• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Metode Run Length Dan metode Jaringan Saraf Tiruan Hopfield Untuk Klasifikasi Penyakit Kulit Manusia Berdasarkan Tekstur Kulit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Metode Run Length Dan metode Jaringan Saraf Tiruan Hopfield Untuk Klasifikasi Penyakit Kulit Manusia Berdasarkan Tekstur Kulit"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Akhir Sarjana

TEGAR SEMBADA

10110468

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

(2)

iii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI RUN LENGTH DAN METODE JARINGAN SARAF TIRUAN HOPFIELD UNTUK KLASIFIKASI

PENYAKIT KULIT” sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Strata 1 Program Studi Teknik Informatika Fakultas Ilmu dan Teknik Komputer di

Universitas Komputer Indonesia.

Penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa mendapat dukungan,

bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT atas rahmat, berkah dan izin-Nya saya bisa menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

2. Ibu Nelly Indriani W, S.Si, M.T. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima

kasih banyak atas bimbingan, arahan serta seluruh waktu dan perjuangan ibu

selama ini demi mengantarkan penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir

skripsi.

3. Ibu Ednawati Rainarli, S.Si., M.Si. selaku reviewer yang telah banyak

memberikan masukan dan arahan.

4. Ibu Utami Dewi, S.Kom., M.Kom. selaku dosen wali IF-11 2010 selama

penulis menempuh pendidikan di UNIKOM

5. Kepada seluruh Dosen dan Staff Program Studi Teknik Informatika

Universitas Komputer Indonesia, terima kasih atas semua ilmu pendidikan,

pengetahuan serta pengajaran Bapak/Ibu.

6. Untuk teman-teman IF-11 2010 seperjuangan dan semua pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu, terima kasih banyak atas semua dukungan dan

(3)

iv

Bandung, July 2015

(4)

v

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SIMBOL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Maksud dan Tujuan ... 2

1.4 Batasan Masalah... 3

1.5 Metodologi Penelitian ... 3

1.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 4

1.5.2 Metode Pembangunan Perangkat Lunak ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Pengolahan Citra (Image Processing) ... 7

2.2 Langkah-Langkah Penting dalam Pengolahan Citra (image processing) ... 7

2.3 Elemen Citra... 9

2.4 Citra Analog dan Citra Digital ... 11

2.5 Tekstur ... 11

2.6 Metode Run-Length ... 12

2.7 Jaringan Saraf Tiruan (JST) ... 14

(5)

vi

2.8.1 Jaringan Hopfield Kontinu ... 21

2.9 OOP (Object Oriented Programming) ... 22

2.10 UML (Unified Modeling Language) ... 24

2.11 Bahasa C# ... 26

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN ALGORITMA ... 27

3.1 Analisis Masalah ... 27

3.2 Analisis Sistem ... 28

3.3 Analisis Data ... 32

3.3.1 Analisis Data Masukan ... 32

3.3.2 Analisis Data Keluaran ... 33

3.4 Analisis Metode / Algoritma ... 33

3.4.1 Analisis Tahap Pengolahan Citra ... 33

3.4.1 Analisis Tahapan Pelatihan ... 39

3.4.2 analisis Tahapan Pengujian ... 42

3.5 Analisis kebutuhan perangkat lunak ... 44

3.5.1 Analisis kebutuhan non-fungsional ... 44

3.5.2 Analisis kebutuhan fungsional ... 45

3.6 Perancangan System... 54

3.6.1 Perancangan antar muka ... 55

3.6.2 Jaringan Semantik ... 58

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN ... 59

4.1 Implementasi ... 59

4.1.1 Implementasi Perangkat Keras ... 59

4.1.2 Implementasi Perangkat Lunak ... 59

(6)

vii

4.2 Pengujian ... 62

4.2.2 pengujian metode ... 65

4.2.1 Pengujian Metode dengan ukuran 32x32 ... 67

4.2.2 Pengujian Metode Dengan Ukuran Citra 64x64 ... 71

4.2.3 Pengujian metode dengan ukuran 128x128 ... 75

4.3 Kesimpulan Pengujian ... 81

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran ... 83

(7)

83 KULIT” Institut Teknologi Nasional

2. Mita indriani “ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE RUN LENGTH”.

3. Nirmawati (2004). Uji Banding Hasil Pengobatan Sulfur 10% Dalam Petrolatum

dengan Salep 2-4 pada Penderita Skabies. Universitas Padjajaran, Bandung.

4. Muis, S., 2006. Teknik Jaringan Saraf Tiruan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

5. Nalwan, A., 1997. Pengolahan Gambar Secara Digital. Jakarta: Elex Media

Komputindo

6. Tavakoli Targhi Alireza, 2009. The Texture-Transform: An Operator for Texture

Detection and Discrimination, Stockholm, Sweden.

7. Faradila, penyelesaian system persamaan nonlinier dengan metode jaringan saraf

tiruan hopfield. Universitas Islam Negri Hidayatullah, Jakarta.

8. Kristanto, A., 2004. Jaringan Saraf Tiruan (Konsep Dasar, Algoritma dan

Aplikasi). Jogjakarta: Gava Media

9. Pressman, S. R., 2010. Rekayasa Perangkat Lunak. Yogyakarta: Andi.

10.GASIM, “Jaringan syaraf tiruan untuk pengenalan jenis kayu berbasis citra”

[tesis], Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,

11.NAKANO K, “Application of neural networks to the color grading of apples”,

Computers and Electronics in Agriculture18 (1997) 105-116Ahmad, U., 2008.

Pengolahan gambar digital dan teknik pemogramanya, Graha ilmu.

(8)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengenalan citra hingga saat ini memiliki peran yang cukup penting karena

dapat membantu masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Contoh aplikasinya

adalah automatisasi dalam mengklasifikasikan objek atau barang dalam proses

industri, analisis citra satelit, pencarian data citra di dalam halaman web atau basis

data, peninjauan kualitas barang, dan lain-lain.

Pengenalan tekstur merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam

pengenalan citra. Selain pengenalan tekstur dalam proses pengenalan citra juga

dibutuhkan proses pengklasifikasian agar pengenalan yang dihasilkan memiliki

hasil yang baik. Berdasarkan penelitian sebelumnya proses pengenalan citra dapat

dilakukan untuk mendeteksi penyakit kulit. Pada dasarnya penyakit kulit dapat

dikenali berdasarkan beberapa aspek diantaranya adalah pola dan teksturnya[3].

Pada penelitian yang telah disebutkan sebelumnya telah dilakukan penelitian

untuk melakukan pengenalan terhadap penyakit kulit berdasarkan pola, dan

memiliki akurasi yang cukup tinggi yaitu 80%[1]. Hasil dari penelitian ini dapat

lebih akurat apabila menggunakan teknik pengenalan tekstur, karena pola yang

dimiliki oleh penyakit kulit tidak selalu sama.

Metode yang dapat digunakan untuk pengenalan tekstur salah satunya adalah

metode run length. Berdasarkan penelitian sebelumnya metode ini dianggap

sangat berguna dalam membedakan tekstur kasar dan tekstur halus, karena metode

ini memperoleh ciri dari suatu citra dengan menggunakan distribusi suatu piksel

dengan intensitas yang sama secara berurutan dalam satu arah tertentu sebagai

primitifnya[2].

Setelah mendapatkan ciri dari suatu citra dengan menggunakan teknik

pengenalan berdasarkan tekstur selanjutnya yang harus diperhatikan dalam

(9)

digunakan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Salah satu metode yang dapat

digunakan adalah metode jarigan saraf tiruan. Dalam metode jaringan saraf tiruan

memiliki banyak jenis salah satunya adalah jaringan saraf tiruan Hopfield. Metode

ini merupakan salah satu metode optimasi untuk pencarian nilai minimum dari

kombinasi objektif, dan setiap neuronya berhubungan secara penuh yang

memungkinkan untuk mendapat hasil lebih optimal daripada metode yang lain.

