• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi PP NO. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Service

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi PP NO. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Service"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

PUBLIC SERVICES

(Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ARISA DYKAWRESA NIM : 1111044100070

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

PUBLIC SERVICES

(Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ARISA DYKAWRESA NIM : 1111044100070

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

iii

Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan

Kebayoran Baru)” telah diujikan dalam sidang munaqashah Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2015. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)

pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah).

Jakarta, 8 Oktober 2015

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

NIP. 19691216 199603 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASHAH

Ketua : Dr. H. Abdul Halim, M.Ag (...)

NIP. 19670608 199403 1 005

Sekertaris : Arip Purkon, MA (...)

NIP. 19790427 200312 1 002

Pembimbing : Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag (...)

NIP. 19681014 199603 1 002

Penguji I : Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA (...)

NIP. 19551015 197903 1 002

Penguji II : Dra. Hj. Maskufa, MA (...)

(7)

iv Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 September 2015

(8)

v

Arisa Dykawresa. NIM 1111044100070. Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru). Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. x + 88

halaman + 47 halaman lampiran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja KUA Kecamatan

Kebayoran Baru dalam menerapkan peraturan pemerintah tentang biaya nikah

berdasarkan PP No. 48 Tahun 2014. Dalam hal ini penulis mengurai tentang

adanya deviasi yang terjadi pada saat mengurus pernikahan oleh calon pengantin

dalam melangsungkan pernikahannya di KUA Kecamatan Kebayoran Baru.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Metode kualitatif adalah keseluruhan data yang diperoleh dari hasil wawancara

masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran

Baru.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penulis menemukan

adanya deviasi dalam administrasi pembiayaan nikah. Deviasi tersebut terdapat di

sektor RT calon pengantin yang akan mendaftarkan pernikahannya melalui

bantuan pihak RT untuk mengurus persyaratan pelaksanaan pernikahan. Hal ini

yang menjadi PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah belum sepenuhnya

diterapkan dalam lingkup masyarakat.

Kata Kunci : Good Government. Public Services.

Biaya Nikah. KUA Kecamatan Kebayoran Baru.

Pembimbing : Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag

(9)

vi

Tiada kata yang pantas diucapkan dalam kesempatan ini selain

persembahan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan

pertolongan-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta Keluarga dan para sahabat yang setia dalam suka dan duka.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta,

Ayahanda Drs. H. Deddy Indjumpono Putro dan Ibunda Dra. Hj. Otisia

Arinindyah, MM yang tiada lelah dan bosan memberikan motivasi, bimbingan,

kasih sayang serta do’a bagi keempat putra putrinya. Semoga Allah SWT

senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang

penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dari Allah SWT,

kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung

maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya

pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M. Ag., dan Bapak Arip Purkon, MA., selaku

(10)

vii

3. Bapak Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag., selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan

Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku

perkuliahan.

5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam

pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Bapak TB. Zamroni, S.Ag., selaku Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)

Kebayoran Baru beserta seluruh stafnya yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan

rujukan skripsi.

7. Do’a dan harapan penulis panjatkan teruntuk adik-adik; Bashith Edryanto,

Chenandito Litus Dyputro, dan Detisya Caeliusa Dyputri yang senantiasa

memberikan semangat, cinta dan kasihnya sehingga penulis dapat

(11)

viii menyelesaikan skripsi.

9. Terimakasih atas segala bantuannya kepada Burhanatut Dyana, S.Sy.,

Nur Azizah, Fauzan Hakim, Om Tawabuddin, Andhira Ramadhan Utama,

B.Bus., Nabillah, Bude Yani, dan Farda Chalida, S.Sy., sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi.

10.Dan tak lupa untuk semua teman-teman Peradilan Agama 2011 kelas B

dan A yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan

yang berlipat ganda.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan

skripsi ini.

Jakarta, 8 September 2015

(12)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

E. Studi Review Terdahulu ... 11

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PRINSIP ADMINISTRASI PERKAWINAN DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PRIMA A. Good Governance ... 18

(13)

x

BAB III PENERAPAN PUBLIC SERVICES TERHADAP PP NO. 48

TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH DI KUA KECAMATAN KEBAYORAN BARU

A. Kondisi Objektif Penelitian ... 55

B. Proses Pembiayaan Pengurusan Nikah ... 64

C. Analisis Penulis ... 71

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN

1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi

2. Surat Permohonan Data/Wawancara di KUA Kecamatan

Kebayoran Baru

3. Surat Keterangan Riset dari KUA Kecamatan Kebayoran Baru

4. Hasil Wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Kebayoran

Baru

5. Hasil Wawancara dengan Tigapuluh (30) Responden

(14)

v

Arisa Dykawresa. NIM 1111044100070. Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru). Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. x + 88

halaman + 47 halaman lampiran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja KUA Kecamatan

Kebayoran Baru dalam menerapkan peraturan pemerintah tentang biaya nikah

berdasarkan PP No. 48 Tahun 2014. Dalam hal ini penulis mengurai tentang

adanya deviasi yang terjadi pada saat mengurus pernikahan oleh calon pengantin

dalam melangsungkan pernikahannya di KUA Kecamatan Kebayoran Baru.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Metode kualitatif adalah keseluruhan data yang diperoleh dari hasil wawancara

masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran

Baru.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penulis menemukan

adanya deviasi dalam administrasi pembiayaan nikah. Deviasi tersebut terdapat di

sektor RT calon pengantin yang akan mendaftarkan pernikahannya melalui

bantuan pihak RT untuk mengurus persyaratan pelaksanaan pernikahan. Hal ini

yang menjadi PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah belum sepenuhnya

diterapkan dalam lingkup masyarakat.

Kata Kunci : Good Government. Public Services.

Biaya Nikah. KUA Kecamatan Kebayoran Baru.

Pembimbing : Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag

(15)

vi

Tiada kata yang pantas diucapkan dalam kesempatan ini selain

persembahan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan

pertolongan-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta Keluarga dan para sahabat yang setia dalam suka dan duka.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta,

Ayahanda Drs. H. Deddy Indjumpono Putro dan Ibunda Dra. Hj. Otisia

Arinindyah, MM yang tiada lelah dan bosan memberikan motivasi, bimbingan,

kasih sayang serta do’a bagi keempat putra putrinya. Semoga Allah SWT

senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang

penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dari Allah SWT,

kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung

maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya

pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M. Ag., dan Bapak Arip Purkon, MA., selaku

(16)

vii

3. Bapak Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag., selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan

Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku

perkuliahan.

