1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN RENDAH
(BBLR) PADA WANITA HIPERTIROID KEHAMILAN
DI KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
Suhasti Nursaputri
NIM. 6411411185
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii ABSTRAK
Suhasti Nursaputri
Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR pada Wanita Hipertiroid Kehamilan Di Kabupaten Magelang Tahun 2014
xvi + 123 pages + 29 tables + 7 images + 12 attachments
Hipertiroid adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid dimana kadar TSH serum <0,3µIU/ml dan FT4 >2 nano gram/dl. Diagnosa hipertiroid pada kehamilan ditegakkan melalui tes laboratorium karena tanda dan gejala sama dengan kehamilan pada umumnya. Hipertiroid kehamilan menjadi penyebab abortus pada trimester pertama kehamilan, meningkatkan risiko kelahiran prematur, IUGR, BBLR, pre-eklamsia, gagal jantung kongesif, dan IUFD.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian BBLR pada wanita hipertiroid di Kabupaten Magelang tahun 2014. Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan pendekatan case control, dilengkapi dengan kajian kualitatif. Sampel penelitian adalah ibu hamil yang melahirkan bayi BBLR di tahun 2014 dan pernah mengikuti tes TSHs ibu hamil di laboratorium GAKI sebanyak 41 kasus dan 41 kontrol. Teknik pengambilan sampel secara Proportionate Stratified Random Sampling. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat, multivariat, dan analisis kualitatif.
Hasil penelitian ini adalah faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR menurut analisis bivariat adalah LILA (p=0,023; OR= 0,695; 95% CI=0,263-1,833) , kenaikan BB (p=0,010; OR=0,078; 95%CI=0,009-0,638), dan status anemia (p=0,000; OR=0,126; 95% CI=0,046-0,344), sedangkan menurut analisis multivariat, adalah status hipertiroid kehamilan, kenaikan BB dan status anemia.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Ibu hamil yang memiliki status hipertiroid kehamilan, kenaikan BB berisiko (<6kg atau >12 kg) dan memiliki status anemia (Hb<11gr%) akan memiliki probabilitas sebesar 89% untuk melahirkan bayi dengan berat badan rendah..
Kata Kunci : hipertiroid kehamilan, BBLR, TSHs rendah
iii ABSTRACT
Suhasti Nursaputri
The Analysis of Factors Related to Low Birth Weight (BBLR) In Women Hyperthyroidism During Pregnancy at Magelang District 2014
xvi + 123 pages + 29 tables + 7 images + 12 attachments
Hyperthyroidism is a state of thyrotoxicosis as a result of the thyroid
productionwhen serum TSH levels <0,3μIU / ml and FT4> 2 nano grams / dl.
Diagnosis of hyperthyroidism in pregnancy enforced by laboratory tests for signs and symptoms are the same as with pregnancy in general. Hyperthyroidism pregnancy is the cause of abortion in the first trimester of pregnancy, increases the risk of preterm birth, IUGR, low birth weight, pre-eclampsia, heart failure congestif, and IUFD This study aims to determined the risk factors of low birth weight in hyperthyroidism pregnancy at Magelang 2014..
This type of research is analytic observational case control approach, supplemented with a qualitative assessment. The sample were 41 pregnant womens who had low birth weight babies and 41 normal birth weightin 2014 and never take the test in the laboratory.Sampling technique Proportionate Stratified Random Sampling.Data analysis was performed using univariate, bivariate, multivariate, and qualitative analysis.
Factors that are related of BBLR according to bivariate analysis are LILA (p=0,023; OR= 0,695; 95% CI=0,263-1,833) , increase in weight (p=0,010; OR=0,078; 95%CI=0,009-0,638), and anemia status (p=0,000; OR=0,126; 95% CI=0,046-0,344), while according to multivariate analysis are hipertiroidism in pregnancy, increase in weight and anemia status.
The conclusion of this research is a women pregnancy had a hypertiroidsm status, increase in weight (<6kg atau >12 kg) and anemia status (Hb<11gr%) have the probability of having a baby with LBW is 89%.
iv
di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar
sarjana di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian manapun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya
dijelaskan di dalam daftar pustaka. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, April 2015
v
Skrispi Suhasti Nursaputri, NIM. 6411411185, yang berjudul "Analiss Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian BBLR Pada Wanita Hipertiroid
Kehamilan Di Kabupaten Magelang Tahun 2014" disetujui untuk dipertahankan di hadapan penguji skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Semarang, April 2015
Menyetujui ,
Pembimbing
Drh. Dyah Mah endrasari Sukendra. M.Sc
NIP. 198303092008122001
vii
Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, dan bahwa usahanya akan kelihatan nantinya. - Q.S. An Najm ayat 39-40
Belajarlah mengalah sampai tak seorangpun bisa mengalahkanmu, Belajarlah merendah sampai tak seorangpun bisa merendahkanmu. – Gobind Vashdev
Hanya mereka yang berani mengambil resiko untuk melangkah lebih jaulah yang
akan mengetahui sejauh mana dia dapat melangkah. – T.S. Eliot
Ibu dari semua keahlian adalah repetisi (pengulangan) dan ayahnya adalah
practice (latihan). – Felix Y. Siauw
Impian tidak akan menggerakkan seseorang untuk maju, alasan kuat dibalik impian itulah yang menggerakannya. – Kahlil Gibran
PERSEMBAHAN
1. Orangtua dan keluargaku
viii
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga skripsi yang berjudul ” Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada Wanita Hipertiroid Di Kabupaten Magelang Tahun 2014” dapat terselesaikan dengan baik.Penyelesaian skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan agar memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Keberhasilan penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak, dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Dr. Harry
Promono, M.Si, atas ijin penelitian yang diberikan.
2. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang, Drs. Tri Rustiadi, M.Kes, atas ijin penelitian yang diberikan.
3. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Irwan Budiono, S.KM., M.Kes. atas persetujuan
ix
5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama ini.
6. Staf Tata Usaha (TU) Fakultas Ilmu Keolahragaan dan staf TU Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bapak Sungatno, yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan surat perijinan penelitian.
7. Kepala Kesatuan bangsa Politik Kabupaten Magelang atas ijin penelitian yang diberikan.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang atas ijin penelitian yang diberikan.
9. Kepala UPT Puskesmas se Kabupaten Magelang atas ijin penelitian yang diberikan.
10. Ayah (Bapak Supadiyatno), Ibu (Ibu Siti Khopsoh), serta Adik ( Dwi Irna Budiarti) tersayang atas bimbingan, kasih sayang, dukungan dan motivasi serta
doa selama menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi ini.
x
dalam penyusunan skripsi ini.
13. Keluarga Bapak Karjani, Bapak Rudi Dinkes, Ibu Puji , ibu Rumi, ibu bidan
Asih dan keluarga bapak-ibu responden penelitian atas segala bantuan dan dukungan selama penelitian.
14. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini
x
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
PERNYATAAN ... iv
PERSETUJUAN ... v
PENGESAHAN ... . vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 7
1.3Tujuan Penelitian ... 8
1.3.1 Tujuan Umum ... 8
1.3.2 Tujuan Khusus... 8
1.4Manfaat Penelitian ... 9
1.5Keaslian Penelitian ... 10
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1Landasan Teori ... 13
2.1.1 Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ... 13
2.1.1.1Definisi ... 13
2.1.1.2Klasifikasi... 13
2.1.1.3Epidemiologi ... 15
2.1.1.4Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian (BBLR) ... 17
2.1.2 Hipertiroid Kehamilan... 24
2.1.2.1Definisi ... 24
2.1.2.2Klasifikasi ... 25
2.1.2.3Anatomi dan Fisiologi Tiroid ... 26
2.1.2.4Etiologi ... 31
2.1.2.5Patofisiologi ... 33
2.1.2.6Diagnosa Hipertiroid ... 34
2.1.2.7Faktor Risiko Ibu Mengalami Hipertiroid Kehamilan ... 37
2.1.2.8Kelahiran Bayi BBLR Akibat Hipertiroid ... 38
2.1.2.9Komplikasi ... 39
2.1.2.10Penatalaksanaan ... 41
2.1.2.11Penyakit Kronis Sebagai Komplikasi dan Penyulit Kehamilan ... 42
2.2Kerangka Teori... 46
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
3.1Kerangka Konsep ... 47
xii
3.2.1 Variabel Bebas ... 48
3.2.2 Variabel Terikat... 48
3.3Hipotesis Penelitian ... 48
3.4Definisi Operasional... 49
3.5Jenis Dan Rancangan Penelitian ... 51
3.6Populasi Dan Sampel Penelitian ... 52
3.6.1 Populasi ... 52
3.6.2 Sampel Penelitian ... 53
3.6.3 Teknik Pemilihan Sampel ... 55
3.7Sumber Data ... 59
3.8Instrumen Penelitian Dan Teknik Pengambilan Data ... 57
3.8.1 Instrumen Penelitian ... 60
3.8.2 Validitas Instrumen ... 61
3.8.3 Reliabilitas Instrumen ... 62
3.8.4 Teknik Pengambilan Data ... 63
3.9Prosedur Penelitian... 64
3.10 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 119
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian ………... 10
Tabel 2.1 : Kadar Normal Pemeriksaan FT4, FT3, TSHs dan Masa Kehamilan………. 29
Tabel 2.2 : Test Fungsi Kelenjar Tiroid, Hipertiroid dan Perubahan Hormon………... 36
Tabel 2.3 : Diagnosa Definitif Hasil Pemeriksaan Fungsi Tiroid 36
Tabel 3.1 : Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran ……….. 49
Tabel 3.2 : Distribusi Sampel Penelitian………. 58
Tabel 3.3 : Matriks OR ……… 68
Tabel 4.1 : Distribusi Menurut Usia Responden………. 76
Tabel 4.2 : Distribusi Menurut Usia Kehamilan Responden……… 76
Tabel 4.3 : Distribusi Menurut Status Pekerjaan Responden …….. 77
Tabel 4.4 : Distribusi Menurut Tingkat Pendidikan ……….. 77
Tabel 4.5 : Distribusi Menurut Pendapatan ……….. ….. 78
Tabel 4.6 : Distribusi Menurut Pekerjaan Suami ………. 78
Tabel 4.7 : Distribusi Menurut Status Hipertiroid……… 79
Tabel 4.8 : Distribusi Menurut Usia………. 79
Tabel 4.9 : Distribusi Paritas……… 80
Tabel 4.10 : Distribusi Jarak Kelahiran……….. 80
Tabel 4.11 : Distribusi LILA………. 81
xiv
Tabel 4.13 : Distribusi Status Anemia……… 82
Tabel 4.14 : Crosstab Hubungan antara Status Hipertiroid Kehamilan dengan
Riwayat BBLR………. ……….. 82
Tabel 4.15 : Crosstab Hubungan Usia dengan BBLR………... 83
Tabel 4.16 : Crosstab Hubungan Paritas dengan BBLR…………... 84
Tabel 4.17 : Crosstab Hubungan Jarak Kelahiran dengan BBLR…. 84
Tabel 4.18 : Crosstab Hubungan LILA dengan BBLR………. 85
Tabel 4.19 : Crosstab Hubungan Kenaikan BB dengan BBLR……. 86
Tabel 4.20 : Crosstab Hubungan Status Anemia dengan BBLR…… 87
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Klasifikasi Neonatus (Berat Lahir dan Usia
Kehamilan)………. 15
Gambar 2.2 : Anatomi Kelenjar Tiroid……….... 27
Gambar 2.3 : Patofisiologi Kelahiran BBLR Akibat Penyakit Hipertiroid 39 Gambar 2.4 : Kerangka Teori ………... 46
Gambar 3.1 : Kerangka Konsep ………... 47
Gambar 3.2 : Desain Penelitian Case Control……….. 52
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keputusan Dosen Pembimbing ... . 124
Lampiran 2. Surat Ijin Observasi ... 125
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian ... 128
Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 133
Lampiran 5. Ethical Clearance ... 135
Lampiran 6. Kuesioner Penelitian ... 136
Lampiran 7. Karakteristik Responden Penelitian... 140
Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... . 143
Lampiran 9. Output Analisis Univariat ... . 147
Lampiran 10. Output Analisis Bivariat ... 155
Lampiran 11. Output Analisis Multivariat ... 159
1 1.1. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-11 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi
lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah (Riskesdas RI, 2013).
Indonesia sebagai negara berkembang, masih memiliki Angka Kematian Bayi
(AKB) yang tinggi. Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan angka sebesar 34 per 1000 kelahiran
hidup dan menurun pada tahun 2012 yaitu sebesar 32 kematian per 1000 kelahiran hidup dan mayoritas kematian bayi terjadi pada neonatus. Hal ini menunjukkan bahwa AKB di Indonesia mengalami penurunan secara melandai
(SDKI, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2009 terdapat 5 juta
Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan bahwa AKB di Indonesia bila dibandingkan dengan angka kematian bayi di seluruh
dunia tampak hampir sama. AKB di Indonesia bila dibandingkan dengan AKB di negara-negara anggota Assosiation East Asian Nation (ASEAN) tampak masih
tinggi yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand (Depkes RI, 2008).
AKB di Provinsi Jawa Tengah sampai triwulan 3 tahun 2014 menurut hasil
Survey Kesehatan Daerah (SKD) di tahun 2010 menunjukkan angka sebesar 10,62 per 1000 kelahiran hidup dan menurun pada tahun 2011 yaitu sebesar 10,34
per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan berdasarkan Survey Kesehatan Daerah (SKD) di tahun 2012, AKB kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar 10,75 per 1000 kelahiran hidup dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2013
yaitu sebesar 10,41 per 1000 kelahiran hidup. AKB di Provinsi Jawa Tengah memiliki angka yang sama dari angka standar nasional yaitu sebesar 32 per 1000
kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan bahwa AKB di Provinsi Jawa Tengah cenderung stagnan (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB menurut laporan World Health
Organization (WHO) yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 antara lain asfiksia, BBLR, infeksi, sepsis, dan kelainan kongenital. Sebesar 27% AKB
Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 diperoleh angka kematian bayi (AKB) sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup dimana
penyebab kematian bayi adalah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu sebesar 30,3% (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Penyebab terjadinya BBLR antara lain karena ibu hamil mengalami anemia, kurang suplai gizi waktu dalam kandungan, komplikasi kehamilan, hipertiroid kehamilan ataupun lahir prematur. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah
perlu penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah sekali mengalami hipotermi dan belum sempurnanya pembentukan
organ-organ tubuhnya yang biasanya akan menjadi penyebab utama kematian bayi (Proverawati, 2010).
Berdasarkan data Riskesdas Departemen Kesehatan tahun 2013, prevalensi
BBLR di Indonesia masih terdapat 10,2% dan pada tahun 2010 yaitu sebesar 11,1%. Hal ini menunjukkan bahwa presentase bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) ini menurun landai akan tetapi masih menjadi kebijakan pemerintah sebagai program evaluasi oleh KEMENKES RI (Riskesdas RI, 2013).
Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada laporan
triwulan III tahun 2014 sebanyak 2.165 kasus, tahun 2013 sebanyak 20,912 (3,75%) memiliki nilai yang sama dengan tahun 2012. Jumlah BBLR tahun 2012
jumlah BBLR di Provinsi Jawa Tengah ( Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014).
Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut jenis kelamin, kecamatan dan puskesmas se Kabupaten Magelang sampai triwulan III tahun 2014 sebesar
815 (4.54%). Jumlah BBLR pada tahun 2013 sebesar 911 (4,8%), tahun 2012 sebesar 862 (4,3%) dan tahun 2011 sebesar 932 (4,6 %) bayi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah BBLR di Kabupaten Magelang cenderung stagnan.
