• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TERAPI MUROTTAL SURAT AL-MULK TERHADAP KUALITAS TINGKAH LAKU ANAK AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 01 BANTUL YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH TERAPI MUROTTAL SURAT AL-MULK TERHADAP KUALITAS TINGKAH LAKU ANAK AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 01 BANTUL YOGYAKARTA"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

NEGERI 01 BANTUL YOGYAKARTA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagiansyarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Evi Novita Sari 20120320102

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

Mama Unirah tercinta Ayahanda Eman tersayang A Yogi Wiguna dan Teh Susi Qoriah Keponakan Ardi Setiawan dan Asifa Nisa Wiguna

Alm. Aki suhandi dan Almh. Emak icih Alm. Aki Isna dan Almh. Emah Hana

Almh. Mi Atnah

Mang Sariman dan mang Nanak serta

Ibu Romdzati selaku pembimbing yang saya hormati Ibu Zulkhah selaku penguji yang saya hormati

Anak-anak autis yang saya banggakan dan

Teh Ririz Arisqia

Sahabat Tercinta Seli Febriyanti

(3)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang sudah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul: “Pengaruh Terapi Murottal Surat Al-Mulk Terhadap Tingkah Laku Pada Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Negeri 01 Bantul Yogyakarta Tahun 2016” tanpa kesulitan yang berarti.

Proposal disusun sebagai salah satu syarat mencapai sebutan persyaratan kelulusan S1 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Proposal ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. dr Ardi Pramono Sp. An., M. Kes., Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sri Sumaryani, M. Kep., Ns., Sp.Mat., selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan dan menyusun Karya Tulis Ilmiah.

(4)

5. drh Zulkhah Noor, M.Kes, selaku penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dan sudah meluangkan waktu untuk menguji.

6. Seluruh staf dan siswa Sekolah Luar Biasa Bina Negeri 01 Bantul Yogyakarta yang telah memberikan izin tempat dan bantuan dalam penelitian ini.

7. Keluarga yang senantiasa selalu memberikan dukungan moril, spiritual, serta materi sehingga memperlancar tersusunnya penelitian ini.

8. Sahabatan dan saudara yang selalu membantu dan mendoakan.

9. Teman-teman yang satu payungan di proposal ini yaitu Mega Nurul Anah, Desi Hapsari dan Yurika Chendy yang selalu membantu, terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya .

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan serta kelemahannya, untuk penulis tetap mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan semoga proposal ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Yogyakarta, 27 Agustus 2016

(5)

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

B. Kerangka Konsep . ……… 38

C. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Desain Penelitian ... 40

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

D. Variabel Penelitian ... 43

E. Definisi Operasional ... 44

F. Instrumen Penelitian ... 46

G. Cara Pengumpulan Data ... 48

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 51

I. Metode Pengumpulan Sampel ... 53

J. Analisa Data ... 53

(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79 A. Kesimpulan ... 79 B. Saran ... 80

(7)
(8)
(9)

Lampiran 3. Surat uji validitas Lampiran 4. Surat ijin BAPEDA Lampiran 5. Surat ETIK

Lampiran 6. Surat tembusan BAPEDA

Lampiran 7. Surat permohonan menjadi responden Lampiran 8. Inform concent

(10)
(11)
(12)

Purpose : This study aimed to determine the effect of therapy murottal Al-Mulk toward the quality of the behavior of children with autism.

Method : This research uses the Method Pre-Eksperiment with the design Pre-Post Test in a group of (one group pra-post design). Sample research consisting of 12 students autism to school in SLB land 01 Bantul Yogyakarta .With therapy murottal Al-Mulk for 10 times and every day therapy with duration for 09 minutes 45 seconds. Quality assessments of behavior measured by the questionnaire Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC). Data analyzed by Simple Paired T Test.

Results : Behavior autism children with therapy murottal Al-Mulk many as 2 until 3 times drop from 18.87 to 17.75. A frequency distribution therapy 4-10 times have a score ATEC of 41.75 until 36,00. A score ATEC showed that the decrease in a score ATEC on child autism that no meaning with the pre test 26.50 std. Deviation -,24 and value post test 23.83 std. Deviation 5.57 and it has value p= 0,069 (p< 0.05).

Conclusion: The research can be concluded that therapy murottal a letter Al-Mulk for 10 days improving the quality of behavior on child autism in no meaning.

(13)

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi murottal Al-Mulk terhadap kualitas tingkah laku anak autis.

Metode penelitian: Penelitian ini menggunakan metode Pre-Eksperiment dengan desain pre-post tes dalam satu kelompok (One group pra-post design). Sample penelitian terdiri dari 12 siswa autis yang bersekolah di SLB Negeri 01 Bantul Yogyakarta. Dengan terapi murottal Al-Mulk selama 10 kali dan dilakukan sehari 1 kali terapi dengan durasi selama 09 menit 45 detik. Penilaian kualitas tingkah laku diukur dengan kuesioner Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC).Data dianalisis dengan Simple Paired T Test.

Hasil penelitian : Tingkah laku anak autis dengan terapi murottal Al-Mulk sebanyak 2-3 kali mengalami penurunan dari 18,87 menjadi 17,75. Distribusi frekuensi terapi 4-10 kali memiliki skor ATEC dari 41,75 sampai 36,00. Skor ATEC menunjukkan penurunan skor ATEC pada anak autis yang tidak bermakna dengan nilai pre test 26,50 std.deviation -,24 dan mempunya nilai rerata post test 23,83 std.deviation 5,57 dan mempunyai nilai p= 0,069 (p < 0,05).

Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terapi murottal surat Al-Mulk selama 10 hari memperbaiki kualitas tingkah laku pada anak autis secara tidak bermakna.

(14)

A. Latar Belakang Masalah

Autis merupakan sebuah sindrom yang disebabkan oleh kerusakan otak kompleks yang mengakibatkan terjadinya gangguan perilaku, emosi, komunikasi, dan interaksi sosial. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun (Priyatna, 2010).

(15)

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mengemukakan angka kejadian autis di dunia pada tahun 2011 tercatat 35 juta orang. Rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia penyandang autis. Data dari WHO menyebutkan bahwa penyandang autisme diperkirakan berjumlah sekitar 4-6 per 10.000 kelahiran dan meningkat drastis pada tahun 2000 yaitu sekitar 60 per 10.000 kelahiran (Sutadi, 2012). Center for Disease Control (CDC) Amerika Serikat pada tahun 2008 menyatakan bahwa perbandingan autis pada anak usia delapan tahun yang terdiagnosa autis adalah 1:80 (Hazliansyah, 2013).

(16)

seluruh dunia, termasuk Indonesia telah mencapai 1:100 (Dewanti & Machfud, 2014).

Jogja Autism Care (n.d) mengemukakan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diperkirakan jumlah anak autis meningkat 4-6 orang setiap tahunnya, dari tahun 2001 sampai 2010 terus meningkat jumlahnya. Dari data Dinas Pendidikan DIY (n.d) dalam Badan Perkembangan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) DIY (2014), di DIY saat ini terdapat 272 anak penderita autis, jumlah anak laki-laki penderita autis lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.

