• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kaligrafi pada logo halal Majelis Ulama Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kaligrafi pada logo halal Majelis Ulama Indonesia"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

57 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Yosan Krisna

Tempat, tanggallahir : Bandung, 09 Oktober 1990

Kelamin : Pria

Agama : Islam

Alamat : Kp. Sukamukti Ds. Mekargalih RT 01/03 Kec. Jatinangor Kab. Sumedang

Nomor kontak : 085320010702

Email : Yosankrisna@ymail.com

PENDIDIKAN FORMAL

1996 – 2002 : SDN Jelegong III

2002 – 2005 : SMP Negeri 1 Rancaekek 2005 – 2008 : SMA Mekar Arum

(5)

ANALISIS KALIGRAFI PADA LOGO HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA

DK 38315/Skripsi Semester II 2012-2013

Oleh:

Yosan Krisna 51909241

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

iv KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan perkenan-Nya penullis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kaligrafi Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia” ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini terutama bertujuan untuk memenuhi tugas akhir yang menjadi prasyarat untuk kelulusan.

Dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari berbagai hambatan yang penulis temukan, akan tetapi dengan adanya dorongan yang kuat dari dalam diri serta dorongan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis, maka laporan ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dari penelitian ini karena keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan sebagai perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi yang memerlukan untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Bandung, September 2013

(7)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR HAK EKSKLUSIF ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

I.2 Identifikasi Masalah ... 4

I.3 Perumusan Masalah ... 4

II.1.2 Logo Sesuai Unsur Pembentuknya ... 11

II.1.3 Ciri Logo ………... 15

II.1.4 Filosofi dan Makna Gambar ………...……... 16

II.2 Teori Labeling ………... 16

II.2.1 Definisi Private Label ……...……… 16

II.2.2 Strategi Merek Produk Private Label …………...……… 17

II.3 Teori Tipografi ………. 17

II.4 Teori Warna ………. 18

(8)

viii

II.5.1 Definisi Kaligrafi Islam ……… 20

II.5.2 Jenis-jenis Kaligrafi Islam ………...………. 21

II.5.3 Kaligrafi Islam dan Gambar ………...………….. 30

BAB III OBJEK PENELITIAN ………... 32

III.1 Definisi Majelis, Ulama, Indonesia, dan Majelis Ulama Indonesia 32 III.2 Definisi Halal ………... 33

III.3 Sejarah Singkat Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia ... 34

III.4 Filosofi Logo Halal Majelis Ulama Indonesia ……….. 38

III. 5 Logo Halal Majelis Ulama Indonesia ... 39

III.6 Visi Majelis Ulama Indonesia …………... 40

III.7 Misi Majelis Ulama Indonesia ……… 40

III.8 Ruang Lingkup Kerja Majelis Ulama Indonesia ……… 40

III.9 Alur Prosedur Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia ……….. 41

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH ... 43

IV.1 Kajian Kaligrafi “Majelis Ulama Indonesia” Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia ……… 43 IV.1.I Jenis Kaligrafi “Majelis Ulama Indonesia” ... 43

IV.1.2 Jenis Kaligrafi “Halal”………. 45

IV.2 Identitas Logo Halal Majelis Ulama Indonesia... 47

IV.3 Identitas Visual Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia ... 48

IV.3.1 Teori Logo Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia…... 48

IV.3.2 Teori Warna Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia … 49 IV.3.3 Teori Tipografi Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia 50 BAB V SIMPULAN ………... 51

DAFTAR PUSTAKA ……… 54

(9)

54 DAFTAR PUSTAKA

Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Carter, David E. 2000. The New Big Book of Logos. New York: HBI.

Sirojuddin, D AR. Asah Asuh Huruf Kaligrafi Islam. Jakarta: Darul Ulum

Subarna, Abay. D. 2006. Sistem Tulisan dan Kaligrafi. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara

Tinarbuko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra

Tjiptono, Fandy. 2005. Brand Management & Strategy. Yogyakarta: ANDI

Hamid Safadi, Yasin, 1996. Kaligrafi Islam. , Jakarta: Panca Simpati

http://imaduddinzangi.blogspot.com/2013/03/konsep-sederhana-kaligrafi.html

http://fath-multimedia.blogspot.com/p/khat-naskhi_14.html

http://comblogs.blogspot.com/2012/04/khat-naskhi.html

http://indonesiaartnews.or.id/artikeldetil.php?id=112

http://azakaligrafi.wordpress.com/2011/11/26/fungsi-kaligrafi-islam/

http://ustadchandra.wordpress.com/category/kaligrafi/

http://ajijumiono.blogspot.com/2012/11/sejarah-sertifikasi-halal-di-indonesia.html

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Seni merupakan suatu unsur yang sangat berkaitan dengan kehidupan manusia. Seni merupakan hasil daripada gambaran yang terdapat dalam pemikiran manusia dan dihasilkan dalam pelbagai bentuk seperti tulisan, ukiran, lukisan dan sebagainya. Kesenian Islam merupakan hasil karya ciptaan manusia yang berteraskan kepada ciri-ciri Islam. Dengan mengkaji kesenian Islam tersebut, maka kita akan dapat memahami dan menghayati kehalusan seni yang terdapat dalam sebuah peradaban Islam. Islam tidak hanya membenarkan kesenian dengan caranya yang beragam, tetapi ia juga menggalakkan perkembangan kesenian tersebut. Namun demikian, kebenaran Islam haruslah seiring dengan syariat Allah S.W.T.. Nabi s.a.w bersabda yang maksudnya : “sesungguhnya Allah S.W.T itu indah dan mencintai keindahan”.

Hasil kesenian Islam yang dapat kita lihat sebagai bukti kehebatan sebuah peradaban Islam itu adalah melalui seni bangunan istana atau masjid dalam peradaban tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Taj Mahal, salah satu daripada keajaiban dunia yang menjadi kebanggaan masyarakat India, hasil

daripada ilham beberapa cendikiawan Islam Persia khususnya melalui pengaruh Hindu-Persia. Selain daripada Taj Mahal, Alhambra merupakan satu lagi bukti kehebatan seni Islam yang terdapat di Spanyol. Bekas kubu pertahanan Kerajaan Islam Granada ini mempunyai luas kira-kira 14 hektar. Kehebatan para cendikiawan Islam yang membina kota tersebut dapat diperhatikan melalui ukiran-ukiran pintu dan dinding yang melambangkan seni istana Islam. Selain kehebatan seni Islam itu, kita juga dapat melihat kemahiran para pengukir yang turut sama menghasilkan karya seni ukiran yang agung. Kehebatan seni ukiran ini secara tidak langsung turut membantu kegemilangan sebuah peradaban.

(11)

2

beradaptasi dengan perubahan yang berlaku tanpa menghilangkan ciri dan nilai

keIslamannya. Penulisan khat yang pertama di dunia diperkirakan berasal dari Kufah, Iraq dalam kurun ke tujuh. Akan tetapi, sistem penulisan khat ini terbukti telah bermula sejak zaman Rasulullah S.A.W. sampai zaman sahabat dan zaman-zaman pemerintahan Islam yang lain seperti zaman-zaman kerajaan Umawiyyah, kerajaan Abbasiyyah, kerajaan Mughal, kerajaan Islam di Andalus dan lain-lain. Kesenian kaligrafi ini mempunyai keistimewaan dan keunikan tersendiri.

Banyak istilah yang menjabarkan tentang kaligrafi. Seperti menurut Yaqut

Al-Mushta’shimi, kaligrafer kenamaan periode Turki Utsmani, menyebut bahwa

kaligrafi merupakan ilmu hitung ruhaniyah (bersifat ruhani) yang tampak dengan alat jasmani. Ubaidillah Ibn Abbas menyebut kaligrafi sebagai “lisanul yadd” alias lidahnya tangan, karena dengan kaligrafilah tangan dapat “berbicara”, menyampaikan sebuah ungkapan yang ditulis lewat media. Syekh Syamsuddin al-Akfani dalam kitabnya Irsyadul al-Qasid menjelaskan bahwa “Kaligrafi/Khat adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk anatomi huruf tunggal, letak-letaknya dan cara-cara merangkainya menjadi komposisi tulisan yang bagus; atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaiman cara menulisnyadan mana pula yang tidak perlu digores; mnentukan mana-mana yang perlu digubah dan dengan mertode bagaimana menggubahnya.”

