PENGARUH KOMPOSISI Al2O3 DAN
MILLING TIME
TERHADAP SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR
DARI BaFe12O19
SKRIPSI
NENSI M PANJAITAN
110801043
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT
FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI BaFe12O19
DENGAN ADITIF Al2O3
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
NENSI M PANJAITAN
110801043
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Komposisi Al2o3 Dan Milling Time Terhadap Sifat Fisis, Magnet Dan Mikrostruktur dari BaFe12O19 Kategori : Skripsi
Nama : Nensi M Panjaitan
NIM : 110801043
Program Studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (Mipa) Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juli 2015
Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing, Ketua,
PERNYATAAN
PENGARUH KOMPOSISI Al2O3 DANMILLING TIME TERHADAP SIFAT
FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR DARI BaFe12O19
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2015
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Pengaruh Komposisi Al2O3 dan Milling Time terhadap Sifat Fisis, Magnet dan Mikrostruktur BaFe12O19 dalam waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS, sebagai Dosen Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan memberikan dorongan, semangat serta saran-saran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Masno Ginting, M.Sc dan Prof. Pardamean Sebayang M.Sc, sebagai Dosen Pembimbing di LIPI, yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan memberikan dorongan, semangat serta saran-saran untuk membimbing penulis dalam penelitian tugas akhir dan menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai Ketua Jurusan Fisika FMIPA USU.
4. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, MSc, sebagai Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA USU.
5. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
6. Semua Dosen Departemen Fisika FMIPA USU yang pernah menjadi dosen pengajar selama penulis kuliah di Fisika USU.
7. Kak Tini, Kak Yuspa, dan bang Jo, sebagai pegawai di jurusan Fisika FMIPA USU.
8. Kedua orangtua penulis, M. Panjaitan dan M. Silaban, terima kasih atas dukungan dan doa yang begitu besar dan sangat berarti kepada penulis.
9. Adik - adik penulis Mery K Panjaitan dan Veri A Panjaitan, yang telah banyak memberi dukungan, doa dan semangat kepada penulis selama kuliah dan menyelesaikan skripsi ini, terkhusus juga buat tante Resni Silaban dan sanak saudara lainnya yang banyak membantu dan memberikan motivasi kepada penulis.
10.Teman – teman Fisika Stambuk 2011 sebagai teman bertukar pikiran selama perkuliahan dan teman berdiskusi dalam penyelesaian skripsi ini (Inten Natanael Simamora, Tabitaria M Sianipar, Juliana S Situmeang, Ancela Simbolon, Dosni Sipahutar, Widya Susanti, Lilis Sagita, Trisno F Manurung, Parasian Simbolon, Hendra Damos, dan semua teman yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu).
11.Abang, Kakak senior dan adik-adik junior Fisika FMIPA USU.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan – kekurangan baik dari segi isi, struktur kata, maupun tata bahasanya karena pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis terbatas, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Penulis
PENGARUH KOMPOSISI Al2O3 DAN MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR BaFe12O19
ABSTRAK
Telah diakukan pembuatan magnet permanen BaFe12O19 yang ditambahkan aditif Al2O3 dengan variasi komposisi 0, 1, 3, 5 dan 7 (%wt) mengggunakan metode
mechanical alloying dengan milling time 12 dan 36 jam. Serbuk tersebut kemudian ditambahkan bahan perekat Poly Vinyl Alcohol (PVA) dan dicetak kering dengan tekanan 30 kg/cm2 (8 kG). Hasil cetakan berupa pelet dengan diameter rata-rata 20 mm x 3 mm. Selanjutnya dilakukan proses sintering dengan menggunakan vacuum furnace pada suhu 1100oC yang ditahan selama 2 jam. Sampel yang telah disintering kemudian dikarakterisasi sifat fisis (green body density,bulk density dan porositas), dianalisis struktur kristalnya dengan XRD dan Optical Microscope (OM), dimagnetisasi dan diukur kurva histerisisnya. Karakterisasi yang dilakukan meliputi sifat fisis yaitu densitas dan porositas dengan metode Archimedes, dan analisa mikro struktur dengan menggunakan XRD dan OM. Sedangkan untuk analisis sifat magnet dengan menggunakan hasil pengukuran permagraf yang telah dimagnetisasi dengan
Gaussmeter. Dari hasil pengukuran densitas dan porositas magnet BaFe12O19 dengan aditif Al2O3 menunjukkan bahwa nilai densitas cenderung menurun dan porositas meningkat sebanding dengan jumlah aditif Al2O3. Dari hasil karakterisasi fisis diperoleh hasil yang terbaik yaitu pada milling time 36 jam dengan komposisi 0 %wt (tanpa aditif), dengan nilai green body density = 3,07 g/cm3, bulk density = 5,06 g/cm3 dan porositas = 4,62%. Dari salah satu hasil analisa XRD menunjukkan bahwa telah terbentuk struktur kristal BaFe12O19 dan BaAlFe11O19, grainsize 15,6, memiliki Br = 2,01 kG dan Hc = 0,28 MGOe .
EFFECT OF COMPOSITION AND MILLING TIME OF Al2O3 PHYSICAL
PROPERTIES, MAGNET AND MICROSTRUCTURE BaFe12O19
ABSTRACT
Has waged manufacture permanent magnets BaFe12O19 with Al2O3 additive is added to the composition variation of 0, 1, 3, 5 and 7 (wt%) use traditional methods of mechanical alloying by milling time 12 and 36 hours. The powder is then added to the adhesive Poly Vinyl Alcohol (PVA) and dry printed with a pressure of 30 kg / cm2 (8 kG). The printed form of pellets with an average diameter of 20 mm x 3 mm. Sintering process is then performed using a vacuum furnace at a temperature of 1100oC were held for 2 hours. Samples were then characterized sintering physical properties (green body density, bulk density and porosity), analyzed the crystal structure by XRD and Optical Microscope (OM), magnetized and measured curves histerisisnya. Characterization was conducted on the physical properties, namely density and porosity by Archimedes method, and a micro-structure analysis using XRD and OM. As for the analysis of magnetic properties using permagraf measurement results that have been magnetized by the Gaussmeter. From the results of measurements of density and porosity magnet BaFe12O19 with Al2O3 additive shows that the density tends to decrease and the porosity increases in proportion to the amount of additive Al2O3. From the results of the physical characterization is obtained the best results in milling time of 36 hours with a composition of 0% wt (without additives), with the value of the green body density = 3.07 g / cm3, bulk density = 5.06 g / cm3 and porosity = 4 , 62%. From one of the results of XRD analysis showed that the crystal structure has been formed BaFe12O19 and BaAlFe11O19, grainsize 15.6, has Br = 2.01 kG and Hc = 0.28 MGOe.
