• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN

MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL (Skripsi)

Oleh

Lusi Meliyana

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

PREPARATION OF CaO/SiO2 CATALYSTS FROM CaCO3 AND RICE HUSK SILICA USING SOL GEL METHOD FOR

TRANSESTERIFICATION OF VEGETABLE OIL INTO BIODIESEL

BY

LUSI MELIYANA

In this research, a series of CaO/SiO2 catalysts was synthesized from CaCO3 and rice husk silica using sol gel method, to obtain the catalysts with CaO contents of 5, 10, 15, 20, and 25% relative to silica. The catalysts were subjected to calcination treatment at 600 oC for 6 hours, and then used for transesterification of coconut oil with metanol. Transesterification results showed that all of the catalysts were able to work, and the best performance was exhibited by the catalyst with CaO content of 25%, with a yield of 93,1%. Further investigation demonstrated that the optimum conditions were reaction time of 60 minutes, the ratio of metanol/oil 4, and the amount of catalyst 5% of the mass of the oil. GC-MS analysis of biodiesel produced revealed the presence of nine methyl esters correspond with fatty acids in coconut oil, suggesting that the catalysts were able to convert coconut oil into biodiesel. Catalyst with the best performance was further characterized to obtain the physical characteristics of the catalyst. Characterization with XRD showed that the catalyst composed of amorphous phase, which is silica, and crystalline phases which are CaSiO3 and Na2SiO3. Characterization with SEM showed the sample is porous material, with a surface area of 6,098 m2/g based on the results obtained using BET. As shown by the results of SEM, the surface of the sample is marked by the presence of clusters with varied sizes and shapes, and in agreement with the results of characterization using PSA. The elemental composition as seen by EDX show the presence of Na, Si, Ca, and O, which is in accordance with the raw materials used.

(3)

ABSTRAK

PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN

MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL

Oleh

LUSI MELIYANA

Dalam penelitian ini telah dilakukan sintesis katalis CaO/SiO2 dari CaCO3 dan silika sekam padi dengan metode sol gel, dan aplikasinya untuk transesterifikasi minyak kelapa dengan metanol. Katalis disintesis dengan penambahan CaCO3 ke dalam larutan silika guna mendapatkan persen CaO terhadap silika, yakni 5, 10, 15, 20, dan 25%. Sebelum digunakan, katalis dikalsinasi pada suhu 600 oC selama 6 jam. Hasil transesterifikasi menunjukkan bahwa semua katalis mampu bekerja, dan unjuk kerja terbaik dimiliki oleh katalis dengan kandungan CaO 25%, dengan rendemen sebesar 93,1%. Katalis terbaik ini selanjutnya digunakan untuk mempelajari variabel reaksi, dan didapatkan waktu reaksi optimum 60 menit, perbandingan metanol/minyak 4, dan jumlah katalis 5% dari berat minyak. Dari analisis GC-MS diketahui bahwa biodiesel yang dihasilkan terdiri dari sembilan senyawa metil ester yang sesuai dengan kandungan asam lemak dalam minyak kelapa, yang menunjukkan kemampuan katalis untuk mengubah minyak kelapa menjadi biodiesel. Katalis dengan unjuk kerja terbaik selanjutnya dikarakterisasi untuk mendapatkan karakteristik fisik katalis. Karakterisasi dengan XRD menunjukkan bahwa dalam katalis terdapat fasa amorf, yakni silika, dan fasa kristalin yakni CaSiO3 dan Na2SiO3. Karakterisasi dengan SEM menunjukkan bahwa sampel merupakan bahan berpori, dengan luas permukaan sebesar 6,098 m2/g berdasarkan karakterisasi dengan BET. Pada permukaan sampel terdapat cluster dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi, yang sesuai

dengan hasil karakterisasi menggunakan PSA. Sesuai dengan hasil EDX, unsur yang terkandung dalam sampel adalah Na, Si, Ca, dan O, yang sesuai dengan bahan baku pembuatan katalis yang digunakan.

(4)

PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN

MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL (Skripsi)

Oleh

Lusi Meliyana

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Liwa Lampung Barat pada tanggal 2 januari 1994 sebagai anak kedua dari pasangan bapak Erwandi dan Ibu Rosmalaini. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar d SDN 1 Liwa pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Liwa pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Liwa pada tahun 2011. Penulis pada tahun yang sama diterima di Universitas Lampung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung sebagai Kader Muda Himaki (KAMI) pada periode 2011-2012, anggota Biro Kesekretariatan pada periode 2012-2013, dan sekretaris Biro Kesekretariatan pada periode 2013-2014. Selain menjadi mahasiswa, penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Sains Dasar untuk mahasiswa jurusan Ilmu Komputer Fakutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan asisten Kimia Dasar mahasiswa jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2014, penulis menyelesaikan Kerja Praktik dengan judul

(8)

Kupersembahkan karya kecilku ini sebagai tanda bakti

dan rasa tanggung jawabku

Kepada

Allah SWT

Kedua orang tuaku yang senantiasa memberikan kasih

sayang, motivasi, dukungan, dan doa.

Adikku tersayang Eca Aulia Nafiza yang senantiasa

memberikan keceriaannya.

Pembimbing penelitianku Prof. Wasinton Simanjuntak,

Ph. D dan Bapak Ibu Dosen Jurusan Kimia atas semua

dedikasinya selama adinda menempuh pendidikan.

Keluarga besar yang selalu mendoakan keberhasilanku

Sahabat-sahabat, orang terkasih dan teman-teman tercinta

(9)

“Tiada sukses diraih tanpa keterlibatan orang lain.

Pandai membawa diri disetiap pergaulan adalah ilmu

hidup yang mutlak dimiliki oleh setiap orang yang

ingin sukses”. (Andrie Wongso)

Jangan mengatakan TIDAK MAMPU sebelum anda

berusaha menjadikan diri anda mampu !!!

Nabi Muhammad SAW bersabda : “sesungguhnya

Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuh umat

manusia dan tidak pula menilai ketampanan

wajahnya, tetapi Allah melihat (menilai) keihklasan

hati hambanya”. (HR. Muslim)

Berfikirlah positif karena pikiran positif akan

menghasilkan hal-hal yang positif. Always be positive

(10)

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PREPARASI KATALIS CaO/SiO2 DARI CaCO3 DAN SILIKA SEKAM PADI DENGAN METODE SOL GEL UNTUK PENGOLAHAN MINYAK NABATI MENJADI

BIODIESEL”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Universitas Lampung. Shalawat teriring salam semoga

tersampaikan sepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabat serta umatnya di akhir zaman, Aamiin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph. D. selaku Pembimbing I penulis atas seluruh dedikasi beliau selama menyelesaikan skripsi, yakni bimbingan, saran, motivasi, kesabaran dan keikhlasan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Simon Sembiring, Ph. D. selaku Pembimbing II atas bimbingan, saran, motivasi, kesabaran, dan keikhlasannya sehingga penulis dapat

(11)

4. Ibu Kamisah Pandiangan, M. Si. selaku Pembimbing Kerja Praktik dan Pembimbing Akademik hingga Semester 7 atas, bimbingan, saran, motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.

5. Ibu Prof. Dr. Buhani, M.Si. selaku Pembimbing Akademik atas segala bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bapak Prof. Suharso, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T. selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 8. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen jurusan Kimia Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

9. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Erwandi dan Ibu Rosmalaini yang telah membesarkan, merawat, mendidik penulis dengan baik serta memberikan motivasi, arahan, dan semangat yang tiada hentinya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian, Aaamiin.

10.Adikku tercinta Eca Aulia Naviza yang selalu memberikan keceriaan dan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(12)

lelah mengingatkan, mendukung, dan memberikan semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Miftahur Rahman terimakasih atas dukungan, semangat, motivasi dan doa yang telah diberikan kepada penulis.

14.Partner penelitianku Endah Pratiwi, Jelita P. Saroinsong, Umi Fadilah, dan M. Yusry Ahmadhani atas kerjasama, dukungan, dan motivasinya.

15.Rekan-rekan Kimia Angkatan 2011 Ajeng Ayu Miranti, Ana Febrianti

Wulandari, Anggino Saputra, Ari Susanto, Arik Irawan, Asti Nurul Aini, Ayu Berliana, Ayu Fitriani, Azies Nur Dwiyansah, Cindy Moyna Clara L.A., Daniar Febriliani Pratiwi, Dewi Karlina, Dia Tamara, Eva Dewi N. S.,

Fatimah Milasari, Fatma Maharani, Frederica Giofany, Irkham Bariklana, Ivan halomoan, J. Julianser Nicho, Lewi Puji L., Mardian Bagus S., Mega Suci H.P., Melli Novita Windiyani., Melly Antika, Nico Mei Chandra, Nira Dwi Puspita, Nopitasari, Pandegani P., Ramos Vicher, Rina Wijayanti, Rio Wicaksono, Sanjaya Yudha G., Yulia Ningsih, Yunia Hartina, dan Wagiran untuk persaudaraan, keceriaan, dan kenangan selama menempuh pendidikan. 16.Rekan-rekan Laboratorium Polimer Mba Nurjannah, S.Si., Mba Faradilla

(13)

jurusan kimia.

