• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran Matematika terhadap sikap asertif siswa (studi eksperimen di SMP Binong Permai Tangerang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran Matematika terhadap sikap asertif siswa (studi eksperimen di SMP Binong Permai Tangerang)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN ACTIVE

LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

TERHADAP SIKAP ASERTIF SISWA

(Studi Eksperimen di SMP Binong Permai Tangerang)

Oleh

HADIJAH TUSHOLIHA

NIM: 103017027077

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul :”Pengaruh Penggunaan Pendekatan Active Learning Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Sikap Asertif Siswa (Studi Eksperimen di SMP Binong Permai Tangerang)” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada, 15 Maret 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, Maret 2010 Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/ Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Maifalinda Fatra, M.Pd.

NIP: 19700528 199603 2 002 ... ...

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Prodi)

Otong Suhyanto, M.Si.

NIP: 19681104 199903 1 001 ... ...

Penguji I

Drs. M. Ali Hamzah, M.Pd.

NIP: 19480323 198203 1 001 ... ...

Penguji II

Gelar Dwirahayu, M.Pd

NIP: 19790601 200604 2 004 ... ...

Mengetahui: Dekan,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi yang berjudul, PENGARUH PENGGUNAAN METODE ACTIVE

LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK

MENUMBUHKAN SIKAP ASERTIF SISWA, yang disusun oleh HADIJAH

TUSHOLIHA, NIM 103017027077, jurusan Pendidikan Matematika, telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqosah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Jakarta, Desember 2009

Yang Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

(4)

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hadijah Tusholiha

NIM : 103017027077

Jurusan/ Prodi : Pendidikan Matematika/ S1 Angkatan tahun : 2003

Alamat : Perum Binong Permai Blok D7 No. 17 Rt. 012/01 Curug-Tangerang 15810

Menyatakan dengan sesungguhnya

Bahwa skripsi yang berjudul “ Pengaruh Penggunaan Pendekatan Active Learning

Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Sikap Asertif Siswa (Studi eksperimen di SMP Binong permai)” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dra. Eni Rosda Syarbaini, M.Psi NIP : 19530813 198003 2 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) 2. Nama : Firdausi, S.Si, M.Pd

NIP : 19690629 200501 1 003 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Maret 2010 Yang menyatakan,

(5)

ABSTRAK

Hadijah Tusholiha. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Active Learning Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Sikap Asertif Siswa. Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jawaban mengenai pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika terhadap sikap asertif siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Binong Permai Tangerang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen.

Sampel dalam penelitian berjumlah 84 orang yang terdiri dari 42 orang siswa untuk masing-masing kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diambil secara cluster random sampling dari seluruh siswa kelas VIII SMP Binong Permai Tangerang yang terdiri dari 3 kelas pada tahun ajaran 2007 – 2008. Sikap asertif diukur dengan skala sikap asertif model Likert. Skala sikap asertif meliputi beberapa indikator yaitu kemampuan mengungkapkan perasaan, kemampuan mengemukakan pendapat, kemampuan berkomunikasi secara langsung dan terbuka, kemampuan menerima keterbatasan, kemampuan mempertahankan hak dan memiliki sikap optimis.

Hasil perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 2,00754 dan nilai untuk ttabel sebesar

1,99266. Karena thitung > ttabel maka Ho ditolak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

pengaruh yang positif dan signifikan dalam penggunaan pendekatan active learning

dalam pembelajaran matematika terhadap sikap asertif siswa. Siswa yang memiliki sikap asertif dalam proses pembelajaran matematika akan lebih efektif sekaligus meningkatkan prestasi belajar.

Pendekatan active learning dapat dijadikan guru sebagai metode dalam pembelajaran matematika yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap asertif siswa, dimana guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya agar siswa semakin memiliki rasa percaya diri dan motivasi berprestasi sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang optimal. Siswa hendaknya lebih meningkatkan sikap asertif dalam belajar terutama dalam pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang optimal.

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi matematika. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di SMP Binong Permai. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd selaku Ketua jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan ijin atas penyusunan skripsi dan memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan FITK UIN Syarif Hidayatullah.

4. Ibu Dra. Eni Rosda Syarbaini, M.Psi. dan bapak Firdausi, S.Si., M.Pd., selaku dosen pembimbing I dan II yang dengan kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

(7)

7. Ibu Dra. Hj. Ida Farida, selaku Kepala Sekolah SMP Binong Permai yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini. Dan Ibu Adelina, S.Pd. selaku guru matematika yang telah membantu penulis dalam penelitian skripsi ini. 8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, ayahanda Hasan dan Ibunda Zalfah

yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis.

9. Kakak-kakakku (Aa, Ka Bed dan Mba Ai), adikku tersayang (juwita) dan Ka Def

yang telah memberikan dorongan moril serta doanya kepada penulis. Serta keponakanku tercinta (Aiz) yang telah memberikan keceriaan dan menghilangkan kepenatan selama penyususan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabatku (Po, Thya, Mien, Nia dan Ani), teman-teman seperjuangan (rifa,

widi, rizki, dan dedi) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta semua teman-temanku di jurusan Pendidikan matematika 2003.

11.Bapak H. Cecep Gusti Jaya, S.Ip, ibu Tina serta rekan-rekan kerjaku di Yayasan Daar El Gusti dan Yayasan Pendidikan Karlina yang telah memberikan semangat dan doanya kepada penulis.

12.Dan kepada semua pihak yang terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Maret 2010

(8)

DAFTAR ISI

Abstraksi ... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Tabel... vi

Daftar Grafik ... vii

Daftar Lampiran... viii

Bab I : Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Kegunaan Penelitian ... 5

Bab II : Penyusunan Kerangka Teoritik dan Pengajuan Hipotesis ... 6

A. Deskripsi Teoritik ... 6

1. Pembelajaran Matematika ... 6

2. Pendekatan Active Learning... 8

a. Pengertian Pendekatan Active Learning... 8

b. Indikator dan Prinsip-prinsip Pendekatan Active Learning... 11

c. Kelebihan Pendekatan Active Learning... 15

d. Langkah-langkah Metode Active Learning... 15

e. Perbedaan antara Pendekatan Active Learning dengan Pendekatan Konvensional ... 17

f. Tolak Ukur Pendekatan Active Learning... 18

3. Sikap Asertif ... 20

a. Pengertian Sikap Asertif... 20

b. Komponen-komponen dan Indikator Sikap Asertif ... 23

(9)

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Asertif ... 26

e. Pengukuran Sikap Asertif ... 27

4. Pengaruh Pendekatan Active Learning Terhadap Sikap Asertif... 28

B. Kerangka Berpikir ... 29

C. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 31

Bab III : Metodologi Penelitian... 32

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Metode dan Desain Penelitian ... 32

