• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis dan Karakterisasi Bahan Ni1+xFe2-xO4 (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) Sebagai Bahan Absorber Gelombang Elektromagnetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sintesis dan Karakterisasi Bahan Ni1+xFe2-xO4 (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) Sebagai Bahan Absorber Gelombang Elektromagnetik"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN Ni

1+x

Fe

2-x

O

4

(x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) SEBAGAI BAHAN ABSORBER

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

SKRIPSI

PUTRI ASTARI RAHMY

110801019

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN Ni

1+x

Fe

2-x

O

4

(x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) SEBAGAI BAHAN ABSORBER

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sains

PUTRI ASTARI RAHMY

110801019

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN Ni

1+x

Fe

2-x

O

4

(x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) SEBAGAI BAHAN ABSORBER

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

OLEH :

PUTRI ASTARI RAHMY NIM : 110801019

DISETUJUI OLEH : Komisi Pembimbing

Dra. Manis Sembiring, M.Si Drs. Yunasfi, M.Eng

NIP : 195511291987032001 NIP : 196206041988011001

DIKETAHUI OLEH :

Departemen Fisika FMIPA USU Kepala Pusat Sains dan Teknologi

Ketua, Bahan Maju - BATAN

(4)

PERSETUJUAN

Judul : Sintesis dan Karakterisasi Bahan Ni1+xFe2-xO4 (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) Sebagai Bahan

Absorber Gelombang Elektromagnetik

Kategori : Skripsi

Nama : Putri Astari Rahmy

Nomor Induk Mahasiswa : 110801019

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika

Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Agustus 2015

Disetujui Oleh

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Yunasfi, M.Eng Dra. Manis Sembiring, M.Si NIP: 196206041988011001 NIP: 195511291987032001

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

(5)

PERNYATAAN

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN Ni1+xFe2-xO4

(x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) SEBAGAI BAHAN ABSORBER GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebut sumbernya.

Medan,

(6)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi selama perkuliahan dengan lancar dan dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “SINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN Ni1+xFe2-xO4 (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1)

SEBAGAI BAHAN ABSORBER GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK”.

Yang dilaksanakan di Lab. Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM-BATAN), Serpong, Tangerang Selatan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Skripsi ini disusun sebagai syarat akademis dalam menyelesaikan studi program sarjana (S1) Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini banyak sekali bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar –

besarnya kepada:

1. Kedua orang tua saya Ayahanda Amin Rahmad dan Ibunda Emmy Waty Jambak dan seluruh keluarga yang terus mendampingi, memberi kasih sayang kepada penulis serta memberikan nasihat, mendoakan, memotivasi serta dorongan materi maupun moril terhadap penulis.

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku ketua Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

(7)

5. Bapak Drs. Gunawan, M.Sc selaku Kepala Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM-BATAN) Serpong.

6. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc. selaku dosen wali penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Seluruh Staff dosen, Pembantu Dekan, Pegawai Tata Usaha Departemen Fisika FMIPA Universitas Sumatera Utara. Trisno, Juliana, Indah, Jepri, Jansius, Jerri, Hendri, Rinto, Simon, Hendra Panggabean, Misael, Parasian, Ivo, Rusti, Hendra Damos, Fitriyani, Ita, Pestaria, Rahel, Lurani, Edi, Hendra Nababan, David L, Jusprin, Iwan, Stefen yang memberikan kesan dan kenangan selama masa perkuliahan. 10. Bapak Drs. Achiruddin, M.Si sebagai Kepala Lab. Fisika Modern yang

telah memberikan do’a dan semangat kepada penulis.

11. Adik-adik FISIKA USU stambuk 2012 (Dewi, dkk), stambuk 2013 (Andi, dkk) dan stambuk 2014 (Ifrah, Yola, Devi, Elvy, Andrian, Windy dkk). 12. Terima Kasih buat teman-teman yang ada di BATAN : Ryan, Furqon,

Luthfi, Kak Pipin, Reno, Dika, Agrin atas bantuan dalam pembuatan skripsi ini.

13. Dan Teman – teman dekat : Kak Nazwa, Kak Anggun, Kak Destri, Kak Supiyani dan Kak Endang.

Penulis juga mengharapkan saran yang membangun untuk penyempurnaan apabila terdapat kesalahan. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2015

(8)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN Ni

1+x

Fe

2-x

O

4

(x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 DAN 1) SEBAGAI BAHAN ABSORBER

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Sintesis dan Karakterisasi Bahan Ni1+xFe2-xO4 (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) Sebagai Bahan Absorber Gelombang Elektromagnetik. Bahan Nikel Ferit ini dibuat dengan menggunakan metode kopresipitasi dan pencampurannya menggunakan reaksi padatan. Bahan-bahan di

milling selama 5 jam, di keringkan pada suhu 110oC selama 5 jam dan di sintering

pada suhu 1000oC selama 5 jam. Selanjutnya karakterisasi sampel menggunakan alat XRD, SEM-EDS, VSM dan VNA. Identifikasi single fasa dilihat melalui XRD, struktur morfologinya homogen dilihat melalui SEM-EDS, sifat magnetik dilihat melalui VSM, dan penyerapan gelombang elektromagnetik dilihat melalui VNA. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa fasa Nikel Ferit terbentuk dengan struktur spinel. Penambahan konsentrasi Ni dan Fe pada Nikel Ferit membuat sifat magnet dari magnet lunak menjadi magnet keras. Namun variasi optimum diperoleh pada x = 0,5 yang ditandai dengan nilai medan koersivitas (Hc) yang paling besar 261 Oe dan memiliki nilai remanen magnetik (Mr) besar yaitu 11,3 emu/gr. Dari pengujian VNA (Vector Network Analyzer) didapatkan kemampuan absorpsi gelombang elektromagnetiknya sebesar -27 dB terjadi pada frekuensi 10,91 GHz. Bahan ini dapat menyerap gelombang elektromagnetik sebesar 80 %.

(9)

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF Ni1+xF e2-xO4

MATERIALS AS ELECTROMAGNETIC WAVE ABSORBER MATERIAL (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 AND 1)

ABSTRACT

Has done research on the synthesis and characterization of Ni1+ xFe2-xO4 materials as electromagnetic wave absorber material (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 and 1). Manufacture of Nickel Ferrite material is synthesized by coprecipitation method and mixed by solid state reaction. The process is milling for 5 hours, drying at temperature of 110oC for 5 hours and sintering at temperature 1000oC for 5 hours. XRD, SEM-EDS, VSM and VNA use for characterization. Single phase identification visible by XRD, the structure of morphology has been homogeneous visible by SEM-EDS, magnetic properties visible by VSM and electromagnetic wave absorption visible by VNA. Characterization results showed Nickel Ferrite phase is formed with spinel structure. The effect of the concentration Ni and Fe on Nickel Ferrite magnetic properties that originally made soft magnetic into hard magnetic. But the optimum variation optained at x = 0,5 which is characterized by the value of coertivitas field (Hc) is the largest 261 Oe and the magnetic remanent (Mr) big there are 11,3 emu/gr. VNA (Vector Network Analyzer) characterization show the ability electromagnetic wave absorption of -27 dB occurs at a frequency of 10,91 GHz. This material can absorb electromagnetic wave by 80 %.