Drs.H.Didin Sirajuddin A.R (2006) dalam buku “Asah Asuh Huruf

Kaligrafi Islam”, menjelaskan “Kaligrafi Islam adalah seni menulis huruf Arab

(12)

3

Di Indonesia, seni kaligrafi Islam telah berkembang semenjak kerajaan

Islam muncul dan berdiri dibeberapa wilayah Indonesia. Seni tulis ini sudah cukup lama ada dan sering dikaitkan dengan religi. Sejarah mencatat bahwa kaligrafi Islam merupakan media yang banyak dipakai dalam mengembangkan kebudayaan Arab dan seni Islam sejak abad ke-XIV Masehi.

Sebagai seni tulis, ada beberapa gaya penulisan dalam kaligrafi Islam. Menurut Kurnia Agung Robiansyah (seniman kaligrafi dari NOQTAH Islamic Calligraphy) setidaknya ada 7 gaya penulisan bahasa arab di dalam seni kaligrafi,

yaitu Tsuluts, Naskhi, Diwani, Diwani Jali, Farisi, Riq’ah, dan Kufi.

Seni kaligrafi Islam lahir dari tangan seniman Islam sejak kedatangan Islam di Arab, sehingga dapat dikatakan sejarah kaligrafi adalah sejarah Islam itu sendiri. Dibandingkan dengan bentuk kesenian Islam lainnya, kaligrafi menempati kedudukan khusus, bahkan dapat dikatakan yang paling populer, sebagai bentuk ekspresi ruh Islam yang sangat khas dan unik. Kaligrafi disebut juga sebagai

“seninya seni Islam”. Pada awalnya, kaligrafi Islam banyak ditulis di atas kulit

atau daun lontar. Penemuan kertas di Cina pada pertengahan abad ke-IX Masehi berperan cukup besar dalam perkembangan seni ini. Kertas harganya relatif lebih

murah, cukup melimpah, mudah dipotong dan dari sisi teknik pewarnaan lebih mudah daripada bahan-bahan yang dipakai sebelumnya.

Seni kaligrafi Islam berkembang seiring berkembangnya agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, sehingga kaidah/aturan Islam pada penggambaran makhluk hidup secara visual ikut mendorong perkembangan

kaligrafi. Meskipun tempat kelahiran Islam adalah Arab Saudi, kaligrafi tidak hanya berkembang disana. Dalam sejarah kebudayaan Islam dapat dilihat bahwa seni kaligrafi berkembang juga di Iran, Irak, Turki, dan Indonesia.

(13)

4

halal MUI tersebut memiliki nilai kekhasan, keunikan, dan gaya pembeda yang

jelas dengan logo lainnya yang sebagian besar hanya menggunakan satu jenis tulisan saja. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti akan menganalisis logo tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul “Analisis Kaligrafi Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia”.

Hal inilah yang membuat peneliti memilih logo halal Majelis Ulama Indonesia sebagai bahan penelitian.

I.2 Identifikasi Masalah

Setelah diuraikan dalam latar belakang permasalahan dari objek yang diteliti oleh penulis, maka dapat diidentifikasikan sebagai:

1. Dengan keindahan huruf dan struktur pada seni kaligrafi Islam, bisa

memperindah pesan yang akan disampaikan. Seseorang akan merasakan kenikmatan memandang dan menelaahnya karena adanya unsur-unsur estetis pada huruf-huruf dan harakatnya. Bagaimana cara membaca logo halal Majelis Ulama Indonesia dan apa yang dibaca pada logo halal Majelis Ulama Indonesia?

2. Dalam kehidupan sosial, seni kaligrafi Islam berfungsi sebagai sarana

dakwah, dan juga digunakan untuk penulisan mushaf Al-Qur’an, buku -buku pelajaran, majalah, dan sebagainya, sehingga tingkat keterbacaan, ukuran, dan tata letaknya harus diperhatikan supaya mudah dipahami dan mudah dimengerti. Bagaimana tingkat keterbacaan, ukuran, dan tata letak kaligrafi Islam pada logo halal Majelis Ulama Indonesia?

I.3 Perumusan Masalah

Untuk memudahkan identifikasi masalah maka diajukan pertanyaan berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:

(14)

5 I.4 Pembatasan Masalah

Supaya penelitian fokus dan tajam serta tidak meluasnya maka pembatasan

masalahnya adalah hanya mengenai tulisan kaligrafi Islam yang terdapat pada logo halal Majelis Ulama Indonesia.

I.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif Analisis, yaitu metode yang dipergunakan untuk memecahkan masalah aktual dengan cara mengumpulkan data, menyusun dan mengklasifikasikan, menganalisis dan menginterpretasikannya (Surakhmad, 1985, h.139).

Untuk mendapatkan bahan-bahan sebagai bahan dasar penyusunan skripsi ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi Pustaka (Literary Research)

2. Studi pustaka yaitu menggunakan berbagai referensi atau mengacu pada

permasalahan melalui media cetak seperti buku, koran, dan jurnal, sebagai landasan teori serta pelengkap penulisan skripsi.

3. Pencarian Online

Pencarian dengan menggunakan komputer yang dilakukan melaui internet dengan alat pencarian tertentu pada server-server yang tersambung dengan internet yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Dalam tulisan ini akan diberikan contoh pencarian secara online dengan menggunakan alat pencari alih milik Google (http://www.google.com). Dalam penelitian ini

(15)

6 I.6 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu untuk menjawab dari rumusan masalah sebagai berikut:

Mengetahui persepsi kaligrafi Islam pada logo halal Majelis Ulama

Indonesia.

I.7 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini, penulis mengharapkan dapat bermanfaat bagi siapapun baik itu orang yang bergelut dibidang desain atau untuk umum. Penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap perkembangan dan pendalaman studi komunikasi dan desain grafis pada umumnya.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bagi perkembangan desain grafis

saat ini lebih berkembang dan desainer-desainer dapat pemikiran lebih kreatif dengan hasil karyanya.

I.8. Sistematika Penulisan

Dalam sebuah penulisan skripsi ini diperlukan sistematika pembahasan

yang baik agar pembahasan persoalan dan penyajian hasil laporan dapat terstruktur dengan baik, terarah, dan mudah dimengerti. Untuk itu penulis menyusun sistematika penulisannya sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

(16)

7

Penelitian, Manfaat Penelitian, penulisan susunan skripsi yang dicamtumkan pada sistematika penulisan agar tersusun dengan baik dan mudah dipahami.

Bab II Teori Utama & Pendukung

Berisi tentang penguraian teori utama dan referensi-referensi yang akan digunakan untuk membahas permasalahan.

Bab III Objek Penelitian

Berisi tentang penguraian data-data dari objek yang akan diteliti baik data primer maupun sekunder

Bab IV Pembahasa Masalah

Berisi tentang penguraian pembahasan permasalahan dari objek penelitian dengan menggunakan landasan teori serta metode penelitian tertentu.

Bab V Simpulan

(17)

8 BAB II

TEORI UTAMA DAN PENDUKUNG II.1 Teori Logo

Logo atau tanda gambar (picture mark) merupakan identitas yang

dipergunakan untuk menggambarkan citra dan karakter suatu lembaga atau perusahaan maupun organisasi. Logotype atau tanda kata (word mark) merupakan nama lembaga, perusahaan, atau produk, yang tampil dalam bentuk tulisan yang khusus untuk menggambarkan ciri khas secara komersial.

Pada prinsipnya, logo merupakan simbol yang mewakili sosok, wajah, atau eksistensi suatu perusahaan atau produk dari sebuah perusahaan. Selain membangun citra perusahaan, logo juga sering kali dipergunakan untuk membangun spirit secara internal diantara komponen yang ada dalam perusahaan tersebut. Sebuah logo yang baik dan berhasil akan dapat menimbulkan sugesti yang kuat, membangun kepercayaan, rasa memiliki, dan menjaga image perusahaan pemilik logo itu. Selanjutnya, logo bahkan dapat menjalin kesatuan dan solidaritas diantara anggota keluarga besar perusahaan itu yang akhirnya mampu meningkatkan prestasi dan meraih sukses demi kemajuan perusahaan. Secara visualisasi, logo adalah suatu

gambar. Gambar itu bisa berupa berbagai unsur bentuk dan warna. Oleh karena sifat dari apa yang diwakili oleh logo berbeda satu sama lain, maka seyogyanya logo itu memiliki bentuk yang berbeda pula.

