• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Strategi Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi Di Kementerian Perdagangan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Strategi Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi Di Kementerian Perdagangan."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN STRATEGI PELAYANAN PERIJINAN

IMPOR PRODUK HORTIKULTURA BERBASIS TEKNOLOGI

INFORMASI DI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

DEDEN TAUFIK KOMARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Strategi Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi di Kementerian Perdagangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Deden Taufik Komara

(4)

RINGKASAN

DEDEN TAUFIK KOMARA. Pengembangan Strategi Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi di Kementerian Perdagangan. Dibimbing oleh H. MUSA HUBEIS dan MUHAMMAD SYAMSUN.

Sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No. 13 tahun 2010 tentang Hortikultura dan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura, Kementerian Perdagangan perlu mengembangkan perijinan impor produk hortikultura berbasis TI melalui sistem Inatrade. Dengan penggunaan sistem Inatrade diharapkan proses perijinan dapat lebih cepat dan transparan.

Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi kondisi dari pelayanan perijinan impor produk hortikultura, mengidentifikasi faktor, aktor, dan indikator dominan yang mempengaruhi mutu pelayanan dan menyusun strategi yang diperlukan untuk meningkatkan mutu dari pelayanan perijinan di Kemeterian Perdagangan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan pada bulan November 2013 sampai dengan Januari 2014 melalui observasi dan wawancara responden yang berasal dari Kementerian Perdagangan (Direktorat Impor, Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor serta Unit Pelayanan Perdagangan), Direktorat Jenderal Pengolahan dan Permasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta importir utama produk hortikultura. Alat analisis menggunakan

Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE), Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE), analisis Internal Eksternal (IE), analisis SWOT (Strengths,Weaknesses, Opportunities, and Threats) dan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelayanan perijinan impor di Kementerian Perdagangan memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sumber daya penunjang yang kurang memadai. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pengembangan stategi pelayanan perijinan impor produk hortikultura adalah organisasi dan SDM, sedangkan aktor yang paling berperan adalah Menteri dan tujuan khusus yang akan dicapai dalam rangka pengembangan pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi informasi adalah mendukung sistem perdagangan nasional dan internasional. Hasi analisis menunjukan bahwa strateginya adalah mekanisme perijinan terpadu berbasis teknologi informasi, monitoring dan evaluasi sistem secara berkala baik dari aspek sistem, SDM dan landasan hukum, standardisasi data/dokumen impor sesuai standar pertukaran data elektronik serta perbaikan sistem yang mempermudah pihak pengguna (user friendly).

(5)

SUMMARY

DEDEN TAUFIK KOMARA. Strategy Development of Import Licensing of Horticultural Products based on Information Technology at Ministry of Trade. Supervised by H. MUSA HUBEIS and MUHAMMAD SYAMSUN.

In accordance with the mandate of Act No. 13 of 2010 on Horticulture and based on the Regulation of the Minister of Trade No. 30/M-DAG/PER/5/2012 on Imports of Horticultural Products, Ministry of Trade needs to develop import licensing of horticultural products based on IT through Inatrade system. By using Inatrade system, licensing process is expected to be faster and more transparent.

This study aims to determine the conditions of imports licensing service of horticultural products, identify the factors, actors, and the dominant indicators that affect services and formulate strategies to improve the quality of import licensing services in Ministry of Trade.

This study uses primary and secondary data which conducted in November 2013 until January 2014 through observation and interview. The respondents are from Ministry of Trade (Directorate of Import, Directorate of Export and Import Facilitation, Trade Service Unit), Directorate General of Processing and Marketing of Agricultural Products, Ministry of Agriculture, Directorate General of Customs and major importers of horticultural products. The analysis tools are Matrix of Internal Factors Evaluation (IFE), Matrix of External Factor Evaluation (EFE), Internal External analysis (IE) SWOT analysis (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) and Analytical Hierarchy Process (AHP).

The results of study reveal that import licensing services at Ministry of Trade has several disadvantages including inadequate supporting resources. From the analysis, it is known that the most influential factor in the strategy development of import licensing services of horticultural products are organization and human resources. Moreover, the dominant role actor is the Minister of Trade. The specific objectives to be achieved in the development of import licensing services of horticultural products based on IT is to support the national and international trade system. The study concluded that thestrategy can be taken is to integrate licensing mechanism based on information technology as well as the regular monitoring and evaluation system of system, HR and legal basis, standardization of data/documents in accordance import electronic data exchange standards and systems that facilitate the improvement of the user (user friendly).

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Manajemen

PENGEMBANGAN STRATEGI PELAYANAN PERIJINAN IMPOR

PRODUK HORTIKULTURA BERBASIS TEKNOLOGI

INFORMASI DI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Pengembangan Strategi Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi di Kementerian Perdagangan” ini berhasil diselesaikan.

Karya ilmiah ini merupakan hasil dari kerja kolektif beberapa pihak yang selalu mendukung penulis. Oleh karena hal tersebut penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA dan Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan arahan selama penyusunan tugas akhir.

2. Dr. Eko Ruddy Cahyadi, S. Hut, MM dan Dr. Ir. Jono M Munandar selaku dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesisi penulis pada tanggal 7 Agusuas 2015 atas saran-saran yang diberikan.

3. Bapak Partogi Pangaribuan, Bapak Albert Yususf Tobogu dan Bapak Didi Sumedi sebagai pimpinan Kementerian Perdagangan yang telah memberikan dukungan kepada penlis untuk dapat melanjutkan pendidikan hingga selesai. 4. Penghargaan saya sampaikan kepada seluruh responden, Bapak Banindro, Ibu

Ani Mulyati, Bapak Rachmad Huda, Bapak Farid Amir, Bapak Mohamad Haykal, Bapak Yogo Dwiantoro dan PT. Laris Manis atas bantuan dan kerjasama yang baik dalam pengumpulan data sehingga tesis ini dapat disusun.

5. Rekan Muhammad Azwar Massijaya, Amir Tengku Ramli serta rekan-rekan Pasca Ilmu Manajemen 2011 untuk diskusi dan bantuan teknis dalam pelaksanaan penelitian.

6. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, Mamah dan Apa, serta seluruh keluarga, Istri, Elfa Thufeil Rahmi dan anakku tercinta, Namira Syafa Khairunnisa, atas segala doa dan kasih sayangnya.

7. Kang Hermawan, Kang Ujang dan Kang Haer yang selalu mendukung dalam pelaksanaan kuliah hingga tugas akhir.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaatbagi semua pihak yang memerlukan dan dapat berkontribusi terhadap perbaikan pelayanan publik di Kementerian Perdagangan.

Bogor, Agustus 2015

(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

METODE 4

Kerangka Pemikiran 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Gambaran Umum Impor Produk Hortikultura 9

Gambaran Umum Kebijakan Impor Produk Hortikultura 10 Profil Pelayanan Perijinan Impor Singkat Inatrade 15 Analisis Matriks IFE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura 17 Analisis Matriks EFE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura 18 Analisis Matriks IE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura 19 Matriks SWOT Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura 20

Analisis Pengambilan Keputusan Menggunakan AHP 22

SIMPULAN DAN SARAN 30

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 34

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah waktu rataan yang dibutuhkan untuk pembuatan IT, PI dan IP 2 2 Matriks SWOT (Strength Weakness Opportunity Thread) 7

3 Internal Factor Evaluation Matrix 18

4 External Factor Evaluation Matrix 19

5 Matriks SWOT 21

6 Bobot pengolahan herizontal unsur faktor terhadap semua aktor 23 7 Bobot pengolahan herizontal unsur tujuan terhadap aktor 25 8 Bobot pengolahan herizontal alternatif stategi terhadap tujuan 26

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir kerangka pemikiran 5

2 Matriks internal eksternal pelayanan perijinan impor produk hortikultura 7

3 Data impor produk hortikultura 8

4 Alur pemprosesan perijinan impor produk hortikultura 14

5 Skema Integrasi INSW dengan seluruh sistem

pada Kementerian/Lembaga serta skema Inatrade dalam rangka INSW dan ASW

16

6 Tampilan Portal Inatrade. 17

7 Matriks internal eksternal pelayanan perijinan impor produk hortikultura 20 8 Struktur hirarki strategi pelayanan perijinan impor produk hortikultura

berbasis teknologi informasi di kementerian perdagangan 23 9 Skema hirarki pengolahan vertikal terhadap strategi peningkatan

pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi informasi di Kementerian Perdagangan

27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penjelasan dan Batasan Struktur AHP 34

2 Pembobotan IFE 36

3 Pembobotan EFE 37

4 Hasil pengolahan Horizontal AHP 38

5 Hasil pengolahan vertikal AHP 39

6 Alur pelayanan perijinan impor produk hortikultura melalui sistem on

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan ekspor dan impor merupakan salah satu bentuk transaksi ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain, baik secara perorangan, kelompok, maupun pemerintah. Aktivitas tersebut dikenal dengan istilah perdagangan internasional. World Trade Organization (WTO) merupakan lembaga internasional yang mengatur sistem perdagangan secara multilateral bagi setiap negara anggotanya, termasuk Indonesia untuk menghilangkan atau mengurangi setiap hambatan (barrier), baik dalam bentuk proteksi tarif maupun non tarif, sehingga dapat memperlancar arus perdagangan internasional.

