SKRIPSI
Oleh:
Rina Wahyuni
NIM. 091101047
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Jurusan : Keperawatan Tahun Akademik : 2013
Abstrak
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada anak di seluruh dunia, terutama balita. Diare merupakan buang air besar yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare dipengaruhi oleh perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan. Desain yang digunakan adalah deskriptif. Sampel dari penelitian ini adalah keluarga yang memilki balita usia 1-4 tahun yang menderita diare dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan, sebanyak 69 orang, dan metode sampling yang digunakan adalah
purposive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53 responden (76,8%) memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 54 responden (78,3%) memiliki sikap dalam kategori baik dan 57 responden (82,6%) memiliki tindakan dalam kategori baik. Dan dari hasil penelitian diperoleh 62 responden (89,9%) memiliki perilaku yang baik dan 7 responden (10,1%) mempunyai perilaku cukup. Dapat disimpulkan mayoritas responden memiliki perilaku yang baik dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita. Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi perawat di komunitas dalam melaksanakan program-program pendidikan kesehatan di masyarakat mengenai diare pada balita.
Study Program : Nursing
Academic Year : 2013
Abstract
Diarrhea is one of the main causes of mortality and morbidity in children, particularly children under five years old, throughout the world. Diarrhea constitutes abnormal defecate, indicated by the increase in volume, watery, and the frequency of more than three times a day with or without bloody mucus. The high rate of illness and death because of diarrhea is mostly influenced by family behavior in preventing and handling diarrhea. The objective of the study was to know the description of family behavior in preventing and handling diarrhea in the working area of Bromo Puskesmas, Medan. The research used descriptive design. The samples comprised 69 families who lived in the working area of Bromo Puskesmas, Medan and had one to four year-old children who were affected by diarrhea, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires. The result of the study showed that 53 respondents (76.8%) had knowledge in good category, 54 respondents (78.3%) had attitude in good category, and 57 respondents (82.6%) had action in good category. From the result of the study, it was found that 62 respondents (89.9%) had behavior in good category, and seven respondents (10.1%) had moderate behavior. It could be concluded that the majority of respondents had good behavior in preventing and handling diarrhea in children below five years old. This result of the study can be guidance for nurses in the community to carry out health education program in the community about diarrhea affected by children under five years old.
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini yang berjudul “Perilaku Keluarga dalam Pencegahan dan Penanganan
Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan
mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Medan.
Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu
Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu serta memberikan
arahan dan masukan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Yessi Ariani, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I dan Siti
Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku dosen penguji II yang
telah memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas
telah memberikan izin penelitian dan memperlakukan penulis dengan
baik selama penelitian.
6. Para responden yang telah bersedia berpartisipasi selama proses
penelitian berlangsung.
7. Teristimewa kepada kedua orang tuaku ayahanda Azwir Tanjung dan
Ibunda Yulinar, yang menjadi motivasi terbesar dalam penyelesaian
skripsi ini, dan kepada adik-adikku tersayang Elna Putri dan Azi
Zulkarnain.
8. Anak-anak kos Gang Sarmin No. 15 tercinta, Kak Riza, Kak Dita, Ilda,
Nurhalimah, Yuhana, dan Mira yang merupakan kawan kuliah dan
kawan sekamar.
9. Teman-teman F.Kep stambuk 2009 tersayang. Kalian mengajarkan
banyak hal tentang pertemanan.
10.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu yang telah banyak membantu penulis baik dalam
penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di
Fakultas Keperawatan USU.
Semoga Allah SWT melimpahkan berkah dan karunia-Nya kepada semua
Medan, Juli 2013
Lembar Pengesahan Skripsi ...……….. ii
BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Pertanyaan Penelitian ... 4
3. Tujuan Penelitian ... 4
4. Manfaat Penelitian ... 4
5. Instrumen Penelitian ... 31
6. Uji Instrumen……… ... 34
7. Pengumpulan Data ... 35
8. Analisa Data………... 36
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian...………... 37
2. Pembahasan……….. ... 41
3. Keterbatasan Peneliti ... 45
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan...………... 47
2. Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ...……….. 48
LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Instrumen Penelitian
3. Anggaran Dana Penelitian 4. Jadwal Penelitian
5. Surat Izin Puskesmas
6. Lembar Persetujuan Uji Validitas 7. Uji Reliabilitas Instrumen
8. Tabel Distribusi Frekuensi Data Demografi 9. Tabel Distribusi Frekuensi Variabel
Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69) ………… 37
Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Bromo Medan (n=69)………... 39
Tabel 4 Distribusi frekuensi dan persentase sikap keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Bromo Medan (n=69) ……….. 39
Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase tindakan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Bromo Medan (n=69) ……… 40
Tabel 6 Distribusi frekuensi dan persentase perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare di wilayah kerja Puskesmas
Penanganan Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo
Jurusan : Keperawatan Tahun Akademik : 2013
Abstrak
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada anak di seluruh dunia, terutama balita. Diare merupakan buang air besar yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare dipengaruhi oleh perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan. Desain yang digunakan adalah deskriptif. Sampel dari penelitian ini adalah keluarga yang memilki balita usia 1-4 tahun yang menderita diare dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan, sebanyak 69 orang, dan metode sampling yang digunakan adalah
purposive sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53 responden (76,8%) memiliki pengetahuan dalam kategori baik, 54 responden (78,3%) memiliki sikap dalam kategori baik dan 57 responden (82,6%) memiliki tindakan dalam kategori baik. Dan dari hasil penelitian diperoleh 62 responden (89,9%) memiliki perilaku yang baik dan 7 responden (10,1%) mempunyai perilaku cukup. Dapat disimpulkan mayoritas responden memiliki perilaku yang baik dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita. Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi perawat di komunitas dalam melaksanakan program-program pendidikan kesehatan di masyarakat mengenai diare pada balita.
