TRADISIONAL (TRADITIONAL MEDICATION) MASYARAKAT
URBAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
oleh: Supriadi 1110101000073
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iii Nama lengkap : Supriadi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 22 Agustus 1992
Warganegara : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jalan Pedongkelan Belakang No. 7, RT 010/13, Kelurahan
Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, 11720
Telepon : +628210579282 / +618561604670
Email : suprihadimulyono@gmail.com
Pendidikan Formal:
1. SDN Cengkareng Timur 17 Pagi (1998-2004)
2. SMP Negeri 248 Jakarta (2004-2007)
3. SMA Negeri 33 Jakarta (2007-2010)
4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
iv
Supriadi, NIM: 1110101000073
Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional
(Traditional Medicine) Masyarakat Cengkareng, Jakarta Barat, Tahun 2014
(XX + 140 halaman, 38 tabel, 2 bagan, 20 lampiran)
Abstrak
Pelayanan kesehatan tradisional mengalami peningkatan peminat pada sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat urban setelah tahun 1999. Pelayanan kesehatan tradisional yang berbasis kearifan lokal (local wisdom) dapat meningkatkan taraf kehidupan, baik secara ekonomi maupun kesehatan masyarakat lokal. Sebagai upaya promotif dan preventif dalam bidang kesehatan, diperlukan identifikasi terkait dengan faktor – faktor yang mendorong masyarakat dalam memilih pelayanan kesehatan tradisional. Sehingga faktor – faktor yang mendorong ini dapat digunakan sebagai dasar dibuatnya program kesehatan dalam upaya promotif dan preventif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor: predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan pelayanan kesehatan, nilai tentang sehat dan sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan, dan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan; pendukung (asuransi kesehatan, dan tarif pelayanan kesehatan); dan kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan tradisional masyarakat. Instrumen penelitian ini terdiri dari 99 pertanyaan untuk menggali informasi dari responden.
Berdasarkan hasil uji statistik, dari 16 karakteristik masyarakat, 10 memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional pada masyarakat Cengkareng dan 6 karakteristik tidak memiliki hubungan yang signifikan.
Saran dari hasil penelitian ini, yaitu: untuk program promosi kesehatan, berdasarkan identifikasi faktor perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional pada penelitian ini diharapkan data yang ada dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar menentukan langkah – langkah yang harus dilakukan untuk melakukan program promosi kesehatan pelayanan kesehatan tradisional. Pengintegrasian antara pelayanan kesehatan modern dan tradisional, sebaiknya diperhatikan dengan baik dalam hal sosialisasi dan komunikasi ke pasien.
v HEALTH PROMOTION
Undergraduate Thesis, 30th November 2014
Supriadi, NIM: 1110101000073
(XX + 140 pages, 38 tables, 2 charts, 20 attachments)
The Behavior Determinants of Health Seeking for Traditional Medication in Urban Society at Cengkareng, West Jakarta Year 2014
Abstract
Traditional medicine increased interested people in most of society especially the urban after 1999.Traditional health service which is based the local can improve life both economically and community health local. As promotional efforts and preventive in the field of health required identification associated with factors that encouraged the community in choosing traditional health service. So
that encourage factors this can be used as the basis for the formulation of the health program in promotional efforts and preventive.
This research aims to know whether: predisposing (age, sex, marital status, education, occupation, family size, ethnicity, religion, home health services with distance, values concerning health and illness, attitudes toward health services, knowledge about disease; enabling (health insurance and cost of health services ; and the needs (subjective views on the disease ever experienced and the state of disease experienced in accordance with medical diagnosis) would have a relationship with the traditional behavior the search of health services. An instrument consisting of the 99 questions this research to obtain information from the respondents.
Based on the statistical test, of 16 people characteristics, 10 have a significant relation to the behavior of the use of traditional medicine at Cengkareng and 6 characteristics of having no significant relationship.
Advice from the results of this research namely: to promotional programs health factor based on behavior identification of the use of traditional health service on research is expected existing data in this research can be used as a basis determining step which is must be done to do program promotion of health traditional health service. The integration between health services modern and traditional should be noted with both in terms of socialization and communication to patients.
vi
Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan kehadirat
Allah SWT, Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah - Nya
jualah maka penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional (Health Seeking Behavior of Traditional Medicine) Masyarakat Cengkareng, Jakarta Barat, 2014”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
Rasulullah SAW, yang atas perkenan Allah, telah mengantarkan umat manusia ke
pintu gerbang pengetahuan Allah yang Maha luas.
Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan banyak dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta, Sarwin Hadi Mulyono, Warsi, Widiastuti, Ristanto,
Rustiana, Rismawan yang selalu turut memberikan doa dan restu serta
dukungan yang diberikan tanpa mengenal batas waktu hingga akhirnya
penulis mampu mencapai pendidikan di jenjang universitas.
2. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D sebagai Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
4. Ibu Dewi. A. Utami, Ph.D sebagai Sekretaris Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
5. Bapak Dr. M. Farid Hamzens dan Ibu Raihana Nadra Alkaff, M. MA
selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan serta
motivasi dan doa kepada penulis agar senantiasa berupaya maksimal
vii
7. Segenap bapak / ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan
mahasiswa pada umumnya.
8. Teman - teman Peminatan Promosi Kesehatan 2010 yang selalu
mendukung penulis Icha, Prima, Siva, Ayu, Richo, Randika, Sari, Alul,
Ilmi, Dita, Yuli, Nita, Fury, dan Hervina.
9. Sahabat terbaik Agung, Misyka, Angga, Seno, Eliza, Bayti, Iqbal, Anis,
Prima serta teman-teman Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 untuk
semangat yang diberikan.
10.Sahabat dan teman - teman penulis yang sudah memotivasi dan
mendukung penyusunan skripsi ini.
11.Tempat pengobatan tradisional dan responden yang terlibat dalam
penelitian ini.
12.Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat
dan doanya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap,
semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan
menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan
masukan di waktu mendatang.
Semoga skripsi ini dapat mendatangkan manfaat kepada penulis khususnya,
dan kepada seluruh pembaca secara keseluruhan.