Dari permasalahan dan solusi yang telah dijelaskan, maka penelitian skripsi

ini akan mengklasifikasikan penyakit kulit berdasarkan tekstur kulit dengan

menerapkan metode run length sebagai metode ekstaksi citra dan metode jaringan

saraf tiruan Hopfield untuk klasifikasi citra, diharapkan kombinasi kedua metode

ini dapat melakukan pengklasifikasian penyakit kulit dengan akurat. Karena

dengan tingginya tingkat akurasi yang didapat diharapkan hasil dari klasifikasi ini

dapat dijadikan sebagai bahan rujukan penanganan lebih lanjut kepada pakar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada latar belakang, maka

yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana penerapan metode run

length dan metode jaringan saraf tiruan Hopfield dalam pengolahan citra dengan

teknik analisis tekstur untuk pengklasifikaisan penyakit kulit pada manusia, serta

tingkat akurasi yang didapat dari proses run length dan JST hopfield dalam

mengklasifikasi citra berdasarkan tekstur.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian skripsi ini adalah Implementasi Metode Run Length

dan metode jaringan saraf tiruan hopfield untuk klasifikasi penyakit kulit manusia

berdasarkan tekstur kulit. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian skipsi ini

adalah untuk menganalisis tingkat akurasi penerapan metode run-length dalam

mendeteksi dan mengklasifikasi jenis-jenis tekstur penyakit kulit dengan

(10)

1.4 Batasan Masalah

Karena terlalu luasnya permasalahan yang terjadi maka penelitian dibatasi

dan hanya memfokuskan pada :

1. Metode yang digunakan adalah metode run length dan jst hopfield.

2. Data citra yang digunakan adalah citra kulit manusia, dan

pengambilan citra yang sudah disediakan.

3. Bobot yang digunakan pada jaringan saraf tiruan adalah bilangan acak

dari 0 sampai 1.

4. Penyakit kulit yang deteksi dibatasi hanya penyakit kulit yang dapat

dilihat secara visual dari gejala-gejalanya, baik di-scan secara

langsung pada penyakit kulit tersebut, maupun men-scan melalui file

gambar dengan format gambar JPG.

5. Citra yang diklasifikasi adalah citra penyakit eksim kering, eksim

basah, jerawat, mata ikan, bisul.

6. Bahasa pemrograman yang digunakan untuk membangun aplikasi ini

adalah C#.

7. Metode analisis perancangan yang digunakan adalah analisis dan

perancangan perangkat lunak berorientasi objek, dengan

menggunakan pemodelan Unified Modeling Language (UML).

1.5 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan adalah metodologi Analisis deskriptif.

Analisis deskriptif adalah metode analisis dengan mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum. Metodologi ini terbagi menjadi dua

metode yaitu metode pengumpulan data dan metode metode pembangunan

perangkat lunak.

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

(11)

Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan literature, jurnal, paper

dan bacaan-bacaan yang berkaitan dengan tujuan penelitian, yaitu tentang

objek penelitian seperti kulit dan penyakit kutlit. Serta tentang metode yang

digunakan seperti metode run length dan metode jaringan saraf tiruan

Hopfield.

b. Pengamatan

Teknik pengumpulan data, dengan mengumpulkan foto-foto sample

penyakit dan mengumpulkan cara-cara perawatan untuk penyakit tersebut.

1.5.2 Metode Pembangunan Perangkat Lunak

Dalam pembangunannya, teknik analisis data dalam pembuatan perangkat

lunak menggunakan paradigma perangkat lunak secara prototype, yang meliputi

beberapa proses diantaranya:

a. Quick Planning, pada tahap ini dilakukan analisis tentang pengenalan

penyakit kulit berdasarkan tekstur kulit, analisis tentang solusi yang akan

dicapai dari penelitian ini, analisis tentang metode yang akan digunakan yaitu

run length dan jaringan saraf tiruan hopfield dan analisis kebutuhan

fungsional dan non-fungsional.

b. Quick Modelling, adalah proses menterjemahkan kebutuhan proses yang

terlibat dalam mengenali penyakit kulit beserta pengklasifikaiannya ke dalam

sebuah representasi software yang dapat diperkirakan demi kualitas sebelum

dimulai pemunculan dan melakukan perancangan antarmuka beserta pesan

yang akan tampil dalam sistem yang akan dibuat.

c. Construction, adalah tahap menterjemahkan data yang telah dirancang

kedalam bahasa pemrograman tertentu diamana dalam kasus ini

menggunakan bahasa pemrograman C#.

d. Deployment, adalah proses pengujian terhadap metode run length dan metode

jaringan saraf tiruan hopfield yang telah diterapkan dalam suatu sistem untuk

mengetahui apakah ke-2 metode ini telah terimplementasikan dengan baik

(12)

e. Communication, adalah proses yang didalamnya berisi tentang perbaikan

fungsionalitas apabila dirasa masih belum memenuhi kebutuhan.

Gambar 1. 1 Metode Prototype

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini disusun untuk memberikan gambaran

umum tentang penelitian yang dijalankan. Sistematika penulisan laporan ini

adalah sebagai berikut :

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini menguraikan beberapa sub-bab antara lain menguraikan latar

belakang permasalahan yang meliputi pengenalan penyakit kulit berdasarkan

tekstur kulit, rumusan masalah, menentukan maksud dan tujuan dari pengenalan

penyakit kulit menggunakan metode run length, batasan masalah, metodologi

penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab 2 Landasan Teori

Bab ini menguraikan tentang teori-teori pendekatan yang digunakan untuk

menganalisis masalah dan teori yang dipakai dalam mengolah data penelitian

yaitu teori mengenai Pengolahan Citra, teori mengenai Analisis Tekstur, teori

(13)

hopfield, teori mengenai pemrograman Berorientasi object, teori mengenai bahasa

C#, teori mengenai Visual studio.net dan teori mengenai Microsoft Visio.

Bab 3 Analisis dan Perancangan Algoritma

Bab ini memaparkan penjelasan mengenai analisis sistem seperti analisis

masalah, analisis non fungsional (hardware, software, dan brainware), analisis

data,analisis algoritma, kebutuhan fungsional serta perancangan sistem seperti

perancangan antarmuka, perancangan pesan dan jaringan semantik.

Bab 4 Implementasi dan Pengujian

Bab ini berisi tentang pengujian akurasi metode run length dan metode

jaringan saraf tiruan hopfield pada proses klasifikasi citra dengan menggunakan

program simulasi yang telah dibuat

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan akhir yang diperoleh dari hasil penulisan laporan

(14)

7

LANDASAN TEORI

2.1 Pengolahan Citra (Image Processing)

Untuk melakukan pengenalan suatu objek berdasarkan tekstur yang dimiliki

objek tersebut maka dibutuhkanlah suatu teknik untuk melakukannya, teknik

tersebut adalah teknik pengolahan citra. Pengolahan citra merupakan proses

pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini

mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah

pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua

dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital

juga mencakup semua data dua dimensi. Citra digital adalah barisan bilangan

nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit tertentu.

Citra merupakan istilah lain dari gambar yang merupakan komponen

multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi

visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks, yaitu

kaya akan informasi. Citra digital adalah citra hasil digitalisasi citra kontinu

(analog). Tujuan dibuatnya citra digital adalah agar citra tersebut dapat diolah

menggunakan komputer atau piranti digital dan memperbaiki kualitas citra agar

mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (komputer). Teknik-teknik

pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain yang mempunyai

kualitas lebih baik.

2.2 Langkah-Langkah Penting dalam Pengolahan Citra (image

processing)

Dalam pengolahan citra terdapat beberapa langkah penting yang harus

dilakukan. Secara umum, langkah-langkah dalam pengolahan citra dapat di

(15)

1. Akuisisi Citra

Akuisisi citra adalah tahap awal untuk mendapatkan citra digital. Tujuan

akuisisi citra adalah untuk menentukan data yang diperlukan dan memilih metode

perekaman citra digital. Tahap ini dimulai dari objek yang akan diambil

gambarnya, persiapan alat-alat, sampai pada pencitraan. Pencitraan adalah

kegiatan transformasi dari citra tampak (foto, lukisan, gambar, patung,

pemandangaan dan lain-lain) menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat

digunakan untuk pencitraan adalah:

a. Video kamera

b. Kamera digital

c. Kamera konvesional dan converter analog to digital

d. Scanner

e. Photo sinar-x atau sinar infra merah 2. Preprocessing

Tahapan ini diperlukan untuk menjamin kelancaran pada proses berikutnya.