18.Seluruh keluarga besar Jurusan Kimia Angkatan 2011-2014. 19.Almamater tercinta, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penelitian di masa datang. Semoga bermanfaat.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis

(14)

DAFTAR ISI A. Prinsip Dasar Pembuatan Biodiesel .. ... 8

1. Bahan Baku Biodiesel ... 8

2. Reaksi Pembuatan Biodiesel ... 9

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi .... 11

4. Sifat-Sifat Penting Biodiesel ... 15

5. Karakterisasi Biodiesel menggunakan Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ... 20

B. Katalis Heterogen ... 22

1. Situs Aktif ... 22

2. Penyangga ... 23

3. Aplikasi ... 23

4. Karakterisasi Katalis ... 23

a. Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction) ... 23

b. Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-ray Spektrometer (SEM-EDX) ... 26

(15)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Alat dan Bahan ... 35

1. Alat-alat yang digunakan ... 35

2. Bahan-bahan yang digunakan ... 36

C. Prosedur Penelitian... 36

1. Preparasi Sekam Padi ... 36

2. Ekstraksi Silika dengan Metode Presipitasi ... 36

3. Pembuatan Katalis CaO/SiO2 Dengan Metode Sol Gel ... 37

4. Kalsinasi Katalis... 38

5. Uji Reaksi Transesterifikasi ... 38

a. Pemilihan Komposisi Katalis Terbaik ... 39

b. Penentuan Waktu Reaksi Optimum ... 39

c. Penentuan Nisbah Metanol Terhadap Minyak ... 40

d. Penentuan Jumlah Katalis Optimum ... 40

6. Karakterisasi Biodiesel... 40

a. Karakterisasi Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ... 41

b. Uji Kualitas Biodiesel ... 42

7. Karakterisasi Katalis ... 42

a. Karakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction) ... 42

b. Karakterisasi dengan SEM/EDX (Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray Spectrometer) .... 43

c. Karakterisasi dengan Particle Size Analyzer (PSA)... 44

d. Karakterisasi dengan BET (Brunauer-Emmett-Teller) ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar ... 46

B. Preparasi Sekam Padi ... 47

C. Ekstraksi Silika Sekam Padi... 48

D. Pembuatan Katalis ... 50

E. Uji Reaksi Transesterifikasi ... 51

1. Penentuan Komposisi Katalis Terbaik ... 52

2. Penentuan Waktu Reaksi Optimum ... 54

3. Penentuan Nisbah Metanol Terhadap Minyak Optimum... 55

4. Penentuan Jumlah Katalis Optimum ... 56

F. Karakterisasi Biodiesel... 56

1. Karakterisasi Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ... 57

2. Uji Kualitas Biodiesel... 62

G. Karakterisasi Katalis ... 63

1. X-Ray Diffraction (XRD) ... 63

2. Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive –Ray Spectrometer (SEM-EDX) ... 65

3. Particle Size Analyzer (PSA) ... 69

(16)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tanaman penghasil minyak nabati ... 9

2. Komposisi sekam padi ... 33

3. Komposisi bahan baku untuk pembuatan katalis dengan jumlah CaO yang berbeda ... 50

4. Hasil rendemen biodiesel pada pemilihan katalis terbaik ... 54

5. Hasil biodiesel penentuan waktu optimum ... 55

6. Hasil biodiesel penentuan nisbah metanol optimum ... 55

7. Hasil biodiesel penentuan jumlah katalis optimum... 56

8. Komposisi biodiesel dengan katalis CaO/SiO2 5% ... 58

9. Komposisi biodiesel dengan katalis CaO/SiO2 10% ... 59

10.Rangkuman hasil GC-MS produk transesterifikasi minyak kelapa ... 60

11.Hasil uji parameter fisik biodiesel ... 63

12.Komposisi kimia permukaan katalis ... 68

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Reaksi transesterifikasi ... 9

2. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol ... 10

3. Mekanisme reaksi antara asam lemak, metanol, dan katalis CaO ... 11

4. Skema Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ... 20

5. Kromatogram biodiesel dari minyak kelapa ... 21

6. Pola difraksi katalis CaO ... 24

7. SEM CaO dari cangkang kerang tiram putih ... 27

8. Enam tipe adsorpsi dan desorpsi isotermis pada padatan atau bahan mesopori dan mikropori ... 30

9. Instrumentasi alat particle size analyzer (PSA) ... 31

10.Preparasi sekam padi ... 48

11.Ekstraksi silika sekam padi ... 48

12.Pembuatan sol silika ... 50

13.Proses pembuatan katalis CaO/SiO2 ... 51

14.Alat refluks ... 52

15.Pemisahan biodiesel ... 53

16.Kromatogram biodiesel dengan katalis CaO/SiO2 5% ... 57

(19)

18.Spektrum massa metil laurat ... 61

19.Fragmentasi metil laurat ... 62

20.Pola difraksi sinar-X katalis CaO/SiO2 25% yang dikalsinasi pada suhu 600 oC ... 64

21.Mikrograf katalis CaO/SiO2 20% ... 66

22.Mikrograf katalis CaO/SiO2 25% ... 67

23.Spektrum EDX katalis CaO/SiO2 20% ... 68

24.Spektrum EDX katalis CaO/SiO2 25% ... 68

25.Hasil pengukuran PSA katalis CaO/SiO2 20% ... 70

26.Hasil pengukuran PSA katalis CaO/SiO2 25% ... 70

27.Kurva hasil Multi-Point BET plot ... 72

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Bahan bakar berbasis minyak bumi merupakan sumber energi utama yang digunakan di seluruh dunia hingga sekarang. Dewasa ini kebutuhan akan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi dan perkembangan teknologi, sementara cadangan minyak bumi semakin menipis karena sifatnya yang tidak terbarukan. Untuk mengatasi kebutuhan akan sumber energi yang terus meningkat, langkah yang terus dilakukan adalah pengembangan bahan bakar alternatif dan terbarukan, salah satunya adalah biodiesel (Pravitasari, 2009; Syani, 2014).

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dan terbarukan sehingga ketersediaannya terjamin. Di samping itu, biodiesel bersifat lebih ramah lingkungan, dapat terurai, memiliki sifat pelumasan yang baik terhadap piston mesin piston karena termasuk kelompok minyak tidak mengering, dan mampu mengurangi efek rumah kaca karena menghasilkan lebih sedkit gas CO2

dibanding solar petrokimia. Kelebihan lainnya adalah biodiesel tidak

mengandung sulfur, bilangan asap (Smoke Number) rendah, dan angka setana

(Cetana Number) berkisar antara 57-62 sehingga efisiensi pembakaran lebih baik,

(21)

Secara kimia, biodiesel adalah senyawa ester asam lemak yang terdapat dalam minyak nabati maupun lemak hewan. Umumnya biodiesel merupakan monoalkil ester yang dihasilkan dengan mengganti gugus gliserida menjadi alkil sederhana, terutama gugus metil atau etil, melalui reaksi antara minyak nabati dengan alkohol sederhana, yang secara umum dikenal sebagai transesterifikasi. Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel dapat berasal dari beragam tanaman, antara lain kacang kedelai (Yin et al., 2014; Sun et al., 2014), kelapa

(Syani, 2014; Zanuttini et al., 2014), kelapa sawit (Habibullah et al., 2014; Rashid

et al., 2014), kapas (Athalye et al., 2013; Jin-hua et al., 2010), jarak pagar (Zhu et al., 2006), dan bunga matahari (Granados et al., 2007).

Minyak nabati tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel karena mengandung ester asam lemak yang dapat diubah menjadi monoalkil ester melalui reaksi transesterifikasi. Pada penelitian ini digunakan minyak kelapa sebagai bahan baku uji pembuatan biodiesel karena minyak kelapa melimpah di Indonesia. Selain itu, kandungan asam lemak terbesar dalam minyak kelapa adalah asam laurat yang memiliki rantai karbon yang lebih pendek sehingga pada reaksi transesterifikasi dapat berjalan lebih cepat dibandingkan dengan bahan baku lainnya yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon yang lebih panjang.

Reaksi transesterifikasi antara minyak nabati dengan alkohol dengan

(22)

biodiesel juga paling rendah, lebih murah, dan lebih reaktif dibanding etanol (Prihandana dkk., 2006).

