• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Keluarga dalam Pencegahan dan Penanganan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Keluarga dalam Pencegahan dan Penanganan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Rina Wahyuni

NIM. 091101047

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

Jurusan : Keperawatan Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada anak di seluruh dunia, terutama balita. Diare merupakan buang air besar yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare dipengaruhi oleh perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan. Desain yang digunakan adalah deskriptif. Sampel dari penelitian ini adalah keluarga yang memilki balita usia 1-4 tahun yang menderita diare dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan, sebanyak 69 orang, dan metode sampling yang digunakan adalah

purposive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53 responden (76,8%) memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 54 responden (78,3%) memiliki sikap dalam kategori baik dan 57 responden (82,6%) memiliki tindakan dalam kategori baik. Dan dari hasil penelitian diperoleh 62 responden (89,9%) memiliki perilaku yang baik dan 7 responden (10,1%) mempunyai perilaku cukup. Dapat disimpulkan mayoritas responden memiliki perilaku yang baik dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita. Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi perawat di komunitas dalam melaksanakan program-program pendidikan kesehatan di masyarakat mengenai diare pada balita.

(4)

Study Program : Nursing

Academic Year : 2013

Abstract

Diarrhea is one of the main causes of mortality and morbidity in children, particularly children under five years old, throughout the world. Diarrhea constitutes abnormal defecate, indicated by the increase in volume, watery, and the frequency of more than three times a day with or without bloody mucus. The high rate of illness and death because of diarrhea is mostly influenced by family behavior in preventing and handling diarrhea. The objective of the study was to know the description of family behavior in preventing and handling diarrhea in the working area of Bromo Puskesmas, Medan. The research used descriptive design. The samples comprised 69 families who lived in the working area of Bromo Puskesmas, Medan and had one to four year-old children who were affected by diarrhea, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires. The result of the study showed that 53 respondents (76.8%) had knowledge in good category, 54 respondents (78.3%) had attitude in good category, and 57 respondents (82.6%) had action in good category. From the result of the study, it was found that 62 respondents (89.9%) had behavior in good category, and seven respondents (10.1%) had moderate behavior. It could be concluded that the majority of respondents had good behavior in preventing and handling diarrhea in children below five years old. This result of the study can be guidance for nurses in the community to carry out health education program in the community about diarrhea affected by children under five years old.

(5)

serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi ini yang berjudul “Perilaku Keluarga dalam Pencegahan dan Penanganan

Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo”. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan

mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu

Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu serta memberikan

arahan dan masukan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Yessi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I dan Siti

Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku dosen penguji II yang

telah memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas

(6)

telah memberikan izin penelitian dan memperlakukan penulis dengan

baik selama penelitian.

6. Para responden yang telah bersedia berpartisipasi selama proses

penelitian berlangsung.

7. Teristimewa kepada kedua orang tuaku ayahanda Azwir Tanjung dan

Ibunda Yulinar, yang menjadi motivasi terbesar dalam penyelesaian

skripsi ini, dan kepada adik-adikku tersayang Elna Putri dan Azi

Zulkarnain.

8. Anak-anak kos Gang Sarmin No. 15 tercinta, Kak Riza, Kak Dita, Ilda,

Nurhalimah, Yuhana, dan Mira yang merupakan kawan kuliah dan

kawan sekamar.

9. Teman-teman F.Kep stambuk 2009 tersayang. Kalian mengajarkan

banyak hal tentang pertemanan.

10.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan

namanya satu persatu yang telah banyak membantu penulis baik dalam

penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di

Fakultas Keperawatan USU.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkah dan karunia-Nya kepada semua

(7)

Medan, Juli 2013

(8)

Lembar Pengesahan Skripsi ...……….. ii

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 4

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

(9)

5. Instrumen Penelitian ... 31

6. Uji Instrumen……… ... 34

7. Pengumpulan Data ... 35

8. Analisa Data………... 36

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian...………... 37

2. Pembahasan……….. ... 41

3. Keterbatasan Peneliti ... 45

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan...………... 47

2. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ...……….. 48

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Anggaran Dana Penelitian 4. Jadwal Penelitian

5. Surat Izin Puskesmas

6. Lembar Persetujuan Uji Validitas 7. Uji Reliabilitas Instrumen

8. Tabel Distribusi Frekuensi Data Demografi 9. Tabel Distribusi Frekuensi Variabel

(10)

Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69) ………… 37

Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Bromo Medan (n=69)………... 39

Tabel 4 Distribusi frekuensi dan persentase sikap keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Bromo Medan (n=69) ……….. 39

Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase tindakan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Bromo Medan (n=69) ……… 40

Tabel 6 Distribusi frekuensi dan persentase perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare di wilayah kerja Puskesmas

(11)

Penanganan Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo

(12)

Jurusan : Keperawatan Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada anak di seluruh dunia, terutama balita. Diare merupakan buang air besar yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare dipengaruhi oleh perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan. Desain yang digunakan adalah deskriptif. Sampel dari penelitian ini adalah keluarga yang memilki balita usia 1-4 tahun yang menderita diare dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan, sebanyak 69 orang, dan metode sampling yang digunakan adalah

purposive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53 responden (76,8%) memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 54 responden (78,3%) memiliki sikap dalam kategori baik dan 57 responden (82,6%) memiliki tindakan dalam kategori baik. Dan dari hasil penelitian diperoleh 62 responden (89,9%) memiliki perilaku yang baik dan 7 responden (10,1%) mempunyai perilaku cukup. Dapat disimpulkan mayoritas responden memiliki perilaku yang baik dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita. Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi perawat di komunitas dalam melaksanakan program-program pendidikan kesehatan di masyarakat mengenai diare pada balita.

