• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN,

STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN

KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT

KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI

Disusun Guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

Tiyas Nur Amalina

F 1308591

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

commit to user

iv HALAMAN MOTTO

ƒ Sesungguhnya sesudah kesulit an ada kemudahan

ƒ Jangan biarkan rasa t akut gagal membuat mu berhent i mencoba

ƒ Persahabat an adalah ikat an hat i dan t idak bisa diukur dengan hart a benda dan uang

sekalipun

ƒ K it a menikmat i kehangat an karena kit a pernah kedinginan, kit a menghargai cahaya

karena kit a pernah dalam kegelapan, maka begit u pula kit a dapat menikmat i

kebahagiaan karena kit a pernah merasakan kesedihan

ƒ M encint ai seseorang berart i mengambil resiko yang sangat besar. Cint a berart i

menyerahkan masa depan dan kebahagiaan seseorang ke t angan orang lain. Cint a

membuat seseorang harus mempercayai orang lain t anpa keraguan. Cint a membuat

seseorang rela menerima kesedihan.

(5)

commit to user

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Penulis Persembahkan kepada :

ƒ Bapak dan I bu t ercint a

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan Rahmat dan

Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN,

STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN

KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT

KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA

EFEK INDONESIA”. Penelitian dan penyusunan skripsi ini merupakan salah

satu syarat yang harus ditempuh guna meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan penelitian ini tidak lepas dari

bantuan banyak pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Wisnu Untoro, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

2. Drs. Santoso Tri Hananto, M.Si, Ak, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Sri Hartoko, MBA., Ak, selaku dosen pembimbing skripsi ini yang telah

memberikan waktu dan bimbingan serta pegarahan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

4. Seluruh staff pengajar dan karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

5. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas segala doa, curahan kasih sayang dan

(7)

commit to user

vii

6. Adik-adikku tercinta, dek Ratna dan dek Icha, terima kasih atas segala

bantuan, dukungan dan kasih sayangnya. Ingat ya jadikan dunia ini penuh

dengan orang-orang pintar!

7. I Maykel Ram, thanks for loving me and for our sweet moments together.

8. Suhu ku yang kau tau siapa namanya tak boleh disebut, terima kasih atas

bimbingan dan bantuannya selama ini.

9. Sahabat-sahabat (Abdoel, Mbak Endah, Prima, Erlina, Ervan, Haryok, Angga,

Afrie, Yono dan Oviek) terima kasih atas segala bantuan, pengertian dan

semangatnya. Semoga kebersamaan kita tak akan pernah berakhir.

10.Teman-teman Swadana Transfer 2008 (Evi, Putri, Nurul, Andika, Ernand,

Adhi, Tholib, dst) terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.

11.Terima Kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per

satu terima kasih atas segala bantuan.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan

demi perbaikan yang berkelanjutan.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 22 Juni 2011

(8)

commit to user

viii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

(9)

commit to user

ix

3. Komite Audit ... 17

4. Karakteristik Keuangan Perusahaan ... 21

5. Struktur Kepemilikan ... 22

6. Kualitas Audit ... 24

B. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Karakteristik Keuangan Perusahaan Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 26

2. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 29

3. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 31

4. Pengaruh Karakteristik Komite Audit Tehadap Frekuensi Rapat Komite Audit ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data ... 36

B. Variabel dan Pengukuran Variabel ... 38

C. Metode Analisis Data ... 43

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A.Hasil Pengumpulan Data ... 49

B.Statistik Deskriptif ... 49

C.Pengujian Normalitas ... 53

D.Uji Asumsi Klasik ... 55

(10)

commit to user

x

b. Uji Autokorelasi ... 56

c. Uji Heteroskedastisitas ... 57

E. Pengujian Hipotesis ... 59

a. Uji Sigifikansi-F ... 60

b. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji Signifikansi-t) .. 61

c. Uji Koefisien Determinasi ... 65

F. Pembahasan ... 66

BAB V PENUTUP A.Simpulan ... 70

B.Keterbatasan ... 71

C.Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA

(11)

commit to user

xi DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel III. 1 Daftar KAP BIG 4 dan Afiliasinya ... 42

Tabel IV. 1 Hasil Pengambilan Sampel ... 4 9 Tabel IV. 2 Hasil Uji Statistik Deskrptif ... 50

Tabel IV. 3 Hasil Uji Normalitas Sebelum Outlier Data ... 54

Tabel IV. 4 Hasil Uji Normalitas Setelah Outlier Data ... 55

Tabel IV. 5 Hasil Uji Multikolinieritas ... 56

Tabel IV. 6 Hasil Uji Autokorelasi ... 57

Tabel IV. 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 58

Tabel IV. 8 Hasil Uji Signifikansi-F ... 60

Tabel IV. 9 Hasil Uji Signifikansi-t ... 61

(12)

commit to user

xii DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar II. 1 Kerangka Teoritis ... 35

(13)
(14)

commit to user

ABSTRACT

TIYAS NUR AMALINA F1308591

THE INFLUENCE OF FIRM FINANCIAL CHARACTERISTICS, OWNERSHIP STRUCTURE, AUDIT QUALITY AND CHARACTERISTICS OF AUDIT COMMITTEE RELATED TO FREQUENCY OF THE MEETING

AUDIT COMMITTEE IN COMPANIES LISTED IN THE INDONESIA STOCK EXCHANGE

The purpose of this research is to find empirical evidence related to the firm financial characteristics (firm size, leverage, loss of firm and firm growth), ownership structure (managerial ownership and institutional ownership), audit quality and characteristics of audit committee (the independence of audit committee, accounting expertise and finance and the size of the audit committee) to frequency of the audit committee meetings in companies listed in the Indonesia Stock Exchange.

This research uses secondary data which is obtained from the company’s financial report and the Indonesian Capital Market Directory (ICMD). The sample that used in this research is selected by purposive sampling. Based 398 companies listed in the Indonesia Stock Exchange in 2009, only 151 companies are eligible to be sampled in this research. Data analysis technique that used is multiple regression analysis.

The results showed that the research is partially variable firm size, loss of firm, managerial ownership, institutional ownership, audit quality, the independence of audit committee, accounting expertise and finance and the size of the committee affects to the frequency of meeting audit committee, while the leverage variable and firm growth partial no significant effect to the frequency of meeting audit committee. The percentation of the effect is 62.9% while the rest of 37.1% is explained by other variables outside the model research.