Rata-rata jumlah BBLR di Kabupaten Magelang bila dibandingkan dengan Jumlah BBLR di Provinsi Jawa Tengah tampak lebih tinggi yaitu sebesar 4,55% (
Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang, 2014).
Menurut Dimitry Garry (2013), bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu komplikasi kehamilan dari wanita hamil yang mengalami
hipertiroid yaitu sekitar 34%. Prevalensi hipertiroid di Indonesia dalam kehamilan yaitu sebesar 0,1-0,4% dan 85% dalam bentuk penyakit Graves/gondok. Penyakit
gondok muncul akibat kerja kelenjar tiroid yang bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hormon tiroksin di dalam tubuh sehingga lama-kelamaan kelenjar tiroid tersebut akan membesar. Pembesaran kelenjar tiroid disebabkan oleh
kekurangan unsur iodium yang terdapat di dalam tanah maupun air yang terkikis saat banjir, banjir lahar dingin maupun letak geografis suatu daerah yaitu didaerah
pegunungan atau lereng gunung berapi.
Goiter Rate (TGR). Tingkat endemisitas di Kabupaten Magelang pada tahun 2004 sebesar 9,5% dan di tahun 2003 sebesar 19,5%. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat endemisitas di Kabupaten Magelang mengalami penurunan, tetapi apabila dibandingkan dengan angka endemisitas di Jawa Tengah memiliki nilai yang
lebih tinggi di tahun 2003 masih dalam kategori endemis berat dan menurun landai pada tahun 2004 menjadi endemis sedang. Berdasarkan data UPT Puskesmas Kabupaten Magelang, tingkat endemisitas sebesar 30% dengan
indikator TGR termasuk endemik berat.
Dengan adanyanya kebijakan penanggulangan GAKI dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Magelang bekerja sama dengan Kemenkes RI tentang pemberian kapsul iodium pada kelompok rawan di daerah endemik GAKI yaitu wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil yang dilakukan setiap tahunnya mulai tahun 2004
maka pada tahun 2010 mengalami penurunan angka endemisitas menjadi 20% dan tergolong endemik sedang (Untung S, 2013).
Dampak jangka panjang dari pemberian kapsul iodium secara massif dan terus menerus di daerah endemik GAKI mengakibatkan terjadinya hipertiroid. Hipertiroid merupakan overfungsional kelenjar tiroid. Hipertiroid adalah keadaan
tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi produksi hormon tiroid yang berlebihan. Apabila seorang wanita usia
hipermetabolisme dalam tubuhnya yang menyebabkan kekurangan nutrisi pada janin yang dikandung sehingga mengakibatkan kelahiran BBLR dikemudian hari.
Dikatakan seseorang mengalami hipertiroid apabila kadar TSH serum <0,3µIU/ml dan FT4 >2 nano gram/dl. Penegakan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan
darah dan telah diukur sebelumnya melalui skala penegakan diagnosis hipertiroid Indeks Wayne ( Yusi Dwi Nurcahyani, 2010).
Menurut hasil Riskesdas RI (2013), prevalensi hipertiroid menurut
karakteristik umur 15-45 tahun berdasarkan provinsi di Indonesia sebanyak (0,4%). Prevalensi hipertiroid pada kehamilan di Indonesia sebesar 0,04-1,4%
dari semua kehamilan. Hipertiroid pada kehamilan menjadi penyulit selama kehamilan dan menjadi penyebab risiko persalinan prematur (11-25%) yang meningkatkan kejadian BBLR. Hipertiroid menjadi penyebab abortus pada
trimester pertama kehamilan (Yusi D, 2010).
Kabupaten Magelang adalah kabupaten dengan jumlah endemik struma tinggi
dimana banyak dilakukan pemberian kapsul dan garam beryodium, fenomena hipertiroid biasanya timbul di daerah tersebut. Prevalensi hipertiroid pada kehamilan di Kabupaten Magelang berdasarkan hasil pemeriksaan TSH serum
pada ibu hamil pada tahun 2012 sebesar 80 orang (16%) , tahun 2013 sebanyak 49 orang (11,47%) dan tahun 2014 sebesar 25 orang (5,5%) positif hipertiroid
angka nasional, hipertiroid pada kehamilan di Kabupaten Magelang memiliki nilai yang lebih tinggi dari rentang nasional (0,04-1,4%) dan masih menjadi
kebijakan program evaluasi penanggulangan GAKI di Kabupaten Magelang (Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang, 2014).
Mengingat jumlah persentase kejadian BBLR dan angka hipertiroid kehamilan yang masih tinggi di Kabupaten Magelang dan pemeriksaan TSH serum ibu hamil sebagai indikator penegakan kejadian hipertiroid masih menjadi
program evaluasi penanggulangan GAKI di daerah endemis GAKI, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Pada Wanita Hipertiroid Kehamilan Di Kabupaten Magelang Tahun 2014.”
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Rumusan Masalah Umum
Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka rumusan masalah yang diambil
dalam penelitian ini adalah: “Faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan
kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) pada wanita hipertiroid kehamilan di
kabupaten magelang tahun 2014?”
1.2.2. Rumusan Masalah Khusus
Berdasar latar belakang di atas, maka penulis membuat perumusan masalah
sebagai berikut :
3 Adakah hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR?
4 Adakah hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian BBLR?
5 Adakah hubungan antara LILA ibu hamil dengan kejadian BBLR?
6 Adakah hubungan antara kenaikan BB ibu hamil dengan kejadian BBLR?
7 Adakah hubungan antara status anemia ibu hamil dengan kejadian BBLR?
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kelahiran Berat Bayi Lahir Rendah ( BBLR ) pada wanita hipertiroid
kehamilan di Kabupaten Magelang tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara status hipertiroid kehamilan dengan kejadian
BBLR.
2. Mengetahui hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian BBLR.
3. Mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR.
4. Mengetahui hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian BBLR. 5. Mengetahui hubungan antara LILA ibu hamil dengan kejadian BBLR.
1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan dan pengetahuan sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam melakukan deteksi dini tanda dan gejala hipertiroid serta
pengendalian kehamilan berisiko dengan penyakit endokrin sebagai upaya dalam perlindungan dan pencegahan riwayat kelahiran (BBLR) .
1.4.2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang untuk memberikan intervensi preventif
dalam mengurangi atau menghindari terjadinya gangguan kesehatan masyarakat khususnya pada ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) yang tinggal di daerah endemik GAKI, sehingga dapat menurunkan kejadian Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR) di Kabupaten Magelang.
1.4.3. Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Bagi jurusan ilmu kesehatan masyarakat khususnya program peminatan epidemiologi dan gizi, diharapkan penelitian ini bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat, masukan serta referensi di bidang
1.4.4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini bisa dijadikan bahan pembelajaran melakukan
penelitian dan sebagai referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan maternitas (khususnya penyakit endokrin dalam kehamilan).
1.5. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 : Penelitian-penelitian yang Relevan dengan Penelitian ini
Judul bayi, kadar TSH lebih rendah dan lebih awal uji tapis tidak berpengaruh pada keadaan klinis ibu hamil dan bayi yang dilahirkan.
Garam Iodium,
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah sebagai berikut :
1. Penelitian mengenai faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian BBLR pada wanita hipertiroid kehamilan belum pernah dilakukan sebelumnya.
2. Variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu, pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah status hipertiroid berdasarkan data
sekunder hasil pemeriksaan TSH serum ibu, karakteristik ibu hamil (usia, paritas, jarak kelahiran, LILA, kenaikan BB, dan status anemia) berdasarkan data kohort ibu hamil dan buku KIA .
3. Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR pada wanita hipertiroid kehamilan di Kabupaten Magelang tahun 2014
menggunakan desain penelitian case control study.
