• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan Perebusan dan Variasi Ketebalan Vinir terhadap Karakteristik Vinir Lamina Kayu Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perlakuan Perebusan dan Variasi Ketebalan Vinir terhadap Karakteristik Vinir Lamina Kayu Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes)"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERLAKUAN PEREBUSAN DAN VARIASI

KETEBALAN VINIR TERHADAP

KARAKTERISTIK VINIR LAMINA KAYU SENGON

(

Falcataria moluccana

(Miq.) B. Grimes)

ROBBY HAKIM NUGRAHA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perlakuan Perebusan dan Variasi Ketebalan Vinir terhadap Karakteristik Vinir Lamina Kayu Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

(4)

ABSTRAK

ROBBY HAKIM NUGRAHA. Pengaruh Perlakuan Perebusan dan Variasi Ketebalan Vinir terhadap Karakteristik Vinir Lamina Kayu Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes) Dibimbing oleh I WAYAN DARMAWAN.

Kayu sengon merupakan jenis kayu yang banyak ditanam di hutan rakyat dan hutan tanaman. Kayu sengon merupakan jenis cepat tumbuh (fast growing species) dan berdiameter kecil yang masih tergolong sebagai kayu muda saat dipanen. Saat ini pemanfaatan kayu sengon masih terbatas sehingga perlu dikembangkan lagi menjadi produk lain seperti vinir lamina yang selama ini banyak menggunakan kayu dari hutan alam. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis terhadap karakteristik vinir lamina dan pengaruh perlakuan perebusan pada kayu sengon dan variasi ketebalan vinir. Karakteristik vinir lamina yang diuji adalah kadar air, kerapatan, berat jenis, penyusutan volume, keteguhan rekat, kerusakan kayu dan kekuatan mekanis dari vinir lamina. Pengujian pada penelitian ini mengacu pada JAS SE-11 2003 dan SNI 01-6240-2000 yang dimodifikasi. Kadar air vinir lamina diperoleh kurang dari 14 %. Nilai sifat fisis berupa kerapatan, berat jenis, dan susut volume masing-masing sebesar 0.30 – 0.44 g/cm2, 0.24 – 0.37, dan 4.34 – 6.29 %. Nilai sifat mekanis berupa keteguhan rekat, MOE dan MOR masing-masing sebesar 18.04 – 45.77 kg/cm2, 27755.47 – 59487.62 kg/cm2 dan 100.24 – 423.59 kg/cm2. Secara umum, vinir lamina dengan perlakuan perebusan 75 oC selama 8 jam dan tebal vinir 1 mm memiliki kualitas fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain.

Kata kunci: isosianat, kayu sengon, ketebalan vinir, perebusan, vinir lamina.

ABSTRACT

(5)

were 18.04 – 45.77 kg/cm2, 27755.47 – 5.9487.62 kg/cm2 dan 100.24 – 423.59 kg/cm2, respectively. Generally, the LVL made of veneers sengon with boiling treatment on 75 oC for 8 hours and 1 mm veneer thickness had better physical and mechanical characteristics than the other treatments

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

PENGARUH PERLAKUAN PEREBUSAN DAN VARIASI

KETEBALAN VINIR TERHADAP

KARAKTERISTIK VINIR LAMINA KAYU SENGON

(

Falcataria moluccana

(Miq.) B. Grimes)

ROBBY HAKIM NUGRAHA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Perlakuan Perebusan dan Variasi Ketebalan Vinir terhadap Karakteristik Vinir Lamina Kayu Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes)

Nama : Robby Hakim Nugraha NIM : E24090076

Disetujui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perlakuan Perebusan dan Variasi Ketebalan Vinir terhadap Karakteristik Vinir Lamina Kayu Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes)”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dimasa mendatang. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat sebagai penunjang penelitian di lapangan bagi semua pihak yang bersangkutan serta masyarakat luas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Orang tua tercinta (Alm. Bpk. Wahyu Gunadi dan Alm. Ibu Juhiroh), Teteh Yuni Rahmawati, Aa Heru Atmojo, Iftah Muflihatul Mukarramah dan seluruh keluarga penulis atas kasih sayang, cinta, doa dan dukungan yang telah diberikan.

3. Pak Kadiman, Pak Suhada, Pak Atin, Mas Irfan dan Ibu Esti selaku laboran di Laboraturium Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

4. Keluarga besar civitas Departemen Hasil Hutan dan Fakultas Kehutanan atas segala bantuannya.

5. Teman-teman DHH 46, Himasiltan, Asrama Sylvalestari, dan Asrama Sylvapinus atas semangat, doa, saran dan kritik yang telah diberikan kepada penulis.

6. Teman-teman Mark Up SL: Andal, Aang, Herdafi, Suryadi, Ismail, Imanuel, Ibnu, Riza, Satria, Helmy, Wildan, Dedi, dan Arif atas dukungan dan semangat yang telah diberikan.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Vinir Lamina 2

Perebusan Kayu Bulat 3

Perekatan 3

Sifat Fisis Kayu 4

Sifat Mekanis Kayu 5

METODE 6

Lokasi dan Waktu 6

Alat 6

Bahan 7

Prosedur Penelitian 7

Prosedur Pengujian 9

Sifat Fisis 9

Sifat Mekanis 10

Analisis Data 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kadar Air 11

Kerapatan 13

Berat Jenis 15

Susut Volume Vinir Lamina 17

Keteguhan Rekat 19

Modulus of Elasticity (MOE) 21

(13)

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

RIWAYAT HIDUP 38

LAMPIRAN 29

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerapatan yang meningkat secara progresif pada bagian empulur (kayu juvenil) kemudian berangsur-angsur stabil pada bagian dekat kulit saat

dewasa 5

2 Pembagian blok vinir dari empulur ke kulit 8

3 Contoh uji vinir lamina 8

4 Contoh uji keteguhan rekat 10

5 Kadar air vinir lamina dari empulur hingga kulit 12 6 Hubungan antara kadar air air vinir lamina dengan tebal vinir 13 7 Kerapatan vinir lamina dari empulur hingga kulit 14 8 Hubungan antara kerapatan vinir lamina dengan tebal vinir dan kayu solid 15 9 Berat jenis vinir lamina dari empulur ke kulit 16 10 Hubungan antara berat jenis vinir lamina dengan tebal vinir 17 11 Susut volume vinir lamina dari empulur hingga kulit 18 12 Hubungan antara susut volume vinir lamina dengan tebal vinir 19 13 Keteguhan rekat vinir lamina dari empulur hingga kulit 20 14 Hubungan antara keteguhan rekat vinir lamina dengan tebal vinir lamina 21 15 Modulus of Elasticity (MOE) vinir lamina dari empulur hingga kulit 22 16 Hubungan antara Modulus of Elasticity (MOE) vinir lamina dengan tebal

vinir dan kayu solid 23

17 Modulus of Rapture (MOR) vinir lamina dari empulur hingga kulit 24 18 Hubungan antara Modulus of Rapture (MOR) dengan tebal vinir pada

vinir lamina dan kayu solid 25

19 Hubungan antara keteguhan rekat dengan MOR vinir lamina 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai panjang vinir setiap blok dari kulit ke empulur (Tsoumis 1991) 29 2 Data kadar air, kerapatan, berat jenis dan susut volume vinir lamina kayu

