143
DATA PRIBADI
Nama : Nadhea Lady
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 22 Desember 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Telpon : 087871050717
Berat Badan : 46 Kg
Tinggi Badan : 162 Cm
Status Marital : Belum Menikah
Nama Ayah : Guntur Teddy Sandjaya
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Dewi Yana
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat Orang Tua : Jl. ZZ No 10 RT. 006 RW. 004 Kel. Cengkareng
Barat Kec. Cengkareng Jakarta Barat 11730
144
PENDIDIKAN FORMAL
No Tahun Uraian Keterangan
1. 2006-2013 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Komputer Indonesia, Bandung.
Berijazah
2. 2003-2006 SMA Yuppenter 4, Tangerang Berijazah
3. 2000-2003 SMP Negeri 45, Cengkareng-Jakarta Berijazah
4. 1994-2000 SD Kertapawitan, Cengkareng-Jakarta Berijazah
PENGALAMAN BERORGANISASI
1. 2008 Peserta, “Comparative Study of International
Relation Science Department of UNIKOM”
Bersertifikat
2. 2009 Peserta, Seminar Muslimah “Atas Nama
Cinta” UMMI UNIKOM Bersertifikat
3. 2009 Peserta, Latihan Dasar Kepemimpinan
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UNIKOM
Bersertifikat
4. 2009 Peserta, Guest Lecture“The Future of United
States of America – Indonesia Relationship”
Bersertifikat
5. 2009 Peserta, Seminar Sekertariat Ditjen
Multilateral Departemen Luar Negeri RI – HI
UNPAD Goes to International Organizations
“Pemantapan Materi Politik Luar Negeri Indonesia” dan “Pameran dan Seminar Peluang Bekerja di Organisasi Internasional”
Bersertifikat
6. 2010 Peserta, Seminar Nasional Teknologi
Informasi “Smart & Fun With Microsoft”
Bersertifikat
7. 2012 Peserta, Seminar Kewarganegaraan “Proud
To Be Indonesian: Generasi Kebanggan Bangsa”
1. Operasionalisasi Microsoft Office 2. Bahasa Inggris Aktif & Pasif 3. Internet
Bandung, Agustus 2013
KERJASAMA INDONESIA – NORWEGIA MELALUI SKEMA REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION (REDD+)
DALAM UPAYA PENYELAMATAN HUTAN INDONESIA
Partnership Between Indonesia – Norway Through Reducing Emissions from Deforestation
and Forest Degradation (REDD+) Scheme in the Saving Indonesian Forestry
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Sidang Sarjana Strata-1 (S1) Pada
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Komputer Indonesia
Oleh
Nadhea Lady
44306005
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
v
Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Skema
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+)
Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia”. Adapun maksud dan tujuan
penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer
Indonesia.
Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
dikarenakan keterbatasan kemampuan maupun pengalaman peneliti. Terwujudnya
penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan semangat berbagai
pihak yang sangat besar artinya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan
hati, perkenankan peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA., selaku Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.
2. Ibu Hj. Prof. Aelina Surya, Dra., selaku Pembantu Rektor III Universitas
vi
3. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan
serta ilmu yang telah diberikan kepada saya, baik selama proses
perkuliahan maupun pada saat bimbingan revisi.
4. Bapak H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si., selaku Dosen Wali dan Pembimbing
Utama. Saya ucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada Pak Budi yang
telah berkenan membimbing saya dengan penuh kesabaran. Memberikan
masukan, saran, arahan serta motivasi kepada saya selama proses
perkuliahan dan terutama pada saat penulisan skripsi ini, sehingga
membuat skripsi ini menjadi lebih baik. Juga untuk semua ilmu yang saya
dapat dari Bapak semasa perkuliahan hingga sekarang.
5. Ibu Sylvia Octa Putri, S.IP., selaku Dosen Prodi Ilmu Hubungan
Internasional. Terima kasih untuk sesi curhat colongan ke Ibu tentang
kendala dalam skripsi ini dan memberi masukan serta pengetahuan kepada
saya. Juga untuk segala kesempatan dan motivasi selama perkuliahan.
6. Ibu Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si., selaku Dosen Prodi Ilmu Hubungan
Internasional. Terima kasih untuk segala ilmu dan pengetahuan yang telah
Ibu ajarkan kepada saya semasa perkuliahan, juga untuk segala masukan
serta kritik yang sangat membangun untuk penulisan skripsi ini.
7. Ibu Yesi Marince, S.IP., M.Si. Banyak rasa terima kasih yang ingin saya
sampaikan kepada Ibu atas segala dorongan, motivasi dan saran yang telah
diberikan selama ini. Terima kasih juga karena Ibu telah memberikan
vii
9. Seluruh Dosen Luar Biasa Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
UNIKOM beserta seluruh staf dan karyawan Universitas Komputer
Indonesia, terima kasih atas ilmu dan bantuannya baik yang langsung
maupun tidak langsung.
10.Seluruh staf dan karyawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Jakarta, atas respon dan bantuannya yang sangat membantu saya ketika
melakukan penelitian disana.
11.Papi Guntur Teddy Sandjaya dan Mami Dewi Yana, selaku Orangtua. Dea
haturkan terima kasih yang teramat sangat atas doa yang tidak pernah
putus dipanjatkan, kasih sayang yang tak terhingga, didikan, nasehat,
perhatian, kepercayaan, motivasi dan dukungan sampai dengan saat ini.
Atas segala kesabaran yang selalu Papi dan Mami berikan untuk Dea.
Terima kasih telah menjadi Orangtua yang sangat luar biasa. Maaf kalo
Dea belum bisa membahagiakan kalian. I love you, Papi dan Mami. Serta
untuk adik-adikku tersayang, Adhiguna Aldy, Eskirany Audy, Edithya
Widy, Tiara Hedy dan Balny Maldino untuk semua semangatnya.
12.Terima kasih untuk keluarga besar di Cengkareng dan Tangerang,
terutama untuk Oma, Bunda Emalia, Ibu Tati, Om Ais, Tante Woro dan
Tante Enah yang juga tidak putus memberikan doa dan dukungan. Untuk
viii
Ridhofi, Carmelia Zelina dan Indra Kurniawan, untuk semangat yang
selalu diberikan. Untuk Opa, Papato, Mamato, aa Rico, Om Ican, Yuyu,
Njit, terima kasih. Tidak lupa untuk Tante Santi dan keluarga dimanapun
berada atas support nya.
13.Intan Sarah Augusta, terima kasih atas segala bantuan yang telah
diberikan. Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik. Terima kasih untuk
segala support nya, terima kasih untuk selalu ada untuk saya, juga terima
kasih atas doa nya yang menjadikan semua ini terwujud. Derliana, terima
kasih buat bantuan dan semangatnya, dari dulu sampai sekarang. Terima
kasih segala nasehat ala ibu-ibu nya, perhatiannya dan kebawelannya.
Amir Mubarak dan Edoardo Mote, yang selalu bisa jadi tempat bertanya.
Makasih guys buat hari-hari kebersamaan yang selalu menyenangkan.
14.Teman-teman (tidak) senasib tapi seperjuangan lainnya di HI 2006.
Ciptani Sita Permana, makasih cicip sang dosen pembimbing part time
untuk segala masukan dan bantuannya di waktu senang dan sedih. Hario,
sahabat semasa Olympus hingga lulus kuliah. Anggie Chintamy, Triya W
Sakti, Adi Rusdinsyah, Imannuel Keintjem, Tri Farida, Riesta Gema,
Aditya N Saputra, Susi Pesta, Taufik Rizaka, Luiza Moniz, Helder Olivio,
Nopi Jusarohwati, Maman Supriyadi, Yerichielli Mendrofa, Putri Cahaya,
Ira Merdeka, M Irawan, Miranti Purnama, dan Bayu Saputra.