1.6.Ruang Lingkup Peneltian 1.6.1. Ruang Lingkup Tempat
1.6.2. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Februari s.d April
2014.
1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
2.1.1.1.Definisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Menurut WHO, bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir
dengan berat kurang dari 2.500 gram. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) yaitu neonatus atau kelahiran bayi dengan berat saat kelahiran kurang dari 2.500
gram tanpa memandang masa kehamilan (Prawirohardjo, 2008).
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) adalah neonatus dengan berat badan kurang dari 2.500 gram pada saat lahir. Bayi prematur (preterm) termasuk
dalam klasifikasi bayi BBLR yaitu bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu yang disebut berat badan rendah prematur dan bayi yang lahir
dengan usia kehamilan 37 minggu yang disebut pertumbuhan janin terhambat atau
sering disebut “Intra Uterine Growth Retardation” (IUGR) (Proverawati, 2010).
2.1.1.2.Klasifikasi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Beberapa klasifikasi pengelompokkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), yaitu (Usman, 2008 ; Proverawati, 2010) adalah sebagai berikut :
Menurut harapan hidup :
a. Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1.500-2.500 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir 1.000-1.500 gram
c. Bayi dengan berat badan ekstrim rendah (BBLER), berat lahir kurang dari 1.000 gram
Menurut masa gestasi :
a. Prematuritas murni, masa gestasinya kurang dari 37 minggu akan tetapi
berat badan sesuai dengan berat badan masa gestasinya. Prematuritas murni sering disebut dengan noenatus kurang bulan sesuai masa kehamilannya.
b. Dismaturitas, bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasinya. Bayi biasanya mengalami retardasi
pertumbuhan intra uterin atau sering disebut Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilanya.
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir dapat dibedakan atas (Manuaba, 2007) : a. Bayi dengan berat badan normal, 2.500-4.000 gram
b. Bayi dengan berat badan lebih, lebih dari 4.000 gram
c. Bayi dengan berat badan rendah, kurang dari dari 2.500 gram / 1.500-2.500 gram
d. Bayi dengan berat badan sangat rendah, kurang dari 1.500 gram e. Bayi dengan berat badan ekstrim rendah, kurang dari 1.000 gram
a. Bayi kurang bulan (preterm), adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari)
b. Bayi cukup bulan (aterm), adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 – 42 minggu (259-293 hari)
c. Bayi lebih bulan (post-term), adalah bayi dengan masa kehamilan lebih 42 minggu (294 hari atau lebih)
Gambar 2.1. Klasifikasi Neonatus Dengan Berat Lahir Dan Usia Kehamilan
2.1.1.3.Epidemiologi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) bahwa setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal.
Di Indonesia dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa bayi baru lahir (usia dibawah 1 bulan) dan setiap 6 menit terdapat 1 bayi baru lahir yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia
adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%) dan lain-lain 44% (JNPK-KR, 2008).
Angka kematian bayi dan balita untuk periode lima tahun (2008 –2012) bahwa semua angka kematian bayi dan balita hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 lebih rendah dari pada hasil SDKI
2007. Angka kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1000 kelahiran hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1000 kelahiran
hidup dan mayoritas kematian bayi terjadi pada neonatus. Pada tahun 2012 Angka kematian bayi tertinggi di Indonesia diduduki oleh Gorontalo dan Papua Barat dengan jumlah kematian 67 jiwa dan 74 jiwa dari 1.283 jiwa
(SDKI, 2012).
Persentase berat badan bayi baru lahir anak balita menurut karakteristik
tinggi daripada laki-laki (9,2%). Presentase BBLR tahun 2013 sebesar (10,2%). Menurut pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan terlihat adanya
kecenderungan semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah prevalensi BBLR. Menurut jenis pekerjaan, persentase BBLR
tertinggi pada anak balita dengan kepala rumah tangga yang tidak bekerja (11,6%), sedangkan persentase terendah pada kelompok pekerjaan pegawai (8,3%). Persentase BBLR di perdesaan (11,2%) lebih tinggi daripada di
perkotaan (9,4%) (Riskesdas RI, 2013).
Menurut Rustam Mochtar (1998) frekuensi bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) di negara maju berkisar antara 3,6-10,8%, di negara berkembang berkisar antara 10-43%. Rasio antara negara maju dan negara berkembang adalah 1:4. Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan
batasan 3,3-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di
negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat lahir lebih dari 2.500 gram (Mulyawan,2009).
2.1.1.4.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)
Penyebab BBLR terbanyak adalah kelahiran prematur. Semakin muda usia
Faktor-faktor yang mempengaruhi bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) secara umum, yaitu sebagai berikut (Kliegman et al, 2007; Manuaba, 2007) :
1. Faktor Ibu
a. Umur Kehamilan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), umur kehamilan adalah ukuran lama waktu seorang janin berada dalam rahim. Ditinjau dari umur atau usia kehamilan dibagi dalam 3 bagian yaitu sebagai berikut:
1. Kehamilan trimester pertama ( usia kehamilan sampai 12 minggu)
Trimester pertama kehamilan merupakan trimester paling rawan bagi
seorang ibu hamil karena akan mengalami morning sickness yang membuat seorang ibu malas makan apalagi mengkonsumsi makanan yang sehat dan mencukupi nilai gizi akibatnya seorang ibu mengalami
kekurangan nutrisi yang akan berdampak pada janin yang dikandungnya . Padahal trimester pertama adalah masa penentuan apakah janin yang
dikandungnya akan tumbuh dengan sehat dan sempurna atau tidak sempurna. Organ vital janin akan terbentuk pada trimester pertama kehamilan dan trimester berikutnya hanya bersifat menyempurnakan saja.
Artinya jika organ vital pada trimester pertama terbentuk tidak sempurna atau mengalami kekurangan nutrisi maka akan melahirkan bayi yang tidak
2. Kehamilan trimester kedua (usia kehamilan pada minggu 13-24)
Pada trimester kedua terjadi penyempurnaan organ vital, pembentukan
wajah, ekstremitas atas dan bawah serta perkembangan gerak motorik janin seperti menghisap ibu jari dan mengenggam tangannya. Pada
kehamilan trimester kedua biasanya dilakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan program pencegahan komplikasi kehamilan dan persalinan seperti pemeriksaan TSH serum ibu hamil sebagai upaya
pencegahan hipertiroid pada kehamilan yang akan berdampak pada abortus pada kehamilan trimester ketiga. Pada kehamilan trimester kedua
biasanya muncul penyakit kronis dan penyakit infeksi seperti TORCH, rubella, HIV-AIDS, TBC, ginjal, jantung, Diabetes Melitus dll. Gangguan penyakit-penyakit tersebut berpeluang menimbulkan ketidaksempurnaan
tumbuh kembang janin seperti klep paru, gangguan perkembangan otak yang akan berakibat pada gangguan air ketuban maupun fungsi lain akibat
adanya gangguan metabolism tubuh janin (Proverawati, 2010: 55-62 ; Yusi D, 2010).
3.Kehamilan trimester ketiga (usia kehamilan minggu 25-38)
Kehamilan trimester ukuran janin terus membesar, kedudukan bayi sudah dipintu rahim dan kepala bayi akan turun ke pelvik dimana harus
penyulit saat proses persalinan (Marmi, dkk, 2011: 64-142; Proverawati, 2010: 55-57).
b. Usia ibu Saat Hamil
Usia reproduksi yang optimal bagi ibu adalah usia 20-35 tahun, usia
dimana rahim ibu sudah siap menerima kehamilan, mental matang dan mampu merawat bayi dan dirinya sendiri (Draper, 2001). Usia di bawah 20 tahun rahim serta panggul ibu belum siap untuk menerima kehamilan
karena belum tumbuh mencapai ukuran dewasa serta organ-organ reproduksi belum berfungsi secara sempurna. Usia diatas 35 tahun sudah
mengalami degeneratif sel-sel reproduksi . c. Paritas
Paritas merupakan faktor resiko penting dalam menentukan derajat
kesehatan ibu baik atau tidak selama kehamilan maupun persalinan (Mochtar, 1998). Kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan resiko
kesehatan yang timbul karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya dan baru mulai membuka jalan lahir. Akan tetapi bila sering melahirkan, rahim semakin lemah karena jaringan parut. Jaringan parut
menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga menganggu distribusi nutrisi dari ibu ke janin yang berakibat terganggunya
d. Jarak kehamilan terlalu dekat atau pendek
Jarak kehamilan kurang dari dua tahun dapat menimbulkan pertumbuhan
janin terganggu, persalinan lama dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik (Kliegman et al, 2007).
e. Riwayat BBLR sebelumnya
Riwayat persalinan ibu yang tidak normal sperti perdarahan, abortus, prematuritas, BBLR merupakan resiko tinggi untuk persalinan berikutnya.
Riwayat BBLR berulang biasanya terjadi karena kelainan anatomis uterus seperti septum uterus. Septum akan mengurangi kapasitas endometrium
sehingga dapat menghambat pertumbuhan janin, dan menyebabkan keguguran pada trimester serta persalinan prematur (Prawirohardjo, 2008). f. Komplikasi kehamilan
Komplikasi dari kehamilan antara lain anemia, perdarahan, preeklamsia/eklamsia, hipertensi, ketuban pecah dini, menderita penyakit
malaria, HIV-AIDS, TORCH, IMS serta kehamilan kembar menganggu kesehatan ibu dan pertumbuhan janin sehingga meningkatkan resiko kelahiran bayi dengan BBLR (Cunningham et al, 2005 ; Prawirohardjo,
2008 ; Manuaba, 2010). g. Keadaan sosial ekonomi
diukur berdasarkan pendapatan keluarga, tingkat pendidikan, tempat tinggal, status sosial dan pekerjaan / jabatan (Jusuf, 2008).
h. Sebab lain
Kebiasaan atau life style ibu , misal kebiasaan perilaku merokok baik aktif
maupun pasif, kebiasaan minum alcohol, mengkonsumsi NAPZA. Zat aktif rokok seperti nikotin, sianida, tar, CO dan hidrokarbon bersifat fetotoksik dan efek vasokontrinsik pembuluh darah dan mengurangi kadar
oksigen dan gangguan pembuluh darah yang berakibat aliran nutrisi dari ibu ke janin terganggu sehingga pertumbuhan terhambat (Cuningham et al,
2005).
i. Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi ibu hamil yang paling mempengaruhi keadaan atau kondisi
kehamilan yaitu LILA dan kenaikan berat badan (BB) selama kehamilan. Menurut I dewa Nyoman (2000), mengemukakan bahwa ibu hamil yang
mempunyai LILA <23,5 cm akan mengalami KEK dimana kejadian KEK akan menyebabkan gangguan pada distribusi nutrisi pada ibu ke janin yang akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan janin
dan mengakibatkan kelahiran BBLR. Indikator yang ke dua yaitu kenaikan BB ibu selama kehamilan, berat badan (BB) ibu selama hamil
pada ibu hamil memiliki risiko 2,7 kali lebih besar melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan dengan ibu hamil dengan status gizi baik (Puspita S,
2013).
j. Status Anemia Ibu Hamil
Status anemia pada ibu hamil adalah suatu keadaan kesehatan ibu hamil yang erat hubungannya dengan kadar Hb dalam darah dimana kurang dari standar normal ibu hamil yaitu 11 distribusi gr%. Prevalensi anemia pada
ibu hamil di Indonesia masih tinggi yaitu 63,5%. Seorang ibu hamil yang memiliki kadar Hb <11 gr% atau anemia akan mengakibatkan kekurangan
suplai darah pada tubuh sehingga distribusi nutrisi ibu ke janin menjadi terganggu yang akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan janin dan melahirkan BBLR (Tinuk Istiarti, 2000).
2. Faktor Janin
a. Trisomi 18 atau sering disebut sindrom Edward terjadi pada 1 dari 8000
neonatus. Janin dan neonatus trisomi 18 menyebabkan kelahiran cacat bawaan seperti cacat jantung (hamper 95%) terutama defek septum ventrikel atau atrium, kelainan ginjal, aplasia radial dll. Disamping hal itu
janin mengalami gangguan pertumbuhan dengan rata-rata berat lahir 2340 gram.
3. Faktor Plasenta
mempengaruhi distribusi aliran darah ke janin yang dapat mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat (Cunningham et al, 2005).
4. Faktor Lingkungan
Semakin tinggi tempat tinggal ibu hamil seperti dataran tinggi atau
pegunungan maka semakin rendahnya kadar oksigen yang diserap sehingga suplai oksigen terhadap janin terganggu yang berakibat pada kelahiran dengan BBLR. Radiasi dan paparan zat racun di lingkungan
tempat tinggal ibu hamil dapt menimbulkan kelainan kongenital janin (Sistiarini, 2008).
2.1.2. Hipertiroid Kehamilan
2.1.2.1.Definisi Hipertiroid
Hipertiroid merupakan salah satu penyakit tidak menular endokrin yang
sering kita temukan di masyarakat. Hipertiroid merupakan salah satu penyebab dari penyakit kelenjar tiroid. Gangguan fungsi tiroid ada dua macam yaitu
kekurangan hormon tiroid (Hipotiroid) dan kelebihan hormon tiroid (Hipertiroid). Kelebihan hormon tiroid (Hipertiroid) dapat menyebabkan gangguan berbagai fungsi tubuh, termasuk jantung dan meningkatkan metabolisme tubuh. Menurut
Dini Sulistyani (2013:6) mendefinisikan hipertiroidisme merupakan respon jaringan- jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
Diagnosis hipertiroid pada kehamilan sulit untuk dikenali dan
diditegakkan karena memiliki gejala yang sama dengan gejala kehamilan normal
terutama pada kehamilan trimester pertama. Pada saat kehamilan trimester
pertama terjadi perubahan hormonal dan meningkatnya sejumlah metabolisme
selama kehamilan yang menyebabkan beberapa perubahan yang kompleks pada
fungsi tiroid. Satu-satunya cara untuk menegakkan diagnosis hipertiroid pada
kehamilan adalah dengan pemeriksaan TSH serum, pemeriksaan T3, T4, FT4.
Dikatakan seseorang ibu hamil mengalami hipertiroid apabila kadar TSH serum
<0,3µIU/ml dan FT4 >2 nano gram/dl. Penegakan diagnosis dilakukan melalui
pemeriksaan darah dan telah diukur melalui Indeks Wayne. Jika kadar FT4
normal perlu pemeriksaan FT3 dan FT3I serum, jika tinggi dikenal dengan “T3
-toxicosis sindrom”. Hipertiroid merupakan penyakit hormon yang menempati
urutan kedua terbesar di Indonesia setelah diabetes dan jumlahnya kini terus
meningkat. Posisi ini serupa dengan kasus yang terjadi di dunia ( Dini
Sulistyani, 2010).
2.1.2.2.Klasifikasi
Thamrin (2007) dalam Dini Sulistyani (2013:6) mengklasifikasikan
hipertiroidisme menjadi empat, yaitu :
a. Goiter Toksik Difusa (Grave’s Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem
menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus
menerus. Grave’s disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria,
gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun.
Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem
kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu
sendiri.
b. Penyakit Tiroid Nodular (Nodular Thyroid Disease)
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan
tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi
umumnya timbul seiring dengan bertambahnya usia.
c. Subakut Tiroiditis
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi,
serta mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah.
Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada
beberapa orang.
d. Postpartum Tiroiditis
Timbul pada 5 –10% wanita pada 3-6 bulan pertama setelah melahirkan
dan terjadi selama 1-2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara
2.1.2.3.Anatomi dan Fisiologi Tiroid
2.1.2.3.1. Anatomi Tiroid
Gambar 2.2. Anatomi Kelenjar Tiroid
(Sumber: EGC Kedokteran, 1985)
Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan kiri yang dihubungkan oleh istmus. Kelenjar tiroid terbentuk saat kehamilan minggu ke tiga. Kelenjar ini
terdapat pada bagian inferior trakea dan beratnya diperkirakan 15-20 gram. Lobus kanan bisasanya lebih besar dan lebih vascular dibandingkan lobus kiri. Kelenjar
ini kaya akan pembuluh darah dengan aliran darah 4-6 ml/menit/gram. Pada keadaaan hipertiroid, aliran darah dapat meningkat sampai 1 liter/menit/gram. Kelenjar tiroid memelihara tingkat metabolisme dari sebagian besar sel dalam
tubuh dengan menghasilkan dua hormon tiroid di dalam sel folikelnya, yaitu triiodothyronin (T3) dan tetraiodohyronin (T4) atau tirosin. Iodin (I2) memilki
berat atom sebesar 127 dan berat molekulnya 254. T4 memilki berat molekul sebesar 777 Dalton yang 508 didalamya merupakan iodida.
Hormon tiroid sangat penting dalam perkembangan saraf normal,
kalsitonin. Aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid mengatur fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhan. Produksi dan pelepasan hormon tiroid diatur oleh thyroid-releasing
hormone (TRH) dari hipotalamus. TRH mencapai hipofisis anterior melalui sistem portal, dimana sel tirotropik dirangsang untuk menghasilkan
thyroid-stimulating hormone (TSH) atau thyrotropin. TSH dilepaskan ke aliran darah sistemik kemudian dibawa sampai ke kelenjar tiroid. Di sini, TSH merangsang pengambilan iodida, dan semua proses yang mendorong pembentukan dan
pelepasan T4 dan T3. Di dalam darah, tubuh kita hanya memiliki sejumlah kecil thyroxine-binding globulin (TBG) sekitar 10 mg/L, tetapi afinitasnya terhadap T4
sangat tinggi. T4 total sekitar 10-7 mol/L setara dengan 77,7 μg/L serum darah, karena 777 gram T4 sama dengan 1 mol dari total. Kurang lebih 70% dari T4 dan T3 berikatan pada TBG, dan sisanya terikat pada thyroxine-binding albumin
(TBA) dan transthyrenin. Estrogen merangsang sintesis TBG.
2.1.2.3.2. Fisiologi Tiroid Pada Kehamilan
Hormon tiroid tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) disintesis di dalam folikel tiroid. Tiroid-stimulating hormone (TSH) merangsang sintesis dan pelepasan T3 dan T4, yang sebelumnya didahului dengan pengambilan iodide
yang penting untuk sintesis hormon tiroid. Selama kehamilan normal kadar tiroid binding globulin (TBG) dalam sirkulasi meningkat dan juga akhirnya T3 dan T4
Tabel 2.1. Kadar Normal Pemeriksaan FT4, FT3, TSH Dan Masa Kehamilan
Sumber : Frances K (2003)
Hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan otak bayi dan sistem saraf. Selama trimester pertama kehamilan, fetus bergantung pada ibu untuk
menyediakan hormon tiroid melalui plasenta karena fetus tidak dapat menghasilkan hormon tiroid sendiri sampai trimester kedua. Pada minggu ke-10-12, kelenjar tiroid fetus mulai berfungsi namun fetus tetap membutuhkan iodin
dari ibu untuk menghasilkan hormon tiroid. Selama kehamilan, fungsi kelenjar tiroid maternal bergantung pada tiga faktor yaitu :
1. Peningkatan “Tyroxin Binding Globulin” (TBG) dalam serum.
2. Efek dari peningkatan kadar “Human Chorionic Gonadotropin" (hCG) terhadap “Thyroid Stimulating Hormon” (TSH) dan kelenjar
tiroid.
3. Penurunan aviabilitas iodida terhadap tiroid ibu.
a. Human Chorionic Gonadtropin (hCG)
Human Chorionic Gonadtropin (hCG) adalah hormon peptida yang bertanggung jawab memproduksi progesteron secara adekuat pada awal
kehamilan, sampai produksi progesteron diambil alih oleh plasenta yang sedang berkembang. Konsentrasi hCG meningkat drastis pada kehamilan
Gestation FT4(pmol/l) FT3(pmol/l) TSH(mU/I)
trimester pertama dan menurun secara perlahan pada trimester dua dan tiga. Sedangkankadar TSH turun selama kehamilan trimester pertama, hal
ini berbanding terbalik dengan peningkatan hCG walaupun hCG hanya sebagai stimulant kelenjar tiroid. Pada kondisi ibu hamil yang normal efek
perangsangan hCG pada kehamilan tidak signifikan dan ditemui pada pertengahan awal kehamilan. Pada awal kehamilan ke-12 atau keadaan patologis, seperti hiperemesis gravidarum dan tumor trofoblastik,
konsentrasi hCG mencapai kadar paling maksimal yang akan merangsang peningkatan T3, T4 dan kadar TSH ditekan.
b. Ekskresi Iodin Selama Kehamilan
Konsentrasi iodine plasma mengalami penurunan selama kehamilan, akibat peningkatan filtrasi glomerulus (GFR). Peningkatan
GFR menyebabkan meningkatnya pengeluaran iodine lewat ginjal yang berlangsung pada awal kehamilan. Ini merupakan faktor penyebab
turunnya konsentrasi iodine dalam plasma selama kehamilan. c. Thyroxine Binding Globulin (TBG)
Peningkatan TBG menyebabkan peningkatan ikatan tiroksin, TBG
adalah faktor ketiga yang mempengaruhi fungsi tiroid selama kehamilan. Hormon tiroid dalam serum diangkut oleh tiga protein, yaitu Thyroxine
sekitar 2/3 dari hormon tiroksin diikat oleh TBG. Pada kehamilan normal, terjadi peningkatan dari konsentrasi TBG sekitar dua kali lipat dari normal
selama kehamilan sampai 6-12 bulan setelah bersalin. Hal ini menggambarkan peningkatan kadar hormon tiroksin total (TT4) pada
semua wanita hamil, namun kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks tiroksin total (FTI) normal. Peningkatan konsentrasi TBG merupakan efek langsung dari meningkatnya kadar estrogen selama kehamilan.
2.1.2.4.Etiologi Hipertiroid Pada Kehamilan
Hipertiroid pada kehamilan dapat disebabkan oleh beberapa
keadaan berikut : 1. Penyakit Graves
2. Gestational Transient Thyrotoxicosis ( GTT )
3. Mola hidatidosa 4. Multinoduler goiter
5. Adenoma toksik 6. Tiroiditis subakut
7. Hyperthroidism iatrogenik
8. TSH - producing pituitary tumor 9. Struma ovari
Dari beberapa etiologi hipertiroid pada kehamilan, etiologi yang terbanyak dilaporkan adalah Penyakit Graves’ dan GTT.
Menurut Dimitry Garry (2013: 501), penyebab tersering penyakit hipertiroid hampir 95% adalah penyakit Graves, suatu penyakit autoimun yang
antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan. Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%. Penyebab
tersering adalah penyakit Graves, yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita dengan puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,1-0,4%, 85% dalam bentuk penyakit Graves. Sama halnya seperti penyakit
hiperemesis tidak memiliki gejala penyakit Graves ataupun antibodi tiroid.
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis,
atau hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif hormon tiroid terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipofisis
memberikan gambaran kadar hormon tiroid dan TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari hormon tiroid dan TSH. Hipertiroidisme
akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan hormon tiroid yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan (Dini Sulistyani (2013:7).
b.Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT)
Terdapat 2-3% GTT pada seluruh kehamilan. Keadaan GTT yang selalu ditandai dengan mual dan muntah berat membutuhkan perawatan intensif di
terlalu bermakna dibanding FT4. Pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan tremor ringan dan tidak didapatkan oftalmopati (Darman R, 2011).
2.1.2.5.Patofisiologi Hipertiroid
Pada hipertiroidisme, kontrol pengaturan sekresi hormon tiroid yang
normal tidak ada sehingga mengakibatkan produksi hormon tiroid meningkat sehingga menyebabkan hipermetabolisme dengan peningkatan aktivitas saraf simpatis. Peningkatan jumlah hormon tiroid yang berlebihan akan
merangsang system cardiac dan meningkatkan sejumlah reseptor beta adrenergik yang mengakibatkan meningkatkan denyut nadi dan peningkatan
cardiac output, stroke volume dan aliran darah perifer sebagai usaha tubuh untuk berkompensasi. Peningkatan metabolisme yang besar menyebabkan nitrogen balance negatif, penurunan lipid dan defisiensi nutrisi. Pada sistem
pencernaan terjadi peningkatan peristalatik usus sehingga terjadi diare. Peningkatan metabolisme pada sistem neurologi menyebabkan keterlambatan
kelopak mata untuk mengikuti gerakan mata sehingga otot -otot mata diinfiltrasi oleh limfosit dan sel mast menyebabkan eksoftalmus atau penonjolan pada mata.
Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan
mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik,
sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid
pada sistem kardiovaskuler (Dini Sulistyani (2013:8).
2.1.2.6.Diagnosa Hipertiroid
2.1.2.6.1 Manifestasi Klinis
a. Kardiovaskuler: palpitasi, sesak napas, angina, gagal jantung, nyeri dada, takikardi pada saat istirahat maupun aktifitas.
b. Neuromuskular: gugup, agitasi, tremor, mudah tersinggung, terus merasa kuatir, susah tidur.
c. Gastrointestinal: berat badan menurun tetapi nafsu makan meningkat,
diare, muntah, kelelahan otot, suhu meningkat.
d. Kulit: pruritus, rambut tipis, kulit teraba hangat, lunak dan basah,
kemerahan (flushing).
e. Mata: adanya penonjolan (eksoftalmus), proptosis, kemosis (edema konjungtiva), penglihatan kabur.
f. Nadi basal > 100 kali per menit
Tanda dan gejala hipertiroid pada kehamilan sulit dikenali karena sering
badan yang rendah selama hamil dengan nafsu makan baik, adanya tremor, dan manuver valsava tanpa akselerasi laju jantung. Dicari tanda-tanda oftalmopati
Grave (tatapan melotot, kelopak tertinggal saat menutup mata, eksoftalmus) dan bengkak tungkai bawah (pretibial myxedema).
2.1.2.6.2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah pengukuran kadar T4 bebas dan TSH dalam darah untuk menegakkan diagnosis hipertiroid. Pada pasien
hipertiroid didapati peningkatan kadar T4 bebas dan penurunan kadar TSH. Pemeriksaan laboratorium lain mungkin diperlukan seperti antara lain
pemeriksaan kadar T3, antibodi tiroid (terutama TRAbs) dan tes ambilan yodium radioaktif. Pemeriksaan terakhir ini dilakukan jika diagnosis penyakit Graves belum meyakinkan (Batubara, 2010).
Menurut Dimitry Garry (2013: 502), pemeriksaan laboratorium mencakup kadar keton urin, BUN, kreatinin, alanin aminotransferase, aspartat
aminotransferase, elektrolit, dan tirotropin (termasuk tiroksin T4 bebas jika tirotropin rendah). Jika kadar fT4 meningkat tanpa tanda dan gejala penyakit Graves, pemeriksaan sebaiknya diulang setelah usia kehamilan 20 minggu.
Tabel 2.2. Test Fungsi Kelenjar Tiroid Hipertiroid dan Perubahan Hormon
Test Wanita Hamil Normal Hormon
Estrogen
T4 total Meningkat Meningkat Meningkat
Globulin pengikat tiroksin
Meningkat Meningkat Tetap
T4 bebas Normal Normal Meningkat
T3 total Meningkat Meningkat Meningkat
T3 bebas Normal Normal Meningkat
Test pengambilan T3 Meningkat Meningkat Meningkat
Pengambilan I epitiroid
Tidak pada wanita hamil
Normal Meningkat
Kolesterol serum Meningkat Variabel Turun
Sumber : Frances K (2003)
Tabel 2.3. Diagnosis Definitif Hasil Pemeriksaan Fungsi Tiroid Test Tiroid Unit Kondisi
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Sumber : Norwitz, Errol dan John Schorge (2007)
Pada wanita hamil yang mempunyai riwayat penyakit Graves aktif maupun inaktif, perlu diperiksa Thyroid Stimulating Immunoglubulin
(TSI) untuk menilai kemungkinan terjadinya “fetal/neonatal hypertyroid”. Antibodi TSH reseptor atau TSI ini termasuk kelas IgG yang dapat melewati plasenta dalam jumlah yang besar sehingga merangsang kelenjar tiroid
janin. Kadar TSI yang lebih 500% ( normal < 8%) merupakan prediktor adanya
“fetal / neonatal hipertiroid”.
2.1.2.7Faktor Risiko Ibu atau Wanita Usia Subur Mengalami Hipertiroid
Kehamilan
Menurut American Thyroid Association, ibu atau wanita usia subur yang
berisiko mengalami hipertiroid saat kehamilan antara lain :
1. Ibu atau wanita dengan sejarah penyakit tiroid / gondok atau pernah melakukan bedah tiroid ibu/wanita dengan sejarah keluarga pernah
menderita penyakit gondok.
2. Ibu/wanita yang membawa antibdi tiroid
3. Ibu/wanita dengan gejala klinis hipertiroid atau hipotiroid. 4. Ibu/wanita denagan diabetes tipe 1
5. Ibu/wanita dengan kelainan gondok.
6. Ibu/wanita dengan kelainan aotuimun. 7. Ibu/wanita yang tidak subur/infertile
8. Ibu/wanita yang pernah melakukan terapi kepala atau radiasi pada leher. 9. Ibu/atau wanita dengan sejarah keguguran atau kelahirann prematur
2.1.2.8 Kelahiran Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Akibat
Hipertiroid
Penyakit hipertiroid yang diderita oleh ibu hamil mengakibatkan
kelahiran prematur, IUGR, berat badan lahir rendah, preeklamsia, gagal jantung kongestif, dan IUFD.
Gambar 2.3 Patofisiologi Kelahiran BBLR Akibat Penyakit Hipertiroid (Sumber : Dimitry Garry, 2013: 501)
Sebelum usia kehamilan 10-12 minggu (awal trimester I), janin sangat bergantung pada hormon tiroid ibu karena belum memproduksi hormon tiroid
sendiri. Menurut World Health Organization (WHO) dalam Muhammad Iqbal Hassarief Putra (2012), manyarankan asupan iodium untuk ibu hamil lebih tinggi dibanding orang dewasa normal karena janin membutuhkan asupan iodium
banyak dari ibunya untuk mengaktifkan hormon tiroidnya sendiri. Efek jangka panjang dari konsumsi iodium yang tinggi mengakibatkan penyakit graves pada
ibu hamil.
Menurut Dimitry Garry (2013: 501), penyebab tersering penyakit
hipertiroid hampir 95% adalah penyakit Graves, suatu penyakit autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan sehingga mengakibatkan produksi hormone tiroid meningkat dan menyebabkan
Konsumsi Iodium
BBLR
Ibu Hamil Trimester I
Hipermetabolisme Ibu Hamil Defisiensi Nutrisi Janin Hipertiro
id Penyakit
hipermetabolisme. Efek berkelanjutan dari hipermetabolisme menyebabkan nitrogen balance negatif, penurunan lipid dan defisiensi nutrisi. Apabila seorang
ibu hamil mengalami defisiensi nutrisi maka akan mempengaruhi pertumbuhan janin yang dia kandung sehingga berdampak pada kelahiran bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR).