Study Program : Nursing
Academic Year : 2013
Abstract
Diarrhea is one of the main causes of mortality and morbidity in children, particularly children under five years old, throughout the world. Diarrhea constitutes abnormal defecate, indicated by the increase in volume, watery, and the frequency of more than three times a day with or without bloody mucus. The high rate of illness and death because of diarrhea is mostly influenced by family behavior in preventing and handling diarrhea. The objective of the study was to know the description of family behavior in preventing and handling diarrhea in the working area of Bromo Puskesmas, Medan. The research used descriptive design. The samples comprised 69 families who lived in the working area of Bromo Puskesmas, Medan and had one to four year-old children who were affected by diarrhea, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires. The result of the study showed that 53 respondents (76.8%) had knowledge in good category, 54 respondents (78.3%) had attitude in good category, and 57 respondents (82.6%) had action in good category. From the result of the study, it was found that 62 respondents (89.9%) had behavior in good category, and seven respondents (10.1%) had moderate behavior. It could be concluded that the majority of respondents had good behavior in preventing and handling diarrhea in children below five years old. This result of the study can be guidance for nurses in the community to carry out health education program in the community about diarrhea affected by children under five years old.
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat, konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair dan peningkatan
jumlah tinja. Diare sering terjadi pada bayi dan balita, hal ini karena secara
fisiologis sistem pencernaan pada balita belum cukup matur (organ-organnya
belum matang), sehingga rentan terkena penyakit. Diare dapat disebabkan oleh
virus, bakteri atau parasit yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan juga
malabsorpsi serta alergi zat makanan tertentu (Mansjoer, 2005).
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia
terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya
angka kesakitan dan kematian akibat diare. Selain itu diare juga merupakan salah
satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia.
Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun
meninggal setiap tahunnya, sekitar 20 % meninggal karena infeksi diare.
Meskipun mortalitas dari diare dapat diturunkan dengan program rehidrasi/terapi
cairan namun angka kesakitannya masih tetap tinggi. Setiap tahun sekitar 2,5
miliar kejadian diare pada anak balita, dan hampir tidak ada perubahan dalam dua
dekade terakhir (Agtini, 2011).
Begitu juga di Indonesia, angka kematian diare masih tinggi terutama pada
bayi dan balita. Berdasarkan data SKRT 2001, angka kematian bayi sebesar 9 %
kematian bayi sebesar 9,1% dan angka kematian balita sebesar 15,3%. Angka ini
semakin meningkat pada tahun 2007 dimana dari hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) didapat data bahwa angka kematian bayi akibat diare sebesar 42%
dan angka kematian balita sebesar 25,2% dari semua penyebab kematian pada
bayi dan balita (Kemenkes, 2011).
Dan di provinsi Sumatera Utara, berdasarkan data dari dinas Kesehatan
Sumatera Utara, sepanjang bulan Januari hingga September 2012 terdapat
141.556 penderita diare, dan sebanyak 75.089 di antaranya merupakan anak usia
lima tahun ke bawah (Antara, 2012).
Anak usia dibawah lima tahun sangat rentan terkena diare karena anak
dalam kelompok umur ini mulai aktif bermain dan beresiko lebih besar terkena
infeksi. Dan penyakit diare ini bisa sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kematian. Kematian diakibatkan oleh kekurangan cairan yang banyak keluar
bersama tinja. Rehidrasi oral telah direkomendasikan untuk mengatasi kehilangan
cairan tersebut. Rehidrasi oral yang tersedia dapat berupa paket oralit (garam
rehidrasi oral), larutan gula garam dan minum lebih banyak. Pemberian rehidrasi
oral dapat dilakukan sebagai salah satu penatalaksanaan, sehingga dapat
mencegah terjadinya komplikasi yaitu dehidrasi dan gangguan gizi akibat diare
serta akan mempercepat penyembuhan (UNICEF & WHO, 2004).
Penatalaksanaan lain yang juga dapat dilakukan untuk menghindari komplikasi
adalah tetap memberikan makanan yang dianjurkan dengan porsi seperti biasa dan
Pada tahun 1970 dan 1980 adanya kesepakatan Internasional untuk
menurunkan angka kematian anak akibat diare menggunakan Oral Rehydration
Salts (ORS), merupakan solusi yang efektif dan harga terjangkau. WHO juga
menjelaskan dalam artikel “Joint Statement-Clinical Management of Acute
Diarrhoea” pada tahun 2004, bahwa selain diberi Oral Rehydration Salts (ORS)
anak yang menderita diare harus diberi suplemen zinc untuk mengurangi tingkat
keparahan diare. Hal ini juga disampaikan oleh Trivedi (2009) dalam
penelitiannya tentang efek suplemen zinc pada anak dengan diare akut, dengan
hasil efek suplemen zinc dapat mempercepat penyembuhan pada diare.
Oleh sebab itu, program pemberantasan penyakit diare memfokuskan
tujuan untuk mencegah kematian dan kesakitan karena diare, terutama pada balita.
Masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare dipengaruhi oleh
pengetahuan, sikap dan tindakan orang tua atau keluarga dalam memahami
penanganan maupun pencegahan terhadap penyakit diare.
Pengetahuan dan sikap yang baik dapat membentuk perilaku yang baik.
Perilaku dalam pencegahan dan penanganan diare dapat dimulai dari lingkup
keluarga. Seperti yang disampaikan Wulandari (2012) dalam penelitiannya bahwa
penanganan diare di rumah tangga merupakan upaya menekan angka kesakitan
diare pada anak balita. Karena menurut Friedman (1998), keluarga mempunyai
peran yang sangat penting dalam menentukan perilaku dari anggota keluarganya
yang sakit. Keluarga juga bersifat instrumental dalam memutuskan dimana
penanganan harus diberikan. Perilaku keluarga memegang peranan penting dalam
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang ”Perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan penyakit diare
pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan”.
