• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sarana Pascapanen Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (Ahp) Untuk Menekan Susut Kuantitas Jagung (Zea Mays L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sarana Pascapanen Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (Ahp) Untuk Menekan Susut Kuantitas Jagung (Zea Mays L.)."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SARANA PASCAPANEN MENGGUNAKAN

METODE

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

(AHP)

UNTUK MENEKAN SUSUT KUANTITAS JAGUNG (

Zea mays

L.)

DEASY FITRIATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Sarana Pascapanen Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Menekan Susut Kuantitas Jagung (Zea mays L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

DEASY FITRIATI. Analisis Sarana Pascapanen Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Menekan Susut Kuantitas Jagung (Zea mays L.). Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan RIDWAN RACHMAT.

Jagung berpotensi untuk ditingkatkan dan dikembangkan terutama sebagai bahan pakan. Kegiatan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani jagung. Penanganan pascapanen yang tidak dilakukan dengan tepat akan mengakibatkan salah satunya adalah susut kuantitas. Pertumbuhan industri pakan semakin meningkat sehingga kontinuitas suplai jagung pipilan sangat dibutuhkan. Penanganan pascapanen secara manual dan tradisional tidak dapat mendukung ketersediaan pasokan jagung. Ditambah lagi, tenaga kerja pascapanen semakin berkurang. Sarana pascapanen yang tepat guna akan mengurangi waktu penanganan, jumlah tenaga kerja, dan kehilangan hasil selama proses pascapanen. Berdasarkan data dari Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian bahwa sarana yang paling banyak dimiliki oleh petani adalah pemipil jagung. Di tingkat petani terdapat perbedaan cara panen dimana masing-masing cara panen berpengaruh terhadap penerapan sarana pascapanen dan susut kuantitas yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis terhadap cara panen dan pemipilan untuk mengetahui susut kuantitas yang dihasilkan serta diperlukan studi lebih lanjut untuk menentukan prioritas sarana yang dapat menekan susut kuantitas. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap cara panen dan pemipilan jagung serta penentuan sarana yang tepat untuk mendukung penurunan susut kuantitas pascapanen jagung. Perlakuan yang digunakan pada analisis cara panen adalah dipetik dan disabit. Sedangkan perlakuan pada analisis cara pemipilan menggunakan alat tradisional sebagai pemipilan secara manual, sarana pemipil yang biasa dipakai petani yaitu power thresher multiguna dan corn sheller yang merupakan sarana pemipil bantuan Kementan. Kemudian setiap perlakuan diujikan pada musim yang berbeda yaitu musim kemarau dan musim hujan. Analisis penentuan sarana pascapanen jagung yang dapat menurunkan susut kuantitas menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan data yang diperoleh diolah dengan menggunakan software expert choice.

Cara panen jagung manual dengan tangan dan sabit pada setiap musim tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan terhadap susut kuantitas. Pemipilan secara manual mengkonsumsi waktu yang jauh lebih lama dibandingkan dengan mekanis, namun susut yang dihasilkan sangat kecil. Pemipilan secara mekanis menggunakan power thresher multiguna dan corn sheller tidak menghasilkan susut kuantitas dan waktu proses yang mutlak berbeda. Pada analisis penentuan sarana pascapanen jagung yang dapat menurunkan susut kuantitas, pakar dan responden potensial yang digunakan mempunyai nilai inkonsistensi kurang dari 10%. Aktor yang paling berperan dalam penurunan susut kuantitas jagung adalah pemerintah dengan kriteria yang paling penting adalah kualitas hasil dan subkriteria SNI. Dryer diikuti corn sheller merupakan pilihan sarana yang paling prioritas dalam menurunkan susut kuantitas jagung.

(5)

SUMMARY

DEASY FITRIATI. Analysis of Postharvest Machinery Using the Analytical Hierarchy Process (AHP) to Reduce Quantitative Postharvest Losses of Maize (Zea mays L.). Supervised by ROKHANI HASBULLAH and RIDWAN RACHMAT.

Maize has a great potential to be improved and developed, primarily as a feed. Postharvest is an important activity in maize cultivation. Postharvest handling which is not handled properly will cause a quantitative losses. The growth of feed industry has increased so that the continuity of maize supply is needed. Manual and traditional of postharvest handling cannot support the supply. In addition, there is a scarcity of postharvest manpower. An appropriate postharvest machine will reduce the handling time, the amount of labor, and quantitative losses during postharvest processes. Based on Directorate of Postharvest Food Crops Database, Ministry of Agriculture, the most widely machine owned by farmers is corn sheller. There is a different way of harvesting in farm level and it affects the application of postharvest machines and the result of quantitative losses. Therefore, the method of harvesting and shelling are important to be analized in order to determine quantitative losses and further study is required to decide the priority of the means which can reduce quantitative losses.

The aim of this study were to conduct a study on maize harvesting and shelling, and also to determine the appropriate means supporting the decrease of maize quantitative losses. The treatments used in the analysis were harvesting by hand and by a sickle. While the treatments in the analysis of shelling used a traditional tool as manual threshing, power thresher multiguna as a sheller machine which commonly used by farmers and corn sheller as an assistance machine from Ministry of Agriculture. Then, each treatments was tested in dry season and rainy season. Analysis of maize postharvest facilities determination to reduce quantitative losses utilized Analytical Hierarchy Process (AHP) and the obtained data was processed by using software expert choice.

Harvesting by hand and by a sickle in each season did not produce a significant difference on quantitative losses. The manual threshing consumed a much longer time than the mechanical one, however it produced quantitative losses less than mechanical threshing. Threshing using power thresher multiguna and corn sheller did not bring out an absolutely different on quantitative losses and processing time. In the analysis of maize postharvest facilities determination to reduce quantitative losses, experts’ and potential respondents’ judgments have the inconsistency less than 10%. The most important actor under the goal is government. Furthermore, the most important criteria is the quality and the sub criteria is SNI. Dryer followed by corn sheller are the prioritized alternatives in order to reduce postharvest quantitative losses of maize.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

ANALISIS SARANA PASCAPANEN MENGGUNAKAN

METODE

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

(AHP)

UNTUK MENEKAN SUSUT KUANTITAS JAGUNG (

Zea mays

L.)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah pascapanen jagung, dengan judul Analisis Sarana Pascapanen Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Menekan Susut Kuantitas Jagung (Zea mays L.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi dan Bapak Dr Ir Ridwan Rachmat, MAgr selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku ketua program studi Teknologi Pascapanen yang telah memberikan arahan kepada penulis. Terima kasih kepada Bapak Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr sebagai doesen penguji atas saran dan koreksi yang diberikan. Terima kasih kepada Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA) yang telah memberikan pembiayaan pendidikan dan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan TPP 2013 atas kerjasamanya selama perkuliahan dan penelitian ini. Terima kasih untuk Erman Aulinuriman, SP, MP dan Amanda Insanimuna serta Abdi Abdullah atas semangat dan perhatiannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Tanaman Jagung 3

Penanganan Pascapanen Jagung 4

Susut Pascapanen 6

Analytical Hierarchy Process (AHP) 7

3 METODE 9

Kajian Cara Panen dan Pemipilan Terhadap Susut Kuantitas 9

Waktu dan Tempat 9

Prosedur Penelitian 10

Pengamatan 11

Rancangan Percobaan 13

Analisis Penentuan Sarana Pascapanen yang dapat Menurunkan Susut

Kuantitas 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Panen Jagung 16

Susut kuantitas 16

Waktu proses 17

Kadar Air 18

Pemipilan Jagung 19

Susut kuantitas 19

Waktu proses 20

Kadar air 21

Prioritas Sarana Pascapanen 22

Analisis tingkat kepentingan aktor 23

Analisis tingkat kepentingan kriteria dan subkriteria 25

Analisis tingkat kepentingan alternatif 28

5 SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 34

(12)

DAFTAR TABEL

1 Spesifikasi mesin pemipil jagung 5

2 Spesifikasi mesin perontok multikomoditi untuk padi, jagung, kedelai 6 3 Perkiraan susut pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air rendah 7 4 Perkiraan susut pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air tinggi 7

5 Skala perbandingan 15

6 Spesifikasi sarana pemipil yang digunakan pada percobaan 20

7 Susut kuantitas dan waktu pemipilan 21

8 Perbandingan tingkat kepentingan kriteria berdasarkan aktor 25

9 Spesifikasi persyaratan mutu jagung 26

DAFTAR GAMBAR

1 Alur pelaksanaan penelitian 3

2 Tahapan penelitian cara panen (berdasarkan KP DPTP 2012) 10 3 Tahapan penelitian cara pemipilan (berdasarkan KP DPTP 2012) 11 4 Penimbangan jagung: (a) timbangan gantung; (b) timbangan digital 12