Dewasa ini salah satu fokus penelitian untuk produksi biodiesel adalah mencari katalis yang baik untuk proses pembuatan biodiesel. Secara tradisional, katalis yang sering digunakan dalam produksi biodiesel adalah katalis homogen berupa asam kuat misalnya H2SO4 (Hayyan et al., 2011), HNO3 (Su, 2013), dan HCl (Su, 2013), dan basa kuat misalnya NaOH (Rodriguez-Guerrero et al., 2013) dan KOH

(Baroutian et al., 2010).

Katalis homogen merupakan katalis yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk, sehingga pemisahan katalis dari produknya cukup rumit dan memerlukan pengolahan lanjut biodiesel yang dihasilkan (Herman and Zahrina, 2006). Selain itu, katalis homogen tersebut dapat bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun sehingga akan menurunkan rendemen biodiesel dan mempersulit proses pemurnian (Gozan et al.,2007; Nasikin et al., 2004).

Karena kekurangan katalis homogen, saat ini katalis heterogen menjadi salah satu fokus penelitian sebagai pengganti katalis homogen. Katalis heterogen

merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produk, sehingga dapat dipisahkan dengan mudah dan sederhana. Di samping itu, katalis heterogen tidak bersifat korosif, kestabilan termalnya relatif tinggi

sehingga dapat digunakan untuk reaksi yang memerlukan suhu yang tinggi dan memungkinkan untuk digunakan ulang (Moffat, 1990; Frenzer and Maier, 2006).

(23)

berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi. Situs aktif merupakan logam-logam transisi yang memiliki orbital d kosong atau memiliki elektron tunggal yang akan disumbangkan pada molekul reaktan sehingga membentuk ikatan baru dengan kekuatan ikatan tertentu (Campbell, 1998). Reaksi katalisis biasanya terjadi pada situs aktif permukaan katalis, sehingga semakin banyak situs aktif maka reaksi akan berjalan semakin baik.

Situs aktif yang dapat digunakan pada katalis adalah logam, seperti Fe (Kusworo dkk., 2013), Zn (Jitputti et al., 2006; Xie et al., 2007), Zr (Jitputti et al., 2006;

Chen et al., 2007), Ti (Chen et al., 2007) dan sebagainya. Akan tetapi logam

tersebut dalam katalis belum umum digunakan dalam produksi biodiesel

dikarenakan biaya katalis yang cukup tinggi (Refaat, 2011). Logam lainnya yang dapat digunakan sebagai situs aktif katalis salah satunya adalah oksida logam alkali tanah yang diketahui memiliki unjuk kerja baik dalam reaksi

transesterifikasi dan juga biaya katalis yang cukup murah. Beberapa jenis oksida logam alkali tanah yang telah digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah katalis CaO (Watcharathamrongkul et al., 2010) yang menghasilkan rendemen

biodiesel minyak kedelai hingga 96,3%, MgO (Nurjannah, 2014), dan SrO (Liu et

al., 2007) yang menghasilkan rendemen biodiesel minyak kedelai hingga 95%.

(24)

kondisi reaksi yang ringan, waktu hidup katalis yang panjang, serta harga katalis yang cukup murah. Menurut Reddy et al. (2006) pada pembuatan biodiesel,

nanokristalin CaO merupakan katalis yang efisien dengan hasil yang cukup tinggi pada suhu ruang.

Komponen lain penyusun katalis heterogen adalah penyangga atau support yang

berfungsi untuk memberikan luas permukaan yang lebih besar bagi fasa aktif, memperbaiki kekuatan mekanik, serta meningkatkan stabilitas termal dan efektivitas katalis. Peran penyangga sangat penting dimana logam aktif didispersikan di permukaan penyangga. Penyangga harus tahan terhadap perubahan termal, sehingga seharusnya mempunyai titik leleh sedikit diatas komponen aktif. Beberapa contoh penyangga yang sering digunakan adalah γ -alumina (Wang and Liu, 1998), silika (Pandiangan dkk., 2009; Benvenutti and Gushikem, 1998; Yang et al., 2006), dan zeolit (Syani, 2014; Breck, 1974).

Keberadaan penyangga tersebut mempengaruhi sifat permukaan katalis yang dibuat dan menunjukkan aktivitas katalitik yang sangat berbeda.

Pada penelitian ini, silika sekam padi digunakan sebagai penyangga katalis. Sekam padi merupakan hasil samping pada penggilingan padi. Pada penggilingan padi biasanya diperoleh sekam padi sekitar 20-30% dari bobot gabah (Widowati, 2001). Menurut Sharma et al. (1984) pada sekam padi tersebut terdapat silika

sekitar 22%. Karena kandungan silika pada sekam padi yang cukup banyak maka sekam padi dapat digunakan sebagai sumber silika yang akan digunakan sebagai penyangga pada penelitian ini. Silika sekam padi tersebut diekstraksi

(25)

tersebut, misalnya NaOH dan KOH (Kalaphathy et al., 2000; Daifullah dkk.,

2003; Pandiangan dkk., 2008; Suka dkk., 2008).

Katalis CaO/SiO2 dipersiapkan dengan menggunakan metode sol gel. Metode ini digunakan karena metode ini memiliki keuntungan yaitu relatif mudah dilakukan, tidak memerlukan waktu yang lama (Sriyanti dan Taslimah, 2005), memiliki homogenitas yang tinggi (Petrovic et al., 2001).

Selain ditentukan jenis situs aktif dan penyangga, unjuk kerja katalis heterogen juga ditentukan oleh komposisi katalis, dalam arti nisbah situs aktif terhadap penyangga. Atas dasar ini, dalam penelitian ini akan disintesis katalis dengan perbandingan antara Ca dan SiO2 yang bervariasi, sehingga akan didapatkan komposisi katalis dengan unjuk kerja terbaik. Faktor penentu lainnya adalah suhu kalsinasi, yang diperlukan untuk mengubah CaCO3 menjadi CaO. Dalam

penelitian ini, katalis akan dikalsinasi pada suhu 600 oC. Pemilihan suhu ini didasarkan pada sifat silika yang masih berada dalam fasa amorf pada suhu di atas, sementara pada suhu yang lebih tinggi silika akan berubah menjadi fasa kristalin dan mengurangi efektifitasnya sebagai penyangga katalis. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas yang akan dipelajari pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh katalis CaO/SiO2 dan komposisi

(26)

1.2Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini :

1. Untuk mengetahui karakteristik struktur, mikrostruktur, dan luas permukaan katalis CaO/SiO2 dengan nisbah CaO/SiO2 yang berbeda. 2. Untuk mengetahui pengaruh komposisi katalis CaO/SiO2 terhadap unjuk

kerja pada reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel.

1.3Manfaat Penelitian

Informasi ilmiah yang didapatkan dari penelitian ini, diharapkan dapat

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip Dasar Pembuatan Biodiesel

1. Bahan Baku Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dan terbarukan yang saat ini sedang dikembangkan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Biodiesel terbentuk dari bahan baku minyak nabati atau lemak hewani yang mengandung monoalkil ester dari rantai panjang asam-asam lemak jenuh maupun tidak jenuh. Dewasa ini minyak nabati lebih sering digunakan sebagai bahan baku biodiesel dibandingkan dengan lemak hewani. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterifikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang tergantung pada kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku.

Dewasa ini pembuatan biodiesel umumnya menggunakan bahan baku minyak nabati dikarenakan ketersediaannya yang dapat diperbaharui. Selain itu, biodiesel yang dihasilkan dari minyak nabati memiliki beberapa kelebihan, yaitu tidak beracun, dapat dibiodegradasi, mempunyai bilangan setana yang tinggi,

(28)

Tanaman penghasil minyak nabati juga sangat melimpah dibandingkan dengan minyak hewani. Tabel 1 menunjukkan beberapa tanaman penghasil minyak nabati yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.

Tabel 1. Tanaman penghasil minyak nabati

Tanaman Nama Latin

Sumber : Romano and Sorichetti, 2011 ; Soerawidjaja, 2006.

2. Reaksi Pembuatan Biodiesel

Pada hakekatnya proses pembuatan biodiesel sangatlah sederhana yaitu dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati atau minyak hewani.

Transesterifikasi merupakan proses reaksi antara trigliserida dengan alkohol menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol sebagai produk samping. Reaksi transesterifikasi secara umum ditunjukkan pada Gambar 1.

(29)

Pada Gambar 1 diperlihatkan bahwa pada reaksi transesterifikasi terjadi

pengubahan gugus gliserida yang digantikan oleh metil atau etil dari alkohol dan gliserida diubah menjadi gliserol. Alkohol yang digunakan pada proses

transesterifikasi adalah alkohol rantai pendek karena bereaksi lebih cepat dengan trigliserida.

