• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Persamaan Struktural Pada Kasus Dependensi Spasial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Persamaan Struktural Pada Kasus Dependensi Spasial"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL

PADA KASUS DEPENDENSI SPASIAL

(Studi Kasus: Kemiskinan di Provinsi Papua)

MARNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Persamaan Struktural pada kasus Dependensi Spasial adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Marna

(4)

RINGKASAN

MARNA. Pemodelan Persamaan Struktural pada Kasus Dependensi Spasial. Dibimbing oleh ANIK DJURAIDAH dan I MADE SUMERTAJAYA.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam memberantas kemiskinan. Akan tetapi sampai saat ini kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi terutama di Papua. Terdapat beberapa peubah yang diduga berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan di suatu wilayah. Peubah tersebut merupakan peubah laten yang tidak dapat diukur secara langsung dan membutuhkan beberapa indikator sebagai pendekatan. Teknik analisis yang tepat untuk pendugaan hubungan antar peubah baik secara langsung maupun tidak langsung dari sejumlah indikator dan peubah laten diantaranya adalah melalui Model Persamaan Struktural (MPS).

MPS dengan pendekatan klasik memiliki beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Asumsi tersebut diantaranya adalah ukuran contoh harus cukup besar dan data harus menyebar mengikuti sebaran normal. Ghozali (2008) mengatakan bahwa penggunaan contoh yang kecil dalam MPS dengan pendekatan klasik dapat memberikan hasil penduga parameter dan model statistik yang tidak baik. Selain itu juga dapat menghasilkan matriks ragam peragam contoh yang singular. Penelitian ini memiliki ukuran contoh kecil maka diperlukan metode alternatif untuk menyelesaikannya. Metode alternatif yang digunakan adalah melalui pendekatan kuadrat terkecil parsial (KTP). Wahyuni (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kemungkinan kemiskinan di Papua juga dapat dipengaruhi oleh kemiskinan di wilayah sekitarnya. Berdasarkan masalah tersebut, pada penelitian ini akan dilakukan kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di Papua menggunakan MPS dengan mempertimbangkan ketergantungan spasial.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Provinsi Papua Tahun 2013 yang terdiri dari 29 kabupaten. Peubah yang diteliti terdiri dari dua peubah laten eksogen yaitu kesehatan dan pendidikan serta tiga peubah laten endogen yaitu sumber daya manusia (SDM), ekonomi dan kemiskinan. Peubah laten eksogen diukur dengan 10 indikator dan peubah laten endogen diukur dengan 12 indikator. Tahapan yang dilakukan adalah eksplorasi data, analisis MPS dengan pendekatan KTP yang selanjutnya akan dilakukan analisis spasial otoregresif (spatial autoregressive model/SAR) dan spasial Durbin terhadap skor laten yang diperoleh dari pendugaan model pengukuran serta pemilihan model terbaik.

(5)

terhadap kemiskinan artinya semakin baik kesehatan dan pendidikan maka tingkat kemiskinan di Papua akan menurun. Ekonomi dipengaruhi oleh kesehatan dan pendidikan. SDM dipengaruhi oleh lag spasial SDM dan kesehatan. Faktor kesehatan memiliki pengaruh paling besar terhadap kemiskinan di Papua. Artinya kesehatan merupakan faktor utama yang harus diperbaiki untuk mengurangi kemiskinan di Papua.

(6)

SUMMARY

MARNA. Structural Equation Modelling in case of Spatial Dependence. Supervised by ANIK DJURAIDAH and I MADE SUMERTAJAYA.

Many efforts have been done by Indonesia government in overcoming the poverty problem yet the poverty level in Indonesia is still high enough especially in Papua. There are some variables which are supposed to influence directly or indirectly to poverty in the region. The variables are latent variables that can not be measured directly and in need of some indicators as an approach. The analytical techniques appropriate to estimate relationships between variables, either directly or indirectly of indicators and latent variables is through Structural Equation Model (SEM).

SEM with the classical approach has some assumptions. Such assumptions include the sample size should be large enough and data must to follow the normal distribution. Ghozali (2008) said that the use of a small example in SEM with a classical approach may provide bad results of parameter estimator and the statistical models even may generate singular example of variance covariance matrix and the negative variance. This research has a small sample size so it is important to bring alternative method to resolve it. Alternative method used is through Partial Least Squares approach (PLS). Wahyuni (2013) in his research said that the possibility of poverty in Papua can be influenced by the dependence between regions. Based on these problems, it needed to be research to determine the factors that influence poverty in Papua using SEM by considering the spatial dependence.

This research used secondary data from National Socio-Economic Survey of Papua province in 2013 that consists of 29 regencies. The studied variables consisted of two exogenous latent variables which were health and education as well as three endogenous latent variables which were human resources (HR), economic and poverty. Exogenous latent variables were measured by 10 indicators. Endogenous latent variables were measured by 12 indicators.Steps of the research were a data exploration, analytical approach SEM with PLS then continued with spatial autoregressive model (SAR) and spatial Durbin to the latent scores obtained from the estimation of the measurement model as well as selection of the best models.

(7)

influence toward poverty in Papua. It means that health was a major factor that must be improved to reduce poverty in Papua.

Key words: Poverty, Structural Equation Modeling, Papua, SAR, Spatial Durbin

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Farit Mochamad Afendi, M.Si Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika Terapan

PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL

PADA KASUS DEPENDENSI SPASIAL

(Studi Kasus: Kemiskinan di Provinsi Papua)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Pemodelan Persamaan Struktural pada Kasus Dependensi Spasial (Studi Kasus: Kemiskinan di Provinsi Papua)

Nama : Marna

NRP : G152130131

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS Ketua

Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika Terapan

Dr. Ir. Indahwati, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pemodelan Persamaan Struktural pada kasus Dependensi Spasial (Studi Kasus: Kemiskinan Di Provinsi Papua)” ini dapat diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.

2. Bapak Dr. Farit Mochamad Afendi, M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis

3. Ibu Dr. Ir. Indahwati, M.Si selaku ketua Program Studi Statistika Terapan S2 yang telah turut membantu kelancaran penyelesaian karya ini.

4. Seluruh staf pengajar pascasarjana Departemen Statistika IPB yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan selama perkuliahan sampai dengan penulisan karya ini.

5. Suamiku Jailani Purnomo, anakku Azka Maritza Batrisya, ke-empat orang tuaku, serta seluruh keluarga atas do’a, dukungan, dan kasih sayangnya.

6. Seluruh mahasiswa program studi statistika terapan dan statistika baik S2 maupun S3 atas dukungan yang tulus, saran, dan ilmu yang positif.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan oleh penulis untuk penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Model Persamaan Struktural (MPS) 3

Pemodelan MPS dengan Pendekatan KTP 3

Model Spasial Regresi Linier 6

Model SAR dan Spasial Durbin 7

Model SAR dan Spasial Durbin dalam MPS 8

3 METODE PENELITIAN 9 Data 9 Metode Analisis 10 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Eksplorasi Data 12 Model Persamaan Struktural (MPS) 14 Model Persamaan Struktural Spasial 17

Pemilihan Model Terbaik 18

Pengujian Galat Model Struktural 20

5 SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 24

(14)

DAFTAR TABEL

1 Indikator yang digunakan pada 5 peubah laten dalam penelitian 9

2 Nilai statistik dari indikator 12

3 Nilai penduga parameter dan hasil uji model pengukuran 15

4 Uji validitas diskriminan model pengukuran 15

5 Uji reliabilitas model pengukuran 16

6 Uji kecocokan model pengukuran 16

7 Nilai penduga parameter dan uji hipotesis model struktural 16

8 Hasil pengujian Indeks Moran 17

9 Pendugaan parameter model struktural spasial 18

10 Nilai koefisien determinasi dan nilai AIC 19

11 Uji kenormalan galat model struktural spasial 20

12 Uji keragaman galat model struktural spasial 20

13 Uji Indeks Moran terhadap galat model non spasial 21 14 Uji Indeks Moran terhadap galat model spasial 21

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk hubungan antara peubah laten 10