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

E. Kontrol Terhadap Validitas Internal... 36

F. Analisis Data ... 39

Bab IV : Hasil Penelitian ... 42

A. Deskripsi Data ... 42

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 49

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan... 51

D. Keterbatasan Penelitian... 54

Bab V : Penutup ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56

Daftar Pustaka... 57

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: RPP Eksperimen 1 ... 60

Lampiran 2: RPP Eksperimen 2 ... 63

Lampiran 3: RPP Eksperimen 3 ... 66

Lampiran 4: RPP Eksperimen 4 ... 69

Lampiran 5: RPP Eksperimen 5 ... 72

Lampiran 6: RPP Eksperimen 6 ... 75

Lampiran 7: RPP Eksperimen 7 ... 78

Lampiran 8: RPP Eksperimen 8 ... 81

Lampiran 9: RPP Kontrol 1... 84

Lampiran 10: RPP Kontrol 2... 87

Lampiran 11: RPP Kontrol 3... 90

Lampiran 12: RPP Kontrol 4... 93

Lampiran 13: RPP Kontrol 5... 96

Lampiran 14: RPP Kontrol 6... 99

Lampiran 15: RPP Kontrol 7... 102

Lampiran 16: RPP Kontrol 8... 105

Lampiran 17: Persiapan Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 108

Lampiran 18: Uji Validitas Instrumen ... 109

Lampiran 19: Uji Reliabilitas Instrumen... 110

Lampiran 20: Skor Hasil Skala Sikap Sebelum Perlakuan ... 111

Lampiran 21: Skor Hasil Skala Sikap Setelah Perlakuan ... 112

Lampiran 22: Daftar Distribusi Frekuensi Skala Sikap Kelompok Eksperimen Sebelum Perlakuan ... 113

Lampiran 23: Daftar Distribusi Frekuensi Skala Sikap Kelompok Kontrol Sebelum Perlakuan ... 115

Lampiran 24: Daftar Distribusi Frekuensi Skala Sikap Kelompok Eksperimen Setelah Perlakuan ... 117

Lampiran 25: Daftar Distribusi Frekuensi Skala Sikap Kelompok Kontrol Setelah Perlakuan... 119

Lampiran 26: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Eksperimen Sebelum Perlakuan ... 121

Lampiran 27: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Kontrol Sebelum Perlakuan ... 123

Lampiran 28: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Eksperimen Setelah Perlakuan ... 125

Lampiran 29: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Kontrol Setelah Perlakuan... 127

Lampiran 30: Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 129

Lampiran 31: Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 131

Lampiran 32: Perhitungan Uji Homogenitas... 133

Lampiran 33: Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 135

Lampiran 34: Skala Sebelum Validitas ... 137

Lampiran 35: Skala Setelah Validitas ... 141

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel III. 1: Desain Penelitian ... 33

Tabel III. 2: Kisi-kisi Skala Sikap Asertif ... 35

Tabel III. 3: Hasil Uji Validitas Skala Sikap Asertif ... 37

Tabel III. 4: Hasil Uji Reliabilitas Skala Sikap Asertif... 39

Tabel IV. 1: Distribusi Frekuensi Skor Sikap Asertif Siswa Kelompok Eksperimen... 43

Tabel IV. 2: Kategori Sikap Asertif Siswa Kelompok Eksperimen... 45

Tabel IV. 3: Distribusi Frekuensi Skor Sikap Asertif Siswa Kelompok Kontrol ... 46

Tabel IV. 4: Kategori Sikap Asertif Siswa Kelompok Kontrol ... 47

Tabel IV. 5: Nilai Rata-rata Sikap Asertif Siswa Setelah perlakuan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 48

Tabel IV. 6: Kategori Sikap Asertif Siswa Setelah Perlakuan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 49

Tabel IV. 7: Hasil Uji Normalitas ... 50

Tabel IV. 8: Hasil Uji Homogenitas... 50

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah proses bagi seseorang untuk mendapatkan pengetahuan, pengalaman dan tingkah laku. Selain itu peranan pendidikan juga merupakan faktor penting terhadap kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah di dalam kehidupannya. Dengan adanya pendidikan diharapkan seseorang mempunyai kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai di dalam kehidupan bermasyarakat.

Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang tentu sesuai dengan tingkat pendidikan yang diikutinya. Dapat dikatakan bahwa jika seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka semakin tinggi pula kemampuan, keterampilan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini dapat menggambarkan bahwa fungsi dari pendidikan adalah untuk membimbing seseorang untuk mencapai suatu tujuan.

Dan tujuan tersebut terdapat dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 pada Bab II pasal 3 menyatakan bahwa ”pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

Salah satu lembaga formal yang bergerak dalam bidang pendidikan adalah sekolah. Dari lembaga itu seseorang dapat memperoleh tujuan tersebut dengan cara belajar. Setiap sekolah mengharapkan agar semua peserta didik dapat menguasai semua mata pelajaran yang diberikan, tidak terkecuali matematika. Matematika merupakan salah satu pelajaran pokok yang harus dapat dikuasai.

1

(13)

Tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak, atau dasar pemikiran secara logis, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien, serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.2

Dalam pembelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki sikap asertif. Sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu bertindak sesuai dengan keinginannya, membela haknya dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain.3 Seorang siswa yang memiliki sikap asertif tentu akan dengan mudah mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut. Karena sikap asertif merupakan sikap positif dan bukan sikap negatif. Dan sikap asertif berbeda dengan sikap agresif.

Siswa yang memiliki sikap asertif dapat bertindak sesuai dengan keinginannya dan dapat mengeluarkan pikiran dan pendapatnya secara langsung tanpa menyakiti perasaan orang lain, serta dapat mencari solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Jadi kalau seorang siswa belum mengerti dengan apa yang telah dipelajarinya maka ia tidak akan malu untuk bertanya kepada teman bahkan kepada para pendidik. Selain itu dalam berdiskusi dengan siapapun dan dalam masalah apapun, ia tidak akan sungkan untuk mengeluarkan pendapatnya dan tidak menyakiti perasaan orang lain.

Sikap asertif sangat berperan dalam pencapaian hasil belajar. Oleh karena itu, menjadi tugas para pendidik untuk dapat menumbuhkan sikap asertif dalam diri siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menumbuhkan sikap asertif siswa di dalam kelas adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.4

2

H. Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika kontemporer, (Bandung: UPI, 2003), h. 58.

3

Gloria Cyber Ministries, Mau Kliping: Asertifkah Kita?, Dari http://www.glorianet.org/mau/kliping/klipaser.html, diakses: 07 Maret 2008.

4

(14)

Metode pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam proses pembelajaran sehingga menumbuhkan sikap asertif siswa diantaranya adalah pendekatan active learning. Active learning adalah cara atau metode untuk mengoptimalkan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran.5 Dengan pendekatan ini siswa dituntut untuk aktif terlibat di dalam proses pembelajaran dan mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya. Selain itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Karena menurut beberapa penelitian dikatakan bahwa perhatian siswa di dalam proses belajar mengajar akan berkurang seiring dengan berlalunya waktu.6

Namun kenyataan yang ada, berdasarkan observasi di sekolah, banyak para siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika dikarenakan sulit, terlalu banyak rumus yang digunakan, dan lain sebagainya. Selama ini dalam proses pembelajaran, sering kita ketahui bahwa banyak sekali siswa yang pasif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, biasanya mereka hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja. Atau jika sedang diadakan diskusi di kelas, siswa lebih banyak mengandalkan temannya yang pandai. Terkadang ada juga siswa yang tidak ingin mengerjakan soal latihan di depan kelas yang diperintahkan oleh guru dengan berbagai alasan. Selain itu, ada juga siswa yang belum mengerti tentang pelajaran yang diberikan oleh guru, namun malu untuk bertanya kepada guru maupun teman. Akhirnya siswa tidak mencapai hasil belajar yang optimal.