Dalam rangka memperlancar arus perdagangan, salah satu langkah yang diambil pemerintah adalah dengan melakukan penyederhanaan prosedur di bidang kepabeanan berbasis sistem informasi yang dikenal dengan Indonesia National Single Window (INSW), sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia Nasional Single Window.

Penyederhanaan prosedur dan penggunaan teknologi informasi (TI) dalam penerbitan perijinan merupakan bentuk fasilitas perdagangan sebagaimana dimandatkan dalam Artikel VIII General Agreement on Tariffs and Trade

(GATT) yang menyatakan bahwa setiap anggota mengakui perlunya adanya pengurangan ketentuan ekspor dan impor dalam rangka penyederhanaan persyaratan dokumen ekspor dan impor. Dalam hal ini, penerapan Single Window yang berpedoman pada penyederhanaan prosedur ekspor impor, kesesuaian dengan standard dan praktek perdagangan internasional, dan juga penerapan teknologi informasi untuk otomasi bertujuan untuk mengurangi biaya yang timbul dalam proses perdagangan internasional terutama antara pelaku bisnis dengan instansi pemerintah yang terkait (Grainger, 2007). Inisiatif dan konsep mengenai Single Window sendiri telah dianjurkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sejak tahun 2005 karena melihat banyaknya keuntungan yang dapat diperoleh suatu negara dengan mendirikan Single Window (McMaster, 2006).

(15)

2

Menteri Perdagangan No. 47/M-DAG/PER/8/2013) dan rentan terhadap resistensi dari para pelaku (terutama importir) di dalam penerapannya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan tersebut, perusahaan yang akan melakukan impor harus memiliki penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) dan Persetujuan Impor (PI) bagi importir umum (trader) dan/atau pengakuan sebagai Importir Produsen (IP) bagi importir produsen/industri yang membutuhkan bahan baku asal impor. Semua ketentuan tersebut dikelola oleh Kementerian Perdagangan melalui sistem Inatrade.

Berdasarkan temuan awal, diperoleh informasi bahwa jumlah waktu rataan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan dokumen impor produk hortikultura

melebihi waktu janji layanan sebagaimana diatur dalam Permendag No. 40/M-DAG/PER/10/2010, tentang Jenis Perijinan Ekspor dan Impor, Prosedur

Operasi Standar (Standard Operating Procedure) dan Tingkat Janji Layanan

(Service Level Arrangement) dengan Sistem Elektronik melalui Inatrade dalam Kerangka INSW (yang saat ini telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/9/2014 tanggal 2 September 2014 tentang Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan (UPTP), sebagaimana terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Waktu Rataan yang Dibutuhkan untuk Pembuatan IT, PI, dan IP

2012 Semester II

(hari) 2013 Semester I (hari) ArrangementService Level /SLA (hari)

IT 31,48 21,87 8

PI 9,68 5,66 2

IP 17,29 11,59 2

Sumber : Database Inatrade (2013) diolah

Dalam memberikan pelayanan perijinan impor produk hortikultura, Kementerian Perdagangan telah melakukan pembenahan baik dari sisi peraturan perundang-unangan maupun dari sistem perijinan. Salah satu indikator keberhasilan Kementerian Perdagangan dalam pembenahan tata kelola perijinan impor produk hortikultura dapat dilihat dari lamanya waktu proses perijinan yang telah dilakukan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut, pada semester I tahun 2013 Kementerian Perdagangan telah sanggup menurukan waktu pengurusan perijinan dengan rata-rata 30% jika dibandingkan dengan semester II tahun 2012. Namun demikian capaian tersebut masih 3-5 kali lipat lebih lama dari target standar yang telah dijanjikan/tingkat janji layanan.

(16)

3

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi pelayanan ijin impor di Kementerian Perdagangan,

khususnya untuk produk hortikultura?

2. Apakah faktor, aktor, dan indikator yang berpengaruh secara dominan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan perijinan yang diterapkan Kementerian Perdagangan?

3. Strategi peningkatan mutu pelayanan perijinan seperti apa yang dapat diterapkan Kementerian Perdagangan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kondisi pelayanan ijin impor produk hortikultura di Kementerian Perdagangan.

2. Menganalisis faktor, aktor, indikator yang berpengaruh secara dominan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan perijinan yang diterapkan Kementerian Perdagangan.

3. Merumuskan strategi peningkatan mutu pelayanan perijinan impor produk hortikultura terbaik yang dapat diterapkan oleh Kementerian Perdagangan.

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Bermanfaat bagi pelaku usaha/importer hortikultura sehingga mendapatkan manfaat maksimal dari pelayanan perijinan dengan sistem Inatrade sehingga sehingga bisa mempercepat proses pemberian ijin.

2. Memberikan informasi bagi pemangku kebijakan di Kementerin Perdagangan dalam merumuskan stategi peningkatan pelayanan perijinan berbasis IT. 3. Menjadi referensi awal bagi peneliti lain yang membahas topik yang terkait.

Ruang Lingkup Penelitian

(17)

4

METODE

Kerangka Pemikiran

Kementerian Perdagangan telah mengembangkan pelayanan perijinan perdagangan luar negeri berbasis teknologi elektronik sejak tahun 2007. Sistem pelayanan tersebut lebih di kenal dengan nama inatrade. Tujuan utama pengembangan inatrade adalah untuk meningkatkan pelayanan perijinan yang efektif, efisien, dan transparan kepada pelaku usaha guna mendukung kelancaran dan kecepatan arus barang dalam kegiatan ekspor dan/atau impor. Dengan sistem inatrade, pelayanan perijinan perdagangan luar negeri melalui dapat dilakukan secara online. Hingga saat ini terdapat 96 jenis perijinan ekspor impor yang wajib diajukan melalui sistem pelayanan online/mandatory online (Inatrade, 2015).

Salah satu jenis perijinan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan adalah dokumen perijinan impor produk hortikultura. Dokumen impor produk hortikultura yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan terdiri dari IT, PI dan IP. Selanjutnya setiap importasi produk hortikultura wajib dilakukan verifikasi impor barang di pelabuhan muat sebelum dikapalkan (LS) oleh Surveyor yang telah ditetapkan Menteri Perdagangan. Surveyor akan mengirim data LS kepada Inatrade yang terkoneksi dengan sistem Bea dan Cukai.

Kebijakan impor produk hortikultura tersebut merupakan produk hukum baru sehingga dalam pelaksanaannya diperkirakan masih memerlukan penyesuaian dan resistensi. Berdasarkan temuan awal diketahui bahwa waktu yang di perlukan untuk penyelesaikan proses perijinan impor produk hortikultura masih melebihi dari janji layanan (Service Level Arrangement) yang telah diteteapkan. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa penerapan program Inatrade belum optimal bila dibandingkan dengan target tingkat layanan (Service Level Arrangement). Dalam rangka meningkatkan pelayanan, maka diperlukan pemetaan masalah secara mendalam dan penyusunan alternatif strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis TI di Kementerian Perdagangan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(18)

5

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan, in depth interview, dan kuesoner kepada pakar dan ahli di pemerintah dan pihak importer. Data sekunder diperoleh melalui berbagai studi literatur dan informasi yang dihasilkan oleh instansi yang terkait dengan topik kajian. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dari pakar.

(19)

6

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengambarkan perdagangan internasional produk hortikultura, kebijakan impor produk hortikultura serta sistem yang digunakan dalam memproses perijinan di inatrade. Faktor-faktor diidentifikasi dengan wawancara dan dianalisis menggunakan analisis IFE dan EFE, strategi dirumuskan dengan menggunakan SWOT dan bobot strategi dianalisis dengan AHP untuk menentukan peringkat beberapa alternatif stategi.