2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : “Bagaimana perilaku keluarga dalam pencegahan dan
penanganan penyakit diare pada anak balita di wiayah keja Puskemas Bromo
Medan”.
3. Tujuan Penelitian
3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran perilaku
keluarga dalam pencegahan dan penanganan penyakit diare pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Bromo Medan.
3.2 Tujuan Khusus
3.2.1. Mengetahui pengetahuan keluarga dalam pencegahan dan penanganan
diare pada balita.
3.2.2. Mengetahui sikap keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada
balita.
3.2.3. Mengetahui tindakan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare
4. Manfaat Penelitian
4.1. Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan informasi yang digunakan untuk penerapan pendidikan
tentang pencegahan dan penanganan pada balita.
4.2. Praktek Keperawatan
Sebagai bahan tambahan yang menambah informasi tentang perilaku
keluarga dalam upaya pencegahan dan penanganan diare pada balita.
4.3. Penelitian Keperawatan
Menambah informasi dan data tambahan bagi penelitian selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diare
1.1. Definisi diare
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan
atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2005).
Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan lama waktu diare yaitu diare
akut dan diare kronik. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu
(Suharyono, 2008). Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan
meningkatnya frekuansi defekasi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya
(durasi) sakit lebih dari 14 hari (Wong, 2008).
1.2. Etiologi
1.2.1. Faktor infeksi
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada bayi dan anak. Penyebab itu
dapat digolongkan lagi ke dalam penyakit yang ditimbulkan oleh adanya virus,
bakteri, dan parasit usus.
Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah rotavirus (40% - 60%)
Minirotavirus. Virus dapat menyebabkan 40-60% dari semua penyakit diare pada bayi dan anak yang datang berobat ke rumah sakit, sedangkan untuk komunitas
sebesar 15%. Diare juga dapat disebabkan oleh bakteri. Bakteri-bakteri yang
dapat menyebabkan penyakit tersebut adalah Aeromonas hydrophila, Bacillus careus, Campylobacter jejuni, Clostrisium defficile, Clostridium perfringens, E.coli, Plesiomonas, Shigelloides, Salmonella spp, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica.
Sedangkan penyebab penyakit diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria philippinensis, Cryptosporodium, Entamoeba hystolitica, Giardia lambia, Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercoralis, dan Trichuris trichiura (Soegijanto, 2002).
1.2.2. Faktor non infeksi
Diare non infeksi yaitu penyakit diare yang disebabkan bukan oleh infeksi
kuman apapun, tetapi dapat disebabkan oleh alergi makanan (misalnya: protein,
susu atau produk susu), gangguan metabolik atau malabsorbsi (misalnya: pada
penyakit celiac, cystic fibrosis pada pankreas), iritasi langsung pada saluran
pencernaan oleh makanan, obat-obatan (misalnya antibiotik), penyakit usus
(seperti colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis), emosional atau stress, dan
obstruksi usus (Suriadi &Yuliani, 2006).
1.3. Patofisiologi
Patogenesa terjadinya diare yang disebabkan virus adalah sebagai berikut:
virus masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman setelah virus sampai
kerusakan jonjot-jonjot (fili) usus halus. Enterosit usus yang rusak diganti oleh
enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang,
sehingga fungsinya masih belum baik. Jonjot-jonjot usus mengalami atrofi dan
tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik, cairan dan makanan
yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus,
usus meningkatkan motilitasnya (hiperperistaltik) sehingga cairan beserta
makanan yang tak terserap akan didorong keluar usus melalui anus dan terjadilah
apa yang disebut diare (Soegijanto, 2002).
Bakteri penyebab diare dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu,
bakteri non infasif dan bakteri infasif. Yang termasuk bakteri noninfasif adalah:
Vibrio cholerae, E.coli patogen. Sedangkan golongan bakteri infasif adalah
Salmonella spp, Shigella spp, E. Coli infasif, dan E.coli hemorrhagic.
Terjadinya diare karena bakteri non infasif ( misalnya V. cholerae) adalah sebagai berikut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan
atau minuman. Di dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung,
namun bila jumlah bakteri cukup banyak, maka akan ada yang lolos sampai ke
dalam duodenum. Di dalam duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga
jumlahnya mencapai 100 juta koloni atau lebih per ml cairan usus halus. Dengan
memproduksi enzim mucinase bakteri berhasil mencairkan lapisan lendir yang,
menutupi permukaan sel epitel usus sehingga bakteri dapat masuk ke dalam
membran (dinding sel epitel). Di dalam membran bakteri akan mengeluarkan
toksin. sebagai akibat adanya rangsangan sekresi cairan dan hambatan absorpsi
Cairan ini akan menyebabkan dinding usus menggelembung dan tegang, dan
sebagai reaksi dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi
hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan ke bawah atau ke
usus besar. Dalam keadaan normal usus besar akan meningkatkan kemampuannya
untuk menyerap cairan yang bertambah banyak, tentu saja ada batasnya. Bila
jumlah cairan meningkat sampai dengan 4500 ml (4,5 liter), masih belum terjadi
diare, tetapi bila jumlah tersebut melampaui kapasitasnya untuk menyerap, maka
akan terjadi diare. Jadi diare ini sebenarnya merupakan proses fisiologis tubuh
untuk mengeluarkan cairan yang berlebih di dalam lumen usus, sama seperti
halnya dengan terjadinya proses batuk, bersin, dan sebagainya. Toksin V. cholerae
dapat bertahan didalam tubuh sampai 36-72 jam dan masih tetap menyebabkan
diare walaupun kumannya telah mati. Diare karena kolera ini dapat berlangsung
sangat cepat sehingga kehilangan cairan dapat mencapai 5-10 liter sehari.
