• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Dinamik Pengelolaan Kawasan Wisata Pesisir Secara Interspasial (Studi Kasus: Pesisir Tanjung Pasir Dan Pulau Untung Jawa).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Dinamik Pengelolaan Kawasan Wisata Pesisir Secara Interspasial (Studi Kasus: Pesisir Tanjung Pasir Dan Pulau Untung Jawa)."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

AKROM MUFLIH

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

PEMODELAN DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN WISATA

PESISIR SECARA INTERSPASIAL (Studi kasus: pesisir Tanjung

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul pemodelan dinamik pengelolaan kawasan wisata pesisir secara interspasial (studi kasus: pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

RINGKASAN

AKROM MUFLIH. Pemodelan Dinamik Pengelolaan Kawasan Wisata Pesisir Secara Interspasial (Studi kasus: pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa). Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan YUSLI WARDIATNO.

Pantai Tanjung Pasir dan pulau Untung Jawa memiliki potensi untuk pengembangan wisata, tetapi memiliki kekurangan dari segi kualitas lingkungan yang kurang baik, aksesibilitas terbatas, dan jumlah pengunjung yang telah melebihi daya tampung. Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan kesesuaian dan daya dukung kawasan, (2) menentukan pola keterkaitan pengelolaan wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa, (3) mengkaji nilai ekonomi wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa, (4) menyusun model dinamik pengelolaan wisata terhadap jumlah wisatawan dan pendapatan wisata. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, data dikumpulkan berdasarkan kuesioner dan survei lapangan. Metode analisis data terdiri dari trend wisatawan, kesesuaian, daya dukung, dan valuasi ekonomi. Analisis input-output serta model dinamik dilakukan untuk menganalisis pengelolaan wisata pesisir berkelanjutan.

Kesesuaian wisata Pantai Tanjung Pasir adalah 83.33% (sangat sesuai), pantai Untung Jawa selatan dan timur sebesar 78.57% dan 85.71% (sangat sesuai), mangrove Untung Jawa sebesar 56.14% (sesuai), wisata snorkeling di P. Rambut sebesar 56.14% (sesuai) tetapi snorkeling P. Untung Jawa sebesar 42.11% (tidak sesuai). Daya dukung kawasan Pantai Tanjung Pasir sebanyak 162 orang per hari, pantai Untung Jawa selatan 31 orang per hari dan timur 43 orang per hari, wisata mangrove P. Untung Jawa 69 orang per hari, dan wisata snorkeling P. Rambut 20 orang per hari. Akan tetapi, jumlah wisatawan aktual di kedua wilayah melebihi daya dukung tersebut. Nilai valuasi ekonomi dengan surplus konsumen di Tanjung Pasir sebesar Rp 189 802 kunjungan per orang yang dipengaruhi oleh faktor biaya transportasi, waktu wisata, dan biaya subtitusi. Kemudian pada Pulau Untung Jawa sebesar Rp. 738 109 kunjungan per orang yang dipengaruhi oleh faktor biaya perjalanan, presepsi lingkungan, dan tingkat pendidikan. Keterkaitan Tanjung Pasir dan Untung Jawa sebagai akses utama adalah 87% dan sebagian surplus konsumen Untung Jawa (30.45%) masuk ke surplus konsumen kawasan administrasi Tanjung Pasir. Nilai WTP rata-rata Tanjung Pasir (86.67% dari responden) sebesar Rp. 13 350 kunjungan per orang, sedangkan Pulau Untung Jawa (96.67% dari responden) sebesar Rp. 16 517 kunjungan per orang. Faktor yang mempengaruhi yaitu presepsi lingkungan, waktu wisata, biaya subtitusi, dan pendapatan.

Skenario pengelolaan terbaik untuk wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa adalah skenario 3 (perbaikan kualitas lingkungan, fasilitas sarana prasarana, dan pengendalian jumlah wisatawan). Jumlah pengunjung Tanjung Pasir pada 2024 sebesar 385 414 orang dan Untung Jawa sebesar 10119 495 orang. Nilai keduanya lebih rendah dibandingkan kondisi eksisiting. Pertumbuhan wisata secara ekonomi menunjukkan peningkatan selama 10 tahun ke depan, dengan surplus konsumen pada tahun 2024 di Tanjung Pasir sebesar Rp. 547 miliar dan Pulau Untung Jawa sebesar Rp. 7.81 triliun. Pengelolaan terintegrasi perlu dilakukan agar dapat mencapai keberlanjutan kawasan wisata dalam bidang ekologi, ekonomi, dan sosial.

(5)

SUMMARY

AKROM MUFLIH. Dynamic Modelling for Management Coastal Tourism Area Based on Interspatial (Case study: Tanjung Pasir coast and Untung Jawa Island). Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and YUSLI WARDIATNO.

Tanjung Pasir Beach and Untung Jawa Island have a potential of tourism development, but have weekness of bad quality of environment, lack of access, and over capacity of number of tourists. The purposes of this study were (1) to determine suitability and carrying capacity of coastal tourism, (2) to determine the linkages of Tanjung Pasir coast and Untung Jawa Island tourism management, (3) assess the economic value of Tanjung Pasir coast and Untung Jawa Island, (4) develop a dynamic model of tourism management based on the number of tourists and revenue. A survey method was used in this study. The data were collected by questionnaires and field surveys. Data analysis which were used in this study including tourism trend, suitability, carrying capacity, and economic valuation. Input-output and dynamic model were used to analyze the planning development of sustainable coastal tourism.

The suitability of Tanjung Pasir Beach tourism was 83.33% (highly suitable), South and East of Untung Jawa Beach were 78.57% and 85.71% (highly suitable), Untung Jawa mangrove was 56.14% (suitable), snorkeling at Rambut Island was 56.14% (suitable), but snorkeling at Untung Jawa Island was 42.11% (not suitable). Carrying capacity of Tanjung Pasir Beach tourism was 162 tourists per day, south Untung Jawa Beach was 31 tourists per day and east was 43 tourists per day, mangrove tourism was 69 tourists per day, and snorkeling at Rambut Island was 20 tourists per day. However, while the actual number of tourists in the region exceeded the carrying capacity. Economic valuation with consumers surplus value in Tanjung Pasir was Rp. 189 802 visits per person, that was influenced by transportation costs, travel’s time, and substitution costs. Moreover, Untung Jawa Island was Rp. 738 109 visits per person, that was influenced by the cost of travel, environmental perception, and level of education. Linkage of Tanjung Pasir and Untung Jawa as a main access was 87%, and the part of consumer surplus Untung Jawa (30.45%) belong to consumer surplus Tanjung Pasir administration area. The average WTP value in Tanjung Pasir (86.67% of the respondents) was Rp. 13 350 visit per person and Untung Jawa Island (96.67% of respondents) was Rp. 160517 visit per person. The influencing factors were environmental perception, travel’s time, substitution cost, and income.

The best management scenario for both the tourism of Tanjung Pasir and Untung Java Island was the third scenario (improvement of the environmental quality, infrastructure facilities, and control the number of tourists). The number of tourists Tanjung Pasir in 2024 will become 385 414 persons and Untung Jawa will become 1 119 495 persons the both were lower than eksisiting conditions. Tourism economic growth showed an increase during the next 10 years, with consumers surplus in 2024 at Tanjung Pasir Rp. 547 Billion and Untung Jawa Island Rp. 7.81 Trillion. Integrated management could be used to achieve sustainability tourism area in ecological, economic, and social sector.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan

PEMODELAN DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN WISATA

PESISIR SECARA INTERSPASIAL (Studi kasus: pesisir Tanjung

Pasir dan Pulau Untung Jawa)

AKROM MUFLIH

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah pengelolaan wisata pesisir dan laut, dengan judul pemodelan dinamik pengelolaan kawasan wisata pesisir secara interspasial (studi kasus: pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1. Pascasarjana IPB yang telah memberikan kesempatan untuk studi.

2. Badan Pusat Statistik Kepulauan Seribu, Dinas Wisata Kabupaten Tangerang, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan atas data pendukung yang telah diberikan.

3. Dr Ir Achmad Fahrudin, M Si dan Dr Ir Yusli Wardiatno, M Sc selaku dosen pembimbing tesis.

4. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, M Sc selaku penguji luar komisi pembimbing.

5. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih sayangnya. 6. Keluarga besar mahasiswa program studi SPL angkatan 2013 dan 2014 serta

teman-teman fasttrack MSP tahun 2014.

7. Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih bagi semua pihak terkait yang telah membantu dalam memberikan bimbingan, nasihat, maupun arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Wisata Pesisir 4

Kesesuaian Ekowisata dan Daya Dukung Kawasan 5

Valuasi Ekonomi Wisata Pesisir 6

Sistem Pemodelan Dinamik 7

Strategi Pengelolaan Ekowisata Pesisir 8

3 METODE

Lokasi dan Waktu 10

Pengumpulan Data 10

Analisis Data 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 21

Pembahasan 43

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 55

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kegiatan wisata alam yang dapat dikembangkan 4

2 Jenis data dan metode pengumpulan data 11

3 Kriteria kesesuaian ekowisata pantai kategori rekreasi dan berenang 13

4 Kriteria kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata mangrove 14

5 Kriteria kesesuaian ekowisata bahari untuk wisata snorkeling 14

6 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) 15

7 Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata 15

8 Hasil pengukuran karakteristik Pantai Tanjung Pasir 24

9 Hasil pengukuran karakteristik pantai Pulau Untung Jawa 25

10 Hasil pengukuran karakteristik mangrove Pulau Untung Jawa 26

11 Hasil pengukuran karakteristik terumbu karang di Pulau Untung Jawa

dan Pulau Rambut 26

12 Kondisi aktual jumlah wisatawan tahun 2014 28

13 Nilai agregat surplus konsumen (SK) di wisata Tanjung Pasir dan Pulau

Untung Jawa 33

14 Hasil estimasi agregat WTP untuk dana konservasi lingkungan di

Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa 35

15 Nilai hasil simulasi setiap opsi pengelolaan 42

16 Skor untuk masing-masing opsi pengelolaan 43

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 3

2 Kondisi kawasan wisata terhadap pengunjung dan presepsi masyrakat 8

3 Peta lokasi penelitian 10

4 Causal loop wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa 18

5 Sub-model ekologi wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa 18

6 Sub-model ekonomi wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa 19

7 Sub-model sosial wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa 19

8 Jumlah kunjungan wisata Pantai Tanjung Pasir 22

9 Jumlah kunjungan wisata Pulau Untung Jawa 23

10 Jumlah penginapan di Pulau Untung Jawa 23

11 Sebaran wisatawan dan kesesuaian wisata Pantai Tanjung Pasir 24

12 Sebaran wisatawan dan kesesuaian wisata Pulau Untung Jawa 27

13 Sebaran wisatawan dan kesesuaian wisata di Pulau Rambut 27

14 Karakteristik wisatawan Pantai Tanjung Pasir 29

15 Penilaian wisatawan terhadap atribut wisata di Pantai Tanjung Pasir 29

16 Karakteristik wisatawan Pulau Untung Jawa 31

17 Penilaian wisatawan terhadap atribut wisata di Pulau Untung Jawa 31

18 Perbandingan persentase jenis biaya terhadap biaya total yang

dikeluarkan wisatawan 32

19 Presepsi wisatawan terhadap atribut pengelolaan wisata di pantai

(13)

20 Perilaku model eksisting pada jumlah pengunjung 37

21 Perilaku model eksisting pada nilai ekonomi wisata 37

22 Perilaku model eksisting pada rasio daya dukung terhadap jumlah

pengunjung 38

23 Perilaku model skenario 2 pada jumlah pengunjung 39

24 Perilaku model skenario 2 pada nilai ekonomi wisata 39

25 Perilaku model skenario 2 pada rasio daya dukung terhadap jumlah

pengunjung 40

26 Perilaku model skenario 3 pada jumlah pengunjung 40

27 Perilaku model skenario 3 pada nilai ekonomi wisata 41

28 Perilaku model skenario 3 pada rasio daya dukung terhadap jumlah

pengunjung 41

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner wisatawan 55

2 Formulasi model 58

3 Analisis kesesuaiana dan daya dukung kawasan 60

4 Data sekunder biofisik wisata 62

5 Analisis surplus konsumen dengan biaya perjalanan 63

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya alam dan lingkungan Indonesia sangat berlimpah baik di darat maupun di laut. Sumber daya alam dan lingkungan memiliki nilai yang dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung sebagai nilai intrinsic (Fauzi 2006). Pendekatan manfaat dapat bernilai kegunaan, kepuasan, dan kesenangan yang berkonotasi pada nilai atau harga. Valuasi atau penilaian merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa (Turner et al. 1994) sumber daya alam dan lingkungan. Sektor wisata di Indonesia memiliki potensi dari nilai sumber daya yang ada untuk dikembangkan secara berkelanjutan, dan akan menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah yang potensial. Pengembangan kawasan wisata harus mengarah pada pengembangan yang terencana secara menyeluruh sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat (Charlier et al. 1992). Berdasarkan amanat Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menjelaskan bahwa pembangunan pariwisata diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Sektor wisata merupakan alternatif baru untuk pembangunan industri-industri tradisional yang dapat meningkatkan kesejahteraan dalam kelangsungan hidup masyarakat (Lacher et al. 2013).

(16)

2

Potensi Pulau Untung Jawa, secara geografis berdekatan dengan daratan Tanjung Pasir dan Jakarta. Lokasi tersebut menjadikan Pulau Untung Jawa menjadi objek wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan nusantara dengan tujuan untuk rekreasi pantai dan wisata bahari serta didukung dengan fasilitas lainnya (Razak dan Suprihardjo 2013). Akan tetapi, jumlah wisatawan yang sangat tinggi yaitu mencapai 649 846 orang pada tahun 2013 dan mewakili 44% dari jumlah wisatawan di Kepulauan Seribu (BPS Kab. Kepulauan Seribu 2014). Jumlah wisatawan tersebut dapat melampaui daya dukung lingkungan sehingga menyebabkan over capacity. Grafik pertumbuhan pengunjung di kawasan wisata bersifat sigmoid (Butler 1980) mengharuskan adanya strategi pengelolaan yang tepat. Berkembangnya objek wisata tersebut sangat dipengaruhi oleh kemudahan akses dan secara ekonomi terjangkau. Hal itu menjadikan pesisir Tanjung Pasir banyak dipilih sebagai jalur utama menuju Pulau Untung Jawa. Selain itu, kawasan pesisir Tanjung Pasir memiliki potensi pengembangan wisata pantai dari segi topografis dan geografis wilayahnya, sedangkan kualitas lingkungan dan aksesibilitas yang kurang baik. Kondis tersebut tetap menjadi daya tarik wisatawan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang semakin meningkat meskipun sistem transportasi dan fasilitas yang ada kurang mendukung (Mahadi dan Indrawati 2010). Model terstruktur untuk mengidentifikasi dan menggambarkan pentingnya lingkungan dan hubungan ekonomi akan semakin penting di masa depan untuk alternatif pembuat kebijakan (Alavalapati dan Adamowicz 2000).

Berdasarkan potensi dan kondisi tersebut, penelitian mengenai daya dukung wisata, nilai ekonomi, dan strategi pengelolaan di wisata Tanjung Pasir Kabupaten Tangerang dan Pulau Untung Jawa Kabupaten Kepulauan Seribu ini perlu dilakukan untuk menentukan status pemanfaatan ruang yang sesuai, mengukur nilai ekonomi, dan rekomendasi pengelolaan terbaik untuk kedua kawasan tersebut. Selain itu, kesesuaian lingkungan dan daya dukung kawasan wisata ditentukan sebagai dasar informasi untuk pengelolaan wisata pesisir yang berkelanjutan yang digambarkan dengan model dinamik. Informasi hasil pemodelan tersebut diharapkan dapat memberikan saran pengelolaan yang dijadikan landasan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan.

Perumusan Masalah

Wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga mencapai pemanfaatan yang maksimal. Akan tetapi, adanya kecenderungan pembangunan wisata yang tidak didasarkan pada kaidah keberlanjutan sehingga melebihi daya dukung kawasan. Selain itu, peranan masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang masih terbatas. Permasalahan yang dihadapi wilayah tersebut secara rinci disajikan sebagai berikut:

 Jumlah wisatawan Pulau Untung Jawa yang sangat tinggi setiap tahun sehingga diduga adanya over capacity dari daya dukung lingkungannya  Kemudahan transportasi dari pesisir Tanjung Pasir sebagai akses terdekat

dan dengan biaya yang ekonomis

(17)

3

 Belum adanya strategi pengelolaan yang mencakup kedua wilayah dengan dasar konektivitas.

Oleh sebab itu, disusunlah perumusan penelitian untuk dapat menjawab permasalahan yang terjadi di kedua wilayah tersebut (Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menyusun nilai wisata pesisir secara konektivitas dan berkelanjutan, yang meliputi:

1. Menentukan kesesuaian dan daya dukung kawasan wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa.

2. Mengkaji nilai ekonomi wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa.

3. Menentukan pola keterkaitan pengelolaan wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa.

4. Menyusun model dinamik pengelolaan wisata terhadap jumlah wisatawan dan pendapatan wisata.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas kepada berbagai pihak, yaitu sebagai berikut:

1. Memberikan informasi mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam pemanfaatan sumber daya pesisir sebagai kawasan wisata.

2. Bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan pengembangan potensi wisata yang sesuai dengan daya dukung lingkungan.

