commit to user
iPENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN,
STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN
KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT
KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Disusun Guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
Tiyas Nur Amalina
F 1308591
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iv HALAMAN MOTTO Sesungguhnya sesudah kesulit an ada kemudahan
Jangan biarkan rasa t akut gagal membuat mu berhent i mencoba
Persahabat an adalah ikat an hat i dan t idak bisa diukur dengan hart a benda dan uang
sekalipun
K it a menikmat i kehangat an karena kit a pernah kedinginan, kit a menghargai cahaya
karena kit a pernah dalam kegelapan, maka begit u pula kit a dapat menikmat i
kebahagiaan karena kit a pernah merasakan kesedihan
M encint ai seseorang berart i mengambil resiko yang sangat besar. Cint a berart i
menyerahkan masa depan dan kebahagiaan seseorang ke t angan orang lain. Cint a
membuat seseorang harus mempercayai orang lain t anpa keraguan. Cint a membuat
seseorang rela menerima kesedihan.
commit to user
vHALAMAN PERSEMBAHAN
Penulis Persembahkan kepada :
Bapak dan I bu t ercint a
commit to user
viKATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb,
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN,
STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN
KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT
KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA
EFEK INDONESIA”. Penelitian dan penyusunan skripsi ini merupakan salah
satu syarat yang harus ditempuh guna meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan penelitian ini tidak lepas dari
bantuan banyak pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Wisnu Untoro, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Drs. Santoso Tri Hananto, M.Si, Ak, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Sri Hartoko, MBA., Ak, selaku dosen pembimbing skripsi ini yang telah
memberikan waktu dan bimbingan serta pegarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
4. Seluruh staff pengajar dan karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
5. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas segala doa, curahan kasih sayang dan
commit to user
vii6. Adik-adikku tercinta, dek Ratna dan dek Icha, terima kasih atas segala
bantuan, dukungan dan kasih sayangnya. Ingat ya jadikan dunia ini penuh
dengan orang-orang pintar!
7. I Maykel Ram, thanks for loving me and for our sweet moments together.
8. Suhu ku yang kau tau siapa namanya tak boleh disebut, terima kasih atas
bimbingan dan bantuannya selama ini.
9. Sahabat-sahabat (Abdoel, Mbak Endah, Prima, Erlina, Ervan, Haryok, Angga,
Afrie, Yono dan Oviek) terima kasih atas segala bantuan, pengertian dan
semangatnya. Semoga kebersamaan kita tak akan pernah berakhir.
10.Teman-teman Swadana Transfer 2008 (Evi, Putri, Nurul, Andika, Ernand,
Adhi, Tholib, dst) terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.
11.Terima Kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu terima kasih atas segala bantuan.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan
demi perbaikan yang berkelanjutan.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 22 Juni 2011
commit to user
viii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iicommit to user
ix3. Komite Audit ... 17
4. Karakteristik Keuangan Perusahaan ... 21
5. Struktur Kepemilikan ... 22
6. Kualitas Audit ... 24
B. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Karakteristik Keuangan Perusahaan Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 26
2. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 29
3. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 31
4. Pengaruh Karakteristik Komite Audit Tehadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data ... 36
B. Variabel dan Pengukuran Variabel ... 38
C. Metode Analisis Data ... 43
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A.Hasil Pengumpulan Data ... 49
B.Statistik Deskriptif ... 49
C.Pengujian Normalitas ... 53
D.Uji Asumsi Klasik ... 55
commit to user
xb. Uji Autokorelasi ... 56
c. Uji Heteroskedastisitas ... 57
E. Pengujian Hipotesis ... 59
a. Uji Sigifikansi-F ... 60
b. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji Signifikansi-t) .. 61
c. Uji Koefisien Determinasi ... 65
F. Pembahasan ... 66
BAB V PENUTUP A.Simpulan ... 70
B.Keterbatasan ... 71
C.Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xi DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel III. 1 Daftar KAP BIG 4 dan Afiliasinya ... 42
Tabel IV. 1 Hasil Pengambilan Sampel ... 4 9 Tabel IV. 2 Hasil Uji Statistik Deskrptif ... 50
Tabel IV. 3 Hasil Uji Normalitas Sebelum Outlier Data ... 54
Tabel IV. 4 Hasil Uji Normalitas Setelah Outlier Data ... 55
Tabel IV. 5 Hasil Uji Multikolinieritas ... 56
Tabel IV. 6 Hasil Uji Autokorelasi ... 57
Tabel IV. 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 58
Tabel IV. 8 Hasil Uji Signifikansi-F ... 60
Tabel IV. 9 Hasil Uji Signifikansi-t ... 61
commit to user
xii DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II. 1 Kerangka Teoritis ... 35
commit to user
ABSTRACTTIYAS NUR AMALINA F1308591
THE INFLUENCE OF FIRM FINANCIAL CHARACTERISTICS, OWNERSHIP STRUCTURE, AUDIT QUALITY AND CHARACTERISTICS OF AUDIT COMMITTEE RELATED TO FREQUENCY OF THE MEETING
AUDIT COMMITTEE IN COMPANIES LISTED IN THE INDONESIA STOCK EXCHANGE
The purpose of this research is to find empirical evidence related to the firm financial characteristics (firm size, leverage, loss of firm and firm growth), ownership structure (managerial ownership and institutional ownership), audit quality and characteristics of audit committee (the independence of audit committee, accounting expertise and finance and the size of the audit committee) to frequency of the audit committee meetings in companies listed in the Indonesia Stock Exchange.
This research uses secondary data which is obtained from the company’s financial report and the Indonesian Capital Market Directory (ICMD). The sample that used in this research is selected by purposive sampling. Based 398 companies listed in the Indonesia Stock Exchange in 2009, only 151 companies are eligible to be sampled in this research. Data analysis technique that used is multiple regression analysis.