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Pengaruh Penggunaan Pendekatan Active Learning Dalam Pembelajaran

Matematika Terhadap Sikap Asertif Siswa.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

5

Dr. Dimyati dan Drs. Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 115.

6

(15)

1. Siswa belum terlibat aktif dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. 2. Sikap asertif siswa masih rendah dalam belajar matematika.

3. Metode pembelajaran yang digunakan di sekolah masih bersifat konvensional. 4. Kurang tersedianya media pembelajaran dalam proses pembelajaran dan

pengajaran.

5. Siswa kurang tertarik dalam belajar matematika karena metode yang digunakan kurang bervariatif.

C.

Pembatasan Masalah

Batasan ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika untuk menumbuhkan sikap asertif siswa.

2. Penelitian ini dibatasi pada sekolah menengah pertama yaitu di SMP Binong Permai kelas VIII.

D.

Perumusan masalah

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran sikap asertif siswa yang menggunakan pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika.

2. Bagaimana gambaran sikap asertif siswa yang menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran matematika.

3. Apakah ada pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika terhadap sikap asertif siswa.

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1 Mengetahui gambaran sikap asertif siswa yang menggunakan pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika.

(16)

3 Mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika terhadap sikap asertif siswa dengan melihat ada tidaknya perbedaan sikap asertif siswa yang diajar menggunakan pendekatan

active learning dan dengan yang diajar menggunakan metode konvensional.

F.

Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif kepada semua pihak yang terkait dalam dunia pendidikan, terutama bagi:

1. Kepala Sekolah dan Supervisor; diharapkan dapat menjadi informasi dalam meningkatkan mutu pendidikan matematika.

2. Pendidik; diharapkan dapat menggunakan metode active learning dalam usaha menumbuhkan sikap asertif siswa.

3. Siswa; diharapkan dapat bersikap asertif dalam proses belajar sehingga mencapai hasil yang optimal.

(17)

BAB II

PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN

HIPOTESIS

Dalam bab II ini akan dijabarkan tentang kajian teori yang terkait dengan Pembelajaran matematika, Pendekatan Active Learning, dan Sikap Asertif.

A.

Deskripsi Teoritik

1.

Pembelajaran Matematika

Sebelum menjelaskan tentang pengertian pembelajaran matematika, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian belajar. Istilah belajar dewasa ini sudah cukup populer di telinga kita. Bahkan banyak orang beranggapan bahwa belajar adalah mencari ilmu pengetahuan atau menuntut ilmu. Apabila kita bertanya kepada orang lain tentang arti dari kata belajar maka kita akan mendapatkan berbagai macam jawaban. Dari kenyataan tersebut tentu terdapat banyak definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut.

Menurut Morgan, “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”7 Menurut Winkel, “belajar adalah aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Perubahan itubersifat secara relatif konstan dan berbekas.”8 Hal serupa juga dikatakan oleh M. Dalyono dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan, “belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.”9

7

H. Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: CV. Alfabeta, 2006) cet. Ke-4 h. 13.

8

Indoskripsi, Upaya Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran RME (Realistics Mathematic Education), dari: http://one.indoskripsi.com//node/7014

9

(18)

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku, ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang menetap pada seseorang, yang terjadi secara berkesinambungan untuk mencapai tingkat kedewasaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “pembelajaran adalah proses, cara atau menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.”10 Menurut Coey, “pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.”11 Sedangkan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional RI No. 20 tahun 2003, “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”12

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan menggunakan proses yang sengaja dirancang agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Kata matematika berasal dari bahasa Yunani yaitu mathematike. Kata tersebut berasal dari kata mathema yang berarti sains, ilmu pengetahuan atau belajar. Juga mathematikos yang diartikan sebagai suka belajar.13 Sedangkan Kline (1973) mengatakan bahwa “matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri tetapi adanya matematika membantu manusia dalam memahami dan menguasai masalah sosial, ekonomi dan alam.”14

Jadi pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk membantu siswa dalam mempelajari dan memahami materi-materi matematika. Matematika yang diberikan di sekolah memiliki tujuan untuk membantu siswa mempersiapkan diri agar sanggup menghadapi perubahan dunia yang selalu berkembang.

10

Syarifudin, Pembelajaran Matematika di SD, dari:

http://syarifartikel.blogspot.com/2008/11/pembelajaran-matematika-di-sd.html

11

H. Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran…, h. 7.

12

Departemen Pedidikan Nasional, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) 2003, (Jakarta: Citra Umbara, 2003), h. 7.

13

HJ. Sriyanto, Strategi Sukses Menguasai Matematika, (Yogyakarta: Indonesia Cerdas, 2007), cet. 1, h. 12.

14

(19)

2.

Pendekatan

Active Learning

a.

Pengertian Pendekatan

Active Learning

Sebelum menjelaskan tentang pendekatan active learning terlebih dahulu akan dijelaskan tentang metode. Metode pembelajaran adalah suatu cara yang ditempuh oleh guru untuk menyajikan materi pembelajaran yang masih bersifat umum agar dapat dipahami oleh siswa.15 Dalam dunia pendidikan, metode pembelajaran bukanlah hal yang baru. Dalam proses pembelajaran di kelas seorang guru harus menggunakan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan di capai. Pendekatan active learning merupakan istilah yang bermakna sama dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Active learning bukanlah disiplin ilmu (teori) melainkan sebuah strategi dalam pembelajaran yang berpusat kepada siswa.

Active learning pada dasarnya adalah usaha untuk mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan. Untuk lebih jelasnya ada beberapa definisi dari para ahli tentang pendekatan active learning

diantaranya:

Active learning adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga subyek didik tersebut dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Menurut M. Dalyono, active learning merupakan salah satu cara atau strategi pembelajaran yang menuntut keaktifan dan partisipasi siswa seoptimal mungkin, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien.16

Menurut Moh. Uzer Usman, active learning adalah sistem pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa, baik secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara kognitif, afektif dan psikomotorik.17

15

H. Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika ..., h.17.

16

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan…, h.195.

17

(20)

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa active learning

menempatkan siswa sebagai sentral dari kegiatan belajar dan pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada siswa akan dapat mengembangkan cara-cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses pembelajaran itu sendiri. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, berpikir kritis dan dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Pemusatan pembelajaran pada diri siswa sudah lama dicetuskan oleh tokoh-tokoh pendidikan diantaranya adalah John Dewey dengan semboyan “learning by doing”. Ada empat perangkat dasar perlunya active learning

dalam proses pembelajaran. Keempat perangkat tersebut yaitu mengenai pendidikan, anak didik, guru dan proses pengajaran.18 Untuk lebih jelasnya akan dibahas sebagai berikut:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk memanusiakan manusia. Dimana dalam proses pembelajaran terjadi proses sosialisasi menuju suatu kedewasaan intelektual, sosial, moral dan martabatnya sebagai manusia. Dimana di dalamnya ada interaksi manusia, pengembangan potensi manusia, berlangsung sepanjang hayat, sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan individu.

b. Anak Didik

Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda. Pada dasarnya setiap siswa merupakan individu yang aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya, sehingga mereka dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya untuk memenuhi kebutuhannya. c. Guru

Setiap guru memiliki tanggung jawab atas tercapainya hasil belajar. Di dalam kelas guru berperan sebagai sumber belajar, pemimpin belajar dan fasilitator belajar sehingga memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa untuk belajar.

d. Proses Pengajaran

18

(21)

Proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem dimana peristiwa belajar terjadi apabila siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru dan akan lebih efektif apabila dalam proses pembelajaran menggunakan metode dan teknik yang tepat.