Hal-hal penting yang dilakukan pada tingkatan ini diantaranya adalah:

a. Peningkatan kualitas citra (kontras, brightness, dan lain-lain)

b. Menghilangkan noise

c. Perbaikan citra (image restoration)

d. Transformasi (image transformasi)

e. Menentukan bagian citra yang akan diobservasi 3. Segmentasi

Tahapan ini bertujuan untuk mempartisi citra menjadi bagian-bagian pokok

yang mengandung informasi penting. Misalnya, memisahkan objek dari latar

belakang.

4. Representasi dan Deskripsi

Dalam hal ini representasi merupakan suatu proses untuk merepresentasikan

suatu wilayah sebagai suatu daftar titik-titik koordinat dalam kurva yang tertutup,

dengan deskripsi luasan atau perimeternya. Setelah suatu wilayah dapat

direpresentasikan, proses selanjutnya adalah melakukan deskripsi citra dengan

(16)

bertujuan untuk memilih informasi kuantitatif dari ciri yang ada, yang dapat

membedakan kelas-kelas objek secara baik, sedangkan ekstraksi ciri bertujuan

untuk mengukur besaran kuantitatif ciri setiap piksel, misalnya rata-rata, standar

deviasi, koefisien variasi, signal to nois ratio (SNR), dan lain-lain.

5. Pengenalan dan interpretasi

Tahap pengenalan bertujuan untuk memberi label pada suatu objek yang

informasinya disediakan oleh descriptor, sedangkan tahap interpretasi bertujuan

untuk memberi arti atau makna kepada kelompok objek-objek yang dikenali.

6. Basis pengetahuan

Basis pengetahuan sebagai basis data pengetahuan berguna untuk memandu

operasi dari masing-masing modul proses dan mengkontrol interaksi antara

modul-modul tersebut. Selain itu, basis pengetahuan juga digunakan sebagai

referensi pada proses template matching atau pada pengenalan pola.

2.3 Elemen Citra

Dalam pengolahan citra objek yang digunakan adalah sebuah citra dari

sebuah objek tertentu yang mana citra tersebut mengandung sejumlah elemen

dasar. Elemen dasar tersebut di manipulasi dalam pengolahan citra, elemen

tersebut adalah[5]:

1. Warna

Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap

panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Setiap warna

mempunyai panjang gelombang. Warna yang diterima oleh mata merupakan hasil

kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Kombinasi warna yang

memberikan rentang warna yang paling lebar adalah red (R), green (G), blue (B)

2. Kecerahan (brightness)

Kecerahan disebut juga intensitas cahaya. Kecerahan pada sebuah piksel

(titik) didalam citra bukanlah intensitas yang rell, tetapi sebenarnya adalah

(17)

3. Kontras (contrast)

Kontras menyatakan sebaran terang dan gelap di dalam sebuah gambar. Citra

dengan kontras rendah dicirikan oleh sebagian besar komposisi citranya adalah

terang atau sebagian besar gelap. Pada citra dengan kontras yang baik, komposisi

gelap dan terang tersebar secara merata.

4. Kontur (contour)

Kontur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada

piksel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas, mata manusia dapat

mendeteksi tepi objek didalam citra.

5. Bentuk (shape)

Bentuk adalah properti intrinsik dari objek tiga dimensi, dengan pengertian

bahwa shape merupakan properti intrinsik utama untuk sistem visual manusia.

Pada umumnya citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra dwimatra (dua

dimensi), sedangkan objek yang dilihat umumnya berbentuk trimatra (tiga

dimensi). Informasi bentuk objek dapat diekstraksi dari citra pada permulaan

pra-pengolahan dan segmentasi citra.

6. Tekstur (texture)

Tekstur diartikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam

sekumpulan piksel-piksel yang bertetangga. Jadi tekstur tidak dapat didefinisikan

untuk sebuah piksel. Sistem visual manusia menerima informasi citra sebagai

suatu kesatuan. Resolusi citra yang diamati ditentukan oleh skala dimana tekstur

tersebut dipersepsi.

7. Waktu dan Pergerakan

Respon suatu sistem visual tidak hanya berlaku pada faktor ruang, tetapi juga

pada faktor waktu. Sebagai contoh, bila citra diam ditampilkan secara cepat, akan

berkesan melihat citra yang bergerak.

8. Deteksi dan Pengenalan

Dalam mendeteksi dan mengenali suatu citra, ternyata tidak hanya sistem

visual manusia saja yang bekerja, tetapi juga ikut melibatkan ingatan dan daya

(18)

2.4 Citra Analog dan Citra Digital

Secara umum terdapat 2 jenis citra yaiu citra analog dan citra digital. Citra

analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada monitor televisi,

foto sinar-X, foto yang tercetak dikertas foto, lukisan, pemandangan, hasil CT

scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain-lain sebagainya[4].

Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer sehingga tidak

dapat diproses dikomputer secara langsung. Oleh sebab itu, agar citra ini dapat

diproses dikomputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan terlebih

dahulu. Citra analog dihasilkan dari alat-alat analog, video kamera analog, kamera

foto analog, Web Cam, CT scan, sensor ultrasound pada system USG, dan

lain-lain[4] .

Citra Digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer dan citra digital

yaitu gambar pada bidang dua dimensi. Dalam tinjauan matematis, citra

merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Ketika

sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian cahaya

tersebut. Pantulan ini ditangkap oleh alat-alat pengindera optik, misalnya mata

manusia, kamera, scanner dan sebagainya. Bayangan objek tersebut akan terekam

sesuai intensitas pantulan cahaya. Ketika alat optik yang merekam pantulan

cahaya itu merupakan mesin digital, misalnya kamera digital, maka citra yang

dihasilkan merupakan citra digital. Pada citra digital, kontinuitas intensitas cahaya

dikuantisasi sesuai resolusi alat perekam[4].

2.5 Tekstur

Dalam pengolahan citra terdapat berbagai teknik pengenalan suatu citra yang

salah satunya adalah pengenalan citra berdasarkan analisis tekstur. Analisis

tekstur memegang peranan penting dalam pengolahan citra digital karena analisis

tekstur dikembangkan dengan tujuan agar komputer dapat memahami, membuat

model, serta memproses tekstur untuk dapat menirukan proses pembelajaran mata

atau penglihatan manusia. Tekstur dapat dianggap sebagai pengelompokan

kesamaan didalam suatu citra. Sifat sifat subpola tersebut menimbulkan cahaya

(19)

frekuensi, fase, keterarahan, ketidakteraturan, kehalusan, dan lain-lain. Karena

komputer tidak memiliki indra penglihatan, maka komputer hanya mengetahui

pola suatu citra digital dari ciri atau karakteristik teksturnya[5].

Secara umum tekstur mengacu pada repetisi elemen-elemen tekstur dasar

yang sering disebut primitif atau texel (texture element). Suatu texel terdiri dari

beberapa pixel dengan aturan posisi bersifat periodik, kuasiperiodik, atau acak.

Syarat-syarat terbentuknya tekstur setidaknya ada dua, yaitu:

1. Adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu atau lebih pixel.

Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan

dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari sebuah bentuk.

2. Pola-pola primitif tadi muncul berulang-ulang dengan interval jarak dan arah

tertentu sehingga dapat diprediksi atau ditemukan karakteristik

pengulangannya.

Pada analisis citra, pengukuran tekstur dikategorikan menjadi tiga kategori

utama yaitu : statistik, struktural, dan pengolahan sinyal.

1. Metode statistik mempertimbangkan bahwa intensitas dibangkitkan oleh

medan acak dua dimensi, metode ini berdasar pada frekuensi-frekuensi ruang.

Contoh metode statistis adalah fungsi autokorelasi, matriks ko-okurensi,

transformasi Fourier, frekuensi tepi, run-length.

2. Metode struktural berkaitan dengan penyusunan bagian-bagian terkecil suatu

citra. Contoh metode struktural adalah model fraktal.

3. Metode pengolahan sinyal adalah metode yang berdasarkan analisis frekuensi

seperti transformasi Gabor dan transformasi wavelet

2.6 Metode Run-Length

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa metode run length merupakan

salah satu metode yang dapat digunakan dalam analisis tekstur. Metode run-length

menggunakan distribusi suatu pixel dengan intensitas yang sama secara berurutan

dalam satu arah tertentu sebagai primitifnya. Masing – masing primitif

didefinisikan atas panjang, arah, dan level keabuan. Panjang dari primitif tekstur

(20)

Analisis metode run-length ini digunakan untuk membedakan citra halus dan

citra kasar. Tekstur kasar menunjukan banyaknya pixel tetangga yang memiliki

intensitas yang sama sedangkan tekstur halus menunjukan sedikit pixel tetangga

yang menunjukan intensitas yang sama[2].

