PERBEDAAN TINGKAT KEPATUHAN PASIEN HEMODIALISA
BERDASARKAN JENIS KELAMIN DALAM MEMATUHI DIET
DI RSUD.Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Asmaul Husna
121121036
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah Nya Saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perbedaan Tingkat Kepatuhan Pasien Hemodialisa
Berdasarkan Jenis Kelamin dalam Mematuhi Diet Di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan”. skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang memberikan pemikiran berharga baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati,S.Kp,MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Nunung Febriany Sitepu, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan baik.
4. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, SP.KMB selaku dosen penguji I dan Bapak Asrizal, S.Kep, Ns, WOC(ET)N selaku penguji II.
5. Seluruh dosen pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik dan memberikan ilmu yang berharga kepada penulis selama proses akademik dan seluruh staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara
administrasi.
6. Direktur RSU Dr. Pirngadi Kota Medan yang telah memberikan izin penelitian.
8. Teristimewa kepada keluarga tercinta ayahanda Drs. Yusran dan Ibunda Ernalisa, S.Pd yang senantiasa memberikan semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan baik. Adik-adikku tersayang Khaira Kawa Dita dan Ilham Ramadhan terima kasih atas doa yang telah diberikan.
9. Terkhusus untuk Edi Saputra, ST terima kasih untuk dukungan dan doa yang diberikan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara,
khususnya stambuk 2012 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam menyusun skripsi ini, terutama kepada mukti Ali, Rahmat Maruli, Restu, Wan Asta, dan
halima.
11. Terkhusus untuk kakak-kakakku Melani Fitria, Devi, Via, dan Indah terima kasih atas doa dan semangat serta arahannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam menyelesaikan proposal maupun dalam
menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.
Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunianya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat
nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khusunya ilmu keperawatan.
Medan, Januari 2014
DAFTAR ISI
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL... 31
1. Kerangkan Penelitian 2. Kerangka konsep ... 31
3. Defenisi Operasional ... 33
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 33
1. Desain Penelitian... 33
2. Populasi dan Sampel ... 33
3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
4. Etika Penelitian ... 35
5. Alat Pengumpulan Data ... 36
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 37
Bagian Akhir
1. Daftar Pustaka 2. Inform Consent 3. Instrumen penelitian 4. Hasil Uji Reliabel 5. Hasil Uji Normalitas
6. Hasil Uji t- test Independent 7. Surat Permohonan Valid 8. Surat Pernyataan Selesai Valid 9. Surat keterangan survei awal
10.Surat keterangan Selesai survei awal
11.Surat Keterangan Pengambilan Data Penelitian 12.Surat Keterangan Selesai Penelitian
13.Surat Etika Clearence 14.Surat pernyataan terjemahan 15.Jadwal Tentatif
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Pada Pasien GGK ... 27
... Tabel 2.2. Makanan Sumber Protein ... 27
Tabel 2.3. Makanan Sumber Natrium ... 28
Tabel 2.4. Makanan Sumber Kalium ... 28
Tabel 2.5. Tabel Definisi Operasional ... 33
Tabel.5.1 Distribusi Frekeuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik Responden Pasien Hemodialisa Pria dan Wanita di RSU Dr. Pirngadi Medan ... 41
Tabel 5..2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kepatuhan Pasien Hemodialisa Pria dan Wanita dalam Mematuhi Diet ... 42
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Hemodialisa ... 10 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 32
LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka 2. Inform Consent 3. Instrumen penelitian 4. Hasil Uji Reliabel 5. Hasil Uji Normalitas
6. Hasil Uji t- test Independent 7. Surat Permohonan Valid 8. Surat Pernyataan Selesai Valid 9. Surat keterangan survei awal
10.Surat keterangan Selesai survei awal
11.Surat Keterangan Pengambilan Data Penelitian 12.Surat Keterangan Selesai Penelitian
13.Surat Etika Clearence
14.Surat Pernyataan Terjemahan 15.Jadwal Tentatif
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversibel. Tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit, yang akhirnya menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah), sehingga terapi pengganti
ginjal diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien (Brunner & Sudarth, 2002).
Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisa, peritoneal dialisa dan transplantasi
ginjal. Saat ini hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Data dari USRDS (United States Renal Data System) menyebutkan bahwa di Amerika Serikat lebih dari 65% klien
dengan ESRD mendapatkan terapi hemodialisis (Smelzer, et al, 2008). Di Indonesia data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, dikatakan bahwa terjadi peningkatan klien HD
sebesar 5,2%, dari 2.148 orang pada tahun 2007 menjadi 2.260 pada tahun 2008 (Soelaiman, 2009 dalam Farida 2010).
Hemodialisa akan mencegah kematian, namun hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit. Pasien dengan hemodialisa tidak mampu lagi mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal sehingga akan
berdampak pada kualitas hidup pasien. Pasien harus menjalani terapi hemodialisa sepanjang hidupnya, biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi (Smeltzer, 2002 dalam Handayani, 2011).
Pasien yang menjalani terapi hemodialisa, harus mengikuti intervensi diet. Diet yang berimbang diperlukan untuk tetap menjaga kondisi yang baik ketika ginjal sudah tidak
baik tersebut, pasien harus mengkonsumsi jenis dan jumlah makanan yang tepat setiap hari. Pasien diharapkan mendapatkan asupan protein, kalori, cairan, vitamin dan mineral
yang cukup sesuai kebutuhan tubuh. Diet yang baik untuk pasien dialisis adalah kecukupan dalam asupan protein, kecukupan kalori, rendah kalium, rendah natrium,
rendah fosfor dan cairan yang terkontrol (Cahyaningsih, 2010, dalam Handayani, 2011). Pengaturan diet harus diberikan dalam jangka panjang, sehingga ada kemungkinan penderita tidak mematuhinya yang akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dari
pengaturan diet tersebut. Saat ini ketidakpatuhan pasien terhadap suatu program terapi yang salah satunya adalah pengaturan diet telah menjadi masalah serius yang di hadapi
tenaga kesehatan professional (Niven, 2002). Penelitian Salmah pada tahun 2004 di RS dr. M. Djamil Padang terhadap 42 orang pasien gagal ginjal terdapat 38,1% patuh terhadap diet dan 61,9% tidak patuh terhadap diet.
Ketidakpatuhan terhadap diet akan menyebabkan penumpukan kadar ureum didalam tubuh sehingga akan menjadi toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut
secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. ketidakpatuhan terhadap asupan cairan yang berlebih juga dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta udema paru (Brunner & Sudarth, 2002).
Riset yang dilakukan oleh Bame, petersen & Wray, 1993; Bleyer, et al 1999; dalam Kim, (2010), mengenai kepatuhan klien ERSD (End Stage Renal Disease) yang mendapat
terapi hemodialisis didapatkan hasil yang sangat bervariasi. Hasil yang paling tinggi adalah ketidakpatuhan mengikuti program diet (1,2 – 82,4 %). Pasien yang tidak patuh terhadap diet tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup, meningkatnya biaya perawatan
Penelitan Yuliaw (2009) dalam Aguswina (2012) yang meneliti karakteristik pasien gagal ginjal kronik berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa responden laki-laki
mempunyai kualitas hidup lebih jelek dibandingkan perempuan.