2.10.3.1. XRD 22
2.10.3.2. OM 23
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Sifat-Sifat Fisis Alumina 14
Tabel 2.2. Sifat-Sifat Keramik Alumina 16
Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Green Body Density 34
Tabel 4.2. Data Hasil Pengukuran Bulk Density 36
Tabel 4.3. Data Hasil Pengukuran Porositas 38
Tabel 4.4. Data Hasil Pengukuran Permagraph 42
Tabel 4.5. Data Pengujian Kuat Medan Magnet Milling Time 12 jam 42
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Arah Domain-Domain Bahan Paramagnetik 9
Gambar 2.2. Histeresis Material Magnet 11
Gambar 2.3. Struktur Kristal Barium Heksaferit 13
Gambar 3.1. Tahapan Penelitian Pembuatan Magnet Permanen 26
Gambar 3.3. Alat Kompaksi Hydraulic Press 27
Gambar 3.4. Vacum Furnace 28
Gambar 3.5. Alat Magnetizer 29
Gambar 3.6. Alat X-Ray Diffraction (XRD) 33
Gambar 3.7. Optical Microscope 33
Gambar 4.1. Grafik Hubungan Komposisi Al2O3 dan Milling Time terhadap Green Body Density 35
Gambar 4.2. Grafik Hubungan Komposisi Al2O3 dan Milling Time terhadap Bulk Density 37
Gambar 4.3. Grafik Hubungan Komposisi Al2O3 dan Milling Time terhadap Porositas 38
Gambar 4.4. Grafik Hasil Pengujian XRD BaFe12O19 dengan aditif Al2O3 39
Gambar 4.5. Hasil Mikroskop Optik Magnet Sinter Barium Hexaferrite 40
Gambar 4.6. Kurva Histerisis bahan Barium hexaferrite 41
Gambar 4.7. Grafik Hubungan Komposisi Al2O3 dan Milling Time 12 jam terhadap Flux Magnetic 43
DAFTAR LAMPIRAN
PENGARUH KOMPOSISI Al2O3 DAN MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS, MAGNET DAN MIKROSTRUKTUR BaFe12O19
ABSTRAK
Telah diakukan pembuatan magnet permanen BaFe12O19 yang ditambahkan aditif Al2O3 dengan variasi komposisi 0, 1, 3, 5 dan 7 (%wt) mengggunakan metode
mechanical alloying dengan milling time 12 dan 36 jam. Serbuk tersebut kemudian ditambahkan bahan perekat Poly Vinyl Alcohol (PVA) dan dicetak kering dengan tekanan 30 kg/cm2 (8 kG). Hasil cetakan berupa pelet dengan diameter rata-rata 20 mm x 3 mm. Selanjutnya dilakukan proses sintering dengan menggunakan vacuum furnace pada suhu 1100oC yang ditahan selama 2 jam. Sampel yang telah disintering kemudian dikarakterisasi sifat fisis (green body density,bulk density dan porositas), dianalisis struktur kristalnya dengan XRD dan Optical Microscope (OM), dimagnetisasi dan diukur kurva histerisisnya. Karakterisasi yang dilakukan meliputi sifat fisis yaitu densitas dan porositas dengan metode Archimedes, dan analisa mikro struktur dengan menggunakan XRD dan OM. Sedangkan untuk analisis sifat magnet dengan menggunakan hasil pengukuran permagraf yang telah dimagnetisasi dengan
Gaussmeter. Dari hasil pengukuran densitas dan porositas magnet BaFe12O19 dengan aditif Al2O3 menunjukkan bahwa nilai densitas cenderung menurun dan porositas meningkat sebanding dengan jumlah aditif Al2O3. Dari hasil karakterisasi fisis diperoleh hasil yang terbaik yaitu pada milling time 36 jam dengan komposisi 0 %wt (tanpa aditif), dengan nilai green body density = 3,07 g/cm3, bulk density = 5,06 g/cm3 dan porositas = 4,62%. Dari salah satu hasil analisa XRD menunjukkan bahwa telah terbentuk struktur kristal BaFe12O19 dan BaAlFe11O19, grainsize 15,6, memiliki Br = 2,01 kG dan Hc = 0,28 MGOe .
EFFECT OF COMPOSITION AND MILLING TIME OF Al2O3 PHYSICAL
PROPERTIES, MAGNET AND MICROSTRUCTURE BaFe12O19
ABSTRACT
Has waged manufacture permanent magnets BaFe12O19 with Al2O3 additive is added to the composition variation of 0, 1, 3, 5 and 7 (wt%) use traditional methods of mechanical alloying by milling time 12 and 36 hours. The powder is then added to the adhesive Poly Vinyl Alcohol (PVA) and dry printed with a pressure of 30 kg / cm2 (8 kG). The printed form of pellets with an average diameter of 20 mm x 3 mm. Sintering process is then performed using a vacuum furnace at a temperature of 1100oC were held for 2 hours. Samples were then characterized sintering physical properties (green body density, bulk density and porosity), analyzed the crystal structure by XRD and Optical Microscope (OM), magnetized and measured curves histerisisnya. Characterization was conducted on the physical properties, namely density and porosity by Archimedes method, and a micro-structure analysis using XRD and OM. As for the analysis of magnetic properties using permagraf measurement results that have been magnetized by the Gaussmeter. From the results of measurements of density and porosity magnet BaFe12O19 with Al2O3 additive shows that the density tends to decrease and the porosity increases in proportion to the amount of additive Al2O3. From the results of the physical characterization is obtained the best results in milling time of 36 hours with a composition of 0% wt (without additives), with the value of the green body density = 3.07 g / cm3, bulk density = 5.06 g / cm3 and porosity = 4 , 62%. From one of the results of XRD analysis showed that the crystal structure has been formed BaFe12O19 and BaAlFe11O19, grainsize 15.6, has Br = 2.01 kG and Hc = 0.28 MGOe.
BAB 1
dengan tingkat kestabilan terhadap pengaruh medan luar serta temperatur yang cukup
baik. Penelitian magnet permanen ferit yang telah banyak dikaji yaitu barium
hexaferrite yang termasuk dalam ferit keras (Nur, dkk, 2014).
Barium Heksaferrit dapat disintesis dengan beberapa metode seperti
kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, pemaduan mekanik dan
kopresipitasi. Sifat magnetik, terutama koersivitas pada magnet permanen sangat
tergantung pada ukuran butir .
Bahan magnet dengan koersivitas yang tinggi, cenderung memiliki kristalit
lebih kecil dari domain magnetik (sekitar 1µm). Untuk pengolahan bahan-bahan
tersebut beberapa metode telah dikembangkan, diantaranya kristalisasi dari kaca,
mekano-kimia, metalurgi serbuk (mechanical alloying) dan mekanik paduan. Pada
metoda paduan mekanik, bahan yang digunakan adalah serbuk BaFe12O19 dan
Al2O3. Proses ini terdiri dari dua tahap yaitu penggilingan (milling) dan annealing
(ferritization). Pada umumnya penggilingan ini dilakukan di dalam jar mill
dengan media air, agar diperoleh distribusi ukuran partikel yang lebih homogen,
melindungi terjadinya aglomerasi dan adhesi. Distribusi yang homogen dari partikel
tersebut setelah penggilingan (milling) merupakan faktor penting yang mempengaruhi
proses ferritization dan sifat magnetik setelah dimagnetisasi. Adapun fungsi
perubahan bentuk dari hard magnetic (H=+10 kAm) menjadi soft magnetic
(H=-pembuatan magnet permanen. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya beredar
magnet permanen dari bahan barium heksaferit di pasar magnet dunia. Beberapa
kelebihan meterial ferrimagnetik ini adalah memiliki saturasi magnetik (78
emu/g), temperatur Currie yang tinggi (450oC) dan koersivitas tinggi (6700 Oe).