Analisis IFE dan EFE berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor dari dalam (internal) dan luar (eksternal). Menurut David (2009) pembuatan analisis IFE ini dilakukan dengan cara:

a. Menentukan faktor-faktor penentu yang menjadi kekuatan dan kelemahan utama objek penelitian.

b. Setiap faktor dibobotkan dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Skala yang digunakan yaitu: 1 = tidak penting, 2 = kurang penting, 3 = biasa saja, 4 = penting dan 5 = sangat penting. Keseluruhan dari bobot harus bernilai total 1. c. Pemberian peringkat atau rating pada setiap faktor yang ada. Skala yang digunakan dalam penilaian setiap faktor adalah 4 = kekuatan utama, 3 = kekuatan kecil, 2 = kelemahan kecil, dan 1 = kelemahan utama.

d. Bobot dan peringkat kemudian dikalikan untuk mendapatkan skor pada masing-masing faktor yang telah teridentifikasi.

e. Menjumlahkan skor pembobotan secara keseluruhan untuk memperoleh nilai total skor dari kondisi internal. Nilai rataan yang diterapkan adalah 2,5; jika skor bobot total > 2,5 maka kondisi internal lemah. Sedangkan penyataan kuat jika skor bobot total < 2,5.

Menurut David (2009), ada lima langkah dalam melakukan analisis EFE yaitu :

a. Menentukan faktor-faktor penentu yang menjadi peluang dan ancaman.

b. Setiap faktor dibobotkan dengan skala 1 = tidak penting, 2 = kurang penting, 3 = biasa saja, 4 = penting dan 5 = sangat penting.

c. Memberikan peringkat pada faktor-faktor yang tersebut mulai dari angka 4 = respon superior, 3 = respon di atas rata-rata, 2 = respon rata-rata, dan 1 = respon di bawah rataan.

d. Bobot dan peringkat kemudian dikalikan untuk mendapatkan skor pada masing-masing faktor yang telah teridentifikasi.

e. Skor pembobotan dijumlahkan secara keseluruhan. Nilai rataan adalah 2,5, nilai 1 tidak mampu memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman, dan nilai 4 mampu memanfaatkan peluang untuk menanggulangi ancaman.

(20)

7

1. Daerah I meliputi sel I, II atau IV digambarkan dengan daerah tumbuh dan berkembang (grow and guild);

2. Daerah II meliputi sel III,V atau VII termasuk daerah menjaga dan mempertahankan (hold and maintain);

3. Daerah III meliputi sel VI,VIII atau IX adalah daerah panen (harvest or divestasi).

Tahap selanjutnya menyusun matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti 2006). Matriks SWOT adalah alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis organisasi. Contoh matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks SWOT (Strength Weakness Opportunity Thread)

Strength (S) Weakness (W)

Opportunity (O) Strategi (S-O) Strategi (W-O)

Thread (T) Strategi (S-T) Strategi (W-T)

.

Gambar 2. Matriks IE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura

Sumber. Rangkuti (2006)

(21)

8

Setelah diketahui kondisi masing-masing faktor internal dan eksternal, maka dilanjutkan dengan perumusan strategi alternatif dengan menggunakan AHP yang dikembangkan oleh Saaty (1993).

Pengolahan dan analisis data menggunakan metode AHP dengan bantuan software Expert Choice. Kelebihan expert choice, antara lain mempu mengintergrasikan pendapat pakar, dan tidak membatasi level dari struktur hirarki (Marimin dan Magfiroh 2011). Menurut Ishizaka dan Labib (2009) expert choice adalah software pendukung yang bersahabat yang memberikan kontribusi besar terhadap keberhasilan metode AHP, karena menggabungkan pengguna grafis secara intuitif, menghitung prioritas secara otomatis dan memiliki beberapa cara untuk memproses sensitivitas. AHP merupakan alat analisis manajemen stategik dengan pendekatan sistem (Maarif dan Tanjung 2003). Suatu totalitas sistem seperti lingkungan, ekonomi, pemerintahan dan organisasi tidak bisa dianalisis pada bagian bagian saja tetapi harus dipahami sebagai satu kesatuan.

Menurut Saaty (1993) prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks menjadi bagian-bagian dan tertata dalam suatu struktur (hirarki). Prinsip kerja AHP menurut Marimin dan Magfiroh (2011) terdapat tiga prinsip dasar cara kerja AHP, yaitu (1) penyusunan dan penilaian setiap level hirarki, (2) penetaan prioritas dan (3) konsistensi logis. Secara grafis persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat yang dimulai dari goal yang menjadi fokus penelitian, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan alternatif stategi.

(22)

9

Sumber. BPS diolah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Impor Produk Hortikultura

Guna memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia, selain mengkonsumsi produk hortikultura yang dihasilkan di dalam negeri, Indonesia juga melakukan impor produh hortikultura dari luar negeri. Berdasarkan data dari BPS, diketahui bahwa total nilai impor produk hortikultura pada tahun 2014 tercatat USD 1,433 milyar atau naik 340,17% dibandingkan tahun 2006 yang tercatat USD 325,61 juta. Impor produh hortikultura tahun 2014 terdiri dari impor kelompok sayuran (pos Tarif HS 07) USD 644,02 juta dan kelompok buah-buahan (pos tariff/HS 08) USD 789,24 juta. Laju pertumbuhan tahunan impor produk hortikultura sejak tahun 2004 hingga 2014 adalah 17%.

Gambar 3. Data Impor Produk Hortikultura

(23)

10

Total nilai impor produk hortikulturan kelompok buah buahan (pos tariff/HS 08) pada tahun 2014 adalah USD 789,24 juta atau naik 489,49% dibandingkan tahun 2004 yang tercatat USD 216,36 juta. Laju pertumbuhan impor tahunan untuk total impor pos tariff/HS 07 adalah 15,1%. Dilihat dari total nilai, impor terbesar Indonesia untuk produk hortikultura kategori pos tariff/HS 08 adalah produk apel dan pir (pos tariff/HS 0808) USD 278,87 juta dengan pertumbuhan impor (2004-2014) 12,53% kemudian disusul produk jeruk (pos tariff/HS 0805) USD 175,48 juta dengan tren 11,81% dan anggur (pos tariff/HS 0806) USD 154,77 juta dengan tren 18,76%. Jika dilihat tren/laju pertumbuhan tahunan, produk kurma, nanas (pos tariff/HS 0803), kacang Brazil dan kacang mete (pos tariff/HS 0801) dan buah kering lainnya (pos tariff/HS 0813) merupakan produk dengan laju pertumbuhan impor tahunan (2004-2014) terbesar yakni masing-masing 23,26%; 23,15% dan 23,03%.

Jika dilihat dari negara terbesar pemasok utama produk hortikultura ke Indonesia kategori sayuran (HS 07) pada tahun 2014 berasal dari RRC (66%), Burma (9%), India (4%) dan Australia (4%). Sedangkan negara utama pemasok untuk kategori buah (HS 08) pada tahun 2014 adalah RRC (44%), Amerika Serikat (17%), Thailand (13%) dan Australia (6%).

Gambaran Umum Kebijakan Impor Produk Hortikultura

Produk hortikultura merupakan komoditi strategik yang mempunyai nilai ekonomis bagi masyarakat Indonesia dan erat kaitannya dengan ketahanan pangan, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan, distribusi produk hortikultura maupun impornya menjadi sangat penting, dan harus diatur supaya tidak merugikan petani, konsumen dan masyarakat Indonesia.

Namun demikian hingga tahun 2012, impor produk hortikultura tidak diatur tata niaga impornya, dengan pengertian impor dapat dilakukan oleh setiap importir sepanjang yang bersangkutan telah memiliki Angka Pengenal Importir (API) dan mematuhi ketentuan Karantina. Sementara berdasarkan data BPS, impor produk hortikultura dalam lima tahun (2007-2011), impor produk hortikultura mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Selain itu, berdasarkan Kemendag (2013) adanya kecenderungan peningkatan jumlah impor produk hortikultura dapat menyebabkan potensi masuknya Organisme Penganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) juga menjadi perhatian khusus Pemerintah. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, dilaporkan bahwa produk hortikultura yang masuk ke Indonesia membawa beberapa OPTK eksotik yang belum ada di Indonesia dan belum diketahui cara pengendaliannya. OPTK eksotik tersebut, antara lain Panthoea stewartii, Aphelenchoides fragariae dan Psedomonas capsici.