sengon dengan tebal vinir 1 mm 30

3 Data kadar air,kerapatan, berat jenis dan susut volume vinir lamina kayu

sengon dengan tebal vinir 1.5 mm 31

4 Data kadar air, kerapatan, berat jenis, susut volume vinir lamina kayu

sengon dengan tebal vinir 2 mm 32

5 Data keteguhan rekat, MOE dan MOR vinir lamina kayu sengon dengan

tebal vinir 1 mm 33

6 Data keteguhan rekat, MOE dan MOR vinir lamina kayu sengon dengan

tebal vinir 1.5 mm 34

7 Data keteguhan rekat, MOE dan MOR vinir lamina kayu sengon dengan

tebal vinir 2 mm 35

8 Perbandingan kehalusan permukaan secara visual contoh uji vinir lamina 36

9 Proses pengujian sifat fisis vinir lamina 36

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan alam saat ini telah mengalami kerusakan akibat eksploitasi yang berlebihan, konversi lahan, bencana alam dan lain sebagainya. Hutan alam selama ini yang menjadi pemasok kayu sudah tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan. Hal ini mendorong beralihnya penggunaan kayu dari hutan alam ke jenis-jenis kayu dari hutan tanaman maupun hutan rakyat sebagai bahan baku industri perkayuan. Namun, jenis kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat umumnya merupakan kayu cepat tumbuh (fast growing species) yang memiliki beberapa kelemahan yaitu diameter kecil dan kualitas kurang baik akibat siklus tebangnya yang pendek yaitu 5 - 7 tahun. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai guna dan nilai tambahnya.

Salah satu jenis kayu yang ditanam dan banyak tersedia pada hutan rakyat adalah kayu sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes). Kayu sengon mempunyai berat jenis rata-rata 0.33 (0.24 – 0.49) dan tergolong dalam kelas kuat IV - V dan kelas awet IV - V (Martawijawa et al. 1989). Darmawan (2013) menyatakan bahwa kayu sengon yang dipanen dari hutan rakyat pada umur 5 - 7 tahun seluruh bagian kayunya adalah kayu muda (juvenile wood). Berdasarkan sifat dan karakteristiknya diketahui bahwa kayu muda memiliki kerapatan yang rendah, dan susut yang besar jika dibandingkan dengan kayu dewasa (mature wood).

Vinir lamina adalah salah satu produk kayu komposit yang terbuat dari beberapa lembaran vinir yang direkatkan menggunakan perekat. Beberapa keuntungan dari vinir lamina dibandingkan dengan kayu solid yaitu keteguhan lebih tinggi, simetris, ukuran yang dapat disesuaikan, dan homogen. Selain itu, vinir lamina memiliki lebih sedikit cacat seperti rolling, twisting, bending, dapat dilengkungkan dan juga lebih sedikit penyusutan dibandingkan dengan kayu solid. Vinir lamina yang banyak beredar dipasaran umumnya menggunakan bahan baku kayu yang berkualitas tinggi. Seiring dengan meningkatnya permintaan kayu komposit khususnya vinir lamina, pemanfaatan kayu sengon sebagai bahan baku vinir lamina untuk tujuan struktural tentunya akan meningkatkan nilai guna dan nilai tambahnya. Salah satunya dengan menggunakan proses mekanisasi yang baik menggunakan mesin pengupas vinir yang efisisen seperti Spindleness Rotary Cutting Machine.

(16)

2

proses perebusan kayu bulat dapat meningkatkan produksi vinir, meningkatkan kecerahan warna kayu, mematikan serangan jamur dan serangga pada kayu serta dapat meningkatkan kualitas vinir (Tsoumis 1991). Berdasarkan hal tersebut untuk mengetahui karakteristik vinir lamina perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh perlakuan perebusan dan variasi ketebalan vinir pada vinir lamina yang terbuat dari kayu berdiameter kecil dan berkualitas rendah seperti kayu sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan perebusan dan tebal vinir terhadap karakteristik vinir lamina dari kayu sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes).

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan mampu menghasilkan informasi bagi masyarakat dan industri perkayuan tentang teknologi pemanfaatan kayu sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes) sebagai bahan baku vinir lamina.

TINJAUAN PUSTAKA

Vinir Lamina

Vinir adalah suatu lapisan atau lembaran kayu yang dibuat dengan cara dikupas atau disayat yang memiliki ketebalan 2.5 - 3 mm tetapi terkadang dibuat dengan ketebalan 0.01mm - 12.5 mm (Bakar 1996). Vinir lamina merupakan salah satu bentuk panel kayu yang terbuat dari lembaran-lembaran vinir yang direkat dengan arah kayu sejajar dengan arah memanjang panel (Bakar 1996). Pease (1994) menyatakan bahwa vinir lamina dibuat dari lembaran vinir dengan ketebalan 2.5 - 4 mm, biasanya dari kayu daun jarum disusun berdasarkan arah serat yang sejajar dengan arah longitudinalnya. Menurut Walker (2006), produk vinir lamina yang dijual di pasaran saat ini memiliki dimensi panjang hingga 25 m, lebar 120 cm dan ketebalan antara 19 mm - 75 mm dengan bahan perekat phenol-folmaldehida yang masih memiliki emisi formaldehida.

(17)

3 solid seperti bengkok (bend), melengkung (warp) dan melenting (twisted) (Australian Government 2007).

Perebusan Kayu Bulat

Menurut Tsoumis (1991), perebusan kayu bulat akan memperpanjang masa pakai pisau, meningkatkan produksi vinir, meningkatkan kecerahan warna kayu, mematikan serangan jamur dan serangga pada kayu serta dapat meningkatkan kualitas vinir berupa peningkatan keseragaman ketebalan, kehalusan dan berkurangnya retak vinir. Perebusan kayu adalah teknik pelunakan kayu secara bertahap. Temperatur air biasanya tidak lebih dari 80 - 90 °C. Perebusan kayu dengan kerapatan sangat tinggi dan kondisi kayu abnormal dapat diberikan perlakuan perebusan dengan temperatur rendah yaitu sekitar 35 - 40 oC. Lama perebusan dapat disesuaikan dengan jenis kayu, kerapatan, diameter log, kadar air kayu setelah pemanenan, temperatur air, dan temperatur kayu bulat saat pembekuan.

Sanderman dan Augustin (1963) menyatakan bahwa suhu dapat mempengaruhi sifat-sifat fisika, struktur dan sifat-sifat kimia kayu. Namun menurut Fengel (1995), tidak hanya suhu yang dapat menyebabkan perubahan pada kayu namun waktu perlakuan, atmosfer, tekanan, kandungan air dan keadaan distribusi. Contoh perubahan sifat-sifat fisika adalah pengurangan penyerapan, berat kering, dan dimensi kering kayu (Kollman dan Schneider 1963). Penelitian tentang pengaruh pemanasan pada kayu bulat dengan pemberian uap panas (steaming) dilakukan oleh Faix et al. (1988) yang menemukan adanya kemungkinan lignin mulai berubah pada suhu 47 oC. Schaffer (1973) melaporkan bahwa suhu 55 oC sebagai awal dari perubahan suatu polimer. Perubahan-perubahan yang disebabkan oleh perlakuan hidrotermal ditentukan oleh reaksi hidrolisis.