2 Diagram kotak garis peubah indikator 13

3 Peta persentase kemiskinan per kabupaten di Papua tahun 2013 14

4 Model persamaan struktural 16

5 Peta skor peubah kemiskinan per kabupaten di Papua 2013 17

6 Model persamaan struktural SAR 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pembobot spasial menggunakan Queen Contiguity 25 2 Jumlah tetangga masing-masing kabupaten Provinsi Papua 26 3 Hasil pengujian Indeks Moran masing-masing indikator 27

4 Model persamaan struktural untuk model awal 28

5 Model pengukuran untuk MPS awal 29

(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Kemiskinan juga merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Hal ini terlihat adanya tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals/ MDGs) yang berisi delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Tujuan pertamanya memberantas kemiskinan dan kelaparan dengan target kemiskinan sebesar 7.59 persen. Badan Pusat Statistika (2014) menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 10.96 persen dan yang tertinggi berada di Provinsi Papua yaitu sebesar 27.80 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mencapai target dari MDGs tersebut.

Afifah (2013) menunjukkan bahwa peubah pendidikan, kesehatan, sumber daya manusia, dan ekonomi dapat mempengaruhi kemiskinan di Jawa Tengah baik secara langsung maupun tidak langsung. Peubah tersebut tidak dapat diukur secara langsung dan membutuhkan beberapa indikator sebagai pendekatan. Teknik analisis yang tepat untuk pendugaan hubungan antar peubah baik secara langsung maupun tidak langsung dari sejumlah indikator dan peubah laten diantaranya adalah melalui Model Persamaan Struktural (MPS).

MPS dengan pendekatan klasik memiliki beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Asumsi tersebut diantaranya adalah ukuran contoh harus cukup besar dan data harus menyebar mengikuti sebaran normal. Ghozali (2008) mengatakan bahwa penggunaan contoh yang kecil dalam MPS dengan pendekatan klasik dapat memberikan hasil penduga parameter dan model statistik yang tidak baik. Selain itu juga dapat menghasilkan matriks ragam peragam contoh yang singular. Pada penelitian ini memiliki ukuran contoh kecil maka diperlukan metode alternatif untuk menyelesaikan masalah tersebut. Metode alternatif yang digunakan yaitu melalui pendekatan kuadrat terkecil parsial (KTP). Kuadrat terkecil parsial (KTP) dapat digunakan pada setiap jenis ukuran data, syarat asumsi lebih fleksibel dan dapat digunakan ketika landasan teori model lemah atau penggukuran setiap peubah laten masih baru.

Wahyuni (2013) dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Papua menunjukkan bahwa model GWR lebih baik dibanding model OLS. Selain itu juga dikatakan bahwa kemungkinan kemiskinan di Papua juga dapat dipengaruhi oleh kemiskinan di wilayah sekitarnya. Sun et al. (2015) telah melakukan penelitian mengenai penyakit Tuberculosis di Cina menggunakan model persamaan struktural GWR dengan pendekatan KTP. Oud dan Folmer (2008) telah melakukan penelitian mengenai pendekatan persamaan struktural untuk model ketergantungan spasial.

(16)

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan di Papua menggunakan MPS dengan pendekatan KTP. Selanjutnya akan dilakukan analisis SAR dan spasial Durbin terhadap skor laten yang diperoleh dari pendugaan model pengukuran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan agar persentase kemiskinan di Papua semakin berkurang.

Tujuan Penelitian

(17)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Model Persamaan Struktural (MPS)

MPS merupakan salah satu analisis multivariat yang dapat menganalisis hubungan peubah secara kompleks, pada umumnya digunakan untuk penelitian yang menggunakan banyak peubah dan dapat menganalisis model yang rumit secara bersamaan dengan kemampuan untuk menguji atau melakukan konfirmasi terhadap sebuah konsep teoritis yang diujikan melalui indikator-indikator empiris. Menurut Bollen (1989), MPS secara umum terdiri dari dua model, yaitu model struktural dan model pengukuran. Model struktural menggambarkan hubungan-hubungan yang ada di antara peubah-peubah laten. Sedangkan dalam model pengukuran, setiap peubah laten dimodelkan sebagai sebuah faktor yang mendasari peubah indikator yang terkait. Model struktural pada MPS dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

= Β + Γξ + (1)

sedangkan model pengukurannya adalah

x=Λxξ+ (2)

y=Λy + (3)

asumsinya Ε =0 , E =0, E =0, cov , =0, cov =0, cov =0, dan matriks B non-singular. adalah vektor peubah laten endogen (px1), ξ adalah vektor peubah laten eksogen (qx1), adalah matriks koefisien antar peubah laten endogen (pxp), adalah matriks koefisien antara peubah laten endogen dengan peubah laten eksogen (pxq), adalah vektor galat model struktural (px1), y adalah vektor peubah penjelas dari peubah laten endogen (rx1), x adalah vektor peubah penjelas dari peubah laten eksogen (sx1), � adalah matriks koefisien antara peubah laten endogen dengan peubah penjelasnya (rxp), � adalah matriks koefisien antara peubah laten eksogen dengan peubah penjelasnya (sxq), adalah vektor galat model pengukuran peubah laten endogen (rx1), adalah vektor galat model pengukuran peubah laten eksogen (sx1), r adalah banyaknya indikator peubah laten endogen, dan s adalah banyaknya indikator peubah laten eksogen.

Pemodelan MPS dengan pendekatan KTP

(18)

dengan βj adalah peubah laten endogen ke-j, ίji adalah koefisien lintas antara peubah laten endogen ke-j dengan peubah laten endogen ke-i, βi adalah peubah laten endogen ke-i untuk i ≠j, ΰjl adalah koefisien lintas antara peubah laten endogen ke-j dengan peubah laten eksogen ke-l, ξl adalah peubah laten eksogen ke-l, dan αj adalah galat model struktural.

Pada model pengukuran dilakukan pembobotan untuk mendekati nilai peubah laten yang ada. Menurut Chin (1998), peneliti dapat menggunakan pembobot-pembobot awal dengan nilai yang sama untukmendapatkan pendekatan awal sebuah peubah laten. Inti dari prosedur KTP adalah menentukan pembobot-pembobot yang akan digunakan untuk menduga peubah laten pada model pengukuran. Pembobot-pembobot diperoleh dari regresi KTP yang diterapkan pada setiap indikator. Proses perhitungan dilakukan dengan cara iterasi, dalam setiap prosedur iterasi misalkan s = 1,β,γ…, konvergensi diperiksa dengan membandingkan bobot model pengukuran pada langkah s terhadap bobot model pengukuran pada langkah s-1. Iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi konvergen. Wold (1982) mengusulkan ((wiks −wiks-1)/wiks-1 ) < 10-5 sebagai kriteria konvergensi. Secara umum algoritma untuk menentukan pembobot-pembobot, koefisien-koefisien lintas, dan nilai peubah laten dalam KTP terbagi menjadi 2 tahap (Chin 1998), yaitu:

1. Pendugaan iterasi dari pembobot-pembobot awal dan nilai-nilai peubah laten awal dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pendugaan model pengukuran b. Pendugaan model struktural

βi*

ini bobot model struktural yang digunakan adalah bobot berdasarkan skema path. Bobot untuk vil adalah:

v il = cor (βi , ξl) untuk βi dan ξl yang berhubungan 0 untuk β

i dan ξl yang tidak berhubungan c. Pembaruan bobot model pengukuran

Pembaruan dilakukan untuk memperoleh bobot baru model pengukuran yaitu wikbaru dengan cara sebagai berikut:

yik = wikbaruβi*+eik (9) d. Pemeriksaan konvergensi

(19)

