• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) di Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) di Laboratorium"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN ULAT GRAYAK (Spodoptera lituraF.)

(Lepidoptera : Noctuidae) DI LABORATORIUM

S K R I P S I

OLEH : MUTIAH SARI

080302064 HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN ULAT GRAYAK (Spodoptera lituraF.)

(Lepidoptera : Noctuidae) DI LABORATORIUM

S K R I P S I

OLEH : MUTIAH SARI

080302064 HPT

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Desetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ir. Lahmuddin Lubis, M.P Ir. Yuswani Pangestiningsih, M.Si

KETUA ANGGOTA

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRACT

Mutiah Sari. "The Effectiveness of Some Botanical Insecticides Test to Control the Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) in Laboratory", under supervised by Ir. Lahmuddin Lubis, M.P and Ir. Yuswani Pangestiningsih, M.Si. This Research was to study the effectiveness of some botanical insecticides in controling S. litura. This was done in Laboratory of Plant Pest, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan since September-October 2012. The method of this research was Completely Randomized Design Non Factorial with nine treatment. P0 (control), P1 (alamanda 250 gr / litre), P2 (alamanda 500 gr / litre), P3 (babadotan 250 gr / litre), P4 (babadotan 500 gr / litre), P5 (kamboja

250 gr / litre), P6 (kamboja 500 gr / litre), P7 (mengkudu 250 gr / litre), P8 (mengkudu 500 gr / litre) with two replication.

(4)

ABSTRAK

Mutiah Sari. “Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) Di Laboratorium”, dibimbing oleh Ir. Lahmuddin Lubis, M.P dan Ir. Yuswani Pangestiningsih, M.Si. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas beberapa jenis insektisida nabati dalam mengendalikan ulat grayak (S. litura). Dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan September-Oktober 2012. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial, dengan sembilan perlakuan. P0 (kontrol), P1 (alamanda 250 gr/liter), P2 (alamanda 500 gr/liter), P3 (babadotan 250 gr/liter), P4 (babadotan 500 gr/liter), P5 (kamboja 250 gr/liter), P6 (kamboja 500 gr/liter), P7 (mengkudu 250 gr/liter), P8 (mengkudu 500 gr/liter) dengan dua ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mortalitas paling efektif terdapat pada perlakuan P4 (100%), diikuti P2 (85%), P3 (80%), P6 dan P8 (75%), dan tidak efektif terdapat pada P1 dan P5 (45% dan 50%). Persentase pembentukan pupa paling efektif terdapat pada P4 (0%), diikuti P2 dan P3 (15% dan 20%), dan tidak efektif terdapat pada P1 dan P5 (55% dan 50%), diikuti P7 (45%.)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Mutiah Sari, lahir tanggal 11 Desember 1989 di Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan bapak Muhyiddin Lubis (Alm) dan ibu Yusmaini Lubis.

Pendidikan Formal telah ditempuh adalah:

- SD Negeri 142575 (081) di Panyabungan Lulus Tahun 2002

- MTs Swasta Mardiyah Islamiyah di Panyabungan Lulus Tahun 2005 - SMA Negeri 1 di Panyabungan Lulus Tahun 2008

- Tahun 2008 Lulus Seleksi Masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN di Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian

Pendidikan Informal:

- Tahun 2008-2012 sebagai anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Pelindung Tanaman), Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2008-2012 sebagai anggota dan pengurus KOMUS (Komunikasi Muslim) Hama dan Penyakit Tumbuhan , Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2008-2012 sebagai anggota organisasi UKM Al-mukhlisin di Fakultas Pertanian

- Tahun 2009-2011 sebagai pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Merpati Putih (UKM-MP) Universitas Sumatera Utara.

(6)

- Tahun 2011 mengikuti Seminar Pertanian dengan tema “Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional” yang dilaksanakan oleh BKM Al- Mukhlisin Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di perkebunan kelapa sawit di PT. PP London Sumatera di Bahlias, Perdagangan.

- Tahun 2011 sebagai asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Hutan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

- Tahun 2012 mengikuti seminar Nasional dan Rapat Tahunan BKS-PTN Wilayah Barat bidang ilmu pertanian dengan tema “Pertanian Presisi Menuju Pertanian Berkelanjutan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari Skripsi ini adalah “Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) Di Laboratorium”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Lahmuddin Lubis, M.P selaku ketua dan Ir. Yuswani Pangestiningsih, M.Si

selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu. Semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2012

(8)

DAFTAR ISI

Faktor yang mempengaruhi ... 9

Pengendalian ... 9 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

Bahan dan Alat ... 21

Metode Penelitian ... 21

Pelaksanaan Penelitian ... 22

(9)

Aplikasi Penyemprotan ... 23

Parameter Pengamatan ... 23

Persentase Mortalitas Larva (%) ... 23

Persentase pembentukan pupa (%) ... 24

Perilaku Serangga Uji ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas Larva ... 25

Persentase Pembentukan Pupa ... 28

Perilaku Serangga Uji ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran ... 32 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1 Beda Uji Rataan Mortalitas Larva S. litura (%) Pada

Pengamatan 1-8 Hsa 24

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1 Kelompok Telur S. litura 5

2 Larva S. litura 6

3 Pupa S. litura 7

4 Imago S. litura 7

5 Gejala Serangan S. litura Pada tanaman tembakau 8 6 Tanaman Alamanda (Allamanda cathartica) 13 7 Tanaman Babadotan (Ageratum conyzoides) 14 8 Tanaman Kamboja (Plumeria acuminata) 16 9 Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia) 17 10 Histogram mortalitas larva S. litura(%) pada Pengamatan

1-8 Hsa 28

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1 Bagan Penelitian 36

2 Data Persentase Mortalitas Larva S. litura pada 1 hsa 37 3 Data Persentase Mortalitas Larva S. litura pada 2 hsa 39 4 Data Persentase Mortalitas Larva S. litura pada 3 hsa 41 5 Data Persentase Mortalitas Larva S. litura pada 4 hsa 43 6 Data Persentase Mortalitas Larva S. litura pada 5 hsa 45 7 Data Persentase Mortalitas Larva S. litura pada 6 hsa 47 8 Data Persentase Mortalitas Larva S. litura pada 7 hsa 49 9 Data Persentase Mortalitas Larva S. litura pada 8 hsa 51 10 Data Persentase Pembentukan Pupa pada 9 hsa 53

11 Foto-Foto Penelitian 55

(13)

ABSTRACT

Mutiah Sari. "The Effectiveness of Some Botanical Insecticides Test to Control the Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) in Laboratory", under supervised by Ir. Lahmuddin Lubis, M.P and Ir. Yuswani Pangestiningsih, M.Si. This Research was to study the effectiveness of some botanical insecticides in controling S. litura. This was done in Laboratory of Plant Pest, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, Medan since September-October 2012. The method of this research was Completely Randomized Design Non Factorial with nine treatment. P0 (control), P1 (alamanda 250 gr / litre), P2 (alamanda 500 gr / litre), P3 (babadotan 250 gr / litre), P4 (babadotan 500 gr / litre), P5 (kamboja

250 gr / litre), P6 (kamboja 500 gr / litre), P7 (mengkudu 250 gr / litre), P8 (mengkudu 500 gr / litre) with two replication.

(14)

ABSTRAK

Mutiah Sari. “Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) Di Laboratorium”, dibimbing oleh Ir. Lahmuddin Lubis, M.P dan Ir. Yuswani Pangestiningsih, M.Si. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas beberapa jenis insektisida nabati dalam mengendalikan ulat grayak (S. litura). Dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan September-Oktober 2012. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial, dengan sembilan perlakuan. P0 (kontrol), P1 (alamanda 250 gr/liter), P2 (alamanda 500 gr/liter), P3 (babadotan 250 gr/liter), P4 (babadotan 500 gr/liter), P5 (kamboja 250 gr/liter), P6 (kamboja 500 gr/liter), P7 (mengkudu 250 gr/liter), P8 (mengkudu 500 gr/liter) dengan dua ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mortalitas paling efektif terdapat pada perlakuan P4 (100%), diikuti P2 (85%), P3 (80%), P6 dan P8 (75%), dan tidak efektif terdapat pada P1 dan P5 (45% dan 50%). Persentase pembentukan pupa paling efektif terdapat pada P4 (0%), diikuti P2 dan P3 (15% dan 20%), dan tidak efektif terdapat pada P1 dan P5 (55% dan 50%), diikuti P7 (45%.)