(10)
(11)
(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.6. (a) Preparasi Sampel pada hand blower, (b) Sampel diletakkan 29

pada sample chamber

(13)

Gambar 4.3. Identifikasi Fasa Pola Difraksi Sinar-X sampel NiFe2O4 39

Gambar 4.4. Ni1,25Fe1,75O4 41

Gambar 4.5. Pola Difraksi Sinar-X Ni1,25Fe1,75O4 41

Gambar 4.6. Identifikasi Fasa Pola Difraksi Sinar-X sampel Ni1,25Fe1,75O4 42

Gambar 4.7. Ni1,5Fe1,5O4 43

Gambar 4.8. Pola Difraksi Sinar-X Ni1,5Fe1,5O4 43

Gambar 4.9. Identifikasi Fasa Pola Difraksi Sinar-X sampel Ni1,5Fe1,5O4 44

Gambar 4.10. Ni1,75Fe1,25O4 45

Gambar 4.11. Pola Difraksi Sinar-X Ni1,75Fe1,25O4 46

Gambar 4.12. Identifikasi Fasa Pola Difraksi Sinar-X sampel Ni1,75Fe1,25O4 46

Gambar 4.13. Ni2FeO4 47

Gambar 4.14. Pola Difraksi Sinar-X Ni2FeO4 48

Gambar 4.15. Identifikasi Fasa Pola Difraksi Sinar-X sampel Ni2FeO4 48

Gambar 4.16. Struktur dari Nikel Ferrite 49

Gambar 4.17. Kurva Histerisis NiFe2O4 50

Gambar 4.18. Kurva Histerisis Ni1,25Fe1,75O4 51

Gambar 4.19. Kurva Histerisis Ni1,5Fe1,5O4 52

Gambar 4.20. Kurva Histerisis Ni1,75Fe1,25O4 53

Gambar 4.21. Kurva Histerisis Ni2FeO4 53

Gambar 4.22. Reflection Loss NiFe2O4 55

Gambar 4.23. Reflection Loss Ni1,25Fe1,75O4 55

Gambar 4.24. Reflection Loss Ni1,5Fe1,5O4 56

Gambar 4.25. Reflection Loss Ni1,75Fe1,25O4 56

(14)

Gambar 4.27. Hasil Identifikasi Fasa Pola Difraksi sinar-X sampel Ni1+xFe2-xO4 58 (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1)

Gambar 4.28. Kurva Histerisis Material Ferromagnet 59

Gambar 4.29. Kurva Histerisis Hasil VSM Bahan Ni1+xFe2-xO4 60

Gambar 4.30. Ilustrasi Sifat Magnetik Hasil Rekayasa Struktur dari Bahan 60

Ni1+xFe2-xO4

Gambar 4.31. Skematik Proses Absorpsi Gelombang Elektomagnetik 61

Gambar 4.32. Grafik Absorpsi Gelombang Elektromagnetik Bahan Ni1+xFe2-xO4 62

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Perhitungan Stoikiometri Sampel Ni1+xFe2-xO4 25

Tabel 4.1. Puncak-Puncak Difraksi Sinar-X sampel NiFe2O4 40

Tabel 4.2. Puncak-Puncak Difraksi Sinar-X sampel Ni1,25Fe1,75O4 42

Tabel 4.3. Puncak-Puncak Difraksi Sinar-X sampel Ni1,5Fe1,5O4 44

Tabel 4.4. Puncak-Puncak Difraksi Sinar-X sampel Ni1,75Fe1,25O4 47

Tabel 4.5. Puncak-Puncak Difraksi Sinar-X sampel Ni2FeO4 49

Tabel 4.6. Sifat Intrinsik Magnet NiFe2O4 50

Tabel 4.7. Sifat Intrinsik Magnet Ni1,25Fe1,75O4 51

Tabel 4.8. Sifat Intrinsik Magnet Ni1,5Fe1,5O4 52

Tabel 4.9. Sifat Intrinsik Magnet Ni1,75Fe1,25O4 53

Tabel 4.10. Sifat Intrinsik Magnet Ni2FeO4 54

Tabel 4.11. Serapan Gelombang Elektromagnetik 57

(16)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN Ni

1+x

Fe

2-x

O

4

(x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 DAN 1) SEBAGAI BAHAN ABSORBER

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Sintesis dan Karakterisasi Bahan Ni1+xFe2-xO4 (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) Sebagai Bahan Absorber Gelombang Elektromagnetik. Bahan Nikel Ferit ini dibuat dengan menggunakan metode kopresipitasi dan pencampurannya menggunakan reaksi padatan. Bahan-bahan di

milling selama 5 jam, di keringkan pada suhu 110oC selama 5 jam dan di sintering

pada suhu 1000oC selama 5 jam. Selanjutnya karakterisasi sampel menggunakan alat XRD, SEM-EDS, VSM dan VNA. Identifikasi single fasa dilihat melalui XRD, struktur morfologinya homogen dilihat melalui SEM-EDS, sifat magnetik dilihat melalui VSM, dan penyerapan gelombang elektromagnetik dilihat melalui VNA. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa fasa Nikel Ferit terbentuk dengan struktur spinel. Penambahan konsentrasi Ni dan Fe pada Nikel Ferit membuat sifat magnet dari magnet lunak menjadi magnet keras. Namun variasi optimum diperoleh pada x = 0,5 yang ditandai dengan nilai medan koersivitas (Hc) yang paling besar 261 Oe dan memiliki nilai remanen magnetik (Mr) besar yaitu 11,3 emu/gr. Dari pengujian VNA (Vector Network Analyzer) didapatkan kemampuan absorpsi gelombang elektromagnetiknya sebesar -27 dB terjadi pada frekuensi 10,91 GHz. Bahan ini dapat menyerap gelombang elektromagnetik sebesar 80 %.

(17)

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF Ni1+xF e2-xO4

MATERIALS AS ELECTROMAGNETIC WAVE ABSORBER MATERIAL (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 AND 1)

ABSTRACT

Has done research on the synthesis and characterization of Ni1+ xFe2-xO4 materials as electromagnetic wave absorber material (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 and 1). Manufacture of Nickel Ferrite material is synthesized by coprecipitation method and mixed by solid state reaction. The process is milling for 5 hours, drying at temperature of 110oC for 5 hours and sintering at temperature 1000oC for 5 hours. XRD, SEM-EDS, VSM and VNA use for characterization. Single phase identification visible by XRD, the structure of morphology has been homogeneous visible by SEM-EDS, magnetic properties visible by VSM and electromagnetic wave absorption visible by VNA. Characterization results showed Nickel Ferrite phase is formed with spinel structure. The effect of the concentration Ni and Fe on Nickel Ferrite magnetic properties that originally made soft magnetic into hard magnetic. But the optimum variation optained at x = 0,5 which is characterized by the value of coertivitas field (Hc) is the largest 261 Oe and the magnetic remanent (Mr) big there are 11,3 emu/gr. VNA (Vector Network Analyzer) characterization show the ability electromagnetic wave absorption of -27 dB occurs at a frequency of 10,91 GHz. This material can absorb electromagnetic wave by 80 %.

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan perangkat elektronik dewasa ini jumlahnya semakin meningkat, mulai dari perangkat telepon portable, handphone, wireless local area network

(WLAN), intelligent transport system (ITS), dan masih banyak yang lainnya. Hal ini berakibat semakin banyak gelombang elektromagnetik dalam bentuk radiasi gelombang elektromagnetik yang terpancar ke lingkungan. Radiasi gelombang elektromagnetik yang melebihi batas dosis yang diijinkan (safe limit) akan mengganggu lingkungan terutama kesehatan manusia. Untuk itu, jumlah radiasi gelombang elektromagnetik ke lingkungan perlu untuk dikurangi. Untuk tujuan tersebut sekarang telah dikembangkan teknologi penyerapan terhadap radiasi

gelombang elektromagnetik ke lingkungan. Jenis material tertentu dapat digunakan untuk teknologi tersebut. Material yang sering digunakan adalah golongan ferit, seperti barium hexaferrite, BaM (M adalah logam transisi) yang tersubstitusi, dan masih banyak yang lainnya. Keefektifan terhadap kamuflase radar bergantung pada seberapa besar energi gelombang elektromagnetik yang diserap oleh material absorber yang digunakan. Faktor dominan yang mempengaruhi performa material absorber adalah sifat magnetik dan dielektriknya. (Sulistyo dkk, 2012)

(19)

lunak. Perbedaan karakteristik dari magnetit dan hematit tidak hanya dari fisiknya namun juga struktur atom dan sifat kemagnetannya. Magnetit memiliki kandungan besi yang lebih besar (72%) daripada hematit (70%). (Ratih Resti, 2010)

Magnet ferit merupakan jenis magnet yang disintesis dengan menggunakan bahan dasar oksida. Hal yang cukup menggembirakan adalah bahwa bahan alamiah besi oksida terdapat secara melimpah di Indonesia, salah satu contohnya adalah dalam bentuk pasir besi di daerah Sukabumi. Dalam pasir besi terkandung beberapa anggota besi oksida seperti Fe3O4, Fe2O3 dan (Ni, Zn) Fe2O3. (Mastuki, 2012).