3. Bagi para peneliti dan perguruan tinggi, sebagai salah satu bahan kajian ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai daya dukung dan valuasi wisata pesisir dan pulau kecil.

(18)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Wisata Pesisir

Menurut Hall (2001) menyatakan bahwa konsep wisata pesisir mencakup rentang penuh wisata, hiburan, dan kegiatan yang berorientasi rekreasi yang terjadi di zona pantai dan perairan pantai. Selain itu, wisata pesisir juga mencakup pulau-pulau kecil yang berada di sekitar daratan utama. Dalam wisata pesisir termasuk pengembangan wisata dengan adanya akomodasi, restoran, industri makanan, rumah kedua, dan infrastruktur pendukung pembangunan pesisir (misalnya bisnis ritel, marina, dan aktivitas pemasok kebutuhan pokok). Kegiatan wisata seperti rekreasi berperahu, pantai dan laut berbasis ekowisata, kapal pesiar, berenang, memancing, snorkeling, dan menyelam.

Konsep wisata pesisir berkelanjutan (sustainable coastal tourism) adalah wisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah tujuan wisata pada masa kini, sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa dimasa yang akan datang. Pengertian tersebut secara implisit menjelaskan bahwa dalam pendekatan wisata berkelanjutan bukan berarti hanya sektor wisata saja yang berkelanjutan tetapi berbagai aspek kehidupan dan sektor sosial ekonomi lainnya yang ada di suatu daerah (Butler 1980). Pengembangan wisata berkelanjutan mencakup upaya memaksimumkan net benefit dari pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan pemeliharaan jasa dan kualitas sumber daya setiap waktu atau dapat diartikan sebagai ekowisata. Konsep wisata alam (ekowisata) didasarkan pada keindahan panorama, keunikan alam, karateristik ekosistem, kekhasan seni budaya, dan karateristik masyarakat sebagai modal utama yang dimiliki daerah. Hal penting dalam ekowisata, yaitu sumber daya pantai, kondisi laut secara ekologi, investasi industri wisata, dan dampak manusia terhadap keberlanjutan (Buckley 2008). Lingkungan pantai dan perairan yang dapat dipergunakan untuk wisata alam yang terdiri dari wisata pantai dan wisata bahari yang sangat beranekaragam (Tabel 1) biasanya terbentuk oleh proses alam dan buatan (Yulianda et al. 2010).

Tabel 1 Kegiatan wisata alam yang dapat dikembangkan

Wisata Pantai Wisata Bahari

1. Rekreasi pantai 1. Rekreasi pantai dan laut 2. Panorama 2. Resort atau peristirahatan

3. Resort atau peristirahatan 3. Wisata selam (diving), wisata snorkeling

4. Berenang, berjemur 4. Selancar, jet ski, banana boat, perahu kaca, kapal selam

5. Olah raga pantai (volley pantai, jalan pantai, lempar cakram)

5. Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, wisata pulau

6. Berperahu 6. Pendidikan, wisata pancing 7. Memancing

Sumber: Yulianda et al. 2010

(19)

5

lembaga, hubungan, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial suatu masyarakat. 3) modal sumber daya manusia, berupa kuantitas dan kualitas teknologi, pengetahuan, dan tenaga kerja.

Potensi wisata bahari di Propinsi Banten khususnya Pantai Utara Kabupaten Tangerang yang belum dimanfaatkan secara optimal. Wisata pesisir yang direncanakan merupakan alternatif produk wisata yang terbilang baru untuk dikembangkan di Indonesia. Akibat perubahan iklim atau musim pancaroba Desa Tanjung Pasir sering mengalami banjir rob akibat pasang air laut, abrasi pantai dikarenakan tidak adanya breakwater di bibir pantai sehingga rentan terhadap bahaya abrasi (Dinas Kelautan dan Perikanan 2012). Pulau Untung Jawa secara geografis letak pulau Untung Jawa berdekatan dengan daratan Tanjung Pasir dan Jakarta. Pulau ini dapat ditempuh relatif singkat, sehingga pada hari-hari libur banyak sekali dikunjungi wisatwan domestik untuk melihat suasana bahari dengan biaya yang terjangkau dan menikmati sajian khas ikan bakar pada warung-warung ikan bakar atau cendramata hasil kerajinan penduduk setempat. Fasilitas pendukung kegiatan wisata pada pulau ini terdiri dari penginapan, warung makan, ketersedian listrik, jalan internal, perkantoran, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan (Razak dan Suprihardjo 2013). Setiap bulannya, rata-rata jumlah pengunjung di Pulau Untung Jawa mencapai 3 200 orang. Pada hari libur panjang yaitu Hari Raya idul Fitri dapat mencapai 20 000 orang. Rata-rata per pekan 700 orang dewasa. Hasil penelitian pengeluaran rata-rata wisatawan Rp. 174 253 per orang. Perputaran uang yang terjadi di dalam pulau sebesar 58.67% dan sisanya merupakan economic leakage dari total pengeluaran wisatawan (Wijayanti 2009).

Kesesuaian Ekowisata dan Daya Dukung Kawasan

Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah dengan usaha pemeliharaan kelestariannya. Kesesuaian ekowisata adalah kriteria sumber daya dan lingkungan terhadap kebutuhan terhadap pengembangan wisata berbasis lingkungan (ekowisata) (Yulianda et al. 2010). Pengembangan daerah yang optimal dan berkelanjutan membutuhkan suatu pengelolaan keruangan wilayah pesisir yang matang.

(20)

6

menentukan ukuran kuantitatif dari pemanfaatan ruang yang sesuai ke tingkat maksimal (Silva et al. 2007). Dasar dari dimensi utama pengembangan daya dukung lingkungan mengikuti sistem analisis dari dampak wisata pada tiga komponen, yaitu: lingkungan fisik (alami dan infrastruktur buatan manusia), sosial (populasi dan dinamika struktur masyarakat) dan ekonomi (termasuk institusi dan organisasi) (Coccossis et al. 2001).

Valuasi Ekonomi Wisata Pesisir

Valuasi atau penilaian merupakan presepsi manusia tentang makna suatu objek (sumber daya) tertentu, tempat, dan waktu tertentu. Presepsi ini merupakan ungkapan, pandangan, perspektif seseorang tentang suatu benda dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran yang berpadu dengan harapan dan norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat (Turner et al. 1994). Ekosistem dalam pandangan ekonomi diartikan sebagai sistem energi untuk mengkonversi struktur (tanaman, hewan, dan unsur lingkungan) sehingga menghasilkan barang dan jasa yang tersedia untuk kebutuhan perekonomian manusia (McCormick et al. 2010). Pengertian nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan sehingga memberikan pendapatan. Nilai kegunaan, kepuasan, dan kesenangan yang diperoleh individu atau masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang didapatkan melalui transaksi jual beli, Akan tetapi semua hal yang memberikan manfaat terhadap kesejahteraan bagi individu dan masyarakat (Pearce dan Moran 1994).

Teknik valuasi ekonomi sumber daya yang tidak dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah valuasi yang mengandalkan harga implisit dengan kesediaan untuk membayar (willingness to pay) terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik yang termasuk kelompok ini adalah travel cost method, hedonic pricing, dan random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei, keinginan membayar (harga) diperoleh langsung dari responden dengan langsung secara lisan atau tulisan dengan mengestimasi kerugian apabila ekosistem mengalami kerusakan atau tidak ada. Teknik valuasi yang termasuk kelompok ini adalah contingent valuation method dan discrate choise method (Fauzi 2006). Konsep dasar yang dapat digunakan melalui pendekatan surplus konsumen yang merupakan teknik sederhana dalam menduga nilai ekonomi total (total economic value). Surplus konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh pembeli untuk suatu produk dan kesediaan untuk membayar. Surplus konsumen dapat diukur sebagai bidang yang terletak diantara kurva permintaan dan garis harga.

(21)

7

untuk dikaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan. Asumsi mendasar yang digunakan pada pendekatan TCM adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen terhadap aktivitas rekreasi bersifat dapat dipisahkan (separable), objek wisata yang dituju merupakan tujuan utama. Penilaian dengan pendekatan contingent valuation method (CVM) merupakan penilaian yang sangat tergantung dengan informasi yang diperoleh dari hipotesis yang dibangun, seperti seberapa besar biaya yang harus ditanggung dan bagaimana pembayarannya. CVM ini sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (non-pemanfaatan) sumber daya alam atau nilai keberadaan. Pada hakikatnya metode ini bertujuan mengetahui keinginan membayar (willingness to pay) masyarakat seperti perbaikan kualitas lingkungan dan keinginan untuk menerima kerusakan (willingness to accept) (Putrantomo 2010). Metode ini tepat digunakan untuk mengevaluasi pentingnya dari berbagai atribut dalam pilihan konsumen terhadap destinasi wisata pesisir (Lacher et al. 2013).

