PENGARUH TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT
FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI BaFe
12O
19DENGAN ADITIF Al
2O
3SKRIPSI
TABITARIA M SIANIPAR
110801007
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT
FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI BaFe
12O
19DENGAN ADITIF Al
2O
3SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
TABITARIA M SIANIPAR
110801007
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Sifat Fisis,
Magnet dan Mikrostruktur dari BaFe12O19 dengan
Aditif Al2O3 Kategori : Skripsi
Nama : Tabitaria M. Sianipar NIM : 110801007
Program Studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (Mipa)
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juni 2015
Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing, Ketua,
PERNYATAAN
PENGARUH TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI BaFe12O19 DENGAN ADITIF Al2O3
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2015
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Sifat Fisis, Magnet dan Mikrostruktur dari BaFe12O19 dengan Aditif Al2O3dalam waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS, sebagai Dosen Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan memberikan dorongan, semangat serta saran-saran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Perdamean Sebayang M.Sc dan Prof. Dr. Masno Ginting, M.Sc, sebagai Dosen Pembimbing di LIPI, yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan memberikan dorongan, semangat serta saran-saran untuk membimbing penulis dalam penelitian tugas akhir dan menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai Ketua Jurusan Fisika FMIPA USU.
4. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, MSc, sebagai Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA USU.
5. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
6. Semua Dosen Departemen Fisika FMIPA USU yang pernah menjadi dosen pengajar selama penulis kuliah di Fisika USU.
7. Kak Tini, Kak Yuspa, dan bang Jo, sebagai pegawai di jurusan Fisika FMIPA USU.
8. Kedua orangtua penulis, Alm. J. Sianipar dan M. Pardosi, terima kasih atas dukungan dan doa yang begitu besar dan sangat berarti kepada penulis.
9. Kakak dan Abang penulis Paska Uly Sianipar dan Dedi Hutabarat serta Adik - adik penulis Triwinner T. Sianipar dan Nopa Sianipar, yang telah banyak memberi dukungan, doa dan semangat kepada penulis selama kuliah dan menyelesaikan skripsi ini, dan sanak saudara lainnya yang banyak membantu dan memberikan motivasi kepada penulis.
11.Teman dekat penulis David M. Hutajulu yang juga memberi dukungan dan motivasi kepada penulis.
12.Abang, Kakak senior dan adik-adik junior Fisika FMIPA USU.
13.Teman – teman satu kos (Juliana S Situmeang, Ancela Simbolon, Nensi M. Panjaitan, dan Reka Simbolon).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan – kekurangan baik dari segi isi, struktur kata, maupun tata bahasanya karena pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis terbatas, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Penulis
Tabitaria M. Sianipar
PENGARUH TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI BaFe12O19 DENGAN ADITIF Al2O3
ABSTRAK
Telah diakukan pembuatan magnet permanen BaFe12O19 yang ditambahkan aditif
Al2O3 dengan variasi komposisi 1 dan 3 (%wt) mengggunakan metode mechanical
alloying dengan milling time 48 jam. Serbuk tersebut kemudian ditambahkan bahan perekat Poly Vinyl Alcohol (PVA) dan dicetak kering dengan tekanan 30 kg/cm2 (8 kG). Hasil cetakan berupa pelet dengan diameter rata-rata 20 mm x 3 mm. Selanjutnya dilakukan proses sintering dengan menggunakan vacuum furnace pada suhu 8000C, 9000C, 10000C, dan 1100oC yang ditahan selama 2 jam. Sampel yang telah disintering kemudian dikarakterisasi sifat fisis (bulk density, porositas, Linear Shrinkage), dianalisis struktur kristalnya dengan XRD dan Optical Microscope (OM), dimagnetisasi dan diukur kurva histerisisnya. Karakterisasi yang dilakukan meliputi sifat fisis yaitu densitas , porositas, dan Linear Shrinkage dengan metode Archimedes, dan analisa mikro struktur dengan menggunakan XRD dan OM. Sedangkan untuk analisis sifat magnet dengan menggunakan hasil pengukuran permagraph yang telah dimagnetisasi dengan Gaussmeter. Dari hasil pengukuran densitas dan porositas magnet BaFe12O19 dengan aditif Al2O3 menunjukkan bahwa nilai densitas cenderung
meningkat, porositas menurun sebanding dengan jumlah aditif Al2O3, dan Linear
Shrinkage meningkat. Dari hasil karakterisasi fisis diperoleh hasil yang terbaik yaitu pada milling time 48 jam dengan suhu 11000C pada komposisi 3 %wt, dengan nilai bulk density = 4,90 gr/cm3, porositas = 20,55%, dan Linear Shrinkage = 10,51%. Dari salah satu hasil analisa XRD menunjukkan bahwa telah terbentuk struktur kristal BaFe12O19 dan BaAlFe11O19, grainsize 15,7, memiliki Br = 3,22 kG dan Hc = 4.013
kOe.
EFFECT ON SINTERING TEMPERATURE PHYSICAL PROPERTIES, MAGNET AND MICROSTRUCTURE OF Al2O3 BaFe12O19 WITH ADDITIVES
ABSTRACT
Has waged manufacture permanent magnets BaFe12O19 with Al2O3 additive is added to
the composition variation 1 and 3 (wt%) use traditional methods of mechanical alloying by milling time of 48 hours. The powder is then added to the adhesive Poly Vinyl Alcohol (PVA) and dry printed with a pressure of 30 kg / cm2 (8 kG). The printed form of pellets with an average diameter of 20 mm x 3 mm. Sintering process is then performed using a vacuum furnace at a temperature of 8000C, 9000C, 10000C, and 11000C were held for 2 hours. Samples were then characterized sintering physical properties (bulk density, porosity, Linear Shrinkage), analyzed the crystal structure by XRD and Optical Microscope (OM), magnetized and measured curves histerisisnya. Characterization was conducted on the physical properties, namely density, porosity, and Linear Shrinkage by Archimedes method, and a micro-structure analysis using XRD and OM. As for the analysis of magnetic properties using permagraph measurement results that have been magnetized by the Gaussmeter. From the results of measurements of density and porosity magnet BaFe12O19 with Al2O3 additive shows
that the density values tend to increase, the porosity decreases in proportion to the amount of additive Al2O3, and Linear shrinkage increases. From the results of the
physical characterization is obtained the best results in milling time of 48 hours at a temperature of 11000C at 3% wt composition, with a bulk density = 4.90 g / cm3, porosity = 20.55%, and 10.51% Linear Shrinkage, From one of the results of XRD analysis showed that the crystal structure has been formed BaFe12O19 and
BaAlFe11O19, grainsize 15.7, has Br = 3.22 kG and Hc = 4.013 Koe.