(13)

Study Program : Nursing

Academic Year : 2013

Abstract

Diarrhea is one of the main causes of mortality and morbidity in children, particularly children under five years old, throughout the world. Diarrhea constitutes abnormal defecate, indicated by the increase in volume, watery, and the frequency of more than three times a day with or without bloody mucus. The high rate of illness and death because of diarrhea is mostly influenced by family behavior in preventing and handling diarrhea. The objective of the study was to know the description of family behavior in preventing and handling diarrhea in the working area of Bromo Puskesmas, Medan. The research used descriptive design. The samples comprised 69 families who lived in the working area of Bromo Puskesmas, Medan and had one to four year-old children who were affected by diarrhea, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires. The result of the study showed that 53 respondents (76.8%) had knowledge in good category, 54 respondents (78.3%) had attitude in good category, and 57 respondents (82.6%) had action in good category. From the result of the study, it was found that 62 respondents (89.9%) had behavior in good category, and seven respondents (10.1%) had moderate behavior. It could be concluded that the majority of respondents had good behavior in preventing and handling diarrhea in children below five years old. This result of the study can be guidance for nurses in the community to carry out health education program in the community about diarrhea affected by children under five years old.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan frekuensi yang

meningkat, konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair dan peningkatan

jumlah tinja. Diare sering terjadi pada bayi dan balita, hal ini karena secara

fisiologis sistem pencernaan pada balita belum cukup matur (organ-organnya

belum matang), sehingga rentan terkena penyakit. Diare dapat disebabkan oleh

virus, bakteri atau parasit yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan juga

malabsorpsi serta alergi zat makanan tertentu (Mansjoer, 2005).

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia

terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya

angka kesakitan dan kematian akibat diare. Selain itu diare juga merupakan salah

satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia.

Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun

meninggal setiap tahunnya, sekitar 20 % meninggal karena infeksi diare.

Meskipun mortalitas dari diare dapat diturunkan dengan program rehidrasi/terapi

cairan namun angka kesakitannya masih tetap tinggi. Setiap tahun sekitar 2,5

miliar kejadian diare pada anak balita, dan hampir tidak ada perubahan dalam dua

dekade terakhir (Agtini, 2011).

Begitu juga di Indonesia, angka kematian diare masih tinggi terutama pada

bayi dan balita. Berdasarkan data SKRT 2001, angka kematian bayi sebesar 9 %

(15)

kematian bayi sebesar 9,1% dan angka kematian balita sebesar 15,3%. Angka ini

semakin meningkat pada tahun 2007 dimana dari hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) didapat data bahwa angka kematian bayi akibat diare sebesar 42%

dan angka kematian balita sebesar 25,2% dari semua penyebab kematian pada

bayi dan balita (Kemenkes, 2011).

Dan di provinsi Sumatera Utara, berdasarkan data dari dinas Kesehatan

Sumatera Utara, sepanjang bulan Januari hingga September 2012 terdapat

141.556 penderita diare, dan sebanyak 75.089 di antaranya merupakan anak usia

lima tahun ke bawah (Antara, 2012).

Anak usia dibawah lima tahun sangat rentan terkena diare karena anak

dalam kelompok umur ini mulai aktif bermain dan beresiko lebih besar terkena

infeksi. Dan penyakit diare ini bisa sangat berbahaya karena dapat menyebabkan

kematian. Kematian diakibatkan oleh kekurangan cairan yang banyak keluar

bersama tinja. Rehidrasi oral telah direkomendasikan untuk mengatasi kehilangan

cairan tersebut. Rehidrasi oral yang tersedia dapat berupa paket oralit (garam

rehidrasi oral), larutan gula garam dan minum lebih banyak. Pemberian rehidrasi

oral dapat dilakukan sebagai salah satu penatalaksanaan, sehingga dapat

mencegah terjadinya komplikasi yaitu dehidrasi dan gangguan gizi akibat diare

serta akan mempercepat penyembuhan (UNICEF & WHO, 2004).

Penatalaksanaan lain yang juga dapat dilakukan untuk menghindari komplikasi

adalah tetap memberikan makanan yang dianjurkan dengan porsi seperti biasa dan

(16)

Pada tahun 1970 dan 1980 adanya kesepakatan Internasional untuk

menurunkan angka kematian anak akibat diare menggunakan Oral Rehydration

Salts (ORS), merupakan solusi yang efektif dan harga terjangkau. WHO juga

menjelaskan dalam artikel “Joint Statement-Clinical Management of Acute

Diarrhoea” pada tahun 2004, bahwa selain diberi Oral Rehydration Salts (ORS)

anak yang menderita diare harus diberi suplemen zinc untuk mengurangi tingkat

keparahan diare. Hal ini juga disampaikan oleh Trivedi (2009) dalam

penelitiannya tentang efek suplemen zinc pada anak dengan diare akut, dengan

hasil efek suplemen zinc dapat mempercepat penyembuhan pada diare.

Oleh sebab itu, program pemberantasan penyakit diare memfokuskan

tujuan untuk mencegah kematian dan kesakitan karena diare, terutama pada balita.

Masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare dipengaruhi oleh

pengetahuan, sikap dan tindakan orang tua atau keluarga dalam memahami

penanganan maupun pencegahan terhadap penyakit diare.

Pengetahuan dan sikap yang baik dapat membentuk perilaku yang baik.

Perilaku dalam pencegahan dan penanganan diare dapat dimulai dari lingkup

keluarga. Seperti yang disampaikan Wulandari (2012) dalam penelitiannya bahwa

penanganan diare di rumah tangga merupakan upaya menekan angka kesakitan

diare pada anak balita. Karena menurut Friedman (1998), keluarga mempunyai

peran yang sangat penting dalam menentukan perilaku dari anggota keluarganya

yang sakit. Keluarga juga bersifat instrumental dalam memutuskan dimana

penanganan harus diberikan. Perilaku keluarga memegang peranan penting dalam

(17)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang ”Perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan penyakit diare

pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan”.

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut : “Bagaimana perilaku keluarga dalam pencegahan dan

penanganan penyakit diare pada anak balita di wiayah keja Puskemas Bromo

Medan”.

3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran perilaku

keluarga dalam pencegahan dan penanganan penyakit diare pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Bromo Medan.

3.2 Tujuan Khusus

3.2.1. Mengetahui pengetahuan keluarga dalam pencegahan dan penanganan

diare pada balita.

3.2.2. Mengetahui sikap keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada

balita.