Sistem Pemodelan Dinamik

Berdasarkan konsep ilmu fisika dan ilmu biologi maka sistem merupakan suatu kumpulan komponen yang saling berhubungan teratur yang dicirikan dengan adanya batasan dan kesatuan fungsi. Kumpulan komponen-komponen tersebut secara bersama melakukan suatu fungsi. Sistem merupakan suatu proses kompleks yang saling bertautan dicirikan dengan adanya hubungan sebab akibat yang bernilai timbal balik (Grant et al. 1997). Sistem pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara umum pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual (Eriyatno 1999). Salah satu dasar utama pengembangan model adalah menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Teori sistem yang kompleks menyediakan model yang kuat untuk dapat mengembangkan suatu kondisi secara konseptual. Model konseptual mencakup berbagai perspektif untuk analisis pada beberpa jenis skala, membantu peneliti untuk mempertahankan visi yang jelas yang dapat menjadi sangat eksplisit akibat banyaknya kemungkinan tingkat analisis (McCormick et al. 2010).

(22)

8

ekologi seperti eutrofikasi dan ketidakstabilan struktur di pantai memiliki efek negatif pada fauna dan flora terutama spesies endemik (Burak et al. 2004).

Oleh sebab itu, perlunya pengelolaan terpadu dan berkelanjutan dari wisata pesisir. Berdasarkan penelitian terdahulu wisata berkelanjutan menggunakan sistem dinamik semakin berkembang (Haroen 2011). Akan tetapi, penerapan sistem dinamik dalam pengelolan wilayah-wilayah yang saling berkaitan di Indonesia belum banyak dilakukan, padahal perencanaan wilayah memerlukan suatu metodologi sistem dalam proses pengembangan spasial.

Gambar 2 Kondisi kawasan wisata terhadap pengunjung dan presepsi masyrakat (Sumber: Butler 1980 dimodifikasi oleh Diedrich dan Garcia-Buades 2009)

Strategi Pengelolaan Ekowisata Pesisir

Pengelolaan terpadu merupakan suatu kerangka kerja pengelolaan wilayah pesisir yang tidak hanya memadukan komponen-komponen darat dan laut, tetapi juga dimensi-dimensi spasial dan temporal dari isu-isu yang menjadi perhatian dengan menggunakan prinsip-prinsip pengelolaan. Pengelolaan terpadu juga mencari titik keseimbangan di antara keuntungan ekonomi dari pembangunan, pemanfaatan oleh manusia, dan sumber daya alam wilayah pesisir dalam jangka waktu yang panjang. Seluruh kegiatan tersebut harus dibatasi oleh dinamika alami dan daya dukung. Dalam prakteknya, pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan meliputi pengumpulan informasi, perencanaan, pembuatan keputusan dan implementasi dari pengelolaan dan pengawasan seperti yang disarankan oleh European Commision pada tahun 1999 (Chang et al. 2008). Kegiatan dalam pengembangan wisata seperti pembangunan hotel, rumah, sarana hiburan, villa, cottage, situs berkemah, dan apartemen secara bertahap jumlahnya akan meningkat beberapa kali lipat (Charlier et al. 1992).

(23)

9

pencemaran terutama sistem penampungan air limbah dan pabrik pengolahannya pasti akan menghasilkan dampak negatif terhadap pencemaran laut dan merugikan kesehatan manusia. Selain itu, akibat faktor-faktor alamiah, diperburuk dengan tindakan antropogenik, kegiatan wisata berupa rekreasi pantai dan pemanfaatan di wilayah pesisir terancam akibat erosi yang dapat mengakibatkan terancamnya perekonomian masyarakat dari pendapatan utama penduduk pesisir tersebut (Charlier et al. 1992). Selain itu, aspek sosial juga menjadi perhatian serius karena berdasarkan hasil penelitian Thielea et al. (2005) menyatakan bahwa adanya hubungan antara peningkatan atau pengembangan wisata pesisir dengan kualitas hidup yang dirasakan masyarakat semakin menurun. Hubungan tersebut bertentangan dengan presepsi umum wisata pantai yang merupakan keuntungan bagi daerah dan mengembangkan masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat yang terbentuk.

Pengelolaan wilayah pesisir termasuk pengelolaan pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik sumber daya alam, ekonomi, dan sumber daya lainnya yang khas dan terbatas, merupakan kasus khusus di dalam pembangunannya. Sangat sedikit pilihan di dalam pembangunan secara ekologi dan ekonomi, penyediaan utilitas dan layanan publik sangat sulit dengan biaya yang tinggi serta sumber daya manusia potensial yang langka. Beberapa pilihan pembangunan yang berkelanjutan di wilayah pulau-pulau kecil antara lain, yaitu perlindungan sumber daya, pemulihan sumber daya, peningkatan kualitas sumber daya, pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan, penyediaan layanan bagi masyrakat, dan pembangunan sumber daya lainnya (Hess 1990). Beberapa teknis pengelolaan dalam menangani over capacity wisata terhadap daya dukung kawasan. Pengendalian dengan membatasi jumlah pengguna atau pengunjung pada setiap situs wisata, yang didukung dengan bukti substansial kerusakan terumbu karang, sampah, sarana yang rusak, dan tingkat pemanfaatan yang tidak terkendali. Akan tetapi, ada banyak alternatif langsung dan tidak langsung lainnya seperti spasial dan zonasi temporal, retribusi, rehabilitasi situs, penegakan hukum, serta alternatif dengan membuat iklan untuk melestarikan sumber daya alam dan lingkungan (Needham dan Szuster 2011).

(24)

10

3 METODE

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian berupa objek wisata di pesisir Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang dan Kelurahan Pulau Untung Jawa Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Kepulauan Seribu (Gambar 3). Lokasi tersebut bersifat interspasial (berbeda secara geografis dan administratif, tetapi memiliki keterkaitan yang tinggi dari segi pengelolaan). Pengambilan data secara langsung (primer) dilaksanakan pada bulan Maret - April 2015 yang termasuk dalam permulaan muson timur. Pengambilan data tidak langsung (sekunder) didapatkan dari berbagai sumber laporan pada beberapa tahun sebelumnya dilakukan selama proses penelitian.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Pengumpulan Data

Data biofisik

(25)

11

Tabel 2 Jenis data dan metode pengumpulan data

Jenis wisata Parameter Metode Sumber/alat

Wisata pantai/ rekreasi

Kedalaman perairan (m) pengamatan meteran Tipe pantai pengamatan observasi Lebar pantai (m) pengamatan meteran Material dasar perairan pengamatan observasi

Kecepatan arus (m/dt) literatur Balitbang KP 2013 Kemiringan pantai (0) pengamatan

waterpass dan kayu reng Kecerahan perairan (m) pengamatan secchi disk

Penutupan lahan pantai pengamatan observasi Biota berbahaya pengamatan observasi Ketersediaan air tawar (jarak/km) pengamatan observasi

Wisata mangrove

Kecerahan perairan (%) pengamatan secchi disk Tutupan komunitas karang (%) literatur laporan kajian 2013 Jenis life form literatur laporan kajian 2013 Jenis ikan karang literatur laporan kajian 2013 Kecepatan arus (cm/dt) literatur Balitbang KP 2013 Kedalaman terumbu karang (m) pengamatan meteran

Lebar hamparan datar karang (m) pengamtan meteran

Wisata snorkeling

Kecerahan perairan (%) pengamatan secchi disk Tutupan komunitas karang (%) literatur laporan kajian 2013 Jenis life form literatur laporan kajian 2013 Jenis ikan karang literatur laporan kajian 2013 Kecepatan arus (cm/dt) literatur Balitbang KP 2013 Kedalaman terumbu karang (m) pengamatan meteran

Lebar hamparan datar karang (m) pengamtan meteran

Data sosial dan ekonomi

Metode pengambilan sampel wisatawan untuk estimasi nilai ekonomi sumber daya berdasarkan prinsip tingkat kunjungan. Dalam hal ini, wisatawan telah atau sedang berkunjung ke lokasi penelitian. Responden dipilih dengan teknik non-probability sampling karena daftar populasi dari wisatawan tidak diketahui. Responden dipilih secara sengaja (convenience samples). Hal ini dipilih karena relatif lebih mudah dan cepat serta menghemat biaya, Akan tetapi tentunya tetap menjamin tingkat ketelitian data (precision). Kuisioner wawancara yang digunakan meliputi karakteristik pengunjung, biaya perjalanan, kesediaan membayar biaya konservasi, dan presepsi terhadap kondisi wisata dari berbagai aspek (Lampiran 1).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik observasi dan wawancara secara langsung terhadap responden di lokasi wisata, dengan parameter yang dibutuhkan yaitu:

1. Data karateristik pengunjung, yaitu: nama, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, tempat tinggal, pendapatan, lama perjalanan, banyaknya kunjungan, akses yang dipilih, tujuan utama kunjungan, sumber informasi, dan opini mengenai kondisi obyek wisata. Jumlah responden masing-masing 30 wisatawan di wilayah Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa.