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kekayaan alam hayati yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah dan beraneka ragam, sehingga disebut negara mega-biodiversity. Akan tetapi, tumbuhan yang digunakan sebagai obat-obatan maupun pestisida ini belum begitu dihargai dan belum terdokumentasi dengan baik. Tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat tersebut memang mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dalam skala luas dalam pengendalian hama. Masyarakat bisa dengan mudah membudidayakannya dengan menanam di sekitar pekarangan rumah. Cara pemanfaatannya juga relatif mudah, murah, dan praktis. Cara pemanfaatan bagian tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati dengan cara yang berbeda-beda tergantung bagian tumbuhan yang digunakan dan jenis hama sasaran, yaitu dengan cara mengekstrak bagian tumbuhan (daun, batang, atau bagian yang lainnya), membakar, menumbuk/menghaluskan, serta merendam buah kemudian meletakkannya di sekitar tanaman yang diserang hama (Utami dan Haneda, 2010).

(16)

Ulat grayak S. litura bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas sehingga berpotensi menjadi hama pada berbagai jenis tanaman pangan, sayuran, buah dan perkebunan. Penyebaran hama ini sampai di daerah subtropik

dan tropik. Serangan ulat grayak berfluktuasi dari tahun ke tahun (Suharsono, 2011). Selain kedelai, tanaman inang lain dari ulat grayak adalah

cabai, padi, jagung, tomat, tebu, buncis, jeruk, tembakau, bawang merah, terung, kentang, kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah), kangkung, bayam, pisang, dan

tanaman hias. Ulat grayak juga menyerang berbagai gulma, seperti Limnocharissp., Passiflora foetida, Cleomesp., Clibadiumsp., dan Tremasp. (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Ulat grayak (S. litura) merupakan salah satu jenis hama pemakan daun yang sangat penting. Kehilangan hasil akibat serangan hama tersebut dapat mencapai 80%, bahkan puso jika tidak dikendalikan. Usaha pengendalian hama di tingkat petani hingga kini masih mengandalkan insektisida, namun kurang efektif (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Masyarakat lebih memilih pestisida sintetis dalam mengendalikan hama dan penyakit karena mereka menganggap penggunaan pestisida sintetis lebih praktis, murah, mudah, dan hasilnya dapat langsung terlihat. Penggunaan pestisida kimia secara tidak bijak dan berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif, di antaranya resistensi hama, resurgensi hama, ledakan hama sekunder, dan pencemaran lingkungan (Utami dan Haneda, 2010).

(17)

pengendalian serangga pengganggu secara kimiawi, biologis, kultur teknis dan penggunaan varietas resisten terhadap hama tertentu. Penggunaan bioinsektisida dapat dijadikan salah satu alternatif dalam menanggulangi organisme pengganggu tanaman (Dewi, 2007).

Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) tujuannya adalah untuk menurunkan populasi hama di bawah tingkatan yang tidak merugikan tanaman. Dalam konsep PHT tersebut, insektisida digunakan sebagai pilihan terakhir apabila hama tidak dapat dikendalikan dengan cara lain. Dengan demikian, penggunaan insektisida dapat dihemat, tepat mengenai sasaran dan tidak berakibat buruk terhadap lingkungan (Arifin, 1990).

Untuk menunjang konsep PHT dalam rangka pengurangan penggunaan bahan insektisida perlu dicari alternatif pengendalian yang bersifat ramah lingkungan antara lain penggunaan bahan bioaktif (insektisida nabati, attraktan, repellen), musuh alami (parasitoid dan predator serta patogen), serta penggunaan perangkap berperekat (Thamrin dan Asikin, 2004). Penggunaan pestisida nabati sangat diharapkan sebagai salah satu insektisida alternatif yang dapat digunakan

untuk menghindarkan terjadinya resistensi terhadap serangga S. litura (Balfas dan Willis, 2009).

Tujuan Penelitian

(18)

Hipotesis Penelitian

Insektisida nabati dari daun babadotan 500 gr/l lebih efektif daripada insektisida daun babadotan 250 gr/l, daun alamanda (250 dan 500 gr/l), daun kamboja (250 dan 500 gr/l) dan daun mengkudu (250 dan 500 gr/l) untuk mengendalikan ulat grayak (S. litura).

Kegunaan Penelitian

̶ Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama S. litura

Menurut Kalshoven (1981) ulat grayakdiklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Noctuidae Subfamili : Amphipyrinae Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera lituraF. Telur

Kelompok telur mempunyai ukuran dan bentuk yang tidak tetap, yang berisi rata-rata 350 telur dan ditutupi dengan bulu halus. Total telur yang dihasilkan adalah 2000-3000. Telur menetas setelah 3-5 hari (Kalshoven, 1981).

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan. Telur

diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya (Gambar 1), baik pada

(20)

tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur bervariasi. Kelompok telur tertutup bulu yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Larva

Larva yang baru saja menetas hidup berkelompok, tetapi setelah beberapa hari berpencar (Deptan, 2012). Beberapa hari setelah menetas (bergantung ketersediaan makanan), larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembap dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya larva berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku larva instar terakhir mirip ulat tanah Agrothis ipsilon, namun terdapat perbedaan yang cukup mencolok, yaitu pada ulat grayak terdapat tanda bulan sabit berwarna hijau gelap dengan

garis punggung gelap memanjang. Pada umur 2 minggu panjang larva sekitar 5 cm (Marwoto dan Suharsono, 2008).

(21)

dan enam warnanya hitam tapi ukuran badan instar enam lebih besar dari instar lima (Tampenawas, 1981).

Stadium ulat terdiri atas 6 instar yang berlangsung selama 14 hari. Ulat instar I, II dan III, masing-masing berlangsung sekitar 2 hari (Arifin, 1990). Instar pertama berukuran panjang 1,2-1,5 mm. Instar kedua sampai instar keempat berkisar 15-16 mm. Larva muda berwarna hijau dengan garis-garis hitam di punggungnya (Gambar 2), sedangkan larva yang sudah tua warnanya beragam

Gambar 2: Larva S. litura (Sumber: http://www.penyuluhpertanian.com)

yaitu hijau, coklat muda, hitam kecoklatan atau hijau tua kecoklatan dengan garis-garis kuning. Larva yang hidup di dataran tinggi berwarna coklat. Stadia larva merupakan stadia yang merusak tanaman (Purnomo dan Amalia, 2007).

Ulat grayak memiliki ciri khas yaitu terdapatnya 2 bintik hitam berbentuk bulan sabit pada ruas abdomen ke 4 dan 10, yang dibatasi alur- alur lateral dan dorsal berwarna kuning yang memanjang sepanjang badan (Kalshoven, 1981). Pupa

(22)

Gambar 3: Pupa S. litura

(Sumbe

batang, berlindung dibawah daun kering. Pupa berwarna coklat muda dengan garis segmen beraturan (Purnomo dan Amalia, 2007).

Imago

Ngengat berwarna abu-abu sampai kecoklat-coklatan dengan bintik terang dekat sayap. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis-garis yang kurang jelas dan terdapat bintik hitam. Sedangkan sayap belakang keputih-putihan dan tepinya bergaris hitam (Gambar 4). Ukuran sayap bila di rentangkan dapat

Gambar 4: Imago S. litura (Sumbe

mencapai 25-30 mm (Purnomo dan Amalia, 2007). Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 km. lama hidup 9-18 hari.Siklus hidup berkisar antara 30−60 hari (Marwoto dan Suharsono, 2008).