Hasil penelitian Syamsiah (2011) di Rumah Sakit RSUPAU Dr. Esnawan Halim
Perdana Kususma Jakarta, Terdapat perbedaan kepatuhan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa berdasarkan jenis kelamin, dimana pria lebih patuh dari pada wanita. Riset yang dilakukan oleh Saran et al, (2003) dalam Kamerrer, (2007) didapatkan
bahwa perempuan memiliki prediktor yang kuat untuk ketidakpatuhan terutama untuk IDGW (Interdialytic Weight Gain) berlebihan.
Pria dan wanita memiliki perbedaan dalam beberapa aspek. Diantaranya adalah dalam cara berespon, bertindak, dan bekerja di dalam situasi yang mempengaruhi setiap segi kehidupan. Perempuan umumnya dipengaruhi banyak faktor dalam mempertahankan suatu
perilaku disamping biasanya perempuan lebih labil dibandingkan laki-laki lebih stabil dalam mempertahankan keyakinan maupun perilakunya (Syamsiah, 2011).
Penelitian Situmorang tahun (2010) di RSUD Dr. Pirngadi Medan didapatkan hasil karakteristik berdasarkan umur 54-62 tahun menunjukkan jumlah yang tertinggi. Pola makan, jenis, jumlah dan frekuensi belum baik sehingga asupan energi, proteinnya secara
umum berada pada kategori tidak baik, sedangkan asupan kalium dan natrium umumnya berada pada kategori tidak baik. Asupan air pada umumnya berada pada kategori lebih.
Berdasarkan hasil survei yang peneliti lakukan dibeberapa rumah sakit di kota Medan pada tahun 2013, diantaranya adalah Rumah sakit Haji, didapatkan 31 pasien, angka kejadian tidak patuh terhadap diet sedikit, dan berat badan berlebih paling tinggi adalah 3
dan kejadian ketidakpatuhan diet dalam bulan April ada sebanyak 5 orang dan berat badan berlebih hingga 5 kg.
Hasil studi pendahuluan di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang dilakukan Handayani (2011), terdapat sekitar 15 % pasien dengan jadwal hemodialisa lebih cepat dari jadwal
yang seharusnya, 20 % datang dengan keadaan sesak, 30% yang mengalami kekurangan gizi, 40 % mengalami komplikasi penumpukan cairan yang berlebihan, 50% mengalami
peningkatan berat badan dari yang seharusnya.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan, terdapat 132 orang pasien gagal ginjal kronik pada tahun 2012 yang
terdiri dari 73 pasien pria dan 59 pasien wanita.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan fenomena diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai perbedaan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet di RSUD Dr Pirngadi Kota Medan Tahun 2013.
3. Pertanyaan Penelitian
3.1. Bagaimana tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet pada pria?
3.2. Bagaimana tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet pada wanita?
4. Hipotesis
Ha: Ada perbedaan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2013
5. Tujuan
5.1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa
berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2013.
5.2. Tujuan Khusus
5.2.1. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet pada pria.
5.2.2. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet pada wanita.
5.2.3. Menganalisa perbedaan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet.
6. Manfaat
6.1. Bagi Praktek Keperawatan Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk memberikan
6.2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil yang didapat dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
kebijakan rumah sakit untuk memberikan kebijakan bagi perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan terkait diet pada pasien hemodialisa.
6.3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan data tambahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kepatuhan
2.1.1. Kepatuhan pasien GGK dengan Hemodialisis
Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku
seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003 dalam Syamsiyah, 2011).
Kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan perawatan dari pemberi pelayanan kesehatan adalah penting untuk kesuksesan suatu intervensi. akan tetapi, ketidakpatuhan
menjadi masalah yang besar terutama pada pasien yang menjalani hemodialisis, sehingga berdampak pada berbagai aspek perawatan pasien, termasuk konsistensi kunjungan, regimen pengobatan serta pembatasan makanan dan cairan (Syamsiah, 2011).
2.2.2. Perilaku kepatuhan menurut Teori Green
Kepatuhan merupakan suatu perilaku dalam bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme. Dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain. Green (1980, dalam Notoatmojo, 2010) menjabarkan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Ketika faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku. Faktor predisposisi dalam arti umum juga dapat dimaksud
Faktor predisposisi melingkupi sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan.
Selain itu status sosial-ekonomi, umur, dan jenis kelamin juga merupakan faktor predisposisi. Demikian juga tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan, termasuk
kedalam faktor ini.
b. Faktor Pemungkin (enabling factors)
Faktor ini merupakan faktor antedesenden terhadap perilaku yang memungkinkan
aspirasi terlaksana. Termasuk didalamnya adalah kemampuan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan suatu perilaku. Faktor-faktor pemungkin ini melingkupi
pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan petugas).
c. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat merupakan faktor yang datang sesudah perilaku dalam memberikan ganjaran atau hukuman atas perilaku dan berperan dalam menetapkan dan atau
lenyapnya perilaku tersebut. Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat sosial dan manfaat fisik serta ganjaran nyata atau tidak nyata yang pernah diterima oleh pihak lain. Sumber dari faktor penguat dapat berasal dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga,
atau pimpinan. Faktor penguat bisa positif dan negatif tergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan
2.2.3. Kepatuhan Hemodialisis dalam Model Kamerrer
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien hemodialisis digambarkan dalam sebuah interaksi kompleks (Kamerrer, 2007 dalam Syamsiah, 2011), dengan model
c. Petugas Hemodialisis
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepatuhan adalah hubungan yang
dijalin oleh anggota staf hemodialisis dengan pasien (Krueger dkk, 2005 dalam syamsiah, 2011). Waktu yang didedikasikan perawat untuk konseling pasien
meningkatkan kepatuhan pasien. Selain itu, kehadiran ahli diet terlatih (terintegrasi) tampaknya juga menurunkan kemungkinan kelebihan IDGW. Pada model perilaku Green, faktor-faktor tersebut analog dengan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).
2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan pasien hemodialis
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien CKD dengan hemodialisis menggunakan Model Perilaku Green (1980 dalam Notoatmojo, 2007) dan Model Kepatuhan Kamerrer, 2007 adalah:
a. Faktor Pasien (Predisposing faktors)
Faktor pasien meliputi karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan,
pendidikan), lamanya sakit, tingkat pengetahuan, status bekerja, sikap, keyakinan, nilai-nilai, persepsi, motivasi, harapan pasien, kebiasaan merokok.
b. Faktor Sistem Pelayanan Kesehatan (Enabling factors)
Faktor pelayanan kesehatan meliputi: fasilitas unit hemodialisa, kemudahan mencapai pelayanan kesehatan termasuk didalamnya biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu
pelayanan, dan keterampilan petugas.
c. Faktor Petugas/provider (Reinforcing factors)
Faktor provider meliputi: keberadaan tenaga perawat terlatih, ahli diet, kualitas
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien Gagal Ginjal Kronik dengan hemodialisis seperti dikemukakan diatas akan diuraikan sebagiannya sebagai
berikut: a. Usia
Siagian (2001, dalam Syamsiah, 2011) menyatakan bahwa umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasan atau maturitas, yang berarti bahwa semakin meningkat umur seseorang, akan semakin meningkat pula kedewasaannya atau kematangannya baik secara teknis,
psikologis, maupun spiritual, serta akan semakin meningkatkan pula kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi, toleran
dan semakin terbuka terhadap pandangan orang lain termasuk pula keputusannya untuk mengikuti program-program terapi yang berdampak pada kesehatannya.
