PERAN WAHID INSTITUT DALAM MENGKAMPANYEKAN
PEMIKIRAN ISLAM, PLURALISME DAN DEMOKRASI
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Disusun Oleh:
MOH. JAZULI
NIM. 103051028501
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULAH
JAKARTA
PERAN WAHID INSTITUT DALAM
MENGKAMPANYEKAN PEMIKIRAN ISLAM,
PLURALISME DAN DEMOKRASI
DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
MOH. JAZULI
NIM. 103051028501
Di Bawah Bimbingan
Dr. Wahyu Prasetyawan M. A
NIP : 150 271 946
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang dilakukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mempeloreh gelar SI di Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia diberikan sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ABSTRAK
PERAN WAHID INSTITUT DALAM MENGKAMPANYEKAN PEMIKIRAN ISLAM PLURALISME DAN DEMOKRASI
Pemikiran Islam Pluralisme dan Demokrasi merupakan tiga komponen yang saling mengisi dalam demokratisasi, namun dalam proses tersebut tidak selamanya berjalan dengan mulus. Diperlukan sebuah usaha untuk mewujudkan kehidupan negara yang damai dan menjunjung tinggi norma masyarakat maupun hukum negara baik oleh perseorangan, kelompok aktivis atau lembaga yang konsisten dalam mewujudkan misi itu.
Diantara lembaga yang berusaha mewujudkan tujuan diatas ialah Lembaga Wahid Institut, yang bergerak sebagai lembaga riset dan pengembangan kebudayaan Islam. Hampir lima tahun Wahid Institut ikut andil dalam demokratisasi di Indonesia yang tentunya sebagai lembaga yang konsisten dan aktif, telah banyak merealiasikan peran lembaga kepada negara maupun masyarakat sesuai dengan ruang lingkup programnya
Sehingga, berkaitan dengan aktivitas lembaga Wahid Institut, yang perlu untuk di jawab dalam penelitian ini ialah apa peran Wahid Institut dalam mengkampanyekan pemikiran Islam, pluralisme dan demokrasi, sebagai salah satu program lembaga dan bagaimana lembaga mewujudkannya?
Dalam menjawab pertanyaan diatas penulis menggunakan pendekatan Gross, Mason, dan A.W. Mc. Eachem sebagaimana dikutip oleh David Berry, dalam teorinya, mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang di kenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Menurutnya, dalam peran terdapat dua macam harapan yaitu: pertama, harapan-harapan masyarakat terhadap pemegang peran. Kedua, harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.
Lebih lanjut, Biddle dan Thomas membagi peristilahan teori peran dalam empat golongan yaitu istilah yang menyangkut orang yang mengambil bagian dalam interaksi, perilaku yang muncul dalam interaksi, kedudukan orang dalam perilaku interaksi dan kaitan antara orang dan perilaku interaksi perilaku tersebut.
Sebagai sebuah lembaga gerakan Wahid Institut ingin berperan dan berkontribusi untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang damai, mencoba memberikan alternatif-alternatif melalui pemikiran progresif dalam nuansa demokratis dan sadar hukum tanpa ada pembedaan terhadap segala perbedaan yang ada.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang karena kasih dan
sayang serta ridhanya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad saw,
dan semoga penulis dapat menempuh jalan tauladan dan mendapatkan tempat
dihatinya.
Selanjutnya terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu dan Ayahanda yang
selalu memberikan ketulusan cinta serta keikhlasan do'anya semoga penulis
mendapatkan tempat di dunia ini.
Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan kepada berbagai pihak
yang telah membantu penulisan ini penulis sampaikan banyak terimakasih kepada:
1. Dr. Murodi MA. Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Wahidin Saputra, M.Ag dan Umi Musyarofah, MA. Selaku ketua dan
sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Wahyu Prasetyawan. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bantuannya atas penulisan skripsi ini.
4. Dosen dan staf pengajar Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh pengurus lembaga Wahid Institut yang telah membantu penyelesaian
skripsi penulis
6. Segenap staf Perpustakaan Utama dan Fakultas yang telah memberikan
pelayanan yang baik kepada penulis.
7. Seluruh keluarga yang selalu mendoakan, mendukung dan memberikan
motivasi kepada penulis
8. Sahabat-sahabatku yang kusayangi semoga kita akan mendapatkan kasih
sayang dari Allah dan mendapatkan syafaatnya diakhirat nanti, sahabat ini
berharap kita tidak akan berpisah selamanya dalam esensi persahabatan kita,
dan,
9. Kepada teman-teman yang saya banggakan ku berucap dan perpesan salam.
Terimakasih semuanya.
Jakarta, 23 Februari 2008
Penulis
DAFTAR ISI
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 2
C. Metodologi Penelitian ... 3
D. Tujuan Penulisan ... 3
E. Tinjauan Pustaka ... 4
F. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Peran ... 6
B. Teori Kampanye ... 7
C. Teori Pemikiran Islam, Pluralisme dan Demokrasi ... 8
BAB III SEKILAS TENTANG WAHID INSTITUTE A. Latar belakang Lembaga Wahid Institut ... 22
B. Visi dan Misi Wahid Institut ... 23
C. Program – Program Wahid Institut ... 24
D. Struktur Organisasi Wahid Institut, Garis Besar Aktivitas, Program dan Managemen Wahid Institut, ... 26
BAB IV PEMBAHASAN KAMPANYE PEMIKIRAN ISLAM, PLURALISME DAN DEMOKRASI DI INDONESIA A. Upaya yang dilakukan Wahid Institut dalam mengkampanyekan Pemikiran Islam, Pluralisme dan Demokrasi di Indonesia ……….………...….. 62
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebelum menjadi presiden dan membentuk partai, Gus Dur selalu bercita-cita
bagaimana di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini mempunyai
sumbangan yang lebih kongkrit terhadap kepemimpinan di dunia di dalam proses
dialog peradaban yang di katakan olehnya sebagai sebuah pusat study Asia Tenggara.
Pusat study inilah yang dicita-citakan oleh Gus Dur bahwa disanalah nanti
tokoh-tokoh Islam yang kemudian punya pemikiran masa depan bisa bertemu,
berkumpuldan kemudian membuat Indonesia sebagai sebagai simpul dinamika agama
di Asia Tenggara.
Perkembagan warga NU dalam sangatlah luar biasa dan tatkala Gus Dur
bilang NU harus kembali ke khittah, yang paling berhasil di letakan olehnya adalah
tradisi pemikiran yang terbuka itu. Selain tradisi bahwa NU memiliki subkultur Islam
yang damai karena berasal dari pedesaan, tetapi juga subkultur Islam yang terbuka
dan fleksibel untuk perubahan. Dan itulah kira-kira sumbangan Gus Dur yang
terbesar, selain juga Cak Nur dengan Paramadina-nya dan juga M. Syafi'i Maarif
dalam Muhammadiyah dengan ( Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah)
JIMM-nya. Walau pun tidak sebesar NU1.
Loyalitas serta konsistensi dalam membela pluralisme, demokrasi dan dalam
memperjuangkan masyarakat dengan nilai Islami mendorong berbagai pihak untuk
membentuk lembaga yang bertujuan untuk mewujudkan prinsip-prinsip Gus Dus
1
Dr. Muslim Abdurrahman, www.wahidinstitut.org
yakni membangun lembaga dengan pemikiran Islam yang moderat agar tercipta
demokrasi, pluralisme agama-agama, multikulturalisme dan toleransi dikalangan
kaum muslim di Indonesia maupun dunia. Untuk itu maka, diluncurkanlah Wahid
Institut yang dihadiri oleh tokoh dari dalam maupun luar negeri.
Dari penjelasan diatas, penulis ingin membahas dan meneliti tentang Wahid
Institut lebih mendalam untuk mendapatkan informasi yang mencukupi tentangnya.
Sehingga penulis mengajukan sebuah skripsi yang berjudul : Peran Wahid Institut
dalam Mengampanyekan Pemikiran Islam, Demokrasi dan Pluralisme di Indonesia.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Bertolak dari uraian diatas, untuk mempermudahkan pembahasan dan
pemfokusan penelitian penulis mendasarkan pada tema program kampanye Pemikiran
Islam, Pluralisme dan Demokrasi serta aktivitas Wahid Institut secara umum.
Dari pembahasan di atas, masalah yang dapat dirumuskan adalah: Apa Peran
Wahid Institut dalam Mengkampanyekan Pemikiran Islam, Pluralisme dan Demokrasi
Wahid Institut di Indonesia?
Pilihan ini didasarkan pada isu-isu yang memang menjadi kajian dan model
utama kampanye Wahid Institut dalam masyarakat, sehingga dengan demikian dapat
menjadi pembatasan dan menghindari melebarnya bahasan penelitian ini.
C. Metodologi Penelitian
1. Metode pengumpulan data
Untuk menjawab persoalan di atas, sebagai landasan operasional penulis
melakukan observasi, mencari dan mengumpulkan buku-buku, tulisan-tulisan atau
wawancara sebagai sumber primer, juga dokumentasi-dokumentasi lain seperti
buku-buku dan artikel yang berkaitan dengannya sebagai sumber sekunder.
2. Metode pembahasan
Adapun pembahasannya, penulis menggunakan :
- Pendekatan deskriptif yaitu pendekatan dengan cara mengumpulkan
data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti kemudian dideskripsikan
secara aktual akurat dan sistematis untuk memperoleh kejelasan masalah
yang diteliti dan dapat menjawab permasalahan-permasalahan tersebut.
- Tekhnik Analisis Isi (content Analisis) yaitu menurut R. Holsti yang
mendefinisikan analisis isi sebagai tekhnik apapun yang di gunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan
dilakukan secara obyektif dan sistematis2.
3. Tehnik penulisan
Sedangkan tekhnik penulisan, penulis menggunakan buku pedoman penulisan
Skripsi, Tesis, dan disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
2007 dan metode penelitian dakwah.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini ialah:
1. Untuk mengetahui metode-metode yang dikembangkan oleh yayasan Wahid
Institut dalam mengampanyekan pluralisme di Indonesia
2. Untuk mengetahui profile dan aktivitas yayasan lembaga Wahid Institut
2
3. Secara akademis diharapkan dapat mampu membahas kajian gerakan
kontemporer dalam rangka pengembangan kajian Islamiah bagi para praktisi
dan aktivis di Indonesia
4. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas akademik yang
merupakan syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka
menyelesaikan studi tingkat sarjana program strata satu (SI) di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menulis skripsi ini penulis terinspirasi saat penulis membaca harian
kompas saat mengetengahkan launcing Wahid Institut yang di dalamnya
mengemukakan visi-misi serta program lembaga.
Terdapat dua alasan ketertarikan dari penulis untuk menelitinya; pertama,
lembaga ini bervisi mewujudkan prinsip-prinsip Gus Dur, di mana tokoh ini memiliki
sejarah fenomena yang unik dan kontroversial; kedua, bermisi mengemban komitmen
menyebarkan gagasan muslim progresif yang mengedepankan toleransi dansaling
pengertian di masyarakat dunia Islam dan barat dengan mengusung isu pemikiran
Islam, pluralisme dan demokrasi.
Saat penulis melihat skripsi-skripsi di perpustakaan utama menulis
menemukan beberapa skripsi tentang Gus Dur dan hanya pada pemikiran dan isu
demokrasi serta plurlitas yang menjadi bagian perjuangannya. Data ilmiah dari
gagasan maupun isu tersebut penulis sesuaikan dengan buku yang berjudul symbol of
system, dan penulis berinisiatif melengkapi pustaka tentang ide pemikiran serta Gus
F. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis bagi kedalam lima bab, masing-masing
bab terdiri atas beberapa sub, untuk memperoleh gambaran yang jelas penulis uraikan
sistematika sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan: pendahuluan ini berisikan latar belakang masalah,
perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teori: teori peran, kampanye, pemikiran Islam, pluralisme dan
demokrasi
BAB III : Sekilas tentang yayasan lembaga Wahid Institut: latar belakang,
visi-misi, program-program serta struktur organisasi lembaga Wahid
Institut serta garis besar program, manajemen dan aktivitas Wahid
Institut.
BAB IV : Pembahasan tentang kampanye pemikiran Islam, pluralisme dan
demokrasi: upaya-upaya yang di lakukan, pendukung dan penghambat
serta analisa penulis tentang peran Wahid Institut dalam
mengkampanyekan pemikiran Islam, pluralisme dan demokrasi di
Indonesia
BAB V : Penutup: Penulis mencoba membuat suatu kesimpulan dari bab-bab di
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Peran
Secara bahasa, peran dalam kamus besar bahasa Indonesia ialah beberapa
tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat
dan harus dilaksanakan. Dengan kata lain seseorang dapat dikatakan memainkan
perannya apabila memiliki status di masyarakat.
Teori peran (role theory) adalah teori yang merupakan sebuah perpaduan
berbagai teori orientasi maupun disiplin ilmu pada dasarnya peran tidak bisa
dipisahkan dengan status kedudukan, walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling
berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, karenanya peran diibaratkan dua
sisi mata uang yang berbeda.3
Jadi peran adalah seperangkat tindakan atau perbuatan, pekerjaan yang
dilakukan oleh seseorang yang berkedudukan di masyarakat dalam suatu peristiwa
atau keadaan yang sedang terjadi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Dalam teorinya, Biddle dan Thomas seperti dikutip Sarlito membagi
peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan yaitu istilah yang menyangkut :
a) Orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut.
b) Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
c) Kedudukan orang dalam perilaku.
d) Kaitan antara orang dan perilaku4.
Tidak hanya sekedar memiliki status, namun ia harus dapat menjalankan
harapan-harapan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Gross, Mason, dan A.W.
3
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori Psikologi Sosial, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-8, h. 214
Mc. Eachem sebagaimana dikutip oleh David Berry mendefinisikan peran sebagai
seperangkat harapan-harapan yang di kenakan pada individu yang menempati
kedudukan sosial tertentu. Menurutnya pula bahwa harapan-harapan tersebut
merupakan imbangan-imbangan dari norma-norma sosial. Berdasarkan hal tersebut
maka norma-norma dan harapan-harapan yang ditentukan oleh masyarakat.
Di dalam peran terdapat dua macam harapan yaitu: pertama, harapan-harapan
masyarakat terhadap pemegang peran. Kedua, harapan-harapan yang dimiliki oleh
pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran terhadap
orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau
kewajiban-kewajibannya.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat dikatakan seseorang berperan apabila
telah memiliki status. Di dalam status tersebut terdapat tugas-tugas yang sebelumnya
disusun berdasarkan harapan-harapannya, namun, harus sesuai pula dengan harapan
masyarakat. Sehingga, apabila dalam tugas-tugasnya yang semula disesuaikan dengan
harapan orang atau lembaga yang berperan kemudian tidak sesuai harapan
masyarakat, maka dapat dikatakan belum berhasil.
B. Teori Kampanye
Menurut pakar komunikasi Rice dan Paisley, dikatakan bahwa kampanye ialah
keinginan seseorang untuk mempengaruhi opini individu dan publik, keperdayaan,
tingkah laku, minat atau keinginan audiensi dengan daya tarik komunikator sekaligus
komunikatif.
Wiliam Albig mendefinisikan komunikiasi dalam kampanye merupakan
proses pengoperan lambang-lambang yang bernama antar individu, Suatu lambang
Unsur-unsur kampanye:
- Ada kegiatan atau proses komunikasi yang berlangsung dalam suatu
kampanye. Berisikan rencana, tema/topik/isu, budget (dana), dan fasilitas
- Komunikator, merupakan orang yang menyampaikan suatu pesan yang hendak
disampaikan kepada pihak lain
Jika ditarik sebuah kesimpulan dari uraian di atas, bahwa kampanye adalah
menyangkut kepentingan organisasi, lembaga, perusahaan, peluncuran produk suatu
barang atau jasa hingga bidang poitik, sosial, dan seni budaya, olahraga,
pembangunan nasional dan sebagainya. Kegiatan kampanye dilakukan tertentu pada
jangka waktu yang tertentu dan dirancang sedemikian rupa, aktraktif, kreatif, dan
dinamis dalam rangka untuk mempengaruhi pihak lain5.
C. Teori Pemikiran Islam, Pluralisme dan Demokrasi
Pemikiran Islam
Pemikiran Islam di Indonesia berkembang dengan cepat pada permulaan abad
ke-20 dengan tumbuhnya modernisme. Dalam seajarah Islam, Mulanya berkembang
pemikiran rasional, tetapi kemudian berkembang pemikiran tradisional. Pemikiran
rasional berkembang pada zaman klasik Islam (650-1250 M), sedang pemikiran
tradisional berkembang pada zaman pertengahan Islam (1250-1800 M)6.
Periode sekitar dua abad setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, pada
hakikatnya merupakan periode formatif7. Ajaran-ajaran Islam mengalami kristalisasi
dan bentuk yang komprehensif dan universal. Jadi masalah pembaharuan pemikiran
5
Ruslan Rosady, Kiat Dan Publc Relation,( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2005), cet Ke-1, h. 64.
