ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI
Oleh :
Annisa Nurfatimah
NIM: 109084000053
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Annisa Nurfatimah 2. Tempat, Tanggal Lahir : Semarang, 23 April 1991
3. Alamat :Jl.Kasturi II J/4 Pancoranmas,Depok
4. E-mail : annisaftmh23@gmail.com
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. TK Islam Aisyah 6 (1995-1997) 2. SDN Anyelir 1 Depok (1997-2003) 3. SLTPN 41 Jakarta (2003-2006) 4. SMAN 6 Jakarta (2006-2009)
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2009-2013)
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
a. LPP Latansa (2009-2010) IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : (Alm.) Agustin Indrianto
2. Ibu : Sunarti
3. Alamat : Jl.Kasturi II J/4 Pancoranmas Depok
ii ABSTRACT
This research aims to discover the potential of the economic sectors in the Districts/ Cities in Bali and identify the economic interactions of Denpasar with the eight other Districts during 2005-2011. This research takes GDRP data of Bali and the nine Districts /Cities in Bali according to the business field. This research uses data analysis method that takes Location Quotients (LQ), Shift Share, Typology and the Gravity Model as its analysis tools to find out economic interactions between Denpasar and the eight other Districts in Bali.
Based on the LQ analysis, this research shows that Denpasar has five base sectors. They are electricity, gas and water sector; financial, lease and company service sector; manufacturing sector; trade, hotel and restaurant sector; and transportation and communication sector. In Badung, they have four dominant sectors consists of transportation and communication sector; trade, hotel and restaurant sector; construction sector; and electricity, gas and water sector. So does Buleleng, it has four base sectors. They are services sector; agricultural sector; quarrying sector and manufacturing sector. Meanwhile, in Gianyar, Bangli, Klungkung, Jembrana and Karangasem, there are three dominant sectors and in Tabanan, there is only two of it.
In Bali, there are two potential industry sectors which can be developed as the base sector, like electricity, gas and water sector and transportation and communication sector. The average LQ of electricity, gas and water sector about 0,801 and transportation and communication sector is 0,764. That value is approaching LQ>1, so it‟s potentially developed as a base sector. Both of these sectors have good growth in the district as well as in the city. They take V and VI typology, which means these sectors are non-base sector that has a rapid growth in the city level, despite slow growth in the Province level, so it‟s potentially to be developed into a base sector.
Gravity analysis shows that the establishment of Denpasar as the Centre of growth and governance is right, because of its strong economic interaction with eight other districts in Bali. The districs that have strong linkages with Denpasar city such as Klungkung, Tabanan, Badung and Gianyar, could be developed as a cooperative partner in the development of the region. Based on Denpasar‟s leading sectors economic and the inter-regional economic linkages, the establishment of Denpasar as The Leading Strategic Region is considered to be appropriate.
iii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari sektor-sektor ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali dan mengidentifikasi interaksi ekonomi Kota Denpasar dengan kedelapan Kabupaten lainnya selama tahun 2005-2011. Penelitian ini menggunakan data PDRB Provinsi Bali dan sembilan (9) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali menurut lapangan usaha. Penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan alat analisis Location Quatient (LQ), Shift Share, Tipologi Sektoral, dan Model Gravitasi untuk mengetahui interaksi ekonomi antara Kota Denpasar dengan kabupaten-kabupaten di Bali.
Hasil penelitian ini menunjukkan berdasarkan analisis LQ Kota Denpasar memiliki lima sektor basis yaitu sektor listrik, gas dan air; sektor keuangan, penyewaan dan jasa perusahaan; sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Kabupaten Badung memiliki empat sektor basis yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air. Kabupaten Buleleng juga memiliki empat sektor basis yaitu sektor jasa-jasa; sektor pertanian; sektor penggalian dan sektor industri pengolahan. Sedangkan untuk Kabupaten Gianyar, Bangli, Klungkung, Jembrana, dan Karangasem memiliki 3 sektor basis. Hanya Kabupaten Tabanan yang memiliki 2 sektor basis. Terdapat dua sektor potensial untuk dikembangkan menjadi sektor basis secara keseluruhan di Provinsi Bali yaitu sektor listrik, gas dan air; sektor pengangkutan dan komunikasi. Nilai LQ rata-rata dari sektor listrik, gas dan air sebesar 0,801 dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,764, nilai tersebut mendekati LQ>1 sehingga berpotensi menjadi sektor basis. Kedua sektor ini memiliki pertumbuhan yang baik di Kabupaten/Kota dan menempati Tipologi V dan VI, yang berarti sektor ini adalah sektor non basis, memiliki pertumbuhan yang cepat di tingkat Kabupaten/Kota walaupun pertumbuhan di Provinsi lambat, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi sektor basis.
Analisis gravitasi menunjukkan penetapan Kota Denpasar sebagai pusat pertumbuhan dan pemerintahan tepat karena kuatnya interaksi ekonomi Kota Denpasar dengan Kabupaten-kabupaten lainnya. Daerah yang memiliki keterkaitan kuat dengan Kota Denpasar adalah Kabupaten Klungkung, Tabanan, Badung, dan Gianyar yang dapat dikembangkan sebagai mitra kerjasama dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan sektor unggulan yang dimiliki maupun adanya keterkaitan ekonomi antar daerah, penetapan Kota Denpasar dianggap tepat jika menjadi Kawasan Strategi Andalan.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada: 1. Ayah Alm. Agustin Indrianto dan Ibu Sunarti, atas doa dan kasih sayang yang
tidak terbatas kepada peneliti hingga saat ini, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing I yang telah membantu penulis hingga skripsi ini selesai.
