• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN TAMAN PERCONTOHAN RAMAH ANAK

DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PUTRI KHARISMA UTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian berjudul Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak di Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir usulan penelitian ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Putri Kharisma Utami

(4)

RINGKASAN

PUTRI KHARISMA UTAMI. Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dibimbing oleh WAHJU QAMARA MUGNISJAH dan ARIS MUNANDAR.

Taman sebagai ruang publik sekaligus sebagai bagian dari infrastruktur hijau perkotaan hendaknya senantiasa memberikan manfaat bagi penduduk kota tersebut. Taman kota yang ramah anak sebagai sebuah ruang publik perkotaan selayaknya mampu memberikan manfaat tidak hanya bagi pengguna masyarakat secara umum namun juga pengguna anak-anak secara khusus. Manfaat sebuah taman kota bagi anak terkait erat dengan kebutuhan anak di perkotaan terhadap ruang luar yang dapat menunjang tumbuh dan kembangnya. Ruang ramah anak yang dinilai kelayakannya dalam penelitian ini mencakup ruang aktif, ruang ekologis, ruang individual, dan ruang kultural. Penilaian dilakukan oleh masyarakat dan anak-anak sebagai penerima langsung manfaat taman melalui kriteria ruang ramah anak yang sudah disusun sebelumnya dan pengamatan serta pemetaan perilaku anak ketika berekreasi di taman. Adapun taman ramah anak yang menjadi lokasi penelitian adalah 5 taman percontohan yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).

Hasil penelitian menunjukkan walaupun masyarakat sebagai pengguna memberikan penilaian yang tergolong layak terhadap variabel-variabel penyusun ruang ramah anak di taman percontohan, namun preferensi pengguna terhadap keberadaan ruang ekologis untuk dijadikan sebagai tempat berekreasi tergolong masih rendah. Hasil uji korelasi menunjukkan rendahnya hubungan antara tipe ruang ekologis dengan ketiga tipe ruang lainnya. Hal yang sama juga terlihat dari hasil pemetaan perilaku anak ketika berekreasi yang menunjukkan preferensi yang rendah terhadap tipe ruang ekologis. Keterpaduan keempat tipe ruang ramah anak akan mengoptimalkan manfaat yang dapat diterima oleh pengguna ketika menggunakan taman, khususnya taman yang dibangun dengan tujuan untuk mempromosikan aktivitas rekreasi anak di ruang luar. Oleh karena itu, konektivitas antara elemen-elemen penyusun ruang ekologis dengan tipe ruang aktif, individual, maupun kultural dapat menjadi salah satu solusi pengelolaan untuk meningkatkan manfaat taman sebagai ruang publik yang layak bagi anak. Kata kunci: manfaat taman, ruang publik perkotaan, kebutuhan tumbuh kembang

(5)

SUMMARY

PUTRI KHARISMA UTAMI. Suitability of a Child-friendly Pilot Parks in Jakarta Capital City. Supervised by WAHJU QAMARA MUGNISJAH and ARIS MUNANDAR.

.

Park as a public space as well as part of urban green infrastructure should continue to provide benefits to the citizen. Child-friendly park as an urban public space should be able to provide benefits not only for the citizen in general but also for children in particular. Benefits of an urban park for children are related to the children‟s needs regarding urban outdoor space that can support their growth and development. Assessment for properness of outdoor child-friendly space in this study includes active, ecological, individual, and cultural spaces. This research involving community and children as park beneficiary through not only interview and questionnaire about criterias for child-friendly spaces that have been developed in previous studies, but also through observations and behavior mapping of children when visiting parks. The research locations are 5 pilot parks built by Jakarta Provincial Government through the program of Integrated Child Friendly Public Spaces (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak / RPTRA).

The results shows that although citizen as users gives ratings that considered proper to the variables of child-friendly spaces in the pilot parks, the preferences of the user regarding ecological space presence as a place for recreation is still low. Correlation test result shows weak connection between the ecological type with the three other types. The same result comes from the children‟s behavior mapping that shows low preference and utilization of ecological space as recreation site. The integration of the four types of child-friendly spaces criterias will optimize the benefits that can be received by users when using parks, especially parks that were built to promote an outdoor recreational space for children. Therefore, connectivity between the elements of ecological space with other types such active, individual, and cultural space may be one of the solutions to improve the management of park as a public space that suitable for children.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

KELAYAKAN TAMAN PERCONTOHAN RAMAH ANAK

DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak di Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Nama : Putri Kharisma Utami

NIM : A451140031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Aris Munandar, M.Si. Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian: 17 Oktober 2016

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahuwata’ala yang telah memberikan karunia dan hidayah sehingga penlitian ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Kelayakan Taman Percontohan Ramah Anak di Daerah Khusus Ibukota Jakarta” merupakan upaya penulis untuk berkontribusi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di dalam penyediaan ruang publik perkotaan berupa taman yang ramah bagi tumbuh kembang anak.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. dan Dr. Ir. Aris Munadar, M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penyusunan tesis ini. Di samping itu, penulis menyampaikan terima kasih juga kepada Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr. Sc. selaku dosen penguji atas kritik dan saran serta Dr. Syatinilia S.P., M.Si. selaku perwakilan Program Studi Arsitektur Lanskap atas pendampingan dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Pascasarjana Arsitektur Lanskap 2014 dan rekan-rekan di pemerintah provinsi DKI Jakarta atas dukungan moral dan material selama penelitian hingga tesis ini diselesaikan. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Erry Hakim, ST., ananda Sabrina Mikhaila Hakim, papa Drs. H. Rizal Imam Ganta, MM., Arini Maria Imam Ganta S.E, papa Ir. Agus Harijadi dan mama Ir. Soehajati atas cinta, doa, semangat, dan dukungannya. Terakhir, penulis ingin mempersembahkan tesis ini kepada mama (almh.) Hj. RR.Sri Kuntari S. yang selalu menjadi suara hati dan inspirasi hidup bagi penulis.

Penulis menyadari dalam karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran amat diharapkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Anak dan Tumbuh Kembang Anak 4

Anak dan Lingkungan Perkotaan 7

Kriteria Taman Ramah Anak 8

Pengelolaan Berbasis Manfaat 11

Q-Methodology 12

3 METODE 13

Lokasi dan Waktu 13

Metode Pengumpulan Data dan Informasi 14

Metode Penyusunan Kriteria Penilaian Ruang Luar Ramah Anak 13

Metode Penilaian Ruang Luar Ramah Anak 13

Analisis penilaian oleh responden masyarakat 13

Analisis penilaian oleh pengguna anak 13

Metode Identifikasi Hubungan antarkriteria Ruang Luar Ramah Anak 13

Korelasi antartipe ruang luar ramah anak 13

Hubungan antarkelompok anak dengan preferensi tipe ruang luar

ramah anak 13

Hubungan antara jumlah ragam aktivitas anak dengan karakter

ruang pembentuk fasilitas 13

Metode Penyusunan Rekomendasi 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Situasional RPTRA Percontohan 20

Susunan Kriteria Penilaian Ruang Luar Ramah Anak 34

Penilaian Ruang Luar Ramah Anak 36

Penilaian oleh responden masyarakat 36

Penilaian oleh anak 39

(12)

DAFTAR ISI (lanjutan)

Korelasi antartipe ruang ramah anak 55

Korelasi antarkelompok anak pengguna RPTRA 56 Pengaruh karakter ruang pembentuk fasilitas terhadap ragam

aktivitas anak 58

Rekomendasi Pengelolaan 60

5 SIMPULAN DAN SARAN 65

Simpulan 65

Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 66

LAMPIRAN 70

RIWAYAT HIDUP 104

DAFTAR TABEL

1 Pengendalian komponen terhadap aspek taman bermain anak 11

2 Lokasi penelitian taman ramah anak 14

3 Jenis dan sumber data dalam penelitian 15

4 Klasifikasi keeratan hubungan dengan korelasi Pearson (r) 19 5 Tahapan (milestone) pembangunan RPTRA percontohan 20 6 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA Sungai

Bambu 22

7 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA Bahari 25 8 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA

Kenanga 27

9 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA

Kembangan 29

10 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas di RPTRA

Cililitan 31

11 Situasional RPTRA dilihat dari kelengkapan fasilitas 33 12 Kemampuan fasilitas diluar kriteria/acuan RPTRA 33 13 Kriteria penilaian ruang penyusun lanskap ramah anak 34 14 Hasil uji validitas dan reliabilitas responden masyarakat 36 15 Penilaian responden terhadap kriteria ruang ramah anak di RPTRA 37 16 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di RPTRA

Sungai Bambu 41

17 Uraian setting ruang ramah anak di RPTRA Sungai Bambu 42 18 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di RPTRA

Bahari 44

(13)