Gliserida yang terkandung dalam minyak nabati pada umumnya terbagi dalam tiga golongan yaitu monogliserida, digliserida, dan trigliserida. Semua jenis gliserida tersebut dapat mengalami reaksi transesterifikasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol

(30)

Gambar 3. Mekanisme reaksi antara asam lemak, metanol, dan katalis CaO

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah waktu reaksi, pengadukan, katalis dan suhu reaksi. Secara umum, untuk reaksi kimia diketahui bahwa semakin lama waktu reaksi maka interaksi antar molekul semakin intensif dan menghasilkan produk yang lebih banyak. Prinsip dasar reaksi ini juga berlaku untuk reaksi transesterifikasi, sehingga faktor ini telah dikaji dalam banyak penelitian. Dalam penelitian sebelumnya (Samart et

al., 2010), dipelajari pengaruh waktu terhadap reaksi transesterifikasi minyak

(31)

dan melaporkan waktu optimum adalah 4 jam dengan persen konversi sebesar 94,3%. Beberapa penelitian juga telah dilakukan dengan minyak nabati yang lain, dan melaporkan waktu reaksi yang bervariasi, antara lain minyak kelapa 1,5 jam (Padil dkk., 2010), minyak kelapa sawit 1 jam (Jitputti et al., 2006), minyak jarak

pagar 2,5 jam (Zhu et al.,2006), dan minyak biji kapas 8 jam (Chen et al., 2007).

Selain waktu, pengadukan juga merupakan faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu reaksi kimia, karena perlakukan ini akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Pengadukan sangat penting karena minyak, katalis, dan metanol merupakan campuran yang immiscible.

Prinsip pengadukan didasarkan persamaan Arrhenius :

k = A e(-Ea/RT) (1) Dimana :

k = Tetapan laju reaksi A = Faktor tumbukan (t-1) Ea= Energi aktivasi (kJ/mol) T = Suhu absolut (oK) R = Konstanta gas (J/moloK)

Dalam bidang penelitian tentang biodiesel, faktor ini juga telah dipelajari dalam sejumlah penelitian. Hayyan et al. (2011) mempelajari pengaruh pengadukan

(32)

Faktor berikutnya yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah katalis. Katalis pada reaksi kimia berfungsi untuk mempercepat reaksi. Katalisator juga berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu kecepatan reaksi menjadi semakin meningkat. Pada reaksi

transesterifikasi yang telah dilakukan biasanya menggunakan katalis dengan variasi antara 1% berat sampai 10% berat campuran peraksi (Mc Ketta, 1978). Pada reaksi transesterifikasi terdapat dua jenis katalis yang dapat digunakan adalah katalis homogen dan heterogen.

Katalis yang umum digunakan dalam reaksi transesterifikasi bisa berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen merupakan katalis yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk. Beberapa katalis homogen yang sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis asam atau basa seperti H2SO4 (Al-Widyan and Al-Shyouk, 2002; Hayyan, et al., 2011), HCl (Al-Widyan and Al-Shyouk, 2002; Su, 2013), NaOH (Rodriguez-Guerrero, et al.,

2013; Haryanto, 2002) dan KOH (Prakoso, 2004; Baroutian et al., 2010).

Penggunaan katalis homogen ini memiliki beberapa kelemahan seperti bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk, mencemari lingkungan, dan tidak dapat digunakan kembali (Widyastuti, 2007).

Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produk. Beberapa katalis heterogen yang sering digunakan adalah oksida logam seperti CaO (Watcharathamrongkul et al., 2010), MgO

(Nurjannah, 2014; Wang and Yang, 2007), SrO (Liu et al., 2007) dan lain-lain.

(33)

kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis yang rendah, tidak korosif, dan dapat dengan mudah dipisahkan dari produk.

Banyaknya katalis yang digunakan pada reaksi transesterifikasi juga

mempengaruhi jumlah biodiesel yang dihasilkan. Dalam penelitian sebelumnya, Demirbas (2007) telah mempelajari pengaruh nisbah katalis CaO yang digunakan pada biodiesel minyak biji bunga matahari dengan variasi adalah 0,3; 0,6; 1,0; 3,0; dan 5,0% berat dengan waktu reaksi yang sama, dan melaporkan bahwa reaksi optimum pada persen berat katalis sebesar 5%. Selain Demirbas, Granados et al.

(2007) juga melakukan penelitian yang sama dan mendapatkan hasil bahwa banyaknya biodiesel yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi meningkat dengan jumlah katalis yang digunakan.

Selain itu, pengaruh nisbah katalis juga dipelajari oleh Wang and Yang(2007) menggunakan minyak kacang kedelai dengan variasi nisbah katalis CaO adalah 1, 2, 4, 8, dan 12%, dan melaporkan reaksi optimum didapat pada nisbah katalis 8% dengan persen konversi sebesar 90%.

Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah suhu. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin cepat reaksi dan semakin banyak persen konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius.

Dalam penelitian sebelumnya, Liu et al. (2008) mempelajari pengaruh suhu pada

(34)

transesterifikasi minyak kelapa sawit menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) dengan variasi suhu antara 40-80 oC dan melaporkan reaksi optimum pada suhu 60 oC dengan persen konversi sebesar 93,87%.

Selain itu, pengaruh suhu juga telah diteliti pada minyak nabati lainnya, seperti minyak jarak pagar pada suhu 70 oC dengan persen konversi 93% (Zhu et al.,

2006), minyak biji bunga matahari pada suhu 60 oC dengan persen konversi 94% (Granados et al., 2007), dan minyak kelapa pada suhu 70 oC dengan persen

konversi 100% (Syani, 2014).

4. Sifat-Sifat Penting Biodiesel

a. Viskositas

(35)

Viskositas dapat dibedakan atas viskositas dinamik (µ) dan viskositas kinematik (v). Viskositas kinematik merupakan perbandingan antara viskositas dinamik (absolute) dengan densitas (rapat massa) fluida.

=

(2)

Keterangan :

υ = viskositas kinematik (cSt) µ = viskositas dinamik (poise)

ρ = rapat massa (g/cm3)

Nilai viskositas dapat diukur dengan alat viskometer Oswald. Persamaan untuk menentukan viskositas kinematik dengan menggunakan viskometer Oswald :

µ = K x t (3)

Dimana :

µ = viskositas kinematik (centi stokes atau cSt) K = konstanta viskometer Oswald

t = waktu alir fluida didalam pipa viskometer (detik)

Menurut SNI 04-7182-2006, biodiesel yang baik harus memiliki viskositas antara kisaran 2,3-6,0 mm2/s. Pada penelitian sebelumnya, Padil dkk. (2010)

mendapatkan hasil biodiesel dari minyak kelapa menggunakan katalis CaCO3, dengan viskositas sebesar 2,441 mm2/s. Hasil ini menunjukkan bahwa biodiesel dari minyak kelapa memenuhi standar viskositas dari SNI. Selain itu, Zanuttini et

(36)

H2SO4 dengan viskositas sebesar 5,1 mm2/s, hasil tersebut memenuhi standar SNI dan standar ASTM D 6751 dengan kisaran 1,9-6,0 mm2/s.

b. Densitas

Massa jenis menunjukan perbandingan massa persatuan volume, karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan volume bahan bakar.

Kerapatan suatu fluida (ρ) dapat didefenisikan sebagai massa per satuan volume.

ρ=m

v (4)

Dimana :

ρ = rapat massa (kg/m3) m = massa (kg)

v = volume (m3)

Berdasarkan SNI 04-7182-2006, massa jenis standar biodiesel sebesar 0,850-0,890 g/mL. Dari penelitian sebelumnya, Padil dkk. (2010) mendapatkan

biodiesel minyak kelapa menggunakan katalis CaCO3 yang memiliki massa jenis sebesar 0,86 g/mL, ini menunjukkan bahwa biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar SNI.

c. Titik Nyala (Flash Point)

Titik nyala (flash point) adalah suhu terendah dimana suatu bahan bakar tersebut

(37)

masuk ruang pembakaran. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko berbahaya pada saat penyimpanan. Menurut SNI 04-7182-2006, standar titik nyala pada biodiesel minimal 100 oC. Pada penelitian Padil dkk. (2010), titik nyala pada biodiesel minyak kelapa yang dihasilkannya adalah sebesar 110 oC. Hasil penelitian lainnya, Diaz dan Galindo (2007) juga menghasilkan biodiesel dari minyak kelapa yang memiliki titik nyala 107 oC.

d. Bilangan Iod

Tingkat ketidakjenuhan atau banyaknya ikatan rangkap asam asam lemak

penyusun biodiesel ditunjukkan melalui bilangan iod. Banyaknya senyawa asam lemak tak jenuh meningkatkan ferpormansi biodiesel pada temperatur rendah karena senyawa ini memiliki titik leleh (Melting Point) yang lebih rendah (Gerpen

and Knothe, 2005). Biodiesel yang memiliki bilangan iod yang tinggi akan mengakibatkan polimerisasi dan pembentukan deposit pada injector noozle dan

cincin piston pada saat mulai pembakaran (Panjaitan , 2005). Berdasarkan standar biodiesel Indonesia nilai maksimum bilangan Iod yang diperbolehkan untuk biodiesel yaitu 115 gram Iod/100 gram.