(23)

ulat grayak bersifat metamorfosis sempurna, terdiri atas stadia ulat, kepompong, ngengat dan telur (Arifin, 1990).

Imago bersifat nokturnal, malam hari terbang dan menghisap nektar sementara pada siang hari bersembunyi di tempat yang terlindung. Imago yang baru keluar dari pupa dapat langsung berkopulasi dan kemudian meletakkan telur. Waktu peletakan telur biasanya sore dan malam hari (Widihastuty, 2001).

Gejala Serangan

Larva merusak seluruh bagian tanaman terutama daun dan polong. Daun yang terserang berlubang-lubang tidak beraturan. Pada tingkat serangan yang berat, daun tanaman dapat menjadi gundul (Gambar 5) (Deptan, 2012).

Gambar 5: Gejala Serangan S. litura (Sumber: httpv-images2.antarafoto.com)

Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong. Biasanya larva berada dipermukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan larva. Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim

(24)

lubang besar di daun-daun tembakau, melubangi ke dalam buah (polong) (Kalshoven, 1981).

Faktor yang Mempengaruhi

Pertumbuhan populasi ulat grayak sering dipicu oleh situasi dan kondisi lingkungan, yakni:

1) Cuaca panas. Pada kondisi kering dan suhu tinggi, metabolisme serangga hama meningkat sehingga memperpendek siklus hidup.

2) Penanaman tidak serentak dalam satu areal yang luas.

3) Aplikasi insektisida. Penggunaan insektisida yang kurang tepat baik jenis maupun dosisnya dapat mematikan musuh alami serta meningkatkan resistensi dan resurgensi hama.

4) Penggunaan benih yang kurang sehat menghasilkan tanaman yang mudah terserang hama dan penyakit.

5) Ketersediaan air. Kerusakan tanaman akibat serangan hama akan makin parah jika terjadi kekurangan air.

6) Kondisi kesuburan tanah.

7) Keragaman cara pengendalian hama dan penyakit (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Pengendalian

(25)

penjarangan buah, dll. 4. Kimiawi, merupakan alternatif terakhir, dengan mempertimbangkan ambang ekonomi (Dewi, 2007).

Komponen-komponen pengendalian hama yang dapat dipadukan dalam penerapan PHT adalah sebagai berikut:

1) Pengendalian alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat merugikan atau mematikan perkembangan musuh alami.

2) Pengendalian fisik dan mekanik yang bertujuan untuk mengurangi populasi hama, Pengurangan populasi hama dapat pula dilakukan dengan mengambil kelompok telur, membunuh larva dan imago atau mencabut tanaman yang sakit.

3) Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam yang bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan pembiakan hama, serta mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati. 4) Penggunaan agens hayati (pengendalian biologis).

5) Pestisida nabati untuk mengembalikan populasi hama pada asas keseimbangannya (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Insektisida Nabati

(26)

mencakup semua bahan insektisida yang berasal dari alam, baik senyawa organik maupun anorganik (Prijono,1999).

Kecenderungan masyarakat menggunakan bahan-bahan yang berasal dari tanaman obat terus meningkat. Produk berbahan baku yang berasal dari tanaman dinilai relatif lebih aman dan ramah lingkungan dibanding dengan produk berbahan aktif kimia sintetik. Sampai saat ini ketersediaan pestisida yang berbahan baku tumbuhan sebagai pestisida nabati yang telah diuji khasiat dan keamanannya secara ilmiah masih terbatas. Sementara itu petani kerapkali membuat ramuan sendiri dari berbagai tanaman, termasuk tanaman obat yang secara empiris dikatakan efektif untuk suatu organisme pengganggu tanaman (OPT), namun belum ditunjang dengan data ilmiah agar mutu dan keamanan produk tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Balfas dan Willis, 2009).

Triterpen sekurang-kurangnya dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa: triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpen atau steroid yang terutama terdapat pada glokosida.Triterpen tertentu terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya. Dari segi ekonomi sapogenin penting juga karena kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat (Rustaman dkk, 2006).

(27)

mengeluarkan buih dan bila di hidrolisis akan menghasilkan gula dan sapogenin. Sifat-sifat sapogenin ialah dapat menghemolisis darah, mengikat kolesterol, dan toksin pada hewan berdarah dingin. Minyak atsiri adalah minyak yang di hasilkan tanaman, mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar, bila diteteskan pada kertas saring maka akan menguap dan tidak berbekas, mempunyai rasa getir, dan berbau wangi segar, atau busuk sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Mulyana, 2002).

Senyawa-senyawa yang telah dikenal baik oleh serangga akan dijadikan tanda bahwa tanaman tersebut adalah inang mereka dan kebanyakan senyawa-senyawa yang telah dikenal dijadikan sebagai senyawa-senyawa penarik (attraktan). Sebaliknya kehadiran senyawa-senyawa yang belum dikenal (foreign compounds) dapat mengakibatkan penolakan pada serangga (Yunia, 2006).

(28)

Tumbuh-tumbuhan tersebut diduga bersifat sebagai racun perut, karena larva tidak menunjukkan gejala keracunan walaupun sudah terjadi kontak, gejala keracunan mulai tampak satu hari setelah makan yang ditandai dengan menurunnya aktivitas makan dan gerakannya melemah yang mengakibatkan kematian larva. Kematian larva terjadi pada hari kedua dan ketiga, kemudian hari berikutnya tidak terjadi kematian bahkan larva-larva yang masih bertahan hidup dapat membentuk pupa pada hari keenam dan ketujuh. Hal ini diduga bahwa setelah hari empat daya racun dari tumbuhan yang diuji sudah menurun (terdegradasi) (Thamrin dkk, 2007).

Dosis yang digunakan pun tidak terlalu mengikat dan beresiko dibandingkan dengan penggunaan pestisida sintesis. Untuk mengukur tingkat keefektifan dosis yang digunakan, dapat dilakukan eksperimen dan sesuai dengan pengalaman pengguna. Jika satu saat dosis yang digunakan tidak mempunyai pengaruh dapat ditingkatkan hingga terlihat hasilnya, karena penggunaan pestisida alami relatif aman dalam dosis tinggi sekali pun. Sebanyak apapun yang diberikan pada tanaman sangat jarang ditemukan tanaman mati yang ada hanya kesalahan teknis, seperti tanaman yang menyukai media kering karena terlalu sering disiram dan lembab malah akan memacu munculnya jamur. Kuncinya adalah aplikasi dengan dosis yang diamati dengan perlakuan sesuai dengan karakteristik dan kondisi ideal tumbuh tanamannya (Galingging, 2010).

(29)

Pada umumnya pestisida sintetik dapat membunuh langsung organisme sasaran dengan cepat. Hal ini berbeda dengan pestisida nabati, sebagai contoh insektisida nabati yang umumnya tidak dapat mematikan langsung serangga, biasanya berfungsi seperti berikut:

1. Refellent, yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat

2. Antifeedan, menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang pahit

3. Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur (insect growth regulator)

4. Racun syaraf

5. Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga

6. Attraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap (Thamrin dkk, 2007).

Alamanda (Allamanda catharticaL.)

Alamanda mempunyai sifat racun dan mengandung Triterpenoid resin. Getah dari tumbuhan Alamanda dapat mematikan belatung dan jentik nyamuk

(Kusuma dkk, 1995). Daun A. cathartica mengandung alkaloida, kulit batang dan buahnya mengandung saponin (Gambar 6), disamping itu kulit batangnya juga

(30)

mengandung tanin dan buahnya mengandung flavonoida dan polifenol. Daun A. cathartica berkhasiat untuk penawar keracunan (Ristek, 2012).