Implikasi dari perangkat asumsi di atas harus tampak dalam dua hal yaitu program pendidikan yang diberikan kepada anak didik atau biasa disebut dengan istilah kurikulum dan proses pembelajaran sebagai wujud nyata dari kurikulum. Mengingat kurikulum telah ada dan telah dibuat, sehingga guru dan aparat pendidikan lainnya dapat mengunakannya.

b.

Indikator dan Prinsip-prinsip Pendekatan

Active Learning

Untuk melihat terwujudnya active learning dalam proses pembelajaran, ada beberapa indikator active learning. Dari indikator ini dapat diketahui tingkah laku mana yang muncul dalam suatu proses pembelajaran. Indikator tersebut dapat dilihat dari lima segi, yaitu:19

a. Dari Sudut Siswa

1. Keinginan, kekeberanian menampilkan minat, kebutuhan dan permasalahannya.

2. Keinginan, keberanian dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.

3. Penampilan berbagai usaha atau keaktifan belajar dalam menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilan.

4. Kebebasan untuk melakukan hal tersebut di atas tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

b. Dari Sudut Guru

1. Adanya usaha mendorong, membina gairah belajar dan partisipasi siswa secara aktif.

2. Guru tidak mendominasi kegiatan pembelajaran.

19

(22)

3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing.

4. Guru menggunakan berbagai jenis metode pembelajaran serta menggunakan berbagai media.

c. Dari Sudut Program

1. Tujuan instruksional serta konsep maupun isi pelajaran sesuai dengan kebutuhan, minat serta kemampuan peserta didik.

2. Program yang cukup jelas sehingga dapat dimengerti oleh siswa. 3. Bahan pembelajaran mengandung fakta atau informasi, konsep,

prinsip dan keterampilan. d. Dari Sudut Situasi Belajar

1. Adanya hubungan yang erat antara guru dengan siswa, guru dengan guru dan siswa dengan siswa.

2. Siswa memiliki motivasi yang kuat untuk belajar dan memiliki kebebasan untuk mengembangkan cara belajar masing-masing. e. Dari Sudut Sarana Belajar

1. Sumber belajar bagi siswa.

2. Fleksibilitas waktu untuk melakukan kegiatan belajar. 3. Dukungan dari berbagai media pembelajaran.

4. Kegiatan siswa tidak terbatas di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Dengan adanya indikator tersebut, maka akan lebih memudahkan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, setidaknya memberi rambu-rambu bagi guru dalam melaksanakan active learning.

Di dalam pembelajaran yang menggunakan active learning

diperlukan adanya prinsip-prinsip active learning. Prinsip ini hendaknya diperhatikan agar pada saat proses pembelajaran siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal. Beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang active learning yaitu stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respon yang dipelajari, penguatan serta pemakaian dan pemindahan. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan sebagai berikut:20

a. Stimulus Belajar

20

(23)

Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus dapat berbentuk verbal atau bahasa, visual dan lain-lain. Stimulus ini hendaknya dapat benar-benar mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan guru kepada siswa. Ada dua cara yang mungkin dapat membantu siswa agar pesan tersebut mudah diterima. Cara pertama perlu adanya pengulangan yang dilakukan oleh guru sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya. Cara kedua adalah siswa mengulang kembali pesan yang telah disampaikan guru kepadanya.

b. Perhatian dan Motivasi

Perhatian dan motivasi merupakan syarat utama dalam proses pembelajaran active learning. Stimulus belajar yang diberikan oleh guru tidak akan berarti tanpa adanya perhatian dan motivasi dari siswa. Disini guru bertindak sebagai motivator, pendorong, pemberi semangat sehingga akan tercipta motif-motif yang positif pada siswa yang dapat ditingkatkan atau dikembangkan.

c. Respon yang Dipelajari

Belajar adalah proses yang aktif sehingga siswa harus dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar dan pembelajaran. Keterlibatan siswa atau respon siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru harus menunjang tercapainya tujuan instruksional, sehingga siswa mampu mengubah perilakunya seperti yang tersirat dalam rumusan tujuan instruksional.

d. Penguatan

Apabila respon yang diterima siswa yang diberikan oleh guru memuaskan kebutuhannya, maka siswa cenderung untuk mempelajari tingkah laku tersebut. Penguat tersebut dapat berupa nilai, ganjaran, hadiah dan lain-lain.

e. Pemakaian dan Pemindahan

(24)

dihadapkan pada situasi baru yang menuntut pemecahan masalah melalui informasi yang telah dimiliki sebelumnya.

Proses belajar dan pembelajaran umumnya menempuh dua tahapan. Tahapan pertama adalah perencanaan dan kedua adalah pelaksanaan. Metode

active learning harus memenuhi kedua tahapan tersebut. Guru yang akan menggunakan metode active learning harus memikirkan hal-hal apa saja yang akan dilakukan dan menuangkannya ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dengan berpedoman kepada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat, guru harus menciptakan lingkungan belajar yang mendorong semua siswa aktif.

M. Dalyono mengemukakan bahwa beberapa ciri-ciri yang harus tampak dalam proses belajar dan pembelajaran active learning, diantaranya adalah sebagai berikut:21

a. Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar bebas namun terkendali.

b. Guru lebih banyak memberikan rangsangan berpikir kepada siswa untuk memecahkan masalah.

c. Guru menyediakan dan mengusahakan sumber belajar bagi siswa.

d. Kegiatan belajar dilakukan secara bervariasi, baik individu maupun kelompok.

e. Hubungan guru dengan siswa layaknya hubungan orang tua dengan anak. f. Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terkait dengan susunan yang mati,

tetapi sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan kebutuhan siswa. g. Belajar tidak hanya dilihat dan diukur dari segi hasil tetapi juga dari segi

proses belajar.

h. Adanya keberanian dari siswa untuk mengajukan pendapatnya melalui pertanyaan, baik kepada guru maupun kepada teman.

i. Guru senantiasa menghargai pendapat siswa terlepas dari benar atau salah. Guru harus mendorong siswa agar selalu mengajukan pendapatnya secara bebas.

21

(25)

Jadi upaya yang dapat dijalankan demi terjadinya proses pembelajaran dengan pendekatan active learning adalah dengan memperhatikan lingkungan sekolah, ruang kelas dan pengelompokkan siswa.

c.

Kelebihan Pendekatan

Active Learning

Kelebihan dari pendekatan active learning adalah sebagai berikut: 22

• Siswa akan lebih mudah memahami pelajaran bahkan mereka akan sangat menikmati pelajaran yang akan diberikan.

• Kreativitas siswa akan lebih berkembang.