5 2. Pendugaan koefisien jalur

Dengan menggunakan pembobot yang telah memenuhi kriteria kekonvergenan diperoleh skor peubah laten dengan formula berikut:

ξl = wklbaru Setelah di peroleh skor peubah laten dilakukan pendugaan koefisien jalur antar peubah laten yang di duga dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square/OLS) seperti analisis regresi linier berganda dengan menggunakan skor peubah laten. Menurut Chin (1998), spesifikasi model pada metode KTP didefinisikan menjadi dua macam model yaitu model pengukuran dan model strukturaldengan uji kecocokan sebagai berikut: 1. Uji kecocokan terhadap model pengukuran

a. Validitas konvergen (Convergent Validity)

Validitas konvergen dinilai berdasarkan korelasi antara setiap indikator dengan peubah laten. Nilai korelasi di atas 0.7 dapat dikatakan ideal,artinya indikator tersebut dikatakan signifikan sebagai indikator yang mengukur peubah laten. Namun, nilai korelasi diatas 0.5 dapat diterima, sedangkan nilai korelasi dibawah 0.5 dapat dikeluarkan dari model.

b. Validitas diskriminan

Validitas diskriminan diukur menggunakan nilai rata-rata ragam terekstrasi (average variance extracted/AVE) yang mengukur keragaman peubah laten yang dapat dijelaskan oleh pengukuran yang dilakukan. Nilai AVE yang mengindikasikan keragaman yang cukup baik adalah diatas 0.5. Formula AVE adalah sebagai berikut:

AVE= λk

2

λk2

+ kvar k (12)

� adalah komponen korelasi indikator ke-k dan var k =1- λk 2. Validitas diskriminan juga dapat didukung melalui nilai muatan indikator terhadap peubah laten yang diukur harus lebih tinggi dibanding dengan muatan silangnya serta akar AVE yang lebih besar dari korelasi peubah laten (Fornell & Larcker 1981).

c. Reliabilitas gabungan (Composite Reliability)

Reliabilitas gabungan (ρc) digunakan untuk mengukur reliabilitas setiap peubah laten yang menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari suatu pengukuran, nilainya berkisar 0 sampai 1. Nilai batas yang diterima untuk

ρc adalah diatas 0.7, walaupun bukan merupakan standar absolut.

Reliabilitas gabungan dapat dihitung dengan rumus berikut:

ρc= λk 2. Uji kecocokan terhadap Model Struktural

a. Pengujian signifikansi hubungan peubah laten eksogen terhadap peubah endogen dengan melihat nilai t-hitung tiap peubah pada model struktural . b. Nilai R2 yang menunjukkan besarnya keragaman peubah endogen yang

(20)

Model Spasial Regresi Linier

Aspek spasial pada suatu data dapat dilihat dari pengaruh atau efek spasial, efek spasial bisa diuji jika data penelitian mengandung otokorelasi spasial. Oleh karena itu sebelum mengidentifikasi efek spasial, uji otokorelasi spasial perlu dilakukan terlebih dahulu. Otokorelasi spasial (spatial autocorrelation) merupakan suatu ukuran kemiripan dari objek di dalam ruang. Pendekatan otokorelasi spasial dapat menggunakan statistik indeks moran. Statsitik uji indeks moran dinyatakan sebagai berikut (Fischer & Wang 2011):

Hipotesis:

H0 : tidak ada otokorelasi spasial H1 : ada otokorelasi spasial

Anselin (1988) mengatakan bahwa efek spasial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ketergantungan spasial dan keragaman spasial. Ketergantungan spasial terjadi akibat adanya pengaruh lokasi ke-i terhadap lokasi ke-j ( ≠ ), sedangkan keragaman spasial terjadi akibat adanya perbedaan antar satu wilayah dengan wilayah lainnya (random region effect). Secara umum model spasial dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:

y = ρWy + Χβ + u (15)

u = λWu +

dengan y adalah vektor peubah tak bebas berukuran n x 1, X merupakan matriks peubah bebas berukuran n x (p + 1), ρ adalah koefisien lag spasial peubah tak bebas, β vektor parameter koefisien regresi berukuran (p+1) x 1, λ adalah koefisien lag spasial pada galat yang bernilai λ ≤1, u adalah vektor galat acak yang diasumsikan mengandung otokorelasi berukuran nx1, � adalah vektor galat berukuran n x 1 yang menyebar normal dengan rata-rata nol serta ragam

σ2 yaitu ε~N(0,σ2 ) dengan adalah matriks identitas berukuran n x n, n

adalah banyaknya amatan atau lokasi dan merupakan matriks pembobot berukuran nxn dengan elemen diagonal bernilai nol.

Menurut strukturnya, matriks pembobot spasial terbagi ke dalam dua tipe yaitu berdasarkan jarak dan persinggungan (contiguity). Menurut LeSage (1999), ada beberapa metode untuk mendefinisikan hubungan persinggungan antar wilayah, salah satunya adalah Queen Contiguity yaitu dengan mendefinisikan wij = 1 untuk wilayah yang bersisian atau titik sudutnya bertemu dengan

wilayah yang menjadi perhatian, wij = 0 untuk wilayah lainnya, sehingga

(21)

7

Model SAR dan SpasialDurbin

Model lag spasial merupakan salah satu model spasial dengan pendekatan area yang memperhitungkan pengaruh lag spasial hanya pada peubah tak bebas. Apabila peubah tak bebas berkorelasi secara spasial (ρ≠0 dan λ=0), maka persamaan (15) menjadi sebagai berikut ( Anselin 1988):

y=ρWy+Xβ+ (16) Pendugaan parameter model SAR dilakukan dengan metode kemungkinan maksimum. Fungsi log likelihood untuk model SAR adalah sebagai berikut:

L(ρ,β, 2| y)= 1 Maka pendugaan � dapat dilakukan dengan cara memaksimumkan fungsi pseudo log likelihood sebagai berikut:

ln (L) = c - n Model lag spasial dapat dikembangkan dengan menambahkan lag spasial peubah bebas yang dikenal sebagai model spasial Durbin. Bentuk model spasial Durbin adalah sebagai berikut ( Anselin 1988):

y = ρWy + 1+ WXβ2 + (21) atau

y = ρWy + Zβ+

(I - ρW)y = Zβ+

dengan mendefinisikan � = � − ρ , �= [ , ] dan β=[β1, β2]T maka fungsi log-likelihood persamaan diatas diperoleh:

ln(L) = -n

Pendugaan � dapat dilakukan dengan cara memaksimumkan fungsi pseudo log likelihood seperti persamaan (18). Sehingga diperoleh penduga parameter � dan

(22)

Model SAR dan SpasialDurbin dalam MPS

Ketergantungan spasial pada model SAR dan spasial Durbin dalam MPS berlaku pada peubah laten bukan pada peubah observasi (indikator). Pada kasus model MPS, peubah laten tidak dapat diukur secara langsung sebagai contoh unit. Sehingga digunakan nilai skor faktor yang didapatkan dari analisis MPS sebagai suatu contoh unit yang terukur. Oud dan Folmer (2008) merepresentasikan model SAR dalam MPS sebagai berikut :

η* = ρWη*+X*β1+ε (25)

dan model spasial Durbin sebagai berikut:

* =ρW *+X*β1+WX*β2+ (26)

dengan

* : vektor skor faktor peubah laten endogenberukuran n x 1

X* : matriks skor faktor peubah laten yang berhubungan dengan * berukuran n x (k + 1)

ρ : koefisienlag spasial peubah endogen

β1 :vektor parameter koefisien regresi, berukuran(k+1) x 1

β� : vektor parameter koefisien lag spasial peubah laten yang berhubungan dengan * berukuran k x 1

: vektor galat berukuran n x

(23)

9

3 METODE PENELITIAN

Data

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yaitu Data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Provinsi Papua Tahun 2013 yang terdiri dari 29 kabupaten. Peubah yang diteliti terdiri dari dua peubah laten eksogen yaitu kesehatan dan pendidikan, tiga peubah laten endogen yaitu sumber daya manusia (SDM), ekonomi dan kemiskinan. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur peubah laten eksogen dan peubah laten endogen diperoleh berdasarkan penelitian sebelumnya (Afifah 2013; Anuraga 2013). Dalam penelitian ini peubah laten eksogen dan endogen tersebut diukur dengan 22 indikator dengan rincian pada Tabel 1.