Perekatan

Perekat merupakan substansi yang dapat menyatukan dua buah benda melalui ikatan permukaan (Pizzi 1994). Daya tarik-menarik yang dihasilkan dari interaksi atom, ion-ion, dan molekul-molekul yang ada pada perekat dan sirekat biasa dinamakan daya valensi. Ikatan mekanik disebut juga sebagai aksi saling mengikat, yang berarti permukaan diikat bersama-sama dengan perekat (Vick 1999). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perekatan yaitu kondisi permukaan kayu (kehalusan dan kebersihan), kadar air kayu (8 - 12% pada kempa dingin dan 2 - 8% pada kempa panas), metode pelaburan perekat dan kualitas perekat agar dihasilkan kontak yang baik antara bidang rekat (permukaan kayu) dengan perekat (Tsoumis 1991).

Perekat dibagi menjadi dua, yaitu perekat thermosetting dan perekat

thermoplastic. Perekat thermosetting merupakan perekat yang mengeras bila

terkena panas atau reaksi kimia berupa katalisator yang disebut hardener. Perekat ini tidak bisa melunak lagi. Beberapa jenis perekat thermosetting adalah urea

(18)

4

formaldehida. Perekat thermoplastic merupakan perekat yang dapat melunak bila terkena panas, dan akan mengalami pengerasan lagi jika suhunya sudah rendah. Beberapa contoh perekat ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive, dan acrylic adhesive (Pizzi 1994).

Salah satu perekat yang dapat digunakan secara thermosetting dan thermoplastic adalah perekat isosianat. Perekat isosianat dapat mengeras pada suhu kamar atau suhu yang lebih tinggi. Keuntungan perekat ini adalah penggunaannya lebih efisien karena hanya dibutuhkan sedikit perekat isosianat untuk menghasilkan sifat-sifat papan yang sama dengan yang menggunakan perekat lain, dapat digunakan dengan pengempaan rendah, lama pengempaan lebih cepat, lebih toleran terhadap kadar air, energi yang dibutuhkan untuk pengeringan lebih sedikit dan tidak adanya emisi formaldehida sehingga aman bagi kesehatan (Marra 1992). Perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999).

Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu adalah karakteristik kuantitatif dan ketahanan terhadap pengaruh dari luar. Menurut Bowyer et al. (2003) sifat fisis kayu yang penting dan mempengaruhi sifat mekanis kayu adalah kadar air, kerapatan dan berat jenis.

Kadar Air

Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu atau produk kayu. Kadar air kayu sangat dipengaruhi oleh sifat higroskopis kayu. Air dalam kayu terdapat pada dinding sel dan rongga sel. Air dalam kayu tediri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Air yang terdapat dalam rongga sel kayu disebut sebagi air bebas (free water), sedangkan yang terdapat di dalam dinding sel dinamakan air terikat (bound water). Kadar air segar dalam satu pohon bervariasi tergantung tempat tumbuh dan umur pohon. Kadar air kayu akan berubah sesuai dengan kondisi iklim tempat dimana kayu berada akibat dari perubahan suhu dan kelembaban udara (Bowyer et al. 2003). Kadar air yang disyaratkan menurut JAS SE-11 2003 dan SNI 01-6240-2000 untuk vinir lamina tidak lebih dari 14%.

Kerapatan

(19)

5

Karapatan

(Sumber : Bowyer et al, 2007)

Berat Jenis

Bowyer et al (2003) mendefinisikan berat jenis kayu sebagai perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat kering tanur dan volume pada kandungan air yang telah ditentukan) dengan kerapatan air pada 4 °C, yaitu 1 g/cm3. Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya. Umumnya semakin tinggi berat jenis kayu, semakin berat dan semakin kuat kayu tersebut.

Susut Volume

Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa penyusutan volume kayu adalah pengurangan volume kayu dibandingkan dengan volume awal kayu dan dinyatakan dalam persen. Dimensi kayu akan stabil pada kadar air di atas titik jenuh serat. Penyusutan terjadi pada saat molekul-molekul air terikat melepaskan diri dari antara molekul-molekul selulosa berantai panjang dan molekul-molekul hemiselulosa. Hubungan antara penyusutan dan kandungan air pada dasarnya adalah linear. Banyaknya penyusutan yang terjadi umumnya sebanding dengan banyaknya air yang keluar dari dinding sel.

Sifat Mekanis Kayu

Menurut Mardikanto et al (2011), sifat mekanis kayu atau sifat kekuatan kayu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya yang datangnya dari luar, yang biasa disebut gaya luar atau beban. Kekuatan maupun kekakuan kayu akan meningkat dengan semakin besarnya berat jenis (Haygreen dan Bowyer 1996). Faktor dominan yang sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis adalah berat jenis atau kerapatan. Kayu yang memiliki berat jenis atau kerapatan rendah sulit akan menghasilkan sifat mekanis yang tinggi kecuali dengan bantuan teknologi pengolahan kayu. Sifat mekanis yang banyak diuji untuk mengetahui kualitas kayu adalah keteguhan geser rekat, Modulus of Elasticity (MOE), dan Modulus of Rapture (MOR).

(20)

6

Keteguhan Geser Rekat

Menurut Mardikanto et al (2011), keteguhan geser kayu adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya yang cenderung untuk menggeser satu bagian dengan yang lain dari kayu yang sama. Selanjutnya keteguhan geser rekat adalah kemampuan menahan beban horizontal searah garis rekat yang diberikan pada luasan bidang rekat untuk menguji kualitas rekatannya.

Modulus of Elasticity (MOE)

Modulus of Elasticity (MOE) atau kekakuan lentur kayu adalah suatu nilai yang konstan dan merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah batas proporsi. Tegangan didefinisikan sebagai distribusi gaya per satuan luas, sedangkan rengangan adalah perubahan panjang per unit panjang bahan. MOE berkaitan dengan regangan, defleksi dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh besar dan letak pembebanan, panjang dan ukuran balok serta MOE kayu itu sendiri. Semakin tinggi MOE maka semakin kecil defleksi balok dengan ukuran tertentu pada beban tertentu dan semakin tahan terhadap perubahan bentuk (Bowyer et al 2003).

Modulus of Rapture (MOR)

Menurut Kollman dan Cote (1968) kekuatan lentur atau Modulus of Rupture (MOR) adalah sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu yaitu ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya dan cenderung merubah bentuk ukuran kayu tersebut. MOR dihitung berdasarkan beban maksimum (beban pada saat patah) yang dialami saat uji keteguhan lentur dengan menggunakan pengujian yang sama untuk MOE (Bowyer et al. 2003).

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu (TPMK), Laboratorium Rekayasa Desain dan Bangunan Kayu (RDBK), Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Juni sampai November 2013.

