(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Waskita Madya Kota Tangerang)
Oleh :
AKHMAD HAMAMI NIM. 102017023926
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Waskita Madya Kota Tangerang)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan Matematika
Oleh :
AKHMAD HAMAMI NIM. 102017023926
Di Bawah Bimbingan :
Pembimbing I,
Drs. H.M. Ali Hamzah, M.Pd.
NIP. 19480323 1982 03 1 001
Pembimbing II,
Abdul Muin, S.Si., M.Pd.
NIP. 19751201 2006 04 1 003
Tangerang)” yang disusun oleh Akhmad Hamami NIM : 102017023926 telah diujikan pada tanggal 10 Agustus 2010 dan telah diterima oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) pada Jurusan/Prodi Pendidikan Matematika.
Jakarta, 28 September 2010
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan / Prodi) Tanggal Tanda Tangan
Maifalinda Fatra, M.Pd NIP. 19700528 199603 2 002
Sekretaris (Sekretaris Jurusan / Prodi)
Otong Suhyanto, M.Si NIP. 19681104 199903 1 001
Penguji I
Maifalinda Fatra, M.Pd NIP. 19700528 199603 2 002
Penguji II
Otong Suhyanto, M.Si
NIP. 19700528 199603 2 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003
NIM : 102017023926
Jurusan : Pendidikan Matematika
Angkatan Tahun : 2002
Alamat : Jl. KH. Agus Salim Gg. Masjid 1 RT.001/06 No.58 Kel. Poris Plawad Kec.Cipondoh Kota Tangerang
Provinsi Banten
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa Skripsi yang berjudul ”Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Dengan Pendekatan Belajar Bermakna (Meaningful Learning) (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Waskita Madya Kota Tangerang)” adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan Dosen :
Nama : Drs. H.M. Ali Hamzah, M.Pd
NIP : 19480323 1982 03 1 001
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Nama : Abdul Muin, S.Si., M.Pd
NIP : 19751201 2006 04 1 003
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekwensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, 14 Juli 2010 Yang Menyatakan,
( AKHMAD HAMAMI )
adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS. At-Taubah : 41)
¾ Hanya penderitaan hidup yang mengajarkan manusia untuk menghargai kebahagiaan dan kebaikan serta kebagusan hidup (Hadits)
Persembahan :
Ku persembahkan buah karya ilmiah ini kepada
Kedua Orang Tuaku (Bapak dan Ibu) tercinta, serta
Kakak dan Adikku yang sangat aku Banggakan, karena
merekalah yang telah mencurahkan kasih sayangnya
kepadaku, dan selalu mendo’akan serta memberikan semangat
dalam menempuh studi akhir ini yang penuh dengan
tantangan dan halangan serta perjuangan yang keras demi
pendewasaan tingkat keilmuan Aku sebagai Mahasiswa.
.
Learning) (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Waskita Madya Kota Tangerang)”. Skripsi Strata Satu (S-1) Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika pada siswa melalui pendekatan belajar bermakna (meaningful
learning). Selain itu juga dapat bermanfaat dalam mereformasi proses
pembelajaran yang selama ini masih menerapkan metode dan strategi pembelajaran matematika yang monoton menjadi proses yang menyenangkan (Fun) dan mencerdaskan (Brillian) yang membuat siswa aktif dan kreatif serta bermakna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (clasroom action research). Penelitian ini menggunakan 3 siklus yang terdiri dari empat tahap yang saling berkaitan. Keempat tahap tersebut adalah tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IX-B (Sembilan) di SMP Waskita Madya Kota Tangerang Tahun Pelajaran 2009/2010 dari bulan Juli sampai dengan bulan September 2009. Jumlah siswa kelas IX-B di SMP Waskita Madya Kota Tangerang dalam penelitian ini adalah 28 siswa. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendekatan belajar bermakna dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa SMP Waskita Madya Kota Tangerang yang berdasarkan pada siklus III dengan perolehan nilai rata-rata keseluruhan siklus III adalah 65,64. Siklus ini berhenti pada siklus III karena telah mencapai nilai ketuntasan belajar matematika yang diterapkan di sekolah yaitu 60.
Kata kunci : Pemahaman Konsep, Matematika, Belajar Bermakna (Meaningful
Learning).
xv +, 82, 6 tabel, 5 gambar, 59 lampiran.
dapat menyusun skripsi ini. Adapun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah
dalam rangka guna memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Sedangkan judul skripsi ini adalah ”Upaya Peningkatan Pemahaman
Konsep Matematika Siswa Dengan Pendekatan Belajar Bermakna (Meaningful
Learning) (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Waskita Madya Kota Tangerang)”.
Dalam penyusunan skripsi ini peneliti banyak sekali menerima bantuan,
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat
menyelesaikan dengan baik skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini penulis
dengan ketulusan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. H.M. Ali Hamzah, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Abdul Muin, S.Si., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II dalam
penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Matematika dan Staf jurusan
Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Bapak Palupi Kriswanto, ST., selaku Guru Matematika di SMP Waskita
Madya Kota Tangerang yang telah membantu penulis dalam pengumpulan
data skripsi ini.
10.Teristimewa Ibunda Tersayang Marsih, dan Ayahanda Dadang Suwardi yang
selalu memberikan motivasi dan dukungan baik moril maupun materil dalam
menyelesaikan skripsi ini, dan kedua Nenekku tersayang Hj. Hasanah dan
Khodijah (mak tua Dijjah) terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya
selama ini, skripsi ini sebagai bukti aku telah memenuhi janjiku selama ini aku
tidak akan pernah bisa membalas semua jasamu.
11.Kakakku Mansuri dan Adikku Irna Budiyanti yang tiada hentinya memberikan
motivasi dan dukungannya dalam penyusunan skripsi ini.
12.Kekasihku yang tercinta Khairun Nisa, S.Si, Apt., yang selalu memberikan
motivasi dan dukungannya dalam penyusunan skripsi ini.
13.Rekan-Rekan Mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2002 dan
2003, 2005 pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam
pembuatan skripsi ini.
14.Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
membantu sehingga bisa terselesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi yang dibuat ini dapat memberikan inspirasi dan manfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amiin.