Patogenesa terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, E. Coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh V. cholera, tetapi prinsipnya hampir sama.
Bedanya bakteri Salmonella dan Shigella dapat mengadakan invasi (menembusa)
sel mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik (demam,
kram perut, dan sebagainya). Toksin Shigella spp juga dapat masuk ke dalam
serabut saraf otak dan juga menebabkan kejang. Diare oleh Salmonella dan
Shigella sering juga menyebabkan adanya darah dalam tinja, suatu keadaan yang
1.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari diare yaitu sering buang air besar dengan
konsistensi tinja cair atau encer, terdapat tanda dan gejala dehidrasi (turgor kulit
jelek/ elastisitas kulit menurun, ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa
kering), keram abdominal, demam, mual dan muntah, anoreksia, lemah, pucat,
perubahan tanda-tanda vital (nadi dan pernafasan cepat), menurun atau tidak ada
pengeluaran urine (Suriadi &Yuliani, 2006).
1.5. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya diare ada 2, yaitu faktor perilaku dan faktor
lingkungan. Faktor perilaku antara lain tidak memberikan ASI (ASI esklusif),
memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini akan mempercepat bayi
kontak terhadap kuman, menggunakan botol susu terbukti meningkatkan resiko
terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu, tidak
menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/ makan,
setelah BAB, dan setelah membersihkan BAB anak, serta penyimpanan makanan
yang tidak higienis. Sedangkan faktor lingkungan dapat disebabkan karena
ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan MCK,
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk.
Disamping faktor resiko tersebut, ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk terkena diare antara lain adalah kurang
gizi/malnutrisi terutama anak dengan gizi buruk, penyakit immunodefisiensi dan
1.6. Dehidrasi
Dehidrasi adalah kehilangan cairan dari jaringan tubuh yang berlebihan
(Muscari, 2005). Kehilangan cairan akibat diare akut dapat bersifat ringan/sedang
atau berat. Dehidrasi diklasifikasikan menjadi 3 derajat dehidrasi, yaitu tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan/sedang dan dehidrasi berat.
Dikategotikan diare tanpa dehidrasi apabila sadar, mata tidak cekung,
normal/ mau minum, turgor kulit kembali segera. Dehidrasi ringan/ sedang
apabila gelisah/ rewel, mata cekung, ingin minum terus, turgor kulit kembali
lambat. Sedangkan dehidrasi berat apabila terdapat tanda-tanda letargis atau tidak
sadar, mata cekung, malas/ tidak ingin minum, dan turgor kulit kembali sangat
lambat (Depkes, 2011).
1.7. Pencegahan
Tugas penting petugas kesehatan membantu mencegah diare dengan
meyakinkan dan membantu anggota masyarakat, menerima tindakan pencegahan
tertentu dan terus mempraktekkannya. Petugas kesehatan dapat mengajarkan,
mendorong dan memberikan contoh yang baik untuk mempengaruhi anggota
masyarakat menerima praktek pencegahan ini. Kegiatan pencegahan penyakit
diare yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1.7.1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai
formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau
makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya
bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Bayi harus disusui
secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya,
pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain
(proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh
mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian
ASI yang disertai dengan susu botol. Ibu seharusnya terus memberikan air susu
ibu sewaktu bayinya sakit dan setelah sakit. Hal ini sangat penting, jika bayi
menderita diare.
1.7.2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping
ASI, yaitu perkenalkan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan teruskan
pemberian ASI, tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, tambahkan minyak, lemak
dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil
olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran
berwarna hijau ke dalam makanannya.
1.7.3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fekal-Oral.
Kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,
makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Yang harus diperhatikan oleh
keluarga adalah ambil air dari sumber air yang bersih, simpan air dalam tempat
yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air, jaga
sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak, minum air
yang sudah matang (dimasak sampai mendidih), dan cuci semua peralatan masak
dan peralatan makan dengan air yang bersih.
1.7.4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, dapat
menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%.
1.7.5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan
keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga
adalah keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga, bersihkan jamban secara teratur, dan gunakan alas
kaki bila akan buang air besar.
1.7.6. Membuang Tinja Anak Dengan Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. Yang harus diperhatikan
oleh keluarga adalah kumpulkan segera tinja anak dan buang di jamban, bantu
anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya, bila
tidak ada jamban pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau
di kebun kemudian ditimbun, dan bersihkan dengan benar setelah buang air besar
dan cuci tangan dengan sabun.
1.7.7. Pemberian Imunisasi Campak
Campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang
dan ditemukan spesifik enantem (koplik”s spot), diikuti oleh erupsi
makulopapular yang menyeluruh. Bahaya penyulit penyakit campak di kemudian
hari adalah kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca
campak (Ranuh, dkk 2002).
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung
selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: anak berumur
lebih dari 1 tahun, anak yang tidak mendapatkan imunisasi, remaja dan dewasa
muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua. Oleh karena itu berilah
imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan (Kemenkes, 2011).
1.8. Penanganan
Penyakit diare dapat mengakibatkan kematian bila dehidrasi tidak diatasi
dengan baik dan dapat mencetuskan gangguan pertumbuhan (kurang gizi) bila
tidak diberikan terapi gizi yang adekuat. Menurut Kementerian Kesehatan RI, ada
5 langkah penanganan untuk penyakit diare yang disingkat dengan Lintas Diare
(Lima Langkah Tuntaskan Diare). Lintas Diare adalah sebagai berikut.
1.8.1. Rehidrasi
Rehidrasi dilakukan untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang.