5 Pengukuran kadar air jagung 12

6 Tahapan penelitian pengambilan keputusan dalam AHP 14

7 Struktur Hirarki dalam AHP 15

8 Susut kuantitas panen jagung 17

9 Waktu proses panen jagung 18

10 Alat pemipil:(a) tradisional;(b) corn sheller;(c) power thresher multiguna 19 11 Silinder pemipil: (a) corn sheller; (b) power thresher multiguna 19 12 Struktur hirarki kriteria, subkriteria, dan alternatif 24 13 Prioritas alternatif berdasarkan tujuan dengan nilai inkonsistensi 0.02 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis sidik ragam susut kuantitas panen jagung 34 2 Analisis sidik ragam waktu proses panen jagung 34

3 Kadar air panen jagung 34

4 Uji t kadar air panen jagung 34

5 Analisis sidik ragam susut kuantitas pemipilan jagung 35

6 Uji LSD susut kuantitas pemipilan jagung 35

7 Analisis sidik ragam waktu proses pemipilan jagung 35

8 Uji LSD waktu proses pemipilan jagung 35

9 Kadar air pemipilan jagung 36

10 Uji t kadar air pemipilan jagung 36

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketahanan pangan diukur berdasarkan ketersediaan pangan, dapat diakses, dan kontinuitas pangan (Wijk et al. 2014). Jagung mempunyai potensi besar untuk ditingkatkan dan dikembangkan, baik sebagai bahan pangan, pakan maupun bahan baku industri (Santosa et al. 2005). Konsumsi pangan berupa daging terus meningkat (Stewart dan Roberts 2012), sehingga permintaan jagung yang merupakan bahan pokok pakan ternak juga ikut meningkat. Peranan jagung dalam subsektor tanaman pangan telah terbukti secara meyakinkan memberikan andil yang cukup besar bukan saja terhadap ketahanan pangan tetapi juga terhadap perekonomian (Sugiharto et al. 2011).

Penanganan pascapanen jagung merupakan salah satu mata rantai penting dalam usaha tani jagung (Firmansyah 2009). Peran utama dari sistem pascapanen yang baik dan benar adalah untuk memastikan bahwa produk yang dipanen dapat memberikan kepuasan kepada konsumen baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun keamanannya (Abass et al. 2014; Bala et al. 2014; Anderson dan Strutt 2014; Stewart dan Roberts 2012; Lal 2013). Pascapanen dan sistem pemasaran merupakan rantai yang saling berhubungan sejak panen sampai produk berada di tangan konsumen. Komoditas pertanian akan melalui tahapan panen, pengeringan, perontokan, pengemasan, penyimpanan, transportasi sebelum mencapai konsumen (Abass et al. 2014). Panen jagung dapat dilakukan dengan dua cara. Pada daerah dengan curah hujan rendah, tongkol dibiarkan tetap di tanaman hingga kering (kadar air 17%-20%), kemudian jagung dipetik dengan meninggalkan kelobot pada tanaman sedangkan pada daerah curah hujan tinggi, petani memanen jagung pada kadar air 30%-40%, batang tanaman disabit, kemudian jagung diambil dan klobotnya dikupas (Sugiharto et al. 2011).

Salah satu permasalahan pascapanen yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan kehilangan kuantitatif jagung pada pascapanen. Kehilangan kuantitatif merupakan susut hasil akibat tertinggal di lapang waktu panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil (Zubachtirodin et al. 2011). Kehilangan hasil harus sekecil mungkin untuk meningkatkan efisiensi produksi, sehingga luas tanam yang dibutuhkan dapat dikurangi (Tefera et al. 2011). Berdasarkan hasil uji coba susut pascapanen jagung yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian di 3 Provinsi pada Tahun 2012 dan 2013 diketahui bahwa susut kuantitas rata-rata sebesar 1.68%. Menurut (Purwadaria 1988), susut kuantitas pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air rendah antara 1.2 - 4.7% dan susut pada kadar air tinggi antara 1.7 - 5.2%. Apabila susut jagung 1.68%, produksi jagung Indonesia sebesar 18.55 juta ton (BPS 2014) dan harga jagung pipilan sebesar Rp. 3,000.00 perkg maka besarnya kerugian yang dihasilkan adalah 935 milyar rupiah setiap tahunnya.

(14)

2

komoditas pertanian (KP DJTP 2008). Berdasarkan data dari Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian bahwa sarana yang paling banyak dimiliki oleh petani adalah pemipil jagung. Alat dan mesin yang tepat guna akan mengurangi waktu penanganan, jumlah tenaga kerja, dan kehilangan hasil (Rugumamu 2011). Pengetahuan petani harus ditingkatkan dalam penerapan teknologi penyimpanan untuk menurunkan kehilangan hasil dan kebijakan yang tepat sangat diperlukan untuk mengurangi ketidaksempurnaan pasar dan resiko lainnya (Abass et al. 2014).

Kehilangan hasil di negara maju lebih kecil daripada di negara yang sedang berkembang karena mempunyai infrastruktur transportasi yang baik, manajemen budidaya yang lebih baik, penyimpanan dan fasilitas proses yang efektif (World Bank et al. 2011). Menurut Hodges et al. (2010), kehilangan hasil dapat diturunkan dengan meningkatkan pengetahuan petani terhadap kehilangan hasil pascapanen, perbaikan infrastruktur yang menghubungkan petani dan pasar, dukungan teknologi dan kredit dari swasta dan pemerintah. Kehilangan hasil diperburuk dengan tidak baiknya infrastruktur, prosedur penanganan pascapanen, distribusi, kebijakan penjualan dan pemasaran (World Bank et al. 2011). Kelembagaan petani sebagian besar masih berorientasi untuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah, belum sepenuhnya berupaya memanfaatkan kelembagaan tersebut sebagai penopang kegiatan ekonomi (Iswari 2012).

Perumusan Masalah

Analisis terhadap cara panen dan pemipilan jagung perlu dilakukan untuk mengetahui susut kuantitas yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis lebih lanjut dalam menentukan prioritas sarana pascapanen jagung yang dapat menekan susut kuantitas.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

a) Mengkaji pengaruh perbedaan cara panen jagung dan musim terhadap susut kuantitas.

b) Mengkaji pengaruh perbedaan cara pemipilan jagung dan musim terhadap susut kuantitas.

c) Menganalisis sarana pascapanen yang tepat untuk mendukung penurunan susut kuantitas pascapanen jagung.

Manfaat Penelitian

(15)

3

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah percobaan dilakukan terhadap sarana bantuan sosial Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian yang berfungsi optimal yaitu sarana panen dan pemipilan. Tanaman jagung yang digunakan adalah varietas Bisma 19 berasal dari Desa Bojong Nangka, Kec. Petir, Kab. Serang, Provinsi Banten. Sarana pemipil yang digunakan merupakan sarana yang biasa digunakan petani Desa Bojong Nangka, Kec. Petir, Kab. Serang, Provinsi Banten dan sarana bantuan Kementerian Pertanian.

Percobaan 1: Pengaruh cara panen dan musim

Didapatkan pengaruh cara panen dan musim terhadap susut kuantitas

Didapatkan pengaruh cara pemipilan dan musim terhadap susut kuantitas Percobaan 2: Pengaruh cara

pemipilan dan musim

Analisis prioritas sarana pascapanen

Didapatkan prioritas sarana pascapanen yang dapat menurunkan susut kuantitas

Sarana pascapanen yang dapat menurunkan susut kuantitas jagung (Zea mays .L)

Gambar 1 Alur pelaksanaan penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jagung

(16)

4

Pemanfaatan jagung sudah sangat luas, misalnya batang tanaman jagung dapat digunakan untuk kompos, daun tanaman sebagai pakan ternak, kelobot jagung sebagai bahan dasar pembuatan kertas. Jagung sebanyak 100 kg dengan kadar air 16% dapat menghasilkan 64 kg tepung, 3 kg minyak, dan hasil sampingan untuk pakan (Sugiharto et al. 2011).

Varietas jagung terdiri dari berbagai macam jenisnya. Di Lampung, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan, mayoritas petani menggunakan varietas hibrida selain varietas lokal, terutama pada musim kering (Swastika et al. 2004). Tekanan panas yang tinggi akibat cuaca dapat merugikan tanaman dan menghambat pertumbuhan biji jagung pada tongkol (Edreira dan Otegui 2013). Adopsi varietas baru dan peningkatan intensitas pertanaman sangat efektif dalam meningkatkan produksi jagung terutama pada kondisi iklim yang tidak menguntungkan (Wang et al. 2014).

Penanganan Pascapanen Jagung

Penanganan pascapanen yang tepat mampu mempertahankan produksi jagung setelah panen, kualitas hasil baik dan harga jual yang tinggi. Penanganan pascapanen jagung menyangkut masalah teknis dan sosial ekonomi yang saling berkaitan. Dari sudut teknis, masalah utama adalah sebagian besar petani melakukan kegiatan pascapanen secara manual. Keterbatasan kemampuan menyerap teknologi baru juga menjadi hambatan dalam introduksi mekanisasi kegiatan pascapanen.