5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam

pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Bapak TB. Zamroni, S.Ag., selaku Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)

Kebayoran Baru beserta seluruh stafnya yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan

rujukan skripsi.

7. Do’a dan harapan penulis panjatkan teruntuk adik-adik; Bashith Edryanto,

Chenandito Litus Dyputro, dan Detisya Caeliusa Dyputri yang senantiasa

memberikan semangat, cinta dan kasihnya sehingga penulis dapat

(17)

viii menyelesaikan skripsi.

9. Terimakasih atas segala bantuannya kepada Burhanatut Dyana, S.Sy.,

Nur Azizah, Fauzan Hakim, Om Tawabuddin, Andhira Ramadhan Utama,

B.Bus., Nabillah, Bude Yani, dan Farda Chalida, S.Sy., sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi.

10.Dan tak lupa untuk semua teman-teman Peradilan Agama 2011 kelas B

dan A yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan

yang berlipat ganda.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan

skripsi ini.

Jakarta, 8 September 2015

(18)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

E. Studi Review Terdahulu ... 11

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PRINSIP ADMINISTRASI PERKAWINAN DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PRIMA A. Good Governance ... 18

(19)

x

BAB III PENERAPAN PUBLIC SERVICES TERHADAP PP NO. 48

TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH DI KUA KECAMATAN KEBAYORAN BARU

A. Kondisi Objektif Penelitian ... 55

B. Proses Pembiayaan Pengurusan Nikah ... 64

C. Analisis Penulis ... 71

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN

1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi

2. Surat Permohonan Data/Wawancara di KUA Kecamatan

Kebayoran Baru

3. Surat Keterangan Riset dari KUA Kecamatan Kebayoran Baru

4. Hasil Wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Kebayoran

Baru

5. Hasil Wawancara dengan Tigapuluh (30) Responden

(20)

1 A. Latar Belakang Masalah

Islam menganjurkan kepada setiap umatnya untuk memiliki pasangan

hidup dan membentuk sebuah keluarga yang tentram, damai, penuh kasih

sayang, dan berkualitas. Perkawinan merupakan fitrah kemanusiaan, karena

itu Islam menganjurkan umatnya untuk menikah karena ini merupakan naluri

kemanusiaan. Naluri ini juga harus dipenuhi dengan jalan yang sah, yaitu

perkawinan.

Islam memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kuat

(mitsaqan ghalizhan), ikatan yang suci transenden artinya suatu perjanjian

yang mengandung makna magis, suatu ikatan bukan saja hubungan atau

kontrak keperdataan biasa, tetapi juga hubungan menghalalkan terjadinya

hubungan badan antara suami istri sebagai penyalur libido seksual manusia

yang terhormat, oleh karena itu hubungan tersebut dipandang sebagai ibadah.1

Definisi perkawinan juga melihat peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia dalam kaitan ini Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan Instruksi Presiden Nomor 1

Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan demikian:

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

1

(21)

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

Masyarakat dan pribadi saat ini rupanya telah menganggap bahwa

perkawinan merupakan masalah yang serius dan sakral yang harus dilakukan

didepan pegawai pencatat nikah agar dapat diakui oleh negara dan sah di

mata negara serta terpenuhinya syarat dan rukun seperti yang telah ditentukan

oleh agama agar sah di mata agama.

Dengan demikian salah satu bentuk pembaharuan hukum

kekeluargaan Islam adalah dimuatnya pencatatan perkawinan sebagai salah

satu ketentuan perkawinan yang harus dipenuhi. Di katakan pembaharuan

hukum Islam karena masalah tersebut tidak ditemukan di dalam kitab-kitab

fikih ataupun fakwa-fatwa ulama.3

Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan sakral serta

mempunyai dampak yang luas, baik dalam hubungan kekeluargaan

khususnya, maupun pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada

umumnya. Perkawinan ini merupakan masalah yang sangat serius dan tidak

boleh dilakukan dengan main-main, maka untuk mendukung keseriusan itu,

ada hal yang penting sebagai keniscayaan zaman dan kebutuhan legalitas

hukum adalah dengan adanya pencatatan perkawinan.4

2

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 46

3

Amiur Nuruddin, dkk., Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Krisis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2006), h., 121-122

4

(22)

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada

Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

disebutkan juga bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan

yang berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 22

Tahun 1946 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954, sedangkan

kewajiban Pegawai Pencatatan Nikah diatur dalam Peraturan Menteri Agama

RI Nomor 1 Tahun 1955 dan Nomor 2 Tahun 1954.5

Pencatatan nikah pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama

Islam. Namun, dilihat dari segi manfaatnya, pencatatan nikah sangat

diperlukan.6 Pencatatan nikah dilakukan oleh Petugas Pencatat Nikah.

Pencatatan pernikahan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dalam

masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui undang-undang

untuk melindungi martabat dan kesucian pernikahan. Pencatatan nikah

asalnya hanya sebuah kebutuhan administrasi negara. Namun, fungsi dari

pencatatan nikah itu sangat penting khususnya bagi perempuan. Karena di

antara manfaat dari pencatatan nikah adalah memberikan status hukum yang

jelas terhadap pernikahan yang diselenggarakan. Tujuan pencatatan nikah

5

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 47-48

6

(23)

adalah untuk menghindarkan teraniayanya pihak perempuan (istri) oleh

suami.7

Dalam ketentuan umum pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan undang-undang adalah

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan yang

dimaksud dengan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) adalah pegawai pencatat

perkawinan dan perceraian pada KUA kecamatan bagi umat Islam dan

catatan sipil bagi nonmuslim.8

Pegawai Pencatatan Nikah hanya bertugas mengawasi terlaksananya

perkawinan agar perkawinan berlangsung menurut ketentuan-ketentuan

agama Islam. Pegawai pencatatan ditentukan pegawai yang berkedudukan

Penghulu, Kadhi atau wakilnya atau Naib.9

Peran utama Kantor Urusan Agama (KUA) adalah pelaksanaan

pencatatan nikah. Dalam hal ini pihak KUA telah berusaha semaksimal

mungkin agar seluruh perkawinan di wilayah kerjanya dapat dilakukan

melalui pencatatan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.10

Realisasi pencatatan itu, melahirkan Akta Nikah yang masing-masing

dimiliki oleh istri dan suami salinannya. Akta tersebut, dapat digunakan oleh

7

Sri Mulyati, Relasi Suami Istri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW), 2004), h. 9