Rehidrasi dilakukan dengan memberikan cairan tambahan yaitu oralit dan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Bila pasien keadaan
umumnya baik dan tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat dicapai
banyak dengan dehidrasi, maka beri cairan intavena atau rehidrasi oral dengan
cairan isotonik yang mengandung elektrolit dan gula.
Pada keadaan tanpa dehidrasi, rehidrasi dapat dilakukan dengan
menggunakan prinsip penanganan diare di rumah, yaitu memberikan cairan
tambahan sebanyak anak mau. Pemberian cairan tambahan dilakukan dengan cara
memberi ASI lebih sering dan lebih lama, jika anak memperoleh ASI eksklusif
berikan oralit atau air matang sebagai tambahan. Dan jika anak tidak memperoleh
ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan seperti oralit, larutan gula garam, cairan
rumah tangga (kuah sayur, air tajin) atau air matang.
Banyak cairan tambahan yang harus diberikan sebagai tambahan bagi
kebutuhan cairannya sehari-hari yaitu dibawah umur 1 tahun diberikan 50 sampai
100 ml (¼ - ½ gelas) setiap kali BAB. Sedangkan pada umur 1 sampai 5 tahun
diberikan 100 sampai 200 ml (½ - 1 gelas) setiap kali BAB. Anjurkan untuk
minum sedikit demi sedikit tapi sering, jika anak muntah tunggu 10 menit
kemudian lanjutkan lagi lebih lambat dan anjutkan pemberian cairan tambahan
sampai diare berhenti.
Larutan oralit dapat dibuat dengan mencampurkan satu bungkus oralit ke
dalam satu gelas air minum (200 cc), kemudian aduk cairan oralit sampai larut.
Sedangkan Larutan gula garam dapat dibuat sendiri oleh keluarga dengan
mencampurkan 1 sendok teh gula pasir dan seperempat sendok teh garam dapur
1.8.2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya (Black, 2003). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare. Cara pemberian tablet zinc yaitu dengan
melarutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI. Dosis pemberian
Zinc pada balita untuk umur < 6 bulan diberikan ½ tablet ( 10 Mg ) per hari
selama 10 hari. Sedangkan umur > 6 bulan diberikan 1 tablet ( 20 mg) per hari
selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah
berhenti.
1.8.3. Pemberian Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
1.8.4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis) dan suspek
kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping
yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti
diare disebabkan oleh parasit (Kemenkes, 2011).
2. Keluarga
2.1. Definisi keluarga
Definisi keluarga menurut Friedman (1998) adalah kumpulan dua orang
atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan
individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan
2.2. Karakteristik keluarga
Keluarga terdiri dari beberapa karakteristik yaitu merupakan kumpulan
individu yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan/ hubungan darah atau
adopsi;tinggal dalam satu rumah bersama; mengadakan interaksi dan komunikasi
melalui peran sosial yang dijalankannya; mempertahankan budaya.
2.3.Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas
di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Tugas keluarga dalam
bidang kesehatan menurut Freeman (1981 dalam Suprajitno, 2004) yaitu
mengenal masalah kesehatan keluarga dimana orang tua perlu mengenal keadaan
kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga walaupun
perubahan tersebut sedikit, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi
keluarga, merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi
lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
3. Perilaku
3.1. Definisi Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Menurut skiner (1938 dalam Notoatmodjo,
2007) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk
respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
Perilaku tertutup merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang
yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2007).
3.2.Klasifikasi perilaku
Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan menurut Becker
(1979 dalam Notoatmodjo, 2007) yaitu perilaku hidup sehat, perilaku sakit dan
perilaku peran sakit. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan
dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. Sedangkan perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap
sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan
gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya. Dan perilaku peran sakit
yaitu peran yang mencakup hak dan kewajiban sebagai orang sakit. Perilaku ini
meliputi tindakan memperoleh kesembuhan, mengenal/ mengetahui fasilitas atau
sarana pelayanan, mengetahui hak dan kewajiban orang sakit.
3.3. Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus
atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon
bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang
berbeda terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin,
dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal, yaitu lingkungan baik lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini
sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang
(Notoatmodjo, 2007).
3.4.Bentuk Operasional Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks, dan mempunyai bentangan yang
sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi
perilaku manusia ke dalam tiga bentuk, ranah atau kawasan yakni: kognitif,
afektif, psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Menurut Bloom (dalam Notoatmodjo, 2003) bentuk operasional dari pada
perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu perilaku dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu
dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Perilaku dalam bentuk sikap
merupakan tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam
hal ini lingkungan berperan dalam membentuk perilaku manusia yang ada
didalamnya. Sedangkan perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit,
3.5.Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan.
3.5.1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur hal ini antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
3.5.2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpresikan materi tersebut
secara benar. Kata kerja untuk mengukur pemahaman seseorang antara lain
menjelaskan, menyimpulkan, dan sebagainya.
3.5.3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
3.5.4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
3.5.5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
3.5.6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).
3.6.Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang
terhadap suatu stitulus atau objek. Newbomb, salah seorang ahli psikologis sosial,
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan.
3.6.1. Menerima (receiving)
Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan.
3.6.2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3.6.3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
3.6.4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawa atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).
3.7.Tindakan dan praktek
Tingkatan perilaku praktek (psikomotorik) menurut Simpson adalah
sebagai berikut.
3.7.1. Persepsi
Persepsi yaitu kemampuan masyarakat untuk memperlihatkan kesadaran
sensorik terhadap objek atau isyarat yang berhubungan dengan tugas yang akan
proses dengan memperhatikan semua langkah atau teknik yang akan dilakukan
dalam sebuah proses.
3.7.2. Pengaturan
Pengaturan yaitu kemampuan individu untuk memperlihatkan kesiapannya
dalam melakukan suatu tindakan, misalnya mengikuti perintah, dengan
menyatakan kesediaan, menyimak dengan indera, atau bahasa tubuh yang
mendukung suatu tindakan motorik.