DAFTAR TABEL (lanjutan)

20 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di

RPTRA Kenanga 47

21 Uraian setting ruang ramah anak di RPTRA Kenanga 48 22 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di

RPTRA Kembangan 50

23 Uraian setting ruang ramah anak di RPTRA Kembangan 51 24 Uraian jenis dan jumlah aktivitas anak pada tiap area fasilitas di

RPTRA Cililitan 53

25 Uraian setting ruang ramah anak di RPTRA Cililitan 54 26 Nilai korelasi antara variabel ruang aktif, ruang ekologis, ruang

individu, dan ruang kultural 56

27 Uji chi-square antara variabel pendampingan anak dengan preferensi

tipe ruang 56

28 Hasil uji chi-square pengaruh variabel elemen pembentuk lanskap

terhadap ragam aktivitas anak di tiap RPTRA 58

29 Hasil uji chi-square pengaruh variabel keterbukaan ruang terhadap

ragam aktivitas anak di tiap RPTRA 59

30 Hasil uji chi-square pengaruh variabel aksesibilitas terhadap ragam

aktivitas anak di tiap RPTRA 60

31 Rekomendasi pengelolaan berbasis manfaat bagi pengguna 62

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

2 Lokasi penelitian 14

3 Triangulasi antara guideline, literatur terkait dan situasional lapangan dalam membentuk kriteria penilaian ruang luar ramah anak di

RPTRA 16

4 Situasi RPTRA Sungai Bambu Jakarta Utara 22

5 Situasi RPTRA Bahari Jakarta Selatan 24

6 Situasi RPTRA Kenanga Jakarta Pusat 26

7 Situasi RPTRA Kembangan Jakarta Barat 28

8 Situasi RPTRA Cililitan Jakarta Timur 30

9 Tipe ruang yang paling diminati di RPTRA 37

10 Persentase jawaban responden terkait perlu atau tidaknya musala (kiri) dan fasilitas permainan tradisional nusantara (kanan) di RPTRA 38 11 Aspirasi masyarakat terhadap peningkatan fasilitas ruang ramah anak

yang diinginkan di RPTRA 38

12 Persentase jumlah anak menunjukkan preferensi waktu kunjungan di

tiap lokasi RPTRA 39

13 Grafik perbandingan jumlah anak yang didampingi dengan jumlah anak yang tidak didampingi orang dewasa ketika menggunakan

RPTRA 39

(14)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

16 Rekam visual sebaran aktivitas anak di RPTRA Kenanga 46 17 Rekam visual sebaran aktivitas anak di RPTRA Kembangan 49 18 Rekam visual sebaran aktivitas anak di RPTRA Cililitan 52 19 Grafik sebaran aktivitas anak pada tiap ruang penyusun RPTRA 55 20 Grafik sebaran aktivitas kedua kelompok anak pada tiap tipe ruang

penyusun RPTRA 57

21 Model elemen water fountain sebagai bagian dari arena permainan air

anak di RPTRA Cililitan, Jakarta Timur 61

22 Model penataan elemen alami (air dan bebatuan) sebagai fasilitas gerak motorik anak di RPTRA Kembangan, Jakarta Barat 61 23 Model penerapan fasilitas urban farming sebagai elemen pembentuk

ruang ekologis di RPTRA Sungai Bambu, Jakarta Utara 61

DAFTAR LAMPIRAN

1

Lembar Questionaire Set (Q-Set) terdiri dari 3 bagian (biodata, penilaian kriteria dan penilaian pengelolaan) 70 2 Hasil pengamatan perilaku anak di RPTRA Sungai Bambu, Jakarta

Utara 74

(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan sebuah kota tidak terlepas dari perkembangan penduduknya. Masyarakat dalam interaksinya dengan lingkungan, sosial-budaya, dan ekonomi seharusnya merupakan arah tujuan dari rencana perkembangan infrastruktur suatu daerah, khususnya di kota besar seperti Jakarta. Seringkali perkembangan yang terjadi tidak diimbangi dengan daya dukung kota tersebut. Hal ini pula yang terjadi pada tuntutan kebutuhan masyarakat terhadap ruang publik, khususnya ruang terbuka hijau (RTH).

Ruang publik merupakan ruang dalam suatu kawasan yang dipakai masyarakat secara bersama untuk melakukan berbagai kegiatan, merupakan titik berkumpul dari suatu komunitas mulai dari ketetanggaan, lingkungan, atau daerah sekitarnya untuk meningkatkan manfaat taman bagi pengguna melalui interaksi sosial dan interaksi dengan lingkungannya.

Fakta menunjukkan bahwa dampak pembangunan dan kemajuan teknologi membawa perubahan yang sangat besar terhadap sikap dan perilaku masyarakat yang tidak selalu berpihak kepada kepentingan terbaik bagi anak. Hal ini menjadikan posisi dan kondisi anak menjadi sangat rentan terhadap berbagai masalah, seperti masalah kesehatan fisik dan psikis (Gies 2006), masalah pendidikan, dan masalah anak sebagai korban dari tindak kejahatan. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban orang tua, masyarakat, serta pemerintah untuk melindungi hak asasi manusia bagi anak, antara lain tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, termasuk di dalamnya infrastrukrur hijau (Ely dan Pitman 2014) berupa taman, sebagai tempat yang layak serta ramah bagi anak.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini tengah mengedepankan pembangunan infrastruktur kota yang layak bagi anak melalui Program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Program itu bertujuan mengembangkan ruang-ruang publik kota seperti taman secara terkoordinasi dan mampu memberikan manfaat bagi anak secara khusus dan bagi masyarakat secara umum. Program RPTRA merupakan salah satu langkah yang diambil pemerintah kota untuk menuju Jakarta sebagai Kota Layak Anak.

Pembanguan RPTRA dilakukan melalui program corporate social responsibility (CSR) sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat, dalam hal ini melalui kerja sama antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan pihak swasta, dalam mengembangkan infrastruktur kota Jakarta. Salah satu konsentrasi dalam menuju Kota Layak Anak adalah pengadaan taman layak anak di lingkup permukiman penduduk, yang ditandai dengan pembangunan taman percontohan ramah anak di tiap Kota Administrasi. Taman-taman tersebut ke depannya direncanakan untuk terintegerasi secara terpadu dengan ruang publik kota lainnya yang ramah bagi anak dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.

(16)

2

mempromosikan aktivitas rekreasi ruang luar yang ramah anak. Kebutuhan ruang tumbuh kembang anak yang menjadi objek kajian adalah ruang bagi anak berusia 0-18 tahun (termasuk anak dalam kandungan), yang jumlahnya mencapai 3,3 juta jiwa atau sekitar 1/3 dari total penduduk DKI Jakarta yang berjumlah kurang lebih 10 juta jiwa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta 2014). Pembangunan taman percontohan ini merupakan bentuk inisiasi dari ruang publik terpadu ramah anak lainnya yang akan dikembangkan di DKI Jakarta di masa yang akan datang.

Keikutsertaan masyarakat dalam penataan ruang, dalam hal ini taman, berangkat dari manfaat yang didapatkan masyarakat tersebut. Taman selayaknya dapat menyediakan ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan manfaat yang ada di dalamnya, baik manfaat kesehatan, manfaat sosial maupun manfaat lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan yang berbasis manfaat (benefit-based management) menjadi pendekatan manajerial kota dalam mengelola ruang (Shuib et al. 2015). Partisipasi publik dalam tiap tahapan pengambilan keputusan, termasuk perencanaan, desain, serta pengelolaan, sangat penting dalam penyediaan kondisi ruang yang restoratif dan rekreatif pada sebuah taman, dalam hal ini taman yang diperuntukkan bagi optimalisasi tumbuh kembang anak di DKI Jakarta.

Maksud dari penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap opini, persepsi, dan tanggapan masyarakat sebagai bentuk partisipasi terhadap pembangunan taman percontohan ramah anak di tiap Kota Administrasi yang dianggap layak bagi tumbuh kembang anak. Adapun metode yang dilakukan adalah menggunakan metode statistik yang menghubungkan aspek keruangan dan kependudukan serta penggunaan metode-metode lain yang dirasa perlu untuk menunjang kajian. Hasil penelitian diharapkan dapat berkontribusi terhadap perencanaan dan pengelolaan taman di DKI Jakarta yang konsisten serta berkelanjutan dalam upaya membangun kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak. Anak adalah penerus dan pemimpin di masa depan. Oleh karena itu, merencanakan ruang kota untuk anak sekarang sama dengan merencanakan masa depan kota tersebut.