15.Rekan seperjuangan skripsi. Adhi Wardana, Hegar Julius, Adam Budi
Santoso, Imannuel Hutahaean, Reza Fauzan Annas, Beatrice Dian Maya,
ix
Fahmi Sinaga, Kiki, Ira Karmina, Wenaldy Andarisma, Chrisnanta
Amijaya, Andrew, Gurmiwa, Dadit, Erwin Saputra, Rona Mega, Mentari
Salima, Fitri Budi, Ardhi, dan Isfitriyani.
17.Sahabat-sahabat tercinta di Tangerang, Cengkareng dan Bandung. Indra
Prasetyo, Fauzan Putera, Lia Rianti, Putri Juliana, Ari Puji Ati, Yunita
Amalia, Eki Permana, dan Rizki Firmana. Makasih semangat dan
motivasinya selalu.
18.Duty, thank you for everything you do. Atas kesabaran yang luar biasa.
19.Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu
atas bantuannya untuk menyelesaikan skripsi ini. Kalian semua selalu ada
dalam doa terima kasih terdalamku.
Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
peneliti terbuka untuk menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
perbaikan di masa mendatang.
Bandung, Agustus 2013
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 16
2.2 Kerangka Pemikiran ... 19
2.2.1 Hubungan Internasional ... 19
2.2.2 Politik Luar Negeri ... 25
xi
2.2.4.1 Tatap-tahap Membuat Perjanjian Internasional ... 37
2.2.4.2 Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional ... 39
2.2.4.3 Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional ... 39
2.2.5 Lingkungan Hidup ... 40
2.2.5.1 Pengertian Lingkungan Hidup ... 40
2.2.5.2 Perkembangan Isu Lingkungan Hidup Dalam Hubungan Internasional ... 42
2.2.5.3 Pengertian Deforestasi dan Degradasi Hutan ... 47
2.2.5.4 Pengertian Emisi ... 51
2.2.6 Bantuan Luar Negeri ... 53
BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 56
3.1.1 Hutan ... 56
3.1.1.1 Fungsi Hutan ... 59
3.1.1.2 Manfaat Hutan ... 60
3.1.1.3 Dampak Kerusakan Hutan ... 61
3.1.2 Gambaran Umum Hutan Indonesia ... 62
3.1.2.1 Faktor Penyebab Kerusakan Hutan Indonesia ... 64
3.1.3 Kebijakan Lingkungan Hidup Indonesia ... 65
3.1.4 Kebijakan Lingkungan Hidup Norwegia ... 66
3.1.5 Hubungan Indonesia – Norwegia ... 69
3.1.6 Gambaran Umum Skema Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) ... 73
3.1.6.1 Pengertian Skema ... 73
xii
3.1.6.3 Reducing Emissions from Deforestation and Forest
Degradation (REDD) ... 76
3.1.6.4 Visi, Misi dan Tujuan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) di
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Pemerintah Norwegia Menerima Proposal Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) dari pemerintah Indonesia ... 87
4.2 Program Yang Dilakukan Pemerintah Indonesia dan Norwegia Melalui Kerangka Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia ... 91
4.2.1 Fase 1: Tahap Persiapan ... 93
4.2.1.1 Strategi Nasional REDD+ di Indonesia ... 93
4.2.1.2 Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) REDD+ ... 95
4.2.1.3 Instrumen Pengelolaan Dana Hibah ... 97
4.2.1.4 Provinsi Percontohan ... 98
4.2.2 Fase 2: Tahap Transformasi ... 100
xiii
4.3 Kendala Yang Dialami Program Reducing Emissions from Deforestation
and Forest Degradation (REDD+) Dalam Upaya Penyelamatan Hutan
Indonesia ... 105
4.3.1 Kendala Teknis ... 105
4.3.2 Kendala Kultural Masyarakat Adat Indonesia ... 106
4.3.3 Kendala Kebijakan Perlindungan Hutan Indonesia ... 109
4.4 Tingkat Keberhasilan dan Prospek Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Kerangka Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia .. 111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 114
5.2 Saran ... 115
5.2.1 Saran Untuk Kelembagaan REDD dan Pemerintah Indonesia .... 115
5.2.2 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya ... 116
DAFTAR PUSTAKA ... 116
LAMPIRAN... 122
117
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori
Dan Praktik Indonesia. Bandung. PT. Refika Aditama
Baylis, John dan Steve Smith. 2011. The Globalization Of World Politics: An
Introduction To International Relations fifth edition. UK: Oxford
University Press
Colman, Andrew. 2001. A Dictionary Of Psychology. UK: Oxford University
Press
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi: Antara Teori Dan Praktik. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Holsti, K.J. 1987. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis (terjemahan).
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
Hurrell, Andrew dan Benedict Kingsbury. 1992. The International Politics Of The
Environment: Actors, Interests, And Institutions. USA: Oxford
University Press
Ikbar, Yanuar. 2007. Ekonomi Politik Internasional 2: Implementasi Konsep dan
Teori. Bandung : PT. Rafika Aditama
Kusumaadmaja, Mochtar. 2003. Pengantar Hubungan Internasional. Bandung:
PT. Alumni
Mas’oed, Mohtar. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin Dan Metodologi. Jakarta: LP3ES
Mauna, Boer. 2001. Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi
Dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. ALUMNI
McClelland, Charles. 1986. Ilmu Hubungan Internasional: Teori Dan Sistem.
Jakarta: C.V. Rajawali
Murdiyaso, Daniel. 2007. Protokol Kyoto: Implikasinya Bagi Negara
Neuman, Lawrence W. 2000. Social Research Methods, Qualitative and
Quantitative Approaches. Boston-London: Allyn and Bacon
Perwita, A.A. Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Oldeman, L.R. 1992. The Global Extent Of Soil Degradation
Rana, Kishan S. 2002. Bilateral Diplomacy. New Delhi: Manas Publications
Rudy, T. May. 1993. Pengantar Ilmu Politik: Wawasan Pemikiran Dan
Kegunaannya. Bandung: PT. Refika Aditama
________. 2002. Hukum Internasional 1. Bandung: PT. Refika Aditama.
________. 2003. Hubungan Internasional Kontemporer Dan Masalah – Masalah
Global. Bandung: PT. Refika Aditama
________ 2009. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: PT. Refika Aditama
Parthiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar
Maju
Penyusun, Tim. 2011. Pedoman Penulisan Skripsi Dan Pelaksanaan Sidang
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Komputer
Indonesia. Bandung: Universitas Komputer Indonesia
Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta:
Erlangga
Smith, Michael dan Brian Hocking. 1990. World Politics: An Introducing To
International Relations. Harvester Wheatsirf
Soemarwoto, Oto. 2001. Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yogyakarta: Gajamada University Press
Soeprapto. 1997. Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi Dan Perilaku.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sugiono, Muhadi. 2006. Global Governance Sebagai Agenda Penelitian Dalam
Studi Hubungan Internasional. Jakarta
Wartahimahi, Suwardi. 1967. Pengantar Hubungan Internasional. Surabaya:
119
PUBLIKASI
Angelsen, Arild. 2012. Menganalisis REDD+: Tantangan Dan Pilihan.
Kaimowitz, D. dan Angelsen, A. 1998. Economic models of tropical deforestation
- A review. CIFOR, Bogor, Indonesia. 139.
KARYA ILMIAH/SKRIPSI/TESIS
Winarto, Sigit. 2007. Latar Belakang Diterimanya Proposal Reducing Emission
From Deforestation And Forest Degradation (REDD) Indonesia Oleh
Norwegia.
HARIAN UMUM/KORAN
HU Kompas, 2007. Kegelisahan Akan Dunia Yang Menghangat, 20 Juli 2007,
hal. 6.
RUJUKAN ELEKTRONIK
REDD, Apakah Itu?. Melalui http://www.redd-indonesia.org/index.php?option=
com_content&view=article&id=180&Itemid=6 [13/03/2012].
Pemanasan Global. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_Global
[13/03/2012].
Perubahan Iklim. Melalui http://www.redd-indonesia.org/index.php?option=com_
content&view=article&id=223&Itemid=83 [13/04/2012].
Indonesia Forest Information and Data. Melalui http://rainforests.mongabay.com/
deforestation/2000/Indonesia.htm [13/04/2012].