Panen

Panen dilakukan pada saat biji telah masak fisiologi yang ditandai oleh adanya black layer pada biji. Panen merupakan tahap awal yang penting dari seluruh rangkaian penanganan pascapanen jagung karena berpengaruh terhadap jumlah dan mutu hasil (Sugiharto et al. 2011).

Panen dengan kadar air 20%-30% sangat rentan terhadap serangan hama. Ditambah lagi curah hujan yang tinggi, jagung hasil panen beresiko kontaminasi aflatoksin dan mikotoksin lain. Kondisi cuaca saat panen merupakan faktor penting yang mempengaruhi besarnya kehilangan hasil. Panen secara manual sepertinya tidak banyak menimbulkan kehilangan hasil, namun, kendala pekerja menyebabkan panen tertunda yang dapat menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi (World Bank et al. 2011).

Pemipilan

Kebanyakan petani dengan skala luas tanam kecil, mengalami kesulitan terhadap pemipilan. Dimana pemipilan dilakukan dengan tangan sehingga dibutuhkan mesin pemipil semi mekanis. Dibutuhkan perawatan secara berkala untuk meningkatkan kefektifan dan kapasitas produksi dari mesin tersebut (Nkakini et al. 2007).

Hal yang perlu diperhatikan pada proses pemipilan menggunakan mesin pemipil adalah sebagai berikut (Aqil 2010):

(1) Bentuk dan konstruksi gigi pemipil

(17)

5

(2) Jarak ujung gigi pemipil dengan sarangan

apabila jaraknya terlalu besar (renggang) maka jagung yang tidak terpipil banyak (susut tinggi) dan apabila jaraknya rapat maka persentase biji pecah tinggi.

(3) Kadar air

hasil pipilan baik pada kadar air kurang dari 17% karena pada kadar air tersebut biji jagung mudah lepas dari janggelnya, kulit biji lebih keras, dan kotoran lebih ringan.

(4) Kecepatan putaran silinder pipil

berbanding lurus dengan persentase butir pecah dan kapasitas pemipilan. SNI Mesin Pemipil Jagung diperlukan oleh pabrikan sebagai acuan untuk membuat produk sehingga menghasilkan hasil pipilan yang dapat menekan kehilangan hasil. Spesifikasi mesin pemipil tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Selain sarana pemipil jagung, petani juga menggunakan sarana perontok multikomoditi untuk padi, jagung, dan kedelai. Spesifikasi sarana tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Pengeringan

Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Jagung harus dikeringkan dengan tujuan untuk meminimalkan kerusakan dan kadar air harus lebih rendah dari 13%-15% untuk menghambat pertumbuhan serangga dan jamur (World Bank et al. 2011). Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung (pabrikan) biasanya menggunakan mesin pengering tipe Batch Dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara 50–60oC dengan kelembaban relatif 40% (Murni dan Arief 2008).

Penyimpanan

Petani harus menyimpan jagung hasil panen untuk mengatasi kelangkaan jagung, ketahanan pangan, dan melindungi terjadinya fluktuasi harga (Gitonga et al. 2013; Murni dan Arief 2008). Perbaikan budidaya dan penerapan manajemen penyimpanan dapat memenuhi kebutuhan nasional untuk ketahanan pangan

Tabel 1 Spesifikasi mesin pemipil jagung

No Parameter Satuan Spesifikasi

Kecil Sedang Besar 1 Daya motor penggerak kW 3,0 – 4,9 5,0 – 7,5 >7,5 2 Dimensi silinder

pemipil

a. Panjang mm 450 - 750 500 - 850 550 -950 b.Diamater mm 150 - 250 175 - 275 200 - 300 3 Putaran silinder pemipil

dengan beban kerja

rpm 500 – 800

4 Bobot kosong maks. kg 185 225 300

(18)

6

(Williams et al. 2012). Petani dengan luasan tanam yang kecil cenderung menjual produknya segera setelah panen untuk menghindari kerusakan karena serangga, sehingga potensi untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan tidak akan tercapai (Tefera et al. 2011).

Metode penyimpanan secara tradisional tidak melindungi jagung dengan baik dan menghasilkan kehilangan hasil yang tinggi (Gitonga et al. 2013). Metal silo dengan pelapis hermetic sangat efektif untuk menurunkan kehilangan hasil yang dikarenakan hama penyimpanan. Dalam mengadopsi metal silo dipengaruhi oleh literacy, kesehatan, akses ke jalan raya, dan akses ke pelayanan finansial (Gitonga et al. 2013). Syarat utama sebelum melakukan penyimpanan adalah mengukur kadar air bijian yang akan disimpan. Bijian harus dikeringkan sehingga kadar air kurang dari 14%. Petani harus memastikan bahwa bijian yang akan disimpan memang benar-benar kering (Tefera et al. 2011).

Susut Pascapanen

Kehilangan hasil pascapanen baik kuantitas maupun kualitas dapat terjadi pada setiap tahapan antara panen dan konsumsi. Penyebab utama dari segi fisiologi, fisik, dan lingkungan pada kehilangan hasil pascapanen adalah kerusakan fisik, RH, suhu, hujan, jamur dan bakteri, serangga, penanganan yang tidak tepat, penyimpanan, dan teknik prosesing. Kehilangan hasil diperburuk dengan tidak baiknya infrastruktur, prosedur penanganan pascapanen, distribusi, kebijakan penjualan dan pemasaran (World Bank et al. 2011).

Tabel 2 Spesifikasi mesin perontok multikomoditi untuk padi, jagung, kedelai

No Parameter Satuan Spesifikasi

Kecil Sedang Besar

1 Daya motor penggerak Motor bensin 4 langkah atau motor diesel 4

langkah

Motor diesel 4 langkah 2 Dimensi silinder

pemipil

- Lebar mm 500 - 750 620 - 985 720 - 985

- Diamater mm 210 - 300 275 - 350 285 - 400 3 Putaran silinder pemipil

dengan beban kerja rpm 500 - 800

4 Tinggi meja/hopper pengumpan

- Padi mm 800 - 1150

- Jagung mm 800 - 1150

- Kedelai mm 800 - 1600

5 Bobot kosong mesin kg < 150 150 - 250 > 250 6 Bobot operasi mesin

(19)

7

Pemanenan jagung sebaiknya dilakukan pada kadar air rendah, karena mempunyai beberapa keuntungan, yaitu rantai kegiatan penanganan pascapanen lebih pendek sehingga menghemat waktu, tenaga dan biaya serta susut pascapanen. Pada Tabel 3 dan Tabel 4 dapat dilihat bahwa susut pascapanen lebih tinggi pada saat panen dengan kadar air tinggi. Berdasarkan hasil uji coba susut pascapanen jagung yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian di 3 Provinsi pada Tahun 2012 dan 2013 diketahui bahwa susut kuantitas rata-rata sebesar 1.68%.

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Permasalahan yang kompleks dapat diatasi melalui permodelan dengan membangun struktur, melakukan pengukuran, dan penilaian dengan analisis yang tajam untuk mengetahui pengaruh dari berbagai faktor pada model (Ozdemir dan Saaty 2006). Pengambilan keputusan dengan banyak faktor, kriteria, dan tujuan disebut sebagai Multi-Criteria Decission Making (Yunus et al. 2013). Metode AHP yang dikembangkan oleh Dr Thomas Saaty merupakan salah satu metode MCDM (Multi-Criteria Decission Making) yaitu pengambilan keputusan dengan kriteria majemuk yang paling sering digunakan (Hartati dan Nugroho 2012). AHP adalah teori pengukuran relatif pada skala nyata dan tidak nyata berdasarkan penilaian perbandingan berpasangan yang dilakukan oleh pakar (Ozdemir dan Saaty 2006). Tabel 3 Perkiraan susut pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air tinggi

Kegiatan Pascapanen Prakiraan Susut (%) Tercecer Mutu

Panen (k.a. 35 - 40 %) 0.1 2.0

Pengangkutan ke rumah

(k.a 35 – 40 %) 0.1 -

Penjemuran jagung tongkol 5-7 hari

(k.a 17 – 20 %) 0.5 2.0

Pemipilan dengan tangan manusia

(k.a 17 – 20 %) 0.5 - 4 0 - 4

Penjemuran jagung pipil 1-3 hari

(k.a 15 – 17 %) 0.5 2.0

Jumlah 1.7 - 5.2 6 - 10

Sumber : Purwadaria (1988)

Tabel 4 Perkiraan susut pascapanen jagung yang dipanen pada kadar air rendah

Kegiatan Pascapanen Prakiraan Susut (%) Tercecer Mutu

Panen (k.a 17 – 20 %) 0.1 3.0

Pengangkutan ke rumah

(k.a 17 – 20 %) 0.1 -

Pemipilan dengan tangan manusia

(k.a 17 – 20 %) 0.5 - 4 0 - 4

Penjemuran jagung pipil 1 – 3 hari

(k.a 15 – 17 %) 0.5 2.0

Jumlah 1.2 - 4.7 5 - 9

(20)

8

Teori dan penerapan AHP digunakan pada berbagai bidang misalnya minyak dan gas, kesenian, sosial, kesehatan, pendidikan, bisnis, militer, politik, dan pembangunan industri (Yunus et al. 2013). Skala penilaian dan uji konsistensi Saaty dalam AHP menjadi pilihan favorit bagi para pengambil keputusan (Franek dan Kresta, 2014). Beberapa keuntungan dari penggunaan metode AHP (Saaty 1993) adalah:

1. Dapat mempresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsur-unsur pada level yang lebih rendah.

2. Membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan memberikan skala pengukuran yang jelas guna mendapatkan prioritas

3. Mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas dengan tidak memaksakan pemikiran linier

4. Mengukur secara komprehensif pengaruh unsur-unsur yang mempunyai korelasi dengan masalah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas.

5. Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

AHP dapat memecahkan permasalahan dengan evaluasi kualitatif dan kuantitatif (Quintero et al. 2008; Sarhan 2011; Mani et al. 2014; Lolli et al. 2014). Yunus et al. (2013) juga menyatakan, meskipun AHP murni matematis yang terdiri dari matriks pada penelitian kuantitatif, penerapannya dapat dilakukan pada penelitian kualitatif, dan sangat mungkin untuk mengkuantifikasikan kriteria kualitatif melalui kombinasi studi matematis dan psikologi dari AHP. Elemen dari proses hierarki dapat menghubungkan faktor nyata dan tidak nyata untuk pengambilan keputusan. AHP mengubah faktor – faktor tersebut menjadi nilai berupa angka yang dapat diproses dan dibandingkan pada tujuan akhir penelitian (Yunus et al. 2013).

Menurut Saaty (1993), AHP merupakan model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Hierarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hierarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hierarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

(21)

9

nilai dari sebuah pendapat verbal dan satu set angka tersebut mereprestasikan bobot dari pendapat verbal (Galvan et al. 2014). Kepentingan dari kriteria dan penilaian alternatif diturunkan dengan metode eigenvalue (Saaty 1990; Ishizaka dan Labib 2011).

Menurut Yunus et al. (2013), pada pasca millenium saat ini, waktu sangat penting dalam menjalani hidup. Sangat dibutuhkan pengambilan keputusan dalam waktu yang singkat. Penggunaan Software Expert Choice dapat menyederhanakan keseluruhan proses AHP dan menyediakan integrasi visual dari analisis sensitivitas. Software Expert Choice adalah produk yang cepat dipelajari dan mudah digunakan untuk mengkolaborasikan pengambilan keputusan dalam membantu institusi penelitian. Software ini mempunyai struktur berbasis grafis dimana dapat menerapkan penilaian untuk mencapai tujuan akhir. Keuntungan menggunakan software ini adalah membantu pengambil keputusan untuk memperoleh keputusan yang terbaik dan memberikan gambaran yang jelas terhadap keputusan tersebut. Hal ini disebabkan karena hasil divalidasi melalui analisis sensitivitas. AHP dan software Expert Choice mengikutsertakan pengambil keputusan dalam proses pengambilan keputusan kedalam bagian terkecil. Dimulai dari membuat goal yang ingin dicapai, diikuti tujuan, subtujuan, dan alternatif. Pengambil keputusan kemudian membuat penilaian perbandingan melalui prioritas hierarki sampai ke alternatif.

Berbagai penelitian telah menggunakan software Expert Choice untuk menganalisis data dalam pengambilan keputusan, misalnya Donmez (2013) menggunakan Expert Choice dalam pemilihan software, Yunus et al. (2013) dalam meranking Heritage Streets, dan Mani et al. (2014) untuk pemilihan supplier.

3

METODE

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, dimana tahap pertama merupakan rancangan percobaan, yaitu kajian cara panen dan pemipilan terhadap susut kuantitas. Kemudian tahap berikutnya adalah analisis penentuan sarana pascapanen yang dapat menurunkan susut kuantitas.

Kajian Cara Panen dan Pemipilan Terhadap Susut Kuantitas

Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai Pebruari 2015 di Desa Bojong Nangka, Kec. Petir, Kab. Serang, Provinsi Banten.

Bahan dan Alat

(22)

10

aplikasi stopwatch BlackBerry 9900, timbangan gantung kapasitas 25kg untuk mengukur berat jagung panen dan pemipilan, timbangan digital EK3550 kapasitas 5kg untuk mengukur berat jagung yang tercecer.

Prosedur Penelitian

Persiapan tanaman jagung yang ditebas atasnya dan tanpa tebang atas. Khusus pada musim kemarau pada tanaman jagung yang ditebang atasnya, kelobot jagung tersebut dibuka. Setiap perlakuan dibuat petak ubinan 5x5 m2. Setelah lahan

Tanaman jagung terpanen, tercecer di lahan, dan

pengumpulan sementara Penentuan arah Utara-Selatan,

Timur-Barat

Penentuan titik ubinan (titik 0), arah barat daya

Pembuatan siku ke arah utara dan timur @5m, membentuk bujur sangkar 5 m x 5 m

Penimbangan terpanen, tercecer di lahan, tumpukan tanaman, dan pengumpulan sementara

Penimbangan

Perhitungan prosentase susut

Penentuan titik ubinan (titik 0), arah barat daya

Data susut panen 1

Pembuatan siku ke arah utara dan timur @5m, membentuk bujur sangkar 5 m x 5 m

Data

(23)

11

siap, proses panen jagung dimulai. Jagung dipetik dan dimasukan kedalam karung. Kelobot jagung dibuka untuk jagung yang belum dibuka kelobotnya. Setelah proses panen selesai, waktu yang digunakan selama proses panen dicatat. Pengumpulan dan penimbangan jagung yang tidak terpanen, tercecer di lahan, dan pengumpulan sementara, serta di tumpukan tanaman. Jagung hasil panen ditimbang, selanjutnya dipipil dan hasil pipilannya juga ditimbang. Diagram alir tahapan pengumpulan data kajian susut panen disajikan pada Gambar 2.

Pengumpulan data kajian susut pemipilan menggunakan tiga cara pemipilan yaitu pemipilan manual dengan alat tradisional, pemipilan mekanis 1 dengan corn sheller yang merupakan bantuan sosial Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, pemipilan mekanis 2 dengan power thresher multiguna sebagai sarana pemipilan yang biasa digunakan petani, Kementerian Pertanian. Pemipilan manual menggunakan 50kg jagung tongkolan sedangkan pemipilan mekanis menggunakan 1,000 kg jagung tongkolan. Setelah jagung dipipil, jagung yang tercecer di luar alas dan tidak terpipil serta terikut kotoran dikumpulkan dan ditimbang. Jagung hasil pemipilan juga ditimbang sebagai data pada perhitungan prosentase susut kuantitas pemipilan baik secara manual maupun mekanis. Diagram alir kajian susut pemipilan jagung dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengamatan

1. Susut kuantitas

Berat jagung diukur dengan menggunakan timbangan gantung kapasitas 25kg dan timbangan digital EK3550 kapasitas 5kg. Perhitungan susut panen

Tongkolan jagung

Pemipilan Manual

Penimbangan

Pengumpulan jagung yang tercecer di luar alas, tidak terpipil, terikut

kotoran di luar alas, tidak terpipil, terikut

kotoran tercecer di luar alas, tidak terpipil,

terikut kotoran

(24)

12

menggunakan persamaan (1) dan perhitungan susut pemipilan menggunakan persamaan (2) dimana kedua persamaan tersebut berdasarkan Purwadaria (1988).

SPn= Bc

Bt+Bc x 100% ……..………..…… (1)

Dimana: SPn = Susut Panen Jagung (%)

Bc = Berat biji jagung tercecer (kg/ha) Bt = Berat total hasil produksi (kg/ha)

SP =JP+T1+T2+T3 T1+T2+T3 x 100% ………...……… (2) Dimana: SP = Susut Pemipilan Jagung (%)

T1 = Berat biji jagung yang berada di luar alas pengamatan (kg) T2 = Berat biji jagung yang masih melekat pada tongkol (kg) T3 = Berat biji jagung yang terbawa pada kotoran (kg)

JP = Berat biji jagung pipilan (kg)

Gambar 4 menunjukan proses pengukuran berat jagung dengan timbangan gantung dan digital yang dilakukan pada output proses dan jagung yang tercecer.

2. Waktu proses

Waktu yang digunakan selama proses panen dan pemipilan diukur dengan menggunakan aplikasi stopwatch BlackBerry 9900. Waktu panen dimulai setelah lahan jagung yang akan dipanen siap sampai jagung selesai dipanen dalam bentuk tongkolan tanpa kelobot. Waktu proses pemipilan dimulai dari jagung pertama dipipil sampai semua jagung yang digunakan sebagai sampel selesai terpipil.

3. Kadar air

Jagung yang akan diukur kadar airnya dipipil terlebih dahulu. Pengukuran kadar air menggunakan grain moisture tester PM-410 dan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Gambar 5 menunjukan proses pengukuran kadar air berdasarkan prinsip pemakaian alat.