2.1.2.9Komplikasi Hipertiroid
2.1.2.9.1 Komplikasi Pada Ibu
a. Pregnancy-Induced Hypertension(PIH)
Pada pasien dengan hipertiroid tidak terkontrol, resiko preeklamsia berat menjadi lima kali lebih berat dibanding pasien yang terkontrol. Komplikasi lain
dapat berupa abruptio plasenta, kelahiran preterm dan keguguran. Gagal jantung dapat terjadi pada pasien yang tidak diobati terutama bila terdapat PIH. Pada
pasien dengan gejala gagal jantung disfungsi ventrikel kiri dengan derajat keparahan yang berbeda dapat dideteksi dengan echocardiografi. Walaupun
kelainan ini reversibel, namun gejalanya dapat menetap dalam beberapa minggu setelah status eutiroid tercapai, namun penurunan resistensi vaskular dan cardiac output yang tinggi dapat tetap terjadi pada keadaan tiroksin normal. Hal ini
penting karna dekompensasi ventrikel kiri pada wanita hamil yang hipertiroid dapat terjadi bersamaan dengan preeklamsia, pada waktu kelahiran ataubersamaan
oleh Kriplani dkk dengan sampel 32 kelahiran pada ibu hamil yang mengalami hipertiroidisme ternyata didapatkan partus preterm terjadi pada 25% pasien, 3%
mengalami hipermesis, 22% mengalami hipertensi pada kehamilan dan 9% mengalami krisis tiroid.
b. Infertilitas
c. Keguguran berulang d. Gagal jantung (10-20%)
e. Badai tiroid (0,1%)
2.1.2.9.2 Komplikasi Pada Janin
Hipertiroidisme maternal dapat mempengaruhi janin dan neonatal melalui dua cara yaitu hipertiroid maternal yang tidak terkontrol (tanpa kadar TSI yang tinggi) dan TSI mengalami pasase transplasenta. Pada hipertiroidisme maternal
yang tidak terkontrol janin mengalami resiko Intrauterine Growth Retardation (IUGR), stillbirthdan prematuritas. Resiko prematuritas meningkat dari 11%
menjadi 55% pada ibu yang tidak diobati, resikostillbirth meningkat dari 5% menjadi 24%. Pada suatu penelitian pada 230 kehamilan, 15 neonatus (6,5%) mengalami IUGR. Komplikasi pada janin meningkat secara signifikan pada ibu
yang tetap hipertiroid pada paruh kedua kehamilan. Faktor resiko IUGR pada pasien ini meliputi tirotoksikosis maternal selama lebih dari 30 minggu dalam
2.1.2.10 Penatalaksanaan
1. Pengobatan jangka panjang (obat anti tiroid propiltiourasil/methimazol) minimal 1 tahun untuk menghambat pembentukan hormon tiroid di
dalam sel-sel tiroid .
2. Pembedahan tiroidektomi subtotal setelah diberi terapi propiltiourasil preoperatif, hanya bisa dilakukan pada trimester II.
3. Pengobatan yodium radioaktif (terapi ablatif).
2.1.3. Penyakit Kronis Sebagai Komplikasi Dan Penyulit Kehamilan
2.1.3.1 Diabetes Melitus
Diabetes Melitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan maupun berat yang terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan
berlangsung mencakup pasien yang sudah memiliki riwayat DM , pasien yang baru diketahui DM saat kehamilan dan pasien yang benar-benar menderita DM
akibat kehamilan.
Saat kehamilan terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi janin dan menyusui.
Seorang ibu hamil yang mengalami DM mengakibatkan insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin.
dengan faktor risiko berupa keguguran berkali-kali selama hamil, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, melahirkan bayi dengan cacat
bawaan, melahirkan bayi > 4000 gr dan polyhidramnion (Marmi, dkk, 2011: 116-117).
2.1.3.2 Penyakit Jantung
Penyakit jantung dalam kehamilan sebagian besar disebabkan oleh demam reumatik atau memang seorang ibu sudah memiliki riwayat jantung.
Faktor predisposing jantung dalam kehamilan yaitu peningkatan usia seorang ibu dengan penyakit jantung hipertensi dan superiomposed preeklamsia atau
eklamsi, aritmia jantung dan anemia.
Patofisiologi penyakit jantung dalam kehamilan disebabkan adanya perubahan dalam system kardiovaskular yang diakibatkan oleh kerja pompa
jantung yang meningkat akibat kebutuhan darah pada janin untuk suplai nutrisi dari ibu ke janin meningkat. Komplikasi yang ditimbulkan pada janin yaitu
premature, BBLR, hipoksia, pertumbuhan janin terhambat dan pada ibu akan terjadi abortus, kematian ibu, gagal jantung kognitif dan edema paru (Marmi, dkk, 2011: 118-121).
2.1.3.3 Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan di bagi dalam 4 klasifikasi yaitu sebagai
1. Hipertensi esensial
Hipertensi esensial adalah kondisi permanen meningkatnya tekanan darah
(TD) seorang ibu hamil dimana tidak ada sebab yang nyata akan tetapi sering dihubungkan dengan penyakit ginjal dan muncul pada awal kehamilan dengan
Td mencapai 140/90mmHg. Yang membedakan dengan preeklamsia adalah faktor-faktor hipertensi esensial muncul pada awal kehamilan, jauh sebelum muncul preeklamsia, tidak mengalami edema atau proteinuria.
2. Hipertensi karena kehamilan
Hipertensi yang ditimbulkan atau diperberat oleh kehamilan dengan faktor
risiko pada ibu hamil yang terpapar vili korialis untuk pertama kalinya, terpapar vili korialis dalam jumlah yang banyak seperti pada kehamilan kembar dan mola hidatosa, ada riwayat penyakit vaskuler dan mempunyai riwayat
keturunan hipertensi. 3. Preeklamsia
Pre-eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema, dan proteinuria (protein dalam urin melebihi 0,3 g/lt dalam 24 jam) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasanya timbul pada triwulan tiga kehamilan
tetapi bisa jug timbul sebelum trimester tiga misalnya pada ibu hamil denga mola hidatosa. Pemeriksaan tekanan darah (TD) dilakukan minimal 2x dengan
4. Eklamsia
Eklamsia adalah serangan konvulsi pada kehamilan tetapi, tetapi tidak selalu
komplikasi dari pre-eklamsi. Konvulsi dapat terjadi sebelum, selama dan setelah persalinan. Terjadi setelah 48-72 jam setelah persalinan. Dampak dari
eklamsiabagi ibu dapat terjadi gagal hati, cerebral haemorage, gagal ginjal dan bagi janin akan menyebabkan retardari mental atau pertumbuhan terhambat, BBLR, dan hipoksia.
2.1.3.4 Penyakit Graves atau Gondok
Menurut Dini, S (2013), penyakit gondok adalah penyakit kelainan
kelenjar endokrin terbesar ke 2 setelah DM di Indonesia. Penyakit gondok muncul akibat kerja kelenjar tiroid yang bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hormon tiroksin di dalam tubuh sehingga lama-kelamaan kelenjar
tiroid tersebut akan membesar. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu komplikasi kehamilan dari wanita hamil yang mengalami
2.2 KERANGKA TEORI
Gambar 2.4 Kerangka Teori Hubungan Status Hipertiroid Pada Kehamilan Dengan Riwayat Kelahiran Bayi Berat Badan Rendah (BBLR) Di Kabupaten Magelang Tahun 2014.(Sumber : Guyton (1995), Hendy Mulyawan (2009), Irma D.M. Sianturi (2009), Proverawati, (2010), Yusi Dwi C (2010), Marmi (2011), Dini S (2013), Dimitry G (2013) di modifikasi).
Sosiodemografi