Jakarta, 14 Juli 2010
Penulis,
( AKHMAD HAMAMI )
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 4
1. Identifikasi Area ... 4
2. Fokus Penelitian ... 5
C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 5
D. Perumusan Masalah Penelitian ... 5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1. Tujuan Penelitian ... 6
2. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORETIS A. Pengertian Matematika ... 7
B. Pengertian Konsep Dalam Belajar Matematika ... 8
C. Pemahaman Konsep Matematika ... 14
D. Pengertian Pendekatan Belajar Bermakna ...……… 17
E. Penerapan Belajar Bermakna (Meaningful Learning) Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika ... 24
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28
B. Rancangan Siklus Penelitian ... 28
C. Subjek Penelitian ... 34
D. Peran dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian ... 35
E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 35
F. Hasil Intervensi Tindakan Yang Diharapkan ... 36
G. Jenis dan Sumber Data ... 36
H. Instrumen Pengumpul Data Yang Digunakan ... 36
I. Teknik Pengumpulan Data ... 37
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ... 37
K. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis ... 38
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 38
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 39
B. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 69
C. Analisis Data ... 70
D. Interprestasi Hasil Analisis ... 73
E. Pembahasan Temuan Penelitian ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 82
Tabel 4.2 : Refleksi Tindakan Pembelajaran Siklus I ... 51
Tabel 4.3 : Hasil Rata-rata Keseluruhan Pada Siklus II ... 59
Tabel 4.4 : Refleksi Tindakan Pembelajaran Siklus II ... 60
Tabel 4.5 : Hasil Rata-rata Keseluruhan Pada Siklus III ... 67
Tabel 4.6 : Rekapitulasi Persentase Pemahaman Konsep Matematika Siswa Pada Siklus I, II dan III ... 71
Gambar 2.2 : Kegiatan B-M Ditinjau Dari Kontinum Belajar Bermakna dan
Belajar Menghapal ... 19
Gambar 2.3 : Penerapan Belajar Bermakna Dalam Meningkatkan Pemahaman
Konsep Matematika Siswa ... 24
Gambar 3.1 : Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 30
Gambar 3.2 : Desain Penelitian Tindakan Kelas ... 34
Lampiran 2 : Rencana Pelaksana Pembelajaran Siklus I ... 86
Lampiran 3 : Rencana Pelaksana Pembelajaran Siklus II ... 90
Lampiran 4 : Rencana Pelaksana Pembelajaran Siklus III ... 95
Lampiran 5 : Daftar Kelompok Belajar Siswa ... 98
Lampiran 6 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 1... 99
Lampiran 7 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 1 ... 101
Lampiran 8 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 2... 102
Lampiran 9 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 2 ... 104
Lampiran 10 : Lembar Kerja Kelompok (LKK) 3 ... 105
Lampiran 11 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Kelompok (LKK) 3 ... 106
Lampiran 12 : Lembar Kerja Kelompok (LKK) 4 ... 109
Lampiran 13 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Kelompok (LKK) 4 ... 110
Lampiran 14 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 5... 111
Lampiran 15 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 5 ... 112
Lampiran 16 : Kisi-kisi Soal Tes Akhir Siklus I ... 114
Lampiran 17 : Soal Tes Akhir Siklus I ... 116
Lampiran 18 : Kunci Jawaban Soal Tes Akhir Siklus I... 118
Lampiran 19 : Lembar Kerja Kelompok (LKK) 6... 121
Lampiran 20 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Kelompok (LKK) 6 ... 122
Lampiran 21 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 7... 124
Lampiran 22 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 7 ... 125
Lampiran 23 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 8... 126
Lampiran 24 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 8 ... 127
Lampiran 25 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 9... 128
Lampiran 26 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 9 ... 129
Lampiran 27 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 10... 130
Lampiran 28 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 10 ... 131
Lampiran 29 : Kisi-kisi Soal Tes Akhir Siklus II ... 132
xv
Lampiran 34 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 12... 140
Lampiran 35 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 12 ... 141
Lampiran 36 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 13... 142
Lampiran 37 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 13 ... 143
Lampiran 38 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 14... 145
Lampiran 39 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 14 ... 146
Lampiran 40 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 15... 147
Lampiran 41 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 15 ... 148
Lampiran 42 : Lembar Kerja Siswa (LKS) 16... 150
Lampiran 43 : Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) 16 ... 151
Lampiran 44 : Kisi-kisi Soal Tes Akhir Siklus III ... 152
Lampiran 45 : Soal Tes Akhir Siklus III ... 153
Lampiran 46 : Kunci Jawaban Soal Tes Akhir Siklus III ... 155
Lampiran 47 : Skor Soal Tes Akhir Siklus I ... 157
Lampiran 48 : Daftar Nilai Siklus I ... 158
Lampiran 49 : Skor Soal Tes Akhir Siklus II ... 159
Lampiran 50 : Daftar Nilai Siklus II ... 160
Lampiran 51 : Skor Soal Tes Akhir Siklus III ... 161
Lampiran 52 : Daftar Nilai Siklus III ... 162
Lampiran 53 : Lembar Hasil Wawancara Guru ... 163
Lampiran 54 : Lembar Pengamatan Kegiatan Belajar Mengajar ... 166
Lampiran 55 : Perhitungan Nilai Rata-Rata Skor Akhir Siklus I ... 168
Lampiran 56 : Perhitungan Nilai Rata-Rata Skor Akhir Siklus II ... 169
Lampiran 57 : Perhitungan Nilai Rata-Rata Skor Akhir Siklus III ... 170
Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas
manusia seutuhnya adalah misi pendidikan yang menjadi tanggung jawab
profesional setiap guru. Guru tidak cukup hanya menyampaikan materi
pengetahuan kepada siswa di kelas tetapi dituntut untuk meningkatkan
kemampuan guna mendapatkan dan mengelola informasi yang sesuai dengan
kebutuhan profesinya. Mengajar bukan lagi usaha untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan, melainkan juga usaha menciptakan sistem lingkungan yang
membelajarkan peserta didik agar tujuan pengajaran dapat tercapai secara
optimal dan bermakna.
Mengajar dalam pemahaman ini memerlukan suatu metode belajar
mengajar yang sesuai. Mutu pengajaran tergantung pada pemilihan metode
yang tepat dalam upaya mengembangkan kreativitas dan sikap inovatif peserta
didik. Untuk itu perlu dibina dan dikembangkan kemampuan profesional guru
untuk mengelola program pengajaran dengan metode belajar yang kaya
dengan variasi.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional BAB I pasal I ayat 1 disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.1
Pasal ini menunjukan berbagai aspek pengembangan kepribadian dan
kognitif peserta didik yang menyeluruh dalam pembangunan masyarakat dan
bangsa untuk mampu menghadapi tantangan kehidupan global. Sehingga
begitu tinggi kualitas manusia yang diharapkan dalam pasal di atas
1
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas ( Sinar Grafika: 2008) Cet. 1 hal. 3
menjadikan guru harus benar-benar melakukan perubahan dalam
pembelajarannya.
Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu merupakan pengetahuan
yang sangat penting dan pengetahuan dasar yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari, maka matematika perlu dipelajari dan dipahami oleh semua
lapisan masyarakat, matematika juga merupakan suatu alat untuk
mengembangkan cara berpikir dan bernalar. Matematika juga merupakan
salah satu pelajaran yang diajarkan di sekolah dan pelajaran yang harus
dikuasai oleh siswa, terutama pada siswa sekolah formal dalam meningkatkan
prestasi belajar yang maksimal. Namun dikalangan beberapa siswa, pelajaran
matematika masih dianggap pelajaran yang dianggap sulit karena banyak
konsep-konsep yang abstrak dalam pelajaran matematika. Ketidak pahaman
siswa terhadap suatu konsep dapat terjadi karena konsep-konsep tidak
diajarkan dengan baik, pengajaran tidak baik dalam pengertian metode atau
pendekatannya kurang sesuai dengan bahan yang diajarkan atau bahkan
karena suatu hal guru dalam mengajarnya selalu cepat meninggalkan proses
kemampuan bernalar siswa.
Menurut Mursell dan Nasution, mereka berpendapat bahwa :
Sukses dalam mengajar hendaknya dinilai berdasarkan hasil-hasil yang mantap atau tahan lama dan yang dapat dipergunakan si pelajar dalam hidupnya. Mengajar hanya berhasil bila diberi pelajaran yang bermakna. Ini adalah pendapat dari psikologi dewasa ini setelah berpuluh tahun mengadakan penyelidikan. Untuk mencapai hasil belajar yang autentik, yang sejati, dan yang tahan lama, mengajar harus berdasarkan pelajaran yang mengandung makna bagi siswa. Banyak pelajaran di sekolah tidak bermakna baginya tidak memberi hasil yang autentik karena tak mengandung arti bagi anak. Akibatnya anak-anak menghafalnya di luar kepala tanpa memahaminya dan segera melupakannya2.
Belajar mengajar sebagai suatu proses memerlukan perencanaan yang
seksama dan sistematis agar dapat dilaksanakan secara realistis. Perencanaan
tersebut dibuat guru sebelum melaksanakan proses belajar mengajar.