Gambar 4 Penimbangan jagung: (a) timbangan gantung; (b) timbangan digital

(25)

13

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati susut kuantitas dan waktu proses tanaman jagung pada proses panen jagung. Uji statistik diawali dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significance Different) sebagai penentu beda taraf nyata 5% dari hasil perhitungan dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS). Acuan dalam analisis ragam untuk dapat dilanjutkan ke uji LSD apabila: 1. Jika Sig. ≥ 5% maka tidak berpengaruh

2. Jika Sig. < 5% maka berpengaruh

Pengamatan kadar air dianalisis menggunakan uji T. Uji T (Uji Parsial) digunakan untuk mengetahui berapa besar masing-masing variabel independen yaitu musim kemarau dan musim hujan memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu kadar air. Tingkat signifikansi (α) yang digunakan adalah 5%, maka jika tingkat signifikansi yang diperoleh ≥ 0.05 maka H0 diterima. Dan sebaliknya, jika < 0.05 maka H0 ditolak, yang menunjukkan bahwa variabel independen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

1. Panen jagung

Penelitian ini menggunakan Rancangan Percobaan RAL Faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu cara panen (dipetik dan disabit) dan musim (kemarau dan hujan). Model umum dari rancangan percobaan ini dapat dilihat pada persamaan (3).

� = � + + + + � ………. (3)

Keterangan :

Yij = Pengamatan pada perlakuan α ke-i dan β ke-j pada ulangan ke-k µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan α ke-i βj = Pengaruh kelompok β ke-j (αβ)ij = Interaksi α ke-i dan β ke-j

εij = Pengaruh acak dari perlakuan α ke-i, β ke-j pada ulangan ke-k i = 1, 2 (cara panen)

j = 1, 2 (jenis musim) k = 1, 2 (percobaan)

2. Pemipilan jagung

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pada kelompok musim kemarau dan musim hujan dengan faktor perlakuan yaitu cara pemipilan (manual, power thresher multiguna dan cornsheller). Model umum dari rancangan percobaan ini dapat dilihat pada persamaan (4).

� = � + + + � ………. (4)

Keterangan :

Yij = Pengamatan pada perlakuan α ke-i dan kelompok β ke-j µ = Rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan α ke-i βj = Pengaruh kelompok β ke-j

εij = Pengaruh acak perlakuan ke-i dan kelompok ke-j i = Banyaknya perlakuan

(26)

14

Analisis Penentuan Sarana Pascapanen yang dapat Menurunkan Susut Kuantitas

Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan mulai September 2014 sampai dengan Januari 2015 bertempat di Bogor, Jakarta, dan Provinsi Banten. Analisis prioritas sarana pascapanen jagung untuk menekan susut hasil kuantitatif menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Tahapan analisis

Mengidentifikasi tujuan, kriteria, subkriteria dan alternatif

Menyusun kuesioner

Menyebar kuesioner kepada pakar/responden

Memasukan data dari kuesioner

Menghitung rata-rata geometris Mulai

Menghitung bobot pada setiap elemen hirarki

Selesai Konsisten

Melakukan perhitungan konsistensi Menentukan beberapa pilihan calon

pakar/responden

Ya

Tidak

(27)

15

menggunakan metode AHP dapat dilihat pada Gambar 6. Berikut langkah-langkah analisis menggunakan metode AHP :

1. Menentukan beberapa pilihan sebagai calon pakar/responden potensial

Langkah ini dilakukan dengan wawancara, calon yang cocok akan dijadikan alternatif untuk pembobotan kriteria, subkriteria, dan alternatif. 2. Menentukan kriteria-kriteria, subkriteria dan alternatif

Kriteria-kriteria, subkriteria dan alternatif dilakukan dengan diskusi langsung dan pengamatan di lapangan, sarana pascapanen apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh petani jagung untuk menurunkan susut kuantitas pascapanen. Kriteria dan subkriteria tersebut muncul dari kebutuhan sistem agar petani memperoleh sarana pascapanen yang tepat guna. Kemudian kriteria-kriteria, subkriteria dan alternatif dibuat bagan hierarkinya seperti pada Gambar 7.

3. Penyusunan kuesioner

Setelah menentukan kriteria-kriteria, subkriteria dan alternatif untuk bahan pertimbangan penentuan sarana pascapanen yang dapat menurunkan susut kuantitas, kemudian melakukan pembuatan kuesioner. Penyusunan kuesioner dibuat berdasarkan metode perbandingan berpasangan untuk mengetahui tingkat bobot dari setiap kriteria, subkriteria dan alternatif. Nilai bobot tersebut menggunakan skala 1-9 seperti pada Tabel 5.

4. Penyebaran kuesioner kepada pakar/responden

Kuesioner yang sudah disusun tersebut, disebarkan kepada para pengambil keputusan dalam hal ini pakar atau responden yang terlibat dalam pencapaian tujuan.

5. Memasukan data dari kuesioner

Hasil kuesioner yang diperoleh akan dikumpulkan dan dianalisis menggunakan software Expert Choice.

Gambar 7 Struktur Hirarki dalam AHP Goal

Tabel 5 Skala perbandingan

Nilai Keterangan

1 Faktor Vertikal sama penting dengan Faktor Horizontal 3 Faktor Vertikal lebih penting dengan Faktor Horizontal 5 Faktor Vertikal jelas lebih penting dengan Faktor Horizontal 7 Faktor Vertikal sangat jelas lebih penting penting dengan Faktor

Horizontal

9 Faktor Vertikal mutlak lebih penting dengan Faktor Horizontal 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai elemen yang berdekatan 1/(2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9

(28)

16

6. Menghitung rata-rata geometris

Data hasil kuesioner tiap responden akan digabungkan menjadi satu nilai dengan perhitungan rata-rata geometris.

7. Melakukan perhitungan pembobotan pada kriteria, subkriteria dan alternatif pada tiap tingkat hierarki

Perhitungan ini akan menghasilkan tingkat bobot kepentingan tiap kriteria, subkriteria dan alternatif.

8. Pengujian konsistensi

Pengujian konsistensi merupakan tahap akhir yang dilakukan pada setiap kriteria-kriteria, subkriteria dan alternatif sehingga data-data yang diperoleh layak untuk digunakan dan diterapkan. Jika hasil uji yang diperoleh tidak konsisten maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengulang lagi tahap awal, yakni menentukan kembali calon pakar atau responden.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Panen Jagung

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Petir, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Provinsi Banten merupakan sentra pabrik pakan ternak sehingga permintaan akan jagung pada wilayah ini sangat tinggi. Kabupaten Serang merupakan salah satu penerima bantuan sosial sarana pascapanen Kementerian Pertanian.

Kelompok tani (poktan) jagung di Kabupaten Serang melakukan kegiatan pemanenan dengan cara memetik tongkolan jagung dan langsung dimasukan kedalam karung. Beberapa hari sebelum panen, bagian atas tanaman jagung dipotong setelah kelobot mulai mengering untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak, kemudian jika musim kemarau kelobot jagung dibuka untuk mempercepat pengeringan tongkol namun pada saat musim hujan tongkolan dipanen beserta kelobotnya yang kemudian akan dikupas. Di beberapa tempat seperti di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung panen dilakukan dengan menyabit batang tanaman jagung, tongkolan jagung dipetik, dikumpulkan dan dikupas kelobotnya.

Percobaan dilakukan pada lahan tanaman jagung milik ketua poktan karya tani. Varietas jagung yang digunakan poktan ini adalah Bisma 19. Varietas ini merupakan jagung komposit dengan umur panen sekitar 96 hari. Bentuk tongkol besar dan silindris yang terletak di tengah-tengah batang tanaman. Kelobot tertutup baik dengan biji berwarna kuning berbentuk semi mutiara. Barisan biji pada tongkol lurus dan rapat dan potensi hasil sekitar 5.7 ton/ha.

Susut kuantitas

(29)

17

Dari hasil susut kuantitas panen yang diperoleh, terlihat bahwa setiap perlakuan pada setiap musim menghasilkan susut yang berbeda dan dapat dilihat pada Gambar 8. Pada percobaan pertama, susut panen dipetik pada musim kemarau 1.33%, sedangkan panen disabit 0.89%, susut panen dipetik dan disabit pada musim hujan berturut-turut 1.17% dan 0.88%. Pada percobaan kedua, susut panen dipetik pada musim kemarau 0.86% sedangkan panen disabit 0.66%, susut panen dipetik dan disabit pada musim hujan berturut-turut 1.167% dan 0.85%.

Analisis sidik ragam untuk susut panen menunjukan nilai signifikansi ≥ 5% sehingga perlakuan panen dipetik dan disabit pada kelompok musim kemarau dan musim hujan tidak berpengaruh nyata terhadap susut. Hal ini berarti panen jagung baik dilakukan dengan dipetik maupun disabit menghasilkan susut yang sama dan tidak berbeda nyata. Namun, pemanenan jagung dengan menebas tanaman sangat menguntungkan ketika musim hujan karena pada waktu hujan melakukan panen akan menyebabkan tergesa-gesanya pelaksanaan panen dan pengangkutan hasil panen tersebut. Hal ini dapat menyebabkan jagung yang dipanen sebagian akan tercecer/terbuang ke hamparan tanah dan susut yang dihasilkan lebih banyak daripada panen saat musim kemarau. Ditambah lagi dengan keterbatasan tenaga kerja yang menyebabkan penundaan panen sehingga akan mengakibatkan kehilangan hasil secara signifikan (World Bank et al. 2011).

Titik kritis kehilangan hasil saat panen adalah pelaku panen yang terkesan terburu-buru dan tidak hati-hati. Cara panen manual dengan langsung melakukan pemetikan pada pangkal buah menghasilkan banyak butiran yang tertinggal pada kelobot dan jatuh di lokasi panen. Jagung yang masih berkelobot dapat menghindari tercecernya biji di lapangan. Namun, tercecer akan banyak terjadi di penumpukan sementara ketika jagung dikupas kelobotnya. Penggunaan alas tempat pengumpulan sementara dan pengupasan kelobot harus selebar mungkin sehingga jagung dapat tertampung dan jagung yang tercecer di alas dapat disortasi dari kotoran seperti rambut jagung.

Waktu proses

Proses panen jagung di Indonesia masih dilakukan secara manual. Berdasarkan World Bank et al. (2011), pada petani jagung dengan luas lahan yang kecil, panen dengan mekanis bukanlah pilihan karena skala luasan yang tidak tepat serta biaya yang tidak terbayarkan.

(30)

18

Proses panen pada penelitian ini dilakukan oleh dua orang petani yang biasa melakukan pemanenan jagung. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa cara panen dengan sabit mengkonsumsi waktu lebih lama dibandingkan panen dengan cara dipetik dan hasil analisis sidik ragam menunjukan nilai sig. < 5% sehingga waktu proses pada setiap perlakuan cara panen berbeda nyata. Namun, faktor musim tidak menghasilkan perbedaan waktu proses yang berbeda nyata.

Waktu pemanenan dengan cara dipetik pada musim hujan lebih lama dibandingkan pada musim kemarau karena pada musim hujan tongkolan jagung tidak dibuka kelobotnya sebelum pemanenan sebagaimana yang terjadi pada tanaman jagung di musim kemarau. Sehingga, ada tambahan waktu untuk melakukan pelepasan kelobot dari jagung tongkolan.

Tahapan panen dengan cara disabit lebih panjang daripada dipetik karena tanaman ditebas, dikumpulkan, dan kelobot dibuka. Sedangkan cara panen disabit tanaman langsung dimasukan kedalam karung dan khusus musim hujan ditambah proses pengupasan kelobot. Walaupun demikian, cara panen disabit tidak menyisakan sisa tanaman jagung di lahan dan lahan langsung dapat diolah. Berbeda halnya dengan cara panen dipetik dimana diperlukan tambahan waktu untuk penebasan bagian atas tanaman (pembukaan kelobot khusus musim kering) dan pembersihan lahan dari sisa tanaman jagung.

Kadar Air

Kadar air jagung yang dipanen pada musim kemarau adalah sebesar 24.9% ± 1.8 dan pada musim hujan 28.7% ± 1.1. Hasil analisis uji T didapatkan bahwa ternyata ada pengaruh kadar air panen pada musim kemarau dan musim hujan karena Sig. < 5%. Menurut Swastika et al. (2004), kadar air jagung menjadi tidak menentu dan tidak dapat diprediksi pada saat musim hujan. Salah satu penyebab kehilangan hasil adalah kadar air (World Bank et al. 2011). Setiap proses pascapanen membutuhkan persyaratan kadar air optimum, misalnya pada proses pemipilan dimana jagung yang akan dipipil harus dikeringkan terlebih dahulu sampai dibawah 14% (Nkakini, 2007).

Pada musim kemarau sistem panen dengan cara perebahan tanaman melalui tebasan menggunakan sabit dan cara panen dipetik dengan membuka kelobot dapat diterapkan sebagai fungsi pengeringan awal. Panen di musim hujan, petani dihadapkan pada kendala pengeringan. Penundaan panen sampai datangnya musim kemarau akan mengakibatkan rusaknya jagung. Sedangkan panen tepat waktu di

(31)

19

musim hujan, petani sulit untuk menurunkan kadar air sebelum dilakukan proses pemipilan. Sehingga, sangat penting untuk memperhatikan pola tanam untuk memastikan panen dapat tepat di musim kemarau atau diperlukan sarana pascapanen pengering untuk mendukung penurunan kadar air jagung panen.

Pemipilan Jagung

Kegiatan pemipilan jagung meliputi kegiatan melepas biji dari tongkol, memisahkan kotoran dan mengangkut jagung pipilan kering ke tempat proses selanjutnya. Penelitian ini juga dilakukan di poktan karya tani. Perlakuan pemipilan terdiri dari pemipilan dengan tenaga manusia dan mekanis. Pemipilan secara tradisional di poktan ini menggunakan alat sederhana yang terbuat dari tongkol jagung yang dibalut dengan karet ban. Pemipil mekanis yang digunakan pada percobaan adalah mesin pemipil jagung bantuan sosial sarana pascapanen Kementan yaitu corn sheller dan mesin pemipil yang biasa digunakan petani setempat yaitu power thresher multiguna (Gambar 10).

Susut kuantitas

Proses pemipilan dan bahan yang digunakan mengikuti kebiasaan petani setempat. Hasil analisis sidik ragam didapatkan adanya pengaruh perlakuan pemipilan terhadap kehilangan hasil karena Sig. < 5%, namun tidak ada pengaruh nyata untuk kelompok musim (Sig. ≥ 5%). Analisis lanjut LSD didapatkan bahwa pemipilan secara manual menghasilkan susut kuantitas yang memberikan perbedaan jelas terhadap pemipilan mekanis baik menggunakan corn sheller maupun power thresher multiguna. Sedangkan antara corn sheller dan power thresher multiguna tidak memiliki perbedaan susut kuantitas yang signifikan.

Pemipilan menggunakan power thresher multiguna menghasilkan jagung pipil yang banyak terikut kotoran. Berbeda dengan corn sheller dimana kotoran

Gambar 10 Alat pemipil: (a) tradisional; (b) corn sheller; (c) power thresher multiguna

(32)

20

terpisahkan dari jagung pipil. Bentuk kontruksi silinder pemipil sangat berbeda untuk kedua mesin yang dapat dilihat pada Gambar 11. Tidak terdapatnya pengarah dan sarangan pada power thresher multiguna menyebabkan jagung banyak tertinggal pada junggelnya sehingga pemipilan harus dilakukan 3 sampai 4 kali pengulangan.

Mesin pemipil mekanis sangat sederhana, sehingga dapat dibuat oleh semua bengkel alsin pertanian. Permintaan harga yang murah terkadang mengabaikan kualitas bahan yang digunakan untuk membuat mesin tersebut. Kemampuan kerja mesin pemipil bijian sangat tergantung dari parameter kerja mesin tersebut, semakin tinggi kecepatan putar silinder maka semakin kecil kehilangan hasil (Osuke 2013). Standar Nasional Indonesia (SNI) 7428:2008 dan SNI 7866:2013 dapat menjadi acuan bagi petani untuk lebih kritis dalam membeli mesin pemipil jagung.

Apabila dilakukan perbandingan antara SNI dan spesifikasi mesin pemipil yang disajikan pada Tabel 6, corn sheller tidak memenuhi SNI untuk putaran silinder dan kapasitas kerja. Sedangkan untuk power thresher multiguna, keempat parameter tersebut memenuhi SNI. Kecepatan putaran silinder corn sheller lebih rendah dari pada power thresher multiguna. Operator sarana corn sheller menghindari kecepatan yang tinggi karena mesin akan macet. Kecepatan tersebut merupakan kecepatan yang menjadi patokan petani ketika melakukan pemipilan. Meskipun spesifikasi power thresher multiguna sudah sesuai SNI, namun hasil pipilan harus dilakukan proses pengayakan karena banyaknya kotoran yang terikut. Sehingga, perlu dilakukan pengukuran parameter lain terhadap sarana power thresher multiguna untuk mengurangi susut kuantitas.

Ergonomik kerja power thresher multiguna untuk kegiatan pemipilan jagung sangat tidak aman bila dibandingkan dengan corn sheller. Hal ini disebabkan desain hopper yang tidak cocok untuk jagung sehingga tangan yang mendorong jagung untuk masuk kedalam hopper terlalu dekat dengan silider pemipil. Mesin perontok buatan lokal secara umum dioperasikan secara manual, desain perontok yang ergonomis akan menyebabkan proses kegiatan akan berlangsung dengan aman (Kumar et al. 2002).