Alamanda positif mengandung alkaloid karena dari pengujian terbentuknya endapan berturut-turut berwarna cokelat, putih, dan merah-jingga. Saponin menunjukkan terbentuknya buih yang stabil pada larutan. Flavonoid menunjukkan perubahan warna menjadi merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol. Tanin menunjukkan perubahan warna menjadi hitam kehijauan. Fenol ditunjukkan dengan timbulnya warna ungu, biru atau hijau. Terpenoid ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi merah. Steroid ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi hijau atau biru. Terpenoid merupakan senyawa yang larut dalam lemak, umumnya terkandung dalam bentuk minyak atsiri (Vibrianthi, 2011).

Babadotan (Ageratum conyzoidesLinn.)

A. conyzoides (babadotan) adalah sejenis tanaman perdu yang tumbuh di daerah basah dan berawa. Tanaman ini termasuk ke dalam famili Asteraceae dan banyak dijumpai tumbuh diberbagai daerah di Indonesia (Gambar 7). Secara

Gambar 7: Tanaman Babadotan (A. conyzoides L.)

(31)

Daun babadotan mengandung Asam amino, caumarin, betasitossterol dan friedelin (Sudirga, 1996). Babadotan (A. conyzoidesLinn.) dan tembelekan (Lantana camaraLinn.), pestisida alami yang dijumpai ternyata mampu membasmi hama penggerek pucuk mahoni (Lepidoptera: Pyralidae), sehingga akan berdampak positif untuk suatu ekosistem hutan (Octavia dkk, 2008).

Daun dan bunga babadotan mengandung saponin, flavonoid dan polifenol serta minyak atsiri. Tumbuhan ini telah berhasil diisolasi, ditemukan ada dua senyawa aktif yang diberi nama Precocene I dan Precocene II , yang dikenal sebagai senyawa anti hormone juvenile. Anti juvenile hormone yang terkandung di dalam babadotan menganggu tahapan proses perkembangan larva. Jadi racun ini tidak secara langsung membunuh tetapi sebagai growth inhibitor. Pemberian senyawa Precocene akan menyebabkan turunnya titer hormon juvenile sehingga menyebabkan terjadinya metamorfosis dini, dewasa yang steril, diapause, dan terganggunya produksi feromon. Dalam hal ini ia juga mengganggu proses pergantian kulit serangga yang mengakibatkan larva cacat atau mati. Gangguan tidak hanya berlangsung pada stadia larva tetapi berlanjut pada pembentukan pupa dan serangga dewasa. Mekanisme penghambatan diduga terganggu melalui perintah ke otak oleh suatu zat (Prijono, 1999).

(32)

Perlakuan minyak daun babadotan dapat mengakibatkan kematian ulat hingga 100% pada konsentrasi 1 dan 5%. Akan tetapi pada konsentrasi ini mengakibatkan fitotoksik pada daun talas. Pada konsentrasi 0,5% memberikan mortalitas larva lebih dari 90% dan tidak fitotoksik. Pada ekstrak metanol babadotan 1% hanya memberikan mortalitas larva 10%. Hal ini menunjukkan bahwa minyak babadotan cukup efektif untuk mengendalikan larva S. litura dibandingkan dalam bentuk ekstrak metanol (Balfas dan Willis, 2009).

Kamboja (Plumeriaacuminata W. T. Ait)

Salah satu tanaman yang telah banyak dikenal dan digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia adalah kamboja (P. acuminata). Daun kamboja mudah sekali ditemukan dan didapatkan hampir di seluruh Indonesia (Gambar 8).

Gambar 8: Tanaman Kamboja (P. acuminata)

Masyarakat Indonesia telah lama dipercaya dan digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit, tapi belum banyak diteliti. Daun kamboja (P. acuminata), mengandung senyawa flavonoid, terpenoid, glycoside dan Alkaloid (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

(33)

triterpenoid amytin dan lupeol (Warini, 2012).Kulit batang dan getah kamboja mengandung Alkaloid, plumerin, fernozol, plumoplumerin. Akar dan daun kemboja mengandung senyawa saponin, flavonoid, dan polifenol, selain itu daunnya juga mengandung alkaloid(Sudirga, 1996).

Akar dan daun P. acuminata mengandung senyawa saponin, flavonoid, dan polifenol, selain itu daunnya juga mengandung alkaloid. Tumbuhan ini mengandung fulvoplumierin yang memperlihatkan daya mencegah pertumbuhan bakteri, selain itu juga mengandung minyak atsiri antara lain geraniol, farsenol, sitronelol, fenetilalkohol dan linalool. Kulit batang kamboja mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Mengkudu termasuk dalam famili Rubiaceae dan mempunyai banyak

spesies, di antaranya yang sudah dimanfaatkan di Indonesia adalah M. citrifolia

dan M. Bracteata (Winarti, 2005). Mengkudu (M. citrifolia L.) merupakan tanaman yang potensial untuk di kembangkan. Buah mengkudu banyak di manfaatkan untuk obat karena mengandung zat aktif yang berkhasiat. Beberapa tahun terakhir banyak penemuan yang menunjukkan bahwa jus mengkudu sangat bermanfaat bagi peningkatan kekebalan tubuh manusia (Gambar 9). Selain

(34)

buahnya di buat jus, biji mengkudu di ketahui mengandung sejumlah komponen minyak. Minyak biji mengkudu dapat di manfaatkan untuk bahan kosmetik, lilin dan message oil. Minyak biji mengkudu mengandung asam palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan linolenat. Dari hasil pengukuran rendemen dan sifat-sifat minyak di ketahui heksana menghasilkan minyak dengan karakteristik terbaik (Unin, 2003).

Buah buni tumbuhan mengkudu yang telah masak mempunyai aroma yang tidak sedap, namun mengandung sejumlah zat yang berkhasiat untuk pengobatan. Adapun kandungan zat tersebut antara lain morinda diol, morindone, morindin,damnacanthal, metil asetil, asam kapril dan sorandiyiol (Lipi, 2009). Buah dan daun mengkudu mengandung minyak karvon, asam kaprilat (Sudirga, 1996).

Komponen kimia yang terkandung di dalam biji mengkudu adalah lemak sebanyak 13,2%, serat 41,3%, protein 8,2% dan karbohidrat 29,1%. Di dalam ekstrak biji mengkudu juga terdapat senyawa alkaloid, saponin, tanin dan glikosida jantung. Biji mengkudu mengandung asam lemak yaitu asam palmitat sebesar 1,9%, asam oktanoat 5,1%, asam oleat 0,8% dan asam linoleat 10,5% (Sembiring dan Suriati, 2009).

(35)

seperti P.aeruginosa, Proteus morgaii, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, E. coli, Salmonella, dan Shigela serta dapat digunakan sebagai obat pada infeksi kulit, flu (batuk), dan demam yang disebabkan oleh bakteri. Ekstrak buah matang menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap P. aeruginosa, M. pyrogenes, dan E. coli (Winarti, 2005).

Biji mengkudu dalam bentuk serbuk maupun ekstrak dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati, karena mengandung senyawa alkaloid dan glikosida jantung. Ekstrak biji mengkudu sebanyak 1 g/% (v/b) dapat menghambat perkembangan Sitophilus zeamais. Daya hambat yang dimiliki berupa anti ovipositant (serangga tidak mau bertelur pada saat infestasi) juga dapat menurunkan nafsu makan (anti feedant) (Sembiring dan Suriati, 2009).