• Meningkatkan life skill (keterampilan hidup), sehingga dalam kehidupan sehari-hari siswa bisa lebih mandiri.

d.

Langkah-langkah Pendekatan

Active Learning

Dalam mengembangkan kreatifitas dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. Pembelajaran secara kelompok merupakan pembelajaran yang dalam proses belajarnya siswa dikelompokkan pada beberapa kelompok sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar. Belajar kelompok terutama ditujukan untuk mengembangkan konsep pokok/ sub pokok bahasan yang sekaligus mengembangkan aktifitas sosial siswa, sikap dan nilai.

Pembelajaran kelompok banyak digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA). Misalnya dengan kegiatan diskusi, penelitian sederhana (observasi), pemecahan masalah serta metode lain yang memungkinkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik materi dalam belajar secara berkelompok. Kesempatan siswa untuk membina rasa tanggung jawab, rasa toleransi, peluangnya lebih besar akan dapat

dikembangkan melalui kegiatan belajar kelompok. Dengan belajar kelompok

22

(26)

lebih jauh siswa akan memahami aspek materi pelajaran yang bersifat problematik berdasarkan pokok bahasan maupun berdasarkan aspek sosial nyata. Secara langsung siswa akan belajar memberikan alternatif

pemecahannya melalui kesepakatan kelompok.

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

active learning, terlebih dahulu akan dibuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Langkah-langkah dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan active learning adalah sebagai berikut: 1. Guru membuat kelompok belajar yang terdiri dari 6-8 orang siswa. 2. Guru memberikan masing-masing kelompok dengan bangun ruang sisi

lengkung.

3. Guru memberikan instruksi bahwa setiap kelompok harus mendiskusikan tentang unsur-unsur apa saja yang dimiliki olehbangunruang sisi lengkung, mengetahui dari mana jaring-jaring dari sebuah bangun ruang sisi lengkung berasal, dan mencari rumus luas selimut, luas permukaan, volume dari masing-masing bangun ruang sisi lengkung.

4. Diskusi dilakukan dalam waktu 25 menit, kemudian guru meminta salah seorang siswa dari tiap kelompok untuk maju kedepan kelas dan menjelaskan hasil diskusinya.

5. Guru menyimpulkan dan menambahkan hasil diskusi yang telah diperoleh tadi.

6. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada yang belum dimengerti.

7. Guru memberikan contoh soal dan meminta salah seorang siswa untuk mengerjakan contoh soal tersebut di depan kelas.

8. Guru memberikan latihan kepada siswa agar siswa dapat lebih mengerti dan memahami materi yang baru saja dipelajari

e.

Perbedaan antara Pendekatan

Active Learning

dengan

(27)

Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara pembelajaran konvensional dengan pembelajaran active learning.23

a. Konvensional

1. Berpusat pada guru

2. Penekanan pada menerima pengetahuan 3. Kurang menyenangkan

4. Kurang memberdayakan semua indra dan potensi anak didik 5. Menggunakan metode pembelajaran yang monoton

6. Kurang banyak media pembelajaran yang digunakan 7. Kurang disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada b. Pendekatan active learning

1. Berpusat pada anak didik 2. Penekanan pada penemuan 3. Sangat menyenangkan

4. Memberdayakan semua indra dan potensi anak didik 5. Menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif 6. Banyak media pembelajaran yang digunakan

7. Disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada.

Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam proses pembelajaran konvensional tampak adanya kecenderungan untuk meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Guru lebih banyak mendominasi pembelajaran. Sedangkan siswa lebih banyak menunggu apa yang akan diberikan oleh guru daripada menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan.

f.

Tolak Ukur Pendekatan

Active Learning

Untuk dapat mengukur kadar keaktifan siswa perlu tolak ukur yang jelas. Mc. Keachie menjelaskan tujuh dimensi dalam proses pembelajaran dimana terdapat kadar variasi active learning, yaitu:24

23

Http://www.duniaguru.com/index.php?option=com_content&task=view&id=407&itemid=26

24

(28)

a. Partisipasi siswa dalam menentukan tujuan kegiatan pembelajaran. b. Penekanan pada aspek afektif pada pengajaran.

c. Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran terutama yang berbentuk interaksi antar siswa.

d. Penerimaan guru terhadap perbuatan dan sumbangan siswa yang kurang relevan atau salah.

e. Keeratan hubungan kelas sebagai suatu kelompok.

f. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan penting dalam kegiatan sekolah.

g. Jumlah waktu yang digunakan untuk menangani masalah pribadi siswa, baik yang berhubungan ataupun yang tidak berhubungan dengan pengajaran.

Sejalan dengan pendapat Mc. Keachie di atas Yamamato mengungkapkan bahwa kesadaran dan kesengajaan melibatkan diri siswa dan guru akan dapat memunculkan berbagai interaksi pembelajaran.

Menurut Lindgren dalam proses belajar dan pembelajaran active learning

ada 4 jenis komunikasi atau interaksi pembelajaran, yaitu:25

a. Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan siswa sebagai penerima pesan.

b. Interaksi dua arah antara siswa dengan guru, dimana guru memperoleh balikan dari siswa.

c. Interaksi dua arah antara guru dengan siswa, dimana guru mendapat balikan dari siswa. Selain itu, siswa saling berinteraksi satu dengan yang lain.

25

Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran..., hal. 119. G

S2

S1 S3 S4

G

S2

S1 S3 S4

G

S2

(29)

d. Interaksi optimal antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tolak ukur dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan active learning memandang siswa sebagai obyek sekaligus subyek didik serta merupakan sentral dari proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran active learning tidak hanya menggunakan komunikasi satu arah saja melainkan beberapa arah, yaitu siswa dengan guru, guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa yang lain.

3. Sikap Asertif

a.

Pengertian Sikap Asertif

Istilah asertif bagi sebagian orang mungkin masih terdengar asing. Oleh karena itu untuk mengetahui pengertian asertif, banyak para pakar yang memberikan definisi tentang asertif dengan pendekatan yang berbeda. Berikut adalah beberapa definisi tentang sikap asertif, antara lain sebagai berikut:

Sikap asertif adalah kemampuan mengekspresikan hak, pikiran, perasaan dan kepercayaan secara langsung, jujur, terhormat dan tidak mengganggu hak orang lain.26

Menurut Heri Kuswara, mengemukakan bahwa sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu bertindak sesuai dengan keinginannya, membela haknya dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain. Sikap asertif adalah membina hubungan tanpa melakukan penolakan terhadap diri sendiri

26

Http://www.kompas.com/kompas-cetak/0608/04/muda/2856005.htm

G

S2 S1

(30)

maupun terhadap orang lain dan juga cara mengekspresikan pikiran atau perasaan kepada orang lain tanpa bermaksud melukainya.27

Definisi lain menyebutkan bahwa sikap asertif yaitu kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan, membela diri dan mempertahankan pendapat.28

Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, walaupun berbeda pendekatan, tetapi memiliki kesamaan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu mengemukakan pendapat, pikiran, dan perasaannya serta mempertahankan haknya secara jujur dan terbuka tanpa bertindak agresif ataupun melecehkan orang lain. Dengan memiliki sikap asertif, seseorang dapat belajar untuk lebih

menghargai diri sendiri dan orang lain, mengekspresikan perasaan, percaya diri, mampu menolak tanpa merasa bersalah dan berani meminta bantuan kepada orang lain apabila membutuhkan.