(24)

11

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan pangan yang berasal dari produk hortikultura untuk mendukung pencapaian ketahanan pangan, menciptakan stabilitas ekonomi nasional, dan melindungi kepentingan konsumen serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, maka Pemerintah mengeluarkan kebijakan impor produk hortikultura melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 30/M-DAG/PER/5/2012.

Tujuan pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 30/M-DAG/PER/5/2012 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan No. 40/M-DAG/PER/6/2015 adalah :

1. Memenuhi kebutuhan bahan pangan yang berasal dari produk hortikultura untuk mendukung pencapaian ketahanan pangan;

Pemerintah Indonesia akan memastikan ketersediaan produk hortikultura yang aman dan bermutu baik untuk konsumen Indonesia, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor sesuai dengan pilihan konsumen.

2. Menciptakan stabilitas ekonomi nasional;

Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat pasar dalam negeri. Kemendag telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional. Salah satunya adalah dengan menjaga ketersediaan pasokan produk hortikultura yang aman dikonsumsi oleh masyarakat. Permendag ini merupakan instrumen yang lengkap bagi pemerintah untuk dapat melakukan pengawasan secara lebih optimal

3. Agar produk hortikultura yang merupakan komoditi strategik dan bernilai ekonomis bagi masyarakat Indonesia, khususnya petani mampu berdaya saing dengan produk hortikulura yang diimpor;

Produk hortikultura ini banyak dihasilkan oleh petani Indonesia di dalam negeri. Dengan pengaturan impor ini diharapkan petani dapat bergairah meningkatkan produksi dan kualitas produknya sehingga mampu berdaya saing dengan produk hortikultura yang masuk dari luar negeri.

4. Menyediakan produk hortikultura yang memenuhi standar keamanan pangan; Pemerintah harus memastikan produk buah dan sayur yang masuk Indonesia selalu memenuhi food safety dalam rangka perlindungan konsumen.

5. Melindungi kepentingan konsumen.

(25)

12

Pokok-pokok pengaturan dari Permendag No. 30/M-DAG/PER/5/2012

sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Permendag No. 40/M-DAG/PER/6/2015 adalah:

1. Untuk memperoleh pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan:

a. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) yang bidang usahanya meliputi hortikultura atau ijin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh instansi atau dinas teknis yang berwenang;

b. Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP); c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

d. Fotokopi Angka Pengenal Importir Produsen (API-P);

e. Bukti penguasaan gudang penyimpanan sesuai karakteristik produk; f. Bukti penguasaan alat transportasi sesuai karakteristik produk;

g. Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk.

2. Untuk memperoleh penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan:

a. Fotokopi SIUP yang bidang usahanya meliputi hortikultura atau ijin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh instansi atau dinas teknis yang berwenang

b. Fotokopi TDP c. Fotokopi NPWP d. Fotokopi API-U

e. Bukti kepemilikan gudang penyimpanan sesuai karakteristik produk; f. Bukti kepemilikan alat transportasi sesuai karakteristik produk

g. Bukti kontrak kerjasama penjualan Produk Hortikultura paling sedikit dengan tiga distributor selama paling sedikit satu tahun

h. Bukti pengalaman sebagai distributor Produk Hortikultura selama satu tahun

i. Surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan bahwa tidak akan menjual Produk Hortikultura kepada konsumen langsung atau pengecer (retailer).

3. Perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura hanya dapat mengimpor Produk Hortikultura sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk kebutuhan proses produksi industri yang dimilikinya dan dilarang memperdagangkan dan/atau memindahtangankan.

(26)

13

5. Produk Hortikultura yang diimpor oleh IT-Produk Hortikultura harus memenuhi persyaratan kemasan.

6. Produk Hortikultura yang diimpor oleh IT-Produk Hortikultura wajib mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia pada setiap produk dan/atau kemasan.

7. Setiap pelaksanaan impor Produk Hortikultura oleh IP-Produk Hortikultura atau IT-Produk Hortikultura harus terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor di pelabuhan muat negara asal.

8. Setiap IP-Produk Hortikultura dan IT-Produk Hortikultura wajib menyampaikan laporan secara tertulis atas pelaksanaan impor Produk Hortikultura melalui http://inatrade.kemendag.go.id dan melampirkan scan Kartu Kendali realisasi impor;

9. Komoditi hortikultura yang diatur mencakup 57 jenis HS, yang terdiri atas produk tanaman hias, seperti anggrek dan krisan; produk hortikultura segar, seperti bawang, sayur-sayuran dan buah-buahan (wortel, lobak pisang, kentang, cabe, jeruk, apel, anggur, papaya); serta produk hortikultura olahan, seperti sayuran dan buah-buahan yang diawetkan dan jus buah.

10.Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian mengatur pintu masuk pelabuhan impor produk hortikultura yaitu Pelabuhan laut Tanjung Perak – Surabaya, Pelabuhan laut Belawan – Medan, Pelabuhan laut Soekarno Hatta – Makassar, Bandar Udara Soekarno Hatta – Jakarta. Pengaturan pelabuhan muat tersebut didasarkan atas hal sebagai berikut:

a. Dalam rangka mengurangi resiko masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) eksotik, seiring dengan meningkatnya pemasukan berbagai media pembawa, baik berupa produk maupun benih tanaman, khususnya komoditas hortikultura yang sangat dekat dengan sentra produksi di tanah air;

b. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, dilaporkan bahwa produk hortikultura yang masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok membawa beberapa OPTK eksotik yang belum ada di Indonesia dan belum diketahui cara pengendaliannya. OPTK eksotik tersebut, antara lain Panthoea stewartii, Aphelenchoides fragariae dan Psedomonas capsici.

c. Instalasi karantina dan tempat pemeriksaan karantina di pelabuhan Tanjung Priok dinilai terlalu padat. Kondisi ini menyebabkan tindakan karantina tumbuhan tidak dapat dilaksanakan secara optimal, sehingga berpotensi lolosnya beberapa OPTK dari luar negeri.

(27)

14

Gambar 4. Alur pemprosesan perijinan impor produk hortikultura

Adapun alur pemprosesan perijinan berbasisi online melalui inatrade seperti Gambar 4 di atas ini. Keterangan Gambar 4 di atas asalah sebagai berikut:

1 Pelaku usaha harus mempunyai Hak Akses Inatrade berupa username dan password untuk dapat melakukan permohonan online IT Hortikultura melalui portal http://inatrade.kemendag.go.id.

2 Permohonan IT Hortikultura secara online akan diperiksa kelengkapan dokumennya yang kemudian diproses dibagian pemroses di Kementerian Perdagangan.

3 Permohonan IT Hortikultura yang telah disetujui akan langsung dikirim secara elektronik ke INSW dan ke Kementerian Pertanian, dan dokumen perijinan (hardcopy) tersebut dapat diambil oleh pelaku usaha di loket UPP Kementerian Perdagangan.

4 Setelah mendapatkan IT Hortikultura, pelaku usaha dapat mengajukan RIPH secara online ke Kementerian Pertanian, dengan terlebih dahulu memperoleh Pertimbangan Teknis RIPH dari BPOM untuk Produk Hortikultura Olahan, sementara RIPH untuk dipakai dalam penerbitan IP Hortikultura diajukan setelah memperoleh Pertimbangan Teknis RIPH dari Kemenperin.

5 Permohonan RIPH diterbitkan dalam waktu tujuh hari kerja setelah dokumen diterima lengkap dan benar, kemudian RIPH yang telah disetujui akan langsung dikirim secara online ke Kementerian Perdagangan.

(28)

15

7 Setelah mendapatkan RIPH, pelaku usaha dapat mengajukan PI atau IP Hortikultura secara online ke Kementerian Perdagangan yang kemudian langsung diproses dibagian pemroses di Kementerian Perdagangan

8 Permohonan PI atau IP Hortikultura yang telah disetujui akan langsung dikirim secara elektronik ke INSW dan dokumen perijinan berupa PI/IP serta RIPH Hortikultura dapat diambil oleh pelaku usaha di loket UPP Kementerian Perdagangan

9 Selama proses permohonan IT, PI/IP Hortikultura, pelaku usaha dapat melakukan document tracking secara online dan akan dikirimkan email notifikasi ke email pemohon apabila permohonannya telah selesai

10 Permohonan IT, PI/IP Hortikultura diterbitkan dalam waktu dua hari kerja setelah dokumen diterima lengkap, benar dan telah dilakukan verifikasi lapangan (jangka waktu verifikasi tiga hari).