Semakin tinggi dosis ekstrak yang di aplikasikan terhadap larva P. xylostella maka semakin tinggi persentase mortalitas larva. Hal ini berarti

(36)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut pada bulan September sampai bulan Oktober 2012.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ulat grayak, bahan pakan (daun tembakau), daun alamanda, daun babadotan, daun kamboja, daun mengkudu, air, karet, kain kasa, aquadest, label nama.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, pinset, ember, blender, timbangan, corong, handsprayer, stoples, gelas ukur, saringan, alat tulis, kalkulator, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial yang terdiri dari 9 perlakuan, yaitu :

P0 = kontrol

(37)

P6 = Larutan Kamboja 500 gr/liter air P7 = Larutan mengkudu 250 gr/liter air P8 = Larutan mengkudu 500 gr/liter air Jumlah ulangan: 2

Jumlah ulangan diperoleh dengan rumus : (t-1) r ≥ 15

(9-1) r ≥ 15 8r ≥ 15 r ≥ 15 / 8

r ≥ 1,875 dibulatkan 2 Model linier yang digunakan adalah :

Yij = �+ ��+ εij

Dimana :

Yij = Hasil pengamatan yang memperoleh perlakuan

μ = Nilai tengah umum (rataan)

�� = Efek perlakuan taraf ke-i εij = Efek galat percobaan

Jika sidik ragam menunjukkan efek yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)(Sastrosupadi, 2000).

Pelaksanaan Penelitian

Penyediaan Serangga Uji (Rearing)

(38)

diberi makan larutan madu 10% dan wadahnya dilengkapi kertas saring sebagai tempat telurnya. Telur-telur akan menempel pada kertas saring, kemudian diambil dan ditempatkan pada wadah tertutup yang telah diberi kain kassa halus pada bagian atasnya. Telur dibiarkan menetas menjadi larva, sampai menjadi larva instar tiga untuk di jadikan objek pengamatan.

Pembuatan Larutan Insektisida Nabati

Daun alamanda, daun babandotan, daun kamboja, daun mengkudu dikeringanginkan kemudian dipotong kecil kecil lalu diblender dan ditambahkan air sedikit hingga menjadi halus. Setelah semua daun menjadi halus kemudian pada setiap perlakuan ditambahkan 1 liter air dan diaduk sampai larut. Kemudian diendapkan selama satu malam dan disaring dengan saringan kemudian dimasukkan kedalam handsprayer dan siap untuk diaplikasikan.

Aplikasi Penyemprotan

Daun tembakau segar di masukkan kedalam stoples sebagai makanan ulat grayak. Kemudian larutan langsung disemprotkan pada tubuh larva dan daun sampai basah dengan menggunakan handsprayer. Setiap stoples berisi 10 ekor ulat. Penyemprotan dimulai sejak ulat berada pada instar III. Penyemprotan dilakukan pada sore hari. Pakan diganti setiap hari dengan yang baru setelah di semprot dengan larutan tanaman.

Parameter Pengamatan

Persentase Mortalitas Larva (%)

(39)

(HSA). Pengamatan dilakukan sebanyak 8 kali. Persentase mortalitas larva dalam setiap perlakuan dihitung dengan menggunakan rumus :

P = �

�x 100 % Dimana:

P= persentase mortalitas larva n= jumlah larva yang mati

N= jumlah awal dari larva yang diuji (Laoh dkk, 2003). Persentase pembentukan pupa (%).

Sebelum membentuk imago dihitung jumlah pupa yang terbentuk dari larva yang masih hidup. Pengamatan dilakukan sekali saja yaitu pada 9 hsa. Jumlah pupa yang terbentuk dihitung dengan menggunakan rumus:

K = �

� x 100 % Dimana:

K = persentase pembentukan pupa k = jumlah larva yang membentuk pupa

N = jumlah awal dari larva yang diuji (Laoh dkk, 2003). Perilaku Serangga Uji

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase mortalitas larva S. litura (%)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaplikasian insektisida nabati memberi pengaruh sangat nyata terhadap mortalitas larva untuk semua perlakuan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. (Lampiran 2-9).

Tabel 1. Beda Uji Rataan Pengaruh Insektisida Nabati Terhadap Mortalitas Larva S. litura (%) Pada Pengamatan 1-8 HSA. P7 (mengkudu 250gr); P8 (mengkudu 500gr).

(41)

perlahan sehingga membutuhkan waktu untuk menunjukkan gejala keracunan. Sesuai dengan Thamrin dkk (2007) menyatakan bahwa pada umumnya pestisida sintetik dapat membunuh langsung organisme sasaran dengan cepat. Berbeda dengan insektisida nabati yang umumnya tidak dapat mematikan langsung serangga, melainkan berfungsi sebagai repellen, antifeedan, mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur, racun syaraf, mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga, attraktan.

Dari data dilihat bahwa pada 3,4 dan 7 HSA, perlakuan P2, P3, P4, P6, dan P8 berbeda sangat nyata dengan perlakuan P1, P5, P7 dan kontrol, karena dosis yang digunakan pada perlakuan P2, P4, P6, dan P8 lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1, P3, P5, dan P7. Hal ini berkaitan dengan dosis yang digunakan, semakin tinggi dosis yang digunakan maka akan semakin tinggi mortalitas larva dan sebaliknya. Tetapi mortalitas P3 tidak berbeda dengan perlakuan dosis 500 gr/l, karena dalam dosis yang rendah juga dapat mematikan larva. Hal ini sesuai dengan Purba (2007) yang mengatakan bahwa peningkatan dosis berbanding lurus dengan peningkatan bahan racun tersebut, sehingga daya bunuh semakin tinggi untuk membunuh larva.

(42)

dkk (2007) menyatakan selain memiliki senyawa aktif utama dalam ekstrak tumbuhan juga terdapat senyawa lain yang kurang aktif, namun keberadaannya dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Serangga tidak mudah menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan beberapa bahan aktif.

Pada 8 HSA, perlakuan P4 sangat berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya. Persentase kematian larva mencapai 100%, karena kandungan dalam babadotan dapat mengganggu pertumbuhan larva hingga tidak berkembang bahkan mati. Selain mengakibatkan kematian pada serangga, babadotanjuga aktif dalam penghambatan atau penolakan makan dan perkembangan serangga. Hal ini sesuai dengan Prijono (1999) yang menyatakan bahwa Anti juvenile hormone yang terkandung didalam babadotan menganggu tahapan proses perkembangan larva. Dalam hal ini juga mengganggu proses pergantian kulit serangga yang mengakibatkan larva cacat atau mati.

Dari keempat insektisida nabati yang digunakan yang sangat berpengaruh terhadap kematian larva S. litura adalah insektisida dari daun babadotan. Insektisida ini dapat mengendalikan larva hingga 100% pada dosis 500 g/l dan 80% pada dosis 250 g/l, sedangkan insektisida lainnya tidak dapat mengendalikan larva sampai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga insektisida lainnya kurang berpengaruh dalam mengendalikan larva. Sesuai dengan Prijono (1999) Ekstrak yang tidak aktif pada konsentrasi rendah mungkin disebabkan karena senyawa yang terkandung di dalamnya kurang aktif atau senyawa tersebut sebenarnya cukup aktif tetapi kandungannya rendah.

(43)

jumlah populasi larva menurun dengan cepat. Perlakuan P3 dan P4 mampu menekan populasi larva paling cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Dibuktikan dengan jumlah larva yang mati pada hari pertama mencapai 5% dan 10%. Sedangkan perlakuan yang menekan larva yang paling lama terdapat pada perlakuan P1 dan P7. Dibuktikan dengan larva baru mati pada hari ketiga dengan jumlah yang sangat sedikit yaitu 5%, karena umumnya pada 24 jam pertama larva tidak begitu banyak makan. Dalam kaitannya dengan aktivitas makan, serangga dapat mengenali senyawa-senyawa asing dalam makanannya walaupun dalam konsentrasi rendah dan akan merespon atas kehadiran senyawa tersebut dalam makanannya. Sesuai dengan Yunia (2006) yang menyatakan kehadiran senyawa-senyawa yang belum dikenal (foreign compounds) dapat mengakibatkan penolakan pada serangga.

Beda Rataan Mortalitas Larva S. litura (%) Pada Pengamatan 1-8 HSA.

Gambar 10. Histogram Perlakuan Insektisida Nabati terhadap Mortalitas Larva S. litura (%) pada Pengamatan 1-8 HSA

2. Persentase pembentukan pupa (%).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaplikasian insektisida nabati memberi pengaruh sangat nyata terhadap persentase pembentukan pupa untuk semua perlakuan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. (Lampiran 10).