3. Bapak Dr. Lukman dan Ibu Utami Baroroh M.Si selaku Ketua dan Sekretaris jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan SE. MSc., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
v
6. Aisyah Nurhasanah, untuk menjadi adik tersayang sekaligus sahabat bagi penulis.
7. Keluarga besar H. Sabur dan Amat Pi’i, terimakasih untuk support dan doanya yang tidak pernah henti kepada penulis.
8. Ratna dan Citra, terimakasih atas persahabatan dari awal kuliah hingga saat ini yang telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu memberikan semangat. 9. Sahabat SMA Isty, Mei dan Ane terimakasih atas motivasi dan membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
10.Rekan-rekan The Komplek, Ichsan, Dimas Prabowo, Asep, Rhomdon terimakasih yang selalu menghibur di kala susah dan senang.
11.Dimas Aditya dan Aditya Nugraha terimakasih teman seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. 12.Seluruh rekan-rekan IESP 2009, Lia, Wulan, Sani, Indah, Kana, Rini, Zona,
Dira, Ami, Rifqi, Andre, Kana serta teman-teman IESP Pembangunan dan Kelas B 2009 lainnya, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
13. Kakak-kakak senior angkatan 2007 dan 2008 yang sangat banyak membantu penulis. Khususnya Kak Yucup, Kak Riri, Kak Newning dan Kak Sofi.
14.Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah membalas semua kebaikan-kebaikan kalian.
Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.
Depok,3 Juni 2013
vi DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 12
vii
2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ... 14
3. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 15
4. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah ... 19
a. Teori Harrod-Domar dalam sistem regional ... 20
b. Teori Pertumbuhan Cepat Yang Disinergikan ... 22
c. Teori Basis Ekonomi ... 23
d. Teori Tempat Sentral ... 28
e. Teori Interaksi Spasial ... 28
5. Model atau Teori Gravitasi ... 29
B. Penelitian Terdahulu ... 30
C. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 44
B. Metode Penentuan Sampel ... 44
C. Metode Pengumpulan Data ... 45
D. Metode Analisis Data ... 45
1. LQ (Location Quotient) ... 46
2. Shift Share ... 49
3. Tipologi Sektoral ... 54
4. Model atau Teori Gravitasi ... 57
viii BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 64
1. Gambaran Umum Provinsi Bali ... 64
a. Keadaan Geografi dan Demografi Provinsi Bali ... 64
b. Keadaan Iklim ... 67
c. Pemerintahan ... 68
d. Kependudukan ... 68
e. Pendidikan ... 70
f. Kesehatan ... 71
B. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi, Keterkaitan Wilayah dan Sektor Potensial ... 71
1. Analisis Perkembangan PDRB Provinsi Bali dan PDRB Kabupaten/Kota... 72
2. Analisis Potensi Ekonomi ... 77
a. Analisis Location Quotient (LQ) ... 77
b. Analisis Shift Share ... 84
c. Tipologi Sektoral ... 94
d. Analisis Gravitasi ... 99
C. Pembahasan ... 102
1.Pembahasan Per Sektor Daerah Analisis Sembilan Kabupaten/ Kota Provinsi Bali ... 102
ix
3.Pengembangan Sektor Potensial Kabupaten/Kota di Provinsi
Bali ... 124
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 126
B. Implikasi ... 128
DAFTAR PUSTAKA ... 132
x
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman 1.1 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2005-2011 Menurut Sektor 4
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Provinsi Bali (dalam persen) 1.2 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Bali Atas Harga 5
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2011 (dalam
persen)
2.1 Penelitian Terdahulu 37
3.1 Makna Tipologi Sektor Ekonomi 56
3.2 Tabel Operasional Variabel 63
4.1 Luas Wilayah (Km2) Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 65 4.2 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha Utama di Provinsi Bali Tahun 2011 70 4.3 Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Provinsi Bali Tahun 2011 71
4.4 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2005-2011 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Provinsi Bali (dalam persen) 73 4.5 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2011 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten/Kota Provinsi Bali (Persen) 75 4.6 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) Rata-rata Kabupaten/Kota
di Provinsi Bali Tahun 2005-2011 79
4.7 Komponen Shift Share Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Tahun 2005-2011 86
4.8 Komponen Pertumbuhan ProportionalShift (Pj) Rata-rata Kabupaten/ 89 Kota di Provinsi Bali Tahun 2005-2011
4.9 Komponen Pertumbuhan DifferentialShift (Dj) di Provinsi Bali
Tahun 2005-2011 90
4.10 Hasil Rata-rata Perhitungan Akhir Analisis Shift Share Kabupaten/ 93 Kota Provinsi Bali Tahun 2005-2011
xi
4.12 Pembagian Sektor Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 98 Berdasarkan Tipologi Sektoral
4.13 Peringkat atau level Keterkaitan Gravitasi antara Kota Denpasar 100 Dengan Kabupaten-kabupaten lainnya Provinsi Bali Tahun 2005-2011
4.14 Analisis Sektor Pertanian 103
4.15 Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian 105
4.16 Analisis Sektor Industri Pengolahan 107
4.17 Analisis Sektor Listrik, Gas dan Air 111
4.18 Analisis Sektor Bangunan 112
4.19 Analisis Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 114 4.20 Analisis Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 116 4.21 Analisis Sektor Keuangan. Persewaan dan Jasa Perusahaan 120
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Berpikir Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Sektoral 42
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2005-2011
3.1 Bagan Kerangka Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota 58
di Provinsi Bali
4.1 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 103 Kabupaten/Kota Sektor Pertanian
4.2 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 106 Kabupaten/Kota Sektor Pertambangan dan Penggalian
4.3 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 108 Kabupaten/Kota Sektor Industri Pengolahan
4.4 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 110 Kabupaten/Kota Sektor Listrik, Gas dan Air
4.5 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 112 Kabupaten/Kota Sektor Bangunan
4.6 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 114 Kabupaten/Kota Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
4.7 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 116 Kabupaten/Kota Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
4.8 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 119 Kabupaten/Kota Sektor Keuangan. Persewaan dan Jasa Perusahaan 4.9 Perkembangan LQ Rata-rata Periode Tahun 2005-2011 Per 121
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman I Produk Regional Domestik Bruto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi
Bali Tahun 2005-2011 135
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kota
Denpasar Tahun 2005-2011 136
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Badung Tahun 2005-2011 136
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Gianyar Tahun 2005-2011 137
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Klungkung Tahun 2005-2011 137
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Tabanan Tahun 2005-2011 138
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Karangasem Tahun 2005-2011 138