Tabel 1. Indikator yang digunakan pada 5 peubah laten dalam penelitian

Peubah Laten dan Indikator Kode

Kesehatan (ξ1)

Persentase balita yang pernah mendapat imunisasi campak

Persentase balita yang proses kelahirannya ditolong oleh tenaga medis Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri Angka harapan hidup

Persentase penduduk yang tidak mempunyai keluhan kesehatan selama sebulan terakhir

Angka Partisipasi Sekolah ( APS ) usia 7-18 tahun

Persentase penduduk 10 tahun ke atas yang pernah/masih sekolah Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang melek huruf

Rata-rata lama sekolah

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Persentase pekerja disektor formal

Persentase jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja disektor non pertanian

Persentase penduduk 15 tahun keatas yang bekerja seminggu lalu

Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Ekonomi (β2)

Persentase rumah tangga yang penerangannya menggunakan listrik Persentase penduduk yang mempunyai alat komunikasi

Persentase penduduk yang tidak pernah mendapatkan beras raskin

Persentase rumah tangga dengan luas lantai perkapita ≥ 10 m2

Y2.1

Persentase jumlah keluarga yang termasuk keluarga pra sejahtera Indeks keparahan kemiskinan

(24)

Metode Analisis

1. Eksplorasi data untuk mengetahui gambaran umum data yang digunakan 2. MPS terboboti spasial pada model struktural

Langkah-langkah yang dilakukan adalah: a. Spesifikasi model

 Diagram jalur

Pembentukan diagram jalur pada Gambar 1 dapat memudahkan dalam menerjemahkan pola hubungan antara peubah laten. Selanjutnya dari diagram jalur tersebut dibentuk persamaan yang menyatakan model pengukuran dan model struktural.

Gambar 1 Bentuk hubungan antara peubah laten (Afifah 2013)

(25)

11

Banyaknya persamaan struktural adalah sejumlah peubah laten endogen. Pada penelitian ini terdapat 3 persamaan struktural yaitu: β1 = ΰ11ξ1 + ΰ12ξ2 + α1

β2 = ΰ21ξ1 + ΰ22ξ2 + ί21β1+ α 2 β3 = ί31β1+ ί32β2 + α

3

Apabila di tulis dalam bentuk matriks, maka persamaan menjadi β1 b. Pendugaan parameter MPS dengan KTP

c. Uji kecocokan model pengukuran (outer model) dan model struktural (inner model)

d. Membentuk matriks pembobot spasial yaitu matriks langkah Ratu

(Queen Contiguity)

e. Melakukan uji otokorelasi spasial dengan statistik Indeks Moran terhadap skor laten yang diperoleh dari pendugaan model pengukuran pada MPS f. Melakukan pendugaan parameter model struktural SAR dan spasial

Durbin dengan metode penduga kemungkinan maksimum.

3. Pemilihan model struktural spasial terbaik dengan melihat nilai Akaike Information Criterion (AIC)

(26)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai eksplorasi data dan model persamaan struktural spasial terhadap kemiskinan di Papua. Model spasial yang digunakan adalah model SAR dan model spasial Durbin, selanjutnya akan dilakukan pemilihan model terbaik.

Eksplorasi Data

Hasil eksplorasi data untuk semua indikator yang digunakan disajiikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa untuk indikator peubah laten kesehatan, persentase balita yang pernah mendapat imunisasi campak (X1.1) berada pada rentang [1.32%; 90.93%] dengan rata-rata 52.33%, Kabupaten Merauke adalah kabupaten yang persentase balita pernah mendapat imunisasi campak paling banyak, sedangkan yang paling rendah mendapat imunisasi campak adalah Kabupaten Intan Jaya.

Tabel 2 Nilai statistik dari indikator Indikator Rata-rata Nilai

Terkecil

(27)

13 sekolahnya, sedangkan yang paling rendah angka partisipasi sekolah adalah Kabupaten Nduga. Persentase penduduk 15 tahun keatas yang melek huruf (X2.3) berada pada rentang [23.76%; 99.23%] dengan rata-rata 69.53%, Kabupaten Biak Numfom adalah kabupaten yang paling tinggi persentase penduduk 15 tahun keatas yang melek huruf, sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Nduga. Persentase pekerja disektor formal (Y1.2) berada pada rentang [0.30%; 63.56%] dengan rata-rata 8.55%, kota Jayapura adalah kota dengan persentase pekerja disektor formal paling tinggi, sedangkan yang paling rendah persentase pekerja disektor formal adalah Kabupaten Memberamo Tengah. Persentase jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja disektor non pertanian (Y1.3) memiliki rata-rata sebesar 25.71%, kota Jayapura adalah kota dengan persentase jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja disektor non pertanian paling tinggi, sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Nduga.

Persentase penduduk yang tidak pernah mendapatkan beras raskin (Y2.2) memiliki rata-rata sebesar 60.98%, Kabupaten Puncak adalah kabupaten dengan persentase penduduk yang tidak pernah mendapatkan beras raskin paling banyak, sedangkan persentase penduduk yang pernah mendapatkan beras raskin paling banyak adalah adalah Kabupaten Yalimo.

Untuk indikator peubah laten kemiskinan, persentase kemiskinan (Y3.1) di Provinsi Papua pada tahun 2013 memiliki rata-rata sebesar 31.53%. Kabupaten Merauke merupakan kabupaten dengan persentase kemiskinan terendah yaitu 12.95% sedangkan persentase kemiskinan tertinggi 45.92% adalah Kabupaten Deiyai. Indeks kedalaman kemiskinan (Y3.2 ) memiliki rata-rata sebesar 7.05%. Kabupaten Merauke merupakan kabupaten dengan persentase kemiskinan terendah yaitu 2.35% sedangkan persentase kemiskinan tertinggi 18.03% adalah Kabupaten Deiyai.

Berdasarkan diagram kotak garis pada Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat keragaman yang cukup tinggi di beberapa indikator pada peubah laten. Artinya terdapat kesenjangan antara kabupaten di Provinsi Papua. Indikator Y2.2 adalah indikator yang memiliki keragaman tertinggi. Indikator angka harapan hidup (X1.4) adalah indikator dengan keragaman paling rendah. Pada beberapa indikator juga terdapat pencilan diantaranya Kabupaten Nduga pada indikator X1.5, Kabupaten Yalimo pada indikator Y2.3, Deiyai dan Intan Jaya pada indikator Y3.4.

Y3.4

(28)

Peta persentase kemiskinan per kabupaten di Papua pada Gambar 3 menggambarkan bahwa kabupaten yang mempunyai persentase kemiskinan satu kelompok letaknya berdampingan. Hal ini menunjukan adanya pengaruh spasial pada persentase kemiskinan di Papua. Kelompok persentase kemiskinan dibagi menjadi tiga kelompok dengan panjang interval data yang sama antar kelompok, yaitu kelompok rendah (12.95 – 23.94) terdiri dari Kabupaten Merauke, Jayapura, Mimika, Sarmi, Keerom, Mappi dan kota Jayapura. Kelompok tengah (23.94 – 34.93) terdiri dari Kabupaten Nabire, Kepulauan Yapen, Biak Numfor, Boven Digoel, Asmat, dan Dogiyai. Kelompok tinggi (34.93 – 45.92) terdiri dari kabupaten di daerah-daerah bagian tengah Papua, diantaranya seperti Nduga, Puncak Jaya, Paniai, Jayawijaya, Puncak, Yalimo, Intan jaya, Supiori, Yahukimo, Lanny Jaya, Memberamo Tengah, Deiyai.

Hasil pengujian Indeks Moran terhadap indikator- indikator yang digunakan (Lampiran 3) dengan menggunakan pembobot Queen Contiguity (Lampiran 1) diperoleh bahwa tidak terdapat korelasi spasial pada indikator X1.4, X1.5, Y2.4 dan Y3.4, namun nilai Indeks Moran pada seluruh indikator lebih dari nilai harapan yang menujukkan pola data yang mengelompok dan memiliki kesamaan karakteristik pada wilayah yang berdekatan.

Gambar 3. Peta persentase kemiskinan per kabupaten di Papua tahun 2013

Model Persamaan Stuktural ( MPS)

Data kemiskinan di Papua dimodelkan menggunakan MPS dengan metode penduga kuadrat terkecil parsial (KTP). Berdasarkan koefisien lintas pada diagram jalur untuk model persamaan struktural awal (Lampiran 4) dan hasil pengujian model pengukuran (Lampiran 5) terdapat empat indikator yang tidak memenuhi validitas kekonvergenan yaitu indikator X1.4, X1.5, Y2.4 dan Y3.4. Hasil dugaan dan pengujian parameter model pengukuran tanpa indikator X1.4, X1.5, Y2.4 dan Y3.4 disajikan pada Tabel 3 diperoleh nilai muatan faktor untuk semua indikator lebih besar dari 0.70 serta signifikan pada taraf nyata 10%. Hal ini menunjukkan bahwa semua indikator memiliki tingkat validitas kekonvergenan yang tinggi dalam merefleksikan peubah latennya.

(29)

15 Tabel 3. Nilai penduga parameter dan hasil uji model pengukuran

Peubah Muatan Faktor Galat Baku Nilai-t

**nyata pada taraf nyata 5%, * nyata pada taraf nyata 10% Tabel 4 Uji validitas diskriminan model pengukuran

(30)

Tabel 5 Uji reliabilitas model pengukuran Peubah Laten Cronbach

Alpha

Reliabilitas gabungan

Nilai AVE

Kesehatan 0.92 0.95 0.86

Pendidikan 0.97 0.98 0.89

SDM 0.95 0.96 0.86

Ekonomi 0.89 0.93 0.82

Kemiskinan 0.84 0.90 0.76

Tabel 6 Uji kecocokan model struktural Peubah Laten Kriteria AIC R2

SDM 37.85 0.84

Ekonomi 38.85 0.84

Kemiskinan 67.89 0.54

Koefisien lintas model persamaan struktural disajikan pada Gambar 4 dan pengujian signifikansinya pada Tabel 7 diperoleh bahwa kemiskinan dipengaruhi secara signifikan oleh ekonomi, ekonomi dipengaruhi secara signifikan oleh kesehatan dan pendidikan, dan SDM dipengaruhi secara signifikan oleh kesehatan.

Tabel 7 Nilai penduga parameter dan uji hipotesis model struktural Hubungan Peubah Koefisien Galat baku Nilai-t Nilai-p

Kesehatan -> SDM 0.684 0.17 3.93 0.00**

Pendidikan -> SDM 0.251 0.17 1.44 0.16

Kesehatan -> Ekonomi 0.434 0.22 1.97 0.06* Pendidikan -> Ekonomi 0.332 0.18 1.83 0.08*

SDM -> Ekonomi 0.185 0.20 0.94 0.35

SDM -> Kemiskinan - 0.159 0.26 - 0.60 0.55 Ekonomi -> Kemiskinan - 0.591 0.26 -2.23 0.03** **nyata pada taraf nyata 5%, * nyata pada taraf nyata 10%

(31)

17

Model Persamaan Struktural Spasial

Hasil pengujian indeks moran terhadap skor peubah laten dengan menggunakan pembobot ketetanggaan menunjukkan bahwa semua skor peubah laten diperoleh keputusan tolak H0, artinya terdapat korelasi spasial setiap peubah laten pada taraf nyata 10% ( Tabel 8).

Tabel 8 Hasil pengujian Indeks Moran Peubah Laten Indeks Moran Nilai-p

Kesehatan 0.314 0.00**

Pendidikan 0.372 0.00**

SDM 0.426 0.00**

Ekonomi 0.290 0.01**

Kemiskinan 0.397 0.00**

** nyata pada taraf nyata 5%, * nyata pada taraf nyata 10%

Untuk menggambarkan ketergantungan spasial pada skor peubah kemiskinan antar kabupaten/kota juga dapat disajikan dalam bentuk peta pada Gambar 3. Peta tersebut menggambarkan bahwa kabupaten yang mempunyai skor peubah kemiskinan satu kelompok letaknya berdampingan. Hal ini menunjukan adanya pengaruh spasial pada skor peubah kemiskinan di Papua. Karena terdapat korelasi spasial maka selanjutnya akan dilakukan pemodelan struktural dengan memasukkan aspek spasial. Kelompok skor peubah kemiskinan dibagi menjadi tiga kelompok dengan panjang interval skor sama antar kelompok, yaitu kelompok rendah (-1.874;-0.766), kelompok tengah (-0.766;0.341) dan kelompok tinggi (0.341 ;1.449).

.

Gambar 5. Peta skor peubah kemiskinan per kabupaten di Papua 2013 Nilai koefisien pengujian signifikansi model struktural spasial Durbin dan model SAR tercantum dalam Tabel 9. Model SAR yang diperoleh menunjukkan bahwa kemiskinan dipengaruhi secara signifikan oleh lag kemiskinan dan ekonomi. Ekonomi dipengaruhi secara signifikan oleh kesehatan dan pendidikan. SDM dipengaruhi secara signifikan oleh lag spasial SDM dan kesehatan. Model struktural SAR yang terbentuk adalah sebagai berikut:

SDMi = 0.196 nj=1,i≠jwij SDMj + 0.641 Kesehatani Ekonomii = 0.439 Kesehatani + 0.327 Pendidikani

(32)

Model spasial Durbin yang diperoleh menunjukkan bahwa Kemiskinan dipengaruhi secara signifikan oleh lag kemiskinan dan ekonomi. Ekonomi dipengaruhi secara signifikan oleh lag ekonomi, kesehatan, pendidikan dan SDM. SDM dipengaruhi secara signifikan oleh kesehatan. Model struktural spasial durbin yang terbentuk adalah sebagai berikut:

SDMi = 0.655 Kesehatani

Ekonomii = 0.433 nj=1,i≠jwij Ekonomij + 0.413 Kesehatani + 0.321 Pendidikani + 0.315 SDMi

Kemiskinani = 0.452 nj=1,i≠jwij Kemiskinanj– 0.469 Ekonomii Tabel 9 Pendugaan parameter model struktural spasial Peubah Laten Model SAR Model Spasial Durbin

Koefisien Nilai-p Koefisien Nilai-p SDM

**nyata pada taraf nyata 5%, * nyata pada taraf nyata 10%

Pemilihan Model Terbaik

Pemilihan model terbaik digunakan kriteria nilai Akaike Information Criterion (AIC). Model terbaik memiliki nilai AIC terkecil. Berdasarkan nilai AIC pada Tabel 10 maka model struktural yang terpilih adalah model SAR. Model struktural SAR yang terbentuk:

SDMi = 0.196 nj=1,i≠jwij SDMj + 0.641 Kesehatani

Ekonomii = 0.439 Kesehatani + 0.327 Pendidikani

(33)

19

Gambar 6. Model persamaan struktural SAR Tabel 10 Nilai koefisien determinasi dan nilai AIC Peubah Laten Model SAR Spasial Durbin

R2 Kriteria AIC R2 Kriteria AIC

SDM 0.85 36.93 0.85 40.82

Ekonomi 0.84 40.69 0.89 36.97

Kemiskinan 0.60 65.91 0.62 67.66

Koefisien determinasi (R2) pada Tabel 10 menunjukkan bahwa 85% keragaman dari SDM bisa dijelaskan oleh model, sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak dijelaskan dalam model. Peubah SDM dipengaruhi oleh lag SDM dan kesehatan. Koefisien lag SDM berpengaruh signifikan, artinya SDM kabupaten ke-i akan meningkat dengan meningkatnya SDM di kabupaten yang bertetangga dengan kabupaten ke-i. Kesehatan berpengaruh positif terhadap SDM dengan koefisien sebesar 0.641 artinya semakin meningkatnya kualitas kesehatan di kabupaten ke-i maka akan meningkatkan SDM di kabupaten ke-i.

Koefisien determinasi model ekonomi adalah 0.84, artinya keragaman ekonomi mampu dijelaskan oleh model sebesar 84% sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak dijelaskan dalam model. Ekonomi dipengaruhi secara signifikan oleh kesehatan dan pendidikan. Kesehatan berpengaruh positif terhadap ekonomi dengan koefisien sebesar 0.439 artinya semakin meningkatnya kualitas kesehatan di kabupaten ke-i maka akan meningkatkan kualitas ekonomi di kabupaten ke-i. Pendidikan berpengaruh positif terhadap ekonomi artinya semakin meningkatnya kualitas pendidikan di kabupaten ke-i maka akan meningkatkan kualitas ekonomi di kabupaten ke-i.

(34)

Nilai R2 masing-masing model dan nilai AVE model pengukuran pada Tabel 5 dapat digunakan untuk menghitung nilai Goodness of fit (GOF). Nilai GOF yang diperoleh sebesar 0.80 artinya bahwa peubah eksogen yang terdiri dari kesehatan dan pendidikan dapat menjelaskan sebesar 80% dari SDM, ekonomi dan kemiskinan, sisanya dijelaskan oleh peubah lain. Sebagai contoh ilustrasi model kemiskinan untuk Kabupaten Merauke adalah (Lampiran 7):

KemiskinanMerauke = 0.169 (KemiskinanBoven + KemiskinanMappi) – 0.231 KesehatanMerauke– 0.172 PendidikanMerauke

Berdasarkan model kemiskinan Merauke diatas maka dapat diartikan bahwa peningkatan kemiskinan di Kabupaten Boven dan Kabupaten Mappi maka kemiskinan di Kabupaten Merauke juga akan meningkat. Kesehatan dan pendidikan berpengaruh negatif artinya semakin meningkatnya kualitas kesehatan dan pendidikan di Kabupaten Merauke maka akan mengurangi kemiskinan di Kabupaten Merauke.

Pengujian Galat Model Struktural

Pengujian kenormalan galat dengan uji Kolmogorov-Smirnov (KS) terhadap galat model struktural spasial pada Tabel 11 menunjukkan bahwa untuk galat model spasial SDM, ekonomi dan kemiskinan diperoleh keputusan tidak tolak H0 dengan taraf nyata 10%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model lag spasial SDM, ekonomi dan kemiskinan memiliki galat yang menyebar normal.

Tabel 11 Uji kenormalan galat model struktural spasial Model Statistik Nilai-p Keputusan

Pengujian keragaman galat model struktural spasial dilakukan dengan uji

Breusch- Pagan (BP) yang disajikan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa pada taraf nyata 10% untuk model SDM, model ekonomi dan model kemiskinan diperoleh keputusan tidak tolak H0. Dapat disimpulkan bahwa model lag spasial SDM, ekonomi dan kemiskinan memiliki ragam yang homogen.

Tabel 12 Uji keragaman galat model struktural spasial Model Statistik Nilai-p Keputusan

SDM 1.234 0.54 Tidak tolak H0

Ekonomi 7.918 0.24 Tidak tolakH0 Kemiskinan 3.995 0.14 Tidak tolak H0

(35)

21 Tabel 13 Uji Indeks Moran terhadap galat model non spasial

Model Indeks Moran Nilai-p

SDM 0.14 0.10*

Ekonomi 0.42 0.00**

Kemiskinan 0.31 0.00**

** nyata pada taraf nyata 5%, * nyata pada taraf nyata 10% Hasil pengujian indeks moran terhadap galat model struktural spasial diperoleh bahwa pada model SDM dan model kemiskinan diperoleh keputusan tidak tolak H0, artinya tidak terdapat otokorelasi pada galat model struktural spasial SDM dan kemiskinan pada taraf nyata 10% (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan efek spasial pada MPS, selain meningkatkan R2 dan menurunkan nilai AIC juga dapat mengatasi otokorelasi spasial pada uji asumsi galat. Pada galat model ekonomi masih terdapat otokorelasi pada taraf nyata 10%. Hal ini disebabkan karena model yang dipilih untuk semua model dari peubah endogen adalah sama yaitu model SAR.

Tabel 14 Uji Indeks Moran terhadap galat model spasial Model Indeks Moran Nilai-p

SDM 0.01 0.36

Ekonomi 0.37 0.00**

Kemiskinan 0.02 0.33

(36)

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah disajikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam pengukuran peubah laten tidak memenuhi validitas kekonvergenan dan validitas diskriminan sehingga dikeluarkan dari model pengukuran. Indikator yang tidak valid diantaranya adalah angka harapan hidup, persentase penduduk yang tidak mempunyai keluhan kesehatan selama sebulan terakhir, persentase rumah tangga dengan luas lantai perkapita ≥ 10 m2

dan indeks keparahan kemiskinan.

Kemiskinan di Papua dipengaruhi oleh lag spasial kemiskinan, kesehatan dan pendidikan. Ekonomi dipengaruhi oleh kesehatan dan pendidikan. SDM dipengaruhi oleh lag spasial SDM dan kesehatan. Kesehatan merupakan faktor utama yang harus diperbaiki untuk mengurangi kemiskinan di Papua.

Saran

(37)

23

DAFTAR PUSTAKA

Afifah N. 2013. Analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan Finite Mixture Partial Least Square (FIMIX-PLS) [tesis]. Surabaya: FMIPA ITS. Anselin L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models. Netherlands:

Kluwer Academic Publishers.

Anuraga G. 2013. Pemodelan Kemiskinan di Jawa Timur dengan Structural Equation Modeling-Partial Least Square. Statistika, Vol. 1, No. 2.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013. Papua(ID) : BPS.

Bollen KA. 1989. Structural Equations with Latent Variables. Canada: A Wiley- Interscience Publication.

Chin WW. 1998. The Partial Least Squares Approach to Structural Equation Modeling. Di dalam: Marcoulides GA, editor. Modern Methods for Business Research. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher. hlm 295-336.

Fischer MM, Wang J. 2011. Spatial Data Analysis: Models, Methods and Techniques. London: Springer Heidelberg Dordrecht.

Fornell C, Larcker DF. 1981. Evaluating Structural Equation Model with Unobservable Variables and Measurement Error. Journal of Marketing Research, 18(1), 39-50.

Fotheringham AS, Brunsdon C, Chartlon M. 2002. Geographically Weighted Regression, the Analysis of Spatially Varying Relationships. England: John Wiley and Sons, LTD.

Ghozali I. 2008. Structural Equation Modeling, Metode Atlernatif dengan Partial Least Square Edisi 2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. LeSage J. 1999. The Theory and Practice of Spatial Econometrics. Toledo Ohio:

Departement of Economics University of Toledo.

Oud JHL, Folmer H. 2008. A Structural Equation Approach to Spatial Dependence Models. Geographical Analysis 40: 152–166.

Sun W, Gong J, Zhou J, Zhao Y, Tan J, Ibrahim AN, Zhou Y. 2015. A Spatial, Social and Environmental Study of Tuberculosis in China Using Statistical and GIS Technology. Int. J. Environ. Res. Public Health 2015, 12, 1425-1448; doi:10.3390/ijerph120201425.

Wahyuni TNR. 2013. Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Kemiskinan di Provinsi Papua: Analisis Spatial Heterogeneity [tesis]. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

(38)
(39)
(40)

Lampiran 2 Jumlah tetangga masing-masing kabupaten dengan Queen Contiguity

No Nama Kab Jumlah Bertetangga dengan kab/Kota

1 Merauke 2 Boven, Mappi

2 Jayawijaya 5 Yahukimo, Nduga, Lanny Jaya, Memberamo Tengah, Yalimo

3 Jayapura 6 Yahukimo, Pegunungan Bintang, Sarmi, Seroom, Yalimo, Kota Jaya Pura

4 Nabire 4 Paniai, Waropen, Dogiyai, Intan Jaya 5 Kepulauan Yapen 1 Membramo Raya

6 Biak Numfor 1 Supiori

7 Paniai 6 Nabire, Mimika, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya, Deiyai 8 Puncak Jaya 4 Tolikara, Memberamo Raya, Lanny Jaya, Puncak 9 Mimika 6 Paniai, Asmat, Nduga, Puncak, Dogiyai, Deiyai 10 Boven Digoel 4 Merauke, Mappi, Yahukimo, Pegunungan Bintang

11 Mappi 3 Merauke, Boven Digoel, Asmat

12 Asmat 4 Mimika, mappi, Yahukimo, Nduga

13 Yahukimo 7 Jaya wijaya, Jayapura, Boven Digoel, Asmat, Pegunungan Bintang, Nduga, yalimo

14 Pegunungan Bintang 4 Jayapura, Boven Digoel, Yahukimo, Keerom 15 Tolikara 4 Puncak Jaya, Memberamo Raya, Lanny Jaya,

Memberamo Tengah

16 Sarmi 3 Jayapura, memberamo Raya, Memberamo tengah 17 Keerom 3 Jayapura, Pegunungan Bintang, kota Jayapura 18 Waropen 4 Nabire, Memberamo Raya, Puncak, Intan Jaya

19 Supiori 1 Biak Numfor

20 Mamberamo Raya 6 Puncak Jaya, Tolikara, Sarmi, Waropen, Memberamo Tengah, Puncak

21 Nduga 5 Jaya Wijaya, Mimika, Asmat, Yahukimo, Lanny Jaya 22 Lanny Jaya 5 Jaya Wijaya, Puncak Jaya, Tolikara, Nduga, Puncak 23 Mamberamo Tengah 5 Jaya wijaya, Tolikara, Sarmi, memberamo Raya,

Yalimo

24 Yalimo 4 Jaya wijaya, Jayapura, Yahukimo, Memberamo Tengah

25 Puncak 7 Paniai, puncak Jaya, mimika, waropen, Memberamo Raya, Lanny Jaya, Intan Jaya

26 Dogiyai 4 Nabire, Paniai, mimika, Deiyai 27 Intan Jaya 4 Nabire, Paniai, Waropen, Puncak

28 Deiyai 3 Paniai, Mimika, Dogiyai

(41)

27 Lampiran 3 Hasil pengujian Indeks Moran masing-masing indikator

Indikator Indeks moran Nilai-p

X1.1 0.220 0.04**

X1.2 0.336 0.00**

X1.3 0.337 0.00**

X1.4 0.079 0.19

X1.5 0.077 0.21

X2.1 0.322 0.00**

X2.2 0.382 0.00**

X2.3 0.356 0.00**

X2.4 0.306 0.00**

X2.5 0.368 0.00**

Y1.1 0.375 0.00**

Y1.2 0.280 0.01**

Y1.3 0.301 0.00**

Y1.4 0.497 0.00**

Y2.1 0.264 0.01**

Y2.2 0.317 0.00**

Y2.3 0.218 0.04**

Y2.4 0.067 0.56

Y3.1 0.390 0.00**

Y3.2 0.138 0.09*

Y3.3 0.299 0.01**

Y3.4 0.083 0.18

(42)
(43)

29 Lampiran 5 Model pengukuran untuk MPS awal

Peubah Muatan Faktor Galat Baku Nilai-t Kesehatan

X1.1 0.880 0.044 19.96**

X1.2 0.966 0.009 104.06**

X1.3 0.909 0.025 35.78**

X1.4 0.411 0.276 1.49

X1.5 0.117 0.242 0.48

Pendidikan

X2.1 0.901 0.033 26.99**

X2.2 0.984 0.005 185.92**

X2.3 0.986 0.005 206.60**

X2.4 0.861 0.048 17.85**

X2.5 0.987 0.004 270.49**

SDM

Y1.1 0.928 0.019 48.66**

Y1.2 0.962 0.013 73.91**

Y1.3 0.968 0.007 147.37**

Y1.4 0.856 0.054 15.85**

Ekonomi

Y2.1 0.951 0.014 68.66**

Y2.2 0.972 0.007 139.80**

Y2.3 0.776 0.118 6.59**

Y2.4 - 0.072 0.277 -0.26 Kemiskinan

Y3.1 0.964 0.016 61.35**

Y3.2 0.696 0.092 7.84**

Y3.3 0.891 0.037 24.23**

Y3.4 0.455 0.276 1.65

(44)

Lampiran 6 Muatan silang untuk MPS tanpa indikator X1.4, X1.5, Y2.4 dan Y3.4 Kesehatan Pendidikan SDM Ekonomi Kemiskinan Kesehatan

X1.1 0.897 0.771 -0.747 0.746 -0.601 X1.2 0.970 0.869 -0.917 0.912 -0.714 X1.3 0.916 0.833 -0.849 0.830 -0.544 Pendidikan

X2.1 0.716 0.900 -0.654 0.728 -0.425 X2.2 0.867 0.986 -0.845 0.826 -0.676 X2.3 0.877 0.984 -0.854 0.850 -0.670 X2.4 0.842 0.860 -0.824 0.882 -0.621 X2.5 0.879 0.987 -0.854 0.843 -0.673 SDM

Y1.1 -0.816 -0.794 0.928 -0.755 0.541 Y1.2 -0.923 -0.844 0.962 -0.900 0.678 Y1.3 -0.931 -0.849 0.968 -0.908 0.679 Y1.4 -0.668 -0.694 0.856 -0.605 0.584 Ekonomi

Y2.1 0.917 0.878 -0.844 0.950 -0.724 Y2.2 0.575 0.596 -0.648 0.781 -0.548 Y2.3 0.896 0.871 -0.835 0.970 -0.690 Kemiskinan

(45)

31 Lampiran 7 Model kemiskinan masing-masing kabupaten Provinsi Papua 1. Merauke

KemiskinanMerauke = 0.169 (KemiskinanBoven + KemiskinanMappi) – 0.231 KesehatanMerauke – 0.172 PendidikanMerauke

2. Jayawijaya

KemiskinanJayawijaya = 0.068 (KemiskinanYahukimo + KemiskinanNduga + KemiskinanLannyJaya + KemiskinanMamberamoTengah+ KemiskinanYalimo) – 0.231 KesehatanJayawijaya – 0.172 PendidikanJayawijaya

3. Jayapura

Kemiskinan Jayapura = 0.056 (KemiskinanYahukimo + KemiskinanPegunungan Bintang + KemiskinanSarmi+ KemiskinanSeroom +KemiskinanYalimo + KemiskinanKota Jayapura) – 0.231 Kesehatan Jayapura – 0.172 PendidikanJayapura

4. Nabire

KemiskinanNabire = 0.085 (KemiskinanPaniai + KemiskinanWaropen + KemiskinanDogiyai+ KemiskinanIntan Jaya) – 0.231 KesehatanNabire– 0.172 PendidikanNabire