3.7.3. Respon terkendali
Respon terkendali yaitu kemampuan individu untuk mengeluarkan tenaga
melalui tindakan yang dapat diamati. Tindakan ini dilakukan secara sadar untuk
meniru perilaku, biasanya masih dilakukan di bawah bimbingan instruktur atau
penyuluh kesehatan.
3.7.4. Mekanisme
Mekanisme adalah kemampuan individu untuk mengulangi
langkah-langkah pada suatu keterampilan yang diinginkan dengan tingkat percaya diri
tertentu. Pada tahap ini masyarakat menunjukkan bahwa penguasaannya sudah
sampai pada tahap tertentu beberapa atau semua aspek dari sebuah proses sudah
menjadi kebiasaan.
3.7.5. Respon kompleks
Respon kompeks yaitu kemampuan individu secara otomatis untuk
melakukan tindakan motorik yang rumit dengan bebas dan dengan sangat mahir.
Setiap tahapan sudah benar-benar hapal sehingga tanpa merasa ragu dan tanpa
3.7.6. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan individu untuk melakukan modifikasi atau
adaptasi dalam proses motorik agar sesuai dengan situasi tertentu atau situasi yang
beragam, yang menunjukkan bahwa dia menguasai gerakan yang sangat unik
yang dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi.
3.7.7. Keaslian
Keaslian yaitu kemampuan individu untuk menciptakan tindakan motorik
baru, misanya cara baru untuk memanipulasi objek atau materi, yang terbentuk
karena pemahaman terhadap suatu keterampilan dan kemampuannya melakukan
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan penyakit
diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan. Perilaku
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka
kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut.
Skema 1. Kerangka konseptual perilaku keluarga dalam pencegahan dan
penanganan penyakit diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas
2. Definisi Operasional
Definisi operasional penelitian ini akan dijabarkan pada tabel 1 di bawah
ini.
Tabel 1. Tabel definisi operasional instrumen penelitian
No Variabel Defenisi
Operasional
1. Pengetahuan Semua informasi yang diketahui
2. Sikap Respon/perasaan
keluarga
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
yang bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku keluarga dalam pencegahan dan
penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan.
2. Populasi dan Sampel
2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia 1-4
tahun yang menderita diare dan bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas
Bromo Medan. Berdasarkan hasil survei awal, didapatkan data dari Dinas
Kesehatan Kota Medan banyaknya anak balita usia 1-4 tahun yang menderita
diare pada bulan Januari sampai Oktober 2012 adalah 462 orang.
2.2.Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sampel
pada penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi yaitu keluarga yang memiliki
hubungan darah dan tinggal bersama dengan anak balita (ayah, ibu, kakek atau
nenek) yang pernah menderita diare di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan,
dan bersedia untuk menjadi responden penelitian dengan memberikan persetujuan
Teknik pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik
purposive sampling, dimana pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang ada sangkut pautnya dengan penelitian
(Nursalam, 2003).
Menurut Arikunto (2006), jika jumlah subjeknya lebih besar dari 100
maka dapat diambil antara 10 – 15 % atau 20 – 25 % dari total populasi. Semakin
besar sampel yang dipergunakan semakin baik dan representasif hasil yang
diperoleh (Polit dan Hungler, 1993 dalam setiadi 2007). Besarnya pengambilan
sampel juga berdasarkan pertimbangan peneliti terkait waktu, dan, dan tenaga.
Maka, besarnya sampel yang peneliti ambil adalah 15 % dari populasi yaitu
sebanyak 69 orang.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan
pada bulan 23 Maret sampai 24 April 2013. Alasan peneliti memilih wilayah kerja
Puskesmas Bromo Medan sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu
daerah yang memiliki jumlah pasien diare pada balita terbanyak di kota Medan.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari
Fakultas Keperawatan USU dan Kepala Puskesmas Bromo. Sebelum peneliti
melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti memberi penjelasan kepada
responden tentang tujuan dan prosedur penelitian yang akan dilaksanakan dan
dan tidak dipergunakan dalam hal yang merugikan responden serta hanya akan
digunakan untuk penelitian. Calon responden yang bersedia menandatangani surat
persetujuan, tetapi jika tidak bersedia maka calon responden berhak untuk
menolak dan mengundurkan diri.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu kuisioner karakteristik
responden dan kuisioner perilaku. Kuesioner perilaku disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan tinjauan pustaka. Kuesioner ini berisikan pernyataan yang terdiri dari
3 bagian yaitu kuisioner pengetahuan, kuisioner sikap, dan kuisioner tindakan.
5.1. Kuesioner Karakteristik Responden
Kuesioner karakteristrik responden meliputi nama responden (inisial),
usia responden, usia anak, suku, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.
5.2. Kuesioner Pengetahuan
Kuesioner pengetahuan dibuat dengan menggunakan skala Guttman. Skala
ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan
jawaban dari pertanyaan atau pernyataan: ya dan tidak, positif dan negatif, setuju
dan tidak setuju, benar dan salah. Skala Guttman ini pada umumnya dibuat
seperti checklist dengan interpretasi penilaian (Hidayat,2009).
Kuesioner ini terdiri dari 16 pernyataan, dengan 14 pernyataan positif dan
2 pernyataan negatif. Pernyataan no. 1 mengenai definisi diare. Pernyataan no. 2,
3 mengenai etiologi dari diare. Pernyataan no 4 mengenai dehidrasi. Pernyataan
no.5 sampai no.11 mengenai pencegahan diare. Pernyataan no.12 sampai no.16
Penilaian dengan Skala Guttman dengan cara menetapkan bobot jawaban
terhadap tiap-tiap item yaitu pilihan jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban
salah diberi skor 0. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai
tertinggi adalah 16.
