• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Tepung Gaplek dengan Level yang Berbeda terhadap Kadar Bahan Kering dan Kadar Bahan Organik Silase Limbah Sayuran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Tepung Gaplek dengan Level yang Berbeda terhadap Kadar Bahan Kering dan Kadar Bahan Organik Silase Limbah Sayuran"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DENGAN LEVEL YANG BERBEDA TERHADAP KADAR BAHAN KERING DAN KADAR

BAHAN ORGANIK SILASE LIMBAH SAYURAN (Skripsi)

Oleh Devi Desnita

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DENGAN LEVEL YANG BERBEDA TERHADAP KADAR BAHAN KERING DAN KADAR

BAHAN ORGANIK SILASE LIMBAH SAYURAN

Oleh Devi Desnita

Limbah organik berupa sayuran yang dihasilkan pasar dapat dimanfaatkan menjadi pakan. Akan tetapi kelemahan dari limbah sayuran adalah memiliki kandungan kadar air yang cukup tinggi. Limbah sayuran dapat diolah menggunakan teknologi pakan berupa silase dengan penambahan akselerator berupa tepung gaplek. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengetahui pengaruh penambahan tepung gaplek dengan level yang berbeda terhadap kadar bahan kering dan kadar bahan organik silase limbah sayuran; 2) mengetahui

penambahan tepung gaplek yang terbaik terhadap kadar bahan kering dan kadar bahan organic silase limbah sayuran. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan penambahan tepung gaplek (0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%) dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menghitung sidik ragam pada taraf nyata 1% selanjutnya dilakukan uji beda nyata terkecil pada taraf 1%. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar bahan kering dan kadar bahan organic silase limbah sayuran. Perlakuan terbaik terdapat pada silase limbah sayuran yang ditambahkan 20 % tepung gaplek terhadap nilai kadar bahan kering dan kadar bahan organik.

(3)

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE ADDITION CASSAVA FLOUR WITH DIFFERENT LEVELS ON THE LEVELS OF DRY SUBSTANCES AND LEVELS OF

ORGANIC MATTER IN VEGETABLES WASTE SILAGE

By Devi Desnita

Vegetable waste in the trditional market can be used as feed. Nevertheless, the shortcomings from vegetable waste is have a high level of water content.

Vegetables waste can be processed to be silage with addition accelerators that is cassava flour. This research determined to: 1) the effect of the addition cassava flour with different levels on the levels of dry substances and levels of organic matters in vegetable waste silage; 2 ) the best increasing rate of cassava flour against to dry subtances and organic matters in vegetables waste silage. The design used Completely Random Design (CRD) with five treatments additonal cassava flour (0%, 5%, 10%, 15% and 20%) and each treatments was repeated for three times and the data was analyzed with Least Significant Difference test (LSD). The result indicated that additonal levels of cassava flour was highly significant ;(P<0,01) on the levels of dry substances and levels of organic matters vegetables waste. Best treatment is in vegetable waste silage that added 20 % cassava flour against to dry substances levels and levels of organic matter.

(4)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DENGAN LEVEL YANG BERBEDA TERHADAP KADAR BAHAN KERING DAN KADAR

BAHAN ORGANIK SILASE LIMBAH SAYURAN

Oleh

Devi Desnita

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Devi Desnita (1114141021), lahir di Martapura pada 16 Desember 1993, Provinsi Sumatera Selatan. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan suami istri Marmis Kopli dan Surtiwati, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Martapura pada 2005, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Martapura pada 2008, dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Martapura pada 2011. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai Mahasiswi Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Jalur Ujian Masuk Lokal (UML).

(8)

Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

(Q.S. Ar Rahman ayat 16)

Jika kau tidak mempercayai apapun dan berdiri bukan untuk

apapun, maka kau tidak akan menjadi siapa-siapa

(Conan Edogawa)

Tidak ada yang pergi dari hati, tidak ada yang hilang dari sebuah

kenangan

(Darwis Tere Liye)

Semoga hati kita terpelihara agar tidak terlalu membenci dan

menyukai sesuatu secara berlebih. Besederhana lebih baik.

(9)

Terucap syukur kepada Mu Ya Robb,

Ku persembahkan mahakarya yang sederhana ini kepada:

Papa dan Mamaku yang telah banyak berkorban baik lahir

maupun batin, yang kasih sayangnya melebihi dirinya sendiri,

yang selalu berdoa dan berharap agar aku menjadi insan yang

lebih baik dan berguna bagi sesama

Kakak dan Dama yang telah memberikan doa, dukungan,

cinta, kasih sayang, kebahagiaan, dan kebersamaan selama ini

Almamater tercinta yang ku cintai dan aku banggakan

Serta untuk orang-orang yang ku sayangi dan menyayangiku

yang banyak membantu dan senantiasa memberikan senyuman

(10)

SANWACANA

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Gaplek dengan Level yang Berbeda Terhadap

Kadar Bahan Kering dan Kadar Bahan Organik Silase Limbah Sayuran”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas Pertanian— yang telah memberikan izin;

2. Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Ketua Jurusan Peternakan—yang telah memberikan motivasi dan dukungan;