Jakarta, Desember 2014
viii
Lembar Pernyataan……….. i
Lembar Pernyataan Pembimbing………. ii
Daftar Riwayat Hidup……… iii
Abstrak……… iv
Kata Pengantar………. vi
Daftar Isi……….. viii
Daftar Tabel……… xvi
Daftar Bagan……….. xx
BAB I……….1
Pendahuluan………. 1
1.1. Latar Belakang……… 1
1.2. Rumusan Masalah……… 7
1.3. Pertanyaan Penelitian……… 7
1.4. Tujuan……… 9
1.4.1. Tujuan Umum………. 9
1.4.2. Tujuan Khusus……… 9
ix
BAB II……….. 12
Tinjauan Pustaka……… 12
2.1. Sistem Pengobatan ………...……… 12
2.2. Pengobatan Tradisional………. 12
2.2.1. Definisi………. 12
2.2.2. Jenis Pengobatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer……… 15
2.2.2.1. Obat Herbal………. 16
2.2.2.2. Pijat Tradisional……….. 17
2.2.2.3. Akupunktur………. 23
2.2.2.4. Akupressur……….. 25
2.3. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……….. 25
2.4. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……….. 26
2.4.1. Definisi Perilaku………... 26
2.4.2. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Perilaku Berdasarkan Model Andersen……….. 29
2.5. Kerangka Teori……….. 35
x
3.1. Kerangka Konsep……… 36
3.2. Definisi Operasional………. 39
3.3. Hipotesis………. 42
BAB IV……….. 43
Metodologi Penelitian……… 43
4.1. Desain Penelitian……… 43
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 43
4.3. Populasi dan Sampel……… 43
4.3.1. Populasi Penelitian……… 43
4.3.2. Sampel Penelitian……… 44
4.4. Instrumen Penelitian……… 46
4.5. Uji Validitas dan Realibitas……… 47
4.5.1. Uji Validitas………. 47
4.5.2. Uji Reliabilitas……… 49
4.6. Cara Pengambilan Data………. 50
4.7. Pengolahan Data……….. 51
xi
Hasil Penelitian………. 54
5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian……… 54
5.2. Analisis Univariat Variabel Dependen………..54
5.2.1. Gambaran Perilaku Masyarakat dalam Menggunakan Pelayanan Kesehatan Tradisional……… 54
5.3. Analisis Univariat Variabel Independen……… 55
5.3.1. Gambaran Usia Responden di Wilayah Cengkareng……… 55
5.3.2. Gambaran Jenis Kelamin Responden di Wilayah Cengkareng……….. 56
5.3.3. Gambaran Status Pernikahan Responden di Wilayah Cengkareng………. 57
5.3.4. Gambaran Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Cengkareng…………. 59
5.3.5. Gambaran Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan/Pengobatan Tradisional…………..…………..…………..…………..…………..…………..…………..…………..…… 60
5.3.6. Gambaran Pekerjaan Responden di Wilayah Cengkareng…………..……… 62
5.3.7. Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Responden di Wilayah Cengkareng.. 65
5.3.8. Gambaran Suku/Etnis Responden di Wilayah Cengkareng…………..……….. 66
5.3.9. Gambaran Agama Responden di Wilayah Cengkareng…………..……….. 69
xii
5.3.12. Gambaran Sikap Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional di
Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..…………..…………..……… 74
5.3.13. Gambaran Kepemilikan Asuransi atau Jaminan Kesehatan Responden di
Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..…………..…………..……… 76
5.3.14. Gambaran Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional Bagi Responden Pada
Masyarakat di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..………. 77
5.3.15. Gambaran Pandangan Subjektif Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional
Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..………. 79
5.3.16. Gambaran Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis Responden Pada
Masyarakat di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..……… 81
5.4. Analisis Bivariat Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen…………..……… 83
5.4.1. Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Perilaku Pengobatan
Tradisional…..…………..……….… 83
5.4.2. Hubungan Faktor Pendukung Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional
…………..…………..…………..…………..…………..…………..………..…… 84
5.4.3. Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional
………..…………..…………..…………..…………..…. 85
BAB VI…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………..………..…………. 86
xiii
6.2. Faktor Predisposisi Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..… 86
6.2.1. Usia…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………..……… 87
6.2.2. Jenis Kelamin…………..…………..………..…………..………..…………..………..…… 89
6.2.3. Status Pernikahan…………..…………..………..…………..………..…………..……… 91
6.2.4. Tingkat Pendidikan…………..…………..………..…………..………..…………..……….. 93
6.2.5. Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan…………..…………..………..………… 95
6.2.6. Pekerjaan…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………. 96
6.2.7. Jumlah Anggota Keluarga…………..…………..………..…………..………..………….. 97
6.2.8. Suku/Etnis…………..…………..………..…………..………..…………..………..………… 99
6.2.9. Agama…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………..….. 101
6.2.10. Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..…………..……….. 102
6.2.11. Penilaian Tentang Sehat dan Sakit…………..…………..………..…………..………. 103
6.2.12. Sikap…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………..…….. 104
6.3. Faktor Pendukung Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..….. 105
6.3.1. Asuransi atau Jaminan Kesehatan…………..…………..………..…………..……….. 105
6.3.2. Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..…………..………..…………..…….. 107
xiv
6.4.2. Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis dan Melakukan Pengobatan
dengan Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..…………..………..…………..… 108
BAB VII……..………..………….……..………..………….……..………..………….……..………..……….. 111
Kesimpulan dan Saran……..………..………….……..………..………….……..………..………….……..… 111
7.1. Kesimpulan……..………..………….……..………..………….……..………..………….……..……… 111
7.2. Saran……..………..………….……..………..………….……..………..………….……..………..…. 118
xvi
Tabel 4.1. Jumlah Sampel……….……….. 45
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Cengkareng……….………. 45
Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan
Pengobatan Tradisional di Wilayah Cengkareng………..……….……… 54
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Masyarakat di Wilayah
Cengkareng……….………. 55
Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Masyarakat di Wilayah
Cengkareng……….……….……….. 56
Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pernikahan Masyarakat di Wilayah
Cengkareng……….……….………. 57
Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Wilayah
Cengkareng……….……….………. 59
Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional Masyarakat di Wilayah Cengkareng……….……….. 60
Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Masyarakat di Wilayah
Cengkareng……….……….……….. 62
Tabel 5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Masyarakat di
Wilayah Cengkareng……….……….…… 65
Tabel 5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Suku/Etnis Asal Keluarga Masyarakat di
Wilayah Cengkareng……….……….…… 66
Tabel 5.10. Distribusi Responden Berdasarkan Agama yang Dianut Masyarakat di Wilayah
Cengkareng……….……….………. 69
Tabel 5.11. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan
xvii
Tabel 5.13. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Pelayanan Kesehatan
Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng……….……….. 74
Tabel 5.14. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Asuransi atau Jaminan
Kesehatan Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng……….……….. 76
Tabel 5.15. Distribusi Responden Berdasarkan Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional
Bagi Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng……….……… 77
Tabel 5.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pandangan Subjektif Responden
Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Masyarakat
di Wilayah Cengkareng……….……….. 79
Tabel 5.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis Responden Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng ……….……….……….. 81
Tabel 5.18. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap
Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng ………….. 83
Tabel 5.19. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Pendukung Terhadap
Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng ………….. 84
Tabel 5.20. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Kebutuhan Terhadap
xx
Utilization by Ronald Andersen and John F. Newman (2005) ……… 35
1
1.1. Latar Belakang
Pengobatan tradisional mengalami peningkatan peminat pada
sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat urban setelah tahun 1999.