Perumusan Masalah

Kota besar seperti Jakarta memiliki tantangan tersendiri di dalam penyediaan ruang terbuka bagi anak, seperti faktor keamanan, pengaruh gaya hidup dan teknologi, kepadatan penduduk, dan keterbatasan luas lahan ruang terbuka publik yang dialokasikan sebagai taman percontohan di lima wilayah Kota Administrasi DKI Jakarta. Hal ini menyebabkan perlu adanya peningkatan dan perbaikan pengelolaan secara terus-menerus, oleh pemerintah bersama masyarakat, untuk mengoptimalkan keberadaan taman-taman percontohan tersebut sebagai bagian dari ruang publik yang layak bagi anak.

Pengelolaan taman percontohan ramah anak yang berbasis manfaat ( benefit-based) berarti mengedepankan manfaat taman bagi anak. Oleh karena itu, aspek tumbuh kembang anak serta penyediaan ruang pada taman percontohan ramah anak yang mendukung aspek tersebut patut untuk dikaji.

(17)

3 diperlukan informasi lebih banyak terkait faktor dan tipe ruang yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, aktivitas dan interaksi anak di ruang luar, termasuk pola penggunaan ruang dan fasilitas di dalam taman percontohan. Informasi tersebut diperoleh melalui pendataan dan pemetaan terkait tanggapan, persepsi, preferensi, dan pengetahuan dari pihak yang paling dekat dengan anak (para orang tua dan guru), akademisi atau pengamat anak, masyarakat secara umum, serta pengamatan perilaku dan aktivitas anak sebagai pengguna langsung dari taman-taman percontohan tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah

1. mengidentifikasi tanggapan masyarakat dan anak sebagai pengguna terhadap kelayakan ruang terbuka ramah anak berdasarkan kriteria penilaian yang disusun oleh peneliti,

2. mengkaji dan menganalisis hubungan antarkriteria untuk menentukan prioritas perbaikan taman yang diperlukan di dalam meningkatkan manfaat ruang luar bagi tumbuh kembang anak, dan

3. menyusun rekomendasi dalam hal peningkatan dan perbaikan pengelolaan ruang luar ramah anak kepada pemerintah dan stakeholder terkait.

Manfaat Penelitian

Kajian yang dilakukan secara akademis diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang strategi pengembangan serta pengelolaan taman percontohan layak anak berdasarkan manfaatnya bagi tumbuh kembang anak. Hasil penelitian secara praktis diharapkan dapat memberikan wawasan kepada masyarakat serta pemerintah terkait prioritas dalam pengelolaan taman yang ramah anak di lingkungan perkotaan, khususnya di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Hasil penelitian diharapkan juga dapat menjadi bentuk partisipasi masyarakat kepada

stakeholder terkait dalam melakukan optimalisasi dan rehabilitasi taman sebagai fasilitas ruang terbuka kota yang layak bagi anak.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian berfokus pada ruang publik kota berupa taman. Taman yang menjadi objek penelitian adalah taman percontohan (pilot project) ramah anak di lima Kota Administrasi DKI Jakarta. Taman percontohan ramah anak di Kabupaten Kepulauan Seribu tidak menjadi cakupan lokasi penelitian karena telah diambil sampel taman layak anak di Kota Administrasi Jakarta Utara, dimana koordinasi pembangunannya sama-sama dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat Walikota Jakarta Utara.

(18)

4

penelitian ini. Penelaahan kelayakan taman berdasarkan kriteria ruang ramah anak yang disusun oleh peneliti menjadi dasar penyusunan prioritas dan rekomendasi peneliti di dalam peningkatan manfaat taman bagi tumbuh kembang anak.

Masyarakat sebagai penerima langsung manfaat (beneficiary) dari taman yang ramah anak turut berpartisipasi dalam kajian ini. Selain bersifat keilmuan, penelitian diharapkan dapat lebih mencerminkan opini dan persepsi dari masyarakat. Lebih lanjut, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi dasar pengambil kebijakan dalam merencanakan ruang kota berupa taman ramah anak yang lebih berkelanjutan. Gambar 1 merupakan ilustrasi dari kerangka berpikir yang dilakukan peneliti.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Anak dan Tumbuh Kembang Anak

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mendefinisikan anak sebagai manusia yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan (Pasal 1 Ayat 1). Kebutuhan bermain dan belajar anak tergolong dari kelompok umurnya. Woolfson (2001) mengkategorikan anak berdasarkan kelompok umurnya: umur

0-Gambar 1 Kerangka pemikiran

Program RPTRA

(Ruang Publik Terpadu Ramah Anak)

Kajian Kriteria Ruang Ramah Anak

Hubungan antarkriteria Analisis

Partisipasi Masyarakat sebagai Penerima Manfaat

Sintesis

Taman Percontohan di Tiap Kota Administrasi DKI Jakarta (5 Lokasi)

Anak Masyarakat Pendamping Anak

Penilaian Kriteria

Berbasis Manfaat bagi Tumbuh Kembang Anak Penilaian oleh Pengguna

(19)

5 1 tahun, disebut bayi (baby); umur 1-3 tahun, disebut anak bawah tiga tahun atau batita (infancy); umur 3-5 tahun, disebut anak bawah lima tahun atau balita

(toddler); umur 5-12 tahun, disebut anak usia pendidikan dasar (age of basic education); umur 12-14 tahun, disebut usia anak pra-remaja (pre-adolescent age). Pada tiap tahapan usia ini kebutuhan bermain dan belajar berperan penting terhadap tumbuh kembang anak menjadi manusia dewasa. Pada prakteknya definisi anak maupun kebutuhan tumbuh kembang sesuai dengan usianya bersifat dinamis seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi.

Tumbuh kembang anak terjadi baik secara fisik maupun psikis. Mustapa et al. (2015) mengkategorikan kebutuhan perkembangan anak menjadi kriteria kebutuhan untuk berkembang secara fisik, sosial, kognitif, dan emosional.

Perkembangan Fisik

Fisik anak berkembang dengan cara bermain dan eksplorasi. Lingkungan yang baik untuk kebutuhan perkembangan fisik anak adalah lingkungan yang mampu mengembangkan kemampuan motorik, stamina, dan kebugaran tubuh. Teori Kemampuan/Theory of Affordances (Gibson 1979) merupakan suatu pendekatan teori yang menjelaskan bahwa anak-anak memberikan nilai lebih pada suatu tempat atau lingkungan yang mampu memberikan ruang bagi mereka untuk bermain dan mengembangkan kemampuan motoriknya.

Keleluasaan bergerak dalam lingkungan ruang luar membuat anak dapat bermain dan bereksplorasi serta mengembangkan keseimbangan dan kemampuan koordinasi tubuh (Fjortoft dan Sageie 2000).

Studi dilakukan pada dua kelompok anak usia 5-7 tahun untuk mengetahui kebugaran fisiknya. Hasil menunjukkan bahwa kebugaran fisik dan kemampuan motorik kelompok anak yang bermain pada area bermain alami / di luar ruangan seperti hutan, kebun, dan taman lebih berkembang jika dibandingkan dengan kelompok anak yang bermain di area bermain artifisial / di dalam ruangan (Fjortoft 2004). Selain itu, gerak fisik dan motorik yang dioptimalkan perkembangannya juga berfungsi untuk mencegah penyakit obesitas pada anak (Bell et al. 2008).

Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial didapat melalui interaksi anak dengan sesamanya sehingga kemampuan berkomunikasi serta berbahasanya meningkat. Melalui bermain, anak belajar mengenal kerja sama dan berbagi dengan anak lainnya yang sebaya. Pemahaman tentang aturan, pendekatan moral, serta identitas kultur juga terjadi dalam pengalaman sosial.

Keberadaan taman dalam lingkup ketetanggaan meningkatkan mobilitas anak secara independen serta kebebasan bergerak dan bermain di luar ruangan. Mobilitas yang independen meningkatkan kemampuan anak untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan anak lain seumurnya (Prezza et al. 2001).

Lingkungan yang alami menawarkan beragam permainan kreativitas dan imajinasi yang merangsang interaksi sosial, kepercayaan diri, dan sosialisasi anak dengan lingkungan sekitarnya (Bixler et al. 2002, Prezza et al. 2001). Lingkungan alami binaan di perkotaan umumnya berupa taman.

(20)

6

interaksi dengan anak lain seumurnya (Laaksoharju et al. 2012). Daya imajinasi anak dapat diperkaya melalui interaksi sosial yaitu dengan cara membangun jalinan pertemanan. Ruang luar yang ditata dengan elemen penyusun yang alami maupun variasinya menjadi tempat untuk melakukan interaksi tersebut.

Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif meliputi proses intelektual, proses berpikir, kemampuan menyelesaikan masalah, atensi, dan konsentrasi (Duerden dan Witt 2010, Kellert 2002). Melalui eksplorasi dan bermain, lingkungan memberikan stimulan pada panca indera anak sehingga kemampuan kognitif mereka dapat berkembang. Lingkungan yang berpotensi mengembangkan kemampuan kognitif anak adalah lingkungan bermain yang menyediakan kesempatan anak untuk berpikir, berimajinasi, dan kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Studi menunjukkan pengalaman langsung dan tidak langsung di alam meningkatkan kemampuan kognitif pada anak. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang didapat anak melalui eksplorasi langsung di alam, sedangkan pengalaman secara tidak langsung terjadi melalui media perantara seperti televisi, internet, radio, dan paparan terhadap gambar pemandangan alam. Keduanya terbukti memberikan stimulasi terhadap perkembangan kemampuan kognitif anak (Mustapa et al. 2015).

Kemampuan kognitif untuk dapat berpikir secara kritis ditunjukkan meningkat pada pelajar yang berpartisipasi dalam program pelajaran sains berbasis lingkungan jika dibandingkan dengan pelajar yang berada pada sistem belajar sains tradisional di ruang kelas (Ernst dan Monroe 2006).

Perkembangan Emosional

Emosi anak merupakan kondisi mental yang ditunjukkan dalam bentuk ekspresi (Mustapa et. al 2015). Ekspresi anak di lingkungannya memperlihatkan kedekatan (bonding) emosi mereka dengan alam dan sekitarnya, dan di saat yang bersamaan alam menjadi penyangga yang memiliki efek restorasi terhadap kondisi mental anak.

Anak mengembangkan emosi mereka dalam lingkungan yang memberikan stimulan baik melalui penghargaan, empati, dan pengaguman terhadap keindahan alam yang mengalami perubahan musim, cahaya, warna, dan tekstur maupun melalui kontak langsung seperti mengambil, mengumpulkan, mencium, dan merasakan elemen yang ada di alam.

Studi terhadap responden dari beragam kelompok umur menunjukkan bahwa mereka mengidentifikasi taman sebagai tempat yang memiliki efek restoratif dari kecemasan dan stres di kehidupan sehari-hari. Taman memberikan kesempatan bagi pengunjungnya untuk melakukan kontak dengan elemen alami penyusunnya, sehingga memberikan rasa ketertarikan dan kesenangan tersendiri bagi pengunjung tersebut (Gross dan Lane 2007). Studi terhadap anak juga menunjukkan bahwa pengalaman di alam dapat menurunkan rasa amarah dan meningkatkan mood positif, yang selanjutnya dapat menumbuhkan perilaku anak yang baik (Roe dan Aspinall 2011).

(21)

7 apresiasi mereka terhadap kehidupan yang berlangsung di alam. Perkembangan spiritual akan meningkatkan pemahaman anak tentang keberadaan berbagai makhluk hidup sebagai kesatuan dari alam. Hubungan antara manusia dengan alam ini dikenal dengan hipotesis biophilia (Kellert dan Wilson 1993).

Anak dan Lingkungan Perkotaan

Kecenderungan lingkungan alam dalam perkotaan adalah berupa remnant

atau peninggalan dari bentukan alami wilayah tersebut setelah mengalami urbanisasi atau perubahan bentuk dari non-kota menjadi kota (McDonnell et al.

2009). Lingkungan alam dalam kota umumnya berupa ruang terbuka hijau binaan, seperti taman, pulau jalan, taman kantung, dan area hijau lainnya. Lingkungan kota yang ramah anak selayaknya dapat memberikan pengaruh jangka panjang bagi pertumbuhan anak menjadi remaja dan kemudian manusia dewasa. Studi pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa pengalaman anak berada di ruang terbuka perkotaan mengalami penurunan, tren rekreasi (leisure trend) anak berubah dari aktivitas aktif di luar ruangan menjadi aktivitas pasif dilengkapi

gadget di dalam ruangan (Louv 2005, Veitch et al. 2006).

Porteous (1977) mengemukakan bahwa ruang kota untuk anak harus dapat mengakomodasi kebutuhan aktivitas anak sehari-hari mulai dari lingkup rumah

(homebase) dan ketetanggaan (neighbourhood). Pada skala ruang tersebut, keputusan dan kesempatan anak untuk beraktivitas di lingkungannya amat dipengaruhi oleh faktor keluarga terutama orangtua dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya termasuk teman sebaya. Tumbuh kembang yang dialami anak selaras dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh orangtuanya, termasuk dalam penggunaan fasilitas umum seperti ruang publik berupa taman. Hal ini pula yang mendasari pentingnya keputusan dan kebijakan perkotaan yang dilakukan pemerintah bersama-sama dengan masyarakat (planning with people).

Nature deficit disorder merupakan fenomena diskoneksi anak dengan alam sekitarnya yang mempengaruhi kualitas hidup anak tersebut. Pengalaman dan ekspos yang kurang mengakibatkan perubahan cara pandang mereka terhadap alam, anak merasakan alam sebagai suatu hal yang diafiliasi secara negatif atau

biophobia yaitu rasa takut berlebih terhadap alam (Wilson 1984).

Nature deficit disorder mengedepankan fakta yang terjadi ketika anak terputus hubungannya dengan alam, akan timbul efek negatif dalam tumbuh kembangnya, mulai dari masalah kesehatan seperti obesitas, ADD (attention deficit disorder), ADHD (attention deficit hyperactive disorder), kekurangan vitamin D hingga masalah terhambatnya perkembangan kognitif dan tingkah laku. Anak yang terpapar oleh televisi maupun gadget elektronik secara terus-menerus terbukti mengalami perkembangan kognitif serta kemampuan berbahasa yang negatif serta mengalami miskonsepsi terhadap alam (Jussof 2009).

(22)

8

(Simmons 2006). Konsekuensinya anak memperlakukan lingkungan alam sebagai sesuatu yang harus dikontrol, bukan untuk dilindungi dan dipreservasi.

Anak juga dihadapkan dengan berbagai isu kesehatan mental, salah satunya adalah stres. Alam bersifat restoratif bagi stres anak. Anak yang tinggal dekat dengan alam memiliki level stres lebih rendah jika dibandingkan dengan anak yang tidak mudah mendapat akses atau tinggal jauh dari lingkungan yang alami (Wells dan Evans 2003). Selain terbukti menurunkan level stres dan meningkatkan kemampuan kognitif, kontak anak dengan alam juga terbukti menurunkan tingkat keikutsertaan anak dalam aktivitas negatif dan amoral di masyarakat (Matsuoka 2010).

Generasi yang mampu mengapresiasi alam beserta keanekaragaman hayati maupun wildlife di dalamnya akan menghilang jika nature deficit disorder trend

pada anak di perkotaan ini terus berlanjut. Oleh karena itu, merupakan hal yang penting untuk menata lingkungan yang mampu menyediakan kesempatan bagi anak untuk melakukan kontak dengan alam. Anak harus mendapatkan stimulasi agar mampu mengembangkan reaksi yang diperlukan dalam kehidupan dan aktivitasnya sehari-hari sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal demi keberlanjutan generasi yang akan datang.

Kriteria Taman Ramah Anak

Kebijakan RPTRA

Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibukota negara dan kota dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia tengah mengedepankan Program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dalam menuju Kota Layak Anak (Keputusan Gubernur Nomor 1192 Tahun 2011 tentang Pembentukan Gugus Tugas Kota Layak Anak, dan Keputusan Gubernur Nomor 349 Tahun 2015 tentang Tim Pelaksana Pembangunan dan Pemeliharaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak).

RPTRA merupakan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa pembangunan taman berskala ketetanggaan yang bertujuan tidak hanya sebagai ruang bersama masyarakat untuk beraktivitas, tetapi secara terpadu juga mempromosikan aktivitas ruang luar yang ramah anak. Keramahan ruang publik tersebut bagi anak diwujudkan melalui peran serta pemerintah bersama-sama dengan masyarakat di sekitar anak di dalam membentuk serta mengawasi secara langsung mulai dari pembangunan hingga pengelolaan RPTRA. Untuk itu, dipilih enam lokasi taman yang dibangun secara CSR (corporate social responsibility) sebagai taman percontohan ramah anak skala ketetanggaan di tiap Kota/Kabupaten Administrasi DKI Jakarta, yaitu di Kelurahan Cideng di Jakarta Pusat (3,266 m²), Kelurahan Gandaria Selatan di Jakarta Selatan (926 m²), Kelurahan Kembangan di Jakarta Barat (3,250 m²), Kelurahan Sungai Bambu di Jakarta Utara (3,858 m²), Kelurahan Cililitan di Jakarta Timur (2,642 m²), dan Pulau Untung Jawa di Kabupaten Kepulauan Seribu (2,204 m²).