3. Ir. Sri Suharyati, M.P.—selaku Sekretaris Jurusan Peternakan—yang telah memberikan dukungan;

4. Bapak Ir. Yusuf Widodo, MP.—selaku Dosen Pembimbing Utama—yang senantiasa memberikan waktu, dukungan, motivasi, dan pemahaman; 5. Ir. Syahrio Tantalo YS, M.P.—selaku Dosen Pembibing Anggota—yang

senantiasa memberikan waktu, dukungan, motivasi, dan pembelajaran; 6. Ir. Nining Purwaningsih—selaku Dosen Penguji—yang senantiasa

memberikan waktu, dukungan, dan pemahaman;

(11)

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, yang telah memberikan pembelajaran dan pemahaman yang berharga;

9. Papa, Mama, Kakak, Adikku tercinta Dama, Cik As, Om Uli, dan Keluarga Nyaik (Kemas Agus) atas kebaikan dan kekeluargaan yang diberikan selama ini; 10. Solihin yang telah meluangkan waktu, memberikan berbagai masukan, dan

menyemangati penulis serta sahabat seperjuangan dalam penelitian ini (Decka Wira Bangsa dan Tri Atika) yang tiada henti memberikan nasihat-nasihat dan lawan bertukar pikiran yang luar biasa;

11. Sahabat tersayang; Komalasari, Siti Unayah, Hermawan, Miftahudin, Fitria, Ayu, Nia, Retno, Dina, Citra, Isti, Konita, Dea, Amita, Putri, Arista, Fakhri, Angga, Depo, Dimas coro, Bang Tias, Debby, Chelsi, Mbak Dian dan Yulia atas kasih sayang dan dukungan selama ini;

12. Atikah, Linda, Tia, Lisa, Ima, Okta, Aji, Sakroni, Ojan, Lasmi, Ade, Fitri, Bowo, Restu, Dimas R, Edwin, Laras, Jenny, Sarina, Maria, Apri, Ali, Arie, Gusma, Putu, Fauzan,Rahmat, Riki, Wanda dan seluruh teman-teman angkatan 2011; 13. Kakanda dan adinda Jurusan Peternakan yang telah memberikan semangat

dan kasih sayang serta seluruh pihak yang ikut terlibat selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, akan tetapi penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Bandar Lampung, 2015

(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ……….. iii

DAFTAR GAMBAR ……….. iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………...………... 1

B. Identifikasi Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian ………...……… 4

D. Kegunaan Penelitian... 4

E. Kerangka Pemikiran... 4

F. Hipotesis... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran...………... 8

B. Tepung Gaplek ...……….. 11

C. Deskripsi Silase…...………... 12

III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ...……..……... 19

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 19

(13)

ii

D. Prosedur Penelitian ... 20

E. Rancangan Perlakuan ... 21

F. Peubah yang Diamati ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Bahan Kering Silase Limbah Sayuran ... 24

B. Kadar Bahan Organik Silase Limbah Sayuran (% BS)... 27

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 32

B. Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(14)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi beberapa jenis limbah sayuran... 9

2. Formulasi limbah sayuran (% BK)... 20

3. Rata-rata kadar bahan kering silase limbah sayuran ... 24

4. Rata-rata kadar bahan organik silase limbah sayuran ... 28

5. Kadar air (KA) silase limbah sayuran dari segar ke kering udara ... 35

6. Kadar air silase limbah sayuran dari kering udara ke bahan kering ... 36

7. Kadar air silase limbah sayuran ... 37

8. Nilai kadar bahan kering silase limbah sayuran ... 37

9. Analisis ragam nilai kadar bahan kering limbah sayuran ... 38

10.Uji BNT kadar bahan kering silase limbah sayuran ... 38

11.Hasil uji BNT kadar bahan kering silase limbah sayuran ... 38

12.Kadar abu silase limbah sayuran berdasarkan bahan kering udara ... 39

13.Kadar bahan organik silase limbah sayuran ... 40

14.Nilai kadar bahan organik silase limbah sayuran ... 40

15.Analisis ragam nilai kadar bahan organik limbah sayuran ... 41

16.Uji BNT kadar bahan organik silase limbah sayuran ... 41

(15)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peristiwa dan faktor yang mempengaruhi proses fermentasi silase .... 15

2. Perubahan selama proses fermentasi ... 16

3. Tata letak peubah penelitian... 21

4. Survei pasar dan pengumpulan sampel ... 42

5. Pembuatan silase limbah sayuran ... 42

6. Penyimpanan silase limbah sayuran ... 43

7. Proses pembuatan sampel analisis ... 43

8. Proses analisis kadar air ... 43

(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

menghasilkan sampah dengan karakteristik yang bervariasi. Timbunan sampah yang tidak terurus akan menyebabkan terjadinya lingkungan yang kumuh dan menjadi tempat berkembangbiaknya sumber-sumber penyakit.

Jumlah pasar tradisional yang ada di Kota Bandar Lampung yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah pasar yang banyak mengandung bahan organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan dan daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan.

Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat digunakan atau dibuang. Limbah buah-buahan terdiri dari limbah buah semangka, melon, pepaya, jeruk, nenas dan lain-lain, sedangkan limbah sayuran terdiri dari limbah daun melinjo, daun wortel, sawi hijau, sawi putih, kol, buncis, klobot jagung, limbah kecambah kacang hijau, labu siam, daun kembang kol dan masih banyak lagi limbah-limbah sayuran lainnya.