3.2.3. Mengetahui tindakan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare

(18)

4. Manfaat Penelitian

4.1. Pendidikan Keperawatan

Sebagai bahan informasi yang digunakan untuk penerapan pendidikan

tentang pencegahan dan penanganan pada balita.

4.2. Praktek Keperawatan

Sebagai bahan tambahan yang menambah informasi tentang perilaku

keluarga dalam upaya pencegahan dan penanganan diare pada balita.

4.3. Penelitian Keperawatan

Menambah informasi dan data tambahan bagi penelitian selanjutnya

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Diare

1.1. Definisi diare

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau

tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta

frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan

atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2005).

Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan lama waktu diare yaitu diare

akut dan diare kronik. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang

meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat

mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu

(Suharyono, 2008). Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan

meningkatnya frekuansi defekasi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya

(durasi) sakit lebih dari 14 hari (Wong, 2008).

1.2. Etiologi

1.2.1. Faktor infeksi

Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis

mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada bayi dan anak. Penyebab itu

dapat digolongkan lagi ke dalam penyakit yang ditimbulkan oleh adanya virus,

bakteri, dan parasit usus.

Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah rotavirus (40% - 60%)

(20)

Minirotavirus. Virus dapat menyebabkan 40-60% dari semua penyakit diare pada bayi dan anak yang datang berobat ke rumah sakit, sedangkan untuk komunitas

sebesar 15%. Diare juga dapat disebabkan oleh bakteri. Bakteri-bakteri yang

dapat menyebabkan penyakit tersebut adalah Aeromonas hydrophila, Bacillus careus, Campylobacter jejuni, Clostrisium defficile, Clostridium perfringens, E.coli, Plesiomonas, Shigelloides, Salmonella spp, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica.

Sedangkan penyebab penyakit diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria philippinensis, Cryptosporodium, Entamoeba hystolitica, Giardia lambia, Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercoralis, dan Trichuris trichiura (Soegijanto, 2002).

1.2.2. Faktor non infeksi

Diare non infeksi yaitu penyakit diare yang disebabkan bukan oleh infeksi

kuman apapun, tetapi dapat disebabkan oleh alergi makanan (misalnya: protein,

susu atau produk susu), gangguan metabolik atau malabsorbsi (misalnya: pada

penyakit celiac, cystic fibrosis pada pankreas), iritasi langsung pada saluran

pencernaan oleh makanan, obat-obatan (misalnya antibiotik), penyakit usus

(seperti colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis), emosional atau stress, dan

obstruksi usus (Suriadi &Yuliani, 2006).

1.3. Patofisiologi

Patogenesa terjadinya diare yang disebabkan virus adalah sebagai berikut:

virus masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman setelah virus sampai

(21)

kerusakan jonjot-jonjot (fili) usus halus. Enterosit usus yang rusak diganti oleh

enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang,

sehingga fungsinya masih belum baik. Jonjot-jonjot usus mengalami atrofi dan

tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik, cairan dan makanan

yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus,

usus meningkatkan motilitasnya (hiperperistaltik) sehingga cairan beserta

makanan yang tak terserap akan didorong keluar usus melalui anus dan terjadilah

apa yang disebut diare (Soegijanto, 2002).

Bakteri penyebab diare dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu,

bakteri non infasif dan bakteri infasif. Yang termasuk bakteri noninfasif adalah:

Vibrio cholerae, E.coli patogen. Sedangkan golongan bakteri infasif adalah

Salmonella spp, Shigella spp, E. Coli infasif, dan E.coli hemorrhagic.

Terjadinya diare karena bakteri non infasif ( misalnya V. cholerae) adalah sebagai berikut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan

atau minuman. Di dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung,

namun bila jumlah bakteri cukup banyak, maka akan ada yang lolos sampai ke

dalam duodenum. Di dalam duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga

jumlahnya mencapai 100 juta koloni atau lebih per ml cairan usus halus. Dengan

memproduksi enzim mucinase bakteri berhasil mencairkan lapisan lendir yang,

menutupi permukaan sel epitel usus sehingga bakteri dapat masuk ke dalam

membran (dinding sel epitel). Di dalam membran bakteri akan mengeluarkan

toksin. sebagai akibat adanya rangsangan sekresi cairan dan hambatan absorpsi

(22)

Cairan ini akan menyebabkan dinding usus menggelembung dan tegang, dan

sebagai reaksi dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi

hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan ke bawah atau ke

usus besar. Dalam keadaan normal usus besar akan meningkatkan kemampuannya

untuk menyerap cairan yang bertambah banyak, tentu saja ada batasnya. Bila

jumlah cairan meningkat sampai dengan 4500 ml (4,5 liter), masih belum terjadi

diare, tetapi bila jumlah tersebut melampaui kapasitasnya untuk menyerap, maka

akan terjadi diare. Jadi diare ini sebenarnya merupakan proses fisiologis tubuh

untuk mengeluarkan cairan yang berlebih di dalam lumen usus, sama seperti

halnya dengan terjadinya proses batuk, bersin, dan sebagainya. Toksin V. cholerae

dapat bertahan didalam tubuh sampai 36-72 jam dan masih tetap menyebabkan

diare walaupun kumannya telah mati. Diare karena kolera ini dapat berlangsung

sangat cepat sehingga kehilangan cairan dapat mencapai 5-10 liter sehari.

Patogenesa terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, E. Coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh V. cholera, tetapi prinsipnya hampir sama.

Bedanya bakteri Salmonella dan Shigella dapat mengadakan invasi (menembusa)

sel mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik (demam,

kram perut, dan sebagainya). Toksin Shigella spp juga dapat masuk ke dalam

serabut saraf otak dan juga menebabkan kejang. Diare oleh Salmonella dan

Shigella sering juga menyebabkan adanya darah dalam tinja, suatu keadaan yang

(23)

1.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari diare yaitu sering buang air besar dengan

konsistensi tinja cair atau encer, terdapat tanda dan gejala dehidrasi (turgor kulit

jelek/ elastisitas kulit menurun, ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa

kering), keram abdominal, demam, mual dan muntah, anoreksia, lemah, pucat,

perubahan tanda-tanda vital (nadi dan pernafasan cepat), menurun atau tidak ada

pengeluaran urine (Suriadi &Yuliani, 2006).