Indonesia memiliki kekayaan suku budaya tradisional termasuk dibidang
pengobatan tradisional dari Sabang sampai Merauke. Pengobatan tradisional
yang berbasis kearifan lokal (local wisdom) dapat meningkatkan taraf kehidupan, baik secara ekonomi maupun kesehatan masyarakat lokal. (WHO,
2010). Jika masyarakat mampu memanfaatkan pengobatan tradisional maka
akses masyarakat terhadap pengobatan pada saat mengalami gangguan
kesehatan semakin mudah karena disesuaikan dengan kemampuan daerah
atau lokal untuk menangani masalah kesehatan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional Menteri Kesehatan Republik Indonesia, pengobatan tradisional di
Indonesia diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu: keterampilan, ramuan,
pendekatan agama dan supranatural. Dari beberapa jenis pengobatan
tradisional tersebut, terdapat praktek – praktek yang berbasis keterampilan,
ramuan, pendekatan agama dan supranatural yang mulai banyak muncul di
lingkungan masyarakat. (Kementerian Kesehatan, 2003)
Pengobatan tradisional telah berkembang pesat di seluruh dunia.
penduduk Perancis menggunakan pengobatan alternatif, 77% klinik terapi di
Jerman menggunakan akupuntur, 95% rumah sakit di China memiliki klinik
pengobatan tradisional dan 70% penduduk India menggunakan obat
tradisional untuk pengobatannya. Di Belanda dan Inggris masing – masing
sekitar 60%, dan 74%, penduduk menggunakan pengobatan tradisional.
Presentasi penduduk yang menggunakan pengobatan alternatif dan
komplementer di Canada, Amerika, dan Belgia berkisar 70%, 42%, dan 38%
(WHO, 2002).
Kondisi Pengobatan tradisional di Indonesia menurut data
Kementerian Kesehatan pada tahun 2013 cakupan Pengobatan kesehatan
sudah mencakup 53,6% Kabupaten/Kota dari 416 Kabupaten/Kota di
Indonesia (223 Kabupaten/Kota). Dari cakupan wilayah tersebut, Puskesmas
yang sudah menyelenggarakan Pengobatan tradisional sudah mencapai 793
Puskesmas dari 9671 mencakup akupuntur dan akupresur (Kementerian
Kesehatan, 2013). Salah satu Puskesmas yang menyelenggarakan pengobatan
tradisional adalah Puskesmas Cengkareng. Dimana pada salah satu
layanannya terdapat akupunktur.
Perkembangan pengobatan tradisional mendapat perhatian serius dari
berbagai negara. Dari hasil kesepakatan pertemuan World Health Organization (WHO) dalam acara Congress on Traditional Medicine di Beijing pada bulan November 2008 disebutkan bahwa Pengobatan tradisional
yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem Pengobatan
konvensional. Dari pertemuan WHO pada tahun 2008 disebutkan dalam salah
mengembangkan Pengobatan tradisional di negara masing - masing sesuai
dengan kondisi setempat (WHO, 2010).
Kedudukan pengobatan tradisional di Indonesia berdasarkan Undang
– Undang (UU) Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
ditetapkan sebagai salah satu penyelenggara upaya kesehatan. Praktik
Pengobatan tradisional berdasarkan UU tersebut dibina dan diawasi oleh
pemerintah langsung agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.
Dengan adanya pergeseran pola penyakit yang terjadi di Indonesia
dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, pemanfaatan Pengobatan
tradisional dapat menjadi rujukan bagi masyarakat untuk mengatasi
keterbatasan akses Pengobatan konvensional. Pengobatan tradisional telah
diakui keberadaannya sejak dahulu kala dan dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Sampai saat ini
Pengobatan tradisional terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi
disertai dengan peningkatan pemanfaatannya oleh masyarakat. Hal ini
sebagai imbas dari semangat untuk kembali menggunakan hal – hal yang
bersifat alamiah atau dikenal dengan istilah “back to nature” (Kementerian
Kesehatan, 2010).
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001, 57,7%
penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri. Dimana dari jumlah
tersebut, 31,7% menggunakan obat tradisional (jamu dan ramuan tradisional),
gangguan kesehatannya hingga sembuh dengan sendirinya. Lalu pada tahun
2004 penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri meningkat
menjadi 72,44% dimana 32,87% menggunakan pengobatan tradisional.
Di DKI Jakarta terdapat 306 tempat pengobatan tradisional (Yellow
Pages, 2014). Jumlah ini didapatkan berdasarkan data nomor telepon tempat
pengobatan tradisional di Jakarta. Jumlah tersebut cukup banyak, mengingat
jumlah rumah sakit di Jakarta ada 155 rumah sakit, diantaranya 32 rumah
sakit publik milik pemerintah, 54 rumah sakit publik milik swasta (nonprofit),
64 rumah sakit privat milik swasta, dan 5 rumah sakit privat milik Badan
Usaha Milik Negara (Kementerian Kesehatan, 2014). Menurut Dirjen Bina
Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan, jumlah pengobat tradisional di
Indonesia yang tercatat cukup banyak, yaitu 280.000 pengobat dengan 30
keahlian/spesialisasi (Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat Makassar,
2013).
Pengobatan tradisional memiliki banyak manfaat positif namun
disamping efek positif pengobatan tradisional, ada beberapa kasus
pengobatan tradisional yang terjadi di Indonesia yang dituduh melakukan
penipuan pengobatan dengan pendekatan agama. Pengobatan yang dilakukan
dengan pendekatan agama dan spiritual sebenarnya tidak memiliki dampak
positif bagi pasien. Hal yang merugikan seperti ini harus dihindari dari
praktik Pengobatan tradisional yang ada di Indonesia.
Kasus lain terkait pengobatan tradisional, yaitu iklan klinik
Kesehatan RI Nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi
Pengobatan serta Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
386/Men.Kes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Tradisional.
Iklan klinik pengobatan tradisional yang berasal dari China ini mengandung
unsur pemujaan pada testimoni yang dilakukan oleh beberapa pasiennya.
Iklan klinik ini beredar di televisi swasta yang menampilkan testimoni –
testimoni setelah melakukan pengobatan di klinik tersebut dan kalimat yang
diutarakan oleh pasien – pasien tersebut berupa kalimat pemujaan. Hal inilah
yang menjadi pelanggaran terhadap pedoman periklanan obat tradisional oleh
klinik yang menyelenggarakan pengobatan tradisional berbasis pengobatan
tradisional China tersebut.
Belum adanya peraturan yang tegas terhadap seluruh penyelenggaraan
pengobatan tradisional di Indonesia karena masih dalam masa pengembangan
maka pelanggaran praktek pengobatan tradisional masih lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan pengobatan konvensional (rumah sakit). Berdasarkan
pendapat yang dikemukan oleh Sarfino (2006) tentang interaksi
biopsikososial akibat pelanggaran yang dilakukan oleh pengobat tradisional,
dapat mengakibatkan keterlambatan pengobatan (delay treatment) bagi pasien – pasiennya dalam memperoleh penanganan medis atau pengobatan yang
seharusnya sudah didapatkan pasien sehingga tidak menjadi komplikasi pada
gangguan kesehatannya.
Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun
kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan.
berkembang sangat bervariasi, diantaranya ada 5 pilihan dari yang paling
rendah sampai yang paling tinggi mengenai tindakan pada saat mengalami
gangguan kesehatan (sakit), yaitu: tidak bertindak atau tidak melakukan apa –
apa (no action), tindakan mengobati sendiri (self- treatment), mencari pengobatan ke fasilitas - fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), mencari pengobatan dengan membeli obat - obat ke warung - warung obat
(chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang - tukang jamu, serta mencari pengobatan ke fasilitas - fasilitas pengobatan modern yang diadakan
oleh pemerintah atau lembaga - lembaga kesehatan swasta, yandikategorikan
ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit (Notoatmodjo,
2007).
Berdasarkan beberapa tahap perilaku pencarian pengobatan, pencarian
pengobatan tradisional termasuk tahap awal yang dilakukan untuk
menyembuhkan masalah kesehatan. Sebagai upaya promotif dan preventif
dalam bidang kesehatan, diperlukan identifikasi terkait dengan faktor – faktor
yang mendorong masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional. Agar di
masa mendatang tidak terjadi penyalahgunaan Pengobatan tradisional, maka
faktor – faktor yang mendorong ini dapat digunakan sebagai dasar dibuatnya
program kesehatan dalam upaya promotif dan preventif.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor – faktor
yang berhubungan dengan perilaku pencarian Pengobatan tradisional
masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014. Karena wilayah Jakarta
banyaknya Pengobatan tradisional yang tumbuh, terutama Pengobatan
tradisional berbasis TCM (Traditional Chinese Medicine).
1.2. Rumusan Masalah
Kemajuan dunia kedokteran konvensional (modern) yang sudah sangat pesat saat ini dapat menjadi rujukan masyarakat terutama masyarakat
kota atau masyarakat yang tinggal di wilayah yang relatif sudah maju.
Namun, fenomena pemanfaatan Pengobatan (pengobatan) tradisional sebagai
pilihan pengobatan, khususnya masyarakat urban meningkat. Hal ini ditandai
oleh banyaknya praktek pengobatan tradisional di lingkungan tempat tinggal
masyarakat urban. Dari semua pengobatan tradisional yang ada di
masyarakat, belum semuanya memiliki izin praktek pengobatan. Hal ini
mengakibatkan praktek pengobatan tradisional yang dilakukan Pengobatan
tradisional yang tidak memiliki izin tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pengobatan tradisional yang banyak dipilih oleh masyarakat
dilatarbelakangi oleh faktor – faktor tertentu. Hal inilah yang membuat
peneliti tertarik mengidentifikasi faktor – faktor apa saja yang berhubungan
dengan perilaku pencarian kesehatan ke Pengobatan tradisional.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan,
pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak
rumah dengan Pengobatan, nilai tentang sehat dan sakit, sikap terhadap
memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan Pengobatan di
Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?
2. Bagaimana gambaran pendukung (asuransi kesehatan, tarif Pengobatan)
masyarakat yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan
Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?
3. Bagaimana gambaran kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit
yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan
diagnosis medis) masyarakat yang memilih pengobatan tradisional
sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?
4. Bagaimana hubungan predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan,
pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak
rumah dengan Pengobatan, nilai tentang kesehatan dan penyakit, sikap
terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang Pengobatan) dengan
perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat
tahun 2014?
5. Bagaimana hubungan pendukung (asuransi kesehatan, tarif Pengobatan)
dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng,
Jakarta Barat tahun 2014?
6. Bagaimana hubungan kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit
yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan
diagnosis medis) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku
pemilihan pengobatan tradisional masyarakat di Kecamatan
Cengkareng, Jakarta Barat, tahun 2014.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran predisposisi (usia, jenis kelamin, status
pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis,
agama, jarak rumah dengan Pengobatan, nilai tentang sehat dan sakit,
sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang Pengobatan)
masyarakat yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan
Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?
2. Diketahuinya gambaran pendukung (asuransi kesehatan, dan tarif
Pengobatan) masyarakat yang memilih pengobatan tradisional
sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?
3. Diketahuinya gambaran karakteristik kebutuhan (pandangan subjektif
terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang
dialami sesuai dengan diagnosis medis) masyarakat yang memilih
pengobatan tradisional sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng,
Jakarta Barat tahun 2014?
4. Diketahuinya hubungan karakteristik predisposisi (usia, jenis kelamin,
status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga,
kesehatan dan penyakit, sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan
tentang Pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional
masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?
5. Diketahuinya hubungan karakteristik pendukung (asuransi kesehatan,
dan tarif Pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional
masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?
6. Diketahuinya hubungan karakteristik kebutuhan (pandangan subjektif
terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang
dialami sesuai dengan diagnosis medis) dengan perilaku pengobatan
tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?
1.5. Manfaat Penelitian
1. Untuk program, yaitu dapat digunakan sebagai salah satu masukan
terhadap program promosi pengobatan tradisional, tidak saja bagi
pembuat program namun juga untuk mereka yang menaruh
perhatian terhadap program tersebut. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat dijadikan data dasar bagi pengembangan
program promosi kesehatan yang terkait dengan pengobatan
tradisional jika dibutuhkannya gambaran partisipasi masyarakat,
khususnya pada masyarakat urban.
2. Untuk ilmu pengetahuan, diharapkan hasil penelitian dapat
menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya dan dimanfaatkan
sebanyak – banyaknya untuk kepentingan pengembangan ilmu
3. Untuk universitas, diharapkan hasil penelitian sebagai salah satu
bentuk program tri darma perguruan tinggi, yaitu bidang
penelitian.
1.6. Ruang Lingkup
Studi ini dilakukan di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat
untuk melihat karakteristik masyarakat yang menggunakan
pengobatan tradisional sebagai Pengobatan pilihannya dan untuk
melihat apa saja faktor – faktor yang mendorong masyarakat untuk
menggunakan pengobatan tradisional sebagai Pengobatan yang
pilihannya. Dengan tujuan yang telah dirumuskan oleh peneliti, maka
ditetapkan penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode cross sectional. Lingkup objek responden dalam studi kuantitatif ini dibatasi untuk menggambarkan faktor – faktor pendorong masyarakat memilih
12
2.1. Sistem Pengobatan
Sistem pengobatan atau pengobatan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu:
pengobatan konvensional atau modern dan pengobatan tradisional. Pengobatan
konvensional atau modern adalah pengobatan yang berbasis pada ilmu kedokteran
konvensional yang telah lama berkembang sejak sebelum abad ke 19. Pengobatan
dengan metode yang mengacu pada pengobatan secara medis oleh dunia Barat yang
ditunjang dengan berbagai peralatan madis yang canggih dan obat – obatan yang
bersifak kimia (buatan).