8

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia,h. 13-14

9

Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986), h. 71

10

(24)

masing-masing pihak bila ada yang merasa dirugikan dari adanya ikatan

perkawinan itu untuk mendapatkan haknya.11

Pemerintah juga telah mengatur masalah biaya pernikahan yang

dilakukan di jam kerja KUA dan di luar KUA dan jam kerja, yakni terdapat

pada Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014 yang sebelumnya adalah

perubahan dari Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004. Peraturan tersebut

diubah dan diganti agar KUA menjadi lebih berintegritas dan terbebas dari

gratifikasi serta memperjelas keuangan yang harus dibayar oleh masyarakat

untuk biaya pernikahan.

Perubahan yang ditetapkan di dalam PP No. 48 Tahun 2014 di

antaranya yaitu adanya multi tarif yang dikenakan kepada masyarakat yang

akan menikah. Di dalam PP No. 48 Tahun 2014 disebutkan pada Pasal 6:

(1) Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor

Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama

Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah atau rujuk;

(2) Dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama

Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebagai

penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan;

(3) Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau

korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor

Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah);

11

(25)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat

dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak

mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan

nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Agama setelah

berkoordinasi dengan Menteri Keuangan;

Ketentuan dalam Lampiran angka II mengenai Penerimaan negara dari

Kantor Urusan Agama Kecamatan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Tabel I

Sumber data diperoleh dari Bimas Islam Kementerian Agama RI

Dari perubahan pasal ini dapat diketahui bahwa penerimaan negara

dari masyarakat untuk biaya pernikahan berubah, yang tadinya Rp. 30.000,-

untuk biaya pencatatan nikah dan rujuk menjadi Rp. 600.000,- untuk biaya

nikah dan rujuk.12

Berdasarkan sumber yang penulis dapatkan dari Republika.co.id,

terdapat artikel yang menyatakan bahwa pada praktiknya ada pihak yang

12

(26)

memanfaatkan ketidaktahuan keluarga pasangan pengantin mengenai

pengurusan pembayaran yang diwakilkan kepada petugas kelurahan atau

pihak lainnya. Oknum tersebut kemudian meminta pembayaran di atas tarif

resmi antara Rp. 800.000,- atau lebih.13

Sedangkan dalam PP No. 48 Tahun 2014 yang mengatur bahwa biaya

pernikahan hanya terbagi menjadi dua, yaitu pertama gratis atau nol rupiah

jika proses nikah dilakukan pada jam kerja di KUA; dan kedua dikenakan

biaya enam ratus ribu rupiah jika nikah dilakukan di luar KUA dan atau di

luar hari dan jam kerja.

Terkait upaya menghindari gratifikasi tersebut, Ditjen Bimas Islam

mengeluarkan penjelasan tentang alur pelayanan nikah sesuai dengan yang

diatur dalam PP No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP).14

Dalam hal ini penulis tertarik untuk menjadikan KUA Kecamatan

Kebayoran Baru sebagai objek penelitian. Ketertarikan penulis tersebut

berdasarkan pada letak geografis, keadaan ekonomi dan sosial masyarakat

Kecamatan Kebayoran Baru. Warga Kebayoran Baru merupakan golongan

menengah keatas, sehingga wajar saja jika mereka tidak mempermasalahkan

berapun jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk melangsungkan

pernikahan.

13 Citra Listya Rini, “

Kemenag: Tidak Ada Biaya Tambahan untuk Nikah”, artikel ini

diakses pada 30 Maret 2015 pukul 16.04 WIB dari http://m.republika.co.id

14Citra Listya Rini, “

(27)

Berawal dari fenomena diatas, kemudian mendorong penulis untuk

mengkaji, meneliti, serta mencermati lebih jauh dalam bentuk skripsi yang

mungkin akan memberikan implikasi bagi kehidupan masyarakat mendatang.

Adapun judul yang penulis angkat adalah: “Implementasi PP No. 48 Tahun

2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan yang terkait

dengan judul yang sedang dibahas. Masalah-masalah yang sudah tertuang

pada latar belakang diatas, maka dari itu penulis memaparkan beberapa

permasalahan yang ditemukan sesuai dengan bagian latar belakang penelitian

ini, diantaranya adalah:

1. Bagaimana prosedur pelaksanaan pernikahan di KUA Kecamatan

Kebayoran Baru?

2. Siapa saja yang terlibat dalam birokrasi pelaksanaan pernikahan?

3. Adakah penyimpangan tentang PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya

nikah?

4. Dampak yang terjadi apabila biaya nikah tidak diatur dalam PP No. 48

Tahun 2014?

5. Adakah kelebihan dan kekurangan dari berlakunya PP No. 48 Tahun

(28)

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih KUA Kecamatan

Kebayoran Baru sebagai obyek penelitian. Mengingat banyaknya

kewenangan oleh KUA tersebut, maka penulis melakukan pembatasan

hanya pada pelayanan KUA Kecamatan Kebayoran Baru dalam hal

administrasi pembiayaan nikah yang sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014.

Menarik untuk diteliti, namun perlu adanya pembatasan masalah

dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas atau keluar dari pokok

bahasan. Adapun dalam hal ini penulis membatasi penelitian hanya

mencakup tiga strata dalam masyarakat, yaitu Masyarakat Atas,

Masyarakat Menengah, dan Masyarakat Bawah dengan alasan ketiga strata

tersebut dapat mewakili jawaban masyarakat yang melakukan pernikahan

di KUA Kecamatan Kebayoran Baru sejak berlakunya PP No. 48 Tahun

2014 tentang biaya nikah.

2. Perumusan Masalah

Untuk memperjelas masalah dalam pembahasan ini maka

dirumuskan masalahnya sebagai berikut. “Sesuai dengan peraturan

Perundang-undangan yang berlaku bahwa pernikahan yang dilakukan

langsung di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dikenakan biaya atau Rp.