(17)

2 kelemahan sebagai pakan, antara lain mempunyai kadar air tinggi (91,56%) yang menyebabkan cepat busuk sehingga kualitasnya sebagai pakan cepat menurun, voluminous (bulky) dan ketersediaannya berfluktuasi. Oleh karena itu, diperlukan

alternatif lain untuk membuat bahan menjadi tahan lama, mudah disimpan dan dapat diberikan untuk ternak.

Salah satu alternatif pengolahan pakan yang dapat digunakan adalah dengan dijadikan silase limbah sayuran. Teknologi menggunakan fermentasi anaerob ini dapat memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas bahan. Dengan adanya pemanfaatan limbah sayuran ini diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan mengatasi kekurangan pakan.

Silase adalah bahan pakan yang disimpan dalam bentuk segar setelah mengalami proses fermentasi. Prinsip utama pembuatan silase adalah mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara dan menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk. Pembuatan silase limbah sayuran bertujuan

mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau atau ketika penggembalaan ternak tidak mungkin dilakukan.

(18)

3 B. Identifikasi Masalah

Permasalahan pemerintah di kota Bandar Lampung salah satunya adalah mengenai sampah. Pasar merupakan penyumbang sampah terbesar sampai terjadinya penumpukan. Sampah yang dihasilkan setiap harinya didominasi oleh sampah organik yaitu berupa limbah sayuran.

Limbah sayuran yang diproduksi setiap hari umumnya akan terurai dengan sendirinya di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Selain itu, tidak jarang pula dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Walaupun pemanfaatan ini telah dilakukan, penumpukan limbah sayuran ini masih tetap terjadi. Alternatif lain yang dapat mengurangi jumlah limbah sayuran adalah dengan menjadikannya pakan. Kelemahan dari limbah sayuran adalah kandungan kadar air yang tinggi yang dapat menghambat penyimpanan dalam jangka waktu lama. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pengawetan berupa silase.

(19)

4 C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) mengetahui pengaruh penambahan tepung gaplek dengan level yang berbeda terhadap kadar bahan kering dan bahan organik silase limbah sayuran;

(2) mengetahui penambahan tepung gaplek yang terbaik terhadap kadar bahan kering dan bahan organik silase limbah sayuran.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah mengurangi jumlah limbah pasar dan dapat memberikan informasi kepada peternak mengenai kualitas nutrisi silase limbah sayuran yang disuplementasi dengan tepung gaplek sehingga peternak dapat memiliki cadangan pakan saat kondisi sulit mendapatkan pakan hijauan.

E. Kerangka Pemikiran

Banyaknya limbah yang dihasilkan pasar setiap harinya merupakan salah satu faktor permasalahan pemerintah. Limbah organik berupa sayuran yang dihasilkan pasar dapat dimanfaatkan menjadi pakan, akan tetapi kelemahan dari limbah sayuran adalah kandungan kadar air yang cukup tinggi. Hal ini akan

menyebabkan pakan tidak bertahan lama dan dapat menyebabkan kembung pada ternak bila dikonsumsi secara langsung. Limbah sayuran mengandung anti nutrisi berupa alkaloid dan rentan oleh pembusukan, sehingga perlu dilakukan

(20)

5 susunan ransum ternak (Puslitbangnak, 2013). Limbah sayuran dapat diolah dengan menggunakan teknologi pakan menjadi bahan pakan dalam bentuk seperti tepung dan silase yang dapat digunakan sebagai pakan.

Silase adalah fermentasi hijauan oleh bakteri yang banyak menghasilkan asam laktat. Bakteri asam laktat memfermentasi karbohidrat tersedia menjadi asam laktat dan sebagian kecil menjadi asam asetat. Proses silase dapat meningkatkan kualitas nutrisi limbah sayuran. Selain itu, dapat disimpan dalam jangka waktu lama dan digunakan sebagai cadangan pakan saat kondisi sulit mendapatkan pakan hijauan. Untuk meningkatkan kualitas nutrisi silase limbah sayuran, maka solusi yang dapat dilakukan adalah menggunakan karbohidrat terlarut berupa tepung gaplek.

Proses pembuatan silase limbah sayuran adalah dengan menjemur masing-masing limbah sayuran di bawah sinar matahari. Hal ini bertujuan mengurangi 91,56 % kadar air awal hingga kondisi kadar air hanya 65% sampai 70%, yang merupakan syarat pembuatan silase. Proses ini berfungsi meningkatkan bahan kering limbah sayur sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak nutrisi di dalamnya.

(21)

6 Ridwan, dkk. (2005) mengatakan bahwa penambahan dedak padi 1% -- 5%

terhadap nilai nutrisi silase rumput gajah menghasilkan bahan kering antara 20,04% -- 24,90%. Sedangkan bahan organik yang dihasilkan berkisar antara 76,83% -- 78,92%. Bahan organik yang terkandung dengan penambahan sumber karbohidrat seharusnya akan semakin meningkat, akan tetapi pada penelitian ini tidak terjadi. Hal ini diduga karena penambahan dedak padi 1% -- 5% masih belum terlalu berpengaruh pada bahan organik.