Demikian halnya dalam melaksanakan proses belajar mengajar diperlukan
2
adanya langkah-langkah yang sistematis sehingga mencapai hasil belajar yang
optimal.
Melihat kenyataan di lapangan terutama di sekolah, akhir-akhir ini
banyak masalah yang ditemui dalam pendidikan khususnya dalam mencapai
hasil belajar siswa yang kurang optimal. Hasil diskusi awal dengan guru yang
menjadi tim dalam pembuatan penelitian ini, serta hasil observasi
memperlihatkan beberapa permasalahan pembelajaran yang perlu segera
diatasi. Adapun masalah-masalah tersebut antara lain para siswa hanya
menghafal tanpa memahami betul isi pelajaran, para siswa kurang dilatih
berfikir, guru mengajar fakta-fakta maupun konsep-konsep yang
terpisah-pisah. Hal ini bertentangan dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika
yang lebih menekankan pada proses dan bukan pada hasil semata.
Suatu kesalahan yang sering terjadi juga adalah guru kurang
memperhatikan tingkat pemahaman konsep siswa dalam mengikuti perubahan
tahap demi tahap dalam mencapai materi pelajaran. Dengan kata lain, siswa
hanya dibuat tercengang oleh guru dalam mempermainkan rumus yang begitu
runtut dalam sebuah rangkaian pokok bahasan. Kondisi ini mungkin bagi guru
suatu pekerjaan yang remeh jika sekedar menulis rumus yang sebenarnya
dapat dijadikan sebagai penuntun siswa dalam memahami materi dan
penyelesaian soal-soal.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dicarikan suatu
formula pendekatan pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep dalam menyelesaikan soal matematika siswa.
Para guru hendaknya terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai
variasi agar siswa tertarik dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran
matematika.
Berkaitan dengan kesulitan siswa memahami isi pelajaran, maka salah
satu yang dapat dipertanyakan adalah apakah upaya yang telah dilakukan guru
dalam membentuk siswa yang mengalami kesulitan telah sesuai dengan apa
yang ada di dalam pikiran siswa. Pertanyaan ini sesuai dengan apa yang
infuencing learning is what the learner already knows”. Oleh karena itu
menjadi penting bagi guru untuk mengetahui gagasan atau konsep apa yang
dimiliki siswa yang berkaitan dengan bahan baru yang akan diajarkan. Inilah
yang menjadi inti dari belajar bermakna.
Melalui pendekatan Belajar Bermakna (Meaningful Learning), yaitu
mengharapkan agar siswa memahami pelajaran secara mendalam (bermakna)
berupa pemberian pemahaman konsep matematika dasar yang sudah dipelajari
siswa sebelumnya kemudian menghubungkan konsep selanjutnya yang
berkaitan dengan konsep yang telah dimiliki oleh siswa, sehingga siswa
tersebut memahami pelajaran yang telah diberikan oleh gurunya dengan
mengaitkan konsep awal yang mirip dengan konsep berikutnya terutama
materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa tersebut maka pemahaman
konsep siswa di dalam memorinya akan lama dilupakan. Guru sebagai
fasilitator menciptakan proses belajar aktif, kreatif dan menyenangkan (Fun)
secara garis besar proses pembelajaran dengan Meaningful Learning.
Dari uraian yang telah diungkapkan di atas, penulis mencoba
melakukan pengkajian lebih luas lagi dalam sebuah karya ilmiah dalam bentuk
skripsi dengan judul: ”Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika
Siswa Dengan Pendekatan Belajar Bermakna (Meaningful Learning)”.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian 1. Identifikasi Area
Area penelitian dalam penelitian tindakan ini adalah kelas IX SMP
Waskita Madya Kota Tangerang. Jumlah siswa dalam penelitian ini 28
siswa yang terdiri dari 11 siswa perempuan dan 17 siswa laki-laki. Secara
umum kemampuan siswa di kelas ini masih tergolong rendah. Hal ini
terlihat dari nilai raport siswa pada semester lima, dimana masih banyak
siswa yang mendapat nilai di bawah standar yang ditetapkan sekolah dan
sebagian besar siswa masih tergolong siswa yang pasif dalam mengikuti
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan
pemahaman konsep matematika siswa pada materi bangun ruang sisi
lengkung (BRSL) kelas IX SMP Waskita Madya Kota Tangerang dengan
menggunakan pendekatan belajar bermakna (Meaningful Learning).
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Agar penelitian ini mampu menghasilkan gambaran yang jelas tentang
permasalahan yang ada, maka dilakukan pembatasan masalah dalam
penelitian. Untuk memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini maka
masalah dibahas dibatasi sebagai berikut :
1. Penelitian dilaksanakan di SMP Waskita Madya Kota Tangerang.
2. Obyek penelitian adalah siswa kelas IX-B SMP Waskita Madya Kota
Tangerang.
3. Penelitian dilakukan pada saat pembelajaran matematika di dalam kelas.
4. Pendekatan belajar bermakna (Meaningful Learning) yang dimaksud
adalah advance organizer, diferensiasi progresif, belajar superordinat,
dan integrative reconciliation.
5. Materi yang disajikan dalam penelitian ini adalah bangun ruang sisi
lengkung (BRSL) yang dibatasi dengan mengidentifikasi unsur-unsur
BRSL, menghitung luas selimut dan Luas permukaan BRSL, menghitung
volume dari BRSL, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan
BRSL.
D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan
pokok dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana tingkat pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran bangun
ruang sisi lengkung (BRSL) dengan menggunakan pendekatan belajar
2. Apakah penggunaan dengan pendekatan belajar bermakna (Meaningful
Learning) dalam pembelajaran bangun ruang sisi lengkung (BRSL) dapat
meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IX SMP ?
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus permasalahan yang tertuang pada halaman
depan penulisan penelitian ini, maka Penelitian ini bertujuan :
1) Untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman konsep matematika siswa
dalam pembelajaran bangun ruang sisi lengkung (BRSL) dengan
menggunakan pendekatan belajar bermakna (Meaningful Learning).
2) Untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa dengan
menggunakan pendekatan belajar bermakna (Meaningful Learning)
dalam pembelajaran matematika yang berhubungan dengan pokok
bahasan bangun ruang sisi lengkung (BRSL).
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah :
a. Bagi penulis adalah dari hasil penelitian ini penulis dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan sumbangsih terhadap
khazanah ilmu perngetahuan.
b. Bagi Siswa adalah dengan pembelajaran dengan pendekatan Meaningful
Learning ini dapat diimplementasikan pada jenjang berikutnya tanpa
melupakan konsep yang telah diberikan oleh penulis ketika pada
penelitian ini berlangsung.
c. Bagi guru atau pihak sekolah adalah dapat mereformasi proses
pembelajaran yang selama ini masih menerapkan metode dan strategi
pembelajaran matematika yang monoton menjadi lebih baik dengan
proses yang menyenangkan/mengasyikan (Fun) dan mencerdaskan
(Brillian) yang membuat siswa aktif dan kreatif serta belajar menjadi
Kata matematika berasal dari bahasa latin methematica, yang bermula
dari bahasa Yunani mathematike dari akar kata mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berkaitan pula dengan kata
mathanein yang berarti berpikir atau belajar. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan,
hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam
penyelesaian masalah mengenai bilangan1.