Profil Pelayanan Perijinan Impor Singkat Inatrade

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, khususnya pelaku usaha, Kementerian Perdagangan juga berupaya meningkatkan pelayanan publik dengan membentuk Unit Pelayanan Perdagangan (UPP) satu atap yang mulai diresmikan pada tanggal 5 Maret 2007. UPP menjadi tempat untuk Single Entry-Single Exit, yang berarti pengajuan permohonan dan pengambilan perijinan hanya dapat dilakukan pada UPP.

Berdasarkan data dari Ombudsman Indonesia (2013), UPP Kementerian Perdagangan memperoleh nilai yang baik dalam pengelolaan perijinan dan pemberian layanan kepada pengguna jasa, namun masih perlu meningkatkan kinerja pelayanan sehingga mampu mencapai standar service of excellence. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 01 tahun 2013 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013 dimana Kementerian Perdagangan diberikan wewenang untuk memperkuat UPP sebagai unit pelayanan publik satu pintu yang efisien dan handal.

Selain pengembangan pembentukan UPP, Kementerian Perdagangan terus berupaya meningkatkan pelayanan publik khususnya pengelolaan perijinan dan pemberian layanan kepada pengguna jasa di bidang perdagangan luar negeri. Salah satu langkah stategis yang dilakukan adalah dengan mengembangkan sistem perijinan secara elektronik yang diberi nama Inatrade yang mulai beroperasi sejak tanggal 17 Desember 2007. Tujuan dari pengembangan Inatrade untuk mendorong kinerja pelayanan perdagangan, baik ekspor maupun impor serta guna membantu kelancaran arus barang.

(29)

16

Gambar 5. Skema Integrasi INSW dengan seluruh sistem pada Kementerian/Lembaga serta skema Inatrade dalam rangka INSW dan ASW

Sasaran dan manfaat dikembangkannya sistem Inatrade adalah guna mengembangkan sistem aplikasi untuk memproses dan penerbitan perijinan ekspor dan impor di Kementerian Perdagangan. Manfaat lain yang diperoleh dari pengembangan sistem Inatrade adalah memudahkan untuk pengolahan data, memudahkan pertukaran data antar Kementerian/Lembaga (K/L), menyediakan sistem pengajuan perijinan secara on-line sesuai tuntutan masyarakat usaha/internasional. Selain itu, Inatrade tidak hanya sebagai sistem aplikasi untuk proses dan penerbitan perijinan di Kementerian Perdagangan, namun juga sebagai Gateway dalam pengiriman data elektronik ke Portal INSW dari Kementerian/Lembaga yang menerbitkan perijinan terkait ekspor dan impor sebagai dokumen kepabeanan untuk proses customs clearance dan cargo release.

Guna mengkases Inatrade, user dapat mengakses portal Inatrade yang telah disediakan oleh Kementerian Perdagangan di http://inatrade.kemendag.go.id. Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6. Secara umum menu yang ditampilkan memuat informasi terkait dengan perijinan ekspor impor di Kementerian Perdagangan sebagai berikut:

1 Registrasi INATRADE

2 Pengajuan Perijinan Online dan Informasi Perijinan

3 Informasi persyaratan dan komoditas dari perijinan ekspor impor 4 Status Permohonan (Tracking Document)

(30)

17

Gambar. 6 Tampilan Portal Inatrade.

Analisis Matriks IFE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Internal Factor Evaluation Matrix (IFE) berasal dari hasil pembobotan dan peratingan faktor internal dengan melihat aspek kekuatan dan kelemahan. Nilai rating berasal dari nilai rataan pakar yang bernilai 3 dan 4 untuk aspek kekuatan; nilai 1 dan 2 untuk aspek kelemahan. Sedangkan untuk nilai bobot tiap faktor, masing-masing pakar diminta melakukan perbandingan berpasangan antar faktor-faktor internal yang ada untuk menentukan tingkat kepentingan faktor-faktor tersebut dalam bentuk persen apabila dibandingan antara satu dan faktor lainnya.

Berdasarkan dari Tabel 2 dapat dilihat faktor-faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan dari sistem perijinan menggunakan inatrade. Faktor kekuatan terdiri dari kepemimpinan transformasional, sistem yang mudah, cepat, akurat, transparan dan sistem yang selalu update serta penurunan biaya. Faktor-faktor kelemahan data kami data meliputi sumber daya penunjang yang kurang memadai, terdapat data/dokumen impor yang beragam, resistensi internal terhadap perubahan pola perijinan, kurangnya, sosialisasi sistem perijinan online, remunerasi yang masih rendah dan alokasi anggaran yang kaku. Dari Tabel 2 di atas terpilih faktor-faktor internal yang paling berpengaruh terhadap penentuan strategi, yaitu faktor kekuatan kepemimpinan transformasional, sistem yang mudah, cepat, akurat dan transparan, selalu update dan penurunan biaya; dan faktor kelemahan meliputi sumber daya penunjang yang kurang memadai, keanekaragaman data/dokumen impor, resistensi internal terhadap perubahan pola perijinan, kurangnya, sosialisasi sistem perijinan online, remunerasi dan kekakuan alokasi anggaran.

(31)

18

Tabel 3. Internal Factor Evaluation Matrix

A. Rating IFE Rating (R) Bobot (B) RxB

Analisis Matriks EFE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura External Factor Evaluation Matrix (EFE) berasal dari hasil pembobotan dan peratingan faktor eksternal dengan melihat aspek peluang dan ancaman. Nilai rating berasal dari nilai rataan pakar yang bernilai 1 hingga 4. Sedangkan untuk nilai bobot tiap faktor, masing-masing pakar diminta melakukan perbandingan berpasangan antar faktor-faktor internal yang ada untuk menentukan tingkat kepentingan faktor tersebut dalam bentuk persen, apabila dibandingan antara satu dan faktor lainnya.

Tabel 3 dapat dilihat analisis eksternal yang terdiri dari faktor peluang dan faktor ancaman yang paling berpengaruh terhadap penentuan strategi. Faktor peluang yang dapat didata adalah pengurusan dokumen impor cepat, pengajuan perijinan dapat dilakukan di mana saja, tahapan proses perijinan dapat di monitor, proses custom and clearance di bea dan cukai dapat dilakukan lebih cepat, dan peluang untuk menurunkan biaya importasi. Faktor-faktor ancaman terdiri dari kurangnya koordinasi antar instansi yang terlibat, kurangnya integrasi elemen data impor antara kementerian terkait, importir kurang paham penggunaan sistem inatrade, keamanan data dan informasi MOU dengan instansi teknis penunjang inatrade yang akan berakhir.

(32)

19

Analisis Matriks IE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Matriks IE menggabungkan skor dari matriks IFE dan EFE untuk mendapatkan posisi sel pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi informasi di Kementerian Perdagangan (David, 2009). Penggabungan matriks IFE 2,856 dan EFE 3,632 menempatkan posisi di sel I. Menurut David (2009), organisasi yang termasuk dalam sel I, II dan IV cocok untuk melakukan strategi tumbuh dan membangun (grow and build). Strategi yang dapat ditempuh oleh perusahaan antara lain strategi intensif (market penetration, market development, and product development) atau strategi integratif (backward integration, forward integration, and horizontal integration). Dalam hal ini, strategi yang lebih tepat diterapkan di Kementerian Perdagangan saat ini adalah strategi intensif yang meliputi strategi pengembangan produk (Product

Tabel 4. External Factor Evaluation Matrix

A. Rating EFE Rating

(R) Bobot (B) RxB Peluang

Pengurusan Rekomendasi di Kementerian

Pertanian/BPOM lebih cepat 3,8 0,187 0,7106 Proses custom and clearance di pelabuhan

lebih cepat 3,8 0,162 0,6156

Importir dapat memantau setiap tahapan proses perijinan baik di Kementan/BPOM dan Kemendag

4,0 0,132 0,528

Importir dapat mengajukan rekom dan ijin

impor dimana saja 3,8 0,116 0,4408 Menurunkan demurrage dan logistic cost

lainnya 3,8 0,064 0,2432

Ancaman :

Semakin bertambahnya jumlah importir, jenis perijinan impor serta kementerian teknis yang terlibat dalam perijinan impor

3,4 0,081 0,2754

Kurangnya koordinasi dengan kementerian

terkait 3,2 0,068 0,2176

Terdapat importir yang kurang paham

mengenai penggunaan inatrade 3,4 0,054 0,1836 Semakin dekatnya diberlakukan Masyarakat

Ekonomi Asean (MEA) 3,2 0,047 0,1504 Jaringan internet importir yang tidak stabil 3,0 0,036 0,108 Adanya hacker yang dapat membobol sistem 3,2 0,026 0,0832 MOU dengan instansi teknis yang

menggunakan inatrade yang akan berakhir dalam waktu dekat

2,8 0,027 0,0756

(33)

20

Development Strategy) sistem pelayanan perijinan. Dalam upaya peningkatan pelayanan perijinan strategi berupaya meningkatkan pelayanan perijinan impor dengan memperbaiki atau memodifikasi sistem pelayanan berbasis teknologi informasi yang ada ataupun mengembangkan yang baru. Dalam pengembangan produk biasanya memerlukan biaya yang besar untuk penelitian dan pengembangan.