(26)

12

3. Data kesediaan untuk membayar biaya konservasi, yaitu harga dari penggunaan dan terjadinya kerusakan sumber daya lingkungan. Semua responden merupakan wisatawan karena memiliki ketergantungan dan tingkat kenyamanan yang tinggi terhadap kondisi lingkungan. Jumlah responden sebanyak 30 wisatawan.

4. Wawancara khusus terhadap stakeholder wisata untuk tujuan pengelolaan objek wisata. Wawancara ini dilakukan dengan bentuk judgment sampling terakhir). Responden dipilih dan disesuaikan berdasarkan jenis dan peranan masing-masing, yaitu: pengusaha perahu sebanyak 3 orang dari 30 pemilik perahu, penyedia olahraga air (banana boat) sebanyak 2 orang dari 8 pemilik usaha, penyewaan alat snorkeling sebanyak 2 orang dari 8 pemilik usaha, pengelola wisata Tanjung Pasir, dan pengelola wisata Pulau Untung Jawa.

Kemudian, pengumpulan data sekunder untuk parameter sosial dan ekonomi dilakukan melalui studi pustaka. Berbagai sumber referensi tentang kegiatan di kawasan objek wisata diperoleh melalui laporan lembaga pemerintah seperti kelurahan setempat, Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Kepulauran Seribu, dan Dinas Wisata Kabupaten Tangerang.

Analisis Data

Analisis trend wisatawan

Analisis trend wisata di Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa diperlukan untuk mengetahui jumlah kunjungan wisata di lokasi penelitian untuk beberapa waktu mendatang. Analisis supply merupakan cerminan analisis potensi biofisik dan sosial ekonomi serta budaya yang merupakan komponen daya tarik potensi kawasan dipadu dengan faktor kenyamanan (ketersediaan akomodasi, sarana pendukung, makanan dan minuman), faktor aksesibilitas, pelayanan yang baik, dan kontrol pengembangan, pelayanan sarana informasi serta fasilitas lainnya.

Secara matematis analisis jumlah pengunjung wisata dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

y = a + b Ln x

Keterangan: y = jumlah pengunjung wisata (orang), a = konstanta (intercept), b =

koefisien (slope), x = waktu (ke-t (1-10) (tahun).

Trend kunjungan wisatawan pada wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa dalam studi ini diprediksi sampai keadaan kunjungan wisata 10 tahun ke depan atau sampai pada tahun 2024. Analisis trend wisata di Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa didasarkan pada data kunjungan wisata yang diperoleh dari tahun 2009 sampai tahun 2014.

Analisis kesesuaian wisata

Penilaian kesesuaian lahan untuk kegiatan rekreasi pantai sangat penting dalam mengembangkan kawasan. Studi daya dukung pantai tidak hanya memperhitungkan pembagian wilayah pantai yang dapat tersedia untuk pengguna pantai dengan satuan m2/orang. Beberapa faktor yang terlibat (Silva et al. 2007),

yaitu:

(27)

13

• Pantai: akses, kedalaman, lebar pantai, rentang pasang surut, kondisi kebersihan, keamanan dan laut.

 Faktor eksternal: iklim, musim, tanggal, waktu, dan harapan pengguna terhadap wisata tersebut.

Ada beberapa kriteria kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata pantai, mangrove, dan snorkeling yang diadaptasi dari zona wisata dalam suatu kawasan konservasi laut. Skor 3 menunjukkan kondisi baik, 2 kondisi sedang, dan 1 menunjukkan kondisi buruk. Ekosistem pantai berupa daerah daratan dan perairan laut yang masih dipengaruhi oleh proses pasang surut air laut, harus memenuhi kriteia wisata pantai (Tabel 3).

Tabel 3 Kriteria kesesuaian ekowisata pantai kategori rekreasi dan berenang

Parameter (x) Bobot Kategori 1 Skor Kategori 2 Skor Kategori 3 Skor

*Nilai maksimum = 84, Sumber: modifikasi Yulianda et al. (2010)

Ekosistem mangrove merupakan tipe ekosistem darat dengan berbagai jenis tanaman mangrove dan biota yang hidup di dalamnya, kawasan ini dipengaruhi oleh proses pasang surut air laut, pengembangan wisata mangrove harus memenuhi kriteria wisata berkelanjutan (Tabel 4). Selain itu, menikmati keindahan ekosistem terumbu karang dan lingkungan bawah laut dari permukaan atau snorkeling menjadi wisata yang cukup diminati. Perairan yang jernih dan biota yang beragam menjadi daya tarik wisatawan. Kriteria wisata snorkeling disajikan dalam Tabel 5. Indeks kesesuaian dihitung berdasarkan persamaan berikut:

IKW = [N maksNi ] × 100%

Keterangan: IKW = indeks kesesuaian wisata, Ni = nilai parameter ke-i (bobot x skor), Nmaks = nilai maksimum dari suatu kategori wisata

(28)

14

Tabel 4 Kriteria kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata mangrove

Parameter Bobot Kategori 1 Skor Kategori 2 Skor Kategori 3 Skor

*Nilai maksimum = 39, Sumber: modifikasi Yulianda et al. (2010)

Tabel 5 Kriteria kesesuaian ekowisata bahari untuk wisata snorkeling

Parameter (x) Bobot Kategori 1 Skor Kategori 2 Skor Kategori 3 Skor

* Nilai maksimum = 57, Sumber: modifikasi Yulianda et al. (2010)

Analisis daya dukung

Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata, menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK). Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada lingkungan alam sekitar dan manusia. Daya dukung kawasan (Yulianda et al. 2010) dihitung menggunakan rumus berikut:

DDK = K × LpLt ×WpWt

Keterangan: DDK = daya dukung kawasan, K = Potensi ekologis maksimum pengunjung per satuan unit area, Lp = luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan, Lt = Unit area untuk kategori tertentu, Wt = waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari, Wp = waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu

Potensi ekologis pengunjung (K) ditentukan oleh kondisi sumber daya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga sumber daya tetap terjaga kelestariannya (Tabel 6). Sementara itu, rata-rata estimasi waktu yang dibutuhkan oleh setiap wisatawan atau pengunjung untuk setiap kegiatan wisata sebagaimana disajikan pada Tabel 7.

Analisis valuasi ekonomi

(29)

15

memiliki sejumlah nilai yang dikatakan sebagai nilai penguasaan (held value) yang merupakan basis preferensi individu. Pada akhirnya nilai obyek ditentukan oleh bermacam-macam nilai yang dinyatakan (assigned value) oleh individu (Turner et al. 1994). Untuk mengetahui nilai total sumber daya alam pesisir dan laut digunakan rumus sebagai berikut:

TEV = UV + NUV

Keterangan: TEV= total economic value (total nilai ekonomi), UV= use value (nilai penggunaan), NUV = non use value (nilai instrinsik)

Tabel 6 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)

Jenis wisata ∑ pengunjung (orang) Unit area (Lt) Keterangan

Snorkeling 1 500 m2 1 orang per 500 m2

Wisata

mangrove 1 50 m

Panjang track, 1

orang per 50 m

Rekreasi pantai 1 50 m 1 orang per 50 m

Sumber:Yulianda et al. (2010)

Tabel 7 Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata

Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Wp-(jam) Total waktu 1 hari Wt-(jam)

Snorkeling 1 9 (08.00-17.00 WIB)

Wisata

mangrove 1 9 (08.00-17.00 WIB)

Rekreasi pantai 2 13 (07.00-20.00 WIB)

Sumber:modifikasi Yulianda et al. (2010)

Nilai kegunaan dan non keguanaan untuk mendapatkan nilai ekonomi total sumber daya pesisir dan pulau kecil dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan pendekatan travel cost method (TCM) dan contingent valuation method (CVM).

Metode biaya perjalanan (travel cost method)

Nilai ekonomi rekreasi diduga dengan menggunakan metode biaya perjalanan wisata (travel cost method), yang meliputi biaya transport pulang pergi dari tempat tinggalnya ke tempat wisata dan pengeluaran lain selama di perjalanan dan di dalam kawasan wisata (mencakup dokumentasi, konsumsi, parkir, karcis masuk). Untuk mengetahui kurva permintaan, dibuat model permintaan yang merupakan hubungan antara jumlah kunjungan per seribu penduduk daerah asal (zona) pengunjung dengan biaya perjalanan.

Tingkat kunjungan, nilai V merupakan dari berbagai titik plot diregresikan dengan biaya perjalanan, waktu, dan variabel sosial ekonomi yang berpengaruh lainnya. Nilai dari suatu lokasi merupakan penjumlahan dari surplus konsumen yang diestimasi dari tiap titik plot yang merupakan area dibawah kurva permintaan dari harga perjalanan yang diamati. Secara matematis hal tersebut dapat dituliskan sebagai berikut (modifikasi Fauzi 2006):

(30)

16

Keterangan:

V = Jumlah kunjungan oleh responden ke-i tempat ke-j.