6
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung, Mizan 1996). Cet Ke-1, h. 157
7
Islam muncul setelah periode formatif, terutama setelah Islam sebagai agama dan
sekaligus "great tradition" berhadapan dengan berbagai budaya lokal, berbagai paham
non Islam dan aneka bentuk pemerintahan yang ada, baik di dunia timur sendiri
maupun dunia barat.
Periode formatif pasca-Nabi bukanlah suatu periode sejarah yang tanpa
konflik. Justru pada periode inilah telah muncul konflik tajam antara berbagai aliran
dalam masyarkat Islam pada waktu itu, mengenai masalah ideologi, politik, sosial,
moral, spiritual8. Ortodoksi Islam yang kemudian melembaga dan mengkristal setelah
dua abad setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, adalah hasil pertarungan berbagai
macam gagasan dan pemikiran di kalangan umat Islam yang meliputi hampir segala
bidang kehidupan9.
Arkoun, seorang tokoh besar Islam membagi epistema dalam sejarah Islam
dalam beberapa penggalan untuk menjelaskan terma-terma "yang terpikirkan" (le
pensable/ thinkable) yang "yang tak terpikirkan" (L 'impense/ Inthinkable) dan "yang belum terpikirkan" (L Impensable/ not yet though)10.
Terpikirkan maksudnya ialah hal-hal yang mungkin umat Islam
memikirkannya, yang demikian bisa difikirkan, karena merupakan yang jelas dan
boleh memikirkannya. Sedang “yang tak terpikirkan" atau “mustahil
memikirkannya” atau belum terpikrkan (unthinkable)adalah hal-hal yang yang tidak
mempunyai hubungan dan tidak saling terikatnya antara ajaran agama dengan praktek
kehidupan sehari-hari, atau jauhnya aplikasi agama dengan norma transenden yang
semestinya seperti tak terikatnya apa yang dilakukan para ilmuwan dan apa yang
8
Ahmad Hanafi, Pengantar Theologi Islam, (Jakarta, Pustaka Al Husna 1989), Cet Ke-2, h.19.
9
Nurhidayat Muh Said, Pembaruan Pemikiran Islam Di Indonesia, (Jakarta, Media Aktualisasi Pemikiran 2006), Cet ke-1 h. 37.
10
dikerjakan para ulama, meskipun keduanya masih memiliki keterlibatan intelektual
(intelektual link).
Adalah kebijakan kerasulan yang sangat tinggi bahwa nabi menegaskan tidak
adanya kerugian dalam kegiatan berijtihad dan ijtihad hanya akan membawa kebaikan
ganda atau tunggal. Maka tidak ada yang salah dengan berijtihad. Kesalahan
satu-satunya ialah adanya rasa takut salah itu sendiri yang menjadikan manusia jadi statis
dan tidak kreatif. Bias dari adanya rasa takut salah akan berdampak pada sumber
taklid.
Seharusnya, kita mempunyai kemantapan kepercayaan bahwa semua bentuk
pikiran dan ide, betapapun aneh kedengarannya harus mendapatkan jalan untuk
dinyatakan. Tidak mustahil dari pikiran-pikiran dan ide-ide yang umumnya semula
dianggap salah ternyata kemudian benar. Kenyaataan ini merupakan pengalaman
setiap gerakan pembaruan, baik perorangan maupun organisasi dalam sejarah manusia
di bumi ini. Dalam pertentangan pikiran dan ide, kesalahan sekalipun memberikan
kegunaan yang kecil, ia akan mendorong untuk menyatakan dirinya dan tumbuh
menjadi kuat.
Karena tiadanya pikiran-pikiran yang segar, kita telah kehilangan apa yang
dinamakan psycological striking force (daya tonjok psikologis) untuk membikin
ide-ide yang sejalan dengan kenyataan-kenyataan zaman sekarang. Sejalan dengan
intelectual freedom, kita harus bersedia mendengarkan perkembangan ide-ide
kemanusiaan dengan spectrum seluas mungkin, kemudian memilih mana yang
menurut ukuran-ukuran objektif mengandung kebenaran, sulit dimengerti justru umat
Islam lebih banyak bersifat tertutup dalam sikapnya padahal kitab suci al qur'an
menegaskan semangat inklusivisme.11
11
Pembaharuan mempunyai pengertian pikiran gerakan untuk menyesuaikan
paham-paham keagamaan Islam dengan perkembagan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Arti pembaharuan dan modernisasi hampir identik dengan rasionalisasi yaitu
hasil perombakan pola pikir dan tata kerja tema yang tidak akilah (rasional) menjadi
pola berpikir rasional dan tata kerja yang akilah. Kegunaannya adalah untuk
memperoleh daya guna dan efisiensi yang maksimal.
Tujuan dari pembaharuan Islam adalah
a. Untuk menyebarkan, menafsirkan dan mensistematisasi ajaran-ajaran Islam
yang sifatnya global dan universal, sehingga dapat difahami masyarakat sesuai
zamannya.
b. Untuk menafsirkan ulang ajaran-ajaran yang sudah dianggap lama, sehingga
menjadi pemahaman baru yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi baru.
c. Menjadi bukti agama Islam adalah agama yang paling sempurna yang sesuai
dengan segala bangsa dan zaman
d. Menunjukan bahwa agama Islam adalah agama rasional yang menempatkan
rasio berkedudukan tinggi, sehingga Islam tidak pernah bertentangan dengan
kemajuan zaman
e. Menunjukan bahwa agama Islam yang ajarannya bersumber dari qur'an dan
hadist dan yang sifatnya qot'iyu dilalah, dan dzoniyyu dilalah sekarang masih
asli tidak ada perubahan, sedang yang dzaniyyu dilalah penafsirannya
disesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga tidak ketinggalan zaman.
Pembaruan Islam menurut Harun Nasution mengharuskan umat Islam untuk
1 Agama rasional, sebagai landasan bagi pandangan dunia dan moral Islam.
Maksudnya adalah bahwa pilihan moral tidak selamanya mengasaskan pada
wahyu, akan tetapi juga pada akal agamis yang berdaya yang mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk;
2 Budaya rasional sebagai landasan bagi pengembangan pendidikan dan ilmu
pengetahuan, yaitu dalam pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan
harus dilandaskan pada kerja budaya yang di topang oleh nalar sehat;
3 Teologi rasional, sebagai landasan bagi pembaruan dan pembaruan umat yaitu
dimaksudkan untuk mengajak umat Islam agar selalu kritis tatkala hendak
memulai membangun suatu langkah reformatif sekaligus menggagas upaya
pembangunan bangsa;
4 Masyarakat rasional, sebagai landasan bagi aspirasi sosial, politik dan
hubungan antar agama, yaitu dalam hubungan berbangsa hendaklah
bersama-sama memfungsikan nalar untuk duduk berbersama-sama saling menghargai baik antar
sesama agama maupun beda agama12.
Lepas dari keadaan yang ada sekarang di dunia Islam, terdapat sejumlah
pemikir muslim di pelbgai negara Islam yang berusaha mengembangkan konsep Islam
yang berbeda yaitu Islam yang tercerahkan, mereka percaya bahwa ideologi Islam
yang ditentukan dari atas tidak mewakili konsep Islam yang sejati, melainkan sesuatu
yang lebih baik jika disebut dengan "ideologi Islam politis".
Para pemikir Islam yang tercerahkan tersebut sedang bekerja membuat metode
baru dan ilmiah dalam menafsirtkan ayat-ayat al Qur'an yang di dasarkan pada prinsip
atau keyakinan bahwa ayat-ayat tersebut pertama-tama harus dibaca dan di tafsirkan
berdasarkan konteks historisnya.
12
Dengan demikian mereka akan menyadari dan memahami bahwa politik
bukanlah doktrin yang tetap maupun metode yang pasti dalam Islam, selain itu
mereka akan menyadari bahwa peristiwa politik hanyalah
peristiwa-peristiwa manusia karena itu tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang ilahiah.
Sebelumnya peristiwa-peristiwa politik tersebut harus dilihat dan dinilai oleh
masyarakat sipil berdasarkan hak-hak asasi manusia.
Kita berharap bahwa lewat pemikiran yang tercerahkan tersebut demokrasi
akan menjadi tuntutan semua orang Islam dan dengan demikian mereka akan
menyadari bahwa demokrasi merupakan satu-satunya jalan bagi perkembangan dan
kemajuan mereka, dan hanya hanya melalui demokrasi mereka akan menjadi mampu
untuk memerintah dan mengatur diri mereka sendiri13.