Gambar 7. Matriks internal eksternal pelayanan perijinan impor produk hortikultura

Matriks SWOT Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Dari tabel IFE dan EFE selanjutnya dibuat rumusan menggunakan analisis matriks SWOT seperti pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel SWOT, dapat dirumuskan beberapa strategi untuk diverifikasi oleh pakar. Strategi yang dihasilkan adalah:

1. Perbaikan sistem informasi terpadu.

Pengembangan sistem pelayanan perijinan berbasis teknologi informasi secara terpadu. Pengembangan diarahkan agar sistem pelayanan lebih terintegrasi dan saling terkoneksi mulai kementerian teknis yang mengeluarkan rekomendasi, Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan perijinan hingga Bea dan Cukai serta surveyor yang melakukan verifikasi barang di pelabuhan muat barang termasuk sistem pemotongan pelaporan dan pemotingan alikasi impor yang tersisa.

(34)

21

2. Perbaikan sistem monitoring dan evaluasi.

Perbaikan monitoring program, kegiatan dan aktifitas pelayanan dilakukan sistem monitoring secara periodik. Evaluasi dari sisi sistem, SDM dan landasan hukum.

3. Perbaikan sistem layanan yang lebih user friendly;

Perbaikan sistem layanan melalui Inatrade agar lebih sederhana, informatif dan memudahkan pengguna jasa layanan (user friendly)..

4. Perbaikan sistem standardisasi data/dokumen;

Perbaikan sistem sesuai dengan bahasa pemograman serta format yang standar secara internasional (ekspor/impor) yang memungkinkan terjadinya pertukaran data lintas kementerian/instansi/negara.. importir, jenis perijinan impor serta kementerian teknis yang terlibat dalam perijinan impor

2.Kurangnya koordinasi dengan kementerian terkait

3.Importir kurang paham penggunaan sistem inatrade.

4.Pemberlakuan MEA

5.MOU dengan instansi teknis penunjang inatrade yang akan  Perbaikan sistem layanan. ( S2,

T2) 3. Sumber daya penunjang

kurang memadai

 Perbaikan sistem informasi terpadu TI (W2, W6, T1)

 Perbaikan sistem monitoring (W1, W3, W4, W5, W6, T1, T3,

T4) Eksternal

(35)

22

5. Perbaikan sistem sosialisasi kebijakan

Perbaikan sistem sosialisasi, workshop atau bimbingan teknis terkait perkembangan kebijakan impor dan sistem Inatrade secara rutin kepada pelaku usaha, dinas perdagangan di beberapa daerah maupun untuk internal Kemendag.

6. Perbaikan sistem remunerasi

Perbaikan sistem remunerasi dengan penerapan reward dan panishment yang tegas. Punishment yang tegas dimaksudkan untuk pelanggaran terhadap kode etik dan lalai dalam pelayanan.

Analisis Pengambilan Keputusan Menggunakan AHP

Struktur hirarki strategi pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis TI di Kementerian Perdagangan disusun oleh empat level hirarki, antara lain:

1. Faktor yang memperngaruhi sasaran utama, yaitu organisasi dan SDM (F1), biaya yang ditanggung importir (F2), sistem infrastruktur Inatrade (F3) dan alokasi anggaran untuk pelayanan perijinan di Kementerian Perdaganagn (F4). 2. Aktor yang terlibat untuk mencapai sasaran utama, yaitu Menteri Perdagangan (A1), Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (A2), Direktur (Direktur Impor dan Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor) (A3) dan tim teknis (kepala seksi di Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Tim TI dari PT EDII dan petugas UPP) (A4).

3. Tujuan yang ingin dicapai, yaitu mendukung sistem perdagangan nasional dan internasional (T1), mendukung upaya e-Government (T2), menurunkan biaya (T3) danmempercepat proses serta meningkatkan akurasi data perijinan impor (T4).

4. Alternatif stategi yang diperoleh dari hasil analisis SWOT, antara lain perbaikan sistem informasi terpadu (S1), perbaikan sistem monitoring dan evaluasi (S2), perbaikan sistem layanan (S3), perbaikan sistem standardisasi data/dokumen (S4), perbaikan sistem sosialisasi kebijakan (S5), perbaikan sistem remunerasi (S6).

(36)

23

Gambar 8. Struktur hirarki Strategi Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura Berbasis Teknologi Informasi Di Kementerian Perdagangan

Pengolahan Horizontal

Pengolahan horizontal terdiri dari atas tiga tingkatan unsur, yaitu (1) tingkat kepentingan aktor terhadap faktor; (2) tingkat kepetingan tujuan terhadap aktor; (3) tingkat kepentingan strategi terhadap tujuan.

Tabel 5 menjelaskan tingkat kepentingan aktor terhadap faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan sistem inatrade. Berdasarkan tabel di atas, Menteri adalah aktor yang paling berperan dalam pembenahan organisasi dan SDM serta alokasi anggaran. Dirjen merupakan aktor penting dalam hal pembenahan system infrastruktur inatrade sedangkan Tim Peaksana merupakan aktor yang yang penting dalam hal menurunkan biaya serta.

Tabel 6. Bobot pengolahan herizontal unsur faktor terhadap semua aktor

Aktor Organisasi & Faktor

SDM Biaya Sistem Infrastruktur Inatrade Anggaran Alokasi

Menteri 0,425 0,220 0,292 0,457

Dirjen 0,301 0,227 0,302 0,263

Direktur 0,168 0,231 0,200 0,185

Tim Teknis 0,106 0,322 0,206 0,095

(37)

24

Guna menjalankan tugas membantu Presiden dalam penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang perdagangan, sebagai pimpinan puncak di Kementerian Perdagangan, Menteri Perdagangan bertanggung jawab atas keseluruhan manajemen organisasi dan memiliki kewenangan penuh dalam perencanaan stategis guna mewujudkan visi dan misi Presiden. Penyusunan struktur organisasi dan SDM serta alokasi anggaran merupakan hal stategik yang menjadi salah satu kewenangan Menteri Perdagangan sesuai dengan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 48 tahun 2015 tentang Kementerian Perdagagangan. Menurut Umar (2001) masalah-masalah stategis adalah tugas yang harus dilakukan oleh manajemen puncak suatu organisasi bukan hanya dengan mempertimbangkan lingkungan internal, melainkan juga lingkungan eksternal karena mempunyai konsekuensi yang multifungsional. Salin itu, lingkungan ektsrnal biasanya membutuhkan biaya besar, berorientasi pada masa depan, serta mempengaruhi kemakmuran anggota organisasi dalam jangka panjang.

Dalam struktur organisasi di Kementerian Perdagangan, Direktur Jenderal merupakan aktor yang paling berperan dalam menterjemahkan visi dan misi menteri ke dalam bentuk kegiatan kementeriana yang lebih teknis. Dirjen menjadi aktor yang bertanggung jawab dalam kegiatan teknis kementerian termasuk program perbaikan sistem infrastruktur inatrade. Secara fungsi, pelaksanaan pelayanan perijinan perdaganga dan pengembangan sistem inatrade berada di bawah pengelolaan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

Dalam tata kelola pelaksanaan pelayanan perijinan, tim teknis merupakan aktor terdepan yang berhadapan langsung dengan pelaku usaha jika terjadi permasalahan teknis di lapangan. Ketika ada hambatan teknis berupa data tidak terkirim ke INSW atau adanya nota penolakan dari Bea dan Cukai, sehingga pelayanan kepabeanan tidak dapat diproses lebih lanjut yang berpotensi menimbulkan biaya penumpukan dll, tim teknis harus siap memberikan pelayanan dan memberikan solusi jalan keluar terhadap permasalah tersebut.