The results showed that the research is partially variable firm size, loss of firm, managerial ownership, institutional ownership, audit quality, the independence of audit committee, accounting expertise and finance and the size of the committee affects to the frequency of meeting audit committee, while the leverage variable and firm growth partial no significant effect to the frequency of meeting audit committee. The percentation of the effect is 62.9% while the rest of 37.1% is explained by other variables outside the model research.
ABSTRAKSI
TIYAS NUR AMALINA F1308591
PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN
KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris terkait dengan karakteristik keuangan (ukuran perusahaan, leverage, rugi perusahaan dan pertumbuhan perusahaan), struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional), kualitas audit dan karakteristik komite audit (independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit) terhadap frekuensi rapat komite audit di perusahaan yang terdatar di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Dari 398 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009, hanya sebanyak 151 perusahaan saja yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian ini secara parsial variabel ukuran perusahaan, rugi perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kualitas audit, independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit, sedangkan variabel leverage dan pertumbuhan perusahaan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap frekuensi rapat komite audit. Besarnya pengaruh tersebut adalah 62,9% sementara itu sisanya sebesar 37,1 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Good corporate governance (GCG) merupakan isu sentral di kalangan
masyarakat bisnis terkini. Isu ini mulai muncul dengan adanya krisis ekonomi
pada tahun 1997. Krisis tersebut terjadi akibat kurang transparannya
pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah. Selain
itu, adanya konsentrasi kepemilikan perusahaan pada pemegang saham
(keluarga) yang menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas pada
manajemen menjadi lebih besar sehingga menimbulkan konflik kepentingan
yang sangat menyimpang dari norma tata kelola perusahaan yang baik
(Achmad et al., 2009).
Untuk mengurangi konflik di antara pemegang saham dan manajemen,
menurut Mendez dan Gracia (2007) diperlukan adanya tata kelola perusahaan
yang baik. Salah satu mekanisme dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan
yang baik adalah dengan adanya pengawasan atau monitoring. Untuk
melakukan pengawasan pada perusahaan dapat dilakukan dengan pembentukan
komite audit. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM, Kep-29/PM/2004, tugas
komite audit adalah melakukan penelaahan atas informasi keuangan,
melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan paraturan perperundang-undangan lainnya yang
berhubungan dengan kegiatan perusahaan, melakukan penelaahan atas
berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko
oleh direksi, dan melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan
komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten serta menjaga
kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
Regulator menyakini bahwa komite audit mengawasi dan memantau
proses pelaporan keuangan termasuk pengendalian internal atas pelaporan
keuangan, kualitas informasi keuangan, dan proses jaminan yang diberikan
oleh auditor eksternal. Regulator percaya dan teori keagenan menjelaskan dan
memperkirakan, bahwa lebih sering rapat komite audit menunjukkan
ketekunan komite audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif
sehingga masalah keagenan diminimalkan (Raghunandan dan Rama, 2007).
Menurut Egon Zehnder dalam FCGI (2003), komite audit memberikan
suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan
penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen. Manfaat
ini diperoleh karena komite audit mampu membantu ke arah penguatan
independensi auditor eksternal perusahaan. Pada umumnya, komite audit
mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu laporan keuangan
(financial reporting), tata kelola perusahaan (corporate governance), dan
pengawasan perusahaan (corporate control).
Dalam pelaksanaan tugas tersebut, komite audit dapat melakukan
pertemuaan untuk membahas permasalahan yang dihadapi perusahaan. Oleh
karena itu, intensitas atau frekuensi rapat oleh komite audit dapat menujukkan
commit to user
perusahaan (Raghunandan dan Rama, 2007). Namun demikian, jumlah
frekuensi rapat komite audit yang harus dilakukan dalam tiap periodenya tidak
diatur dalam peraturan yang ada dan masih sangat sedikit bukti penelitian
terkait frekuensi rapat komite audit di Indonesia. Kondisi ini memotivasi
peneliti untuk melakukan penelitian faktor yang diduga berpengaruh terhadap
frekuensi rapat komite audit sebagai bentuk pelaksanaan tugas pengawasan
oleh komite audit.
Beberapa penelitian terkait frekuensi rapat komite audit telah dilakukan,
di antaranya Raghunandan dan Rama (2007) dan Sharma et al., (2009). Kedua
penelitian tersebut menggunakan karakteristik keuangan, struktur kepemilikan,
kualitas audit, karakterisitik komite audit dan dewan komisaris sebagai
faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi rapat komite audit.
Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi
kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan ini
dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem terkait
pelaporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut,
perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas
dari proses pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat
dicapai melalui audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002). Selain itu, proses
pengawasan juga dapat dilakukan dengan adanya monitoring internal yang
lebih besar (Raghunandan dan Rama, 2007). Oleh karena itu dimungkinkan
terjadi hubungan yang positif antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran
perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang lebih
besar oleh penyedia utang karena perusahaan dengan tingkat leverage yang
tinggi mempunyai risiko kebangkrutan yang tinggi sehingga menyebabkan
risiko yang tinggi pula bagi penyedia utang. Perusahaan-perusahaan dengan
leverage yang tinggi memerlukan pengawasan internal lebih dekat karena
perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset,
sehingga memberi kemungkinan untuk lebih sering terjadi rapat komite audit
(Raghunandan dan Rama, 2007). Sebaliknya, dalam pandangan teori keagenan
bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan bahwa
persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan demikian, pengawasan internal
seperti rapat komite audit akan mengalami penurunan.
Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian
cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Dechow et al., 1996) yang
menyebabkan terjadinya kebutuhan yang lebih besar terhadap pengawasan
internal. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa rugi yang dialami dan
dilaporkan oleh perusahaan berhubungan positif dengan komite audit dan
frekuensi rapat. Raghunandan dan Rama (2007) berpendapat bahwa
perusahaan yang menginginkan tingkat pertumbuhan melebihi infrastruktur
dan pengendalian internal perusahaan dapat menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk penipuan (Loebbecke et al., 1989) dan manajemen laba
(Dechow et al., 1996). Oleh karena itu, perusahaan dengan kondisi tersebut
membutuhkan pengawasan yang lebih besar sehingga meningkatkan frekuensi
commit to user
Pengawasan eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme
kepemilikan saham oleh pihak institusional dan audit laporan keuangan oleh
kantor akuntan publik yang kompeten dan biasanya dinyatakan dengan kantor
akuntan publik yang termasuk dalam kelompok atau kategori Big 4 audit.
Pemegang saham institusional memiliki inisiatif untuk memonitor secara ketat
terhadap pihak manajemen dan memastikan perusahaan telah menerapkan
mekanisme pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan secara efektif
(Smith, 1996). Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara kepemilikan institusional dan frekuensi rapat komite audit.
Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan proksi karakteristik
komite audit meliputi ukuran, keahlian akuntansi dan keuangan dan
independensi menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap
frekuensi rapat komite audit. Ukuran komite audit yang lebih besar
memberikan akses ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial,
sehingga memberikan pengawasan yang lebih efektif. Hal ini dapat
mengurangi permintaan frekuensi rapat. Sebaliknya, ukuran komite audit yang
lebih besar mungkin membentuk pengelolaan yang tidak efisien, sehingga
meningkatkan frekuensi rapat komite audit (Vafeas, 1999). Komite audit yang
memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan keragaman prespektif yang
lebih nyata dalam diskusi. Ukuran komite audit dapat dinyatakan dengan
jumlah anggota komite audit dalam sebuah perusahaan (Raghunandan dan
Anggota komite audit yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi
dan keuangan berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit, karena
anggota komite audit tersebut memberikan pengawasan yang lebih efektif
terkait dengan pelaporan keuangan perusahaan (Raghunandan dan Rama,
2007). Selain itu keberadaan seseorang yang ahli dibidang akuntansi dan
keuangan dalam komite audit dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam
pelaporan keuangan (Dechow et al., 1996), sehingga keberadaan anggota
komite audit yang mempunyai keahlian akuntansi dan keuangan tersebut
berhubungan negatif dengan pelaporan keuangan dan frekuensi rapat anggota
komite audit.
Kehadiran komite audit independen lebih efektif memfasilitasi
monitoring pelaporan keuangan (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996; Carcello
dan Neal, 2003) dan audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002; Abbott et al.,
2003). Hubungan empiris di antara komite audit dengan monitoring dijelaskan
oleh teori keagenan, yang berpendapat bahwa komite audit independen
memberikan pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Oleh karena itu,
penelitian ini mengharapkan terdapat hubungan positif di antara independensi
komite audit dan frekuensi rapat komite audit.
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Raghunandan dan Rama
(2007) dengan perbedaan seperti berikut ini.
1. Sampel penelitian
Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan sampel perusahaan S & P
commit to user
penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009 dengan jumlah perusahaan 398.
2. Variabel penelitian
Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan variabel independen terdiri
dari market value, insider ownership, block holdings, laverage, loss, market
to book value, litigiousness, financing, AC size, % Accounting expert, %
other expert, CEOCHR, board size, board independent, Log (Board
Meetings), sementara penelitian ini menggunakan variabel penelitian yang
terdiri dari karakteristik keuangan perusahaan (ukuran perusahaan, leverage,
rugi perusahaan dan pertumbuhan perusahaan), struktur kepemilikan
(kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional), kualitas audit dan
karakteristik komite audit (independensi komite audit, keahlian akuntansi
dan keuangan dan ukuran komite audit).
3. Periode penelitian
Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan periode penelitian tahun
2003, sementara penelitian ini menggunakan periode penelitian tahun 2009
dengan alasan untuk memperoleh gambaran terkini atas perusahaan yang
menjadi sampel dalam penelitian.
Atas dasar paparan di atas, maka penelitian ini menguji pengaruh
karakteristik keuangan perusahaan, struktur kepemilikan, kualitas audit dan
karakteristik komite audit terhadap frekuensi rapat komite audit pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan judul penelitian
STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN
KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI
RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA”.
B.Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut ini.
1. Apakah karakteristik keuangan yang terdiri dari ukuran perusahaan,
leverage, rugi perusahaan dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh
terhadap frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah struktur kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
3. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
4. Apakah karakterisik komite audit yang terdiri dari independensi komite
audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit
berpengaruh frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat dinyatakan seperti
commit to user
1. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh karakterisik keuangan
perusahaan yang terdiri dari ukuran perusahaan, leverage, rugi perusahaan
dan pertumbuhan perusahaan terhadap frekuensi rapat komite audit pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh struktur kepemilikan
yang terdiri dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional
terhadap frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
3. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh kualitas audit terhadap
frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
4. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh karakterisik komite audit
yang terdiri dari independensi komite audit, keahlian akuntansi dan
keuangan dan ukuran komite audit terhadap frekuensi rapat komite audit
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh hasil
penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak berikut ini.
1. Bagi regulator (khususnya BAPEPAM)
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris terkait
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi rapat komite audit
sebagai bentuk pengawasan perusahaan dalam melaksanakan Good
kebijakan yang mendukung pelaksanaan Good Corporate Governance
untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Bagi investor
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi yang dapat dijadikan
bahan dalam keputusan berinvestasi terutama terkait dengan informasi
komite audit perusahaan dan pengawasan yang dilakukan, sehingga investor
dapat memperoleh gambaran efektifitas pengelolaan perusahaan dalam
rangka mencapai kinerja dan dapat mengoptimalisasikan keuntungan atas
investasi yang dilakukan.