5. Kepulauan Yapen

KemiskinanYapen = 0.339(KemiskinanMamberamo Raya )– 0.231 KesehatanYapen– 0.172 PendidikanYapen

6. Biak Numfor

KemiskinanBiak Numfor = 0.339(KemiskinanSupiori)– 0.231 KesehatanBiak Numfor– 0.172 PendidikanBiak Numfor

7. Paniai

KemiskinanPaniai = 0.056 (KemiskinanNabire + KemiskinanMimika+ KemiskinanPuncak + KemiskinanDogiyai+KemiskinanIntan Jaya + KemiskinanDeiyai) – 0.231Kesehatan Paniai – 0.172 PendidikanPaniai

8. Puncak Jaya

KemiskinanPuncakJaya = 0.085 (KemiskinanTolikara + KemiskinanMamberamoRaya + KemiskinanLanny Jaya+KemiskinanPuncak) – 0.231 KesehatanPuncak Jaya– 0.172 PendidikanPuncak Jaya

9. Mimika

KemiskinanMimika= 0.056(KemiskinanPaniai+KemiskinanAsmat+ KemiskinanNduga + KemiskinanPuncak+KemiskinanDogiyai+ KemiskinanDeiyai)– 0.231Kesehatan Mimika – 0.172 PendidikanMimika

10.Boven Digoel

KemiskinanBoven Digoel= 0.085 (KemiskinanMerauke + KemiskinanMappi + KemiskinanYahukimo + KemiskinanPegunungan Bintang)– 0.231 Kesehatan BovenDigoel – 0.172 PendidikanBovenDigoel 11.Mappi

(46)

12.Asmat

KemiskinanAsmat = 0.085 (KemiskinanMimika + KemiskinanMappi + KemiskinanYahukimo + KemiskinanNduga) – 0.231 Kesehatan Asmat – 0.172 Pendidikan Asmat

13.Yahukimo

KemiskinanYahukimo = 0.048 (KemiskinanJayawijaya+ KemiskinanJayapura+ KemiskinanBovenDigoel + KemiskinanAsmat + KemiskinanPegununganBintang+ KemiskinanNduga + KemiskinanYalimo)– 0.231Kesehatan Yahukimo – 0.172 Pendidikan Yahukimo

14.Pegunungan Bintang

KemiskinanPegununganBintang = 0.085 (KemiskinanJayapura + KemiskinanBovenDigoel + KemiskinanYahukimo +KemiskinanKeerom) – 0.231 Kesehatan Pegunungan Bintang – 0.172 Pendidikan Pegunungan Bintang

15.Tolikara

KemiskinanTolikara = 0.085 (KemiskinanPuncak Jaya + KemiskinanMamberamo Raya + KemiskinanLanny Jaya +KemiskinanMamberamo Tengah)– 0.231 Kesehatan Tolikara– 0.172 Pendidikan Tolikara

16.Sarmi

KemiskinanSarmi = 0.113 (KemiskinanJayapura + KemiskinanMamberamoRaya + KemiskinanMamberamo Tengah)– 0.231 KesehatanSarmi – 0.172 Pendidikan Sarmi

17.Keerom

KemiskinanKeerom= 0.113 (KemiskinanJayapura + KemiskinanPegunungan Bintang + KemiskinanKota Jayapura)– 0.231 Kesehatan Keerom– 0.172 Pendidikan Keerom

18.Waropen

KemiskinanWaropen = 0.085 (KemiskinanNabire + KemiskinanMamberamoRaya + KemiskinanPuncak + KemiskinanIntanJaya)– 0.231 KesehatanWaropen– 0.172 Pendidikan Waropen

19.Supiori

KemiskinanSupiori= 0.339(KemiskinanBiak Numfor)–0.231 KesehatanSupiori–0.172 PendidikanSupiori

20.Mamberamo Raya

KemiskinanMamberamo Raya= 0.056 (KemiskinanPuncak Jaya + KemiskinanTolikara + KemiskinanSarmi + KemiskinanWaropen+ KemiskinanMamberamo Tengah + KemiskinanPuncak) – 0.231 Kesehatan Mamberamo Raya – 0.172 Pendidikan Mamberamo Raya

21.Nduga

(47)

33 22.Lanny Jaya

KemiskinanLanny Jaya= 0.068 (KemiskinanJayawijaya+KemiskinanPuncak Jaya + KemiskinanTolikara + KemiskinanNduga + KemiskinanPuncak) – 0.231 Kesehatan Lanny Jaya – 0.172 Pendidikan Lanny Jaya

23.Mamberamo Tengah

KemiskinanMamberamoTengah= 0.068 (KemiskinanJayawijaya + KemiskinanTolikara + KemiskinanSarmi + KemiskinanMamberamo Raya + KemiskinanYalimo) – 0.231 KesehatanMamberamo Tengah – 0.172 Pendidikan Mamberamo Tengah

24.Yalimo

KemiskinanYalimo= 0.085 (KemiskinanJayawijaya + KemiskinanJayapura + KemiskinanYahukimo + KemiskinanMamberamo Tengah) – 0.231Kesehatan Yalimo – 0.172 Pendidikan Yalimo

25.Puncak

Kemiskinan Puncak =0.048 (KemiskinanPaniai + KemiskinanPuncak Jaya+ KemiskinanMimika + KemiskinanWaropen + KemiskinanMamberamo Raya + KemiskinanLanny Jaya + KemiskinanIntan Jaya)– 0.231 Kesehatan Puncak – 0.172 Pendidikan Puncak

26.Dogiyai

Kemiskinan Dogiyai = 0.085 (KemiskinanNabire + KemiskinanPaniai + KemiskinanMimika + Kemiskinan Deiyai)– 0.231 Kesehatan Dogiyai – 0.172 Pendidikan Dogiyai

27.Intan Jaya

KemiskinanIntanJaya = 0.085 (KemiskinanNabire + KemiskinanPaniai + KemiskinanWaropen + KemiskinanPuncak) – 0.231 Kesehatan Intan Jaya– 0.172 Pendidikan Intan Jaya

28.Deiyai

Kemiskinan Deiyai =0.113 (KemiskinanPaniai + KemiskinanMimika + KemiskinanDogiyai) – 0.231 Kesehatan Deiyai – 0.172 Pendidikan Deiyai

29.Kota Jayapura

Kemiskinan Kota Jayapura= 0.169 (KemiskinanJayapura + KemiskinanKeerom)

(48)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1. Indikator yang digunakan pada 5 peubah laten dalam penelitian
Gambar 1 Bentuk hubungan antara peubah laten (Afifah 2013)
Tabel 2 Nilai statistik dari indikator
Gambar 2.  Diagram kotak garis peubah indikator
+6

Referensi

Dokumen terkait

seperti:biaya standar bahan baku, biaya standar tenaga kerja langsung dan biaya standar overhead pabrik. Menggunakan analisis yang dilakukan dengan cara membandingkan

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok.. Pertimbangan untuk nasihat lain •

1 TUJUAN TUGAS: Mahasiswa mampu menyusun silabus pembelajaran bahasa Inggris untuk tujuan khusus (English for Specific Purposes) berdasarkan hasil analisis kebutuhan pembelajar..

Pada tahap ekstraksi kontur dilakukan analisis objek-objek dengan menggunakan rata-rata nilai keabuan objek dan warna pada tepi objek. Menurut Wang api memiliki panjang

Keberhasilan pemberdayaan yang dilakukan sekolah perempuan desa Sumberejo terihat dari penerapan setelah melakukan srangkaian kegaiatan dan materi yang berkaitan

Saran dari hasil penelitian ini untuk PT.PLN agar menggunakan metode proteksi petir yang tepat, mengganti atau menambah proteksi petir pada tower-tower yang

Karena Perusahaan tidak dapat mengontrol metode, volume, atau kondisi aktual penggunaan, Perusahaan tidak bertanggung jawab atas bahaya atau kehilangan yang disebabkan dari