UN-REDD. UN-REDD di Indonesia. Melalui http://storage.jakstik.ac.id/Produk
Hukum/kehutanan/6.UNREDD_Factsheet_0. pdf [13/04/2012].
http://www.psil.undip.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=12
2&Itemid=27 [14/04/2012].
Departemen Lingkungan Hidup. Kerjasama Internasional. Melalui http://www.nor
wegia.or.id/?About_Norway/=Politik-Luar-Negeri/iklim-dan-lingkung
http://www.theglobejournal.com/kategori_/lingkungan/skema-redd-dan-masadepa
nekonomi-hutan.php [19/04/2012].
Mulyadi. Pemanasan Global. Melalui http://www.iwf.or.id/assets/document/212
95.pdf [19/04/2012].
Makatita, Troy. 2011. KTT Bumi Rio De Janeiro. Melalui http://ipsalundana2011.
blogspot.com/2011/11/ktt-bumi-rio-de-jeneiro.html [19/04/2012].
Proyek Percontohan. Melalui http://www.redd-indonesia.org/index.php?option=
com_content&view=article&id =205&Itemid=57 [01/05/2012].
UNFCCC. 2010. Gambaran Umum Issue Perubahan Lingkungan. Melalui http://w
ww.deptan.go.id/kln/pdf/unfccc.pdf [01/05/2012].
BPK RI. Melalui http://www.environmental-auditing.org/Portals/0/AuditFiles/Au
121
Degradasi Hutan 10 Tahun Terakhir Mencapai Dua Juta Hektar. Melalui http://
www.antaranews.com/print/31978/degradasi-hutan-10-tahun-terakhir-mencapai-dua-juta-hektar [21/06/2013].
Manfaat Hutan. Melalui http://pengertian-definisi.blogspot.com/2010/10/manfaat-
hutan.html [19/07/2013].
http://www.d-forin.com [26/07/2013]
Apa Kabar LoI Norway?. Melalui
http://rampenbosnia.blogspot.com/2013/01/apa-kabar-loi-norway.html [28/07/2013].
Sirajuddin, Azmi. Masa Depan Proyek REDD+ Di Sulawesi Tengah. Melalui
http://www.ymp.or.id/content/view/287/1/ [28/07/2013].
http://politik.pelitaonline.com/news/2012/12/11/negara-nodai-komitmen-protokol
kyoto#.UgyvtkwdYY [28/07/2013].
Artharini, Isyana. Lima Masalah Perlindungan Hutan. Melalui http://id.
berita.yahoo.com/lima-masalah-utama-perlindungan-hutan-indonesia.
html [28/07/2013].
http://www.satgasreddplus.org/download/180612.Strategi.Nasional.REDD+.pdf
[28/07/2013].
Struktur Kerja Satuan Tugas REDD+. Melalui http://www.satgasreddplus.org/
satgas-redd/struktur-kelompok-kerja-satgas-redd [28/07/2013].
Fajar, Nur R. 2013. Memperpanjang Moratorium Hutan, Memperpanjang
Kehidupan. Melalui http://www.antaranews.com/berita/374828/memp
erpanjang-moratorium-hutan-memperpanjang-kehidupan
[28/07/2013].
http://www.greenpeace.org/seasia/id/PageFiles/474224/INA-NO%20LoI%20Ring
1
1.1Latar Belakang Masalah
Setelah berakhirnya Perang Dingin sekitar awal 1990-an, kajian Ilmu
Hubungan Internasional mengalami perkembangan isu yang mempengaruhi
kehidupan sistem internasional. Isu high politics mengenai ideologi, politik dan
keamanan yang sebelumnya mendominasi mulai tergeser dengan adanya
permasalahan baru seputar Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, kesetaraan
gender, ekonomi, dan juga isu mengenai lingkungan hidup. Isu-isu seperti ini
disebut juga isu low politics.
Isu lingkungan hidup telah menjadi pembicaraan penting dalam beberapa
dekade terakhir. Permasalahan mengenai lingkungan hidup menarik perhatian
berbagai pihak baik di tingkat lokal, nasional bahkan global. Isu ini pertama kali
diangkat sebagai agenda dalam hubungan internasional pada tahun 1970-an, dan
kini kepedulian terhadap lingkungan hidup menjadi isu global karena proses yang
menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan
berhubungan dengan proses-proses politik dan sosial-ekonomi yang lebih luas,
dimana proses-proses tersebut merupakan bagian dari ekonomi politik global
(Baylis dan Smith, 2011: 315).
Fenomena dampak kerusakan lingkungan hidup ini mendorong komunitas
2
akibatnya (adaptasi). Isu ini menjadi permasalahan global dikarenakan jika
terdapat kerusakan lingkungan di suatu wilayah, bukan hanya wilayah yang
bersangkutan yang merasakan dampak negatif namun juga dapat dirasakan secara
global.
Melihat kenyataan akan pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup, maka
dunia internasional memulai langkah-langkah untuk menghadapi perubahan iklim
tersebut. Baik negara maju hingga negara berkembang membentuk suatu
kerjasama lintas negara (trans boundaries) untuk menyelesaikan permasalahan
lingkungan hidup tersebut karena permasalahan ini tidak dapat diselesaikan secara
individu oleh satu negara saja. Berbagai upaya pencegahan efek dari pemanasan
global (global warming) dituang kedalam berbagai wadah perjanjian. Deforestasi
menjadi topik utama di dalam berbagai forum diskusi yang membahas isu
perubahan iklim terutama yang berkaitan dengan sektor kehutanan.
Konferensi lingkungan hidup yang pertama kali diselenggarakan adalah
Konferensi Internasional Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Lingkungan Hidup
Manusia (United Nations Conference on the Human Environment) di Stockholm,
Swedia pada tahun 16 Juni 1972 yang dihadiri oleh perwakilan dari 114 negara.
Konferensi yang di prakarsai oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini
merupakan titik awal upaya penyelamatan lingkungan hidup global. Melalui
Konferensi Stockholm ini disepakati pentingnya kesadaran pemeliharaan
lingkungan hidup melalui moto “The Only One Earth” (hanya ada satu bumi)
serta menetapkan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup sedunia.
hidup, dan rekomendasi tentang kelembagaan pendukung rencana aksi tersebut.
Hal ini diwujudkan dengan membentuk suatu lembaga yang bernama United
Nations Envvironment Programme (UNEP) yang berkedudukan di Nairobi,
Kenya.
Dua puluh tahun setelah Konferensi Stockholm, diselenggarakan oleh PBB
United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau
yang lebih dikenal sebagai The Earth Summit (KTT Bumi) tahun 1992 di Rio de
Janeiro, Brazil yang merupakan bentuk penegasan dari Deklarasi Stockholm,
terutama menyangkut isi deklarasi bahwa permasalahan lingkungan merupakan
isu utama yang berpengaruh pada kesejahteraan manusia dan pembangunan
ekonomi di seluruh dunia.
Dalam konferensi ini kemudian ditandatanganilah United Nations
Convention on Climate Change (UNFCCC). Otoritas tertinggi UNFCCC
dipegang oleh pertemuan anggota yang dilakukan setiap tahunnya yang dikenal
dengan nama Conference of Parties (COP) semenjak tahun 1995. Pada pertemuan
COP ke-3 yang diadakan di Kyoto, Jepang, suatu persetujuan internasional yang
di sebut Protokol Kyoto diadopsi sebagai pendekatan untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca. Protokol Kyoto mengatur pengurangan emisi gas rumah kaca dari
semua negara-negara yang meratifikasinya (http://aadrean.wordpress.com/2010/
06/10united-nationframework-convention-on-climate-change-unfccc/diakses pada
tanggal 01-05-2012).
Mengingat bahwa Protokol Kyoto akan berakhir masa perjanjian pada tahun
4
pengganti yang diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih baik dengan
mengikutsertakan skema untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi
hutan. Dalam konvensi perubahan iklim di Cancun, Meksiko tahun 2010, dunia
bersepakat untuk memasukkan REDD dalam mekanisme upaya penurunan emisi
gas karbon yang akan berlaku setelah Protokol Kyoto.
Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD)
disepakati pada COP tentang perubahan iklim di Montreal, Kanada di tahun 2005.
REDD merupakan sebuah mekanisme global yang memberikan insentif kepada
negara berkembang pemilik hutan seperti Indonesia untuk melindungi hutannya.
Skema ini mulai hangat diperbincangkan dalam putaran perundingan perubahan
iklim.
REDD dirancang oleh Papua Nugini dan Kosta Rika, dua negara pemilik
hutan tropis yang merasa tidak mendapat keuntungan dari skema di bawah rezim
Protokol Kyoto. Dua skema Protokol Kyoto, Emission Trading (ET) dan Joint
Implementation (JI) hanya berlaku untuk dan di antara negara maju atau negara
Annex I. Skema lain dari Protokol Kyoto, Clean Development Mechanism (CDM),
memang turut melibatkan negara berkembang tetapi dibatasi tidak lebih dari 1%
total emisi tahunan negara maju yang menginvestasikan proyek CDM-nya di
negara berkembang. Jumlah yang sangat kecil ini tidak lepas dari prinsip
pengurangan emisi domestik sebagai tujuan utama Protokol Kyoto. Artinya,
mekanisme ET, JI, maupun CDM hanya pelengkap (additional) atas tujuan utama
Protokol Kyoto yakni mendesak negara Annex I agar mengurangi emisi
REDD berkembang dengan menambahkan tanda “plus” di belakangnya
dengan menambahkan areal peningkatan cadangan karbon hutan ke dalam
cakupan awal strategi REDD berupa peranan konservasi dan pengelolaan hutan
secara lestari, pemulihan hutan dan penghutanan kembali, serta peningkatan
cadangan karbon hutan (http://redd-indonesia.org/index.php?option=com_content
&view=article&id=180&Itemid=6 diakses pada tanggal 13-04-2012). Sebagai
tuan rumah dalam pertemuan COP ke-13, Indonesia berupaya memperjuangkan
REDD+ sehingga bisa diterima negara-negara lain terutama oleh negara Annex I.
Indonesia memang sangat berkepentingan terhadap skema REDD+, karena
Indonesia merupakan negara dengan luas hutan tropika terbesar ketiga didunia,
dimana Indonesia memiliki kawasan hutan seluas 133.433.366,98 Ha (hektare).
Sekitar 47.236.000 Ha diklasifikasikan sebagai hutan primer, dan hutan karbon,
dan sekitar 3.549.000 Ha sebagai hutan tanaman (http://rainforests.mongabay.com
/deforestation/2000/Indonesia.htm diakses pada tanggal 13-04-2012).
Akan tetapi, luas hutan tersebut diperkirakan mengalami deforestasi dan
degradasi rata-rata sebesar 1,17 juta Ha per tahun dengan 14% dari luas hutan
Indonesia dinyatakan dalam keadaan kritis yang disebabkan oleh maraknya
penebangan hutan liar (illegal logging) pada periode 2003 sampai 2006
berdasarkan pantauan citra satelit yang dikeluaran oleh Pemerintah (http://stor
age.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/6.UN-REDD_Factsheet_0.pdf diakses
pada tanggal 13-04-2012).
Degradasi dan deforestasi dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca,
6
warming. CO2 merupakan gas yang dibutuhkan oleh tanaman untuk melakukan
proses fotosintesis dan seperti gas rumah kaca lainnya, gas ini berguna untuk
mempertahankan suhu bumi di malam hari dengan menahan sebagian pancaran
balik cahaya matahari. Namun, konsentrasi CO2 dan gas rumah kaca lainnya
meningkat drastis setelah adanya industrialisasi dan sejak manusia mulai
menggunakan bahan bakar fosil, yang melepaskan banyak karbon ke atmosfer.
Semakin banyak pancaran balik cahaya matahari yang terperangkap telah
menyebabkan temperatur bumi naik dengan rata-rata sekitar 0,4 derajat Celcius
sejak 1970-an. (http://www.redd-indonesia.org/index.php?option=com_content&v
iew=article&id=223&Itemid=83 diakses pada tanggal 13-04-2012).
Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi mengabsorbsi
gas CO2. Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak,
batu bara, dll) akan menyebabkan kenaikan gas CO2 di atmosfer yang
menyelubungi bumi. Selain global warming, kerusakan hutan juga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada lapisan ozon (O3). Perubahan suhu bumi
yang terjadi saat ini, diketahui mengalami peningkatan sekitar 2 derajat Celcius
sampai 4,5 derajat Celcius. Kenaikan suhu udara tidak merata di bumi, serta
kondisi cuaca dan iklim ekstrim dalam bentuk angin badai, hujan lebat dan
kekeringan semakin kerap terjadi sebagai akibat dari global warming
(Wartahimahi, 2007: 6).
Deforestasi dan degradasi hutan ini juga telah menyebabkan hilangnya
keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia yang berkontribusi secara nyata
berasal dari kegiatan penebangan hutan. Kerusakan hutan Indonesia merupakan
suatu permasalahan yang besar, bahkan sudah mencapai ambang
mengkhawatirkan. Dalam laporan Greenpeace disebutkan bahwa kerusakan hutan
di Indonesia merupakan kerusakan hutan tertinggi di dunia.
REDD+ menjadi faktor penting dalam berbagai negoisasi internasional.
Modelnya menuruti prinsip “common but differentiated responsibility” (kewajiban
sama dengan tanggung jawab berbeda), dimana semua negara bertanggung jawab
atas permasalahan lingkungan hidup ini namun bentuk pertanggungjawaban nya
berbeda-beda sesuai dengan kapasitas masing-masing negara. Sebagai contoh,
negara maju yang menghasilkan emisi dalam proses industrialisasi dan untuk
menopang gaya hidup, menyediakan dana dan teknologi untuk negara
berkembang sebagai bentuk komitmen dampak emisi karbon mereka. Sementara
negara berkembang akan diberikan insentif untuk menjaga dan melestarikan
hutannya.
Disadari atau tidak, lingkungan hidup menjadi salah satu instrumen politik
suatu negara dalam menjalin hubungan dengan negara lain dan merupakan
tantangan terbesar bagi kebijakan politik luar negeri beberapa negara di dunia,
karena secara tidak langsung kerusakan pada lingkungan hidup akan berdampak
pada perubahan iklim yang secara akan pula dirasakan oleh semua masyarakat
dunia tanpa terkecuali. Pasca UNFCCC Bali 2007, peta hubungan internasional
sedikit banyak mulai berubah. Negara-negara berkembang pemilik hutan kini
semakin memiliki nilai tawar politik-ekonomi yang lebih kuat. Dengan
8
yang terjadi disejumlah negara berkembang, berbalik pada industrialisasi di
negara maju yang harus melakukan kompensasi utang karbon atas emisi yang
mereka hasilkan (Sigit Winarto, 2007).
Politik luar negeri suatu negara merupakan upaya pemenuhan kebutuhan
dalam negerinya dari luar yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi di dalam
negeri maupun internasional yang mempengaruhi sikap, cara pandang serta posisi
di dalam pergaulan antar bangsa. Salah satu bentuk pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia terkait dengan isu lingkungan adalah kebijakan Pemerintah Indonesia
dalam mengadakan kerjasama dengan negara lain baik dalam lingkup kerjasama
regional maupun kerjasama bilateral, seperti kerjasama Pemerintah Indonesia
dengan Pemerintah Norwegia dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia dalam
kerangka REDD+.
Norwegia merupakan negara industri yang juga salah satu negara terkaya di
dunia. Kekayaan materi disebabkan karena kekayaan sumber daya alam dan
sebagian lain dikarenakan keikutsertaan Norwegia dalam industri Eropa Barat.
Sejak tahun 1970, industri minyak lepas pantai telah memainkan peranan dominan
dalam perekonomian Norwegia. Dengan laju industri yang pesat, Norwegia
memiliki kebijakan lingkungan hidup untuk memastikan industrinya tidak
bertentangan dengan lingkungan. Dalam hal ini, upaya untuk menerapkan
penangkapan dan penyimpanan gas karbon (Capture and Storage of CO2 atau
CCS) menjadi langkah yang penting.