Waktu proses

Proses pemipilan dilakukan oleh tiga orang petani sebagai operator yang biasa mengoperasikan sarana pemipil yang digunakan pada penelitian ini. Sedangkan pemipilan manual dilakukan oleh lima orang petani. Konsumsi waktu pemipilan

Tabel 6 Spesifikasi sarana pemipil yang digunakan pada percobaan

No Parameter Satuan

Spesifikasi

Corn sheller Power thresher multiguna 1 Daya motor penggerak kW 4 (diesel) 5 (diesel) 2 Dimensi silinder pemipil

a.Panjang mm 700 750

b.Diamater mm 300 350

3 Putaran silinder pemipil

dengan beban kerja rpm 370 620

(33)

21

perlu diperhatikan. Waktu proses yang lama mengakibatkan efisiensi pemipilan menurun. Proses pascapanen yang tertunda menyebabkan kerusakan dan memperbesar kehilangan hasil (World Bank et al. 2011). Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pemipilan secara manual menghasilkan susut kuantitas yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan pemipilan yang dilakukan secara mekanis. Namun, waktu yang dihabiskan untuk melakukan kegiatan pemipilan dengan cara manual lebih lama bila dibandingkan dengan mesin. Dari hasil analisis sidik ragam, waktu proses pemipilan manual dan mekanis memiliki perbedaan yang sangat signifikan karena memiliki nilai signifikansi < 5%. Berbeda halnya dengan pemipilan mekanis dimana waktu proses antara corn sheller dan power thresher multiguna tidak memiliki hasil yang mutlak berbeda (Sig. ≥ 5%).

Penggunaan sarana pemipil perlu memperhatikan konstruksi gigi-gigi yang spesifik, agar dapat digunakan untuk menghasilkan jagung pipilan yang berkualitas dan tingkat kehilangan hasil yang rendah (Aqil 2010). Kecepatan putaran silinder pemipil berpengaruh terhadap kapasitas pemipilan.

Kadar air

Kadar air jagung yang dipipil pada musim kemarau adalah sebesar 24.2% ± 0.4 dan pada musim hujan 25.3% ± 0.5. Hasil analisis ujiT menunjukan tidak ada pengaruh kadar air pemipilan pada musim kemarau dan musim hujan karena Sig. ≥ 5%. Jagung seharusnya mempunyai kadar air serendah mungkin sebelum dipipil. Semakin kecil kadar air maka semakin kering jagung sehingga biji jagung mudah lepas dari janggelnya, biji lebih keras, dan kotoran lebih ringan. Panen di musim kemarau seharusnya memberikan keuntungan bagi petani untuk menurunkan kadar air jagung. Pengukuran kadar air berdasarkan kebiasaan petani yaitu dengan cara ditekan atau digigit menyebabkan kadar air tidak terukur secara tepat. Sehingga kadar air jagung yang akan dipipil baik pada musim kemarau maupun musim hujan tidak berbeda nyata.

Kadar air jagung yang tinggi pada proses pemipilan menyebabkan banyaknya jagung yang tidak terpipil terutama pada saat musim hujan. Menurut Osuke (2013), susut perontokan akan menurun apabila kadar air 17% atau di bawahnya dan semakin tinggi kapasitas pemasukan bahan maka semakin banyak bahan yang tidak terpipil.

Tabel 7 Susut kuantitas dan waktu pemipilan Perlakuan

Susut kuantitas (%) Waktu pemipilan (jam/ton)

Power thresher multiguna 1.36b 2.02b 1.3b 1.4b

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

(34)

22

Prioritas Sarana Pascapanen

Sarana pascapanen jagung merupakan sarana yang tidak murah bagi petani. Hasil dari pemanfaatannya diharapkan dapat membantu petani seoptimal mungkin dan memberikan keuntungan maksimal. Peran aktor sangat dibutuhkan sehingga petani jagung bisa mempunyai sarana yang tepat guna. Adapun aktor yang berperan terhadap penentuan sarana yang dapat menurunkan susut kuantitas adalah:

1. Pemerintah

Kontinuitas suplai jagung sangat tergantung dari petani. Keterlibatan pemerintah terhadap penyediaan sarana pascapanen jagung yang tepat guna di tingkat petani akan membantu dalam peningkatan volume produksi melalui penurunan susut kuantitas.

2. Lembaga litbang

Sarana dengan teknologi yang mudah digunakan akan membantu petani dalam pemanfaatannya. Teknologi tersebut juga harus dapat mendukung penurunan susut kuantitas dan menghasilkan output yang dapat menguntungkan petani.

3. Importir/Pabrikan Alsintan

Pelaku usaha sarana pascapanen berskala besar juga melakukan impor sarana pascapanen yang tidak diproduksi di dalam negeri. Terkadang juga ditawarkan sarana impor dengan harga murah walaupun sarana tersebut sudah bisa kita produksi.

4. Bengkel Alsintan

Teknologi sarana yang sederhana sudah banyak diproduksi di bengkel-bengkel alsintan. Skala usaha bengkel-bengkel alsintan masih kecil dimana produksi berdasarkan pesanan. Petani juga banyak yang melakukan pemesanan dikarenakan dapat meminta spesifikasi sarana dan bahan yang sesuai dengan keinginan petani.

5. Lembaga Keuangan

Seperti halnya di dalam budi daya, petani tidak lepas dari kredit dari lembaga keuangan. Lembaga tersebut membantu petani dalam kepemilikan sarana pascapanen dalam membantu usaha taninya. Kredit tersebut akan mendukung perolehan sarana yang tidak hanya sekedar murah tetapi sarana yang mampu menurunkan susut kuantitas.

Kriteria-kriteria berdasarkan hasil telaah literatur dan wawancara yang dianggap cocok untuk digunakan dalam penentuan sarana pascapanen yang dapat menurunkan susut kuantitas adalah sebagai berikut:

1. Kriteria Kualitas Hasil

Kualitas hasil merupakan salah satu kriteria yang penting dalam pemanfaatan sarana pascapanen. Bagi petani, dengan menggunakan sarana pascapanen tidak hanya mempercepat proses, namun hasilnya diharapkan dapat dijual dengan harga yang menguntungkan. Adapun subkriteria dari kriteria kualitas hasil adalah kesesuaian SNI dan harga jual.

2. Kriteria Teknologi

(35)

23

kuantitas, dengan subkriteria SNI/Test report, suku cadang, dan kelengkapan dokumen.

3. Kriteria Harga

Harga merupakan salah satu faktor penting karena terkait dengan biaya awal yang harus dikeluarkan dalam pembelian sarana dan biaya operasional penggunaan sarana tersebut. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh petani harus sekecil mungkin untuk memperbesar pendapatan. Subkriteria pada faktor ini terdiri dari harga sarana, biaya tetap, dan biaya operasional.

4. Kriteria Manajemen Usaha

Sarana pascapanen jagung yang akan digunakan oleh petani merupakan sarana dengan teknologi tertentu yang membutuhkan pengetahuan dalam pemanfaatannya sehingga sarana tersebut dapat bekerja optimal. Selain itu, supaya hasil pemanfaatannya maksimal maka harus digunakan secara berkelompok. Sehingga, manajemen usaha merupakan salah satu kriteria penting, yang terdiri dari subkriteria kelembagaan dan kualitas SDM.

5. Kriteria Risiko

Dalam melakukan kegiatan ekonomi, petani harus menanggung segala kemungkinan risiko yang akan terjadi. Sarana pascapanen yang akan digunakan adalah sarana dengan risiko terkecil. Risiko keadaan lokasi dan perbedaan varietas menjadi pilihan sebagai subkriteria.

Struktur hirarki kemudian dijadikan dasar dalam pembuatan kuesioner yang dapat dilihat pada Lampiran. Evaluasi dari setiap level pada hirarki menggunakan perbandingan berpasangan. Data yang didapat dari pengisian kuesioner oleh pakar dan responden potensial diolah dengan menggunakan software expert choice 11. Teknik penentuan pakar dan responden potensial dilakukan dengan metode purposive sampling. Adapun pakar/responden potensial yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 9 orang yang terdiri dari pemerintah pusat, Dinas Pertanian Kabupaten Serang, pelaku usaha tani, akademisi, peneliti, dan pelaku usaha sarana pascapanen. Pendapat pakar atau responden potensial yang tidak konsisten dimana nilai inkonsistensi lebih dari 0.10 tidak dapat digunakan untuk pengambilan keputusan (Saaty 1990).

Pendapat yang konsisten kemudian diambil rata-rata geometrisnya sehingga didapatkan satu nilai tingkat kepentingan dari aktor, kriteria, subkriteria, dan alternatif. Kemudian dilakukan pembobotan antar aktor, kriteria, subkriteria, dan alternatif yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Analisis tingkat kepentingan aktor

(36)

24

terhadap produk sarana pascapanen jagung yang sesuai dengan standar nasional. Sarana pascapanen jagung merupakan sarana yang tidak murah bagi petani. Hasil dari pemanfaatannya diharapkan dapat membantu petani seoptimal mungkin dan memberikan keuntungan maksimal. Program kerja pemerintah yang berupa bantuan sosial sarana pascapanen yang diberikan kepada petani merupakan stimulan penerapan pascapanen yang baik dan benar. Pemanfaatan sarana tersebut diharapkan mampu menurunkan susut kuantitas pascapanen. Sebagai bahan baku industri, kontinuitas suplai jagung sangat penting bagi industri. Keterlibatan pemerintah terhadap penyediaan sarana pascapanen jagung yang tepat guna di tingkat petani membantu dalam peningkatan volume produksi melalui penurunan susut kuantitas, sehingga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan industri.