Alat

Peralatan utama digunakan dalam penelitian ini adalah Spindleness Rotary

Cutting Machine yang digunakan untuk mengupas kayu bulat menjadi lembaran

(21)

7 pendukung penelitian yang juga digunakan adalah circular saw, pisau pemotong (cutter), sarung tangan, kamera, dan karet gelang.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah kayu sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes) dalam bentuk kayu bulat berdiameter 20 - 25 cm dengan panjang 50 cm dan perekat isosianat. Kayu sengon diperoleh dari hutan tanaman rakyat Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah kayu sengon yang digunakan sebanyak 15 batang kayu bulat. Perekat yang digunakan merupakan jenis perekat campuran merek dagang Polymare Isosyanate (PI) Bond. Perekat ini diproduksi oleh PolyOshika Co Ltd di Jepang dan didistribusikan oleh PT Polychemi Asia Pasifik Indonesia. Perekat tersebut termasuk ke dalam jenis perekat Water Based Polymer Isosyanate (WBPI) tipe PI-127 (base resin) dan H-3M (hardener). Pada proses perekatannya dengan menggunakan perbandingan 100 : 15 antara base resin dan hardener-nya serta berat labur 200 g/m² sesuai dengan petunjuk penggunaan yang disarankan oleh PolyOshika Co Ltd.

Prosedur Penelitian Perebusan Kayu

Kayu sengon (Falcataria moluccana (Miq.) B. Grimes) berdiameter 20 - 25 cm dan panjang 50 cm dikupas menjadi vinir dalam kondisi segar sebagai kontrol. Dilakukan empat perlakuan perebusan pada kayu bulat sebelum proses pengupasan vinir yaitu dengan menggunakan suhu ±50 °C selama 4 jam, suhu ±50 °C selama 8 jam, suhu ±75 °C selama 4 jam dan suhu ±75 °C selama 8 jam. Kayu bulat yang telah direbus dikondisikan selama 5 menit sebelum dikupas

Pengupasan Kayu Bulat dan Pengambilan Contoh Uji Vinir

Pengupasan kayu bulat dilakukan dengan tiga variasi ketebalan vinir, yaitu 1 mm, 1.5 mm, dan 2 mm. Panjang vinir hasil pengupasan kayu bulat sampel dihitung dengan menggunakan persamaan menurut Tsoumis (1991) berikut:

dimana:

M = panjang total vinir (m) = 3.14

d1 = diameter awal kayu bulat (m) d2 = diameter akhir kayu bulat (m) a = tebal vinir (m)

(22)

8

dipotong lembaran vinir dengan ukuran 3 cm x 50 cm sebanyak 24 lembar vinir dengan tebal 1 mm, 14 lembar vinir dengan tebal 1.5 mm, dan 11 lembar vinir dengan tebal 2 mm. Vinir hasil pengupasan dikeringkan hingga kadar air 8 - 10%.

Pembuatan Vinir Lamina

Vinir lamina dibuat dari susunan vinir sesuai ketebalaan vinirnya dengan target ketebalan contoh uji vinir lamina 2 cm. Dengan demikian vinir lamina yang dibuat berukuran 3 cm x 2 cm x 50 cm. Perekatan dilakukan pada kedua bidang rekat (double spread) dengan berat labur 200 g/m2. Pelaburan perekat dilakukan dengan menggunakan potongan-potongan sandal karet sesuai dengan kebutuhan masing-masing vinir lamina. Lembaran vinir yang telah disusun kemudian dikempa dengan menggunakan kempa dingin (cold press) bertekanan 10 kg/cm2 selama ±1 jam. Selanjutnya vinir lamina dikeluarkan dari mesin kempa dan dilakukan pengkondisian selama 1 minggu untuk menstabilkan ikatan rekatnya hingga mencapai kering udara. Vinir lamina yang telah dikondisikan selanjutnya dipotong pada bagian tepi (trimming) menjadi contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 45 cm.

Gambar 2 Pembagian blok vinir dari empulur ke kulit

(23)

9

Prosedur Pengujian

Pengujian karakteristik vinir lamina berupa sifat fisis dan mekanis. Sifat fisis yaitu kadar air, kerapatan, berat jenis dan sifat mekanis yaitu MOE, MOR, dan keteguhan geser rekat diuji mengacu pada JAS SE-11 2003 dan SNI 01-6240-2000 yang dimodifikasi.

Sifat Fisis Kadar Air, Kerapatan dan Berat Jenis

Kadar air, kerapatan dan berat jenis dihitung secara gravimetri menggunakan contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 5 cm. Pengukuran dilakukan dengan menimbang berat kering udara (BA) contoh uji dan berat kering tanur (BKT) serta volumenya dihitung dengan menghitung dimensi contoh uji menggunakan kaliper digital. BKT diperoleh dengan mengoven contoh uji pada suhu (103 ± 2) °C selama 24 jam hingga beratnya konstan. Nilai kadar air contoh uji dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Keterangan:

KA = Kadar air (%)

BA = Berat kering udara contoh uji (gram) BKT = Berat kering tanur contoh uji (gram)

Kerapatan dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Keterangan:

⍴ = Kerapatan contoh uji (gram/cm3) BKU = Berat kering udara contoh uji (gram) VKU = Volume kering udara contoh uji (cm3)

Berat jenis dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

฀ ฀

Keterangan: ⍴ air = 1 g/cm3

BKT = Berat kering tanur contoh uji (gram) VKU = Volume kering udara (cm3)

Susut Volume

(24)

10

menghitung selisih antara volume awal (VA) dengan volume akhir (VB) yang dibandingkan dengan dimensi awalnya. Volume akhir (VB) dihitung setelah contoh uji dioven (103 ± 2) °C selama 24 jam hingga beratnya konstan. Besarnya susut dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

Keterangan:

SV = Susut volume (%) VA = Volume awal (cm3) VB = Volume akhir (cm3)

Sifat Mekanis Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan memberikan pembebanan pada bidang rekat yang sejajar pada arah serat dengan meletakkan contoh uji secara vertikal. Contoh uji yang digunakan berukuran 2 cm x 2 cm x 10 cm, kemudian ditipiskan pada bagian tebalnya menjadi 2 cm x 1.5 cm x 10 cm menyesuaikan dengan alat uji yang digunakan. Selanjutnya pengujian dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merek Instron® series IX version 8.27.00 dengan kapasitas 5 ton. Ukuran bidang geser 2 cm x 2 cm dengan takik sedalam 7 mm dan lebar 3 mm seperti pada Gambar 4. Pengujian keteguhan rekat yang digunakan merupakan modifikasi dari SNI 01-6240-2000. Nilai keteguhan rekat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

B = Beban tarik (kg)

P = Panjang bidang geser (cm) L = Lebar bidang geser (cm)

Modulus of Elasticity (MOE)

Contoh uji yang digunakan untuk pengujian Modulus of Elasticity (MOE) atau kekakuan lentur berukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm. Pengujian dilakukan menggunakan Universal Testing Machine merek Instron® series IX version 8.27.00. Nilai MOE dihitung dengan menggunakan rumus:

(25)

11

Keterangan:

MOE = Modulus of Elasticity (kg/cm2) L = Jarak bentang (cm)

∆P = Beban sampai batas proporsi (kg) ∆Y = Defleksi yang terjadi (cm)

b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)

Modulus of Rapture (MOR)

Pengujian Modulus of Rapture (MOR) atau keteguhan patah menggunakan contoh uji yang sama dengan pengujian MOE. Pengujian MOR dilakukan untuk mengatahui kemampuan contoh uji menahan beban lentur maksimum hingga contoh uji tersebut rusak. Nilai MOR dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

MOR = Modulus of Rapture (kg/cm2) P maks = Beban maksimum (kg)

L = Jarak bentang (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2010. Keseluruhan data yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

(26)

12

Hasil pada Gambar 5 mengindikasikan bahwa seluruh vinir lamina yang dibuat dengan variasi perlakuan perebusan dan ketebalan vinir memiliki kadar air di bawah 14% sesuai dengan JAS SE-11 2003 dan SNI 10-6240-2000. Berdasarkan hasil pada Gambar 5 terlihat bahwa nilai kadar air cenderung stabil

11.50

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 2 mm

Kontrol

Perebusan 50 °C, 4 Jam Perebusan 50 °C, 8 Jam Perebusan 75 °C, 4 Jam Perebusan 75 °C, 8 Jam

(27)

13 pada vinir lamina dengan vinir dekat empulur hingga mendekati kulit. Hal ini diduga karena proses pengeringan vinir sebelum dibuat menjadi vinir lamina memiliki kadar air relatif seragam yaitu ± 10%. Berdasarkan perlakuan perebusan kayu bulat terlihat bahwa terjadi peningkatan kadar air pada perebusan dengan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fengel (1995) bahwa tidak hanya suhu yang dapat menyebabkan perubahan pada kayu namun waktu perlakuan, atmosfer, tekanan, kandungan air dan keadaan distribusi.

Hasil pada Gambar 6 memperlihatkan bahwa vinir lamina dengan tebal vinir 1 mm memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan vinir lamina dengan tebal vinir 1.5 mm dan 2 mm diduga karena makin banyaknya proporsi garis rekat dan peningkatan ketebalan vinir pada vinir lamina. Hal ini didukung oleh Sam (2001) tentang peningkatan kadar air akibat peningkatan ketebalan vinir yang disebabkan semakin banyaknya kandungan kayu pada vinir lamina yang dapat menyerap air lebih banyak dibandingkan dengan vinir lamina yang dibuat dengan ketebalan vinir lebih tipis. Semakin tipis ketebalan vinir maka vinir lebih cepat menyerap dan melepaskan air dari dan ke lingkungannya dibandingkan dengan vinir yang lebih tebal. Kayu memiliki sifat higroskopis yang mampu menyerap air dari lingkungannya sehingga semakin banyak kandungan kayu atau ketebalan vinir menyebabkan semakin banyak air yang mampu diserap vinir lamina tersebut. Banyaknya garis rekat pada vinir lamina diduga juga berpengaruh terhadap kadar air, yaitu jumlah kadar air yang diserap maupun yang dikeluarkan akan terhambat oleh garis perekatan sehingga kemungkinan kadar airnya lebih rendah sehingga kadar air pada vinir lamina dengan garis perekatan lebih banyak yaitu pada vinir lamina dengan tebal vinir 1 mm memiliki kadar air yang lebih rendah.

Kerapatan

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai kerapatan vinir lamina kayu sengon berkisar antara 0.30 - 0.44 g/cm3. Hasil pengukuran kerapatan vinir lamina pada tiap perlakuan perebusan disajikan pada Gambar 7.

13.10

Nomor blok dari empulur hingga kulit

Vinir lamina tebal vinir 1 mm Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm Vinir lamina tebal vinir 2 mm

(28)

14

Hasil pada Gambar 7 mengindikasikan bahwa nilai kerapatan pada vinir lamina kayu sengon mengalami kenaikan dari empulur hingga kulit. Hal ini sesuai dengan temuan Bowyer et al (2007) yang menyatakan bahwa kerapatan akan meningkat dari empulur hingga kulit dan kemudian mencapai nilai hampir

0.00

Nomor blok dari empulur hingga kulit

Vinir lamina tebal vinir 1 mm Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm Vinir lamina tebal vinir 2 mm Kayu solid

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 2 mm

Kontrol

Perebusan 50 °C, 4 Jam Perebusan 50 °C, 8 Jam Perebusan 75 °C, 4 Jam Perebusan 75 °C, 8 Jam

(29)

15 konstan. Nilai kerapatan pada tiap perlakuan perebusan mengalami peningkatan. Perlakuan perebusan diduga menjadikan permukaan vinir menjadi lebih halus dan berkurangnya retak kupas sehingga perekatan menjadi lebih baik dan meningkatkan kerapatan. Nilai kerapatan tertinggi diperoleh pada vinir lamina tebal vinir 1 mm pada nomor blok 4 dengan perlakuan perebusan suhu 75 oC selama 8 jam yaitu sebesar 0.44 kg/cm3 dan nilai kerapatan terkecil diperoleh pada blok pertama perlakuan kontrol vinir lamina dengan tebal vinir 1 mm, 1.5 mm dan 2 mm.

Hasil pada Gambar 8 menunjukkan bahwa kerapatan vinir lamina akan meningkat sebanding dengan meningkatnya jumlah lapisan. Hal ini diduga akibat tekanan kempa yang digunakan konstan untuk semua jumlah lapisan sehingga dengan meningkatnya jumlah lapisan maka tekanan pada masing-masing lapisan berbeda. Semakin besar tekanan kempa yang diberikan maka akan semakin tipis vinir lamina yang dihasilkan dan kerapatan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kelly (1977) tentang pengaruh faktor kerapatan panel kayu yang meliputi: jenis kayu (kerapatan kayu), tekanan kempa, jumlah lapisan penyusun panel, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya. Lebih banyaknya jumlah perekat yang digunakan pada vinir lamina dengan tebal vinir 1 mm juga menyebabkan nilai kerapatannya lebih besar dibandingkan dengan vinir lamina tebal vinir 1.5 mm, 2 mm dan kerapatan kayu solidnya hasil pengukuran Tobing (2013).

Berat Jenis

Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai berat jenis vinir lamina dari tiap masing-masing perlakuan perebusan berkisar antara 0.24 – 0.37. Nilai berat jenis berbanding lurus dengan kerapatan. Nilai berat jenis diperoleh dengan membandingkan volume awal vinir lamina dengan Berat Kering Tanur (BKT) vinir lamina. Hal ini menyebabkan nilai berat jenis lebih rendah dari kerapatannya. Hasil pengukuran berat jenis pada setiap blok disajikan pada Gambar 9.

Nomor blok dari empulur hingga kulit

Vinir lamina tebal vinir 1 mm Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm Vinir lamina tebal vinir 2 mm Kayu solid

(30)

16

Hasil pada Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai berat jenis vinir lamina mengalami peningkatan dari empulur hingga bagian dekat kulit sesuai dengan nilai kerapatannya. Perbedaan nilai berat jenis dipengaruhi oleh posisi blok vinir secara horizontal dalam kayu bulat. Semakin mendekati kulit maka berat jenisnya akan semakin meningkat seperti pada kayu bulat. Semakin banyak kandungan zat

0.00

Nomor blok dari empulur ke kulit Vinir lamina tebal vinir 1 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur ke kulit Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur ke kulit Vinir lamina tebal vinir 2 mm

Kontrol

Perebusan 50 °C, 4 Jam Perebusan 50 °C, 8 Jam Perebusan 75 °C, 4 Jam Perebusan 75 °C, 8 Jam

(31)

17 kayu pada dinding sel (dinding sel semakin tebal), maka semakin tinggi juga berat jenisnya (Bowyer et al. 2003). Nilai berat jenis terbesar diperoleh pada perlakuan perebusan 75 oC selama 8 jam dengan tebal vinir pada vinir lamina 1 mm yaitu 0.33pada blok ke 4 dekat dengan kulit dan nilai terkecil diperoleh pada perlakuan kontrol vinir lamina dengan tebal vinir 2 mm sebesar 0.24.

Gambar 10 Hubungan antara berat jenis vinir lamina dengan tebal vinir Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa nilai berat jenis cenderung mengalami penurunan dengan peningkatan ketebalan vinir. Hal ini terjadi seperti pada nilai kerapatan vinir laminanya. Semakin banyak perekat yang digunakan pada vinir lamina maka berat jenisnya juga semakin meningkat. Semakin tebal vinir penyusun vinir lamina menyebabkan nilai berat jenisnya cenderung menurun karena berkurangnya perekat yang digunakan pada vinir lamina dengan ketebalan yang sama akibat berkurangnya garis perekatan.

Susut Volume Vinir Lamina

Kayu mengalami penyusutan pada saat kayu kehilangan air di bawah titik jenuh serat, yaitu kehilangan air terikat (Pandit dan Kurniawan 2008). Hasil pengukuran nilai penyusutan pada vinir lamina kayu sengon berkisar antara 4.34 - 6.29%. Hasil pengukuran susut volume vinir lamina kayu sengon disajikan pada Gambar 11.

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40

1 2 3 4

B

era

t

jenis

Nomor blok dari empulur ke kulit

(32)

18

Berdasarkan hasil pada Gambar 11, susut volume vinir lamina kayu sengon mengalami penurunan dari bagian dekat empulur hingga pada bagian dekat kulit. Nilai susut volume terbesar diperoleh vinir lamina kontrol dengan tebal vinir 2 mm pada blok pertama dekat empulur dengan nilai 6.29% dan nilai susut volume

0.00

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 2 mm

Kontrol

Perebusan 50° C, 4 Jam Perebusan 50° C, 8 Jam Perebusan 75° C, 4 Jam Perebusan 75° C, 8 Jam

Gambar 11 Susut volume vinir lamina dari empulur hingga kulit

0.00

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm

Kontrol

(33)

19 terkecil diperoleh vinir lamina dengan tebal vinir 1 mm perlakuan perebusan 75 o

C selama 8 jam pada blok keempat dengan nilai 4.34%. Berdasarkan hasil pengukuran nilai susut volume pada vinir lamina terlihat bahwa semakin mendekati empulur nilai susut volumenya semakin besar yang disebabkan akibat tingginya kadar air dan rendahnya kerapatan. Meningkatnya penyusutan dengan perlakuan perebusan diduga karena larutnya beberapa zat ekstraktif pada kayu sehingga kerapatannya menurun. Hal ini didukung oleh pernyataan Tsoumis (1991) tentang penyusutan kayu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelembaban, kerapatan, struktur anatomi, ekstraktif, komposisi kimia dan tegangan mekanis.

Hasil pada Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tebal vinir penyusun vinir lamina maka susut volumenya semakin besar. Kayu akan menyusut jika air keluar dari dinding sel kayu di bawah titik jenuh seratnya. Besarnya nilai penyusutan kayu mempunyai hubungan yang linear dengan besarnya air yang terikat dalam dinding sel kayu. Dengan demikian penyusutan volume dapat terjadi pada vinir lamina karena masih memiliki dinding sel kayu, sehingga semakin besar kandungan kayu pada vinir lamina, semakin besar pula nilai penyusutannya.

Keteguhan Rekat

Keteguhan rekat merupakan kekuatan rekatan antar lapisan vinir. Semakin besar nilai keteguhan rekat maka semakin baik kaualitas perekatannya. Dari hasil pengukuran, diperoleh nilai keteguhan rekat vinir lamina yang berkisar antara 18.04 - 45.77 kg/cm3. Hasil pengukuran keteguhan rekat vinir lamina disajikan

Nomor blok dari empulur hingga kulit

Vinir lamina tebal vinir 1 mm Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm Vinir lamina tebal vinir 2 mm

(34)

20

Hasil pada Gambar 14 menunjukkan bahwa nilai keteguhan rekat pada setiap perlakuan perebusan mengalami peningkatan dari empulur hingga dekat kulit. Meningkatnya keteguhan rekat diduga karena perlakuan perebusan telah meningkatkan kehalusan permukaan vinir dan menurunkan jumlah retak kupas

0

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 2 mm

Kontrol

Perebusan 50 °C, 4 Jam Perebusan 50 °C, 8 Jam Perebusan 75 °C, 4 Jam Perebusan 75 °C, 8 Jam

(35)

21 (lathe check) sehingga hasil perekatan antar vinirnya semakin baik (Darmawan et al. 2013). Hal ini didukung oleh pernyataan Bakar (1996) bahwa kehalusan permukaan (surface roughness), variasi ketebalan (thickness variations) dan retak kupas (lathe check) merupakan kriteria yang berpengaruh pada karakteristik vinir lamina yang dihasilkan. Nilai keteguhan rekat terbesar pada vinir lamina tebal vinir 1.5 mm nomor blok keempat dengan perebusan 75 oC selama 8 jam yaitu sebesar 45.77 kg/cm2.Nilai keteguhan rekat terkecil diperoleh pada nomor blok pertama dekat dengan empulur sebesar 18.07 kg/cm2 pada vinir lamina tebal vinir 2 mm perlakuan kontrol. Menurut JAS SE-11 2003 dan SNI-6240-2000 nilai keteguhan rekat yang dipersyaratan untuk vinir lamina struktural adalah 35 kg/cm2. Berdasarkan hasil pada Gambar 14 terlihat bahwa hanya vinir lamina dari blok 3 dan 4 yang memenuhi standar tersebut.

Hasil pengujian pada Gambar 15 menujukkan bahwa semakin tebal vinir penyusun vinir lamina maka semakin rendah nilai keteguhan rekatnya. Hal ini diduga pada vinir lamina dengan tebal vinir 1 mm memiliki garis rekat yang lebih banyak dibandingkan vinir lamina dengan tebal vinir 1.5 mm dan 2 mm. Dengan demikian lebih sedikit garis rekatnya menyebabkan menurunnya kekuatan vinir lamina menahan beban pada searah bidang rekatnya. Semakin tebal vinir pada vinir lamina maka semakin tinggi frekuensi retak kupas vinir sehingga keteguhan rekat semakin rendah.

Modulus of Elasticity (MOE)

Hasil pengukuran Modulus of Elasticity (MOE) vinir lamina sengon yang diperoleh berkisar antara 27755.47 - 59487.62 kg/cm2. Nilai Modulus of Elasticity (MOE) pada vinir lamina kayu sengon secara lengkap disajikan pada Gambar 16.

0

Nomor blok dari empulur hingga kulit

Vinir lamina tebal vinir 1 mm Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm Vinir lamina tebal vinir 2 mm

(36)

22

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 2 mm

Kontrol

Perebusan 50 °C, 4 Jam Perebusan 50 °C, 8 Jam Perebusan 75 °C, 4 Jam Perebusan 75 °C, 8 Jam

(37)

23 Berdasarkan hasil pada Gambar 16 terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai MOE dari empulur hingga mendekati kulit. Hal ini diduga oleh perbedaan kerapatan dari masing-masing bagian seperti pernyataan Bowyer et al (2007) bahwa peningkatan kerapatan kayu meningkat secara progresif dari empulur hingga kulit sampai akhirnya berangsur-angsung stabil. Kerapatan merupakan salah satu faktor penentu nilai MOE. Peningkatan nilai MOE juga terlihat pada perlakuan perebusan. Nilai MOE pada Gambar 16 cenderung meningkat dari perlakuan perebusan 50 oC selama 4 jam hingga perlakuan perebusan 75 oC selama 8 jam. Perlakuan perebusan diduga dapat mengurangi frekuensi retak kupas sehingga menghasilkan keteguhan rekat yang baik dan akhirnya dapat meningkatkan MOE seperti terlampir pada Lampiran 8. Hasil pengujian MOE pada Gambar 15 telah memenuhi persyaratan minimal menurut JAS SE-11 2003 dan SNI 01-6240-2000 yaitu sebesar 22500 kg/cm2.

Hasil pengujian pada Gambar 17 menunjukkan penurunan nilai MOE dari vinir lamina dengan tebal 1 mm hingga 2 mm. Nilai MOE vinir lamina lebih besar dibandingkan dengan MOE kayu solid hasil penelitian (Tobing 2013). Hal ini diduga oleh adanya perekat pada vinir lamina yang meningkatkan kekakuan. Nilai MOE yang besar juga diduga akibat vinir yang lebih tipis memiliki ikatan rekatan yang lebih kuat akibat banyaknya garis perekat dan penetrasi perekat yang lebih baik sehingga saat diberikan beban akan lebih kuat menahan gesekan antar lapisan dan menghasilkan nilai MOE yang besar dengan ketebalan vinir lamina yang sama.

Modulus of Rapture (MOR)

Hasil perhitungan nilai Modulus of Rapture (MOR) vinir lamina kayu sengon berkisar antara 100.24 - 423.59 kg/cm3. Nilai MOR vinir lamina kayu pada tiap perlakuan perebusan kayu sengon secara lengkap disajikan pada Gambar 18.

Nomor blok dari empulur hingga kulit

Vinir lamina tebal vinir 1 mm Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm Vinir lamina tebal vinir 2 mm Kayu solid

(38)

24

Berdasarkan hasil pada Gambar 18 terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai MOR vinir lamina. Nilai tersebut memenuhi persyaratan JAS SE-11 2003 dan

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 1 mm

Kontrol

Nomor blok dari empulur hingga kulit Vinir lamina tebal vinir 2 mm

Kontrol

Perebusan 50 °C, 4 Jam Perebusan 50 °C, 8 Jam Perebusan 75 °C, 4 Jam Perebusan 75 °C, 8 Jam

(39)

25 MOR cenderung mengalami peningkatan dari empulur hingga ke kulit pada setiap perlakuan perebusan. Nilai MOR terbesar diperoleh pada vinir lamina dengan tebal vinir 1.5 mm pada blok keempat dengan perlakuan perebusan 75 oC selama 8 jam yaitu 423.59 kg/cm2. Nilai MOR terkecil diperoleh pada vinir lamina dengan tebal vinir 2 mm pada nomor blok pertama dengan perlakuan kontrol tanpa perebusan yaitu 100.24 kg/cm2. Hal ini seperti pada peryataan Nazerian dan Ghalehno (2011) bahwa perlakuan panas pada kayu selain berpengaruh terhadap sifat fisis, juga dapat mengubah sifat kimia kayu secara signifikan tetapi sifat kekuatannya mulai mengalami penurunan. Perubahan sifat kayu tersebut diduga juga meningkatkan kekuatan vinir lamina akibat peningkatan kualitas permukaan vinir yang berdampak pada peningkatan daya rekat antar lapisan vinir.

Hasil pengujian pada Gambar 19 menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai MOR vinir lamina akibat peningkatan ketebalan vinir. Semakin tebal vinir pada vinir lamina maka nilai MOR cenderung mengalami penurunan. Hal ini diduga oleh banyaknya perekat yang terkandung pada vinir lamina. Kekuatan kayu yang meningkat dengan meningkatnya jumlah garis perekatan pada vinir lamina sehingga kemampuan menahan bebannya menjadi lebih baik. Jika dibandingkan dengan nilai MOR kayu solid hasil pengujian Tobing (2013), nilai MOR vinir lamina dengan tebal vinir 1.5 mm dan 2 mm cenderung lebih rendah tetapi nilai MOR vinir lamina dengan tebal vinir 1 mm cenderung lebih besar dari kayu solid.

Nomor blok dari empulur hingga kulit

Vinir lamina tebal vinir 1 mm Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm Vinir lamina tebal vinir 2 mm Kayu solid

(40)

26

Hasil pengujian pada Gambar 20 menunjukkan adanya peningkatan MOR dari vinir lamina dengan peningkatan nilai keteguhan rekat. Semakin baik keteguhan rekat pada vinir lamina maka nilai MOR semakin meningkat. Hal ini diduga kareana pada keteguhan rekat yang baik menyebabkan ikatan antar lapisannya juga semakin baik, sehingga semakin kuat vinir lamina menahan beban.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pada data hasil pengukuran sifat fisis dan mekanis vinir lamina kayu sengon dengan berbagai perlakuan perebusan dan variasi ketebalan vinir, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perlakuan perebusan pada kayu bulat cenderung meningkatkan karakteristik sifat fisis dan mekanis pada vinir lamina.

2. Semakin tebal vinir yang digunakan pada vinir lamina cenderung menurunkan karakteristik sifat fisis dan mekanisnya.

3. Vinir lamina tebal vinir 1 mm dengan perebusan suhu 75 oC selama 8 jam cenderung memiliki kualitas yang lebih baik secara fisis dan mekanis dibandingkan dengan perlakuan vanir lamina lain.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh umur kayu terhadap kualitas vinir lamina, dan pengaruh tebal vinir hingga ketebalan 5 mm.

0

Keteguhan rekat (kg/cm2)

Vinir lamina tebal vinir 1 mm Vinir lamina tebal vinir 1.5 mm Vinir lamina tebal vinir 2 mm

(41)

27

DAFTAR PUSTAKA

[AG] Australian Government (AU). 2007. Laminated Veneer Lumber – from Forest ad Wood Product Research and Development Corporation [internet].

[diacu 2013 November 6]. Tersedia dari

http://www.azobuild.com/details?ArticleID=8020.

Bakar ES. 1996. Kayu Laminasi Vinir Sejajar. Buletin Teknologi Hasil Hutan. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. 1(1): 24 – 30.

Baldwin FR. 1995. Plywood and Veneer-Based Products: Manufacturing Practices. United States of America (USA). Miller Freeman Books.

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Product and Wood Science : An Introduction. Iowa State Press. Ames, Iowa.

Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2007. Forest Product and Wood Science : An Introduction. Iowa State Press. Ames, Iowa.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Venir Lamina. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6240-2000.

Darmawan W, Nandika D, Rahayu I, Fournier M and Marchal R. 2013. Determination of juvenile and mature transition ring for fast growing sengon

and jabon wood. J Indian Acad Wood Sci. Doi:10.1007/s13196-013-0091-x.

____________, Massijaya YM, Kabe A, Fournier M. 2013. Characteristics of

rotary cut fast growing jabon and sengon veneer. 2013 Proceeding The 5th

International Symposium of Indonesian Wood Society. Balikpapan. 7-9 November 2013.

Faix O, Hamburg, Jakab E, Till F, Székely and Budapest. 1988. Study on low

mass thermal degradation products of milled wood lignins by

thermogravimetry-mass-spectrometry. J Wood Science and Technology. 1(2):

323-334.

Fengel D dan Wegener G. 1995. KAYU: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Sastrohamidjojo H, penerjemah: Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta (ID) Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: WOOD: Chemistry, Ultrastructur, Reactions

Haygreen JG dan Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Sutjipto AH, penerjemah; Soenardi P, editor. Yogyakarta (ID). Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science Introduction.

[JSA] Japanese Standard Association. 2003. Japanese Agricultural Standar: Structural Laminated Lumber JAS SE-11. Jepang. Japanese Standard Association.

Kelly MW. 1997. Critical Literature Riview of Relationship Between Processing Parameters and Physical Properties of Particleboard. General Technical Report FLL-10.

Kollmann, FFP dan WA Cote. 1968. Principles of Wood Science and Technology. Volume I. Berlin. Spring Verlag.

____________ dan Schneider A. 1963. Holz Roh-Werkst. 21: 77-85

(42)

28

Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding: Principles in Practice. New York (USA). Van Nostrand Reinhold.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Kadir K dan Prawira SA. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor (ID). Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Mazela B, Zakrzewski R, Grzeskowiak W, Cofta G and Bartkowiak M. 2004. Resistance of thermally modified wood to basidiomycetes. Wood technol. 7:253-262.

Nazerian M, Ghalehno MD and Kashkooli AB. 2011. Effect of wood Species, Amount of Juvenile Wood and Heat Treatment on Mechanical and Physical Properties of Laminated Veneer Lumber. J.Applied Sci., 11(6): 980-987. Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai

Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Pease DA. 1994. Panels Products, Aplication and Production Trends. Di dalam: Wood Technology. Hlm. 234 – 239.

Pizzi A. 1994. Wood Adhesive, Chemistry and Technology. New York (USA). Marcell Dekker.

Sam IR. 2001. Pengaruh Ketebalan dan Jenis Sambungan Vinir terhadap Sifat Fisis Mekanis Laminated Veneer Lumber (LVL) Beberapa Jenis Kayu Cepat Tumbuh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sanderman W, Augustin H. 1963. Holz Roh-Werkst. 21: 256-265

Schaffer EL. 1973. Effect of pyrolytic temperatures on the longitudinal strength of dry Douglas-fir. J Testing and Evaluation. 4(1): 319-329.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, properties, utilization. USA.

Tobing RE. 2013. Karakteristik Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Jabon (Arthocephalus cadamba Miq) dan Sengon (Falcataria moluccana Miq) dari Empulur ke Kulit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Di dalam: Wood

Handbook, Wood as an Engineering Material. USA. Forest Products Service,

Forest Products Laboratory. Hlm. 9.1 – 9.24.

(43)

29

LAMPIRAN

Lampiran 1 Nilai panjang vinir setiap blok dari kulit ke empulur (Tsoumis 1991)

No d1 (m) d2 (m) a1 a2 a3 M1 M2 M3 (m) (m) (m) (m) (m) (m)

(44)

30

Lampiran 2 Data kadar air, kerapatan, berat jenis dan susut volume vinir lamina kayu sengon dengan tebal vinir 1 mm

(45)

31 Lampiran 3 Data kadar air,kerapatan, berat jenis dan susut volume vinir lamina

kayu sengon dengan tebal vinir 1.5 mm

(46)

32

Lampiran 4 Data kadar air, kerapatan, berat jenis, susut volume vinir lamina kayu sengon dengan tebal vinir 2 mm

(47)

33 Lampiran 5 Data keteguhan rekat, MOE dan MOR vinir lamina kayu sengon

dengan tebal vinir 1 mm

(48)

34

Lampiran 6 Data keteguhan rekat, MOE dan MOR vinir lamina kayu sengon dengan tebal vinir 1.5 mm

(49)

35 Lampiran 7 Data keteguhan rekat, MOE dan MOR vinir lamina kayu sengon

dengan tebal vinir 2 mm

(50)

36

Lampiran 8 Perbandingan kehalusan permukaan secara visual contoh uji vinir lamina

(A)

Perlakuan tanpa perebusan (kontrol)

(B)

Perlakuan dengan perebusan Lampiran 9 Proses pengujian sifat fisis vinir lamina

(A)

Contoh uji sifat fisis

(B)

Pengovenan contoh uji

(C)

Pengukuran berat contoh uji

(D)

(51)

37 Lampiran 10 Proses pengujian sifat mekanis vinir lamina

(A)

Pengujian MOE dan MOR

(B)

(52)

38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 21 Januari 1991 sebagai anak kedua dari dua orang bersaudara dari pasangan Wahyu Gunadi (alm) dan Juhiroh (alm). Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 4 Bekasi tahun 2009 dan melanjutkan studi di IPB pada tahun yang sama melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima di Program Studi/Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menuntut ilmu di IPB Penulis aktif dalam organisasi himpunan profesi (Himpro) yang bernama Himasiltan (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) periode kepengurusan 2011/2012 sebagai koordinator kelompok minat bidang Teknologi Peningkatan Mutu Kayu. Penulis juga aktif dalam kepengurusan Asrama Sylvalestari periode 2010/2011 sebagai anggota Badan Rumah Tangga dan merupakan co-founder Asrama Sylvapinus IPB yang selanjutnya menjadi Bendahara periode 2011/2012 dan pada tahun 2013/2014 sebagai anggota Divisi Konsumsi. Penulis juga merupakan bagian dari co-founder Komunitas Bersepeda yang bernama Bike to Campus Bogor tahun 2011 yang selanjutnya aktif dalam kepengurusan sebagai Event Manager 2011/2012.

Gambar

Gambar 2 Pembagian blok vinir dari empulur ke kulit
Gambar 4 Contoh uji keteguhan rekat
Gambar 5 Kadar air vinir lamina dari empulur hingga kulit
Gambar 7 Kerapatan vinir lamina dari empulur hingga kulit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika informasi mengenai peraturan lainnya yang berlaku belum tersedia di bagian lain dalam lembaran data keselamatan bahan ini, maka hal ini akan dijelaskan dalam bagian ini.

Yamas – Los Yamas o restricciones (los No) se dividen en cinco preceptos morales, cuyo objetivo es destruir la naturaleza inferior. Deben ser practicados y desarrollados en el

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah mengetahui luas agihan lahan sawah dan estimasi produksi padi di Kabupaten Kulonprogo menggunakan citra landsat 8, citra Landsat 8

Dari hasil analisis keeratan hubungan menunjukkan nilai odd ratio (OR) 0.024 yang berarti bahwa responden dengan indeks massa tubuh (IMT) yang berlebih mempunyai

pada tanggal 20 Mei 2014). Iran sangat terbantu dengan dukungan yang diberikan oleh Tiongkok,. sehingga seperti yang sudah dijelaskan bahwa pilar utama hubungan

Merokok sering disebut sebagai faktor risiko independen untuk penyakit jantung koroner karena angka kejadian penyakit jantung koroner pada perokok lebih tinggi walaupun ketika

Pada hakikatnya Sikap kesalehan sosial diantara anggota sekolah akan bisa terbentuk secara utuh manakala didalamnya tercipta budaya sekolah yang baik. Hal ini bisa