3. Bagi perusahaan
Hasil penelitian dapat memberikan masukan untuk menelaah lebih lanjut
mengenai pengaruh karakteristik keuangan perusahaan, struktur
kepemilikan, kualitas audit dan karakteristik komite audit terhadap frekuensi
rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
sehingga perusahaan dapat mengambil kebijakan terkait pengawasan guna
pencapaian kinerja yang maksimal.
4. Bagi kalangan akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dan
tambahan bukti empiris dalam bidang akuntansi keuangan terutama yang
berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi rapat
commit to user
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A.Landasan Teori
1. Agency Theory
Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agent (manajemen) dan
principal (pemilik usaha). Dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak
di mana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agen)
untuk melakukan sesuatu jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang
kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal (Jensen
dan Meckling, 1976). Pihak prinsipal juga dapat membatasi divergensi
tingkat kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak
kepada agen dan bersedia mengeluarkan biaya pengawasan (monitoring
cost) untuk mencegah moral hazard agen. Eisenhardt (1989) menyatakan
bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1)
manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2)
manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk
adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai
manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan
pribadinya (Jensen dan Meckling, 1976).
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih
luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai
pada agency theory di mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan
dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan
penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang
menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk
mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan
peningkatan biaya enforcement-nya.
2. Good Corporate Governance
Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan
dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah
masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara
pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam
memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau
diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak
mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi
permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.
Good corporate governance (GCG) menurut Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar.
Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap
perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu
negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan
iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG oleh
commit to user
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan
GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam
menegakkan good corporate governance pada umumnya di Indonesia. Saat
ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good corporate
governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang
bersih dan berwibawa.
Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang
menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern
lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan
kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (FCGI,
2003).
Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah
(value added) bagi semua stockholders dan stakeholders. Corporate
Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan
antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan
kinerja perusahaan. Dalam survey yang dilakukan oleh McKinsey,
menemukan bahwa ada kaitan erat antara penerapan corporate governance
dengan harga saham perusahaan. Hal ini disebabkan hampir 75% investor
menganggap keterbukaan informasi mengenai penerapan corporate
governance sama pentingnya dengan informasi laporan keuangan yang
corporate governance dapat meningkatkan kinerja perusahaan serta
meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat memberikan
beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001).
a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders.
b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah
sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.
c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Corporate governance dalam hal ini adalah suatu set mekanisme yang
digunakan oleh shareholders untuk memastikan bahwa para manajer bekerja
untuk kepentingan terbaik bagi para shareholders. Para pemegang saham
atau shareholders dalam hal ini menjadi sangat berkepentingan terhadap
pelaksanaan good corporate governance dalam suatu perusahaan karena
mereka juga sangat berkepentingan dalam hal perlindungan terhadap
investasi yang mereka lakukan dapat dikelola secara baik oleh tim
manajemen yang handal. Melihat pentingnya penerapan good corporate
commit to user
menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan
oleh Bapepam adalah dengan mewajibkan emiten atau perusahaan publik
untuk memiliki komisaris independen, CEO direktur independen, komite
audit, dan sekretaris independen.
Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang
dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
adalah sebagai berikut ini.
a. Fairness (Keadilan)
Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi
seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan
yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan
kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran
dan kesetaraan.
b. Disclosure/Transparency
Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada
waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas
dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi
oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
c. Accountability
Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem
pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara
komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring,
evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan
bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang
saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.
d. Responsibility
Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus
dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban
kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan
commit to user
dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial,
menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional
dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.
Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang
dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
adalah fainess (keadilan), disclosure/transparency, accountability dan
responsibility.
Prinsip good corporate governance sebagai suatu praktis diharapkan
memberi keberhasilan kinerja bisnis. Dalam bahasa manajemen prinsip ini
layak disebut sukses apabila mampu membuat perusahaan beroperasi secara
efektif dan efisien untuk penambahan profit perusahaan. Untuk dapat
mewujudkan pelaksanaan keempat prinsip dasar tersebut, maka perusahaan
diwajibkan untuk mempunyai komisaris independen (board of directors),
presiden direktur independen, serta komite audit independen sebagai
pengawas proses pelaporan keuangan dan melakukan pengawasan terhadap
informasi keuangan .yang seharusnya tidak diketahui oleh publik.
3. Komite Audit
Sesuai dengan Kep 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk
oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan
perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan
perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem
penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak
manajemen dalam mengangani masalah pengendalian.
Sesuai dengan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan
komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua
komite audit. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya sebanyak
satu orang. Anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan
komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite
audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus
berasal dari pihak eksternal yang independen.
Pihak eksternal menurut surat edaran tersebut adalah pihak di luar
perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan karyawan
perusahaan tercatat, sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak di
luar perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan
afiliasi dengan perusahaan tercatat, komisaris, direksi dan pemegang saham
utama perusahaan tercatat dan mampu memberikan pendapat profesional
secara bebas sesuai dengan etika profesioanalnya, tidak memihak kepada
kepentingan siapapun.