Lembaga litbang merupakan elemen aktor prioritas kedua dengan bobot 0.275. Lembaga litbang termasuk didalamnya akademisi telah banyak melakukan penelitian mengenai sarana pascapanen jagung. Namun, manfaat penggunaannya terkait susut kuantitas pascapanen belum menjadi prioritas dalam penelitian. Para peneliti/perekayasa dapat memberikan jalan terhadap pilihan spesifikasi sarana sehingga manfaat penggunaannya bisa dirasakan oleh para petani. Sarana dengan

Penentuan Sarana Pascapanen Jagung yang dapat Menurunkan Susut Kuantitas

(Setiap alternatif sarana di bawah ini dihubungkan dengan setiap sub kriteria di atas)

Level 2

(37)

25

teknologi yang mudah digunakan membantu petani dalam pemanfaatannya. Teknologi tersebut juga harus dapat mendukung penurunan susut kuantitas dan menghasilkan output yang menguntungkan. Kegiatan sosialisasi dan produksi secara massal terhadap hasil penelitian perlu dilakukan untuk mengantarkan teknologi pascapanen sampai ke tingkat petani.

Prioritas ketiga dengan bobot 0.094 adalah bengkel alsintan. Pada umumnya sarana yang digunakan petani jagung terutama mesin pemipil dibuat oleh bengkel alsintan dengan tingkat kemampuan teknis yang cukup beragam (Tastra 2003). Teknologi sarana pascapanen sederhana sehingga bengkel alsintan mampu untuk membuatnya. Skala usaha bengkel alsintan masih kecil dimana produksi berdasarkan pesanan. Petani lebih percaya menggunakan jasa bengkel karena dapat memesan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan mereka. Namun, petani terkadang mengabaikan bahan yang digunakan serta teknologi yang ada sehingga hasil pemanfaatannya tidak maksimal. Demikian juga pelaku usaha bengkel diminta untuk berpartisipasi aktif dan meningkatkan kerja sama dengan lembaga litbang dan akademisi untuk mengembangkan serta memproduksi secara massal hasil penelitian. Sehingga, alih teknologi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Prioritas keempat dan kelima secara berurutan adalah importir/pabrikan alsintan (0.069) dan lembaga keuangan (0.054). Pelaku usaha sarana pascapanen berskala besar juga melakukan impor sarana pascapanen yang tidak diproduksi di dalam negeri. Terkadang juga ditawarkan sarana impor dengan harga murah walaupun sarana tersebut sudah bisa kita produksi. Seperti halnya di dalam budi daya, petani tidak lepas dari kredit yang berasal dari lembaga keuangan. Lembaga tersebut membantu petani dalam kepemilikan sarana pascapanen dalam membantu usaha taninya. Kredit tersebut mendukung perolehan sarana yang tidak hanya sekedar murah tetapi sarana yang mampu menurunkan susut kuantitas. Diperlukan adanya sinergitas antara petani, pemerintah dan swasta yang menciptakan pengembangan pascapanen yang berkelanjutan serta adanya perlindungan bagi semua pelaku usaha.

Analisis tingkat kepentingan kriteria dan subkriteria

Level ketiga merupakan kriteria dalam penentuan sarana pascapanen yang dapat menurunkan susut kuantitas jagung. Berdasarkan hasil perhitungan dengan software expert choice, didapatkan nilai bobot pada masing-masing elemen yang dapat dilihat pada Tabel 8. Kriteria dengan nilai bobot terbesar merupakan kriteria yang paling penting.

(38)

26

Kualitas hasil merupakan salah satu kriteria yang paling dominan dalam pemanfaatan sarana pascapanen. Bagi petani, dengan menggunakan sarana pascapanen tidak hanya mempercepat proses, namun hasilnya diharapkan dapat dijual dengan harga yang menguntungkan. Proses pascapanen jagung terdiri atas serangkaian kegiatan yang dimulai dari panen, pemipilan tongkol, pengeringan, pengemasan biji, dan penyimpanan. Apabila pada setiap proses tidak dilakukan secara tepat akan mengakibatkan penurunan kualitas produk karena butir rusak, butir berkecambah, atau biji keriput. Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi. Kualitas hasil jagung sangat terkait dengan kandungan aflatoksin yang dihasilkan oleh cendawan Aspergillus flavus(Tefera et al. 2011). Kriteria kualitas hasil terdiri dari sub kriteria kesesuaian SNI yang lebih dominan daripada sub kriteria harga jual, dengan bobot 0.631 dan 0.369 secara berurutan. Kualitas hasil yang sesuai dengan SNI sangat penting dari pemanfaatan sarana pascapanen, selain untuk menurunkan susut kuantitas, sehingga harga jual produk tinggi dan meningkatkan pendapatan petani. Persyaratan mutu jagung berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel 9.

Harga merupakan salah satu kriteria penting karena terkait dengan biaya awal yang harus dikeluarkan dalam pembelian sarana dan biaya operasional penggunaan sarana tersebut. Berdasarkan olahan data pada level empat hirarki AHP, dihasilkan bahwa biaya operasional merupakan sub kriteria yang paling berpengaruh, dengan bobot 0.641. Sub kriteria yang berpengaruh berikutnya adalah harga sarana (0.198) dan biaya tetap (0.61). Biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh petani khususnya biaya operasional harus sekecil mungkin untuk memperbesar pendapatan. Perlu dikembangkan sarana pascapanen yang terjangkau harganya oleh petani. Petani tidak memiliki ketersediaan modal dan harga sarana yang relatif mahal menyebabkan penggunaan sarana pascapanen jagung masih jarang ditemukan. Untuk itu perlu diupayakan adanya program bantuan khusus untuk sarana pascapanen dengan persyaratan yang mudah, suku bunga rendah dan dapat dijangkau oleh petani/kelompok tani.

Teknologi dari sarana pascapanen yang akan digunakan oleh petani diharapkan mampu mencapai tujuan yang diinginkan yaitu menurunkan susut kuantitas, dengan subkriteria SNI/Test report, suku cadang, dan kelengkapan dokumen. SNI/Test report, dengan bobot 0.630 merupakan elemen subkriteria yang lebih perlu diperhatikan, diikuti dengan suku cadang (0.198) dan kelengkapan dokumen (0.172). Sarana yang sesuai SNI atau telah memperoleh test report memberikan jaminan bahwa sarana tersebut mempunyai spesifikasi mutu yang mendukung penurunan susut kuantitas. Pemanfaatan sarana yang berkelanjutan sangat memerlukan ketersediaan suku cadang pada setiap lokasi pengembangan

Tabel 9 Spesifikasi persyaratan mutu jagung

No Parameter Satuan Persyaratan Umum

Gambar

Gambar 1 Alur pelaksanaan penelitian
Tabel 2  Spesifikasi mesin perontok multikomoditi untuk padi, jagung, kedelai
Gambar 2 Tahapan penelitian cara panen (berdasarkan KP DPTP 2012)
Gambar 3 Tahapan penelitian cara pemipilan (berdasarkan KP DPTP 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hikâye resimleriyle ilgisi etkinliğe daha çok çekilir.” Yine işitme yetersizliği olan çocuk için yapılan fiziksel ortam uyarlama çalışmasında öğretmen adayı çocuğu

Tidak hanya ini menjadi tanggung jawab kelompok tertentu, perhatian terhadap isu sosial dan lingkungan hidup menjadi tanggung jawab semua kalangan, baik itu instansi

Penggunaan sebuah aplikasi tentunya diawali dengan tampilan pertama yang pertama kali muncul pada saat seorang operator akan melakukan pengoperasian sistem. Form login

masing sebanyak 100 µL menggunakan pipet eppendorf larutan contoh yang telah siap dianalisis lalu dimasukkan ke dalam tabung analisis yang telah berisi 50 mL larutan SnCl 2 10

22 tahun 1999 ini mengakui serta menghormati hak asal-usul daerah/desa disesuaikan dengan sosial kultur dan hukum adat setempat, UU ini memberikan peluang bagi daerah/desa yang

Berkaitan dengan pembahasan yang di atas bimbingan klasikal dalam POP BK SMP (2016: 72) Pengertian Bimbingan klasikal merupakan kegiatan layanan yang diberikan

– Banyak informasi yang dapat diperoleh dari deskripsi yang terstruktur berupa halaman web, pencarian layanan, dan sumberdaya lainnya. • Dapat mengakomodasi berbagai

Tak lupa, penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/ RSUP Sanglah atas asuhan dan bimbingan selama mengikuti pendidikan