan. Manfaat yang dapat diambil dari
akad murabahah adalah :
i) Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli
dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.
ii) Nasabah melakukan angsuran secara tetap dan tidak
terpengaruh oleh kondisi ekonomi secara umum dan
fluktuasi tingkat suku bunga.
Selain manfaat yang didapat, maka risiko yang harus
i) Default atau kelalaian, yaitu nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
ii) Fluktuasi harga komparatif, terjadi bila harga suatu barang
di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah.
Bank tidak dapat mengubah harga jual-beli tersebut.
iii) Penolakan nasabah, barang yang dikirim dapat ditolak oleh
nasabah karena berbagai sebab. Jika hal ini terjadi dan
bank sudah terlanjur melakukan kontrak pembelian dengan
penjual, maka barang tersebut menjadi milik bank dan
bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak
lain.
iv) Dijual, karena murabahah bersifat jual-beli dengan hutang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang tersebut
menjadi milik nasabah.
Secara umum pembiayaan murabahah dapat dijabarkan pada Gambar 4.
nNegosiasi dan Persyaratan
o Akad Jual Beli
s Bayar
Terima Barang
dan r
Dokumen
[image:47.612.210.512.416.588.2]pBeli Barang q Kirim
Gambar 4. Skema pembiayaan Murabahah (Antonio,
1999)
Keterangan :
Bank/B MT
Nasabah
n Bank dan nasabah melakukan negosiasi untuk melakukan
transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, meliputi
jenis barang yang akan diperjualbelikan, harganya (termasuk
jumlah keuntungan yang diminta bank) dan jangka waktu
pembayaran dan hal-hal lain yang diperlukan.
o Bank dan nasabah melakukan akad pembiayaan Murabahah
sebesar nominal harga jual untuk dilunasi dalam jangka waktu
yang telah disepakati bersama.
p Apabila akad pembiayaan sudah ditandatangi oleh bank dan
nasabah, maka bank melakukan pesanan barang kepada
pemasok sesuai dengan spesifikasi barang yang dikehendaki
oleh nasabah. Nasabah tidak diperkenankan membeli barang
secara langsung tanpa seizin bank.
q Barang yang dibeli oleh bank selanjutnya dikirim oleh pemasok
kepada nasabah.
r Nasabah menerima barang yang dipesan dilengkapi dengan
dokumen-dokumen pengiriman.