Dalam penelitian sebelumnya, Padil dkk. (2010) telah melakukan transesterifikasi minyak kelapa dengan katalis CaCO3 yang menghasilkan biodiesel dengan

bilangan iod 6,35 gram Iod/100gram. Bilangan Iod yang rendah ini menunjukkan bahwa sebagian besar biodiesel disusun oleh asam lemak dengan rantai

hidrokarbon jenuh. Menurut Diaz dan Galindo (2007), bahan bakar mesin diesel yang ideal adalah bahan bakar yang merupakan rantai hidrokarbon jenuh

(38)

e. Kadar Air

Kadar air dalam minyak sangat berpengaruh pada kualitas minyak. Semakin kecil kadar air yang terdapat dalam minyak maka semakin baik kualitas minyak, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat

menyebabkan kenaikan kadar asam lemak bebas. Kandungan air dalam bahan bakar juga menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat korosif jika bereaksi dengan sulfur karena akan membentuk asam.

Menurut SNI 04-7182-2006, karakteristik biodiesel standar harus memiliki kadar air maksimum sebesar 0,05%. Pada biodiesel minyak kelapa dengan katalis CaCO3 yang diproduksi oleh Padil dkk. (2010) memiliki kadar air sebesar 0,039%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar air pada biodesel yang dihasilkan memenuhi standar SNI.

f. Bilangan Setana

Bilangan setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang dapat diinjeksikan keruang bahan bakar agar terbakar secara spontan. Struktur hidrokarbon penyusun minyak mempengaruhi bilangan setana pada biodiesel. Semakin rendah bilangan cetana maka semakin rendah pula kualitas penyalaan karena memerlukan suhu yang lebih tinggi (Hendartono, 2005).

(39)

sebesar 65,94. Hasil tersebut menunjukkan bahwa biodiesel minyak kelapa yang dihasilkan memenuhi standar SNI.

5. Karakterisasi Biodiesel dengan Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, biodiesel merupakan metil atau ester asam lemak, tergantung pada jenis alkohol yang digunakan pada proses reaksi transesterifikasi. Untuk mengetahui komposisi biodiesel perlu dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas spektrometri massa (GC-MS), dengan

memanfaatkan volatilitas ester yang tinggi sehingga dapat diubah menjadi gas dengan mudah dalam perangkat GC-MS (Syani, 2014).

Pada dasarnya perangkat GC-MS merupakan gabungan antara perangkat

kromatografi gas yang berfungsi untuk memisahkan komponen yang ada dalam satu sampel dan perangkat spektrometri massa yang berfungsi sebagai detektor. Skema kromatografi gas-spektrometri massa sederhana untuk pemisahan sampel ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS)

(40)

Inte

nsit

as

Kromatografi didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel yang diuapkan. Berdasarkan skema kerja (Gambar 4), sampel yang berupa cairan akan diinjeksikan ke dalam injektor yang selanjutnya akan diuapkan. Sampel tersebut kemudian akan diangkut oleh gas pembawa untuk masuk ke dalam kolom. Komponen- komponen dalam sampel selanjutnya akan dipisahkan berdasarkan partisi diantara fase gerak (gas pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya berupa molekul gas yang kemudian diionisasikan pada spektrometer massa sehingga sampel mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion ini akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya (m/z).

Pada penelitian Syani (2014) biodiesel yang dihasilkan dari minyak kelapa dengan katalis zeolit dikarakterisasi menggunakan GC-MS yang menghasilkan

kromatogram seperti pada Gambar 5.

Waktu retensi (menit)

Gambar 5. Kromatogram Biodiesel dari Minyak Kelapa (Syani, 2014)

(41)

sepenuhnya mengubah asam lemak menjadi biodiesel. Komponen yang terdapat pada hasil transesterifikasi (biodiesel) adalah metil heksanoat, metil oktanoat, metil laurat, metil miristat, metil palmitat, metil linoleat, metil 9 oktadekanoat, metil stearat dan etil laurat.

B. Katalis Heterogen

1. Situs Aktif

Katalis heterogen merupakan katalis yang berupa padatan/fasa padat yang memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan. Katalis heterogen terdiri dari situs aktif dan penyangga. Situs aktif merupakan kompenen utama pada katalis heterogen yang berupa logam-logam transisi yang memiliki orbital d kosong atau memiliki elektron tunggal yang akan disumbangkan pada molekul reaktan

(42)

2. Penyangga

Komponen utama yang cukup penting pada katalis selain situs aktif adalah penyangga. Penyangga berfungsi untuk memberikan luas permukaan yang lebih besar bagi fasa aktif, memperbaiki kekuatan mekanik, serta meningkatkan stabilitas termal dan efektivitas katalis. Material yang digunakan sebagai penyangga biasanya material yang memiliki luas permukaan yang besar dan mempunyai ketahanan mekanis dan termal yang baik. Beberapa contoh

penyangga yang sering digunakan adalah alumina (Wang and Liu, 1998), silika (Pandiangan dkk., 2009; Benvenutti and Gushikem, 1998; Yang et al., 2006), dan

zeolit (Syani, 2014; Breck, 1974).

3. Aplikasi

Katalis heterogen memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis homogen sehingga pemanfaatan katalis ini lebih banyak. Beberapa penelitian yang menggunakan katalis heterogen, yaitu Transesterifikasi biodiesel dari

minyak nabati (Syani,2014; Zanuttini et al.,, 2014; Habibullah et al., 2014; Rashid

et al., 2014), pembuatan vanili sintetik (Wibowo dkk., 2002), serta hidrogenolisis

gliserol (Huang et al., 2014).

4. Karakterisasi Katalis

1. Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction)

Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) bertujuan untuk mengidentifikasi fasa

(43)

katalis. Kebanyakan dari katalis adalah berbentuk padatan kristal seperti oksida logam, zeolit, dan logam yang berpenyangga. XRD menjadi teknik yang cukup handal dan mendasar untuk mengevaluasi sifat-sifat fasa kristal dan ukuran kristal (Leofanti et al., 1997).

Pada analisis menggunakan XRD, kristal katalis memantulkan sinar-X yang dikirimkan dari sumber dan diterima oleh detektor. Dengan melalukan sudut kedatangan sinar-X maka spektrum pantulan adalah spesifik yang berhubungan langsung dengan lattice spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi

dikelompokkan berdasarkan intensitas peak yang menyatakan peta parameter kisi

kristal atau indeks Miller (hkl) sebagai fungsi 2θ, dimana θ menyatakan sudut

difraksi berdasarkan persamaan Bragg Richardson (1989). Pada persamaan interpretasi Hukum Bragg dilakukan berdasarkan asumsi bahwa permukaan dari mana sinar X dipantulkan adalah datar.

= 2 sin� (5)

Dimana d menyatakan jarak antar lapisan atom atau ion yang berdekatan, λ yang

menyatakan panjang gelombang radiasi sinar-X, dan n adalah urutan pantulan. Kristalinitas dapat juga ditentukan dengan XRD melalui perbandingan intensitas atau luasan peak sampel dengan intensitas atau luasan peak standar yang

ditunjukkan pada persamaan :

� � � � = � � ℎ

(44)

Lebar peak XRD adalah merupakan fungsi dari ukuran partikel, maka ukuran kristal (crystallite size) dinyatakan dalam Persamaan Scherrer berikut

(Richardson, 1989):

� � = �

( 2 2)1 2cos (2 2) (7)

Dimana K=1.000, B adalah lebar peak untuk jalur difraksi pada sudut 2θ, b adalah

Instrument peak broadening (0,1o), dan λ adalah panjang gelombang pada 0,154 nm (Wolfovich et al., 2004; Richardson, 1989). Suku (B2-b2)1/2 adalah lebar peak

untuk corrected instrumental broadening.

Metode XRD banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan

besarnya bagian fasa dalam padatan, film tipis, dan sampel multi fasa. Salah satu alat XRD yang biasa digunakan adalah Siemen D5000 yang menggunakan radiasi Cu-Kα radiation. Tabung X-ray dioperasikan pada 40 kV dan 30 mA (Syani, 2014).

Karakteristik yang paling penting dari katalis logam berpenyangga adalah :  Ukuran dan dispersi kristal, yang merupakan fraksi atau jumlah bagian

atom logam yang berhubungan dengan jumlah situs aktif

 Distribusi di dalam granul penyangga, yang menentukan akses ke

situs-situs aktif.