Terapi yang sudah ada yaitu terapi perilaku yang mengacu pada Applied Behavioral Analisys (ABA), terapi wicara, terapi okupasi,

terapi fisik, sosial, bermain, dan terapi visual yang sama sesuai porsi masing-masing (Dewanti & Machfud, 2014).

Terapi murottal Al-Quran termasuk dalam terapi yang dapat dijadikan

(17)

Al-Qur’an pada orang atau pasien akan membawa gelombang suara dan mendorong otak untuk memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan memengaruhi reseptor didalam tubuh sehingga hasilnya tubuh merasa nyaman (Alkahel, 2011).

Terapi murottal baik untuk di perdengarkan karena baik muslim maupun non-muslim, baik yang mengerti bahasa arab maupun tidak, mengalami beberapa perubahan fisiologis yang menunjukkan tingkat ketegangan urat syaraf tersebut. Fakta ini secara tepat terekam oleh Ahmed Elkadi dalam system detector elektronic yang didukung komputer guna mengukur perubahan apapun dalam fisiologi (organ) tubuh (Mahmudi, 2011). Penelitian Ahmed Elkadi yang dilakukan pada tahun 1985 mengungkapkan, bahwa ketegangan urat syaraf berpotensi mengurangi daya tahan tubuh yang disebabkan terganggunya keseimbangan fungsi organ dalam tubuh untuk melawan sakit atau membantu proses penyembuhan. Untuk eksperimen yang kedua pada efek relaksasi yang ditimbulkan Al-Qur’an pada ketegangan syaraf beserta perubahan-perubahan fisiologis (Mahmudi, 2011). Eksperimen yang dilakukan oleh Ahmed Elkadi mengungkapkan bahwa pembacaan Al-Qur’an dapat memunculkan relaksasi pada ketegangan syaraf beserta

(18)

serta harmonis, maka akan memunculkan ketenangan bagi pendengarnya dan dapat dijadikan penyembuh baik dari gangguan fisik maupun psikis. Wahyudi (2012) berpendapat bahwa Al-Qur’an sebagai penyembuh telah dilakukan dan dibuktikan, orang yang membaca Al-Qur’an atau mendengarkan akan memberikan perubahan arus listrik di otot, perubahan sirkulasi darah, perubahan detak jantung dan perubahan kadar darah pada kulit. Alkahel (2011) menyebutkan membaca atau mendengarkan Al-Qur’an memberikan efek relaksasi, sehingga pembuluh darah nadi dan

denyut jantung mengalami penurunan. Terapi bacaan Al-Qur’an ketika diperdengarkan pada orang atau pasien akan membawa gelombang suara dan mendorong otak untuk memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan memengaruhi reseptor didalam tubuh sehingga hasilnya tubuh merasa nyaman.

Terapi audio dengan murottal surah Ar-Rahman dapat digunakan sebagai alternatif terapi pendamping pada anak autis sesuai dengan teori yang telah ada bahwa suara dapat mengontrol seluruh tubuh, mengatur organ vital, dan koordinasi gerakan-gerakan. Terapi audio dapat menghilangkan tegangan otot dan stress, mengurangi rasa sakit, kecemasan, menstimulasi sistem imun, menurunkan tekanan darah, serta meningkatkan komunikasi pada pasien dengan autis, gangguan pendengaran, dan penyakit Alzheimer (Gray, 2012).

(19)

TK, SD, SMP, SMA, Waktu pembelajaran dimulai dari hari senin sampai sabtu, dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB. Terapi yang sudah ada dan dilakukan pada anak autis di SLB Negeri 01 Bantul, Yogyakarta yaitu terapi musik, ABA, Keterampilan, menggambar, berenang, dan okupasi. Di SLB Negeri 01 Bantul, Yogyakarta belum ada terapi dengan menggunakan murottal surat Al-Mulk.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Huda (2011), penelitian ini mengkaji terjemahan surat Al-Mulk yang terdiri atas 30 ayat. Surat Al-Mulk termasuk golongan surat-surat Makkiyah yang diturunkan sesudah surat Ath-Thuur. Nama Al-Mulk diambil dari kata Al-Mulk yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya kerajaan atau kekuasaan. Surat Al Mulk disebut juga dengan At Tabaarak (Maha Suci). Pokok-pokok isinya ialah: Hidup dan mati ujian bagi manusia, Allah menciptakan langit berlapis-lapis dan semua ciptaan-Nya mempunyai keseimbangan, perintah Allah untuk memperhatikan isi alam semesta, adzab yang diancamkan terhadap orang-orang kafir, janji Allah kepada orang-orang mukmin, Allah menjadikan bumi sedemikian rupa sehingga mudah bagi manusia untuk mencari rezeki, peringatan Allah kepada manusia tentang sedikitnya mereka yang bersyukur kepada nikmat Allah.

(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian adalah “Apakah terapi murottal surat al-mulk berpengaruh terhadap tingkah laku anak autis di sekolah luar biasa negeri 01 Bantul Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah ada pengaruh terapi murrotal terhadap kualitas tingkah laku anak autis. 2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui data demografi responden.

b. Untuk mengetahui perbedaan kualitas tingkah laku anak autis di Sekolah Luar Biasa Negeri 01 Bantul Yogyakarta sebelum dan sesudah mendapatkan terapi murottal.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi dianas pendidikan mengenai terapi murrotal terhadap kualitas tingkah laku anak.

2. Bagi Sekolah Luar Biasa

(21)

3. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan, terutama keperawatan anak autis terkait dengan tingkah laku dengan terapi .

4. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan masyarakat khususnya keluarga dengan anak autis terkait dengan terapi murrotal terhadap kualitas tingkah laku sehingga keluarga mampu mengaplikasikannya.

5. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi peneliti terkait terapi murrotal terhadap kualitas tingkah laku pada anak autis.

6. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini bisa dijadikan referensi penelitian selanjutnya

E. Keaslian Penelitin

1. Ragil Adi Sampurna, dengan judul Pengaruh Senam Otak (Brain Gym) Terhadap Kualitas Pemfokusan PemahamanAnak Autis Di Yogyakarta.

(22)

autis di SLB Bina Anggita sebagai kelompok eksperimen dengan siswa autis di SLB Dian Amanah sebagai kelompok control.

Penelitian menggunakan desain Quasi-Eksperimen, dengan siswa autis SLB Bina Anggitasebagai kelompok eksperimen dan siswa autis SLB Dian Amanah sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan rerata peningkatan skor ATEC antara sebelum dan sesudah senam otak untuk kualitas pemfokusan pemahaman pada kelompok kontrol diketahui nilai mean 2,375, kelompok eksperimen senam 36 kali sebanyak 6,214, dan kelompok eksperimen senam 16-35 kali sebanyak 7,50. Uji ANOVA memperlihatkan perbedaan antara kelompok memiliki nilai p = 0,019 (p < 0,05).

Perbedaan menggunakan desain Quasi Eksperiment, ada kelompok konrtol, uji statistik berbeda.

2. Mayrani & Hartati (2012), dengan judul Intervensi Terapi Audio Dengan Murotal Surah Ar-Rahman Terhadap Perilaku Anak Autis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberikan gambaran pengaruh terapi audio dengan murottal surah Ar-Rahman terhadap anak autis.

(23)

dan eksklusi. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pretest dan post test adalah lembar observasi perilaku anak autis.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan gangguan perilaku anak autis pada aspek interaksi sosial, perilaku, dan emosi setelah mendapatkan terapi audio dengan murottal surah Ar-Rahman.

Perbedaan penelitian ini dengan yang akan diteliti yaitu jumlah responden 18 anak, jenis terapi yang diberikan berbeda, tempat penelitian, frekuensi terapi.

3. Fithroh Roshinah, Laila Nursaliha, dan Saiful Amri (2014), dengan judul Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat Hiperaktif-Impulsif Pada Anak Attention Deficit Hiperaktive Disorder (ADHD).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan proses terapi murottal yang dilakukan pada anak ADHD dan untuk mengetahui pengaruh terapi murottal terhadap perilaku hiperaktifimpulsif pada anak ADHD.

Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimen dengan subjek tunggal atau yang dikenal dengan istilah Single Subject Research (SSR).

(24)

penelitian. Pada awalnya gejala yang muncul masih berada di kisaran enam gejala namun pada tahap observasi kedua atau baselineII gejala tersebut sudah menurun menjadi tiga gejala yang muncul. Walaupun frekuensi yang muncul tidak stabil. Berikut grafik perbandingan per tahapan penelitian.

Perbedaannya dengan penelitin ini yaitu variabel dependen,

(25)
(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Anak

a. Definisi Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan terdapat dalam undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih didalam kandungan, yang berarti segala kepentingan akan pengupayaan perlindungan terhadap anak yang sudah dimulai sejak anak tersebut berada didalam kandungan hingga berusia 18 tahun.

b. Kebutuhan Dasar Anak

(27)

(Asah), stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan mental psikososial diantaranya kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian dan sebagainya.

c. Tingkat Perkembangan Anak

Menurut Damaiyanti (2008), karakteristik anak sesuai tingkat perkembangan:

1) Usia Bayi (0-1 tahun)

Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan fikirannya dengan kata-kata. Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih baik menggunakan jenis komunikasi non verbal. Pada saat lapar, haus, basah dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa mengekspresokan perasaannya dengan menangis. Walaupun demikian, sebenarnya bayi dapat merespon terhadap tingkah laku orang dewasa yang berkomukasi dengan secara non verbal, misalnya memberi sentuhan, dekapan, menggendong dan berbicara lemah lembut.

(28)

berkomunikasi dengannya. Jangan langsung menggendong atau memangkunya karena bayi akan merasa takut. Lakukan komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya. Tunjukan bahwa kita ingin membina hubungan yang baik dengan ibunya.

2) Usia Pra Sekolah (2-5 tahun)

Karakteristik anak pada masa ini terutama pada anak dibawah tiga tahun adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga mempunyai perasaan takut pada ketidaktahuan sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang akan terjadi padnya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu, anak akan merasa melihat alat yang akan ditempelkan ke tubuhnya. Oleh karena itu jelaskan bagaimana akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk memegang thermometer sampai dia yakin bahwa alat tersebut tidak berbahaya untuknya.

(29)

anak malu-malu. Beri kesempatan pada anak yang lebih besdar untuk berbicara tanpa keberadaan orangtua.

Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian atas apa yang telah dicapainya. 3) Usia Sekolah (6-12 tahun)

Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap stimulus yang dirasakan yang mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila berkomukasi dan berinteraksi sosial dengan anak di usia ini harus menggunakan Bahasa yang mudah dimengerti anak dan berikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya.

Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomukasi dengan orang dewasa. Perbendaharaan katanya sudah banyak, sekitar 3.000 kata disukai dan anak sudah mampu berfikir secara kongkrit.

4) Usia Remaja (13-18 tahun)

(30)

setres, jelaskan bahwa ia dapat mengajak bicara dengan teman sebaya atau oran dewasa yang dia percaya.

Menghargai keberadaan identitas diri dan harga diri merupakan hal yang prinsif dalam komunikasi. Luangkan waktu bersama dan tunjukan ekspresi yang bahagia.

d. Tugas Perkembangan Anak

Tugas perkembangan menurut teori Havighurst (1961) adalah tugas yang harus dilakukan dan dikuasi invidu pada tiap tahap perkembangannya. Tugas perkembangan bayi 0-2 adalah berjalan, berbicara, makan-makanan padat dan kestabilan jasmani. Tugas perkembanga anak usia 3-5 tahun adalah mendapat kesempatan bermain, bereksperiment dan bereksplorasi, meniru, mengenal jenis kelamin, membentuk pengertian sederhana mengenai kenyataan social dana lam, belajar mengadakan hubungan emosiaonal, belajar membedakan salah dan benat serta mengembangkan kata hati juga proses sosialisai.

(31)

mengembangkan sikap yang sehat terhadap kelompok social dan lembaga. Tugas perkembangan anak usia13-18 tahun adalah menerima keadaab fisiknya dan menerima peranannya sebagai perempuan dan laki-laki, menyadari hubungan-hubungan baru dengan teman sebaya dengan lawan jenis, menemukan diri sendiri berkat refleksi dan kritik terhadap diri sendiri, serta mengembangkan nilai-nilai hidup.

2. Autis

a. Definisi Autis

Monks, et al. (1988) menyebutkan bahwa autis berasal dari kata “Autos” yang berarti “Aku”. Autis merupakan gangguan

neurobiologis yang berat sehingga gangguan tersebut mempengaruhi bagaimana anak belajar, berkomunikasi dalam lingkungan dan hubungan dengan orang lain. Autis merupakan gangguan perkembangan yang komplek dan muncul selama tiga tahun kehidupan pertama sebagai akibat gangguan neuorologis yang mempengaruhi fungsi otak (Ritud dan Freeman, 1978 dan The Autism Society of America, 2007 cit Hasdianah, 2013).

(32)

Autisme merupakan sebuah sindrom yang disebabkan oleh kerusakan otak kompleks yang mengakibatkan terjadinya gangguan perilaku, emosi, komunikasi, dan interaksi sosial (Priyatna, 2010).

Anak autis mempunyai ketidakstabilan perasaan dan perubahan emosi yang dapat muncul tiba-tiba seperti ledakan emosi atau menangis tanpa sebab yang jelas (The Pediatric Neurology Site, 2012).

Hasdiana (2013) berpendapat bahwa autis merupakan gangguan perkembangan kompleks yang muncul tiga tahun pertama kehidupan akibat gangguan neurologic yang mempengaruhi fungsi otak dan autis mengalami gangguan perkembangan yang secara signifikan yang dapat mempengaruhi komunikasi verbal dan nonverbal serta interaksi sosial. Autis merupakan gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak (Pamoedji, 2007).

Autis merupakan suatu kumpulan sindrom yang mengganggu saraf, diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang tampak dan ditunjukkan dengan adanya penyimpangan perkembangan (Prasetyo, 2008).

(33)

anak tidak mampu membentuk hubungan sosial dan komunikasi dengan normal, dan tidak memiliki kontak mata dengan orang lain (Marienzi, 2012).

b. Penyebab Autis

Ma’ruf, et al (2013) mengemukakan ada beberapa penyebab autis yaitu:

1) Lama Masa Kehamilan

Usia kehamilan normal pada ibu hamil yaitu 37-42 minggu. Ini adalah sebutan untuk kehamilan cukup bulan. Disebut kehamilan preterm jika usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Hal ini berdampak pada bayi dimana kekebalan tubuh bayi masih lemah karena fungsi organ tubuh dan perkembangannya belum terbentuk sempurna (Hartati, 2010). 2) Diabetes Pada Kehamilan

Pada ibu penderita diabetes dan kemungkinan kondisi pra-diabetes di masa kehamilan, pengaturan glukosa menjadi sulit diatur sehingga meningkatkan produksi insulin pada janin. Produksi insulin yang tinggi membuat kebutuhan akan oksigen menjadi lebih besar, akibatnya suplai oksigen bagi janin menjadi berkurang. Kejadian diabetes pada ibu hamil bisa didapat saat hamil atau sebelumnya memang memiliki kadar gula yang tinggi (Solikhah, 2011).

(34)

Perdarahan pada awal kehamilan berkaitan dengan kelahiran prematur dan memiliki berat bayi rendah, dimana kondisi ini sangat rentan terjadinya autis. Bila terjadi gangguan kelahiran, maka hal yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah ke otak dan oksigen ke seluruh tubuh. Dan organ yang paling sensitif terkena autis adalah otak (Pieter, et al, 2011).

Hasdiana (2013) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya autis yaitu sebagai berikut:

1) Genetik

Menurut National Institute of Health menyebutkan bahwa keluarga ysng memiliki satu anak autis memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang terkena autis. Penelitian menemukan pada anak yang kembar jika salah satu anaknya terkena autis maka kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan autis juga.

2) Peptisida

Paparan peptisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autism karena peptisida akan mengganggu fungsi gen di system saraf pusat.

(35)

Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan biasanya memiliki resiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatnya adalah valpronic dan thalidomide.

4) Usia orangtua

Menurut Halladay, Direktur Riset Studi Lingkungan Aitism Speak. contohnya “Memamg belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autis. Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen”. Perempuan usia 40 tahun memilki resiko 50 persen

memiliki anak autis dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun. Kehamilan pada usia lebih dari 35 bisa berakibat pada persalinan yang memakan waktu cukup lama, disertai perdarahan dan risiko cacat bawaan. Sedangkan hamil di bawah usia 20 tahun bisa berakibat kesulitan dalam melahirkan dan keracunan saat hamil (Hartati, 2010).

5) Perkembangan otak

Area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi,

(36)

6) Flu

Wanita yang mengalami flu atau demam jangka panjang ketika sedang hamil lebih berisiko untuk melahirkan anak autis. Infeksi-infeksi yang sering terjadi seperti demam ringan dan infeksi saluran kencing bukanlah faktor utama penyebab anak terlahir autis.

c. Gejala Anak Autis

Jenis dan berat gejala autis berbeda antara masing-masing anak. Gejala autis akan tampak pada anak sebelum usia 3 tahun, yakni mencakup interaksi sosial, komunikasi, perilaku dan cara bermain yang tidak seperti anak lain (Rahmayanti, 2008). Sebagian di antara gejala tersebut dapat muncul pada anak normal, hanya intensitas dan kualitasnya yang berbeda (Yuwono, 2009).

Penelitian Yuwono (2009), menyebutkan bahwa autis merupakan gangguan neurobiologis yang menetap, gejalanya tampak pada gangguan komunikasi dan bahasa, interaksi, dan perilaku. Gangguan neurobiologis yang terjadi karena otak tidak mampu mengolah input sensori secara efisien (Ayres, 1998).

(37)

emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). (Ria, 2011). Namun gejala yang paling menonjol adalah sikap anak yang cendrung tidak memperdulikan lingkungan dan orang-orang sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi (Smart, 2010).

d. Klasifikasi Anak Autis

Autis diklasifikasikan menjadi beberapa macam (Veskarisyanti, 2008 et al Prasetyo, 2008), yaitu:

1) Autis masa kanak-kanak (autis infatile)

Autis masa kanak-kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai umur 3 tahun. Anak-anak ini sering juga menunjukkan emosi yang tidak wajar, mengamuk tidak terkendali, rasa takut yang tidak wajar, tertawa dan menangis tanpa sebab, anak-anak ini menunjukkan gangguan sensoris, seperti adanya kebutuhan untuk mencium/menggigit benda dan tidak suka dipeluk. 2) sperger syndrome (AS)

Asperger syndrome mirip dengan autis infantile dalam hal

(38)

Anak asperger syndrome mempunyai daya ingat yang kuat dan perkembangan bicaranya tidak terganggu dan cukup lancar.

3) Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)

ADHD merupakan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Hiperaktivitas adalah perilaku motorik yang berlebihan.

4) Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specifed (PDD-NOS)

Gangguan perkembangan pervasif mempunyai gejala gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi, interaksi maupun perilaku, namun gejalanya tidak sebanyak seperti pada autis infatile. Kualitas dari gangguan tersebut lebih ringan, sehingga kadang-kadang anak ini masih bisa bertatap mata, ekspresi fasial tidak terlalu datar dan masih bisa diajak bergurau.

5) Anak gifted

Anak gifted adalah anak dengan intelegensi yang mirip dengan intelegensi yang super atau genius, namun memiliki gejala-gejala perilaku yang mirip dengan autis. Intelegensi yang jauh diatas normal membuat perilaku mereka seringkali terkesan aneh.

(39)

Anak dengan rett syndrome memiliki ciri dengan periode regresi yang mempengaruhi bicara dan bahasa, sosial, perilaku, perkembangan dan kesulitan belajar yang berat. e. Perilaku Anak Autis

Perilaku anak berkebutuhan khusus dengan gangguan autisme dalam kesehariannya berbeda satu sama lain meskipun gangguan mereka sama. Secara keseluruhan, perilaku mereka menampakkan perbedaan dimana DNA mengalami gangguan autisme yang tergolong ringan sedangkan BGS mengalami gangguan autisme kategori berat. DNA yang autisme ringan menunjukkan perilaku yang berkekurangan (deficient) ditunjukkan dengan ekolalia (pengulangan kata), sedangkan BGS yang tergolong kategori berat juga lebih menunjukkan perilaku yang berlebihan (excessive) seperti mengamuk, menjambak, berteriak (Widiastuti, 2014).

(40)

adalah seperti perilaku tidak terarah, mondar-mandir, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar, lompat-lompat, terpukau terhadap benda yang berputar atau benda yang bergerak. Perilaku ini menunjukkan perbedaan yang nyata dengan teman seusianya. Dalam perbedaan ini perilaku anak autis menjadi masalah dari segi perilaku dan berkomunikasi. Saragih (2011) mengemukakan ciri-ciri anak autis diantaranya adalah gangguan pada kognitif gangguan pada bidang interaksi sosial, gangguan bidang komunikasi, gangguan dalam persepsi sensori, gangguan dalam perilaku dan gangguan dalam bidang perasaan.

f. Terapi Autis

(41)

terigu, wheat, oat, dan barley, sementara kasein berasal dari susu sapi, dari kedua jenis protein ini sulit dicerna (Dewanti & Machfud, 2014).

Hasdiana (2013) mengemukakan ada beberapa terapi yang dapat di lakukan oleh penderita autis, yaitu:

1) Terapi Applied Behavior Analysis (ABA)

ABA adalah jenis terapi yang sudah lama dipakai, sudah ada yang melakukan penelitian dan desain khusus untuk anak dengan autism, system yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah atau pujian).

2) Terapi Wicara

Hampir semua anak dengan autism mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong. Terapi wicara membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik dan akhirnya berkomunikasi. Terapi dilakukan dengan rutin, teratur dan intensif, sehingga kemampuan berbicara dan memahami kosa katanya meningkat dan gangguan bicara anak berkurang (Pamoedji, 2007).

3) Terapi Okupasi

(42)

mereka kesulitan untuk memegang pensil dengan benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan perpasive. Banyak diantara individu autis mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Terkadang tonus ototnya lembek sehingga jalanya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-otot dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

5) Terapi Sosial

Kekurangan yang paling mendasar bagi induividu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam keterampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.

(43)

Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autis membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi sosial. Seseorang terapis bermain dapat membantu anak dalam hal ini ada teknik-teknik tertentu. (Veskarisyanti, 2008).

7) Terapi Perilaku

Anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka sehingga mereka sulit mengekspresikan keinginannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan juga sentuhan. Tidak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan yang rutin untuk memperbaiki perilakunya.

8) Terapi Perkembangan

Fllortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Iintevention) diangggap sebagai tingkat perkembangan. Artinya

anak dipelajari minat, kekuatan dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosianal dan itelektualnya.

(44)

Individu autis lebih mudah belajar dengan melihat (visual, learners atau visual thinkers). Karena hal inilah yang

kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melaui gambar-gambar, misalnya: Metode PECS (Picture Exchange Communication System) dan beberapa vidio game bisa juga dipakai untuk mengembangkan keterampilan komunikasi. Gejala adanya disintegrasi sensoris bisa tampak dari pengendalian sikap tubuh, motorik halus, dan motorik kasar. Adanya gangguan dalam ketrampilan persepsi, kognitif, psikososial, dan mengolah rangsang (Handojo, 2009). 10)Terapi Biomedik

(45)

autis (Ratnadewi, 2010). Terapi biomedik tidak menggantikan terapi‐terapi yang telah ada tapi terapi biomedik melengkapi (Ratnadewi, 2010).

3. Perilaku

a. Pengertian perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan

perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

(46)

Terdapat dua kelompok besar perilaku, yaitu perilaku yang tampak atau dapat diobservasi (overt, observable) dan yang tidak tampak, tersembunyi, atau tidak dapat diobservasi (covert, not directly observable). Perilaku yang Nampak, adalah perilaku yang

dapat diamati oleh orang lain, misalnya: berbicara, berjalan, berlari, menangis, melempar bola, berteriak dan lain-lain. Sedangkan perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung oleh orang lain, misalnya: berfikir dan merasakan. Untuk mengetahui perilaku yang tersembunyi harus disimpulkn dari respon-respon yang terbuka (cover behavior must be inferred from overt responses). Perilaku juga dapat diartikan sebagai semua aktivits

yang merupakan reaksi terhadap lingkungan, apakah itu reaksi yang bersifat motorik, fisiologis, kognitif, ataupun afektif. Dari aspek biologis perilaku yaitu suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Secara singkat aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu: aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, dan aktivitas yang tidak dapat diamati oleh orang lain (Notoatmodjo, 2010).

(47)

menjadi kebiasaan yang sulit untuk dirubah. Apalagi bagi anak berkebutuhan khusus (Kasmia, 2014).

Sunardi (2010) menyatakan bahwa perilaku sinonim dari aktivitas, aksi, respons, atau reaksi. Perilaku adalah segala sesuatau yang dilakukan dan dikatakan oleh manusia.

b. Klasifikasi perilaku

Notoatmodjo 2010 mengemukakan teori “S-O-R” perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: 1) Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi apabila respons terhadap stimulus tersebut belum dapat diamati oleh orang lain dari luar secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.

2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka yaitu terjadi apabila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati oleh orang lain dari lur atau “observable behavior”.

c. Tahap perubahan perilaku

Prabandari (2009), menyebutkan bahwa perubahan perilaku pada seseorang terjadi melalui tahap-tahap sebagai berikut:

(48)

Tahap ini seseorang belum memiliki kesadaran untuk melakukan sesuatu yang diketahuinya dan belum bersedia untuk merubah perilaku. Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan informasi, komunikasi secara persuasif, dan memberikan pengalaman.

2) Kontemplasi

Tahap kontemplasi merupakan tahap seseorang untuk berfikir dan memiliki kesadaran terhadap suatu objek tetapi belum beraksi. Intervensi yang dapat dilakukan sama dengan tahap prekontemplasi yaitu dengan memberikan informasi, komunikasi secara persuasif, dan memberikan pengalaman. 3) Persiapan

Tahap ini seseorang mengalami perubahan sikap dan menjadi langkah awal untuk bertindak. Pendekatan intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan keterampilan.

4) Tindakan

Tindakan merupakan aksi seseorang terhadap objek. Intervensi yang dilakukan adalah dengan memberikan dukungan dan manajemen diri.

(49)

Tahap ini seseorang memerlukan manajemen diri dan dukungan dari lingkungan sehingga perilaku yang sudah terwujud dapat terpelihara dengan baik.

d. Domain perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.

Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa determinan perilaku dapat dibedakan menjadi:

1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku.

e. Faktor yang mempengaruhi perilaku

(50)

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam faktor demografi (umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi), pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2) Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya tempat pelayanan kesehatan, obat-obatan, dan sebagainya. 3) ktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud

dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

4. Terapi Murotal

Siswantiah (2011) berpendapat bahwa murottal adalah lantunan ayat-ayat suci Al Quran yang di lagukan oleh seorang qori direkam serta di perdengarkan dengan tempo yang lambat serta harmonis. Bacaan Al Qur’an sebagai penyembuh penyakit jasmani dan rohani

(51)

Islamic Medicine Institute for Education and Research di Florida,

Amerika Serikat.Mendengarkan bacaan Al-Qur’an secara murottal mempunyai irama yang konstan, teratur dan tidak ada perubahan irama yang mendadak. Tempo murottal Al-Qur’an juga berada antara 60-70/ menit, serta nadanya rendah sehingga mempunyai efek relaksasi dan dapat menurunkan kecemasan (Widayarti, 2011).

Murottal merupakan salah satu musik dengan intensitas 50 desibel yang membawa pengaruh positif bagi pendengarnya (Wijaya, 2009). Smith (2012) menerangkan bahwa intensitas suara yang rendah merupakan intensitas suara kurang dari 60 desibel sehingga menimbulkan kenyamanan dan tidak nyeri.

(52)

Al-Qur’an pada ketegangan syaraf beserta perubahan-perubahan fisiologis (Mahmudi, 2011). Eksperimen yang dilakukan oleh Ahmed Elkadi mengungkapkan bahwa pembacaan Al-Qur’an dapat memunculkan relaksasi pada ketegangan syaraf beserta perubahan-perubahan fisiologis. Peneliti menilai, hanya dengan pembacaan Al-Qur’an saja dapat membuat efek yang baik bagi tubuh, terlebih lagi jika pembacaan Al-Qur’an tersebut diperdengarkan dengan irama yang stabil dan dilakukan dengan tempo yang lambat serta harmonis, maka akan memunculkan ketenangan bagi pendengarnya dan dapat dijadikan penyembuh baik dari gangguan fisik maupun psikis.

(53)

Lama dan jumlah sesi yang digunakan pada penelitian sebelumnya bermacam-macam misalnya setiap hari, tiga kali per minggu, atau satu kali per minggu dengan durasi berbeda mulai dari 10 menit hingga 30 menit. Dalam penelitian sumaja (2014) terapi musik (perlakuan) dilakukan selama 60 menit yaitu dari jam 10.00-11.00 WIB. Penelitian yang dilakukan Mayrani & Hartati (2013), menggunakan terapi murottal dengan sesi tiga kali dalam tiga hari berturut-turut dengan durasi 11 menit 19 detik. Banyaknya sesi pemberian terapi dapat mempengaruhi hasil dan pengaruh terhadap perilaku anak autis. (Geretsegger et al., 2012 dalam Mayrani dan Hartati, 2013).

(54)

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur yang akan dilakukan pada penelitian. Kerangka konsep terdiri dari variabel-variabel serta hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain

(Notoatmodjo, 2010). Faktor penyebab

autis: 1. Genetic 2. Infeksi 3. Autoimun 4. Kelainan Organ Otak 5. Peptisida 6. Obat-obatan 7. Usia orangtua 8. Lingkungan 9. Flu 10.Glutein Autis Test ATEC (Pre-test) Interaksi Sosial

Komunikasi Respon

Kognitif Perilaku Faktor-faktor yang dapat memepengaruhi perilaku yaitu:  Faktor prediposisi  Faktor pendorong  Faktor pendukung Terapi yang di ikuti oleh anak yaitu:

 Musik  Senam otak  Berenang  Okupasi

 Oral terapi Perbedaan Kualitas

Tingkah Laku :Yang akan diteliti

:Yang tidak akan diteliti

Test ATEC (Post-test) Musik Murottal

Menstimulasi otak dan ditransmisikan ke

seluruh tubuh, aktivitas gelombang

[image:54.595.54.523.218.725.2]
(55)

C. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan awal tentang kemungkinan hasil penelitian mengenai hubungan antar variabel yang diteliti (Dharma, 2011). Dari uraian diatas penelitian memiliki hipotesis yaitu: “Ada pengaruh terapi murrotal surat Al-Mulk terhadap kualitas tingkah laku anak autis di SLBN 01 Bantul Yogyakarta”.

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Nursalam (2013) mengemukakan desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat memepengaruhi akurasi suatu hasil. Desain dapat digunakan peneliti sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan desain pra-eksperiment (uji coba) dengan desain pre-post tes dalam satu kelompok (One group pra-post design). Ciri penelitian ini adalah mengungkapan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2013).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

(57)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti (2016), jumlah siswa di Sekolah Khusus Luar Biasa Negeri 01 Bantul yaitu 16 siswa. 2. Sampel

Sampel merupakan terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013). Teknik sampling atau cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan total sampling.

Teknik total sampling yaitu pengambilan sampel apabila seluruh anggota populasi dijadikan sampel (Sugiono, 2005). Siswa yang digunakan sebagai sampel berjumlah 12 responden yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sedangkan 4 anak lainnya tidak dijadikan sampel karena 2 diantanya beragama non islam dan yang 2 anak sudah libur sekolah.

a. Kriteria inklusi:

(58)

2) Anak autis yang mengikuti kegiatan belajar di Sekolah Luar Biasa Negeri 01 Bantul Yogyakarta dan Sekolah Khusus Autis Fajar Nugraha Yogyakarta.

3) Semua anak autis.

4) Beragama Islam karena terapy yang digunakan munggunakan Al-Quran surat Al-Mulk.

b. Kriteria eksklusi:

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab sehingga tidak dapat menjadi responden penelitian (Notoatmodjo, 2010). Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu:

1) Gangguan pendengaran. C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Negeri 01 Bantul Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dijadwalkan berlangsung selama 10 hari pada bulan juni 2016.

(59)

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam 2013). Penelitian ini memiliki dua variabel, yaitu:

a. Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu terapi murotal.

b. Variabel dependen (variabel tergantung) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu skore kualitas tingkah laku.

c. Variabel pengganggu adalah variabel yang nilainya ikut menentukan variabel baik secara langsung maupun tidak langsung (Nursalam, 2013) variabel dalam penelitian ini yaitu stress, aktivitas fisik, program terapi lain yang sedang dilakukan oleh pihak sekolah, intake makanan atau nutrisi, lingkungan rumah dan keluarga.

1) Variabel pengganggu bisa di kendalikan : Makanan, keseragaman guru dalam pelaksanaan terapi murotal dan kesamaan program sekolah.

(60)

E. Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang dimati atau diteliti serta mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).

(61)

sedemikian rupa sehingga mudah bagi manusia untuk mencari rezeki, peringatan Allah kepada manusia tentang sedikitnya mereka yang bersyukur kepada nikmat Allah.

2. Tingkah laku adalah tindakan yang sudah dipilih seseorang untuk dilakukan bedasarkan atas niat atau kehendak ke dalam action atau tindakan. Alat ukur yang digunakan yaitu lembar observasi ATEC dan skala yang digunakan adalah skala kategorik. Setiap pertnanyaan dinilain dengan [T] Tidak masalah= 0, [S] Masalah sedang= 1, [R] Masalah ringan= 2, [B] Masalah Serius/Berat= 3. Semakin rendah skor semakin sedikit masalah.

F. Instrument Penelitian

1. Alat terapi, terdiri dari: Audio murottal anak surat Al-Mulk dari Muhammad Taha dan speaker.

Kandungan surak Al-Mulk ayat 20 dalam perkataan “min dunir rahman” (selain Allah yang Maha Pemurah) memberi pengertian bahwa

rahmat Allah itu dilimpahkan kepada seluruh makhluk yang ada di alam ini, baik ia beriman kepada Allah maupun ia kafir kepada-Nya, sehingga semuanya dapat hidup dan berkembang (Dahlan & Noesalim, 2007).

(62)

Rentang tempo lambat yaitu 60 sampai 120 bpm. Tempo lambat merupakan tempo yang seiring dengan detak jantung manusia, sehingga jantung akan mensinkronkan detakannya sesuai dengan tempo suara (Mayrani & Hartati, 2013). Durasi pembacaan surah Al-Mulk adalah selama 09 menit 45 detik dan irama pelan dengan pitch 24 Hz (Hertz). Durasi ini tidak terlalu singkat dan tidak terlalu lama untuk diperdengarkan. Durasi yang terlalu lama tidak efektif untuk diperdengarkan kepada anak autis karena akan mengganggu mood anak autis dan konsentrasi anak autis tidak dapat bertahan dalam waktu yang lama (Dominick et.al., 2007 cit. Mayrani & Hartati, 2013). 2. Lembar observasi ATEC

Kualitas tingkah laku akan diukur dengan menggunakan form Autism Treatment Evaluation Checklist (ATEC). Tes ini dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan terapi musik murottal.

(63)

bagian ke-IV yaitu: Kesehatan/Fisik/Perilaku (25 item); rentang nilai 0,75 (ARI, n.d.).

Rentang skala subyek 4 adalah skala 0-3 (Magiati, et al., 2011). Setiap item yang telah direspon akan dikonversi menjadi angka atau skor dengan

prosedur sebagai berikut: Setiap pertnanyaan dinilain dengan [T] Tidak

masalah= 0, [S] Masalah sedang = 1 [R] Masalah ringan= 2 [B] Masalah Serius/Berat= 3. Perubahan kualitas

tingkah laku pada penelitian ini ditentukan dengan menjumlah skor. Pada dasarnya, semakin rendah skor ATEC, semakin sedikit masalah. Jika pada satu hari seseorang skornya 20 dan dua minggu kemudian skornya 15, maka individu menunjukkan peningkatan baik. Karena fungsi utama dari ATEC adalah untuk mengukur efektivitas intervensi (ARI, n.d.).

G. Cara Pengumpulan Data 1. Perijinan

Mengurus surat izin di pengajaran FKIK UMY untuk melakukan uji etik di Sekolah Luar Biasa Negeri 01 Bantul Yogyakarta. Selanjutnya meminta izin di Badan Pembangunan dan Pengembangan Daerah DIY dan Bantul, untuk melakukan penelitian.

2. Proses adopsi intrumen penelitian

(64)

penerjemah Pusat Pelatihan Bahasa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPB UMY).

3. Melakukan uji validitas dan reliabilitas

Uji validitas akan dilakukan pada 22 siswa autis di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita Banguntapan Yogyakarta.

4. Pengenalan program penelitian

Mengadakan perkumpulan di tempat penelitian yaitu di sekolah dengan guru, orangtua dan peneliti untuk memberikan maksud dan tujuan penelitian. Lembar informed consent diberikan kepada orangtua.

5. Pengambilan data murid yang terpilih sebagai sampel penelitian meliputi: identitas sampel dan tes ATEC (pre-test) .

(65)

7. Pengambilan data murid yang terpilih sebagai sampel penelitian meliputi: identitas sampel dan tes ATEC (post-test).

8. Melakukan pengolahan dan analisa data

Setelah data penelitian diperoleh, selanjutnya melakukan pengolahan dan analisa data yang sudah ditentukan. Sebelumnya melakukan normalitas data dengan menggunakan Shapirowilk menggunakan komputer. Jika data berdistribusi normal maka menggunakan Paired T-test, jika tidak maka menggunakan analisa data Wilcoxon.

9. Penyusunan laporan

Menyusun laporan penelitian di BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan dan BAB V Kesimpulan dan Saran.

10.Persentasi hasil penelitian H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas (kesahihan) adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrument dalam pengumpulan data. Sedangkan reliabilitas (keandalan) adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2013).

(66)

Autism Research Institute yang sudah teruji validitasnya dan sudah

mendapatkan izin dari Stephen Edelson, Ph.D. Sebagai Director of Autism Research Institute.

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dalam penelitian ini, untuk

melakukan adopsi/penerjemahan instrumen penelitian yaitu ATEC yang masih berbahasa inggris ke dalam bahasa indonesia.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Nursalam, 2013). Instrumen yang digunakan dari pembuatan pertanyaan berdasarkan tinjauan pustaka yang dibuat oleh peneliti. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan rumus Pearson Product Moment.

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ] [ ∑ ∑ ]

rxy= koefisien korelasi antara X dan Y X = jumlah skor butir

(67)

= jumlah responden

Nilai signifikan yang diambil adalah p=0,05, maka valid jika r ≥0,05 dan tidak valid jika r ≤0,05. Dari 25 soal yang diuji validitas terdapat 1 soal yang tidak valid. Soal yang tidak valid oleh peneliti dihapuskan. Sehingga terdapat 24 soal kuesioner.

2. Reliabilitas

Notoatmodjo (2010) berpendapat bahwa reliabilitas adalah index yang menunjukan apakah suatu alat pengukur dalam penelitian dapat dipercaya. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil pengukuran dari instrument tersebut tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2013). Kuesioner ATEC kualitas tingkah laku yang telah diuji validitasnya akan dilakukan reliabilitas dengan cara One Shoot atau diukur sekali saja.

(68)

Keterangan:

R11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ∑ = jumlah varian butir

= varian skor total

Suatu instrumen dikatakan reliabel nilai Cronbach Alpha ≥ 0,7. Jika nilai Cronbach Alpha ≤ 0,7, maka instrumen tidak reliable (Johnson & Christensen, 2012). Nilai Crobach Alpha 0.960≥0,7 maka instrument reliable.

I. Metode Pengumpulan Sampel

Responden penelitian yang digunakan diseleksi terlebih dahulu menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi. Setiap orangtua responden diberi informed consert untuk menyatakan kesediaan memberi ijin responden untuk

penelitian.

J. Analisis Data

1. Pengolahan Data

(69)

Tujuan pengolahan data untuk memperoleh data yang berkualitas. Tahap-tahap pengolahan data antara lain :

a. Editing

Editing merupakan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Apakah semua pertanyaan terisi, isinya jelas dan jawaban konsisten anatara pertanyaan satu dengan yang lain.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan.

c. Processing

Processing adalah pemrosesan data dengan memasukkan data ke paket program komputer.

d. Cleaning

Pembersihan data (cleaning) merupakan kegiatan pengecekan kembali apakah data yang dimasukkan ada kesalahan atau tidak. 2. Analisa Data

Analisa data merupakan suatu proses analisa yang dilakukan secara sistematik terhadap data yang telah dikumpulkan (Notoatmodjo, 2010).

(70)

normalitas data didapatkan nilai signifikan >0,05 maka data terdistribusi dengan normal. Analisa data yang digunakan yaitu Paired T-test. Uji beda ini adalah uji hipotesis komparatif yang digunakan untuk menguji 2 kelompok berpasangan dengan skala pengukuran numerik (rasio & interval) (Dahlan, 2013). Dua kelompok berpasangan dalam penelitian ini yaitu kelompok pre dan kelompok post dengan individu yang sama. Sedangkan hasil uji normalitasnya didapatkan nilai signifikan <0,05 maka data tidak berdistribusi dengan normal (Dahlan, 2013).

Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan data. Pengolahan data menggunakan bantuan program komputer. Penelitian ini menggunakan analisa data:

a. Univariat

Analisa univariat digunakan untuk menghitung distribusi frekuensi sehingga diketahui gambaran karakteristik responden dan orangtua. b. Bivariat

(71)

Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa data berdistribusi normal. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan kualitas tingkah laku sebelum dan sesudah dilakukan terapi murottal menggunakan uji Paired Simple T-Test dengan signifikasi p-value 0,069>0,05 tidak ada

pengaruh terapi murottal terhadap kualitas tingkah laku anak autis. Dikatakan ada pengaruhnya apabila (ρ<0,05) (Dahlan, 2013).

K. Etika Penelitian

Penulis terlebih dahulu meminta ijin dengan pihak sekolah, dengan rekomendasi dari fakultas. Setelah mendapat ijin dari pihak sekolah, penulis meminta ijin dengan setiap orang tua calon responden dan mengkonfirmasikan bahwa data yang diambil dan disajikan bersifat rahasia tanpa menyebutkan nama bapak atau ibu maupun para responden.

Nursalam (2013) berpendapat bahwa secara umum prinsip etik dalam penelitian atau pengumpulan data dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

(72)

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindari dari keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang tela diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apa pun.

c. Resiko (benefits ratio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat kepda subjek pada setiap tindakan.

2. Prisip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to selfdetermination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apa pun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien. b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan

(right to full disclosure) c. Informed consent

(73)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

(74)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Luar Biasa Negeri (SLB) 1 Bantul ini berdiri sejak tahun 1971 dan beberapa kali melakukan perubahan nama serta pindah lokasi dan akhirnya menetap di Jalan Wates 147, Km 3, Desa Ngetisharjo Kasihan Bantul Yogyakarta. SLB N 1 Bantul Yogyakarta merupakan satu-satunya Sekolah Luar Biasa terlengkap di DIY dengan membuka 5 jurusan yaitu : Tuna Netra (A), tuna Rungu Wicara (B), Tuna Grahita (C), Tuna Daksa (D), dan Autis.

(75)

SLB N 1 Bantul memiliki lima jurusan dan setiap jurusan memiliki ruang kelas masing-masing. Metode yang digunakan guru untuk mengajar siswa adalah ceramah. Waktu pembelajaran dimulai dari hari senin sampai sabtu, dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB. Fasilitas lain yang digunakan SLB N 1 bantu tersiri dari aula tempat untuk rapat wali murid, ruang ektrakulikuler, lapangan olahraga, masjid, perpustakaan dan juga terdapat kantin sekolah untuk anak-anak jajan.

2. Gambaran Umum Karakteristik Responden

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti (2016), jumlah siswa di Sekolah Khusus Luar Biasa Negeri 01 Bantul yaitu 16 siswa sedangkan siswa yang digunakan sebagai sampel berjumlah 12 responden yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi karena 4 anak yang tidak mengikuti terapi adalah 2 diantanya beragama non muslim dan yang 2 sudah libur sekolah.

Karakteristik responden dalam kelompok ini meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat dideskripsikan karakteristik responden sebagai berikut:

Tabel 4.1. Karakteristik responden di SLB N 01 Bantul Yogyakarta berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan (n=12).

Karakteristik Jumlah %

1.Usia

Usia sekolah (6-12 tahun) 8 66,7

Usia remaja (13-18 tahun) 4 33,3

Jumlah 12 100

[image:75.612.174.579.608.705.2]
(76)

Perempuan 4 33,3

Jumlah 12 100

3.Tingkat pendidikan

SD 7 58,3

SMP 5 41,7

Jumlah 12 100

Sumber: Data Primer 2016

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan pada tabel di atas, karakteristik responden berdasarkan usia paling banyak adalah usia sekolah (6-12 tahun) sebanyak 8 orang (66,7%) dan usia remaja sebanyak 4 orang (33,3%). b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 8 orang (66,7%) dan perempuan 4 orang (33,3%).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan yaitu SD sebanyak 7 orang (58,3%), dan SMP sebanyak 5 orang (41,7%). 3. Analisa Univariat

Tabel 4.2. Distribusi data rerata hasil pre-test dan post-test dan uji statistik kualitas tingkah laku anak autis SLBN 01 Bantul Yogyakarta. (n=12)

Frekuensi Terapi

N Rerata skor

kualitas tingkah laku

Penurunan skor P Pre test rerata Std. Deviation Post test rerata Std. Deviation

2-3 kali 4 18,87 15,84 17,75 15,25 1,12

4-10 kali 8 41,75 9,38 36,00 11,09 5,75

Total 12 26,50 -,24 23,83 5,57 263 0,069

[image:76.612.171.581.523.677.2]
(77)

Berdasarkan tabel di atas di temukan bahwa terapi yang frekuensi 2-3 mengalami penurunan skor ATEC sebanyak 1,12 dan frekuensi 4-10 memili penurunan skor ATEC sebanyak 5,75, sedangkan nilai dari 12 anak mempunyai rerata dari 26,50 menjadi 23,83 dan mengalami penurunan skor ATEC yaitu 2,63.

4. Analisa Bivariat

Pengaruh pemberian terapi murottal surat Al-Mulk terhadap kualitas tingkah laku pada anak autis saat pretest dan postest.

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi kualitas tingkah laku pre-post test dengan terapi murottal (n=12).

Frekuensi Kualitas Tingkah Laku

Skor Pre test Post test

N % N %

Tidak masalah 8 4,0-24,0 8 4,0-32,0

Masalah sedang 6 4,0-40,0 7 4,0-32,0 Masalah ringan 5 8,0-36,0 5 4,0-28,0 Masalah Serius/Berat 6 4,0-32,0 5 4,0-36,0 Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel di atas, memiliki pre

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep
Tabel 4.1. Karakteristik responden di SLB N 01 Bantul Yogyakarta
Tabel 4.2. Distribusi data rerata hasil pre-test dan post-test dan uji
Tabel 4.2.

Referensi

Dokumen terkait

Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,

Saya sebagai mahasiswa program Studi D III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo, menyatakan bahwa saya mengadakan penelitian ini

Adalah mahasiswa Program Studi Keperawatan S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, sedang mengadakan penelitian tentang “Pengaruh dukungan keluarga

Saya Deby Rara Yolanda , NIM :70200113094 mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar, bermaksud mengadakan

Saya Meldy Enggelina Nenobanu (NIM 462012050) adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya

Autis sejauh ini memang belum bisa disembuhkan (not curable) tetapi masih bisa diterapi (treatable). Dari segi medis tidak ada obat untuk menyembuhkan gangguan fungsi otak yang

selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan dan menyusun Karya

Penelitian yang dilakukan 6 juga menunjukan bahwa terapi musik mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kemampuan bahasa pada anak autis yang diberikan terapi musik