(44)

Tabel 2. Beda Uji Rataan Pembentukan Pupa pada 9 Hsa.

Perlakuan 9 HSA

P0 (kontrol) 70,00A P1 (alamanda 250gr) 55,00A P2 (alamanda 500gr) 15,00D P3 (babadotan 250gr) 20,00D P4 (babadotan 500gr) 0,00E P5 (kamboja 250gr) 50,00A P6 (kamboja 500gr) 25,00C P7 (mengkudu 250gr) 45,00B P8 (mengkudu 500gr) 25,00C

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda sangat nyata, pada taraf 1 % uji jarak Duncan.

Tabel 2. menunjukkan bahwa persentase pembentukan pupa pada 9 HSA, perlakuan yang paling efektif terdapat pada perlakuan P4 sebesar 0% dan juga sangat berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini kerena kandungan yang terdapat pada P4 mampu untuk mengendalikan perkembangan larva untuk menjadi pupa. Sesuai dengan Prijono (1999) menyatakan gangguan tidak hanya berlangsung pada stadia larva tetapi berlanjut pada pembentukan pupa dan serangga dewasa.

Dari persentase pembentukan pupa 9 HSA, perlakuan P1 dan P5 tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini karena jumlah pupa yang di hasilkan tidak jauh berbeda dengan P0. Kandungan senyawa yang terdapat pada P1 dan P5 kurang efektif dalam mengendalikan larva sehingga pupa yang dihasilkan menjadi tinggi. Sesuai dengan Prijono (1999) Ekstrak yang tidak aktif pada konsentrasi rendah mungkin disebabkan karena senyawa yang terkandung di dalamnya kurang aktif atau senyawa tersebut sebenarnya cukup aktif tetapi kandungannya rendah.

(45)

mengendalikan larva sehingga lebih cepat mati. Bahkan ada larva yang mati pada hari pertama setelah aplikasi pada perlakuan P3 dan P4. Sementara lama stadia normal larva berkisar 14 hari. Pembentukan pupa juga menjadi lebih cepat dari normalnya. Berdasarkan pengamatan, pupa sudah terbentuk pada hari ke 8 dan 9, padahal biasanya pupa terbentuk pada hari ke 15. Stadia pupa berkisar antara 8-11 hari, tetapi setelah perlakuan insektisida pada larva, lama stadia pupa pun menjadi lebih pendek, akibatnya pupa lebih cepat menjadi imago.

Larva yang disemprot dengan pestisida nabati pada konsentrasi rendah terkadang tidak mati tetapi dapat mempengaruhi aktivitas larva. Pada larva yang diberi perlakuan insektisida, pertumbuhan larva menjadi kerdil sedang pada kontrol pertumbuhannya sempurna. Setelah larva menjadi kepompong akan menjadi cacat atau ngengat yang tidak normal atau mati. Walaupun hidup, ngengat betina tidak menghasilkan telur. Sesuai dengan Prijono (1999) Pemberian senyawa Precocene akan menyebabkan turunnya titer hormon juvenile sehingga menyebabkan terjadinya metamorfosis dini, dewasa yang steril, diapause, dan terganggunya produksi feromon.

Beda Rataan Pembentukan Pupa pada 9 Hsa dapat dilihat pada gambar 11 dibawah ini:

Gambar 11. Histogram Pembentukan Pupa pada 9 HSA

70

(46)

3. Perilaku Serangga Uji

Dari pengamatan perilaku serangga uji, gejala yang ditimbulkan setelah larva memakan daun yang telah diaplikasikan dengan larutan alamanda awalnya mobilitas larva menurun, pergerakan mulai lambat. Nafsu makan pada serangga berkurang ditandai dengan pakan yang tidak habis serta mengalami diare. Pada pengamatan lebih lanjut diare pada larva semakin parah akhirnya larva mati lemas. Sedangkan pada kontrol tidak terjadi diare, larva berkembang dengan normal. Hal ini karena alamanda mengandung triterpenoid resin yang rasanya pahit dan bahkan menimbulkan keracunan. Hal ini sesuai dengan Kusuma dkk (1995) menyatakan alamanda mempunyai sifat racun dan mengandung triterpenoid resin. Rustaman dkk (2006) mengatakan triterpen tertentu terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya. kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak.

(47)

mengakibatkan larva cacat atau mati. Gangguan tidak hanya berlangsung pada stadia larva tetapi berlanjut pada pembentukan pupa dan serangga dewasa.

Dari pengamatan perilaku serangga uji, gejala yang ditimbulkan setelah larva memakan daun yang telah diaplikasikan dengan larutan kamboja awalnya larva masih aktif makan namun tidak seperti biasanya namun lama kelamaan nafsu makan larva menurun. Karena larva tidak makan maka larva menjadi lemah dan lesu. Mobilitas jadi berkurang. Akhirnya larva mati karena kelaparan. Sesuai dengan Thamrin dkk (2007) Tumbuh-tumbuhan tersebut diduga bersifat sebagai racun perut, karena larva tidak menunjukkan gejala keracunan walaupun sudah terjadi kontak, gejala keracunan mulai tampak satu hari setelah makan yang ditandai dengan menurunnya aktivitas makan dan gerakannya melemah yang mengakibatkan kematian larva.

Perilaku larva setelah memakan daun yang telah diaplikasikan dengan larutan mengkudu larva mengalami penurunan nafsu makan karena mengkudu mengandung senyawa yang menyebabkan menurunnya nafsu makan (antifeedant). Karena penurunan nafsu makan maka larva menjadi lemas dan pasif bergerak. Larva juga mengalami perubahan warna menjadi lebih pucat dari warna asalnya. Hal ini sesui dengan Purba (2007) menyatakan bahwa gejala yang di timbulkan setelah larva memakan daun yang telah di aplikasikan dengan ekstrak daun mengkudu akan tampak lemas dan terjadi perubahan warna pada tubuh larva, larva akan berwarna kuning kecoklatan.

(48)

Kesimpulan

1. Persentase mortalitas larva paling efektif terdapat pada P4 (babandotan 500 gr) sebesar 100%, diikuti P2 (alamanda 500gr) sebesar 85%, P3 (babandotan 250 gr) sebesar 80%, P6 (kamboja 500gr) dan P8 (mengkudu 500gr) sebesar 75%. Dan tidak efektif pada P1 (alamanda 250gr) dan P5 (kamboja 250gr) sebesar 45% dan 50% pada 8 HSA.

2. Persentase pembentukan pupa paling efektif terdapat pada P4 (babandotan 500 gr) sebesar 0%, diikuti P2 (alamanda 500gr) dan P3 (babandotan 250 gr) sebesar 15% dan 20%. Dan tidak efektif pada P1 (alamanda 250gr) dan P5 (kamboja 250gr) sebesar 55% dan 50% diikuti P7 (mengkudu 250gr) sebesar 45% pada 9 HSA.

3. Perilaku larva pada perlakuan alamanda: nafsu makan dan mobilitas menurun serta diare, babandotan: lemah, perubahan warna dan larva cacat, kamboja: lemah, nafsu makan menurun dan mengkudu: nafsu makan hilang, perubahan warna dan lemas.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pengaplikasian terhadap berbagai instar larva S. Litura di lapangan.

(49)

Arifin, M. 1990. Teknologi Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Pada Tanaman Kedelai. Kongres Himpunan Perlindungan Tumbuhan Indonesia (HPTI) I. Jakarta. 10 p.

Azwanadan Marjun. 2009. Efektivitas Insektisida Botani Daun Babadotan (Ageratum conyzoides) Terhadap Larva Sitophilus oryzae (Coleoptera; Curculionidae) di Laboratorium. J. Pertanian & Biologi Agrobio. 1 (2): 64-67.

Balfas, R., dan M. Willis. 2009. Pengaruh Ekstrak Tanaman Obat Terhadap Mortalitas dan Kelangsungan Hidup Spodoptera Litura F. (Lepidoptera: Noctuidae). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 20 (2): 148– 156.

Deptan. 2012. Pengendalian Hama Ulat Grayak, Kutu Kebul, dan Kepik Coklat Tanaman Kedelai. Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan Dan Pengembangan SDM Pertanian.

Dewi, I. R. 2007. Prospek Insektisida yang Berasal Dari Tumbuhan untuk Menanggulangi Organisme Pengganggu Tanaman. Makalah Pengendalian Hama Tanaman (PHT). Universitas Padjadjaran. Bandung. 36 p.

Galingging, R. Y. 2010. Pengendalian Hama Tanaman Menggunakan Pestisida Nabati Ramah Lingkungan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah.

Kalshoven, L. G. E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Revised and Translated by P. A. van der Laan. P. T. Ichtiar BaruVan Hoeve. Jakarta. 338-339.

Kusuma, W., H. M., H. Dalimartha, S., Wirian, A.S. 1995. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Pustaka Kartini. Jakarta.

Laoh, J. H., F. Puspita dan Hendra. 2003. Kerentanan Larva Spodoptera litura F. Terhadap Virus Nuklear Polyhedrosis. J. Natur Indonesia 5 (2): 145-151. Lipi. 2009. Pengobaan Alternatif Dengan Tanaman Obat. UPT – Balai Informasi

Teknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Pangan & Kesehatan. Hlm 1-47.

Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian

Ulat Grayak (Spodoptera lituraFabricius) pada Tanaman Kedelai. J. Litbang Pertanian. 27 (4): 131-136.

(50)

Octavia, D., S. Andriani, M. A. Qirom, danF. Azwar. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pestisida Alami Di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. J. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 5 (4): 355-265.

Prijono, D. 1999. Prospek dan Strategi Pemanfaatan Insektisida Alami Dalam PHT. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami- Pusat Kajian PHT, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1-7

Purnomo, D., dan H. Amalia. 2007. Getah Pepaya Betina Sebagai Bioinsektisida Untuk Pemngendalian Ulat Spodoptera sp. Pada Tanaman Sayuran. Lomba Karya Tulis Mahasiswa. Hlm 1-43.

Purba, S. 2007. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Terhadap Plutella xylostella L. (Lepidoptera : Plutellidae) di Laboratorium. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Hlm 29-35.

Ristek. 2012. Allamanda cathartica L. Available at: http://www.warintek.ristek.go.id (diakses 24 April 2012).

Rustaman, H. M. Abdurahman dan J. Al-anshori. 2006. Skrining Fitokimia Tumbuhan Di Kawasan Gunung Kuda Kabupaten Bandung Sebagai Penelaahan keanekaragaman Hayati. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. DIPA No. 0151.0/23-04.0/XII: 1-24.

Sani, Y., S. Bustami dan A. Girindra. 1998. Hepatotoksisitas Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides) Pada Tikus Percobaan. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 3 (1): 63-70.

Sastrosupadi, A.2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius, Jakarta. Hlm. 72.

Syamsuhidayat, S. S. dan Hutapea, J. R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Departemen Kesehatan RI. Jakarta. hlm 452-453.

Suharsono. 2011. Kepekaan Galur Kedelai Toleran Jenuh Air Terhadap Ulat Grayak Spodoptera litura F. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Suara Perlindungan Tanaman, 1(3): 13-22.

Sudirga, S. K. 1996. Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Obat Tradisional di Desa Trunyan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Ejurnal bumi-lestari. 12: 7-18.

(51)

Tampenawas, S. A. 1981. Biologi Spodoptera (Prodenia) litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae) pada Dua Varietas Kedelai. Laporan Masalah Khusus Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 38 h.

Thamrin, M., S. Asikin, Mukhlis dan A. Budiman. 2007. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Laporan Hasil Penelitian Balittra. Hlm 35-54.

Thamrin, M., dan S. Asikin. 2004. Alternatif Pengendalian Hama Serangga Sayuran Ramah Lingkungan Di Lahan Lebak. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra). Laporan Hasil Penelitian Balittra. Hlm 375-386. Unin. 2003. Kajian Ekstraksi Minyak Biji Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Menggunakan pelarut organik. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 p.

Utami, S., dan N. F. Haneda. 2010. Pemanfaatan Etnobotani dari Hutan Tropis Bengkulu Sebagai Pestisida Nabati. J. Managemen Hutan Tropika. XVI (3):143-147.

Vibrianthi, C. 2011. Potensi Tanaman Alamanda di Daerah Bogor Sebagai Inhibitor Enzim Tirosinase. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 1-14.

Warini, T. 2012. Manfaat Bunga Kamboja. Available at: Widihastuty. 2001. Evaluasi Peranan Predator dan Parasitoid Telur dan Larva

Instar Awal Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae) di Pertanaman Kedelai. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 p.

Winarti, C. 2005. Peluang Pengembangan Minuman Fungsional dari Buah

Mengkudu (Morinda citrifoliaL.). J. Litbang Pertanian. 24 (4) :149-155.

Yunia, N. 2006. Aktivitas Insektisida Campuran Ekstrak Empat Jenis Tumbuhan Terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 1-53.

LAMPIRAN 1

(52)

LAMPIRAN 2

P8

U1

P0

U1

P6

U2

P1

U2

P5

U1

P5

U2

P3

U1

P7

U2

P4U2

P2U1

P1

U1

P2U2

P6

U1

P4

U1

P0U2

P8

U2

(53)

Data Mortalitas Larva S. litura Pada 1 HSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

Transformasi Data Arc Sin √�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(54)

Perlakuan 8 156,32 19,54 4,50 * 3,23 5,47

Galat 9 39,08 4,34

Total 17 195,40

FK 2204,83 tn = tidak nyata

KK 0,33 * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 1,47 2,82 2,43 2,24 2,11 1,98 1,86 1,76 6,12 10,48 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 SSR 0.01 4,60 4,86 4,99 5,08 5,17 5,25 5,32 5,36 5,4 LSR 0.01 6,78 7,16 7,35 7,49 7,62 7,74 7,84 7,90 7,96

Perlakuan P0 P1 P2 P5 P6 P7 P8 P3 P4 Rataan 9,59 9,59 9,59 9,59 9,59 9,59 9,59 14,01 18,43

A B

(55)

Data Mortalitas Larva S. litura Pada 2 HSA Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

Transformasi Data Arc Sin √�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(56)

SK Db JK KT F hitung 0,05 0,01 Perlakuan 8 524,59 65,57 15,10 ** 3,23 5,47

Galat 9 39,08 4,34

Total 17 563,67

FK 4550,68 tn = tidak nyata

KK 0,23 * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 1,47 2,82 2,43 2,24 6,53 10,82 10,70 10,60 10,54 18,61 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 SSR 0.01 4,60 4,86 4,99 5,08 5,17 5,25 5,32 5,36 5,4 LSR 0.01 6,78 7,16 7,35 7,49 7,62 7,74 7,84 7,90 7,96

Perlakuan P0 P1 P7 P5 P2 P3 P6 P8 P4 Rataan 9,59 9,59 9,59 14,01 18,43 18,43 18,43 18,43 26,57

• A

(57)

Data Mortalitas Larva S. litura Pada 3 HSA Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

Transformasi Data Arc Sin √�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(58)

SK db JK KT F hitung 0,05 0,01 Perlakuan 8 1201,08 150,14 8,92 ** 3,23 5,47

Galat 9 151,42 16,82

Total 17 1352,50

FK 8694,17 tn = tidak nyata

KK 0,16 * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 2,90 -3,75 -0,08 -0,46 3,70 7,51 11,34 11,14 14,34 20,56 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 SSR 0.01 4,60 4,86 4,99 5,08 5,17 5,25 5,32 5,36 5,4 LSR 0.01 13,34 14,10 14,47 14,73 14,99 15,23 15,43 15,55 15,66

Perlakuan P0 P1 P7 P5 P2 P3 P8 P6 P4

Rataan 9,59 14,01 14,01 18,43 22,50 26,57 26,57 29,89 36,22

A • B

C

(59)

Data Mortalitas Larva S. litura Pada 4 HSA Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

Transformasi Data Arc Sin √�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(60)

SK db JK KT F hitung 0,05 0,01 Perlakuan 8 1899,43 237,43 8,54 ** 3,23 5,47

Galat 9 250,23 27,80

Total 17 2149,66

FK 15469,53 tn = tidak nyata

KK 0,12 * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 3,73 -7,56 4,38 3,89 6,88 10,61 13,64 16,39 16,24 27,75 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 SSR 0.01 4,60 4,86 4,99 5,08 5,17 5,25 5,32 5,36 5,4 LSR 0.01 17,15 18,12 18,61 18,94 19,28 19,57 19,84 19,98 20,13

Perlakuan P0 P5 P7 P1 P2 P8 P3 P6 P4 Rataan 9,59 22,50 22,50 25,82 29,89 33,21 36,22 36,22 47,88

A B

(61)

Data Mortalitas Larva S. litura Pada 5 HSA Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

Transformasi Data Arc Sin √฀

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(62)

SK Db JK KT F hitung 0,05 0,01 Perlakuan 8 2049,19 256,15 13,07 ** 3,23 5,47

Galat 9 176,34 19,59

Total 17 2225,54

FK 22333,06 tn = tidak nyata

KK 0,10 * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 3,13 -0,38 14,68 14,27 13,99 20,04 19,79 25,46 28,22 36,88 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 SSR 0.01 4,60 4,86 4,99 5,08 5,17 5,25 5,32 5,36 5,4 LSR 0.01 14,40 15,21 15,62 15,90 16,18 16,43 16,65 16,78 16,90

Perlakuan P0 P5 P7 P1 P2 P8 P6 P3 P4

Rataan 14,01 29,89 29,89 29,89 36,22 36,22 42,12 45,00 53,78

A B

(63)

Data Mortalitas Larva S. litura Pada 6 HSA Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

Transformasi Data Arc Sin √฀

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(64)

SK Db JK KT F hitung 0,05 0,01 Perlakuan 1 1436,64 1436,64 117,83 ** 5,12 10,56

Galat 9 109,73 12,19

Total 10 1546,37

FK 31306,81 tn = tidak nyata

KK 0,09 * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 2,47 15,21 24,22 23,90 23,68 29,35 32,04 31,86 34,65 46,78 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 SSR 0.01 4,60 4,86 4,99 5,08 5,17 5,25 5,32 5,36 5,4 LSR 0.01 11,36 12,00 12,32 12,54 12,76 12,96 13,14 13,23 13,33

Perlakuan P0 P5 P7 P1 P2 P8 P3 P6 P4

Rataan 26,57 36,22 36,22 36,22 42,12 45,00 45,00 47,88 60,11

A B

• C

(65)

Data Mortalitas Larva S. litura Pada 7 HSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

Transformasi Data Arc Sin √฀

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(66)

SK db JK KT F hitung 0,05 0,01 Perlakuan 1 2094,34 2094,34 75,86 ** 5,12 10,56

Galat 9 248,49 27,61

Total 10 2342,82

FK 40553,12 tn = tidak nyata

KK 0,08 * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 3,72 12,80 21,05 20,69 20,36 31,69 34,27 34,01 33,86 47,44 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 SSR 0.01 4,60 4,86 4,99 5,08 5,17 5,25 5,32 5,36 5,4 LSR 0.01 17,09 18,06 18,54 18,87 19,21 19,51 19,77 19,92 20,06

Perlakuan P0 P1 P7 P5 P8 P2 P3 P6 P4

Rataan 29,89 39,11 39,23 39,23 50,89 53,78 53,78 53,78 67,50

A B

(67)

Data Mortalitas Larva S. lituraPada 8 HSA Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

Transformasi Data Arc Sin √฀

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(68)

SK db JK KT F hitung 0,05 0,01 Perlakuan 1 4546,24 4546,24 370,31 ** 5,12 10,56

Galat 9 110,49 12,28

Total 10 4656,74

FK 57657,27 tn = tidak nyata

KK 0,06 * = nyata

** = sangat nyata

Uji Jarak Duncan

SY 2,48 21,81 30,07 32,64 35,30 47,30 47,10 50,25 54,22 76,62 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 SSR 0.01 4,60 4,86 4,99 5,08 5,17 5,25 5,32 5,36 5,4 LSR 0.01 11,40 12,04 12,36 12,59 12,81 13,01 13,18 13,28 13,38

Perlakuan P0 P1 P5 P7 P6 P8 P3 P2 P4

Rataan 33,21 42,12 45,00 47,88 60,11 60,11 63,43 67,50 90,00

• A

B • C

D

(69)

LAMPIRAN 10

Data Pembentukan Pupa Pada 9 HSA

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

Transformasi Data Arc Sin √฀

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(70)

DAFTAR SIDIK RAGAM

SK db JK KT F hitung 0,05 0,01

Perlakuan 1 4546,24 4546,24 370,31 ** 5,12 10,56

Galat 9 110,49 12,28

Total 10 4656,74

FK 20084,10

KK 0,11

Uji Jarak Duncan

SY 2,48 -11,40 10,46 14,20 17,30 17,08 29,11 31,82 34,60 43,41 I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 SSR 0.01 4,60 4,86 4,99 5,08 5,17 5,25 5,32 5,36 5,4 LSR 0.01 11,40 12,04 12,36 12,59 12,81 13,01 13,18 13,28 13,38

Perlakuan P4 P2 P3 P6 P8 P7 P5 P1 P0

Rataan 0,00 22,50 26,57 29,89 29,89 42,12 45,00 47,88 56,79

A • B

C D

(71)

LAMPIRAN 11

FOTO PENELITIAN

Telur S. Litura Larva S. Litura instar 1

Larva S. Litura instar 2 Larva S. Litura instar 2

(72)

Daun babadotan Daun mengkudu

Daun alamanda Daun kamboja

Daun sebelum diblender (250gr) Daun setelah diblender (250gr)

(73)

Proses pembuatan larutan Larutan selesai diblender

Larutan yang telah disaring Proses memblender daun

(74)

LAMPIRAN 12

Gambar

Gambar 1: Kelompok Telur S. litura
Gambar 2: Larva S. litura
Gambar 4: Imago S. litura
Gambar 5: Gejala Serangan S. litura
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesadaran metakognisi mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sriwijaya pada perkuliahan Fisiologi Manusia menunjukkan bahwa pada pengetahuan

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui bagaimana pengembangkan perangkat pembelajaran model ARIAS pada

Terdapat sejumlah istilah yang digunakan, antara lain pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), Pendidikan Ilmu Sosial (PIS). Setiap istilah yang digunakan merupakan

Kandungan Fe total yang cenderung stabil dari stasiun I sampai III, menunjukkan tidak adanya masukan Fe yang nyata dari air lindi TPA ke Sungai Kreo. Kandungan Fe total pada

Ada empat alternatif strategi dalam penyelesaian konflik penguasaan lahan di Lokapurna yaitu mengeluarkan masyarakat secara keseluruhan dari Taman Nasional (relokasi),

Dari proses membatik diketahui faktor pekerjaan yang merupakan faktor risiko terjadinya Carpal Tunnel Syndrome pada proses membatik yaitu gerakan tangan berulang,

set-point. Pembuatan sistem ini berdasarkan hasil simulasi dengan sedikit penyesuaian dengan hardware. Selain komputasi yang lama, FP paralel juga memerlukan waktu yang lama

Sistem irigasi kendi untuk tanaman sayuran di daerah kering Seminar di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Distribusi dan profil kelembaban tanah pada sistem irigasi kendi