Tepung gaplek dapat dijadikan akselerator karena menurut Lubis (1992)

kandungan karbohidrat mudah larut dari tepung gaplek adalah 78,4% lebih tinggi dibandingkan dengan molasses 74,9% dan dedak padi 43,8%. Selain itu, bahan kering tepung gaplek (93,80%) lebih tinggi dibandingkan dengan dedak padi (88,47%) dan molasses (58,56%) (Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, 2014).

(22)

7 F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(1) terdapat pengaruh penambahan tepung gaplek dengan level yang berbeda pada silase limbah sayuran pasar terhadap kadar bahan kering dan bahan organik ; (2) terdapat level penambahan tepung gaplek terbaik pada silase limbah sayuran

(23)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Sayuran

Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan

sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang

banyak terdapat di sekitar kota adalah limbah pasar. Limbah pasar merupakan

bahan-bahan hasil sampingan dari kegiatan manusia yang berada di pasar dan

banyak mengandung bahan organik (Ningrum, 2014). Limbah pasar yang banyak

mengandung bahan organik adalah limbah hasil pertanian seperti sayuran,

buah-buahan dan daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan.

Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat

digunakan atau dibuang. Limbah buah-buahan terdiri dari limbah buah semangka,

melon, pepaya, jeruk, nenas dan lain-lain, sedangkan limbah sayuran terdiri dari

limbah daun bawang, seledri, sawi hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah

kacang hijau, klobot jagung, daun kembang kol dan masih banyak lagi

limbah-limbah sayuran lainnya. Namun yang lebih berpeluang digunakan sebagai bahan

pengganti hijauan untuk pakan adalah limbah sayuran karena selain

ketersediaannya yang melimpah, limbah sayuran juga memiliki kadar air yang

(24)

9 limbah sayuran dipergunakan sebagai bahan baku untuk pakan maka bahan pakan

tersebut akan relatif tahan lama atau tidak mudah busuk.

Hal ini sangat bermanfaat, sebab selain mengurangi jumlah sampah juga dapat

mengurangi biaya peternakan. Namun sampah ini harus dibersihkan dan dipilah

terlebih dahulu sebelum dikonsumsi ternak. Jika sampah organik

bercampur dengan sampah yang mengandung logam berat, akan menimbulkan

masalah bagi ternak sebab logam tersebut dapat terakumulasi di dalam tubuhnya

(Suprihatin, dkk. 1998).

Adapun komposisi beberapa jenis limbah sayuran dapat dilihat dalam Tabel 1.

berikut.

Tabel1. Komposisi beberapa jenis limbah sayuran (% BK)

Jenis

44,16 4,31 2,19 29,49 6,59 57,42

Buncis 9,03 25,13 2,53 26,08 6,63 39.63

Kol 16,36 18,68 2,95 22,92 10,79 44,66

Sawi Putih 6,17 23,00 2,55 16,74 21,10 36,61

Sumber : Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak (2014)

Menurut Puslitbangnak (2013), jenis limbah sawi yang banyak di pasaran yaitu

limbah sawi hijau/caisim dan sawi putih. Sawi memiliki kadar air yang cukup

tinggi, mencapai lebih dari 95%, sehingga umumnya sawi cenderung lebih mudah

untuk diolah menjadi asinan. Jika akan diolah menjadi silase, terlebih dahulu

sawi harus dilayukan/dijemur atau dikering-anginkan untuk mengurangi kadar

airnya. Nilai energi dan protein kedua jenis sawi ini setelah ditepungkan hampir

(25)

10 Limbah kol yang didapatkan di pasar, merupakan bagian kol hasil penyiangan.

Limbah kol termasuk sayuran dengan kadar air tinggi (> 90%) sehingga mudah

mengalami pembusukan/kerusakan. Daun kembang kol merupakan bagian

sayuran yang umumnya tidak dimanfaatkan untuk konsumsi manusia. Meski

demikian, hasil analisa menunjukkan bahwa tepung daun kembang kol

mempunyai kadar protein yang cukup tinggi, yaitu 25,18% dan kandungan energi

metabolis sebesar 3523 kcal/kg (Puslitbangnak, 2013)

Ada dua macam limbah pasar yang berasal dari jagung, yaitu kulit jagung dan

tongkol jagung/janggel. Kulit jagung manis mempunyai kadar gula yang cukup

tinggi, sehingga berpotensi untuk dijadikan silase. Sedangkan tongkol

jagung/janggel merupakan bagian dari buah jagung setelah bijinya dipipil.

Namun, limbah jagung pada umumnya mempunyai kelemahan yaitu kadar protein

yang cenderung rendah serta serat kasar yang cenderung tinggi. Untuk mengatasi

kelemahan tersebut, limbah jagung sebaiknya diolah menjadi silase.

Menurut Widayati dan Widalestari (1996), sampah yang sering dianggap lebih

banyak menyebabkan masalah karena mencemari lingkungan ternyata juga

banyak mengandung mineral, nitrogen, fosfat, kalium serta B-12. Vitamin B-12

terkandung dalam sampah karena adanya sejenis bakteri yang dapat

memfermentasikan sampah dan mensintesa vitamin B-12. Unsur-unsur tersebut

di atas merupakan unsur yang sangat diperlukan untuk ternak.