Untuk melakukan ekstraksi ciri dengan menggunakan metode run-length,

citra aras keabuan dengan matriks f(x,y)harus ditransformasikan terlebih dahulu

kedalam matriks Grey Level Run-Length (GLRL), B(a,r).

F(x,y) GLRL B(a,r) (2.1)

Elemen matriks dari GLRL B(a,r) menghitung banyaknya primitif (run) dengan

panjang r dan level keabuan a. Jumlah dari primitif (run) dapat diperoleh dengan

persamaan berikut[2]:

(2.2)

Dengan: L : Banyaknya level keabuan citra

Nr : Panjang maksimal dari primitif

K : Jumlah run

M,N : Dimensi citra

a :level keabuan

r :panjang run

Adapun ciri dari tekstur dapat diperoleh dari persamaan – persamaan berikut

ini[2] :

1. Short Run Emphasis (SRE)

SRE mengukur distribusi short run. SRE sangat tergantung pada banyaknya

short run dan diharapkan bernilai besar pada tekstur halus.

(2.3)

(21)

LRE mengukur distribusi long run. LRE sangat bergantung pada banyaknya

long run da diharapkan bernilai besar pada tekstur kasar.

(2.4)

3. Grey Level Uniformity (GLU)

GLU mengukur persamaan nilai derajat keabuan seluruh citra dan diharapkan

bernilai kecil jika nilai derajat keabuan serupa diseluruh citra.

(2.5)

4. Run Length Uniformity (RLU)

RLU mengukur persamaan panjangnya run diseluruh citra dan diharapkan

bernilai kecil jika panjangnya run serupa diseluruh citra.

(2.6)

5. Run Percentage (RPC)

RPC mengukur keserbasaman dan distribusi run dari sebuah citra pada arah

tertentu. RPC bernilai paling besar jika panjangnya run adalah 1 untuk semua

derajat keabuan pada arah tertentu.

(2.7)

2.7 Jaringan Saraf Tiruan (JST)

Jaringan saraf tiruan adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia

yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak

manusia. Istilah buatan ini diimplementasikan dengan menggunakan program

komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses

(22)

Otak manusia berisi berjuta-juta sel saraf yang bertugas untuk memproses

informasi. Setiap sel saraf (neuron) akan memiliki satu ini sel, inti sel ini yang

akan bertugas untuk melakukan pemrosesan informasi.

2.7.1 Komponen dan Arsitektur

Pembuatan struktur jaringan saraf tiruan diilhami oleh struktur jaringan

biologi, khususnya jaringan otak manusia.

Jaringan saraf terdiri dari beberapa komponen berikut [10] :

1. Neuron, sel saraf yang akan mentrsnformasikan informasi yang diterima

melalui sambungan keluarnya menuju neuron-neuron lain.

2. Hubungan antar neuron dikenal dengan nama bobot.

3. Neuron layers, neuron-neuron aka dikumpulkan dalam lapisan-lapisan

(layer).

4. Informasi yang diberikan pada jaringan saraf akan dirambatkan dari

lapisan ke lapisan, mulai dari lapisan input sampai lapisan output melalui

lapisan lainnya, tergantung pada algoritma pembelajarannya, bisa jadi

informasi tersebut akan dirambatkan secara mundur pada jaringan.

Gambar 2. 1 Model Tiruan Sebuah Neuron

Berdasarkan Gambar 2.1 faktor terpenting untuk menentukan kelakuan suatu

neuron adalah fungsi aktivasi dan pola bobotnya. Ada beberapa arsitektur jaringan

saraf, antara lain :

1. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer net)

Seperti yang terdapat dalam Gambar 2.2 berikut adalah ciri dari jaringan

(23)

a. Memiliki satu lapisan dengan bobot terhubung

b. Menerima input kamudian langsung mengolahnya menjadi output

tanpa harus melewati lapisan tersembunyi.

Gambar 2. 2 Model Single Layer

2. Jaringan dengan banyak lapisan (multi layer net)

Dibawah ini merupakan keterangan dari Gambar 2.3 yang menjelaskan

tentang ciri dari jaringan multilayer.

a. Memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan

lapisan output.

b. Ada lapisan yang berbobot yang terletak antara 2 lapisan yang

(24)

2.7.2 Fungsi Aktivasi

Mengaktifkan saraf tiruan berarti mengaktifkan setiap neuron yang dipakai

pada jaringan tersebut. Banyak fungsi yang dipakai sebagai pengaktif, diantaranya

[8] :

1. Fungsi Undak Biner (Hard Limit)

Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak

untuk mengkonversi input dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke

suatu output biner. Fungsi hard limit dirumuskan

{ (2.8)

2. Fungsi Undak Biner (Threshold)

Fungsi ini sering disebut fungsi nilai ambang atau fungsi headviside,

dirumuskan :

(25)

3. Fungsi Bipolar

Hampir sama dengan undak biner, hanya output yang dihasilkan

berupa 1,0 atau -1. Fungsi ini dirumuskan :

{

(2.10)

4. Fungsi Bipolar (Dengan Threshold)

Fungsi yang menghasilkan output berupa 1,0 atau -1

{ (2.11)

5. Fungsi Linear (Identitas)

Fungsi linear memilki nilai output yang sama dengan nilai input,

dirumuskan :

(2.12)

6. Fungsi Sturating Linear

Fungsi ini dirumuskan :

{

(2.13)

7. Fungsi Symetric Saturating Linear

Fungsi ini dirumuskan :

{

(2.14)

8. Fungsi Sigmoid Biner

Digunakan untuk jaringan saraf yang dilatih dengan menggunakan

metode backpropagation. Fungsi ini dirumuskan :

(26)

9. Fungsi Sigmoid Bipolar

Output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1. Fungsi ini

dirumuskan :

(2.16)

2.7.3 Proses Pembelajaran

Metode pembelajaran terdiri dari beberapa metode [10] :

1. Metode Pelatihan Terbimbing

Metode pembelajaran pada jaringan saraf disebut terawasi jika output yang

diharapkan telah diketahui sebelumnya. Metode ini memasukan target

keluaran alam data untuk proses pelatihan. Beberapa metode terbimbing

diantaranya : Jaringan Single Perceptron, Hebb Rule, Delat Rule,

Backpropagation, Hetroassociative Memory, Bidirectional Associative

Memory dan Learning Vector Quantization.

2. Metode Pelatihan Tak Terbimbing

Metode pelatihan tak terbimbing adalah pelatihan tanpa memerlukan target

pada keluarannya. Proses pelatihan berdasarkan proses transformasi dari

bentuk variabel kontinyu menjadi variabel diskrit yang dikenal dengan

kuantisasi vektor. Jaringan yang digunakan untuk proses pelatihan tak

terbimbing ini adalah jaringan umpan balik (feedback network). Beberapa

metode tak terbimbing adalah : Metode Kohonen/Self-Organizing Map

(SOM) dan Metode Hopfield.

2.8 Metode Hopfield

Pada tahun 1982, John Hopfield dari California Institute of Technology

merancang sebuah jaringan saraf tiruan yang kemudian dikenal dengan nama

jaringan hopfield. Dalam jaringan hopfield, semua neuron saling berhubungan

penuh. Neuron yang satu mengeluarkan output dan kemudian menjadi input bagi

semua neuron yang lain. Proses pengiriman dan penerimaan sinyal antar neuron

(27)

JST Hopfield merupakan salah satu metode optimasi untuk pencarian nilai

minimum dari kombinasi fungsi objektif. Pada gambar 2.4 semua neuron saling

berhubungan penuh. Neuron yang satu mengeluarkan output dan kemudian

menjadi input bagi neuron yang lain ouptut dari setiap simpul diumpanbalikan ke

input dari simpul lainnya melalui bobot koneksi yang tetap. Nilai

mula-mula diinisialisasikan menggunakan rumus yang diberikan hopfield untuk

seluruh pola-pola contoh [4].