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas pribadi seseorang, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan
akan semakin besar kemampuannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya (Siagian, 20011, Rohman, 2007 dalam Syamsiah, 2011).
c. Lamanya Hemodialisis
Periode sakit dapat mempengaruhi kepatuhan. Beberapa penyakit yang tergolong penyakit kronik, banyak mengalami masalah kepatuhan. Pengaruh sakit yang lama, belum
lagi perubahan pola hidup yang kompleks serta komplikasi-komplikasi yang sering muncul sebagai dampak sakit yang lama mempengaruhi bukan hanya pada fisik pasien, namun juga emosional, psikologis, dan sosial. Pada pasien hemodialisis didapatkan hasil
riset yang memperlihatkan perbedaan kepatuhan pada pasien yang sakit kurang dari 1 tahun dengan yang lebih dari 1 tahun. Semakin lama sakit yang diderita, maka resiko
d. Kebiasaan Merokok
Merokok merupakan masalah kesehatan yang utama di banyak negara yang
berkembang (termasuk Indonesia). Rokok mengandung lebih dari 4000 jenis bahan kimia yang diantaranya bersifat karsinogenik atau mempengaruhi sistem vaskular.
e. Pengetahuan tentang Hemodialisa
Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang sebab dari pengetahuan dan penelitian ternyata perilakunya yang
disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan
kelangsungan hidupnya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan tidak berarti meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang diresepkan, yang paling
penting, sesorang harus memiliki sumber daya dan motivasi untuk mematuhi protokol pengobatan ( Morgan, 2000, Kamerrer, 2007, dalam Syamsiah, 2011).
f. Motivasi
Motivasi adalah merupakan sejumlah proses -proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter)
yang diarahkan ketujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi.
Penelitian membuktikan bahwa motivasi yang kuat memiliki hubungan yang kuat dengan kepatuhan (Kamerrer, 2007, dalam Syamsiah, 2011).
h. Status Ekonomi
individu yang status sosial ekonominya rendah akan mengalami kesulitan didalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sunaryo, 2004 dalam Butar, 2011).
2.2. Konsep Hemodialisa 2.2.1. Definisi Hemodialisa
Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi kedalam tubuh pasien. Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk
membawa darah pasien ke dan dari dializer (tempat pertukaran cairan, elektrolit, dan zat tubuh), serta dializer (Mary, dkk, 2009).
Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke suatu tabung ginjal buatan (dializer) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompatemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan
(artifisial) dengan kompartemen (artifisial) dengan kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal
dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisat dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan kosentrasi yang tinggi kearah kosentrasi yang rendah sampai kosentrasi zat terlarut sama dikedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga
dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen dialisat. Perpindahan ini disebut
ultrafiltasi (Sudoyo, 2009).
2.2.2. Prinsip Yang Mendasari Kerja Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen toksin dari dalam
dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser ketempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ketubuh pasien.
Sebagian besar dialiser merupakan lempengan rata atau ginjal serat artifisial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja sebagai membran
semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi disekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membran semipermeabel tubulus.
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Pada difusi toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan, dengan cara
bergerak dari darah yang memiliki kosentrasi tinggi ke cairan dialisat yang memiliki kosentrasi rendah. Pada osmosis air yang berlebihan pada tubuh akan dikeluarkan dari tubuh dengan menciptakan gradien tekanan dimana air bergerak dari tubuh pasien ke
cairan dialisat. Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultafiltasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini
sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengeksresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan) (Brunner n Sudarth, 2002)
2.2.3. Penatalaksanaan Pasien Yang Menjalani Hemodialisa a. Diet dan masalah cairan
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan
bekerja sebagai racun atau toksin. Gejala uremik tersebut akan mengganggu setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dengan
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makan pasien akan diperbaiki meskipun biasanya memerlukan penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein,
natrium, kalium, dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan asupan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis tinggi dan tersusun dari asam-asam amino
esensial untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, ikan, dan susu.
Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai lagi oleh penderita gagal ginjal kronis. Karena
makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika berada bersama-sama orang lain karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini diabaikan, dapat menyebabkan
hiperkalemia dan udema paru. Jika seorang perawat mempunyai pasien dengan keluhan atau komplikasi akibat pelanggaran diet, tindakan untuk tidak memarahi dan menyalahkan
pasien merupakan hal yang sangat penting. b. Pertimbangan Medikasi
Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus di
evaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialisis, merupakan salah satu contoh dimana komunikasi, pendidikan dan evaluasi
dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan harus minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama proses hemodialisis
2.2.4. Komplikasi Hemodialisa
a. Hipotensi dapat terjadi selama dialisis ketika cairan dikeluarkan
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis selama produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul
sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan hal yang sering terjadi.
2.3. Jenis Kelamin
2.3.1. Pengaruh Biologis
Sigmund Freud dan Erik Erikson berpendapat bahwa genital individu
mempengaruhi perilaku gendernya dan oleh karenanya, anatomi adalah takdir. Salah satu asumsi dasar yang dikemukakan oleh freud adalah perilaku manusia berkaitan
secara langsung dengan proses-proses reproduktif. Erikson (1968) memperluas argumen Freud dengan menyatakan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan bersumber dari perbedaan anatomi antara keduanya. Erikson berpendapat
bahwa, karena struktur genitalnya, laki-laki memiliki sifat lebih suka mencampuri dan lebih agresif, sementara perempuan memiliki sifat lebih inklusif dan pasif (Santrock,
2.3.2. Stereotip Gender
Stereotip Gender adalah kategori luas yang mencerminkan berbagai kesan dan
keyakinan kita mengenai perbedaan perempuan dan laki-laki. Semua sreteotip, baik yang didasarkan pada gender,etnis, atau kelompok-kelompok lain, mengandung
gambaran mengenai anggota tipikal dan suatu kategori sosial tertentu. Sikap yang terlalu menyederhanakan ini dapat membantu kita dalam menangani dunia yang sangat kompleks.
Antara laki-laki dan perempuan terdapat sejumlah perbedaan fisik. Perbedaan gender yang menyangkut keterampilan verbal seringkali tidak besar bahkan tidak ada.
Meskipun demikian, dibandingkan laki-laki, perempuan cenderung menonjol dibidang keterampilan membaca dan prestasi di sekolah. Perbedaan sosio-emosional dapat meliputi; laki-laki secara fisik lebih agresif dan aktif; perempuan
memperlihatkan minat yang lebih kuat dalam relasi, memiliki regulasi diri yang lebih baik dalam berperilaku dan emosi, serta lebih banyak terlibat dalam perilaku prososial
(Santrock, 2007).
2.3.3. Perbedaan Jenis Kelamin
Beberapa studi yang memperlihatkan adanya perbedaan yang berkaitan dengan
gender dalam hal cara berfungsinya intelek cenderung terlalu melebih-lebihkan hasil
temuan mereka. Hasil dari studi yang tidak memperlihatkan perbedaan gender biasanya
tidak diterbitkan atau hasil temuannya kurang diperhatikan (Gage & Berliener, 1992, Rohman, 2007, dalam Syamsiah, 2011). Oleh karena itu mengenai sejauh mana hasil pembelajaran itu dipengaruhi oleh perbedaan gender hingga kini masih terus
dipertanyakan dan dikaji.