Pluralisme
Secara etimologis istilah ini berasal dari dua kata yaitu plural dan isme. Plural
berarti jamak, lebih dari satu, pluralitas dapat berarti keanekaragaman, sehingga
pluralitas merupakan kondisi obyek dalam suatu masyarakat yang terdapat sejumlah
group saling berbeda, baik strata ekonomi, ideologi, keimanan maupun latar belakang
etnis. Sedang isme artinya paham, pemahaman atau memahami.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa pluralisme adalah paham yang
menyadari suatu kenyataan tentang adanya kemajemukan, keragaman sebagai sebuah
keniscayaan sekaligus ikut secara aktif memberikan makna signifikansinya dalam
konteks pembinaan dan perwujudan kehidupan berbangsa dan bernegara serta
beragama14. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, karangan Prof. Dr. Js. Badudu
13
Islam & Barat, Demokrasi dalam Masyarakat Islam, (Jakarta: Fredrich-Naumann-Stiftung (FNS) Indonesia dan Pusat Studi Paramadina, 2002).cet 1, h. 11.
14
dan Prof. Dr. Sultan moh Zain, pluralisme ialah sifat yang menyatakan jamak, seperti
kebudayaan yang tampak pada bangsa Indonesia .
Sedang pluralisme agama berasal dari dua kata pluralisme dan agama. Dalam
bahasa arab, pluralisme diterjemahkan dengan al-ta’addudiyyah al-diniyah dan dalam
bahasa Inggris “religious pluralism”. Oleh karena pluralisme agama ini berasal dari
bahasa Inggris maka untuk mendefinisikannya secara akurat harus menggunakan
kamus bahasa tersebut.
Pluralisme dalam kamus bahasa Inggris mempunyai tiga pengertian. Pertama,
pengertian kegerejaan yaitu orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam
struktur kegerejaan, memegang satu atau lebih secara bersamaan baik bersifat
kegerejaan maupun nonkegerejaan. Kedua, pengertian filosofis berarti sistem
pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran mendasar yang lebih dari satu.
Sedangkan ketiga, pengertian sosiopolitis ialah suatu sistem yang mengakui
koeksistensi keragaman kelompok baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai
dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat karakteristik
diantara kelompok-kelompok tersebut.
Ketiga pengertian tersebut dapat disederhanakan dalam satu makna yaitu,
koeksistensinya berbagai kelompok atau keyakinan disatu waktu dengan tetap
terpeliharanya perbedaan-perbedaan dan karakteristik masing-masing.
Dalam the encyclopedia of religion, Jhon Hick menjelaskan bahwa, pluralisme
adalah sikap keagamaan antitesa dari eksklusivisme. Eksklusivisme ialah suatu
Misalnya doktrin gereja katolik yang berbunyi extra eccesia nulla salus yang artinya
diluar gereja tidak ada keselamatan15.
Sedang eksklusifisme ialah suatu pandangan bahwa agama saya dan agama
anda benar walaupun berbeda formalitasnya. Agama lain dianggap baik dalam
kategori kebenaran dalam agama saya, misalnya pandangan Karl Rahner bahwa setiap
kristiani adalah muslim universal16. Sebagaimana eksklusivisme pluralisme ialah
suatu pandangan bahwa agama ajaran apapun yang mengajarkan kebenaran yang
sejati dianggap sama dengan jalan keselamatan17. Jadi pluralisme adalah suatu cara
untuk melihat dan memberikan nilai p bositif dan oktimis terhadap kemajemukan itu
sendiri, menerima perbedaan sebagai sebuah realitas yang tak dipungkiri18.
Pluralisme tidak dapat difahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat
kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama yang justru
hanya menggambarkan kesan fregmentasi bukan pluralisme, pluralisme juga tidak
boleh difahami sekedar sebagai “kebaikan negatif” (negatif good) hanya ditilik dari
kegunaanya untuk menyingkirkan fanatisme (to keep fanaticm at bay). Pluralisme
harus difahami sebagai pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban
(genuine engagement of difertices within the bond of civility). Bahkan pluralisme
adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui
mekanisme pengawasan dan merupakan salah satu wujud kemurahan tuhan yang
melimpah kepada umat manusia19.
15
Mercia Eliade (ed), The Encyclopedia or Religion, (New York: Macmillan Library Reference USA,1993), h. 331.
Menurut Alwi Shihab sikap pluralisme sangat mendorong dalam rangka
berdialog untuk terciptanya kerukunan antar umat beragama, ada beberapa konsep
pluralisme yang dikemukakan oleh Alwi Shihab:
Pertama, pluralisme bukan hanya kemajemukan semata, namun melibatkan
diri (keterlibatan aktif) terhadap kemajemukan itu sendiri, kemajemukan bisa dilihat
diberbagai macam tempat, pasar, kantor, sekolah dan lainnya.
Kedua, pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.
Kosmopolitanisme merujuk kepada suatu realita di mana aneka ragam agama, ras,
hidup berdampingan disuatu lokasi, ialah suatu contoh kota new york, dikota ini
terdapat umat yahudi, Kristen, muslim hindu, budha, sampai orang yang tak
beragamapun ada, karena kota ini kosmopolit seakan seluruh penduduk dunia
terwakili disini, namun interaksi antar agama sangat minim, itupun kalau ada.
Ketiga, konsep pluralisme harus dibedakan dengan relativisme, seorang
relativis akan beranggapan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran atau
nilai-nilai ditentukan oleh pola pikir mereka. Sebagai contoh, kebenaran dan keyakinan
yang di yakini oleh bangsa Eropa bahwa Colombus menemukan Amerika adalah
sama benarnya dengan keyakinan penduduk asli benua tersebut, bahwa Colombus
mencaplok Amerika.
Keempat, pluralisme bukan sinkretisme, yakni memedukan dua ajaran atau
lebih menjadi satu. Karena kita sudah menjumpai dari dulu hingga sekarang
perapaduan keyakinan atau agama. Contoh, New Age Religion (agama masa kini)
perpaduan yoga Hindu, meditasi Budha, tasawuf Islam dan mistik Kristen20.
Dari beberapa bahasan diatas maka terdapat kesimpulan; pertama, bahwa
pluralisme merupakan sebuah pemahaman keberbedaan sekaligus dalam arti
20
kemajemukan, menjalani kehidupan bersama dalam kesadaran akan sikap saling
menghargai, menghormati dan memahami berbagai perbedaan baik suku, ras agama
bahkan kehidupan sosial politik.
Kedua, pluralisme sedikitnya memiliki tiga unsur yang menjadi bagian
adanya berjalannya pluralisme yaitu
1 Adanya dialog, yaitu dialog antar agama, aliran dan keyakinan yang berbeda;
2 Penilaian positif. yaitu menilai baik terhadap berbagai kemajemukan yang ada,
dan
3 Menerima perbedaan.
Demokrasi
Pengertian demokrasi. Secara etimologis demokrasi terdiri dari dua kata yang
berasal dari bahasa yunani yaitu “demos“ yang berarti rakyat atau penduduk suatu
tempat dan “cratein” atau ”cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi
secara bahasa demokrasi berarti keadaan negara dimana dalam sistem
pemerintahannya kedaulatan berada ditangan rakyat, kekuasaan tinggi berada di
tangan rakyat dan di jalankan oleh rakyat yang bertujuan untuk melindungi hak
maupun kedaulatan rakyat itu sendiri
Sementara itu pengertian demokrasi secara istilah yang dikemukakan para ahli
sebagai berikut
a. Menurut Joseph A. Schmitter, demokrasi merupakan suatu perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas
b. Sidney Hook berpendapat demokrasi ialah bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputussan pemerintah yang penting secara langsung maupun tidak
langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas
dari rakyat dewasa.
c. Pilippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai
suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas
tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak
secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil
mereka yang telah terpilih.
d. Hendry B. Moyp menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem yang
menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara aktif oleh rakyat pada pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
oleh masyarakat oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan pada persamaan prinsip persamaan politik dan diselenggarakan
dalam susasana terjaminnya kebebasan politik. Affan Gaffar (2000) memaknai
demokrasi dalam dua bentuk, yaitu pemaknaan secara normatif (demokrasi
normatif) yaitu demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah
negara. Dan secara empirik (demokrasi empirik) yaitu demokrasi dalam
perwujudannya pada politik praktis21.