(23)

9 Layak Anak) untuk memfasilitasi infrastruktur kota yang layak bagi anak. Kelanjutan dari inisiasi pemerintah pusat tersebut dilakukan dalam bentuk sosialisasi dari Deputi Bidang Tumbuh Kembang anak KPPPA kepada instansi serta pemerintah daerah terkait. Sosialisasi tersebut berisi paparan kriteria ruang bermain ramah anak sebagai berikut:

1. mudah diakses oleh anak termasuk anak dengan disabilitas dan anak marjinal, 2. tidak memungut biaya (gratis),

3. bahan yang digunakan tidak membahayakan anak, 4. tidak menggunakan tanaman berduri,

5. terang benderang,

6. sarana prasarana disesuaikan dengan kondisi anak, termasuk anak disabilitas, 7. minimal ¾ area terdiri dari rumput/tanah,

8. lingkungan aman dari bahaya sosial dan kekerasan, 9. tersedia sarana pendukung menuju ke area permainan, 10. tersedia SDM/pengelola/pengawas yang ramah anak, 11. tersedia tempat mencuci tangan dan toilet ramah anak, 12. tersedia fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan, dan

13. lingkungan bebas dari sampah, polusi, lalu lintas, dan bahaya fisik lainnya. Kriteria dari KPPPA menjadi acuan bagi Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten di dalam melakukan perencanaan, desain, dan pengelolaan ruang bermain ramah anak baik indoor maupun outdoor. Penelitian ini berfokus pada taman sebagai ruang bermain anak secara outdoor.

Prinsip utama ruang bermain ramah anak yang menjadi fokus sosialiasi KPPPA sebagai inisiator terhadap pemerintah daerah adalah sebagai berikut: 1. pengutamaan fakor keamanan dan kenyamanan pada proses

perencanaan/perancangan/pengadaan ruang dan fasilitas fisik untuk anak, 2. pengadaan tempat bermain dan ruang hijau sedapat mungkin diberlakukan

pada berbagai skala lingkungan,

3. pengadaan fasilitas fisik dasar pada berbagai skala lingkungan,

4. kemudahan akses terhadap ruang dan fasilitas fisik terutama anak-anak, dan 5. integrasi dan keikutsertaan anak dan orang tua/guru/masyarakat dalam proses

perencanaan/perancangan serta pengelolaan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui BPMPKB (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana) selaku koordinator pelaksana mengakomodasi prinsip diatas untuk diterapkan dalam pembangunan ruang publik berupa taman ramah anak. Guideline / acuan desain dan fasilitas taman yang diberikan adalah sebagai berikut (berdasarkan hasil paparan BPMPKB dengan mitra CSR tanggal 19 Agustus 2015):

1. lapangan olahraga (basket, futsal, voli, dan sebagainya), 2. taman interaktif (untuk bermain dan bersantai),

3. taman gizi (untuk bertanam),

4. arena bermain anak (berupa fasilitas permainan anak), 5. kolam gizi (untuk memelihara ikan), dan

6. jalur pejalan kaki (untuk jogging dan berjalan-jalan).

Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan pembangunan taman-taman percontohan oleh Pemerntah Provinsi DKI Jakarta dengan mengacu pada

(24)

10

tahun 2015. RPTRA percontohan sebagai inisiasi dari RPTRA selanjutnya yang akan dibangun menjadi tolak ukur keberhasilan pencanangan dan pengelolaan program RPTRA di masa yang akan datang. Pemerintah Provinsi menetapkan target pembangunan RPTRA sebanyak 267 buah yang tersebar di tiap kelurahan di DKI Jakarta pada tahun 2017.

Taman Ramah Anak

Taman ramah anak merupakan fasilitas kota yang dibangun sebagai tanggapan pemerintah terhadap kebutuhan ruang publik bagi anak di perkotaan (termasuk anak dengan disabilitas dan anak marjinal). Tujuannya agar anak di lingkungan perkotaan dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa secara optimal. Maka, permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah penilaian terhadap setting ruang taman yang bercirikan ramah bagi anak.

Ruang ramah anak di luar ruangan selayaknya memberikan pengalaman rekreasi tersendiri yang berbeda bagi anak jika dibandingkan ketika mereka berekreasi di dalam ruangan. Pengalaman ini berupa paparan/kontak anak terhadap lingkungan ruang luar yang alami seperti sinar matahari, hembusan angin, aliran air, bunyi-bunyian satwa, serta sentuhan dengan tanaman (Mustapa et al. 2015). Lingkungan rekreasi ramah anak di dalam ruangan pada umumnya hanya dapat memberikan stimulan tersebut bagi anak secara buatan melalui media elektronik dan penerapan teknologi lainnya.

Campbell (2013) dalam bukunya Landscape and Child Development, mengutarakan bahwa taman yang baik bagi tumbuh kembang anak adalah taman yang memiliki pembagian ruang kunci sebagai berikut.

1. Ruang aktif

Ruang aktif adalah ruang yang dapat menstimulasi kemampuan motorik anak sehingga menjadi lebih enerjik, bugar, dan sehat. Ruang aktif identik dengan variasi ketinggian (topografi) dan variasi lain yang merangsang anak untuk melampaui/memperluas batas fisiknya. Ruang aktif dalam taman dapat berbentuk tempat bermain anak (children play ground) dan lapangan olahraga termasuk sarana jogging track serta jalur pejalan kaki multifungsi sebagai jalur sepeda, sepatu roda, dan sebagainya. Pengguna dengan kebutuhan khusus (disabilitas) juga harus memiliki akses terhadap jenis ruang ini, yang diakomodasi misalnya dengan penggunaan ramp, railing, dan sebagainya. 2. Ruang ekologis

Ruang ekologis adalah ruang yang dapat menumbuhkan respon postif anak terhadap alam, termasuk rasa tanggung jawab, asih, eksplorasi, dan refleksi dirinya sebagai bagian dari ekosistem. Ruang ekologis merupakan demonstrasi dari siklus kehidupan, dengan mengedepankan kontak pengguna anak-anak dengan elemen-elemen penyusunnya. Elemen penyusun ruang ini adalah keragaman habitat vegetasi, hewan, dan elemen alami lainnya seperti air sebagai ekosistem di dalam taman. Ruang ekologis dalam taman ramah anak dapat berupa bentukan alami yang telah ditata/dibentuk maupun sisa-sisa (remnant) bentukan alami dari karakteristik asli tempat tersebut.

3. Ruang individual

(25)

11 mengedepankan fungsi kegiatan rekreatif yang sifatnya pasif dan membutuhkan ketenangan, seperti membaca, merenung, atau sekedar duduk-duduk. Ruang individual dalam taman identik dengan bentuk yang tertutup (enclave) sehingga aspek keamanan menjadi prioritas dalam penataan tipe ruang ini. Anak membutuhkan ruang individual sebagai alternatif bentuk rekreasi yang tidak selalu membutuhkan adanya kegiatan/kontak sosial dengan sebayanya.

4. Ruang kultural

Ruang kultural adalah ruang tempat terjadinya interaksi sosial dan budaya dari masyarakat setempat sebagai pengguna melalui komunikasi, negosiasi, dan berbagi informasi. Ciri ruang ini umumya welcoming, fleksibel terhadap beragam pengguna (termasuk orangtua, guru, dan pengelola), juga kegunaan (adanya event tertentu dan wadah dari hasil kreativitas spontan anak). Oleh karena itu, taman yang ramah anak harus memiliki ciri khas kultur dari lingkungan sekitarnya. Partisipasi masyarakat terhadap pembentukan taman sebagai ruang bersama yang ramah anak dapat dilakukan melalui himbauan dan praktek pelestarian jenis-jenis rekreasi anak yang mencerminkan kultur daerah tersebut. Jenis-jenis permainan dan seni tradisional beserta alat bantunya dapat disediakan pada tipe ruang ini.

Konsep ruang kemudian diterapkan dalam pola perancangan taman sesuai dengan kriteria elemen penyusunnya. Kesuksesan sebuah taman bagi anak dapat dilihat melalui metode observasi dan mendengar pendapat anak tentang apa saja yang bisa dilakukan dan dikomunikasikan oleh pengguna anak di taman tersebut.

Pengelolaan taman yang memiliki fasilitas ruang bermain bagi anak juga memerlukan pengendalian aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan, keamanan, dan keindahan melalui penataan dan pengaturan komponen lokasi, tata letak (layout), peralatan permainan, konstruksi, dan bahan/material (Baskara 2011). Tabel 1 menunjukkan pengendalian komponen terhadap aspek taman bermain bagi anak.

Tabel 1 Pengendalian komponen terhadap aspek taman bermain anak

Komponen

Sumber: Baskara (2011)

Pengelolaan Berbasis Manfaat

Pengelolaan Berbasis Manfaat (PBM) atau benefit-based management

(26)

12

oleh masyarakat terhadap pembangunan suatu fasilitas maupun infrastruktur yang bersifat rekreatif (Lee dan Driver 1999). PBM dikembangkan untuk mempelajari tentang persepsi, opini dan pandangan masyarakat sebagai penerima manfaat melalui aktivitasnya mengunjungi tempat rekreasi seperti taman kota, sekaligus secara bersamaan mengkaji setting rekreasi yang ada di tempat tersebut.

Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengelolaan berdasarkan karakteristik tempat rekreasi dengan harapan pengguna untuk memperoleh manfaat yang ada di dalamnya (Stein dan Lee 1995).

Fokus dalam pendekatan PBM adalah masyarakat sebagai pengguna sekaligus penerima manfaat (beneficiary) dari kegiatan rekreasi di taman. Pengguna butuh untuk mengartikan kegiatan rekreasi bagi diri mereka sendiri melalui pemuasan keinginan dan manfaat yang diinginkan dari aktivitas yang dilakukannya tersebut. Oleh karena itu, pendekatan PBM merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang diperlukan dalam proses perencanaan, perancangan, dan pengelolaan taman. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan infrastruktur kota seperti taman penting dilakukan agar infrastruktur yang dibangun tersebut menjadi lebih tepat guna dan lebih berkelanjutan.

Taman yang ramah anak sewajarnya memperhatikan manfaat yang ingin dan layak untuk diperoleh anak sebagai pengguna dan penerima manfaat utama, dalam konteks mengoptimalkan tumbuh kembangnya, melalui kajian dan evaluasi

setting ruang yang ada di dalamnya. RPTRA sebagai sebuah ruang publik yang diharapkan mampu mempromosikan aktivitas rekreasi tidak hanya bagi masyarakat namun juga bagi anak selayaknya memperhatikan manfaat dari fasilitas yang telah dibangun bagi penggunanya.

Q Methodology

Q Methodology atau Metode Q menjadi dasar sistematika pembelajaran mengenai subjektivitas, seperti cara pandang seseorang, opini, kepercayaan, perilaku, dan kesukaan (Exel dan de Graaf 2005). Kepada responden, disebut sebagai P-set, disajikan tumpukan set pernyataan tentang suatu topik, disebut sebagai Q-set. Responden diminta untuk mengurutkan set pernyataan tersebut menurut cara pandang individual berdasarkan preferensi, penilaian atau pengetahuan mereka. Hasil penilaian umumnya berupa distribusi quasi-normal. Ranking atau urutan yang didapat kemudian menjadi subjek untuk dilakukan analisis faktor. Langkah-langkah dalam Metode Q (Exel dan de Graaf 2005) adalah sebagai berikut.

1. Penghimpunan pernyataan

Peneliti mengumpulkan pernyataan mengenai topik terkait. Himpunan pernyataan dapat disertai gambar hasil tinjauan literatur, observasi langsung, wawancara, dan inventarisasi lapangan yang relevan dengan aspek yang akan dikaji. Mohamed et al. (2012) mengemukakan bahwa tampilan visual memiliki peran penting dalam lanskap karena pengguna menginterpretasikan lanskap dari visual yang mereka lihat dan yang mudah diingat / legible.

2. Pengembangan Q-set

(27)

13 menyusun set pernyataan yang dianggap benar-benar representatif terhadap kondisi yang ada di lapangan dan dapat menjadi dasar penilaian oleh P-set. 3. Pemilihan/penentuan responden atau P-set

Metode Q dilakukan dengan dasar pemahaman bahwa sudut pandang setiap orang bisa berbeda-beda, sehingga hasil dari metode ini bertujuan untuk memperluas pemahaman dengan cara mengidentifikasi keragaman sudut pandang responden tersebut. Oleh karena itu, pemilihan responden harus berupa sampel masyarakat yang memiliki pemahaman, kepedulian dan sudut pandang yang jelas terhadap topik yang akan dikaji (Exel dan de Graaf 2005). Penentuan P-set adalah langkah penting karena hasil penelitian merupakan uraian opini dan tanggapan responden dalam mendeterminasi karakter yang dianggap sukses maupun tidak sukses dalam mengoptimalkan fungsi taman. 4. Pengurutan pernyataan (Q-sorting)

Q-sorting dilakukan oleh P-set yang mengisi lembar kerja. P-set diminta untuk mengurutkan pernyataaan dengan memberikan skor pada kriteria yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti. Tahapan ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung seperti melalui surat, email, dan website

tergantung pada faktor waktu, tenaga, dan biaya dari peneliti. Hasil penilaian secara tidak langsung memiliki tingkat reliabilitas dan validitas yang tidak berbeda dengan penilaian yang dilakukan secara langsung (Reber et al. 2000). 5. Analisa dan interpretasi

Analisis faktor q (q factor analysis) merupakan tahap kalkulasi faktor dan interpretasi korelasi antarpernyataan. Hasil analisa data akan menunujukkan kemiripan maupun ketidakmiripan persepsi responden dalam menilai elemen atau setting taman yang dianggap penting dan tidak penting dalam pemenuhan kebutuhan mereka.

3

METODE

Lokasi dan Waktu

Peninjauan untuk melakukan pengecekan data awal terhadap kondisi di lapangan, observasi, assessment terhadap setting, pemetaan perilaku, penyebaran kuisioner untuk responden, dan wawancara terhadap pengguna anak dan pendamping anak dilakukan peneliti pada tiap lokasi selama waktu kunjungan RPTRA yaitu pukul 08.00 – 17.00 WIB.

(28)

14

Tabel 2 merupakan deskripsi singkat terkait letak dan luas dari tiap-tiap lokasi penelitian. Target di tahun 2017 akan terbangun RPTRA di setiap lingkup kelurahan di DKI Jakrta yang berjumlah 267 kelurahan.

Tabel 2 Lokasi penelitian taman ramah anak

RPTRA Lokasi Luas lahan (m²)

Sungai Bambu

Kelurahan Sungai Bambu, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara

3.832

Bahari Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan

962

Kenanga Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, Jakarta

Pusat

1.653

Kembangan Kelurahan Kembangan Utara, Kecamatan

Kembangan, Jakarta Brat

3,250

Cililitan Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur

3.600

Sumber: www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/

Metode Pengumpulan Data dan Informasi

Data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian adalah (1) data

guideline desain RPTRA dari Pemprov DKI Jakarta; (2) prototipe rencana skematik dan rencana tapak oleh PT. Jaya Konstruksi selaku pelaksana pembangunan; (3) penelitian-penelitian terdahulu terkait topik tumbuh kembang anak dan ruang luar / taman ramah anak; (4) literasi/informasi/berita yang relevan dan kekinian dengan topik pada saat penelitian dilaksanakan; (5) data hasil survei lapangan dan observasi pengguna oleh peneliti. Tabel 3 menunjukkan rincian dari data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian.

(29)

15 Tabel 3 Jenis dan sumber data dalam penelitian

No Data Jenis dan bentuk data

Sumber data Keterangan

1. Acuan

/guideline

RPTRA percontohan

Data sekunder

berupa peraturan pemerintah pusat

dan provinsi

termasuk notulensi rapat/paparan

BPMPKB Pemprov.

DKI Jakarta dan paparan dari pihak pengembang PT. Jaya Konstruksi

Data menjadi

Data sekunder

berupa gambar

prototipe kelima lokasi penelitian

PT. Jaya Konstruksi Data sebagai acuan

Data sekunder

berupa tesis dan artikel penelitian terdahulu terkait ruang luar ramah anak

Repositori hasil

penelitian dan portal jurnal ilmiah berbentuk

daring (online) dan

cetak

Data sekunder

berupa berita dan informasi terkait RPTRA

percontohan

Media koran dan televisi

baik cetak maupun

wawancara, dan

observasi selama peninjauan

lapangan

Responden masyarakat pendamping anak yang

diwawancara dan

mengisi kuisioner;

aktivitas dan perilaku anak yang diobservasi oleh peneliti

Data menjadi dasar analisis untuk

Metode Penyusunan Kriteria Penilaian Ruang Luar Ramah Anak

(30)

16

Gambar 3 Triangulasi antara guideline, literatur terkait dan situasional lapangan dalam membentuk kriteria penilaian ruang luar ramah anak di RPTRA

Metode Penilaian Ruang Luar Ramah Anak

Penilaian kriteria ruang ramah anak di RPTRA dilakukan oleh pengguna selaku penerima manfaat taman. Keberadaan RPTRA adalah sebagai sebuah ruang luar yang dapat mengakomodasi aktivitas dan kebutuhan ruang publik termasuk kebutuhan ruang anak. Oleh karena itu, penilaian dilakukan oleh masyarakat sebagai pendamping anak dengan metode kuisioner dan wawancara; serta oleh anak-anak melalui metode observasi dan pemetaan aktivitas anak ketika berekreasi di RPTRA.

Analisis penilaian oleh responden masyarakat

Masyarakat yang bersedia menjadi responden diberikan lembar kerja (Q-set)

yang terdiri dari tiga bagian utama pertanyaan (Lampiran 1). Bagian pertama berisi pertanyaan terkait data demografi responden seperti usia, jenis kelamin, dan frekuensi kunjungan. Bagian kedua berisi penilaian variabel kriteria penyusun ruang ramah anak. Bagian ketiga adalah jenis pertanyaan semi-terbuka mengenai pengelolaan taman, termasuk fasilitas yang paling disukai dan harapan responden terhadap perbaikan atau penambahan fasilitas taman di masa yang akan datang. Jumlah responden adalah 30 orang di masing-masing lokasi RPTRA untuk tingkat kepercayaan 90% . Total responden yang berpartisipasi adalah 150 orang (n=150).

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Skala Likert rentang 1 sampai dengan 6. Skor terendah 1 menunjukkan penilaian sangat tidak setuju dan skor 6 tertinggi menunjukkan penilaian sangat setuju. Penggunaan rentang 1 sampai dengan 6 dilakukan untuk menghindari penilaian tengah sehingga jawaban responden akan memperlihatkan kecenderungan pendapat lebih tinggi jika dibandingkan dengan skala 5 atau 7 (Sakip et al., 2015).

(31)

17

Keterangan:

rhitung = koefisien korelasi,

ΣXi = jumlah skor item,

ΣYi = jumlah skor total,

I = item kuisioner, dan

n = jumlah responden.

Metode Alpha Cronbach digunakan untuk menghitung reliabilitas konsistensi tes yang tidak memiliki jawaban „benar‟ atau „salah‟, seperti tes untuk mengetahui sikap, opini, dan perilaku (Siregar 2013). Interpretasi dari nilai Alpha

adalah 0,41 -- 0,60 (cukup reliabel); 0,61 -- 0,80 (reliabel); 0,81 -- 1,00 (sangat reliabel). Data diolah dengan software SPSS dengan untuk mendapatkan gambaran karakter dan reliabilitas responden dengan tahapan perhitungan formulasi sebagai berikut.

1. Menentukan nilai varians tiap butir pertanyaan

2. Menentukan nilai varians total

3. Menentukan reliabilitas instrumen

Keterangan:

n = jumlah sampel,

Xi = jawaban responden untuk setiap butir pertanyaan, ∑x = total jawaban responden untuk setiap butir pertanyaan, σ² t = varian total,

k = jumlah butir pertanyaan, dan r = koefisien reliabilitas instrumen.

Analisis terhadap jawaban responden juga dilakukan untuk mengetahui peringkat RPTRA berdasarkan opini masyarakat sebagai pengguna. Perhitungan peringkat menggunakan kaidah Sturges sebagai berikut.

Jumlah kelas = 1+3,3 log 12 Nilai interval kelas

(32)

18

Analisis penilaian oleh pengguna anak

Pemetaan perilaku dilakukan untuk mengetahui pergerakan anak dalam RPTRA. Hasil dari pemetaan perilaku anak akan memperlihatkan nilai operasional taman termasuk seberapa sering taman tersebut beserta fasilitasnya digunakan oleh anak (Said 2008). Dengan kata lain, penilaian dapat dilakukan oleh anak secara tidak langsung dengan melakukan pengamatan terhadap aktivitas rekreasi mereka ketika menggunakan taman.

Responden terdiri dari dua kelompok anak, yaitu usia 0-7 tahun di kelompok pertama dimana dalam usia dini tersebut anak umumnya masih memerlukan pendamping secara intensif ketika menggunakan RPTRA. Kelompok kedua adalah anak usia 7-18 tahun dimana anak umumnya dapat lebih leluasa dalam beraktivitas di RPTRA tanpa memerlukan pengawasan secara intensif karena pada usia tersebut anak sudah termasuk ke dalam stadium operasional formal, yaitu anak dianggap telah mampu memberikan pendapat hasil pemikiran logis dan strategi penyelesaiannya sesuai dengan kondisi yang dilihat dan dirasakan oleh anak tersebut (Mőnks et al. 2006).

Observasi perilaku dilakukan peneliti secara pasif (pengamatan jarak jauh) terhadap pengunjung anak di tiap RPTRA pada waktu rekreasi pukul 08.00 – 17.00. Pengamatan jarak jauh dilakukan sedemikian rupa agar anak tidak merasa diawasi sehingga tidak mempengaruhi pergerakan dan perilaku mereka ketika melakukan rekreasi. Pengamatan yang dilakukan dalam pemetaan perilaku antara lain adalah

1. preferensi waktu rekreasi oleh anak di RPTRA,

2. kelompok anak ketika menggunakan RPTRA (dengan pendamping / tanpa pendamping),

3. jenis dan jumlah aktivitas serta durasi aktivitas tiap anak ketika melakukan rekreasi,

4. fasilitas dan tipe ruang yang digunakan, dan

5. karakter ruang yang digunakan dilihat dari penggunaan elemen lanskap, konektivitas antarfasilitas dan variabel keterbukaan (openness) ruang ramah anak.

Metode Identifikasi Hubungan antarkriteria Ruang Ramah Anak

Identifikasi hubungan antarkriteria ruang ramah anak dilakukan dengan metode analisis statistika deskriptif dari hasil penilaian taman oleh masyarakat pendamping anak (kuisioner dan wawancara) dan oleh pengguna anak (observasi dan pemetaan perilaku).

Korelasi antartipe ruang ramah anak

(33)

19 Hubungan antartipe ruang ramah anak yang terdapat di RPTRA dihitung menggunakan korelasi Pearson (r) dengan klasifikasi seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi keeratan hubungan dengan korelasi Pearson (r)

Nilai koefisien r Kategori

0,00 Tidak ada korelasi

0,00 < r< 0,20 Korelasi sangat lemah

0,20 ≤ r< 0,40 Korelasi lemah

0,40 ≤ r < 0,60 Korelasi cukup signifikan

0,60 ≤ r < 0,80 Korelasi erat

0,80 ≤ r ≤ 1,00 Korelasi sangat erat

Sumber: Siregar (2013)

Hubungan antarkelompok anak dengan preferensi tipe ruang luar ramah anak

Analisis hubungan antarkelompok anak menggunakan variabel pendampingan orang tua/dewasa sebagai variabel bebas dan variabel tipe ruang yang dipilih untuk berekreasi di RPTRA sebagai variabel terikat. Analisis dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara kelompok anak yang didampingi oleh orangtua dengan kelompok anak yang lebih mandiri terhadap preferensi ruang yang dipilih ketika anak melakukan aktivitas rekreasi di RPTRA. Olah data dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya dua variabel yang berkaitan diuji dengan chi-square (Faisal 2008).

Keterangan:

X²= chi-square,

O = frekuensi hasil observasi, dan E = frekuensi yang diharapkan.

Hubungan antara jumlah ragam aktivitas anak dengan karakter ruang pembentuk fasilitas

Analisis hubungan antara jumlah dan ragam aktivitas dengan karakter ruang pembentuk fasilitas ramah anak dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kaitan antara setting fasilitas dengan jumlah dan ragam aktivitas anak di dalamnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui setting ruang yang diminati oleh anak, ditunjukkan dengan jumlah dan ragam aktivitas yang bisa mereka lakukan di dalamnya. Hasil analisis dijadikan acuan untuk menetapkan karakter dan bentuk ruang yang paling diminati oleh anak di RPTRA. Uji chi-square digunakan dalam olah data pada tahap analisis ini.

Jumlah dan ragam aktivitas menjadi variabel terikat yang diamati, sedangkan variabel bebas yang dianalisis adalah sebagai berikut:

1. keterbukaan ruang (openess),

2. penggunaan elemen pembentuk ruang (material lembut termasuk elemen air dan material keras), dan

(34)

20

Metode Penyusunan Rekomendasi

Penyusunan rekomendasi pengelolaan RPTRA percontohan dilakukan setelah diperoleh hasil analisis penilaian oleh pengguna dan analisis hubungan antarkriteria ruang luar ramah anak. Analisis terhadap nilai korelasi keseluruhan tipe ruang dan nilai uji hubungan antarkriteria menjadi dasar penysunan prioritas rekomendasi yang disusun.

Susunan rekomendasi berupa uraian teknis dan gambaran atau model bagi pengelola (pemerintah dan masyarakat) terkait perbaikan/rehabilitasi fasilitas di tiap RPTRA yang dibutuhkan bagi peningkatan manfaat taman sebagai ruang terbuka yang mendukung kebutuhan tumbuh kembang anak.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Situasional RPTRA Percontohan

Pembangunan RPTRA diserahkan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta pada pihak pengembang PT. Pembangunan Jaya sebagai bentuk corporate social responsibility terhadap Pemprov DKI Jakarta yang bertindak sebagai inisiator dan pengawas program RPTRA. Tabel 5 menunjukkan tahapan pembangunan RPTRA percontohan berupa ringkasan informasi yang meliputi proses awal inisiasi, pihak yang terkait, acuan/guideline, danwaktu peresmian dari kelima lokasi penelitian. Tabel 5 Tahapan (milestone) pembangunan RPTRA percontohan

Tahun Narasumber Keterangan

2013-2014 Pemprov DKI

Jakarta

Rapat koordinasi internal dan eksternal antarinstansi untuk menginventarisasi lokasi potensial, penguatan aspek legal menuju Jakarta sebagai Kota Layak Anak

November 2014

Pemprov DKI Jakarta dengan PT. Pembangunan Jaya

Pembuatan kesepakatan bersama antara

Pemprov. DKI Jakarta dengan PT.

Pembangunan Jaya tentang penyediaan fasilitas ruang publik di lokasi taman percontohan (ditetapkan 6 lokasi)

Januari 2015 Tim (Imam Prasojo) Focus Group Discussion antara pengembang dengan masyarakat di tiap lokasi rencana RPTRA terkait permainan, olah raga, pendidikan, ruang terbuka hijau, panggung interaktif, wifi, kesehatan dan kebersihan PT. Pembangunan

Jaya (Jaya Konstruksi)

Paparan konsep desain RPTRA untuk dikoordinasikan dengan Pemprov, terutama terkait luas lahan taman percontohan dan peruntukkan sebagai ruang publik ramah anak

Mei 2015 Pemprov DKI

Jakarta

(35)

21 Tabel 5 Tahapan (milestone) pembangunan RPTRA percontohan (lanjutan)

Tahun Narasumber Keterangan

Juni 2015 Pemprov DKI

Jakarta

Peresmian RPTRA Kembangan (5 Juni)

Pihak akademisi (Trisakti, UNJ, Pembangunan Jaya)

Kajian social mapping dan peran keluarga serta pemberdayaan PKK

Agustus 2015 Badan

Pemberdayaan

Guideline RPTRA yang mencakup penataan

area fasilitas ruang luar sebagai berikut. 1. Lapangan olahraga (basket, futsal,

voli, dan sebagainya)

2. Taman interaktif (untuk bermain dan bersantai)

3. Taman gizi (untuk bertanam)

4. Arena bermain anak (berupa fasilitas permainan anak)

5. Kolam gizi (untuk memelihara ikan) 6. Jalur pejalan kaki (untuk jogging,

berjalan-jalan, dan bersepeda)

7. Penunjang taman (area parkir, bangku taman, pos pengelola, penerangan, dsb.) Penataan ruang luar yang dilakukan disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia

Oktober 2015 Pemprov DKI

Jakarta

Peresmian RPTRA Cililitan (22 Oktober)

Sumber: BPMPKB DKI Jakarta (2016), Pemprov DKI Jakarta (2015), dan hasil wawancara peneliti dengan pihak Jaya Konstruksi sebagai narasumber dalam penelitian

RPTRA dalam tahap pembangunannya mengalami penyesuaian yang dilakukan oleh pengembang sesuai dengan kondisi fisik dan sosial di lapangan. Hasil telaah milestone menunjukkan kelima RPTRA telah diresmikan dan telah digunakan oleh masyrakat umum sejak pertengahan tahun 2015. Kondisi yang ditampilkan dalam penelitian ini adalah kondisi ketika penelitian dilaksanakan di awal hingga pertengahan tahun 2016.

Tiap lokasi penelitian memiliki kriteria yang sama dalam pengadaan fasilitas ramah anak. Kriteria yang menjadi acuan adalah berdasarkan guideline

pelaksanaan, yaitu (1) lapangan olahraga; (2) taman interaktif berbentuk amphiteater; (3) taman gizi untuk bertanam; (4) kolam gizi untuk memelihara ikan; (5) arena bermain anak berupa fasilitas permainan anak; (6) jalur pejalan kaki untuk jogging, berjalan-jalan, dan bersepeda; (7) penunjang taman berupa kantor pengelola dan ruang serbaguna. Gambaran situasional tiap RPTRA percontohan dijabarkan sesuai urutan waktu peresmiannya sebagai berikut.

1. RPTRA Sungai Bambu, Jakarta Utara

(36)

22

Sarana sesuai acuan dalam taman ini terbagi menjadi beberapa area fasilitas (Gambar 4) seperti lapangan futsal, taman interaktif, taman gizi termasuk kolam ikan, arena bermain, dan kantor pengelola. Keseluruhan fasilitas disertai dengan jalur pejalan kaki yang menghubungkan antararea secara multifungsi sebagai jalur bersepeda dan bersepatu roda. Namun, konektivitas jalur pejalan kaki menuju fasilitas taman gizi dan kolam gizi terlihat masih terputus.

Keberadaan fasilitas taman dan kolam gizi berada di area yang tidak terhubung dengan area lainnya melalui jalur pejalan kaki. Selain jalur pejalan kaki sebagai fungsi konektivitas, tersedia ramp bagi penyandang disabilitas untuk menuju ke area serbaguna dan area parkir kendaraan yang memadai untuk digunakan pengguna dan pengelola.

Tabel 6 merupakan penjabaran setting dan karakter tiap fasilitas di RPTRA Sungai Bambu berdasarkan hasil peninjauan lapangan oleh peneliti.

Tabel 6 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA Sungai Bambu

Fasilitas Elemen Pembentuk Ruang Lanskapa Karakter Lanskapb Material

keras

Fungsi Material lembut

Fungsi

Sesuai acuan

Lapangan olahraga (futsal)

Besi Gawang

sepak bola

Rumput Penutup

tanah/ pengalas

Terbuka Gambar 4 Situasi RPTRA Sungai Bambu Jakarta Utara

(foto oleh Peneliti 2016; rencana tapak oleh Jaya Konstruksi 2015)

(37)

23 Tabel 6 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA Sungai Bambu (lanjutan)

Fasilitas Elemen Pembentuk Ruang Lanskapa Karakter Lanskapb Material

keras

Fungsi Material lembut

Pengalas Sansivera

(Sansviera sp.)

dan Hanjuang merah

(Cordyline

terminalis)

Pengarah Terbuka

Ruang

Diluar acuan (tambahan fasilitas)

Gazebo Beton dan

Pembatas Setengah terbuka kamboja putih

(Plumeria

Pembagianelemen lanskap berdasarkan fungsi (Lestari dan Kencana 2008) dan penggunaan

(38)

24

2. RPTRA Bahari, Jakarta Selatan

RPTRA Bahari yang terletak di Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan ini terbagi menjadi fasilitas (Gambar 5) lapangan olahraga bulu tangkis dan futsal, taman interaktif berbentuk amphiteater, taman gizi disertai kolam ikan, arena bermain, balai serbaguna di lantai 1, dan kantor pengelola di lantai 2 termasuk perpustakaan dan ruang alat musik tradisional. Keseluruhan fasilitas disertai dengan jalur pejalan kaki sebagai penghubung antararea, namun keberadaan beberapa fasilitas seperti perpustakaan dan ruang musik belum dapat dijangkau oleh anak disabilitas karena terletak di lantai 2 dan tidak terdapat ramp maupun lift sebagai aksesnya. Letak fasilitas kolam gizi dan taman gizi terlihat memiliki konektivitas dengan fasilitas lainnya melalui perkerasan paving jalur pejalan kaki dan peletakan kolam gizi sebagai ornamental taman berbentuk kolam ikan air mancur.

RPTRA Bahari memiliki luas lahan terkecil (962 m²) jika dibandingkan dengan lokasi RPTRA percontohan lainnya. Jalur pejalan kaki dalam taman juga kerap mengalami peralihan fungsi sebagai tempat parkir kendaraan.

Tabel 7 merupakan penjabaran setting dan karakter tiap fasilitas di RPTRA Bahari berdasarkan hasil peninjauan lapangan oleh peneliti.

Gambar 5 Situasi RPTRA Bahari Jakarta Selatan

(foto oleh Peneliti 2016; rencana tapak oleh Jaya Konstruksi 2015)

Keterangan:

Gambar

Tabel 5  Tahapan (milestone) pembangunan RPTRA percontohan
Gambar 4  Situasi RPTRA Sungai Bambu Jakarta Utara
Tabel 6 Elemen pembentuk ruang dan karakter lanskap fasilitas RPTRA  Sungai Bambu (lanjutan)
Gambar 5  Situasi RPTRA Bahari Jakarta Selatan
+7

Referensi

Dokumen terkait