Menurut David E. Carter, pakar corporate identity dan penulis buku The New Big Book of Logos (2000), dari Amerika, pertimbangan-pertimbangan tentang logo

yang baik itu harus mencakup beberapa hal sebagai berikut:

1. Original dan Destinctive, atau memiliki nilai kekhasan, keunikan, dan gaya pembeda yang jelas.

2. Legible, atau memiliki tingkat keterbacaan yang cukup tinggi meskipun

(18)

9

3. Simple atau sederhana, dengan pengertian mudah ditangkap dan dimengerti

dalam waktu yang relatif singkat.

4. Memorable, atau cukup mudah diingat, karena keunikannya, bahkan dalam

kurun waktu yang relatif lama.

5. Easily assosiated with the company, dimana logo yang baik akan mudah

dihubungkan atau diasosiasikan dengan jenis usaha dan citra suatu perusahaan atau organisasi.

6. Easily adaptable for all graphic media. Di sini, faktor kemudahan

mengaplikasikan (memasang) logo baik yang menyangkut bentuk fisik, warna maupun konfigurasi logo pada berbagai media grafis perlu diperhitungkan pada saat proses perancangan. Hal itu untuk menghindari kesulitan dalam penerapannya.

Penggunaan logo yang dikenal saat ini awalnya hanyalah sekedar berupa lambang, simbol, atau maskot yang merupakan identitas suatu kelompok, suku, bangsa, atau negara. Suku-suku bangsa di masa lalu sering menggunakan maskot binatang seperti beruang, burung, rajawali, dan kuda sebagai simbolik mereka. Maskot-maskot tadi diambil dari apa saja yang dikagumi di sekeliling mereka.

Gambar II.1 Lambang-lambang negara bagian di Amerika Serikat menggunakan image alam dan kesuburan wilayahnya

(19)

10 II.1.1 Cap, Logo, Icon, Avatar

Simplifikasi bentuk identitas merk dagang merupakan hal yang fenomenal. Pada zaman dahulu, merk dagang diwujudkan dalam istilah Cap alias Brand (jamu cap Nyonya Meneer, Balsem Cap Macan, Susu Bear Brand, Cap Bendera, Cap Nona,

dan sebagainya). Kemudian, trend semakin berkembang dengan dipergunakannya brand name yang lebih sederhana, seperti sebutan Sabun Sunlight (bukan lagi sabun cap tangan) dan Jamu Jago (bukan lagi Jamu cap jago). Dengan demikian, kebiasaan menggunakan cap diganti dengan logo atau logotype yang lebih sederhana.

Gambar II.2 Evolusi dari bentuk beberapa logo Pepsi

Sumber:

http://www.google.com/imgres?q=evolusi+logo&sa=X&biw=1024&bih=677&tbm=i sch&tbnid=ObnxM0ib6vNr4M:&img (19 Juni 2013)

(20)

11

cukup logis karena kini orang cenderung menerima terlalu banyak informasi sehingga

memorinya harus menyaring mana yang lebih mudah disimpan dalam jangka waktu yang lama. Semenjak populernya multimedia, dimulailah penggunaan Avatar, yakni brand ikon yang dapat digunakan dan ditampilkan di berbagai media.

Gambar II.3 Contoh ikon CBS, salah satu bentuk ikon yang sukses Sumber: http://www.popgeezer.com/wp-content/uploads/2010/05/cbs.jpg (17

April 2013)

II.1.2 Logo Sesuai Unsur Pembentuknya

Unsur pembentuk logo dapat dipilah-pilah menjadi 4 kelompok. Namun demikian, kelompok-kelompok tersebut bisa digabungkan sehingga mengandung unsur campuran. Diantaranya:

 Logo Dalam Bentuk Alphabetical

(21)

12

Gambar II.4 Logo-logo dalam bentuk Alphabetical Sumber: Adi Kusrianto (2007)

 Logo Dalam Bentuk Benda Konkret

Bentuk konkret, misalnya manusia (seorang tokoh, wajah, bentuk tubuh yang menarik), bentuk binatang, tanaman, peralatan, maupun benda lainnya.

(22)

13

 Logo Dalam Bentuk Abstrak, Poligon, Spiral, dan sebagainya

Logo kelompok ini memiliki elemen-elemen yang merupakan bentuk abstrak, bentuk geometri, spiral, busur, segitiga, bujursangkar, poligon, titik-titik, garis, panah, gabungan bentuk-bentuk lengkung, dan bentuk ekspresi 3 dimensi.

Gambar II.6 Logo-logo dalam bentuk abstrak Sumber: Adi Kusrianto (2007)

 Logo Dalam Bentuk Simbol, Nomor, dan Elemen Lain

(23)

14

Gambar 1I.7 Logo-logo dengan elemen berbentuk simbol, nomor, dan elemen lainnya

Sumber: Adi Kusrianto (2007)

 Logotype

(24)

15

Gambar II.8 Beberapa contoh Logotype Sumber: Adi Kusrianto (2007)

II.1.3 Ciri Logo

 Memiliki sifat unik. Tidak mirip dengan logo lain sehingga orang tdak

bingung karena logo mirip desain lain yang sudah ada.

 Memiliki sifat yang fungsional sehingga dapat dipasang atau digunakan dalam

berbagai keperluan.

 Bentuk logo mengikuti kaidah-kaidah dasar desain (misalnya bidang, warna,

bentuk, konsistensi, dan kejelasan).

(25)

16 II.1.4 Filosofi dan Makna Gambar

Hingga kini masih ada tuntutan bahwa logo seyogyanya mengandung suatu filosofi, makna logo, atau setidaknya dasar pembentukan logo itu. Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang melombakan pembuatan logo membeberkan sejarah serta visi dan misi perusahaan. Kemudian di dalam persyaratannya dicantumkan agar peserta lomba juga mencantumkan filosofi yang terkandung pada logo yang dibuat. Dengan demikian, perancang logo harus memulai pekerjaannya dengan merancang filosofi dan makna dari simbol yang akan digambarkan itu, bukan memikirkan gambar apa yang akan dibuat.

Seringkali perancang logo berhasil membuat sebuah karya grafis yang bagus, tetapi tidak mampu menuangkan filosofi yang terkandung dalam gambar itu. Keberuntungan untuk menuangkan detail filosofi keping demi keping elemen gambar sesuai latar belakang, visi, dan misi perusahaan yang dilogokan kadang-kadang menyertai perancang logo. Kedua unsur, yakni bentuk visual serta kandungan maknanya harus terpadu satu sama lain.

II.2 Teori Labeling II.2.1 Definisi Private Label

Private label sering juga disebut store brand, private brand, own label, atau

house brand. Harcar, Kara, dan Kucukemiroglu (seperti dikutip Agustina, 2009), store brand” atau “private label” adalah barang-barang dagangan yang menggunakan nama merek distributor atau peritel atau nama merek yang diciptakan

(26)

17 II.2.2 Strategi Merek Produk Private Label

Penamaan merek pada produk private label dapat dikategorikan menjadi:  Store brands

Menggunakan nama peritel pada kemasan produk private label.  Store Sub-brands

Menggunakan merek yang berisikan dua nama, nama peritel dan nama produk.

Umbrella brands

Produk private label yang diberi merek independen, tidak ada kaitan dengan nama peritel. Umbrella brand dignakan untuk produk dengan kategori yang berbeda.

Individual brands

Nama merek yang digunakan hanya untuk satu kategori produk.  Exclusive brands

Nama merek yang digunakan untuk satu kategori yang sama. Namun produk ini mempromosikan value added.

Merek memberikan nilai kepada pelanggan dan sekaligus kepada peritel. Merek memberikan kesempatan pada konsumen untuk mengevaluasi bagaimana bauran ritel (retail mix) pada suatu ritel. Merek juga mempengaruhi keyakinan pelanggan atas keputusan yang dibuat untuk membeli produk dari suatu ritel.

II.3 Teori Tipografi

Teks merupakan bagian penting dalam sebuah desain grafis. Tipografi sendiri adalah sebuah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang huruf cetak. Di dalam desain, tipografi didefinisikan sebagai suatu proses seni untuk menyusun bahan publikasi menggunakan huruf cetak. Oleh karena itu, “menyusun” meliputi

merancang bentuk huruf cetak hingga merangkainya dalam sebuah komposisi yang tepat untuk memperoleh suatu efek tampilan yang dikehendaki.

(27)

18

memiliki kemampuan untuk menyuarakan suatu citra atau kesan secara visual.

Pengaruh teknologi digital pada intinya tidak mengubah fungsi huruf sebagai perangkat komunikasi visual. Teknologi komputer menyajikan spektrum dalam penyampaian pesan lewat huruf, mencitrakan sebuah gaya yang memiliki korelasi dengan khalayak tertentu, dimana desainer grafis memiliki kebebasan untuk menciptakan visualisasi pesan dengan huruf, tidak hanya untuk dibaca, tetapi juga mengekspresikan suasana atau rasa.