Keberhasilan Norwegia dalam mencapai target lingkungan nasional
internasional penting dalam membangun kemampuan untuk merencanakan solusi
yang baik dalam menghadapi tantangan lingkungan global yang di hadapi
negara-negara di dunia dalam bentuk perubahan iklim, hilangnya keragaman biologi dan
penyebaran zat kimia berbahaya ke lingkungan. Norwegia berperan penting dalam
upaya menerapkan kerjasama internasional yang mengikat secara hukum dalam
hal permasalahan lingkungan (Sigit Winarto, 2007).
Kebijakan manajemen lingkungan dan sumber daya merupakan komponen
penting dari kebijakan kerjasama luar negeri pembangunan Norwegia. Kondisi
lingkungan yang memuaskan membantu memajukan stabilitas dan keamanan.
Lingkungan yang sehat dan beragam penting untuk mengentaskan kemiskinan dan
mencapai pembangunan yang berkesinambungan yang bermanfaat bagi semua
orang di seluruh dunia. Norwegia mendukung penuh upaya negara-negara dengan
kawasan hutan hujan tropis besar, seperti Indonesia, Brasil, dan Republik Kongo,
untuk menurunkan laju emisinya. Karena Norwegia berpendapat hutan memiliki
peran yang sangat signifikan mencegah laju perubahan iklim. Di antara komitmen
negara maju, komitmen Norwegia lah yang paling jelas dengan rencana
penurunan emisi 30% dari level tahun 1990 sampai tahun 2020. Komitmen
Norwegia pada isu lingkungan hidup ini dituangkan dengan meratifikasi Protokol
Kyoto. Norwegia kemudian juga turut serta dalam skema REDD.
Dalam beberapa tahun terakhir hubungan bilateral Indonesia – Norwegia
mengalami peningkatan yang signifikan, kedua negara mengembangkan
kemitraan dalam isu-isu internasional penting. Indonesia – Norwegia telah
10
tercermin dari komitmen Norwegia di bidang kehutanan dengan menjanjikan akan
memberi dana sebesar 1 miliar USD (Dollar Amerika Serikat) bagi upaya untuk
mengurangi emisi gas dan penggundulan hutan untuk penyelamatan hutan
Indonesia di dalam pertemuan United Nations Framework Convention On
Climate Change (UNFCCC) di Bali bulan Desember 2007.
Indonesia dan Norwegia menyadari bahwa perubahan iklim merupakan
salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Di bulan Oktober 2009,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan komitmen untuk mengurangi
emisi CO2 Indonesia sebesar 26% hingga 41% di tahun 2020 jika mendapat
dukungan internasional. Ini merupakan komitmen terbesar yang pernah diutarakan
oleh sebuah negara berkembang. Indonesia telah menetapkan target absolut dan
Norwegia ingin membantu upaya pemerintah Indonesia mencapai komitmen
tersebut.
Alasan mengapa Norwegia mengutarakan komitmennya untuk memberi
hibah 1 miliar USD adalah sebagai negara industri yang termasuk dalam Annex 1
pada Protokol Kyoto, Norwegia memiliki kewajiban mengikat untuk menurunkan
emisi karbon dalam negerinya, terutama karena tingkat penggunaan energi fosil,
industrialisasi, dan transportasi yang sangat tinggi. Negara Annex 1 merupakan
negara maju yang sektor industrinya berkembang sejak revolusi industri dan
dianggap bertanggung jawab atas peningkatan emisi gas global.
Terkait dengan ketidakmampuan Norwegia untuk menurunkan emisi
karbon, maka negara ini bersedia memberikan hibah kepada negara berkembang,
Indonesia dengan Norwegia yang tertulis dalam LoI (Letter of Intent) yang
ditandatangani di Oslo, Norwegia.
Sebagai salah satu anggota komunitas internsional, Indonesia turut pula
memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam upaya mengatasi perubahan
iklim, salah satunya melalui skema REDD+ untuk meminimalkan kerusakan
hutan, ini juga merupakan kepentingan nasional, yang menjadi komponen bangsa.
REDD+ dapat mendukung upaya reformasi baik yang telah atau sedang dilakukan
di sektor kehutanan Indonesia, baik melalui aliran dana, peningkatan kapasitas
maupun transfer teknologi.
Yang membedakan REDD+ dengan skema lingkungan hidup lain seperti
Protokol Kyoto ialah Protokol Kyoto merupakan sebuah instrumen hukum (legal
instrument) yang dirancang agar negara-negara industri maju mengurangi emisi
gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun
1990. Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah
kaca, yakni karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan
PFC (http://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto diakses pada tanggal
13-05-2012).
Jika pada Protokol Kyoto, negara-negara industri maju terasa sulit dalam
mengikuti kebijakan yang telah disepakati di dalamnya dikarenakan
negara-negara industri maju tersebut tidak ingin mengurangi industrinya, sementara
karbon yang dihasilkan tetap tidak berkurang dan mengakibatkan upaya perbaikan
iklim berjalan lambat. Di REDD+, negara-negara industri maju tersebut tetap bisa
12
negara berkembang pemilik hutan seperti Indonesia dalam upaya pelestarian dan
penyelamatan hutan sebagai bentuk “pembayaran hutang karbon (carbon debt)”
mereka dikarenakan instrumen-instrumen dalam REDD akan lebih mampu
mengakomodir kebutuhan maupun kesulitan yang ditemukan selama berlakunya
Protokol Kyoto baik bagi negara maju maupun bagi negara berkembang
Maka berdasarkan penjelasan dan pemaparan diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul:
“Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Skema Reducing Emissions
From Deforestation And Forest Degradation (REDD+) Dalam Upaya
Penyelamatan Hutan Indonesia"
Berdasarkan pemaparan diatas, ketertarikan peneliti terhadap penelitian ini
didukung oleh sejumlah teori yang diambil dari beberapa mata kuliah yang
dijadikan kurikulum dalam Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, antara lain:
1. Pengantar Hubungan Internasional, mata kuliah ini membantu dalam
memberikan gambaran mengenai dinamika hubungan internasional
serta berbagai bentuk kerjasama internasional;
2. Politik Luar Negeri, mempelajari berbagai tindakan yang dilakukan
oleh negara dalam interaksinya terhadap negara lain serta kebijakan
politik luar negeri suatu negara untuk menghadapi perubahan yang
terjadi diluar wilayahnya demi pencapaian kepentingan nasional;
3. Isu-isu Global, mempelajari fenomena dunia internasional yang faktual
1.2Rumusan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah Mayor
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, untuk memudahkan penulis
dalam melakukan pembahasan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana Kerjasama Indonesia – Norwegia Melalui Skema Reducing
Emission From Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Dalam
Upaya Penyelamatan Hutan Indonesia”
1.2.2 Rumusan Masalah Minor
1. Faktor apa yang menjadi latar belakang kerjasama yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia dan Norwegia melalui kerangka REDD+ dalam
upaya penyelamatan hutan Indonesia?
2. Program apa saja yang dilakukan Pemerintah Indonesia – Norwegia
melalui kerangka REDD+ dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia?
3. Kendala apa saja yang dialami program REDD+ dalam upaya
penyelamatan hutan Indonesia?