Cij = Biaya perjalanan yang dikeluarkan individu ke-i tempat ke-j.

Tij = Biaya waktu yang dikeluarkan individu ke-i tempat ke-j.

Qij = Presepsi responden terhadap kualitas lingkungan lokasi yang dikunjungi. Sij = Karakteristik subtitusi yang mungkin ada di tempat lain.

Mij = Pendapatan responden ke- i.

Aij = Usia responden ke-i saat ke lokasi j.

Eij = Tingkat Pendidkan responden ke-i saat ke lokasi j.

Pendugaan fungsi permintaan yang berbentuk kurva kuadratik sebagai berikut:

V = β0 C β1 T β2 Q β3 S β4 M β5 A β6 E β7

Kemudian dilinearkan, dan transformasi intersept baru fungsi permintaan sebagai berikut:

Ln V = β0 + β1C + β2S + β3M + β4T+ β5Q + β6A+ β7E

Ln V = ((β0 + β2 ( Ln S) + ... + βn ( Ln Xn)) + β1 Ln C Ln V = β' + β1 Ln C

Transformasi fungsi permintaan baru ke fungsi permintaan asal

V = β0 X β1

Menduga total kesediaan membayar (nilai ekonomi sumber daya) U = 0af V dV

Keterangan: U = utilitas terhadap sumber daya, a = batas jumlah sumber daya rata-rata yang dikonsumsi/diminta, f(Q) = fungsi permintaan asal setelah ditransformasikan

Menduga konsumen surplus CS = U - Pt

Pt = C x Vrat

dengan, CS = konsumen surplus, Pt = harga yang dibayarkan, Vrat= rata-rata jumlah sumber daya yang di konsumsi/diminta (rata-rata jumlah kunjungan wisatawan), C = harga per unit sumber daya yang dikonsumsi/diminta atau biaya perjalanan (diturunkan dari fungsi permintaan asal)

Metode valuasi kontingensi (Contingent valuation method)

(31)

17

Pearce dan Moran (1994) menyatakan kesediaan membayar dari rumah tangga ke-i untuk perubahan dari kondisi lingkungan awal (Q0) menjadi kondisi

lingkungan yang lebih baik (Q1) dapat disajikan dalam bentuk fungsi, yaitu:

WTPi = f(Q1 – Q0, Pown-i, Psub-i, Si )

Keterangan: WTPi = Kesediaan membayar dari rumah tangga ke-i, Pown-i = harga dari penggunaan sumber daya lingkungan, Psub-i = harga subtitusi untuk penggunan sumber daya lingkungan, Si = karakteristik sosial ekonomi rumah tangga ke-i.

WTP dapat diperoleh dari hasil perhitungan nilai tengah mengikuti formula sebagai berikut (FAO 2000):

MWTP = 1

n

ni=1

y

i

dengan, n adalah besaran atau jumlah responden dan yi adalah besaran WTP yang

diberikan responden ke-i.

Pemodelan dinamik wisata

Pilihan pengembangan berkelanjutan harus memasukkan aspek ekonomi, demografi, lingkungan dan sosial budaya. Secara kompleks hubungan antar aspek dan kompetisi yang dihasilkan menyebabkan kesulitan dalam memahami proses dan mengantisipasi peristiwa di masa mendatang. Salah satu solusi tersebut dengan pendekatan menyeluruh melalui pengembangan proses perencanaan pemahaman dari interaksi antar aspek yang berbeda dalam sebuah kesatuan sistem (Wiranatha dan Smith 2000). Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari komponen-komponen yang berkaitan satu sama lainnya dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam lingkungan yang kompleks.

Pendekatan sistem akan memberikan penyelesaian masalah yang kompleks dengan metode dan alat yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi, dan mendisain dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Eriyatno 1999). Pengembangan model terdiri dari beberapa tahap, yakni penyusunan causal loop diagram, penyusunan stock and flow maps, verifikasi, simulasi, dan validasi model.

a. Penyusunan causal loop diagram

Causal loop diagram menggambarkan hubungan sebab akibat (causal relationship) antar variabel yang berinteraksi dalam sistem. Causal loop diagram menggambarkan hubungan sebab akibat antar variabel ekonomi, lingkungan, dan fasilitas wisata di wilayah Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. Konsep wisata pesisir dibatasi pada wisata yang berdasarkan sumber daya alam yaitu rekreasi pantai, mangrove, dan snorkeling (Gambar 4). Kemudian pendekatan nilai ekonomi wisata menggunakan surplus konsumen. Selain itu, kondisi fasilitas yang ada ditentukan berdasarkan presepsi wisatawan yang berkunjung.

b. Penyusunan stock dan flow maps

(32)

18

Formulasi matematis ini menunjukkan keterkaitan antara setiap variabel yang saling berinteraksi. Model pengelolaan kawasan wisata dibagi menjadi tiga berdasarkan bidang studi yaitu sub-model ekologi (Gambar 5), sub-model ekonomi wisata (Gambar 6), dan sub-model sosial (Gambar 7). Model ekologi berdasarkan nilai daya dukung setiap jenis wisata tersebut. Nilai daya dukung yang didapat merupakan nilai kumulatif dari setiap tempat yang berpotensi adanya jenis aktivitas wisata tertentu.

Gambar 4. Causal loop wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa

Jumlah pengunjung yang berfluktuatif digunakan untuk menduga trend penambahan wisatawan setiap tahunnya. Jumlah pengunjung dipengaruhi oleh adanya nilai dari objek wisata dan daya tarik wisata yang ada berdasarkan penilaian pengunjung. Selain itu, upaya pengelolaan dengan perbaikan fasilitas dan akses juga dihitung sebagai faktor penentu jumlah pengunjung yang ada. Model dinamik tersebut disusun berdasarkan persamaan yang telah ditentukan dan berdasarkan data hasil pengamatan (Lampiran 2).

Wisata Tanjung

v ar DD pantai Uj selatan

fraksi pengunjung TP

Kes mangrov e panjang Track

waktu wisata mangrov e

v ar DD pantai UJ timur

v ar DD mangrov e

(33)

19

Gambar 6. Sub-model ekonomi wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa

Gambar 7. Sub-model sosial wisata Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa

Verifikasi dan validasi model

Tahap verifikasi merupakan tahap pengecekan terhadap model simulasi agar berfungsi sesuai logika pada objek sistem (sesuai model konseptual). Proses pengecekan tersebut dilakukan dengan cara check units dan verifikasi pada software Stella versi 9.2.0. Check units ini dilakukan untuk memastikan

(34)

20

konsistensi satuan formulasi yang dibuat dan nilai eror. Tahap validasi merupakan tahap untuk memastikan model yang dibuat dapat mempresentasikan kondisi objek amatan sebenarnya. Proses validasi model dapat dilakukan dengan cara diskusi dengan pihak ahli. Selain itu, validasi juga dilakukan dengan pengujian hasil simulasi dengan data riil. Jenis validasi yang digunakan yaitu, absolute means error (AME), absolute variation error (AVE), dan U-Theil’s (koefisien diskrepansi). Batas penyimpangan yang dapat diterima adalah 5-10% yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan pada kedua data. Berikut ini perhitungan nilai-nilai tersebut (Muhammadi et al. 2001):

AME = (Si – Ai ) / Ai AVE = (Ss – Sa) / Sa U-Theil’s = Se (Ss + Sa)

Keterangan, Ai = rataan nilai aktual, Si = rataan nilai simulasi, Sa = deviasi nilai aktual, Ss = deviasi nilai simulasi, Se = deviasi nilai simulasi terhadap nilai aktual.

Simulasi perlakuan model

Penyusunan skenario adalah penyusunan rencana pengembangan yang baik dalam sebuah sistem sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sesuai dengan tujuan dari penelitian, maka model yang telah dibuat diberi beberapa perlakuan. Skenario perlakuan model yang dilakukan, yaitu:

1. Skenario pertama, yaitu kondisi eksisting dengan tidak memberikan perubahan pengelolaan wisata yang ada.

2. Skenario kedua, yaitu dengan meningkatkan pengelolaan berupa upaya perbaikan akses darat, laut, dan fasilitas.

3. Skenario ketiga, yaitu dengan perbaikan akses darat, laut, dan fasilitas. Selain itu, dilakukan pengendalian jumlah wisatawan.