1.5. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya diare ada 2, yaitu faktor perilaku dan faktor

lingkungan. Faktor perilaku antara lain tidak memberikan ASI (ASI esklusif),

memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini akan mempercepat bayi

kontak terhadap kuman, menggunakan botol susu terbukti meningkatkan resiko

terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu, tidak

menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/ makan,

setelah BAB, dan setelah membersihkan BAB anak, serta penyimpanan makanan

yang tidak higienis. Sedangkan faktor lingkungan dapat disebabkan karena

ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan MCK,

kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.

Disamping faktor resiko tersebut, ada beberapa faktor dari penderita yang

dapat meningkatkan kecenderungan untuk terkena diare antara lain adalah kurang

gizi/malnutrisi terutama anak dengan gizi buruk, penyakit immunodefisiensi dan

(24)

1.6. Dehidrasi

Dehidrasi adalah kehilangan cairan dari jaringan tubuh yang berlebihan

(Muscari, 2005). Kehilangan cairan akibat diare akut dapat bersifat ringan/sedang

atau berat. Dehidrasi diklasifikasikan menjadi 3 derajat dehidrasi, yaitu tanpa

dehidrasi, dehidrasi ringan/sedang dan dehidrasi berat.

Dikategotikan diare tanpa dehidrasi apabila sadar, mata tidak cekung,

normal/ mau minum, turgor kulit kembali segera. Dehidrasi ringan/ sedang

apabila gelisah/ rewel, mata cekung, ingin minum terus, turgor kulit kembali

lambat. Sedangkan dehidrasi berat apabila terdapat tanda-tanda letargis atau tidak

sadar, mata cekung, malas/ tidak ingin minum, dan turgor kulit kembali sangat

lambat (Depkes, 2011).

1.7. Pencegahan

Tugas penting petugas kesehatan membantu mencegah diare dengan

meyakinkan dan membantu anggota masyarakat, menerima tindakan pencegahan

tertentu dan terus mempraktekkannya. Petugas kesehatan dapat mengajarkan,

mendorong dan memberikan contoh yang baik untuk mempengaruhi anggota

masyarakat menerima praktek pencegahan ini. Kegiatan pencegahan penyakit

diare yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1.7.1. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan

tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara

optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai

(25)

formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat

terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau

makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya

bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Bayi harus disusui

secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya,

pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain

(proses menyapih).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya

antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan

terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh

mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian

ASI yang disertai dengan susu botol. Ibu seharusnya terus memberikan air susu

ibu sewaktu bayinya sakit dan setelah sakit. Hal ini sangat penting, jika bayi

menderita diare.

1.7.2. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap

mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan

pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan

bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

Ada beberapa cara untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping

ASI, yaitu perkenalkan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan teruskan

pemberian ASI, tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau

(26)

berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, tambahkan minyak, lemak

dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil

olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran

berwarna hijau ke dalam makanannya.

1.7.3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fekal-Oral.

Kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,

minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,

makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih

mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang

tidak mendapatkan air bersih.

Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai

dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Yang harus diperhatikan oleh

keluarga adalah ambil air dari sumber air yang bersih, simpan air dalam tempat

yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air, jaga

sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak, minum air

yang sudah matang (dimasak sampai mendidih), dan cuci semua peralatan masak

dan peralatan makan dengan air yang bersih.

1.7.4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting

(27)

sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, dapat

menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%.

1.7.5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan

jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit

diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan

keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga

adalah keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai

oleh seluruh anggota keluarga, bersihkan jamban secara teratur, dan gunakan alas

kaki bila akan buang air besar.

1.7.6. Membuang Tinja Anak Dengan Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini

tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan

orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. Yang harus diperhatikan

oleh keluarga adalah kumpulkan segera tinja anak dan buang di jamban, bantu

anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya, bila

tidak ada jamban pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau

di kebun kemudian ditimbun, dan bersihkan dengan benar setelah buang air besar

dan cuci tangan dengan sabun.

1.7.7. Pemberian Imunisasi Campak

Campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang

(28)

dan ditemukan spesifik enantem (koplik”s spot), diikuti oleh erupsi

makulopapular yang menyeluruh. Bahaya penyulit penyakit campak di kemudian

hari adalah kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca

campak (Ranuh, dkk 2002).

Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan

kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung

selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: anak berumur

lebih dari 1 tahun, anak yang tidak mendapatkan imunisasi, remaja dan dewasa

muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua. Oleh karena itu berilah

imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan (Kemenkes, 2011).

1.8. Penanganan

Penyakit diare dapat mengakibatkan kematian bila dehidrasi tidak diatasi

dengan baik dan dapat mencetuskan gangguan pertumbuhan (kurang gizi) bila

tidak diberikan terapi gizi yang adekuat. Menurut Kementerian Kesehatan RI, ada

5 langkah penanganan untuk penyakit diare yang disingkat dengan Lintas Diare

(Lima Langkah Tuntaskan Diare). Lintas Diare adalah sebagai berikut.

1.8.1. Rehidrasi

Rehidrasi dilakukan untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang.

Rehidrasi dilakukan dengan memberikan cairan tambahan yaitu oralit dan cairan

rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Bila pasien keadaan

umumnya baik dan tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat dicapai

(29)

banyak dengan dehidrasi, maka beri cairan intavena atau rehidrasi oral dengan

cairan isotonik yang mengandung elektrolit dan gula.

Pada keadaan tanpa dehidrasi, rehidrasi dapat dilakukan dengan

menggunakan prinsip penanganan diare di rumah, yaitu memberikan cairan

tambahan sebanyak anak mau. Pemberian cairan tambahan dilakukan dengan cara

memberi ASI lebih sering dan lebih lama, jika anak memperoleh ASI eksklusif

berikan oralit atau air matang sebagai tambahan. Dan jika anak tidak memperoleh

ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan seperti oralit, larutan gula garam, cairan

rumah tangga (kuah sayur, air tajin) atau air matang.