Namun dalam Kep-29/PM/2004 diatur bahwa komite audit beranggotakan
minimal tiga orang yang independen dari perusahaan dan salah satunya
adalah ahli di bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite audit harus
berasal dari anggota komisaris yang independen, sehingga anggota dewan
commit to user
Independensi yang dimiliki oleh angota dewan komisaris tersebut dan
anggota komite audit telah diatur pula dalam peraturan BAPEPAM tersebut,
diantaranya syarat keanggotaan komite audit adalah seperti berikut ini.
a. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik, kantor konsultan
hukum atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit, dan
atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang
bersangkutan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh
komisaris.
b. Bukan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau
perusahaan publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum
diangkat oleh komisaris, kecuali komisaris independen.
c. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada
emiten. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu
peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan
setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan pada pihak lain.
d. Tidak mempunyai :
1) hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat
kedua baik secara horizontal maupun vertikal dengan komisaris,
direksi, atau pemegang saham utama emiten, dan atau,
2) tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsun
Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang
mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara
lain:
a. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan
perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan
lainnya,
b. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan
lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan,
c. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
internal,
d. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan
dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi,
e. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas
pengaduan yang berkaitan dengan emiten, dan
f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
Komite audit dapat mengadakan pertemuan secara periodik sebagaimana
ditetapkan oleh komite audit sendiri. Komite audit dapat mengadakan sesi
pertemuan eksekutif dengan auditor independen dan manajemen organisasi
secara periodik. Ketua komite audit wajib melaporkan aktivitas komite audit
kepada dewan. Komite audit melaksanakan pemeriksaan internal tahunan
commit to user
dan menilai kembali piagam pendiriannya, dan merekomendasikan
perubahan yang diperlukan kepada dewan pengawas.
Komite audit memiliki otoritas untuk meminta jasa pengacara, akuntansi,
dan konsultasi independen lainnya, sebagaimana diperlukan untuk
mendukung tugas-tugasnya. Komite audit memiliki otoritas tunggal untuk
menyetujui biaya terkait dan hak yang berkaitan. Ketua komite audit dapat
dihubungi secara langsung oleh auditor independen (1) untuk meninjau
hal-hal sensitif yang mungkin mempengaruhi akurasi pelaporan keuangan atau
(2) mendiskusikan isu-isu signifikan yang berkaitan dengan tanggung jawab
dewan secara keseluruhan yang mungkin telah dikomunikasikan dengan
manajemen namun, menurut penilaian mereka, mungkin memerlukan tindak
lanjut oleh komite audit.
4. Karakteristik Keuangan Perusahaan
Karakteristik keuangan perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ukuran perusahaan, leverage, rugi perusahaan dan pertumbuhan
perusahaan. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dinyatakan dengan
total aset perusahaan. Perusahaan besar memiliki kompleks dan dispersi
kepemilkan yang lebih besar menciptakan potensi masalah keagenan yang
lebih besar terkait pelaporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut,
perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pengawasan lebih luas dari
proses pelaporan keuangan mereka, yang dapat dicapai melalui audit
eksternal (Carcello et al., 2002). Selain itu, perusahaan besar membutuhkan
Leverage yang tinggi menunjukkan masalah yang lebih besar dan
pemantauan yang lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan dengan
leverage tinggi memerlukan pengawasan internal lebih tinggi karena
perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan
aset, sehingga memberi kesan lebih sering pertemuan komite audit
(Raghunandan dan Rama, 2007). Teori keagenan berpendapat bahwa
penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan persyaratan
utang tidak dilanggar dengan demikian, permintaan untuk pengawasan
internal seperti rapat komite audit lebih besar kecenderungan untuk turun.
Manajemen perusahaan yang mengalami rugi cenderung untuk terlibat
dalam manajemen laba (Beasley, 1996) yang menempatkan permintaan
yang lebih besar pada pengawasan internal. Raghunandan dan Rama, (2007)
menyatakan bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin
melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk manipulasi dan manajemen laba (Beasley,
1996). Oleh karena itu, potensi perilaku oportunistik oleh manajemen di
perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung tinggi
sehingga dapat meningkatkan kebutuhan pengawasan perusahaan melalui
frekuensi rapat komite audit.
5. Struktur Kepemilikan
Dalam penelitian ini struktur kepemilikan yang digunakan adalah
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Kepemilikan
commit to user
perusahaan. Kepemilikan ini merupakan konsekuensi adanya kompensasi
kepemilkan saham yang diberikan oleh perusahaan pada manajemen.
Tujuan adanya kepemilikan manajerial adalah untuk dapat meningkatkan
kinerja dan nilai perusahaan. Dengan adanya kepemilikan manajerial, maka
manajemen perusahaan sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan.
Oleh karena manajemen adalah pemegang saham perusahaan, maka setiap
tindakan atau keputusan yang diambil oleh manajemen akan berhati-hati
sehingga dapat meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan. Kepemilikan
manajerial menyebabkan kebutuhan pengawasan terhadap operasional
perusahaan yang lebih rendah, sehingga dapat menurunkan frekuensi rapat
komite audit perusahaan (Sharma et al., 2009)
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank,
perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008).
Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor
manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring
tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham,
pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui
investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan
institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih
besar oleh pihak investor institusional. Menurut Barnae dan Rubin (2005)
memiliki inisiatif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan.
Begitu pula penelitian Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh
institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan
untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Penelitian Smith (1996)
menunjukkan bahwa aktivitas monitoring institusi mampu mengubah
struktur pengelolaan perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran
pemegang saham. Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain :
a. Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat
menguji keandalan informasi.
b. Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih
ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
6. Kualitas Audit
De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas
audit sebagai kemungkinan (joint probability) di mana seorang auditor akan
menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi
kliennya. Kemungkinan auditor akan menemukan salah saji tergantung pada
kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan
salah saji tergantung pada independensi auditor. Kualitas audit ini sangat
penting karena kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan
keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus
memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002: 47) ada 8
commit to user
a. Tanggung jawab profesi.
Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b. Kepentingan publik.
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
c. Integritas.
Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
intregitas setinggi mungkin.
d. Objektivitas.
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
e. Kompetensi dan kehati-hatian profesional.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati,
kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional.
f. Kerahasiaan.
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
h. Standar Teknis.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan.
Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), dalam hal ini adalah standar auditing.
Auditor Big 4 sering dianggap dapat menyediakan audit dengan kualitas
tinggi. Kualitas audit yang lebih baik diasosiasikan dengan kurangnya
kemungkinan adanya masalah pelaporan keuangan (Dechow et al, 1996).
Auditor Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat
firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani
mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan
tertutup. Dalam teori lain, DeAngelo (1981) menunjukkan bahwa Big Four
auditor dengan mempertaruhkan reputasi, lebih bersemangat untuk
memastikan bahwa laporan keuangan klien mereka benar-benar
mencerminkan transaksi yang mendasar. Kantor audit yang termasuk Big 4
adalah PricewaterhouseCoopers, Deloitte Touche Tohmatsu, Ernst & Young
dan KPMG.
B.Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Karakteristik Keuangan Perusahaan Terhadap Frekuensi
commit to user
Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi
kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan
ini dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem
terkait pelaporan keuangan. Perusahaan besar yang menghadapi pengawasan
dan tuntutan yang lebih besar atau lebih banyak dari pemakai laporan
keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan-perusahaan besar
membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas dari proses
pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat dicapai
melalui audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002). Dengan mekanisme audit
eksternal yang dilakukan oleh auditor independen, maka kewajaran laporan
keuangan perusahaan dapat dinyatakan dan auditor eksternal juga dapat
menjadi penengah yang bebas dari kepentingan serta dapat memberi
assurance atas kewajaran laporan keuangan secara professional.
Selain audit eksternal, proses pengawasan juga dapat dilakukan dengan
adanya monitoring internal yang lebih besar (Raghunandan dan Rama,
2007). Pengawasan internal yang dimaksud dapat dilakukan oleh dewan
direksi, dewan komisaris maupun komite audit sesuai dengan
kewenanganya. Oleh karena itu dimungkinkan terjadi hubungan yang positif
antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran perusahaan.
Di samping ukuran perusahaan, karakteristik keuangan perusahaan juga
dapat ditunjukkan dengan leverage (Raghunandan dan Rama, 2007).
Leverage merupakan perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah
perusahaan akan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban
dengan ekuitas yang dimilikinya. Tingkat leverage yang tinggi pada sebuah
perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang
lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan-perusahaan dengan leverage
yang tinggi memerlukan pengawasan internal lebih dekat karena perusahaan
tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset, sehingga
memberi kemungkinan untuk lebih sering terjadi rapat komite audit
(Raghunandan dan Rama, 2007). Sebaliknya, dalam pandangan teori
keagenan bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk
memastikan persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan demikian,
permintaan untuk pengawasan internal seperti rapat komite audit lebih besar
menurun.
Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian
cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et
al., 1996; Abbott et al., 2003) yang menyebabkan terjadinya kebutuhan yang
lebih besar terhadap pengawasan internal. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa kerugaian yang dialami dan dilaporkan oleh perusahaan berhubungan
positif dengan komite audit dan frekuensi rapat. Raghunandan dan Rama
(2007) berpendapat bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin
melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk penipuan (Loebbecke et al., 1989) dan
manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996). Oleh karena itu,
commit to user
perusahaan yang tinggi menunjukkan adanya hubungan negatif antara
peluang pertumbuhan perusahaan dan frekuensi rapat komite audit.
Atas dasar uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian dapat dirumuskan
seperti berikut ini.
H1a = ukuran perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi rapat
komite audit
H1b = leverage perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi
rapat komite audit
H1c = rugi yang dilaporkan perusahaan berpengaruh terhadap
frekuensi rapat komite audit
H1d = pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap
frekuensi rapat komite audit
2. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Frekuensi Rapat Komite
Audit
Menurut pandangan teori agensi bahwa kepemilikan oleh manajemen dan
direksi adalah pedang bermata dua yang mempengaruhi biaya agen
(misalnya, Jensen dan Meckling, 1976; Shleifer dan Vishny, 1997). Secara
khusus, kepemilikan oleh manajemen dan direksi mengurangi biaya agen
karena kepemilikan saham dalam perusahaan yang memotivasi manajemen
dan direksi untuk berperilaku seperti pemegang saham. Oleh karena itu,
kepemilikan oleh manajemen dan direksi sebagian dapat menggantikan
mekanisme pengawasan (Fama dan French, 2001). Penelitian sebelumnya
manajemen dan direksi yang tinggi dapat mengakibatkan salah pelaporan
keuangan dan pengambilalihan dari pemegang saham minoritas (Fan dan
Wong, 2002) dan keadaan tersebut menunjukkan permintaan untuk
pengawasan internal yang lebih besar. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan manajemen dan frekuensi
rapat komite audit.
Kouki dan Guizani (2009) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
yang besar merupakan cara untuk monitoring agent. Peningkatan
kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost atas debt dan
insider ownership karena semakin besar kepemilikan institusional maka
akan dapat mengurangi terjadinya konflik antara kreditur dan manajer, dan
akhirnya dapat menekan biaya keagenan. Graves dan Waddock (1994)
menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara jumlah institusi
yang memiliki saham dan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan dan
dikuatkan oleh penelitian Mahoney dan Robert (2003) yang menemukan
hubungan positif dan signifikan antara kinerja sosial perusahaan dan jumlah
kepemilikan institusional.
Kircmaier dan Grant (2006) melakukan penelitian tentang struktur
kepemilikan perusahaan dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan blockholder akan
berpengaruh terhadap tata kelola perusahaan yang akan mempengaruhi
kinerja perusahaan. Para pelaku pasar akan merespon peningkatan kinerja
commit to user
bahwa struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja dan
nilai perusahaan.
Pemegang saham institusional memiliki inisiatif untuk memonitor secara
ketat terhadap pihak manajemen dan memastikan perusahaan telah
menerapkan mekanisme pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan
secara efektif (Shleifer dan Vishny, 1997; Smith, 1996). Oleh karena itu
dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepemilikan
institusional dan frekuensi rapat komite audit.
Atas dasar uraian di atas, maka hipotesis penelitian dapat dinyatakan seperti
berikut ini.
H2a = kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap frekuensi
rapat komite audit
H2b = kepemilikan institusional berpengaruh terhadap frekuensi
rapat komite audit
3. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit
Kantor akuntan publik yang termasuk dalam kategori Big 4 auditor sering
dianggap dapat memberikan audit berkualitas tinggi. Audit kualitas yang
lebih tinggi terkait dengan kemungkinan berkurangnya dari masalah
pelaporan keuangan (Dechow et al., 1996) dan pengendalian internal yang
lebih efektif (Doyle et al., 2007). Knechel dan Willekens (2006)
mengandaikan bahwa perusahaan Big 4 audit adalah pengganti untuk
monitoring internal khususnya di pasar modal di negara sedang berkembang
ini memperkirakan adanya hubungan negatif antara kualitas audit (auditor
BIG 4) dan frekuensi rapat komite audit.
Atas dasar uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat
dinyatakan seperti berikut ini.
H3 = kualitas audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite
audit
4. Pengaruh Karakterisik Komite Audit Terhadap Frekuensi Rapat
Komite Audit
Komite audit bertugas mewakili dan membantu dewan direksi untuk
mengawasi proses pelaporan akuntansi dan keuangan, audit laporan
keuangan dan pengendalian internal, dan fungsi-fungsi audit. Manajemen
bertanggung jawab atas (a) persiapan, penyajian, dan integritas laporan
keuangan; (b) prinsip-prinsip pelaporan akuntansi dan keuangan; (c)
pengendalian internal dan prosedur organisasi yang sesuai dengan standar
akuntansi keuangan serta hukum dan peraturan yang berlaku. Kantor
akuntan publik independen, yang ditunjuk untuk memeriksa organisasi,
bertanggung jawab untuk melakukan audit secara independen atas laporan
keuangan konsolidasi berdasarkan standar auditing yang berlaku umum dan
menyatakan pendapat atas laporan keuangan konsolidasi berdasarkan audit
mereka.
Kalbers dan Fogarty (1993) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi
commit to user
kewenangan formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas
atau kompetensi anggota komite audit.
Dengan kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi melalui
pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak terkait, diharapkan fungsi dan
peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat
mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang
oportunistik. Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan karakteristik
komite audit dalam penelitian yang menguji pengaruh karakteristik komite
audit terhadap kualitas laba yang terbagi menjadi independensi anggota
komite audit, keahlian di bidang akuntansi dan keuangan dari anggota
komite audit, dan frekuensi rapat anggota komite audit. Karakteristik komite
audit juga digunakan dalam penelitian Sharma et al., (2009), hanya saja
karakteristik komite audit yang digunakan meliputi ukuran komite audit,
keahlian anggota komite audit di bidang akuntansi dan keuangan, dan
independensi komite audit. Karakeristik komite audit meliputi independensi
komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan komite audit, ukuran komite
audit. Kehadiran komite audit independen lebih efektif memfasilitasi
monitoring pelaporan keuangan (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996;
Carcello dan Neal, 2003) dan audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002;
Abbott et al., 2003). Hubungan empiris di antara komite audit dengan
monitoring dijelaskan oleh teori keagenan, yang berpendapat bahwa komite
audit independen memberikan pengawasan yang efektif terhadap
audit dapat memberikan pengawasan yang lebih efektif sehingga dapat
menurunkan frekuensi rapat komite audit, karena anggota komite audit yang
mempunyai keahlian akuntansi dan keuangan dapat mengurangi tingkat
kesalahan pelaporan keuangan perusahaan (Dechow et al., 1996;
Raghunandan dan Rama, 2007). Raghunandan dan Rama (2007)
menyatakan bahwa ukuran dewan dan komite audit baik dapat
meningkatkan atau menurunkan permintaan untuk rapat lebih sering.
Ukuran dewan direksi yang lebih besar dan komite audit memberikan akses
ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial, sehingga
memberikan pengawasan yang lebih efektif. Hal ini dapat mengurangi
permintaan untuk rapat lebih sering. Sebaliknya, dewan dan komite audit
yang lebih besar mungkin membentuk pegelolaan yang tidak efisien,
sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite audit (Vafeas, 1999).
Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan keragaman perspektif
yang lebih nyata dalam diskusi. Atas dasar uraian di atas, hipotesis
penelitian ini dapat dinyatakan seperti berikut ini.
H4a = independensi komite audit berpengaruh terhadap
frekuensi rapat komite audit
H4b = keahlian akuntansi dan keuangan komite audit
berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit
H4c = ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi
commit to user
C.Kerangka TeoritisGambar II.1 Kerangka Teoritis
Variabel Independen Variabel Dependen
Karakteristik Keuangan
Perusahaan
Ukuran perusahaan
Leverage
Rugi perusahaan
Pertumbuhan perusahaan
Kualitas Audit Struktur Kepemilikan
Kepemilikan manajerial
Kepemilikan institusional
Karakteristik Komite Audit
Independensi komite audit
Keahlian akuntansi dan keuangan
Ukuran komite audit
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian yang melakukan pengujian hipotesis
dan bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Varaibel independen yang diuji dalam penelitian
ini meliputi karakteristik keuangan perusahaan (ukuran perusahaan, leverage,
rugi perusahaan dan pertumbuhan perusahaan), struktur kepemilikan
(kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional), kualitas audit dan
karakteristik komite audit (independensi komite audit, keahlian akuntansi dan
keuangan dan ukuran komite audit). Sementara variabel dependen dalam
penelitian ini adalah frekuensi rapat komite audit dalam satu periode pelaporan
keuangan atau satu tahun.