 Rasio antar permukaan kristal, yang mempunyai peran penting dalam

(45)

Contoh pola XRD CaO dari penelitian Watcharathamrongkul et al. (2010) yang

menggunakan CaO sebagai katalis pembuatan biodiesel dari minyak kacang kedelai diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pola difraksi katalis CaO

Pada pola difraksi pada Gambar 6, menunjukkan pola difraksi dari CaO

komersial, CaO yang dikalsinasi pada suhu 800 oC, CaO dari batu kapur, Ca(OH)2 yang dikalsinasi pada suhu 800 oC, Ca(OH)2 yang dimpregnasi ke dalam CaO, dan Ca(OH)2 komersial. Puncak difraksi yang ditunjukkan pada 32,3 o, 37,4 o, 54,0 o, 65,2 o, dan 67,5 o merupakan kalsium oksida yang dicocokkan dengan penelitiannya sebelumnya. Selain puncak difraksi tersebut, terdapat puncak difraksi lain, yakni 18,1 o, 28,8 o, 34,1 o, 47,1 o, dan 50,8 o menunjukan kalsium hidroksida yang didasarkan pada penelitian sebelumnya.

2. Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-ray Spektrometer

(SEM-EDX)

Perangkat alat SEM (Scanning Electron Microscopy) yang dirangkaikan dengan

EDX (Energy Dispersive X–ray Spectrometer) digunakan untuk menganalisis

(46)

distribusi pori pada permukaan bahan, sedangkan komposisi serta kadar unsur yang terkandung dalam sampel dapat diamati dengan EDX (Sartono, 2007). Analisis EDX digunakan untuk mengetahui ketidakhomogenan pada sampel dan menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif jenis unsur atau oksida logam M yang masuk ke dalam matriks silika sekam padi pada pembuatan katalis heterogen berbasis silika sekam padi dengan metode sol gel.

Berikut ini contoh SEM CaO (Niju et al., 2014) yang dihasilkan dari cangkang

kerang tiram putih yang dipersiapkan dengan perlakuan kalsinasi-hidrasi-dehidrasi diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. SEM CaO dari Cangkang Kerang Tiram Putih (a) WBCS-900-600 (b) WBCS-900

Pada Gambar 7a adalah katalis WBCS-900-600 menunjukkan batang seperti partikel dengan ukuran kelebaran berkisar 53,9-62,66 nm dan beberapa terlihat membentuk agregat. Sedangkan Gambar 7b adalah katalis WBCS-900 yang memiliki ukuran yang lebih besar dan kelebaran partikel berukuran mikro berkisar antara 1,71-2,42 µm. Akan tetapi katalis WBCS-900 pada proses hidrasi dan dehidrasi lanjutan dapat menghasilkan CaO dalam ukuran nano.

(47)

3. BET (Brunauer-Emmett-Teller)

Unjuk kerja suatu katalis ditentukan beberapa faktor penentu, antara lain luas permukaan, volume total pori, dan rata-rata jari-jari pori. Suatu bahan padat seperti katalis, memiliki luas permukaan yang dapat dibedakan menjadi luas permukaan eksternal (makroskopik) dan internal (mikroskopik). Luas permukaan katalis pada penelitan ini ditentukan melalui pengukuran menggunakan Surface

Area Analyzer Quantachrome NOVA-1000 versi 2.2 yang didasarkan pada

metode BET yaitu adsorpsi dan desorpsi isotermis dari gas yang diserap

(nitrogen). Kuantitas gas yang diserap dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

W = Berat gas yang diserap (adsorbed) pada tekanan relatif P/Po Wm = Berat gas nitrogen (adsorbed) pada lapis tunggal

P = Tekanan kesetimbangan adsorpsi Po = Tekanan uap jenuh adsorpsi P/Po = Tekanan relatif adsorpsi C = Konstanta energi

Persamaan BET di atas akan merupakan garis lurus apabila dibuat grafik 1/[W(P/Po 1)] versus P/Po (Lowell and Shields, 1984). Selanjutnya untuk pengukuran luas permukaan dengan metode BET berdasarkan pada persamaan berikut :

(48)

Dimana :

St = luas permukaan total (m2) Wm = berat gas nitrogen (g)

M = berat molekul dari gas nitrogen

N = bilangan Avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol) Acs = luas molekul cross setional gas nitrogen (16,2 Å)

Pengukuran luas permukaan spesifik ditentukan dengan menggunakan persamaann berikut :

Volume total pori adalah volume gas yang teradsorpsi pada tekanan jenuh, untuk menghitung volume total pori digunakan persamaan berikut :

� =W

� (11)

Dimana :

Vρ = volume total pori (cc/g)

Wa = berat nitrogen yang teradsorpsi pada P/Po = 0,99

Ρ = densitas nitrogen pada 77oK

Perhitungan ukuran pori dilakukan dengan asumsi bahwa geometri pori berbentuk silindris sehingga rata-rata jari-jari pori dihitung dari perbandingan volume total pori dan luas permukaan spesifik, dengan menggunakan persamaan berikut :

rp = 2Vρ

S (12)

Dimana :

(49)

Terdapat enam tipe adsorpsi isotermis pada metode BET bila volume total gas adsorpsi (Va) diplotkan sebagai fungsi P/Po, hasil adsorpsi isotermis tersebut disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Enam tipe adsorpsi dan desorpsi isotermis pada padatan atau bahan mesopori dan mikropori

Tipe I merupakan karakteristik padatan mikropori seperti zeolit, yang

menunjukkan kapasitas adsorpsi yang tinggi dan cepat. Tipe II menunjukkan adsorpsi isotermis pada material atau bahan yang tak berpori, sedangkan pada tipe III untuk bahan yang makropori. Ciri utama isotermis pada tipe IV adalah adanya

hysteresis loop dan kenaikan grafik yang tinggi pada P/Po. Isotermis tipe ini

(50)

4. Particle Size Analyzer (PSA)

Particle Size Analyzer (PSA) umumnya digunakan untuk menentukan ukuran

rata-rata partikel. Dalam katalis ukuran partikel merupakan karakteristik yang dapat mempengaruhi aktivitas katalis. Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel. Akan tetapi, pada saat ini penentuan ukuran partikel umumnya menggunakan PSA dikarenakan PSA lebih akurat dibandingkan dengan metode lainnya. Alat PSA ini pada pengukurannya menggunakan metode Laser Diffraction (LAS). Metode LAS dibagi ke dalam

metode basah dan metode kering. Pada metode basah, sampel yang akan diujikan didispersikan menggunakan media pendispersi. Sedangkan metode kering memanfaatkan udara atau aliran udara untuk melarutkan partikel. Metode kering biasanya baik digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungan antarpartikel lemah sehingga kecil kemungkinan sampel membentuk aglomerat (Lubis, 2012).

Pada penelitian ini, penentuan ukuran digunakan untuk mengetahui ukuran partikel dari katalis CaO/SiO2. Menurut Ismail et al. (2012), ukuran CaO yang

didapat sebesar 243,8 nm. Berikut ini disajikan instrumentasi alat PSA pada Gambar 9.

(51)

C. Kalsium Karbonat (CaCO3)

Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan zat yang umum ditemukan pada batuan di semua bagian dunia, dan merupakan komponen utama yang terdapat dalam cangkang organisme laut, siput, mutiara dan kulit telur. Kalsium karbonat murni yang digunakan dalam industri biasanya didapat dari ekstraksi melalui

pertambangan atau penggalian. Kalsium karbonat murni yang dihasilkan dari sumber yang digali biasanya marmer. Kalsium karbonat dapat beraksi dengan baik pada asam yang kuat dan melepaskan karbon dioksida. Ketika dipanaskan pada suhu yang tinggi kalsium karbonat akan berubah menjadi kalsium oksida.

Karena keadaan yang melimpah di bumi maka kalsium karbonat memiliki potensi sebagai bahan baku situs aktif katalis untuk pembuatan biodiesel. Katalis dari kalsium karbonat juga sangat diminati karena memiliki kelarutan yang rendah dalam minyak dan mudah diperoleh dengan harga yang murah. Penelitian tentang pembuatan biodiesel minyak kelapa menggunakan katalis CaCO3 telah dilakukan Padil dkk. (2010).

D. Silika Sekam Padi

Sekam padi merupakan hasil samping penggilingan padi yang paling melimpah sekitar 20% (Widowati, 2001). Pada sekam padi terdapat kandungan silika dengan kadar sekitar 22% (Sharma et al., 1984). Selain kandungan silika,

(52)

Tabel 2. Komposisi sekam padi (Sharma et al., 1984).

Karena kandungan silika yang cukup besar pada sekam padi, sehingga sekam padi berpotensi besar sebagai sumber silika untuk dimanfaatkan sebagai penyangga katalis heterogen proses transesterifikasi biodiesel. Selain sebagai penyangga katalis, silika sekam padi juga telah dimanfaatkan secara luas untuk pembuatan keramik, bahan baku pembuatan zeolit, serta berbagai material komposit.