(15)

ABSTRAKSI

TIYAS NUR AMALINA F1308591

PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN

KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris terkait dengan karakteristik keuangan (ukuran perusahaan, leverage, rugi perusahaan dan pertumbuhan perusahaan), struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional), kualitas audit dan karakteristik komite audit (independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit) terhadap frekuensi rapat komite audit di perusahaan yang terdatar di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Dari 398 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009, hanya sebanyak 151 perusahaan saja yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian ini secara parsial variabel ukuran perusahaan, rugi perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kualitas audit, independensi komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit, sedangkan variabel leverage dan pertumbuhan perusahaan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap frekuensi rapat komite audit. Besarnya pengaruh tersebut adalah 62,9% sementara itu sisanya sebesar 37,1 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.

(16)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Good corporate governance (GCG) merupakan isu sentral di kalangan

masyarakat bisnis terkini. Isu ini mulai muncul dengan adanya krisis ekonomi

pada tahun 1997. Krisis tersebut terjadi akibat kurang transparannya

pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah. Selain

itu, adanya konsentrasi kepemilikan perusahaan pada pemegang saham

(keluarga) yang menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas pada

manajemen menjadi lebih besar sehingga menimbulkan konflik kepentingan

yang sangat menyimpang dari norma tata kelola perusahaan yang baik

(Achmad et al., 2009).

Untuk mengurangi konflik di antara pemegang saham dan manajemen,

menurut Mendez dan Gracia (2007) diperlukan adanya tata kelola perusahaan

yang baik. Salah satu mekanisme dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan

yang baik adalah dengan adanya pengawasan atau monitoring. Untuk

melakukan pengawasan pada perusahaan dapat dilakukan dengan pembentukan

komite audit. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM, Kep-29/PM/2004, tugas

komite audit adalah melakukan penelaahan atas informasi keuangan,

melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan

perundang-undangan di bidang pasar modal dan paraturan perperundang-undangan lainnya yang

berhubungan dengan kegiatan perusahaan, melakukan penelaahan atas

(17)

berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko

oleh direksi, dan melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan

komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten serta menjaga

kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.

Regulator menyakini bahwa komite audit mengawasi dan memantau

proses pelaporan keuangan termasuk pengendalian internal atas pelaporan

keuangan, kualitas informasi keuangan, dan proses jaminan yang diberikan

oleh auditor eksternal. Regulator percaya dan teori keagenan menjelaskan dan

memperkirakan, bahwa lebih sering rapat komite audit menunjukkan

ketekunan komite audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif

sehingga masalah keagenan diminimalkan (Raghunandan dan Rama, 2007).

Menurut Egon Zehnder dalam FCGI (2003), komite audit memberikan

suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan

penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen. Manfaat

ini diperoleh karena komite audit mampu membantu ke arah penguatan

independensi auditor eksternal perusahaan. Pada umumnya, komite audit

mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu laporan keuangan

(financial reporting), tata kelola perusahaan (corporate governance), dan

pengawasan perusahaan (corporate control).

Dalam pelaksanaan tugas tersebut, komite audit dapat melakukan

pertemuaan untuk membahas permasalahan yang dihadapi perusahaan. Oleh

karena itu, intensitas atau frekuensi rapat oleh komite audit dapat menujukkan

(18)

commit to user

perusahaan (Raghunandan dan Rama, 2007). Namun demikian, jumlah

frekuensi rapat komite audit yang harus dilakukan dalam tiap periodenya tidak

diatur dalam peraturan yang ada dan masih sangat sedikit bukti penelitian

terkait frekuensi rapat komite audit di Indonesia. Kondisi ini memotivasi

peneliti untuk melakukan penelitian faktor yang diduga berpengaruh terhadap

frekuensi rapat komite audit sebagai bentuk pelaksanaan tugas pengawasan

oleh komite audit.

Beberapa penelitian terkait frekuensi rapat komite audit telah dilakukan,

di antaranya Raghunandan dan Rama (2007) dan Sharma et al., (2009). Kedua

penelitian tersebut menggunakan karakteristik keuangan, struktur kepemilikan,

kualitas audit, karakterisitik komite audit dan dewan komisaris sebagai

faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi rapat komite audit.

Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi

kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan ini

dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem terkait

pelaporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut,

perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas

dari proses pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat

dicapai melalui audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002). Selain itu, proses

pengawasan juga dapat dilakukan dengan adanya monitoring internal yang

lebih besar (Raghunandan dan Rama, 2007). Oleh karena itu dimungkinkan

terjadi hubungan yang positif antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran

(19)

perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang lebih

besar oleh penyedia utang karena perusahaan dengan tingkat leverage yang

tinggi mempunyai risiko kebangkrutan yang tinggi sehingga menyebabkan

risiko yang tinggi pula bagi penyedia utang. Perusahaan-perusahaan dengan

leverage yang tinggi memerlukan pengawasan internal lebih dekat karena

perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset,

sehingga memberi kemungkinan untuk lebih sering terjadi rapat komite audit

(Raghunandan dan Rama, 2007). Sebaliknya, dalam pandangan teori keagenan

bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan bahwa

persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan demikian, pengawasan internal

seperti rapat komite audit akan mengalami penurunan.

Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian

cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Dechow et al., 1996) yang

menyebabkan terjadinya kebutuhan yang lebih besar terhadap pengawasan

internal. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa rugi yang dialami dan

dilaporkan oleh perusahaan berhubungan positif dengan komite audit dan

frekuensi rapat. Raghunandan dan Rama (2007) berpendapat bahwa

perusahaan yang menginginkan tingkat pertumbuhan melebihi infrastruktur

dan pengendalian internal perusahaan dapat menciptakan lingkungan yang

kondusif untuk penipuan (Loebbecke et al., 1989) dan manajemen laba

(Dechow et al., 1996). Oleh karena itu, perusahaan dengan kondisi tersebut

membutuhkan pengawasan yang lebih besar sehingga meningkatkan frekuensi

(20)

commit to user

Pengawasan eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme

kepemilikan saham oleh pihak institusional dan audit laporan keuangan oleh

kantor akuntan publik yang kompeten dan biasanya dinyatakan dengan kantor

akuntan publik yang termasuk dalam kelompok atau kategori Big 4 audit.

Pemegang saham institusional memiliki inisiatif untuk memonitor secara ketat

terhadap pihak manajemen dan memastikan perusahaan telah menerapkan

mekanisme pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan secara efektif

(Smith, 1996). Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan

yang positif antara kepemilikan institusional dan frekuensi rapat komite audit.

Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan proksi karakteristik

komite audit meliputi ukuran, keahlian akuntansi dan keuangan dan

independensi menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh terhadap

frekuensi rapat komite audit. Ukuran komite audit yang lebih besar

memberikan akses ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial,

sehingga memberikan pengawasan yang lebih efektif. Hal ini dapat

mengurangi permintaan frekuensi rapat. Sebaliknya, ukuran komite audit yang

lebih besar mungkin membentuk pengelolaan yang tidak efisien, sehingga

meningkatkan frekuensi rapat komite audit (Vafeas, 1999). Komite audit yang

memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan keragaman prespektif yang

lebih nyata dalam diskusi. Ukuran komite audit dapat dinyatakan dengan

jumlah anggota komite audit dalam sebuah perusahaan (Raghunandan dan

(21)

Anggota komite audit yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi

dan keuangan berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit, karena

anggota komite audit tersebut memberikan pengawasan yang lebih efektif

terkait dengan pelaporan keuangan perusahaan (Raghunandan dan Rama,

2007). Selain itu keberadaan seseorang yang ahli dibidang akuntansi dan

keuangan dalam komite audit dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam

pelaporan keuangan (Dechow et al., 1996), sehingga keberadaan anggota

komite audit yang mempunyai keahlian akuntansi dan keuangan tersebut

berhubungan negatif dengan pelaporan keuangan dan frekuensi rapat anggota

komite audit.

Kehadiran komite audit independen lebih efektif memfasilitasi

monitoring pelaporan keuangan (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996; Carcello

dan Neal, 2003) dan audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002; Abbott et al.,

2003). Hubungan empiris di antara komite audit dengan monitoring dijelaskan

oleh teori keagenan, yang berpendapat bahwa komite audit independen

memberikan pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Oleh karena itu,

penelitian ini mengharapkan terdapat hubungan positif di antara independensi

komite audit dan frekuensi rapat komite audit.

Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Raghunandan dan Rama

(2007) dengan perbedaan seperti berikut ini.

1. Sampel penelitian

Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan sampel perusahaan S & P

(22)

commit to user

penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia pada tahun 2009 dengan jumlah perusahaan 398.

2. Variabel penelitian

Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan variabel independen terdiri

dari market value, insider ownership, block holdings, laverage, loss, market

to book value, litigiousness, financing, AC size, % Accounting expert, %

other expert, CEOCHR, board size, board independent, Log (Board

Meetings), sementara penelitian ini menggunakan variabel penelitian yang

terdiri dari karakteristik keuangan perusahaan (ukuran perusahaan, leverage,

rugi perusahaan dan pertumbuhan perusahaan), struktur kepemilikan

(kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional), kualitas audit dan

karakteristik komite audit (independensi komite audit, keahlian akuntansi

dan keuangan dan ukuran komite audit).

3. Periode penelitian

Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan periode penelitian tahun

2003, sementara penelitian ini menggunakan periode penelitian tahun 2009

dengan alasan untuk memperoleh gambaran terkini atas perusahaan yang

menjadi sampel dalam penelitian.

Atas dasar paparan di atas, maka penelitian ini menguji pengaruh

karakteristik keuangan perusahaan, struktur kepemilikan, kualitas audit dan

karakteristik komite audit terhadap frekuensi rapat komite audit pada

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan judul penelitian

(23)

STRUKTUR KEPEMILIKAN, KUALITAS AUDIT DAN

KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT TERHADAP FREKUENSI

RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA”.

B.Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut ini.

1. Apakah karakteristik keuangan yang terdiri dari ukuran perusahaan,

leverage, rugi perusahaan dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh

terhadap frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia?

2. Apakah struktur kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan manajerial dan

kepemilikan institusional berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit

pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

3. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit

pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

4. Apakah karakterisik komite audit yang terdiri dari independensi komite

audit, keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit

berpengaruh frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat dinyatakan seperti

(24)

commit to user

1. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh karakterisik keuangan

perusahaan yang terdiri dari ukuran perusahaan, leverage, rugi perusahaan

dan pertumbuhan perusahaan terhadap frekuensi rapat komite audit pada

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh struktur kepemilikan

yang terdiri dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional

terhadap frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia.

3. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh kualitas audit terhadap

frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

4. Untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh karakterisik komite audit

yang terdiri dari independensi komite audit, keahlian akuntansi dan

keuangan dan ukuran komite audit terhadap frekuensi rapat komite audit

pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperoleh hasil

penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak berikut ini.

1. Bagi regulator (khususnya BAPEPAM)

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris terkait

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi rapat komite audit

sebagai bentuk pengawasan perusahaan dalam melaksanakan Good

(25)

kebijakan yang mendukung pelaksanaan Good Corporate Governance

untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Bagi investor

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi yang dapat dijadikan

bahan dalam keputusan berinvestasi terutama terkait dengan informasi

komite audit perusahaan dan pengawasan yang dilakukan, sehingga investor

dapat memperoleh gambaran efektifitas pengelolaan perusahaan dalam

rangka mencapai kinerja dan dapat mengoptimalisasikan keuntungan atas

investasi yang dilakukan.

3. Bagi perusahaan

Hasil penelitian dapat memberikan masukan untuk menelaah lebih lanjut

mengenai pengaruh karakteristik keuangan perusahaan, struktur

kepemilikan, kualitas audit dan karakteristik komite audit terhadap frekuensi

rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

sehingga perusahaan dapat mengambil kebijakan terkait pengawasan guna

pencapaian kinerja yang maksimal.

4. Bagi kalangan akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dan

tambahan bukti empiris dalam bidang akuntansi keuangan terutama yang

berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi rapat

(26)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Landasan Teori

1. Agency Theory

Teori keagenan menjelaskan hubungan antara agent (manajemen) dan

principal (pemilik usaha). Dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak

di mana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agen)

untuk melakukan sesuatu jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang

kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal (Jensen

dan Meckling, 1976). Pihak prinsipal juga dapat membatasi divergensi

tingkat kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak

kepada agen dan bersedia mengeluarkan biaya pengawasan (monitoring

cost) untuk mencegah moral hazard agen. Eisenhardt (1989) menyatakan

bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1)

manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2)

manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang

(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk

adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai

manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan

pribadinya (Jensen dan Meckling, 1976).

Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih

luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai

(27)

pada agency theory di mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan

dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan

penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang

menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk

mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan

peningkatan biaya enforcement-nya.