Populasi merupakan kelompok orang, kejadian, atau peristiwa yang
menjadi perhatian para peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2003). Populasi yang
digunakan sebagai sample frame penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang
go public di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009.
Sampel adalah bagian dari populasi yang terdiri dari elemen-elemen yang
diharapkan memiliki karakteristik yang mewakili populasinya (Sekaran, 2003).
Sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian dipilih secara purposive
commit to user
sudah ditentukan. Kriteria yang digunakan untuk menjadi anggota sampel
adalah sebagai berikut ini.
1. Perusahaan go public dan terdaftara di Bursa Efek Indonesia per 1 Januari
2009.
2. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan tahunan (annual report) dan
laporan keuangan tahunan (financial report) untuk tahun 2009.
3. Perusahaan tersebut menyajikan seluruh data dan informasi yang diperlukan
dalam pengukuran variabel pada laporan tahunan dan laporan keuangan
tahunan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu informasi yang
diperoleh dari pihak lain (Sekaran, 2003). Alasan menggunakan data sekunder
dengan pertimbangan bahwa data ini mudah untuk diperoleh dan memiliki
waktu yang lebih luas serta mempunyai validitas data yang dapat
dipertanggungjawabkan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari
data seperti berikut ini.
a. Daftar perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2009 yang
diperoleh dari www.idx.co.id.
b. Laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan tahunan (financial
report) perusahaan yang terpilih menjadi sampel yang diperoleh dari
www.idx.co.id., Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan website
B.Variabel dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan dua variabel yang diuji secara sistematis,
yaitu seperti berikut ini.
1. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel-variabel seperti
berikut ini.
a. Karakteristik keuangan perusahaan
Karakteristik keuangan perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan
variabel berikut ini.
(1) Ukuran perusahaan (SIZE)
Variabel ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan
total aset perusahaan. Menurut Sharma et al., (2009) variabel ini
diukur dengan menggunakan nilai logaritma natural (Ln) atas jumlah
total aset perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian.
Penggunaan logaritma natural (Ln) dimaksudkan untuk memperoleh
hasil output yang lebih mudah diinterpretasikan karena variabel ini
menggunakan data absolute, sementara data untuk variabel lain
menggunakan angka rasio.
(2) Leverage (LEV)
Leverage keuangan merupakan penggunaan sumber dana yang
memiliki biaya tetap bagi perusahaan, yaitu utang pokok (untuk
membayar bunga), saham preferen (membayar deviden), dan sewa
commit to user
hutang jangka panjang dibagi dengan total ekuitas Sharma et al.,
(2009). Penelitian ini menggunakan debt to equity ratio sebagai
proksi leverage keuangan perusahaan.
LEV =
(3) Rugi perusahaan (LOSS)
Variabel losses dalam penelitian ini dinyatakan dengan
menggunakan dummy variable. Untuk perusahaan yang melaporkan
rugi dalam laporan keuangan tahunannya dilambangkan dengan
angka 0, dan sebaliknya untuk perusahaan yang melaporkan laba
dalam laporan keuangannya dilambangkan dengan angka 1 (Sharma
et al., 2009).
(4) Pertumbuhan perusahaan (GROWTH)
Pertumbuhan perusahaan (GROWTH) dalam penelitian ini
diproksikan dengan Market to book value ratio (MBVER).
Penggunaan MBVER sebagai proksi pertumbuhan ini berdasar pada
pemikiran bahwa harapan pertumbuhan perusahaan dinyatakan,
paling tidak, secara parsial dalam harga saham, sehingga perusahaan
bertumbuh akan memiliki nilai pasar lebih tinggi relatif terhadap
ekuitas yang dimiliki (Pagalung, 2002). Market to book value ratio
dinilai dengan jumlah lembar saham beredar dikalikan dengan harga
penutupan saham dibagi dengan total ekuitas perusahaan. Data
jumlah saham beredar dan harga penutupan saham diambil dari
perusahaan. Adapun rumus penentuan GROWTH adalah sebagai
berikut ini (Pagalung, 2002).
GROWTH =
b. Struktur kepemilikan
Struktur kepemilikan dalam penelitian ini dinyatakan dengan dua
variabel berikut ini.
(1) Kepemilikan manajerial (MANOWN)
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan modal yang
dipegang oleh pihak manajemen dalam perusahaan. Kepemilikan
dapat dilihat dari konsentrasi kepemilikan atau persentase saham
yang dimiliki oleh manajemen yang tercantum dalam daftar
pemegang saham. Namun dalam penelitian ini, variabel kepemilikan
manajerial diukur dengan skala nominal, yaitu hanya dibedakan
antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial atau tidak, dengan
tidak melihat berapa besar persentase kepemilikan manajerialnya di
masing-masing perusahaan tersebut. Pengukuran dilakukan dengan
memberikan nilai 0 untuk perusahaan yang mempunyai kepemilikan
manajerial dan 1 untuk perusahaan tanpa kepemilikan manajerial,
karena variabel ini merupakan variabel dummy (Kirchmaier, et al.,
2006). Penggunaan varaibel dummy dalam variabel kepemilikan
manajerial didasari pada alasan bahwa tidak semua perusahaan yang
terdaftar di BEI mempunyai kepemilikan manajerial, sehingga