2.10.1. Tahapan Sintering 20
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Sifat-Sifat Fisis Alumina 17
Tabel 2.2. Sifat-Sifat Keramik Alumina 18
Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian Densitas 35
Tabel 4.2. Data Hasil Pengujian Porositas 37
Tabel 4.3. Data Hasil Pengujian Linear Shrinkage 39
Tabel 4.4. Data Hasil Pengujian Permagraph 44
Tabel 4.5. Data Pengujian kuat medan magnet paduan Barium Heksaferrite (BaFe12O19) Pada Komposisi 1% wt Al2O3 dan milling time 48 jam pada suhu 800 oC - 1100oC 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Tahapan Penelitian Pembuatan Magnet Permanen Barium Heksaferit dengan Substitusi Al2O3 29
Gambar 4.1. Grafik Hubungan antara penambahan aditif Al2O3 terhadap nilai bulk density BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800°C, 900°C, 1000 °C, 1100°C 36
Gambar 4.2. Grafik Hubungan antara penambahan aditif Al2O3 terhadap porositas dari BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800oC, 900oC,1000 °C, dan 1100 °C 38
Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara penambahan aditif Al2O3 terhadap linier shrinkage dari BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800oC, 900oC,1000 °C, dan 1100 °C 40
Gambar 4.4. Grafik Hasil Pengujian XRD BaFe12O19 dengan suhu sintering 800oC,900oC,100oC,1100oC 41
Gambar 4.5. Hasil Mikroskop Optik Magnet Sinter Barium Heksaferit dengan Temperatur a. 800°C, b. 900°C, c. 10000C, d. 11000C dan perbesaran 40x 42
Gambar 4.6. Kurva Histerisis bahan Barium hexaferrite pada suhu sintering 1000 °C dengan aditif Al2O3 43
Gambar 4.7. Grafik Hubungan antara penambahan aditif Al2O3 terhadap nilai fluks magnetik dari paduan Al2O3 + BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800°C - 1100 °C dengan milling time 48 jam 45
DAFTAR LAMPIRAN
PENGARUH TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI BaFe12O19 DENGAN ADITIF Al2O3
ABSTRAK
Telah diakukan pembuatan magnet permanen BaFe12O19 yang ditambahkan aditif
Al2O3 dengan variasi komposisi 1 dan 3 (%wt) mengggunakan metode mechanical
alloying dengan milling time 48 jam. Serbuk tersebut kemudian ditambahkan bahan perekat Poly Vinyl Alcohol (PVA) dan dicetak kering dengan tekanan 30 kg/cm2 (8 kG). Hasil cetakan berupa pelet dengan diameter rata-rata 20 mm x 3 mm. Selanjutnya dilakukan proses sintering dengan menggunakan vacuum furnace pada suhu 8000C, 9000C, 10000C, dan 1100oC yang ditahan selama 2 jam. Sampel yang telah disintering kemudian dikarakterisasi sifat fisis (bulk density, porositas, Linear Shrinkage), dianalisis struktur kristalnya dengan XRD dan Optical Microscope (OM), dimagnetisasi dan diukur kurva histerisisnya. Karakterisasi yang dilakukan meliputi sifat fisis yaitu densitas , porositas, dan Linear Shrinkage dengan metode Archimedes, dan analisa mikro struktur dengan menggunakan XRD dan OM. Sedangkan untuk analisis sifat magnet dengan menggunakan hasil pengukuran permagraph yang telah dimagnetisasi dengan Gaussmeter. Dari hasil pengukuran densitas dan porositas magnet BaFe12O19 dengan aditif Al2O3 menunjukkan bahwa nilai densitas cenderung
meningkat, porositas menurun sebanding dengan jumlah aditif Al2O3, dan Linear
Shrinkage meningkat. Dari hasil karakterisasi fisis diperoleh hasil yang terbaik yaitu pada milling time 48 jam dengan suhu 11000C pada komposisi 3 %wt, dengan nilai bulk density = 4,90 gr/cm3, porositas = 20,55%, dan Linear Shrinkage = 10,51%. Dari salah satu hasil analisa XRD menunjukkan bahwa telah terbentuk struktur kristal BaFe12O19 dan BaAlFe11O19, grainsize 15,7, memiliki Br = 3,22 kG dan Hc = 4.013
kOe.
EFFECT ON SINTERING TEMPERATURE PHYSICAL PROPERTIES, MAGNET AND MICROSTRUCTURE OF Al2O3 BaFe12O19 WITH ADDITIVES
ABSTRACT
Has waged manufacture permanent magnets BaFe12O19 with Al2O3 additive is added to
the composition variation 1 and 3 (wt%) use traditional methods of mechanical alloying by milling time of 48 hours. The powder is then added to the adhesive Poly Vinyl Alcohol (PVA) and dry printed with a pressure of 30 kg / cm2 (8 kG). The printed form of pellets with an average diameter of 20 mm x 3 mm. Sintering process is then performed using a vacuum furnace at a temperature of 8000C, 9000C, 10000C, and 11000C were held for 2 hours. Samples were then characterized sintering physical properties (bulk density, porosity, Linear Shrinkage), analyzed the crystal structure by XRD and Optical Microscope (OM), magnetized and measured curves histerisisnya. Characterization was conducted on the physical properties, namely density, porosity, and Linear Shrinkage by Archimedes method, and a micro-structure analysis using XRD and OM. As for the analysis of magnetic properties using permagraph measurement results that have been magnetized by the Gaussmeter. From the results of measurements of density and porosity magnet BaFe12O19 with Al2O3 additive shows
that the density values tend to increase, the porosity decreases in proportion to the amount of additive Al2O3, and Linear shrinkage increases. From the results of the
physical characterization is obtained the best results in milling time of 48 hours at a temperature of 11000C at 3% wt composition, with a bulk density = 4.90 g / cm3, porosity = 20.55%, and 10.51% Linear Shrinkage, From one of the results of XRD analysis showed that the crystal structure has been formed BaFe12O19 and
BaAlFe11O19, grainsize 15.7, has Br = 3.22 kG and Hc = 4.013 Koe.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahan magnet permanen telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang.
Penggunaan gelombang elektromagnetik telah meluas diberbagai bidang antara lain
telekomunikasi, militer maupun sipil. Pesatnya peningkatan serta kecenderungan
pergesaran frekuensi ke ranah Gigahertz (GHz) menjadikan material penyerap
gelombang (microwave absorber) sebagai topik penting. Pengembangan material
penyerap gelombang terpusat pada dua hal yakni sebagai penangkal interferensi
gelombang elektromagnetik (Electromagnetic Interference/EMI) dan sebagai
(Radar Absorbing Material / RAMs) (Siregar,Seri D, 2013).
Ferit berbasis bahan magnetik, terutama BaFe O dan SrFe O adalah bahan awal
yang paling banyak digunakan sebagai magnet permanen. Hal tersebut disebabkan
karena kedua bahan tersebut memiliki stabilitas kimia yang sangat baik dan relatif
murah untuk diproduksi. Sifat magnetik, terutama koersivitas pada magnet permanen,
sangat tergantung pada ukuran butir. Bahan koersivitas tinggi memiliki kristalit lebih
kecil dari domain magnetik (sekitar 1 ). Demikian juga halnya pada produk
keramik paduan BaFe12O19 dengan Al2O3 yang mempunyai sifat fisis antara lain
densitas (bulk density), porositas (porosity), shrinkage yang erat kaitannya dengan
komposisi bahan, ukuran butir bahan, cara memproses, temperatur sintering, dan
waktu pembakaran (Siregar,Seri D, 2013).