2. Good Corporate Governance

Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan

dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah

masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara

pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam

memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau

diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak

mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi

permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.

Good corporate governance (GCG) menurut Komite Nasional Kebijakan

Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar.

Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap

perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu

negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan

iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG oleh

(28)

commit to user

pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan

GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam

menegakkan good corporate governance pada umumnya di Indonesia. Saat

ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good corporate

governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang

bersih dan berwibawa.

Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang

menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,

pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern

lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan

kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (FCGI,

2003).

Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang

mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah

(value added) bagi semua stockholders dan stakeholders. Corporate

Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan

antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan

kinerja perusahaan. Dalam survey yang dilakukan oleh McKinsey,

menemukan bahwa ada kaitan erat antara penerapan corporate governance

dengan harga saham perusahaan. Hal ini disebabkan hampir 75% investor

menganggap keterbukaan informasi mengenai penerapan corporate

governance sama pentingnya dengan informasi laporan keuangan yang

(29)

corporate governance dapat meningkatkan kinerja perusahaan serta

meningkatkan kualitas laporan keuangan.

Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat memberikan

beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001).

a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses

pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi

operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada

stakeholders.

b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah

sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.

c. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di

Indonesia.

d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena

sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.

Corporate governance dalam hal ini adalah suatu set mekanisme yang

digunakan oleh shareholders untuk memastikan bahwa para manajer bekerja

untuk kepentingan terbaik bagi para shareholders. Para pemegang saham

atau shareholders dalam hal ini menjadi sangat berkepentingan terhadap

pelaksanaan good corporate governance dalam suatu perusahaan karena

mereka juga sangat berkepentingan dalam hal perlindungan terhadap

investasi yang mereka lakukan dapat dikelola secara baik oleh tim

manajemen yang handal. Melihat pentingnya penerapan good corporate

(30)

commit to user

menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance pada perusahaan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan

oleh Bapepam adalah dengan mewajibkan emiten atau perusahaan publik

untuk memiliki komisaris independen, CEO direktur independen, komite

audit, dan sekretaris independen.

Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang

dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)

adalah sebagai berikut ini.

a. Fairness (Keadilan)

Prinsip keadilan (fairness) merupakan prinsip perlakuan yang adil bagi

seluruh pemegang saham. Keadilan yang diartikan sebagai perlakuan

yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang

saham minoritas dan pemegang saham asing dari kecurangan, dan

kesalahan perilaku insider. Dalam melaksanakan kegiatannya,

perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang

saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran

dan kesetaraan.

b. Disclosure/Transparency

Transparansi adalah adanya pengungkapan yang akurat dan tepat pada

waktunya serta transparansi atas hal penting bagi kinerja perusahaan,

kepemilikan, serta pemegang kepentingan. Untuk menjaga obyektivitas

dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi

(31)

oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk

mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan

perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan

keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan

lainnya.

c. Accountability

Akuntabilitas menekankan pada pentingnya penciptaan sistem

pengawasan yang efektif berdasarkan pembagian kekuasaan antara

komisaris, direksi, dan pemegang saham yang meliputi monitoring,

evaluasi, dan pengendalian terhadap manajemen untuk meyakinkan

bahwa manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang

saham dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Perusahaan harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.

Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai

dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.

Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai

kinerja yang berkesinambungan.

d. Responsibility

Responsibility (responsibilitas) adalah adanya tanggung jawab pengurus

dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban

kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan

(32)

commit to user

dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab sosial,

menghindari penyalahgunaan wewenang kekuasaan, menjadi profesional

dan menjunjung etika dan memelihara bisnis yang sehat.

Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang

dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)

adalah fainess (keadilan), disclosure/transparency, accountability dan

responsibility.

Prinsip good corporate governance sebagai suatu praktis diharapkan

memberi keberhasilan kinerja bisnis. Dalam bahasa manajemen prinsip ini

layak disebut sukses apabila mampu membuat perusahaan beroperasi secara

efektif dan efisien untuk penambahan profit perusahaan. Untuk dapat

mewujudkan pelaksanaan keempat prinsip dasar tersebut, maka perusahaan

diwajibkan untuk mempunyai komisaris independen (board of directors),

presiden direktur independen, serta komite audit independen sebagai

pengawas proses pelaporan keuangan dan melakukan pengawasan terhadap

informasi keuangan .yang seharusnya tidak diketahui oleh publik.

3. Komite Audit

Sesuai dengan Kep 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk

oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan

perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan

perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem

(33)

penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak

manajemen dalam mengangani masalah pengendalian.

Sesuai dengan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan

komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua

komite audit. Anggota komite ini berasal dari komisaris hanya sebanyak

satu orang. Anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan

komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite

audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus

berasal dari pihak eksternal yang independen.

Pihak eksternal menurut surat edaran tersebut adalah pihak di luar

perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi, dan karyawan

perusahaan tercatat, sedangkan yang dimaksud independen adalah pihak di

luar perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan

afiliasi dengan perusahaan tercatat, komisaris, direksi dan pemegang saham

utama perusahaan tercatat dan mampu memberikan pendapat profesional

secara bebas sesuai dengan etika profesioanalnya, tidak memihak kepada

kepentingan siapapun.

Namun dalam Kep-29/PM/2004 diatur bahwa komite audit beranggotakan

minimal tiga orang yang independen dari perusahaan dan salah satunya

adalah ahli di bidang akuntansi. Salah seorang anggota komite audit harus

berasal dari anggota komisaris yang independen, sehingga anggota dewan

(34)

commit to user

Independensi yang dimiliki oleh angota dewan komisaris tersebut dan

anggota komite audit telah diatur pula dalam peraturan BAPEPAM tersebut,

diantaranya syarat keanggotaan komite audit adalah seperti berikut ini.

a. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik, kantor konsultan

hukum atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit, dan

atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang

bersangkutan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh

komisaris.

b. Bukan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk

merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau

perusahaan publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum

diangkat oleh komisaris, kecuali komisaris independen.

c. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada

emiten. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu

peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan

setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan pada pihak lain.

d. Tidak mempunyai :

1) hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat

kedua baik secara horizontal maupun vertikal dengan komisaris,

direksi, atau pemegang saham utama emiten, dan atau,

2) tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsun

(35)

Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang

mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara

lain:

a. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan

perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan

lainnya,

b. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan

perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan

lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan,

c. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor

internal,

d. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan

dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi,

e. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas

pengaduan yang berkaitan dengan emiten, dan

f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.

Komite audit dapat mengadakan pertemuan secara periodik sebagaimana

ditetapkan oleh komite audit sendiri. Komite audit dapat mengadakan sesi

pertemuan eksekutif dengan auditor independen dan manajemen organisasi

secara periodik. Ketua komite audit wajib melaporkan aktivitas komite audit

kepada dewan. Komite audit melaksanakan pemeriksaan internal tahunan

(36)

commit to user

dan menilai kembali piagam pendiriannya, dan merekomendasikan

perubahan yang diperlukan kepada dewan pengawas.

Komite audit memiliki otoritas untuk meminta jasa pengacara, akuntansi,

dan konsultasi independen lainnya, sebagaimana diperlukan untuk

mendukung tugas-tugasnya. Komite audit memiliki otoritas tunggal untuk

menyetujui biaya terkait dan hak yang berkaitan. Ketua komite audit dapat

dihubungi secara langsung oleh auditor independen (1) untuk meninjau

hal-hal sensitif yang mungkin mempengaruhi akurasi pelaporan keuangan atau

(2) mendiskusikan isu-isu signifikan yang berkaitan dengan tanggung jawab

dewan secara keseluruhan yang mungkin telah dikomunikasikan dengan

manajemen namun, menurut penilaian mereka, mungkin memerlukan tindak

lanjut oleh komite audit.

4. Karakteristik Keuangan Perusahaan

Karakteristik keuangan perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah ukuran perusahaan, leverage, rugi perusahaan dan pertumbuhan

perusahaan. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dinyatakan dengan

total aset perusahaan. Perusahaan besar memiliki kompleks dan dispersi

kepemilkan yang lebih besar menciptakan potensi masalah keagenan yang

lebih besar terkait pelaporan keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut,

perusahaan-perusahaan besar membutuhkan pengawasan lebih luas dari

proses pelaporan keuangan mereka, yang dapat dicapai melalui audit

eksternal (Carcello et al., 2002). Selain itu, perusahaan besar membutuhkan

(37)

Leverage yang tinggi menunjukkan masalah yang lebih besar dan

pemantauan yang lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan dengan

leverage tinggi memerlukan pengawasan internal lebih tinggi karena

perusahaan tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan

aset, sehingga memberi kesan lebih sering pertemuan komite audit

(Raghunandan dan Rama, 2007). Teori keagenan berpendapat bahwa

penyedia utang terus memantau perusahaan untuk memastikan persyaratan

utang tidak dilanggar dengan demikian, permintaan untuk pengawasan

internal seperti rapat komite audit lebih besar kecenderungan untuk turun.

Manajemen perusahaan yang mengalami rugi cenderung untuk terlibat

dalam manajemen laba (Beasley, 1996) yang menempatkan permintaan

yang lebih besar pada pengawasan internal. Raghunandan dan Rama, (2007)

menyatakan bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin

melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan

lingkungan yang kondusif untuk manipulasi dan manajemen laba (Beasley,

1996). Oleh karena itu, potensi perilaku oportunistik oleh manajemen di

perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung tinggi

sehingga dapat meningkatkan kebutuhan pengawasan perusahaan melalui

frekuensi rapat komite audit.

5. Struktur Kepemilikan

Dalam penelitian ini struktur kepemilikan yang digunakan adalah

kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Kepemilikan

(38)

commit to user

perusahaan. Kepemilikan ini merupakan konsekuensi adanya kompensasi

kepemilkan saham yang diberikan oleh perusahaan pada manajemen.

Tujuan adanya kepemilikan manajerial adalah untuk dapat meningkatkan

kinerja dan nilai perusahaan. Dengan adanya kepemilikan manajerial, maka

manajemen perusahaan sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan.

Oleh karena manajemen adalah pemegang saham perusahaan, maka setiap

tindakan atau keputusan yang diambil oleh manajemen akan berhati-hati

sehingga dapat meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan. Kepemilikan

manajerial menyebabkan kebutuhan pengawasan terhadap operasional

perusahaan yang lebih rendah, sehingga dapat menurunkan frekuensi rapat

komite audit perusahaan (Sharma et al., 2009)

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang

dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank,

perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008).

Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor

manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan

mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring

tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham,

pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui

investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan

institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih

besar oleh pihak investor institusional. Menurut Barnae dan Rubin (2005)

(39)

memiliki inisiatif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan.

Begitu pula penelitian Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh

institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan

untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Penelitian Smith (1996)

menunjukkan bahwa aktivitas monitoring institusi mampu mengubah

struktur pengelolaan perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran

pemegang saham. Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain :

a. Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat

menguji keandalan informasi.

b. Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih

ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.

6. Kualitas Audit

De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas

audit sebagai kemungkinan (joint probability) di mana seorang auditor akan

menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi

kliennya. Kemungkinan auditor akan menemukan salah saji tergantung pada

kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan

salah saji tergantung pada independensi auditor. Kualitas audit ini sangat

penting karena kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan

keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus

memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002: 47) ada 8

(40)

commit to user

a. Tanggung jawab profesi.

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional

dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

b. Kepentingan publik.

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka

pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan

menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

c. Integritas.

Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan

intregitas setinggi mungkin.

d. Objektivitas.

Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan

kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

e. Kompetensi dan kehati-hatian profesional.

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati,

kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk

mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional.

f. Kerahasiaan.

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh

selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau

mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.

(41)

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi

yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

h. Standar Teknis.

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar

teknis dan standar profesional yang relevan.

Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia

(IAI), dalam hal ini adalah standar auditing.

Auditor Big 4 sering dianggap dapat menyediakan audit dengan kualitas

tinggi. Kualitas audit yang lebih baik diasosiasikan dengan kurangnya

kemungkinan adanya masalah pelaporan keuangan (Dechow et al, 1996).

Auditor Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat

firma jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani

mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan

tertutup. Dalam teori lain, DeAngelo (1981) menunjukkan bahwa Big Four

auditor dengan mempertaruhkan reputasi, lebih bersemangat untuk

memastikan bahwa laporan keuangan klien mereka benar-benar

mencerminkan transaksi yang mendasar. Kantor audit yang termasuk Big 4

adalah PricewaterhouseCoopers, Deloitte Touche Tohmatsu, Ernst & Young

dan KPMG.

B.Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Karakteristik Keuangan Perusahaan Terhadap Frekuensi

(42)

commit to user

Perusahaan besar mempunyai komplektisitas dan memiliki dispersi

kepemilikan yang lebih besar dibanding dengan perusahaan kecil. Keadaan

ini dapat menciptakan potensi yang lebih besar terjadinya agency problem

terkait pelaporan keuangan. Perusahaan besar yang menghadapi pengawasan

dan tuntutan yang lebih besar atau lebih banyak dari pemakai laporan

keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan-perusahaan besar

membutuhkan pengawasan atau monitoring yang lebih luas dari proses

pelaporan keuangan. Proses pengawasan yang dimaksud dapat dicapai

melalui audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002). Dengan mekanisme audit

eksternal yang dilakukan oleh auditor independen, maka kewajaran laporan

keuangan perusahaan dapat dinyatakan dan auditor eksternal juga dapat

menjadi penengah yang bebas dari kepentingan serta dapat memberi

assurance atas kewajaran laporan keuangan secara professional.

Selain audit eksternal, proses pengawasan juga dapat dilakukan dengan

adanya monitoring internal yang lebih besar (Raghunandan dan Rama,

2007). Pengawasan internal yang dimaksud dapat dilakukan oleh dewan

direksi, dewan komisaris maupun komite audit sesuai dengan

kewenanganya. Oleh karena itu dimungkinkan terjadi hubungan yang positif

antara frekuensi rapat komite audit dan ukuran perusahaan.

Di samping ukuran perusahaan, karakteristik keuangan perusahaan juga

dapat ditunjukkan dengan leverage (Raghunandan dan Rama, 2007).

Leverage merupakan perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah

(43)

perusahaan akan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban

dengan ekuitas yang dimilikinya. Tingkat leverage yang tinggi pada sebuah

perusahaan menunjukkan masalah yang lebih besar dan pengawasan yang

lebih besar oleh penyedia utang. Perusahaan-perusahaan dengan leverage

yang tinggi memerlukan pengawasan internal lebih dekat karena perusahaan

tersebut cenderung untuk terlibat dalam manipulasi laba dan aset, sehingga

memberi kemungkinan untuk lebih sering terjadi rapat komite audit

(Raghunandan dan Rama, 2007). Sebaliknya, dalam pandangan teori

keagenan bahwa penyedia utang terus memantau perusahaan untuk

memastikan persyaratan utang tidak dilanggar. Dengan demikian,

permintaan untuk pengawasan internal seperti rapat komite audit lebih besar

menurun.

Manajemen perusahaan yang mengalami dan melaporkan kerugian

cenderung untuk terlibat dalam manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et

al., 1996; Abbott et al., 2003) yang menyebabkan terjadinya kebutuhan yang

lebih besar terhadap pengawasan internal. Oleh karena itu, dapat dinyatakan

bahwa kerugaian yang dialami dan dilaporkan oleh perusahaan berhubungan

positif dengan komite audit dan frekuensi rapat. Raghunandan dan Rama

(2007) berpendapat bahwa perusahaan menekankan pertumbuhan mungkin

melebihi infrastruktur dan pengendalian internal, sehingga menciptakan

lingkungan yang kondusif untuk penipuan (Loebbecke et al., 1989) dan

manajemen laba (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996). Oleh karena itu,

(44)

commit to user

perusahaan yang tinggi menunjukkan adanya hubungan negatif antara

peluang pertumbuhan perusahaan dan frekuensi rapat komite audit.

Atas dasar uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian dapat dirumuskan

seperti berikut ini.

H1a = ukuran perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi rapat

komite audit

H1b = leverage perusahaan berpengaruh terhadap frekuensi

rapat komite audit

H1c = rugi yang dilaporkan perusahaan berpengaruh terhadap

frekuensi rapat komite audit

H1d = pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap

frekuensi rapat komite audit

2. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Frekuensi Rapat Komite

Audit

Menurut pandangan teori agensi bahwa kepemilikan oleh manajemen dan

direksi adalah pedang bermata dua yang mempengaruhi biaya agen

(misalnya, Jensen dan Meckling, 1976; Shleifer dan Vishny, 1997). Secara

khusus, kepemilikan oleh manajemen dan direksi mengurangi biaya agen

karena kepemilikan saham dalam perusahaan yang memotivasi manajemen

dan direksi untuk berperilaku seperti pemegang saham. Oleh karena itu,

kepemilikan oleh manajemen dan direksi sebagian dapat menggantikan

mekanisme pengawasan (Fama dan French, 2001). Penelitian sebelumnya

(45)

manajemen dan direksi yang tinggi dapat mengakibatkan salah pelaporan

keuangan dan pengambilalihan dari pemegang saham minoritas (Fan dan

Wong, 2002) dan keadaan tersebut menunjukkan permintaan untuk

pengawasan internal yang lebih besar. Oleh karena itu, dapat dinyatakan

bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan manajemen dan frekuensi

rapat komite audit.

Kouki dan Guizani (2009) menyatakan bahwa kepemilikan institusional

yang besar merupakan cara untuk monitoring agent. Peningkatan

kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost atas debt dan

insider ownership karena semakin besar kepemilikan institusional maka

akan dapat mengurangi terjadinya konflik antara kreditur dan manajer, dan

akhirnya dapat menekan biaya keagenan. Graves dan Waddock (1994)

menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara jumlah institusi

yang memiliki saham dan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan dan

dikuatkan oleh penelitian Mahoney dan Robert (2003) yang menemukan

hubungan positif dan signifikan antara kinerja sosial perusahaan dan jumlah

kepemilikan institusional.

Kircmaier dan Grant (2006) melakukan penelitian tentang struktur

kepemilikan perusahaan dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan blockholder akan

berpengaruh terhadap tata kelola perusahaan yang akan mempengaruhi

kinerja perusahaan. Para pelaku pasar akan merespon peningkatan kinerja

(46)

commit to user

bahwa struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja dan

nilai perusahaan.

Pemegang saham institusional memiliki inisiatif untuk memonitor secara

ketat terhadap pihak manajemen dan memastikan perusahaan telah

menerapkan mekanisme pengelolaan perusahaan yang telah ditetapkan

secara efektif (Shleifer dan Vishny, 1997; Smith, 1996). Oleh karena itu

dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepemilikan

institusional dan frekuensi rapat komite audit.

Atas dasar uraian di atas, maka hipotesis penelitian dapat dinyatakan seperti

berikut ini.

H2a = kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap frekuensi

rapat komite audit

H2b = kepemilikan institusional berpengaruh terhadap frekuensi

rapat komite audit

3. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Frekuensi Rapat Komite Audit

Kantor akuntan publik yang termasuk dalam kategori Big 4 auditor sering

dianggap dapat memberikan audit berkualitas tinggi. Audit kualitas yang

lebih tinggi terkait dengan kemungkinan berkurangnya dari masalah

pelaporan keuangan (Dechow et al., 1996) dan pengendalian internal yang

lebih efektif (Doyle et al., 2007). Knechel dan Willekens (2006)

mengandaikan bahwa perusahaan Big 4 audit adalah pengganti untuk

monitoring internal khususnya di pasar modal di negara sedang berkembang

(47)

ini memperkirakan adanya hubungan negatif antara kualitas audit (auditor

BIG 4) dan frekuensi rapat komite audit.

Atas dasar uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat

dinyatakan seperti berikut ini.

H3 = kualitas audit berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite

audit

4. Pengaruh Karakterisik Komite Audit Terhadap Frekuensi Rapat

Komite Audit

Komite audit bertugas mewakili dan membantu dewan direksi untuk

mengawasi proses pelaporan akuntansi dan keuangan, audit laporan

keuangan dan pengendalian internal, dan fungsi-fungsi audit. Manajemen

bertanggung jawab atas (a) persiapan, penyajian, dan integritas laporan

keuangan; (b) prinsip-prinsip pelaporan akuntansi dan keuangan; (c)

pengendalian internal dan prosedur organisasi yang sesuai dengan standar

akuntansi keuangan serta hukum dan peraturan yang berlaku. Kantor

akuntan publik independen, yang ditunjuk untuk memeriksa organisasi,

bertanggung jawab untuk melakukan audit secara independen atas laporan

keuangan konsolidasi berdasarkan standar auditing yang berlaku umum dan

menyatakan pendapat atas laporan keuangan konsolidasi berdasarkan audit

mereka.

Kalbers dan Fogarty (1993) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi

(48)

commit to user

kewenangan formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas

atau kompetensi anggota komite audit.

Dengan kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi melalui

pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak terkait, diharapkan fungsi dan

peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat

mengidentifikasi kemungkinan adanya praktek manajemen laba yang

oportunistik. Raghunandan dan Rama (2007) menggunakan karakteristik

komite audit dalam penelitian yang menguji pengaruh karakteristik komite

audit terhadap kualitas laba yang terbagi menjadi independensi anggota

komite audit, keahlian di bidang akuntansi dan keuangan dari anggota

komite audit, dan frekuensi rapat anggota komite audit. Karakteristik komite

audit juga digunakan dalam penelitian Sharma et al., (2009), hanya saja

karakteristik komite audit yang digunakan meliputi ukuran komite audit,

keahlian anggota komite audit di bidang akuntansi dan keuangan, dan

independensi komite audit. Karakeristik komite audit meliputi independensi

komite audit, keahlian akuntansi dan keuangan komite audit, ukuran komite

audit. Kehadiran komite audit independen lebih efektif memfasilitasi

monitoring pelaporan keuangan (Beasley, 1996; Dechow et al., 1996;

Carcello dan Neal, 2003) dan audit eksternal (Carcello dan Neal, 2002;

Abbott et al., 2003). Hubungan empiris di antara komite audit dengan

monitoring dijelaskan oleh teori keagenan, yang berpendapat bahwa komite

audit independen memberikan pengawasan yang efektif terhadap

(49)

audit dapat memberikan pengawasan yang lebih efektif sehingga dapat

menurunkan frekuensi rapat komite audit, karena anggota komite audit yang

mempunyai keahlian akuntansi dan keuangan dapat mengurangi tingkat

kesalahan pelaporan keuangan perusahaan (Dechow et al., 1996;

Raghunandan dan Rama, 2007). Raghunandan dan Rama (2007)

menyatakan bahwa ukuran dewan dan komite audit baik dapat

meningkatkan atau menurunkan permintaan untuk rapat lebih sering.

Ukuran dewan direksi yang lebih besar dan komite audit memberikan akses

ke sumber daya yang lebih besar dan bakat manajerial, sehingga

memberikan pengawasan yang lebih efektif. Hal ini dapat mengurangi

permintaan untuk rapat lebih sering. Sebaliknya, dewan dan komite audit

yang lebih besar mungkin membentuk pegelolaan yang tidak efisien,

sehingga menghasilkan lebih sering rapat komite audit (Vafeas, 1999).

Memiliki anggota lebih banyak bisa menyebabkan keragaman perspektif

yang lebih nyata dalam diskusi. Atas dasar uraian di atas, hipotesis

penelitian ini dapat dinyatakan seperti berikut ini.

H4a = independensi komite audit berpengaruh terhadap

frekuensi rapat komite audit

H4b = keahlian akuntansi dan keuangan komite audit

berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit

H4c = ukuran komite audit berpengaruh terhadap frekuensi

(50)

commit to user

C.Kerangka Teoritis

Gambar II.1 Kerangka Teoritis

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Keuangan

Perusahaan

ƒ Ukuran perusahaan

ƒ Leverage

ƒ Rugi perusahaan

ƒ Pertumbuhan perusahaan

Kualitas Audit Struktur Kepemilikan

ƒ Kepemilikan manajerial

ƒ Kepemilikan institusional

Karakteristik Komite Audit

ƒ Independensi komite audit

ƒ Keahlian akuntansi dan keuangan

ƒ Ukuran komite audit

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian yang melakukan pengujian hipotesis

dan bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen. Varaibel independen yang diuji dalam penelitian

ini meliputi karakteristik keuangan perusahaan (ukuran perusahaan, leverage,

rugi perusahaan dan pertumbuhan perusahaan), struktur kepemilikan

(kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional), kualitas audit dan

karakteristik komite audit (independensi komite audit, keahlian akuntansi dan

keuangan dan ukuran komite audit). Sementara variabel dependen dalam

penelitian ini adalah frekuensi rapat komite audit dalam satu periode pelaporan

keuangan atau satu tahun.

Populasi merupakan kelompok orang, kejadian, atau peristiwa yang

menjadi perhatian para peneliti untuk diteliti (Sekaran, 2003). Populasi yang

digunakan sebagai sample frame penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang

go public di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009.

Sampel adalah bagian dari populasi yang terdiri dari elemen-elemen yang

diharapkan memiliki karakteristik yang mewakili populasinya (Sekaran, 2003).

Sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian dipilih secara purposive

(52)

commit to user

sudah ditentukan. Kriteria yang digunakan untuk menjadi anggota sampel

adalah sebagai berikut ini.

1. Perusahaan go public dan terdaftara di Bursa Efek Indonesia per 1 Januari

2009.

2. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan tahunan (annual report) dan

laporan keuangan tahunan (financial report) untuk tahun 2009.

3. Perusahaan tersebut menyajikan seluruh data dan informasi yang diperlukan

dalam pengukuran variabel pada laporan tahunan dan laporan keuangan

tahunan.

Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu informasi yang

diperoleh dari pihak lain (Sekaran, 2003). Alasan menggunakan data sekunder

dengan pertimbangan bahwa data ini mudah untuk diperoleh dan memiliki

waktu yang lebih luas serta mempunyai validitas data yang dapat

dipertanggungjawabkan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari

data seperti berikut ini.

a. Daftar perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2009 yang

diperoleh dari www.idx.co.id.

b. Laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan tahunan (financial

report) perusahaan yang terpilih menjadi sampel yang diperoleh dari

www.idx.co.id., Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan website

(53)

B.Variabel dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini menggunakan dua variabel yang diuji secara sistematis,

yaitu seperti berikut ini.

1. Variabel independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel-variabel seperti

berikut ini.

a. Karakteristik keuangan perusahaan

Karakteristik keuangan perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan

variabel berikut ini.

(1) Ukuran perusahaan (SIZE)

Variabel ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan

total aset perusahaan. Menurut Sharma et al., (2009) variabel ini

diukur dengan menggunakan nilai logaritma natural (Ln) atas jumlah

total aset perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian.

Penggunaan logaritma natural (Ln) dimaksudkan untuk memperoleh

hasil output yang lebih mudah diinterpretasikan karena variabel ini

menggunakan data absolute, sementara data untuk variabel lain

menggunakan angka rasio.

(2) Leverage (LEV)

Leverage keuangan merupakan penggunaan sumber dana yang

memiliki biaya tetap bagi perusahaan, yaitu utang pokok (untuk

membayar bunga), saham preferen (membayar deviden), dan sewa

(54)

commit to user

hutang jangka panjang dibagi dengan total ekuitas Sharma et al.,

(2009). Penelitian ini menggunakan debt to equity ratio sebagai

proksi leverage keuangan perusahaan.

LEV =

(3) Rugi perusahaan (LOSS)

Variabel losses dalam penelitian ini dinyatakan dengan

menggunakan dummy variable. Untuk perusahaan yang melaporkan

rugi dalam laporan keuangan tahunannya dilambangkan dengan

angka 0, dan sebaliknya untuk perusahaan yang melaporkan laba

dalam laporan keuangannya dilambangkan dengan angka 1 (Sharma

et al., 2009).

(4) Pertumbuhan perusahaan (GROWTH)

Pertumbuhan perusahaan (GROWTH) dalam penelitian ini

diproksikan dengan Market to book value ratio (MBVER).

Penggunaan MBVER sebagai proksi pertumbuhan ini berdasar pada

pemikiran bahwa harapan pertumbuhan perusahaan dinyatakan,

paling tidak, secara parsial dalam harga saham, sehingga perusahaan

bertumbuh akan memiliki nilai pasar lebih tinggi relatif terhadap

ekuitas yang dimiliki (Pagalung, 2002). Market to book value ratio

dinilai dengan jumlah lembar saham beredar dikalikan dengan harga

penutupan saham dibagi dengan total ekuitas perusahaan. Data

jumlah saham beredar dan harga penutupan saham diambil dari

(55)

perusahaan. Adapun rumus penentuan GROWTH adalah sebagai

berikut ini (Pagalung, 2002).

GROWTH =

b. Struktur kepemilikan

Struktur kepemilikan dalam penelitian ini dinyatakan dengan dua

variabel berikut ini.

(1) Kepemilikan manajerial (MANOWN)

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan modal yang

dipegang oleh pihak manajemen dalam perusahaan. Kepemilikan

dapat dilihat dari konsentrasi kepemilikan atau persentase saham

yang dimiliki oleh manajemen yang tercantum dalam daftar

pemegang saham. Namun dalam penelitian ini, variabel kepemilikan

manajerial diukur dengan skala nominal, yaitu hanya dibedakan

antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial atau tidak, dengan

tidak melihat berapa besar persentase kepemilikan manajerialnya di

masing-masing perusahaan tersebut. Pengukuran dilakukan dengan

memberikan nilai 0 untuk perusahaan yang mempunyai kepemilikan

manajerial dan 1 untuk perusahaan tanpa kepemilikan manajerial,

karena variabel ini merupakan variabel dummy (Kirchmaier, et al.,

2006). Penggunaan varaibel dummy dalam variabel kepemilikan

manajerial didasari pada alasan bahwa tidak semua perusahaan yang

terdaftar di BEI mempunyai kepemilikan manajerial, sehingga

Gambar

Tabel III. 1   Daftar KAP BIG 4 dan Afiliasinya  ..................................
Gambar II. 1
Gambar II.1
Tabel III. 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil penilaian tanggapan responden terhadap variabel kehandalan memiliki presepsi yang kurang baik terhadap tingkat kesalahan atau eror yang ada dalam layanan

Walaupun pelajar telah mendapat pendedahan tentang pendidikan, pelbagai program keusahawanan, dan kemahiran ICT, namun masih tidak dapat mendorong pelajar untuk

kritis, aktivitas belajar dan keterampilan mengajar guru. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara untuk memperoleh data awal, tes untuk memperoleh data nilai siswa,

Potensi pada sektor pertanian yang terdapat pada Kabupaten Musi Rawas Utara adalah dapat dilihat dari sisi penggunaan lahan dan jenis tanah yang ada; sistem

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui laju pertumbuhan penduduk dataran tinggi dan dataran rendah di kabupaten Gowa pada tahun 2022 dengan menggunakan metode

Dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan bagi perusahaan media massa yang melakukan konvergensi agar lebih meningkatkan pengembangan platform media mereka baik

benar di bawah 50 %. Dalam hal ini ada 12 item atau 30% kemampuan yang diuji dari 40 kemampuan yang diuji, dimana persentase siswa menjawab benar di bawah 50 % pada

Namun demikian, upaya peningkatan mutu dan daya saing perguruan tinggi harus terus dilakukan, termasuk peningkatan mutu dan relevansi Lembaga Pendidikan dan