4. Sejauh mana tingkat keberhasilan program REDD+ dan prospek
kerjasama Indonesia – Norwegia melalui kerangka REDD+ dalam
14
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis kerjasama
yang dilakukan oleh Indonesia dan Norwegia melalui skema REDD+ dalam upaya
penyelamatan hutan Indonesia.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Suatu kegiatan penelitian yang dilakukan hendaknya memiliki suatu tujuan
yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian dan penulisan skripsi ini
adalah :
1. Penelitian dalam penulisan skripsi ini diharapkan dapat memperkaya
pemanahaman tentang REDD+ yang menjadi salah satu instrument
penyelesaian permasalahan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca
dan faktor yang melatarbelakangi terbentuknya kerjasama antara
pemerintah Indonesia dan pemerintah Norwegia dalam kerangka
REDD+ dalam rangka penyelamatan hutan Indonesia;
2. Mengetahui, memahami, dan meneliti program apa saja yang telah
dilakukan pemerintah Indonesia dan pemerintah Norwegia melalui
kerangka REDD dalam rangka penyelamatan hutan Indonesia;
3. Mengetahui, memahami, dan meneliti kendala-kendala dalam skema
REDD+ dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia;
4. Mengetahui, memahami, dan meneliti sejauh mana tingkat keberhasilan
oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Norwegia dalam upaya
menyelamatkan hutan Indonesia dari kerusakan meskipun terdapat
kendala didalam pelaksanaan kerjasama tersebut.
1.4Kegunaan Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian, maka kegunaan dari penelitian ini
dibagi menjadi dua :
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya pengetahuan
mengenai kerjasama bilateral dalam mengatasi suatu permasalahan. Khususnya
kerjasama antara Indonesia – Norwegia di dalam kerangka Reducing Emission
From Deforestation and Forest Degradation (REDD+) dalam upaya
meminimalisir kerusakan hutan Indonesia.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan tambahan
informasi dan studi empiris bagi para penstudi Ilmu Hubungan Internasional yang
menaruh minat terhadap kerjasama untuk menanggulangi kerusakan hutan
khususnya hutan Indonesia. Serta diharapkan dapat sebagai masukkan bagi
pemerintah dan pemangku kepentingan untuk meneliti lebih lanjut agar program
kehutanan yang dicanangkan pemerintah dapat lebih terarah, tepat sasaran dan
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian sebelumnya yang penulis jadikan acuan dalam tinjauan pustaka
adalah skripsi Sigit Winarto tahun 2007, yang berjudul Latar Belakang
Diterimanya Proposal Reducing Emission From Deforestation And Forest
Degradation (REDD) Indonesia Oleh Norwegia. Karya ini penulis rujuk karena
merupakan satu dari sedikit kajian yang membahas kerjasama yang dilakukan
oleh Indonesia dan Norwegia dalam kerangka REDD. Winarto membahas
bagaimana REDD diharapkan dapat menjadi salah satu instrumen penyelesaian
permasalahan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Winarto memang hanya memfokuskan penelitiannya pada diterimanya
proposal REDD dari Indonesia oleh Norwegia tanpa membahas dampaknya
terhadap upaya penyelamatan hutan Indonesia, sebagaimana yang akan dilakukan
penulis. Winarto menjelaskan secara detail, terperinci, sekaligus sistematis
sebab-musabab diterimanya proposal REDD oleh pemerintah Norwegia. Winarto juga
menyelipkan mengenai kerjasama serupa dengan Brasil yang dilakukan oleh
Norwegia dalam payung REDD. Dan menjabarkan perbedaan-perbedaan diantara
kedua bentuk kerjasama dengan kedua negara tersebut.
Winarto menggunakan teori Rational Choice yang disampaikan oleh James
mengambil suatu keputusan yang didasarkan pada pilihan-pilihan rasional dan
terdapatna mekanisme serta pertimbangan untung rugi menjadikan teori ini
dominan dalam aplikasinya dan sangat cocok untuk menjadi salah satu pilihan
dalam pengambilan keputusan. Norwegia memiiki kewajiban mengikat untuk
menurunkan emisi karbon di dalam negerinya. Namun dengan adanya
ketidakmampuan Norwegia untuk menurunkan emisi karbon dari dalam
negaranya, maka negara ini bersedia memberikan hibah kepada negara
berkembang yang memiliki sumber daya hutan untuk mengurangi laju deforestasi
dan kerusakan hutan, salah satunya Indonesia.
Pendekatan atau metode yang dipakai metode penelitian kualitatif, strategi
penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dan menekankan analisisnya pada
proses deduktif yang menjelaskan hal-hal yang sifatnya umum dari teori baru
mengarah kepada penjelasan yang sifatnya khusus. Teknik pengumpulan data
yang dilakukan oleh Winarto mengambil data dari berbagai sumber sekunder,
seperti buku teks, terbitan berkala, jurnal, majalah, surat kabar, dokumen,
makalah, dan bahan-bahan lainnya yang berbentuk elektronik (yang bisa didapat
melalui instrumen internet), sebagaimana yang juga dilakukan oleh penulis namun
berbeda dengan Winarto yang hanya meneliti sampai kepada alasan diterimanya
proposal REDD, penulis turut pula menggunakan sumber-sumber data tersebut
untuk menganalisis mengenai kerusakan hutan Indonesia dan upaya dalam
penyelamatan hutan melalui skema REDD yang ditawarkan Indonesia kepada
18
Winarto menggunakan hipotesa bahwa hal yang menjadi alasan Norwegia
menerima proposal REDD Indonesia disebabkan karena Indonesia sebagai salah
satu pemilik hutan terbesar didunia dengan skema dan mekanisme pembiayaannya
dianggap sesuai dan memenuhi syarat untuk didanai oleh Norwegia. Sedangkan
penulis tidak mengemukakan hipotesa dalam penelitian ini.
Sementara itu, Arild Angelsen yang merupakan peneliti Center For
International Forestry Research (CIFOR) dalam publikasi yang berjudul
Menganalisis REDD+: Tantangan dan Pilihan ditahun 2012, mengkaji
bagaimana skema yang didukung oleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) ini
menawarkan berbagai gagasan mengenai bagaimana meningkatkannya sebagai
salah satu instrumen dalam pengurangan emisi karbon.
Ketika REDD+ telah bergerak dari sebuah gagasan kedunia nyata,
tantangannya telah meningkat. Berbagai tantangan tersebut bersifat praktis atau
politis, dari bagaimana cara mengukur dan memantau emisi karbon yang
dihindarkan dengan membiarkan sebuah hutan tetap tegak, sampai memutuskan
siapa yang mendapatkan uang yang dihasilkan oleh REDD+, sampai mencapai
koordinasi diantara tingkatan tata kelola lokal, regional, nasional dan
internasional.
Menganalisis REDD+ memperdebatkan bahwa untuk mewujudkan potensi
sepenuhnya sebagai sarana untuk memitigasi terhadap perubahan iklim, REDD+
memerlukan sebuah perubahan transformasional dalam cara kita menganggap
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Hubungan Internasional
Ilmu Hubungan Internasional merupakan pendatang baru dalam deretan
ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu Hubungan Internasional merupakan ilmu yang
berdiri sendiri, kira-kira baru pada tahun 1930-an, dimulai dengan
kegiatan-kegiatan sebelumnya berupa penelitian dan pengkajian akademis. Istilah
Hubungan Internasional diciptakan pertama kali oleh Jeremy Bantham. Jeremy
Bantham adalah salah seorang yang mempunyai minat yang besar terhadap
hubungan antar negara yang tumbuh semakin popular pada saat itu. Sebagai suatu
ilmu, Hubungan Internasional merupakan satu-kesatuan disiplin, dan memiliki
ruang lingkup serta konsep-konsep dasar (Soeprapto, 1997:11-12).
Pengertian Hubungan Internasional menurut Charles Mc Clelland, yang
dikutip oleh Perwita dan Yani adalah sebagai berikut:
“Hubungan Internasional merupakan studi tentang interaksi antara jenis -jenis kesatuan tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan yang relevan yang mengelilingi interaksi” (Perwita dan Yani, 2005:4).