Pada pembuatan magnet lunak (soft magnetik) pada penelitian ini, digunakan Fe2O3 yang akan dicampur dengan NiO sehingga akan menghasilkan NiFe2O4. Proses pembuatan magnet lunak (soft magnetik) pada penelitian ini akan digunakan bahan Fe2O3 dari bahan baku lokal pasir besi dan ditambahkan bahan

NiO sehingga akan menghasilkan Nikel Ferit (NiFe2O4) melalui persamaan stoikiometri yaitu perbandingan massa campuran antara Fe2O3 dan NiO dengan konsentrasi tertentu. Dari perbandingan massa tersebut ditetapkan variasi komposisi Fe2O3 dan NiO yang lain berdasarkan persen massa. Penelitian ini menggunakan reaksi padatan, proses penelitian ini meliputi proses metalurgi serbuk, pencampuran serbuk, milling dan sintering.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana membuat bahan Ni1+xFe2-xO4 dengan (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1).

2. Belum diketahuinya komposisi konsentrasi Ni dan Fe yang dapat digunakan sebagai bahan absorpsi gelombang elektromagnetik pada bahan Ni1+xFe2-xO4 dengan doping Ni.

(20)

penambahan konsentrasi Ni dengan (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1).

Batasan masalah pada penelitian ini difokuskan pada pengaruh variasi konsentrasi Ni dan Fe pada Ni1+xFe2-xO4 dengan(x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) yang di sintering pada suhu 1000oC selama 5 jam terhadap struktur kristal, struktur

mikro, sifat magnetik dan kemampuan absorpsi gelombang elektromagnetik Ni1+xFe2-xO4 tersebut.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan peran dalam pengembangan teknologi serta aplikasi magnet permanen yang ada di lingkungan masyarakat dan memberikan informasi untuk penelitian selanjutnya tentang pemanfaatan pasir besi dalam bidang material magnetik.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing Bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

(21)

yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fe2O3 dari Pasir Besi

Partikel nano magnetik Fe3O4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap gelombang radar, shielding electromagnetic interference, atau perangkat medis dalam accupressure. Dalam aplikasinya seringkali partikel nano magnetik berinteraksi dengan pemanasan baik yang langsung atau oleh lingkungan. Efek panas terhadap partikel ini akan mempengaruhi sifat magnetiknya, di sisi lain pemanasan pada suhu tinggi mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku magnetik. Perubahan yang terjadi diakibatkan oleh perubahan struktur pada susunan kristal ataupun fasanya. Tujuan pemanasan ini adalah untuk meneliti pembentukan fasa lain selain magnetite, yaitu maghemite (γ-Fe2O3) dan hematite

(α-Fe2O3). (Mashuri, 2007)

Pasir Besi merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat

dimanfaatkan agar memiliki nilai jual yang optimal. Pasir besi memiliki mineral-mineral magnetik seperti magnetit (Fe3O4), hematit (α-Fe2O3) dan maghemit (γ Fe2O3). Ketiga mineral tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan magnet permanen. Pasir tersebut mengandung mineral magnetik berupa magnetit. Magnet ferit mempunyai sifat mekanik yang kuat dan tidak mudah terkorosi dengan tingkat kestabilan terhadap pengaruh medan luar serta temperatur yang cukup baik. Penelitian magnet permanen ferit yang telah banyak dikaji contohnya yaitu barium hexaferrite yang termasuk dalam ferit keras. (Nur Afifah, 2014)

Mineral magnetik yang dikandung pasir besi diantaranya magnetite (Fe3O4),

(23)

diantaranya sebagai pewarna serta campuran (filler) untuk cat, juga sebagai bahan dasar untuk magnet permanen. Magnetite digunakan sebagai bahan dasar tinta kering (toner) pada mesin photocopy dan printer laser. Maghemite adalah bahan utama untuk pita kaset. Setiap mineral magnetik mempunyai karakteristik atau sifat-sifat magnetik tertentu. Perbedaan sifat magnetik bergantung pada jenis mineral magnetik, bentuk dan ukuran bulirnya, serta dipengaruhi oleh keadaan domain bulir mineral magnetik tersebut. Mineral yang paling menonjol sifat magnetiknya dan paling banyak kelimpahannya adalah oksida besi-titanium (Fe-Ti-Oxide). Jenis mineral magnetik ini tersebar hampir di segala jenis batuan, terutama batuan beku sebagai batuan induk dari pasir besi. (Fatni dkk, 2013).

2.2. Nikel Oxide (NiO)

Nikel merupakan logam yang mempunyai sifat asam lewis sehingga logam ini cocok digunakan sebagai katalis asam seperti alkilasi friedel-craft. NiO ini sering dimanfaatkan pada aplikasi yang penting, yaitu sebagai katalis, gas sensor,

magnetik material, electrochromic films, katoda baterai, serta superkapasitor (Noorlaily). Katalis yang telah direduksi menjadi NiO memiliki aktivasi untuk memutus rantai-rantai asam lemak pada suatu padatan. Untuk mengetahui keaktifannya katalis diaplikasikan pada reaksi reduksi katalis itu sendiri (Dora, 2010). Selain itu padatan NiO juga dapat diaplikasikan sebagai penyimpan energi dan electrochromic windows. Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh (Akda, 2012).

(24)

Sintesis padatan NiO/CaF2 dengan metode impregnasi. Variasi loading Ni juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh loading terhadap struktur padatan. Puncak dominan yang terlihat pada difraktogram NiO/CaF2 adalah puncak-puncak yang dimiliki CaF2. Intensitas puncak NiO sangat kecil dibandingkan dengan puncak CaF2. Berdasarkan difraktogram tersebut terlihat jelas bahwa semakin besar jumlah loading Ni maka semakin tinggi intensitas puncak-puncak khas NiO, seperti yang ditunjukkan puncak pada 2θ 43,38°. Hal tersebut menunjukkan bahwa intensitas pada difraktogram dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi NiO yang ditambahkan. Tiga puncak khas NiO dengan intensitas tertinggi muncul pada difraktogram NiO/CaF2 antara lain daerah 2θ 37, 34; 43,38 dan 63,02°.

Bahan bakar fosil yang ketersediannya semakin menipis dan menimbulkan pencemaran lingkungan padaakhirnya memaksa untuk dilakukannya pencarian energy alternative. NiO diperlukan sebagai katalis dalam sintesis suatu padatan. Katalis yang telah direduksi menjadi NiO memiliki aktifasi untuk memutus rantai-rantai asam lemak pada suatu padatan. Untuk mengetahui keaktifannya katalis

diaplikasikan pada reaksi reduksi katalis itu sendiri (Dora, 2010).

2.3. Sifat-Sifat Magnet

Fenomena magnet dimana material kekuatan yang menarik atau pengaruh pada bahan lain telah dikenal selama ribuan tahun. Namun, prinsip-prinsip yang mendasari dan mekanisme yang menjelaskan fenomena magnet yang kompleks dan halus. Banyak perangkat teknologi modern kita bergantung pada daya tarik dan bahan magnetik, ini termasuk pembangkit listrik tenaga dan transformer, motor listrik, radio, televisi, telepon, komputer dan komponen suara dan video sistem reproduksi. (William D. C, 2011)

Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetik antara lain adalah : a) Induksi remanen (Br)

(25)

pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada partikel-partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/mengarahkan pada kutub utara dan selatan.

b) Permeabilitas magnet ( )

Daya hantar atau permeabilitas magnet (diberi lambang ) merupakan parameter bahan yang menentukan besarnya fluks magnetik. Bahan feromagnetik memiliki permeabilitas yang tinggi.

= µo x µr (2.1)

dimana o = 1,256 G.cm/A

Untuk bahan ferromagnetik, permeabilitas relatif r jenis bahan tersebut lebih besar daripada 1. Permeabilitas dari beberapa media yang hendak diukur pada prinsipnya adalah dengan menempatkannya dalam suatu kawat yang lurus dan panjang atau dalam gulungan yang melingkar atau solenoida, kemudian diukur resultante induksi kemagnetannya, sehingga diperoleh sebuah tetapan baru dan diturunkan menjadi suseptibilitas relatif. Dengan nilai suseptibilitas inilah maka akan dapat diketahui jenis bahan magnet.

m

=

(2.2)

Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen setelah melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft magnetic alloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil daripada magnet

permanen.

d) Gaya gerak magnetis (Θ)

(26)

e) Fluks magnetik (Φ) Fluks magnetik total ialah jumlah dari semua garis fluks magnetik; ini berarti bahwa fluks sama besar disebelah dalam dalam dan di sebelah luar kumparan.

f) Reluktansi magnet (Rm)

Relukstansi magnet tergantung dari panjang jejak fluks magnetik, bidang penampang lintang A yang ditembus fluks magnetik dan sifat magnet bahan, tempat medan magnet.

g) Suseptibilitas Magnetik

Suatu solenoida panjang dengan n lilitan per panjang satuan, menyalurkan arus I. Medan magnetik akibat arus dalam solenoida tersebut disebut sebagai medan yang dikerahkan, Bo. Bahan berbentuk silinder kemudian ditempatkan di dalam

solenoida. Medan yang dikerahkan solenoida ini akan memagnetkan bahan tersebut sehingga bahan tersebut memiliki magnetisasi M. Medan magnet resultan B di suatu titik di dalam solenoida dan di tempat yang jauh dari ujung-ujungnya akibat arus dalam solenoida ditambah bahan yang dimagnetkan ini ialah

B = Bo+ oM (2.3)

B = oH + oM (2.4)

Untuk bahan paramagnetik dan feromagnetik, M mempunyai arah yang yang sama dengan Bo. Untuk bahan paramagnetik dan feromagnetik pemagnetan

adalah berbanding lurus dengan medan magnetik yang dikerahkan untuk menghasilkan penyearahan dipol magnetik dalam bahan tersebut. Dengan demikian dapat ditulis :

M =

m (2.5)

Dengan m merupakan bilangan tanpa dimensi yang disebut suseptibilitas

magnetik. Persamaan 2.6 dengan demikian dapat dituliskan :

(27)

Suseptibilitas magnetik adalah ukuran dasar bagaimana sifat kemagnetan suatu bahan yang merupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkan dengan adanya respon terhadap induksi medan magnet yang merupakan rasio antara magnetisasi dengan intensitas medan magnet. Dengan mengetahui nilai suseptibilitas magnetik suatu bahan, maka dapat diketahui sifat-sifat magnetik lain dari bahan tersebut. Suseptibilitas magnetik sebagian besar material tergantung pada temperatur, tetapi beberapa material (feromagnetik dan ferrite) tergantung pada H. Secara umum dapat ditulis sebagai berikut:

B = µo(H+M) =µoH + µom H = µo (1+m)H (2.7)

dan

µr = 1 + m (2.8)

sehingga dari persamaan 2.1 ; 2.7 dan 2.8 didapatkan

B = H (2.9)

µo adalah permeabilitas ruang hampa 1,256 gauss.cm/Ampere. Logam feromagnetik memiliki permeabilitas magnetik sangat tinggi, mineral dan batuan

memiliki suseptibilitas kecil dan permeabilitas magnetik µ 1. Untuk bahan

paramagnetik, m berupa bilangan positif kecil yang bergantung pada temperatur.

Untuk bahan diamagnetik, m berupa konstanta negatif kecil yang tidak

(28)

diamagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik. Semuanya dibedakan dari keteraturan arah domain pada bahan magnet tersebut. (Ratih Resti, 2010)

Gambar 2.2. Arah domain : (a) paramagnetik (b) ferromagnetik (c) antiferromagnetik (d) ferrimagnetik (Ratih Resti, 2010)

2.3.1. Diamagnetik

Diamagnetisme adalah bentuk magnet yang sangat lemah yang tidak tetap dan tetap hanya sementara pada bidang eksternal sedang diterapkan. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam gerakan orbital elektron melewati medan magnet. Besarnya momen magnetik induksi sangat kecil, dan dalam arah yang berlawanan dengan medan yang diterapkan. Dengan demikian, permeabilitas r relatif kurang dari kesatuan (namun hanya sangat sedikit) dan kerentanan magnet

negatif m yang besarnya bahan diamagnetik adalah 10-5. Ketika ditempatkan di

antara kutub dari elektromagnet yang kuat, bahan diamagnetik tertarik ke daerah lemah. Diamagnetisme ditemukan di semua bahan, tetapi karena begitu lemah, dapat diamati hanya ketika jenis magnet sama sekali tidak ada. (William D. C, 2011)

(29)

2.3.2. Paramagnetik

Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/molekul dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atom/molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan. Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil. (Ratih Resti, 2010)

2.3.3. Ferromagnetik

Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomis besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar. (Ratih Resti, 2010)

(30)

Sifat dan karakteristik magnetik dari suatu bahan erat kaitannya dengan suseptibilitas magnetik (magnetic susceptibility) χm dan permeabilitas magnetik

(magnetic permeability) . Rapat fluk magnet B, medan magnet H dan

Magnetisasi M sangat diperlukan karena berhubungan dengan suseptibilitas dan permeabilitas magnetik dari suatu bahan. Hubungan antara B, H dan M dapat ditulis dengan persamaan (2.11) dan (2.12) :

B = µo(H+M) (2.11)

M = mH (2.12)

Berdasarkan permeabilitas magnetik ( m) bahan magnetik dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu; diamagnetik ( m<0), paramagnetik

( m>0) dan ferromagnetik ( m>>0). Bahan ferromagnetik mula-mula memiliki

magnetisasi nol pada daerah yang bebas medan magnetik, bila mendapat pengaruh medan magnetik yang lemah saja akan memperoleh magnetisasi yang besar. Jika diperbesar medan magnetnya, akan makin besar pula magnetisasinya. Eksperimen menunjukkan bila medan magnetik ditiadakan, magnetisasi bahan tidak kembali menjadi nol. Jadi bahan ferromagnetik itu dapat mempunyai magnetisasi walaupun tidak ada medan, sehingga bahan dikatakan memiliki magnetisasi spontan. Di atas temperatur Curie, ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik.

Gambar 2.3. Histerisis bahan ferromagnetik

(31)

sehingga pada gambar jelas sekali terlihat bahwa ketika medan magnet H = 0, rapat fluk magnetik B tidak sama dengan nol, akan tetapi berada pada titik Br, hal ini menunjukkan bahwa pada bahan tersebut masih terdapat rapat fluk magnetik yang tertinggal. Titik Br disebut sebagai kerapatan fluk remanensi atau remanensi bahan yaitu besarnya rapat fluk magnetik B yang tertinggal pada bahan pada saat medan magnet H samadengan nol. Ketika medan magnet H dibalik arahnya maka rapat fluk magnetik B akan mencapai nilai nol di titik Hc. Titik Hc ini disebut

sebagai gaya koersif atau koersivitas bahan yaitu besarnya medan magnet atau intensitas H yang diperlukan untuk mengembalikan rapat fluk magnetik menjadi nol. Apabila siklus ini diteruskan maka akan didapat kurva dengan bentuk simetris yang dikenal dengan fenomena histeresis seperti pada Gambar 2.2 di atas. Dari kurva histeresis dapat diketahui besarnya koersivitas bahan Hc, remanensi bahan

Br dan permeabilitas bahan yang besaran-besaran tersebut menentukan sifat dan karakteristik kemagnetan suatu bahan. (Edi Istoyono, 2009)

Bahan feromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada

pada medan magnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini menandakan bahwa spin elektron dan momen magnetik bahan feromagnetik tersusun secara teratur. Cara yang paling umum untuk menyatakan magnetisasi

bulk dari bahan feromagnetik adalah dengan memetakan induksi magnetik, B untuk kuat medan magnet eksternal, H yang berbeda-beda. Cara lain adalah dengan memetakan magnetisasi bahan, M untuk kuat medan magnet eksternal, H yang berbeda-beda. Kedua cara tersebut memberikan informasi yang sama. Informasi yang diperoleh dari kurva histeresis magnetik berupa magnetisasi jenuh, magnetisasi remanen, koersivitas dan permeabilitas atau suseptibilitas. (Ahmad, 2013).

2.3.4. Antiferromagnetik

(32)

unsur Cromium, tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature Curie yang rendah sekitar 37º C untuk menjadi paramagnetik. (Ratih Resti, 2010)

2.3.5. Ferrimagnetik

Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferrite dimana barium adalah jenis paramagnetik dan Fe adalah jenis unsur yang masuk ferromagnetik. (Ratih Resti, 2010). Dengan ferrimagnet magnetisasi tetap dimungkinkan karena pembatalan saat putaran tidak lengkap. (William D. C, 2011)

2.4. Kurva Histerisis

Histeresis adalah suatu sifat yang dimiliki oleh suatu bahan dimana bahan itu tidak secara spontan dapat dipengaruhi oleh gaya yang diberikan kepadanya,

tetapi memberikan reaksi secara perlahan, atau bahkan bahan tersebut tidak kembali lagi ke keadaan awalnya. Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnetik Km bergantung dari harga intensitas magnet H. Bentuk umum kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat pada Gambar 2.4 kurva B(H) seperti ini disebut kurva induksi normal.

(33)

Gambar 2.5. Kurva Histerisis Magnetik (Ratih Resti, 2010)

Pada Gambar 2.5 tampak bahwa setelah mencapai nol harga intensitas magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B = 0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen. (Ratih Resti, 2010) Domain dan histeresis

a. Menurut suhu curie, sebuah bahan feromagnetik atau ferrimagnetik terdiri dari domains- daerah volume kecil dimana semua momen dipol saling selaras dan magnetisasi jenuh.

b. Total magnetisasi padat hanyalah jumlah vektor tepat tertimbang magnetisasi dari semua domain.

c. Total di kejenuhan, seluruh padat adalah satu domain dan magnetisasi sejajar dengan arah medan.

d. Perubahan struktur domain dengan kenaikan atau pembalikan medan magnet dilakukan dengan gerakan dinding domain. baik hysteresis (bidang B di belakang lapangan H diterapkan) serta magnetisasi permanen (atau remanen) akibat dari perlawanan terhadap gerakan dinding domain tersebut.

e. Dari kurva histeresis lengkap untuk feromagnetik/ferrimagnetik berikut dapat ditentukan:

(34)

- Nilai koersivitas bidang H ketika B = 0 (William D. C, 2011)

2.5. Bahan Soft Magnetic

Ukuran dan bentuk kurva histerisis untuk bahan ferromagnetik adalah cukup praktis. Daerah dalam lingkaran akan kehilangan energi magnetik per satuan volume bahan per siklus magnetisasi-demagnetisasi kehilangan energi sebagai

panas yang dihasilkan dalam spesimen magnetik dan mampu menaikkan suhu. Bahan feromagnetik identik lembut atau keras atas dasar karakteristik histerisis. Bahan magnetik lunak yang digunakan dalam perangkat yang mengenai medan magnet di mana kerugian energi menjadi rendah. Untuk alasan ini daerah relatif dalam lingkaran histerisis harus kecil. Dalam kurva ini terlihat lebih tipis dan sempit yang dilihat dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Skematik kurva magnetisasi untuk bahan soft dan hard magnetik

Akibatnya, bahan magnetik lunak harus memiliki permeabilitas yang tinggi dan koersivitas rendah. Bahan yang memiliki sifat-sifat ini dapat mencapai magnetisasi saturasi dengan bidang terapan yang relatif rendah dan masih memiliki energi yang hilang histeresis rendah. bidang saturasi atau magnetisasi hanya ditentukan oleh komposisi bahan. misalnya, dalam ferit kubik, penggantian ion logam divalent seperti Ni2+ untuk Fe2+ di FeO-Fe2O3 akan mengubah saturasi magnetisasi.

(35)

medan magnet perubahan besar atau arah. Cacat struktural seperti partikel dari fase nonmagnetik atau void dalam bahan magnetik cenderung membatasi gerak domain dan dengan demikian meningkatkan koersivitas tersebut. Akibatnya, bahan magnetik lunak harus bebas dari cacat struktural tersebut. Karakteristik histerisis bahan magnetik lunak dapat ditingkatkan untuk beberapa aplikasi oleh perlakuan panas yang tepat di hadapan medan magnet. (William D. C, 2011)

2.6. Bahan Hard Magnetic

Bahan Hard Magnetik menggunakan magnet permanen yang harus memiliki resistensi yang tinggi terhadap demagnetisasi. Dalam hal ini perilaku histerisis bahan magnetik keras memiliki remanen tinggi, koersivitas dan saturasi fluks kepadatan, serta permeabilitas yang rendah dan tinggi akan merugikan energi histerisis. Karakteristik histerisis untuk bahan magnetik keras dan lembut ditunjukkan pada Gambar 2.6. Nilai produk energi merupakan perwakilan dari energi yang dibutuhkan untuk demagnetisasi magnet permanen adalah lebih besar (BH)max materi dalam hal karakteristik magnet keras. (William D. C, 2011)

2.7. Absorpsi Gelombang Magnetik

(36)

dipancarkan dari satu ponsel masuk dalam skala mikro. Namun lain ceritanya jika ada banyak ponsel yang aktif secara bersamaan. Dimana saat memancarkan gelombang elektromagnetik, kumulatif sinyal akan cukup besar. (Dessy, 2014)

Pada dasarnya analisis jaringan pemancar frekuensi yang dipancarkan pada material akan direfleksikan dan ditransmisikan sepanjang jalur transmisinya. Ketika panjang gelombang dan sinyal gelombang mikro berbeda, maka dengan prinsip yang sama jaringan akan membaca secara akurat frekuensi yang dating kemudian direfleksikan dan ditransmisikan. Energi atau sinyal yang ditransmisikan akan dipantulkan kembali ke bawah jalur transmisi menuju sumber (impedansi yang tidak cocok) dan ditransmisikan ke perangkat akhir. Pengukuran sifat absorbsi material dikarakterisasi menggunakan alat VNA (Vector Network Analyzer) yang membutuhkan kemampuan koreksi vector daan kesalahan akurasi pengukuran. Karakteristik suatu material absorber yang baik yaitu memiliki magnetik dan listrik yang baik pula. Material tersebut harus memiliki nilai impedansi tertentu yang nilai permeabilitas relative (µr) dan permitivitas relatifnya

(εr) sesuai dengan nilai µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi, sehingga nilai dari reflection loss yang dihasilkan bahan cukup besar. Selain permeabilitas, permetivitas dan magnetisasi spontan, material absorber harus memiliki nilai resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik (Elwindari, 2012).

Mekanisme serapan gelombang elektromagnetik pada material secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ketebalan dan jenis material. Faktor ketebalan terjadi pada semua material dan semakin tebal material absorbsinya juga semakin besar. Sedangkan serapan radiasi elektromagnetik pada material magnetik

disamping karena faktor ketebalan juga terjadi interaksi lain yaitu gelombang elektromagnetik dari luar akan memutar dipol magnetik sehingga terjadi

(37)

Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk aplikasi praktis sebagai penyerap gelombang elektromagnetik adalah bahwa bahan material ini harus memiliki nilai medan koersivitas serendah mungkin dengan saturasi magnet yang tinggi. Tingginya nilai medan koersivitas menyebabkan sifat anisotropik material semakin meningkat sehingga sifat absorpsinya menjadi semakin lemah. Dengan menurunkan nilai medan koersivitas bahan magnetik ini berarti menurunkan medan anisotropi magnetokristalinnya. Dengan demikian diperlukan modifikasi bahan dengan merekayasa struktur dari bahan magnetik ini untuk mendapatkan nilai saturasi magnetik yang tinggi. (Desyana Ambarwati, 2014)

Adapun aplikasi untuk peralatan elektronik yang bekerja pada frekuensi tinggi seperti penguat sinyal (amplifier), dapat memiliki masalah pada emisi suara frekuensi tinggi, yaitu sering mengalami interferensi atau gangguan gelombang elektromagnetik (EMI). Untuk meredam munculnya interferensi tersebut diperlukan bahan absorber yang dapat menyerap gelombang elektromagnetik tersebut. (Sugik, 2012)

Tantangan yang dihadapi dalam aplikasi elektronik adalah terjadinya medan bias yang biasa terjadi akibat interferensi gelombang elektromagnetik sehingga dapat mengurangi kinerja dari peralatan elektronik tersebut. Untuk menghilangkan medan bias tersebut diperlukan bahan magnet yang dapat beresonansi pada frekuensi tertentu sehingga diharapkan dapat menyerap radiasi gelombang elektromagnetik yang tidak diinginkan. Prasyarat yang diperlukan sebagai bahan absorber gelombang elektromagnetik adalah bahan ini memiliki permeabilitas dan permitivitas yang tinggi. Bahan absorber yang sedang berkembang saat ini adalah modifikasi bahan magnet berbasis ferit karena

memiliki permeabilitas yang relatif tinggi. Bahan absorber yang sedang berkembang saat ini adalah modifikasi bahan magnet berbasis ferit karena

memiliki permeabilitas yang relatif tinggi, selain itu bahan magnet berbasis

(38)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1. Tempat Penelitian

Pada proses penelitian, pembuatan sampel dan pengujian/karakterisasi dilakukan di PSTBM (Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju) Badan Tenaga Nuklir Nasional Serpong, Tangerang Selatan Banten.