Limbah sayuran pasar berpotensi sebagai bahan pakan, akan tetapi limbah tersebut

sebagian besar mempunyai kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan

(26)

11 simpan serta untuk menekan efek anti nutrisi yang umumnya berupa alkaloid

(Saenab, 2010).

Menurut Retnaningtyas (2004), pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara

pengurangan sumber (search reduction), penggunaan kembali, pemanfaatan

(recycling), pengolahan (treatment) dan pembuangan. Sebagai pakan pendukung,

tentu saja sampah tersebut akan lebih aman digunakan sebagai pakan apabila di

proses terlebih dahulu, misalnya dengan cara pengeringan atau fermentasi

(Widayati dan Widalestari 1996).

Dengan teknologi pakan, limbah sayuran dapat diolah menjadi bahan pakan dalam

bentuk seperti tepung dan silase yang dapat digunakan sebagai pakan. Upaya ini

dapat menutupi berkurangnya pasokan hijauan sebagai bahan utama pakan ternak,

akibat tingginya pengalihan lahan pertanian ke nonpertanian.

B. Tepung Gaplek

Tepung gaplek merupakan hasil dari pengeringan singkong yang kemudian

dihaluskan. Tepung gaplek merupakan bahan pakan yang termasuk dalam kelas

sumber energi dengan total nilai TDN yaitu 78,50 % (Fathul, dkk. 2013).

Dikarenakan tingginya kandungan pati pada tepung gaplek maka diharapkan dapat

menjadi sumber energi bagi pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga proses

penurunan pH silase berlangsung lebih cepat. Tepung gaplek (% BK) memiliki

kandungan nutrisi BK = 93,80 %; PK = 1,37 %; LK = 4,59 %; SK = 3,59 %;

Abu = 0,63 %; BETN = 89,82% (Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,

(27)

12

C. Deskripsi Silase

Silase merupakan makanan ternak yang sengaja disimpan dan diawetkan dengan

proses fermentasi dengan maksud untuk mendapatkan bahan pakan yang masih

bermutu tinggi serta tahan lama agar dapat diberikan kepada ternak pada masa

kekurangan pakan.

Menurut Krishaditersanto (2013), kadar air bahan untuk dibuat silase adalah

sekitar 65 -- 75%. Kadar air yang terlalu tinggi akan menyebabkan silase busuk,

sedangkan kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan tumbuhnya jamur.

Untuk bahan-bahan yang memiliki kadar air cukup tinggi (> 80%), perlu

dilakukan pelayuan, penjemuran atau dikering-anginkan terlebih dahulu sebelum

proses pembuatan silase dimulai untuk menurunkan kadar airnya. Faktor

prekondisi dapat mempengaruhi kualitas silase khususnya perlakuan pelayuan.

Cavallarian, dkk. (2005), menyarankan untuk menurunkan kadar air legum hingga

mencapai BK sekitar 32% dengan pemanasan oleh mesin sehingga fermentasi

asam butirat dan perombakan protein dapat ditekan.

Menurut Departemen Pertanian ( 2009), silase yang berkualitas baik memenuhi

persyaratan antara lain mempunyai pH sekitar 4, kandungan air berkisar antara

60%--70%, hasil fermentasi berbau segar/ wangi dan tidak berbau busuk/tengik,

warna hijau masih jelas pada bahan hijauan, serta tidak berlendir. Silase dapat

disimpan untuk jangka waktu lama, selama tidak ada udara yang masuk ke dalam

drum/silo.

Pengolahan bahan pakan secara fisik, seperti halnya pada perlakuan

(28)

13 ternak untuk mengkonsumsi dan mencerna. Sedangkan perlakuan kimiawi,

umumnya ditujukan terbatas pada upaya penambahan aditif atau vitamin atau

upaya lain seperti pemecahan dinding sel hijauan yang umumnya mengandung

khitin, selulosa dan hemiselulosa sehingga hijauan sulit dicerna. Pembuatan silase

limbah sayuran pasar, akan memudahkan dalam pengelolaannya, karena bentuk

dan ukuran sampah hijauan yang beranekaragam akan mudah di konsumsi ternak

setelah menjadi silase. Ensilase juga merupakan cara praktis untuk mendapatkan

bahan baku pakan awetan, yang dapat disajikan setiap saat. Disamping itu

pembuatan silase pada limbah sayuran pasar juga meningkatkan keanekaragaman

dayaguna dan nilai ekonomis limbah, bila dibandingkan dengan dibuat produk

kompos.

Prinsip dari pembuatan silase ini adalah untuk menghentikan kontak antara

hijauan dengan oksigen, sehingga dengan keadaan anaerob ini bakteri asam laktat

akan tumbuh dengan mengubah karbohidrat mudah larut menjadi asam laktat.

Pertumbuhan bakteri asam laktat akan membuat produksi asam laktat akan

meningkat dan mengakibatkan kondisi di dalam silo asam yang ditandai dengan

penurunan pH. Kadar pH yang rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri

yang tidak diinginkan (Clostridiumdan Enterobacterium), ragi dan jamur yang

dapat mengakibatkan kebusukan (Heinritz, 2011).