0,- akan tetapi realita yang terjadi belakangan ini masih ada beraneka

(29)

Agar lebih spesifik, rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut:

a. Apakah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru

sudah menetapkan biaya nikah yang sesuai dengan ketentuan PP No.

48 Tahun 2014?

b. Apakah ada deviasi antara ketetapan dan pelaksanaan PP No. 48

Tahun 2014 tentang biaya nikah oleh Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Kebayoran Baru?

c. Apabila terjadi deviasi, terdapat di sektor manakah deviasi dilakukan?

d. Bagaimana respon dan tanggapan masyarakat tentang biaya nikah yang

terdapat dalam Peraturan Pemerintah?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dalam melakukan suatu kegiatan pada dasarnya memiliki tujuan

tertentu. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah

penulis uraikan diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui biaya nikah sudah sesuai tidak dengan ketentuan

PP No. 48 Tahun 2014 sudah diterapkan oleh KUA Kecamatan

Kebayoran Baru.

b. Untuk mengetahui ada atau tidak deviasi antara ketetapan dan

pelaksanaan terhadap PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah oleh

(30)

c. Untuk mengetahui apabila terjadi deviasi yang terdapat di sektor mana

serta bagaimana respon dan tanggapan masyarakat tentang biaya nikah

yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah:

a. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah

wawasan dan pengetahuan dalam bidang Administrasi Keperdataan

Islam.

b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam praktik pernikahan

yang terjadi di masyarakat.

E. Studi Review Terdahulu

Dalam review studi terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada

kaitannya dengan biaya nikah diantaranya adalah:

No. Identitas Penulis Substansi Perbedaan

1. Andhika Kharis Ahmadi,

(31)
(32)

adanya kebiasaan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif. Metode kualitatif merupakan data yang dihasilkan dari cara

pandang yang menekankan pada obyek yang bersangkutan dan cara

prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian

dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan

(33)

Kebayoran Baru mengenai biaya perkawinan berdasarkan PP No. 48

Tahun 2014.

2. Sumber Data

a. Data Primer adalah data-data yang didapat langsung dari lapangan yakni

dengan cara mencari fakta-fakta yang ada di lapangan tersebut,

melakukan observasi, mengumpulkan data-data yang bersumber dari

KUA Kecamatan Kebayoran Baru berupa hasil wawancara dengan

Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru, beserta masyarakat yang

telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru

mengenai PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah.

b. Data Sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian hukum

normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu bahan yang

dihasilkan dari bahan hukum terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 48

Tahun 2014 tentang biaya nikah dan bahan hukum lainnya seperti

buku-buku yang mendukung dan memperjelas bahan hukum tersebut.

3. Jenis Penelitian

Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode

deskriptif analisis, yaitu penelitian yang memaparkan suatu karakteristik

tertentu dari suatu fenomena. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

(34)

Cara tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis

secara mendalam tentang Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 di Kantor

Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru.

4. Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Kebayoran Baru. Adapun yang menjadi bahan penelitian

dalam penulisan skripsi ini adalah Peraturan Pemerintah tentang biaya

nikah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014. Sehubungan

dengan hal tersebut maka yang menjadi respondennya adalah Kepala KUA

Kecamatan Kebayoran Baru dan masyarakat yang telah melakukan

pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Bila

dilihat dari sumber datanya maka pengumpulan data menggunakan:

a. Survey

Untuk mendapatkan data tentang KUA Kecamatan Kebayoran

Baru. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan skripsi ini, penulis

melakukan survey atau pengamatan langsung ke objek penelitian yang

dituju untuk mengetahui kebenaran secara langsung mengenai

implementasi PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah di KUA

(35)

b. Interview / Wawancara

Teknik disini digunakan oleh penulis agar dalam penelitian

didapatkan hasil yang alami dan mendalam, tetapi tetap memakai

pedoman sebagai petunjuk wawancara untuk menjadikan wawancara

lebih teratur dan terarah. Wawancara dilakukan agar penelitian ini

mendapatkan data yang benar-benar akurat dan dapat

dipertanggungjawabkan. Wawancara dilakukan dengan pihak Kepala

KUA Kecamatan Kebayoran Baru beserta masyarakat yang telah

melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru mengenai

PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah. Dalam hal ini penulis

mengambil informasi dengan mengkualifikasikan responden dalam

Masyarakat Strata Atas dan Masyarakat Strata Menengah dengan

rata-rata pendidikan terakhir adalah S-1, serta Masyarakat Strata-rata Bawah

dengan rata-rata pendidikan terakhir adalah SMA.

c. Studi Dokumentasi

Penulis melakukan pengumpulan dan penganalisaan terhadap

dokumen-dokumen yang meliputi arsip-arsip resmi dari KUA

Kecamatan Kebayoran Baru dan masyarakat yang telah melakukan

pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Setelah data-data

penelitian tersebut didapatkan, kemudian penulis mengolah data dan

(36)

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta Tahun 2012. Adapun sistematika

penulisan adalah sebagai berikut:

Bab Pertama, terdiri dari Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang

Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan

dan Manfaat Penelitian, Studi Review Terdahulu, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

Bab Kedua, memuat tentang Good Governance, Public Services,

Tujuan Pencatatan Perkawinan, dan Administrasi Pembiayaan Nikah di

Indonesia.

Bab Ketiga, berisi tentang Kondisi Objektif Penelitian, Proses

Pembiayaan Pengurusan Nikah, dan dilanjutkan dengan Analisis Penulis

yaitu penerapan PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya pernikahan di KUA

Kecamatan Kebayoran Baru serta pandangan masyarakat Kebayoran Baru.

Bab Keempat, adalah penutup yang berisi kesimpulan serta

saran-saran. Dalam bab penutup ini penulis menyimpulkan semua yang telah

(37)

18

PELAYANAN PRIMA

A. Good Governance

Di Indonesia, substansi wacana good governance dapat dipadankan

dengan istilah pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Pemerintahan

yang baik adalah sikap di mana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang

diatur oleh berbagai tingkatan pemerintah negara yang berkaitan dengan

sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi. Dalam praktiknya

pemerintahan yang bersih (clean government), adalah model pemerintahan

yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab.1

Atas nama “Good Governance”, Indonesia telah melakukan beberapa

perubahan terkait sistem hukum yang secara khusus menekankan pada

pengaturan masalah-masalah keluarga. Hukum di Indonesia, diletakkan dalam

atau di bawah dua wadah sumber; hukum Islam dan hukum Indonesia.