Berdasarkan rumus statistik : P = Rentang Banyak kelas
Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah dimana rentang kelas sebesar 16 dan banyak kelas 3 yaitu
baik, cukup dan kurang, sehingga diperoleh P=6. Kisaran nilai antara 0 sampai 16,
maka pengetahuan keluarga akan diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yakni:
kurang (skor 0-5), cukup (skor 6-11) dan baik (skor12-16).
5.3. Kuesioner Sikap
Instrumen penelitian tentang sikap keluarga dalam pencegahan dan
penanganan diare terdiri dari 12 pernyataan, dengan 7 pernyataan positif dan 5
pernyataan negatif. Pernyataan no.1 sampai dengan no.6 mengenai pencegahan
diare pada balita. Pernyataan no.7 sampai no.12 mengenai penanganan diare pada
balita. Kuesioner sikap dibuat dengan menggunakan skala Likert dengan jawaban
sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).
Penilaian menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item pernyataan positif
yaitu pilihan jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 4, setuju (S) siberi skor 3,
tidak setuju (TS) diberi skor 2 dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1. Dan
penilaian sebaliknya untuk pernyataan yang negatif. Nilai terendah yang mungkin
Berdasarkan rumus statistika : P = rentang Banyak kelas
Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah dimana rentang kelas sebesar 36 dan banyak kelas 3 yaitu
baik, cukup dan kurang, sehingga diperoleh P= 12. Kisaran nilai antara 12 sampai
48, maka sikap keluarga akan diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yakni :
kurang (skor 12-24), cukup (skor 25-36) dan baik (skor 37-48).
5.4.Kuesioner Tindakan
Instrumen penelitian tindakan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare
yang terdiri dari 16 pernyataan positif. Pernyataan no.1 sampai no.8 mengenai
pencegahan diare dan pernyataan no.9 sampai no.16 mengenai penanganan diare
pada balita. Kuesioner tindakan ini dibuat dengan menggunakan skala Guttman
dengan jawaban ya dan tidak. Penilaian dengan Skala Guttman dengan cara
menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yaitu pilihan jawaban benar
diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Nilai terendah yang mungkin
dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 16.
Berdasarkan rumus statistika : P = rentang Banyak kelas
Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah dimana rentang kelas sebesar 16 dan banyak kelas 3 yaitu
baik, cukup dan kurang, sehingga diperoleh P=6. Kisaran nilai antara 0 sampai 16,
maka tindakan keluarga akan diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yakni:
5.5 Perilaku
Instrumen perilaku diperoleh dari instrumen pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Hasil ukur perilaku diperoleh dari penjumlahan skor tertinggi dari instrumen
pengetahuan, sikap, tindakan dikurang dengan skor terendah dari pengetahuan,
sikap, tindakan. Skor tertinggi dari pengetahuan, sikap, dan tindakan
masing-masing adalah 16, 48, 16, dan jumlah skor tertinggi ini adalah 80. Skor terendah
dari instrumen pengetahuan, sikap, dan tindakan adalah 0,12, 0, dan jumlah skor
terendah ini adalah 12. Berdasarkan perhitungan diatas maka diperoleh skor
perilaku adalah 68.
Berdasarkan rumus statistika : P = rentang Banyak kelas
P merupakan panjang kelas dengan rentang kelas sebesar 68 dan banyak
kelas 3 yaitu baik, cukup dan kurang, sehingga diperoleh P= 23. Kisaran nilai
antara 12 sampai 80, maka perilaku keluarga akan diklasifikasikan kedalam 3
(tiga) kategori yakni: kurang (skor 12-34), cukup (skor 35-57) dan baik (skor
58-80).
6. Uji Instrumen
6.1. Uji Validitas
Kuisioner yang dibuat oleh peneliti sudah dilakukan uji validitas dan
reabilitas. Uji validitas yang dilakukan oleh peneliti adalah uji validitas isi.
Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrumen dengan baik
mewakili karakteristik yang dikaji. Penilaian uji validitas didasarkan pada
6.2.Uji Reabilitas
Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk
mengetahui konsistensi dari instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Dalam penelitian ini dilakukan uji
reliabilitas internal yaitu pembagian instrumen penelitian hanya satu kali dengan
satu bentuk instrumen yang diuji cobakan kepada 30 responden yang memenuhi
kriteria. Uji ini diadakan di daerah Medan Area. Uji reliabilitas untuk instrumen
dianalisi menggunakan rumus Kuder Richardson (KR) 21 dan cronbach alpha. Kuder Richardson (KR) 21 digunakan pada instrumen pengetahuan dan tindakan
karena kuesioner tersebut menggunakan skala guttman dengan jumlah soal genap.
Dan Cronbach alpha digunakan pada kuesioner sikap karena kuesioner ini
menggunakan skala bertingkat/likert (Arikunto, 2006). Hasil yang diperoleh pada
instrumen pengetahuan adalah 0,814 dan tindakan 0,769, sedangkan instrumen
sikap telah dilakukan rumus Alpha dengan hasil 0,756.Suatu instrumen dikatakan
sudah reliabel jika nilai reabilitasnya lebih dari 0,70 (Polit & Hungler, 1995).
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa prosedur yaitu peneliti akan
mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada institusi
pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kepala Dinas
Kesehatan, dan kepala Puskesmas Bromo. Setelah mendapatkan izin maka
dilakukan pengumpulan data. Peneliti melalukan pengumpulan data dengan
menunggu pasien di puskesmas dan posyandu. Kemudian peneliti menentukan
telah menemukan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan tujuan,
manfaat penelitian serta proses pengisian kuesioner. Kemudian calon responden
yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden
dalam penelitian ini. Responden yang bersedia diminta untuk mengisi kuesioner
yang diberikan peneliti selama ± 15 menit. Responden diberikan kesempatan
bertanya selama pengisian kuesioner tentang hal yang tidak dimengerti
sehubungan dengan pernyataan yang ada dalam kuesioner. Setelah responden
mengisi seluruh kuesioner penelitian, peneliti terlebih dahulu memeriksa
kelengkapan jawaban responden sesuai dengan pertanyaan kuesioner kemudian
seluruh data dikumpulkan untuk dianalisis.