Oksigen yang terdapat pada bahan silase dan silo dapat mempengaruhi proses dan

hasil yang diperoleh. Proses respirasi tanaman akan tetap berlangsung selama

masih tersedia oksigen. Respirasi dapat meningkatkan kehilangan bahan kering,

(29)

14 Tahapan hilangnya oksigen dari bahan silase yaitu:

1. Respirasi sel tanaman

Sel meneruskan respirasi selama masih cukup tersedia karbohidrat dan oksigen.

Oksigen dibutuhkan untuk proses respirasi yang menghasilkan energi untuk

fungsi sel. Karbohidrat dioksidasi oleh sel tanaman dengan adanya oksigen

menjadi karbondioksida (CO2), air (H2O) dan panas. Pemadatan bahan baku

silase terkait dengan ketersediaan oksigen di dalam silo. Semakin padat bahan

maka kadar oksigen semakin rendah sehingga proses respirasi semakin pendek.

2. Pengaruh oksigen terhadap fermentasi

Oksidasi gula tanaman melalui proses respirasi mempunyai pengaruh negatif

terhadap karakteristik fermentasi. Gula tanaman berperan sebagai substrat utama

bagi bakteri penghasil asam laktat yang dominan dalam fermentasi silase.

Respirasi yang berlebihan atau dalam waktu lama dapat mengurangi ketersediaan

substrat dalam produksi asam laktat, sehingga dapat menurunkan potensi proses

fermentasi yang baik.

3. Pengaruh oksigen terhadap nilai nutrisi

Oksidasi gula tanaman dapat menurunkan energi dan secara tidak langsung dapat

meningkatkan komponen serat hijauan. Kondisi anaerob yang lambat tercapai

memungkinkan berkembangnya bakteri anaerob yang dapat mendegradasi protein

(30)

15

4. Pengaruh oksigen terhadap kestabilan silase

Silase akan tetap stabil untuk waktu yang panjang selama udara tidak dapat masuk

ke dalam silo. Apabila oksigen dapat masuk, maka populasi yeast dan jamur akan

meningkat sehingga akan terjadi kondisi panas dalam silase akibat proses

respirasi. Akibat lain adalah kehilangan bahan kering dan mengurangi nilai

nutrisi silase.

Menurut Marjuki (2013), peristiwa dan faktor yang dapat mempengaruhi proses

fermentasi silase dapat dilihat dalam Gambar 1. berikut.

(31)

16 Marjuki (2013) mengatakan produksi asam laktat yang berlanjut akan menurunkan

pH yang dapat menghambat semua bakteri dapat dilihat dalam Gambar 2. berikut.

Gambar 2. Perubahan selama proses fermentasi

Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses

ensilase diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum

bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan

akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering, untuk mengurangi kadar air

silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilase,

menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi

asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Schroeder,

2004 di dalam Kurnianingtyas, dkk. 2012).

Pemberian pakan pada ternak ruminansia dalam bentuk silase memberikan

keuntungan karena asam laktat dikonversi menjadi asam propionat yang

(32)

17 Keberhasilan pembuatan silase tergantung pada tiga faktor utama yaitu :

1. Ada tidaknya serta besarnya populasi bakteri asam laktat;

2. Sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan hijauan yang digunakan;

3. Keadaan lingkungan.

Pembuatan silase selain dapat meningkatkan zat nutrisi hijauan pakan, juga dapat

disimpan lebih lama sehingga membantu penyediaan hijauan pakan sepanjang

tahun. Penggunaan berbagai aditif sebagai sumber energi mempercepat proses

pemecahan komponen serat misalnya dengan campuran enzim pemecah selulosa

dan hemiselulosa.

Untuk memperoleh hasil silase dengan kualitas yang baik, maka perlu diupayakan

agar asam terbentuk dalam waktu yang singkat. Salah satu cara adalah dengan

merangsang pertumbuhan bakteri pembentuk asam sebanyak-banyaknya dengan

menambahkan bahan-bahan yang kaya karbohidrat sebagai sumber energi bagi

bakteri. Ketersediaan bahan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti tepung

gaplek akan merangsang berlangsungnya proses fermentasi, dan pada akhirnya

bakteri asam laktat dapat berkembang dengan cepat. Tepung gaplek mengandung

protein, serat kasar dan lemak yang rendah, tetapi kandungan beta-N cukup tinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa tepung gaplek dapat digunakan sebagai sumber

energi. Dengan adanya penambahan tepung gaplek bahan yang kaya akan beta-N

dapat mempercepat penurunan pH silase karena beta-N merupakan energi bagi

(33)

18 Ridwan, dkk. (2005) mengatakan bahwa penambahan dedak padi pada pembuatan

silase dapat meningkatkan kemampuan bakteri asam laktat, memanfaatkan

karbohidrat terlarut sehingga banyak kadar air yang dilepaskan dari rumput gajah

atau dengan adanya perbedaan antara daya adhesi dan kohesi. Penambahan dedak

padi 1% -- 5% menghasilkan bahan kering antara 20,04% -- 24,90%. Sedangkan

bahan organik yang dihasilkan berkisar antara 76,83% -- 78,92%. Bahan organik

yang terkandung dengan penambahan sumber karbohidrat seharusnya akan

semakin meningkat, akan tetapi pada penelitian ini tidak terjadi. Hal ini diduga

karena penambahan dedak padi 1% -- 5% masih belum terlalu berpengaruh pada

bahan organik.