Dewasa ini silika banyak dimanfaatkan dikarenakan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan silika mineral, yaitu mudah disintesis dengan biayanya cukup murah (Cao et al., 2013), butirannya halus, lebih reaktif serta ketersediaan

bahan baku yang melimpah dan dapat diperbaharui. Sembiring dkk. (2009) menyatakan bahwa silika dari sekam padi dapat diperoleh dengan cara ekstraksi atau dengan pengabuan.

Beberapa penelitian tentang ekstraksi silika sekam padi telah banyak dilakukan dengan pelarut alkali dan pengendapan silika dengan asam. Kalapathy et al.

(53)

Penelitian juga dilakukan Pandiangan dkk. (2008) yakni mengekstraksi silika dari sekam padi menggunakan larutan KOH dengan berbagai konsentrasi serta larutan HNO3 10% sebagai pengendap, dan mendapatkan rendemen terbesar yaitu 1,8690 gram dari 50 gram sekam padi pada konsentrasi larutan KOH 1,5% selama 30 menit. Sedangkan Agung dkk. (2010) melakukan ekstraksi silika dari abu sekam padi menggunakan pelarut KOH dengan beberapa variasi konsentrasi dan

menggunakan variasi waktu, hasil silika terbesar yang didapat pada KOH 10% dan waktu 90 menit sebesar 50,49%.

E. Metode Sol Gel

Metode sol gel merupakan proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia, dimana terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) menjadi Fasa cair kontinyu (gel). Metode sol gel ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain tingkat stabilitas termal yang baik, stabilitas mekanik yang baik, daya tahan pelarut yang baik, dan modifikasi permukaan dapat dilakukan dengan berbagai kemungkinan. Beberapa peneliti telah menggunakan metode sol gel dalam proses preparasi katalis untuk pembuatan biodiesel adalah Moradi et al. (2014) serta

(54)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dari bulan Januari hingga April 2015, bertempat di Laboratorium Anorganik/Fisik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung. Sedangkan analisis produk transesterifikasi dilakukan di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung. Analisis SEM-EDX dilakukan di Institut Teknologi Bandung, XRD dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, BET dilakukan di UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, dan GC-MS di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, Scanning Electron

Microscopy-Energy Dispersive X-Ray Spectrometer (SEM-EDX), X-Ray

Diffraction (XRD), Brunauer-Emmett-Teller (BET), Gas Chromathography-Mass Spectrometer (GC-MS), viskometer, refluks, penangas, magnetic stirrer, oven, alat

(55)

2. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, sekam padi, larutan NaOH 1,5%, larutan HNO3 10%, akuades, kalsium karbonat (CaCO3), kertas saring, indikator universal, metanol, dan minyak kelapa.

C. Prosedur Penelitian

1. Preparasi Sekam Padi

Pada penelitian ini, langkah awal yang dilakukan adalah preparasi sekam padi. Sebanyak 100 gram sekam direndam dalam air panas selama 2 jam untuk mengekstrak bahan organik larut air yang merupakan bahan pengotor dalam proses ekstraksi silika. Sekam padi kemudian disaring dan dicuci lagi secara berulang dengan cara disiram dengan air panas untuk menghilangkan pengotor bahan organik larut air yang masih menempel pada sekam padi. Kemudian, sekam padi yang telah bebas pengotor dikeringanginkan dan selanjutnya sekam padi siap digunakan untuk ekstraksi silika.

2. Ekstraksi Silika dengan Metode Presipitasi

Metode ekstraksi silika pada penelitian ini mengadopsi metode ekstraksi yang telah digunakan sebelumnya oleh Daifullah et al. (2003) dan Pandiangan dkk.

(56)

mengendapkan silika, filtrat kemudian ditambahkan larutan asam HNO3 10% secara bertahap hingga terbentuk endapan silika dalam bentuk gel dan pH pengendapan silika mencapai 7,0. Gel silika kemudian didiamkan (dituakan) selama 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya gel silika disaring dan dicuci dengan akuades panas didalam pompa vakum hingga air cucian bersifat netral. Silika yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110◦C selama 24 jam dan dihaluskan.

3. Pembuatan Katalis CaO/SiO2 dengan Metode Sol Gel

Pada pembuatan katalis CaO/SiO2, dilakukan dengan dua tahap, yakni pembuatan sol silika sekam padi dan pembuatan katalis dengan nisbah CaO yang bervariasi. Pada tahap pembuatan sol silika sekam padi, Sebanyak 20 gram silika sekam padi hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam 600 mL larutan NaOH 1,5% kemudian diaduk menggunakan hotplate stirrer hingga larut. Pada tahap pembuatan katalis,

sebanyak 600 mL sol silika yang telah dibuat, ditambahkan CaCO3 yang telah dilarutkan menggunakan larutan HNO3 10%. Variasi berat CaCO3 yang ditambahkan ke dalam sol silika adalah 5, 10, 15, 20, dan 25% dari berat silika. Campuran tersebut kemudian diaduk menggunakan stirrer. Gel yang terbentuk

(57)

4. Kalsinasi Katalis

Katalis CaO/SiO2 dikalsinasi menggunakan furnace Lento 3508 yang dapat disesuaikan dengan perlakuan yang diinginkan. Kalsinasi katalis yang berbentuk serbuk ini dilakukan dengan suhu 600 oC dan ditahan selama 6 jam untuk

mengaktivasi katalis dan mengubah katalis prekursor katalis menjadi katalis. Berikut ini adalah langkah-langkah penggunaan furnace (Syani, 2014) :

1. Sampel disiapkan.

2. Sampel dimasukkan ke dalam tungku pemanas (furnace).

3. Alat tungku dihubungkan dengan sumber tegangan, kemudian alat diatur

dalam keadaan hidup atau “ON”.

4. Tungku diatur sesuai dengan perlakuan sampel.

5. Tungku pemanas dimatikan ketika proses telah selesai. 6. Sampel dikeluarkan dari tungku pemanas.

Sampel dipanaskan dari suhu 25 oC hingga mencapai suhu 600 oC dengan

kenaikan suhu 5 oC/menit. Setelah mencapai suhu yang diinginkan (600 oC) suhu ditahan selam 6 jam (720 menit). Selanjutnya alat furnace akan menghentikan

pemicu kenaikan dan penahan suhu, kemudian secara otomatis suhu di dalam

furnace akan turun kembali secara perlahan hingga mencapai suhu kamar (25 oC).

5. Uji Reaksi Transesterifikasi

(58)

a. Pemilihan Katalis Terbaik

Untuk menentukan katalis terbaik, dilakukan percobaan dengan menggunakan minyak kelapa sebanyak 50 mL, metanol 36,5 mL, dan jumlah katalis sebesar 5% dari berat minyak. Pada uji reaksi transesterifikasi, minyak kelapa, metanol, katalis, dan pengaduk magnet dimasukkan ke dalam labu didih 500 mL yang selanjutnya direfluks selama 120 menit pada suhu 70 oC. Biodiesel yang

dihasilkan dari metode refluks kemudian didinginkan pada suhu kamar, disaring dan dimasukkan ke dalam corong pisah dan didiamkan selama 24 jam hingga biodiesel terpisah dari sisa metanol. Biodiesel yang dihasilkan kemudian diukur volume dan ditentukan rendemennya.

Katalis terbaik yang didapat dari percobaan ini kemudian digunakan pada reaksi transesterifikasi untuk mempelajari waktu reaksi, nisbah metanol terhadap minyak dan nisbah katalis.

b. Penentuan Waktu Reaksi Optimum

(59)

c. Penentuan Nisbah Metanol Terhadap Minyak Optimum

Setelah didapatkan katalis dengan unjuk kerja terbaik dan waktu reaksi optimum, dilakukan percobaan untuk menentukan nisbah optimum metanol terhadap minyak. Percobaan ini dilakukan dengan nisbah metanol/minyak yang berbeda, yakni 4, 6, dan 8, sementara kondisi reaksi lainnya dipertahankan. Nisbah metanol/minyak optimum ditentukan berdasarkan rendemen biodiesel yang dihasilkan. Nisbah metanol/minyak yang menghasilkan rendemen terbanyak selanjutnya digunakan pada percobaan selanjutnya, yakni penentuan julah katalis optimum.

d. Penentuan Jumlah Katalis Optimum

Setelah diketahui katalis terbaik dan kondisi optimum dari variabel yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi, yakni waktu reaksi dan nisbah

metanol/minyak, kondisi tersebut dilakukan untuk menentukan jumlah katalis optimum. Dalam percobaan ini, variasi jumlah katalis yang digunakan adalah 5, 10, dan 15% dari berat minyak. Jumlah katalis yang menghasilkan rendemen terbanyak merupakan jumlah katalis optimum.

6. Karakterisasi Biodiesel

(60)

Spectroscopy (GC-MS) dan penentuan kualitas biodiesel meliputi flash point,

viskositas dan massa jenis berdasarkan SNI 04-7182-2006.

a. Analisis Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS)

Produk yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi minyak nabati dianalisis dengan menggunakan Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS).

Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi komponen dalam produk, dan secara khusus untuk melihat apakah semua trigliserida yang terdapat dalam minyak nabati mampu diubah menjadi monoester. Langkah-langkah penggunaan GC-MS sebagai berikut (Syani, 2014) :

1. Transformator/power supply dinyalakan, kemudian tombol “on” ditekan

pada alat GC-MS, berturut-turut untuk power pada Ion Gauge (I.G.), MS, dan GC. Gas He dialirkan, dan dihidupkan pula komputer, monitor, dan printer.

2. Dipilih menu Class-5000, klik vacuum control, dan auto start up

dijalankan.

3. GC-MS monitor diaktifkan, set temperatur injector, kolom, dan detector.

Kemudian ditunggu hingga tekanan vakum di bawah 5 kPa.

4. Tuning diaktifkan, diklik auto tune, load method yang akan digunakan,

kemudian diklik start dan ditunggu beberapa saat sampai hasilnya

diprint-out, setelah selesai diklik close tuning

5. Method development diaktifkan, set GC parameter, set MS parameter, save

(61)

6. Real Time Analysis diaktifkan, dipilih single sample parameter, kemudian

diisi dengan deskripsi yang diinginkan

7. Dilakukan Send Parameter. ditunggu sampai GC dan MS ready, kemudian

dilakukan injeksi sampel. 8. ditunggu sampai analisa selesai

9. Post Run Analysis diaktifkan, kemudian dipilih Browser untuk analisis

sampel secara kualitatif.

10.Dilakukan pengaturan peak top comment (peak label), dan reintegrasi

Load file yang dianalisa. Kemudian dipilih display spectrum search pada

peak tertentu dan dilakukan report pada bagian yang diinginkan.

Untuk mengakhiri, temperatur injektor, kolom, dan detektor pada GC-MS monitor didinginkan sampai temperatur ruangan (30 oC). Bila sudah tercapai, vakum

control diklik dan dilakukan auto shut down. Perangkat alat dimatikan dengan

urutan : komputer, GC, MS, IG, dan gas He.

b. Uji Kualitas Biodiesel

Produk yang dihasilkan pada penelitian ini, diuji kualitasnya dengan beberapa parameter, yakni flash point, viskositas, dan densitas yang didasarkan pada SNI

04-7182-2006.

7. Karakterisasi Katalis

a. Karakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction)

(62)

atau kristalin. Sumber radiasi menggunakan Kα dari Cu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis menggunakan XRD adalah sebagai berikut (Syani, 2014):

1. Sampel yang akan dianalisis disiapkan dan direkatkan pada kaca,

kemudian dipasang pada tempatnya yang berupa lempeng tipis berbentuk persegi panjang (sampel holder) dengan bantuan malam (lilin perekat).

2. Sampel yang disimpan dipasang pada sampel holder kemudian dilekatkan

pada sampel stand dibagian goniometer.

3. Parameter pengukuran dimasukkan pada software pengukuran melalui

komputer pengontrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan

rentang sudut, kecepatan scan cuplikan, memberi nama cuplikan dan memberi nomor urut file data.

4. Alat difraktometer dioperasikan dengan perintah “Start” pada menu

komputer, dimana sinar-X akan meradiasi sampel yang terpancar dari target Cu dengan panjang gelombang 1,5406 Å.

5. Hasil difraksi dapat dilihat pada komputer dan intensitas difraksi pada sudut 2Ɵ tertentu dapat dicetak oleh mesin printer.

6. Sampel dari sampel holder diambil setelah pengukuran cuplikan selesai.

b. Karakterisasi dengan SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy-Energy

Dispersive X-Ray Spektrometer)

(63)

pada semua sampel katalis CaO/SiO2 yang dihasilkan. Adapun langkah-langkah dalam uji SEM-EDX ini adalah sebagai berikut (Syani, 2014) :

1. Sampel yang akan dianalisis disiapkan dan direkatkan pada spesimen holder (Dolite, double sticy tape).

2. Sampel yang telah dipasang pada holder kemudian dibersihkan dengan

Hand Blower.

3. Sampel dimasukkan dalam mesin couting untuk diberi lapisan tipis yang

berupa gold-poladium selama 4 menit sehingga menghasilkan lapisan

dengan ketebalan 200-400 Å.

4. Sampel dimasukkan ke dalam Specimen Chamber.

5. Pengamatan dan pengambilan gambar pada layer SEM-EDX dengan mengatur pembesaran yang diinginkan.

6. Penentuan spot untuk analisis pada layer SEM-EDX. 7. Pemotretan gambar SEM-EDX.

c. Karakterisasi dengan Particle Size Analyzer (PSA)

Pengukuran ukuran partikel katalis dengan alat PSA merk Beckman Coulter DelsaTM Nono versi 2.31/2.00 yang dianalisis di Pusat Penelitian LIPI Serpong dengan pelarut air pada suhu 25 oC. Langkah-langkah kerja alat adalah sebagai berikut :

1. Pilih ikon “measurement” dari Data Acquisition pada panel fungsi

2. Klik “start”

3. Untuk menampilkan grafik, klik nama grafik yang diinginkan

(64)

d. Karakterisasi dengan BET (Brunauer-Emmett-Teller)

Untuk mengetahui luas permukaan spesifik, volume total pori, dan rata-rata jari-jari pori sampel silika (kontrol) dan sampel katalis logam silika yang mempunyai aktivitas terbaik dalam reaksi transesterifikasi maka dilakukan analisis

menggunakan BET. Langkah-langkah kerjanya adalah sebagai berikut (Syani, 2014) :

1. Tombol pemilih adsorbat dipastikan pada arah tank.

2. Gas nitrogen dari tabung dialirkan dengan memutar (berlawanan arah jarum jam) kran tabung gas.

3. Listrik dihidupkan dengan menghidupkan stabilizer.

4. Pompa vakum dihidupkan dengan menekan tombol merah pada magnetik kontaktor.

5. Power alat (NOVA-1000) dihidupkan, kemudian ditunggu sampai muncul menu utama pada layar LCD.

(65)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Katalis CaO/SiO2 efektif digunakan dalam reaksi transesterifikasi minyak kelapa dengan capaian persen rendemen tertinggi sebesar 93,06%, yang dicapai menggunakan katalis dengan kandungan CaO sebesar 25% dengan waktu reaksi 120 menit.

2. Hasil analisis biodiesel menggunakan GC-MS, menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi merupakan biodiesel murni dan hasil karakterisasi biodiesel menunjukkan bahwa produk biodiesel telah memenuhi persyaratan SNI 04-7182-2006 untuk viskositas dan densitas. 3. Hasil karakterisasi katalis CaO/SiO2 menggunakan X-Ray Diffraction (XRD),

puncak 2θ menunjukkan bahwa dalam sampel katalis terdapat fasa amorf dari

Silikon dioksida (SiO2) dan fasa kristal, yakni kalsium silikat (CaSiO3). 4. Hasil karakterisasi menggunakan SEM-EDX menunjukkan cluster berukuran

beragam pada permukaan katalis yang menunjukkan katalis yang tidak homogen.

(66)

B. Saran

Berdasarkan unjuk kerja katalis CaO/SiO2 yang dibuat untuk reaksi

Gambar

Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi
Gambar 4. Skema Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS)
Gambar 5.  Kromatogram Biodiesel dari Minyak Kelapa (Syani, 2014)
Gambar 6. Pola difraksi katalis CaO
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan borosilikat dengan metode sol gel, menggunakan silika sol berbasis sekam padi yang dicampur dengan boron oksida yang diperoleh dari hidrolisis asam

karakterisasi menggunakan spektroskopi X-RD yang menunjukkan bahwa proses modifikasi dari silika gel dengan ligan organik yaitu difenilkarbazon tidak menyebabkan

Prekusor zeolit sintetik dengan komposisi yang berbeda telah dilakukan uji aktivitas katalis pada reaksi transesterifikasi minyak kelapa dan diperoleh katalis terbaik yakni pH

Proses  sintesis  silika  gel  dari  abu  sekam  padi  terdiri  dari  dua  tahap, 

Katalis basa yang digunakan pada penelitian ini yaitu katalis K-CaO yang berasal dari cangkang kerang darah (Anadara granosa) menggunakan metode sol-gel dengan

Biodiesel dapat dihasilkan dari minyak sawit off-grade yang berkualitas rendah melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dengan menggunakan katalis

Proses  sintesis  silika  gel  dari  abu  sekam  padi  terdiri  dari  dua  tahap, 

Hasil analisa XRD SIMPULAN Pada sintesis silika xerogel dari sabut kelapa menggunakan metode sol-gel didapatkan yield terbesar sebesar 90,39% pada konsentrasi NaOH sebagai pelarut