Banyak cairan tambahan yang harus diberikan sebagai tambahan bagi

kebutuhan cairannya sehari-hari yaitu dibawah umur 1 tahun diberikan 50 sampai

100 ml (¼ - ½ gelas) setiap kali BAB. Sedangkan pada umur 1 sampai 5 tahun

diberikan 100 sampai 200 ml (½ - 1 gelas) setiap kali BAB. Anjurkan untuk

minum sedikit demi sedikit tapi sering, jika anak muntah tunggu 10 menit

kemudian lanjutkan lagi lebih lambat dan anjutkan pemberian cairan tambahan

sampai diare berhenti.

Larutan oralit dapat dibuat dengan mencampurkan satu bungkus oralit ke

dalam satu gelas air minum (200 cc), kemudian aduk cairan oralit sampai larut.

Sedangkan Larutan gula garam dapat dibuat sendiri oleh keluarga dengan

mencampurkan 1 sendok teh gula pasir dan seperempat sendok teh garam dapur

(30)

1.8.2. Berikan obat Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc

dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana

ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel

usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami

kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan

tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi

volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan

berikutnya (Black, 2003). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi

Zinc segera saat anak mengalami diare. Cara pemberian tablet zinc yaitu dengan

melarutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI. Dosis pemberian

Zinc pada balita untuk umur < 6 bulan diberikan ½ tablet ( 10 Mg ) per hari

selama 10 hari. Sedangkan umur > 6 bulan diberikan 1 tablet ( 20 mg) per hari

selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah

berhenti.

1.8.3. Pemberian Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada

penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri

ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.

Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan

(31)

sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra

diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

1.8.4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian

diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat

pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis) dan suspek

kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang

menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di

anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun

meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping

yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti

diare disebabkan oleh parasit (Kemenkes, 2011).

2. Keluarga

2.1. Definisi keluarga

Definisi keluarga menurut Friedman (1998) adalah kumpulan dua orang

atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan

individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.

Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat

yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan

(32)

2.2. Karakteristik keluarga

Keluarga terdiri dari beberapa karakteristik yaitu merupakan kumpulan

individu yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan/ hubungan darah atau

adopsi;tinggal dalam satu rumah bersama; mengadakan interaksi dan komunikasi

melalui peran sosial yang dijalankannya; mempertahankan budaya.

2.3.Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas

di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Tugas keluarga dalam

bidang kesehatan menurut Freeman (1981 dalam Suprajitno, 2004) yaitu

mengenal masalah kesehatan keluarga dimana orang tua perlu mengenal keadaan

kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga walaupun

perubahan tersebut sedikit, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi

keluarga, merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi

lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan memanfaatkan

fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.

3. Perilaku

3.1. Definisi Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Menurut skiner (1938 dalam Notoatmodjo,

2007) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons

atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk

respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

(33)

Perilaku tertutup merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang

yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang

lain. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat

diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2007).

3.2.Klasifikasi perilaku

Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan menurut Becker

(1979 dalam Notoatmodjo, 2007) yaitu perilaku hidup sehat, perilaku sakit dan

perilaku peran sakit. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan

dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatannya. Sedangkan perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap

sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan

gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya. Dan perilaku peran sakit

yaitu peran yang mencakup hak dan kewajiban sebagai orang sakit. Perilaku ini

meliputi tindakan memperoleh kesembuhan, mengenal/ mengetahui fasilitas atau

sarana pelayanan, mengetahui hak dan kewajiban orang sakit.

3.3. Domain Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus

atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon

(34)

bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang

berbeda terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan karakteristik orang yang bersangkutan, yang

bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin,

dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal, yaitu lingkungan baik lingkungan

fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini

sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang

(Notoatmodjo, 2007).

3.4.Bentuk Operasional Perilaku

Perilaku manusia sangat kompleks, dan mempunyai bentangan yang

sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi

perilaku manusia ke dalam tiga bentuk, ranah atau kawasan yakni: kognitif,

afektif, psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk

pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Menurut Bloom (dalam Notoatmodjo, 2003) bentuk operasional dari pada

perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu perilaku dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu

dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Perilaku dalam bentuk sikap

merupakan tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam

hal ini lingkungan berperan dalam membentuk perilaku manusia yang ada

didalamnya. Sedangkan perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit,

(35)

3.5.Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan.

3.5.1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur hal ini antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

3.5.2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpresikan materi tersebut

secara benar. Kata kerja untuk mengukur pemahaman seseorang antara lain

menjelaskan, menyimpulkan, dan sebagainya.

3.5.3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

(36)

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

3.5.4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

3.5.5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

3.5.6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

3.6.Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang

terhadap suatu stitulus atau objek. Newbomb, salah seorang ahli psikologis sosial,

menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,

(37)

reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan.

3.6.1. Menerima (receiving)

Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan.

3.6.2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3.6.3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

3.6.4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawa atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

3.7.Tindakan dan praktek

Tingkatan perilaku praktek (psikomotorik) menurut Simpson adalah

sebagai berikut.

3.7.1. Persepsi

Persepsi yaitu kemampuan masyarakat untuk memperlihatkan kesadaran

sensorik terhadap objek atau isyarat yang berhubungan dengan tugas yang akan

(38)

proses dengan memperhatikan semua langkah atau teknik yang akan dilakukan

dalam sebuah proses.

3.7.2. Pengaturan

Pengaturan yaitu kemampuan individu untuk memperlihatkan kesiapannya

dalam melakukan suatu tindakan, misalnya mengikuti perintah, dengan

menyatakan kesediaan, menyimak dengan indera, atau bahasa tubuh yang

mendukung suatu tindakan motorik.

3.7.3. Respon terkendali

Respon terkendali yaitu kemampuan individu untuk mengeluarkan tenaga

melalui tindakan yang dapat diamati. Tindakan ini dilakukan secara sadar untuk

meniru perilaku, biasanya masih dilakukan di bawah bimbingan instruktur atau

penyuluh kesehatan.

3.7.4. Mekanisme

Mekanisme adalah kemampuan individu untuk mengulangi

langkah-langkah pada suatu keterampilan yang diinginkan dengan tingkat percaya diri

tertentu. Pada tahap ini masyarakat menunjukkan bahwa penguasaannya sudah

sampai pada tahap tertentu beberapa atau semua aspek dari sebuah proses sudah

menjadi kebiasaan.

3.7.5. Respon kompleks

Respon kompeks yaitu kemampuan individu secara otomatis untuk

melakukan tindakan motorik yang rumit dengan bebas dan dengan sangat mahir.

Setiap tahapan sudah benar-benar hapal sehingga tanpa merasa ragu dan tanpa

(39)

3.7.6. Adaptasi

Adaptasi adalah kemampuan individu untuk melakukan modifikasi atau

adaptasi dalam proses motorik agar sesuai dengan situasi tertentu atau situasi yang

beragam, yang menunjukkan bahwa dia menguasai gerakan yang sangat unik

yang dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi.

3.7.7. Keaslian

Keaslian yaitu kemampuan individu untuk menciptakan tindakan motorik

baru, misanya cara baru untuk memanipulasi objek atau materi, yang terbentuk

karena pemahaman terhadap suatu keterampilan dan kemampuannya melakukan

(40)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan penyakit

diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan. Perilaku

dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tindakan. Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka

kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut.

Skema 1. Kerangka konseptual perilaku keluarga dalam pencegahan dan

penanganan penyakit diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas

(41)

2. Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian ini akan dijabarkan pada tabel 1 di bawah

ini.

Tabel 1. Tabel definisi operasional instrumen penelitian

No Variabel Defenisi

Operasional

1. Pengetahuan Semua informasi yang diketahui

2. Sikap Respon/perasaan

keluarga

(42)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

yang bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku keluarga dalam pencegahan dan

penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan.

2. Populasi dan Sampel

2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia 1-4

tahun yang menderita diare dan bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas

Bromo Medan. Berdasarkan hasil survei awal, didapatkan data dari Dinas

Kesehatan Kota Medan banyaknya anak balita usia 1-4 tahun yang menderita

diare pada bulan Januari sampai Oktober 2012 adalah 462 orang.

2.2.Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sampel

pada penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi yaitu keluarga yang memiliki

hubungan darah dan tinggal bersama dengan anak balita (ayah, ibu, kakek atau

nenek) yang pernah menderita diare di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan,

dan bersedia untuk menjadi responden penelitian dengan memberikan persetujuan

(43)

Teknik pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik

purposive sampling, dimana pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang ada sangkut pautnya dengan penelitian

(Nursalam, 2003).

Menurut Arikunto (2006), jika jumlah subjeknya lebih besar dari 100

maka dapat diambil antara 10 – 15 % atau 20 – 25 % dari total populasi. Semakin

besar sampel yang dipergunakan semakin baik dan representasif hasil yang

diperoleh (Polit dan Hungler, 1993 dalam setiadi 2007). Besarnya pengambilan

sampel juga berdasarkan pertimbangan peneliti terkait waktu, dan, dan tenaga.

Maka, besarnya sampel yang peneliti ambil adalah 15 % dari populasi yaitu

sebanyak 69 orang.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan

pada bulan 23 Maret sampai 24 April 2013. Alasan peneliti memilih wilayah kerja

Puskesmas Bromo Medan sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu

daerah yang memiliki jumlah pasien diare pada balita terbanyak di kota Medan.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari

Fakultas Keperawatan USU dan Kepala Puskesmas Bromo. Sebelum peneliti

melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti memberi penjelasan kepada

responden tentang tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilaksanakan dan

(44)

dan tidak dipergunakan dalam hal yang merugikan responden serta hanya akan

digunakan untuk penelitian. Calon responden yang bersedia menandatangani surat

persetujuan, tetapi jika tidak bersedia maka calon responden berhak untuk

menolak dan mengundurkan diri.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu kuisioner karakteristik

responden dan kuisioner perilaku. Kuesioner perilaku disusun sendiri oleh peneliti

berdasarkan tinjauan pustaka. Kuesioner ini berisikan pernyataan yang terdiri dari

3 bagian yaitu kuisioner pengetahuan, kuisioner sikap, dan kuisioner tindakan.

5.1. Kuesioner Karakteristik Responden

Kuesioner karakteristrik responden meliputi nama responden (inisial),

usia responden, usia anak, suku, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

5.2. Kuesioner Pengetahuan

Kuesioner pengetahuan dibuat dengan menggunakan skala Guttman. Skala

ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan

jawaban dari pertanyaan atau pernyataan: ya dan tidak, positif dan negatif, setuju

dan tidak setuju, benar dan salah. Skala Guttman ini pada umumnya dibuat

seperti checklist dengan interpretasi penilaian (Hidayat,2009).

Kuesioner ini terdiri dari 16 pernyataan, dengan 14 pernyataan positif dan

2 pernyataan negatif. Pernyataan no. 1 mengenai definisi diare. Pernyataan no. 2,

3 mengenai etiologi dari diare. Pernyataan no 4 mengenai dehidrasi. Pernyataan

no.5 sampai no.11 mengenai pencegahan diare. Pernyataan no.12 sampai no.16

(45)

Penilaian dengan Skala Guttman dengan cara menetapkan bobot jawaban

terhadap tiap-tiap item yaitu pilihan jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban

salah diberi skor 0. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai

tertinggi adalah 16.

Berdasarkan rumus statistik : P = Rentang Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah dimana rentang kelas sebesar 16 dan banyak kelas 3 yaitu

baik, cukup dan kurang, sehingga diperoleh P=6. Kisaran nilai antara 0 sampai 16,

maka pengetahuan keluarga akan diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yakni:

kurang (skor 0-5), cukup (skor 6-11) dan baik (skor12-16).

5.3. Kuesioner Sikap

Instrumen penelitian tentang sikap keluarga dalam pencegahan dan

penanganan diare terdiri dari 12 pernyataan, dengan 7 pernyataan positif dan 5

pernyataan negatif. Pernyataan no.1 sampai dengan no.6 mengenai pencegahan

diare pada balita. Pernyataan no.7 sampai no.12 mengenai penanganan diare pada

balita. Kuesioner sikap dibuat dengan menggunakan skala Likert dengan jawaban

sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).