Kurnianingtyas, dkk. (2012) mengatakan bahwa silase rumput kolonjono dengan

penambahan 5% tepung gaplek menghasilkan bahan kering dan bahan organik

yang tinggi sebesar 27,32% dan 87,48%. Penambahan dedak padi menghasilkan

bahan kering dan bahan organik sebesar 21,97% dan 84,23%, sedangkan

penambahan molases menghasilkan bahan kering dan bahan organik sebesar

23,33% dan 84,78%. Hal ini diduga karena bahan kering tepung gaplek (87%)

(34)

19

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada November 2014 --Januari 2015.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : limbah sayuran berupa sawi, kol, kulit jagung, buncis dan tepung gaplek. Alat yang digunakan yaitu kantong plastik ukuran 2500 gram, timbangan serta peralatan analisis proksimat kadar bahan kering dan kadar bahan organik.

C. Metode Penelitian

(35)

20 D. Prosedur Penelitian

1. menyediakan limbah sayuran berupa sawi, kol, klobot jagung, buncis dengan proporsi pada Tabel 2. Kriteria dari masing-masing limbah adalah sayuran yang belum membusuk.

Tabel 2. Formulasi Limbah Sayuran

Jenis Limbah Sayuran Formulasi (%)

Sawi 25

Kol 25

Klobot Jagung 25

Buncis 25

Jumlah 100

2. menyiapkan masing-masing sampel limbah sayuran. Kemudian limbah sayuran dicacah dengan ukuran 2 -- 3 cm dan dilakukan pelayuan menggunakan oven hingga kadar air bahan tersisa 65 --75 %;

3. membuat silase dengan cara mencampur semua limbah sayuran yang telah dilayukan hingga homogen. Limbah sayuran kemudian dibagi menjadi 5 bagian dengan 3 kali ulangan, sehingga diperoleh 1 kg bahan dalam setiap perlakuan. Setiap 1 kg limbah sayuran ditambahkan tepung gaplek

sebanyak 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Bahan-bahan yang sudah tercampur kemudian dihomogenkan;

(36)

21 5. setelah 21 hari, silase dibuka dan dilakukan pengujian kadar bahan kering,

dan kadar bahan organik dengan cara mengambil 500 gram sampel masing masing perlakuan lalu dikeringkan dan digiling. Analisis yang digunakan dengan metode analisis proksimat.

E.Rancangan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 5 macam perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan. Adapun tata letak percobaan dapat dilihat dalam Gambar 3. berikut.

R1U2 R3U3 R1U1 R4U3 R0U1

R3U1 R4U2 R0U2 R2U1 R0U3

R4U1 R2U2 R1U3 R2U3 R3U2

Gambar 3. Tata letak percobaan Rancangan perlakuan terdiri dari :

(37)

22 F. Peubah yang diamati

Analisis proksimat menurut Fathul (2011): 1. Kadar bahan kering

Analisis kadar air dilakukan dengan cara:

a. memanaskan cawan porselen ke dalam oven dengan suhu 1050 C selama 1 jam;

b. mendinginkan cawan porselen ke dalam desikator selama 15 menit; c. menimbang bobot cawan porselen (A);

d. memasukkan sampel analisis dan menimbang bobotnya (B); e. memanaskan cawan porselen berisi sampel analisis ke dalam oven

dengan suhu 1350 C selama 2 jam;

f. mendinginkan cawan porselen berisi sampel analisis ke dalam desikator;

g. menimbang cawan porselen yang berisi sampel analisis (C). h. kadar bahan kering dihitung dengan rumus:

Kadar Air =

× 100 %

Kadar bahan kering dihitung dengan rumus : Kadar bahan kering (%) = 100 % - % kadar air Keterangan :

A = Bobot cawan porselen (gram)

(38)

23 2. Kadar bahan organik

Analisis kadar abu dilakukan dengan cara:

a. memanaskan cawan porselen ke dalam oven dengan suhu 1050 C selama 1 jam;

b. mendinginkan cawan porselen ke dalam desikator selama 15 menit; c. menimbang bobot cawan porselen (A);

d. memasukkan sampel analisis dan menimbang bobotnya (B); e. memasukan cawan porselen yang sudah berisi sampel analisis ke

dalam tanur dengan suhu 6000 C selama 2 jam;

f. mematikan tanur, apabila sampel sudah berubah warna menjadi putih keabu-abuan maka berarti pengabuan sudah sempurna; g. mendiamkan sekitar 1 jam, kemudian mendinginkan di dalam

desikator sampai mencapai suhu kamar biasa; h. menimbang cawan berisi abu (C).

i. kadar abu dihitung dengan rumus:

Kadar Abu (%) =

X 100%

Keterangan :

A = Bobot cawan porselen (gram)

B = Bobot cawan porselen berisi sample sebelum diabukan (gram) C = Bobot cawan porselen berisi sample setelah diabukan (gram)

Kadar bahan organik dihitung dengan rumus :

(39)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. tepung gaplek efektif dijadikan akselerator;

2. penambahan akselerator tepung gaplek dengan level yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kadar bahan kering dan kadar bahan organik silase limbah sayuran;

3. perlakuan terbaik terdapat pada level penambahan 20 % tepung gaplek terhadap nilai kadar bahan kering dan kadar bahan organik.

B. Saran

(40)

33

DAFTAR PUSTAKA

Cavallarian, L., S. Antoniazzi and E. Tobacco. 2005. Effect of wilting and mechanical conditioning on proteolysis in sainfoin wilted herbage and silage. J. Sci. Food Agric. 85: 831-838 Hanafi, N.D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

Departemen Pertanian. 1980. Silase Sebagai Makanan Ternak. Departemen Pertanian, Balai Informasi Pertanian, Ciawi Bogor

Departemen Pertanian. 2009. Pemanfaatan Limbah Pasar Sebagai Pakan

Ruminansia Sapi dan Kambing di DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta

Fathul, F., Liman., N. Purwaningsih., S. Tantalo YS. 2013. Pengetahuan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Lampung, Lampung

Fathul, F. 2011. Penentuan Kualitas dan Kuantitas Kandungan Zat Makanan Pakan. Universitas Lampung. Lampung

Heinritz, S. 2011. Ensiling Suitability of High Protein Tropical Forages and Their Nutrional Value for Feeding Pigs. Diploma Thesis. University of

Hohenheim, Stutgart

Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita, Jakarta

Krishaditersanto, R. 2013. Membuat Silase. Kupang Tengah, NTT.

http://ripk78.blogspot.com/2013/04/membuat-silase.html (April 2013) Kurnianingtyas, I.B., P.R. Pandansari., I. Astuti., S.D. Widyawati., W.P.S.

Suprayogi. 2012. Pengaruh macam akselarator terhadap kualitas fisik, kimiawi, dan biologis silase rumput kolonjono. Tropical Animal Husbandry 1 (1): 7—14. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak. 2014. Analisis Bahan Pakan. Universitas Lampung, Bandar Lampung

(41)

34 Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Pembangunan, Jakarta

Marjuki. 2013. Metode pengolahan limbah untuk pakan ternak. Universitas brawijaya, malang

McDonald, P. 1981. Biochemistry of Silage. John Willey and Sons, Chichester. New York

Ningrum, D. L. 2014. Sampah Potensi Pakan Ternak yang Melimpah. Universitas Diponogoro, Semarang

Puslitbangnak. 2013. Limbah Pasar Alternatif Penyedia Hijauan Pakan Ternak, Bogor Jawa Barat (11 September 2013)

Retnaningtyas. 2004. Mengelola Lingkungan Lewat UKM Berbasis Limbah. http://www.Sinarharapan.co.id/ekonomi/usaha/2004/0508/ukmz.html (20 Oktober 2005)

Ridwan, R., S. Ratnakomala., G. Kartina., Y. Widyastuti. 2005. Pengaruh penambahan dedak padi dan Lactobacillus plantarum 1 BL-2 dalam

pembuatan silase rumput gajah. Media Peternakan 117-123. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. Bogor

Saenab, A. 2010. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di DKI Jakarta, Balai Pengkajian Teknologi Jakarta Santoso, B. B. Tj. Hariadi, H. Manik dan H.Abubakar. 2009. Kualitas Rumput

Unggul Tropika Hasil Ensilase dengan Aditif Bakteri Asam Laktat dari Ekstrak Rumput Terfermentasi. Media Peternakan. 32(2): 138 – 145. Sumarsih, S., C. I. Sutrisno., B. Sulistiyanto.2009. Kajian Penambahan Tetes

Sebagai Aditif Terhadap Kualitas Organoleptik dan Nutrisi Silase Kulit Pisang.Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan, Semarang

Suprihatin, A., Prihanto, D., Gilbert, M. 1998. Sampah dan Pengelolaanya. Malang: Indah Offset

Widayati, E. dan Widalestari, Y. J. 1996. Limbah untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana, Surabaya

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 1. Peristiwa dan faktor yang mempengaruhi proses fermentasi silase
Gambar 2. Perubahan selama proses fermentasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan estimasi pengunjung warnet yang diprediksi selama 60 hari mendatang, digunakan metode simulasi agar waktu dan sumber daya lainnya tidak perlu digunakan secara

Peliputan Kegiatan KDH/WKDH dan Kunjungan Kerja Pejabat Negara/ Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen/Luar

Tujuan penelitian untuk mengetahui sejarah tradisi Ghatib Beghanyut di Kecamatan Mempura Kabupaten Siak, untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Ghatib Beghanyut

Kebudayaan Melayu Riau yang dibahas dalam penelitian ini tidak terlepas dari pandangan hidup, kesenian, sastra, kuliner, upacara adat, peralatan (teknologi),

Narasumber atau informance dalam penelitian ini adalah kepala dinas pariwisata pemuda dan olahraga Kabupaten Siak, Hendrison,sos. Dari beliau penulis mendapat izin

Sehingga jika terdapat perbedaan pada profil hormon progesteron diantara ternak di ketiga kelompok perlakuan lebih disebabkan oleh adanya penambahan asam amino

Konsumsi protein hewani bersifat protektif terhadap kejadian stunting, balita yang tidak menghabiskan makanannya setiap kali makan berisiko 3 kali lebih besar

Pada penelitian ini terlihat bahwa emisi gas buang CO yang dihasilkan ketika menggunakan bahan bakar dengan RON 95 (pertamax plus) jauh lebih rendah dibandingkan