Menurut John dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis yang
fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan
sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Lerner
mengemukakan bahwa matematika disamping sebagi bahasa simbolis juga
merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan,
mencatat, mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Kline
juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri
utamanya penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara
bernalar induktif.2
James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,
dan konsep-konsep yang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya
dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu: Aljabar,
analisis dan geometri.3
Matematika menurut Ruseffendi adalah bahasa symbol, ilmu deduktif
yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak
1
Ismail et.al, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2000), h. 1-3.
2
Mulyono Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) h. 252.
3
Erman Suherman, et.al, Stategi Pembelajaran Stategi .......h. 16.
didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, keaksioma atau postulat, dan
akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi, yaitu
”memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir
yang deduktif”. 4
Matematika timbul sebagai hasil dari pemikiran manusia yang
berhubungan dengan ide, proses dan penalaran, sehingga dalam mempelajari
matematika diperlukan adanya pemikiran, pengertian dan penalaran yang tidak
cukup dengan hapalan saja. Mempelajari matematika juga membutuhkan
pemikiran yang bersifat logik, sehingga matematika merupakan sarana
berpikir yang baik bagi setiap ilmu pengetahuan dan dengan matematika ilmu
lainnya bisa berkembang dengan cepat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan
bagian dari ilmu pengetahuan yang di dalamnya terdapat ilmu tentang logika,
ilmu tentang bilangan-bilangan serta terdapat konsep-konsep yang saling
berhubungan dan dipresentasikan dengan bahasa simbol. Obyek penelaahan
matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih dititik beratkan kepada
hubungan, pola, bentuk dan struktur serta konsepnya. Dengan demikian
matematika itu dapat dikatakan bahwa matematika itu berkenaan dengan
gagasan yang berstruktur yang hubungannya diatur secara logis.
B. Pengertian Konsep Dalam Belajar Matematika
Definisi yang berada di dalam kamus bahasa Indonesia, konsep adalah
ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.5 Dan menurut
kamus matematika, konsep adalah gambaran ide tentang suatu benda yang
dilihat dari segi ciri-cirinya seperti kuantitas, sifat atau kualitas.6 Menurut
Dahar, konsep adalah “suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas
stimulus-stimulus”.7
4
Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 1.
5
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) cet. Ke-2 h.588.
6
Baharin Shamsudin, Kamus Matematika Bergambar, (Jakarta: Grasindo, 2002), h.72.
7
Menurut Ausubel, konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu
formasi konsep (consept formation) dan asimilasi konsep (consept
assimilation), formasi konsep terutama merupakan bentuk perolehan
konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah, formasi konsep-konsep dapat disamakan
dengan belajar konsep konkret menurut Gagne. Asimilasi konsep merupakan
cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah sekolah,
dalam proses ini anak-anak diberi nama konsep dan atribut-atribut dari konsep
itu. Ini berarti mereka akan belajar arti konseptual baru dengan memperoleh
penyajian atribut-atribut kriteria dari konsep, dan kemudian mereka akan
menghubungkan atribut-atribut ini dengan gagasan yang relevan yang sudah
ada dalam struktur kognitif mereka.8
Sedangkan, menurut Chaplin menyebutkan bahwa pengertian konsep
meliputi9 :
1. Satu ide atau pengertian umum yang disusun dengan kata-kata, simbol,
dan tanda.
2. Satu ide yang mengkombinasikan beberapa unsur sumber-sumber berbeda
ke dalam satu gagasan tunggal.
Pada waktu mempelajari obyek langsung matematika khususnya belajar
tentang konsep-konsep yang terkandung dalam pokok bahasan yang dipelajari
siswa akan mengerti apa yang seharusnya diperbuat pada saat siswa
menghadapi masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut.
Pada saat akan memperkenalkan suatu konsep kepada siswa, terdapat
banyak hal yang harus diperhatikan guru antara lain :
1. Perkembangan intelektual siswa (apakah konsep yang akan dipelajari atau
diberikan sesuai dengan perkembangan intelektual siswa?).
2. Pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa (apakah konsep lama akan
mendukung konsep baru yang akan diajarkan?).
3. Mempersiapkan siswa untuk turut aktif untuk menemukan konsep-konsep
baru tersebut.
8
Ratna Wilias Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta : Erlangga, 1996) Cet. Ke-2 h.79-92.
9
4. Memberikan bimbingan kepada siswa agar tidak terjadi kesalahan dalam
mengartikan suatu konsep.
Karena jika suatu konsep sudah tertanam dalam ingatan siswa maka
sukar untuk merubahnya dan sulit dihilangkan. Salah konsep dapat terjadi
karena guru dalam mengajar tidak memperhatikan gagasan anak itu mengikuti
proses belajar. Kesalahan pada konsep dasar, akan mengakibatkan kesulitan
dalam penguasaan konsep selanjutnya mengingat urutan materi dalam
pelajaran matematika tersusun secara hirarkis, konsep satu menjadi konsep
yang lain. Jika guru tidak menguasai konsep atau salah konsep maka
kemungkinan besar siswa menerimanya akan salah konsep. Heruman
berpendapat bahwa :
Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan ”Pembelajaran Spiral”, sebagai konsekuensi dalil Bruner. Dalam matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh karena itu siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut10.
Menurut beberapa ahli pengajaran matematika, dalam mempelajari
matematika suatu konsep hendaknya dimulai dari tingkat rendah menuju ke
tingkat yang lebih tinggi. Dienes mengemukakan bahwa: ”belajar
konsep-konsep matematika tingkat tinggi tidak mungkin terjadi jika prasyarat yang
mendahulu konsep itu belum dipelajari”11. Contohnya : jika akan diberikan
konsep bangun ruang sisi lengkung kepada siswa SMP kelas IX maka
sebelumnya terlebih dahulu apakah siswa tersebut telah mengetahui
konsep-konsep yang mendukung terbentuknya konsep-konsep bangun ruang sisi lengkung
salah satunya seperti bangun tabung, sebelum mempelajari bangun tabung
siswa sudah mengetahui bangun datar lingkaran dan bangun persegi panjang.
10
Heruman, Model Pembelajaran... h. 4.
11
Makna (pengertian)
Perasaan (selera)
Simbol (bahasa)
Konsep
Otak manusia seolah-olah merupakan gudang tempat menyimpan setiap
pengalaman yang diperoleh, atau dapat menyimpan setiap pengalaman yang
diperoleh, atau dapat diibaratkan sebagai gudang pengalaman seperti halnya
rekaman gambar hidup atau komputer. Kumpulan rekaman ini memungkinkan
untuk dikumpulkannya kembali pengalaman-pengalaman yang lalu pada
waktu hal tersebut terjadi atau terulang lagi. Rekaman pengalaman tersebut
merupakan susunan pengertian, perasaan dan nilai, serta selera lain dalam
bentuk simbol atau bahasa. Kombinasi dari pengertian, nilai dan simbol
dinamakan sebagai ”Konsep”.
Hakikat susunan suatu konsep, dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Kombinasi Konsep
Kata konsep dipakai dalam beberapa cara oleh berbagai ahli.
Masing-masing konsep mempunyai karakteristik dasar yang sama, yaitu mengandung
pengertian yang sederhana yaitu sekurang-sekurangnya tersusun dalam suatu
gagasan yang berarti dan dikenal. Semua gagasan ini berasal dan dimiliki oleh
otak serta disimpan.
Selain hal-hal yang diuraikan diatas, hal-hal berikut ini juga akan
membantu siswa dalam memahami suatu konsep :
1. Menyajikan contoh-contoh yang bervariasi dari konsep-konsep yang
memudahkan siswa membuat generalisasi.
2. Menunjukan konsep-konsep yang berbeda namun berkaitan untuk
membantu siswa dalam diskriminasi.