8. Analisis Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti melakukan
pengolahan data atau analisa data. Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap
yang dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah disi, dilanjutkan dengan
memberikan kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi data,
dan selanjutnya data tersebut dianalisa dengan program aplikasi komputer. Data
yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi
(Arikunto,2006). Hasil analisa data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi untuk melihat gambaran perilaku keluarga dalam pencegahan dan
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perilaku
keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Bromo Medan. Penelitian telah dilakukan pada 23 Maret - 24 April
2013 di wilayah kerja Puskesmas Bromo.
1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan dijabarkan mengenai deskripsi karakteristik
responden dan gambaran perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan
diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan. Gambaran perilaku
diuraikan dalam 3 variabel, yaitu pengetahuan, sikap, tindakan.
1.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik responden mencakup, usia, usia anak, suku,
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berada pada rentang usia 25-29 tahun sebanyak 21 responden (30,4%);
sebagian besar anak responden berusia 2 tahun yaitu sebanyak 26 responden
(37,7%); responden paling banyak adalah yang bersuku batak dengan jumlah
responden yaitu 23 orang (33,3%); sebagian besar tingkat pendidikan terakhir
responden adalah SMA yaitu sebanyak 42 orang (60,9%); mayoritas pekerjaan
responden adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 54 orang (78,3%); dan
penghasilan keluarga responden yang terbesar adalah diatas Rp 1.305.000 yaitu
sebanyak 36 orang (52,2%). Untuk lebih menjelaskan hasil penelitian mengenai
Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)
1.2 Pengetahuan Responden
Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)
Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Pengetahuan baik
Pengetahuan responden penelitian mengenai pencegahan dan penanganan
diare pada balita dinilai berdasarkan kemampuan responden dalam menjawab
pernyataan kuisioner yang meliputi 16 bagian pernyataan. Pengetahuan responden
mengenai pencegahan dan penanganan diare pada balita dikatagorikan menjadi 3
katagori yaitu: baik, cukup, kurang. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 53
responden (76,8%).
1.3 Sikap Responden
Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase sikap keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)
Tingkat Sikap Frekuensi Persentase (%)
Sikap baik
Sikap responden penelitian mengenai pencegahan dan penanganan diare
yang meliputi 12 bagian pernyataan. Sikap responden mengenai pencegahan dan
penanganan diare pada balita dikatagorikan menjadi 3 katagori yaitu: baik, cukup
dan kurang. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki sikap baik yaitu sebanyak 54 responden (78,3%).
1.4 Tindakan Responden
Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase tindakan keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)
Tingkat Tindakan Frekuensi Persentase (%)
Tindakan baik Tindakan Cukup
57 12
82,6 17,4
Tindakan Kurang - -
Total 69 100
Tindakan responden penelitian mengenai pencegahan dan penanganan
diare pada balita berdasarkan kemampuan responden menjawab kuisioner dengan
benar yang meliputi 16 bagian pernyataan. Tindakan responden mengenai
pencegahan dan penanganan diare pada balita dikatagorikan menjadi 3 katagori
yaitu: baik, cukup dan kurang. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki tindakan baik yaitu sebanyak 57 responden
1.5 Perilaku Responden
Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bromo Medan (n=69)
Perilaku Frekuensi Persentase (%)
- Baik 62 89,9
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang memilki
perilaku dalam kategori baik yaitu sebanyak 62 orang (89,9%).
2. Pembahasan
2.1. Gambaran Pengetahuan keluarga dalam pencegahan dan penanganan
diare pada balita
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003) .
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas responden
mempunyai pengetahuan yang baik tentang pencegahan dan penanganan diare.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Noverica (2011) di
Kecamatan Medan Sunggal dimana sebagian besar responden (67%) memiliki
pengetahuan baik tentang tatalaksana diare pada balita. Namun, hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Fediani (2012) dimana sebagian besar
responden memiliki pengetahuan sedang mengenai diare pada balita.
Berdasarkan data demografi diperoleh bahwa sebagian besar responden
pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor usia. Semakin tua usia
seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik. Selain
itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Maka dapat disimpulkan bahwa
bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan
yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia
lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Surachman (2011) bahwa umur memiliki
pengaruh dalam penanganan diare pada balita.
Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas pengetahuan responden berada
kategori baik. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana
sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA (60,9%). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2003) yang menyebutkan bahwa
pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang
akan semakin mudah orang tersebut untuk menerima dan menganalisa informasi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Kasman (2009) yang menyatakan bahwa ada
hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita.
Seseorang dengan pendidikan tinggi maka akan cenderung untuk mendapatkan
informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang
kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi
juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek
yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan
menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek
positif dari objek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap semakin positif
terhadap objek tersebut.
2.2. Sikap keluarga dalam pencegahan dan penanganan diare pada balita
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup
(Notoatmodjo,2007). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian
besar responden memiliki sikap dalam kategori baik sebanyak 54 orang (78,3%).
Hali ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Malikhah (2012) dimana
sebagian besar ibu memiliki sikap yang favorable (mendukung) terhadap pencegahan dan penanggulangan secara dini kejadian diare pada balita. Namun,
hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anita (2012) di
Kelurahan Tegal Sari Mandala Medan, dimana sebagian besar sikap responden
(70%) masuk dalam kategori sedang tentang penanganan awal diare pada balita.
Hasil penelitian yangberbeda dalam pencegahan dan penanganan diare ini,