Ilmu Hubungan Internasional merupakan ilmu dengan kajian interdisipliner
dengan pengertian ilmu ini dapat menggunakan berbagai teori, konsep, dan
pendekatan dari bidang-bidang ilmu lain dalam mengembangkan
kajian-kajiannya. Dewasa ini, kajian dan ruang lingkup Hubungan Internasional
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hubungan Internasional yang pada
awalnya hanya mempelajari tentang hubungan antar negara-negara yang berdaulat
saja, telah mengalami pergeseran, dimana, muncul aktor-aktor lain dalam ilmu
20
dikemukakan oleh Trygive Mathisen terjemahan Suwardi Wiraatmadja dalam
bukunya yang berjudul “Methodology in the Study of International Relations”,
bahwa: Hubungan international mempunyai arti “Semua aspek Internasional dari
kehidupan sosial manusia dalam arti semua negara dan mempengaruhi tingkah
laku yang terjadi atau berasal disuatu negara dan dapat mempengaruhi tingkah
laku manusia di negara lain”. Hubungan Internasional yang kini makin banyak
diterapkan negara-negara di dunia demi mencapai nation interest adalah melalui
kerjasama regional. Sedangkan aktor dari hubungan internasional itu sendiri bisa
saja merupakan stateactor atau juga aktor non state actor.
Pada dasarnya Hubungan Internasional merupakan interaksi antara aktor
suatu negara dengan negara lainnya. Pada kenyataannya Hubungan Internasional
tidak terbatas hanya hubungan antar negara saja, tetapi juga hubungan antar
individu dengan kelompok kepentingan sehingga negara tidak selalu menjadi
aktor utama tetapi merupakan aktor yang rasional yang dapat melakukan
hubungan melewati batas negara.
DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yayan Mochamad Yani dalam
buku “Pengantar Ilmun Hubungan Internasional” menyatakan:
“Hubungan Internasional merupakan bentuk interaksi antara aktor dan anggota masyarakat lain. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar” (Perwita & Yani, 2005:3-4).
Secara terminologi, Hubungan Internasional digunakan untuk
mengidentifikasi antar aktor yang sifat hubungannya melintasi batas negara.
internasional, yaitu perilaku aktor, negara maupun non-negara, di dalam arena
transaksi internasional, dimana perilaku tersebut bisa berwujud perang, kerjasama,
pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi internasional dan sebagainya.
Dalam mempelajari ilmu Hubungan Internasional terdapat tujuan dasar
mempelajari ilmu ini, seperti yang disampaikan oleh DR. Anak Agung Banyu
Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam bukunya “Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional” yaitu:
“Tujuan dasar studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku antara aktor negara maupun non-negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerjasama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi didalam organisasi internasional” (Perwita & Yani, 2005:4-5).
Terdapat dua isu tradisional utama dalam Hubungan Internasioanl yakni isu
keamanan nasional dan ekonomi global, isu lingkungan hidup kemudian muncul
sebagai isu ketiga yang memiliki tingkat urgensi yang sama dengan kedua isu
yang disebutkan sebelumnya (Porter, 2000: 1). Hal ini lebih dikarenakan isu-isu
low politics (ekonomi, lingkungan hidup, sosial, dan lain-lain) tidak mendapatkan
perhatian yang relevan dari masyarakat dunia era Perang Dingin (Cold War),
karena perhatian dunia dewasa ini hampir seluruhnya terfokus kepada isu-isu
seputar politik, keamanan nasional, dan persaingan ideologi (isu-isu high politics)
(Scheurs, 2003:5-6).
Robert Jackson dan Georg Sorensen juga mengatakan, bahwa Hubungan
Internasional kontemporer selain mengkaji hubungan politik, juga mencakup
sekelompok kajian lainnya seperti tentang interdependensi perekonomian,
22
asasi manusia, organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat
(LSM) internasional, lingkungan hidup, gender, dan lain sebagainya (Jackson &
Sorensen, 2005:34).
DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam
buku “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” menyatakan bahwa:
“Studi tentang Hubungan Internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia
dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak
memungkinkan adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar” (Perwita & Yani, 2005:3-4).
Beberapa konsep umum yang terdapat di dalam Hubungan Internasional,
yaitu:
1. Peranan
Peranan merupakan aspek dinamis. Peranan dapat juga dikatakan
sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang atau
struktur tertentu yang menduduki suatu posisi di dalam suatu sistem.
Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku
dalam menjalankan peranan politik.
2. Konsep Pengaruh
Konsep pengaruh didefinisikan sebagai kemampuan pelaku politik
untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain dalam cara yang
3. Kerjasama
Dalam Hubungan Internasional dikenal apa yang dinamakan kerjasama
internasional. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai
macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang
tidak dapat dipenuhi didalam negerinya sendiri.
4. Analisis Sistem
Analisis sistem dalam Hubungan Internasional berpandangan bahwa
fenomena internasional yang beragam secara sederhana tidak dapat
dibagi-bagi, sehingga suatu sistem harus dianggap ada dalam
lingkungan dan bentuk interaksi melalui bagian-bagian yang
berhubungan satu sama lain (Perwita Dan Yani, 2005:29-34).
DR. Anak Agung Banyu Perwita dan DR. Yanyan Mochamad Yani dalam
buku “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”, menyatakan bahwa:
“Dengan berakhirnya Perang Dingin, dunia berada dalam masa transisi. Hal itu berdampak pada studi Hubungan Internasional yang mengalami perkembangan yang pesat. Hubungan Internasional kontemporer tidak hanya memperhatikan politik antar negara saja, tetapi juga subjek lain meliputi terorisme, ekonomi, lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Selain itu, Hubungan Internasional juga semakin kompleks. Interaksi tidak hanya dilakukan negara saja, melainkan juga aktor-aktor lain, yaitu, aktor non-negara juga memiliki peranan yang penting dalam Hubungan Internasional” (Perwita & Yani, 2005:7-8).
Fenomena Hubungan Internasional dapat dipandang dengan dua cara
berbeda. Pertama, dipandang sebagai fenomena sosial dan yang kedua dipandang
sebagai salah satu disiplin ilmu. Sebagai fenomena sosial, aspek cakupan
Hubungan Internasional ini sangat luas, yakni segala aktivitas kehidupan manusia
24
Hubungan Internasional sebagai bidang studi atau disiplin ilmu, cakupannya
menjadi sedikit terbatas, yakni meliputi beberapa hubungan dalam hal-hal berikut:
Politik internasional;
Politik luar negeri;
Ekonomi dan politik internasional;
Organisasi internasional;
Komunikasi internasional;
Hukum internasional;
Dan sebagainya.
Teori Hubungan Internasional dalam hal ini menjelaskan bagaimana pasca
Perang Dingin telah mengakhiri semangat sistem internasional bipolar dan
berubah menjadi multipolar atau secara khusus telah mengalihkan persaingan
yang bernuansa militer kearah persaingan atau konflik kepentingan ekonomi di
negara-negara di dunia ini. Isu-isu yang berkembang sebelum masa Perang Dingin
terfokus pada isu-isu high politics (isu politik dan keamanan), pasca Perang
Dingin isu tersebut meluas menjadi isu-isu low politics (isu HAM, ekonomi, dan
lingkungan hidup). Teori ini mengkaji tentang interaksi antara kesatuan-kesatuan
sosial, termasuk studi tentang keadaan-keadaan berkaitan yang mengelilingi
interaksi. Penulis menggunakan teori ini untuk menjelaskan interaksi antara
aktor-aktor yang terlibat didalamnya, dalam hal ini Indonesia dan Norwegia dalam
upaya penyelamatan hutan Indonesia. Interaksi yang dilakukan oleh Indonesia dan
Norwegia menghasilkan suatu bentuk kerjasama, maka dari itu penulis juga
2.2.2 Politik Luar Negeri
Politik luar negeri merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah
serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan
kepentingan nasional di dalam percaturan dunia internasional (Perwita & Yani,
2005:7). Sedangkan politik luar negeri menurut Suffri Yusuf, S.H dalam buku
Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri merupakan iringan kebijakan
disertai rentetan tindakan yang rumit tetapi dinamis, yang ditempuh oleh negara
itu dalam hubungannya dengan negara-negara lain atau sebagai kegiatannya
dalam organisasi-organisasi regional dan internasional.