Sikap asertif termasuk dalam kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, memiliki kesadaran diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan,

mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta memiliki keterampilan sosial.29 Teori lain dikembangkan oleh Reuven Bar-On. Ia menjelaskan bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan nonkognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.30

Kecerdasan emosional bersinergi dengan keterampilan kognitif. Makin kompleks suatu pekerjaan, maka makin penting kecerdasan emosional. Seperti yang ditegaskan oleh Doug Lennick bahwa untuk memulai suatu kesuksesan diperlukan keterampilan intelektual, tetapi juga memerlukan kecakapan emosi untuk memanfaatkan potensi dan bakat yang dimilikinya.

27

Heri Kuswara, S. E, S. Kom., Jadilah Pribadi yang Asertif, Dari:

Http://www.google.co.id/search?hl=id&q=ciri+individu+asertif&btnG=Telusuri&meta=cr%3DcountryID

28

Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), cet. 1, h. 77.

29

Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru …, h. 68.

30

(31)

Patton juga berpendapat bahwa IQ adalah faktor genetik yang tidak dapat berubah yang dibawa sejak lahir. Sedangkan EQ dapat disempurnakan dengan kesungguhan, pelatihan, pengetahuan, dan kemauan. Jadi tanpa kecerdasan emosional, seseorang tidak akan mampu menggunakan kemampuan kognitif sesuai dengan potensi yang maksimal.

Dengan demikian seseorang yang memiliki IQ saja belum cukup. Yang ideal adalah IQ yang dibarengi dengan EQ yang seimbang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Goleman, bahwa IQ hanya mendukung sekitar 20 persen faktor yang mempengaruhi keberhasilan, sedangkan sisanya berasal dari faktor lain, termasuk kecerdasan emosional.31

Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memotivasi diri, merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber informasi. Selain itu, kecerdasan emosional merupakan hasil belajar yang dapat dipelajari sesuai dengan kemauan, latihan dan pengetahuan untuk melengkapi kemampuan kognitif seseorang.

Steven J. Stein dan Howard E. Book menjelaskan penemuan Reuven Bar-On yang merangkum kecerdasan emosional dan dibagi ke dalam lima area atau ranah yang menyeluruh. Kelima area itu adalah:32

1. Ranah intrapribadi melingkupi lima subbagian atau skala, yaitu kesadaran diri, sikap asertif, kemandirian, penghargaan diri dan aktualisasi diri.

2. Ranah antarpribadi terdiri dari tiga skala, yaitu empati, tanggung jawab sosial dan hubungan antarpribadi.

3. Ranah penyesuaian diri meliputi tiga skala, yaitu uji realitas, sikap fleksibel dan pemecahan masalah.

4. Ranah pengendalian stres memiliki dua skala yaitu ketahanan menanggung stres dan pengendalian impuls.

5. Ranah suasana hati umum juga memiliki dua skala yaitu optimisme dan kebahagiaan.

31

Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru …, h. 70.

32

(32)

Dari lima area atau ranah yang telah dijelaskan oleh Steven J. Stein dan Howard E. Book di atas, dapat kita ketahui bahwa sikap asertif termasuk dalam kecerdasan emosional dan ada pada area atau ranah intrapribadi. Ranah intrapribadi terkait dengan kemampuan seseorang untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri.

b.

Komponen-komponen dan Indikator Sikap Asertif

Sikap asertif meliputi tiga komponen dasar yaitu, pertama: kemampuan mengungkapkan perasaan, seseorang yang memiliki sikap asertif tentu dapat menerima dan mengungkapkan perasaannya dengan baik. Kedua:

kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka, dalam hal ini seseorang yang asertif akan mampu menyuarakan pendapatnya, menyatakan ketidaksetujuannya dan bersikap tegas. Ketiga: kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi, yaitu dengan cara tidak

membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan dirinya.33

Untuk mengetahui terwujudnya sikap asertif dalam diri siswa pada proses pembelajaran, ada beberapa indikator. Indikator tersebut antara lain sebagai berikut:34

1. Kemampuan mengungkapkan perasaan, yaitu dapat menerima dan mengungkapkan perasaannya dengan baik kepada orang lain.

2. Kemampuan mengemukakan pendapat, yaitu mampu memberikan pendapat serta ikut berpartisipasi aktif dalam diskusi.

3. Kemampuan berkomunikasi secara langsung dan terbuka, yaitu dapat menerima kritik dan saran dari orang lain serta terbuka terhadap guru dan orang tua.

4. Kemampuan menerima keterbatasan, yaitu dapat menerima kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya.

5. Kemampuan mempertahankan hak, yaitu mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap segala sesuatu yang bersifat negatif.

33

Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd., Orientasi Baru …, h. 77.

34

(33)

6. Memiliki sikap optimis, yaitu memiliki keyakinan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Dengan adanya indikator tersebut, maka akan lebih memudahkan guru untuk mengetahui sikap asertif yang dimiliki oleh seorang siswa.

c.

Ciri-ciri, Manfaat dan Cara Menanamkan Sikap Asertif

Dalam proses pembelajaran, siswa dituntut untuk dapat menanamkan sikap asertif dengan cara bertahap. Sikap asertif menuntut siswa untuk mampu menyampaikan secara jelas pikiran, perasaan dan pendapatnya tentang sesuatu. Fensterheim dan Baer (1980) mengemukakan bahwa ada beberapa ciri yang bisa dilihat dari individu yang memiliki sikap asertif, antara lain yaitu: 35

1. Bebas mengemukakan pikiran dan pendapatnya, baik melalui kata-kata maupun tindakan.

2. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.

3. Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu perkataan dengan baik.

4. Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif.

5. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.

6. Mampu menyatakan perasaan baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.

Selain dari ciri-ciri di atas, seseorang yang memiliki sikap asertif bisa menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil maupun gagal ia tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence).

35

(34)

Sikap asertif sangat penting bagi para siswa di sekolah terutama yang berumur diantara 13 sampai 18 tahun. Perilaku asertif ini penting karena memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah: 36

1. Memudahkan siswa dalam bersosialisasi dengan lingkungan secara efektif.

2. Memiliki kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkannya secara langsung sehingga dapat menghindari munculnya ketegangan dan perasaan yang tidak nyaman.

3. Dapat dengan mudah mencari solusi dari berbagai kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya secara efektif.

4. Dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya, serta memiliki rasa keingintahuan yang tinggi.

5. Memahami kekurangan yang dimilikinya dan berusaha untuk memperbaiki kekurangan tersebut.

Sikap aertif ini perlu ditanamkan sejak dini karena asertif merupakan pola sikap dan perilaku yang dipelajari atau hasil belajar sebagai reaksi terhadap berbagai situasi sosial yang ada di lingkungan. Penguasaan sikap asertif pada periode-periode awal perkembangan akan memberikan dampak yang positif bagi periode-periode selanjutnya.

Komponen yang paling utama dalam menanamkan sikap asertif bagi para siswa adalah peran orang tua, karena orang tua merupakan figur yang paling dekat dengan kehidupan siswa. Selain orang tua, seorang guru juga perlu menanamkan sikap asertif kepada para siswa di sekolah.