Penilaian menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item pernyataan positif

yaitu pilihan jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 4, setuju (S) siberi skor 3,

tidak setuju (TS) diberi skor 2 dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1. Dan

penilaian sebaliknya untuk pernyataan yang negatif. Nilai terendah yang mungkin

(46)

Berdasarkan rumus statistika : P = rentang Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah dimana rentang kelas sebesar 36 dan banyak kelas 3 yaitu

baik, cukup dan kurang, sehingga diperoleh P= 12. Kisaran nilai antara 12 sampai

48, maka sikap keluarga akan diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yakni :

kurang (skor 12-24), cukup (skor 25-36) dan baik (skor 37-48).

5.4.Kuesioner Tindakan

Instrumen penelitian tindakan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare

yang terdiri dari 16 pernyataan positif. Pernyataan no.1 sampai no.8 mengenai

pencegahan diare dan pernyataan no.9 sampai no.16 mengenai penanganan diare

pada balita. Kuesioner tindakan ini dibuat dengan menggunakan skala Guttman

dengan jawaban ya dan tidak. Penilaian dengan Skala Guttman dengan cara

menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yaitu pilihan jawaban benar

diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Nilai terendah yang mungkin

dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 16.

Berdasarkan rumus statistika : P = rentang Banyak kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah dimana rentang kelas sebesar 16 dan banyak kelas 3 yaitu

baik, cukup dan kurang, sehingga diperoleh P=6. Kisaran nilai antara 0 sampai 16,

maka tindakan keluarga akan diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yakni:

(47)

5.5 Perilaku

Instrumen perilaku diperoleh dari instrumen pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Hasil ukur perilaku diperoleh dari penjumlahan skor tertinggi dari instrumen

pengetahuan, sikap, tindakan dikurang dengan skor terendah dari pengetahuan,

sikap, tindakan. Skor tertinggi dari pengetahuan, sikap, dan tindakan

masing-masing adalah 16, 48, 16, dan jumlah skor tertinggi ini adalah 80. Skor terendah

dari instrumen pengetahuan, sikap, dan tindakan adalah 0,12, 0, dan jumlah skor

terendah ini adalah 12. Berdasarkan perhitungan diatas maka diperoleh skor

perilaku adalah 68.

Berdasarkan rumus statistika : P = rentang Banyak kelas

P merupakan panjang kelas dengan rentang kelas sebesar 68 dan banyak

kelas 3 yaitu baik, cukup dan kurang, sehingga diperoleh P= 23. Kisaran nilai

antara 12 sampai 80, maka perilaku keluarga akan diklasifikasikan kedalam 3

(tiga) kategori yakni: kurang (skor 12-34), cukup (skor 35-57) dan baik (skor

58-80).

6. Uji Instrumen

6.1. Uji Validitas

Kuisioner yang dibuat oleh peneliti sudah dilakukan uji validitas dan

reabilitas. Uji validitas yang dilakukan oleh peneliti adalah uji validitas isi.

Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrumen dengan baik

mewakili karakteristik yang dikaji. Penilaian uji validitas didasarkan pada

(48)

6.2.Uji Reabilitas

Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk

mengetahui konsistensi dari instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian

selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Dalam penelitian ini dilakukan uji

reliabilitas internal yaitu pembagian instrumen penelitian hanya satu kali dengan

satu bentuk instrumen yang diuji cobakan kepada 30 responden yang memenuhi

kriteria. Uji ini diadakan di daerah Medan Area. Uji reliabilitas untuk instrumen

dianalisi menggunakan rumus Kuder Richardson (KR) 21 dan cronbach alpha. Kuder Richardson (KR) 21 digunakan pada instrumen pengetahuan dan tindakan

karena kuesioner tersebut menggunakan skala guttman dengan jumlah soal genap.

Dan Cronbach alpha digunakan pada kuesioner sikap karena kuesioner ini

menggunakan skala bertingkat/likert (Arikunto, 2006). Hasil yang diperoleh pada

instrumen pengetahuan adalah 0,814 dan tindakan 0,769, sedangkan instrumen

sikap telah dilakukan rumus Alpha dengan hasil 0,756.Suatu instrumen dikatakan

sudah reliabel jika nilai reabilitasnya lebih dari 0,70 (Polit & Hungler, 1995).

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa prosedur yaitu peneliti akan

mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada institusi

pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kepala Dinas

Kesehatan, dan kepala Puskesmas Bromo. Setelah mendapatkan izin maka

dilakukan pengumpulan data. Peneliti melalukan pengumpulan data dengan

menunggu pasien di puskesmas dan posyandu. Kemudian peneliti menentukan

(49)

telah menemukan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan,

manfaat penelitian serta proses pengisian kuesioner. Kemudian calon responden

yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden

dalam penelitian ini. Responden yang bersedia diminta untuk mengisi kuesioner

yang diberikan peneliti selama ± 15 menit. Responden diberikan kesempatan

bertanya selama pengisian kuesioner tentang hal yang tidak dimengerti

sehubungan dengan pernyataan yang ada dalam kuesioner. Setelah responden

mengisi seluruh kuesioner penelitian, peneliti terlebih dahulu memeriksa

kelengkapan jawaban responden sesuai dengan pertanyaan kuesioner kemudian

seluruh data dikumpulkan untuk dianalisis.

8. Analisis Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti melakukan

pengolahan data atau analisa data. Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap

yang dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah disi, dilanjutkan dengan

memberikan kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data,

dan selanjutnya data tersebut dianalisa dengan program aplikasi komputer. Data

yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi

(Arikunto,2006). Hasil analisa data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi untuk melihat gambaran perilaku keluarga dalam pencegahan dan

(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perilaku

keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Bromo Medan. Penelitian telah dilakukan pada 23 Maret - 24 April

2013 di wilayah kerja Puskesmas Bromo.

1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan dijabarkan mengenai deskripsi karakteristik

responden dan gambaran perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan

diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan. Gambaran perilaku

diuraikan dalam 3 variabel, yaitu pengetahuan, sikap, tindakan.

1.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden mencakup, usia, usia anak, suku,

pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berada pada rentang usia 25-29 tahun sebanyak 21 responden (30,4%);

sebagian besar anak responden berusia 2 tahun yaitu sebanyak 26 responden

(37,7%); responden paling banyak adalah yang bersuku batak dengan jumlah

responden yaitu 23 orang (33,3%); sebagian besar tingkat pendidikan terakhir

responden adalah SMA yaitu sebanyak 42 orang (60,9%); mayoritas pekerjaan

responden adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 54 orang (78,3%); dan

penghasilan keluarga responden yang terbesar adalah diatas Rp 1.305.000 yaitu

sebanyak 36 orang (52,2%). Untuk lebih menjelaskan hasil penelitian mengenai

(51)

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)

(52)

1.2 Pengetahuan Responden

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Pengetahuan baik

Pengetahuan responden penelitian mengenai pencegahan dan penanganan

diare pada balita dinilai berdasarkan kemampuan responden dalam menjawab

pernyataan kuisioner yang meliputi 16 bagian pernyataan. Pengetahuan responden

mengenai pencegahan dan penanganan diare pada balita dikatagorikan menjadi 3

katagori yaitu: baik, cukup, kurang. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 53

responden (76,8%).

1.3 Sikap Responden

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase sikap keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)

Tingkat Sikap Frekuensi Persentase (%)

Sikap baik

Sikap responden penelitian mengenai pencegahan dan penanganan diare

(53)

yang meliputi 12 bagian pernyataan. Sikap responden mengenai pencegahan dan

penanganan diare pada balita dikatagorikan menjadi 3 katagori yaitu: baik, cukup

dan kurang. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki sikap baik yaitu sebanyak 54 responden (78,3%).

1.4 Tindakan Responden

Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase tindakan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)

Tingkat Tindakan Frekuensi Persentase (%)

Tindakan baik Tindakan Cukup

57 12

82,6 17,4

Tindakan Kurang - -

Total 69 100

Tindakan responden penelitian mengenai pencegahan dan penanganan

diare pada balita berdasarkan kemampuan responden menjawab kuisioner dengan

benar yang meliputi 16 bagian pernyataan. Tindakan responden mengenai

pencegahan dan penanganan diare pada balita dikatagorikan menjadi 3 katagori

yaitu: baik, cukup dan kurang. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar responden memiliki tindakan baik yaitu sebanyak 57 responden

(54)

1.5 Perilaku Responden

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)

Perilaku Frekuensi Persentase (%)

- Baik 62 89,9

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang memilki

perilaku dalam kategori baik yaitu sebanyak 62 orang (89,9%).

2. Pembahasan

2.1. Gambaran Pengetahuan keluarga dalam pencegahan dan penanganan

diare pada balita

Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003) .

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas responden

mempunyai pengetahuan yang baik tentang pencegahan dan penanganan diare.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noverica (2011) di

Kecamatan Medan Sunggal dimana sebagian besar responden (67%) memiliki

pengetahuan baik tentang tatalaksana diare pada balita. Namun, hal ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Fediani (2012) dimana sebagian besar

responden memiliki pengetahuan sedang mengenai diare pada balita.

Berdasarkan data demografi diperoleh bahwa sebagian besar responden

(55)

pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor usia. Semakin tua usia

seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik. Selain

itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Maka dapat disimpulkan bahwa

bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan

yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia

lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Surachman (2011) bahwa umur memiliki

pengaruh dalam penanganan diare pada balita.

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas pengetahuan responden berada

kategori baik. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana

sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA (60,9%). Hal ini

sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2003) yang menyebutkan bahwa

pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang

akan semakin mudah orang tersebut untuk menerima dan menganalisa informasi.

Hal ini sesuai dengan penelitian Kasman (2009) yang menyatakan bahwa ada

hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita.

Seseorang dengan pendidikan tinggi maka akan cenderung untuk mendapatkan

informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak

informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang

kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana

(56)

semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi

juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek

yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan

menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek

positif dari objek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap semakin positif

terhadap objek tersebut.

2.2. Sikap keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup

(Notoatmodjo,2007). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian

besar responden memiliki sikap dalam kategori baik sebanyak 54 orang (78,3%).

Hali ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Malikhah (2012) dimana

sebagian besar ibu memiliki sikap yang favorable (mendukung) terhadap pencegahan dan penanggulangan secara dini kejadian diare pada balita. Namun,

hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anita (2012) di

Kelurahan Tegal Sari Mandala Medan, dimana sebagian besar sikap responden

(70%) masuk dalam kategori sedang tentang penanganan awal diare pada balita.

Hasil penelitian yangberbeda dalam pencegahan dan penanganan diare ini,

Gambar

Tabel 1. Tabel definisi operasional instrumen penelitian
Tabel 2.   Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden di wilayah   kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)
Tabel 3.   Distribusi frekuensi dan persentase  pengetahuan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan  (n=69)
Tabel 5.   Distribusi frekuensi dan persentase tindakan  keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan  (n=69)

Referensi

Dokumen terkait

Secara retrospektif, mungkin terdapat fase prodromal dengan gejala-gejala dan perilaku kehilangan minat dalam bekerja, adalam aktivitas (pergaulan) sosial, penelantaran

Peran sebagai Mu’addib menjadi tanggung jawab yang besar, karena apa yang harus dilakukan guru tidak hanya sebatas memahamkan mengenai pendidikan akhlak, namun

 Ceiling ekspos pipa AC Cassette LG LTC-186ELE Ex.. Berdasarkan pada keterangan diatas gambar ceiling Studio alternatif 1 mampu menghasilkan bentuk yang unik sesuai

[r]

Berdasarkan hasil analisia univariat pada tabel 2 disamping menunjukkan bahwa lovestyle remaja lebih banyak dengan tipe ludus (33%) dan storge (29%), mempunyai sikap seksual

Related to the background of the study and reason for choosing the topic above, the researcher formulates the research question as follow: Was Chinese whisper

Di dalam tulisan skripsi ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi representasi budaya organisasi pada anggota AIESEC Local Committee UNS, dimensi

6.1.1 Strategi Peningkatan Kualitas Kehidupan