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Bangli Tahun 2005-2011 139
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
xiv
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Jembrana Tahun 2005-2011 140
II Jarak Kota Denpasar dengan Delapan Kabupaten
Provinsi Bali 140
III Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient Kota
Denpasar Tahun 2005-2011 141 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient
Kabupaten Badung Tahun 2005-2011 141 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient
Kabupaten Gianyar Tahun 2005-2011 142 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient
Kabupaten Klungkung Tahun 2005-2011 142 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient
Kabupaten Tabanan Tahun 2005-2011 143 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient
Kabupaten Bangli Tahun 2005-2011 143 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient
Kabupaten Buleleng Tahun 2005-2011 144 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient
Kabupaten Karangasem Tahun 2005-2011 144 Hasil Perhitungan Rata-rata Location Quotient
Kabupaten Jembrana Tahun 2005-2011 145 IV Hasil Perhitungan Komponen Shift Share
Pertambahan PDRB (Gj) Tahunan Kota Denpasar 145 Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB
(Gj) Tahunan Kabupaten Badung 146
Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB
(Gj) Tahunan Kabupaten Gianyar 146
Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB
xv
Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB
(Gj) Tahunan Kabupaten Tabanan 147
Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB
(Gj) Tahunan Kabupaten Bangli 147
Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB
(Gj) Tahunan Kabupaten Buleleng 147
Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB
(Gj) Tahunan Kabupaten Karangasem 148 Hasil Perhitungan Komponen Pertambahan PDRB
(Gj) Tahunan Kabupaten Jembrana 148
V Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Kota Denpasar 148
Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Kabupaten Badung 149
Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Kabupaten Gianyar 150
Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Kabupaten Klungkung 150
Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Kabupaten Tabanan 151
Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Kabupaten Bangli 152
Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Kabupaten Buleleng 152
Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Kabupaten Karangasem 153
Hasil Perhitungan Share Komponen Nasional Share
(Nj) Kabupaten Jembrana 154
VI Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share
xvi
Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share
(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Badung 157
Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share
(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Gianyar 159
Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share (Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten
Klungkung 161
Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share
(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Tabanan 163
Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share
(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Bangli 165
Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share
(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Buleleng 167
Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share (Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten
Karangasem 169
Hasil Perhitungan Rata-rata Komponen Shift Share
(Gj), (Nj), (Dj), (Pj) Per Sektor Kabupaten Jembrana 171
VII Checking Perhitungan Shift Share Kota Denpasar 173 Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten
Badung 173
Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten
Gianyar 174
Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten
Klungkung 174
Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten
Tabanan 175
Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten Bangli 175 Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten
xvii
Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten
Karangasem 176
Checking Perhitungan Shift Share Kabupaten
Jembrana 177
VII Jumlah Penduduk Kota dan Kabupaten di Provinsi
Bali 177
Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota
Denpasar dengan Kabupaten Badung 178
Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota
Denpasar dengan Kabupaten Gianyar 178 Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota
Denpasar dengan Kabupaten Klungkung 179 Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota
Denpasar dengan Kabupaten Tabanan 179 Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota
Denpasar dengan Kabupaten Bangli 180
Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota
Denpasar dengan Kabupaten Buleleng 180 Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota
Denpasar dengan Kabupaten Karangasem 181 Hasil Perhitungan Analisa Gravitasi Interaksi Kota
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembangunan negara Indonesia, perekonomian negara perlu
dikembangkan secara terencana dan terpadu. Pembangunan yang dilakukan sudah
pasti menuju pada suatu perubahan yang mengarah kepada kesejahteraan
masyarakat yang lebih baik. Salah satu indikator kinerja pembangunan ekonomi
tersebut adalah dengan menggunakan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dilihat dari pertumbuhan sektor migas dan
sektor pariwisata (sektor nonmigas). Peran sektor pariwisata akan berfungsi
sebagai katalisator (agent of development) sekaligus akan mempercepat proses
pembangunan itu sendiri dan akan sangat berperan dalam mendorong
pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang terbatas.
Dalam GBHN tahun 1993 (Yoeti, 2008:14) dikatakan bahwa
pembangunan pariwisata diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor
andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk sektor-sektor
lainnya yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat,
pendapatan daerah, pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat
melalui pengembangan dan pendayagunaan potensi kepariwisataan nasional.
Sektor pariwisata atau nonmigas memiliki peranan yang penting dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia dan memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor pariwisata atau nonmigas
2 meningkat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi sektor migas yang
cenderung menurun. Periode tahun 2005-2011, pertumbuhan ekonomi sektor non
migas mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 terjadi penurunan dari tahun 2008
sebesar 6,46 persen menjadi 4,93 persen. Kemudian pada tahun 2010 dan 2011
pertumbuhan sektor non migas terus mengalami peningkatan menjadi 6,39 persen
dan 6,58 persen. Dibandingkan dengan pertumbuhan sektor migas pada tahun
2007 pertumbuhannya sebesar 6,35 persen, tahun 2008 dan 2009 menurun
menjadi 6,01 persen dan 4,55 persen. Pada tahun 2010 dan 2011 terjadi
peningkatan lagi menjadi 5,93 persen dan 6,12 persen. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia sektor non migas (pariwisata) menunjukkan peningkatan lebih tinggi
dibandingkan dengan sektor migas (BPS, 2011).