Terkait dengan pengadopsian hukum Islam, pemerintah lebih banyak

mengatur hukum keluarga. Hukum Islam yang diadopsi kemudian ditinjau

kembali untuk disesuaikan dengan kondisi di Indonesia saat ini. Yang

1

(38)

kemudian aturan-aturan tersebut diperbaharui agar pemerintah dapat

mengontrol, dan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik.2

Secara terminologis governance yaitu sebagai kepemerintahan

sehingga masih banyak yang beranggapan bahwa governance adalah sinonim

government. Interpretasi dari praktek-praktek governance selama ini memang

lebih banyak mengacu pada perilaku dan kapasitas pemerintah, sehingga

good governance seolah-olah otomatis akan tecapai apabila ada good

government. Berdasarkan sejarah, ketika istilah governance pertama kali

diadopsi oleh para praktisi di lembaga pembangunan internasional, konotasi

governance yang digunakan memang sangat sempit dan bersifat teknokratis

di seputar kinerja pemerintah yang efektif; utamanya yang terkait dengan

manajemen publik dan korupsi. Oleh karena itu, banyak kegiatan atau

program bantuan yang masuk dalam katagori governance tidak lebih dari

bantuan teknis yang diarahkan untuk meningkatakan kapasitas pemerintah

dalam menjalankan kebijakan publik dan mendorong adanya pemerintahan

yang bersih (menghilangkan korupsi).3

Adapun terdapat perbedaan antara government dan governance

adalah:4

2

Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia, (Ciputat: Orbit Publishing, 2013), h. 16.

3

Hetifah SJ Sumarto, Inovasi-Partisipasi dan Good Governance, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 2.

4

(39)

No. Unsur Perbandingan Kata Government Kata Governance

1. Pengertian Badan/lembaga atau

fungsi yang

2. Sifat Hubungan Hirearchis. Heterakhis dalam

arti ada kesetaraan

Sektor pemerintah. Semua memegang

peran sesuai dengan fungsi masing-masing.

5 Efek yang Diharapkan Kepatuhan warga

negara.

Dalam pembahasan mengenai good governance terdapat

prinsip-prinsip yang menunjukan bahwa suatu pemerintahan memenuhi kriteria good

governance, yaitu:5

1. Penegakan Hukum, artinya mewujudkan adanya penegakan hukum yang

adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM, dan

memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Penegakan

5

(40)

hukum juga merupakan faktor kunci kesuksesan penyelenggaraan

pemerintahan yang bersih, tertib, teratur, efisien, dan efektif.

2. Transparansi, artinya menciptakan kepercayaan timbal balik antara

pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin

kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

3. Kesetaraan, artinya memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota

masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.

4. Daya Tanggap, artinya meningkatkan kepekaan para penyelenggara

pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali. Daya tanggap

atau responsif merupakan tuntutan yang disuarakan berbagai kalangan

supaya pemerintah melakukan dengan cepat tindakan yang seharusnya

dilakukan.

5. Akuntabilitas, artinya meningkatkan akuntabilitas publik para pengambil

keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan

masyarakat luas. Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban

pemerintah terhadap rakyatnya, yakni apa yang dikerjakan dan apa yang

tidak dikerjakan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi janji terhadap

mandat yang diberikan oleh rakyat melalui konstitusi negara.

6. Pengawasan, artinya meningkatkan upaya pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan

ketertiban swasta dan masyarakat luas. Pengawasan juga sebagai salah

satu fungsi manajemen yang merupakan pilar utama kesuksesan dalam

(41)

7. Efisien dan Efektif, artinya menjamin terselenggaranya pelayanan kepada

masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara

optimal dan bertanggung jawab. Dengan adanya paradigma tersebut hasil

yang dicapai pemerintah akan memiliki efek yang berganda yakni

terwujudnya masyarakat yang sejahtera serta adil dan makmur.

8. Profesionalisme, artinya meningkatkan kemampuan dan moral

penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang

mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas

prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini maka didapatkan

tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa

dinilai bila ia telah bersinanggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip

good governance tersebut.6

Secara keseluruhan, prinsip-prinsip good governance pada dasarnya

mengandung nilai yang bersifat objektif dan universal yang menjadi acuan

dalam menentukan tolak ukur atau indikator dan ciri-ciri/karakteristik

penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik. Karena pada akhirnya,

pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang dapat melindungi dan

mengedepankan kepentingan publik.7

Sejatinya konsep good governance harus dipahami sebagai suatu

proses, bukan struktur atau institusi. Governance juga menunjukkan

6

Nico Andrianto, Good Government: Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui e-Government, (Malang: Bayumedia, 2007), h. 24.

7

(42)

inklusitivitas. Kalau government dilihat sebagai “mereka” maka governance

adalah “kita”. Government mengandung pengertian seolah hanya politisi dan

pemerintahan yang mengatur, melakukan sesuatu, memberikan pelayanan,

sementara sisa dari “kita” adalah penerima yang pasif. Sementara

Governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang

diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance.8

Didalam Good Governance juga terdapat fungsi penyelenggaraan

nagara agar terwujudnya Negara Kesejahteraan (Welfare State) yang

kemudian dikenal juga sebagai Negara Administrasi (Administrative State).

Fungsi pemerintah beserta aparaturnya terhadap masyarakat adalah melayani

(service function) dan mengatur (regulating function). Kedua fungsi tersebut

dijalankan untuk dapat mensejahterakan rakyat. Pemerintah berupaya

memenuhi dan melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat, sehingga

pemerintah berperan sebagai produsen dan layanan yang diperlukan oleh

masyarakat agar tertib dan teratur sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh

pemerintah. Dalam hal ini, fungsi aparatur negara pada Negara yang sedang

berkembang adalah melayani masyarakat, mengayomi masyarakat, dan

menumbuhkembangkan prakarsa dan peranserta masyarakat dalam

pembangunan.