Politik luar negeri terdiri dari dua elemen, yaitu tujuan nasional yang akan
dicapai dan alat-alat untuk mencapainya. Interaksi antara dua tujuan nasional
dengan sumber-sumber untuk mencapainya merupakan subjek kenegaraan yang
abadi (Couloumbis & Wolfe, 1999:126). Adapun keputusan-keputusan dalam
politik luar negeri terdiri dari tiga kategori utama, yaitu:
1. Keputusan yang bersifat pragmatis (terencana) adalah keputusan besar
yang mempunyai konsekuensi jangka panjang; membuat studi lanjutan,
prtimbangan dan evaluasi yang mendalam mengenai seluruh opsi
alternatif.
2. Keputusan yang bersifat krisis adalah keputusan yang dibuat selama
masa-masa terancam berat; waktu untuk menanggapinya terbatas; dan
terdapat elemen yang mengejutkan yang membutuhkan respon yang
26
3. Keputusan yang bersifat taktis adalah keputusan yang biasanya bersifat
pragmatis; memerlukan re-evaluasi, revisi dan pembalikan (Coulumbis
& Wolfe, 1999:129).
Keputusan-keputusan dalam politik luar negeri dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu penilaian masalah, perhitungan biaya atau risiko, aspek domestik:
konsensus, informasi kurang lengkap, tekanan waktu, gaya nasional, komitmen
dan hal yang mendahului.
1. Penilaian masalah
Suatu unsur yang amat penting dalam analisis masalah adalah
pemilihan awal sasaran yang ingin dicapai. Ini merupakan inti dari
strategi yang berupa suatu rencana penggunaan sumber-sumber untuk
mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Dalam tingkat
politik luar negeri, rencana semacam itu disebut strategi nasional.
2. Perhitungan biaya atau resiko
Perhitungan biaya atau resiko merupakan faktor yang mempengaruhi
suatu keputusan politik luar negeri, karena tidak ada negara yang dapat
melakukan politik luar negeri bisa terbebas dari hal ini yaitu
pembatasan jumah sasaran, dan terbatasnya jumlah pilihan alternatif
yang tersedia.
3. Aspek domestik: konsensus
Semua negara tanpa memandang bentuk pemerintahan dan falsafah
politiknya terikat oleh konsensus rakyat dan dibatasi oleh sikap
4. Informasi kurang lengkap
Dalam politik luar negeri, informasi yang kurang lengkap antara lain
disebabkan oleh kelambanan pembuat keputusan dalam mengejar
peristiwa yang cepat berubah sebelum fakta-fakta yang ada lengkap
terkumpul. Karena itu informasi seadanya akan dijadikan dasar untuk
mengurangi resiko seminimal mungkin. Informasi tidak lengkap
mempunyai dua arti yaitu kekurangan data atau terlalu banyak data.
Kurangnya data disebabkan lambatnya informasi dan bila tidak dapat
menunggu, maka pembuat keputusan akan mengisinya dengan
perkiraan. Bilamana terlalu banyak data, maka informasi yang
diperlukan terkubur dalam tumpukan data dan memerlukan waktu
untuk menemukannya sedangkan waktu mendesak untuk mengambil
keputusan.
5. Tekanan waktu
Berbagai peristiwa terjadi dengan cepat dan hasil-hasilnya jauh lebih
cepat diketahui, sehingga banyak para pembuat keputusan politikluar
negeri menghadapi masalah waktu yang diperlukan untuk dapat
berpikir tepat dan akan kehilangan mutu pemahaman dan keluwesan
yang diperlukan dalam mengambil keputusan.
6. Gaya nasional
Gaya nasional merupakan tradisi dan citra masyarakat yang mengharap
para pejabatnya melaksanakan dan mengambil keputusan secara khusus
28
dalam proses pembentukan pola analisis dari pembuat keputusan itu
sendiri.
7. Komitmen dan hal yang mendahului
Faktor terakhir yang mempengaruhi keputusan adalah struktur dari
komitmen dan peristiwa yang mendahului sebelum keputusan dibuat.
Dengan cara yang berbeda, semua negara atau aparatur pembuat
keputusan dan individu-individu pembuat keputusan pasti terikat oleh
masa lampaunya yang lama ataupun yang baru berlalu (Nasution,
1991:21-24).
2.2.3 Kerjasama Internasional
Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia sejak dahulu kala selalu hidup
bersama-sama dalam satu kelompok. Dalam kelompok manusia itulah mereka
berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya. Pada awalnya kelompok
manusia hidup dari hasil perburuan kelompoknya, setelah sumber buruan habis
maka mereka pindah ke lokasi lain dengan cara hidup nomaden. Sejalan dengan
perkembangan peradaban, mereka mulai hidup secara menetap pada satu tempat
dan mulai mengenal bagaimana beternak dan bercocok tanam untuk memenuhi
kebutuhan. Kemudian terjadi pertentangan-pertentangan antarkelompok untuk
memperebutkan satu wilayah tertentu, dan untuk mempertahankan hak hidup
mereka pada lokasi yang mereka anggap baik bagi sumber penghidupan
kelompoknya, mereka memilih seseorang atau sekelompok kecil orangnya yang
meluasnya kepentingan kelompok yang ada dan untuk dapat mengatasi kesulitan
yang mereka hadapi, baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar, mereka
merasakan perlu adanya suatu organisasi seperti dikenal sekarang yang mengatur
tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam kelompok yang bergabung
menjadi kelompok yang lebih besar (Rudy, 2009:65-66).
Dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelompok kecil yang kemudian bergabung
menjadi kelompok yang lebih besar juga merupakan suatu bentuk organisasi pada
zaman dahulu. Kemudian dari sinilah mulai berkembang menjadi kerajaan atau
negara sebagai perwujudan dari kelompok manusia yang lebih tertib dan teratur
sebagaimana persyaratan sebagai suatu organisasi. Kemudian kerajaan atau negara
dengan kerajaan atau negara lain saling berhubungan yang pada mulanya adalah
hubungan perdagangan yang lama kelamaan berkembang serta meluas ke
bidang-bidang lain seperti kebudayaan, politik, militer, dan lain sebagainya. Dalam
hubungan ini, terdapat keadaan yang memudahkan pencapaian tujuan
masing-masing dan dalam konteks hubungan inilah sering terjadi benturan kepentingan
diantara negara yang berhubungan, bahkan dapat berkembang menjadi konflik
bersenjata, yang dalam sejarah dunia telah terbukti beberapa kali bahkan beratus
kali terjadi peperangan antar bangsa (Rudy, 2009:66-67).
Pola interaksi Hubungan Internasional tidak dapat dipisahkan dengan segala
bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional,
baik oleh pelaku negara (state actor) maupun oleh pelaku bukan negara (non-state
actor). Pola hubungan atau interaksi ini dapat berupa kerjasama (cooperation),
30
merupakan serangkaian hubungan yang tidak didasari kekerasan atau paksaan dan
disahkan secara hukum.
Kerjasama bermula karena adanya keanekaragaman masalah nasional,
regional maupun global yang muncul sehingga diperlukan adanya perhatian lebih
dari satu negara, kemudian masing-masing pemerintah saling melakukan
pendekatan dengan membawa usul penanggulangan masalah, melakukan
tawar-menawar, atau mendiskusikan masalah, menyimpulkan bukti-bukti teknis untuk
membenarkan satu usul yang lainnya, dan mengakhiri perundingan dengan suatu
perjanjian atau saling pengertian yang dapat memuaskan semua pihak (Holsti,
1987:651).
Selanjutnya Holsti memberi definisi kerjasama sebagai berikut:
1. Pandangan bahwa terdapat dua atau lebih kepentingan, nilai, atau tujuan
yang saling bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan
atau dipenuhi oleh semua pihak;
2. Persetujuan atas masalah tertentu antara dua negara atau lebih dalam
rangka memanfaatkan persamaan atau benturan kepentingan.
3. Pandangan atau harapan suatu negara bahwa kebijakan yang diputuskan
oleh negara lainnya membantu negara itu untuk mencapai kepentingan
dan nilai-nilainya;
4. Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi di masa depan yang
dilakukan untuk melaksanakan persetujuan;
5. Transaksi antar negara untuk memenuhi persetujuan mereka (Holsti,