Hasil skenario tersebut digunakan untuk menduga nilai output dengan indikator yang telah ditentukan. Indikator yang digunakan yaitu nilai ekonomi wisata, jumlah pengunjung, rasio daya dukung dengan pengunjung, panorama, dan kondisi sarana prasarana. Penilaian (skoring) berdasarkan analisis kriteria ganda (multi-criteria analysis) yang berupa trade-off dengan keterlibatan stakeholder dalam mempertimbangkan manfaat dari suatu strategi pengelolaan yang berbeda dan secara eksplisit menentukan prioritas pengelolaan. Analisis ini menilai dampak pengambilan keputusan (lingkungan/biofisik dan sosial ekonomi) sama pentingnya bagi pengambil keputusan. Perhitungan atau scoring terhadap kriteria yang ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

Benefit indicator Cost indicator

X

s

=

X - Xmin

Xmax- Xmin

x 100

X

s

=

Xmax- X

Xmax- Xmin

x 100

(35)

21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambaran umum lokasi

Wisata Tanjung Pasir

Pantai Tanjung Pasir merupakan adalah salah satu pantai yang ada di kecamatan Teluk Naga, pantai ini memiliki luas sekitar 10 hektar. Kawasan Tanjung Pasir merupakan daerah daratan rendah dengan ketinggian dari permukaan laut 1 m dengan suhu udara 370 C. Jarak tempuh dari pusat Ibu kota

Kabupaten adalah 54 km. Pantai Tanjung Pasir merupakan kawasan pantai berpasir yang masih ditumbuhi hutan mangrove di bagian barat. Selain itu, Tanjung Pasir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pernah dijadikan benteng pertahanan. Pantai wisata ini dikelola oleh TNI AL Kabupaten Tangerang, dan Desa Tanjung Pasir dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2007 (DKP Kab. Tangerang 2012).

Wilayah Desa Tanjung Pasir termasuk strategis karena terletak diantara kota Tangerang dan Jakarta. Letak geografis Desa Tanjung Pasir adalah 106020’

-1060 43’ Bujur Timur dan 60 00’ 60 20’ Lintang Selatan. Menurut BPS

Kabupaten Tangerang (2014) Desa Tanjung Pasir mempunyai luas 5 642 km2

(sekitar 570 Ha) dengan batasan wilayah Desa, yaitu sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Muara 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tegalangus 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanjung Burung.

Pengelolaan Pantai Tanjung Pasir dilakukan secara swadaya antara masyarakat sekitar dengan TNI AL. Terdapat biaya tiket masuk yang dikenakan wisatawan yang berkunjung ke pantai tersebut. Biaya ini dihitung berdasarkan kendaraan yang digunakan dan jumlah rombongan. Biaya kumulatif antara biaya masuk dan biaya parkir berkisar antara Rp. 20 000 (untuk motor) sampai Rp. 600000 (untuk mobil). Secara aksesibilitas, Pantai Tanjung Pasir hanya memiliki satu jalur darat. Ukuran jalan saat memasuki desa Tanjung Pasir hanya memiliki lebar 4 meter sehingga sangat rentan terjadi kemacetan apabila arus lalu lintas padat. Kondisi fisik jalan saat ini sebagian besar mengalami kerusakan yang cukup buruk, sehingga wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi harus berhati-hati dan laju kendaraan rata-rata hanya 30 km/jam.

(36)

22

Gambar 8 Jumlah kunjungan wisata Pantai Tanjung Pasir (Sumber: Dinpar Kab. Tangerang 2014)

Wisata Untung Jawa

Pulau Untung Jawa yang berada dalam wilayah Kepulauan Seribu yang sudah menjadi Kabupaten Kepulauan Seribu pada tahun 1999 dan diatur dalam UU 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan DKI Jakarta. Pulau Untung Jawa memiliki luas 40.1 Ha. Pulau ini memiliki berbagai potensi wisata, terutama letak strategisnya yaitu hanya berjarak 4.67 km dari Tanjung Pasir (Banten) dan 12.5 km dari Kali Adem atau Muara Angke (Jakarta). Memiliki 11 akses transportasi dari Tangerang, Jakarta, dan Bekasi sehingga memudahkan wisatawan berkunjung ke pulau tersebut. Akses jalur masuk menuju Pulau Untung Jawa, yaitu: Tanjung Kait, Tanjung Pasir, Muara Kamal, Kamal, Muara Angke, Pantai Mutiara, Sunda Kelapa, Marina Ancol, Tanjung Priok, Kali Baru, dan Marunda.

Secara administratif wilayah Kelurahan Pulau Untung Jawa memiliki batasasan yang meliputi:

1. Bagian Utara berbatasan dengan Kelurahan Pulau Panggang

2. Bagian Timur berbatasan dengan Laut Jawa atau Tanjung Karawang– Jawa Barat

3. Bagian Selatan berbatasan dengan kota administrasi Jakarta Utara atau Provinsi Banten

4. Bagian Barat berbatasan dengan Kelurahan Pulau Pari.

Pulau Untung Jawa menarik wisatawan dari kalangan menengah khususnya dari wilayah Jabodetabek. Wisatawan dapat menikmati keindahan alamnya serta menikmati beberapa atraksi dan olahraga air. Berkeliling hutan bakau dan mangrove dengan sepeda yang juga menjadi tempat konservasi tanaman tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2014 total wisatawan yang berkunjung ke Pulau Untung Jawa berjumlah 1 431 895 orang dan menempati peringkat pertama dari 12 pulau yang menjadi tujuan wisata di Kepulauan Seribu. Obyek wisata alam Pulau Untung Jawa berupa pemandangan alam yang indah. Pulau ini memiliki pantai pasir putih dan hutan mangrove. Selain itu, dengan adanya pengembangan wisata, masyarakat lokal ada yang membuka usaha olahraga air. Olahraga air dapat menjadi salah satu pilihan hiburan dan atraksi di Pulau Untung Jawa. Hingga saat ini Pulau Untung Jawa memiliki unit olahraga air yaitu banana boat, pillow fly, dan flying fish. Fasilitas yang dikembangkan di Pualu Untung Jawa yaitu penginapan yang layak, pelayanan keamanan, pelayanan kesehatan, travel agent melalui website, dan infrastruktur pendukung (dermaga,

-2009 2010 2011 2012 2013 2014

W

is

ataw

an

(37)

23

MCK, toilet, masjid, sumur/ reverse osmosis). Terdapat 10 dermaga di Pulau Untung Jawa, hanya tiga dermaga (dermaga utama, dermaga Timur, dan dermaga Dinas Perhubungan) yang digunakan untuk sarana transportasi pulau. Tempat lainnya hanya berupa dermaga kecil yang digunakan oleh masyarakat untuk menambatkan kapal ataupun untuk pemberhentian nelayan.

Gambar 9 Jumlah kunjungan wisata Pulau Untung Jawa (Sumber: BPS Kep. Seribu 2014)

Gambar 10 Jumlah penginapan di Pulau Untung Jawa (Sumber: BPS Kep. Seribu 2014)

Trend kunjungan wisatawan di Pulau Untung Jawa dalam empat tahun terakhir menunjukkan nilai positif (Gambar 9). Pada tahun 2010 mengalami penurunan Akan tetapi tidak signifikan. Peningkatan terbesar terjadi antara tahun 2013-2014, lebih dari 100%. Hasil jumlah kunjungan wisatawan di Pulau Untung Jawa akan terus meningkat sampai titik maksimal. Titik maksimal terjadi ketika wisatawan mulai mencari alternatif objek wisata yang sesuai secara lingkungan, fasilitas, dan ekonomi. Salah satu fasilitas yang menjadi penilaiana wisatawan adalah ketersediaan penginapan, trend jumlah penginapan di Pulau Untung Jawa menunjukkan stagnan pada 2010-2013 kemudian menurun pada tahun 2014 (Gambar 10). Hal ini karena penambahan penduduk setempat yang tinggi sehingga membutuhkan tempat tinggal baru. Selain itu, adanya kehawatiran masyarakat akan potensi kerusakan lingkungan yang tinggi sehingga penginapan mulai dibatasi oleh pemerintah setempat.

400.000 800.000 1.200.000 1.600.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

W

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(38)

24

Kesesuaian dan daya dukung wisata

a. Wisata Tanjung Pasir

Karakteristik kesesuaian wisata Pantai Tanjung Pasir, beberapa parameter menunjukkan nilai yang bervariasi mulai dari kondisi baik (kategori 1) sampai kondisi tidak sesuai (Tabel 8).