Beberapa cara yang dapat ditempuh oleh seorang guru dalam menanamkan sikap asertif di sekolah antara lain sebagai berikut: 37

1. Berikan pengertian dan pemahaman serta pentingnya sikap asertif dalam kehidupan sehari-hari.

2. Berikan kesempatan yang lebih luas kepada para siswa untuk mendiskusikan materi-materi yang telah dijabarkan.

36

Stefan Sikone, Menanamkan Sikap Asertif Di Sekolah, Dari: Http://id.shvoong.com/social-sciences/1685406-menanamkan-sikap-asertif-di-sekolah/

37

(35)

3. Berikan stimulasi secara kontinyu untuk merangsang siswa agar berani menjawab atau berpendapat terutama tentang materi yang diajarkan. 4. Berikan reward kepada siswa yang aktif dan berusaha untuk

mengeluarkan pendapatnya di kelas.

5. Berikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab soal-soal latihan. 6. Menghargai pendapat siswa meskipun pendapatnya masih kurang tepat

dan membetulkan dengan cara yang tidak menjatuhkan siswa. 7. Ciptakan suasana yang menyenangkan selama proses pembelajaran. Jadi dengan demikian seorang guru dapat menumbuhkan sikap asertif siswa dalam proses belajar dan pembelajaran di sekolah secara berkesinambungan untuk mencapai prestasi yang optimal.

d.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Asertif

Dalam pembentukan sikap asertif, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu antara lain sebagai berikut:38

1. Faktor Intern, yaitu pertama; kurang percaya diri untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain atau melakukan sesuatu. Sehingga jika tidak tersampaikan maka hanya akan menjadi beban pikiran dan perasaan karena hanya akan terpendam dalam diri. Kedua: ingatan seseorang, terkadang seseorang lupa dengan apa yang akan dilakukannya pada saat-saat tertentu, sehingga yang diperbuat tidak lagi mencerminkan kehendak diri.

2. Faktor Ekstern, yaitu pertama: lingkungan dapat mengubah pembentukan sikap asertif seseorang. Sebagai contoh seseorang ingin menunjukkan sikap asertifnya, tetapi karena adat istiadat lingkungan sekitar yang cenderung pendiam dan ramah, justru akan dinilai agresif.

Kedua; waktu juga menentukan muncul tidaknya sikap asertif seseorang.

Ketiga; situasi dan kondisi, faktor ini memiliki hubungan dengan aspek internalseseorang.

e.

Pengukuran Sikap Asertif

38

(36)

Metode yang digunakan untuk pengukuran sikap asertif adalah dengan pernyataan sikap asertif. Untuk mendapatkan hasil yang dipercaya dan proses yang standar maka diperlukan suatu skala. Skala ini menghasilkan item yang terpilih. Item-item yang membentuk skala disebut statement yang dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang menyangkut obyek psikologi.39 Pengukuran statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah the methode of summated ratings atau skala Likert. Karena metode ini biasa digunakan untuk pernyataan dalam jumlah besar. Di dalam memberikan respon, subyek diizinkan memberi jawaban dalam empat kategori yaitu, sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Untuk pernyataan favorable, kategori sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2 dan sangat tidak setuju diberi nilai 1. Sebaliknya untuk pernyataan unfavorable, kategori sangat tidak setuju diberi nilai 4, sampai ke kategori sangat setuju diberi nilai 1.

Beberapa ahli mengemukakan dukungannya terhadap penggunaan metode of summated ratings atau skala Likert, karena metodenya valid dan tepat, serta dalam penggunaannya relatif sederhana dan waktu yang digunakan untuk mengkonstruksikan skala lebih sedikit.

4.

Pengaruh Metode

Active Learning

terhadap Sikap Asertif

Sikap asertif perlu ditanamkan dalam diri siswa sejak dini. Baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah. Dalam artikel yang disusun oleh Stefan Sikone dikatakan bahwa cara yang dapat ditempuh oleh guru untuk

menumbuhkan sikap asertif siswa di sekolah adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang membuat siswa terlibat aktif dalam proses

pembelajaran diantaranya adalah active learning. 40 Pendekatan active learning

adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan agar siswa tidak merasa tegang dalam mengikuti pelajaran. Salah satu contohnya adalah diskusi, dimana siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan pendapat

39

Prof. Dr. Mar’at, Sikap Manusia, Perubahan …, h. 149.

40

(37)

dan menghormati pendapat orang lain. Dengan demikian, sikap asertif siswa dapat tumbuh secara berkesinambungan.

Selain itu, dalam artikel yang disusun oleh Syaiful Anshor dikatakan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran active learning, para peserta didik akan merasa mendapat dukungan secara emosional dan intelektual, serta merasa pendapatnya didengar oleh teman-temannya.41

Menurut Putu Yasa, I Ketut Arya, dan Wayan Suhartayasa dikatakan bahwa siswa perlu dibiasakan untuk mengikuti pembelajaran cara-cara inovatif yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif, dimana mereka diberi kesempatan yang luas untuk menggali informasi dan menemukan cara guna menyelesaikan masalah yang dihadapi dan menyampaikan hasil kerjanya kepada kelompok lain.42

Dalam artikel yang ditulis oleh Br. Theo Riyanto, FIC, mengatakan bahwa untuk mengembangkan keaktifan dan kekreatifan siswa diperlukan metode

pembelajaran seperti pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran yang mempesona (attractive learning) dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning). Dengan demikian, seorang pendidik dapat mengembangkan aspek pengetahuan, perasaan, sikap dan keterampilan, minat dan kecerdasan seorang siswa tanpa harus membebani siswa tersebut.43

Dari beberapa artikel yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa dalam penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk aktif dan kreatif agar mereka dapat menggali informasi dan menemukan cara untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya.

B.

Kerangka Berpikir

Dari kenyataan yang ada di lingkungan sekolah, banyak diantara siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika dengan alasan sulit mempelajarinya,

41

Syaiful Anshor, Menerapkan Konsep Active Learning, dari:

http://www.integral.sch.id/index.php?option=com content&task=view&id=47&itemid=30.

42

Putu Yasa, I Ketut Arya dan Wayan Suhartayasa, Strategi Pembelajaran Masalah Dengan Penilaian Berbasis Kelas Untuk Meningkatkan Kompetensi Fisika Siswa, dari:

http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/sari_penelitian_ppkp-pips.com

43

(38)

terlalu banyak rumus, guru yang killer, dan lain sebagainya. Selain itu juga tidak banyak siswa yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Dalam proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif yang terjadi

melibatkan siswa yang beragam dengan latar belakang dan sifat yang berbeda-beda. Kondisi ini hendaknya menjadi dasar bagi guru untuk tidak memperlakukan mereka seolah-olah sama. Setiap siswa di kelas merupakan pribadi yang unik dengan cirinya masing-masing. Mereka dapat bekerja sama dan berdiskusi untuk memecahkan masalah yang ada.

Pendekatan active learning pada dasarnya adalah usaha untuk mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan.