3. Menyajikan bukan contoh konsep untuk meningkatkan kemampuan untuk
4. Menghindari contoh dari konsep yang memiliki sifat yang sama.12
Dalam belajar matematika, setelah siswa memperoleh pengertian,
abstraksi dan generalisasi, dari suatu konsep atau struktur matematika barulah
diperlukan adanya pelatihan pemahaman konsep matematika yang cukup,
sehingga pengendapan tercapai dan terjadi transfer belajar. Dengan cara
menghubungkan unsur-unsur pendukung dari suatu konsep yang telah
diketahui siswa sehingga terbentuknya konsep baru yang akan diajarkan guru,
siswa akan merasa turut serta dalam usaha menemukan konsep baru tersebut.
Dengan menggunakan bahasa yang tepat (dengan bahasa siswa sendiri atau
dengan bimbingan guru) siswa diharapkan dapat menemukan dan memahami
konsep yang diajarkan tersebut sebagai sesuatu yang bermakna bagi dirinya.
Dengan ini siswa akan lebih memahami, ingat lebih lama serta mampu
menggunakan konsep baru tersebut dalam bentuk atau konteks lain.
Taktik yang digunakan untuk mengajar atau belajar konsep itu melalui
proses. Siswa harus13 :
1. Membuat generalisasi didalam suatu kelas. Siswa harus diberi seperangkat
stimuli yang berbeda bentuk tetapi saling berhubungan. Untuk
masing-masing stimuli itu dapat memberi respon yang sama. Umpamanya, dengan
ditunjuki segitiga, segiempat, lingkaran, bujur sangkar, siswa diharapkan
dapat menjawab ”bentuk-bentuk geometrik”.
2. Membeda-bedakan di kelas, jika generalisasi telah dibuat, siswa harus
belajar membedakan konsep itu dari konsep-konsep lain yang mirip.
Dengan kata lain, jika kita mempelajari suatu konsep, kita belajar memberi
respon pada suatu kondisi dan tidak memberi respon pada suatu kondisi
yang di luar kondisi tersebut.
Menurut Dahar Ada beberapa keuntungan yang ditawarkan dalam
belajar konsep, yaitu14 :
12
Nana Sudjana dan Wari suwariyah, Model-model mengajar CBSA, (Bandung: Sinar Baru, 1995), h. 57.
13
Setijadi, Pengelolaan Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991) Cet. Ke-2 h. 138-139.
14
1. Mengurangi beban berat memori karena kemampuan manusia dalam
mengategorisasikan berbagai stimulus terbatas.
2. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun berpikir.
3. Konsep-konsep merupakan dasar proses mental yang lebih tinggi.
4. Konsep-konsep diperlukan untuk memecahkan masalah.
Matematika merupakan ilmu yang berhubungan dengan atau menelaah
bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan
diantara hal-hal itu. Untuk memahami struktur-struktur serta
hubungan-hubungan, tentu saja diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep yang
terdapat di dalam matematika itu. Dengan demikian, belajar matematika
berarti belajar tentang konsep-konsep dan struktur yang terdapat dalam
bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara
konsep-konsep dan struktur tersebut.15
Konsep dalam belajar matematika adalah suatu ide abstrak yang
memungkinkan kita untuk dapat mengklasifikasikan (mengelompokkan)
obyek atau kejadian, dan menerangkan apakah obyek atau kejadian itu
merupakan contoh atau bukan dari ide tersebut. Contoh: konsep bangun ruang
sisi lengkung yang meliputi bangun tabung, kerucut dan bola. Dengan adanya
konsep memungkinkan kita memisahkan obyek-obyek, apakah itu termasuk
bangun ruang sisi lengkung? dan konsep-konsep apa saja sehingga
terbentuknya bangun ruang sisi lengkung tersebut?
Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih
bermakna jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan
struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping
hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan strukur-struktur.16
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, konsep dalam belajar
matematika merupakan salah suatu ide atau cara dengan memahami
kebersamaan sifat-sifat dari benda-benda konkret atau peristiwa-peristiwa
untuk dikelompokkan menjadi salah satu jenis (bentuk abstrak) dalam belajar
15
Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum dan pengembangan Matematika, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2001) h. 7.
16
matematika. Dengan demikian siswa itu telah siap untuk belajar konsep
matematika. Bentuk konsep yang sederhana adalah konsep konkret yang
berarti sekumpulan objek-objek dan peristiwa-peristiwa. Sedangkan di dalam
proses belajar matematika, siswa dapat mengekspresikan dengan
menggunakan benda-benda, gambar-gambar, kata-kata, simbol-simbol,
maupun dalam bentuk skema (rencana atau bagan) sehingga konsep-konsep
yang sudah tertanam pada pengalaman belajar siswa tersebut dapat
dihubungkan dengan konsep yang relevan dalam belajar matematika
selanjutnya. Hal ini dapat memudahkan siswa untuk memahami suatu
konsep-konsep yang terdapat dalam belajar matematika.
C. Pemahaman Konsep Matematika.
Istilah pemahaman, sebagai terjemahan dari istilah Understanding,
mempunyai tingkat kedalaman arti yang berbeda. Misalnya, bila seorang ahli
matematika mengatakan bahwa ia memahami suatu teori matematika, maka
berarti ia mengetahui banyak hal tentang teori itu. Sekarang keadaan di atas
dibandingkan dengan keadaan seorang siswa sekolah dasar atau siswa sekolah
menengah yang telah memahami hukum asosiatif. Apakah kedalaman
pemahaman siswa tadi sama seperti ahli matematika di atas? Jawabnya tentu
saja tidak. Terdapat beberapa tingkat pemahaman matematika.
Menurut Ngalim, Pemahaman atau komprehensi adalah tingkat
kemampuan yang mengharapkan testee (siswa) mampu memahami arti atau
konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini testee tidak hanya
hafal secara verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang
ditanyakan.17
Adapun Heruman tentang Pemahaman konsep yaitu pembelajaran
lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami
suatu konsep matematika.18 Lanjutnya pemahaman konsep terdiri atas dua
pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman
17
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Ramaja Rosdakarya, 2004) Cet. Ke-12 h. 44.
18
konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman
konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan
lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep
dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau
kelas sebelumnya.
Menurut Skemp, dimana Skemp mengajukan gagasannya tentang
tingkatan-tingkatan pemahaman atau daya serap (the levels of understanding)
siswa pada pembelajaran matematika. Skemp membedakan tingkatan
pemahaman siswa terhadap matematika menjadi dua yaitu, pemahaman
instruksional (instructional understanding) dan pemahaman relasional
(realational understanding). Pemahaman instruksional sejumlah konsep
diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya
hafal rumus dalam perhitungan sederhana, pada tingkatan ini dapat dikatakan
siswa baru berada di tahap tahu atau hafal suatu rumus dan dapat
menggunakannya untuk menyelesaikan suatu soal, tetapi dia belum atau tidak
tahu mengapa rumus tersebut dapat digunakan. Siswa pada tahapan ini juga
belum atau tidak bisa menerapkan rumus tersebut pada keadaan baru yang
berkaitan. Sebaliknya pemahaman relasional termuat suatu skema atau
struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian yang lebih luas. Pada
tahapan tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan
hafal tentang suatu rumus, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa rumus
tersebut dapat digunakan. Lebih lanjut, dia dapat menggunakannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain. Jadi dalam
pemahaman relasional sifat pemakaiannya lebih bermakna.19 Bloom,
membedakan pemahaman (comprehension) menjadi tiga macam pemahaman
yaitu, pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation), dan
pembuatan ekstrapolasi (ekstapolation). Dalam matematika misalnya mampu
mengubah (translation) soal kata-kata ke dalam simbol dan sebaliknya,
19
mampu mengartikan (interpretation) suatu kesamaan, mampu memperkirakan
(ektrapolation) suatu kecenderungan dari diagram.
Pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut NCTM yaitu
dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam:
1. Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan.
2. Membuat contoh dan non contoh penyangkal.
3. Mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan simbol.
4. Mengubah suatu bentuk refresentasi kebentuk yang lain.
5. Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep.
6. Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat-syarat yang
menentukan suatu konsep.
7. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.20
Berdasarkan uraian di atas, pemahaman merupakan terjemahan dari
komprehensi (comprehension). Pemahaman adalah kemampuan untuk
menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Paham artinya ”mengerti
benar”, sehingga pemahaman konsep artinya mengerti benar tentang konsep.
Pemahaman konsep matematika adalah kemampuan untuk mengerti dan dapat
menjelaskan suatu konsep pada matematika. Pemahaman yang sesuai dalam
penelitian ini adalah pemahaman relasional, pemahaman yang didalamnya
terdapat suatu skema (bagan) atau struktur sehingga dapat digunakan pada
penyelesaian yang lebih luas, misalnya pengajaran dimulai dari hal yang
kongkret (dasar) dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal
yang sulit, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Dalam pemahaman
relasional sifat pemakaiannya lebih bermakna (Meaningful). Untuk
memahami materi yang menyangkut konsep matematika yang lebih tinggi,
akan menuntut kemampuan pemahaman yang lebih tinggi.
Jadi, pemahaman konsep matematika yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah menekankan pada kemampuan kognitif siswa untuk mengerti suatu
konsep di dalam matematika terutama pada pokok bahasan bangun ruang sisi
20
lengkung yang meliputi : dapat mengidentifikasi unsur-unsur bangun ruang
sisi lengkung (BRSL), dapat menghitung luas selimut dan luas permukaan
bangun ruang sisi lengkung (BRSL), dapat menghitung volume dari bangun
ruang sisi lengkung (BRSL), dan dapat memecahkan masalah yang berkaitan
dengan bangun ruang sisi lengkung (BRSL) yang disesuaikan dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada materi matematika untuk
SMP kelas IX semester 5.
D. Pengertian Pendekatan Belajar Bermakna (Meaningful Learning)
Pendekatan ialah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa
dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana materi itu
disajikan.21 Belajar bermakna dikemukakan oleh Ausubel, menurut Ausubel
dalam proses pembelajaran dengan pendekatan belajar bermakna adalah suatu
proses belajar yang mengaitkan informasi atau konsep baru dengan
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif (subsumer) seseorang.22
Pendekatan belajar bermakna ini menekankan bahwa guru dalam memberikan
materi pelajaran yang baru harus dapat dihubungkan dengan konsep yang ada
dalam struktur kognitif siswa. Suparno menyatakan tentang belajar bermakna,
yaitu ”...kegiatan siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada
pengetahuan berupa konsep-konsep yang telah dimilikinya”.23
Menurut Ausubel yang dilansir oleh Mulyati bahwa banyak pendidik
menyamakan belajar penemuan dengan belajar hafalan sebab mereka
berpendapat belajar bermakna hanya terjadi bila peserta didik menemukan
sendiri pengetahuan. Namun, belajar penemuan menjadi bermakna bila dapat
menjelaskan hubungan antar konsep. Belajar penemuan dapat dipandang
rendah kebermaknaannya dan merupakan belajar hafalan bila dalam
memecahkan masalah, sekedar menebak. Dengan demikian, belajar bermakna
21
Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua, Murid, Guru, Dan SPG.(Bandung: Tarsito,1980), h.98.
22
Mulyati, Psikologi Belajar......h. 78.
23
tidak sesederhana seperti belajar tentang materi bermakna dan bertujuan
memperoleh makna baru.24 Jadi, inti dari teori Ausubel tentang belajar
bermakna adalah suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep
yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori belajar
Ausubel, ’belajar’ dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi. Pertama,
berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang disajikan pada
siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang
telah ada (telah dimiliki dan diingat siswa tersebut).25
Menurut Mulyasa bahwa pendekatan belajar bermakna (meaningful
learning) berbeda dari pendekatan belajar menghafal yang selama ini tetap
dilaksanakan oleh para guru pada proses belajar mengajar di kelas. Dalam
metode menghafal, murid-muridnya mendengar dan menerima, kemudian
mengingat-ingat materi pelajaran yang diterima tersebut. Kadang-kadang
terdapat materi yang kurang dipahami peserta didik, bukan tidak masuk akal
peserta didik. Namun, karena materi tersebut sudah ada dalam paket pelajaran,
dan ada keharusan bagi peserta didik untuk menghafalnya, maka peserta didik
diam saja menerima. Metode ini disebut ”chalk and talk”. Dalam metode
”chalk and talk” ini, pihak yang lebih aktif adalah guru. Sementara itu peserta
didik lebih bersifat pasif. Metode ini juga dikenal dengan istilah ”receptive
learning”. Dalam metode ini, pembelajaran terjadi dalam situasi rutin dan
membosankan. Materi pelajaran, meskipun diterima dan dihafal, namun
mudah terlupakan, karena materi tersebut tidak diterima melalui pemahaman
yang masuk akal, tetapi melalui instruksi transmisi.26
Senada dengan Mulyasa mengenai teori belajar Ausubel, Ruseffendi
membedakan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar
menghafal, siswa dapat belajar dengan menghafalkan apa yang sudah
24
Mulyati, Psikologi Belajar ………...h. 78.
25
Heruman, Model Pembelajaran ...h. 4-5.
26
diperolehnya. Sedangkan belajar bermakna adalah memahami apa yang sudah
diperolehnya, dan dikaitkan dengan keadaan lain sehingga apa yang ia pelajari
akan lebih dimengerti. Adapun Suparno menyatakan bahwa belajar bermakna
terjadi apabila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru kedalam
struktur pengetahuan mereka dalam setiap penyelesaian masalah.27
Pendekatan belajar bermakna jauh lebih bernilai dari pada menghafal.
Sehubungan dengan hal ini, Novak menggambarkan dalam suatu diagram
kegiatan belajar-mengajar ditinjau dari dua kontinum yaitu belajar bermakna
disatu ujung, dan diujung lain belajar secara menghafal, seperti terlihat pada
gambar diagram berikut 28 :
Gambar 2.2 : Diagram Kegiatan B-M ditinjau dari kontinum belajar bermakna
dan belajar menghafal.
Konsep utama dalam teori Ausubel dengan pendekatan belajar bermakna
adalah suatu bentuk pemprosesan informasi dalam otak atau struktur kognitif
sehingga siswa memahami benar apa yang telah dipelajarinya. Ausubel
mengemukakan bahwa belajar bermakna baru dapat terjadi apabila
informasi-informasi baru yang dipelajarinya dapat diasimilasikan kedalam struktur
pengetahuan yang telah berada dalam struktur kognitif siswa.29
Ada dua hal penting dalam konsep belajar bermakna, yaitu struktur
kognitif dan materi pengetahuan baru. Struktur kognitif merupakan segala
27
Heruman, Model Pembelajaran ... h. 5.
28
Ida Tampubolon Sinambela, Disertasi Tes esai pemetaan konsep...... h. 15.
29
pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar yang
lalu. Dalam belajar bermakna pengetahuan baru harus mempunyai hubungan
atau dihubungkan dengan struktur kognitifnya. Hubungan tersebut akan terjadi
karena adanya kesamaan isi (subtantiveness) dan secara beraturan (
non-arbitrer).30
Menurut Slameto bahwa Struktur kognitif adalah perangkat fakta-fakta,
konsep-konsep, generalisasi-generalasi yang terorganisasi, yang telah
dipelajari dan dikuasai seseorang.31
Macam-macam variabel struktur kognitif adalah :
1. Pengetahuan yang telah dimiliki
Bagaimana bahan baru dapat dipelajari dengan baik, bergantung pada apa
yang telah diketahui (advence organizers).
2. Diskriminabilitas
Konsep-konsep baru yang dapat dibedakan dengan jelas, dengan apa yang
telah dipelajari, mudah dipelajari dan dikuasai.
3. Kemantapan dan kejelasan
Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada di dalam struktur
kognitif memudahkan belajar dan retensi. Untuk menambah kemantapan
dan kejelasan konsep itu perlu latihan.
Adapun menurut Sukmadinata bahwa agar belajar bagi siswa, ada dua
tambahan persyaratan. Pertama, suatu materi memiliki kebermaknaan logis
berarti bahwa materi tersebut dapat dihubungkan dengan konsep-konsep yang
telah ada pada siswa. Agar materi baru dapat dipahami siswa, maka ia sendiri
harus memiliki materi yang sesuai dengan hal itu. Bila siswa dalam struktur
kognitifnya telah memiliki materi, ide-ide yang sesuai, yang memungkinkan
materi baru dapat dihubungkan padanya secara substantif dan non-arbitrer,
maka materi tersebut telah memiliki kebermaknaan potensial (potential
meaningfulness). Kedua, suatu materi memiliki kebermaknaan potensial,
30
Nana Syaodih S, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2001), cet ke-4, h. 135.
31
sebab siswa dapat memberikan makna, tetapi hal itu bergantung pada kemauan
siswa untuk memberi makna atau tidak. Apabila si siswa mempunyai kesiapan
untuk memberi makna maka terjadilah belajar bermakna (meaningful
learning).32
Kalau disimpulkan belajar bermakna ini menuntut tiga persyaratan :
1. Materi yang dipelajari harus dapat dihubungkan dengan struktur kognitif
secara beraturan karena adanya kesamaan isi.
2. Siswa harus memiliki konsep yang sesuai dengan materi yang akan
dipelajarinya.
3. Siswa harus mempunyai kemauan atau motivasi untuk menghubungkan
konsep tersebut dengan struktur kognitifnya.
Menurut Ausubel dalam Novak, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna
yakni33 :
1. Materi pembelajaran yang dipelajari secara bermakna akan lebih lama
dapat diingat.
2. Informasi yang tersubsumsi (proses interaksi antara materi baru dengan
subsumer) berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer,
jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang
mirip.
3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek
residual pada subsumsi, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang
mirip walaupun telah terjadi lupa.
Untuk menerapkan belajar bermakna dalam pembelajaran, Ausubel,
memberikan pernyataan bahwa ”the most important single factor influencing
learning is whot the learner already knows. Ascertain this and teach him
accordingly”. Maksudnya adalah faktor paling penting yang mempengaruhi
belajar ialah apa yang telah diketahui siswa yakinilah ini dan ajarlah ia
32
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor... ...h. 136.
33
demikian.34 Pernyataan Ausubel inilah yang menjadi inti dari belajar
bermakna (meaningful Learning) yang merupakan teorinya.
Dalam menerapkan teori Ausubel pada pembelajaran, ada empat langkah
yang harus dipenuhi guru yakni pengatur awal (advance organizer),
diperensiasi progresif, belajar superordinat, integrative reconciliation.35
Pengatur awal (advance organizier) mengarahkan para siswa ke materi
yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat kembali
informasi yang berhubungan yang dapat digunakan untuk membentuk
menanamkan pengetahuan baru. Suatu pengatur awal dapat dianggap
semacam pertolongan mental, dan disajikan sebelum materi baru. Dengan
strategi ini guru dapat menerapkan secara nyata di depan kelas dengan
menugaskan para siswa untuk membaca terlebih dahulu materi yang akan
dibahas pada pertemuan berikutnya. Misalnya sebagai pokok bahasan
pembelajaran adalah bangun ruang sisi lengkung. Maka guru menugaskan
siswa untuk membaca terlebih dahulu materi ini sebelum pembahasannya di
depan kelas.
Strategi kedua yang harus ditampilkan guru dalam pembelajaran
bermakna adalah diferensiasi progresif. Diferensiasi progresif yaitu
mengembangkan konsep mulai dari unsur-unsur paling umum dan inklusif
suatu konsep yang harus diperkenalkan lebih dahulu, kemudian baru hal-hal
lebih mendetil dan khusus. Jadi, konsep-konsep disusun secara hierarkis.
Dengan menggunakan strategi ini, materi pelajaran yang disampaikan guru
hendaknya bertahap. Guru mengajarkan konsep-konsep yang paling inklusif
lebih dahulu, kemudian konsep-konsep yang kurang inklusif, dan setelah itu
baru mengajarkan hal-hal yang khusus seperti contoh-contoh setiap konsep.
Strategi ketiga yang harus diterapkan guru dalam pembelajaran dengan
pendekatan belajar bermakna adalah belajar superordinat. Superordinat yaitu
suatu pengenalan konsep-konsep yang telah dipelajari sebagai unsur-unsur
34
Wiwik Haryani et. al, Penggunaan Peta Konsep Sebagai Media Pembelajaran Dalam Pencapaian Belajar Bermakna (Meaningful Learning), (Samarinda: Universitas Mulawarman, 2000) h. 42-43.
35
yang lebih luas. Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah
dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang
lebih luas, lebih inklusif (umum).
Strategi ke empat adalah Penyesuaian Integratif (integrative
reconciliation), kadang-kadang seorang siswa dihadapkan pada suatu
kenyataan yang disebut pertentangan kognitif (cognitive dissonance). Hal ini
terjadi bila dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep
yang sama, atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih dari satu konsep.
Untuk mengatasi pertentangan kognitif ini, maka guru disarankan untuk
menerapkan strategi penyesuaian integratif.
Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya
disusun sedemikian rupa sehingga guru dapat menjelaskan tentang kesamaan
dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep yang
baru saja dipelajari. Guru dapat memulai dengan konsep yang paling umum,
tetapi guru perlu memperlihatkan bagaimana keterkaitnya konsep-konsep
subordinat, dan kemudian bergerak kembali melalui contoh-contoh ke arti
baru bagi konsep yang tingkatnya lebih tinggi. Setelah itu guru juga dapat
menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan-latihan sehingga siswa bisa
lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan pelajaran
bermakna sejauh pelajaran atau masalah itu riil atau berharga bagi si pelajar,
dan sejauh hubungan esensial antara bagian-bagiannya ditegaskan, sehingga
tugas murid adalah menangkap atau memahami hubungan-hubungan dalam
keseluruhan itu. Belajar bermakna akan menghasilkan konsep-konsep, ide-ide
baru yang punya makna, penuh arti, jelas, nyata perbedaannya dengan belajar
menghafal. Namun siswa pada pendidikan lebih tinggi proses pembelajaran ini
akan banyak makan waktu. Maka untuk siswa dalam belajar matematika
dengan pendekatan belajar bermakna akan lebih efektif jika guru
menjelaskannya dengan penemuan (inquiri) dari konsep sebelumnya yang
pendekatan belajar bermakna diharapkan siswa akan dapat menguasai dan
mengingat konsep-konsep inti relevan yang akan dipelajari selanjutnya.
E. Penerapan Belajar Bermakna (Meaningful Learning) Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika.
Mengurangi
Gambar 2.3 : Penerapan Belajar Bermakna Dalam Meningkatkan Pemahaman
Konsep Matematika Siswa
Pembelajaran matematika umumnya diajarkan dengan pendekatan yang
berorientasi kepada guru. Padahal idealnya pelajaran disampaikan dengan
pendekatan yang berpusat pada siswa. Dengan memilih pendekatan atau
sebuah metode yang tepat sehingga siswa akan menjadi siswa yang aktif,
kreatif, dan dapat berprestasi di sekolahnya.
Proses pembelajaran matematika yang abstrak dengan pendekatan belajar
bermakna ini, siswa memerlukan alat bantu berupa media pembelajaran dan
alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru
sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran
dan selanjutnya abstrak. Sehingga pembelajaran matematika akan terjadi
keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang
akan diajarkan.
Setiap konsep matematika yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu
segera diberi penguatan agar mengendap dan bertahan lama dalam memori
siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk
keperluan inilah, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan
pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal
ini akan mudah dilupakan siswa. Pepatah Cina mengatakan, ”Saya mendengar
maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya
mengerti”.36 Proses pembelajaran ini sangat tepat atau relevan dengan
pendekatan belajar bermakna (Meaningful Learning).
Pendekatan Meaningful Learning atau Belajar bermakna merupakan
suatu metode atau strategi belajar mengajar yang membuat siswa menjadi aktif
sehingga mengurangi terjadinya proses pembelajaran hafalan, memperbesar
minat dan perhatian siswa karena sudah paham konsep terutama dalam
pembelajaran matematika, memperoleh pengalaman belajar yang nyata
(makna), meletakkan dasar-dasar penting sehingga bertahan lama dalam
ingatan (memori) siswa, menumbuhkan pemikiran yang teratur tercipta efisien
dalam belajar sehingga menjadi siswa yang kreatif dan inovatif, serta dapat
dengan tepat mengerjakan soal atau tugas dengan lebih baik dari sebelumnya.
Hasil perencanaan dalam proses pembelajaran matematika menunjukkan
bahwa pendekatan Meaningful Learning terhadap pemahaman konsep ini dapat
menjadikan siswa mengurangi proses pembelajaran hafalan, memperbesar
minat dan perhatian siswa dalam pembelajaran matematika, memperoleh
pengalaman belajar yang nyata (makna), meletakan dasar-dasar penting
sehingga bertahan lama dalam ingatan (memory) siswa, menumbuhkan
pemikiran yang teratur sehingga tercipta efisien dalam belajar.
36
Berdasarkan hal di atas, pengenalan dan pemahaman konsep sangat
penting dilakukan karena keberhasilan dan kesalahan dalam pemahaman
konsep-konsep yang bersifat mendasar dalam kajian suatu bahan mempunyai
dampak pada konsep-konsep dalam bahan kajian lainnya, karena matematika
dijenjang tertentu haruslah dibekali dengan keberhasilan pembelajaran
matematika dijenjang awal. Dan Teori belajar bermakna (meaningful learning)
yang dipelopori oleh Ausubel inilah, bertujuan mendasar memberikan
pemahaman konsep awal berkaitan dengan pemahaman konsep yang akan
diajarkan selanjutnya. Sehingga pemahaman konsep matematika siswa akan
meningkat jika proses pembelajarannya dengan pendekatan belajar bermakna
(Meaningful Learning).
F. Kajian Penelitian Yang Relevan
Sebagai bahan penguat penelitian tentang peningkatan pemahaman
konsep matematika siswa dengan menggunakan pendekatan belajar bermakna
(Meaningful Learning), penulis mengutip penelitian yang relevan yaitu :
1. Hasil penelitian oleh Haryani, dkk (2000). Tentang Penggunaan Peta
Konsep Sebagai Media Pembelajaran Dalam Pencapaian Belajar Bermakna
(Meaningful Learning). Hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
a. Nilai semua tes hasil belajar siswa pada setiap siklus menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan. Ini artinya penggunaan peta konsep
dalam pencapaian Meaningful Learning ini berpengaruh positif.
b. Dari angket skala sikap pun menunjukkan bahwa siswa semangat
belajar dengan penggunaan peta konsep dalam pencapaian Meaningful
Learning ini, dan banyak yang berpendapat bahwa hampir semua siswa
senang jika penggunaan peta konsep dalam pencapaian Meaningful
Learning ini diterapkan disekolahnya.
2. Ida Tampubolon Sinambela (1994) dalam penelitiannya yang berjudul Tes
Esai Pemetaan Konsep Sebagai Alat Ukur Dalam Belajar Bermakna
pendekatan proses dan pendekatan konsep dalam meaningful learning.
Diperoleh hasil penelitian ini tes esai pemetaan konsep memberikan hasil
belajar yang lebih baik dibanding dengan tes pilihan ganda sebagai alat
ukur dalam belajar bermakna (meaningful learning).
G. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan
1. Peningkatan Pemahaman konsep matematika akan terjadi pada siswa
terutama pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut,
dan bola) apabila guru bidang studi matematika di SMP Waskita Madya
melaksanakan proses pembelajaran dengan mengaitkan konsep yang sudah
dipelajari dengan konsep yang akan atau sedang diajarkan. Sehingga siswa
tidak menganggap pokok bahasan itu sulit lagi dan tidak perlu selalu
banyak menghafal rumus untuk menyelesaikan soal bangun ruang sisi
lengkung.
2. Pendekatan Belajar bermakna adalah salah satu pendekatan yang konsep
pembelajarannya menuntut konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan
dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa.
Pengambilan konsep/pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung ini juga
disesuaikan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) SMP
yang meliputi : Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang sisi lengkung
(BRSL), menentukan luas selimut dan volume bangun ruang sisi lengkung
(BRSL), serta memecahkan masalah yang berkaitan dengan bangun ruang
sisi lengkung (BRSL). Dalam hal ini pembelajaran dengan belajar
bermakna (Meaningful Learning) yang akan digunakan diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa sehingga akan
berpengaruh bagi siswa agar mengurangi terjadi proses pembelajaran
hafalan, memperbesar minat dan perhatian siswa, memperoleh belajar yang
bermakna, konsep dapat bertahan lama dalam memory siswa dan
menumbuhkan pemikiran yang teratur serta siswa akan lebih aktif, kreatif,
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Waskita Madya yang beralamat di
Jalan Benteng Betawi Cipondoh Kota Tangerang Banten 15141.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari tanggal 13 Juli sampai dengan 08 September
tahun 2009. Adapun jadwal penelitian terlampir pada lampiran 1.
B. Rancangan Siklus Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang
difokuskan pada situasi kelas, atau Classroom Action Research dengan
peningkatan pada unsur design untuk memungkinkan diperolehnya gambaran
keefektifan tindakan yang dilakukan. Metode penelitian ini dilakukan pada
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan belajar bermakna
(Meaningful Learning) untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika
siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung (BRSL).
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti melakukan pra siklus (pra
penelitian). Dalam pra siklus tersebut peneliti melakukan observasi terhadap
guru dan siswa kelas IX tentang proses pembelajaran matematika khususnya
materi bangun ruang sisi lengkung (BRSL). Observasi dilakukan dengan cara
melihat data dari nilai raport kelas IX semester 5 yang masih tergolong rendah
dan wawancara terhadap guru tentang preoses belajar matematika. Setelah pra
siklus ini selesai dilakukan barulah peneliti melakukan penelitiannya terdiri
dari 3 siklus.
Dalam penelitian ini, peneliti merencanakan menggunakan beberapa
siklus, dimana tiap-tiap siklus terdiri dari empat tahapan, diantaranya yaitu :