Laki-laki dan perempuan sudah pasti berbeda. Berbeda dalam cara berespon,
Misalnya dalam hubungan antar manusia, intuisi perempuan cenderung ditampakkan dengan nada suara dan air muka yang lembut, sedangkan laki-laki cenderung tidak peka
terhadap tanda-tanda komunikasi tersebut. Dalam hal navigasi perempuan cenderung mengalami kesulitan untuk menemukan jalan, sedangkan laki-laki lebih kuat pengenalan
arahnya. Sementara itu, dalam bidang kognitif, perempuan lebih unggul di bidang bahasa dan verbalisasi, sedangkan laki-laki menunjukkan kelebihannya dalam kemampuan mengenali ruang dan matematika.
Laki-laki dan perempuan memperlihatkan budaya sosial yang berbeda satu sama lain. Mereka menggunakan simbol , sistem kepercayaan, dan cara-cara yang berbeda
untuk mengekspresikan dirinya. (Jhonson,2000, Rohman, 2007, dalam syamsiah, 2011) mencontohkan bahwa perempuan cenderung mampu untuk menjadi pendengar yang baik dan dapat langsung menangkap fokus permasalahan dalam diskusi dan tidak terfokus pada
diri sendiri. Mereka cenderung lebih banyak menjawab, dan lebih peka terhadap orang lain. Sementara laki-laki disisi lain lebih pandai memimpin diskusi. Sikap inipun baik
untuk digunakan dalam mengambil keputusan terhadap dirinya termasuk permasalahan-permasalahan kesehatan untuk dirinya.
2.4. Diet Gagal Ginjal Kronis 2. 4.1. Tujuan Diet
adapun tujuan diet menurut Kresnawan (2008) adalah sebagai berikut:
a. Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan
2.4.2. Syarat Diet
Dalam Atmatsier (2006) syarat pemberian diet pada CKD adalah sebagai berikut:
a. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.
b. Protein rendah, yaitu 0,6-0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai biologik tinggi.
c. Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan total energi. Diutamakan lemak tidak jenuh ganda.
d. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari protein
dan lemak.
e. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria, atau anuria, natrium
yang diberikan antara 1-3 gram.
f. Kalium dibatasi (60-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria.
g. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringan dan pernafasan (kurang lebih 500ml).
h. Vitamin cukup, bila perlu berikan vitamin piridoksin, asam folat, vitamin C dan D. Pasien hemodialisis harus mendapatkan asupan makanan yang cukup agar tetap sehat dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk
terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Adapun asupan diet yang dianjurkan adalah: a. Asupan protein diharapkan 1-1,2 g/kgBB/hari dengan 50% terdiri atas protein dengan
nilai biologis tinggi.
b. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan. Karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak
dianjurkan konsumsi.
c. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan dan edema.
pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode diantara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar.
2.4.3. Diet yang efektif
Bagi penderita gagal ginjal kronik, meningkatkan kualitas hidup adalah cara yang
terbaik agar fungsi tubuh dapat bekerja lebih optimal. Adapun hal-hal yang menjadikan diet dapat berjalan efektif menurut Kresnawan (2008) adalah sebagai berikut:
a. Memahami kondisi ginjal dan terapi yang dilakukan karena menentukan pola diet yang
akan dijalani. Pola diet bagi setiap orang akan berbeda-beda.
b. Menyesuaikan aturan diet bagi penderita gagal ginjal dengan sisa fungsi ginjal dan
ukuran tubuh (tinggi maupun berat badan).
c. Menjaga agar selera makan pasien tidak hilang. Hal ini penting karena penderita gagal ginjal mudah kehilangan selera makan.
2.4.4. Pengaturan makan dan minum (Diet)
Penyandang hemodialisis diharuskan melaksanakan pengaturan makan/minum. Berikut
beberapa makanan dan porsi yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dalam Suwitra (2010):
a. Nasi
Walaupun secara teori ada jumlah kalori tertentu yang harus dimakan oleh para penyandang hemodialisis, tetapi dalam kehidupan sehari-hari penyandang diperbolehkan
makan nasi secara bebas, kecuali yang menderita diabetes (kencing manis). Hal ini dikarenakan, penyandang hemodialisis memerlukan kalori yang cukup tinggi untuk mengimbangi penyakit ginjalnya. Bagi yang sering mengalami gangguan pada pencernaan
b. Protein/daging
Protein untuk penyandang hemodialisis diperbolehkan 1,2 gr/kg berat badan /hari. Jumlah ini tidak terlalu jauh beda dengan konsumsi protein untuk penduduk Indonesia pada
umumnya , yaitu: 1,2-1,5 gr/kg berat badan/hari.
Di samping daging, sumber protein lain yang boleh dikonsumsi adalah ikan, telur, dan susu. Jenis daging yang tidak dianjurkan adalah jeroan (hati, usus, otak. dan lainnya).
Hal tersebut dapat meningkatkan asam urat dimana sebagian besar penyandang hemodialisis mengalami kenaikan kadar asam urat dalam darahnya.
c. Garam
Garam dapat meningkatkan tekanan darah dan mengakibatkan sembab/bengkak. Sehingga pada penyandang hemodialisis garam hanya diperbolehkan paling banyak
setengah sendok teh dalam sehari. demikian pula makanan asin lainnya seperti kecap asin, bumbu penyedap dan lain sebagainya.
d. Buah
Buah-buahan dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena banyak mengandung kalium. Kalium ini banyak terdapat dalam buah sehingga dapat mengakibatkan kelainan
jantung. Artinya, penyandang hemodialisis boleh makan buah dalam jumlah yang terbatas. Buah yang tidak boleh dimakan adalah durian, blimbing, air kelapa.
Buah yang boleh dimakan adalah pisang, pepaya, tomat, apel, mangga, melon. Untuk mengurangi kadar kalium dalam buah, dapat diupayakan dengan merebus buah tersebut atau dipotong-potong kemudian dicuci dan direndam dengan air hangat sehingga kalium yang
e. Sayur
Sayur juga mengandung banyak kalium, oleh karenanya harus dibatasi untuk
penyandang hemodialisis. Beberapa jenis sayur yang dibatasi adalah bayam, buncis, kembangkol. Hal tersebut dikarenakan dapat meningkatkan asam urat. Kalium dalam sayur
dapat dikurangi dengan cara memotong-motong terlebih dahulu kemudian dicuci dan dimasak.
f. Tahu/tempe
Penyandang hemodialisis diperbolehkan makan tahu/tempe karena tetap diperlukan oleh tubuh namun dengan jumlah yang terbatas. Jumlahnya paling banyak adalah 50 gram
perhari. g. Air/minum
Air, baik berupa air minum ataupun sajian lain (kuah, sop, juice, kopi, susu, dan lain
sebagainya) sangat dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena dapat mengakibatkan bengkak, meningkatkan tekanan darah dan sesak nafas akibat sembab paru. Bagi
penyandang hemodialisis yang masih keluar kencing, boleh minum lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak keluar kencing sama sekali. Dasarnya adalah, membuat keseimbangan antara air yang
2.4.5. Bahan makanan yang Dianjurkan dan tidak dianjurkan
Berikut ini daftar makanan yang dinajurkan dan yang tidak dianjurkan bagi pasien
gagal ginjal kronis dalam Almatsir (2005
No Bahan Makanan Dianjurkan Tidak
dianjurkan/dibatasi Sumber
Karbohidrat
Nasi, bihun, jagung, kentang, makaroni, mie, tepung-tepungan, singkong, ubi, selai, madu, permen.
tempe dan tahu.