Selain itu material tersebut juga tahan terhadap korosi dan memiliki sifat resistivitas
yang tinggi dan bervariasi antara 10-5 Ωm hingga 109 Ωm yang bergantung pada
komposisi dan strukturnya serta stabilitas kimia yang baik. Dalam penelitian ini
digunakan bahan aditif Alumina (Al2O3) yang ditambahkan ke dalam barium
heksaferit. Karena alumina adalah senyawa yang terdiri dari aluminium dan oksigen,
sehingga alumina disebut juga senyawa oksida logam.
Alumina (Al2O3) yang sering digunakan umumnya mempunyai fasa Corondum (α - Al2O3) dengan struktur tumpukan heksagonal (Hexagonal Closed Packed, HCP) karena merupakan bentuk struktur yang paling stabil sampai suhu tinggi. Keunggulan
alumina antara lain: mempunyai titik lebur yang tinggi (2050oC), stabil digunakan
hingga suhu 1700oC, kekuatan mekaniknya tinggi, keras, penghantar panas yang baik,
sebagai isolator listrik dan tahan terhadap korosi (Kaston Sijabat, 2007).
Komposisi bahan baku dan aditif mencirikan keadaan yang original sehingga
dapat dibedakan terhadap faktor penyusutan dan beberapa sifat fisisnya setelah
dicampur dengan variasi penambahan aditifnya (0%, 1%, 3%, 5% dan 7% wt), yang
meliputi perubahan porositas, densitas, kekerasan dan perubahan mikrostrukturnya.
Kekuatan magnet sangat ditentukan oleh ukuran butir, jenis dan fasa butir, temperature
pembakaran, pembentukan dan sebagainya.
Penambahan bahan campuran dapat memberi pengaruh yang besar terhadap
dan bahan paduannya. Dalam penelitian ini, variasi komposisi yang digunakan adalah
0%, 1%, 3%, 5% dan 7%wt karena diharapkan magnet yang terbaik dengan
keunggulannya yaitu : keras, kuat, tahan suhu tinggi dan menghasilkan magnet
keramik bukan komposit.
Pembuatan magnet keramik dapat dilakukan dengan dua metoda yaitu isotropi
dan anisotropi. Pada pembuatan magnet secara isotropi adalah dengan proses
cetak kering, dengan bahan aditif polyvinil alkohol (PVA) sebagai perekatnya dan
kemudian tanpa dilakukan orientasi partikel dengan menggunakan medan magnet.
Sedangkan pada proses anisotropi, dimana dalam pembuatan magnetnya
digunakan orientasi partikel dengan medan magnet dan pada pembentukannya
ditambahkan bahan perekat PVA (Spaldin, Nicola, 2011).
Material magnet berbahan dasar ferit juga sangat efektif untuk absorber
elektromagnet frekuensi Ultra tinggi seperti pada frekuensi radar yang bekerja pada
frekuensi ratusan MHz hingga GHz. Sehingga dengan berbagai sifat yang dimiliki,
ferit mampu mereduksi daya dan intensitas radiasi pada radar (Radar Cross Saction
Reduction (RCSR) (Mirabel, 2002).
Prinsip kerja ferit sebagai material absorber adalah dapat meminimalisasi
bahkan menghilangkan intensitas dan daya radiasi yang dipantulkan oleh radar.
Dengan kemampuan ini material magnet ferit sering dimanfaatkan sebagai salah
satu material anti deteksi radar (Simbolon, Silviana, 2013).
Salah satu aplikasi material magnet permanen barium heksaferit yang menjadi
perhatian saat ini adalah sebagai alat penyerap gelombang mikro (RAM). Hal ini
karena sifat istrik dan magnetik dari material ferrimagnetik ini sangat mendukung
dalam aplikasi tersebut, yaitu memiliki permeabilitas dan resistivitas yang tinggi
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Pengaruh aditif Al2O3 terhadap green body density, bulk density, porositas
dari BaFe12O19
2. Pengaruh aditif Al2O3 terhadap fluks density dan kurva histeresis dari
BaFe12O19
3. Pengaruh aditif Al2O3 terhadap mikrostruktur dari BaFe12O19 (X-Ray
Diffraction dan Optical Microscope)
1.3 BATASAN MASALAH
Penelitian ini memiliki batasan masalah, meliputi:
1. Variasi komposisi Al2O3 : 0, 1, 3, 5, 7 (% wt)
2. Waktu milling 12 dan 36 jam
Magnetic Field Press : 30 kgf/cm2 (8 kG)
Temperatur sintering 1100oC (2 h)
3. Pengujian : Green Body Density, Bulk Density, Porositas, Magnetic Flux
Density, XRD, OM, Permagraph
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui sifat fisis dari BaFe12O19 setelah penambahan aditif Al2O3
2. Mengetahui sifat magnet dari BaFe12O19 setelah penambahan aditif Al2O3
3. Mengetahui mikrostruktur dari Barium Hexaferrite (BaFe12O19) setelah
penambahan aditif Al2O3
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi pembuatan Barium Heksaferit dengan aditif Al2O3.
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan
diteliti, rumusan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses
pengambilan data, analisa data serta pembahasan.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini, diagram alir penelitian, dan prosedur penelitian.
Bab IV Metode Pengujian dan Analisa Data
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh
dari penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal
kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut
cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan sejenis batu yang
memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang
dapat menarik besi atau baja inilah yang disebut magnet.
Di dalam kehidupan sehari-hari kata “magnet”sudah sering kita dengar, namun
sering juga berpikir bahwa jika mendengar kata magnet selalu berkonotasi menarik
benda. Untuk bisa mengambil suatu barang dari logam (contoh obeng besi) hanya
dengan sebuah magnet, misalkan pada peralatan perbengkelan biasanya dilengkapi
dengan sifat magnet sehingga memudahkan untuk mengambil benda yang jatuh di
tempat yang sulit dijangkau oleh tangan secara langsung.
Bahkan banyak peralatan yang sering digunakan, antara lain bel listrik,
telepon, dinamo, alat-alat ukur listrik, kompas yang semuanya menggunakan bahan
magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah
banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya.
Sebuah magnet terdiri atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama
(tersusun teratur), magnetmagnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang
bukan magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur)
sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-kutub
magnet pada ujung logam.
Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet
adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang
paling besar berada pada kutub-kutubnya. Magnet dapat menarik benda lain, beberapa
benda bahkan tertarik lebih kuat dari yang lain, yaitu bahan logam. Namun tidak
dua contoh materi yang mempunyai daya tarik yang tinggi oleh magnet. Sedangkan
oksigen cair adalah contoh materi yang mempunyai daya tarik yang rendah oleh
magnet. Satuan intensitas magnet menurut sistem metrik Satuan Internasional (SI)
adalah Tesladan SI unit untuk total fluks magnetik adalah weber(1 weber/m2= 1 tesla)
yang mempengaruhi luasan satu meter persegi.
2.2. Medan Magnet
Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya gaya
magnet. Jika sebatang magnet diletakkan dalam suatu ruang, maka terjadi perubahan
dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat medan magnetik.
Arah medan magnetik di suatu titik didefenisikan sebagai arah yang ditunjukkan oleh
kutub utara jarum kompas ketika ditempatkan pada titik tersebut.
2.3. Macam-macam magnet
Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Magnet permanen.
Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet
yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena
memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Magnet permanen dibuat orang dalam berbagai
bentuk dan dapat dibedakan menurut bentuknya menjadi :
1 Magnet batang
Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan magnet
yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara mengalirkan
arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu bahan pengantar
dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan tergantung pada besar arus
kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar medan
magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi atau bahan sejenis
besi dan sistem ini dinamakan electromagnet.
Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat
kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan
dengan memutuskan arus listriknya.
2.4 Bahan Magnetik
Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen
pembentuknya. Berdasarkan perilaku molekulnya di dalam Medan magnetik luar,
bahan magnetik terdiri atas tiga kategori, yaitu paramagnetik, feromagnetik dan
diamagnetik.
2.4.1 Bahan Diamagnetik
Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing masing
atom/molekulya adalah nol, tetapi medan magnet akibat orbit dan spin elektronnya
tidak nol (Halliday & Resnick, 1978). Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen
dipol magnet permanen.
Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron
dalam atom akan mengubah gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan
resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar
tersebut. Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron.
Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat
diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan
tersebut mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik
hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis
gaya.
Permeabilitas bahan ini: µ< dengan suseptibilitas magnetik bahan: .
Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde -10-5m3/kg. Contoh bahan diamagnetik
2.4.2 Bahan Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing masing
atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/
molekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atom/ molekul acak,
sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan
(Halliday & Resnick, 1978).
Di bawah pengaruh medan eksternal, mereka mensejajarkan diri karena torsi
yang dihasilkan. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang
menjadi terarah oleh medan magnet luar.
Gambar 2.1 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik (a) sebelum diberi medan magnet luar (b) setelah diberi medan magnet luar (Masno G,dkk, 2006)
Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha
sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan
magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi
terarah oleh medan magnet luar. Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang
tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan
paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya
dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan
berada dalam rentang 10-5 sampai 10-3 m3/kg, sedangkan permeabilitasnya adalah µ>
µ0. Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram.
2.4.3. Bahan Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomis besar, hal ini
disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron
menimbulkan medan magnetik, sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh
satu atom menjadi lebih besar (Halliday & Resnick, 1978). Medan magnet dari
masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi
diantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan
mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal
dengan domain.
Domain-domain dalam bahan ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal,
momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan
secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain
dengan momen magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang,
sementara yang lain mengerut.
Semua domain akan menyebariskan diri dengan medan eksternal pada titik
saturasi, artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan
magnet luar tidak memberi pengaruh apa-apa karena tidak ada lagi domain yang perlu
disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi).
Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan
magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini
sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan : µ dengan
suseptibilitas bahan: . Contoh bahan ferromagnetik : besi, baja. Sifat
kemagnetan bahan ferromagnetik akan hilang pada temperatur Currie. Temperatur
Currie untuk besi lemah adalah 770oC dan untuk baja adalah 1043oC.
Sifat bahan ferromagnetik biasanya terdapat dalam bahan ferit. Ferit
merupakan bahan dasar magnet permanen yang banyak digunakan dalam industri-
industri elektronika, seperti dalam loudspeaker, motor-motor listrik, dinamo dan
KWH- meter (Afza, erini.2011).
2.5 Material Magnet Lunak (Soft Magnetic) dan Magnet Keras (Hard Magnetic)
Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah atau
soft magneticmaterials maupun material magnetik kuat atau hard magnetic materials.
material magnetik lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material
magnetik kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersif yang kuat. Hal
ini lebih jelas digambarkan dengan diagram histerisis atau hysteresis loop sebagai
loop.
Gambar 2.2 histeris material magnet (a) Material lunak (soft magnetic), (b) Material keras (hard magnetic)
Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan
mengalami demagnetisasi. Magnet lunak mempertahankan sifat magnet pada
medan magnet. Magnet lunak (soft magnetic) menunjukkan histeresis loop yang
sempit, sehingga magnetisasi mengikuti variasi medan listrik hampir tanpa
hysteresis loss. Magnet lunak (soft magnetic) digunakan untuk meningkatkan fluks,
yang dihasilkan oleh arus listrik di dalamnya. Faktor kualitas dari bahan
magnetik lunak adalah untuk mengukur permeabilitas yang sehubungan dengan
medan magnet yang diterapkan. Parameter utama lainnya adalah koersivitas,
magnetisasi saturasi dan konduktivitas listrik.
Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi
yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysteresis loss nol dan
permeabilitas yang sangat besar. Kurva histerisi bahan magnetik lunak
ditunjukkan pada Gambar 2-2. Beberapa bahan penting magnetik lunak diantaranya
Fe, paduan Fe-Si, ferit lunak (MnZnFe2O4), besi silikon dan lain-lain (Poja Chauhan,
Bahan magnetik keras memiliki loop histeresis lebar karena magnetisasi
yang kuat yang ditunjukkan pada gambar 2-2. Bahan Magnet keras (hard magnetic)
juga disebut sebagai magnet permanen yang digunakan untuk menghasilkan medan
yang kuat tanpa menerapkan arus ke koil. Magnet permanen memerlukan
koersivitas tinggi, sehingga magnet harus mempunyai medan magnet yang kuat
dan stabil terhadap bidang eksternal, yang membutuhkan koersivitas tinggi. Dalam
bahan magnet keras (hard magnetic) anisotropi diperlukan magnetik uniaksial dan
sifat magnetik berikut :
1. Koersivitas tinggi (high coercivity): koersivitas, juga disebut medan koersif,
dari bahan feromagnetik adalah intensitas medan magnet yang diterapkan
atau diperlukan untuk mengurangi magnetisasi bahan ke nol setelah
sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan bahan dalam medan
magnet Rectangular hysteresis loop: Sebuah loop hysteresis menunjukkan
hubungan antara diinduksi kerapatan fluks magnet (B) dan gaya magnet
(H). bahan magnetik keras memiliki histeresis loop yang persegi panjang
(Poja Chauhan, 2010).
2.6 Barium Heksaferit
Barium heksaferit adalah salah satu bahan magnetik yang sudah dipakai dalam waktu
yang lama. Bahkan barium heksaferit sudah mulai difabrikasi pada tahun 1950. Jadi barium heksaferit adalah „barang lama‟ dalam dunia kemagnetan dan sains.
Barium heksaferit memiliki struktur heksagonal. Struktur heksagonal memiliki
nilai a dan b yang sama sedang c berbeda. Nilai sudut alfa dan beta 900 sedang nilai
gamma adalah 1200. Setiap satu kristal barium heksaferit terdapat dua molekul barium
heksaferit. Jadi setiap satu kristal barium heksaferit terdapat 2 atom Ba, 24 atom Fe
Barium heksaferit terdiri dari beberapa lapisan dengan arah momen magnet
berbeda, sehingga barium heksaferit adalah bahan ferrimagnetik. Setiap atom Fe pada
barium heksaferit memiliki momen dipole magnet 5.9 magneton Bohr (Q Pameela,
2011).
Gambar 2.3. Struktur kristal Barium Heksaferit (Moulson A.J, et all., 1985)
2.7 Alumina
Alumina merupakan persenyawaan kimia antara logam aluminium dengan oksigen
(Al2O3). Alumina di alam ditemukan dalam bentuk bauksit. Alumina merupakan
bahan baku utama dalam proses elektrolisa aluminium. Alumina mempunyai
morfologi sebagai bubuk berwarna putih dengan berat molekul 102, titik leleh pada
2050oC, dan spesifikasi gravity 3,5 - 4,0.