Sedangkan pengobatan tradisional adalah pengobatan yang berbasis kearifan
lokal (local wisdom) baik cara penyembuhan atau terapi yang digunakan maupun obat – obatan yang digunakan adalah bahan – bahan alami. Pengobatan tradisional
terbagi dalam dua versi yaitu klasik dan modern. Tradisional klasik dlakukan secara
turun temurun tanpa ilmu atau penelitian sedangkan versi modern adalah pengobatan
yang berkonsep holistik dan sebagai komplemen (pelengkap) dari pengobatan medis.
2.2. Pengobatan Tradisional
2.2.1. Definisi
Menurut WHO (2000), pengobatan tradisional adalah jumlah total
pengetahuan, keterampilan, dan praktek - praktek yang berdasarkan pada
budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam
pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau
pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.
Menurut WHO (2000) pengobatan tradisional (Traditional Medicine
disingkat TM) mengacu pada pengetahuan, keterampilan serta praktek berdasarkan teori, kepercayaan dan pengalaman masyarakat adat – istiadat
dan budaya yang berbeda, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan, diagnosis, perbaikan atau pengobatan penyakit fisik dan mental.
Obat tradisional mencakup berbagai terapi dan praktek yang berbeda dari satu
negara dengan negara lain dan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Di
beberapa negara, hal ini disebut sebagai "alternatif" atau "komplementer"
obat (Complementary Alternative Medicine disingkat CAM).
Seperti di Indonesia, pengobatan alternatif – komplementer diartikan
sebagai pengobatan non – konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,
keamanan, dan efektivitas yang tinggi dan berlandaskan ilmu pengetahuan
biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional
(Kementerian Kesehatan, 2007). Dari pengertian tersebut, pengobatan
tradisional, alternatif dan komplementer dapat diartikan sebagai pengobatan
yang berasal dari kepercayaan turun – temurun dan digunakan sampai
Pengobatan tradisional telah digunakan selama ribuan tahun dengan
kontribusi besar yang dibuat oleh praktisi kesehatan manusia, khususnya
sebagai penyedia perawatan kesehatan primer di tingkat masyarakat.
TM/CAM telah mempertahankan popularitasnya di seluruh dunia. Sejak tahun 1990 - an penggunaannya telah meningkat di banyak negara maju dan
berkembang. Selain itu, pengobatan tradisional juga salah satu cabang
pengobatan alternatif yang bisa didefinisikan sebagai cara pengobatan yang
dipilih oleh seseorang bila cara pengobatan konvensional tidak memberikan
hasil yang memuaskan (Asmino, 1995).
Menurut Kementerian Kesehatan (2008), Pengobatan tradisional
adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu
pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat, diluar ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan.
Upaya kesehatan tradisional adalah upaya kesehatan yang
diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran yang mencakup cara
- teknik (metode), obat, sarana, dan pengobatnya (sumber daya manusia,
penyelenggara) yang mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan turun – temurun, baik yang diperoleh dengan cara berguru atau
2.2.2. Jenis Pengobatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer
Jenis pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer (Permenkes
RI, no: 1109/Menkes/Per/2007) adalah:
1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body intervention): hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa, dan yoga.
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif: akupuntur, akupresur,
naturopati, homeopati, aromaterapi, dan ayurveda.
3. Cara penyembuhan manual: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu,
osteopati, dan pijat urut.
4. Pengobatan farmakologi dan biologi: jamu, herbal, dan gurah
5. Diet nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan: diet makro nutrient, micro nutrient.
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan: terapi ozon, hiperborik, dan
EECP.
Jenis Pengobatan Tradisional menurut Asmino (1995), pengobatan
tradisional ini terbagi menjadi dua, yaitu: cara penyembuhan tradisional atau
traditional healing, yang terdiri daripada pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau traditional drugs, yaitu: menggunakan bahan - bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk
menyembuhkan penyakit. Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis, yaitu:
pertama dari sumber nabati yang diambil dari bagian - bagian tumbuhan
seperti buah, daun, kulit batang dan sebagainya. Kedua, obat yang diambil
dagingnya dan yang ketiga adalah dari sumber mineral atau garam – garam
yang bisa didapatkan dari mata air yang keluar dari tanah contohnya, air mata
air zam - zam yang terletak di Mekah Mukarramah.
2.2.2.1. Obat Herbal
Obat herbal didefinisikan sebagai obat - obat yang dibuat dari
bahan alami seperti tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun
tumbuhan liar. Selain itu, obat herbal juga bisa terdiri dari obat yang
berasal dari sumber hewani, mineral atau gabungan antara ketiganya
(Mangan, 2003). Sebanyak 150,000 daripada 250,000 spesis
tumbuhan yang diketahui di dunia adalah berasal dari kawasan
tropika. Di Malaysia saja, kira – kira 1,230 jenis spesies tumbuhan
telah lama digunakan di dalam rawatan tradisional (Dharmaraj, 1998).
Kaum Melayu misalnya sering menggunakan akar susun kelapa
(Tabernaemontana divaricata), akar melur (Jasminum sambac), bunga
raya (Hibisus rosa sinensis) dan ubi memban (Marantha arundinacea)
untuk rawatan kanser (Dharmaraj, 1998).
Dalam pengobatan tradisional ini, memang masih kurang data
– data laboratorium tentang khasiat serta manfaat tanaman - tanaman
tersebut. Oleh sebab itu, di kalangan ahli dokter modern menganggap
pengobatan alternatif ini kurang ilmiah karena tidak didukung dengan
data klinis yang valid. Para ahli pengobatan tradisional ini pada
dasarnya melihat kesehatan sebagai satu pendekatan holistik dimana
jika adanya berlaku gangguan pada salah satu organ tubuh maka ini
lainnya. Tujuan utama pengobatan ini dilakukan lebih kepada
penyembuhan dengan menyeimbangkan kondisi organ - organ ini dan
bukan hanya untuk menghilangkan gejala saja (Mursito, 2002).
Keuntungan utama dalam menggunakan obatan herbal ini
adalah biayanya yang murah (Moh, 1998). Ini karena mudahnya dapat
bahan baku ini termasuklah bisa ditanam sendiri di halaman rumah
sebagai bekalan. Kebanyakan tumbuhan ini mudah membesar dan
tidak memerlukan kos penjagaan yang tinggi jika ditanam sendiri.
Selain itu, efek samping yang ditimbulkannya relatif kecil sehingga
lebih aman digunakan daripada obat – obatan modern yang banyak
efek sampingnya. Bahkan, di kalangan masyarakat, obat herbal ini
dianggap tidak memiliki efek samping walaupun sebenarnya dalam
setiap tumbuhan ini memiliki bahan kimia hanya dalam dosis yang
relatif kecil sehingga tidak memberikan efek yang besar pada
penggunanya (Mangan, 2003).
2.2.2.2. Pijat Tradisional
Pijat adalah sebuah perlakuan ”hands-on”, dimana terapis
memanipulasi otot dan jaringan lunak lain dari tubuh untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Berbagai jenis pijat dari
lembut membelai hingga teknik manual yang lebih dalam untuk
memijat otot serta jaringan lunak lainnya. Pijat ini telah dipraktikkan
sebagai terapi penyembuhan selama berabad - abad yang hampir ada
dalam setiap kebudayaan di seluruh dunia. Ini dapat membantu
rasa ketenangan. Meskipun pijat mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan, hal itu terutama mempengaruhi aktivitas, sistem
muskuloskeletal, peredaran darah, limfatik, dan juga saraf.