Fungsi yang ketiga tersebut sebenarnya justru harus menjadi muara

bagi kedua fungsi yang lain, artinya pelayanan dan pengayoman harus

8

(43)

sekaligus diarahkan agar masyarakat mampu berprakasa dan berperan serta

dengan baik dalam pembangunan. Fungsi yang ketiga ini sebenarnya sejalan

pula dengan paradigma baru dalam administrasi Negara, yaitu fungsi

pemberdayaan (empowering). Paradigma baru dalam administrasi Negara

menekankan bahwa pemerintah sekaligus diarahkan agar masyarakat mampu

berprakarsa dan berperan serta dengan baik dalam pembangunan tidak lagi

harus menjadi produsen dan layanan yang diperlukan masyarakat, tetapi

pemerintah harus lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator, sehingga

masyarakat mampu dengan baik memenuhi kebutuhannya sendiri.9

B. Public Services

Setiap warga negara selalu berhubungan dengan aktivitas birokrasi

pemerintahan. Tidak henti-hentinya orang harus berurusan dengan birokrasi,

sejak berada dalam kandungan sampai meninggal dunia. Dalam setiap sendi

kehidupan kalau seseorang tinggal di sebuah tempat dan melakukan interaksi

sosial dengan orang lain serta merasakan hidup bernegara.10

Terkait dengan pembahasan Good Governance juga telah membangun

kolerasi antara kepemimpinan pemerintah dengan pelayanan publik secara

positif. Jika semua fungsi berjalan dengan efisien dan efektif maka akan

mendorong pemerintah untuk lebih tertib, tepat, teratur, sistematis, dan cepat

dalam memberikan pelayanan publik.

9

http://fakultashukum-universitaspanjisakti.com Diakses pada tanggal 10 Juni 2015 pukul 18:30 WIB.

10

(44)

Terminologi pelayanan publik dapat di jumpai di tengah masyarakat

(media cetak, televisi, dan internet) secara beragam. Dalam berbagai media

tersebut terkadang mereka menggunakan istilah/terminologi pelayanan

publik, pelayanan masyarakat, ataupun pelayanan umum secara bergantian

dan memang pada kenyataannya konsep dan definisinya boleh dikatakan

relatif sama dan tidak ada konsep yang baku mengenai terminologi dalam

istilah ini. Kalau dalam bahasa Inggris, terminologi tersebut disebut sebagai

public service.11

Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik

oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta

kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi

kebutuhan dan/atau kepentingan masyarakat.12

Namun, sejak reformasi bergulir di awal 2000-an, ada perubahan

pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pengelolaan keuangan

lembaga/instansi (satuan kerja/satker) milik pemerintah. Terutama

satker/lembaga yang memberikan pelayanan kepada masyarakat di satu sisi,

tetapi di sisi lain masyarakat harus juga membayar biaya atas layanan

tersebut. Pergeseran pendekatan dalam pengelolaan satker pemerintah yang

menghasilkan layanan sekaligus membebankan biaya kepada masyarakat

11

Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 15.

12

(45)

(service and cost) ini berawal dengan adanya pemisahan kategori pelayanan

publik ke dalam dua bentuk pelayanan (dari sisi pembiayaan).13

Pertama, pelayanan publik yang bebas biaya. Pelayanan publik dalam

kategori ini merupakan pelayanan dasar (basic service) bagi semua warga

negara. Semua bentuk pelayanan yang disediakan oleh pemerintah dan

seharusnya tidak dikenakan biaya. Contoh pelayanan publik pada kategori ini

adalah penyediaan layanan untuk memperoleh pendidikan dasar dan

menengah bagi masyarakat serta pelayanan kepada semua warga untuk

mendapatkan tanda pengenal seperti Kartu Tanda Penduduk/KTP.14

Kedua, pelayanan publik yang dapat dikenakan biaya. Pelayanan

publik kategori ini memerlukan peran dan partisipasi masyarakat, terutama

dalam hal pembiayaan. Artinya, ada sharing cost antara pengguna dengan

pemerintah bagi satuan kerja milik pemerintah yang menyediakan layanan

publik ini. Oleh karena itu, terhadap pengguna atau warga masyarakat yang

membutuhkan layanan ini dikenakan biaya yang telah ditetapkan oleh

pemerintah. Peran yang paling krusial bagi pemerintah dalam layanan ini

adalah mengontrol biaya layanan yang akan dibebankan oleh penyedia jasa

agar tidak memberatkan warga dan terjangkau oleh segala lapisan masyarakat

(terutama golongan masyarakat tidak mampu). Selain itu, pelayanan

masyarakat diberikan atas dasar kesempatan yang sama (equal access) bagi

semua lapisan masyarakat dan layanan yang diberikan tanpa mengutamakan

13

Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, h. 12.

14

(46)

pencarian keuntungan (not-for-profit).15 Dan contoh pelayanan publik yang

dapat dikenakan biaya adalah pencatatan nikah, yaitu pencatatan nikah yang

dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) melalui Kantor Urusan Agama

(KUA) untuk kedua calon mempelai yang ingin menikah. Baik perkawinan

yang dilakukan di dalam jam kerja KUA maupun di luar jam kerja KUA yang

sesuai dengan tarif Peraturan Pemerintah yang berlaku.

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan

secara ekstrem dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan

dengan kehidupan manusia. Masyarakat setiap waktu akan selalu menuntut

pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan itu

seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena secara empiris

pelayanan publik yang terjadi selama ini masih menampilkan ciri-ciri yakni

berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan.

Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih

diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan yang “dilayani”. Oleh

karena itu pada dasarnya dibutuhkan suatu perubahan dalam bidang

pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan pelayanan dan

yang dilayani pada pengertian yang sesungguhnya. Pelayanan yang

seharusnya ditujukan pada masyarakat umum kadang dibalik menjadi

pelayanan masyarakat terhadap negara, meskipun negara berdiri

sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya.