Dalam industri peleburan alumina memegang 3 fungsi penting yaitu:
1. Sebagai bahan baku utama dalam memproduksi aluminium.
2. Sebagai insulasi ternal untuk mengurangi kehilangan panas dari atas tungku
reduksi, dan untuk mempertahankan temperatu operasi.
3. Melindungi anoda dari oksidasi udara (Cyntia Ayu, 2011).
Satu-satunya oksida aluminium adalah alumina (Al2O3). Meskipun demikian,
kesederhanaan ini diimbangi dengan adanya bahan-bahan polimorf dan terhidrat yang
sifatnya bergantung kepada kondisi pembuatannya. Terdapat dua bentuk anhidrat
membentuk oksida-oksida yang mengkristal dalam kedua struktur yang sama.
Keduanya mempunyai tatanan terkemas rapat ion-ion oksida tetapi berbeda dalam
tatanan kation-kationnya. α-Al2O3 stabil pada suhu tinggi dan juga metastabil tidak
terhingga pada suhu rendah. Ia terdapat di alam sebagai mineral korundum dan dapat
dibuat dengan pemanasan -Al2O3 atau oksida anhidrat apa pun di atas 1000oC.
-Al2O3 diperoleh dengan dehidrasi oksida terhidrat pada suhu rendah (~450o). α-Al2O3
keras dan tahan terhadap hidrasi dan penyerapan asam. -Al2O3 mudah menyerap air
dan larut dalam asam; alumina yang digunakan untuk kromatografi dan diatur
kondisinya untuk berbagai kereaktifan adalah -Al2O3 (Max Well, 1968).
Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Alumina Al2O3
No Sifat Fisis Satuan
2.7.1 Struktur Keramik Alumina (Al2O3)
Senyawa alumina (Al2O3) bersifat polimorfi yaitu dintaranya memiliki struktur alpha
(α)-Al2O3 dan ( )-Al2O3. Bentuk struktur yang lain misalnya beta ( )- Al2O3 adalah
alumina tidak murni yang merupakan paduan antara Al2O3-Na2O dengan formula
Na2O.11 Al2O3 (Walter 1970). Alpha (α)-Al2O3 merupakan bentuk struktur yang
paling stabil sampai suhu tinggi dan memiliki nama lain yaitu korundum. Struktur
dasar korondum adalah tumpukan padat heksagonal (Hexagonal Closed Packed, HCP)
oktohedral, sedangkan anionnya (O2-) menempati posisi HCP. Bilangan koordinasi
dari struktur korundum adalah 6, maka tiap ion Al3+ dikelilingi oleh 6 ion O2-, dan tiap
ion O2- dikelilingi oleh 4 ion Al3+ untuk mencapai muatan yang netral. Struktur
gamma ( )-Al2O3 merupakan senyawa alumina yang stabil dibawa 1000oC dan
umumnya lebih reaktif dibandingkan dengan struktur alpha (α)-Al2O3 (Walter 1970).
2.7.2 Sifat-Sifat Alumina
Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik.
Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut dengan corondum atau α-aluminium oksida (Andry Adhe, 2010). Umumnya keramik alumina disamping tahan suhu tinggi juga memiliki sifat tahan kimia dan tahan korosi pada suhu tinggi.
Keramik korundum murni dibuat melalui suhu tinggi (1800-1900oC) (Reynen, 1986).
Aluminium oksida dipakai sebagai bahan abrasive, sebagai komponen dalam alat
pemotong, peralatan listrik atau elektronik, refraktori, komponen mekanik, dan sebagai
bio-inert material (Ichinose, 1983). Sedangkan -Al2O3 yang sifatnya reaktif dan
stabil dibawah suhu 1000oC, aplikasinya banyak digunakan sebagai reagen kimia dan
bahan katalis (Worral, 1986). Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan
logam aluminium terhadap pengkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya
amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen
membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat
menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksida
lebih lanjut.
Alumina yang dihasilkan melalui anodiasi bersifat amorf, namun beberapa
proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar
alumina dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasan. Menjelaskan sifat-sifat
aluminium oksida dapat menimbulkan kebingungan karena dapat berada pada
beberapa bentuk yang berbeda. Salah satu bentuknya sangat tidak reaktif. Ini diketahui secara kimia sebagai α-Al2O3 dan dihasilkan pada temperatur yang tinggi. Aluminium oksida merupakan senyawa amfoter, artinya dapat bereaksi baik sebagai basa maupun
Table 2.2 Sifat-Sifat Keramik Alumina Al2O3
2.8 Substitusi Al2O3 pada Barium Heksaferit
Barium heksaferit memiliki struktur yang berlapis-lapis. Substitusi pada atom barium
heksaferit bertujuan untuk meningkatkan sifat magnetik dari barium heksaferit.
Penggantian atau substitusi pada atom Ba lebih kepada untuk mengubah parameter
kisi. Sedang penggantian pada atom Fe adalah untuk mengganti atom Fe dengan atom
magnetik lain yang momen magnetnya lebih besar atau lebih kecil.
Sebagian besar hasil pengukuran sifat magnetik setelah substitusi menurun
dibandingkan sebelum substitusi. Pengurangan ini diakibatkan oleh medan magnet
yang lebih kecil dari atom Al yang disubstitusi (Guerro, 2011).
2.9 Pembuatan Magnet
Pembuatan magnet permanen didasarkan atas cara-cara pembuatan keramik secara
umum. Dimana pada proses pembuatannya meliputi beberapa tahap antara lain:
pencampuran bahan baku, pembentukan dan pembakaran (sintering).
Parameter-parameter proses pembuatan keramik sangat tergantung pada jenis keramik yang akan
dibuat, aplikasinya dan sifat-sifat fisis yang diharapkan (Erini Afza, 2011). Proses
pembuatan keramik tradisional memiliki parameter yang berbeda dibandingkan
dengan proses pembuatan keramik teknik. Pada proses pembuatan keramik tradisional
hanya diperlukan bahan baku alam dengan tingkat kemurnian yang tidak tinggi,
sedangkan pada proses pembuatan keramik teknik diperlukan bahan baku dengan
dengan pengaplikasiannya (Gernot, 1988). Adapun tujuan dari pembuatan magnet ini
adalah untuk menghasilkan magnet keramik permanen dengan kekuatan fisis yang
baik serta menghasilkan kekuatan magnet yang baik pula.
2.9.1 Kompaksi
Ada beberapa cara proses pembentukan keramik tergantung bentuk yang ukuran yang
dikehendaki (Read, 1988), yaitu : cetak tekan (die pressing), ekstrusi dan cetak cor
(slip casting).
a. Proses pembentukan dengan tekan (die pressing)
Cara ini cocok digunakan untuk membuat bentuk yang tebal dan sederhana.
Dalam proses ini ditambahkan bahan pembantu seperti misalnya bahan perekat
(cellulose, polyvinyl alcohol) dan bahan pelumas (asam stearat). proses cetak
tekan ada dua macam yaitu : dengan tekanan biasa yang arah tekanannya satu
arah dan dengan cara isostatik pres yang arah tekannya ke segala arah
(Franklin, 1976).
b. Proses pembentukan dengan ekstrusi
Cara ini dilakukan untuk bahan yang memiliki plastisitas tinggi , biasanya
untuk membuat produk dalam bentuk pipa, bata berlubang dan filter
honeycomb. Untuk bahan yang tidak plastis perlu ditambahkan bahan
tambahan yaitu plastisizing agent.
c. Proses pembentukan dengan cara cor
Cara ini digunakan untuk membentuk produk-produk keramik yang memiliki
bentuk yang rumit. Pencetakan dengan cara ini harus disediakan massa tuang
dalam bentuk suspensi dengan kekentalan dan kandungan padatan yang
tertentu, agar dapat dengan mudah dituangkan pada cetakan yang terbuat dari
gips (plaster of Paris). Sifat rheologi massa tuang sangat menentukan hasil
cetakannya.
Dalam penelitian ini, teknik pencetakan yang digunakan adalah cetak tekan
(die pressing) dengan bahan perekat polyvinyl alcohol (Reed, 1988).
Untuk pencetakan dilakukan kompaksi dengan alat Hydraulic Press (Hydraulic
yang digunakan adalah cetakan yang terbuat dari baja berupa SS316 karena sifatnya
yang tahan korosi dan kekuatan mekaniknya keras. Kompaksi atau penekanan
digunakan untuk merapatkan material. Semakin besar tekanan semakin rapat
butiran-butiran yang ditekan. Penekanan ini biasa dibuat secara isotropi dan anisotropi.
Penekanan isotropi berarti dengan kompaksi dalam ruang bebas tanpa medan magnet.
Sedang anisotropi berarti kompaksi dilakukan dalam ruang yang diberi medan magnet.
Medan magnet berasal dari koil yang dialiri arus.
Cetak anisotropi akan memberikan hasil berbeda dengan cetak isotropi.
Material cetak anisotropi akan lebih mudah disearahkan domain-domain magnetnya
ketika dimagnetisasi. Karena sifat domainnya sendiri sudah anisotropi. Ini terjadi
karena pada hakikatnya magnetisasi adalah pergeseran domain.
Ada juga cetak isotropi. Cetak isotropi adalah cetak dalam kondisi biasa tanpa
medan magnet. Setelah dicetak dan disintering kemudian sampel dimagnetisasi.
Sehingga sampel akan tetap terorientasi.
Dalam penelitian ini penekanan yang dipakai adalah cetak anisotropi yang
dilakukan dalam ruang yang diberi medan magnet yang berasal dari koil yang dialiri
arus (Syukur Daulay, 2012).
2.9.1.1 PVA (Polyvinyl Alcohol)
Dalam proses pembuatan keramik biasanya digunakan aditif untuk mempermudah
proses pencetakan dan untuk membantu mengontrol microstructure dari material yang
dihasilkan. Pada proses pencetakan, aditif memiliki berbagai fungsi antara lain sebagai
binder , sebagai plasticer dispersants dan lubricans. Fungsi penting dari binder adalah
untuk meningkatkan kekuatan dari keramik hasil pencetakan. PVA sangat mudah
untuk menyusut dan sebagai pelarut yang cepat.
PVA memiliki titik leleh pada suhu 2300C dan pada suhu 180-1900C akan
terhidrolisis sepenuhnya dengan perubahan hidrolisis secara parsial. Material ini akan
terdekomposisi pada suhu diatas 2000C sehingga PVA mampu digunakan dalam
PVA dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan perekat untuk
pencampuran bahan agar lebih menyatu dan mudah dicetak dan menghasilkan bentuk
pellet yang baik.
2.10 Karakterisasi Material Keramik
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan
pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk
keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas, porositas, kekuatan
magnet), analisa struktur dengan menggunakan alat uji OM (Optical Microscope), dan
untuk menganalisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD(X-Ray
Diffraction) (Ahmad Faisal, 2007).
2.10.1 Sifat Fisis
Untuk mengetahui sifat-sifat fisis suatu material maka perlu dilakukan pengujian yaitu
densitas, porositas dan susut bakar.
2.10.1.1 Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan
sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat
dituliskan sebagai berikut (M M. Ristic, 1979):
(2.1)
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam
densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Bulk density adalah
densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atau volume sampel
termasuk dengan pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk
density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan metode
(2.2)
Dimana :
ρ = Densitas sampel (g/cm3) ρair = Densitas air (g/cm3)
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
= Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)
2.10.1.2 Porositas
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari
volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material
dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di
dalam material tersebut.
Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 % sampai
dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material keramik tersebut. Ada dua
macam porositas yaitu : porositas terbuka dan porositas tertutup. Porositas yang
tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan dan pori tersebut merupakan suatu
rongga yang terjebak dalam padatan serta tidak ada akses ke permukaan luar.
Sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar, walaupun ronga tersebut
berada ditengah-tengah padatan.
Porositas suatu bahan umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka atau
apparent porosity. Porositas terbuka adalah ratio antara volume pori terbuka didalam
material terhadap volume material. Persamaan untuk menghitung porositas terbuka
adalah (Chester, 1990) :
Dimana :
P = Porositas (%)
= Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
= Massa sampel setelah direndam selama 10 menit (g)
2.10.2 Sifat Magnet
Untuk karakterisasi sifat magnet menggunakan alat permagraph yaitu alat yang
dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi
dengan nilai induksi remanensi (Br) dan gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran
berlangsung terjadi proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan
memiliki sifat magnet setelah pengujian dilakukan.
Dalam penelitian ini, alat yang digunakan untuk mengetahui sifat magnetnya
adalah Gaussmeter dan Permagraph.
2.10.2.1 Permagraph
Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok
seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur
oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max
dan remanensi Br.
Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran kurva histerisis
bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet EP 2/E (kuat
medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan printer.
Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva
histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti
koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils
untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan
2.10.3 Analisa Sruktur Kristal
2.10.3.1 XRD (X-Ray Diffraction)
Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standar pengujian di
laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan
mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang
terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar X untuk
menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal (Smallman,
1991).
Struktur kristal dapat ditentukan salah satunya dengan menggunakan
pengujian X-Ray Diffraction (XRD). X-Ray Diffraction adalah alat yang dapat
memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut
difraksi (2ϴ) dari suatu sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur
kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui
fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji (Theresya S,
2014).
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang
0,5 sampai 2,5 Angstrom yang mendekati jarak antar atom kristal (Cahn, 1992).
Sinar-X dapat digunakan untuk mengetahui struktur kristal dan fasa suatu material.
Bila sinar-x dengan panjang gelombang λ diarahkan ke suatu permukaan kristal
dengan sudut dating sebesar , maka sebagian sinar akan dihamburkan oleh bidang
atom dalam kristal. Berkas sinar-x yang dihamburkan dalam arah-arah tertentu akan
menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan X-Ray
Diffraction (Cullity, 1978). Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan
merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang, sehingga hal tersebut dirumuskan
2.10.3.2 Analisis Mikrostuktur dengan Optical Microscope
Optical Microscope mempunyai fungsi yang hampir sama dengan SEM (Scanning
Electron Microscope) yaitu untuk mengetahui bentuk dan ukuran dari butir-butir serta
mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui observasi dengan OM
dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang satu dengan yang lainnya dan apakah
terbentuk lapisan diantara butiran atau disebut grain boundary. Analisis mikrostruktur
dengan menggunakan OM bertujuan untuk mengetahui susunan partikel-partikel
setelah proses sintering,dan juga dapat diketahui perubahannya akibat variasi suhu
sintering. Dari foto OM yang dihasilkan dapat diketahui apakah terjadi perbesaran
butiran atau grain growth, sejauh mana pori-pori sisa yang terbentuk didalam badan
keramik. Adapun perbedaan antara SEM dan OM adalah terletak pada perbesaran
obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Sebenarnya, dalam
fungsi perbesaran obyek, SEM juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari
jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan
magnet ini bias mengontrol dan mempengaruhi electron yang melaluinya, sehingga
bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama empat bulan dimulai dari Februari 2015 – Mei 2015
dibeberapa laboratorium, yaitu :
1. Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Puspitek Serpong.
2. Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung.
3.2 Peralatan dan Bahan
3.2.1 Peralatan
Pada penelitian ini, peralatan yang digunakan antara lain :
a. Spatula , Sebagai alat untuk mengambil sampel yang berbentuk bubuk.
b. Gelas ukur (pyrex 100 ml), Sebagai alat untuk mengukur volume
aquades yang akan digunakan dan sebagai tempat air saat pengukuran
densitas sampel.
c. Mortar, Sebagai tempat penghancuran bahan sehingga menjadi butiran
kecil.
d. Neraca Digital 3 digit, Sebagai alat untuk menimbang bahan-bahan
yang akan digunakan dalam pembuatan magnet.
e. Kertas Pasir, Sebagai kertas penghalus permukaan sampel.
f. Molding, Sebagai alat untuk mencetak sampel yang berdiameter 2 cm.
g. Hydraulic Press ( Hydraulic Jack ), Sebagai alat untuk menekan
pada proses cold compaction sampel yang telah dimasukkan ke
dalam cetakan dengan kekuatan tekanan tertentu dengan kapasitas
maksimum tekanan 100 ton ( 100kgf/cm2).
h. Oven, Sebagai alat untuk mengeringkan sampel setelah mengalami
i. Jangka sorong, Sebagai alat untuk mengukur besarnya diameter dan
tebal sampel dalam bentuk pelet.
j. Tissu, Sebagai lap pembersih peralatan.
k. X-Ray Difraktometer ( XRD), Sebagai alat karakterisasi struktur
sampel.
l. Magnetizer, Sebagai alat untuk memberikan medan magnetik pada
sampel magnetisasi dengan tegangan 1000 volt.
m. Gaussmeter, Sebagai alat untuk mengukur besarnya medan magnet
sampel.
n. Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C, Sebagai alat
untuk mengukur kuat medan magnetik dari sampel.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. BaFe12O19
Penelitian yang dilakukan meliputi: pencampuran bahan menggunakan Planetary
Ball Milling (PBM), pencetakan, proses sintering, magnetisasi, dan pengukuran
Ditambahkan
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian Pembuatan Magnet Permanen Barium
Heksaferit dengan Aditif Al2O3 Mulai
BaFe12O19 Al2O3
Mixing dan Milling Komposisi 100:0 , 99:1 , 97:3 , 95:5 , 93:7 % wt Variasi waktu 12 dan 36 h
Kompaksi
30kgF/cm2 (8kG)
Sintering Suhu 1100 0C (2 h) Green Body Density
1. Bulk Density 2. Porositas 3. XRD
4. Optical Microscope
Dimagnetisasi
Magnet
3.3.1. Pembuatan Sampel Uji
Pembuatan sampel uji dilakukan dengan cara dry pressing (cetak kering). Proses
pembentukan sampel dengan penekanan (dry pressing) ini dengan tambahan Poly
Vinyl Alcohol (PVA) sebagai bahan perekat sebanyak 2 %wt dan Alumina (Al2O3)
sebagai aditif sebanyak 0%, 1%, 3%, 5%, 7% (wt) yang dicampurkan merata
dengan serbuk Barium Heksaferit. Sebelum sampel dimasukkan ke dalam cetakan,
dinding cetakan terlebih dahulu dilapisi (diolesi) dengan pelumas agar
mempermudah proses kompaksi (penekanan).
Gambar 3.3 Alat kompaksi Hydraulic Press (Hydraulic Jack)
Serbuk magnet dimasukkan ke dalam cetakan dan dilakukan penekanan
(kompaksi) dengan hydraulic Jack press kapasitas 30 kgf/cm2 (8 kG) ditahan selama
1 menit. Proses kompaksi ini melalui orientasi partikel magnet (anisotropi),
dimana medan magnet yang dihasilkan oleh arus listrik pada coil. Adapun
desain alat magnetisasi disesuaikan dengan cetakan agar mudah dikeluarkan dari
cetakan dan tidak hancur pada saat pengeringan. Hasil cetakan berupa pelet
3.3.2. Sintering
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul
atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya
sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang paling penting
dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi perubahan struktur mikro
seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan
densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain
jenis bahan, komposisi bahan dan ukuran partikel. Proses sintering pada magnet
keramik BaFe12O19 dilakukan dengan cara pemanasan sampel dalam tungku listrik
(furnace) dengan suhu 1100 oC yang ditahan selama 2 jam. Sampel yang telah
disintering kemudian dimagnetisasi dengan magnetizer pada tegangan 1000 volt.
Gambar 3.4 Vacum Furnace
Langkah-langkah untuk melakukan proses sintering adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan sampel yang akan disintering.
2. Memasukkan sampel ke dalam tungku pembakaran dengan menggunakan bata
tahan panas.
3. Mengkalibrasi vacuum furnace.
4. Memutar saklar pada posisi “ON” untuk menghidupkan tungku.
5. Mengatur suhu pembakaran yang diinginkan dan pada puncaknya ditahan
selama 2 jam.
6. Mematikan tungku setelah proses sintering selesai.
3.3.3 Magnetisasi
Magnetisasi adalah merupakan suatu proses menggunakan alat yang disebut
Magnetizer, fungsinya untuk memberikan medan magnetik pada sampel (magnetisasi)
maupun menghilangkan medan magnetic (demagnetisasi) dengan tegangan 1000 volt.
Gambar 3.5 Alat Magnetizer
3.4. Karakterisasi
Setelah semua treatment telah dilakukan maka dilanjutkan dengan karakterisasi.
Adapun karakterisasi yang dilakukan adalah densitas, porositas, analisa XRD, OM,
pengukuran fluks density dengan Gausmeter, B-H curve dengan Permagraph.
3.4.1 Uji Densitas
a. Green Body density
Prosedur kerja untuk menentukan besarnya green body density (g/cm3) suatu sampel
berbentuk pellet adalah sebagai berikut :
1. Sampel yang sudah dicetak ditimbang massa, diameter dan tingginya
2. Kemudian dikeringkan ke dalam oven dengan suhu 80oC
3. Setelah dikeringkan sampel ditimbang kembali massa, diameter dan tingginya
b. Bulk Density
Bulk density merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk
dengan rongga atau pori. Pengujian Bulk density dilakukan untuk megukur benda
padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan. Pada
pengujian Bulk density menggunakan metode Archimedes. Prosedur kerja untuk
menentukan besarnya bulk densitas (gr/cm3) suatu sampel berbentuk pellet adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan sampel, aquades, gelas beaker, neraca digital dan kawat
penimbang sampel di dalam air.
2. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker, sampel dicelupkan
kedalam gelas beaker, kemudian panaskan menggunakan kompor listrik
sampai suhu kira-kira 50 0C selama 10 menit.
3. Letakkan penyangga pada neraca digital, kemudian kalibrasi.
4. Celupkan kawat ke dalam aquades pada gelas beaker.
5. Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca.
6. Sampel yang telah dipanaskan ditimbang di dalam gelas beaker yang telah
9. Menghitung nilai bulk density.
3.4.2. Porositas
Porositas didefenisikan sebagai banyaknya lubang atau pori yang terdapat dalam suatu
sampel yang telah selesai dibuat. Pengujian ini juga menghasilkan perbandingan
sampel mana yang memiliki nilai terbaik.
Langkah kerja untuk menentukan besarnya porositas (%) suatu sampel yaitu:
1. Menyiapkan sampel, aquades, gelas beaker, neraca digital dan kawat
2. Tuangkan aquades kira-kira ¾ dari volume gelas beaker, sampel dicelupkan
kedalam gelas beaker, kemudian panaskan menggunakan kompor listrik
sampai suhu kira-kira 50 0C selama 10 menit.
3. Letakkan penyangga pada neraca digital, kemudian kalibrasi.
4. Celupkan kawat ke dalam aquades pada gelas beaker.
5. Kalibrasi neraca setelah kawat dan tiang penyangga diletakkan diatas neraca.
6. Sampel yang telah dipanaskan ditimbang di dalam gelas beaker yang telah
Untuk karakterisasi sifat-sifat magnet menggunakan alat Impluse magnetizer,
berfungsi untuk memberikan medan magnet luar pada sampel agar memiliki magnet.
Setelah itu di hitung nilai medan magnetnya menggunakan gaussmeter. Dan untuk
karakterisasi sifat magnet yang lainnya menggunakan alat permagraph yaitu alat
yang dapat menganalisis sampel dengan output berupa kurva histerisis yang dilengkapi
dengan nilai induksi remanensi (Br) dan gaya koersif (Hc). Pada saat pengukuran
berlangsung terjadi proses magnetisasi pada sampel, sehingga sampel akan
memiliki sifat magnet setelah pengujian dilakukan.
3.5.1. Permagraph
Permagraph merupakan salah satu alat ukur sifat magnet dari berbagai kelompok
seperti Alnico, Ferrite atau dari logam tanah jarang. Sifat magnet yang akan diukur
oleh permagraph diantaranya adalah koersifitas Hc, nilai produk maksimum (BH)max
dan remanensi Br. Untuk permagraph C memiliki perlengkapan dalam pengukuran
kurva histerisis bahan permanen magnet seperti : electronik EF 4-1F, elektromagnet
EP 2/E (kuat medan magnet sampai dengan 1800 kA/m = 2.2 Tesla), komputer dan
Hasil yang dapat diperoleh dari permagraph C : otomatis mengukur kurva
histerisis magnet permanen (B-H curve), dapat menentukan kuantitas magnet seperti
koersifitas, remanensi, nilai produk maksimum, pengukuran dengan surrounding coils
untuk menentukan nilai rata-rata magnetik dan pengukuran distribusi kuat medan
magnet permanen dengan pole coils.
3.6 Analisa Mikrostruktur
3.6.1 XRD (X-ray Diffractrometer)
Difraksi sinar X atau X-ray diffraction (XRD) adalah suatu metode analisa yang
digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Profil
XRD juga dapat memberikan data kualitatif dan semi kuantitatif pada padatan atau
sampel. Difraksi sinar X ini digunakan untuk beberapa hal, diantaranya:
1. Pengukuran jarak rata-rata antara lapisan atau baris atom
2. Penentuan kristal tunggal
3. Penentuan struktur kristal dari material yang tidak diketahui
4. Mengukur bentuk, ukuran, dan tegangan dalam dari kristal kecil
Analisis kimia:
1. Identifikasi/Penentuan jenis kristal
2. Penentuan kemurnian relatif dan derajat kristalinitas sampel
3. Deteksi senyawa baru
4. Deteksi kerusakan oleh suatu perlakuan
Untuk interpretasi/pembacaan spektra dengan membandingkan spektra yang berada
pada induk data spektra XRD, misalnya pada data JCPDS. Untuk menyimpulkan
minimal ada 3 puncak spektra yang identik dengan spektra pada data induk. Peralatan
Gambar 3.6 Alat X-Ray Difraction (XRD)
Adapun langkah langkah dari pengujian ini adalah :
a. Siapkan sampel yang akan diuji
b. Letakan sampel diatas preparat
c. Masukan kedalam XRD kemudian tutup rapat
d. Siapkan software pendukung untuk pengoperasian XRD.
3.6.2 OM (Optical Microscope)
Fungsi Optical Microscope atau OM pada penelitian adalah memberikan informasi
secara langsung tentang topografi (tekstur permukaan sampel), morfologi (bentuk dan
ukuran), komposisi (unsur penyusun sampel), serta Informasi kristalografi (susunan
atom penyusunan sampel).
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Karakterisasi Sifat Fisis
Karakterisasi sifat fisis yang diamati pada penelitian ini meliputi green body density,
bulk density dan porositas.
4.1.1 Hasil Karakterisasi Green Body Density
Hasil pengukuran green body density pada Barium Hexaferrite (BaFe12O19) dengan
penambahan aditif sebesar 0, 1, 3, 5 dan 7 % wt Al2O3 dan tekanan kompaksi 30
kgf/cm2 dengan medan magnet luar (H) 8 kG (masing – masing ditahan selama 1
menit) dan milling time 12 dan 36 jam, diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Green Body Density BaFe12O19 dengan Aditif Al2O3
Aditif Al2O3 (% wt)
Green Body Density (gr/cm3) untuk milling time
12 jam 36 jam
sedangkan pada milling time 36 jam mampu meningkatkan densifikasi hingga 57,98%.
Pada Gambar 4.1 menunjukkan Hubungan antara penambahan aditif Al2O3 dan
milling time terhadap nilai green body density dari BaFe12O19. Dari Gambar 4.1 dapat
dilihat bahwa penambahan komposisi Al2O3 semakin menurunkan nilai green body
Gambar 4.1 Hubungan antara penambahan aditif Al2O3 dan milling time terhadap nilai
green body density dari BaFe12O19
Nilai densitas minimum diperoleh pada penambahan 7 % wt Al2O3 pada milling time
12 jam dengan nilai 2,84 gr/cm3. Dan nilai densitas maksimum diperoleh pada
komposisi 0 % wt Al2O3 (tanpa aditif) pada milling time 36 jam dengan nilai 3,07
gr/cm3. Hal ini disebabkan karena nilai densitas dari senyawa Al2O3 (3,96 gr/cm3)
yang lebih rendah dari BaFe12O19 (5,3 gr/cm3).
Sehingga semakin meningkatnya komposisi dari Al2O3 akan menurunkan nilai
green body density dari BaFe12O19+Al2O3. Saat proses kompaksi BaFe12O19+Al2O3
telah menjadi suatu padatan yang solid. Tetapi untuk ikatan yang terjadi antara serbuk
BaFe12O19 dan serbuk Al2O3 masih terjadi secara mekanik. Sehingga ikatan yang
dihasilkan perlu ditingkatkan. Untuk itu proses yang dilakukan selanjutnya adalah
proses sintering.
Proses sintering dilakukan agar kepadatan dari serbuk penyusun
BaFe12O19+Al2O3 semakin tinggi. Hal ini disebabkan pada proses sintering terjadi
proses difusi antar partikel serbuk.
Berdasarkan hasil penelitian Vicko Gestantyo Anugraha dan Widyastuti (2014)