Gambar 2.4 menunjukan sebuah jaringan jaringan hopfield dengan neuron

yang terhubung satu sama lain. Apabila dalam pengolahan citra angka 1,2 dan 3

mewakili kelas, untuk x adalah inputan sedangkan y adalah output dan w adalah

bobot. Berikut bobot-bobot tersebut digambarkan sebagai vektor W:

Bobot yang terletak pada diagonalnya adalah nol yang menunjukan bahwa

neuron-neuron pada jaringan hopfield tidak memiliki hubungan dengan dirinya Gambar 2. 4 Topologi

(28)

sendiri[8]. Sedangkan untuk menghitung jarak terdekat adalah dengan rumus

seperti berikut :

d( )=√ (2.17)

d= selisih jarak

a,b= titik 1

c,d= titik 2

Dimana dalam kasus pengolahahn citra a dan b mewakili nilai aktivasi dari data

latih sedangkan c dan d mewakili nilai aktivasi dari citra uji. Maksud dari rumus

diatas adalah rumus untuk mencari jarak terdekat yang berarti semakin kecil

selisih antara nilai aktivasi dari dataset dengan citra uji semakin mirip juga citra

uji tersebut dengan dataset. Sebaliknya semakin besar selisih antara nilai aktivasi

dataset dan citra uji semakin berbeda juga citra uji dengan dataset yang ada.

2.8.1 Jaringan Hopfield Kontinu

Jaringan hopfield kontinu merupakan pengembangan dari metode jaringan

hopfield. Cara kerja dari metode jaringan hopfield kontinu ini meyerupai jaringan

hopfield diskrit tetapi metode ini memiliki kemampuan lebih karena tidak dibatasi

pada nilai biner (0 dan 1) sehingga nilai input dan output yang diharapkan pada

jaringan tidak hanya biner tetapi juga bilangan riil[7].

Dalam jaringan hopfield kontinu, arsitektur dari jaringan ditentukan sehingga

perubahan setiap neuron-neuronnya digambarkan secara kontinu. Arsitektur dan

topologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama dengan topologi dan

arsitektur jaringan saraf tiruan hopfield diskrit seperti pada gambar 2.4, namun

yang membedakan adalah nilai bobot yang dimilikinya yaitu pada jaringan saraf

tiruan hopfield diskrit hanya ada nilai bineer sedangkan yang digunakan adalah

bilangan riil antara 0 sampai 1.

2.9 OOP (Object Oriented Programming)

Metodologi berorientasi objek adalah suatu strategi pembangunan perangkat

lunak yang mengorganisasikan perangkat lunak sebagai kumpulan objek yang

berisi data dan operasi yang diberlakukan terhadapnya. Metodologi berorientasi

(29)

melaluipendekatan objek secara sistematis. Metode berorientasi objek didasarkan

pada penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kompleksitas. Metode berorientasi

onjek meliputi rangkaian aktivitas analisis berorientasi objek, perancangan

berorientasi objek, pemrograman berorientasi objek, dan pengujian berorientasi

objek[12].

Pada saat ini, metode berorientasi objek banyak dipilih karena metodologi

lama banyak menimbulkan masalah seperti adanya kesulitan pada saat

mentransformasi hasil dari satu tahap pengembangan ke tahap berikutnya,

misalnya pada metode pendekatan terstruktur, jenis aplikasi yang dikembangkan

saat ini berbeda dengan masa lalu. Aplikasi yang dikembangkan saat ini sangat

beragam (aplikasi bisnis, real-time, utility, dan sebagainya) dengan platform yang

berbeda-beda, sehingga menimbulkan tuntutan kebutuhan metodologi

pengembangan yang dapat mengakomodasi ke semua jenis aplikasi tersebut.

Keuntungan menggunakan metodologi berorientasi objek adalah sebagai

berikut[12]:

a. Meningkatkan produktivitas

Karena kelas dan objek yang ditemukan dalam suatu masalahmasih

dapat dipakai ulang untuk masalah lainnya yang melibatkan objek tersebut

(reusable).

b. Kecepatan pengembangan

Karena sistem yang dibangun dengan baik dan benar pada saat analisis

dan perancangan akan menyebabkan berkurangnya kesalahan pada saat

pengkodean.

c. Kemudahan pemeliharaan

Karena dengan model objek, pola-pola yang cenderung tetap dan stabil

dapat dipisahkan dan pola-pola yang mungkin sering diubah0ubah.

d. Adanya konsistensi

Karena sifat pewarisan dan penggunaan notasi yang sama pada saat

analisis, perancangan maupun pengkodean.

(30)

Karena adanya pendekatan pengembangan lebih dekat dengan dunia

nyata dan adanya konsistensi pada saat pengambangannya, perangkat lunak

yang dihasilkan akan mampu memenuhi kebutuhan pemakai serta mempunyai

sedikit kesalahan.

Berikut beberapa contoh bahasa pemrograman yang mendukung pemrograman

berorientasi objek [12]:

a. Smalltalk

Smalltalk merupakan salah satu bahasa pemrograman yang

dikembangkan untuk mendukung pemrograman berorientasi objek.

b. Bahasa Pemrograman Eiffel

Eiffel merupakan bahasa pemrograman yang dikembangkan untuk

mendukung pemrograman berorientasi objek mulai tahun 1985 oleh Bertrand

Meyer dan compiler Eiffel selesai pada tahun 1987.

c. Bahasa Pemrograman C++

C++ merupakan pengembangan lebih lanjut bahasa pemrograman C

untuk mendukung pemrograman berorientasi objek.

d. Bahasa Pemrograman (web) PHP

PHP dibuat pertama kali oleh seorang perekayasa perangkat (software

engineering) yang bernama Rasmus Lerdoff.

e. Bahasa Pemrograman Java

Java dikembangkan oleh perusahaan Sun Microsystem. Java menurut

definisi dari Sun Microsystem adalah nama untuk sekumpulan teknologi untuk

membuat dan menjalankan perangkat lunak pada komputer standalone

ataupun pada lingkungan jaringan.

2.10 UML (Unified Modeling Language)

Unified Modelling Language (UML) adalah sekumpulan spesifikasi yang

dikeluarkan oleh OMG. UML terbaru adalah UML 2.3 yang terdiri dari 4 macam

spesifikasi, yaitu Diagram Interchange Specification, UML, Infrastructure, UML

Superstructure, dan Object Constraint Language (OCL). Pada UML 2.3 terdiri 13

(31)

A. Structure Diagram, yaitu kumpulan diagram yang digunakan untuk

menggambarkan suatu struktur statis dari sistem yang dimodelkan.

1. Diagram Kelas

Diagram kelas menggambarkan struktur sistem dari segi pendefinisian

kelas-kelas yang akan dibuat untuk membangun sistem. Kelas memiliki apa

yang disebut attribut dan metode atau operasi.

2. Diagram Objek

Diagram objek menggambarkan struktur sistem dari segi penamaan objek

dan jalannya objek dalam sistem.

3. Diagram Komponen

Diagram komponen dibuat untuk menunjukan organisasi dan

ketergantungan diantara kumpulan komponen dalam sebuah sistem.

4. Composite Structure Diagram

Composite structure diagram baru mulai ada pada UML versi 2.0.

Diagram ini dapat digunakan untuk menggambarkan struktur dari

bagian-bagian yang saling terhubung maupun mendeskripsikan struktur pada saat

berjalan (runtime).

5. PackageDiagram

Package diagram menyediakan cara mengumpulkan elemen-elemen yang

saling terkait dalam diagram UML. Hampir semua diagram dalam UML

dapat dikelompokkan menggunakan package diagram.

6. DeploymentDiagram

Deployment menunjukan konfigurasi komponen dalam proses eksekusi

aplikasi.

B. Behavior Diagram, yaitu kumpulan diagram yang digunakan untuk

menggambarkan kelakuan sistem atau rangkaian perubahan yang terjadi pada

sebuah sistem.

1. Use Case Diagram

Use case diagram merupakan pemodelan untuk kelakuan (behavior)

(32)

interaksi antara satu atau lebih aktor dengan sistem informasi yang akan

dibuat.

2. Activity Diagram

Activity diagram menggambarkan workflow atau aktivitas dari sebuah

sistem atau proses bisnis atau menu yang ada pada perangkat lunak.

3. State Machine Diagram

State machine diagram digunakan untuk menggambarkan perubahan

status atau transisi status dari sebuah mesin atau sistem atau objek.

C. Interactions Diagram, yaitu kumpulan diagram yang digunakan untuk

menggambarkan interaksi antar subsistem pada suatu sistem.

1. Sequence Diagram

Sequence diagram menggambarkan kelakuan objek pada use case dengan

mendeskripsikan waktu hidup objek dan message yang dikirimkan dan

diterima antar objek.

2. Communication Diagram

Communication Diagram menggambarkan interaksi antar objek/bagian

dalam bentuk urutan pengiriman pesan. Diagram komunikasi

merepresentasikan informasi yang diperoleh dari diagram kelas, diagram

sekuen, dan diagram use case untuk mendeskripsikan gabungan antara

struktur statis dan tingkah laku dinamis dari suatu sistem.

3. Timing Diagram

Timing diagram merupakan diagram yang fokus pada penggambaran

terkait batasan waktu.

4. Interaction Overview Diagram

Interaction overview diagram mirip dengan diagram aktivitas yang

berfungsi untuk menggambarkan sekumpulan urutan aktivitas, diagram ini

adalah bentuk aktivitas diagram yang setiap titik merepresentasikan diagram

(33)

2.11 Bahasa C#

C# (tanda „#’ dibaca “Sharp”) merupakan bahasa pemograman baru yang diciptakan Microsoft seacra khusus sebagai salah satu bahasa pemrograman dalam

teknologi .Net sebagai bahasa baru, C# tidak berevolusi dari bahasa C# versi

bukan teknologi .Net. dengan demikian C# dapat memaksimalkan kemampuannya

tanpa khawatir dengan masalah kompatibilitas dengan versi-versi sebelumnya.

Keharusan sebuah perangkat lunak untuk tetap dapat kompatibel dengan

versi-versi sebelumnya sebagaimana yang terjadi pada Visual Basic (VB) maupun

C++biasanya menghambat optimalitas kemampuan dari perangkat lunak

tersebut[12].

Sejak diluncurkan pada tahun 2000, C# dengan cepat merebut hati

progammer C++ bahkan VB. Dengan tata cara penulisan yang mirip C++ dan

interface mirip VB 6.0 menurut wikipedia, sebuah ensiklopedia gratis di internet

pengguna C# .Net pada saat ini sudah melebihi pengguna VB.Net. sementara itu

jumlah pengguna bahasa pemrograman lain masih berada dibawah jumlah

pengguna VB .Net. masih menurut wikipedia, jumlah buku C# yang terjual pun

berada dikisaran 2 hingga 3 kali lebih banyak dari jumlah buku VB yang terjual.

Dari informasi ini dapat disimpulkan bahwa C# merupakan bahasa pemrogrman

baru yang sedang berkembang dan dapat diterima dengan baik oleh kebanyakan

progammer dan kalangan industri. Di Microsoft sendiri, C# merupakan bahasa

pemrograman yang digunakan untuk membuat perangkat lunak yang

bertteknologi .Net dengan demikian dapat diperkirakan bahwa C# akan menjadi

(34)

83

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian, analisis pengolahan citra, pelatihan dan pengujian

metode run length dan jaringan saraf tiruan hopfield untuk klasifikasi citra

berdasarkan tekstur ini, didapatkan kesimpulan yaitu Metode run length dan

metode jaringan saraf tiruan hopfield dapat digunakan dalam mengenali beberapa

penyakit kulit manusia. Adapun rata rata akurasi terkecil adalah 84% ketika nilai k

yang dipilih adalah 4 dan yang tertinggi adalah 96% rata-rata ini berlaku untuk

citra 32x32 sedangkan untuk citra 64x64 dan 128x128 masing-masing nilai

tertinggi dan terendahnya adalah 86% dan 96%.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian, analisis, pengolahan citra, pelatihan dan pengujian

terdapat saran-saran yang mungkin akan bermanfaat jika ada yang akan

melakukan penelitian yang sejenis, yaitu memastikan validasi dari citra masukan

sudah sesuai dengan citra tujuan penelititan dimana dalam penelitian ini adalah

(35)
(36)

Nama : Tegar Sembada

TTL : Bandung, 10 Mei 1992

Alamat : Jl. Tanjung 3 No.29 RT.02 RW.11 Perumahan

Bumi Rancaekek Kencana Kel. Rancaekek Kencana Kec.Rancaekek

Bandung, Jawa Barat

No. Handphone : 085317745949

Email : tegar_gila@yahoo.co.id

RIWAYAT PEDIDIKAN

1998-2004 : SDN Kencana Indah 1 Rancaekek

2004-2007 : SMP Al-Ma’soem

2007-2010 : SMA Al-Ma’soem

(37)
(38)

Edisi. .. Volume. .., Bulan 20.. ISSN : 2089-9033

IMPLEMENTASI METODE RUN LENGTH DAN JARINGAN SARAF

TIRUAN HOPFIELD UNTUK KLASIFIKASI PENYAKIT KULIT

BERDASARKAN TEKSTUR KULIT

Tegar Sembada1

1

Teknik Informatika – Univesitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112 - 114 Bandung

E-mail : tegar_gila@yahoo.co.id1

ABSTRAK

Pengenalan tekstur merupakan salah satu teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan proses pengolahan citra. Selain pengenalan tekstur dalam proses pengolahan citra dibutuhkan juga proses klasifikasi agar hasil yang didapat lebih optimal. Pengenalan tekstur dapat digunakan untuk melakukan pengenalan penyakit kulit, karena pada dasarnya penyakit kulit dapat dikenali dari beberapa aspek diantaranya adalah berdasarkan pola dan teksturnya

Metode untuk memperoleh ciri-ciri citra tekstur adalah dengan menghitung matriks run length dari data citra, ciri-ciri yang digunakan untuk klasifikasi citra pada penelitian ini menggunakan Short Run

Emphasis(SRE), Long Run Emphasis(RLE), Grey

Level Uniformity(GLU), Run Length

Uniformity(GLU) dan Run Percenttage(RPC). Hasil ciri-ciri tersebut kemudian digunakan untuk klasifikasi dengan menggunakan jaringan saraf tiruan hopfield yang menentukan hasil klasifikasi berdasarkan tekstur.

Kata kunci : Hopfield, Jaringan Saraf Tiruan, Klasifikasi, Run Length, Tekstur.

1. PENDAHULUAN

Pengenalan tekstur merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pengenalan citra. Selain pengenalan tekstur dalam proses pengenalan citra juga dibutuhkan proses pengklasifikasian agar pengenalan yang dihasilkan memiliki hasil yang baik. Berdasarkan penelitian sebelumnya proses pengenalan citra dapat dilakukan untuk mendeteksi penyakit kulit. Pada dasarnya penyakit kulit dapat dikenali berdasarkan beberapa aspek diantaranya adalah pola dan teksturnya.

Metode yang dapat digunakan untuk pengenalan tekstur salah satunya adalah metode run length. Metode ini membedakan tekstur kasar dan tekstur halus, karena metode ini memperoleh ciri dari suatu citra dengan menggunakan distribusi suatu piksel dengan intensitas yang sama secara berurutan dalam satu arah tertentu sebagai primitifnya.

. Dalam metode jaringan saraf tiruan memiliki banyak jenis salah satunya adalah jaringan saraf tiruan Hopfield. Metode ini merupakan salah satu

metode optimasi untuk pencarian nilai minimum dari kombinasi objektif, dan setiap neuronya berhubungan secara penuh yang memungkinkan untuk mendapat hasil lebih optimal daripada metode yang lain.

1.1 Pengolahan Citra

Untuk melakukan pengenalan suatu objek berdasarkan tekstur yang dimiliki objek tersebut maka dibutuhkanlah suatu teknik untuk melakukannya, teknik tersebut adalah teknik pengolahan citra. Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi.

1.2 Elemen Citra

Dalam pengolahan citra objek yang digunakan adalah sebuah citra dari sebuah objek tertentu yang mana citra tersebut mengandung sejumlah elemen dasar. Elemen dasar tersebut di manipulasi dalam pengolahan citra, elemen tersebut adalah warna, kecerahan, kontras, kontur, bentuk, tekstur, waktu dan pergerakan dan deteksi dan pengenalan.