Dalam hubungannya dengan Islam, perdebatan (diskursus) dan wacana antara
hubungan antara Islam dan demokrasi sebagaima diakui oleh Mun’im A. Sirry masih
menjadi perdebatan dan wacana yang menarik dan belum tuntas. Berdasarkan
pemetaan yang dikembangkan oleh John L. Esposito dan James P. Picatory (Sukron
21
Kamil, 2002) secara umum dapat dikelompokan dalam tiga kelompok pemikiran
(Mun’im A.Sirry):
a) Pertama, Islam dan demokrasi ialah dua sistem politik yang berbeda. Islam
tidak bisa disubordinatkan dengan demokrasi. Islam adalah sistem politik yang
self sufficient. Hubungan keduanya bersifat mutually exclusive. Islam
dipandang sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Islam berbeda
dengan demokrasi, apabila demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti
difahami dan dipraktikan dinegara-negara maju (barat), sedang Islam
merupakan sistem politik demokratis. Kalau demokrasi didefinisikan secara
substantif, yaitu keaulatan berada ditangan rakyat dan negara merupakan
terjemahan dari kedaulatan rakyat.
b) Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem
politik demokrasi seperti yang dipraktikan negara-negara maju. Di Indonesia
pandangan yang ketiga tampaknya lebih dominan karena demokrasi sudah
menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan negara-negara
muslim lainnya. Di antara tokoh dalam kelompok ini Fahmi Huwaidi,
al-Aqqad, M.Husain Haikal, Zakaria Abdul Mun’im, Robert N. Bellah dan
sebagainya. Di Indonesia diwakili oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur), Amin
Rais, Munawir Syadali, A. Syafii Maarif dan Abdurrahman Wahid.
Ada beberapa alasan teoritis yang bisa menjelaskan tentang lambannya
pertumbuhan dan perkembangan demokrasi (demokratisasi) di dunia Islam:
a) Pertama, pemahaman doktrinal menghambat praktek demokrasi, teori ini
dikembangkan oleh Elie Khudorie bahwa gagasan demokrasi masih cukup
yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang bertentangan
dengan Islam.
b) Kedua, persoalan kultur, demokrasi sebenarnya telah dicoba di negara-negara
muslim sejak paruh pertama abad duapuluh tapi gagal, tampaknya ia tidak
akan sukses pada masa-masa mendatang, karena warisan kultural masyarakat
(komunitas) muslim sudah terbiasa dengan otokritasi dan ketaatan pasif, teori
ini dikembangkan oleh Bernard Lewis dan ‘Ajami. Karena itu langkah yang
harus ditempuh adalah penjelasan cultural mengapa demokrasi tumbuh subur
di Eropa, tetapi didunia Islam malah otoritarianisme yang tumbuh dan
berkembang.
c) Ketiga, lambannya pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungan
dengan teologi maupun kultur, melainkan terkait dengan sifat alamiah
demokrasi itu sendiri. Untuk membangun demokrasi diperlukan kesungguhan,
kesabaran dan diatas segalanya adalah waktu. John L. Esposito dan O. Voll
adalah tokoh yang tetap optimis terhadap massa depan demokrasi.22
Masalahnya, seperti dikatakan oleh Munawir Sadzali, apakah Islam
memberikan pedoman mengenai negara dan pemerintahan? Soal pemilihan dan
suksesi kepala negara, tidak ada petunjuknya dalam Al Quran maupun sunah Nabi.
Bahkan, menurut Dr Qomaruddin Khan, tidak ada istilah dalam al-Qur’an yang
merupakan padanan “negara” atau “pemerintah”.
Kata al daulah, yang biasa dikutip sebagai istilah untuk negara, bukan istilah
al-Quran, melainkan para ahli fikih. Yang ada hanya petunjuk-petunjuk normatif yang
bisa saja dijadikan landasan teoretis mengenai negara, misalnya keadilan, prinsip
amanah, musyawarah, dan semacamnya.
22
Kehidupan demokrasi tidak akan lepas dari terpenuhinya unsur-unsur
demokrasi sendiri yang diantaranya adalah HAM, di mana di dalamnya terdapat
jaminan kebebasan berfikir, berargumen serta mengemukakan pendapat seperti halnya
jaminan akan kebebasan berkeyakinan. Secara lahiriah kebebasan ini dapat
meminimalisir hegemoni kekuasaan dan tekanan-tekanan situasional maupun
kondisional, yang dapat mengurangi kenyamanan individu dan kelompok dalam
dominasi mayoritas.
Bila membahas demokrasi maka akan ditemukan infrastruktur demokrasi,
adapun infrastruktur tersebut ada tiga macam yaitu:
1 Kedaulatan rakyat
2 Kepastian dan keadilan hukum
3 Budaya demokrasi.
Budaya demokrasi menempati posisi yang strategis bagi infrastruktur
demokrasi yang normal tentunya disamping kedaulatan rakyat dan kepastian keadilan
hukum. 23.
Dalam kehidupan bermasyarakat, seringkali kelompok mayoritas tidak
menghomati perbedaan yang mengkibatkan pemasunganhak-hak warga negara,
mungkin dapat dikarenakan kekhawatiran perubahan kemapanan yang ada pada dan
menguntungkan pihak mayoritas, bahkan gejala ini akan berlanjut pada pencegahan
atas berbagai perbedaan yang dan akan muncul.
Karena itu kebebasan berfikir, berargumen serta mengemukaan pendapat
berkaitan erat dan tidak terpisahkan dengan konsep pluralisme sebagai konsekwensi
logis sistem demokrasi.
23
Pada pemikiran seperti inilah kita dapat melihat pentingnya sesuatu atau
seseorang atau sebuah lembaga untuk mengawal proses demokrasi yang menjunjung
kebebasan berfikir dan pluralisme sebagai bagian penting kehidupan bermasyarakat
BAB III
SEKILAS TENTANG WAHID INSTITUT
A. LATAR BELAKANG LEMBAGA WAHID INSTITUT
Nama lengkap Lembaga adalah Yayasan Lembaga Wahid Institut atau sering
disebut dengan The Wahid Institute yang secara resmi diluncurkan pada 7 September
2004 di Ballroom Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta. Sedang alamat kantor
lembaga tepatnya berada di Jl. Taman Amir Hamzah No 8 Matraman Jakarta Timur.
Meski demikian pergulatan ide, penyelenggaraan kegiatan dan pengurusan legalitas
formal untuk pendirian The Wahid Intitute telah dirintis satu tahun sebelumnya yang
digagas oleh:
a. K.H. Abdurrahman Wahid
b. Dr. Gregorius Barton
c. Yenny Zanuba Wahid, dan
d. Ahmad Suaedy
Situasi dunia yang terus menerus diwarnai kekerasan dan ketegangan serta
fenomena terorisme dengan apapun alasan belakangnya, dari hal ini mengharuskan
diupayakannya usaha-usaha bersama berupa dialog dan kerjasama antar bangsa dan
kelompok tanpa membedakan suku bangsa, agama, etnis dan sebagainya.
The Wahid Institut lahir di inspirasi oleh kebutuhan semua komponen
masyarakat khususnya Islam untuk terlibat dalam upaya mencari jalan keluar bagi
persoalan tentang situasi dunia yang terus menerus diwarnai kekerasan dan
ketegangan serta fenomena terorisme dengan berbagai alasan di belakangnya, dari hal
ini mengharuskan diupayakannya usaha-usaha bersama diantaranya berupa dialog dan
kerjasama antar bangsa serta kelompok tanpa membedakan suku bangsa, agama, etnis
dan sebagainya.
Sejak sebelum menjadi presiden dan membentuk partai, Gus Dur selalu
bercita-cita bagaimana di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini
mempunyai sumbangan yang lebih kongkrit terhadap kepemimpinan di dunia di
dalam proses dialog peradaban. Seperti yang di ungkapkan Ketua PP Muhamadiyah
dan Ketua Yayasan Al-Mauun apa yang di sampaikan Gus Dur saat itu, "kang nanti
saya di Ciganjur ini akan buat pusat study Asia Tenggara, sampeyan, mas Habib
Chirzin tinggal di sini, nanti kita beli tanah di sini dan kita tinggal bersama".
Pusat study Asia Tenggara itulah yang di cita-citakan Gus Dur bahwa
disanalah nanti tokoh-tokoh Islam yang kemudian punya pemikiran masa depan bisa
bertemu, berkumpul kemudian membuat Indonesia sebagai simpul dinamika agama di
Asia Tenggara.
Dari hal di atas kami menemukan sebuah landasan yang kokoh dalam cita-cita
komitmen dan prisip-prinsip intelektual dari K.H. Abdurrahman Wahid diantaranya
untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu sebuah tatanan masyarakat yang adil dan
demokratis serta memperlakukan seseorang secara setara.
Semua itu tantangan yang besar dan berat dan Wahid Institut ingin mengambil
peran untuk memperkuat civil Islam dalam mewujudkan perubahan sosial,
pembaharuan dan pemikiran keagamaan, tentunya tanpa meninggalkan warisan
(turats) pemikiran dan kebudayaan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
B. VISI DAN MISI
Berdirinya Wahid Institut bertujuan mewujudkan prinsip-prinsip dan cita-cita
terciptanya demokrasi, pluralisme agama, multikulturalisme dan toleransi dikalangan
kaum muslim di Indonesia dan seluruh dunia.
Wahid Institut mengemban komitmen menyebarkan gagasan Islam progresif
yang mengedepankan toleransi dan saling pengertian dalam masyarakat dunia Islam
maupun barat. Wahid Institut juga membangun dialog di antara pemimpin
agama-agama dan tokoh-tokoh politik di dunia Islam dan barat.
C. PROGRAM-PROGRAM WAHID INSTITUT
a. Kampanye Pemikiran Islam, Demokrasi dan Pluralisme
Dengan jalan memfasilitasi komunikasi dan kerjasama antara intelektual
muslim dengan non muslim yang berminat terhadap perkembangan Islam masyarakat
muslim, agama-agama dan kepercayaan, Wahid Institut membuat penerbitan website,
menyelenggarakan diskusi dan konferensi, serta merilis briefing tentang Islam dan
isu-isu strategis secara berkala dengan bertujuan memberikan kontribusi lembaga
terhadap isu-isu maupun wacana yang berkembang dalam masyarakat.
Dan dalam realisasinya lembaga melakukan beberapa kegiatan berupa:
b. Capacity-Building untuk Perkembangan Islam Progresif di Indonesia.
Setelah melakukan pemetaan gerakan Islam untuk mendapatkan gambaran
yang lengkap mengenai unsur-unsur terpenting civil Islam di Indonesia, Wahid
Institut telah memiliki database tentang person, kelompok dan gerakan yang
komprehensif. Dan saat ini telah tercipta jaringan para pelaku gerakan, organisasi
maupun individu Islam progresif di sejumlah daerah di Indonesia antara lain, Jakarta,
Cirebon, Yogyakarta, Makasar, Lombok, Padang, Aceh, Salatiga, Solo, Banjarmasin
Untuk merealisasikan program ini lembaga menyelenggarakan tindak lanjut
berupa:
1. Forum Refleksi bersama jaringan muslim progresif Indonesia
Program ini dimaksudkan untuk memperkuat komunitas masyarakat
muslim yang menginginkan demokrasi, perdamaian dan keadilan. Melalui
pertemuan antar aktivis dan pemimpin agama Islam di beberapa daerah di
Indonesia. Dengan membangun jaringan-jaringan di seluruh Indonesia.
2. Pendidikan
Dalam program ini Wahid Institut memberi kesempatan kepada generasi muda diseluruh Indonesia yang memiliki pengetahuan cukup mengenai Islam untuk mengikuti belajar bersama selama 5-6 bulan setiap tahun tentang pemikiran dan gerakan muslim progresif. Program ini diadakan melalaui kelas usul fiqih progresif yang dilaksanakan setiap hari jum,at di kantor Wahid Institut
c. Advokasi dan Penguatan Masyarakat Akar Rumput
Sebagai lembaga studi riset dan sekaligus gerakan, maka Wahid Institut tidak membiarkan problem-problem mendasar yang menjadi perhatian banyak masyarakat dan publik tanpa adanya tindak lanjut. Atas dasar program tersebut lembaga mencoba memberikan solusi terhadap peristiwa maupun problem yang terjadi dengan melihat dan terjun langsung dalam masyarakat. Disamping melakukan hal-hal yang terencana dalam jangka panjang yang berkesinambungan lembaga juga tidak melupakan masalah-masalah darurat yang harus dilakukan, sejauh yang bisa dijangkau.24
D. STRUKTUR LEMBAGA WAHID INSTITUT
Lembaga Wahid Institut memiliki susunan struktur pengurus dan SDM
sebagai berikut:
Direktur : Yenny Zannuba Wahid
Direktur eksekutif : Ahmad Suaedy
Manager (general secretary) : Ainun
Program officer publikasi dan media relasi : Gamal ferdhi
Asisten program officer CB,
pendidikan & pemberdayaan masyarakat : M. Subhi
Editor sekaligus reporter : Nurul Huda
Editor English (outsorcs) : Cris Holm
24
Staf dokumentasi dan IT : Cahya
Staf keuangan dan akaunting : Farid Laily S
Staff administrasi dan sekretaris : Linda Ruyana
Selain susunan yang tersebut diatas, Wahid Institut memiliki SDM non
struktural dalam memenuhi tuntutan kerjanya. Adapun SDM nonstruktural
tersebut adalah:
Advisor : Rumadi dan Muqsith
Ghazali
Translator : Aref Hakim Budiawan
Staff program khusus, Satpam dan Officeboy Outsorces program dan proposal dan
Staff operasional kafe25
E. GARIS BESAR AKTIVITAS, PROGRAM DAN MANAGEMENT WAHID INSTITUT
1. Aktivitas
Secara garis besar, aktivitas di lembaga Wahid Institut terbagi dalam empat
kegiatan yaitu:
1. Program/ kegiatan
2. Managemet/ kinerja
3. Pengembangan SDM
4. Sarana dan prasarana
2. Program
Dalam aktivitasnya, secara umum lembaga ini menjalankan dua kategori
program, yaitu:
25
1. Program Kerja
Pada kategori ini dalam pelaksanaannya terbagi menjadi 2 divisi yaitu:
a. Divisi publikasi dan media relasi
b. Divisi capacity building, pendidikan dan pemberdayaan,
2. Program Charity.
Program-program charity meliputi dua hal yaitu
a. Kunjungan-kunjungan ke daerah-daerah
b. Memberikan bantuan untuk berbagai lembaga dan relawan-relawan.
2. Manajemen
Dalam mangementnya, Wahid Institut melakukan beberapa kinerja yang
selanjutnya adalah menciptakan profesonalisme kerja di lingkungan Wahid Institut itu
sendiri diantaranya dengan berusaha memberikan job description dan mengadakan
perbaikan serta peningkatan kinerja baik ditingkat managerial, tingkat staf maupun
karyawan.
4. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasaranapendukung dalam lembaga ini diantaranya:
a. Kantor permanen, dengan semua fasilitasnya
b. Perlengkapan IT
c. Perlengkapan dokumentasi
d. Internet
e. Indovision
f. Alat-alat peliputan
g. Alat transportasi
h. Ruang training dengan fasilitasnya
j. Mesin fotokopi
k. Ruang file dan perpustakaan
l. Dan lainnya26.
26
BAB IV
A. UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN WAHID INSTITUT DALAM
MENGKAMPANYEKAN PEMIKIRAN ISLAM, PLURALISME DAN DEMOKRASI DI INDONESIA
1. Kampanye Pemikiran Islam Progresif dan Pluralisme.
Dalam rangka mendukung sekaligus mengkampanyekan pemikiran Islam
progresif dan pluralisme Wahid Institut mengadakan berbagai kegiatan sebagai
realisasi nyata dalam bingkai perjuangan lembaga yang berwawasan kebangsaan
dengan menjunjung tinggi demokrasi berupa pemberian hak bicara kepada setiap
warganegara, mendorong terciptannya toleransi, kesadaran pentingnya pluralisme
agama-agama dan multikulturalisme. Untuk memperjuangkan hal-hal tersebut
lembaga melakukan gerakan sosial agama dengan gerakan-gerakan nyata secara
konsisten demi terlaksananya visi dan misi program yang di usung Wahid Institut
sendiri. Adapun upaya yang dilakukan lembaga antara lain
a. Peluncuran Website
Sebagai upaya membangun media jaringan komunikasi, Wahid Institut
mengelola dua website dan masing-masing situs tersebut disajikan dalam dua bahasa
yaitu berbahasa Inggris dan Indonesia yang di up-date setiap hari, proses up-date
dimulai pada bulan Januari sampai Desember yaitu http//www.wahidinstitute.org/ dan
http://www.gusdur.net/ dengan beragam rubrik, adapun rincian rubrik tersebut adalah:
a. Home
Merupakan tampilan alamat situs lembaga yang berisi pilihan
pengguanaan situs dengan bahasa Indonesia atau bahasa inggris.
b. Tentang Kami
Dalam rubrik ini di deskripsikan secara singkat tentang lembaga
Wahid Insitut, bagaimana seminar dan peluncuran lembaga yang dapat di
klik didalamnya, latar belakang sejarah, visi-misi, program-program,
pengurus organisasi, termasuk juga alamat dan rekening lembaga.
Keberadaan rubrik ini memberikan perkenalan awal bagi pengguna
web dalam mengakses situs tersebut, sehingga pengunjung secara umum
mengetahui garis besar keberadaan maupun gambaran aktivitas serta
program lembaga
c. Berita dan Agenda
Rubrik berita dan agenda merupakan bagian penting bagi para
pengunjung situs lembaga, di mana pengguna dapat membaca dan
mengetahui berbagai aktivitas maupun kegiatan-kegiatan apa saja yang
telah dan sedang di lakukan oleh lemabaga.
Rubrik ini berguna bagi peneliti maupun kolega yang ingin
mengetahiu detail perjuangan, gerakan dan upaya-upaya berkaitan dengan
program lembaga, yang menitik beratkan perjuangan tersebut pada
berita-berita dan apa yang terjadi di sekitar lembaga.
d. Aktivitas
Berkenaan dengan aktivitas lembaga dalam rubrik ini, penggunjung
dapat mengetahui informasi-informasi penting pada lembaga, di mana
diantara aktivitas-aktivitas tersebut tersirat apa garis besar kegiatan
lembaga, sehingga penguna, peneliti maupun kolega dapat melihat dan
dapat menilai peran apa yang dilakukan oleh lembaga dalam rangka
internasional. Bagaimana sepak terjang yang telah dilakukan dan gigihnya
lembaga membela komitmen tersebut
e. Opini
Pada rubrik ini pengguna dapat membaca opini-opini yang berkaitan
dengan pemikiran Islam, pluralisme dan demokrasi yang sedang di usung
Wahid Institut, diharapkan penguna dapat mengetahui bagaimana
masyarakat harus memahami masalah dan isu-isu yang tumbuh di tengah
mereka..
Masyarakat kadang melihat sebuah masalah pada kondisi yang dhahir
saja, sehingga esensi masalah sesungguhnya menjadi kabur.. Penyebaran
infirmasi opini ini dapat memberikan arti dan alternatif-alternatif baru
terhadap isu-isu yang sedang berkembang.
Serta bagaimana opini versi lembaga menanggapi berbagai hal maupun
wacana yang muncul. Seperti opini tentang bagaimana Solusi terhadap
Masalah Jamaah Ahmadiyah oleh Johan Effendi yang di tulis di Tempo,
12 januari 2008.
f. Buku
Rubrik buku ini memberikan informasi buku-buku yang di terbitkan
oleh lembaga sendiri maupun hasil kerjasama dengan penerbit lain lengkap
dengan resensinya. Lembaga berhasil menerbitkan beberapa buku
diantaranya buku Islamku, Islam anda dan Islam semua, karya
Abdurrahman Wahid, Gus Dur Memilih Kebenaran daripada Kekuasaan,
Wawancara dengan KH. Syarif Utsman yahya, Islam Kosmopolitan, karya
Fundamentalisme dalam Wacana Global, Karya Stephen Sualaiman
Schwartz.dan buku-buku lainnya.
Juga buku berjudul Politisasi Agama dan Konflik Komunal: Beberapa
Isu Penting di Indonesia, Karya Ahamad Suaedy dkk.
Adapun buku yang ditulis Suaedy dkk menginformasikan bahwa
keterbukaan dan kebebasan berekspresi tak selamanya menjadi garansi
bagi terwujudnya sikap saling menghormati. Ancaman kebebasaan
beragama atau berkeyakinannya, terus hadir hilir mudik di depan mata.
Gelombag penyesatan atas kelompok agama atau keyakinan yang
dianggap berbeda, terus terjadi tiada henti. Konflik komunal terus
berlangsung . isu kristenisasi juga tak kunjung pudar.
g. Jaringan
Pada rubrik ini lembaga menampilkan beberapa jaringan dari lembaga
dalam melaksanakan aktivitas dan merealisasikan visi dan misi lembaga
masing-masing. Pada rubrik ini terdaftar LSM serta organisasi tersebut
lengkap dengan alamat dan yang berkaitan dengannya.
Di antara jaringan lembaga tersebut ialah Lembaga Kajian untuk
Transformasi Sosial (LKTS), Lemabaga Studi Kemanusiaan (LenSA),
Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS ), Desantara-Institut For Cultural
Studies dan lembaga-lembaga lainnya.
h. gusdur.net.
Rubrik ini merupakan akses khusus bagi para pengguna
http://www.wahidinstitute.org/ yang ingin melihat situs kedua lembaga
Misi pendirian lembaga diantaranya ialah mengimplementasikan
komitmen-komitmen Gus Dur, oleh karenanya penting kiranya penguna
situs, maupun para kolega mengetahui secara utuh program, isu maupun
wacana yang diangkat oleh lembaga dan pemikiran-pemikiran dari Gus
Dur.
Adapun situs http;//www.gusdur.net/ berisi rubrik: Editorial, Kolom,
Pemikiran Gus Gur, Biografi Gus dur, Gus Dur yang saya kenal, Anekdot,
dan Alamat klik situs Wahid Institut27.
Dari monitoring yang dilakukan keredaksian situs-situs ini di peroleh
kesimpulan bahwa ada indikasi peningkatan minat yang cukup signifikan terhadap
perkembangan wacana dan program yang ada dalam wahid Institut informasi dan
berita Gus Dur, hal ini terlihat dari data yang ada pada lembaga periode
Januari-Desember 2005, tercatat pengunjung situs www.gusdur.net sebanyak 180.691 unit pc,
sedang www.wahidinstitut.org tercatat 16.01428. Dari jumlah rubrik yang di minati
dapat dijadikan parameter karakteristik pengunjung masing-masing situs ini. Pada 10
Desember 2007 penulis mencoba membuka situs www. Gusdur.net dan tercatat
sebagai pengunjung situs yang ke 999.999. Dari data-data ini terdapat Indikasi yang
membuktikan keberhasilan penggunaan media situs ini terhadap visi dan misi yang
ada.
b. Suplemen di Majalah
Wahid Institut bekerjasama dengan majalah GATRA, menerbitkan
suplemen-suplemen. Suplemen ini diterbitkan dalam kolom-kolom majalah seperti GATRA
yang diterbitkan secara berkala di akhir bulan pada setiap penerbitan suplemen
dengan tema-tema pilihan pada tahun 2005.
27
http : / / www.wahidinstitut.org/ 28
Kerjasama dalam penerbitan suplemen Wahid Institut pada tahun berikutnya
yaitu 2006 di fokuskan di majalah TEMPO yang beroplah 120.000 eks. Tema berkisar
pada misi Wahid Institut menyebarkan Islam yang damai dan plural dengan isinya
seputar bagaimana masyarakat menjalani kehidupan dalam pluralitas melalui atau
mencoba alternatif-alternatif yang efektif dalam rangka kehidupan yang damai jauh
dari tindak-tindak kekerasan. Tercermin tersebut terlihat seperti petikan penerbitan
suplemen Wahid Institut IV/ Tempo, edisi 29 Januari - 4 Februari 2007 bertema
Hijrah dari Kekerasan.
Kekerasan atas nama agama belum juga reda.namun banyak fakta, para pelakunya kini hijrah menjadi penyeru perdamaian dan Islam
toleran, bukan hanya di Indonesia tapi juga di dunia Arab.
Dan karena respon pembaca yang luar biasa, setelah menerbitkan 12 edisi,
suplemen diperpanjang enam edisi. Kini, pada edisi ke-13 menampilkan dakwah
Islam yang damai melalui radio swasta dan radio komunitas29 dari gejala ini
setidaknya kita dapat melihat indikasi dan sedikit dari keberhasilan penggunaan media
tersebut oleh lembaga.
Kebutuhan pengetahuan walaupun ringan apabila kemas dengan apik akan
menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat bahkan dapat sama dan lebih mengena
dibandingkan dengan suguhan wacana-wacana aktual dan berat. Kadang sebuah
pengetahuan terlewati begitu saja karena di pandang soal mudah padahal anggapan
mudah ini bisa menjerumuskan orang itu sendiri. Keberadaan suplemen
mengetengahkan nilai bantu pengetahuan-pengetahuan umum yang dapat dinikmati
dan di cermati sebagai informasi-informasi baru.
29
c. Buletin
Manajemen Wahid Institut menerbitkan kajian-kajian dan tema-tema yang
berkaitan dengan programnya dalam bentuk media cetak berupa bulletin. Penerbitan
ini disosialisaikan berkala setiap bulan untuk memberikan wawasan kepada
masyarakat akan pentingnya pengetahuan pada berbagai isu yang sedang berkembang
Buletin bertema Agama dan Keyakinan dalam R-KUHP yang dari awal terbit
bulan Mei sampai Februari mengulas Jaminan Kebebasan Beragama di Indonesia
pada pasal 28e ayat 1dan pasal 29 ayat 1 UUD 1945, pasal 8 dan 22 UU No. 39 Tahun
1999 Tentang HAM, terutama 156a KUHP yang selengkapnya berbunyi : "Di pidana
dengan pidanan penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja
dimuka umum mengeluarkan perasaaan atau melakukan perbuatan: a. yang
pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak
menganut agama apapun juga, yang bersendikan ketuhanan Yang Maha Esa."
Pasal 156a, dalam praktiknya memang menjadi semacam peluru yang
mengancam daripada melindungi warga negara. Ancaman itu terutama bila digunakan
oleh kekuatan yang anti demokrasi dan pluralisme, sehingga orang dengan mudah
menuduh orang lain telah melakukan penodaan agama30.
Bentuk peran media ini berupa manivestasi-manivestasi dengan berbagai
variasi-variasi pemikiran bagi para pembaca terhadap wacana yang di perlukan untuk
membangun pluralisme dan demokrasi yang sudah terlampai oleh tindakan maupun
pemahaman yang tergejala doktrin konservatisme dan inkonstitutsionalisasi
kelembagaan negara. Sehingga dari tulisan-tulisan ini terdapat harapan akan adanya
30
pemahaman-pemahaman dan perilaku-perilaku baru dalam masyarakat secara umum
maupun khusus.
d. Newsletter
Selain bulletin, Wahid Institut menerbitkan newsletter, kegiatan ini bertujuan
untuk membahas berbagai masalah dalam masyarakat yang berkaitan dengan program
Wahid Institut berupa wacana demokrasi, pluralisme maupun pemikiran Islam.
Ada dua Newsletter yang diterbitkan lembaga yaitu Nawala yang terbit empat
bulanan sebanuya enam edisi dengan tema seputara Legislasai,. Pluralisme dan
pilkada, nawala yang terbit terakhir menyoal FKUB yang "direkayasa" untuk
merukunkan umat beragama. Sedang majalah Warta terbit tiap bulan edisi 1 sampai 4
dari bulan Juni sampai desember. Termasuk yang menjadi tujuan penerbitan
newsletter ini adalah menyebarkan isu dan program pemantauan pluralisme terebut.
Penerbitan ini bersifat aksidental, dalam artian kegiatan ini merupakan upaya
untuk menanggapi beberapa hal-hal, isu-isu, maupun problem yang terjadi dan
berkembang di masyarakat atau hal yang berkaitan dengan program lembaga Wahid
Institut.
e. Indeks pelanggaran pluralisme
Indeks pelanggaran pluralisme ini diadakan berkenaan dengan berbagai
masalah-masalah yang terjadi di Indonesia dengan tujuan meminimalisir pengaruh
negatif berbagai isu-isu, memberikan kritik, pesan-pesan, maupun saran-saran
terhadap masyarakat serta ikut menawarkan solusi-solusi alternatif yang dapat
digunakan dalam rangka menanggapi berbagai perkembangan suatu kejadian berupa
kegiatan memberikan penjelasan secara langsung kepada khalayak semisal program
diselenggarakan Wahid Institut bekerjasama dengan the Asia Fondation dari Mei
2006 sampai Oktober 2007.
Dalam rangka pemanauan tersebut Wahid Institut dan mitra selama tahun
terakhir itu melakukan serangkaian kegiatan konsultasi publik di enam daerah, yakni
NAD, Jawa Timur, Makasar, DIY, Jawa Barat, dan Jakarta.
f. Penerbitan buku
Dalam upaya meningkatkan pengetahuan wawasan masyarakat, Wahid Institut
ikut andil dalam perkembangan khazanah wacana di Indonesia. Hal tersebut
dilakukan dengan kegiatan dalam bentuk penerbitkan buku-buku ilmiah khususnya
dari karya tulis KH. Abdurrahman Wahid seperti buku yang berjudul Islam
Kosmopolitan yang tampaknya Gus Dur hendak mengatakan berbagai peristiwa
sosial, politik dan budaya yang menyisakan konflik harus didekati dengan kacamata
sosiologis dan pengertian yang bijak. Bukan malah memeposisikan agama sebagai
alternatif yang justru akan melemahkan fungsi agama dalam ranah sosial. Islam
haruslah tetap berperan dalam penegakan msalah-masalah kemanusiaan. Islam pernah
mencapai titik twertinggi dalam peradaban manusia, justru ketika ia memberikan
kebebasan kepada semua orang untuk berekspresi dan berkreasi. Hanya dengan cara
yang sama, menulis, berargumentasi ,orang boleh berbeda tapi tidak boleh dengan
kekerasan apalagi penindasan.
Buku karya lain Abdurrahman Wahid seperti buku Islam ku, Islam anda, dan
Islam kita yang mengulas berbagai dinamika sosial politik Indonesia dan dunia Islam
mutakhir juga penulis-penulis lain; seperti kala MUI jadi penjara yang
mengetengahkan kumpulan tokoh muslim Indonesia dalam menyikapi fatwa-fatwa
serta mendirikan penerbitan buku dari hasil kerjasama dengan penerbit lain seperti
Lib Forall, Blantika, LKiS, majalah GATRA, Asia Fondation, dll.
Contoh Kasus Aliran Sesat
Dalam beberapa tahun ini masyarakat Indonesia diramaikan dengan fenomena
fatwa penyesatan terhadap berbagai aliran dan kelompok terutama oleh MUI sebagai
organisasi yang mengatasnamakan diri sebagai lembaga atau representasi dari
masyarakat Indonesia, sehingga MUI baik pusat dan daerah muncul seolah-olah ingin
menunjukan dirinya sebagai kekuatan yang dianggap paling otoritatif untuk
menentukan sesat tidaknya sebuah aliran keagamaan. Hal ini di perparah dengan
keikutsertaan berbagai kelompok fundamentalis yang dengan mudah mengklaim sesat
terhadap berbagai kelompok ajaran Islam lain. Fatwa penyesatan dan pengharaman
terhadap beberapa aliran pemikiran ini menjadi polemik yang semakin ramai karena
berimbas pada terjadinya tindak anarkis di mana-mana dengan pembakaran masjid,
mushalla, rumah, mobil bahkan jatuhnya korban jiwa tanpa ada tindakan nyata dari
pemerintah atau aparat yang berwajib.
Tindakan anarkis yang marak, relatif lama dan selalu ramai di Indonesia
adalah penyesatan terhadap aliran Ahmadiyah
Pada 6 November 2007 MUI merilis sepuluh pedoman untuk mendeteksi
aliran sesat. Seseorang atau sekelompok orang akan dapat dengan mudah dianggap
sesat jika mengingkari salah satu poin tersebut. Sepuluh pedoman itu yaitu; pertama,
mengingkari salah satu rukun iman yag enam; kedua, meyakini dan atau mengingkari
akidah yag tidak sesuai dengan al-Quran dan sunnah; ketiga, meyakini turunnya
wahyu setelah Quran; keempat, mengingkari otentisistas dan atau kebenaran
tafsir; keenam, mengingkari kedudukan hadist nabi sebagai sumber ajaran Islam;
ketujuh, meghina, melecehkan dan atau merendahkanpara nabi dan rasul; kedelapan,
mengingkari nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir; kesembilan, mengubah,
menambah atau mengurangi pokok-pokok ibadah yag telah di tetapkan oleh syariah,
seperti haji tidak baitullah, shalat wajib tidak lima waktu; kesepuluh, mengkafirkan
sesame muslim tanpa dalil syar'i seperti mengkafirkan muslim karena bukan
kelompoknya31.
Seperti di kemukakan dalam Montly report on Religious Issus, pedoman ini
dihasilkan dalam Rapat Kerja Nasional MUI 2007, yang digelar di hotel Sari Pan
Pasific di Jln. Thamrin Jakarta selama tiga hari, mulai 4 sampai 6 November dan di
hadiri seluruh pengurus MUI, ketua dan sekretaris MUI provinsi se-Indonesia. Pada
pertmuan itu juga menghasilkan tigabelas rekomendasi terkait situasi terakhir.
Pihak MUI beralasan, 10 kriteria aliran sesat itu menjadi menjadi kebutuhan
mendesak bagi masyarakat, yang konsekwensinya MUI meminta tambahan anggaran
sebesar 13% untuk proyek penyesatan ini dari Rp 16 triliyun menjadi 18 triliyun
pertahun (Detik.Com, 3/11/2007) dan ketika membuka Rakernas MUI di istana
Negara, presiden dengan tegas menyatakan akan mengikuti dan mengamini langkah
MUI. Kapolripun berjanji akan menindak tegas penganut dan aktor intelektual aliran
sesat32.
Langkah MUI ini di khawatirkan akan memicu anarkis seperti kasus terhadap
Ahmadiyah yang telah terjadi belakangan, karena fakta yang terjadi setiap fatwa dan
pelarangan terhadap paham keagamaan selalu menimbulkan masalah baru. Sehingga
perlu di rumuskan kembali bagaimana menyelesaikan isu tersebut tanpa menimbulkan
31
Tim Wahid Institut, Monthly Report on Religious Issues. (Jakarta: Penerbit Wahid Institut, edisi 4 Tahun 2007), Cet Ke-1, h. 2
32