Keramik Al2O3 umumnya mempunyai fase corundum (α- Al2O3) dengan struktur
tumpukan padat hexagonal (Hexagonal Closed Packed, HCP). Keunggulan Alumina
antara lain mempunyai titik leleh tinggi (20500C), stabil hingga temperature 17000C,
kekuatan mekanik yang tinggi, keras, penghantar panas yang baik, sebagai isolator
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan magnet permanen berbasis keramik
magnet BaFe12O19 yang nantinya dapat diaplikasi untuk kebutuhan elektronik.
(Kharismayanti, 2013).
Pada penelitian ini pembuatan magnet permanen berbasis Barium Heksaferit
atau BaFe12O19 yang merupakan bahan material hard magnet. Magnet ada dua
macam, yaitu soft magnetic dan hard magnetic (Kharismayanti, 2013).
Soft magnetic (magnet lunak) hanya memiliki sifat kemagnetan sementara yaitu
bila diberi medan induksi luar H, setelah medan induksi tersebut dihilangkan sifat
kemagnetannya juga hilang. Material magnet lunak mempunyai koersivitas 1 kA/m.
Sedangkan bahan hard magnetic (magnet keras) memiliki sifat kemagnetan yang
permanen meskipun medan induksi dihilangkan dan mempunyai koersivitas magnet
permanen diatas 10 kA/m (Muh, Arianto 2001). Magnet permanen dapat dibuat dari
bahan keramik berbasis oksida besi seperti: feroxdure SrO.6(Fe2O3) dan Barium
Heksa ferrite BaO.6Fe2O3. Bahan magnet tersebut memiliki kemampuan
menghasilkan remanensi magnet (BH) maksimal sampai: 3-20 MGOe. Magnet
permanen berbasis BaO.6Fe2O3 dibuat dengan ukuran butiran sekitar 1 – 2 μm dan
dibakar pada suhu sintering sekitar 1250 – 1300oC.
Aplikasi magnet ferrite umumnya banyak dipergunakan sebagai komponen
loudspeaker, motor listrik, holder, microphone, dan lain-lain. Sifat-sifat kemagnetan
permanen magnet (hard ferrite) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain
size), kepadatan (densitas) dan orientasi kristal. Tahapan proses dalam pembuatan
magnet permanen ferrite yang dapat memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat dari
magnet permanen adalah: proses preparasi serbuk untuk menghasilkan serbuk dengan
morfologi yang homogeneus, dan proses pemadatan pada suhu tinggi (proses
sintering). Suhu sintering sangat bergantung sekali pada jenis materialnya, umumnya
mendekati titik leburnya. Barium hexaferrite BaO.6Fe2O3 umumnya disinterring pada
suhu tinggi 13000C dengan besar ukuran partikel antara 1 -2 μm memiliki kekuatan
Sedangkan magnet permanen BaO.6Fe2O3 dengan ukuran partikel sekitar 80 –
100 nm memiliki kekuatan magnet bisa mencapai 4000 Gauss, dengan suhu sintering
kurang dari 10000C (Afza, Erini. 2001).
Pada penelitian-penelitian sebelumnya telah banyak dianalisa pengaruh suhu
kalsinasi, besarnya tekanan kompaksi maupun suhu sintering, maka pada penelitian ini
akan difokuskan pada tahapan setelah kompaksi yaitu proses sintering (Ratih,
A.1988).
Proses sintering dalam pembuatan magnet permanen berbasis BaFe12O19 adalah
salah satu yang terpenting yang dapat mempengaruhi sifat dan kualitas magnet
permanen yang dihasilkan.
Pensinteran adalah proses aglomerasi utama untuk hampir semua jenis keramik
(kecuali gelas), untuk membuat produk-produk logam serbuk dan untuk mengikat
material polimerik tertentu (misalnya teflon). tanpa adanya cairan sama dengan prinsip
pertumbuhan butir, yaitu pengurangan energi permukaan dan energi batas, sehingga
akan meminimalkan daerah batas.
Salah satunya keramik Al2O3 yang tergolong keramik oksida. Oleh karena itu
dalam pembuatan keramik alumina yang padat dan kuat diperlukan suhu
pembakaran/sintering yang mendekati titik leburnya yaitu sekitar 1800-1900oC.
Beberapa cara yang dapat mengurangi suhu sintering keramik alumina antara lain :
memperkecil ukuran butiran hingga ukuran nano, atau menambahkan bahan aditif
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Pengaruh temperatur sintering terhadap sifat fisis (bulk density, dan
porositas) dari BaFe12O19 dengan aditif Al2O3
2. Pengaruh temperatur sintering terhadap magnetic flux density, kurva
histerisis dari BaFe12O19 dengan aditif Al2O3
3. Pengaruh temperatur sintering terhadap mikrostruktur dari BaFe12O19
dengan aditif Al2O3.
1.3 BATASAN MASALAH
1. Sampel yang digunakan adalah BaFe12O19 + Al2O3.
2. Variasi Komposisi Al2O3 : 1 dan 3 (% wt)
3. Waktu milling 48 jam
4. Variasi Temperatur sintering : 8000C, 9000C, 10000C dan 11000C
(holding time 2 jam).
5. Pengujian : Bulk Density, Porositas, Linier Shrinkage, Magnetic Flux
Density, XRD, OM, Permagraph.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui Pengaruh temperatur sintering terhadap sifat fisis dari
BaFe12O19 dengan aditif Al2O3.
2. Mengetahui Pengaruh temperatur sintering terhadap magnetic flux density,
kurva histeresis dari BaFe12O19 dengan aditif Al2O3.
3. Mengetahui Pengaruh temperatur sintering terhadap mikrostruktur dari
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi pembuatan magnet keramik campuran Barium
heksaferit dengan aditif Alumina.
2. Menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan penelitian ini dibuat sesuai urutan bab serta isinya yang secara garis besar
dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB 2 Teori Dasar
Pada bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan
untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan, berisi
materi – materi pendukung penelitian yang terdiri atas : kemagnetan
bahan, histerisis magnet, sifat – sifat magnet.
BAB 3 Metode Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tempat penelitian, alat dan
bahan yang digunakan, serta langkah kerja yang dilakukan dalam
penelitian ini.
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
Pada bab ini berisi tentang hasil– hasil penelitian dan pembahasannya.
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
Penutup berisi tentang kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet.
Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak
dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri atas
magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur), magnet-magnet- magnet-magnet kecil
ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan magnet, magnet elementernya
mempunyai arah sembarangan (tidak teratur) sehingga efeknya saling meniadakan,
yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub magnet pada ujung logam. Setiap
magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah
yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar
berada pada kutub-kutubnya (Siregar, Seri D. 2013).
Magnet dapat menarik benda lain, beberapa benda bahkan tertarik lebih kuat
dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik
yang sama terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai
daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang
mempunyai daya tarik yang rendah oleh magnet. Satuan intensitas magnet menurut
sistem metrik Satuan Internasional (SI) adalah Tesla dan SI unit untuk total fluks
magnetik adalah weber (1 weber/m2 = 1 tesla) yang mempengaruhi luasan satu meter
persegi (Theresya, 2014).
2.2 Pengertian Medan Magnet
Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya gaya
magnet. Jika sebatang magnet diletakkan dalam suatu ruang, maka terjadi perubahan
Arah medan magnetik di suatu titik didefenisikan sebagai arah yang ditunjukkan oleh
kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik tersebut.
2.2.1 Momen Magnetik
Bila terdapat dua buah kutub magnet yang berlawanan + m dan –m terpisah sejauh l,
maka besarnya momen magnetiknya ( ⃑⃑ ) adalah:
⃑⃑ = mlrˆ (2.1)
dengan ⃑⃑ adalah sebuah vektor dalam arah vektor unit rˆ berarah dari kutub negativ
ke kutub positif. Arah momen magnetik dari atom bahan non magnetik adalah acak
sehingga momen magnetik resultannya menjadi nol. Sebaliknya di dalam bahan-bahan
magnetik, arah momen magnetik atom-atom bahan itu teratur sehingga momen
magnetik resultan tidak nol. Momen magnet mempunyai satuan dalam cgs adalah
gauss.cm3 atau emu dan dalam SI mempunyai satuan A. m2.
2.2.2 Induksi Magnetik
Definisi induksi magnet, Induksi magnet adalah kuat medan magnet akibat adanya
arus listrik yang mengalir dalam konduktor. Adanya kuat medan magnetic disekitar
konduktor berarus listrik diselidiki pertama kali oleh Hans Christian (Denmark, 1774 –
1851). Jika jarum kompas diletakkan sejajar dengan konduktor itu dialiri arus listrik.
Bila arah arus dibalik, maka penyimpangannya juga berbalik.
Suatu bahan magnetik yang diletakkan dalam medan luar ⃑⃑⃑ akan
menghasilkan medan tersendiri ⃑⃑⃑ yang menigkatkan nilai total medan magnetic bahan
tersebut. Induksi magnetik yang didefinisikan sebagai medan total bahan ditulis
sebagai :
⃑ = ⃑⃑ + ⃑⃑⃑ (2.2)
Hubungan medan sekunder ⃑⃑⃑ = 4 ⃑⃑ , satuan ⃑ dalam cgs adalah gauss,
sedangkan dalam geofisika eksplorasi dipakai satuan gamma (g) dan dalam SI adalah
2.2.3 Kuat Medan Magnetik
sebagai gaya persatuan kuat kutub magnet, dapat dituliskan sebagai :
⃑⃑ =
Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
2.3.1 Magnet Permanen
Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan fluks magnet yang tinggi dari
suatu volume magnet tertentu, stabilitas magnetik yang baik terhadap efek temperatur
dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh demagnetisasi.
Pada prinsipnya, suatu magnet permanen haruslah memiliki karakteristik minimal
dengan sifat kemagnetan remanen, Br dan koersivitas intrinsik, Hc serta temperatur
2.3.2 Magnet Remanen
Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet
yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan
arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan pengantar
dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus
listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek
kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan
magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis
besi dan sistem ini dinamakan electromagnet. Keuntungan electromagnet adalah
bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang
dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya
(Afza, Erini. 2001).
2.4 Magnet Keramik
Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit,yang
merupakan oksida yang disusun oleh hematit sebagai komponen utamanya. Ferit juga
dikenal dengan magnet keramik yang biasanya diaplikasikan sebagai magnet
permanen. Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet tanpa harus di berikan
arus listrik terlebih dahulu (Simbolon, Silviana, 2013).
Ferrites adalah senyawa kimia yang terdiri dari keramik bahan dengan besi
(III) oksida (Fe2O3) sebagai komponen utama. Bahan ini digunakan untuk membuat
magnet permanen, seperti core ferit untuk transformator, dan berbagai aplikasi lain.
Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya motor-motor
DC kecil, pengeras suara (loud speaker), meteran air, KWH-meter, telephone receiver
,circulator , dan rice cooker (Theresya, 2014).
Magnet permanen ini juga menghasilkan medan yang konstan tanpa
mengeluarkan daya yang kontinyu (Darminto, 2011).Magnet dapat diklasifikasikan
bahan yang akan berubah dan sifat magnetnya akan hilang bila arus dilepaskan.
Sedangkan bahan hard magnetic (magnet keras) merupakan suatu sifat bahan yang
sengaja dibuat bersifat magnet permanen (priyono,2011).
2.5 Klasifikasi Material Magnetik
Material magnetik adalah material yang mempunyai sifat magnetik. Sifat magnetik
adalah fenomena suatu bahan menarik atau menolak material lain yang berada di
dekatnya. Berdasarkan nilai suseptibilitas material magnetik dibedakan menjadi 3
yaitu diamagnetik, paramagnetik, dan ferromagnetik (Theresya, 2014).
2.5.1 Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negatif dan
sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh Faraday pada tahun 1846 ketika
sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan bahwa
medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen magnetik pada bismuth pada
arah berlawan dengan medan induksi pada magnet (Tipler, 2001).
Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika
bahan diamagnetik dibalik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam
atom akan berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan
magnet atomis yang arahnya berlawanan. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh
gerak orbital elektron sehingga semua bahan bersifat diamagnetik karena atomnya
mempunyai elektron orbital. Bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam
bahan tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan
diamagnetik hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak
menarik garis gaya. Permeabilitas bahan diamagnetik adalah μ < μ0 dan susepbtibilitas
magnetiknya < 0. Contoh bahan diamagnetik yaitu bismut, perak, emas, tembaga dan
2.5.2 Paramagnetik
Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas positif di mana magnetisasi M
paralel dengan medan luar. Material yang termasuk dalam paramagnetik adalah logam
transisi dan ion logam tanah jarang (rare-earth ions). Ion-ion ini mempunyai kulit
atom yang tidak terisi penuh yang berisi momen magnet permanen. Momen magnet
permanen terjadi karena adanya gerak orbital dan elektron (Theresya, 2014).
Setiap elektron berperilaku seperti magnet kecil yang pada medan magnet
memiliki salah satu orientasi yaitu searah atau berlawanan arah dengan medan magnet
tergantung dengan arah spin elektron. Ketika tidak ada medan luar orientasi momen
magnet acak, tetapi ketika medan luar diterapkan maka orientasi momen magnetik
sebagian mengarah ke medan luar.
Gambar 2.1 Orientasi momen magnetik bahan paramagnetic (a) Tanpa adanya medan luar, (b) Dengan adanya medan luar (Theresya, 2014)
Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan
ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan paramagnetik, medan B yang
dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam hampa udara.
Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam
rentang 10-5 sampai 10-3 m3/Kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μ 0. Contoh
bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram (Theresya, 2014).
2.5.3 Ferromagnetik
Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif
yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat
Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan
kemagnetannya telah hilang. Hal ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari
bahan – bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya – gaya yang kuat pada atom
disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu
sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol
magnetik yang disearahkan ini disebut daerah magnetik. Dalam daerah ini, semua
momen magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga
momen magnetik total dari kepingan mikroskopi bahan ferromagnetik ini adalah nol
dalam keadaan normal (Tipler, 1991).
2.6 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras
Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah atau
soft magnetic materials maupun material magnetik kuat atau hard magnetic materials.
Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic atau
material magnetik lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material
magnetik kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersif yang kuat. Hal ini
lebih jelas digambarkan dengan diagram histerisis atau hysteresis loop sebagai loop.
Diagram histeresis diatas menunjukkan kurva histeresis untuk material magnetic lunak
pada gambar (a) dan material magnetik keras pada gambar (b). H adalah medan
magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material.
Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual Br, yang
disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif,
yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak
mudah dimagnetisasi serta mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada
Gambar 2.2 Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang
kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya.
Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit di demagnetisasi.
Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m2) merupakan energi per
satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan
energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga –
H sampai 0. energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat dapat diabaikan; medan
magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi-ruang,
demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan, magnetisasi permanen (Afza, Erini. 2001).
2.7 Jenis Magnet Permanen
Produk magnet permanen ada dua macam berdasarkan teknik pembuatannya yaitu
magnet permanen isotropi dan magnet permanen anisotropi.
Gambar 2.3 Arah partikel pada magnet isotropi dan anisotropi (a) Arah partikel acak (Isotrop) (b) Arah partikel searah (Anisotrop) [Masno G, dkk, 2006].
Magnet permanen isotropi magnet dimana pada proses pembentukkan arah domain
pembentukkan dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah domain magnet
partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu seperti ditunjukkan pada gambar
2.3 untuk membedakan isotropi dan anisotropi. Magnet permanen isotropi memiliki
sifat magnet atau remanensi magnet yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan
magnet permanen anisotropi.
2.8 Magnet Permanen Ferrit
Magnet permanen ferrit juga dikenal sebagai magnet keramik dikembangkan pada
tahun 1950-an sebagai suatu hasil dari teori Stoner – Wohlfarth yang mengindikasikan
bahwa koersivitas dari sistem pada partikel bidang tunggal sebanding terhadap
anisotropi.
Magnet ferrit yang banyak dipakai yaitu Barium Ferrit BaO.6 (Fe2O3)
disamping SrO.6 (Fe2O3) dan PbO.6 (Fe2O3). Magnet Ferrit mempunyai sifat mekanik
yang kuat dan tidak mudah terkorosi. Disamping itu magnet ferrit mempunyai
koersivitas yang tinggi dengan tingkat kestabilan yang tinggi terhadap pengaruh
medan luar serta temperatur (Culity, 1972).
2.8.1 Barium Heksaferit
Material magnet oksida BaO(6Fe2O3) merupakan jenis keramik yang banyak
dijumpai disamping material magnet lain, seperti SrO.6(Fe2O3) dan PbO.6(Fe2O3).
Pengembangan material BaFe12O19 (M-type feritte hexagonal) sebagai bahan
magnetik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang aplikasi, karena memiliki
karakteristik : temperatur Curie yang relative tinggi, nilai koersifitas, saturasi magnetik
dan anisotropi magnetik tinggi pula serta stabilitas kimia yang sangat baik (Simbolon,
Silviana, 2013).
Salah satu aplikasi material magnet permanen barium heksaferit yang menjadi
perhatian saat ini adalah sebagai alat penyerap gelombang mikro (RAM). Hal ini
karena sifat istrik dan magnetik dari material ferrimagnetik ini sangat mendukung
Material oksida magnet tersebut memiliki sifat mekanik yang sangat kuat dan
tidak mudah terkorosi. Namun material tersebut sangat rentan terhadap proses
perlakuan panas sehingga mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dan memiliki
dampak negatif terhadap sifat kemagnetan, tetapi proses ini tidak dapat dihindarkan
dalam proses metallurgi serbuk untuk membuat magnet menjadi kuat dan dapat
dimanfaatkan dalam teknologi (Simbolon, Silviana, 2013).
Barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 yang memiliki parameter kisi a = 5,8920
Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite
BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada gambar 2.3
Gambar 2.4. Struktur kristal BaO.6Fe2O3 [Moulson A.J, et all., 1985].
Barium heksaferit dapat disintesa dengan beberapa metoda seperti kristalisasi
gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, copresipitasi dan pemaduan mekanik.
Diantara metoda ini pemaduan/gerus mekanik adalah ekonomis karena ketersediaan
relative sederhana untuk proses pemaduan mekanik dan produksi skala besar dapat
diimplementasikan dengan mudah.
2.9 Alumina
Alumina merupakan persenyawaan kimia antara logam aluminium dengan oksigen
(Al2O3). Alumina di alam ditemukan dalam bentuk bauksit. Alumina merupakan
bahan baku utama dalam proses elektrolisa aluminium. Aluminia mempunyai
morfologi sebagai bubuk berwarna putih denagn berat molekul 102, titik leleh pada
2050oC, dan spesifikasi gravity 3,5 - 4,0.
Dalam industri peleburan alumina memegang 3 fungsi penting yaitu:
1. Sebagai bahan baku utama dalam memproduksi aluminium.
2. Sebagai insulasi ternal untuk mengurangi kehilangan panas dari atas tungku
reduksi, dan untuk mempertahankan temperatu operasi.
3. Melindungi anoda dari oksidasi udara. (Cyntia Ayu, 2011)
Satu-satunya oksida aluminium adalah alumina (Al2O3). Meskipun demikian,
kesederhanaan ini diimbangi dengan adanya bahan-bahan polimorf dan terhidrat yang
sifatnya bergantung kepada kondisi pembuatannya. Terdapat dua bentuk anhidrat
Al2O3 yaitu α-Al2O3 dan -Al2O3. Logam-logam trivalensi lainnya (misalnya Ga, Fe)
membentuk oksida-oksida yang mengkristal dalam kedua struktur yang sama.
Keduanya mempunyai tatanan terkemas rapat ion-ion oksida tetapi berbeda dalam
tatanan kation-kationnya.
α-Al2O3 stabil pada suhu tinggi dan juga metastabil tidak terhingga pada suhu
rendah. Ia terdapat di alam sebagai mineral korundum dan dapat dibuat dengan
pemanasan -Al2O3 atau oksida anhidrat apa pun di atas 1000o. -Al2O3 diperoleh
dengan dehidrasi oksida terhidrat pada suhu rendah (~450o). α-Al2O3 keras dan tahan
terhadap hidrasi dan penyerapan asam. -Al2O3 mudah menyerap air dan larut dalam
asam; alumina yang digunakan untuk kromatografi dan diatur kondisinya untuk
Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Alumina Al2O3
No Sifat Fisis Satuan
Jenis-jenis Alumina
Catatan Sandy
-Al2O3
Floury
α-Al2O3
1 Al2O3 % 5 90 Sinar-X
2 Berat Jenis gr/cm3 3,5 3,9
3 Sudut Letak Derajat 30 40 1100o
4 Permukaan Letak M2 42 2
5 Densitas Bebas gr/cm3 1,1 0,8
6 Densitas Terikat gr/cm3 1,3 1,0
7 Kehilangan dalam
Pemijaran % 1,8 0,2
(Burkin A.R, 1987)
2.9.1 Keramik Alumina
Alumina adalah senyawa yang terdiri dari senyawa aluminium dan oksigen sehingga
alumina disebut juga senyawa oksida logam. Keramik alumina yang sering digunakan
umumnya mempunyai fasa corundum ( – Al2O3) dengan struktur tumpukan padat
heksagonal ( Hexagonal Closed Packed, HCP ).
Keunggulan alumina antara lain : mempunyai titik lebur tinggi (20500C), stabil
digunakan hingga suhu 17000C, kekuatan mekaniknya tinggi, keras, penghantar panas
tinggi maka proses densifikasi dari material ini juga membutuhkan suhu sintering yang
relatif tinggi (0.85 x titik lebur = 17500C) (Kaston, S 2007).
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Keramik Alumina Al2O3
Parameter Al2O3
Densitas, gr/cm3 3,96
Koefisien termal ekspansi, oC-1 (8-9) x 10-6
Kekuatan Patah, Mpa 350
Sifat daya hantar panas Konduktor
Kekerasan (Hv), kgf/mm2 1500-1800
Titik lebur, oC 2050
Ketangguhan, Mpa m1/2 4,9
(Awan Maghfirah, 2007)
2.9.2 Kegunaan Keramik Alumina
Keramik alumina kegunaannya cukup luas sekali yaitu digunakan dibidang mekanik
(bearing, cutting tools, pelapis bagian dalam pompa (inner linning), di bidang
elektronik (bahan isolator listrik, substrat elektronik), di bidang refraktori sebagai
bahan tahan panas pada tungku pembakaran, di bidang medis sebagai biomaterial yang
inert (Nerrus,T 2006).
2.9.3 Sifat – Sifat Alumina
Senyawa Al2O3 bersifat polimorfi yang diantaranya adalah struktur – Al2O3 dan -
sebagai korundum. Struktur dasar Kristal korundum adalah struktur tumpukan padat
heksagonal ( Hexagonal Closed Packed, HCP ). Kation (Al+3) menempati bagian
dari sisipan octahedral sedangkan anion (O2-) menempati HCP (Worrall.W.E,1986).
Struktur - Al2O3 merupakan senyawa alumina yang stabil pada suhu kurang
dari 10000C dan pada umumnya lebih reaktif dibandingkan dengan struktur –
Al2O3. (Nerrus,T 2006).
Pada umumnya kemurnian Al2O3 cukup tinggi (>90%) sehingga dapat
digunakan sebagai bahan keramik tembus cahaya. Sifat fisis dari keramik Al2O3
adalah Densitasnya 3,96 gr/cm3 (Nerrus,T 2006).
2.10 Sintering
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul
atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya
sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting
dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro
seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan
densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain
jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel (Ika Mayasari, 2012). Selama fasa
penaikan suhu dalam ishotermal sintering proses densifikasi dan perubahan
mikrostruktur terjadi secara signifikan. Temperatur yang tinggi dapat mempercepat
proses densifikasi, tetapi pertumbuhan butir juga meningkat. Jika temperatur sintering
terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal sehingga dapat membatasi
densitas akhir (Ika Mayasari, 2012).
Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain :
jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya dan ukuran partikel. Jika telah diketahui
jenis bahannya maka dapat ditentukan suhu sintering yang akan divariasikan yaitu 2/3
dari titik lebur masing – masing bahan sehingga dapat menghindari terjadinya
A. Adanya transfer materi diantara butiran yang disebut proses difusi.
B. Adanya sumber energi yang dapat mengaktifkan transfer materi, energy tersebut
digunakan untuk menggerakkan butiran hingga terjadi kontak da ikatan yang
sempurna. Difusi adalah aktivitas termal yang berarti bahwa terdapat energy minimum
yang dibutuhkan untuk pergerakan atom atau ion dalam mencapai energi yang sama
atau diatas energi aktivitas untuk membebaskan dari letaknya semula dan bergerak ke
tempat yang lain yang memungkinkannya. Energi untuk menggerakkan proses
sintering disebut gaya dorong (drying force) yang ada hubungannya dengan energi
permukaan butiran (γ)
2.10.1 Tahapan Sintering
Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami kompaksi
sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut:
1. Ikatan mula antar partikel serbuk.
Saat sampel mengalami proses sinter, maka akan terjadi pengikatan diri. Proses ini
meliputi difusi atom-atom yang mengarah kepada pergerakan dari batas butir. Ikatan
ini terjadi pada tempat dimana terdapat kontak fisik antar partikel-partikel yang
berdekatan. Tahapan ikatan mula ini tidak menyebabkan terjadinya suatu perubahan
dimensi sampel. Semakin tinggi berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak
antar partikel, sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga
semakin besar. Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan
menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen pengotor
akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi jumlah bidang
kontak antar partikel.
2. Tahap pertumbuhan leher.
Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher. Hal ini
berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar partikel yang
menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher (neck) dan leher ini akan
Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa, tetapi tidak
mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak menyebabkan terjadinya
penyusutan. Proses pertumbuhan leher ini akan menuju kepada tahap penghalusan dari
saluran-saluran pori antar partikel serbuk yang berhubungan, dan proses ini secara
bertahap.
3. Tahap penutupan saluran pori.
Merupakan suatu perubahan yang utama dari salam proses sinter. Penutupan saluran
pori yang saling berhubungan akan menyebabkan perkembangan dan pori yang
tertutup. Hal ini merupakan suatu perubahan yang penting secara khusus untuk pori
yang saling berhubungan untuk pengangkutan cairan, seperti pada saringan-saringan
dan bantalan yang dapat melumas sendiri. Salah satu penyebab terjadinya proses ini
adalah pertumbuhan butiran. Proses penutupan saluran ini dapat juga terjadi oleh
penyusutan pori (tahap kelima dari proses sinter), yang menyebabkan kontak baru
yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan pori.
4. Tahapan pembulatan pori.
Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan pori
tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan dinding tersebut
menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus melalui daerah leher,
maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami proses pembulatan. Dengan
temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses sinter maka pembulatan pori akan
lebih sempurna.
5. Tahap penyusutan
Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan dengan proses
densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini akan menyebabkan
terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah disinter akan mejadi lebih
padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan pori akan meningkat dan dengan
sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut juga akan meningkat, khususnya kekuatan
Tahap penyusutan pori ini terjadi akibat pergerakan gas-gas yang terdapat di
daerah pori keluar menuju permukaan. Dengan demikian tahap ini akan meningkatkan
berat jenis yang telah disinter.
6. Tahap pengkasaran pori
Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan sempurna.
Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya lubang-lubang kecil
dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total dari pori adalah tetap, tetapi
volume pori berkurang dengan diimbangi oleh pembesaran pori tersebut. (Randall M.
German, 1991).
2.11 Karakterisasi Material Magnet Permanen Barium Heksaferit 2.11.1 Sifat Fisis
2.11.1.1 Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau Densitas didefenisikan
sebagai massa per satuan volum. Jika suatu bahan yang materialnya homogen
bermassa m memiliki volume v , densitasnya ρ adalah :
(gram/cm3) (2.4)
Secara umum, densitas suatu bahan tergantung pada faktor lingkungan seperti
suhu dan tekanan (Siregar, Seri D. 2013).
Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran
bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit,
akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat massa
(bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373). Oleh karena itu
untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk yang tidak
teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang persamaannya sebagai
berikut :
Dimana :
ρ = Densitas sampel (g/cm3)
ρair = Densitas air (g/cm3)
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
= Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)
2.11.1.2 Porositas
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari
volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material
dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di
dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0
% sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut.
Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup.
Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut
merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke
permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun
ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada umumnya
dinyatakan sebagai porositas terbuka dan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :
P = (2.6)
Dimana :
P = Porositas (%)
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
2.11.1.3. Susut Bakar
Merupakan penyusutan dari sampel sebelum dilakukan sintering dan setelah dilakukan
sintering. Penyusutan terjadi karena adanya reaksi pembakaran yaitu pelepasan CO2
dan difusi partikel.
% sb = x 100% (2.7)
Dimana :
% sb = persen penyusutan (%)
V0 = Volume sebelum disintering (m3)
Vs = Volume sesudah disinterring (m3)
2.11.2 Sifat Magnet
Untuk karaterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang
dapat menghasilkan kurva histerisis loop yang dilengkapi dengan nilai induksi
remanen (Br) dan Gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran berlangsung terjadi proses
magnetisasi pada bahan sampel, dimana selesai pengukuran bahan sudah memiliki
sifat magnetic yang permanen. Sifat-sifat magnet permanen berdasarkan kurva
histerisis adalah sebagai berikut : Sulit dimagnetisasi dan didemagnetisasi, Koersivitas
tinggi (Hc), dengan Hc yang tinggi maka dapat mempertahankan orientasi momen
magnetiknya untuk waktu yang lama, sebagai sumber gaya gerak magnet dalam
kumparan magnetic, remanensi tinggi (Br), histeris loss besar, permeabilitas (µ) kecil.
Dan setelah itu dihitung medan magnetnya dengan menggunakan Gaussmeter.
2.11.2.1Permagraph
Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok
seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur
oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max
kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet
EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan
printer. Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva
histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti
koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils
untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan
magnet permanen dengan pole coils.
2.11.3 Analisa Sruktur Kristal
2.11.3.1 XRD (X-Ray Diffraction)
Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standar pengujian di
laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan
mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang
terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk
menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal. (Erini,
Afza.2011).
Uji difraksi sinar X (XRD) dilakukan untuk menentukan komposisi fase yang
terbentuk pada serbuk hasil kalsinasi di atas. Dari data yang akan dihasilkan dapat
diprediksi ukuran kristal serbuk dengan bantuan software X-powder dan Match.
Ukuran kristalin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-X yang
muncul. Makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan maka makin kecil ukuran kristal
serbuk. (Kharismayanti, 2013).
2.11.3.2 Analisis Mikrostuktur dengan Optical Microscope
Optical Microscope mempunyai fungsi yang hampir sama dengan SEM (Scanning
Electron Microscope) yaitu untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari butir-butir serta
mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui observasi dengan OM
terbentuk lapisan diantara butiran atau disebut grain boundary. Analisis mikrostruktur
dengan menggunakan OM bertujuan untuk mengetahui susunan partikel-partikel
setelah proses sintering,dan juga dapat diketahui perubahannya akibat variasi suhu
sintering. Dari foto OM yang dihasilkan dapat diketahui apakah terjadi perbesaran
butiran atau grain growth, sejauh mana pori-pori sisa yang terbentuk didalam badan
keramik.
Adapun perbedaan antara SEM dan OM adalah terletak pada perbesaran
obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Sebenarnya, dalam
fungsi perbesaran obyek, SEM juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari
jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan
magnet ini bias mengontrol dan mempengaruhi electron yang melaluinya, sehingga
bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama empat bulan dimulai dari Februari 2015 - Mei 2015
dibeberapa laboratorium, yaitu :
1. Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Puspitek Serpong.
2. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung.
3.2 Peralatan dan Bahan : 3.2.1 Peralatan
Pada penelitian ini, peralatan yang digunakan antara lain :
a. Neraca Digital
Fungsinya : untuk menimbang massa pellet yang telah tercetak yang
akan digunakan dalam pembuatan magnet.
b. Jangka Sorong
Fungsinya : untuk mengukur ketebalan dan diameter pellet.
c. Bata
Fungsinya : sebagai tempat untuk membakar/ memanaskan sampel.
d. Vacuum Furnace (XD – 1400V)
Fungsinya : sebagai alat untuk proses pembakaran.
e. Gelas Ukur
Fungsinya : untuk meletakkan sampel di dalam ultrasonik. f. Pinset
Fungsinya : untuk mengambil sampel yang telah dibakar. g. Ultrasonik
Fungsi : alat untuk memanaskan sampel yang telah tercetak agar diukur
h. Termometer
Fungsinya : untuk mengukur suhu air dalam alat ultrasonik.
i. Neraca gantung
Fungsinya : untuk mengukur massa basah dari sampel.
j. Oven
Fungsinya : untuk mengeringkan sampel setelah diukur massa basahnya.
k. Kertas Pasir
Fungsi : sebagai kertas penghalus permukaan sampel.
l. Gaussmeter
Fungsi : untuk mengukur besarnya medan magnet pada sampel.
m. XRD (X-ray Diffractometer)
Fungsi : sebagai alat karakterisasi struktur kristal atau fasa dari sampel.
n. OM (Optical Microscope)
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.3 Diagram Alir Percobaan
Berikut adalah diagram penelitian yang dilakukan : terlampir
Penelitian yang dilakukan meliputi : proses sintering, dan karakterisasi bahan.
3.4 Proses Sintering
Proses sintering pada magnet keramik BaFe12O19 dilakukan dengan cara pemanasan
sampel dalam tungku listrik (furnace) dengan variasi suhu 800oC, 900oC, 1000oC,
1100oC yang ditahan selama 2 jam. Sintering dapat meningkatkan kekuatan sampel
karena terjadinya pertumbuhan butiran dan butir butir tersebut melebur menjadi satu.
Sampel yang telah disintering kemudian dimagnetisasi dengan Magnetizer pada
tegangan 1000 volt.
Langkah-langkah untuk melakukan proses sintering adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan sampel yang akan disintering.
2. Memasukkan sampel ke dalam tungku pembakaran dengan menggunakan bata
tahan panas.
3. Memutar saklar pada posisi “ON” untuk menghidupkan tungku.
4. Mengatur suhu pembakaran yang diinginkan dan pada puncaknya ditahan
selama 2 jam.
5. Mematikan tungku setelah proses sintering selesai.
6. Mengeluarkan sampel dari tungku pembakaran.
3.5 Magnetisasi
Magnetisasi adalah alat yang disebut Magnetizer, fungsinya untuk memberikan medan
magnetik pada sampel (magnetisasi) dengan tegangan 1000 volt.
3.6 Karakterisasi Hasil
Setelah semua treatment telah dilakukan maka dilanjutkan dengan karakterisasi.
Adapun karakterisasi yang dilakukan adalah densitas, porositas, analisa XRD, OM,
PSA, pengukuran fluks density dengan Gausmeter, B-H curve dengan Permagraph .
3.6.1 Uji Densitas
Bulk density merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk
dengan rongga atau pori. Pengujian Bulk density dilakukan untuk megukur benda
padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan. Pada
pengujian Bulk density menggunakan metode Archimedes. Prosedur kerja untuk
menentukan besarnya bulk densitas (gr/cm3 ) suatu sampel berbentuk pellet adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan sampel, aquades, gelas beaker, neraca digital dan kawat
penimbang sampel di dalam air.
2. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker, sampel dicelupkan
kedalam gelas beaker, kemudian panaskan menggunakan kompor listrik
sampai suhu kira-kira 50 0C selama 10 menit.
3. Letakkan penyangga pada neraca digital, kemudian kalibrasi.
4. Celupkan kawat ke dalam aquades pada gelas beaker.
5. Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca.
6. Sampel yang telah dipanaskan ditimbang di dalam gelas beaker yang telah
Porositas didefenisikan sebagai banyaknya lubang atau pori yang terdapat dalam suatu
sampel yang telah selesai dibuat. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil
yang sesuai dengan yang diharapkan.
Langkah kerja untuk menentukan besarnya porositas (%) suatu sampel yaitu:
1. Menyiapkan sampel, aquades, gelas beaker, neraca digital dan kawat
2. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker, sampel dicelupkan
kedalam gelas beaker, kemudian panaskan menggunakan kompor listrik
sampai suhu kira-kira 50 0C selama 10 menit.
3. Letakkan penyangga pada neraca digital, kemudian kalibrasi.
4. Celupkan kawat ke dalam aquades pada gelas beaker.
5. Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca.
6. Sampel yang telah dipanaskan ditimbang di dalam gelas beaker yang telah
Susut bakar merupakan penyusutan dari sampel sebelum dilakukan sintering dan
setelah dilakukan sintering. Penyusutan terjadi karena adanya reaksi pembakaran yaitu
pelepasan CO2 dan difusi partikel.
Langkah kerja untuk menentukan besarnya susut bakar (%) suatu sampel yaitu :
1. Sampel yang telah dicetak diukur diameter (cm) dan tebal (cm) dengan
menggunakan jangka sorong, sebagai diameter awal (d0) dan tebal awal
(t0).
2. Timbang massa sampel (g) sebagai massa awal (m0).
3. Dihitung volumenya (cm3) sebagai volume awal (v0).
4. Sampel disintering dengan temperatur yang telah ditentukan.
5. Sampel yang telah disinter diukur diameter (cm) dan tebal (cm) dengan
menggunakan jangka sorong, sebagai diameter sinter (ds) dan tebal sinter (ts).
6. Timbang massa sampel (g) sebagai massa sinter (ms).
3.7 Sifat Magnet
Untuk karakterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat Impluse magnetizer,
berfungsi untuk memberikan medan magnet luar pada sampel agar memiliki magnet.
Setelah itu di hitung nilai medan magnetnya menggunakan gaussmeter. Dan untuk
karakterisasi sifat magnet yang lainnya menggunakan alat permagraph yaitu alat
yang dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi
dengan nilai induksi remanensi (Br) dan gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran
berlangsung terjadi proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan
memiliki sifat magnet setelah pengujian dilakukan.
3.7.1 Permagraph
Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok
seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur
oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max
dan remanensi Br. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran
kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet
EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan
printer.
Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva
histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti
koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils
untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan
magnet permanen dengan pole coils.
3.8 Analisa Mikrostruktur
3.8.1 XRD (X-ray Diffractrometer)
Difraksi sinar X atau X-ray diffraction (XRD) adalah suatu metode analisa yang
menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Profil
XRD juga dapat memberikan data kualitatif dan semi kuantitatif pada padatan atau
sampel. Difraksi sinar X ini digunakan untuk beberapa hal, diantaranya:
1. Pengukuran jarak rata-rata antara lapisan atau baris atom
2. Penentuan kristal tunggal
3. Penentuan struktur kristal dari material yang tidak diketahui
4. Mengukur bentuk, ukuran, dan tegangan dalam dari kristal kecil
Analisis kimia:
1. Identifikasi/Penentuan jenis kristal
2. Penentuan kemurnian relatif dan derajat kristalinitas sampel
3. Deteksi senyawa baru
4. Deteksi kerusakan oleh suatu perlakuan
Untuk interpretasi/pembacaan spektra dengan membandingkan spektra yang berada
pada induk data spektra XRD, misalnya pada data JCPDS. Untuk menyimpulkan
minimal ada 3 puncak spektra yang identik dengan spektra pada data induk.
Adapun langkah langkah dari pengujian ini adalah :
- Siapkan sampel yang akan diuji
- Letakan sampel diatas preparat
- Masukan kedalam XRD kemudian tutup rapat
- Siapkan software pendukung untuk pengoperasian XRD.
3.8.2 OM (Optical Microscope)
Fungsi Optical Microscope atau OM pada penelitian adalah memberikan informasi
secara langsung tentang topografi (tekstur permukaan sampel), morfologi (bentuk dan
ukuran ), komposisi (unsur penyusun sampel), serta Informasi kristalografi (susunan
atom penyusunan sampel).
Melalui observasi dengan OM dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Sifat Fisis
Karakterisasi sifat fisis yang diamati pada penelitian ini meliputi bulk density,
porositas dan linear shrinkage.
4.1.1 Hasil Karakterisasi Bulk Density, Porositas dan Linear Shrinkage.
Hasil pengukuran bulk density untuk Barium Hexaferrite (BaFe12O19) dengan
Pada Gambar 4.1 menunjukkan Grafik Hubungan antara penambahan aditif
1000 °C, 1100°C. Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa nilai bulk densitas menurun seiring
dengan penambahan aditif Al2O3, namun nilai bulk densitas semakin meningkat
seiring dengan kenaikan temperatur sintering.
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara penambahan aditif Al2O3 terhadap nilai bulk
density BaFe12O19 yang disinter pada suhu 800°C, 900°C, 1000 °C, 1100°C.
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa nilai densitas maksimum diperoleh pada
penambahan 1 %wt Al2O3 pada suhu sintering 1100 °C dengan nilai 4,87 gr/cm3 yaitu
hanya bisa mencapai sekitar 91,88% dari nilai densitas murni BaFe12O19. Nilai
densitas terbaik diperoleh pada penambahan 3% wt Al2O3 pada suhu 11000C dengan
nilai 4,90 gr/cm3 yaitu hanya bisa mencapai sekitar 92,45% dari nilai densitas murni
BaFe12O19. Adanya penambahan aditif Al2O3 menyebabkan nilai bulk density
cenderung menurun, hal ini disebabkan oleh nilai densitas Al2O3 (3,96 gr/cm3) yang
lebih kecil dari nilai densitas BaFe12O19 (5,3 gr/cm3) . Berdasarkan hasil data diatas
dapat diketahui bahwa semakin tinggi temperatur sintering maka nilai densitas akan
semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena fasa – fasa dalam keramik yang terjadi
semakin banyak dan pori – porinya berkurang. Hal ini terjadi hingga titik optimum
sebelum keramik mengalami deformasi. Jika suhu sintering terus dinaikkan dan
melewati suhu optimum maka badan keramik akan mengalami deformasi yang