Jika dilihat dari tingkatan organisasi, manajemen dibagi dalam 3 tingkatan yaitu : (1) Top Management (Manajemen Puncak) yang bertanggung jawab atas pengaruh yang ditimbulkan dari keputusan-keputusan manajemen keseluruhan dari organisasi. (2). Middle Management (Manajemen Mengengah) Manajemen menengah harus memiliki keahlian interpersonal/manusiawi, artinya keahlian untuk berkomunikasi, bekerjasama dan memotivasi orang lain. Manajer bertanggungjawab melaksanakan rencana dan memastikan tercapainya suatu tujuan. Misal: manajer wilayah, kepala divisi, direktur produk. (3). Lower

Management (Manajemen Tingkat Rendah). Manager bertanggung jawab menyelesaikan rencana-rencana yang telah ditetapkan oleh para manajer yang lebih tinggi. Pada tingkatan ini juga memiliki keahlian yaitu keahlian teknis, atrinya keahlian yahng mencakup prosedur, teknik, pengetahuan dan keahlian dalam bidang khusus (Hutahaean, 2014).

(38)

25

kelancaran sistem perdagangan nasional dan internasional. Tim teknis lebih fokus pada tataran teknis yaitu hal yang lebih praktis yaitu terkait kecepatan dan akurasi proses perijinan.

Menurut Pearce and Robinson (2000) dan David (2003) pemimpin menentukan strategi perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Corporate Strategy atau Business Startegy merupakan strategi perusahaan untuk mencapai tujuan jangka panjang, untuk itu yang menentukan strategi ini adalah pimpinan puncak, dan pemilik perusahaan. Sedangkan strategi fungsi yaitu strategi yang setiap tahunnya dirubah oleh Departemen dikatakan strategi jangka pendek yang ditentukan oleh pimpinan menengah.

Berdasarkan Safitriani (2014) Indonesia memiliki ketergantungan terhadap perdagangan internasional sebagai mesin penggerak perekonomian nasional cukup besar. Dalam jangka panjang ekspor berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kenaikan Ekspor satu persen cateris paribus, maka dalam jangka panjang akan meningkatkan Laju Pertumbuhan Ekonomi 0.30051 persen (Salomo,2007). Oleh sebab hal tersebut dukungan untuk mendorong kelancaran sistem perdagangan nasional dan internasional mulai dari level Menteri sampai Direktur mutlak diperlukan.

Meskipun bobot tim teknis menempati posisi yang paling kecil, namun peran tim teknis dalam tataran implementatif kebijakan tidak dapat disebut kecil. Tim pengelola sistem inatrade/tim IT merupakan aktor terdepan yang berhadapan langsung dengan pelaku usaha jika terjadi permasalahan teknis di lapangan. Hambatan teknis biasa berupa data tidak terkirim ke INSW atau adanya nota penolakan dari Bea dan Cukai, sehingga pelayanan kepabeanan tidak dapat diproses lebih lanjut. Ketika ada permasalahan tersebut, tim teknis harus siap memberikan pelayanan dan memberikan solusi jalan keluar terhadap permasalah tersebut.

Tabel 7 menunjukan bahwa kepentingan alternatif strategi Perbaikan sistem informasi terpadu dan Perbaikan sistem monitoring dan evaluasi dari aspek sistem, SDM dan landasan hukum erat kaitannya dengan tujuan untuk mendukung kelancaran sistem perdagangan nasional dan internasional.

Dalam kaitannya dengan impor hortikultura, pemanfaatan teknologi infomasi membuat sistem administrasi dan prosedur perijinan impor menjadi lebih senderhana dan transparan baik yang berkaitan dengan Kementerian Pertanian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Perdagangan. Manfaat ini pun juga dirasakan oleh importir yang mendapatkan pelayanan yang lebih cepat dalam proses pengurusan kepabenanan di pelabuhan.

Tabel. 7. Bobot pengolahan herizontal unsur tujuan terhadap aktor

Tujuan Menteri Dirjen Direktur Tim teknis Aktor

Mendukung kelancaran sistem perdagangan

nasional dan internasional (T1) 0,425 0,412 0,368 0,256 Mendukung upaya e-Government (T2) 0,311 0,257 0,250 0,173

Menurunkan biaya (T3) 0,111 0,111 0,120 0,152

Mempercepat proses serta meningkatkan

(39)

26

Tabel 8. Bobot pengolahan herizontal alternatif stategi terhadap tujuan

Stategi Perbaikan sistem informasi

terpadu. 0,216 0,174 0,215 0,244

Perbaikan sistem monitoring

dan evaluasi 0,216 0,249 0,120 0,111

Perbaikan sistem layanan (user

friendly) 0,172 0,198 0,215 0,238

Perbaikan sistem standardisasi

data/dokumen 0,177 0,181 0,144 0,197

Perbaikan sistem sosialisasi

kebijakan 0,116 0,105 0,211 0,112

Perbaikan sistem remunerasi 0,103 0,092 0,095 0,099

Berdasarkan Mc Master (2006) teknologi komunikasi dan informasi merupakan kunci dalam fasilitasi perdagangan. Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi (TIK) dapat menguraingi kompleksitas perdagangan internasional, sehingga dapat meminimalkan biaya transaksi perdagangan. Selain hal tersebut, manfaat lain yang diperoleh dari sistem tersebut adalah meningkatkan keamanan perdagangan serta transparansi dalam rantai pasokan. Di beberapa negara maju, konsep pemanfaatan teknologi informasi dalam fasilitas perdagangan internasional sudah berevolusi menjasi sebuah Single Window berupa portal layanan satu atap yang menyediakan gateway elektronik terpadu yang memungkinkan informasi perdagangan dan dokumen lain yang terkait dapat disampaikan hanya pada satu kali oleh eksportir, importir, broker pabean, freight forwarder, agen pengiriman dan pemain lain, di titik masuk tertentu. Informasi dan dokumen ini kemudian ditransmisikan ke Bea dan Cukai, karantina, perijinan, pelabuhan dan otoritas pemerintah lainnya,serta perusahaan asuransi, bank dan semua instansi swasta lainnya yang terlibat dalam perdagangan internasional. (Mc Master, 2006).

(40)

27

Guna mendukung strategi tersebut, tentunya tidak akan lepas dari pembenahan internal Kementerian Perdagangan baik di dalam kesiapan sistem informasi, kesiapan SDM yang akan menjalankannya serta dukungan perauran perundang-undangan. Oleh karena hal tersebut monev sistem secara berkala, baik dari aspek sistem, SDM dan landasan hukum, merupakan hal yang sangat penting guna mendukung tujuan-tujuan tersebut.

Pengolahan Vertikal

Pengolahan vertikal bertujuan untuk mengkaji pengaruh setiap unsur pada hirarki terhadap sasaran utama. Skema hirarki pengolahan vertikal terhadap strategi pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi informasi di Kementerian Perdagangan ditunjukan pada Gambar 9.

(41)

28

Faktor organisasi dan SDM (0,399), aktor Menteri Perdagangan (0,3806), tujuan mendukung kelancaran sistem perdagangan nasional/internasional (0,3927) serta alternatif stategi perbaikan sistem informasi terpadu (0,2072) merupakan unsur-unsur dalam hirarki yang paling berpengaruh terhadap sasaran utama dalam meningkatkan pelayanan perijinan impor produk hortikultura berbasis teknologi informasi di Kementerian Perdagangan.

Organisasi atau kelembagaan merupakan hal penting dalam mengembangkan stategi untuk mencapai dengan pendekatan sistem. Dengan organisasi dan pengorganisasian yang baik, SDM, sumber daya fisik dan sumber daya modal/keuangan dapat di sinkronisasi dan kombinasi dengan lebih baik guna mencapai tujuan dari Kementerian Perdagangan. Selain hal tersebut di atas, dukungan SDM yang baik juga menjadi hal yang mutlak guna menggerakkan strategi yang telah disusun guna menunjang pengembangan pelayanan perijinan impor hortikultura berbasis TI di Kementerian Perdagangan. Selain faktor organisasi & SDM, hal yang tidak dapat diacuhkan adalah alokasi anggaran yang cukup. Alokasi anggaran merupakan faktor penting guna memastikan berjalannya strategi pengembangan pelayanan perijinan impor hortikultura berbasis TI di Kementerian Perdagangan.