3.1.2. Waktu Penelitian

Proses penelitian ini, dari pengujian sampel dan pengolahan data. Data hasil pengujian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2015.

3.2. Alat Dan Bahan

Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Gelas beaker 1000, 1800, 2000 mL

2. Magnetic Stirrer

3. Mortal

4. Cetakan berbentuk silinder (Crusible) (d luar = 6,4 cm, d dalam = 2,5 cm, tebal = 4,5 cm

(39)

13. Kertas Timbang 14. Sendok Pengaduk 15. Pompa Peristaltik 16. Hot Plate

17. Thermometer

18. XRD (X-Ray Diffraction) PHILLIPS Panalytical Empyrean PW1710

19. SEM-EDS (Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive Spectroscopy) SU3500 HITACHI LIPI Serpong

20. VSM (Vibrating Sample Magnetometer) tipe OXFORD VSM 1,2H

21. VNA (Vector Network Analyzer) Advatest-R3370 300 KHz - 20 GHz PPET LIPI Bandung

22. Kertas Label 23. Tissue

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Larutan FeClx (Larutan Pasir Besi) 2. Larutan NaOH

3.3.1. Proses pengendapan Fe3O4

Membuat larutan NaOH 5M per 1000 ml menggunakan hot plate dan diletakkan

(40)

Penggunaan NaOH sebagai zat pelarut karena zat tersebut terionisasi sempurna dalam larutan sehingga ion OH- terlepas dan mengikat ion logam yang menyebabkan terbentuknya endapan Fe3O4. Setelah semua larutan NaOH tercampur dan identic dengan warna hitam kemudian diukur PH nya, didapatkan PH 12. Kemudian larutan tersebut didinginkan. Setelah dingin magnetic stirrer

yang ada didalam larutan tersebut diambil menggunakan magnet agar magnetic stirrer mudah terangkat dan mudah untuk diambil. Kemudian ditambahkan dengan aquades sampai beaker glass terisi penuh. Campuran larutan tersebut dibiarkan mengendap dan didekatkan dengan magnet permanen agar pasir besi terpisah dengan aquadest. Kemudian aquadest tersebut dibuang. Usahakan ketika membuang aquadest magnet permanen tetap dipegang sambil membuang air tersebut. Agar larutan Fe3O4 tidak ikut terbuang bersamaan dengan air. Kemudian ditambahkan lagi dengan aquadest sampai beaker glass terisi penuh. Diulangi proses pencucian ini sampai PH 7 menggunakan PH indikator.

Setelah PH mencapai 7 didapatkan kemudian Fe3O4 yang masih basah di

masukkan ke dalam oven mammert dengan suhu 120˚C selama 10 jam hingga Fe3O4 benar-benar kering dan berwarna cokelat kehitaman. Kemudian dilakukan penggerusan menggunakan mortal hingga halus sampai tidak terdapat gumpalan lagi.

(41)

3.3.2. Proses Annealling

Proses Anealling adalah proses laku panas dimana bahan mengalami pemanasan yang mendadak disusul dengan pendinginan secara pelan-pelan pula. Sampel Fe3O4 yang telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam furnance dengan suhu

750 ˚C selama 5 jam. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah Fe3O4 yang terkandung dalam pasir besi teroksidasi menjadi α-Fe2O3. Kemudian setelah di furnance terbentuklah Fe2O3 dari pasir besi yang ditandai dengan warna merah bata. Setelah di oven kemudian dilakukan penggerusan kembali hingga berbentuk serbuk halus.

3.3.3. Proses Pencampuran (Mixing)

Proses pencampuran yang dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan dengan massa yang ditentukan menggunakan wt%. Bahan-bahan yang diperlukan ditimbang sesuai dengan stoikiometri fasa Ni1+xFe2-xO4 dengan (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1). Pencampuran bahan dilakukan menggunakan vial HEM dan meletakkan 5 bola besi pada masing-masing vial tersebut. Pada penelitian ini dilakukan metode

wet milling yaitu pencampuran tersebut ditambah etanol sampai campuran terendam. Penambahan etanol dimaksudkan agar sampel yang akan di milling tidak menempel pada vial HEM ketika dikeluarkan. Masing-masing serbuk dasar dengan komposisi tertentu dicampur melalui pencampuran padat menggunakan mechanical milling selama selama 5 jam dengan komposisi sebagai berikut :

1. NiFe2O4 2. Ni1,25Fe1,75O4 3. Ni1,5Fe1,5O4 4. Ni1,75Fe1,25O4 5. Ni2FeO4

(42)

Material Massa Bahan (gram)

x = 0 X = 0,25 X = 0,5 X = 0,75 X = 1

NiO 2,2310 3,9718 4,7517 5,5269 6,2975

Fe2O3 4,7690 5,9431 5,0787 4,2194 3,3654

Tabel 3.1. Perhitungan Stoikiometri Sampel Ni1+xFe2-xO4

3.3.4. Proses High EnergyMilling (HEM)

Milling dilakukan menggunakan High Energy Milling Toshiba. Milling bertujuan untuk mendapatkansampel pasir dalam ukuran yang kecil. Fe3O4 kemudian diberi perlakuan annealing untuk mengubah Fe3O4 menjadi Fe2O3. (Nur Afifah, 2014).

Sampel Fe2O3 berupa serbuk dicampur sesuai komposisi masing-masing dengan NiO dan Fe2O3 yang telah tercampur di dalam vial berlangsung selama 5 jam dengan kecepatan 1000 rpm. Dengan running alat 60 menit dilanjutkan dengan rest alat 30 menit. Vial HEM terdiri dari sampel berukuran 2 inci dengan diameter 3 inci, isi maksimum 3-10 gram untuk pencampuran isi maksimum 25 gram, tutup o-ring yang memungkinkan penghalusan basah atau keo-ring, bola besi seberat gram. Setelah proses milling selesai sampel dibiarkan dingin, akibat penambahan etanol hasil milling campuran bahannya basah. Untuk mengeringkan campuran bahan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 5 jam. Setelah

sampel dikeluarkan dari oven dan didinginkan kemudian sampel digerus hingga berbentuk serbuk halus sampai tidak ada gumpalan.

(43)

3.3.5. Proses Sintering

Proses sintering merupakan pemberian perlakuan sampel pada temperatur tinggi. Proses sintering juga bisa diartikan sebagai pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Melalui proses

sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan dan ukuran partikel. Sintering yang dilakukan pada penelitian ini adalah 1000oC dengan waktu penahanan selama 5 jam. Dengan memakai crusible sebagai wadah sampel untuk dimasukkan kedalam furnace. Proses sintering diakhiri dengan pendinginan sampel sampai ke temperatur awal/temperatur ruang. Setelah proses sintering selesai, sampel diambil dari furnace dan dikeluarkan dari wadah crusible dan dimasukkan kedalam mortal untuk dihaluskan kembali dalam bentuk serbuk.

Gambar 3.3. Alat Furnace AdvancedKL-600

3.4. Karakterisasi

3.4.1. XRD (X-Ray Diffraction)

(44)

dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terbentuk pada sampel. Sampel berupa serbuk ditempelkan pada tempat pengujiannya yang kemudian siap diuji coba sebagai sampel uji pada mesin XRD. Spesimen serbuk lebih menguntungkan karena berbagai arah difraksi dapat diwakili oleh partikel-partikel yang halus tersebut. Ukuran partikel harus lebih kecil dari 10 micron agar intensitas relatif sinar difraksi dapat dideteksi dengan teliti. Kalau ukuran partikelnya besar, maka akan timbul efek penyerapan linear seperti halnya permukaan yang kasar pada spesimen pelat. Spesimen serbuk dapat dipasang pada pemegangnya dengan memadatkannya terlebih dahulu atau dicampur dengan pengikat kemudian dipasang ke dalam pemegang spesimen.

Tujuan yang dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Parameter-parameternya meliputi sistem kristal, konstanta kisi, bidang difraksi dan grup ruang. (Musfirah dan Sukmawati, 2012).

Apabila suatu bahan dikenai sinar-X maka intensitas sinar-X yang ditransmisikan lebih kecil dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya

penyerapan oleh bahan dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar yang dihantarkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasenya sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan disebut sebagai berkas difraksi. Persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan merupakan berkas difraksi dikenal sebagai Hukum Bragg. Hukum Bragg menyatakan bahwa perbedaan lintasan berkas difrasi sinar-X harus merupakan kelipatan panjang gelombang, secara matematis dirumuskan:

(45)

Dengan n bilangan bulat 1, 2, 3... adalah panjang gelombang sinar-X adalah jarak antar bidang, dan θ adalah sudut difraksi. Keadaan ini membentuk pola interferensi yang saling menguatkan untuk sudut-sudut yang memenuhi Hukum Bragg. Elektron-elektron pada atom akan membiaskan berkas bidang yang tersusun secara periodik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang atom paralel a dan a1 yang terpisah oleh jarak d . Dianggap bahwa dua berkas sinar X i1 dan i2 yang bersifat paralel, monokromatik dan koheren dengan panjang gelombang datang pada bidang dengan sudut θ. Jika kedua berkas sinar tersebut berturut-turut terdifraksi oleh M

dan N menjadi i1’ dan i2’ yang masing-masing membentuk sudut θ terhadap bidang dan bersifat paralel, monokromatik dan koheren, perbedaan panjang antara i1 – M – i1’ dengan i2 – N – i2’ adalah sama dengan n kali panjang gelombang, maka persamaan difraksi dapat dituliskan sebagai berikut:

n = ON + NP atau

n = d sin θ + d sin θ = 2 d sin θ (3.2)

Gambar 3.4. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang

(46)

Gambar 3.5. Alat XRD PHILIPS Panalytical Empyrean PW1710

3.4.2. SEM (Scanning Electron Microscope)

Pengujian sampel menggunakan Scanning Electron Microscope tipe SEM-EDS SU3500 HITACHI di LIPI yang akan menghasilkan keluaran morfologi dan komposisi dari bahan tersebut. Sampel diambil secukupnya menggunakan spatula kemudian dilakukan dehidrasi pada sample yang bertujuan untuk memperkecil kadar air sehingga tidak mengganggu proses pengamatan. Sampel ditempatkan pada hand blower. Banyaknya sampel yang dapat dianalisa maksimum adalah empat sampel. Kemudian sampel diberi tanda agar pada saat dilihat pada layar

monitor sampel tidak tertukar dan mempermudah ketika melakukan pengamatan. Sampel yang akan diamati adalah sampel yang nomor 2 yaitu Ni1,5Fe1,5O4.

(a) (b)

Gambar 3.6. (a) Preparasi Sampel pada hand blower, (b) Sampel diletakkan pada

(47)

SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui morfologi atau struktur mikro permukaan dari zat padat. Alat ini dilengkapi dengan detektor dispersi energi (EDX) sehingga dapat digunakan untuk mengetahui komposisi elemen-elemen pada sampel yang dianalisis. Adapun tujuan SEM-EDX dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur mikro dan komposisi unsur sampel. (Ariza, 2013)

SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambar profil permukaan benda. Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron bernergi tinggi. Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Tetapi ada satu arah di mana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberi informasi dapat dibangun menggunakan program pengolahan gambar yang ada dalam komputer.

SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop. Permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron di-scan ke seluruh area daerh pengamatan. Kita dapat membatasi lokasi pengamatan dengan melakukan zoom-in atau zoom-out. (Abdullah, M. 2009)

SEM terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan image berukuran <~10nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar. SEM sangat cocok digunakan dalam situasi yang membutuhkan pengamatan permukaan kasar dengan pembesaran berkisar antara 20 kali sampai 500.000 kali. Sebelum melalui lensa elektromagnetik terakhir

(48)

sampel akan tampak pada area yang di-scan. Tingkat kontras yang tampak pada tabung sinar katoda timbul karena hasil refleksi yangberbeda-beda dari sampel. Sewaktu berkas elektron menumbuk permukaan sampel sejumlah elektron direfleksikan sebagai backscattered electron (BSE) dan yang lain membebaskan energi rendah secondary electron (SE). Emisi radiasi elektromagnetik dari sampel timbul pada panjang gelombang yang bervariasi tapi pada dasarnya panjang gelombang yang lebih menarik untuk digunakan adalah daerah panjang gelombang cahaya tampak (cathodoluminescence) dan sinar-X. Elektron-elektron BSE dan SE yang direfleksikan dan dipancarkan sampel dikumpulkan oleh sebuah

scintillator yang memancarkan sebuah pulsa cahaya pada elektron yang datang. Cahaya yangdipancarkan kemudian diubah menjadi sinyal listrik dan diperbesar oleh photomultiplier.

Setelah melalui proses pembesaran sinyal tersebut dikirim ke bagian grid

tabung sinar katoda. Scintillator biasanya memiliki potensial positif sebesar 5 – 10 kV untuk mempercepat energi rendah yang dipancarkan elektron agar cukup untuk mengemisikan cahaya tampak ketika menumbuk scintillator. Scintillator

harus dilindungi agar tidak terkena defleksi berkas elektron utama yang memiliki potensial tinggi. Pelindung metal yang mengandung metal gauze terbuka yang menghadap sampel memungkinkan hampir seluruh elektron melalui permukaan

scintillator. (Nuha D. A, 2008)

(49)

3.4.3. VSM (Vibrating Sample Magnetometer)

Analisis sifat magnet dilakukan menggunakan alat VSM (Vibrating Sample Magnetometer) di Laboratorium Magnetik- Bidang Zat Mampat-PTBIN-BATAN. Tipe VSM yang digunakan adalah VSM tipe Oxford VSM 1.2 H. Sampel yang digunakan dalam bentuk serbuk. Dipersiapkan peralatan yang digunakan untuk preparasi. Kemudian sampel holder ditimbang menggunakan neraca digital. Dikeluarkan sampel holder kemudian dimasukkan sampel menggunakan pipet sedikit demi sedikit sampai sampel holder terisi setengahnya. Pada saat memasukkan sampel ke dalam holder tidak boleh ada udara yang masuk agar hasil yang ditampilkan pada VSM akan maksimal. Setelah sampel terisi padat kemudian sampel holder ditutup dengan lilin. Kemudian ditimbang dengan neraca digital dan diukur sebanyak 5 kali pengukuran.

Gambar 3.8. Preparasi Sampel VSM

Informasi yang didapatkan berupa besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dengan kurva histeresis. Kurva histeresis dapat menunjukkan hubungan antara magnetisasi (M) dengan medan magnet luar (H). Besaran-besaran penting dalam menentukan sifat magnetik berdasarkan kurva hysteresis adalah magnetik saturasi (Ms), medan

koersivitas (Mc) dan magnetisasi remanen (Mr). Nilai magnetisasi saturasi atau dikenal dengan magnetisasi jenuh menunjukkan kemampuan partikel nano untuk mempertahankan kesearahan domain-domain magnetiknya ketika masih dikenai medan magnet luar. Medan koersivitas merupakan besarnya medan yang

(50)

semakin kuat pula sifat kemagnetannya. Sedangkan magnetik remanen menunjukkan kemampuan bahan ketika diberikan medan luar. (Febie, 2013)

Semua bahan mempunyai momen magnetic jika ditempatkan dalam medan magnetic. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi Secara prinsip ada dua metode untuk mengukur besar magnetisasi, yaitu metode induksi (induction methode) dan metode gaya (force methode). Pada metode induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan/diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan. Sedangkan pada metode gaya pengukuran dilakukan pada besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam dalam gradien medan magnet. VSM (Vibrating Sample Magnetometer) adalah merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja pada metode induksi. Pada metode ini, cuplikan yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah batang kaku yang bergetar secara vertical dalam lingkungan medan magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen ataupun sebagai respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan mengakibatkan perubahan garis gaya magnetic.

Perubahan ini akan menginduksikan/ menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan pengambil (pick up coil atau sense coil) yang ditempatkan secara

tepat dalam sistem medan magnet ini. Dalam proses pengukuran, medan magnet luar yang diberikan, suhu cuplikan, sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali komputer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi medan magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu (Mujamilah, 2000).

(51)

3.4.4. VNA (Vector Network Analyzer)

Pengujian sampel menggunakan VNA (Vector Network Analyzer) yang ada di PPET LIPI Bandung. VNA (Vector Network Analyzer) merupakan pengujian sifat magnetik suatu material dengan mengaplikasikan sifat suatu material. Tujuannya untuk mengukur nilai absorbsi material dan juga nilai reflection loss (dB). Cara kerja alat ini yaitu dengan melihat nilai refleksi, transmisi dan absorbsi yang di terima oleh probe adapter. Pada alat ini dipancarkan sejumlah gelombang dengan frekuensi 300 KHz hingga 20 GHz yang kemudian dialirkan pada probe S11 dan pancarannya diterima oleh probe S21 sehingga pada layar monitor kita dapat mengetahui nilai frekuensi yang direfleksikan, ditransmisikan dan diabsorb oleh material uji. Kemampuan setiap adapter membaca frekuensi yang di absorb berbeda-beda sesuai dengan spesifikasi adapternya, namun untuk adapter WR75 kemampuan membaca frekuensinya yaitu sebesar 5GHz-15GHz. (Nastiti, 2012)

Kurva reflection loss akan semakin turun seiring dengan semakin besarnya

nilai reflection loss. Semakin besar nilai reflection loss maka akan semakin besar nilai penyerapan yang dapat dilakukan oleh spesimen tersebut. RAM (Radar Absorbern Material) bekerja dengan dengan beberapa cara yaitu mengubah gelombang elektromagnetik yang masuk (medan listrik) menjadi panas oleh bahan dielektrik dan dengan menyerap (medan magnet) oleh material magnetik. Ketebalan lapisan juga berpengaruh terhadap reflection loss. Dengan semakin tebalnya spesimen maka gelombang elektromagnetik akan semakin terserap (Adelia,dkk, 2011).

(52)

Reflektansi dan Transmitansi yang terjadi bila sampel diberikan gelombang elektromagnetik. Menurut metode pengukuran sifat dielektrik material pada proses konversi Nicholson-Ross-Weir parameter yang didapat dari pengukuran adalah :

S11* = S11’ + S11’ (3.3)

S21* = S21’ + S21’ (3.4)

Dimana S11* dan S21* merupakan bilangan kompleks dari parameter hamburan

(Scattering parameter) yaitu parameter reflektansi dan parameter transmitansi. Dengan S11’ dan S21’ sebagai bilangan riilnya, serta S11” dan S21” sebagai

bilangan imajinernya. Dari parameter-parameter tersebut, dapat diperoleh koefisien refleksi ( Γ ) sebagai berikut μ

Γ =

Dari persamaan (3.7) dimana L adalah tebal sampel. Permeabilitas suatu bahan dapat dihitung :

(53)

dengan adalah panjang gelombang elektromagnetik pada udara dan

adalah panjang gelombang cutoff, sehingga diperoleh permitivitas relatif suatu bahan adalah :

dengan rumus tersebut akan didapatkan kurva permitivitas dan permeabilitas suatu bahan sehingga mendapatkan impedansi bahan menggunakan rumus :

√ (3.10)

dimana Zin adalah impedansi masukan ketika gelombang elektromagnetik yang datang tegak lurus terhadap bahan dan Z0 adalah impedansi udara (free space) ~367,73031346177 . Setelah mendapatkan nilai-nilai impedansi bahan, selanjutnya digunakan untuk menghitung Reflektansi loss terhadap frekuensi

penyerapan gelombang mikro dengan menggunakan rumus berikut :

(54)
(55)

3.5. Diagram Alir

Mulai

Preparasi bahan baku Fe3O4 dari pasir besi

AnnealingFe3O4 pada suhu 750oC selama 5 jam menghasilkan α- Fe2O3

Mixing Fe3O4 + NiO ke dalam vial dengan menambahkan etanol pada

masing-masing sampel serta memasukkan 5 buah bola besi

Milling selama 5 jam

Mengeringkan seluruh sampel dalam oven selama 5 jam dengan suhu 110oC

Sintering dengan suhu 1000oC selama 5 jam

Karakterisasi XRD (Struktur Kristal)

Karakterisasi SEM/EDS (Struktur Morfologi/Komposisi)

Karakterisasi VSM (Sifat Magnetik)

Karakterisasi VNA (Kurva Refleksi/Transmitansi)

Analisa Data

(56)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisis Fasa Sampel Sistem Ni1+xFe2-xO4 (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75

dan 1)

Sintesis sampel sistem Ni1+xFe2-xO4 (x = 0 ; 0,25 ; 0,5 ; 0,75 dan 1) dilakukan dengan menggunakan reaksi padatan (solid state reaction) dari prekusor bahan oksida-oksida : Nickel oksida (NiO) dan Besi oksida (Fe2O3). Adapun hasil sintesis dari masing-masing komposisi adalah sebagai berikut :

4.1.1. Sampel NiFe2O4 (x = 0)

Komposisi Stoikiometri untuk sampel NiFe2O4 disintesis berdasarkan persamaan reaksi sebagai berikut :

NiO + Fe2O3 ---> NiFe2O4 (4.1)

Sedangkan hasil dari sintesis sampel NiFe2O4 diperlihatkan seperti pada Gambar 4.1 :

(57)

Hasil pengukuran pola difraksi sinar-X yang bertujuan untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk setelah proses pemanasan 1000˚C dengan menggunakan difraktometer sinar-X pada sampel NiFe2O4 diperlihatkan pada Gambar 4.2 :

Gambar 4.2. Pola Difraksi Sinar-X NiFe2O4

Hasil identifikasi fasa sampel x menunjukkan bahwa sampel memiliki fasa tunggal berdasarkan pencocokan pola difraksi sinar-X menurut hasil penelitian NiFe2O4 seperti diperlihatkan pada Gambar 4.3 :

(58)

Sedangkan data puncak-puncak difraksi sinar-X sampel NiFe2O4 disajikan pada

Tabel 4.1. Puncak-Puncak Difraksi Sinar-X sampel NiFe2O4

Dari hasil database ICDD 96-100-6117 pada MATCH, bahan absorber

berbasis Nikel Ferit yang telah dibuat memiliki fasa tunggal dengan struktur

ferrite spinel dengan struktur kristalnya cubic dengan space group Fd3m(227) dan kisi a = b = c = 0,58836 nm.

4.1.2. Sampel Ni1,25Fe1,75O4 (x = 0,25)

Komposisi Stoikiometri untuk sampel Ni1,25Fe1,75O4 disintesis berdasarkan persamaan reaksi sebagai berikut :

2.5NiO + 1.75Fe2O3 + 0.125O2 ---> 2Ni1.25Fe1.75O4 (4.2)

(59)

Gambar 4.4. Ni1,25Fe1,75O4

Hasil pengukuran pola difraksi sinar-X yang bertujuan untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk setelah proses pemanasan 1000˚C dengan menggunakan difraktometer sinar-X pada sampel Ni1,25Fe1,75O4 diperlihatkan pada Gambar 4.5:

Gambar 4.5. Pola Difraksi Sinar-X Ni1,25Fe1,75O4

Gambar

Gambar 2.3. Histerisis bahan ferromagnetik
Gambar 2.4. Kurva Induksi Normal (Ratih Resti, 2010)
Gambar 2.5. Kurva Histerisis Magnetik (Ratih Resti, 2010)
Gambar 2.6. Skematik kurva magnetisasi untuk bahan soft dan hard magnetik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini telah dilakukan Sintesis dan karakterisasi sifat kelistrikan dan kemagnetan bahan Barium M-hexaferrites dengan doping Co sebagai penyerap gelombang mikro,