3 Sumber Lemak Minyak jagung,
minyak kacang tanah, minyak kelapa sawit, minyak kedelai, margarim, dan mentega rendah garam
Kelapa, santan, minyak kelapa, mentega biasa dan lemak hewan
4 Sumber vitamin dan mineral
Semua sayuran dan buah, kecuali pasien dengan hiperkalemia dianjurkan yang mengandung kalium rendah/sedang.
Sayuran dan buah tinggi kalium pada pasien dengan hiperkalemia.
Tabel 2.2. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Pada Pasien GGK
Berikut Daftar Makanan Untuk Pasien Gagal ginjal kronis dalam Nainggolan (2008) :
Daftar Makanan Sumber Protein
Jenis Makanan Mg/100 gr
Sumber Protein Hewani Ayam Susu sapi segar Telur ayam
Sumber protein nabati
Kacang tanah Kacang hijau Kedelai Oncom Tahu
Tempe kedelai murni
25 Tabel 2.3. Makanan Sumber Protein Daftar Makanan Sumber Natrium
Jenis Makanan Mg/100gr
Sumber Hidrat arang Biskuit
Sumber protein hewani Daging kornet
Tabel 2.4. Makanan Sumber Natrium Daftar Makanan Sumber Kalium
Jenis Makanan Mg/100 gr
Sumber Hidrat arang Singkong
Ubi Kuning Kentang Terigu Tapioka
Sumber Protein Hewani Daging ayam
Kecap
Daun pepaya muda Kapri Susu bubuk asam
500
BAB III
KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat
kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013
Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Kepatuhan Pasien
Hemodialisa terhadap Diet
Wanita Pria
Patuh Tidak-Patuh
‐ Usia
3.2. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur yang dilakukan oleh pasien baik pria maupun wanita dalam mematuhi
penatalaksanaan diet terutama dalam kecukupan kalori, pembatasan pada protein, natrium dan kalium dua jenis, yaitu pria dan wanita
Menggun akan Kuesioner
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif komparatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan selama tahun 2012 yang berjumlah 132 orang.
4.2.2. Sampel
Teknik pengambilan sampel ialah sebahagian yang diambil dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel dari penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi di ruang Hemodialisa RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Teknik pengambilan besar sampel
ini berdasarkan rumus dalam Notoatmojo (2005) sebagai berikut:
Keterangan :
N : Besar populasi n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan, diambil 0,1
(Notoatmodjo, 2005)
2 1 N dN n
Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel dalam penelitian ini adalah:
n = 56,8 dibulatkan menjadi 57 orang
Lalu peneliti membulatkan jumlah sampel menjadi 58 agar seimbang proporsi responden pria dan wanita yaitu sebanyak masing-masing 29 orang. Teknik
pengambilan sampel dengan menggunakan teknik random sampling (Notoatmojo, 2005). Setelah sampel di dapatkan secara random maka peneliti akan melihat apakah
responden yang menjadi sampel memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Bersedia menjadi responden
b. Klien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis rutin 2 kali dalam
seminggu.
c. Kesadaran komposmentis dan bisa berkomunikasi
d. Mampu membaca dan menulis 4.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Hemodialisa RSUD Dr Pirngadi Kota Medan, dengan
pertimbangan bahwa: (1) lokasi penelitian memberikan kemudahan bagi peneliti baik kemudahan administatif maupun teknis; (2) dilokasi ini juga belum pernah ada penelitian
terkait dengan perbedaan tingkat kepatuhan pasien gagal ginjal kronis dalam mematuhi diet yang menjalani hemodialisa berdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2013.
4.4. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas keperawatan universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat izin dalam pengumpulan data, maka dilakukan
pendekatan kepada responden dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Menurut Nursalam (2009), ada pertimbangan etik yang perlu diperhatikan pada penelitian ini yaitu:
1) Self Determination, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian, 2) Informed Consent,
peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitiaan maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan, 3) Anonimity,
penelitian tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan tersebut, 4)
Confidentially, penelitian menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok
tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4.5. Alat Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuisioner yang disusun berdasarkan tinjauan pustaka (kuntjoro, 2002 dalam Nainggolan, 2008).
Instrumen terdiri dari dua bagian yaitu kuisioner data demografi dan kuisioner kepatuhan diet pasien hemodialisa. Pada bagian awal instrumen penelitian berisi data demografi yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik responden yang meliputi umur, jenis
kelamin, pendidikan, lama menjalani hemodialisa, serta pendapatan perbulan.
Bagian instrumen yang kedua berisi pernyataan untuk mengidentifikasi tingkat
kepatuhan pasien hemodialisa dalam mematuhi diet. Bagian ini terdiri dari 29 pernyataan dengan menggunakan skala Likert dengan pilihan Tidak Pernah, Jarang, Kadang-Kadang, Sering, dan Selalu. Untuk pernyataan positif tidak pernah diberikan nilai 1, jarang
dengan nilai 2, kadang-kadang dengan nilai 3, sering dengan nilai 4, dan selalu dengan
nilai 5. Pernyataan positif terdapat pada nomor
tidak pernah diberi nilai 5, Jarang dengan nilai 4, kadang-kadang diberi nilai 3, sering diberi nilai 2 dan selalu diberi nilai 1. Pernyataan negatif terdapat pada nomor
(9,10,11,12,14, 15, 17, 19, 20, 21,22 dan 29). Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 29 dan nilai tertinggi 145.
4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas suatu ukuran yang menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya di ukur, berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan
tugasnya dalam mencapai sasarannya, berhubungan dengan kenyataan dan tujuan dari pengukuran. Pengukuran dikatakan valid jika mengukur tujuannya dengan nyata dan
benar sehingga alat ukur yang tidak valid akan memberikan hasil ukuran yang menyimpang dari tujuannya (Erlina, 2011).Angket yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi oleh orang yang ahli dibidangnya.
Reliabilitas adalah tingkat ketepatan, ketelitian, atau keakuratan sebuah instrumen (Hasan, 2002).Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji
reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Instrumen reliabel akan dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya atau benar sesuai kenyataannya sehingga walaupun data diambil
berulang-ulang, hasilnya akan tetap sama. Uji reliabilitas angket penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu instrumen yang dibuat berdasarkan dari konsep teoritis. Dikatakan
reliabel bila nilai reabilitasnya > 0.70-0.95 (Tavakol & Dennick, 2011). Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan sehingga didapatkan hasilnya untuk kepatuhan diet pasien hemodialisa pria adalah 0,705 dan wanita adalah 0, 712 dengan demikian
4.7. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data telah dilakukan setelah peneliti menerima surat dari institusi
pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) dan memperoleh izin dari lokasi penelitian yaitu RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Setelah memperoleh izin tersebut, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian
dengan terlebih dahulu meminta kesediaan responden yang memenuhi kriteria untuk mengikuti penelitian. Jumlah responden telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti
berdasarkan kriteria sampel yang akan diambil. Peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat dan prosedur pengisian angket pada calon responden. Calon responden yang bersedia, diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan). Selanjutnya
peneliti akan meminta responden untuk mengisi angket dengan didampingi oleh peneliti.