Tabel 8 Hasil pengukuran karakteristik Pantai Tanjung Pasir

Parameter Hasil pengamatan Kategori

Kedalaman perairan (m) 1.25 ± 0.35 1

Tipe pantai pasir hitam 3

Lebar pantai (m) 17.3 ± 2.5 1

Material dasar perairan pasir 1

Kecepatan arus (m/dt) 0.02 ± 0.01 a 1

Kemiringan pantai (0) 9.06 ± 2.04 1

Kecerahan perairan (m) 0.93 ± 0.43 tidak ada Penutupan lahan pantai lahan terbuka 1

Biota berbahaya ubur-ubur 2

Ketersediaan air tawar (jarak/km) 0.25 ± 0.21 1

a Balitbang KP 2013

Kondisi sumber daya perairan di Tanjung Pasir masih cukup baik dan berpeluang untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata. Akan tetapi, pemanfaatan dan pengembangannya harus dikelola dengan baik agar kualitasnya tetap terjaga. Selain itu, kawasan pesisir terdiri dari sumber daya alam dan lingkungan yang rapuh (fragile) dan sangat rentan terhadap gangguan dari luar. Indeks kesesuaian wisata Pantai Tanjung Pasir sebesar 83.33% dengan kategori sangat sesuai (Lampiran 3). Kesesuaian kawasan untuk wisata pantai memiliki panjang pantai yang cukup besar dengan penyebaran wisatawan yang cukup merata (Gambar 10). Daya dukung kawasan dengan panjang pantai 1240 meter (Gambar 10) sebesar 162 orang per hari (Lampiran 3).

(39)

25

b. Wisata Untung Jawa

Pulau untung Jawa memiliki potensi wisata untuk tiga jenis wisata, yaitu wisata pantai, mangrove, dan snorkeling. Akan tetapi, untuk wisata snorkeling, lokasi yang digunakan adalah bagian dari Pulau Rambut. Hal ini karena kondisi terumbu karang pada Pulau Untung Jawa sudah sangat rusak dan mengurangi daya tarik wisatawan. Selain itu, kondisi perairan Pulau Untung Jawa yang memiliki kekeruhan tinggi juga menyebabkan terumbu karang tidak dapat bertahan hidup di sekitar pulau tersebut.

Pulau Untung Jawa memiliki dua bagian pantai yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai wisata pantai, yaitu pantai bagian selatan dan timur. Pantai lokasi 1 (bagian selatan) memiliki kelebihan dari segi kedalaman perairan yang sesuai, material dasar perairan berupa pasir, kecepatan arus yang rendah, kemiringan pantai yang landai, penutupan lahan yang kosong, tidak ada biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar yang dekat (Tabel 9). Kemudian untuk lokasi 2 (bagian timur) juga memiliki kelebihan seperti lokasi 1 ditambah dengan lebar pantai yang lebih panjang, tetapi ketersediaan air tawar yang lebih jauh dari pada lokasi 1 (Tabel 9). Lokasi 1 lebih diminati oleh wisatawan dengan sebaran yang tinggi pada lokasi tersebut (Gambar 12). Hal ini karena pada pantai di lokasi 1 terdapat fasilitas olah raga air yang menarik wisatawan untuk mencobanya. Selain itu, pantai di lokasi 1 juga memiliki kelebihan dari segi letak yang strategis karena dekat dengan dermaga.

Indeks kesesuaian pantai lokasi pertama (bagian selatan) Pulau Untung Jawa adalah sebesar 78.57% dengan kategori sangat sesuai (Lampiran 3). Daya dukung kawasan dengan panjang pantai 233 meter (Gambar 12) adalah sebesar 31 orang per hari (Lampiran 3). Pantai lokasi ke-2 (bagian timur) memiliki indeks kesesuaian sebesar 85.71% dengan kategori tergolong sangat sesuai (Lampiran 3). Daya dukung kawasan dengan panjang pantai 327 meter (Gambar 12) adalah sebesar 43 orang per hari (Lampiran 3). Hasil daya dukung kawasan pada kedua lokasi di Pulau Untung Jawa memiliki batasan ekologis terhadap jumlah pengunjung yang sangat terbatas. Hal ini karena panjang pantai potensial wilayah tersebut sangat kecil untuk ukuran pantai.

Tabel 9 Hasil pengukuran karakteristik pantai Pulau Untung Jawa

Parameter (x) Lokasi 1 (Selatan) Lokasi 2 (Timur)

Hasil Kategori Hasil Kategori

Kedalaman perairan (m) 1.0 ± 0.5 1 1.1 ± 0.2 1

Tipe pantai pasir putih, berkarang 2 pasir putih, berkarang 2

Lebar pantai (m) 7.6 ± 0.6 3 17.0 ± 3.4 1

Material dasar perairan pasir 1 pasir 1

Kecepatan arus (m/dt) 0.105 ± 0.010 a 1 0.067 ± 0.015 a 1 Kemiringan pantai(0) 8.53 ± 1.08 1 14.42 ± 2.35 2

Kecerahan perairan (m) 1.5 ± 0.2 tidak ada 1.2 ± 0.3 tidak ada Penutupan lahan pantai lahan terbuka 1 lahan terbuka 1

Biota berbahaya tidak ada 1 tidak ada 1

Ketersediaan air tawar

(jarak/km) 0.25 ± 0.15 1 0.8 ± 0.2 2

(40)

26

Kesesuaian wisata mangrove di Pulau Untung Jawa menunjukkan terdapat satu parameter yang memiliki kondisi buruk (kategori 3), sedangkan parameter lainnya menunjukkan kondisi baik dan sedang (kategori 1 dan 2) (Tabel 10). Karakteristik wisata mangrove di Pulau Untung Jawa memiliki kelebihan dari kondisi kerapatan mangrove, jumlah jenis mangrove, ketinggian air saat pasang surut, dan objek biota yang dapat dilihat di sekitar wisata mangrove. Ketebalan vegetasi mangrove yang cenderung rendah dan hanya terdapat di bagian Barat Laut Pulau Untung Jawa. Indeks kesesuaian wisata sebesar 56.14% dengan kategori tergolong sesuai (Lampiran 3). Daya dukung kawasan dengan panjang track wisata mangrove 382.86 meter (Gambar 12) sebesar 69 orang per hari (Lampiran 3).

Tabel 10 Hasil pengukuran karakteristik mangrove Pulau Untung Jawa

Parameter (x) Hasil pengamatan Kategori

Ketebalan mangrove (m) 68.57 ± 3.50 3

Kerapatan mangrove (100 m2) 17 ± 3 1

Jenis mangrove 4 ± 0 a 2

Pasang surut (m) 0.30 ± 0.14 1

Objek biota Beberapa jenis ikan, kepiting, moluska (gastropoda), ular, biawak, dan burung 1

a Laporan Monitoring dan Evaluasi Ekosistem Perairan Kepulauan Seribu 2014 (Lampiran 4)

Hasil kesesuaian wisata snorkeling, beberapa parameter menunjukkan nilai yang bervariasi mulai dengan kondisi baik (kategori 1) sampai sampai kondisi yang tidak sesuai (Tabel 11). Kondisi terumbu karang Pulau Untung Jawa memiliki indeks kesesuaian sebesar 42.11% dengan kategori tidak sesuai (Gambar 12) (Lampiran 3). Lokasi snorkeling di Pulau Untung Jawa tidak digunakan sebagai tempat utama wisata tersebut, tetapi hanya sebagai alternatif spot snorkeling apabila jumlah jumlah wisatawan sangat banyak. Kondisi perairan Untung Jawa bergantung dengan musim, perairan memiliki kecerahan yang lebih tinggi pada muson Barat dan kembali keruh pada muson Timur. Wisata snorkeling yang ada di Pulau Untung Jawa menggunakan Pulau Rambut sebagai objek wisata dengan daya tarik terumbu karang yang lebih baik dan secara administrasi dalam pengelolaannya termasuk Kelurahan Pulau Untung Jawa.

Tabel 11 Hasil pengukuran karakteristik terumbu karang di Pulau Untung Jawa dan Pulau Rambut

Parameter (x) Pulau Untung Jawa Pulau Rambut

Hasil Kategori Hasil Kategori

Kecerahan perairan (%) 80 ± 10 2 100 ± 0 3

Tutupan komunitas karang (%) 1.75 ± 2.10 a tidak ada 3.04 ± 2.40 a tidak ada

Jenis life form 7 ± 1 a 3 9 ± 2 a 2

Jenis ikan karang 22 ± 2 a 3 21 ± 2 a 3

Kecepatan arus (cm/dt) 10.5 ± 2.5 b 1 12.5 ± 1.4 b 1 Kedalaman terumbu karang (m) 1.7 ± 0.3 1 1.5 ± 0.4 1 Lebar hamparan datar karang (m) 105 ± 7 2 110 ± 14 2

aKajian Status Terkini Sumber daya Perikanan dan Pencemaran Perairan Laut dari Ujung Barat

Teluk Jakarta hingga Ujung Barat Pesisir Kabupaten Tangerang 2013 (Lampiran 4)

Gambar

Gambar 4.  Causal loop wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa
Gambar 6.  Sub-model ekonomi wisata Tanjung Pasir  dan Pulau Untung Jawa
Gambar 8  Jumlah kunjungan wisata Pantai Tanjung Pasir    (Sumber: Dinpar Kab. Tangerang 2014)
Gambar 10  Jumlah penginapan di Pulau Untung Jawa      (Sumber: BPS Kep. Seribu 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait