ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN
DI KABUPATEN ASAHAN
TESIS
Oleh
Gayu Saputra
107039005 / MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN
DI KABUPATEN ASAHAN
TESIS
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Oleh
Gayu Saputra
107039005/MAG
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan dan Kerentanan Pangan di Kabupaten Asahan
Nama : Gayu Saputra
NIM : 107039005
Program Studi : Magister Agribisnis
Menyetujui Komisi Pembimbing,
Ketua Anggota
(Dr.Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec)
NIP. 19580325 198502 1 002 NIP. 19641102 198903 2 001 (Dr.Ir. Tavi Supriana, MS)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr.Ir. Tavi Supriana, MS)
Telah diuji pada
Tanggal : 11 Februari 2014
Tim Penguji
Ketua : Dr.Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec
Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
2. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN
DAN KERENTANAN PANGAN DI KABUPATEN ASAHAN
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber – sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Februari 2014 Yang membuat pernyataan,
Gayu Saputra
ABSTRAK
GAYU SAPUTRA. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Ketahanan dan Kerentanan Pangan di Kabupaten Asahan (Di bawah bimbingan Dr. Ir. SATIA NEGARA LUBIS, M.Ec sebagai ketua dan Dr. Ir. TAVI SUPRIANA, MS sebagai anggota).
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012. Latar belakang penelitian ini adalah Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami defisit pangan, berdasarkan peta ketahanan pangan Sumatera Utara tahun 2011 disebutkan bahwa 16 kecamatan dari 25 kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan dalam kondisi defisit pangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan di Kabupaten Asahan. Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data peta ketahanan dan kerentanan pangan (FSVA) Provinsi Sumatera Utara tahun 2011, dan data sekunder lainnya yang mendukung penelitian ini. Penggunaan data tahun 2011 karena data peta ketahanan dan kerentanan pangan (FSVA) hanya di terbitkan tiap tiga tahun sekali. Metode analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan model logit yang memiliki kriteria uji wald (Parsial) dan uji G (Serempak) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara serempak faktor – faktor yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan yang bersifat kronis di Kabupaten Asahan adalah ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Secara parsial akses pangan dan pemanfaatan pangan secara signifikan mempengarui ketahanan dan kerentanan pangan kronis di Kabupaten Asahan, sedangkan ketersediaan pangan secara parsial tidak mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan kronis di Kabupaten Asahan. Indikator akses pangan yang paling mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan secara signfikan adalah persentasae penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Dari 25 kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan, terdapat 68% daerah yang tahan pangan dan 32% dalam kondisi rentan pangan. Kecamatan yang rentan pangan memiliki kondisi akses pangan dan pemanfaatan pangannya kurang baik. Daerah yang rentan pangan juga termasuk daerah – daerah yang defisit pangan.
ABSTRACT
GAYU SAPUTRA: An Analysis of the Factors Influencing The Food Security and Vulnerability in Asahan District, Under the Supervision of Dr. Ir. SATIA NEGARA LUBIS, M.Ec (Chair) and Dr. Ir. TAVI SUPRIANA, MS (Member)
Asahan is one of the districts of in Sumatera Utara Province experiencing food deficit. According to map of security food in 2011, 16 of 25 subdistricts in Asahan District experienced food deficit. The purpose of this study was to analyze the factors influencing the food security and vulnerability in Asahan District. This study used secondary data obtained from the Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Sumatera Utara Province in 2011 and the other supporting secondary data. The reason for using the 2011 data was because the Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) is only published once three years. The data obtained were processed and analyzed through logit approach model with wald test (partially) and G test (simultaneously) using SPSS16 program.
The result of the study showed that simultaneously the factors influencing the chronicle food security and vulnerability in Asahan District were food availability, food access, and the utilization of food. Partially, the food access and the utilization of food significantly influenced the chronicle food security and vulnerability in Asahan District, while partially the availability of food did not influence the chronicle food security and vulnerability in Asahan District. The most significant indicator of food access influencing the food security and vulnerability was the percentage of the population living below the poverty line. Of the 25 subdistricts in Asahan District, 68% belonged to the food secure regions, and 32% belonged to the vulnerable food regions. The vulnerable food subdistricts had poor food access and the bad food utilization. The vulnerable food region was also included into deficit food region.
RIWAYAT HIDUP
GAYU SAPUTRA, lahir di Sedinginan, Kecamatan Tanah Putih,
Kabupaten Rokan Hilir pada tanggal 23 juli 1987 dari Bapak Drs. Hazri dan Ibu
Masdiah Lubis. Penulis merupakan anak ke dua dari lima bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
1. Tahun 1993 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 034 Tanah Putih, Kabupaten
Rokan Hilir, Provinsi Riau, tamat tahun 1999.
2. Tahun 1999 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1
Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, tamat tahun 2002.
3. Tahun 2002 masuk Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Tanah Putih,
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, tamat tahun 2005.
4. Tahun 2005 diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 2010.
5. Tahun 2010 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
dan seluruh keluarga yang telah mendorong dan memotivasi penulis untuk
menyelesaikan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada seluruh pegawai Dinas Ketahanan Pangan dan Kantor Kecamatan yang
telah memberikan segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Februari 2014
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Kegunaan Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1.Tinjauan Pustaka ... 4
2.2.Landasan Teori ... 7
2.2.1. Ketersediaan Pangan ... 11
2.2.2. Akses Pangan ... 13
2.2.3. Pemanfaatan Pangan ... 15
2.3.Penelitian Terdahulu ... 18
2.4.Kerangka Pemikiran ... 19
2.5.Hipotesis Penelitian ... 22
III. METODE PENELITIAN ... 23
3.1. Metode Pemilihan Lokasi ... 24
3.2. Metode Penentuan Sampel ... 24
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 24
3.4. Metode Analisis Data ... 24
3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 27
3.5.1. Defenisi ... 27
3.5.2. Batasan Operasional ... 29
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN………. 31
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian... 31
4.2. Keadaan Penduduk ... 32
4.3. Pendapatan Domestik Regional Bruto ... 33
4.4. Sarana dan Prasarana ... 36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Variabel Penelitian ... 38
5.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan dan Kerentanan Pangan ... 45
5.2.1. Pengaruh ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan ... 45
5.2.2. Pengaruh indikator ketahanan dan kerentanan pangan ... 50
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 57
6.2. Saran... 57
DAFTAR PUSTAKA... 59
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Indikator Ketahanan Pangan ... 9
2. Derah Defisit Pangan Provinsi Sumatera Utara ... 22
3. Penduduk Kabupaten Asahan Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Rumah Tangga ... 31
4. PDRB Per Kapita Menurut Kecamatan Kabupaten Asahan Menurut Harga Berlaku Tahun 2011... 32
5. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011 ... 34
6. Sarana dan Prasarana Kabupaten Asahan……… 35
7. Persentase Kecamatan Rentan dan Tahan Pangan……….. 37
8. Indikator Ketahanan dan Kerentanan Pangan di Kabupaten Asahan….. 38
9. Ketersediaan Pangan Kabupaten Asahan……….... 39
10.Indikator Akses Pangan Kabupaten Asahan……… 40
11.Indikator Pemanfaatan Pangan Kabupaten Asahan………. 42
12.Omnibus Tests of Model Coefficients………. 44
13.Hosmer and Lemeshow Test……… 45
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul
Hal
1. Ketahanan dan Kerentanan Pangan Kabupaten Asahan. ... 60
2. Konsumsi Normative Per Kapita Kabupaten Asahan. ... 61
3. Persentase Penduduk Hidup di Bawah Garis Kemiskinan Kabupaten Asahan. ... 62
4. Persentase Desa yang Tidak Memiliki Akses Penghubung yang Memadai Kabupaten Asahan. ... 63
5. Persentase Rumah Tangga Tanpa Akses Listrik Kabupaten Asahan. ... 64
6. Persentase Desa yang Tinggal Lebih 5 km dari Fasilitas Kesehatan Kabupaten Asahan. ... 65
7. Persentase Rumah Tangga Tanpa Akses ke Air Bersih Kabupaten Asahan. ... 66
8. Persentase Perempuan Buta Huruf Kabupaten Asahan. ... 67
9. Berat Badan Balita Dibawah Standar Kabupaten Asahan. ... 68
10.Angka Harapan Hidup Provinsi Sumatera Utara. ... 69
11.Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan dan Kerentanan Pangan Kabupaten Asahan. ... 70
12.Analisis Regresi Logistic. ... 71
13.Indikator Ketahanan dan Kerentanan Pangan. ... 77
ABSTRAK
GAYU SAPUTRA. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Ketahanan dan Kerentanan Pangan di Kabupaten Asahan (Di bawah bimbingan Dr. Ir. SATIA NEGARA LUBIS, M.Ec sebagai ketua dan Dr. Ir. TAVI SUPRIANA, MS sebagai anggota).
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012. Latar belakang penelitian ini adalah Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami defisit pangan, berdasarkan peta ketahanan pangan Sumatera Utara tahun 2011 disebutkan bahwa 16 kecamatan dari 25 kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan dalam kondisi defisit pangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan di Kabupaten Asahan. Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data peta ketahanan dan kerentanan pangan (FSVA) Provinsi Sumatera Utara tahun 2011, dan data sekunder lainnya yang mendukung penelitian ini. Penggunaan data tahun 2011 karena data peta ketahanan dan kerentanan pangan (FSVA) hanya di terbitkan tiap tiga tahun sekali. Metode analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan model logit yang memiliki kriteria uji wald (Parsial) dan uji G (Serempak) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara serempak faktor – faktor yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan yang bersifat kronis di Kabupaten Asahan adalah ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Secara parsial akses pangan dan pemanfaatan pangan secara signifikan mempengarui ketahanan dan kerentanan pangan kronis di Kabupaten Asahan, sedangkan ketersediaan pangan secara parsial tidak mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan kronis di Kabupaten Asahan. Indikator akses pangan yang paling mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan secara signfikan adalah persentasae penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Dari 25 kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan, terdapat 68% daerah yang tahan pangan dan 32% dalam kondisi rentan pangan. Kecamatan yang rentan pangan memiliki kondisi akses pangan dan pemanfaatan pangannya kurang baik. Daerah yang rentan pangan juga termasuk daerah – daerah yang defisit pangan.
ABSTRACT
GAYU SAPUTRA: An Analysis of the Factors Influencing The Food Security and Vulnerability in Asahan District, Under the Supervision of Dr. Ir. SATIA NEGARA LUBIS, M.Ec (Chair) and Dr. Ir. TAVI SUPRIANA, MS (Member)
Asahan is one of the districts of in Sumatera Utara Province experiencing food deficit. According to map of security food in 2011, 16 of 25 subdistricts in Asahan District experienced food deficit. The purpose of this study was to analyze the factors influencing the food security and vulnerability in Asahan District. This study used secondary data obtained from the Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Sumatera Utara Province in 2011 and the other supporting secondary data. The reason for using the 2011 data was because the Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) is only published once three years. The data obtained were processed and analyzed through logit approach model with wald test (partially) and G test (simultaneously) using SPSS16 program.
The result of the study showed that simultaneously the factors influencing the chronicle food security and vulnerability in Asahan District were food availability, food access, and the utilization of food. Partially, the food access and the utilization of food significantly influenced the chronicle food security and vulnerability in Asahan District, while partially the availability of food did not influence the chronicle food security and vulnerability in Asahan District. The most significant indicator of food access influencing the food security and vulnerability was the percentage of the population living below the poverty line. Of the 25 subdistricts in Asahan District, 68% belonged to the food secure regions, and 32% belonged to the vulnerable food regions. The vulnerable food subdistricts had poor food access and the bad food utilization. The vulnerable food region was also included into deficit food region.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas
penduduknya petani. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan negara
kepulauan memiliki potensi alam yang besar dalam bidang pengolahan pertanian.
Potensi pertanian Indonesia yang tinggi salah satunya disebabkan wilayah
Indonesia yang memiliki wilayah daratan sepertiga dari luas keseluruhan ini
dilewati barisan pengunungan dunia. Hal ini menyebabkan wilayah daratan
Indonesia sangat subur. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian besar
penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Itulah mengapa
Indonesia juga disebut sebagai negara agraris.
Kondisi geografis yang menguntungkan tidak menjadikan Indonesia bebas
dari permasalahan ketahanan dan kerentanan pangan. Permasalahan ketahanan
dan kerentanan pangan masih terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini
dapat diketahui dari Peta Keamanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and
Vulnerability Atlas, FSVA) yang diterbitkan oleh World Food Programme (WFP)
bekerja sama dengan Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Nasional pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 terdapat 100 kabupaten yang masih dalam kategori rentan
pangan. Sumatera Utara termasuk peringkat ke 13 yang memiliki kabupaten yang
rentan pangan proritas pertama dan peringkat 98 yang memiliki kabupaten rentan
pangan proritas ke tiga. Hal ini terasa janggal mengingat Indonesia secara umum
dan Sumatera Utara secara khusus memiliki potensi yang luar biasa secara
Kerentanan pangan di Indonesia dilihat dari kebijakan pemerintah untuk
mengimpor beras. Impor dilakukan dalam rangka menjaga ketahanan pangan
nasional. Salah satunya adalah Sumatera Utara yang secara umum merupakan
salah satu lumbung pangan nasional, namun masih ada kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara yang defisit pangan.
Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi
Sumatera Utara yang mengalami defisit pangan, berdasarkan peta ketahanan
pangan Sumatera Utara tahun 2011 disebutkan bahwa 16 kecamatan dari 25
kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan dalam kondisi defisit pangan.
Ditambah lagi tingginya pertumbuhan penduduk di Kabupaten Asahan yang tidak
sebanding dengan pertumbuhan komoditi pangan. Berdasarkan data badan pusat
statistik, pertumbuhan penduduk di Kabupaten Asahan adalah sebesar 1,11%
sedangkan pertumbuhan produksi padi hanya sebesar 0,07%, ubi kayu sebesar
0,32% dan jagung sebesar 0,15% dalam periode lima tahun terkhir.
Kondisi kemiskinan di Kabupaten Asahan juga cukup tinggi sehingga
dapat menghambat msyarakat untuk memperoleh pangan. Menurut data BPS
jumlah penduduk miskin di Kabupaten Asahan pencapai 76,30 ribu jiwa atau
sebesar 10,85 % pada tahun 2011. Dalam kondisi tingginya tingkat kemiskinan
maka daya beli masyarakat akan menjadi rendah, sehingga dapat menyebabkan
masyarakat tidak mampu mengakses pangan, dan pada akhirnya akan
menyebabkan masalah terhadap ketahanan pangan. Dimana pangan merupakan
kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup
dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein,
kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Janin dalam kandungan,
bayi, balita, anak, remaja, dewasa maupun usia lanjut membutuhkan makanan
yang sesuai dengan syarat gizi untuk mempertahankan hidup, tumbuh dan
berkembang, serta mencapai prestasi kerja.
Berdasarkan latar belakang di atas membuat peneliti tertarik ingin
mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi ketahanan dan
kerentanan pangan di Kabupaten Asahan.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan
pangan kronis di Kabupaten Asahan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dilaksanakannya penelitian ini antara lain :
1. Untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi ketahanan dan
kerentanan pangan kronis di Kabupaten Asahan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini ialah :
1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka mencapai ketahanan
pangan.
2. Sebagai bahan informasi bagi dinas terkait dalam rangka mendukung program
ketahanan pangan.
3. Sebagai bahan informasi dan refrensi bagi penelitian lainnya yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
Pangan meliputi produk serealia, karena porsi utama dari kebutuhan kalori
harian berasal dari sumber pangan karbohidrat, yaitu sekitar separuh dari
kebutuhan energi per orang per hari. Maka yang digunakan dalam analisis
kecukupan pangan yaitu karbohidrat yang bersumber dari produksi pangan pokok
serealia yaitu padi, jagung, dan umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar) yang
digunakan untuk memahami tingkat kecukupan pangan pada tingkat provinsi
maupun kabupaten (Peta Ketahanan Pangan Gorontalo, 2009).
Pangan yang digunakan dalam analisis kecukupan pangan yaitu
karbohidrat yang bersumber dari produksi pangan pokok serealia :
1. Padi : Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk famili tumbuhan gramineae
atau rumput-rumputan dengan batang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman
padi memiliki sifat merumpun, yang dalam waktu singkat bibit padi yang
ditanam hanya satu batang dapat membentuk rumpun sejumlah 20 sampai 30
anakan (Pithantomo, 2007).
2. Jagung :
pada infloresen yang berbeda dengan bunga jantannya, tetapi masih berada
dalam satu tanaman. Bunga jantan tersusun dalam bulir rapat yang terletak
pada ujung batang dan dinamakan malai atau tassel. Bunga betinanya terletak
pada ketiak daun dan berbentuk tongkol. Biasanya bunga betina terletak pada
buku keenam atau kedelapan dari atas dan terus pada setiap buku dibawahnya.
hari sebelum munculnya rambut pada bunga betina. Bunga betinanya meliputi,
tangkai, tunas, tongkol, klobot, calon biji, calon janggel, penutup klobot, dan
rambut.
dominasi pertumbuhan ada pada pucuk batang, mengakibatkan tongkol yang
paling atas berkembang lebih besar daripada yang bawah dan terjadi kompetisi
antar tongkol (Novik, 2013).
3. Ubi kayu : Batang tanaman singkong berkayu, beruas – ruas, dengan
ketinggian mencapai lebih dari 3 m. Warna batang bervariasi, ketika masih
muda umumnya berwarna hijau dan setelah tua menjadi keputih–putihan,
kelabu, atau hijau kelabu. Batang berlubang, berisi empulur berwarna putih,
lunak, dengan struktur seperti gabus. Susunan daun singkong berurat, menjari
dengan cangap 5 – 9 helai. Daun singkong, terutama yang masih muda
mengandung racun sianida, namun demikian dapat dimanfaatkan sebagai
sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit sayuran lain, misalnya daun papaya
dan kenikir. Bunga tanaman singkong berumah satu dengan penyerbukan
silang sehingga jarang berbuah. Umbi yang terbentuk merupakan akar yang
menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung makanan cadangan.
Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas kulit luar tipis (ari)
berwarna kecoklat – coklatan (kering), kulit dalam agak tebal berwarna
keputih – putihan (basah), dan daging berwarna putih atau kuning (tergantung
varietasnya) yang mengandung sianida dengan kadar yang berbeda.
(Suprapti Lies, 2005).
4. Ubi jalar : Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis
membentuk umbi dengan kadar
ubi jalar menjadi salah satu sumber
selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran.
Terdapat pula ubi jalar yang dijadika
(
Kebijakan ketersediaan pangan adalah suatu hal yang ditetapkan dan
diberlakukan sebagai arahan atau dasar tindakan melalui serangkaian pengambilan
keputusan mengenai ketersediaan pangan untuk menjamin produksi dan
perdagangan pada tingkat makro (Nasional) dalam hal undang-undang dan
peraturan pemerintah (Institut Pertanian Bogor, 2009). Hafsah MJ, 2004).
Karena ketersediaan pangan merupakan hal yang vital karena menyangkut
kehidupan manusia yang paling asasi. Untuk mempertahankan eksistensinya,
manusia berusaha untuk mencukupi kebutuhan pangan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Apa bila kebutuhan primer tesebut tidak dapat dipenuhi,
maka kerentanan pangan akan berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan.
Kejadian rentan pangan dan gizi buruk mempunyai arti politis yang negatif bagi
penguasa. Sejarah membuktikan bahwa dibeberapa negara berkembang, krisis
pangan dapat menjatuhkan pemerintahan yang sedang berkuasa
(Handewi P.S. Rachman, dkk 2008).
Ketahanan pangan pada suatu negara tidak mensyaratkan untuk melakukan
swasembada produksi pangan karena tergantung pada sumberdaya yang dimiliki.
Suatu negara bisa menghasilkan dan mengekspor komoditas pertanian yang
bernilai ekonomi tinggi dan barang-barang industri, kemudian membeli komoditas
pangan pada level nasional, namun dijumpai masyarakatnya yang rentan pangan
karena ada hambatan akses dan distribusi pangan (Hanani, 2012).
2.2. Landasan Teori
Di Indonesia, Undang - Undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan
mengartikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi suatu
wilayah yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau.
USAID 1992 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi
dimana masyarakat pada waktu yang bersamaan memiliki akses yang cukup baik
secara fisik maupun ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka untuk
meningkatkan kesehatan dan hidup yang lebih produktif.
(Hariyanti dan Raharto, 2012).
Pada peluncuran peta kerawanan pangan (FIA) tahun 2005 tingkat
nasional ternyata masih menyebabkan kesalah pahaman mengenai pengertian
pemeringkatan kabupaten “rawan pangan”. Kata rawan pangan (food insecurity)
diindikasikan secara langsung bahwa kabupaten – kabupaten peringkat bawah
adalah kabupaten yang semua penduduknya rawan pangan. Oleh karena itu pada
peta nasional tahun 2009 dirubah dari peta kerawanan pangan (FIA) tahun 2005
menjadi peta ketahanan dan kerentanan pangan (FSVA) pada tahun 2009.
Perubahanan nama tersebut dilakukan dengan pertimbangan untuk memperjelas
konsep ketahanan pangan. Sehingga istilah rawan pangan diganti dengan
Kerentanan pangan adalah mengacu pada suatu kondisi yang membuat
suatu wilayah beresiko mengalami ketidak cukupan pangan untuk memenuhi
standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para penduduknya.
Kerentanan pangan dapat bersifat kronis atau bersifat sementara. Tingkat
kerentanan individu, rumah tangga atau kelompok masyarakat ditentukan oleh
tingkat keterpaparan mereka terhadap faktor – faktor resiko / goncangan dan
kemampuan mereka untuk mengatasi situasi tersebut baik dalam kondisi tertekan
maupun tidak (FSVA Sumatera Utara, 2011).
Kerentanan pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan yang terjadi
sepanjang waktu di suatu wilayah. Sedangkan kerentanan pangan sementara
mencakup rentan pangan musiman (seasonal), rentan pangan ini dapat terjadi
karena adanya kejutan (shock
Ada tiga sub sistem utama yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan
pangan yaitu ketersediaan (food availability), akses (food access), dan
pemanfaatan pangan (food utilization), sedangkan status gizi (nutritional status )
merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan pemanfaatan
pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu
subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan
mempunyai ketahanan pangan yang baik. Ketiga hal tersebut, pada kondisi rentan
pangan yang akut atau kronis dapat muncul secara simultan dan bersifat relatif ) yang mendadak dan tak terduga seperti kekeringan
dan ledakan serangan hama, yang sangat membatasi kepemilikan pangan,
terutama masyarakat yang berada di pedesaan. Bagi masyarakat di perkotaan
rentan pangan tersebut dapat disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja dan
permanen. Sedangkan pada kasus rentan pangan yang musiman atau sementara
(kerentanan terhadap pangan transien), faktor yang berpengaruh kemungkinan
hanya salah satu atau dua faktor saja dan sifatnya tidak permanen
(Sri Sumarni, 2012).
Tabel 1. Indikator ketahanan dan kerentanan pangan yang telah mengacu pada Food Security and Vunerability Atlas (FSVA).
Indikator Definisi dan Perhitungan Sumber Data Ketersediaan Pangan
1. Rasio konsumsi normative per kapita terhadap ketersediaan bersih padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar
1.Data rata – rata produksi bersih tiga tahun pada tingkat kecamatan dihitung dengan menggunakan konversi standar. Untuk rata – rata produksi bersih ubi jalar dibagi dengan 3 (factor konversi serelia) untuk mendapatkan nilai yang ekivalen dengan serielia. Kemudian dihitung total produksi serilia yang layak dikonsumsi.
2.Ketersediaan bersih serelia per kapita per hari di hitung dengan membagi total ketersediaan serelia kecamatan dengan jumlah populasinya.
3.Data bersih serelia dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan karena data tidak tersedia pada tingkat kecamatan.
4.Konsumsi normative serelia per hari perkapita adalah 300 gram/orang/hari.
5.Kemudian dihitung rasio konsumsi normative per kapita terhadap ketersediaan bersih serelia per kapita. Rasio lebih besar dari 1 menunjukkan daerah defisit pangan dan daerah dengan rasio yang lebih kecil dari 1 adalah surplus untuk produksi serelia.
Badan Ketahanan Pangan dan Pusat Statistik Provinsi dan Kabupaten, Akses Pangan 2. Persentase
penduduk hidup di bawah garis kemiskinan
3. Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai
1.Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh individu untuk hidup secara layak dihitung dengan metode small area estimation (SAE). 1.Lalulintas antar desa yang tidak bisa dilalui oleh
kendaraan roda empat.
Susenas kor , susenas modul,PODES, BPS
Tabel 1. Lanjutan
Indikator Definisi dan Perhitungan Sumber Data 4.Persentase rumah
tangga tanpa akses listrik
1. Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik dari PLN dan/non PLN misalnya generator di hitung dengan metode SAE.
Susenas kor, PODES, BPS
Pemanfaatan Pangan 5.Persentase desa
yang tinggal lebih 5 km dari fasilitas kesehatan.
1.Persentase desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan (rumah sakit,
klinik,puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, para medic dan sebagainya).
PODES, BPS
6. Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih
7. Perempuan buta huruf
8. Berat badan balita dibawah standar
9. Angka harapan hidup pada saat lahir
1.Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal dari air leding /PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung. Dihitung dengan metode SAE. 1.Persentase perempuan di atas 15 tahun yang tidak
dapat membaca , dihitung dengan metode SAE. 1.Anak yang berumur di bawah 5 tahun kurang dari
- 2 standar deviasi (-2 SD) dari berat badan normal pada usia dan jenis kelamin tertentu (Standar WHO 2005).
1.Perkiraan lama hidup rata – rata bayi baru lahir dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan pola mortalitas sepanjang hidupnya. Di hitung dengan metode SAE.
Susenas kor , PODES, BPS
Susenas kor , PODES, BPS Pemantauan status gizi (PSG) dinas kesehatan Susenas kor , PODES, BPS
Kerentanan pangan transien (sementara) 10.Bencana alam
11.Penyimpnagan curah hujan
12.Persentase daerah puso
13.Deforestasi hutan
1.Data bencana alam yang terjadi NTB dan kerusakannya selama periode tertentu.
1.Data rata – rata tahunan curah hujan pada musim hujan dan kemarau selama 10 tahun terhir. 2.Kenudian di hitung persentase rata – rata 10
tahun terhadap nilai normal rata – rata 30 tahun. 1.Persentase dari daerah yang ditanami padi dan
jagung yang rusak akibat kekeringan, banjir dan organism penganggu tanaman (OPT).
Indikator yang digunakan pada peta ketahanan dan kerentanan pangan
(FSVA) dapat digolongkan ke dalam dua komponen. Kerentanan pangan kronis,
yang dicerminkan melalui indikator ketersediaan pangan, indikator akses terhadap
pangan serta pemanfaatan pangan (9 indikator). Kerentanan pangan sementara,
dicerminkan melalui indikator kerentanan terhadap bencana alam dan bencana
lainnya (4 indikator). Ke 13 Indikator yang digunakan pada FSVA merupakan
indikator untuk mengetahui ketahanan dan kerentanan pangan pada suatu wilayah.
Faktor – faktor yang mempengaruhi ketahan dan kerentanan pangan antara lain:
2.2.1. Ketersediaan (Food Availability)
Ketersediaan (food availability) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah
yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang
berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan.
Ketersediaan pangan ini diharapkan mampu mencukupi pangan yang
didefinisikan sebagi jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif
dan sehat. Informasi data yang digunakan untuk mengetahui ketersedian pangan
antara lain :
1. Produksi : peningkatan produksi pangan dan kualitas pangan dapat dilakukan
dengan program intensifikasi budidaya dan diversifikasi pangan antara lain
dengan usaha pengolahan bahan pangan menjadi produk pangan yang
menpunyai nilai tambah.
2. Pasokan pangan dari luar (impor)
3. Cadangan pangan merupakan salah satu sumber penyediaan pangan penting
bagi pemantapan ketahan pangan. Pengelolaan cadangan yang baik akan dapat
wajar, atau keadaan darurat karena adanya bencana atau paceklik yang
berkepanjangan, sehingga membatasi aksesibilitas pangan masyarakat.
4. Bantuan pangan
5. Jumlah penduduk
(Hanani, 2009).
Laju peningkatan kebutuhan pangan lebih cepat dibandingkan dengan laju
peningkatan kemampuan produksi. Disamping itu peningkatan produktivitas
tanaman di tingkat petani relatif stagnan, karena terbatasnya kemampuan
produksi, penurunan kapasitas kelembagaan petani, serta kualitas penyuluhan
pertanian yang jauh dari memadai. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di
Indonesia menjadi tantangan lain yang perlu dihadapi dalam pemenuhan
kebutuhunan pangan (FSVA, 2009).
Perhitungan rasio konsumsi terhadap ketersediaan bersih sereal dan
umbi-umbian ini diasumsikan untuk mengukur tingkat konsumsi serealia penduduk dan
tingkat kemampuan suatu daerah dalam menyediakan bahan pangan/sereal dalam
mencukupi kebutuhan penduduknya. Rasio konsumsi normatif terhadap
ketersediaan netto pangan serealia per kapita per hari adalah merupakan petunjuk
kecukupan pangan pada satu wilayah.
Konsumsi Normatif (Cnorm) didefinisikan sebagai jumlah pangan serealia
yang harus dikonsumsi oleh seseorang per hari untuk memperoleh kilo kalori
energi dari serealia. Pola konsumsi pangan di Indonesia menunjukkan bahwa
hampir 50% dari kebutuhan total kalori berasal dari serealia. Standar kebutuhan
kalori per hari per kapita adalah 2,000 KKal, dan untuk mencapai 50% kebutuhan
seseorang harus mengkonsumsi kurang lebih 300 gram serealia per hari. Oleh
sebab itu dalam analisis ini, kita memakai 300 gram sebagai nilai konsumsi
normatif (konsumsi yang direkomendasikan).
(FSVA, 2009).
Perhitungan produksi pangan tingkat kabupaten dilakukan dengan
menggunakan data rata-rata produksi tiga tahunan untuk komoditas padi, jagung,
ubi kayu dan ubi jalar karena sumber energi utama dari asupan energi makanan
berasal dari serealia dan umbi-umbian. Pola konsumsi pangan di Indonesia
menunjukkan bahwa hampir 50% dari kebutuhan total kalori berasal dari tanaman
serealia. Data rata-rata bersih dari komoditi padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar
dihitung dengan menggunakan faktor konversi baku.
Untuk produksi bersih rata-rata ubi kayu dan ubi jalar agar setara dengan
beras, maka harus dikalikan dengan 1/3 (1 kg beras atau jagung ekivalen dengan 3
kg ubi kayu dan ubi jalar dalam hal nilai kalori). Kemudian dihitung total
produksi serealia yang layak dikonsumsi. Ketersediaan bersih serealia per kapita
dihitung dengan membagi total ketersediaan serealia kabupaten dengan jumlah
penduduk. Data bersih serealia dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan
karena data tersebut tidak tersedia di tingkat kabupaten. Berdasarkan profil
konsumsi Indonesia, konsumsi normatif serealia/hari/kapita adalah 300 gram.
Kemudian dihitung konsumsi normatif perkapita terhadap rasio produksi.
(World food Programe, 2009).
2.2.2. Akses Pangan (Food Acces)
Akses Pangan (Food Acces) yaitu kemampuan semua rumah tangga dan
untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri,
pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dari individu
terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial.
Adapun indikator untuk menjelaskan akses pangan dapat dikategorikan
dalam indikator – indikator yang bersifat fisik antara lain kelancaran system
distribusi, terpenuhinya sarana dan prasana transportasi sehingga tidak
menimbulkan terjadinya isolasi daerah. Indikator yang bersifat ekonomi antara
lain kemampuan atau peningkatan daya beli masyarakat atau individu dikarenakan
adanya kesempatan kerja menyebabkan pendapatan tinggi sehingga harga pangan
terjangkau. Indikator yang bersifat sosial antara lain tidak adanya konflik sosial
yang disebabkan oleh buruknya adat atau kebiasaan, tinggi-rendahnya
pengetahuan sehingga berpengaruh pada preferensi atau pemilihan jenis pangan.
Beberapa indikator yang digunakan untuk menjelaskan akses pangan :
1. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan .
Indikator ini menunjukkan ketidakmampuan dalam mengakses pangan
sebagai kebutuhan dasar manusia secara baik karena rendahnya daya beli.
Kemiskinan sebenarnya secara teoritis merupakan indikator kunci yang berperan
besar dalam menentukan tingkat ketahanan pangan suatu wilayah.
Dengan tingginya kemiskinan maka akses terhadap pekerjaan dan
pengelolaan sumberdaya menjadi rendah dan itu akan menyebabkan rendahnya
income masyarakat. Rendahnya income menyebabkan daya beli masyarakat
menjadi rendah. Dan rendahnya daya beli menyebabkan pemenuhan kebutuhan
dasar yaitu kebutuhan akan pangan yang memenuhi pola pangan harapan sebagai
2. Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai.
Jalan merupakan infrastruktur wilayah yang sangat mempengaruhi kinerja
kegiatan ekonomi. Dalam perdagangan/ pemasaran produk pertanian ada fungsi
pertukaran dan fungsi fisik. Proses pengangkutan dan handling product
diperlancar infrastruktur jalan yang baik. Kondisi jalan tanah relatif kurang tahan
dalam memfasilitasi sarana transportasi seperti truk pengangkut hasil pertanian
maupun dalam mendistribusikan hasil pangan dari luar daerah ke daerah tersebut.
Sehingga indikator ini dipilih sebagai indikator yang memperlancar akses pangan
3. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik.
Listrik merupakan faktor yang mendukung kegiatan ekonomi di suatu
wilayah. Dinamika ekonomi akan semakin tinggi dengan adanya listrik yang dapat
diakses masyarakat disuatu wilayah. Tersedianya fasilitas listrik di suatu wilayah
akan membuka peluang yang lebih besar untuk meningkatkan volume pekerjaan
yang telah dijalankan atau menambah peluang kerja baru yang lebih baik.
Indikator ini merupakan indikasi tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah
tersebut.
(Hanani, 2009).
2.2.3. Pemanfaatan Pangan
Pemanfaatan pangan / penyerapan pangan (Food Utilazation) yaitu
penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi
dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan
tergantung pada pengetahuan rumah tangga / individu sanitasi dan ketersediaan
Pemanfaatan / penyerapan pangan erat kaitannya dengan mutu dan
keamanan pangan. Mutu dan keamanan pangan tidak hanya berpengaruh terhadap
kesehatan manusia, tetapi juga terhadap produktivitas ekonomi dan perkembangan
sosial baik individu, masyarakat maupun negara. Selain itu mutu dan keamanan
pangan terkait erat juga dengan kualitas pangan yang dikonsumsi, yang secara
langsung berpengaruh terhadap kualitas kesehatan serta pertumbuhan fisik dan
intelgensi manusia.
Indikator – indikator untuk menjelaskan tentang penyerapan pangan antara
lain fasilitas dan layanan kesehatan dengan cara peningkatan fasilitas kesehatan
yang memadai dan mempermudah layanan kesehatan, sanitasi dan ketersediaan
air dengan kecukupan air bersih. Hal ini dikarenakan air yang kurang bersih
rentan terhadap penyakit. Indikator lain yang digunakan terhadap penyerapan
pangan yaitu pengetahuan ibu rumah tangga yang mana pola makan dan pola asuh
kesehatan berdampak pada seberapa besar jumlah asupan gizi yang dikonsumsi.
Apabila indikator tersebut terpenuhi tidaklah mustahil bahwasannya hasil yang
diharapkan seperti peluang harapan hidup dari terpenuhinya gizi balita akan
meminimkan angka kematian bayi sebagi penerus generasi.
(Hanani, 2009).
Kerentanan pangan sementara adalah kerentanan terhadap ketidak
mampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jangka pendek atau
sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum, hal ini disebabkan oleh
bencana alam dan goncangan mendadak lainnya yang mempengaruhi ketahanan
pangan di suatu wilayah. Kerentanan pangan dianalisis dari segi lingkungan
goncangan sangat menentukan suatu wilayah dapat mempertahankan ketahanan
pangannya. Beberapa indikator yang digunakan untuk menjelaskan kerentanan
pangan sementara adalah :
1. Bencana alam
Sebab – sebab utama kerentanan pangan sementara yang timbul akibat
bencana alam karena Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling
rentan terhadap bencana alam di dunia, hal ini berdasarkan pada kejadian
besar yang di dokumentasikan oleh center for research on the epidemiology of
disasters (CRED).
2. Daerah puso
Daerah puso didefinisikan sebagai suatu daerah produksi pangan yang
disebabkan oleh bencana alam (banjir,kekeringan, longsor) dan penularan
hama oleh organisme penganggu tanaman (OPT).
3. Perubahan iklim
Produksi dan produktifitas tanaman pangan sangat dipengaruhi oleh kondisi
iklim dan cuaca. Kegiatan budidaya tanaman pangan sebaiknya
mempertimbangkan kondisi tersebut dengan menggunakan informasi
perubahan musim, iklim dan cuaca.
4. Deforestasi hutan
Deforestasi (kerusakan hutan) merupakan suatu kondisi saat tingkat luas areal
hutan yang menunjukkan penurunan secara kualitas dan kuantitas. Sejalan
dengan perkembangan pembangunan, berbagai aktivitas pembangunan telah
menyebabkan perubahan penggunaan lahan dan mengakibatkan perubahan
menyebabkan menurunnya kondisi hutan dan berkurangnya luas penutup
hutan (FSVA Sumatera Utara, 2011).
2.3. Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis
baca diantaranya :
Penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Munim (2011) dalam jurnalnya
yang berjudul Analisis Pengaruh Faktor Ketersediaan, Akses, dan Penyerapan
pangan terhadap ketahanan pangan di Kabupaten surplus pangan, dan
menyimpulkan
Ibrahim, dkk (2008) dalam artikel yang berjudul Analisis Ketahanan
Pangan di Jawa Timur, berdasarkan hasil faktor-faktor yang mempengaruhi
ketahanan pangan di Propinsi Jawa Timur, ada beberapa temuan yang dapat
disimpulkan:
bahwa faktor ketersediaan pangan tidak memberikan pengaruh
yang berarti terhadap ketahanan pangan di kabupaten surplus pangan. Sedangkan
faktor akses serta penyerapan pangan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap ketahanan pengan di kabupaten surplus pangan.
1. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa produksi padi di Jawa Timur
dipengaruhi secara signifikan oleh luas lahan padi, curah hujan, jumlah
penduduk, dan harga beras.
2. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa produksi jagung di Jawa
Timur dipengaruhi secara signifikan oleh luas lahan jagung dan nilai tukar
Ikeu Tanziha dan Eka Herdiana (2009) dalam Jurnal yang berjudul
Analisis Jalur Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah
Tangga di Kabupaten Lebak, Propinsi Banten menyimpulkan bahwa pengaruh
langsung terbesar terhadap ketahanan pangan rumah tangga adalah pengeluaran
rumah tangga. Jalur tidak langsung yang paling berpengaruh terhadap ketahanan
pangan rumah tangga adalah dimulai dari penurunan jumlah anggota rumah
tangga, pengeluaran per kapita, dan ketahanan pangan rumah tangga.
2.4. Kerangka Pemikiran
Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan
ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah
memperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Sedangkan kerentanan
pangan adalah mengacu pada suatu kondisi yang membuat suatu wilayah yang
beresiko mengalami ketidak cukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan
fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para penduduknya. Sedangkan
kerentanan pangan kronis merupakan kondisi ketidak mampuan jangka panjang
atau terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum.
Pangan adalah karbohidrat yang bersumber dari produksi pangan pokok
serealia, yaitu padi, jagung, dan umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar) yang
digunakan untuk memahami tingkat kecukupan pangan. Ketahanan dan
kerentanan pangan dipengaruhi oleh tiga sub sistem utama dan terdiri dari 13
indikator yang digunakan untuk mengetahui ketahanan dan kerentanan pangan
suatu daerah. Ketiga sub sitem utama ketahanan pangan tersebut adalah
ketersediaan (Food Availability), akses (Food Access), dan penyerapan pangan
Indikator peta ketahanan dan kerentanan pangan dapat digolongkan ke
dalam dua komponen yaitu bersifat kronis dan bersifat sementara. Ketahanan
pangan dan kerentanan pangan kronis dicerminkan melalui indikator yang ada
pada subsitem ketersediaan pangan, akses terhadap pangan serta indikator yang
ada pada subsistem pemanfaatan pangan (9 indikator). Ke 9 indikator yang
digunakan pada FSVA untuk mengetahui ketahanan dan kerentanan pangan kronis
pada suatu wilayah.
Faktor – faktor yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan
kronis adalah ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan yang
terdiri dari 9 indikator yaitu rasio konsumsi normative, persentase penduduk hidup
dibawah garis kemiskinan, persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung
yang memadai, persentase rumah tangga tanpa akses listrik, persentase desa yang
tinggal lebih 5 km dari fasilitas kesehatan, persentase rumah tangga tanpa akses ke
air bersih, perempuan buta huruf, berat badan balita dibawah standar, dan angka
harapan hidup pada saat lahir. Namun pada pemanfaatan pangan, indikator angka
harapan hidup tidak dimasukkan karena data tidak tersedia berdasarkan
kecamatan, sehingga hanya 8 indikator yang digunakan dalam penelitian ini.
Untuk lebih jelasnya konsep kerangka pemikiran dalam penelitian ini, secara
[image:37.595.84.547.131.588.2]
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan : Menyatakan pengaruh
Menyatakan indikator Ketersediaan
Pangan
Akses Pangan
Pemanfaatan Pangan
Ketahanan dan Kerentanan Pangan
Kronis
Persentase desa yang tinggal lebih 5 km dari fasilitas kesehatan
Perempuan buta huruf Berat badan balita dibawah standar Rasio konsumsi normative
Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan
Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai
Persentase rumah tangga tanpa akses listrik
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori – teori yang ada maka diperoleh hipotesis sebagai
berikut : “Ada pengaruh ketersediaan pangan (X1), akses pangan (X2), dan
pemanfaatan pangan (X3), terhadap ketahanan dan kerentanan pangan kronis di
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Pemilihan Lokasi
Penelitian dilakukan di Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara.
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan
pertimbangan bahwa daerah Kabupaten Asahan merupakan salah satu daerah
yang memiliki kecamatan terbanyak yang defisit pangan di Provinsi Sumatera
[image:39.595.119.511.355.735.2]Utara.
Tabel 2. Daerah Defisit Pangan di Provinsi Sumatera Utara
No Kabupaten Jumlah Kecamatan Jumlah Daerah
Defisit Pangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Nias Nias Utara Nias Barat Nias Selatan Mandailng Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Padang Lawas Padang Lawas Utara Tapanuli Utara Humbang Hasudutan Toba Samosir Samosir Dairi Pakpak Bharat Karo Simalungun Asahan Serdang Bedagai Deli Serdang Langkat
Labuhan Batu Selatan Labuhan Batu Utara Labuhan Batu Batu Bara 9 11 8 18 23 12 20 9 9 15 10 16 9 15 8 17 31 25 17 22 23 5 8 9 7 5 2 6 3 0 1 3 1 0 0 0 0 0 1 0 4 0 16 0 1 2 5 2 4 0
Dari Tabel 2. dapat diketahui bahwa Kabupaten Asahan merupakan salah
satu daerah defisit pangan di Sumatera Utara. Kabupaten Asahan memiliki 25
kecamatan dan daerah defisit pangan sebanyak 16 kecamatan.
3.2. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kecamatan yang ada di
Kabupaten Asahan. Dan sampel dalam penelitian ini adalah kecamatan yang ada
di Kabupaten Asahan. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah
sensus. Sensus merupakan penelitian yang dianggap dapat mengungkapkan
ciri-ciri populasi (parameter) secara akurat dan komprehensif, dimana semua populasi
atau kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan dijadikan sampel. Jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah sebanyak 25 sampel.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data sekunder. Data
sekunder yang digunakan yaitu data Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/
Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Provinsi Sumatera Utara yang
diterbitkan pada tahun 2011 dan data sekunder lainnya yang mendukung
penelitian ini. Penggunaan data tahun 2011 karena data peta ketahanan dan
kerentanan pangan (FSVA) hanya diterbitkan tiap tiga tahun sekali. Data sekunder
ini diperoleh dari instansi atau lembaga terkait seperti BPS, BKP serta literatur
yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.4. Metode Analisis Data
Untuk masalah 1 pada hipotesis (1), dianalisis dengan menggunakan
(serempak) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16. Gujarati (2003)
menjelaskan bahwa model logit adalah model regresi non-linear yang
menghasilkan sebuah persamaan dimana variabel dependen bersifat kategorikal.
Dalam penelitian ini digunakan kategorikal paling dasar dari model logit, kategori
paling dasar dari model tersebut menghasilkan binary values seperti
angka 0 dan 1. Angka yang dihasilkan mewakilkan suatu kategori tertentu yang
dihasilkan dari penghitungan probabilitas terjadinya kategori tersebut. Bentuk
model logit secara matematik dapat ditulis sebagai berikut :
Yi
= ln �(�)� (�)−1 = ��(�
−��)
=
β0 + β1X1 + β2 X2 + β3 X3 + μDimana :
i
…………..………..(1)
Yi
π(x) = 1, tahan pangan
= Ketahanan pangan dan kerentanan pangan kronis
π(x) -1 = 0, rentan pangan
�(�)
�(�)−1 = Persamaan rasio kecendrungan (odds ratio)
X1
D = 1 , surplus pangan = Ketersediaan pangan
D = 0, defisit pangan
X2
X
= Akses pangan (skor)
3
Β
= Pemanfaatan pangan (skor)
0
μ
= Koefisien intercept
i
β
= Error term
1,β2,β3
Untuk mengetahui apakah ketersediaan pangan (X = Koefisien regresi (parameter yang dicari)
1), akses pangan (X2),
terhadap ketahanan dan kerentanan pangan kronis (Yi
1. Omnibus test : Sig > 0.1 ; tolak H1 ; terima Ho
) maka digunakan uji
omnibus / uji G. Kriteria uji secara serempak dari omnibus test dan hosmer and
lemeshow test :
Sig ≤ 0,1 ; terima H1 ; tolak Ho
Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 = 0 : β1 = β2 = β3
H
= 0, dimana tidak ada variabel bebas yang berpengaruh
terhadap variabel terikat.
1
2. Hosmer and lemeshow test : Sig > 0.1 ; tolak H1 ; terima H0
≠ 0 : Setidaknya salah satu variabel bebas berpengaruh dengan variabel
terikat.
Sig ≤ 0,1 ; terima H1 ; tolak H0
Hipotesis yang digunakan adalah :
Ho = 0 : (B - 1) = 0, B = 0, sehingga tidak bisa menolak adanya hubungan
variabel bebas terhadap variabel terikat atau model sudah sesuai
(adequately fits) dengan data.
H1
Untuk mengetahui apakah ketersediaan pangan (X
≠ 0 : Bisa menolak adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat .
1), akses pangan (X2),
dan pemanfaatan pangan (X3), secara parsial berpengaruh nyata atau tidak
terhadap ketahanan dan kerentanan pangan kronis (Yi
Hipotesisi yang digunakan adalah :
), maka digunakan uji wald.
H0 = 0 : Tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap ketahanan dan kerentanan
H1 ≠ 0 : Ada pengaruh variabel Xi terhadap ketahanan dan kerentanan
pangan kronis (Yi
Untuk mengetahui apakah Ho diterima atau ditolak, maka nilai Wj ≤ X ).
2α, 1
terima H0, Wj < X2α,1 maka tolak H0 atau Sig Wj masing - masing variabel
independen harus dibandingkan dengan tingkat nyata (α). Ho akan ditolak jika
Sig < α dan H0
Negelkerke R-square adalah koefisien determinasi atau koefisien yang
menjelaskan seberapa besar proporsi variasi dalam variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel independen secara bersama-sama. Semakin besar nilai
Negelkerke R-square maka semakin baik model dapat menjelaskan variabel
dependen. Sedangkan Nilai Exp(B) untuk menunjukkan odd ratio, yaitu
menunjukkan kemungkinan terjadi dan tidak terjadinya suatu kondisi. diterima jika Sig > α.
(Gujarati, 2003).
3.5. Definisi dan Batas Operasional
Untuk menghindari kesalah pahaman mengenai pengertian tentang
istilah – istilah yang terdapat dalam penelitian, maka dibuat definisi dan batas
operasional sebagai berikut :
3.5.1. Definisi
1. Pangan adalah kebutuhan kalori harian berasal dari sumber pangan
karbohidrat yang bersumber dari produksi pangan pokok serealia yaitu padi,
2. Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan
yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah memperoleh, aman
dikonsumsi dan harga yang terjangkau
3. Kerentanan pangan adalah mengacu pada suatu kondisi yang membuat suatu
wilayah yang beresiko mengalami ketidak cukupan pangan untuk memenuhi
standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para
penduduknya.
.
4. Kerentanan pangan kronis adalah kondisi kurang pangan yang terjadi
sepanjang waktu di suatu wilayah.
5. Faktor – faktor yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan kronis
adalah ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan yang
disesuaikan dengan indikator Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA)
yang digunakan dalam analisis kerentanan pangan nasional. .
6. Ketersediaan pangan adalah produksi pangan yang bersumber dari produksi
padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar yang dibutuhkan masyarakat per kapita
per hari yang digambarkan dari perbandingan nilai konsumsi normative
dengan ketersediaan bersih serelia pokok per kapita per hari.
7. Akses pangan adalah kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan
sumberdaya yang dimiliki untuk memperoleh pangan yang cukup untuk
kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri,
pembelian atupun melalui bantuan pangan, yang digambarkan dari indikator
persentase penduduk miskin, persentase jalan yang dapat dilalui kendaraan
roda empat dan persentase rumah tangga tanpa akses listrik.
hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan
lingkungan. Pemanfaatan pangan erat kaitannya dengan mutu dan keamanan
pangan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan
rumah tangga/individu sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas kesehatan.
9. Konsumsi Normatif (Cnorm
10.Persentase penduduk hidup dibawah garis kemiskinan adalah nilai rupiah
pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum
kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh individu
untuk hidup secara layak.
) didefinisikan sebagai jumlah pangan serealia yang
harus dikonsumsi oleh seseorang per hari untuk memperoleh kilo kalori energi
dari serealia yaitu 300 gram.
11.Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai adalah
lalulintas antar desa yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat.
12.Persentase desa yang tinggal lebih 5 km dari fasilitas kesehatan adalah
persentase desa dengan jarak lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan (rumah
sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, para medik
dan sebagainya).
3.5.2. Batas Operasional
1. Penelitian dilakukan di Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara.
2. Penelitian dilakukan pada tahun 2012.
3. Sampel penelitian adalah 25 kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan.
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan kronis
yang diteliti adalah ketersediaan pangan (X1), akses pangan (X2), dan
5. Sumber data penelitian ini adalah data sekunder yang tersedia di instansi
pemerintah seperti BPS, Dinas Ketahanan Pangan, dan data lainnya yang
mendukung penelitian ini.
6. Penelitian ini menggunakan data pada FSVA 2011 Sumatera Utara beserta
indikator - indikator yang telah ditentukan dalam menentukan status ketahanan
dan kerentanan pangan pada FSVA 2011, karena data FSVA hanya
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1. Letak Geografis Wilayah
Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di
kawasan Pantai Timur wilayah Propinsi Sumatera Utara, terletak pada koordinat
02° 03’ - 03° 26’ Lintang Utara dan 99° 1° - 100° 0° Bujur Timur dan berada pada
ketinggian 0 – 1000 m dpl, dengan batas-batas administratif sebagai berikut:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kab. Batubara dan Kab. Simalungun
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Selat Malaka
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kab. Labuhan Batu dan Toba Samosir
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kab. Simalungun
Kabupaten Asahan secara administratif terdiri dari 25 kecamatan dan 204
desa / kelurahan. Kabupaten Asahan memiliki sungai yang termasuk dalam sungai
strategis nasional. Sungai yang termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu ;
1. Sungai Asahan (DAS Asahan)
2. Sungai Bah Bolon (DAS Hapal)
3. Sungai Tanjung
Sungai Asahan merupakan sungai terbesar di Kabupaten Asahan. Sungai
ini sering mengakibatkan banjir karena mengalir di daerah datar dan memiliki
banyak pertemuan dengan sungai dewasa dan sungai tua lain yang mengalir
sebagai anak sungainya, sehingga membentuk delta sungai yang merupakan
4.2. Keadaan Penduduk
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai jumlah penduduk Kabupaten
[image:48.595.114.515.224.609.2]Asahan berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Penduduk Kabupaten Asahan menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Rumah Tangga
No Kecamatan Laki-Laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah (Jiwa) Rasio Jenis Kelamin Rumah Tangga 1 Bandar Pasir Mandoge 17.002 16.150 33.152 105 8.354 2 Bandar Pulau 10.593 10.107 20.700 105 5.171 3 Aek Songsongan 8.382 8.257 16.639 102 4.128 4 Rahuning 8.952 8.721 17.673 103 4.431 5 Pulau Rakyat 15.979 15.850 31.829 101 7.598 6 Aek Kuasan 11.636 11.425 23.061 102 5.697 7 Aek Ledong 10.067 9.811 19.878 103 4.674 8 Sei Kepayang 8.584 8.682 17.266 99 4.019 9 Sei Kepayang Barat 6.531 6.414 12.945 102 2.744 10 Sei Kepayang Timur 4.477 4.204 8.681 106 1.927 11 Tanjung Balai 17.920 17.307 35.227 104 7.628 12 Simpang Empat 20.115 19.698 39.813 102 8.860 13 Teluk Dalam 8.800 8.642 17.442 102 4.290 14 Air Batu 19.880 19.637 39.517 101 9.489 15 Sei Dadap 15.808 15.352 31.160 103 6.993 16 Buntu Pane 11.351 11.398 22.749 100 5.495 17 Tinggi Raja 9.149 9.120 18.269 100 4.544 18 Setia Janji 5.782 5.767 11.549 100 2.884 19 Meranti 9.702 9.860 19.562 98 4.686 20 Pulo Bandring 14.098 13.905 28.003 101 6.705 21 Rawang Panca Arga 8.958 8.739 17.697 103 4.157 22 Air Joman 23.308 22.931 46.239 102 10.201 23 Silau Laut 10.198 10.157 20.355 100 4.745 24 Kisaran Barat 27.488 28.203 55.691 97 12.945 25 Kisaran Timur 34.328 35.096 69.424 98 16.191 JUMLAH 339.088 335.433 674.521 101 158.556 Sumber : BPS Kabupaten Asahan Tahun 2011
Penduduk Kabupaten Asahan berjumlah 674.521 jiwa terdiri dari 339.088
jiwa laki – laki dan 335.433 jiwa perempuan dengan 158.556 rumah tangga yang
tersebar disetiap kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan. Tabel 3 menunjukan
69.424 jiwa dengan 16.191 rumah tangga yang tersebar di setiap desa/kelurahan
yang ada di Kecamatan Kisaran Timur dan yang terendah adalah Kecamatan Sei
Kepayang Timur yakni 8.681 jiwa dengan 1.927 rumah tangga yang tersebar di
setiap desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Sei Kepayang Timur. Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa rata - rata rasio jenis kelamin di Kabupaten
Asahan sebesar 101 yang berarti jumlah penduduk laki – laki 1% lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk perempuan, sehingga dapat diketahui bahwa
jumlah penduduk laki – laki di Kabupaten Asahan lebih besar dari pada jumlah
penduduk perempuan.
4.3. Pendapatan Domestik Regional Bruto
PDRB per kapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang
dihasilkan oleh penduduk selama satu tahun, karena PDRB per kapita diperoleh
dari hasil bagi antara nilai PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
PDRB per kapita belum dapat menggambarkan tingkat pendapatan penduduk
[image:49.595.116.510.569.734.2]yang sebenarnya.
Tabel 4. PDRB Per Kapita menurut Kecamatan Kabupaten Asahan atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011
Tebel 4. Lanjutan
No Kecamatan PDRB Per Kapita (Rp) 11 Tanjung Balai 7.548.633,70 12 Simpang Empat 10.068.047,70 13 Teluk Dalam 34.206.658,03 14 Air Batu 21.493.129,98 15 Sei Dadap 10.908.146,40 16 Buntu Pane 28.197.911,80 17 Tinggi Raja 20.482.992,24 18 Setia Janji 21.728.182,78 19 Meranti 13.278.504,34 20 Pulo Bandring 5.822.373,80 21 Rawang Panca Arga 9.628.318,83 22 Air Joman 10.389.715,66 23 Silau Laut 28.445.956,02 24 Kisaran Barat 40.717.041,73 25 Kisaran Timur 15.211.588,19
Asahan 20.236.936,34
Sumber: BPS Kabupaten Asahan Tahun 2011
Melalui PDRB per kapita, dapat dilihat potensi yang dimiliki pada suatu
daerah, yang akan bermanfaat bagi masyarakat jika ada peran serta dan andil
masyarakat yang turut membentuk PDRB. Hal ini dapat dilihat pada Kecamatan
Rahuning, dengan PDRB per kapita yang terbesar yaitu 61.663.436,90 rupiah,
namun karena keterlibatan masyarakat dalam pembentukan PDRB sangat kecil
maka kondisi masyarakat juga belum menunjukkan kehidupan yang lebih baik.
PDRB per kapita yang terendah adalah Kecamatan Pulau Bandring sebesar
5.822.373,80 rupiah. Hal ini tidak menjadi gambaran bahwa pendapatan yang
sebenarnya diterima penduduk pada kecamatan tersebut. Ada kemungkinan orang
yang tinggal di Kecamatan Pulo Bandring memperoleh pendapatannya dari
Keadaan PDRB Kabupaten Asahan berdasarkan lapangan usaha disajikan
[image:51.595.116.512.195.372.2]pada Tabel 5. yaitu sebagai berikut:
Tabel 5. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011
No Sektor Rupiah (Juta)
Persentase (%) 1 Pertanian 2.010.309 35,40 2 Pertambangan 14.964 0,26 3 Industri Pengolahan 1.831.806 32,25 4 Listrik dan Air Bersih 71.248 1,25
5 Bangunan 151.424 2,67
6 Perdagangan, Hotel, Restoran 915.08 16,11 7 Angkutan/Komunikasi 215.754 3,80 8 Bank/Keu/Perum 151.694 2,67
9 Jasa 317.233 5,59
Total 5.679.513 100
Sumber: BPS Kabupaten Asahan Tahun 2011
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa sektor pertanian
memiliki kotribusi terbesar terhadap penyumbang PDRB Kabupaten Asahan yaitu
sebesar 35,40% dan diikuti industri pengolahan sebesar 32%. Ini berarti bahwa
Kabupaten Asahan merupakan daerah pertanian yang ditopang oleh industri
pengolahan, hal ini dapat dilihat dari struktur ekonomi Kabupaten Asahan yang
masih didominasi oleh sektor pertanian dan industri pengolahan. Sektor pertanian
juga memegang peranan yang sangat penting, dimana hampir seluruh kecamatan
di Kabupaten Asahan memiliki andalan sektor pertanian terutama subsektor
perkebunan. Komoditi perkebunan lain yang banyak dihasilkan di Kabupaten
4.4.Sarana dan Prasarana
Adanya sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan
kemajuan suatu masyarakat. Semakin baik sarana dan prasarana yang tersedia
maka akan mempercepat laju pembangunan suatu daerah. Sarana dan prasarana
yang tersedia di Kabupaten Asahan sudah baik, hal ini dilihat dari jenis – jenis
[image:52.595.112.510.292.602.2]sarana dan prasarana yang tersedia sudah cukup memadai.
Tabel 6. Sarana dan Prasarana Kabupaten Asahan
No Sarana dan prasarana Jumlah ( unit )
1 2 3 4 Pendidikan a. SD b. SMP/MTS
c. SMU/ SMK
d. MI e. MA Kesehatan
a. Rumah Sakit dan Klinik b. Puskesmas
c. Pustu d. Apotek e. Toko obat f. Posyandu Rumah Ibadah a. Mesjid b. Mushola/langgar c. Gereja d. Vihara Pelabuhan 423 206 73 83 42 36 18 199 16 35 932 86 1.182 456 9 2
Sumber : BPS Kabupaten Asahan 2011
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa sarana dan prasarana
pendidikan yang ada di Kabupaten Asahan sebanyak 827 unit yang terdiri dari SD
423 unit, SMP / MTS 206 unit, MI 83 unit, MA 42 unit dan SMU/SMK 73 unit.
mulai dari negeri maupun swasta yang tersebar di kecamatan yang ada di
Kabupaten Asahan untuk mempermudah masyarakat memperoleh pendidikan
formal.
Sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia di Kabupaten Asahan
sebanyak 1.236 unit, terdiri dari rumah sakit / klinik 36 unit, puskesmas 18 unit,
pustu 199 unit, apotek 16 unit, toko obat 35 unit dan posyandu 932 unit. Sarana
dan prasarana ini dimiliki pemerintah dan ada pula yang dikelola pihak swasta,
semua sarana prasarana kesehatan yang tersedia ini bertujuan untuk
mempermudah masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan.
Sarana dan prasarana rumah ibadah yang tersedia di