4.8. Pengolahan dan Analisa Data
Data demografi responden dianalisa dengan metode statistik deskriptif untuk
masing-masing variabel penelitian dengan menggunakan frekuensi distribusi berdasarkan persentase dari masing-masing variabel. Pengkategorian masing-masing variabel dan sub
variabel dilakukan dengan menentukan mean/rata-rata (x) dengan menggunakan rumus yang dikutip dari Wahyuni (2011), yaitu:
n
x
x
Keterangan :
x = Nilai rata - rata
Analisa data yang dikumpulkan dari hasil angket untuk tingkat kepatuhan antara pria dan wanita dalam menjalani diet GGK.
Pengkatagorian tingkat kepatuhan dibagi dua, yaitu:
a. Patuh, apabila diperoleh nilai: x ≥ x
b. Tidak patuh, apabila diperoleh nilai: x < x
Selanjutnya setiap variabel yang telah dikelompokkan kedalam kategori masing-masing, disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, dengan menggunakan rumus berikut
(Arikunto, 2006), yaitu:
p n fi
x 100%
keterangan : p = persentasi
fi = frekuensi teramati n = jumlah sampel.
Selanjutnya perbedaan tingkat kepatuhan antara pria dan wanita dalam menjalani diet GGK menggunakan analisis statistik dalam mencari perbedaan kepatuhan klien GGK pria
dan wanita dengan menggunakan Uji t- Independent dengan tingkat kemaknaan 5% (α=0,05). Bila p < 0.05 maka ada perbedaan yang signifikan antara perilaku pria dan
wanita klien GGK dalam mematuhi pelaksanaan terapi diet, yang dapat dilakukan dengan bantuan perangkat komputerisasi.
Menurut Patton dalam Hasan (2002), analisis data adalah proses pengatur urutan data,
mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan perbedaan yang terdapat pada tingkat kepatuhan diet
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Hasil PenelitianPada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan September 2013 di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Jumlah sampel yang digunakan
peneliti adalah sebanyak 29 pasien hemodialisa pria dan 29 pasien hemodialisa wanita.
5.2. Karakteristik Responden
Hasil penelitian karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan, lama menjalani hemodialisa, dan pendapatan. Havighurst (1992) menggolongkan rentang usia remaja 11-24 tahun, dewasa dini 25-40 tahun, dewasa madya 41-60 tahun, dan usia
dewasa lanjut diatas 60 tahun. Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan mayoritas responden pria berada pada usia dewasa madya (41-60 tahun) yaitu sebanyak 19 orang (n=29 atau 65,5%), dengan tingkat pendidikan terbanyak SMA 10 orang (n=29 atau 34,5%),
lama menjalani hemodialis terbanyak antara 1 bulan-12 bulan sebanyak 13 orang (n=29 atau 44,9%), serta pendapatan terbanyak 1juta-2Juta sebanyak 12 orang (n=29 atau 41,4%).
Responden wanita didapatkan mayoritas berada pada usia dewasa madya (41-60 tahun) sebanyak 17 orang (n=29 atau 58,7%), Pendidikan terbanyak SMA sebanyak 16 orang (n=29 atau 55,2%), lama menjalani hemodialisa terbanyak antara 1-12 bulan
Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik Responden Pasien Hemodialisa Pria dan Wanita di RSU. Dr. Pirngadi Medan (n =58) Karakteristik Pasien Hemodialisa Pria Pasien Hemodialisa
Wanita
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Umur
5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Perbedaan Tingkat Kepatuhan Pasien Hemodialisa Pria dan Wanita dalam Mematuhi Diet
Hasil analisa data menunjukkan bahwa distribusi dan persentase perbedaan tingkat kepatuhan diet pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet pada pria terbanyak pada kategori patuh 15 orang (n=29 atau 51,7%), sedangkan pada wanita
Tabel 5..2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Kepatuhan Pasien Hemodialisa Pria dan Wanita dalam Mematuhi Diet
Tingkat Kepatuhan
Pasien Hemodialisa Pria Frekuensi Persentase
Pasien Hemodialisa Wanita Frekuensi Persentase
Patuh 15 51,7 13 44,8
Tidak Patuh 14 48,3 16 55,2
Total 29 100 29 100
5.5. Hasil Uji t -test Independent Perbedaan Tingkat Kepatuhan Pasien Hemodialisa Berdasarkan Jenis Kelamin dalam Mematuhi Diet
Hasil pengolahan data dengan menggunakan uji Independet t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kepatuhan diet pasien hemodialisa di RSU dr Pirngadi Kota Medan dengan nilai t=1,190, p=0,239 (p>0,05), maka
Ha dalam penelitian ini ditolak.
Tabel 5.3 Hasil Uji t -test Independent Perbedaan Tingkat Kepatuhan Pasien Hemodialisa Berdasarkan Jenis Kelamin dalam Mematuhi Diet
Karakteristik Mean Std. Deviasi T
Tingkat Kepatuhan Diet 1,190
Pasien Hemodialisa Pria 100,83 8,371 Pasien Hemodialisa Wanita 98,14 8,831
Sig (2-tailed) = 0,239
5.6. Pembahasan
Pada pembahasan peneliti ingin mencoba menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana tingkat kepatuhan pasien hemodialisa pria dan bagaimana tingkat kepatuhan diet pasien hemodialisa wanita, serta bagaimana perbedaan tingkat kepatuhan pasien
5.6.1. Tingkat Kepatuhan Pasien Hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet.
Dari hasil penelitian didapatkan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa pria terbanyak berada pada kategori patuh yaitu sebanyak 15 orang (51,7%) yang tidak patuh sebanyak 14
orang (48,3%). Tingkat kepatuhan pasien hemodialisa wanita terbanyak berada pada kategori tidak patuh yaitu sebanyak 16 orang (55,2%) dan yang patuh sebanyak 13 orang (44,8%).
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh syamsyiah (2011) dimana melihat hubungan jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan didapatkan pria yang patuh
sebanyak (62,4%) dan wanita yang patuh sebanyak (54,2 %).
Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup
sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan. Kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan perawatan dari pemberi pelayanan kesehatan adalah penting untuk
kesuksesan suatu intervensi. Akan tetapi ketidakpatuhan menjadi masalah yang besar terutama pada pasien yang menjalani hemodialisis, sehingga berdampak pada berbagai aspek perawatan pasien, termasuk konsistensi kunjungan, regimen pengobatan serta
pembatasan makanan dan cairan (Syamsiah, 2011).
Hasil penelitian tersebut sesuai juga dengan yang dilakukan oleh Sitomorang (2010)
mengenai gambaran pola makan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rawat Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan didapatkan bahwa pola makan, jenis, jumlah dan frekuensi belum baik, sehingga asupan energi, proteinnya secara umum berada pada kategori
tidak baik, sedangkan asupan kalium dan natrium umumnya berada pada kategori tidak baik.