1.3 Tekstur

Dalam pengolahan citra terdapat berbagai teknik pengenalan suatu citra yang salah satunya adalah pengenalan citra berdasarkan analisis tekstur. Analisis tekstur memegang peranan penting dalam pengolahan citra digital karena analisis tekstur dikembangkan dengan tujuan agar komputer dapat memahami, membuat model, serta memproses tekstur untuk dapat menirukan proses pembelajaran mata atau penglihatan manusia.

1.4 Metode Run Length

(39)

menggunakan metode run-length, citra aras keabuan dengan matriks f(x,y)harus ditransformasikan terlebih dahulu kedalam matriks Grey Level Run-Length (GLRL), B(a,r).

F(x,y) GLRL B(a,r)

Elemen matriks dari GLRL B(a,r) menghitung banyaknya primitif (run) dengan panjang r dan level keabuan a. Jumlah dari primitif (run) dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

Dengan: L : Banyaknya level keabuan citra Nr : Panjang maksimal dari primitif persamaan – persamaan berikut ini[2] :

1. Short Run Emphasis (SRE)

SRE mengukur distribusi short run. SRE sangat tergantung pada banyaknya short run dan diharapkan bernilai besar pada tekstur halus.

2. Long Run Emphasis (LRE)

LRE mengukur distribusi long run. LRE sangat bergantung pada banyaknya long run da diharapkan bernilai besar pada tekstur kasar.

3. Grey Level Uniformity (GLU)

GLU mengukur persamaan nilai derajat keabuan seluruh citra dan diharapkan bernilai kecil jika nilai derajat keabuan serupa diseluruh citra.

4. Run Length Uniformity (RLU)

RLU mengukur persamaan panjangnya run diseluruh citra dan diharapkan bernilai kecil jika panjangnya run serupa diseluruh citra.

5. Run Percentage (RPC)

RPC mengukur keserbasaman dan distribusi run dari sebuah citra pada arah tertentu. RPC bernilai paling besar jika panjangnya run adalah 1 untuk semua derajat keabuan pada arah tertentu.

1.5 Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Istilah buatan ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran (Kristanto A, 2004).

Otak manusia berisi berjuta-juta sel saraf yang bertugas untuk memproses informasi. Setiap sel saraf (neuron) akan memiliki satu ini sel, inti sel ini yang akan bertugas untuk melakukan pemrosesan informasi.

1.6 Arsitektur Jaringan

1. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer net) a. Memiliki satu lapisan dengan bobot

terhubung

b. Menerima input kamudian langsung mengolahnya menjadi output tanpa harus melewati lapisan tersembunyi.

(40)

Edisi. .. Volume. .., Bulan 20.. ISSN : 2089-9033

2. Jaringan dengan banyak lapisan (multi layer net) a. Memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak

diantara lapisan input dan lapisan output. b. Ada lapisan yang berbobot yang terletak

antara 2 lapisan yang bersebelahan.

Gambar 2. Model Multi Layer

3. Jaringan dengan lapisan kompetitif (Competitive layer net)

a. Hubungan antar neuron pada lapisan kompetitif tidak diperlihatkan pada diagram arsitektur

Gambar 3. Model Competitive Layer

1.7 Proses Pembelajaran

Metode pembelajaran terdiri dari beberapa metode (Muis S, 2006) :

1. Metode Pelatihan Terbimbing

Metode pembelajaran pada jaringan saraf disebut terawasi jika output yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. Metode ini memasukan target keluaran alam data untuk proses pelatihan. Beberapa metode terbimbing diantaranya : Jaringan Single Perceptron, Hebb Rule, Delat Rule, Backpropagation, Hetroassociative Memory, Bidirectional Associative Memory dan Learning Vector Quantization. 2. Metode Pelatihan Tak Terbimbing

Metode pelatihan tak terbimbing adalah pelatihan tanpa memerlukan target pada keluarannya. Proses pelatihan berdasarkan proses transformasi dari bentuk variabel kontinyu menjadi variabel diskrit yang dikenal dengan kuantisasi vektor. Jaringan yang digunakan untuk proses pelatihan tak terbimbing ini adalah jaringan umpan balik

(feedback network). Beberapa metode tak terbimbing adalah : Metode Kohonen/Self-Organizing Map (SOM) dan Metode Hopfield.

1.8 Metode Hopfield

Pada tahun 1982, John Hopfield dari California Institute of Technology merancang sebuah jaringan saraf tiruan yang kemudian dikenal dengan nama jaringan hopfield. Dalam jaringan hopfield, semua neuron saling berhubungan penuh. Neuron yang satu mengeluarkan output dan kemudian menjadi input bagi semua neuron yang lain. Proses pengiriman dan penerimaan sinyal antar neuron ini secara feedback tertutup dan terus menerus sampai dicapai kondisi stabil (Kristanto A, 2004).

Dalam model diskritnya, jaringan hopfield bobot sinaptiknya menggunakan vektor biner dimensi n. Model semacam ini berisi n neuron dan jaringannya terdiri dari n(n-1) interkoneksi dua jalur. Cara pemahaman paling mudah JST Hopfield berdasarkan konsep di atas dapat disajikan dalam gambaran umumnya adalah sebagai berikut :

Bila ada sebuah JST yang terbentuk dari N X N neuron dimana N adalah jumlah variabel dari objek yang akan dioptimasi. Setiap neuron terhubung penuh satu sama lainnya. Ilustrasi pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Layout dari JST Hopfield

(41)

Gambar 5. Topologi JST Hopfield

ada beberapa versi dari algortima jaringan Hopfield. Untuk deskripsi dari algoritma Hopfield menggunakan input vektor yang berupa angka biner. Untuk menyimpan sekumpulan pola biner digunakan notasi s(p), p=1 ,..., P,

dimana:

untuk i|=j dan Wij=0

sedangkan versi dari deskripsi algortima Hopfiled lainnya menggunakan vektor input yang berupa angka bipolar. Untuk menyimpan sekumpulan pola bipolar digunakan notasi s(p),p=1,...,p, dimana :

Jaringan saraf tiruan hopfield merupakan salah satu Algoritma Machine Learning yang dapat mengklasifikasikan suatu objek citra berdasarkan pelatihan yang diberikan. Proses klasifikasi akan dilakukan setelah citra di ekstrasi terlebih dahulu untuk mendapatkan ciri utama dari citra tersebut. Metode yang dipakai sebagai proses ekstraksi adalah metode Run Length. Metode run-length menggunakan distribusi suatu pixel dengan intensitas yang sama secara berurutan dalam satu arah tertentu sebagai primitifnya. Masing – masing primitif didefinisikan atas panjang, arah, dan level keabuan. Dengan 5 ciri tekstur atau parameter yang didapat dari metode Run Length yakni Short Run Emphasis (SRE), Long Run Emphasis (LRE), Grey Level Uniformity (GLU), Run Length Uniformity (RLU) dan Run Percentage (RPC) sudah dapat mengenali tekstur citra hasil ekstraksi ciri tersebut kemudian akan digunakan sebagai nilai masukan untuk menentukan hasil klasifikasi citra berdasarkan teksturnya.

Citra tekstur penyakit kulit dapat di klasifikasikan berdasarkan informasi yang terdapat

lebih lanjut untuk menangani penyakit kulit tersebut. Dengan mengenali tekstur dari sebuah citra benda adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengenali,mengindetifikasi dan mengklasifikasikan citra tersebut.

2.2 Analisis Proses

Pada analisis proses ini akan menjelaskan sub proses yang dimiliki oleh analisis sistem yang akan dibangun. Dapat dilihat pada gambar 8.

Masukan citra

Gambar 6. Alur analisis proses

Dalam penerapan metode run length untuk melakukan pengolahan citra terbagi menjadi 3 langkah yaitu analisis run length, pelatihan hopfield dan pengujian hopfield. Ketiga langkah tesebut merupakan langkah-langkah pokok yang dilakukan dalam proses penerapan metode run length dan JST hopfield untuk pengenalan suatu citra. Pada langkah analisis run length, akan dilakukan ekstraksi fitur dari suatu citra yang kemudian fitur tersebut akan dijadikan sebagai nilai inputan dalam langkah selanjutnya yaitu pelatihan dan pengujian hopfield. Berdasarkan gambar 3.1 dijelaskan bahwa sistem yang akan dibangun adalah sistem pengolahan citra dimana didalamnya terdapat sub bab berikut:

2.2.1 Analisis Run Length

(42)

Edisi. .. Volume. .., Bulan 20.. ISSN : 2089-9033

Berikut adalah alur proses dari analisis run length : Analisis run

Gambar 7. Alur Proses analisis run length

2.2.2 Pelatihan Hopfield

Tujuan dari proses ini adalah untuk melatih data citra yang kemudian akan dijadikan dataset. Dataset adalah data yang akan digunakan dalam proses pengujian sebagai data pembanding dengan data uji, hal ini diperlukan karena semakin banyak dataset yang ada semakin baik pula hasil klasifikasi yang akan dihasilkan

Gambar 8. Alur proses pelatihan Hopfield

2.2.3 Pengujian hopfield

Pada proses ini data masukan akan dibandingkan dengan dataset yang ada, pertama citra masukan akan dicari fiturnya terlebih dahulu yang kemudian akan dikalikan dengan bobot hopfield untuk mendapatkan nilai aktivasi. Nilai aktivasi inilah yang akan dibandingkan dengan nilai aktivasi yang ada dalam dataset

Gambar 9. Alur Proses Pengujian Hopfield

2.3 Analisis data citra akan di konversi menjadi grayscale hal ini dilakukan untuk menyederhanakan dan memudahkan proses selanjutnya, dengan tujuan menjadikan tiap piksel memiliki satu nilai yaitu nilai keabuan (gray value). Setelah citra di konversi menjadi grayscale akan didapatkan matriks grayscale tersebut, matriks ini akan digunakan sebagai masukan proses ekstraksi citra run length.

(43)

mulai dari pengolahan citra, pelatihan dan pengujian. Di pengolahan citra menggunakan metode run length yang menghasilkan ekstraksi ciri dengan bantuan grayscale untuk menjadikan citra memiliki satu nilai tunggal di dalam setiap pikselnya, kemudian di pelatihan menggunakan jaringan saraf tiruan hopfield dan di pengujian menggunkan proses pengolahan citra dan pelatihan sehingga dihasilkan hasil klasifikasi. Adapun kelas dari klasifikasinya adalah eksim kering, eksim basah, mata ikan, bisul, dan jerawat.

2.4 Pengujian Metode

Pengujian algoritma ini bertujuan untuk mengetahui performansi dari metode run length dan jaringan saraf tiruan hopfield untuk klasifikasi citra. Pengujian pada penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat keakuratan yang dibutuhkaan untuk proses klasifikasi citra dengan beberapa skenario yang telah dipersiapkan. Proses pengujian menggunakan metode black box untuk mengetahui kinerja fungsionalitas sistem beserta nilai inputan yang dimasukan kedalam sistem. Dalam pengujian ini menggunakan pula metode K-fold dengan bantuan tools Confusion matrix untuk mengetahui tingkat akurasi dari sistem yang dibangun.

Berikut adalah skenario yang direncanakan untuk melakukan pengujian dengan menggunakan metode K-fold:

1. Menguji Pengaruh ukuran citra 32x32, terhadap hasil klasifikasi perbandingan antara data latih, dan data uji.

2. Menguji Pengaruh ukuran citra 64x64, terhadap hasil klasifikasi perbandingan antara data latih, dan data uji.

3. Menguji Pengaruh ukuran citra 128x128, terhadap hasil klasifikasi perbandingan antara data latih, dan data uji.

Dalam menggunakan metode K-fold yang harus dilakukan adalah menentukan nilai K-fold yang akan digunakan, nilai K-fold akan digunakan sebagai banyaknya perbangingan. Misalkan apabila terdapat data sebanyak 40 data dan memiliki 2 buah kelas. Nilai K-fold dimisalkan 2 maka pengujian yang dilakukan adalah dengan cara membagi seluruh data dalam kelas menjadi 2 yaitu menjadi A1 dan A2, dimana A1 merupakan data latih dan A2 merupakan data uji. Setelah dilakukan perbandingan dengan ketentuan diatas perbandingan dilakukan kembali dengan ketentuan A2 jadi data latih dan A1 menjadi data uji. Setelah setelah pengujian akan didapatkan persentase akurasi.

Berikut adalah hasil pengujian dari metode k-fold:

2.4.1 Pengujian Metode dengan ukuran 32x32 2.4.1.1Pengujian dengan menggunakan nilai

Kfold=2

penelitian ini data yang digunakan sebanyak 100 data, dan akan dibagi 2, yaitu data A1 = 50 dan data A2 = 50, pengujian dilakukan sebanyak nilai k yang digunakan, pengujian 1 = data A1 sebagai data latih dan data A2 sebagai data uji. Pengujian 2 adalah sebaliknya, data A1 = sebagai data uji dan data A2 sebagai data latih.

Tabel 1.Confusion matrix Pengujian 1 dengan A1 sebagai data uji

Tabel 2. Confusion matrix Pengujian 2 dengan A2 sebagai data uji

2.4.1.2 pengujian dengan menggunakan nilai k-fold=4

(44)

Edisi. .. Volume. .., Bulan 20.. ISSN : 2089-9033

data A2 =25, data A3 = 25 dan data A4 = 25, pengujian dilakukan sebanyak nilai k yang digunakan, pengujian 1 = data A1 sebagai data uji dan data A2, A3, A4 sebagai data latih. Pengujian 2 = data A2 sebagai data uji dan data A1, A3, A4 sebagai data latih. pengujian 3 = data A3 sebagai data uji dan data A1, A2, A4 sebagai data latih. Pengujian 4 = data A4 sebagai data uji dan data A1, A2, A3 sebagai data latih.

Tabel 3. Confusion matrix Pengujian 1 dengan A1 sebagai data uji

Tabel 4. Confusion matrix Pengujian 2 dengan A2 sebagai data uji

Tabel 5. Confusion matrix Pengujian 3 dengan A3 sebagai data uji

Tabel 6. Confusion matrix Pengujian 4 dengan A4 sebagai data uji

Dengan cara yang sama lakukan terhadap skenario yang lainnya yaitu skenario 2 dan 3. Maka didapat nilai rata-rata dari setiap pengujian dengan nilai sebagai berikut:

Tabel 7. rata-rata akurasi pengujian

2.5 Kesimpulan pengujian

Berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan metode pengujian k-fold dan metode

black box dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat rata-rata akurasi tertinggi dan terendah di dapat ketika nilai k=4 dengan masing-masing nilai akurasinya adalah 84% ketika nilai k yang dipilih adalah 4 dan yang tertinggi adalah 96% rata-rata ini berlaku untuk citra 32x32 sedangkan untuk citra 64x64 dan 128x128 masing-masing nilai tertinggi dan terendahnya adalah 86% dan 96%.

Berdasakan pengujian diatas pula dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah data latih yang dimiliki akan berpengaruh terhadap tingkat akurasi, karena semakin banyak data latih maka proses klasifikasi akan memiliki banyak pilihan dalam pencocokan. Sedangkan untuk pengaruh dari ukuran citra dapat disimpulkan bahwa ukuran citra cukup berpengaruh dalam proses klasifikasi karena ketika suatu citra di resize akan menyebabkan beberapa informasi yang dimiliki oleh citra asli menjadi hilang.

3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Gambar

Gambar 1. 1 Metode Prototype
Gambar 2. 1 Model Tiruan Sebuah Neuron
Gambar 2. 2 Model Single Layer
Gambar 2. 3 Model Multi Layer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini sebagian besar kesembuhan luka perineumnya sudah baik, tetapi masih ada penyemuhan luka perineum ibu nifas yang masih basah di

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI.

Berdasarkan kriteria terpilih yaitu Adjusted-R 2 tertinggi maka dapat dinya- takan bahwa model dengan 3 variabel bebas yaitu kandungan lignin ( L ), kuadrat kandungan lignin pada

(4) Unsur Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari wakil asosiasi atau organisasi Pelaku Usaha di kabupaten/kota yang menjadi domisili BPSK, kecuali untuk

Pendapatan dan Beban Operasional selain Penyaluran Dana. 1 Pendapatan Operasional Lainnya

[r]

URAIAN BARANG POS

Surat Edaran Otorisasi Jasa Keuangan Nomor 18/SEOJK.03/2015 tanggal 08 Juni 2015 Tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah2.