Penurunan pertumbuhan tahun 2009 disebabkan karena adanya krisis
ekonomi global tahun 2008, yang menyebabkan macetnya sistem keuangan dunia
sehingga terjadi kemerosotan aktivitas ekonomi dan perdagangan dunia. Hal ini
juga mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Bisa dilihat dari menurunnya
sumbangan-sumbangan sektor terhadap PDB Indonesia (BAPPENAS, 2009).
Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang di dominasi
sektor-sektor pariwisata atau nonmigas tertinggi dalam pembentukan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) nya. Selain itu, Provinsi Bali merupakan provinsi yang
menjadi primadona para wisatawan baik lokal maupun asing untuk berinvestasi
dan berlibur. Namun sektor pariwisata akan sangat rentan terhadap faktor internal
dan eksternal seperti isu-isu terorisme dan keuangan global. Pada tahun 2006
3 menjadi 5,28 persen akibat peristiwa bom yang mengguncang Bali tahun 2005.
Selanjutnya pada tahun 2008 terjadi krisis finansial global sehingga tahun 2009
perekonomian Bali turun menjadi 5,33 persen. Dinamika ekonomi makro di
tingkat nasional, berimplikasi terhadap perekonomian daerah (BPS Provinsi Bali,
2010 a).
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan
utamauntuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat
daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya
dandengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu menaksir
potensisumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah (Arsyad, 2010:374).
Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan distribusi presentase Provinsi Bali
atas dasar harga konstan tahun 2000 dari tahun 2008 hingga 2011 semua sektor
mengalami fluktuasi. Di Provinsi Bali kontribusi sektor nonmigas atau pariwisata
selama tahun 2005-2011 dari yang terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran; pertanian; jasa-jasa lainnya; pengangkutan dan komunikasi; industri
pengolahan; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; bangunan; listrik, gas dan
air; pertambangan. Semua sektor tersebut merupakan sektor utama nonmigas atau
sektor pariwisata. Namun sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan
kontribusi terhadap PDRB Bali yang paling rendah. Hal ini dikarenakan
sektor-4 sektor pariwisata. Di bawah ini merupakan paparan tabel 1.1 mengenai distribusi
PDRB Provinsi Bali sektor nonmigas (pariwisata) atas dasar harga konstan tahun
2005-2011.
Tabel 1.1
Distribusi Presentase PDRB Tahun 2005-2011 Menurut Sektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Provinsi Bali (dalam persen) No Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber : BPS Provinsi Bali 2012 (diolah kembali)
Berkembangnya pariwisata di Bali, membuat struktur perekonomian di
Bali mengalami pergeseran dari sektor primer ke sektor tersier. Hal ini tampak
jelas dari kontribusi masing-masing sektor dalam membentuk PDRB Bali. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan sektor dengan keterkaitan paling
besar terhadap pariwisata dan memberikan share paling dominan bagi PDRB Bali
bahkan menunjukkan kecendrungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun
(BPS Provinsi Bali, 2012 b).
Provinsi Bali memiliki sembilan (9) kabupaten/kota yang masing-masing
5 kabupaten/kota di Provinsi Bali, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana,
Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Karangasem, dan Buleleng.
Dalam Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010a:2), laju pertumbuhan
PDRB kabupaten/kota dan Provinsi Bali disumbang oleh 9 (sembilan) sektor
yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industripengolahan; listrik, gas
dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan
komunikasi;keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa. Kabupaten/kota
di Provinsi Bali yang laju pertumbuhannya tertinggi pada tahun 2011 adalah Kota
Denpasar sebesar 10,87 persen. Berikut ini tabel 1.2 laju pertumbuhan PDRB
kabupaten/kota Provinsi Bali atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan
usaha tahun 2011 (dalam persen).
Tabel 1.2
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Bali Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011 (Dalam Persen) Lapangan
Usaha
Kabupaten/Kota
Denpasar Badung Jembrana Tabanan Gianyar Karangasem Klungkung Buleleng Bangli
Pertanian 8,32 3,46 0,44 2,50 3,06 2,35 1,02 2,50 2,55
Sumber: BPS Provinsi Bali 2012 (diolah kembali)
Faktor utama yang menyebabkan laju pertumbuhan Kota Denpasar
6 pergerakan sektor pariwisata yang serupa dengan pergerakan sektor pariwisata
Provinsi Bali. Peran Kota Denpasar yang merupakan ibukota Provinsi Bali dan
kota pemerintahan juga sangat diminati sebagai kota wisata. Kota Denpasar
merupakan pintu gerbang sekaligus daerah utama penyedia sarana akomodasi bagi
sektor pariwisata Provinsi Bali. (BPS Kota Denpasar, 2008:35)
Berdasarkan tabel di atas kabupaten di sekitar Kota Denpasar yang laju
pertumbuhan cukup baik adalah Kabupaten Badung dan Gianyar. Laju
pertumbuhan masing-masing kabupaten sebesar 6,69 persen dan 6,76 persen.
Sedangkan laju pertumbuhan terendah di antara kabupaten/kota Provinsi Bali
adalah Kabupaten Karangasem sebesar 5,16 persen. Ini disebabkan karena
struktur ekonomi Karangasem tidak banyak mengalami pergeseran, pertumbuhan
ekonomi masih didominasi oleh sektor penggalian.
Laju pertumbuhan ekonomi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Bali oleh
sektor-sektor ekonomi secara tidak langsung menunjukkan tingkat perubahan
struktur potensi ekonomi yang berbeda-beda. Provinsi Bali memiliki banyak
sektor ekonomi yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut karena
ditunjang oleh pariwisatanya yang tersohor. Berkaitan dengan sektor pariwisata
merupakan sektor ekonomi yang terbukti mampu mengentaskan kemiskinan pada
suatu daerah karena mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dari
sektor-sektor yang lain karena sektor-sektor ini tidak memerlukan pendidikan yang tinggi serta
sumberdaya alam yang tersediasangat memadai. Pembangunan industri pariwisata
yang mampu mengentaskan kemiskinan adalah pariwisata yang mempunyai
7 Provinsi Bali memiliki sembilan kabupaten/kota yang masing-masing
tersebar pertumbuhan ekonomi untuk sektor-sektor ekonomi yang menunjang
pariwisata. Sehingga terjadi perbedaan struktur ekonomi masing-masing daerah.
Struktur ekonomi wilayah tercermin dari besarnya kontribusi PDRB
masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB. Dengan mengetahui struktur ekonomi
wilayah, maka upaya pembangunan ekonomi dapat diarahkan sesuai dengan
potensi wilayah. Pembangunan sektor-sektor ekonomi dengan menganalisis
potensi wilayah Provinsi Bali dan kabupaten/kota nya diperlukan metode untuk
mengkaji pertumbuhan wilayah, yakni dengan mengetahui sektor basis untuk
meningkatkan perekonomian wilayah.
Selain itu, pembangunan ekonomi perlu diperhatikan sektor yang
potensial dikembangkan supaya memberikan efek multiplier bagi sektor-sektor
ekonomi yang lain. Sehingga masing-masing pemerintah daerah dapat melihat
sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang
memiliki keunggulan akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan
diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.
Berdasarkan tabel laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Provinsi
Bali menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi ke delapan kabupaten di Bali
masih kalah jika dibandingkan dengan Kota Denpasar. Menurut Peraturan daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kota Denpasar tahun
2011-2031, Kota Denpasar sebagai kota otonom sekaligus juga merupakan
ibukota Provinsi Bali, dan pusat pelayanan wilayah Bali bagian selatan dengan
8 pelayanan pendidikan tinggi, pusat permukiman yang memiliki pengaruh
langsung yang kuat kepada wilayah sekitarnya.
Kota Denpasar mempunyai pengaruh yang kuat sebagai pusat
pertumbuhan sektor pariwisata di Provinsi Bali. Untuk itu perlu mengetahui daya
tarik ekonomi antar wilayah kota dengan kabupatennya sebagai usaha
meningkatkan pertumbuhan ekonomi antar daerah dan pemerataan pembangunan
ekonomi. Dengan demikian akan dapat meningkatkan output regional dan
efisiensi lokasi di daerah yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, perlu untuk mengetahui daya tarik ekonomi antar wilayah
kota dengan kabupaten yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Bali. Berdasarkan data-data dan fakta yang didapat penelitian ini
mengkaji tentang analisis sektor ekonomi yang mempengaruhi Pendapatan
Domestik Regional Bruto di Provinsi Bali dan kabupaten/kota-nya dengan judul
analisis potensi pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.
B. Perumusan Masalah
Sektor pariwisata atau non migas merupakan sektor yang pertumbuhan
ekonominya pada PDB Indonesia menunjukkan peningkatan lebih tinggi
disbanding sektor migas, karena peran sektor pariwisata atau non migas terus
menerus menggeser struktur ekonomi Indonesia. Provinsi Bali merupakan salah
satu Provinsi yang menyumbang PDB Indonesia di sektor pariwisata atau non
migas. Sektor pariwisata atau non migas menurut sektor-sektor ekonominya
terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran; industri pengolahan; pertanian;
9 pengangkutan dan komunikasi;keuangan, persewaan dan jasa perusahaan;
jasa-jasa.
Pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata atau non migas Bali dari tahun
2005-2011 cenderung naik walaupun mengalami berbagai rintangan yang
dihadapi seperti bom kembali mengguncang Bali tahun 2005 sehingga ekonomi
Bali menurun tahun 2006. Selanjutnya memasuki tahun 2009 sejumlah
kekhawatiran akan memburuknya kinerja pariwisata dan ekonomi Bali disebabkan
terjadi krisis finansial global membuat melemahnya ekonomi negara-negara
utama wisatawan asing yang berkunjung ke Bali. Krisis ini pun membawa adanya
perubahan struktur ekonomi pariwisata yang mendukung sektor pariwisata atau
non migas pada PDRB Provinsi dan kabupaten/kota Bali.
Kegiatan pembangunan bidang ekonomi khususnya sektor pariwisata
atau non migas yang perlu diperhatikan oleh seorang perencana wilayah adalah
kemampuan untuk menganalisis potensi sektor ekonomi apa yang potensial di
wilayahnya dan dapat menjadi acuan pembangunan ekonomi daerah. Jika
masing-masing pemerintah daerah mampu melihat sektor yang memiliki
keunggulan/kelemahan di wilayahnya maka sektor yang memiliki keunggulan
akan mempunyai prospek untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong
sektor-sektor lain untuk berkembang. Serta mengetahui pengaruh dan keterkaitan
Kota Denpasar sebagai pusat pertumbuhan sektor pariwisata di Bali. Dengan
demikian akan dapat meningkatkan output regional dan efisiensi lokasi di daerah
10 Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut :
1. Sektor-sektor ekonomi mana yang merupakan sektor basis di kabupaten/kota
di Provinsi Bali?
2. Sektor-sektor ekonomi manakah yang paling memiliki potensi untuk lebih
dikembangkan di keseluruhan kabupaten/kota Provinsi Bali dan sebagai
acuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerahnya?
3. Seberapa besar keterkaitan/daya tarik potensi ekonomi antara Kota Denpasar
dengan kabupaten-kabupaten di Provinsi Bali?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dasar latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan
diatas, maka penelitian ini bertujuan :
1. Menganalisis sektor-sektor nonmigas (pariwisata) yang menjadi sektor
basis di kabupaten/kota Provinsi Bali.
2. Menganalisis sektor-sektor nonmigas (pariwisata) yang potensial untuk
dikembangkan sebagai penggerak perekonomian untuk keseluruhan
kabupaten/kota di Provinsi Bali dan sebagai acuan pemerintah daerah
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya.
3. Menganalisis keterkaitan/daya tarik potensi ekonomi antara Kota
11 D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk :
1. Untuk pemerintah
a. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama
dalam rangka perencanaan ekonomi makro regional dalam
menghadapi era otonomi daerah di Provinsi Bali.
b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pemerintah daerah
untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang akan berkaitan
dengan pembangunan regional.
2. Untuk akademisi sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait.
3. Untuk penulis sebagai pengembangan dan pelatihan diri dalam
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Konsep Pembangunan Ekonomi
Penjelasan tentang definisi atau pengertian pembangunan ekonomi
banyak dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi. Menurut Adam Smith
dalam Suryana (2000:55), pembangunan ekonomi adalah proses perpaduan
antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Bertambahnya
penduduk suatu negara harus diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam
produksi untuk memenuhi permintaan kebutuhan dalam negeri.
Menurut Schumpeter dalam Sukirno (2006:251) pembangunan
ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis dan gradual, tetapi
merupakan proses yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan
ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan
perdagangan. Berdasarkan pengertian tersebut pembangunan ekonomi terjadi
secara berkelanjutan dari waktu ke waktu dan selalu mengarah positif untuk
perbaikan segala sesuatu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Industri dan
perdagangan akan menunjukkan segala kreatifitas dalam pembangunan
ekonomi dengan penggunaan teknologi industri serta dengan adanya
perdagangan akan tercipta kompetisi ekonomi.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang
terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat
13 baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan
ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua
aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih
banyak dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk.
Pendapatan perkapita berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah
penduduk (Sukirno, 1996:13).
Dalam Sukirno (2006:10), pembangunan ekonomi adalah
pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan. Arti dari pernyataan
tersebut adalah pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun
tertentu tidak hanya diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang
berlaku dari tahun ke tahun tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang
berlaku dalam kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan,
perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan
infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan
kemakmuran masyarakat.
Arsyad ( 2010:374 ), mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai
suatu proses. Proses yang dimaksud adalah proses yang mencakup
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan
jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan
14 2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2004:4), ada
perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.
Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus
dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi
keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi
adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi
melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan masalah
negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak
atau belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal.
Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2004:57) pertumbuhan
ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk
menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud
dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai
dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan
ideologi yang dibutuhkannya .
Pertumbuhan ekonomi dalam Sukirno (2006:9) sebagai suatu ukuran
kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam
suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRBpada
satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1).
15 Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor sebagai berikut :
a. Akumulasi modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan),
peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi
jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan
diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang.
Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru
dan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada.
b. Pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam
merangsang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang
tergantung kepada kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam
menyerap dan memperkerjakan tenaga kerja secara produktif.
c. Kemajuan teknologi menurut para ekonom, kemajuan teknologi
merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan
oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan
pekerjaan tradisional.
3. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Menurut Badan Pusat Statistik (2002:3) Produk Domestik Regional
16 (Regional Income) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai
tambah dari kegiatan ekonomi disuatu wilayah.
Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metode langsung dan tidak langsung (alokasi) (BPS, 2002:5-6):
1) Metode langsung
Metode langsung ini dapat dihitung dengan tiga pendekatan,
yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan
pengeluaran.
Seperti sudah disebutkan diatas, penghitungan PDRB secara
langsung bisa dihitung dengan cara:
a. Pendekatan produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai
tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto
barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian
selama satu tahun.
b. Pendekatan pendapatan,adalah pendekatan yang dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi,
meliputi:
1) Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja)
2) Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah)
3) Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)
17 c. Pendekatan pengeluaran, adalah model pendekatan dengan
caramenjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan
jasa, yaitu:
1) Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga
swastayang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah.
2) Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap
bruto.
3) Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto.
Dengan menggunakan metode tidak langsung (Metode Alokasi),
model pendekatan ini digunakan karena kadang-kadangdengan data yang
tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakanpenghitungan pendapatan
regional dengan menggunakan metodelangsung seperti tiga cara di atas,
sehingga dipakai metode alokasi ataumetode tidak langsung.
PDRB disajikan dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan
atas dasar harga konstan, PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan
nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap
tahunnya. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai
tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada
suatu tahun tertentu (tahun dasar), dalam penelitian ini, penghitungan yang
digunakan adalah tahun 2000 sebagai tahun dasar.
Dalam BPS Kabupaten Badung (2012:9) terdapat penghitungan nilai
18 1) Revaluasi. Yaitu dengan cara menilai produksi dan biaya antara
masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar 2000. Hasilnya merupakan
output dan biaya antara atas dasar harga konstan 2000. Selanjutnya nilai
tambah bruto atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara
output dan biaya antara perhitungan di atas.
2) Ekstrapolasi. Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan
2000diperoleh dengan mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000
dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat
merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan atau
indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah
perusahaan dan lainnya, yang dianggap dengan jenis kegiatan yang
dihitung.
3) Deflasi. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan
cara membagi nilai tambah atas dasar harga yang berlaku masing-masing
tahundengan indeks harga. Indeks harga yang digunakansebagai deflator
biasanya merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan
besar dan sebagainya.
4) Deflasi berganda. Dalam deflasi berganda ini, yang di deflasi adalah
output dan biaya antaranya, sedamgkan nilai tambah diperoleh dari
selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga
yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar
19 5) harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input
terbesar.
4. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan daerah
Setiap pembangunan daerah memiliki tujuan utama untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah dan masyarakatnya
harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh
karena itu, pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakatnya dengan
memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerah. (Syafrijal, 2008:8)
Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari
segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan nasional
dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilakukan di
daerah. Pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisi dan potensi
daerah. Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan
pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah
tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahan. Tujuan
pembangunan daerah hanya dapat dicapai apabila pemerintahan daerah dapat
berjalan dengan baik. Oleh karena itu pembangunan daerah merupakan suatu
20 makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan
bertanggung jawab (Sjafrizal, 2008:10).
Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan
masyarakat yang terjadi di suatu daerah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah
(added value) yang terjadi di daerah tersebut. (Tarigan, 2005:49).
Perhitungan pendapatan daerah pada awalnya dibuat pada harga
berlaku, namun agar dapat melihat dari kurun waktu ke waktu berikutnya
harus dinyatakan dengan nilai riil, artinya dinyatakan dalam nilai konstan.
Pendapatan daerah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi
yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi),
yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.
Kemakmuran suatu daerah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang
tercipta di daerah tersebut oleh seberapa besar terjadinya transfer payment ,
yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar daerah atau mendapat aliran
dari luar daerah. (Dini, 2007:20).
a. Teori Harrod-Domar dalam sistem Regional
Teori pertumbuhan yang dikembangkan oleh Evsey Domar dan
sir Roy F.Harrod. Pada hakikatnya teori Harrod-Domar merupakan
pengembangan dari teori makro Keynes. Keynes dianggap tidak lengkap
karena tidak mengungkapkan masalah-masalah ekonomi dalam jangka
panjang. Dengan kata lain teori ini berusaha menunjukkan syarat yang
dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang
21 pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan
pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh
melalui proses akumulasi tabungan. (Arsyad, 2010:84)
Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu:
1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment)
dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara
penuh.
2) Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga daan
sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri
tidak ada.
3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dengan titik
nol.
4) Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save =
MPS) besarnya tetap, demikian jugarasio antara modal-output
(Capital Output Ratio=COR) dan rasio pertambahan modal-output
(Incremental Capital-Output Ratio=ICOR). (Arsyad, 2010:84)
Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis
dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap
(seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai
apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :
22 k = Capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I) harus
terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk
menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal output).
Tarigan ( 2005:49).
b. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan
Samuelson pada tahun 1955 dalam Tarigan (2007:55)
memperkenalkan teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike). Teori ini
menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun
komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan
dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu
memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk
dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor
tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat
berproduksi dalam waktu relatif singkat dan volume sumbangan untuk
perekonomian yang cukup besar.
Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus
dan mampu bersaing pada pasar yang lebih luas. Perkembangan sektor
tersebut akan mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga
perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan
sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor-sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung
23 yang lain, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat
dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu
membuat perekonomian tumbuh cepat. Dalam kaitan itu, salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dalam melihat dan mengidentifikasi
lapangan usaha atau sektor ekonomi unggulan serta menganalisis
perkembangan sektor-sektor ekonomi daerah, khususnya di
kabupaten/kota Provinsi Bali terhadap sektor-sektor yang sama pada
tingkat Provinsi Bali.
c. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh
Tiebout. Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang
terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis.
Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak
terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus
berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan
kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya
tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut.
Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh),
pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah
secara keseluruhan. (Tarigan, 2007:55).
24 basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, yang selanjutnya menambah permintaan
terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan
berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis.
Teori basis ekonomi dalam Arsyad (2010:367) merupakan laju
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya
peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Pertumbuhan industri-industri
yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan
baku untuk kemudian diekspor, sehingga akan menghasilkan kekayaan
daerah dan penciptaan peluang kerja.
Asumsi tersebut memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat
memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor. Untuk menganalisis ekonomi suatu
wilayah, salah satu teknik yang lazim adalah (Location Quotient) disingkat LQ. Pada LQ dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan. Dalam
25 1) Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis)
Model ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor, yaitu
dengan menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor hanya membahas daerah tersebut tanpa memperhatikan daerah tetangga. Model ini memasukan dampak dari
daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan
daerah itu terikat pada sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. (Tarigan, 2007:58).
Teori basis merupakan bentuk model pendapatan yang paling
sederhana dan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas struktur daerah yang bersangkutan, selain itu teori ini juga memberikan landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional dan
juga dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah.
Terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk
menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah, sebagai berikut:
a) Analisis Shift Share (SS)
Analisis Shift Share (SS) merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah
26 perekonomian daerah dengan membandingkanya dengan daerah yang lebih besar (region/nasional).
Analisis SS, memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yitu:
1) Pertambahan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis
perubahan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.
2) Pergeseran proposional merupakan perbedaan antara pertumbuhan daerah dengan menggunakan pertumbuhan kabupaten/kota sektoral dan pertumbahan daerah dengan
menggunakan pertumbuhan provinsi. Kabupaten/kota dapat tumbuh lebih cepat/lebih lambat dari rata-rata provinsi jika mempunyai sektor atau industri yang tumbuh lebih cepat/lambat
dari kabupaten/kota. Dengan demikian, perbedaan laju pertumbuhan dengan nasional disebabkan oleh komposisi sektor yang berbeda.
3) Pergeseran diferensial, digunakan untuk menentukan seberapa jauh daya asing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.
b) Location Quotient (LQ)
Dalam Tarigan (2007:60) Untuk menganalisis basis ekonomi
27 atau unggulan (leading sectors). Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
(1) Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan. (2) Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar
di daerah itu sendiri.
Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang barang
danjasa-jasa untuk pasar di daerah maupun diluar daerah yangbersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkanpendapatan bagi daerah tersebut.Terjadinya arus
pendapatan dari luar daerah ini menyebabkanterjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, danpada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakankesempatan kerja
baru.(Tarigan, 2005:60)
Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan
akan sektor non basis. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan investasi yang didorong
28 d. Teori Tempat Sentral
Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap
bahwa ada hirarki tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh
sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri
dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu
pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang
mendukungnya. Teori tempat sentral memperlihatkan bagaimana
pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu membentuk
suatu sistem regional kota-kota. (Prasetyo Soepono 2000:415).
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan
ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaaan.
Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara
daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah-daerah bisa menjadi
wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai
wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah
dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan
fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.
e. Teori Interaksi Spasial
Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat
pelayanan baik berupa barang, penduduk, uang maupun yang lainnya.
Untuk itu perlu adanya hubungan antar daerah satu dengan yang lain
29 saling melengkapi dan bekerja sama untuk meningkatkan laju
pertumbuhan ekonominya. (Saerofi, 2005:25)
Dalam teori ini didasarkan pada teori gravitasi, dimana
dijelaskan bahwa interaksi antar dua daerah merupakan perbandingan
terbalik antara besarnya massa wilayah yang bersangkutan dengan
jarak keduanya. Dimana massa wilayah diukur dengan jumlah
penduduk. Model interaksi spasial ini mempunyai kegunaan untuk:
1) Menganalisa gerakan antar aktivitas dan kekuatan pusat dalam
suatu daerah.
2) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi
pusat pertumbuhan terhadap daerah sekitarnya.
Interaksi antar kelompok masyarakat satu dengan kelompok
masyarakat lain sebagai produsen dan konsumen serta barang-barang
yang diperlukan menunjukkan adanya gerakan. Produsen suatu barang
pada umumnya terletak pada tempat tertentu dalam ruang geografis,
sedangkan para langganannya tersebar dengan berbagai jarak di sekitar
produsen. (Saerofi, 2005:26)
5. Model atau Teori Gravitasi
Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk
melihat besarnya daya tarik suatu potensi yang berada pada suatu lokasi.
Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan
30 Misalnya, ada dua kota (kota A dan B) yang berdekatan, ingin
diketahui berapa besar interaksi yang terjadi antara dua kota tersebut.
Interaksi itu ditentukan oleh beberapa faktor, faktor pertama adalah besarnya
kedua kota tersebut. Sebuah kota dapat diukur dari jumlah penduduk,
banyaknya lapangan kerja, total pendapatan (nilai tambah), jumlah atau luas
bangunan, banyaknya fasilitas kepentingan umum, dan lain-lain. Kemudahan
dalam mendapatkan data membuat ukuran jumlah penduduk lebih sering
digunakan sebagai alat ukur. Ukuran jumlah penduduk bukanlah arbiter
karena jumlah penduduk juga terkait langsung dengan berbagai ukuran lain
yang dikemukakan di atas. Faktor kedua yang mempengaruhi interaksi adalah
jarak antara kota A dan B. Jarak mempengaruhi orang untuk berpergian
karena menempuh jarak tersebut diperlukan waktu, tenaga, dan biaya.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya dari Janaranjana Herath, Tesfa G.
Gebremedhin dan Blessing M. Maumbe (2012) dengan judul A Dynamic Shift
Share Analysis of Economic Growth in West Virginia. Studi menggunakan
data Ketenagakerjaan selama 38 tahun dari 1970 hingga 2007 untuk analisis
empiris. Hasil mengindikasikan bahwa pertanian, pertambangan dan
manufaktur tidak lagi tulang punggung perekonomian West Virginia. Tiga
sektor menunjukkan pekerjaan menurun dalam periode 38 tahun. Layanan
dan keuangan asuransi dan real estat adalah sektor yang paling kuat
31 2007. Selain dua sektor, sektor perdagangan besar dan eceran dan konstruksi
menunjukkan positif pertumbuhan ekonomi. Identifikasi investasi prioritas
dalam sektor-sektor ini potensi dan pelaksanaan rencana kebijakan
pembangunan daerah komprehensif pasti akan mempercepat pertumbuhan
ekonomi West Virginia.
K. Dianta A. Sebayang (2011), jurnal yang berjudul dampak integrasi
ekonomi ASEAN terhadap perdagangan Indonesia pada sektor kendaraan
roda empat. Data yang digunakan adalah PDB sektor kendaraan roda empat
Indonesia, Negara ASEAN (Malaysia, Filipina, Singapore dan Thailand) dan
Negara non ASEAN (Amerika Serikat, Australia, Jepang dan Korea Selatan)
dengan kurun waktu sejak kesepakatan AFTA tahun 1991-2006 dengan
menggunakan alat analisis yaitu Gravity Model dan Ordinary Least Square
(OLS). Hasil penelitiannya adalah hasil estimasi model gravitasi mampu
menjelaskan dampak AFTA terhadap perdagangan internasional Indonesia
pada produk kendaraan roda empat. Variabel PDB Indonesia dengan PDB
mitra dagang dan jarak signifikan menjelaskan arus perdagangan Indonesia
dengan mitra dagang baik negara-negara ASEAN dan non-ASEAN, baik
pada produk kendaraan roda empat. Variabel dependen (perdagangan total
dalam sektor kendaraan roda empat dan sparepart dari negara ASEAN dan
negara non-ASEAN) AFTA dalam model ini signifikan mempengaruhi
variabel independen (GDP negara ASEAN dan GDP negara non-ASEAN,