Terdapat beberapa prinsip tipografi yang diutarakan oleh David E. Carter pada buku How to Improve Your Corporate Identity, tahun 1995, yaitu:

a. Legibility: Kualitas dari huruf sehingga huruf tersebut terbaca.

Misalnya bentuk huruf yang terlalu abstrak bisa membuat huruf tersebut tidak dikenali atau tidak terbaca. Readibility: Kualitas pada teks yang membuat teks tersebut mudah dibaca, menarik, dan tidak melelahkan mata. Teks dapat legible tetapi tidak readible. Hal ini berhubungan pula dengan jarak antar huruf dan jarak antar baris.

b. Visibility: Kemampuan huruf dan teks untuk terbaca. Misalnya ukuran

huruf pada poster yang ada di pinggir jalan harus cukup besar.

c. Clarity: Kualitas pada teks dan huruf untuk dapat dimengerti

dengan jelas. Misalnya slogan berbahasa Inggris pada billboard di pinggir jalan harus bias dimengerti atau dipahami.

II.4 Teori Warna

Warna dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam program identitas perusahaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

 Warna dapat menciptakan suasana hati.

 Untuk banyak produk, penggunaan warna hampir ditunjukkan oleh

(28)

19

 Walaupun warna merupakan bagian dari sistem identitas perusahaan,

warna itu tidak akan senantiasa digunakan. Contohnya, kebanyakan iklan surat kabar menggunakan logo hitam putih.

 Warna-warna yang beragam akan memakan biaya.

Berikut uraian suasana hati yang diasosiasikan dengan warna menurut teori logo David E. Carter berdasarkan warna:

 Merah : Kemarahan, kebaranian, semangat, membahana, vitalitas,

emosional, sensual.

 Kuning : Pencerahan, kemeriahan, keceriaan, kegembiraan,

kehangatan.

 Biru : Kalem, sendu, melankolis, tenang, damai, kesunyian,

keluasan, ilmu pengetahuan dan teknologi, modern.

 Ungu : Kemuliaan, kebesaran, kemewahan, kemandirian, kekuasaan.  Hijau : Natural, kemudaan, kepercayaan, pengharapan, ketelitian,

segar, sejuk, kedamaian, santai.  Jingga : Kemajuan, perkembangan  Coklat : Hangat, bersahabat, dramatis  Abu-abu : Maskulin, serius

 Putih : Suci, mahal, bersih, segar, murni, sportif

 Hitam : Kegelapan, misteri, perkabungan, bencana, sengsara,

(29)

20 II.5 Kaligrafi Islam

II.5.1 Definisi Kaligrafi Islam

Kaligrafi berasal dari bahasa Yunani. (kallos) berarti indah dan (graphe) yang artinya tulisan. Syekh Syamsuddin al-Akfani dalam kitabnya Irsyadul al-Qasid

menjelaskan bahwa “Kaligrafi/Khat adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk

-bentuk anatomi huruf tunggal, letak-letaknya dan cara-cara merangkainya menjadi komposisi tulisan yang bagus; atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis, bagaiman cara menulisnyadan mana pula yang tidak perlu digores; mnentukan mana-mana yang perlu digubah dan dengan mertode bagaimana menggubahnya.”

Didin Sirojuddin (2006) menjelaskan “Kaligrafi Islam adalah seni menulis huruf Arab dengan indah yang isinya mengenai ayat-ayat Al-Qur‟an atau Al-Hadits.”

Jadi bisa disimpulkan sebagai berikut, kaligrafi Islam adalah seni menulis huruf Arab dengan indah, merangkai susunan huruf-huruf tunggal, letak-letaknya dan cara-cara merangkai menjadi sebuah kalimat tersusun, yang isinya mengenai ayat-ayat Al-Qur‟an dan Al-Hadits. (h.3)

Meskipun bermunculan serumpun jenis aksara yang kemudian menjadi tulisan Arab, terutama pada zaman pra-Islam, namun tulisan Arab belum berkembang

sebagaimana dikenal sekarang. Pada masa itu masih sedikit orang yang mampu baca tulis, bahkan sebagian besar penduduk Hijaz masih buta huruf. Kepandaian baca tulis waktu itu hanya dimiliki oleh segolongan kecil masyarakat, antara lain oleh rahib-rahib beragama Nasrani.

Kedatangan agama Islam membawa perubahan besar terhadap tulisan Arab, karena Kitab Suci Al-Qur’an ditulis dengan tulisan Arab jenis tulisan Kufah. Sejak itu pula kedudukan dan peranan tulisan Arab semakin penting. Diperkuat lagi dengan turunnya ayat pertama Al-Qur’an yang isinya membuka kesadaran akan pentingnya mata rantai aksara-tulisan-baca-kecerdasan.

(30)

21

Sekarang tulisan Arab kian luas digunakan, tidak saja untuk agama Islam,

melainkan juga untuk dunia pendidikan, system komunikasi, hubungan antar bangsa, dan lain sebagainya. Bersama perkembangannya, tulisan Arab dan agama Islam telah memberikan sumbangan besa bagi perkembangan kaligrafi sebagai media kesenian.

Islam memberi dorongan kuat dalam mengembangkan kaligrafi. Di satu sisi, penulisan (bukan isi) Al-Qur’an sendiri terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan hingga sekarang. Tulisan Arab pada masa awal Islam tidak seperti yang kita kenal sekarang. Pada awalnya cenderung lebih sulit dibaca kecuali oleh pengguna bahasa Arab atau mereka belajar tulisan Arab klasik. Bentuk tulisannya masih bersahaja, tidak memakai titik, harakat, maad. Dan tanda-tanda lainnya.

Agar tidak terjadi salah baca, seiring waktu, pemimpin-pemimpin Islam berupaya menyempurnakan sistem penulisan sederhana itu. Penyempurnaan tulisan (khat) Arab pertama kali dilakukan oleh Abul Aswad ad-Dualy (wafat 69 H) atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib. Abul Aswad ad-Dualy mulai menerapkan tanda titik untuk aksara serupa. Beliau juga menciptakan harakat atau syakal yang berbeuntuk titik juga, tapi baru ditaruh pada aksara-aksara akhir dalam setiap kata sehingga masih bisa menimbulkan salah baca.

Perubahan berikutnya dilakukan oleh Al-Khalil ibnu Ahmad (wafat 170 H), seorang ahli Nahwu (syntaxis). Ia menentukan bunyi aksara-aksara dengan memakai

tanda-tanda, diambil dari aksara-aksara yang mmenjadi sumber bunyi-bunyi tersebut, misalnya alif sebagai sumber bunyi a, aksara ya sebagai sumber bunyi I, dan wau sumber bunyi u. Penemuan inilah yang menjadi dasar untuk tanda-tanda dalam

tulisan Arab sampai sekarang.

II.5.2 Jenis-jenis Kaligrafi Islam

(31)

22

gaya penulisan kaligrafi yang populer yang dikenal oleh para pecinta seni kaligrafi,

diantaranya:

Gambar II.9 Jenis kaligrafi Islam Sumber: Abay D. Subarna (2006)

Khat Kufi

(32)

23

formal. Gaya ini kemudian berkembang menjadi lebih ornamental dan sering

dipadu dengan ornamen floral. Ciri-ciri umumnya adalah bersegi, tegak, bergaris lurus, dan kelihatan kaku, sehingga dalam membuatnya seringkali memerlukan penggaris atau mistar. Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi.

Gambar II.10 Contoh khat kufi

Sumber: http://ustadchandra.files.wordpress.com/2011/03/b-kufi.jpg (23 Mei 2013)

Khat Tsuluts

(33)

24

Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak

hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya sambung. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts sangat

ornamental, dengan banyak hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai ornamen arsitektur Masjid, sampul buku, dan dekorasi interior.

Gambar II.11 Contoh khat tsuluts Sumber:

(34)

25  Khat Naskhi

Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat populer digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca.

Gambar II.12 Contoh khat naskhi Sumber:

http://kaligrafi-zulmi-sukma.blogspot.com/2010_04_01_archive.html&docid=U7MP3QkeRggSeM&imgur l=http://3.bp.blogspot.com/_sccB4YlKzaQ/S7b1gu8gHdI/AAAAAAAAAB4/8pcT_d

eXhNc/s1600/n5.jpg (23 Mei 2013)

Khat Farisi

(35)

26

sekarang. Kaligrafi Farisi sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa

harakat, mempermainkan tebal-tipis huruf. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran.

Gambar II.13 Contoh khat farisi

Sumber:

http://emirina.wordpress.com/materi-kelas-x/&docid=PJgSXG0lBM5GLM&imgurl=http://emirina.files.wordpress.com/2009/05/ khat-farisi.jpg (23 Mei 2013)

Khat Riq’ah

Kaligrafi gaya Riq’ah merupakan hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana halnya dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq’ah dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Usmaniyah, lazim pula digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk

(36)

27

Gambar II.14 Contoh khat riq’ah

Sumber: http://atstsurayya.files.wordpress.com/2010/11/riqah.jpg&img (23 Mei 2013)

Khat Diwani

Gaya kaligrafi Diwani dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-kadang pada huruf tertentu neninggi atau menurun, jauh melebihi

(37)

28

Gambar II.15 Contoh khat diwani Sumber:

http://kaligrafi-zulmi-sukma.blogspot.com/2010_04_01_archive.html&h=450&w=485&sz=40&tbnidePQ2 Q/s1600/d11.jpg (23 Mei 2013)

 Khat Diwani Jali

Kaligrafi gaya Diwani Jali merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan

(38)

29

digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti dekorasi interior

Masjid atau benda hias.

Gambar II.16 Contoh khat diwani jali

Sumber: http://arrasael.blogspot.com/2008/10/about-arabic-calligraphy-art.html&docid=e64mCYn73DUJaM&imgurl=http://4.bp.blogspot.com/_2FtsUhqeE

YE/SPNke0q70jI/AAAAAAAAAL4/acIK5Qkjb84/s320/diwani%252Bjali.jpg (23 Mei 2013)

Khat Raihani

Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan antara gaya

Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh para kaligrafer Daulah Usmani.

(39)

30

Gambar II.17 Contoh khat raihani Sumber:

http://4.bp.blogspot.com/-fDGkfyJB6- o/Tumjir3gLYI/AAAAAAAAADg/k6VjPEgjoII/s1600/kaligrafi-muhammad-saw-300x300.jpg (23 Mei 2013)

II.5.3 Kaligrafi Islam dan Gambar

Ajaran Islam melarang penggambaran makhluk bernyawa ciptaan Tuhan. Sekalipun di dalam Al-Qur’an tidak dijumpai ayat yang melarang, tetapi salah satu

hadits Nabi memang menyinggung tentang hal ini. Hadist sebagaimana diriwayatkan

oleh Sa’id ibnu Hasan sebagai berikut:

“Ketika saya (Sa’id ibnu Hasan) bersama-sama dengan Ibnu Abbas, tiba-tiba

datang seorang laki-laki, ia berkata: Hai Ibnu Abbas, aku hidup dari kerajinan tanganku ialah membuat arca seperti ini. Lalu Ibnu Abbas menjawab: Tidak akan aku

katakan kepadamu, hanya apa yang telah kudengar dari Rasulullah S.A.W. Beliau bersabda: Siapa yang telah melukis sebuah gambar, maka dia akan disiksa sampai dia bisa memberinya bernyawa, tetapi selamanya dia tidak akan mungkin memberi gambar itu bernyawa.”

Hadist ini sekurang-kurangnya melahirkan empat pendapat:

(40)

31

2. Yang dilarang adalah yang wujudnya bisa diraba (tri matra), seperti relief atau

arca. Kelompok ini berpendapat bahwa gambar, lukisan, atau foto tidak dilarang.

3. Ada pula yang berpendapat, boleh membuat gambar makhluk bernyawa asal

dalam rupa yang tidak memungkinkan makhluk itu hidup, misalkan membuat arca sebatas dada ke atas.

4. Merujuk pada keadaan, suasana, dan waktu, hadist tersebut ditujukan kepada

masa permulaan lahirnya agama Islam. Dari segi tauhid, hal itu penting karena pada masa itu masih banyak terdapat puing-puing reruntuhan arca-arca yang dahulu disembah oleh nenek moyang bangsa Arab. Tetapi, manakala hakikat tauhid telah mendarah daging dan mereka tahu bahwa arca-arca itu tak akan pernah sanggup berbuat apapun, sebetulnya tidak ada alasan kepercayaan yang telah berabad-abad dikuburkan itu bisa hidup kembali.

Bab ini tidak bermaksud membahas perdebatan itu, melainkan hanya menyinggung sedikit kenyataan seperti itu. Uraian berikut ini hanya akan membahas pendapat yang percaya Bahwa menggambar makhluk hidup itu dilarang, dan solusi

mereka agar tetap bisa berekspresi dan berkreasi mengikuti intuisi seninya.

Dalam posisi seperti itulah, kaligrafi menjadi pilihan bentuk seni yang paling utama. Kaligrafi, jelas, bukan seni menggambar realis sebab pada dasarnya kaligrafi adalah seni menuliskan aksara dalam berbagai bentuk. Karena karakter sistem aksara Arab memiliki kelenturan maka kaligrafi menjadi mungkin untuk mencapai beraneka

(41)

32 BAB III

OBJEK PENELITIAN

Adapun yang akan dijadikan sebagai objek penelitian adalah kaligrafi pada logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

III.1 Definisi Majelis, Ulama, Indonesia, dan Majelis Ulama Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari kata “majelis” terdapat tiga pengertian, yaitu:

1. Dewan yang mengemban tugas tertentu mengenai kenegaraan dan

sebagainya secara terbatas.

2. Pertemuan (kumpulan) orang banyak. 3. Bangunan tempat bersidang.

Dari beberapa pengertian di atas, “majelis” adalah suatu kumpulan orang atau badan yang bertugas dalam bidang kenegaraan yang mempunyai batasannya sendiri.

Adapun definisi “ulama” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

yaitu orang yg ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam. Jika merujuk

kepada Al Quran, maka akan ditemukan bahwa kata “ulama” sesungguhnya

memiliki makna yang jauh lebih luas dan mendalam. Allah SWT berfirman: “Tidakkah kamu memperhatikan bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Al Fathir [35] : 27-28)

(42)

33

1. Ayat yang berbicara tentang ulama ini ternyata didahului dengan perintah

Allah untuk memperhatikan berbagai fenomena alam semesta. 2. Penegasan bahwa hanya para ulama yang takut kepada Allah.

Poin pertama menunjukkan kepada kita bahwa ada keterkaitan yang erat antara memahami berbagai ilmu pengetahuan alam dengan sebutan ulama itu sendiri. Dengan demikian, di dalam Al Quran jelas bahwa seorang ulama tidak hanya berarti orang yang pintar dalam ilmu agama saja, namun juga orang-orang yang ahli dalam berbagai macam disiplin ilmu lainnya.

Adapun definisi “Indonesia” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), yaitu nama negara kepulauan di Asia Tenggara yang terletak diantara benua Asia dan benua Australia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau. Oleh karena itu, Indonesia disebut juga sebagai Nusantara. Dengan populasi sebesar 237 juta jiwa pada tahun 2010,

Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, sedangkan Ibukota negaranya ialah Jakarta. Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau

Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua, dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.

Dari pengertian “majelis”, “ulama”, dan “Indonesia” diatas, maka dapat disimpulkan arti dari “Majelis Ulama Indonesia”, yaitu tempat berkumpulnya para ulama dan cendekiawan muslim Indonesia yang memiliki fungsi untuk membimbing dan membina umat Islam di seluruh Indonesia.

III.2 Definisi Halal

Kata “halal” berasal dari bahasa Arab, yaitu “halaal”. Lawan katanya

(43)

34

Saat ini, kesadaran untuk umat Islam di dunia untuk mengonsumsi

produk-produk berlabel halal terbilang sangat tinggi. Berdasarkan data pada Wikipedia, hampir sekitar 70 persen Muslim di dunia sudah mulai mengonsumsi produk makanan dan minuman yang berstandar halal.

Industri produk berlabel halal pun terus meningkat. Total perdagangan produk halal di pasar global per tahunnya sudah mencapai 580 miliar dolar AS. Sejatinya, kata “halal” tak hanya digunakan untuk menyebut makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi umat Islam.

Dalam konteks yang lebih luas, istilah halal merujuk kepada segala sesuatu yang diizinkan atau diperbolehkan menurut hukum Islam meliputi aktivitas, tingkah laku, cara berpakaian, cara mendapatkan rezeki dan sebagainya.

III.3 Sejarah Singkat Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah satu-satunya lembaga sertifikasi halal di Indonesia. Sejarah sertifikasi halal di Indonesia bermula dari penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ir. Tri Susanto, Dosen di Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur pada sekitar tahun 1990an. Penelitian dilakukan terhadap beberapa produk makanan, seperti susu, mie, snack dan lain sebagainya. Penelitian ini menemukan bahwa produk-produk tersebut mengandung gelatin, shortening dan

lecithin dan lemak yang kemungkinan berasal dari babi. Penelitian ini kemudian dimuat dalam Buletin Canopy yang diterbitkan oleh Ikatan Mahasiswa Fakultas

(44)

35

Aksi protes ini menunjukkan tingginya kesadaran kaum muslimin terhadap

haramnya makanan yang mengandung babi dan turunannya. Di masjid-masjid

para khatib Jumat mengingatkan agar kaum muslimin berhati-hati untuk tidak

terjebak mengkonsumsi makanan yang diharamkan demi menjaga aqidah dan

identitas mereka sebagai muslim.

Protes ini berimbas pada guncangnya perekonomian nasional bahkan

terancam lumpuh. Masyarakat menjauhi produk-produk yang diisukan

mengandung babi walaupun belum dibuktikan secara ilmiah. Hasil produk

nasional turun hingga mencapai lebih dari 30% dari produksi normal. Bahkan

produsen mie terbesar saat itu yang biasanya memproduksi sedikitnya 40 juta dus

per bulan turun hingga mencapai 50% sehingga hanya maksimum berproduksi 20

juta dus per bulan. Penjualan es krim, susu, kecap, biskuit, dan lain-lain turun

drastis. Imbas dari berbagai isyu ini juga mendera para pedagang kecil seperti

para pedagang sate yang dicurigai menggunakan kecap yang mengandung

babi. Dana yang diperlukan untuk mengembalikan citra produk begitu tinggi[2].

Tragedi nasional isu lemak babi ini begitu mengguncang ketenangan batin umat

Islam, menyudutkan dunia industri pangan, dan mengguncang stabilitas ekonomi

dan politik nasional.

Momen inilah yang menjadi babak awal dibentuknya lembaga Lembaga

Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia

(LPPOM MUI). LPPOM MUI merupakan lembaga yang didirikan oleh Majelis

Ulama Indonesia untuk menjalankan tugas Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam

menjaga ketentraman umat melalui mengkonsumsi makanan, obat, dan kosmetika

yang jelas kehalalannya.

Melalui pertemuan antara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Menteri

Agama dan Menteri Kesehatan yang diadakan tanggal 1 Desember 1988 yang

isinya memberi himbauan kepada para produsen makanan, termasuk yang

dihidangkan di hotel dan restoran agar memproduksi, memperdagangkan dan

(45)

bahan-36

bahan haram. Majelis Ulama Indonesia kemudian membentuk tim yang meninjau

pabrik-pabrik yang dicurigai. Publikasi di media massa yang menampilkan

gambar para ulama sedang minum susu dan makan mie ini cukup menentramkan

dan meyakinkan umat tentang kehalalan dari produk yang terkena isu kandungan

babi. Setidaknya untuk sementara waktu.

Agar dalam jangka panjang dapat terwujud ketentraman bathin umat Islam

serta untuk mencegah terulangnya kasus serupa, maka pada tanggal 6 Januari

1989 Majelis Ulama Indonesia mengukuhkan berdirinya Lembaga Pengkajian

Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia. Dalam

perjalanannya, LPPOM MUI telah mengalami 3 periode kepengurusan. Periode

pertama dipimpin oleh Dr. Ir. H.M. Amin Aziz yang memegang tampuk

kepemimpinan LPPOM MUI sejak berdiri tahun 1989 hingga tahun 1993. Periode

kedua adalah kepengurusan di bawah pimpinan Prof. Dr. Aisjah Girindra, yang

memegang amanah dari tahun 1993 hingga tahun 2006. Periode kepengurusan

2006-2011 dipegang olah Dr Ir HM Nadratuzzaman Hosen. Namun pada Oktober

2009 terjadi pergantian kepengurusan, yakni dengan adanya Pengurus Antar

Waktu (PAW). Dalam keputusan tersebut Ir. Lukmanul Hakim M. Si dipercaya

untuk memegang amanah sebagai pimpinan LPPOM MUI hingga tahun

2010. Pada September 2010 LPPOM MUI kembali melakukan pergantian

kepengurusan dan mempercayakan Ir. Lukmanul Hakim M.Si untuk memimpin

LPPOM MUI hingga tahun 2015.

Bidang kajian LPPOM MUI sesuai dengan namanya adalah melakukan

kajian sesuai dengan bidangnya untuk memberikan masukan bagi MUI dalam

memutuskan kehalalan suatu produk. Untuk mendukung tugas ini LPPOM MUI

merekrut tenaga peneliti yang juga bertugas sebagai auditor dari berbagai bidang

keahlian yang diperlukan seperti : Teknologi Pangan, Teknik industri, kimia,

biokimia, farmasi, dan lain sebagainya. Dukungan kajian kehalalan ini juga

diperoleh dari berbagai kampus, misalnya saja sejak tahun 1993 MUI bekerjasama

(46)

37

bentuk audit terhadap suatu produk ini kemudian dilaporkan kepada Komisi

Fatwa MUI untuk menjadi dasar dalam penetapan fatwa halal suatu produk. Jadi

jelas bahwa tugas LPPOM MUI adalah melakukan penelitian dan bukan

merupakan badan fatwa.

Mengingat pentingnya fatwa ini dan tanggung jawab yang besar di

hadapan Allah SWT kelak, maka Sertifikat Halal yang dikeluarkan MUI

ditandatangani oleh tiga pihak. Pertama, dari Direktur LPPOM MUI sebagai

pihak yang bertanggung jawab atas penemuannya dalam kajian fakta di lapangan

atau di lokasi produksi. Kedua, dari Ketua Komisi Fatwa MUI sebagai

penanggung jawab atas kehalalan produk pangan, obat dan kosmetika. Ketiga,

dari Ketua Umum MUI sebagai penanggung jawab dalam mensosialisasikan fatwa

kepada kaum muslimin.

LPPOM MUI juga mewakili Ketua Majelis Ulama Indonesia bekerjasama

dengan Menteri Agama dan Menteri Kesehatan dalam mencatumkan logo halal

pada produk-produk makanan dan minuman yang halal. Saat ini ijin pencantuman

logo halal pada kemasan produk retail ada pada Badan Pengawasan Obat dan

Makanan RI (BPOM RI) yang merupakan organisasi otonom yang bertanggung

jawab kepada Presiden. Keterkaitan kerja antara BPOM dengan MUI adalah

bahwa BPOM hanya akan mengijinkan pencatuman logo halal jika perusahaan

telah terbukti memiliki produk yang halal yang dibuktikan dengan telah memiliki

sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI.

Kerjasama luar negeri diwujudkan dengan pengakuan MUI terhadap

Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi halal di Asia, Eropa,

Amerika dan Australia yang saat ini jumlah mencapai sekitar 39

lembaga. Sebelum mengakui suatu lembaga sertifikasi di luar negeri, maka MUI

melakukan penelitian mendalam terhadap lembaga tersebut baik dari sisi

kapabilitas manajerial maupun syariah.

Sejalan dengan masa berlakunya sertifikat halal yang dikeluarkan MUI

(47)

38

dengan konsistensi kehalalan dari produk yang dihasilkan selama masa

berlakunya sertifikat halal tersebut. Bisa saja suatu ketika produsen mengganti

bahan maupun fasilitas produksi sehingga status kehalalan dari produk menjadi

berubah tidak halal.

Untuk menjawab hal ini maka LPPOM MUI mewajibkan kepada semua

pemegang sertifikat halal maupun pada perusahaan yang mengajukan untuk

sertifikasi halal untuk mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal di

perusahaannya. Sebagai bukti pelaksanaan dari Sistem Jaminan Halal di

perusahaan, maka perusahaan wajib membentuk Tim Manajemen Halal yang

memiliki kewenangan untuk menyusun, mengelola, dan mengevaluasi sistem

Jaminan Halal. Tim ini dibentuk dari berbagai bagian yang terlibat dalam

aktivitas kritis, seperti bagian Pembelian, Riset dan Pengembangan, Quality

Control, Pergudangan, Produksi dan lain-lain. Semua tim yang terlibat dalam

aktivitas kritis wajib memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam menjalankan

tugasnya untuk menjaga kehalalan bahan maupun proses produksi dan fasilitas

yang digunakan agar produk akhirnya berstatus halal sebagaimana yang akan di

klaim perusahaan untuk diketahui konsumennya.

III. 4 Filosofi Logo Halal Majelis Ulama Indonesia

Logo menjadi penting bagi sebuah institusi. Dengan logo pula, masyarakat

akan lebih mudah mengenalnya. Pada logo halal Majelis Ulama Indonesia, terdapat jenis tipografi dan warna pada logo yang memiliki arti tersendiri.

Logo halal Majelis Ulama Indonesia yang berbentuk lingkaran ini melambangkan keutuhan wawasan nusantara. Umat Islam di Indonesia berada di banyak pulau yang dipisahkan oleh laut dan dianut oleh beragam suku di Indonesia. Dengan simbol lingkaran ini melambangkan pula bahwa umat Islam di Indonesia tetap berada dalam persatuan dan kesatuan

(48)

39

lingkaran yang berada dalam lingkaran memberi arti bahwa Majelis Ulama

Indonesia merupakan lembaga yang menghimpun ulama-ulama Indonesia sebagai pegangan umat muslim di Indonesia.

III. 5 Logo Halal Majelis Ulama Indonesia

Logo halal yang digunakan Majelis Ulama Indonesia disajikan pada Gambar III.1. Logo ini digunakan sebagai logo pelabelan produk yang sudah disertifikasi halal.

Gambar III.1 Logo halal MUI Sumber:

(49)

40 III.6 Visi Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia memiliki visi menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia untuk memberikan ketentraman bagi umat Islam dan menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional.

III.7 Misi Majelis Ulama Indonesia

Misi dari Majelis Ulama Indonesia, yaitu:

 Membuat dan mengembangkan standar sistem pemeriksaan halal.

 Melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan

dikonsumsi masyarakat.

 Mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi

produk halal.

 Memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan

produk dari berbagai aspek.

III.8 Ruang Lingkup Kerja Majelis Ulama Indonesia

Sesuai dengan misi Majelis Ulama Indonesia, maka ruang lingkup kerja Majelis Ulama Indonesia meliputi:

 Pembuatan dan pengembangan standar sistem pemeriksaan halal yang

tertuang dalam Sistem Jaminan Halal.

 Penerapan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan

dikonsumsi masyarakat.

 Usaha mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa

mengkonsumsi produk halal.

 Pemberian informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk

dari berbagai aspek.

Majelis Ulama Indonesia dalam menjalankan fungsi organisasinya

(50)

41  Direktur

 Bidang auditing

 Bidang sistem jaminan halal

 Bidang penelitian dan pengkajian ilmiah  Bidang sosialisasi dan promosi

 Bidang informasi halal  Bidang standar dan pelatihan  Bidang pembinaan LPPOM daerah  Bidang organisasi dan kelembagaan

Tugas direktur merupakan penanggung jawab secara keseluruhan pelaksanaan organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI), berkoordinasi dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Komisi Fatwa dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menandatangani sertifikat halal. Bidang auditing bertugas melaksanakan kegiatan auditing produk halal dan melaporkannya kepada Komisi Fatwa untuk difatwakan halal. Bidang auditing bertugas memimpin tim auditor untuk membahas hasil-hasil auditing yang dilakukan para auditor. Bidang penelitian dan pengkajian ilmiah bertugas

melakukan kajian status kehalalan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong jika terjadi penggantian bahan atau penambahan bahan baru pada produk yang sudah memiliki sertifikat halal. Bidang sosialisasi bertugas melaksanakan sosialisasi halal ke masyarakat luas, baik konsumen, produsen, maupun instansi terkait lainnya. Bidang informasi halal bertugas menyebarluaskan

informasi halal di Indonesia maupun di tingkat internasional kepada masyarakat luas. Media promosi dan informasi halal yang dikelola oleh divisi sosialisasi dan divisi informasi antara lain Kuis Halal “Halal is My Life” melalui media elektronik, website Majelis Ulama Indonesia (www.halalmui.org), Direktori Halal 2010 dan 2011 Majelis Ulama Indonesia, serta majalah dwibulanan Jurnal Halal.

III.9 Alur Prosedur Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia

(51)

42

Gambar III.2 Alur prosedur sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia Sumber: http://ukmkecil.com/sertifikat-halal/alur-prosedur-sertifikasi-halal-mui (19 April

(52)

43 BAB IV

PEMBAHASAN MASALAH

IV.1 Kajian Kaligrafi “Majelis Ulama Indonesia” Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia

Dalam bab ini penulis akan membahas kajian kaligrafi “Majelis Ulama

Indonesia” pada logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

IV.1.1 Jenis Kaligrafi “Majelis Ulama Indonesia”

Gambar IV.1 Tulisan kaligrafi “Majelis Ulama Indonesia” pada logo halal Majelis Ulama Indonesia

Sumber:

http://www.google.com/imgres?q=logo+halal+mui&hl=id&sa=X&biw=1024&bih=605& tbm=isch&tbnid=WRRZy34GyFe3jM:&img (5 April 2013)

(53)

44

kaligrafi tersebut. Pada awal perkembangan Islam, gaya penulisan kaligrafi ini

banyak digunakan untuk penyalinan Al-Qur’an periode awal. Karena itu, gaya kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Bentuk kufi yang bersiku ini semakin berkembang, sehingga saat ini biasa digunakan dan sesuai untuk keperluan dekoratif pada bangunan arsitektur seperti Masjid, madrasah, dan gedung-gedung kota di negeri Islam. Dekorasi yang digunakan pada tulisan “Majlisul’ulamaa indaunaisiya” dalam logo halal Majelis Ulama Indonesia dibuat melingkar. Susunan huruf hijaiyah pada kalimat “Majelis Ulama

Indonesia” tersebut, yaitu huruf mim, jim, lam, sin, alif, lam, ‘ain, lam, mim, alif,

hamzah, alif, lam alif, hamzah, nun, dal, wau, ya, sin, dan ya. Dengan

penggunaan jenis kaligrafi kufi pada logo halal Majelis Ulama Indonesia tersebut, memperindah pesan dengan huruf-huruf dan harakatnya yang ada pada logo.

Alur pembacaannya, yaitu dari kiri bawah melingkar ke kanan bawah,

sehingga terbaca “Majlisul’ulamaa indaunaisiya”. Dengan fenomena tata letak

kaligrafi tersebut, membuat sebagian orang akan merasa kebingungan membaca kaligrafi pada logo tersebut karena alur pembacaan pada huruf Arab, yaitu dari kanan ke kiri. Alur ini bertolak belakang pada alur pembacaan huruf latin yang

alur pembacaannya dari kiri ke kanan. Dengan demikian, tingkat keterbacaan pada penerapan tulisan kaligrafi “Majlisul’ulamaa indaunaisiya” pada logo halal Majelis Ulama Indonesia terkesan sulit terbaca walaupun tulisannya dengan ukuran yang cukup besar pada logo tersebut.

Dengan temuan jenis kaligrafi kufi pada logo halal Majelis Ulama

(54)

45

Kaligrafi “Majelis Ulama Indonesia” Khat Kufi

 Karakter huruf sangat kaku,

patah-patah, dan sangat formal

 Bersegi, tegak, bergaris lurus,

sehingga kelihatan kaku

 Karakter dominan berbentuk siku

(kubisme)

Tabel IV.1 Kesesuaian kaligrafi “Majelis Ulama Indonesia” dengan khat Kufi

Dengan melihat tabel di atas, menunjukkan bahwa tulisan kaligrafi “Majelis Ulama Indonesia” sudah sesuai dengan ciri-ciri pada khat Kufi.

IV.1.2 Jenis Kaligrafi “Halal”

Gambar IV.2 Tulisan kaligrafi “halal” pada logo halal Majelis Ulama Indonesia Sumber:

(55)

46

Dengan melihat dan mengamati gambar di atas, tulisan kaligrafi “halal”

pada logo halal Majelis Ulama Indonesia termasuk jenis kaligrafi naskhi. Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat populer digunakan untuk menulis mushaf Al-Qur’an sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca. Jenis kaligrafi ini sering digunakan karena relatif mudah untuk membaca dan menulisnya, serta menarik, khususnya untuk masyarakat umum. Saat ini, naskhi dianggap jenis kaligrafi tertinggi untuk hampir semua umat Islam dan Arab di seluruh dunia. Oleh karena itu, jenis kaligrafi ini dipakai dalam logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertuliskan “halal” agar masyarakat lebih mudah memahami tulisan tersebut.

Susunan huruf hijaiyah pada tulisan kaligrafi “halal” tersebut, yaitu huruf ha,lam alif, dan lam. Dengan penggunaan jenis kaligrafi naskhi pada logo halal

Majelis Ulama Indonesia tersebut, mempermudah pesan dengan huruf-huruf yang

terstruktur dengan sederhana yang ada pada logo.

Alur pembacaannya, yaitu dari kanan ke kiri sesuai dengan kaidah atau

aturan tulisan Arab, sehingga terbaca “halaal”. Dengan fenomena tata letak

kaligrafi tersebut yang diletakkan di tengah-tengah logo, membuat orang-orang akan mudah untuk membaca dan memahami kaligrafi pada logo tersebut karena

kesederhanaan dari jenis kaligrafi naskhi tersebut. Dengan demikian, tingkat keterbacaan pada penerapan tulisan kaligrafi “halaal” pada logo halal Majelis Ulama Indonesia terkesan mudah dibaca dengan tulisannya yang berukuran cukup besar yang letaknya berada di tengah pada logo tersebut.

(56)

47

Kaligrafi “Halal” Khat Naskhi

 Karakter huruf sederhana  Nyaris tanpa hiasan tambahan  Mudah ditulis dan dibaca

Tabel IV.2 Kesesuaian kaligrafi “Halal” dengan khat Naskhi

Dengan melihat tabel di atas, menunjukkan bahwa tulisan kaligrafi “halal” sudah sesuai dengan ciri-ciri pada khat Naskhi.

IV.2 Identitas Logo Halal Majelis Ulama Indonesia

Dalam bab ini penulis akan membahas identitas logo halal Majelis Ulama Indonesia dilihat dari ciri-ciri logo menurut David E. Carter.

No. Ciri-ciri Logo Fenomena Pada Logo Halal MUI

1. Unik Termasuk logo yang unik karena dalam sebuah logo sangat jarang terdapat dua jenis tulisan, yaitu tulisan kaligrafi Islam (Arab) dan tulisan latin yang diterapkan dalam sebuah logo halal Majelis Ulama

Indonesia tersebut.

2. Fungsional Termasuk logo yang fungsional karena dipasang atau digunakan sebagai logo pelabelan produk yang sudah disertifikasi halal.

3. Mengikuti kaidah-kaidah dasar desain

(57)

48

Tabel IV.3 Ciri-ciri logo menurut David E. Carter dan fenomena pada logo halal Majelis Ulama Indonesia

Dari uraian pada tabel di atas, logo halal Majelis Ulama Indonesia sudah termasuk ciri-ciri logo sesuai dengan teori logo David E. Carter.

IV.3 Identitas Visual Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia

Dalam bab ini penulis akan membahas logo halal Majelis Ulama Indonesia dilihat dari identitas visual (teori logo, teori warna, dan teori tipografi).

IV.3.1 Teori Logo Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia

Logo Halal LPPOM MUI Teori Logo

Berdasarkan teori logo David E. Carter, termasuk pada kategori logogram karena logo MUI mempunyai tujuan untuk menyampaikan suatu kata, dalam hal ini kata “HALAL’. Adapun teori logo David E. Carter logo MUI telah memenuhi syarat sebagai logo yang baik, yaitu:

a. Original dan Destinctive,logo halal MUI memiliki memiliki nilai kekhasan, keunikan, dan gaya pembeda yang jelas. Sehingga setiap orang dapat mengenal logo halal dari MUI.

b. Legible, walaupun dipublikasikan dalam berbagai ukuran media yang berbeda-beda, tetapi setiap orang bisa mengenalnya 4. Mempresentasikan

suatu perusahaan atau lembaga

(58)

49

sebagai logo halal MUI

c. Simple atau sederhana, logo MUI tidak rumit dengan bentuknya yang sederhana dan mudah dimengerti.

d. Memorable, logo MUI mudah diingat apalagi dengan tulisan halal.

e. Easily assosiated with the company, logo MUI sesuai dengan tujuan dibuatnya logo sebagai tanda kehalalan suatu produk pangan, obat-obatan, dan kosmetika. f. Easily adaptable for all graphic media,

logo MUI mudah diaplikasikan pada berbagai media grafis.

Tabel IV.4 Teori logo pada logo halal Majelis Ulama Indonesia

Dari penjelasan pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat logo, yaitu sebagai perwakilan citra dari suatu perusahaan.

IV.3.2 Teori Warna Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia

Logo Halal LPPOM MUI Teori Warna

Berdasarkan teori logo David E. Carter mengenai warna, logo MUI terdiri dari tiga warna. Penjelasannya sebagai berikut:

a. Warna putih menjelaskan bahwa logo ini berasal dari MUI, dimana MUI merupakan lembaga yang putih bersih dan jauh dari kepentingan-kepentingan yang merugikan khalayak.

(59)

obat-50

obatan, dan kosmetika yang berlabel logo halal MUI dapat dikonsumsi.

c. Warna hitam pada tulisan MUI yang latin melambangkan Bahwa lembaga MUI berwibawa karena warna hitam melambangkan kewibawaan.

Tabel IV.5 Teori warna pada logo halal Majelis Ulama Indonesia

Dari penjelasan pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat warna pada sebuah logo, yaitu selain sebagai pemberi nuansa indah,warna juga mempunyai makna yang berbeda-beda sesuai dengan jenis warna tersebut.

IV.3.3 Teori Tipografi Pada Logo Halal Majelis Ulama Indonesia

Logo Halal MUI Teori Tipografi

1. Berdasarkan teori tipografi pada logo Majelis Ulama Indonesia, penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Tulisan “Majelis Ulama Indonesia”, yaitu berjenis serif. Jenis huruf ini melambangkan kokoh, tegak, klasik, dan bergengsi.

b. Tulisan cetak “HALAL”, yaitu san serif. Jenis huruf ini melambangkan modern, kontemporer, efisien, tegas, dan artistik.

Tabel IV.6 Teori tipografi pada logo halal Majelis Ulama Indonesia

(60)

51 BAB V

SIMPULAN

Seni kaligrafi Islam di Indonesia bukan hanya digunakan dalam hal keagamaan, melainkan juga digunakan pada salah Lembaga Swadaya Masyarakat,

yaitu pada logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kaligrafi dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan pesan. Kaligrafi juga bisa memperindah pesan yang ingin disampaikan. Yang paling menarik pada logo tersebut, yaitu penggunaan dua jenis tulisan, yaitu tulisan kaligrafi Islam dan tulisan latin yang diterapkan pada logo tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa logo halal MUI tersebut memiliki nilai kekhasan, keunikan, dan gaya pembeda yang jelas dengan logo lainnya yang sebagian besar hanya menggunakan satu jenis tulisan saja. Nilai khas pada logo Majelis Ulama Indonesia, yaitu penempatan dua jenis kaligrafi pada logo tersebut. Hal ini membuat logo tersebut unik karena selain menerapkan tulisan latin, tulisan kaligrafi pun diterapkan di dalam lingkaran pada logo tersebut.

Tulisan kaligrafi “Majelis Ulama Indonesia” pada logo halal Majelis Ulama Indonesia termasuk jenis kaligrafi kufi. Tulisan kaligrafi tersebut mempunyai karakter dominan berbentuk siku (kubisme). Walaupun ditulis

melingkar, bentuknya yang bersiku masih terlihat jelas pada tulisan kaligrafi tersebut. Bentuk kufi yang bersiku ini semakin berkembang, sehingga saat ini biasa digunakan dan sesuai untuk keperluan dekoratif pada bangunan arsitektur seperti Masjid, madrasah, dan gedung-gedung kota di negeri Islam. Dekorasi yang digunakan pada tulisan “Majlisul’ulamaa indaunaisiya” dalam logo halal Majelis

Ulama Indonesia dibuat melingkar. Dengan penggunaan jenis kaligrafi kufi pada logo halal Majelis Ulama Indonesia tersebut, memperindah pesan dengan huruf-huruf dan harakatnya yang ada pada logo.

Alur pembacaannya, yaitu dari kiri bawah melingkar ke kanan bawah,

sehingga terbaca “Majlisul’ulamaa indaunaisiya”. Dengan fenomena tata letak

Gambar

Gambar II.1 Lambang-lambang negara bagian di Amerika Serikat
Gambar II.2 Evolusi dari bentuk beberapa logo Pepsi
Gambar II.3 Contoh ikon CBS, salah satu bentuk ikon yang sukses
Gambar II.5 Logo-logo dalam bentuk benda konkret
+7

Referensi

Dokumen terkait