Jenis pijatan, ada hampir 100 pijat tubuh yang berbeda - beda
tekniknya. Setiap teknik unik dirancang untuk mencapai tujuan
tertentu. Jenis yang paling umum diterapkan di Amerika Serikat dan
semakin berkembang di negara - negara lain meliputi:
1. Pijatan Aromaterapi: Minyak essensial dari tanaman dipiijat di
atas kulit untuk meningkatkan penyembuhan dan efek relaksasi
dari pijatan itu. Minyak essensial ini diyakini memiliki pengaruh
kuat pada suasana hati dengan merangsang dua struktur jauh di
dalam otak, yaitu: sistem limbik dan hipokampus yang
merupakan penyimpan emosi dan memori.
2. Pijatan Craniosakral: tekanan lembut diterapkan pada kepala dan
tulang belakang untuk memperbaiki ketidakseimbangan dan
memulihkan aliran cairan serebrospinal di daerah - daerah
tersebut.
3. Pijatan Limfatik: Pijatan yang lembut dan berirama digunakan
untuk meningkatkan aliran getah bening (cairan berwarna yang
membantu melawan infeksi dan penyakit) ke seluruh tubuh. Salah
satu bentuk yang paling populer dari pijat limfatik, drainase
getah bening. MLD biasanya digunakan setelah operasi (seperti
mastektomi untuk kanker payudara) untuk mengurangi bengkak.
4. Pijatan Miofasial: tekanan lembut dan memposisi tubuh
digunakan untuk relaksasi dan peregangan otot - otot, fasia
(jaringan ikat), dan struktur terkait. Biasanya terapis fisik dan
terapis pijat yang terlatih menggunakan teknik ini.
5. Terapi Polaritas: Suatu bentuk energi penyembuhan, terapi
polaritas menstimulasi dan menyeimbangkan aliran energi dalam
tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
6. Refleksi: teknik khusus menggunakan ibu jari dan jari diterapkan
pada tangan dan kaki. Refleksologis percaya bahwa daerah ini
mengandung "titik refleks" atau koneksi langsung ke organ
tertentu dan struktur pada seluruh tubuh.
7. Rolfing: Tekanan diterapkan pada fasia (jaringan ikat) untuk
meregangkan, memperpanjang, dan membuatnya lebih fleksibel.
Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyelaraskan tubuh
sehingga menghemat energi, melepaskan ketegangan, dan fungsi
yang lebih baik.
8. Shiatsu: tekanan lembut jari tangan diterapkan terhadap titik –
titik tertentu pada tubuh untuk menghilangkan rasa sakit dan
meningkatkan aliran energi (dikenal sebagai qi) melalui jalur
9. Pijatan Olahraga: Sering digunakan pada atlet profesional dan
individu aktif lainnya, pijatan olahraga dapat meningkatkan
kinerja dan mencegah serta mengobati cedera yang berhubungan
dengan olahraga.
10. Pijatan Swedia: Berbagai stroke dan teknik tekanan yang
digunakan untuk meningkatkan aliran darah ke jantung,
menghilangkan hasil metabolisme dari jaringan, meregangkan
ligamen dan tendon, serta meredakan ketegangan fisik dan
emosional.
11. Pijatan ’Trigger Point’ : Tekanan diterapkan untuk "memicu
poin" (daerah lembut di mana otot - otot telah rusak) untuk
mengurangi kejang otot dan sakit.
12. Sentuhan Integratif: Suatu bentuk terapi pijat lembut yang
menggunakan teknik nonsirkulasi. Hal ini dirancang untuk
memenuhi kebutuhan pasien yang dirawat di rumah sakit atau
dalam perawatan hospis.
13. Sentuhan Pengasih: Menggabungkan satu - satu fokus perhatian,
sentuhan yang disengaja, dan pijatan sensitif dengan komunikasi
untuk meningkatkan kualitas hidup untuk pasien usia lanjut, sakit,
atau pasien kritis (ADAM, 2010).
Pijat diyakini dapat mendukung penyembuhan, meningkatkan
dan meningkatkan relaksasi, suasana hati, dan kesejahteraan. Hal ini
berguna untuk banyak masalah muskuloskeletal, nyeri punggung,
osteoarthritis, fibromyalgia, dan terkilir. Pijat juga dapat mengurangi
depresi pada orang dengan sindrom kelelahan kronis, mudah sembelit
(bila teknik ini dilakukan di daerah perut), menurunkan
pembengkakan setelah mastektomi (pengangkatan payudara),
mengurangi gangguan tidur, dan meningkatkan citra diri. Di tempat
kerja, pijat telah terbukti dapat mengurangkan stres dan meningkatkan
kewaspadaan mental. Sebuah studi (Cambron, 2006) menemukan
bahwa pijat jaringan dapat mengurangi tingkat tekanan darah
(pengurangan rata - rata 10,4 mm Hg dalam tekanan sistolik dan
penurunan tekanan diastolik sebesar 5,3 mm Hg).
Studi lain menunjukkan bahwa pijat memiliki efek
menguntungkan pada rasa sakit langsung dan suasana hati di antara
pasien dengan kanker tingkat lanjut (Kutner, 2008). Menurut studi
klinis yang dilakukan (Furlan, 2008), menunjukkan bahwa pijat
mengurangi rasa sakit punggung kronis lebih efektif daripada
perlakuan lainnya (termasuk akupunktur dan perawatan medis
konvensional untuk kondisi ini), dan dalam banyak kasus, biayanya
juga kurang dari perlakuan lainnya.
Ibu dan bayi yang baru lahir juga tampak manfaat dari pijat.
Ibu yang dilatih untuk memijat bayi mereka sering merasa kurang
tertekan dan memiliki ikatan emosional yang lebih baik dengan bayi
lebih sedikit menangis, dan lebih aktif, waspada, dan ramah. Bayi
prematur yang menerima terapi pijat telah menunjukkan penambahan
berat badan lebih cepat daripada bayi prematur yang tidak menerima
terapi ini. Bayi yang menerima pijat secara teratur juga mendapat tidur
lebih baik, mengurangi masalah kembung perut atau kolik, dan
memiliki kesadaran tubuh yang lebih baik serta pencernaan lebih
teratur (Beider, 2007).
Studi yang dilakukan Vennesy pada tahun 2007 yang
menyentuh tentang pengobatan secara fisik ini menunjukkan bahwa
pijat bisa menjadi pengobatan yang efektif untuk anak - anak muda
dan remaja dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk:
1. Autism: Anak - anak autistik, yang biasanya tidak suka disentuh, menunjukkan perilaku yang kurang autis dan lebih sosial serta
perhatian setelah menerima terapi pijat dari orang tua mereka.
2. Dermatitis atopik: Anak - anak dengan masalah ini, tampaknya
berkurangan kemerahan, bersisik serta gatal - gatal dan gejala
lain jika menerima pijat. Pijat sebaiknya tidak digunakan saat
kondisi kulit meradang secara aktif.
3. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): Pijat dapat memperbaiki suasana hati pada anak dengan ADHD dan
4. Bulimia: Studi menunjukkan bahwa remaja dengan gangguan
makan merasa kurang tertekan dan cemas setelah menerima
terapi pijat.
5. Diabetes: Pijat dapat membantu mengatur kadar gula darah dan
mengurangi kecemasan dan depresi pada anak dengan diabetes.
6. Rheumatoid arthritis: Anak - anak remaja dengan rheumatoid
arthritis (JRA) telah terbukti kurang mengalami rasa sakit,
kekakuan pada waktu pagi, dan kecemasan hasil daripada terapi
pijat.
Orang - orang yang mempunyai kondisi seperti gagal jantung,
gagal ginjal, infeksi pada vena superfisial atau selulitis pada bahagian
kaki dan lain - lain, pengumpalan darah pada kaki, masalah koagulasi,
dan infeksi kulit yang bisa berjangkit. Bagi pasien yang menderita
kanker, perlu mendapatkan pengesahan daripada dokter mereka
karena pijatan ini bisa merusakkan tisu yang rapuh akibat dari
kemoterapi atau pengobatan radiasi. Begitu juga dengan pasien goiter,
ekzema dan lesi - lesi kulit lainnya ketika masih sedang kambuh serta
pasien yang menderita osteoporosis, demam tinggi, kurang sel darah
putih, masalah mental dan yang sedang pulih dari pembedahan harus
mengelakan dari melakukan pijatan ini.
2.2.2.3. Akupunktur
Akupunktur adalah cara pengobatan yang menggunakan cara
dan digunakan untuk mengembalikan serta mempertahankan
kesehatan seseorang dengan menstimulasi titik - titik itu. Indikasi
melakukan akupunktur (WHO, 1991):
1. Saluran pencernaan dan lambung, untukmengatasi berbagai
masalah fungsional seperti masalah ekskresi asam lambung,
nyeri kolik, otot dan peradangan,
2. Saluran nafas, untuk mengatasi kondisi alergi dan meningkatkan
daya tubuh,
3. Mata, kelainan mata yang bersifat radang dan fungsional otot
serta refraksi,
4. Mulut; untuk mengatasi rasa nyeri setelah pencabutan gigi
ataupun peradangan kronis,
5. Saraf, otot dan tulang; yaitu masalah yang berkaitan dengan
nyeri, kelemahan, kelumpuhan serta peradangan pada sendi.
Akupunktur juga dapat digunakan sebagai terapi alternatif
untuk penyakit yang secara konvensional belum jelas pengobatannya
dan apabila pengobatan konvensional sudah kurang bereaksi terhadap
panyakit tersebut. Akupunktur juga dapat digunakan secara beriringan
dengan terapi konvensional ini dan terbukti dapat membantu penderita
yang diserang penyakit berat seperti stroke dalam rehabilitasi mereka.
Seperti yang telah diketahui, semua jenis pengobatan pasti ada
kontraindikasinya. Bagi akupunktur, kontraindikasinya adalah bagi
penderita yang dalam keadaan hamil. Selain itu, penderita yang
untuk tidak memilih pengobatan akupunktur ini. Dan dalam kerja
menusuk, seorang akupunkturis tidak bisa menusuk dekat daerah
tumor ganas dan juga pada kulit yang sedang meradang. WHO juga
sedang meninjau tentang perlindungan dan pencegahan terhadap
penularan Hepatitis dan HIV/AIDS melalui jarum akupunktur.
Praktisi akupunktur dan masyarakat yang menggunakan khidmat
pengobatan akupunktur ini diharapkan diberi pendidikan tentang
risiko yang bisa dialami dan cara kerja yang benar untuk menanggung
ulangan keadaan ini.
2.2.2.4. Akupressur
Akupressur berasal dari kata accus dan pressure, yang berarti jarum dan menekan. Istilah ini dipakai untuk cara penyembuhan yang
menggunakan teknik penekanan dengan jari pada titik – titik
akupunktur sebagai pengganti penusukan jarum pada system
penyembuhan akupunktur. Tujuan penekanan pada titik – titik
akupressur adalah melancarkan aliran energy untuk dapat
menjalankan fungsinya. Fungsi organ – organ tubuh akan terganggu
jika tidak mendapatkan aliran energi yang cukup. Gangguan fungsi
tubuh akan mengganggu keseimbangan system tubuh (Kementerian
Kesehatan, 2012).
2.3. Pemanfaatan Pengobatan
Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan Pengobatan
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, keluarga,
kelompok dan masyarakat (Ilyas, 2003). Pengobatan merupakan suatu produk yang
unik jika dibandingkan dengan produk jasa lainnya, karena Pengobatan memiliki tiga
ciri utama, yaitu:
1. Uncertainly
Pengobatan bersifat uncertainly artinya adalah Pengobatan tidak dapat
dipastikan waktu, tempat dan besarnya biaya yang dibutuhkan maupun tingkat
urgensi dari pelayanan tersebut.
2. Asymetry of Information
Suatu keadaan kesehatan dengan penggunaan atau pembeli jasa Pengobatan.
Pemanfaatan Pengobatan adalah hasil dan proses pencarian Pengobatan oleh
seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu
membeli kesehatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari utilisasi
Pengobatan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemanfataan/ utilisasi
(Ilyas, 2003).
2.4. Perilaku Pemanfaatan Pengobatan
2.4.1. Definisi Perilaku
Pemanfaatan Pengobatan adalah hasil dari proses pencarian
Pengobatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor
yang mendorong individu membeli Pengobatan merupakan informasi kunci
mempengaruhi pencarian Pengobatan berarti juga mengetahui faktor-faktor
yang memengaruhi pemanfaatan/utilisasi. Menurut Andersen R (1968)
perilaku orang sakit berobat ke Pengobatan secara bersama dipengaruhi oleh
faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor kebutuhan (need factors).
Menurut Notoadmodjo (2007) perilaku pencarian pengobatan adalah
perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau
mencari pengobatan. Perilaku pencarian di masyarakat terutama di negara
yang sedang berkembang sangat bervariasi, respons seseorang apabila
sakit adalah sebagai berikut:
Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa (no action),
alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu
kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa
tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap
dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan
prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.
Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment) dengan alasan yang sama seperti telah diuraian. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah
karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan
sudah merasa bahwa berdasar pengalaman yang lalu usaha sendiri sudah
mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pengobatan keluar tidak
Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan
tradisional (traditional remedy). Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang – tukang jamu. Kelima, mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau
lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan,
puskesmas, dan rumah sakit (Notoatmodjo, 2007).
Fasilitas Pengobatan yang kurang di daerah pedesaan menyebabkan
sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan atau memperoleh
pengobatan. Selain itu hal penting yang mempersulit usaha pertolongan
terhadap masalah kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan yang
sering terjadi dimana penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera
mencari pertolongan pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh
pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment delay
(Sarafino, 2006).
Treatment delay adalah rentang waktu yang telah berlalu ketika individu mengalami simptom awal sampai individu memasuki Pengobatan
dari praktisi kesehatan (Sarafino, 2006). Rendahnya penggunaan fasilitas
kesehatan ini, seringkali kesalahan dan penyebabnya dikarenakan faktor jarak
antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang
tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan
Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti
respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu
yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku perlu diciptakan adanya
suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku
Prasetijo (2004).
2.4.1. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Perilaku Berdasarkan Model Andersen
Berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, pasien
akan memutuskan menggunakan Pengobatan. Untuk menjelaskan tentang
proses pemanfaatan Pengobatan oleh masyarakat atau pasien oleh Andersen
(1995) dikemukakan bahwa keputusan seseorang dalam memanfaatkan
Pengobatan tergantung pada:
1. Karakteristik Predisposisi (predisposing characteristic)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap
individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan Pengobatan yang
berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok
yakni:
a. Ciri - ciri demografi : umur, jenis kelamin, status pernikahan, dan
penyakit yang pernah diderita.
b. Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, jumlah
c. Kepercayaan: keyakinan, sikap, serta pengetahuan terhadap
Pengobatan dan penyakitnya.
2. Karakteristik Pendukung (enabling characteristic)
a. Sumber daya keluarga : penghasilan keluarga, kemampuan membeli
jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.
b. Sumber daya masyarakat : jumlah sarana Pengobatan, jumlah tenaga
kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana
serta karakteristik masyarakat (urban atau rural).
3. Karakteristik Kebutuhan (need characteristic)
Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk
menggunakan Pengobatan. Karakteristik kebutuhan dapat dibagi menjadi 2
kategori yakni :
a. Perceived (subject assessment).
b. Evaluated (clinical diagnosis).
Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), diukur dengan perasaan subjektif individu terhadap Pengobatan. Jadi secara umum
dapat dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir
bagi individu dalam menentukan seseorang memanfaatkan Pengobatan
(Andersen, 1995).
Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial-spiritual yang utuh dan unik
makhluk lain yang ada dimuka bumi ini. Teori kebutuhan manusia
memandang manusia sebagai suatu keterpaduan, keseluruhan yang
terorganisir dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia
dipandang sebagai tekanan internal hasil dari perubahan keadaan sistem dan
tekanan ini diwujudkan dengan adanya suatu perilaku yang dilakukan agar
terpenuhinya suatu kebutuhan.
Menurut Abraham Maslow kebutuhan manusia terdiri dari 5 yaitu (i)
kebutuhan fisiologis, (ii) kebutuhan rasa aman dan keselamatan, (iii)
kebutuhan dicintai dan dimiliki, (iv) kebutuhan akan harga diri dan (v)
kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan kesehatan (health needs) pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh
tenaga medis dan karena itu untuk meningkatkan derajat kesehatan pada
perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk
memenuhinya bersifat mutlak.
Sebagai sesuatu yang bersifat objektif maka munculnya kebutuhan
sangat ditentukan oleh masalah kesehatannya. Berbeda halnya dengan
kebutuhan, permintaan kesehatan (health demand) yang pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh persepsi
pasien tentang kesehatannya. Oleh karena itu pemenuhan permintaan tersebut
pada saat itu saja (Notoadmodjo, 2007). Kebutuhan terhadap Pengobatan
seringkali disalahtafsirkan dengan permintaan terhadap perawatan,
pemenuhan kebutuhan Pengobatan belum tentu merupakan pemenuhan
Menurut Ewless dan Simnett ada empat macam kebutuhan yaitu (i)
kebutuhan normatif, (ii) kebutuhan yang dirasakan, (iii) kebutuhan yang
dinyatakan, dan (iv) kebutuhan komparatif. Kebutuhan normatif adalah
kebutuhan yang ditetapkan oleh seorang ahli atau seorang profesional sesuai
dengan kebutuhan normatif, seperti peraturan kesehatan makanan, ditetapkan
oleh undang-undang. Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang
diidentifikasikan orang- orang sebagai apa yang mereka inginkan. Kebutuhan
yang dirasakan dapat sedikit atau tak terbatas banyaknya tergantung pada
kesadaran dan pengetahuan orang tentang apa yang dapat tersedia. Kebutuhan
yang dinyatakan adalah apa yang orang katakan mereka butuhkan dan telah
diubah menjadi permintaan yang terungkap/dinyatakan. Tidak semua
kebutuhan yang dirasakan dapat berubah menjadi kebutuhan yang
dinyatakan. Tidak ada kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan
sesuatu dapat menjadi hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan.
Kebutuhan komparatif adalah kebutuhan yang ditatapkan ahli dengan
membandingkan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Dalam hal ini,
kelompok yang belum mendapat perlakuan dianggap merupakan kelompok
yang memiliki kebutuhan.
Dalam menjelaskan keputusan dalam pencarian
pengobatan/pemanfaatan Pengobatan, model Andersen adalah yang paling
banyak digunakan (Becker, 1974). Model perilaku penggunaan Pengobatan
ini dikembangkan sekitar tahun 1960-an, untuk memahami mengapa keluarga
membantu mengembangkan kebijakan dalam mempromosikan akses yang
layak (Andersen, 1995).
Menurut model ini, penggunaan Pengobatan oleh seseorang
merupakan fungsi dari predisposisi dalam menggunakan Pengobatan, faktor
pemungkin dan kebutuhan akan pengobatan. Karakteristik predisposing,
faktor demografi seperti umur dan jenis kelamin mempresentasikan secara
biologis bahwa orang – orang akan memerlukan perawatan kesehatan
(Whuka dan Eat dalam Andersen, 1995). Struktur sosial diukur dengan faktor
– faktor determinan status seseorang di masyarakat, kemampuan dia untuk
mengatasi masalah – masalah tersebut. Pengukuran tradisional untuk menilai
struktur sosial adalah pendidikan, pekerjaan, dan suku bangsa (Andersen,
1995).
Health belief/kepercayaan kesehatan adalah sikap, nilai – nilai dan pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang kesehatan dan Pengobatan yang
bias mempengaruhi persepsi mereka akan kebutuhan dan penggunaan
Pengobatan. Health belief menyediakan sebuah arti untuk menjelaskan bagaimana struktur social bias mempengaruhi sumber daya pemungkin
(enabling resources), persepsi kebutuhan, dan kebutuhan subsekuent (subsequent use).
Sumber daya yang memungkinkan dari masyarakat dan pribadi harus
ada untuk penggunaan Pengobatan. Pertama, petugas kesehatan dan fasilitas
kesehatan harus tersedia dimana orang – orang tinggal dan bekerja.