Menurut Irianto (2001) manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya. Bagi sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberi pelayanan kepada masyarakat harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang profesional dan kompeten. Dalam konteks reformasi birokrasi, MSDM merupakan salah satu pilar perbaikan di samping aspek kelembagaan dan sistem. Utilisasi SDM aparatur secara efektif dan efisien menjadi fungsi utama MSDM bagi birokrasi mulai dari perencanaan hingga tahap terminasi SDM.

Faktor yang berperan dalam mendukung pelayanan perijinan diatas sejalan dengan hasil kajian akademik yang dilakukan oleh Biro Organisasi dan Kepegawaian (2013) terkait Penguatan Unit pelayanan Perdagangan. Berdasarkan kajian tersebut diketahui bahwa guna meningkatkan peran unit pelayanan perijinan dalam memberikan pelayanan perijinan diperlukan langkan-langkah diantaranya adalah penguatan sisi kelembagaan unit pelayanan perdagangan sebagai unit yang melayani pelayanan perijinan, alokasi anggaran dan perbandingan antara beban kerja dengan sumberdaya manusia yang tersedia. Selain hal tersebut, guna mempercepat proses perijinan perlu kaji mendalam terutama dari sisi peraturan perundang undangan terkait mekanisme tanda tangan secara digital.

Dalam tata kelola pelayanan perijinan di Kementerian Perdagangan, komitmen Menteri Perdagangan sebagai pimpinan puncak serta pimpinan kementerian di bawahnya merupakan hal yang sangat penting dalam upaya melakukan perbaikan terus menerus. Komitmen pimpinan dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan keputusan yang konsisten terkait pengalokasian dan pendayagunaan sumber daya dalam rangka peningkatan mutu pelayanan publik.

(42)

29

diajukan online dan janji layanan proses perijinan harus selesai dalam dua hari kerja sejak dokumen diterima lengkap dan benar. Sejak dikeluarkannya peratraun tersebut, seluruh SOP dan budaya kerja organisasi juga berubah. Dari komitmen pimpinan kementerian tersebut diharapkan dapat merubah budaya organisasi pelayanan perijinan dan meningkatkan kinerja karyawan dan pada gilirannya dapat berhasil untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan hasil telaah teori dan studi empirik yang dikutip oleh Toyib (2005) dikemukakan bahwa kepemimpinan dan budaya organisasi kedauanya berhubungan dan bisa saling berpengaruh (Schein, 1991; Pearce and Robinson, 2000: 399-400). Kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin berpengaruh terhadap penentuan stategi dan kinerja karyawan. Begitu pula buaya orhganisasi yang diciptakan oleh pemimpin akan berpengaruh terhadap penerapan stategi dan keberhasilannya serta terhadap kinerja karyawan (Hickman and Silva,1986; Kotter & Heskett, 1992; Nurfarhati, 1999; Yaqin,2003; Moelyono, 2003).

Tujuan untuk mendukung kelancaran sistem perdagangan nasional/internasional merupakan prioritas utama dalam peningkatan pelayanan perijinan impor produk hortikultura di Kementerian Perdagangan. Tujuan utama tersebut menjadi motifasi bagi Menteri Perdagangan, Direktur Jenderal dan Direktur untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya sesuai amanat Peratura Presiden Nomor 48 tahun 2015 tentang Kementerian Perdagagangan serta nawacita pemerintah untuk meningkatkan ekspor 300%.

Mengingat pentingnya menjaga sistem perdagangan baik nasional dan internasional serta guna mendukung target pemerintah untuk meningkatkan ekspor 300% maka pengembangan aplikasi e-Government dalam fasilitas perdagangan berupa pengembangan pengembangan pelayanan perijinan berbasis TI menjadi salah satu kuncinya yang perlu di kembangkan. Berdasarkan hal tersebut maka stategi pengembangan perijinan terpadu berbasis TI untuk impor produk hortikultura yang memperingkas birokrasi perijinan diharapkan dapat mempercepat proses dan dapat meningkatkan kelancaran arus barang. Berdasarkan McMaster (2006), TIK merupakan kunci dalam fasilitasi perdagangan. Fasilitas perdagangan bebasis teknologi elektronik menjadi hal yang sangat penting dalam menghadapi peningkatan volume perdagangan internasional yang terus berkembang, karena sistem tradisional yang masih berbasis kertas tidak akan mampu mengatasi peningkatan jumlah transakis perdagangan internasional.

Dalam perdagangan internasional, manfaat lain yang akan didapat ketika pemerintah memberikan fiasilitas perdagangan terhadap produk impornya, di satu sisi juga dapat mengurangi resiko terhadap tindakan balasan dari negara tujuan ekspor/Trade Remedies.

(43)

30

IMPLIKASI MANAJERIAL

Kementerian Perdagangan dapat menerapkan paket stategi dalam rangka pengembangan pelayanan perijinan impor produk hortikultura. Dari dukungan sistem perijinan Kementerian Perdagangan dapat mengembangkan mekanisme perijinan terpadu berbasis IT, standardisasi data/dokumen serta membentuknya ke dalam sebuah sistem user friendly. Dan penerapan monitoring dan evaluasi sistem secara berkala baik dari aspek sistem, SDM dan landasan hukum dapat diperoleh hasil analisis dan gambaran terhadap potret pelayanan yang telah dilakukan, data base pelaku usaha, profil komoditi dan sistem pelayanan yang baik untuk medukung dalam meningkatkan kecepatan arus barang dan logistik nasional.

Namun demikian ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, diantaranya resisteni petugas dan pelaku usaha yang masih nyaman dengan sistem manual dalam pelayanan perijinan, sehingga sebagai vendor pelayanan perijinan berbasis IT, Direktorat Fasilitasi ekspor dan Impor harus terus berupaya untuk mendekatkan diri kepada direktorat teknis lain yang menangani perijinan (Direktorat Impor dan Direktorat Ekspor) agar mudah beradaptasi dengan proses bisnis baru yang menggunakan sistem, konsep pendekatan sistem “bottom to top” juga diterapkan agar penerapan berjalan mulus sehingga operator dan pejabat merasakan manfaat sistem ini.

Penguatan kelembagaan pelayanan serta dukungan alokasi anggaran yang memadai sangat dibutuhkan dalam peningkatan peran unit pelayan perdagangan buna meningkatkan kualitas layanan perijinan. Untuk mewujudkan hal tesebut dibutuhkan komitmen Menteri Perdagangan beserta jajarannya untuk mengawal proses perubahan ke arah yang lebih baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pelayanan di pelayanan ijin impor di Kementerian Perdagangan, khususnya perijinan produk hortikultura memiliki beberapa kelemahan, yaitu sumber daya penunjang yang kurang memadai, adanya keanekaragaman data/dokumen impor, terjadi resistensi internal terhadap perubahan pola perijinan, kurangnya sosialisasi sistem perijinan online, masalah remunerasi, dan adanya kekakuan alokasi anggaran.

2. Faktor paling berpengaruh dalam penerapan sistem adalah Organisasi dan SDM dan aktor yang paling dominan adalah Menteri.

(44)

31

Saran

Guna mendukung peningkatan pelayanan perijinan di Kementerian Perdagangan, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan diusulkan hal sebagai berikut:

1. Penggunaan TI dalam pelayanan perijinan sudah menjadi tuntutan saat ini dan harus terus dikembangkan sesuai tuntutan kebutuhan ke depan, melalui pembangunan koneksi dengan kementerian teknis, agar dapat mengirimkan rekomendasi impor secara online ke Inatrade.

2. Konsep pelayanan perijinan satu atap menjadi pilihan Kementerian Perdagangan untuk memberikan kemudahan bagi pengguna layanan, maka adanya penguatan kelembagaan UPP dapat memberikan pelayanan yang lebih profesional.

3. Dukungan dari pimpinan sangat penting dalam upaya melakukan perbaikan terus menerus melalui komitmen kebijakan dan keputusan konsisten terkait pengalokasian dan pendayagunaan sumber daya dalam rangka peningkatan mutu pelayanan publik.

Gambar

Gambaran Umum Impor Produk Hortikultura
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Matriks IE Pelayanan Perijinan Impor Produk Hortikultura
Gambar 3. Data Impor Produk Hortikultura
+7

Referensi

Dokumen terkait