15

(47)

Artinya, birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaik

kepada masyarakat.16

Dalam tatalaksana pelayanan umum (Yanum), pada hakekatnya

merupakan penerapan prinsip-prinsip pokok sebagai dasar yang menjadi

pedoman dalam perumusan tatalaksana dan penyelenggaraan kegiatan

Yanum. Sesuai dengan Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang

ditetapkan dengan Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993, maka

sendi-sendi atau prinsip-prinsip tersebut dapat dipahami dengan penjelasan sebagai

berikut:17

1. Kesederhanaan, yaitu prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit,

mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan, yakni memuat tentang:

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.

b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa

dalam pelaksanaan pelayanan publik.

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

3. Kepastian Waktu, di mana dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat

diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi, di mana produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat,

dan sah.

16

Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa, 2012), h. 17-18.

17

(48)

5. Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman

dan kepastian hukum.

6. Tanggungjawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat

yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan

penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan

publik.

7. Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan

prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai

termasuk penyediaan sarana teknologi komunikasi dan informatika

(telematika).

8. Kemudahan akses, di mana tempat dan lokasi serta sarana pelayanan

yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat

memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan, di mana pemberi pelayanan

harus bersikap disiplin, sopan, dan santun, ramah, serta memberikan

pelayanan dengan ikhlas.

10. Kenyamanan, yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan

ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan

sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti

parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.18

Sesuai dengan jenis dan sifat pelayanan, serta dengan pertimbangan

agar dapat melaksanakan prinsip-prinsip pelayanan umum secara efektif,

18

(49)

maka dalam Penyelenggaraan Pelayanan Umum, sesuai dengan

KEPMENPAN (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) Nomor

63 Tahun 2003, dapat dilaksanakan dengan pola-pola pelayanan sebagai

berikut:19

1. Pola Fungsional, yaitu pola pelayanan publik yang diberikan oleh

penyelenggara pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi, dan

kewenangannya.

2. Pola Terpusat, yaitu pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh

penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari

penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.

3. Pola Terpadu, terdapat dalam dua bentuk yaitu:

a. Pola Terpadu Satu Atap, yaitu pola pelayanan terpadu satu atap

diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis

pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani

melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat

dengan masyarakat tidak perlu untuk disatu-atapkan.

b. Pola Terpadu Satu Pintu, yaitu pola pelayanan terpadu satu pintu

diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis

pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui

satu pintu.

19

(50)

4. Pola Gugus Tugas, yaitu petugas pelayanan publik secara perorangan

atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi

pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.

Selain terdapat pola-pola pelayanan publik yang sesuai dengan

KEPMENPAN (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) Nomor

63 Tahun 2003, terdapat juga faktor-faktor yang mendukung peningkatan

pelayanan publik agar dapat berjalan secara tertib dan teratur, yaitu:20

1. Faktor Hukum

Hukum akan mudah ditegakkan, jika aturan atau undang-undangnya

sebagai sumber hukum mendukung untuk terciptanya penegakan hukum.

Artinya, peraturan perundang-undangannya sesuai dengan kebutuhan

untuk terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik.

2. Faktor Aparatur Pemerintah

Aparatur pemerintah merupakan salah satu faktor dalam terciptanya

peningkatan pelayanan publik. Oleh karena aparat pemerintah merupakan

unsur yang bekerja di dalam praktik untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat. Maka secara sosiologis aparat pemerintah

mempunyai kedudukan atau peranan dalam terciptanya suatu pelayanan

publik yang maksimal.

3. Faktor Sarana

Penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan berlangsung dengan lancar

dan tertib (baik) jika tanpa adanya suatu sarana atau fasilitas yang

20

(51)

mendukungnya. Sarana itu mencakup tenaga manusia yang

berpendidikan, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan

keuangan yang cukup.

4. Faktor Masyarakat

Pada intinya penyelenggaraan pelayanan diperuntukkan untuk

masyarakat, dan oleh karenanya masyarakatlah yang memerlukan

berbagai pelayanan dari pemerintah sebagai penguasa pemerintahan.

Dengan kata lain masyarakat memiliki eksistensi dalam pelayanan,

karena dalam konteks kemasyarakatan pelayanan publik berasal dari

masyarakat (publik) di mana tujuan utamanya adalah untuk terciptanya

kesejahteraan masyarakat seutuhnya.

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan merupakan faktor yang hampir sama dengan faktor

masyarakat. Jika melihat dari sistem sosial budaya, negara Indonesia

sendiri memiliki masyarakat yang majemuk dengan berbagai macam

karakteristik. Faktor kebudayaan dalam terciptanya penyelenggaraan

pelayanan yang baik pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari

hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak

mengenai apa yang baik, layak dan buruk.

Pelayanan publik juga mempunyai maksud dan tujuan agar dapat

menciptakan pelayanan yang tertib, teratur, dan memudahkan masyarakat

(52)

pelayanan publik telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu:21

Pasal 2

Undang-undang tentang Pelayanan Publik dimaksudkan untuk

memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan

penyelenggara dalam pelayanan publik.

Pasal 3

Tujuan Undang-undang tentang Pelayanan Publik adalah:

a. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak,

tanggungjawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang

terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;

b. Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak

sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang

baik;

c. Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan

peraturan Perundang-undangan;

d. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat

dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

Dengan adanya pelayanan publik yang telah disediakan oleh

pemerintah, akan menjadikan pergumulan yang sangat intensif antara

pemerintah dengan warga, dan baik atau buruknya dalam pelayanan publik

yang sangat dirasakan oleh masyarakat. Ini sekaligus membuktikan, bahwa

21

(53)

jika terjadi perubahan signifikan dalam pelayanan publik dengan sendirinya

manfaat itu dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Keberhasilan

dalam mewujudkan praktik good governance dalam pelayanan publik mampu

membangkitkan dukungan dan kepercayaan masyarakat.22

C. Tujuan Pencatatan Perkawinan

Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan sakral serta

mempunyai dampak yang luas, baik dalam hubungan kekeluargaan

khususnya, maupun pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada

umumnya. Perkawinan ini merupakan masalah yang sangat serius dan tidak

boleh dilakukan dengan main-main, maka untuk mendukung keseriusan itu,

dibutuhkannya legalitas hukum adalah dengan adanya pencatatan

perkawinan.

Pencatatan perkawinan merupakan pembaharuan dalam hukum

keluarga di dunia Islam. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan modern

yang mana perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan secara

agama dan negara serta dapat dibuktikan dengan adanya akta otentik

perkawinan berupa buku nikah. Masyarakat saat ini rupanya telah

menganggap bahwa perkawinan merupakan masalah yang serius dan sakral

yang harus dilakukan didepan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) agar dapat

diakui oleh negara dan sah di mata negara serta terpenuhinya syarat dan

rukun seperti yang telah ditentukan oleh agama agar sah di mata agama.

Pencatatan perkawinan ini dianggap penting karena hal ini ditujukan sebagai

22

(54)

upaya untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat,

melindungi kesucian perkawinan sebagai sebuah nilai dan ikatan yang sakral

dan secara khusus ditujukan untuk melindungi kaum perempuan dalam rumah

tangga.23

Pada zaman dahulu Al-Qur’an dan Al-Hadis tidak mengatur secara

rinci mengenai pencatatan perkawinan, bahkan jika kita telusuri secara

ekplisit tidak ada ketentuan hukum dari pencatatan perkawinan ini. Ada

beberapa faktor mengapa pada zaman dahulu perkawinan tidak dicatat:24

1. Budaya tulis-baca, khususnya dikalangan orang Arab Jahiliyah masih

jarang. Oleh karena itu, orang Arab mengandalkan pada daya ingatannya

(hafalan) ketimbang tulisan.

2. Perkawinan bukan syariat baru dalam Islam. Ia merupakan syariat

nabi-nabi terdahulu secara terus menerus di turunkan.

3. Pada masyarakat jaman dahulu, nilai-nilai kejujuran dan ketulusan dalam

menjalankan kehidupan masih sangat kuat sehingga sikap saling percaya

dan tidak saling mencurigai menjadi fundamen kehidupan masyarakat.

Cukup dengan di saksikannya perkawinan tersebut oleh dua orang saksi

dan masyarakat sekitar sudah cukup membutikan bahwa pasangan suami

istri tersebut telah melakukan perkawinan yang sah dan tidak dianggap

kumpul kebo.

23

http://prodipps.unsyiah.ac.id, Diakses pada tanggal 12 Juni 2015 pukul 15:07 WIB.

24

(55)

4. Problematika hidup pada jaman dahulu masih sederhana, belum

sekompleks dan serumit jaman sekarang ini.

Seiring berkembangnya jaman, maka berubahlah pola pikir dan

perilaku masyarakat. Dalam perkawinan, pencatatan mutlak diperlukan.

Adapun fungsi dan kegunaannya adalah untuk memberikan jaminan hukum

terhadap perkawinan yang dilakukan terutama untuk melindungi harkat dan

martabat perempuan. Karena ketika perkawinan tersebut telah halal di mata

agama akan tetapi jika tidak dilakukan secara prosedur negara tetap saja

perkawinan tersebut dianggap ilegal oleh negara. UU Perkawinan di

Indonesia mengatur dengan kewenangan tertentu agar terwujudnya

ketertiban, bahwa perkawinan selain sah menurut agama maka pernikahan

harus dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni

di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi umat Islam dan Kantor Catatan Sipil

(KCS) untuk non Muslim.25

Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan satu-satunya lembaga yang

menangani masalah pencatatan perkawinan ini. Menurut KMA (Keputusan

Menteri Agama) No. 517 Tahun 2001 yaitu Kantor Urusan Agama (KUA)

merupakan lembaga pemerintah yang berkedudukan di wilayah kecamatan

yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Departemen

Agama Kabupaten/Kotamadya di bidang urusan agama Islam dalam wilayah

25

(56)

kecamatan.26 Adapun fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) itu sendiri

diantaranya adalah pelayanan administrasi perkawinan dan rujuk

(kepenghuluan), pembinaan perkawinan dan keluarga sakinah, pembinaan

kemasjidan, pembinaan zakat, wakaf, ibadah sosial dan Baitu Mal.

Untuk sahnya suatu perkawinan yang ditinjau dari sudut keperdataan

adalah bilamana perkawinan tersebut sudah dicatat atau didaftarkan pada

Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil (KCS) sesuai dengan

agama yang dianutnya.27 Selama perkawinan belum terdaftar maka

perkawinan itu masih belum dianggap sah menurut ketentuan hukum negara

sekalipun mereka sudah memenuhi prosedur dan tata cara menurut ketentuan

agama. Sedangkan bilamana yang ditinjau sebagai suatu perbuatan

keagamaan maka pencatatan perkawinan hanyalah sekedar memenuhi

administrasi perkawinan saja yang tidak menentukan sah atau tidaknya suatu

perkawinan.28

Pencatatan nikah sangat penting dilaksanakan oleh pasangan

mempelai, dengan adanya pencacatan nikah maka akan menghasilkan buku

nikah yang merupakan bukti autentik tentang keabsahan pernikahan baik

secara agama maupun negara. Sebuah catatan aksiologi menyatakan

26

LAPORAN PENELITIAN. Respon Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Optimalisasi Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA). Oleh Jaenal Aripin, M.Ag, Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag dan Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Sc. 2004.

27

Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), cet. Ke-5, h. 175.

28

Gambar

 Tabel I
Gambar 1
Gambar 2
Tabel 2 Nikah Campuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pembahasan tersebut peneliti akan membahas tentang pengembangan model latihan teknik smash dalam olahraga bola voli, model latihan teknik smash yang dimaksud

Berdasarkan penelitian ini, hasil terbanyak untuk hubungan indeks massa tubuh dengan tingkat kebugaran jasmani adalah responden yang memiliki indeks massa tubuh

28 proses pembelajaran sosial berdasar teori Albert Bandura yaitu dengan menciptakan lingkungan yang selaras dengan maksud pemerintah, artinya ketika siswa

PENGERTIAN bantuan dana operasional penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan usaha mandiri untuk menyelenggarakan pembelajaran KUM untuk peningkatan kemampuan

Berdasarkan hasil simulasi model GenRiver, kegiatan penambahan jumlah pohon pada area agroforestri (komplek dan sengon) dan hortikultura di DAS Rejoso menyebabkan penurunan

Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak hanya sekedar sebagai tempat untuk melepaskan lelah setelah bekerja seharian,

Ditinjau dari pengertian ‘urf menurut Abd Karim Zaidan yang mengatakan sebagai sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu