• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.5. Proses Sintering

Proses sintering merupakan pemberian perlakuan sampel pada temperatur tinggi. Proses sintering juga bisa diartikan sebagai pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Melalui proses

sintering terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan dan ukuran partikel. Sintering yang dilakukan pada penelitian ini adalah 1000oC dengan waktu penahanan selama 5 jam. Dengan memakai crusible sebagai wadah sampel untuk dimasukkan kedalam furnace. Proses sintering diakhiri dengan pendinginan sampel sampai ke temperatur awal/temperatur ruang. Setelah proses sintering selesai, sampel diambil dari furnace dan dikeluarkan dari wadah crusible dan dimasukkan kedalam mortal untuk dihaluskan kembali dalam bentuk serbuk.

Gambar 3.3. Alat Furnace AdvancedKL-600

3.4. Karakterisasi

3.4.1. XRD (X-Ray Diffraction)

Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan di PSTBM BATAN. Alat yang digunakan yaitu XRD Philips PW1710. Karakterisasi pada pengujian sampel adalah X-RD yang digunakan untuk mengetahui struktur kristal yang terbentuk karena sinar-X memiliki panjang gelombang yang hampir sama dengan jarak antar atom dalam kristal sekitar 0,1 nm. Karakterisasi menggunakan XRD

dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terbentuk pada sampel. Sampel berupa serbuk ditempelkan pada tempat pengujiannya yang kemudian siap diuji coba sebagai sampel uji pada mesin XRD. Spesimen serbuk lebih menguntungkan karena berbagai arah difraksi dapat diwakili oleh partikel-partikel yang halus tersebut. Ukuran partikel harus lebih kecil dari 10 micron agar intensitas relatif sinar difraksi dapat dideteksi dengan teliti. Kalau ukuran partikelnya besar, maka akan timbul efek penyerapan linear seperti halnya permukaan yang kasar pada spesimen pelat. Spesimen serbuk dapat dipasang pada pemegangnya dengan memadatkannya terlebih dahulu atau dicampur dengan pengikat kemudian dipasang ke dalam pemegang spesimen.

Tujuan yang dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Parameter-parameternya meliputi sistem kristal, konstanta kisi, bidang difraksi dan grup ruang. (Musfirah dan Sukmawati, 2012).

Apabila suatu bahan dikenai sinar-X maka intensitas sinar-X yang ditransmisikan lebih kecil dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh bahan dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar yang dihantarkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasenya sama. Berkas sinar-X yang saling menguatkan disebut sebagai berkas difraksi. Persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan merupakan berkas difraksi dikenal sebagai Hukum Bragg. Hukum Bragg menyatakan bahwa perbedaan lintasan berkas difrasi sinar-X harus merupakan kelipatan panjang gelombang, secara matematis dirumuskan:

Dengan n bilangan bulat 1, 2, 3... adalah panjang gelombang sinar-X adalah jarak antar bidang, dan θ adalah sudut difraksi. Keadaan ini membentuk pola interferensi yang saling menguatkan untuk sudut-sudut yang memenuhi Hukum Bragg. Elektron-elektron pada atom akan membiaskan berkas bidang yang tersusun secara periodik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang atom paralel a dan a1 yang terpisah oleh jarak d . Dianggap bahwa dua berkas sinar X i1 dan i2 yang bersifat paralel, monokromatik dan koheren dengan panjang gelombang datang pada bidang dengan sudut θ. Jika kedua berkas sinar tersebut berturut-turut terdifraksi oleh M

dan N menjadi i1’ dan i2’ yang masing-masing membentuk sudut θ terhadap bidang dan bersifat paralel, monokromatik dan koheren, perbedaan panjang antara i1 – M – i1’ dengan i2 – N – i2’ adalah sama dengan n kali panjang gelombang, maka persamaan difraksi dapat dituliskan sebagai berikut:

n = ON + NP atau

n = d sin θ + d sin θ = 2 d sin θ (3.2)

Gambar 3.4. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang

Persamaan 3.2 dikenal sebagai Hukum Bragg, dengan n adalah bilangan refleksi yang bernilai bulat (1, 2, 3, 4, ...). Karena nilai sin θ tidak melebihi 1, maka pengamatan berada pada interval 0 < θ < π/2, sehingga< 1. Difraksi untuk nilai n terkecil (n = 1), persamaan tersebut dapat diubah menjadi μ < 2 d. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa panjang gelombang sinar-X yang digunakan untuk menentukan struktur kristal harus lebih kecil dari jarak antar atom. (Jamaluddin, K. 2010).

Gambar 3.5. Alat XRD PHILIPS Panalytical Empyrean PW1710

3.4.2. SEM (Scanning Electron Microscope)

Pengujian sampel menggunakan Scanning Electron Microscope tipe SEM-EDS SU3500 HITACHI di LIPI yang akan menghasilkan keluaran morfologi dan komposisi dari bahan tersebut. Sampel diambil secukupnya menggunakan spatula kemudian dilakukan dehidrasi pada sample yang bertujuan untuk memperkecil kadar air sehingga tidak mengganggu proses pengamatan. Sampel ditempatkan pada hand blower. Banyaknya sampel yang dapat dianalisa maksimum adalah empat sampel. Kemudian sampel diberi tanda agar pada saat dilihat pada layar monitor sampel tidak tertukar dan mempermudah ketika melakukan pengamatan. Sampel yang akan diamati adalah sampel yang nomor 2 yaitu Ni1,5Fe1,5O4.

(a) (b)

Gambar 3.6. (a) Preparasi Sampel pada hand blower, (b) Sampel diletakkan pada

SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui morfologi atau struktur mikro permukaan dari zat padat. Alat ini dilengkapi dengan detektor dispersi energi (EDX) sehingga dapat digunakan untuk mengetahui komposisi elemen-elemen pada sampel yang dianalisis. Adapun tujuan SEM-EDX dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur mikro dan komposisi unsur sampel. (Ariza, 2013)

SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambar profil permukaan benda. Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron bernergi tinggi. Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Tetapi ada satu arah di mana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberi informasi dapat dibangun menggunakan program pengolahan gambar yang ada dalam komputer. SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Hal ini disebabkan oleh panjang gelombang de Broglie yang dimiliki elektron lebih pendek daripada gelombang optik. Makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka makin tinggi resolusi mikroskop. Permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron di-scan ke seluruh area daerh pengamatan. Kita dapat membatasi lokasi pengamatan dengan melakukan zoom-in atau zoom-out. (Abdullah, M. 2009)

SEM terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk menghasilkan image berukuran <~10nm pada sampel yang ditampilkan dalam bentuk film fotografi atau ke dalam tabung layar. SEM sangat cocok digunakan dalam situasi yang membutuhkan pengamatan permukaan kasar dengan pembesaran berkisar antara 20 kali sampai 500.000 kali. Sebelum melalui lensa elektromagnetik terakhir

scanning raster mendeflesikan berkas elektron untuk men-scan permukaan sampel. Hasil scan ini tersinkronisasi dengan tabung sinar katoda dan gambar

sampel akan tampak pada area yang di-scan. Tingkat kontras yang tampak pada tabung sinar katoda timbul karena hasil refleksi yangberbeda-beda dari sampel. Sewaktu berkas elektron menumbuk permukaan sampel sejumlah elektron direfleksikan sebagai backscattered electron (BSE) dan yang lain membebaskan energi rendah secondary electron (SE). Emisi radiasi elektromagnetik dari sampel timbul pada panjang gelombang yang bervariasi tapi pada dasarnya panjang gelombang yang lebih menarik untuk digunakan adalah daerah panjang gelombang cahaya tampak (cathodoluminescence) dan sinar-X. Elektron-elektron BSE dan SE yang direfleksikan dan dipancarkan sampel dikumpulkan oleh sebuah

scintillator yang memancarkan sebuah pulsa cahaya pada elektron yang datang. Cahaya yangdipancarkan kemudian diubah menjadi sinyal listrik dan diperbesar oleh photomultiplier.

Setelah melalui proses pembesaran sinyal tersebut dikirim ke bagian grid

tabung sinar katoda. Scintillator biasanya memiliki potensial positif sebesar 5 – 10 kV untuk mempercepat energi rendah yang dipancarkan elektron agar cukup untuk mengemisikan cahaya tampak ketika menumbuk scintillator. Scintillator

harus dilindungi agar tidak terkena defleksi berkas elektron utama yang memiliki potensial tinggi. Pelindung metal yang mengandung metal gauze terbuka yang menghadap sampel memungkinkan hampir seluruh elektron melalui permukaan

scintillator. (Nuha D. A, 2008)

Gambar 3.7. Alat SEM-EDS (Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive Spectroscopy) SU3500 HITACHI

3.4.3. VSM (Vibrating Sample Magnetometer)

Analisis sifat magnet dilakukan menggunakan alat VSM (Vibrating Sample Magnetometer) di Laboratorium Magnetik- Bidang Zat Mampat-PTBIN-BATAN. Tipe VSM yang digunakan adalah VSM tipe Oxford VSM 1.2 H. Sampel yang digunakan dalam bentuk serbuk. Dipersiapkan peralatan yang digunakan untuk preparasi. Kemudian sampel holder ditimbang menggunakan neraca digital. Dikeluarkan sampel holder kemudian dimasukkan sampel menggunakan pipet sedikit demi sedikit sampai sampel holder terisi setengahnya. Pada saat memasukkan sampel ke dalam holder tidak boleh ada udara yang masuk agar hasil yang ditampilkan pada VSM akan maksimal. Setelah sampel terisi padat kemudian sampel holder ditutup dengan lilin. Kemudian ditimbang dengan neraca digital dan diukur sebanyak 5 kali pengukuran.

Gambar 3.8. Preparasi Sampel VSM

Informasi yang didapatkan berupa besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dengan kurva histeresis. Kurva histeresis dapat menunjukkan hubungan antara magnetisasi (M) dengan medan magnet luar (H). Besaran-besaran penting dalam menentukan sifat magnetik berdasarkan kurva hysteresis adalah magnetik saturasi (Ms), medan koersivitas (Mc) dan magnetisasi remanen (Mr). Nilai magnetisasi saturasi atau dikenal dengan magnetisasi jenuh menunjukkan kemampuan partikel nano untuk mempertahankan kesearahan domain-domain magnetiknya ketika masih dikenai medan magnet luar. Medan koersivitas merupakan besarnya medan yang dibutuhkan untuk membuat magnetisasinya bernilai nol. Semakin besar nilainya

semakin kuat pula sifat kemagnetannya. Sedangkan magnetik remanen menunjukkan kemampuan bahan ketika diberikan medan luar. (Febie, 2013)

Semua bahan mempunyai momen magnetic jika ditempatkan dalam medan magnetic. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi Secara prinsip ada dua metode untuk mengukur besar magnetisasi, yaitu metode induksi (induction methode) dan metode gaya (force methode). Pada metode induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan/diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan. Sedangkan pada metode gaya pengukuran dilakukan pada besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam dalam gradien medan magnet. VSM (Vibrating Sample Magnetometer) adalah merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja pada metode induksi. Pada metode ini, cuplikan yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah batang kaku yang bergetar secara vertical dalam lingkungan medan magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen ataupun sebagai respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan mengakibatkan perubahan garis gaya magnetic. Perubahan ini akan menginduksikan/ menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan pengambil (pick up coil atau sense coil) yang ditempatkan secara tepat dalam sistem medan magnet ini. Dalam proses pengukuran, medan magnet luar yang diberikan, suhu cuplikan, sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali komputer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi medan magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu (Mujamilah, 2000).

3.4.4. VNA (Vector Network Analyzer)

Pengujian sampel menggunakan VNA (Vector Network Analyzer) yang ada di PPET LIPI Bandung. VNA (Vector Network Analyzer) merupakan pengujian sifat magnetik suatu material dengan mengaplikasikan sifat suatu material. Tujuannya untuk mengukur nilai absorbsi material dan juga nilai reflection loss (dB). Cara kerja alat ini yaitu dengan melihat nilai refleksi, transmisi dan absorbsi yang di terima oleh probe adapter. Pada alat ini dipancarkan sejumlah gelombang dengan frekuensi 300 KHz hingga 20 GHz yang kemudian dialirkan pada probe S11 dan pancarannya diterima oleh probe S21 sehingga pada layar monitor kita dapat mengetahui nilai frekuensi yang direfleksikan, ditransmisikan dan diabsorb oleh material uji. Kemampuan setiap adapter membaca frekuensi yang di absorb berbeda-beda sesuai dengan spesifikasi adapternya, namun untuk adapter WR75 kemampuan membaca frekuensinya yaitu sebesar 5GHz-15GHz. (Nastiti, 2012)

Kurva reflection loss akan semakin turun seiring dengan semakin besarnya nilai reflection loss. Semakin besar nilai reflection loss maka akan semakin besar nilai penyerapan yang dapat dilakukan oleh spesimen tersebut. RAM (Radar Absorbern Material) bekerja dengan dengan beberapa cara yaitu mengubah gelombang elektromagnetik yang masuk (medan listrik) menjadi panas oleh bahan dielektrik dan dengan menyerap (medan magnet) oleh material magnetik. Ketebalan lapisan juga berpengaruh terhadap reflection loss. Dengan semakin tebalnya spesimen maka gelombang elektromagnetik akan semakin terserap (Adelia,dkk, 2011).

Untuk menghitung besarnya reflektansi loss suatu bahan, perlu diketahui impedansi karakteristiknya. Sedangkan impedansi karakteristik merupakan konsekuensi dari permeabilitas relatif (µr) dan permitivitas relatif (εr) yang mempunyai nilai kompleks pada suatu bahan. Sehingga diperlukan bahan yang memiliki µr dan εr yang sesuai dengan µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi sehingga dihasilkan reflektansi loss yang cukup besar. Untuk mendapatkan nilai µ dan ε dapat diketahui dengan cara mengukur besarnya

Reflektansi dan Transmitansi yang terjadi bila sampel diberikan gelombang elektromagnetik. Menurut metode pengukuran sifat dielektrik material pada proses konversi Nicholson-Ross-Weir parameter yang didapat dari pengukuran adalah :

S11* = S11’ + S11’ (3.3)

S21* = S21’ + S21’ (3.4)

Dimana S11* dan S21* merupakan bilangan kompleks dari parameter hamburan (Scattering parameter) yaitu parameter reflektansi dan parameter transmitansi. Dengan S11’ dan S21’ sebagai bilangan riilnya, serta S11” dan S21” sebagai bilangan imajinernya. Dari parameter-parameter tersebut, dapat diperoleh koefisien refleksi ( Γ ) sebagai berikut μ

Γ = √( ) 2 __ 1, | Γ| < 1 (3.5)

Setelah mendapatkan koefisien refleksi ( Γ ), koefisien transmisi (T) bias didapat dengan cara :

Γ =

(3.6)

Dengan menggunakan bantuan :

2

(3.7)

Dari persamaan (3.7) dimana L adalah tebal sampel. Permeabilitas suatu bahan dapat dihitung :

dengan adalah panjang gelombang elektromagnetik pada udara dan adalah panjang gelombang cutoff, sehingga diperoleh permitivitas relatif suatu bahan adalah : ( ) (3.9)

dengan rumus tersebut akan didapatkan kurva permitivitas dan permeabilitas suatu bahan sehingga mendapatkan impedansi bahan menggunakan rumus :

√ (3.10)

dimana Zin adalah impedansi masukan ketika gelombang elektromagnetik yang datang tegak lurus terhadap bahan dan Z0 adalah impedansi udara (free space) ~367,73031346177 . Setelah mendapatkan nilai-nilai impedansi bahan, selanjutnya digunakan untuk menghitung Reflektansi loss terhadap frekuensi penyerapan gelombang mikro dengan menggunakan rumus berikut :

RL = 20 log

|(

)|

(3.11) (Subiyanto, 2011)

Dokumen terkait