Karena pendekatan active learning menempatkan siswa sebagai sentral dari kegiatan belajar dan pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada siswa akan dapat mengembangkan cara-cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses pembelajaran itu sendiri. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang

dimilikinya, berpikir kritis dan dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan menggunakan pendekatan active learning diharapkan seorang guru dapat menumbuhkan sikap asertif pada diri siswa. Sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu mengemukakan pendapat, pikiran dan perasaannya serta mempertahankan haknya secara jujur dan terbuka tanpa bertindak agresif ataupun melecehkan orang lain. Dengan memiliki sikap asertif seseorang dapat belajar untuk dapat menghargai diri sendiri dan orang lain, mengekspresikan perasaan, percaya diri, mampu menolak tanpa merasa bersalah dan berani meminta bantuan kepada orang lain apabila membutuhkan.

(39)

learning adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan agar siswa tidak merasa tegang dalam mengikuti pelajaran.

Selain itu, dalam artikel berjudul Menerapkan Konsep Active Learning, dikatakan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran active learning, para peserta didik akan merasa mendapat dukungan secara emosional dan intelektual, serta merasa pendapatnya didengar oleh teman-temannya.

Dalam artikel yang berjudul Potret Pendidikan Usia Dini dan Secercah Harapan, mengatakan bahwa untuk mengembangkan keaktifan dan kekreatifan siswa diperlukan metode pembelajaran seperti pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran yang mempesona (attractive learning) dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning). Dengan demikian, seorang pendidik dapat mengembangkan aspek pengetahuan, perasaan, sikap dan keterampilan, minat dan kecerdasan seorang siswa tanpa harus membebani siswa tersebut.

Berdasarkan uraian di atas terlihat adanya keterkaitan antara penggunaan pendekatan active learning dalam pembelajaran matematika terhadap sikap asertif siswa. Dengan demikian diduga bahwa penggunaan pendekatan active learning

dalam pembelajaran matematika dapat menumbuhkan sikap asertif siswa.

C.

Pengajuan Hipotesis Penelitian

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam metodologi penelitian ini akan dijelaskan mengenai tempat dan waktu penelitian, metode dan desain penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, teknik

pengumpulan data, kontrol terhadap validitas internal, teknik analisis data, dan hipotesis statistik.

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Binong Permai yang berlokasi di Jl. Binong Permai Komplek Binong Permai Blok D Curug Tangerang 15810. Waktu penelitian dilakukan pada semester genap selama 4 bulan yaitu sejak bulan Maret sampai Juni 2008.

B.

Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen (eksperimen semu) yaitu penelitian yang melihat dan meneliti akibat setelah subyek diberikan perlakuan pada variabel bebasnya. Karakteristik dari penelitian ini adalah dengan membandingkan dua kelompok yang memiliki subyek yang setara. Kelompok pertama yaitu kelas VIII C sebagai kelompok eksperimen yang proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode active learning. Dan kelompok kedua yaitu kelas VIII A sebagai kelompok kontrol yang proses pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran konvensional.

Sebelum diberikan perlakuan kedua kelompok tersebut diberikan pretest untuk mengetahui bagaimana sikap asertif siswa sebelum diberi pembelajaran dengan menggunakan metode active learning pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Setelah diberikan perlakuan, kedua kelompok tersebut diberikan skala yang sama berupa skala sikap asertif. Kemudian skor skala yang kedua (terakhir) tersebut dianalisis untuk menguji hipotesis penelitian sehingga dapat diketahui apakah ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan metode

(41)

Untuk menguji apakah kedua kelas tersebut homogen, adalah berdasarkan hasil skala yang diperoleh pada pretest baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol, penempatan kelas siswa oleh sekolah adalah secara random sampling dan tidak berdasarkan Nilai Ebtanas Murni (NEM), dan nilai rata-rata matematika pada kedua kelompok tersebut tidak jauh berbeda.

[image:41.612.113.502.184.524.2]

Penelitian ini menggunakan model Randomized Control Group Postest Design, seperti dinyatakan sebagai berikut:44

Tabel III. 1.

Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post Test

( R ) E XE Y

( R ) C XC Y

Keterangan:

( R ) = Proses pemilihan subyek secara acak E = Kelompok eksperimen

C = Kelompok kontrol

XE = Perlakuan pada kelompok eksperimen

XC = Perlakuan pada kelompok kontrol

Y = Skala yang diberikan kepada kedua kelompok

C.

Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian, populasi target dalam hal ini adalah siswa SMP Binong Permai, sedangkan populasi terjangkau yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Binong Permai yang terdaftar di sekolah tersebut pada semester genap tahun ajaran 2007/2008.

44

(42)

Sedangkan sampel diambil dari populasi dengan teknik cluster random sampling, yaitu pengambilan unit siswa sebanyak 2 kelas dari 3 kelas yang ada. Dari 2 kelas tersebut di undi kelas mana yang menjadi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dalam penelitian ini, kelompok kontrol terpilih adalah kelas VIII A dan kelompok eksperimen adalah kelas VIII C dengan jumlah siswa sebanyak 42 orang untuk masing-masing kelompok.

D.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengukur sikap asertif siswa digunakan langkah-langkah sebagai berikut,

pertama: definisi konsep; kedua: definisi operasional, dan ketiga: membuat kisi-kisi instrumen.

1. Definisi Konsep

Secara konsep sikap asertif adalah sikap dimana seseorang mampu mengemukakan pendapat, pikiran, dan perasaannya serta mempertahankan haknya secara jujur dan terbuka tanpa bertindak agresif ataupun melecehkan orang lain.

2. Definisi Operasional

Untuk mengukur sikap asertif siswa digunakan skala Likert yaitu skala sikap yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial.45 Skala ini menilai dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan atau pernyataan kepada responden. Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaban dalam skala ukur yang telah disediakan. Skala sikap asertif terdiri dari 48 item. 24 item

merupakan pernyataan positif dan 24 item merupakan pernyataan negatif. Jawaban diberi rentang nilai 1 sampai 4. Nilai 4 sampai dengan 1 untuk pernyataan positif dan sebaliknya nilai 1 sampai dengan 4 untuk pernyataan negatif. Dengan demikian skor maksimal yang diperoleh 192 dan skor minimum adalah 48.

3. Kisi-kisi Instrumen

45

(43)
[image:43.612.103.501.124.549.2]

Kisi-kisi skala sikap asertif dapat dilihat pada tabel III. 2. sebagai berikut:

Tabel III. 2.

Kisi-Kisi Skala Sikap Asertif

Nomor Item

No. Dimensi Indikator

Positif Negatif Jumlah

1 Appreciation

Kemampuan mengungkapkan perasaan

33, 43, 22, 42

16, 37, 17,

13 8

Kemampuan mengemukakan pendapat

41, 19, 24, 5

1, 4, 20,

31 8

Kemampuan berkomunikasi secara langsung dan terbuka.

38, 44, 35, 2

6, 21, 28,

23 8

2 Acceptence

Kemampuan menerima keterbatasan

9, 25, 11, 39

29, 36, 14,

47 8

Kemampuan mempertahankan hak.

10, 48, 8, 3

27, 26, 15,

18 8

3. Accommodating

Memiliki sik

Gambar

Tabel III. 1.
Tabel III. 2.
Tabel III. 3.
Tabel III. 4.
+7

Referensi

Dokumen terkait