Kepatuhan pasien hemodialis dalam model Kamerrer (2007) ada beberapa faktor yaitu faktor pasien, faktor sistem pelayanan kesehatan, dan faktor petugas. Dari ketiga faktor
tersebut faktor pasien yang didalamnya melingkupi pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi dan harapan pasien merupakan hal yang paling mempengaruhi. Hal tersebut diperkuat oleh
penelitian Sari (2009) dimana didapatkan adanya hubungan yang signifikan (Odd Ratio) antara sikap klien yang menjalani hemodialisa dengan kepatuhan pembatasan asupan cairan dimana sikap positif klien 4,421 kali untuk patuh dibandingkan dengan sikap negatif.
Faktor dari pasien terdapat pada pernyataan nomor 1 mengenai kepatuhan pasien dalam mengukur jumlah konsumsi minuman yang diharuskan responden pria terbanyak
menjawab selalu sebanyak 11 orang (37,9%), begitu juga dengan responden wanita sebanyak 8 orang (27,6%). meskipun angka tersebut tidak terlalu jauh berbeda namun menunjukkan bahwa pasien hemodialisa pria dan wanita pada umumnya mengukur jumlah
cairan yang harus di konsumsi setiap harinya.
Pada pernyataan nomor 2 mengenai konsumsi makanan sehari-hari sesuai dengan
petunjuk petugas didapatkan jawaban terbanyak pada pasien pria adalah sering sebanyak 11 orang (37,9%). Pada wanita yang terbanyak menjawab kadang-kadang sebanyak 8 orang (27,6%). Hal ini menunjukkan bahwa pria lebih patuh dalam mengkonsumsi makanan
sehari-hari sesuai petunjuk petugas kesehatan dari pada wanita.
Pada pernyataan nomor 3 mengenai keinginan pasien dalam menjaga pola makan
karena ingin sehat didapatkan jawaban terbanyak pada pasien pria adalah selalu sebanyak 24 orang (82,8%), pada wanita jawaban terbanyak adalah selalu sebanyak 19 orang (65,5%). Hal ini menunjukkan bahwa baik pasien pria maupun wanita pada dasarnya
memiliki keinginan untuk selalu menjaga pola makan agar ingin sehat meskipun pada pelaksanaannya berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada pernyataan nomor 13 mengenai
pada pasien pria adalah jarang sebanyak 10 0rang (34,5%). Pada wanita jawaban terbanyak 11 orang (37,9%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa meskipun setiap pasien memiliki
keinginan yang tinggi dalam menjaga pola makan agar selalu sehat tidak dibarengi dalam pelaksanaanya.
Asumsi peneliti ketiga pertanyaan tersebut mewakili 29 instrumen yang
peneliti ajukan kepada responden pria dan wanita menunjukkan mayoritas jawaban terbanyak yang sama. Hal ini mungkin juga dipengaruhi oleh data demografi terutama
tingkat pendidikan dimana responden pria terbanyak dengan pendidikan SMA yaitu 10 orang (34,5%) dan wanita juga dengan pendidikan SMA terbanyak sebanyak 16 orang
(55,2%). Pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas pribadi seseorang, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin besar kemampuannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya
(Siagian, 2011, Rohman, 2007 dalam Syamsiah, 2011).
Pendidikan yang tinggi juga akan mempengaruhi kepatuhan pasien hemodialisa
terhadap diet. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan pasien hemodialisa, dimana didapatkan hasil bahwa klien yang berpendidikan SMA mempunyai peluang 3 kali
lebih patuh dari pada klien dengan pendidikan SD.
Dari segi Usia responden pria terbanyak berada pada usia dewasa madya yaitu
sebanyak 19 orang (65,5%) dan responden wanita terbanyak juga berada pada usia dewasa madya yaitu sebanyak 16 orang (55,2%). Siagian (2001, dalam Syamsiah, 2011) menyatakan bahwa umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasan atau maturitas, yang
berarti bahwa semakin meningkat umur seseorang, akan semakin meningkat pula kedewasaannya atau kematangannya baik secara teknis, psikologis, maupun spiritual, serta
berfikir rasional, mengendalikan emosi, toleran dan semakin terbuka terhadap pandangan orang lain termasuk pula keputusannya untuk mengikuti program-program terapi yang
berdampak pada kesehatannya.
5.6.2. Perbedaan Tingkat Kepatuhan Pasien Hemodialisa Berdasarkan Jenis Kelamin Dalam Mematuhi Diet.
Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji t- test Independent didapatkan bahwa perbedaan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi
diet didapatkan hasil yaitu t=1,190, p=0,239 (p>0,05). Ini menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dengan wanita dalam mematuhi diet,
Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Syamsiah (2011) di Rumah Sakit RSUPAU Dr. Esnawan Halim Perdana Kususma Jakarta, yang meneliti hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialis di
peroleh p value 0,382 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kepatuhan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialis. Dari
analisis didapatkan oods ratio (OR) 1,401, yang berarti bahwa laki-laki memiliki peluang untuk patuh sebesar 1,401 kali dibandingkan perempuan.
Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lina (2008)
mengenai hubungan antara parameter status nutrisi yang diukur dengan bioelectrikal impedance
analysis dan kualitas hidup yang dinilai dengan sf-36 pada pasien hemodialisa reguler tidak
terdapat perbedaan nilai karakteristik yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Begitu juga
bila dibandingkan parameter status nutrisi antara laki-laki dan perempuan, dijumpai perbedaan
bermakna parameter BCM, FFM(kg), TBW(Lt), ECW(Lt), RMR, TP, mineral dan glikogen,
dimana laki-laki nilainya lebih tinggi dari wanita sedangkan parameter FM tidak ada perbedaan
Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Jones,(2002) dalam Syamsiah, (2011), mengenai efek edukasi terhadap kepatuhan suplemen Oral Iron
pada pasien hemodialisis yang dilakukan di Unit Hemodialisis Rumah Sakit di Ontario, kanada terhadap 39 sampel dengan jumlah laki-laki 27 (69,2%) dan perempuan 12 (30,2%).
Menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan.
Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh kim & Evangelista (2010) dalam Syamsiah (2011) tentang hubungan dan persepsi sakit, kepatuhan
dan Clinical Outcomes pada pasien hemodialisis di Dialisis Center, Los Angeles California. Hasil penelitian dengan jumlah sampel 151 mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku kepatuhan.
Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan penelitan Yuliaw (2009) dalam Butar & Cholina (2011) menyatakan, bahwa responden memiliki karakteristik individu yang baik hal
ini bisa dilihat dari jenis kelamin, bahwa perempuan lebih banyak menderita penyakit gagal ginjal kronik, sedangkan laki-laki lebih rendah dan responden laki-laki mempunyai kualitas
hidup lebih jelek dibandingkan perempuan, semakin lama menjalani terapi hemodialisa akan semakin rendah kualitas hidup penderita.
Beberapa pendapat para ahli yang menjelaskan perbedaan antara pria dengan wanita
yaitu Sigmund Freud dan Erik Erikson berpendapat bahwa genital individu mempengaruhi perilaku gendernya dan oleh karenanya, anatomi adalah takdir. Salah satu asumsi dasar
yang dikemukakan oleh freud adalah perilaku manusia berkaitan secara langsung dengan proses-proses reproduktif. Erikson(1968) memperluas argumen Freud dengan menyatakan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan bersumber dari perbedaan
anatomi antara keduanya. Erikson berpendapat bahwa, karena struktur genitalnya, laki-laki memiliki sifat lebih suka mencampuri dan lebih agresif, sementara perempuan memiliki
memperlihatkan budaya sosial yang berbeda satu sama lain. Mereka menggunakan simbol, sistem kepercayaan, dan cara-cara yang berbeda untuk mengekspresikan dirinya.
(Jhonson,2000, Rohman, 2007, dalam syamsiah, 2011) mencontohkan bahwa perempuan cenderung mampu untuk menjadi pendengar yang baik dan dapat langsung menangkap
fokus permasalahan dalam diskusi dan tidak terfokus pada diri sendiri. Mereka cenderung lebih banyak menjawab, dan lebih peka terhadap orang lain. Sementara laki-laki disisi lain lebih pandai memimpin diskusi. Sikap inipun baik untuk digunakan dalam mengambil
keputusan terhadap dirinya termasuk permasalahan-permasalahan kesehatan untuk dirinya. Menurut peneliti dengan melihat perbedaan- perbedaan yang ada pada pria maupun
wanita baik dari segi fisik, sosial, budaya, maupun dari segi kesehatan pada dasarnya setiap orang memiliki keinginan yang sama untuk mau menjaga kesehatan terutama dalam hal ini kepatuhan pasien hemodialisa dalam mematuhi diet. Meskipun perbedaannya tidak
signifikan tetapi tetap saja pada pelaksaan diet pria lebih banyak yang patuh dari pada wanita. Sebagaimana hasil penelitian mengenai studi DOPPs (the Dialysis Outcomes and
Practice Patterns Study) yang menemukan bahwa prediktor peluang ketidakpatuhan lebih
tinggi mengenai perempuan (Saran, et al, 2003). Hal tersebut mungkin terjadi karena wanita lebih sensitif dan suka memilih- milih terhadap makanan sedangkan pria lebih sering
menerima apa saja yang disedikan makanan untuknya terutama oleh keluarganya. Selain itu jika dikaitkan dengan mekanisme koping terhadap masalah yang dihadapi dalam hal ini
terkait dengan kepatuhan dalam diet.
Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Mutoharoh (2010) klien hemodialisa yang paling banyak menggunakan mekanisme koping maladaptif adalah
perempuan dibandingkan dengan klien laki-laki. Diperkuat lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh Endler parker (1990) dalam penelitian yang sama dikatakan bahwa
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi mengenai perbedaan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan.
A. Kesimpulan
Pada distribusi frekuensi karakteristik responden didapatkan mayoritas responden pria berada pada usia dewasa madya(41-60 tahun) yaitu sebanyak 19 orang (n=29 atau 65,5%), dengan tingkat pendidikan terbanyak SMA 10 orang (n=29 atau34,5%), lama menjalani
hemodialis terbanyak antara 1 bulan-12 bulan sebanyak 13 orang (n=29 atau 44,9%), serta pendapatan terbanyak 1juta-2Juta sebanyak 12 orang (n=29 atau 41,4%).
Pada responden wanita didapatkan mayoritas berada pada usia dewasa madya (41-60 tahun) sebanyak 17 orang (n=29 atau 58,7%), Pendidikan terbanyak SMA sebanyak 16 orang (n=29 atau 55,2%), lama menjalani hemodialisa terbanyak antara 1-12 bulan
sebanyak 15 orang (n=29 atau 51,8), serta pendapatan terbanyak antara 1 juta-2Juta sebanyak 14 orang (n=29 atau 48,3%).
Hasil analisa data menunjukkan distribusi dan persentase perbedaan tingkat kepatuhan diet pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet pada pria terbanyak pada kategori patuh 15 orang (n=29 atau 51,7%), sedangkan pada wanita
terbanyak berada pada kategori tidak patuh 16 orang (n=29 atau 55,2%). Hasil pengolahan data dengan menggunakan uji Independet t-test menunjukkan bahwa tidak
signifikan tingkat kepatuhan pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin dalam mematuhi diet di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan.
B. Rekomendasi
a. Untuk praktek keperawatan Rumah Sakit
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien hemodialisa, hendaknya perawat dapat melakukan pendidikan kesehatan terkait diet pasien hemodialisa secara berkala, kemudian melakukam evaluasi sejauh mana pengetahuan
pasien dalam mentaati dietnya. Perawat juga selalu berusaha secara berkala untuk memotivasi pasien hemodialisa untuk menjalani kehidupannya dengan semangat dan
terus produktif meskipun sudah mengalami gagal ginjal. Cara tersebut salah satunya dengan terus menjaga kepatuhan diet agar mencapai derajat kesehatan yang optimal. Dengan kondisi kesehatan yang baik akan mempengaruhi kinerja pasien dalam
melakukan aktivitasnya sehari-hari. b. Untuk Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien hemodialisa. Pasien hemodialisa tidak hanya berfokus pada proses hemodialisa saja namun diet merupakan faktor yang sangat penting yang juga
setiap waktunya diperhatikan dan dievaluasi sejauh mana kepatuhan pasien hemodialisa terhadap diet.
c. Untuk penelitian selanjutnya
1. Kuisioner dalam penelitin ini menggunakan konsep Kepatuhan kammarer (2007) yang mencakup faktor pasien, faktor pelayanan kesehatan dan faktor petugas
membuat kuisioner yang lebih lengkap dengan menggunakan konsep kepatuhan kammarer (2007).
2. Responden dalam penelitian ini adalah pasien HD yang rutin menjalani Hemodialisis 2-3 kali dalam 1 minggu, Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk
menggambil responden yang rutin menjalani HD yaitu 2 kali dalam satu minggu. 3. Pada penelitian ini peneliti menggunakan responden dengan jumlah 29 pria dan 29
wanita. Diharapkan bagi penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel yang
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. (2005). Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian. Edisi revisi. Jakarta : Rineka Cipta
Arikunto, S. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rhineka Cipta
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Butar, A. (2012). Karakteristik Pasien dan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Terapi Hemodialisa. Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
Erlina. (2011). Metode penelitian. Medan: Usu Press
Farida, A. (2010). Pengalaman Klien Hemodialisis Terhadap Kualitas Hidup Dalam Konteks
Asuhan Keperawatan Di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. www. Lontar.ui.ac.id.
Di unduh pada tanggal 2 April 2013.
Haflah, Nurul. (2005). Perbedaan Perilaku Pasien Diabetes Melitus Pria dan Wanita Dalam
Mematuhi Pelaksanaan Diet di Poliklinik Endokrin RSUD. Dr. Pirngadi Medan.
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Hasan, i. (2004) Analisa data penelitian dengan statistik. Jakarta: Bumi Aksara Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Handayani. (2011). Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Pengetahuan dan Kepatuhan
dalam Menjalankan Terapi Diet Pada Pasien Hemodialisa Di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat
Kim, Y., Evangelista l.S., Phillips, L.R., Pavlish, C., & Kopple, J.D. (2010). The End-Stage Renal Disease Adherence Questionnaire (ESRD-AQ): Testing the psychometric
properties in patients receiving in-center hemodialysis. Nephrology Nursing
Journal, 37 (4), 377-393.
Lase, W. N. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Lina, (2008). Hubungan Antara Parameter Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bioelectrikal Impedance Analysis dan Kualitas Hidup Yang Dinilai Dengan SF-36 Pada
Pasien Hemodialisis Reguler. Tesis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra
Utara.
Mary Baradero, Mary Wilfrid Dayrit, Yakubus Siswadi, editor, Monika Ester, Esty Wahyuningsi (2009). Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC