• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Handoff Jaringan Umts Dengan Model Penyisipan Wlan Pada Perbatasan Dua Base Station Umts

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Handoff Jaringan Umts Dengan Model Penyisipan Wlan Pada Perbatasan Dua Base Station Umts"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Depertemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara

Oleh: Nama : Selfi Sinaga NIM : 120422012

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

Oleh:

120422012 SELFI SINAGA

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada Tanggal 18 Bulan April Tahun 2015 di depan Penguji:

1. Ketua Penguji : Ir. Arman Sani, MT

2. Anggota Penguji : Suherman, ST, M.Com, Ph.D

Disetujui Oleh: Pembimbing Tugas Akhir

NIP: 19681004 200012 1 001

Dr. Maksum Pinem, ST. MT.

Diketahui Oleh:

Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU

NIP.195405311986011002

(3)
(4)

i

ABSTRAK

Handoffmerupakan proses perpindahan pelayanan dari satu sel ke sel yang lain, yang disebabkan parameter propagasi sinyal tidak lagi memenuhi batas threshold untuk dilayani oleh BS yang sebelumnya.Horizontal handoff merupakan proses handoff yang terjadi pada jaringan dengan standar teknologi yangsama seperti antara dua atau lebihjaringan selular 3G, sedangkanVerticalhandoff

merupakan proses handoff yang terjadi pada jaringan dengan standar teknologi yang berbeda seperti jaringan selular 3G dan WLAN. Vertical handoff dapat memenuhi kebutuhan MS untuk dapat terhubung dengan semua jaringan yang ada.

Tugas Akhir ini menganalisis peningkatan kinerjajaringan saat dilakukan penyisipan WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS. Jaringan WLAN tersebut berfungsi untuk melayani MS ketika sinyal kedua UMTS yang berdekatan lemah, sehingga diharapkan proses komunikasi akan semakin baik. Evaluasi kinerja akan disimulasikan dalam program MATLAB dengan parameter kinerja yang dianalisis yaitu jumlah handoff dan probabilitas outage.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan melakukan penyisipan WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS, nilai probabilitas outage semakin kecil yaitu pada titik perbatasan sel UMTS1 dan UMTS2 pada jarak 910 meter dengan variasi Smin = -80 dBm diperoleh 0,679 menjadi 0, pada Smin = -85 dBm diperoleh 0,385 menjadi 0, dan padaSmin = -90 dBm diperoleh 0,141 menjadi 0.Namun jumlah handoff semakin meningkat, pada Smin = -80 dBm diperoleh rata-rata jumlah handoff 1 menjadi 5,64 kali, pada Smin = -85 dBm diperolehrata-rata jumlah handoff 1,76 menjadi 7,60 kali dan padaSmin = -90 dBm diperoleh rata-rata jumlah handoff 4,16 menjadi 7,60 kali. Dimana semakin besar Smin (batas threshold)yang ditentukan semakin kecil nilai probabilitas outagenya dan semakin banyak jumlah

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus

karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL

PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya

Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dan dukungan

dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ayahanda Budiman Sinaga dan Ibunda Sohmeria Saragih serta seluruh

keluarga penulis yang terkasih yang telah mendoakan dan memberikan

dukungan baik moril maupun materil kepada penulis sehingga Tugas

Akhir ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, Msi, selaku ketua Departemen Teknik

Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik

Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Sihar P. Panjaitan, MT sebagai Dosen Wali penulis, yang selalu

(6)

iii

5. Bapak Dr. Maksum Pinem, ST,MT selaku Dosen Pembimbing Tugas

Akhir, atas nasehat, bimbingan, dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas

Akhir ini.

6. Bapak Ir. Arman Sani, MT selaku Dosen Penguji Tugas Akhir, atas

nasehat dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

7. Bapak Suherman, Ph.D selaku Dosen Penguji Tugas Akhir, atas nasehat

dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro yang telah memberikan

bekal ilmu kepada penulis dan seluruh pegawai Departemen Teknik

Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

9. Kelompok kecilku Apostolos In Joyful, Adik-adikku The Winner’s,

Keluargaku di ALC, Para sahabat penulis di KMKS, teman-teman

seperjuangan Ekstensi Telekomunikasi stambuk 2012, beserta Bg

Leonardo Siregar yang telah banyak memberi motivasi serta dorongan

kepada penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna baik dari

segi materi maupun cara penyajiannya. Oleh karena itu, penulis siap menerima

saran dan kritik dari pembaca untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Medan, 18 April 2015

(7)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR SINGKATAN ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...2

1.3 Tujuan Penelitian ...2

1.4 Batasan Masalah ...2

1.5 Metode Penelitian ...3

1.6 Sistematika Penulisan ...4

BAB II JARINGAN WIRELESS 2.1 Konsep Wireless ...6

2.2 Sistem Komunikasi Selular ...8

2.2.1 Bentuk Sel ...10

2.3 Wireless LAN ...11

2.3.1 Komponen Wireless LAN...12

2.3.2 Protokol Wireless LAN...13

2.4 Propagasi Sinyal ...14

(8)

v

2.5 Sistem Handoff ...17

2.5.1 Jenis-jenis Handoff ...17

2.5.1.1 Berdasarkan proses transfer kanal ...17

2.5.1.2 Berdasarkan kontrol handoff ...18

2.5.1.3 Berdasarkan Janis jaringan ...20

2.5.2 Teknologi vertical handoff ...21

2.6 Proses Vertical Handoff ...23

2.7 Kriteria Vertical Handoff ...24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Awal Penelitian ...26

3.2 Model Lintasan ...27

3.3 Kuat Sinyal Diterima (RSS) ...27

3.4 Parameter Kinerja Handoff ...30

3.5 Algoritma handoff. ...30

BAB IV ANALISA KINERJA VERTICAL HANDOVER MENGGUNAKAN ALGORITMA ADAPTIVE LIFETIME BASED PADA JARINGAN WIRELESS HETEROGEN 4.1 Rancangan Sistem ...32

4.2 Susunan Parameter Simulasi Sistem ...33

4.3 Flowchart Simulasi ...34

4.4 Analisa Hasil Simulasi ...37

4.4.1 Analisis Kinerja Handoff Terhadap Parameter Kinerja (Probabilitas Outage dan Jumlah Handoff) ...42

(9)

vi

4.4.1.2 Pengaruh Penyisipan WLAN terhadap Jumlah Handoff...44

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ...46

5.2 Saran ...47

DAFTAR PUSTAKA ...48

(10)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perkembangan jaringan wireless ... 6

Gambar 2.2 Arsitektur jaringan selular ... 9

Gambar 2.3 Protokol IEEE 802.11 ... 13

Gambar 2.4 Fenomena Propagasi Oleh Lingkungan ... 14

Gambar 2.5 Grafik pathloss, shadowing dan fast fading ... 15

Gambar 2.6 Perbedaan HorizontalHandoff dan VerticalHandoff ... 21

Gambar 3.1 Model lintasan ... 27

Gambar 4.1 Model sistem dua jaringan UMTS tanpa WLAN ... 32

Gambar 4.2 Model sistem dengan WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS ... 33

Gambar 4.3 flowchart Horizontal handoff berbasis kuat sinyal dengan hysteresis ... 35

Gambar 4.4 flowchart Vertical handoff berbasis kuat sinyal dengan hysteresis . 36 Gambar 4.5 Kuat sinyal yang diterima MS sebelum ada WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS ... 37

Gambar 4.6 Rata-rata Kuat sinyal yang diterima MS sebelum ada WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS ... 38

Gambar 4.7 Kuat sinyal yang diterima MS setelah ada WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS ... 40

Gambar 4.8 Rata-rata Kuat sinyal yang diterima MS setelah ada WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS ... 40

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Susunan parameter simulasi sistem ... 33

Tabel 4.2 Kasus UMTS - - - -> UMTS pada Smin = -80 dBm ... 38

Tabel 4.3 Kasus UMTS - - - -> UMTS pada Smin = -90 dBm ... 39

Tabel 4.4 Kasus UMTS - - - -> AP - - - -> UMTS pada Smin = -80 dBm ... 41

Tabel 4.5 Kasus UMTS - - - -> AP - - - -> UMTS pada Smin = -90 dBm ... 41

Tabel 4.6 Pengaruh penyisipan WLAN terhadap nilai Probabilitas outage... 42

(12)

ix

DAFTAR SINGKATAN

MS = Mobile Station

AP = Access Point

WLAN = Wireless Local Area Network

BS = Base Station

TDMA = Time Division Multiple Access

CDMA = Code Division Multiple Access

GSM = Global System for Mobile Communication

GPRS = General Packet Radio Service

EDGE = Enhanced Data rate for GSM Evolution

ITU = International Telecommunication Union

UMTS = Universal Mobile Telecommunications System

BTS = Base Transceiver Station

BSC = Base station Controller

RAN = Radio Access Network

MSC = Mobile Switching Center

ISDN = Integrated Services Digital Network

GMSC = Gateway MSC

IWF = Interworking Function

PSTN = Public Switch Telephone Network

ISC = International Switching Center

HLR = Home Location Register

(13)

x

AUC = Authentication Center

EIR = Equipment Identify Register

OCM = Operation and Maintenance Center

TMN = Telecommunication Management Network

MAC = Medium Acess Control

CSMA = Carrier Sense Multiple Access

CA = Collision Avoidance

DCF = Distributed Coordination Function

PCF = Point Coordination Function

IBSS = Independent Basic Service Sets

BSS = Basic Service Sets

ESS = Extended Service Sets

LLC = Logical Link Control

PLCP = Physical Layer Convergence Protocol

QoS = Quality of Service

IETF = Internet Engginering Task Force

NCHO = Network controlledhandoff

MAHO = Mobile assistedhandoff

MCHO = Mobile Controlledhandoff

NAHO = Network AssitedHandoff

HHO = Horizontal handoff

VHO = Verticalhandoff

RSS = Received Signal Strenght

(14)

i

ABSTRAK

Handoffmerupakan proses perpindahan pelayanan dari satu sel ke sel yang lain, yang disebabkan parameter propagasi sinyal tidak lagi memenuhi batas threshold untuk dilayani oleh BS yang sebelumnya.Horizontal handoff merupakan proses handoff yang terjadi pada jaringan dengan standar teknologi yangsama seperti antara dua atau lebihjaringan selular 3G, sedangkanVerticalhandoff

merupakan proses handoff yang terjadi pada jaringan dengan standar teknologi yang berbeda seperti jaringan selular 3G dan WLAN. Vertical handoff dapat memenuhi kebutuhan MS untuk dapat terhubung dengan semua jaringan yang ada.

Tugas Akhir ini menganalisis peningkatan kinerjajaringan saat dilakukan penyisipan WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS. Jaringan WLAN tersebut berfungsi untuk melayani MS ketika sinyal kedua UMTS yang berdekatan lemah, sehingga diharapkan proses komunikasi akan semakin baik. Evaluasi kinerja akan disimulasikan dalam program MATLAB dengan parameter kinerja yang dianalisis yaitu jumlah handoff dan probabilitas outage.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan melakukan penyisipan WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS, nilai probabilitas outage semakin kecil yaitu pada titik perbatasan sel UMTS1 dan UMTS2 pada jarak 910 meter dengan variasi Smin = -80 dBm diperoleh 0,679 menjadi 0, pada Smin = -85 dBm diperoleh 0,385 menjadi 0, dan padaSmin = -90 dBm diperoleh 0,141 menjadi 0.Namun jumlah handoff semakin meningkat, pada Smin = -80 dBm diperoleh rata-rata jumlah handoff 1 menjadi 5,64 kali, pada Smin = -85 dBm diperolehrata-rata jumlah handoff 1,76 menjadi 7,60 kali dan padaSmin = -90 dBm diperoleh rata-rata jumlah handoff 4,16 menjadi 7,60 kali. Dimana semakin besar Smin (batas threshold)yang ditentukan semakin kecil nilai probabilitas outagenya dan semakin banyak jumlah

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin majunya perkembangan teknologi khususnya pada

telekomunikasi selular menuntut adanya kontiniuitas komunikasi apabila

pelanggan bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Salah satu fasilitas dalam

komunikasi seluler yang menjamin adanya kontiniuitas komunikasi apabila

pelanggan bergerak dari satu sel ke sel yang lain disebut handoff. Prosedur

handoff bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kualitas layanan (QoS) jaringan selular.

Seperti halnya sebuah mobile station (MS) bergerak menjauhi base station

(BS) yang satu dan mendekati base station (BS) yang lain, pada saat itu akan terjadi handoff yang disebut dengan horizontal handoff. Namun pada perbatasan antara dua sel base station (BS) yang berdekatan akan mengalami perlemahan sinyal. Saat MS dalam akses internet yang membutuhkan kecepatan dan

bandwidth yang besar namun tidak dipenuhi oleh salah satu sel, maka akan

mengalami kegagalan koneksi. Kebutuhan akan kecepatan dan bandwidth yang

besar dapat dipenuhi dengan menggunakan jaringan yang area cakupannya lebih

kecil yaitu seperti Wireless Local Area Network (WLAN). Sehingga sangat perlu

dikembangkan sistem vertikal handoff. Proses vertikal handoff dapat menghubungkan MS dengan jaringan yang berbeda standar teknologinya.

Pada Tugas Akhir ini akan dilakukan analisis peningkatan kinerjaapabila

(16)

2

tersebut berfungsi untuk melayani MS ketika sinyal kedua UMTS yang

berdekatan lemah, sehingga diharapkan proses komunikasi akan semakin baik.

Evaluasi kinerja akan disimulasikan dalam program MATLAB dengan parameter

yang dianalisis yaitu laju handoff dan probabilitas outage.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pada bab I.1, maka dapat dirumuskan masalah

yang dibahas adalah :

Bagaimana peningkatan kinerja dari sistem horizontal handoff menjadi sistem

vertical handoff dengan penyisipan WLAN pada perbatasan dua jaringan UMTS ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan

kinerja handoff dengan penyisipan WLAN pada dua jaringan UMTS.

1.4 Batasan Masalah

Untuk membatasi materi yang dibahas, agar pembahasanlebih terfokus dan

mencapai hasil yang diharapkan, maka dibuat batasan masalah sebagai berikut:

1. Parameter kinerja handoff yang diamati adalah jumlah handoff dan probabilitas

outage.

2. Model pengamatan jaringan UMTS dan WLAN berbentuk sel segi enam

dimana BS/AP berada di pusat dengan jarak yang sudah ditentukan.

(17)

3

4. Model lintasan Mobile Station (MS) dianggap lurus, dari UMTS1 ke Acces Point (AP) ke UMTS2 pada kecepatan yang konstan.

5. Algoritma yang digunakan adalah berbasis RSS (received signal strength) yaitu kuat sinyal yang diterima.

6. Simulasi dilakukan dengan menggunakan program MATLAB.

1.5 Metode Penelitian

Metodologi Penulisan yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan

lain yang terkait, serta dari layanan internet berupa jurnal-jurnal penelitian.

2. Simulasi dan analisa data

Simulasi dilakukan dengan bantuan software MATLAB. Langkah-langkah dalam melakukan simulasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Membuat model sistem.

b. Menentukan parameter-parameter dalam simulasi seperti kuat sinyal,

jarak MS terhadap UMTS atau AP, nilai redaman atau path loss dan lainnya.

c. Membuat algoritma penyisipan WLAN.

d. Menentukan parameter yang akan dihitung, yaitu jumlah handoff dan probabilitas outage .

(18)

4

g. Melakukan simulasi kuat sinyal yang diterima MS dari jaringan UMTS

atau AP dalam lintasan yang telah ditentukan.

h. Melakukan proses simulasi kinerja horizontal handoff pada dua UMTS yang berdekatan, yaitu UMTS1 dan UMTS2.

i. Melakukan proses simulasi kinerja vertical handoff pada jaringan UMTS terhadap jaringan AP atau sebaliknya.

j. Melakukan perbandingan hasil simulasi kinerja handoff sebelum dan sesudah dilakukan penyisipan WLAN diantara dua jaringan UMTS yang

berdekatan.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini ditulis dan disusun dalam urutan sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahastentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika

penelitian.

BAB II JARINGAN WIRELESS

Bab ini memberikan gambaran singkat tentang prinsip seluler,

prinsip WLAN, parameter propagasi sinyal, sistem handoff, proses

vertical handoff, dan algoritma vertical handoff.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang model lintasandan parameter yang

(19)

5

BAB IV ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL

PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE

STATION UMTS

Bab ini memaparkan tentang simulasi dan hasil numerik dengan

menggunakan MATLAByang akan menunjukkan bagaimana kinerja

handoff jaringan UMTS dengan model penyisipan WLAN pada perbatasan dua base station UMTS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran yang diperoleh

(20)

6

BAB II

JARINGAN WIRELESS

2.1 Konsep Wireless

Sistem jaringan tanpa kabel (Wireless) merupakan jaringan yang sangat cepat berkembang dan banyak digunakan saat ini. Berkembangnya jaringan

komunikasi wireless dikarenakan kebutuhan pelanggan akan kecepatan transfer data dan bandwidth yang besar sehingga dapat mengirimkan file dalam ukuran besar dan cepat. Saat ini terdapat beberapa standar komunikasi seperti standar

komunikasi selular, IEEE 802.11(WLAN), dan IEEE802.16(WIMAX), serta

standar komunikasiwireless lainnya. Sistem komunikasi selular mengalami perkembangan yang cukup pesat dari generasi awal 1G sampai generasi 4G.

Perkembangan sistem komunikasi selular secara bertahap dari hanya bisa

mengolah text dan suara hingga mengolah gambar dan video dengan kualitas tinggi. Pada dasarnya sistem komunikasi selular mengunakan transmisi sinyal

yang dikirimkan dari Base station (BS) kepada MS. Setiap BS memiliki area cakupan yang disebut cell dimana setiap MS akan tetap terhubung selama berada di area sel atau disekitarnya[1].

(21)

7

Dapat dilihat pada Gambar 2.1 dimana jaringan wireless selalu berkembang dengan pesat. Perkembangan sistem komunikasi wireless dimulai pada tahun 1980an, ketika generasi pertama (1G) teknologi komunikasi

menyediakan komunikasi suara menggunakan frekuensi 900 MHz dan modulasi

analog. Generasi kedua (2G) dari jaringan wireless muncul pada tahun 1991 dimana telah menggunakan pensinyalan data digital. Teknologi 2G dapat

diklasifikasikan menjadi Time Division Multiple Access (TDMA) dan Code Division Multiple Access (CDMA) dimana TDMA menjadi standar teknologi untuk Global System for Mobile Communication (GSM) yang menjadi standar komunikasi dunia dan CDMA menjadi standar yang umum digunakan di Amerika

dan sebagian wilayah Asia. Sebelum masuknya teknologi 3G, teknologi 2G

berkembang menjadi 2.5G dimana telah menyediakan beberapa keunggulan dari

jaringan 3G (menggunakan packet-switched) tetapi masih menggunakan infrastruktur 2G. Standar 2.5G disebut juga General Packet Radio Service

(GPRS) untuk GSM yang digunakan seluruh dunia dan Enhanced Data rate for GSM Evolution (EDGE) atau dikenal dengan standar 2.75G yang juga digunakan diseluruh dunia kecuali jepang dan korea selatan. Sejak tahun 2003, jaringan

komunikasi bergerak telah menggunakan teknologi 3G atau dikenal juga sebagai

International Mobile Telecommunication-2000 yang disahkan oleh International Telecommunication Union (ITU). Standar jaringan 3G termasuk CDMA2000 dan

Universal Mobile Telecommunications System (UMTS) yang digunakan diseluruh dunia. Kerugian dari penggunaan jaringan 3G yaitu harga yang mahal untuk

(22)

8

diganti, juga diperlukan perangkat MS yang memadai, serta harga lisensi

penggunaan spektrum sangat tinggi [1].

Berbeda dengan perkembangan jaringan selular, perkembangan jaringan

WLAN dimulai ketika teknologi komunikasi telah mencapai kebutuhan akan

transfer data video. Pada saat itu sangat dibutuhkan kecepatan transfer data yang sangat cepat. Sistem komunikasi WLAN menggunakan standar yang berbeda

dengan sistem komunikasi selular. Sistem komunikasi WLAN mempunyai sebuah

AP sebagai sumber sinyal penghubung dengan MS. Sistem komunikasi WLAN

mempunyai area cakupan yang lebih kecil daripada jaringan selular. Namun

sistem komunikasi WLAN mempunyai transfer data yang sangat cepat. Untuk

dapat terhubung dengan jaringan WLAN maka MS harus melalui proses

autentikasi ke jaringan WLAN tersebut. Proses ini terkadang membutuhkan

password untuk jaringan yang diproteksi dengan password.

2.2 Sistem Komunikasi Selular

Sistem komunikasi selular mempertukarkan informasi yang didapat pada

perangkat pengguna MS dengan BTS (BaseTransceiverStation). Perangkat BTS terdiri dari perangkat transmitter dan receiver seperti antena, amplifier dan komponen lainnya yang berhubungan dengan sinyal dan pengolahan protokol.

Ukuran dari suatu BTS diusahakan agar tidak terlalu besar sehingga sistem

(23)

9

Gambar 2.2 Arsitektur jaringan selular[2]

Dari Gambar2.2 dapat dilihat arsitektur jaringan selular dimana MS

terhubung dengan BTS dan dikontrol oleh BTS. Umumnya beberapa BTS

dikontrol oleh sebuah BSC. Sebuah BSC terdiri dari fungsi control untuk kanal

radio pengaturan kanal dan pengaturan handoff. BTS dan BSC dihubungkan dengan kabel langsung (fixedlines) ataupun hubungan radio point-to-point. Hubungan antara BTS dan BSC ini membentuk Radio Access Network(RAN). Untuk menghubungkan antar pelanggan digunakan switch yang disebut juga

Mobile Switching Center (MSC). Pada MSC dilakukan pencarian jalur, pengolahan data dan segala fungsi switching dari sebuah node switching pada sebuah jaringan telepon tetap seperti pada jaringan Integrated Services Digital Network (ISDN). Perbedaan utama ISDN dan MSC adalah pada MSC harus diperhitungkan alokasi dan administrasi dari kanal radio dan mobilitas dari

pengguna. MSC juga harus menyediakan fungsi tambahan untuk registrasi lokasi

pengguna dan handoff dari sebuah koneksi apabila pengguna bergerak dari sel yang satu ke sel yang lainnya.

Dalam sebuah jaringan selular dapat memiliki MSC dengan setiap MSC

(24)

10

daerah metropolitan yang mempunyai trafik padat. Gateway MSC (GMSC) menangani panggilan yang berasal dari jaringan telepon lokal. Interworking Function (IWF) adalah bagian yang mengatur hubungan antara jaringan telepon local (PSTN) dengan jaringan selular (ISDN). Sambungan internasional yang

dilakukan MS diatur oleh International Switching Center (ISC). Pada jaringan selular GSM, memiliki beberapa jenis database seperti Home Location Register

(HLR), Visitor Location Register (VLR), Authentication Center (AUC), dan

Equipment Identify Register (EIR) [2].

HLR dan VLR berfungsi untuk menyimpan lokasi terkini dari sebuah MS.

Register ini juga menyimpan profil dari pengguna, yang kemudian digunakan

untuk keperluan administrasi dan pencatatan biaya penggunaan dari jaringan.

AUC berfungsi untuk menyimpan data yang berhubungan dengan keamanan

seperti kunci untuk enkripsi dan autentikasi. EIR berfungsi untuk menyimpan data

peralatan. Pengelolaan dan manajemen dari jaringan dilakukan di suatu tempat di

pusat yang disebut sebagai Operation and Maintenance Center (OMC). OMC berfungsi sebagai administrasi dari pengguna, terminal, data pembayaran,

konfigurasi jaringan, operasi, pengawasan performa, dan pemeliharaan jaringan.

Bagian OMC bekerja berdasarkan konsep dari Telecommunication Management Network (TMN) yang distandarisasi oleh ITU-T seri M.30.

2.2.1 Bentuk Sel

Pembagian pelayanan menjadi daerah-daerah yang kecil disebut dengan

sel. Setiap sel mempunyai daerah cakupannya masing-masing dan jumlahnya

(25)

11

sel pada dasarnya mempunyai sebuah BTS sebagai penghubung dengan

pelanggan. Ukuran sel pada sistem komunikasi selular dapat dipengeruhi oleh:

1. Kepadatan pada traffic.

2. Daya pemancar, antara BTS dan MS.

3. Faktor alam, seperti udara, laut, gunung, gedung-gedung, dan lain-lain

Bentuk jaringan sistem selular berkaitan dengan luas cakupan daerah

pelayanannya. Bentuk sel yang terdapat pada sistem selular digambarkan dengan

bentuk hexagonal dan lingkaran. Tetapi, bentuk heksagonal dipilih sebagai bentuk

pendekatan jaringan selular, karena dari sel yang lebih kecil diharapkan dapat

mencakup seluruh wilayah pelayanan[3].

2.3 Wireless LAN

Jaringan komunikasi lokal nirkabel atau WLAN adalah suatu jaringan area

lokal nirkabel yang menggunakan gelombang radio sebagai media transmisinya.

Standar Wireless Local Area Network (WLAN) diatur oleh lembaga IEEE. Standar ini menggunakan Medium Acess Control (MAC) dan layer fisik pada pengoperasiannya. Terdapat tiga jenis standar yang digunakan dalam frekuensi

yang berbeda. Ketiga jenis itu adalah 802.11a, 802.11b, dan 802.11g.

802.11a beroperasi pada band frekuensi 5GHz dan mempunyai kecepatan

maksimum sampai 54Mbps, yang mana lebih besar daripada 802.11b karena

802.11b bekerja pada band frekuensi 2.4 GHz dan kecepatan maksimum sampai

11 Mbps. 802.11g merupakan standar yang digunakan oleh WLAN. Standar ini

beroperasi pada band frekuensi 2.4 GHz dan mempunyai kecepatan maksimum

(26)

12

yang digunakan, seperti Distributed Coordination Function (DCF) dan Point Coordination Function (PCF). Pada saat ini penggunaan protokol DCF lebih banyak dipakai karena tidak rumit, mudah untuk diimplementasikan dan

terjangkau. DCF adalah dasarlayer fungsi dari MAC WLAN yang menggunakan

Carrier Sense Multiple Access (CSMA) juga dengan penambahan Collision Avoidance (CA) untuk menyelesaikan masalah kolisi saat paket dikirim secara bersamaan[3].

2.3.1 Komponen Wireless LAN

Komponen penyusun suatu jaringan WLAN pada [3] yaitu:

1. Mobile Station (MS)

Pada jaringan WLAN MS merupakan komponen yang esensial. Dalam

jaringan WLAN MS dapat terhubung dengan MS lainnya ataupun dengan AP

yang terhubung dengan jaringan kabel. MS dapat berupa PC, Laptop atau

Smartphone yang mempunyai Network Interface Card (NIC). 2. Access point (AP)

Pada jaringan wireless ataupun kabel, AP berfungsi sebagai transceiver yang dapat mengirim, menyimpan dan menerima data. AP juga dapat berfungsi

sebagai jembatan antara jaringan kabel dan wireless. Pada jaringan kabel AP berfungsi sebagai penghubung dengan server dengan MS. Sedangkan pada

(27)

13

2.3.2 ProtokolWireless LAN

Pada model layer OSI, standar 801.11 terbagi menjadi dua layer yaitu

layer data link dan layer fisik. Gambar 2.3 menunjukan protokol wireless LAN.

Logical Link Control sublayer

Medium Access Control Sublayer

Physical Layer Convergence Protocol sublayer

FHSS IR DSSS HR-DSS OFDM

P

Gambar 2.3Protokol IEEE 802.11[3]

Standar IEEE 802.11 membagi layer data link menjadi dua sub layer

yaitu:

1. Logical Link Control (LLC) 2. Medium Access Control (MAC)

Sublayer LLC memastikan selama proses tatap muka dengan layer network, protokol 802.11 menggunakan format standar dan juga berfungsi untuk memastikan transparansi dari hardwaredan protokol dengan layer diatasnya. Standar 802.11 menjelaskan dua tipe dari sublayer MAC seperti Distributed Coordination Function (DCF) dan Point Coordination Function (PCF).

(28)

14

pengaturan waktu pelayanan dan Quality of Service (QoS), bandwidth dapat dialokasikan secara rata.

Standar 802.11 juga membagi layer fisik menjadi dua sublayer. Untuk menawarkan interface fisik pada layer MAC yang mana memutuskan sendiri teknologi transmisinya, Physical Layer Convergence Protocol (PLCP) sangat dibutuhkan. Pada awal teknologi infrared dan transmisi radio (FHSS dan DSSS)

hanya tiga transmisi yang diketahui, serta pertama kali standar IEEE 802.11

diperkenalkan. Setelah 802.11a dan 802.11b ditemukan, teknologi transmisi juga

bertambah seperti HR-DSSS dan OFDM [3].

2.4 Propagasi Sinyal

Rugi propagasi (Propagation Loss) mencakup semua pelemahan yang diperkirakan akan dialami sinyal ketika berjalan dari base station ke mobile station. Mekanisme perambatan gelombang elektromagnetik secara umum sangat dipengaruhi oleh efek pantulan (reflection), difraksi dan hamburan

(scattering).Gambar 2.4 menjelaskan bagaimana fenomena propagasi oleh lingkungan.

Gambar 2.4 Fenomena Propagasi Oleh Lingkungan[4]

Adanya pemantulan dari beberapa objek dan pergerakan mobile satation

(29)

15

yang diterima tersebut mengalami path loss. Path loss akan membatasi kinerja dari sitem komunikasi bergerak sehingga memprediksikan path loss merupakan bagian yang penting dalam perancanaan sistem komunikasi bergerak[4].

Pancaran gelombang elektromagnetik yang dikirim oleh sumber akan

merambat di ruang bebas menggunakan pola radial simetris pada keadaan

idealnya. Variasi level sinyal yang diterima penerima dibagi menjadi tiga

komponen, yaitu; model pathloss, shadowing, dan multipath[4,5].

keterangan pathloss

Pathloss dan shadowing

Pathloss, shadow fading dan fast fading

���������� ������� ���(dB)

log⁡(�����)

Gambar 2.5 Grafik pathloss, shadowing dan fast fading[5]

Dari Gambar 2.5 dapat dilihat grafik pathloss yang semakin acak akibat adanya shadow fading dan fast fading.

2.4.1 Parameter Propagasi

Level kuat sinyal yang diterima (RSS) oleh MS dipengaruhi oleh 3

komponen, yaitu[4,5,6] :

1. Redaman Pathloss

(30)

16

dan rugi-rugi difraction. Hal ini mengakibatkan sinyal mengalami redaman yang bergantung pada beberapa variabel yaitu variabel yang dapat dikontrol seperti

frekuensi, tinggi antena; variabel yang dapat diukur seperti jarak; dan variabel

tidak dapat dikontrol juga tidak dapat diukur secara pasti seperti bukit topografi

lingkungan dan lembah. Jadi, pengaruh keseluruhan faktor ini diperkirakan

sebagai pathloss. Faktor pathloss terjadi akibat sinyal mengalami rugi-rugi dari pemancar dan pengaruh dalam kanal radio. Variasi daya sinyal akibat pathloss

terjadi pada jarak 100 sampai 1000 meter .

2. Shadow Fading

Shadowing atau slow fading merupakan fluktuasi daya rata-rata sinyal terima disekitar letak kejadian fluktuasi cepat, dengan perubahan sinyal yang

lambat. Fenomena shadowing terjadi kerena adanya penghalang antara pemancar dan penerima dilingkungan yang memiliki kontur yang menonjol seperti

pegunungan, hutan, bangunan, dan persimpangan jalan. Sinyal yang terhalangi

akan mengalami redaman karena sinyal mengalami absorption, reflection,

difraction dan scatter. Variasi sinyal karena shadowing sebanding dengan panjang objek penghalang antara pemancar dan penerima yang terjadi pada jarak 10

sampai 100 meter .

3. Fast Fading

Fast fading terjadi karena sinyal yang merambat dari transmitter ke

receiver dapat melalui beberapa jalur propagasi atau disebut dengan propagasi

multipath.Multipath terjadi karena sinyal dipantulkan dari objek seperti bangunan, dinding dan pegunungan, sehingga level sinyal yang diterima merupakan

(31)

17

dan sudut datang dipenerimaan. Hal ini dapat menyebabkan sinyal saling

menguatkan (konstruktif) atau menurunkan (destruktif). Fenomena multipath ini menyebabkan sinyal diterima mengalami fluktuasi daya cepat atau fast fading

dalam waktu singkat.Multipath fading atau fast fading dalam tugas akhir ini diabaikan, karena korelasi jarak yang pendek dan diasumsikan penerima dapat

mengatasinya dengan efektif.

2.5 Sistem Handoff

Handoffmerupakan proses dimana terjadi perpindahan pelayanan dari satu sel ke sel yang lain, dikarenakan parameter propagasi sinyal tidak lagi memenuhi

batas threshold untuk dilayani oleh BS yang sebelumnya. Proses ini membutuhkan

informasi yang akurat dari perangkat maupun BS untuk meminimalkan adanya

kegagalan proses handoff. Handoff juga merupakan elemen penting dari suatu jaringan wireless, karena keterbatasan dari setiap jaringan untuk dapat melayani pelanggannya disegala tempat dan waktu[7,8]. Oleh karena itu, penggunaan

metode dalam menentukan proses handoff sangatlah penting.

2.5.1 Jenis-jenisHandoff

Banyaknya jenis handoff merupakan bentuk adanya peningkatan dalam mengutamakan keterhubungan antara MS dengan BS yang ada. Jenis

handoffterbagi berdasarkan proses transfer kanal, kontrol handoffdan jenis jaringan.

(32)

18

Pembagian berdasarkan proses transfer kanal, maka handoff dibagi atas dua yaitu [4,8]:

1. Hardhandoff

Pada jenis hardhandoff, hubungan MS dengan BS yang sedang

melayaninya akan terputus sebelum terbentuk hubungan baru dengan BS lainnya.

Proses terputusnya hubungan ini harus berlangsung sangat cepat, unutk

mempertahankan kualitas pelayanan. Proses ini biasanya disebut dengan break before make. Ketika proses ini terjadi, biasanya user tidak akan menyadari adanya pemutusan hubungan, selain itu untuk mencegah terputusnya transmisi data maka

akan terjadi antrian dari data yang ditransmisikan.

2. Soft handoff

Proses ini terjadi apabila MS terhubung dengan dua atau lebih BS dalam

jangka waktu yang bersamaan. Proses handoff akan benar-benar terjadi apabila MS telah memutuskan hubungan dengan BS lainnya dan hanya terhubung dengan

satu BS saja. Kejadian ini disebut juga dengan make before break. Dikarenakan terhubunganya MS dengan beberapa BS, maka biasanya dalam setiap

hubungannya MS menggunakan frekuensi yang sama sehingga tidak perlu terjadi

pergantian kanal ketika MS dilayani oleh BS yang berbeda.

2.5.1.2Berdasarkan Kontrol Handoff

Dalam proses handoff, kerjasama antara MS dan BS sangatlah mutlak. Informasi yang diterima dari MS dan BS merupakan model dari terjadinya proses

(33)

19

Beberapa jenis kontrol keputusan handoff yang ada yaitu [8]:

1. Network controlled handoff (NCHO)

Pada generasi pertama sistem selular seperti advanced mobile phone system (AMPS), NCHO digunakan sebagai pengontrol terjadinya handoff atau dengan kata lain pusat switching mobile dari jaringan selular bertanggung jawab atas seluruh keputusan handoff. Pada handoff jenis ini, jaringan mengukur kuat sinyal dan kepadatan trafik yang diperlukan untuk proses handoff.

2. Mobile assisted handoff (MAHO)

Penggunaan sistem NCHO membebankan jaringan untuk menangani

seluruh keputusan handoff sehingga akan sangat mengganngu kinerja jaringan. Untuk mengurangi beban yang ditanggung jaringan maka pada sistem MAHO,

MS bertanggung jawab untuk melakukan pengukuran kuat sinyal yang diterima

dan mengirimkannya kepada BS. Dengan adanya pengukuran yang diterima, BS

atau jaringan akan memutuskan apakah handoff akan dilakukan atau tidak. Sistem MAHO ini digunakan pada jaringan selular GSM. Pada umumnya handoff akan berlangsung selama satu detik. Beban yang harus ditangani MS dapat

melemahkan performa dari MS itu sendiri. Dengan memilih kondisi yang tepat

maka proses bantuan pemilihan jaringan tentu sangat berguna.

3. Mobile Controlled handoff (MCHO)

Pada sistem ini, perangkat MS akan diberikan fungsi kontrol. Pengukuran

akan dilakukan bersama-sama oleh MS serta BS dan hasilnya akan dikirimkan

(34)

20

digunakan pada DECT (Digital European Cordless Telephone) dengan waktu pelaksanaan handoff sekitar 100-500 milisekon.

4. Network Assited Handoff (NAHO)

Sistem ini akan terjadi jika jaringan yang ada mengumpulkan informasi

agar MS dapat melakukan proses handoff. Sistem ini mengutamakan MS sebagai

controller dan jaringan yang membantunya.

2.5.1.3Berdasarkan Jenis Jaringan

Jaringan telekomunikasi yang tersedia saat ini mempunyai teknologi

standar komunikasi yang berbeda-beda, sehingga proses handoff juga terbagi berdasarkan jaringannya. Terhadap dua jenis jaringan yaitu homogen dan

heterogen, dimana proses handoff juga terbagi dua yaitu [9]: 1. Horizontalhandoff (HHO)

Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi suatu MS yang sedang

melakukan panggilan bergerak menjauhi BS yang sedang melayaninya. Begitu

MS bergerak menuju batas terluar dari area cakupan yang dilayani BS maka

kualitas dan kuat sinyal yang diterima oleh MS akan menurun. Pada saat yang

sama, ketika MS berada di batas terluar dari cell, MS tersebut menerima sinyal yang lebih kuat dari BS di sekitarnya. Pada tahap ini kontrol dari MS akan

(35)

21

2. Verticalhandoff (VHO)

Verticalhandoff merupakan proses handoff yang terjadi antar jaringan yang teknologinya berbeda atau inter-systemhandoff. Dikarenakan terjadi pada jaringan yang standar teknologinya berbeda maka verticalhandoff membutuhkan parameter-parameter tambahan serta layerpenghubung antar jaringan tersebut. Hal ini juga yang membuat verticalhandoff mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan lebih menantang daripada horizontalhandoff. Proses vertical handoff juga membutuhkan aplikasi layer yang menghubungkan antara jaringan dengan standar teknologi yang berbeda.

2.5.2 Teknologi VerticalHandoff

Teknologi vertical handoff bekerja pada jaringan heterogen yang mempunyai standar teknologi yang berbeda. Perbedaan proses verticalhandoff

dengan horizontalhandoff bisa dilihat pada Gambar2.6.

Gambar2.6Perbedaan HorizontalHandoff dan VerticalHandoff[10]

Dari Gambar 2.6 diatas dapat dilihat bahwa horizotalhandoff dapat terjadi pada jaringan yang homogen seperti antara jaringan selular 3G. Sedangkan

(36)

22

Terdapat dua klasifikasi yang membedakan verticalhandoff dengan

horizontalhandoff yaitu:

1. Upward dan downward

Upward verticalhandoff terjadi pada jaringan dengan area coverage yang kecil dan kecepatan data yang tinggi menuju jaringan dengan area coverage yang besar tapi memiliki kecepatan data yang kecil. Sedangkan

downwardverticalhandoff terjadi sebaliknya dimana MS yang berada pada jaringan dengan coverage yang besar tetapi kecepatan data yang kecil menuju jaringan dengan coverage yang kecil dan mempunyai kecepatan data yang tinggi. Sebagai contoh dapat dilihat pada jaringan selular 3G dan WLAN. Jaringan

WLAN mempunyai area coverage yang lebih kecil dengan kecepatan data yang tinggi sedangkan jaringan selular 3G mempunyai area coverage yang besar dengan kecepatan data yang kecil.

2. Imperative dan alternative

Imperative verticalhandoff terjadi berdasarkan kuat sinyal yang diterima dari BS atau AP. Sistem ini juga umumnya digunakan pada horizontalhandoff. Pelaksanaan imperativeverticalhandoff harus cepat agar MS selalu terhubung dengan jaringan. Sedangkan alternativeverticalhandoff memberikan MS performa yang lebih baik. Alternativeverticalhandoff terjadi berdasarkan parameter performa jaringan seperti bandwidth dan faktor harga dari jaringan tersebut.

Verticalhandoff ini dapat terjadi ketika MS berada pada jaringan 3G dan menuju area jaringan WLAN, walaupun sinyal yang diterima MS dari jaringan 3G tidak

(37)

23

2.6 Proses VerticalHandoff

Terdapat tiga bagian dari proses verticalhandoff seperti [1]: 1. Network discovery

Merupakan proses dimana MS mencari jaringan wireless yang dapat dicapai. Sebuah perangkat MS dengan banyak interface harus mengaktifkan

interface untuk menerima layanan iklan, yang dikirimkan secara umum oleh

jaringan wireless dengan teknologi yang berbeda. MS dapat mengetahui apakah jaringan wireless dapai dicapai jika layanan iklannya dapat diterima. Bagaimanapun, jika mengaktifkan semua interface secara bersamaan akan

membutuhkan konsumsi daya baterai yang sangat besar bahkan tanpa mengirim

ataupun menerima paket data apapun. Oleh karena itu, pengaktifan semua

interface bersifat kritis. Waktu yang dibutuhkan untuk menemukan jaringan

wireless juga harus cepat, agar MS dapat segera mendapatkan keuntungan dari jaringan baru tersebut.

Efisiensi daya serta waktu pencarian sangat penting dalam meningkatkan

performa metode sistem penemuan jaringan. Interface dapat diaktifkan secara

berkala untuk menerima layanan iklan. MS yang mengaktifkan sistem pencarian

jaringan dengan frekuensi tinggi dapat menemukan jaringan lebih cepat tapi

menggunakan daya baterai yang sangat besar. Sedangkan MS yang mengaktifkan

sistem pencarian jaringan dengan frekuensi rendah dapat menghemat daya baterai

(38)

24

Pilihan dalam menentukan daya baterai atau waktu pencarian sangat penting

dalam proses ini.

2. Handoff decision

Keputusan handoff adalah kemampuan untuk memilih kapan handoff akan terjadi dan pada jaringan mana akan dilakukan proses handoff. Keputusan dalan

verticalhandoff tergantung dari beberapa parameter yang terdapat pada jaringan yang mana MS terhubung dan kepada jaringan yang akan dilakukan proses

handoff. Keputusan untuk melakukan handoff dari MS dapat dilakukan oleh agen

handoff yang terdapat pada perangkat MS tergantung pada beberapa parameter seperti bandwidth jaringan, cakupan jaringan, cost, keamanan, QoS, dan ketetapan MS.

3. Handoff triggering

Handoff triggering membutuhkan transfer data secara langsung dari paket data menuju link jaringan baru untuk mengatur routing dari MS menuju jaringan

PoA yang baru. Sehingga dibutuhkan pengiriman informasi routing dari jaringan

yang digunakan MS kepada router dari jaringan baru agar dapat meneruskan paket

data. Jika jaringan telah dapat bekerja dalam standar jaringan yang berbeda, maka

transfer paket menuju jaringan baru akan membutuhkan transfer informasi

tambahan yang berguna dalam proses handoff menuju jaringan yang berbeda. Tujuan dari transfer konteks dari MS menuju jaringan baru adalah untuk

meminimalkan delay yang terjadi dalam proses pembentukan jalur koneksi MS.

(39)

25

Beberapa parameter yang menjadi kriteria dalam

melakukanverticalhandoff seperti [10]: 1. Received Signal Strength (RSS)

Merupakan kriteria yang paling sering digunakan karena sangat mudah

untuk diukur dan secara langsung mempengaruhi kualitas layanan. Terdapat

hubungan dekat antara pembacaan RSS dan jarak dari MS kepada pusat jaringan.

Umumnya, pengukuran RSS dilakukan pada horizontalhandoff yang juga dapat digunakan dalam proses verticalhandoff.

2. Bandwidth

Pengukuran dari sumber komunikasi data yang tersedia dan disimbolkan

dengan bit/s. merupakan indikator yang baik dari kondisi laju komunikasi pada jaringan.

3. Konsumsi daya

Menjadi parameter kristis terutama jika baterai MS melemah. Pada

beberapa situasi, lebih baik melakukan handoff pada jaringan yang dapat memperpanjang umur baterai.

4. Monetary cost

Untuk jaringan yang berbeda, ada terdapat perbedaan biaya dari layanan

yang diterimanya. Hal ini juga dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan

handoff. 5. Keamanan

Untuk beberapa aplikasi, kenyamanan dan integritas dari data yang

(40)

26

memiliki tingkat keamanan yang tinggi dapat dipilih dari jaringan yang

menyediakan tingkat keamanan yang rendah.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Persiapan Awal Penelitian

Sumber penelitian diperoleh dari studi literatur yaitubuku, jurnal, dan

ebook. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian yaitu laptop dan software

MATLAB R2008a. Pada persiapan awal diperlukan suatu bentuk model dari

jaringan yang akan diteliti. Dari jaringan yang akan diteliti yaitu jaringan UMTS

dan WLAN, maka diatur jaringan WLAN berada tepat di perbatasan dua jaringan

UMTS dan posisi MS akan berada di pusat jaringan UMTS1. Pada simulasi ini

MS akan bergerak dengan lintasan lurus, bergerak dari pusat BS jaringan UMTS1

dan melewati AP dari WLAN hingga sampai di pusat BS jaringan UMTS2. Hal ini

bertujuan agar pengukuran kuat sinyal diterima dapat lebih mudah dalam

pengambilan sampelnya.

Pengukuran kuat sinyal diterima ini dilakukan dengan mengambil sample

dari lintasan yang dilalui oleh MS. Pada sampel kuat sinyal, MS akan mengukur

kuat sinyal yang diterima berdasarkan komponen sinyal yaitu: pathloss, shadow fading. Hasil pengukuran kemudian dirata-ratakan dengan menggunakan metode

(41)

27

yang telah ditetapkan yaitu probabilitas Outage handoffdan jumlahhandoff yang terjadi.

3.2 Model Lintasan

Sistem jaringan yang dibuat terdiri dari jaringan WLAN dan jaringan

UMTS yang dimodelkan dengan bentuk heksagonal yang dicakup oleh jenis

antena omnidirectional. Jaringan WLAN digambarkan tepat berada di perbatasan

antara dua jaringan UMTSdan posisi MS berada di pusat jaringan UMTS1. Pada

simulasi ini MS akan bergerak dengan lintasan lurus, bergerak dari pusat BS

jaringan UMTS1 dan melewati AP dari WLAN hingga sampai di pusat BS

jaringan UMTS2. Hal ini bertujuan agar pengukuran kuat sinyal diterima dapat

lebih mudah dalam pengambilan sampelnya. Model lintasannya seperti pada

Gambar 3.1 berikut ini :

Gambar 3.1 Model lintasan MS

(42)

28

MS mengukur RSS dari masing-masing BS. Nilai RSS (dB) yang terukur

merupakan jumlah dari dua bagian, yaitu path loss dan lognormal shadow fading.

Jadi RSS dalam dBm adalah:

RSS = PT L −10n log(d) + f(μ, σ)………(3.1)

Dimana, PT = Kuat sinyal dikirim

L = Rugi-rugi

n = Pathloss

d = Jarak MS terhadap BS atau AP μ = Mean

σ = Standar Deviasi

Redaman propagasi biasanya dimodelkan sebagai hasil dari jarak dipangkatkan ƞ

dan sebuah komponen lognormal yang menunjukkan rugi-rugi shadow fading. Untuk MS yang berada pada jarak ‘d’ dari BS atau AP, dengan

menggunakan nilai d0 = 1m (mikrosel), maka redamannya adalah[4,11]:

α (d, ζ) = �ƞ1010 ………(3.2)

dimana α adalah rugi path loss dan ζ adalah redaman dalam dB yang dikarenakan

shadowing, dengan rata-rata nol dan standar deviasi σ. Nilai ζ tidak dipengaruhi oleh jarak.

Rugi-rugi path lossdalam dB dapat dibuat :

α (d, ζ)[dB] = 10ƞlogd+ ζ………..(3.3)

(43)

29

dengan BSi; i=1,2. Jika daya yang ditransmisikan oleh BS atau AP adalah Pt,

maka kuat sinyal dari BSi, dinotasikan dengan Si(d); i= 1,2, dapat ditulis,

Si(d) = Pt – α(d, ζ)………...(3.4)

Hasil pengukuran kuat sinyal kemudian dirata-ratakan untuk

menghilangkan efek dari shadow fading. Metode yang digunakan dalam merata-ratakan adalah metode jendela (window). Bentuk persamaan matematikanya adalah,

Ŝi(k) =

1

��∑�−�=01�i(k-n)Wn ; i=1,2………...(3.5) Dimana; Ŝiadalah kuat sinyal terima yang telah dirata-ratakan dan Si adalah kuat sinyal sebelum proses perataan. N adalah jumlah sampel dan Wn adalah besar

window yang digunakan untuk mensampling. Nilai dari Wn = 1 untuk semua n jika metode yang digunakan adalah metode segi empat (rectangular), sedangkan untuk metode eksponensial nilai Wn adalah,

Wn = ���(

−�� �−1

� ); n = 0,…,N – 1………(3.6)

Dimana Q adalah parameter bentuk tambahan.

Fungsi autokorelasi diantara dua sampel shadow fading yang berdampingan dideskripsikan sebagai fungsi exponensial negatif.

Model dari shadow fading adalah sebagai berikut :

ζ (k) = ρζ (k – 1) + σ�(1− �2)W(0,1)………..(3.7)

Dimana W(0,1) adalah variabel random normal yang dipendekkan (truncated).

Nilai σ merepresentasikan keadaan kepadatan dari lingkungan propagasi

yang dilalui oleh sinyal. Semakin besar nilai σ maka nilai keacakan dan besar dari

(44)

30

Nilai ρ menunjukkan korelasi antara fading yang timbul. Semakin besar korelasi, maka nilai fading akan cenderung berubah secara linear sehingga nilai keacakan fading akan berkurang. Di dalam sistem nyata, kedua parameter fading

ini mempresentasikan keadaan lingkungan baik kepadatan dan keacakan dari

situasi halangan (obstacle) di lapangan.

3.4 Parameter Kinerja Handoff

Kinerja handoff merupakan ukuran penting yang menjadi acuan baik tidaknya suatu proses handoff. Pada [4] disebutkan bahwa kinerja handoffadalah sebagai berikut :

1. Jumlah handoffyaitu banyaknya handoff yang terjadi. Perhitungan jumlah

handoffmengikuti persamaan (3.8),

�ℎ�= ∑�=1[�=1+ … +��=�] ……….……(3.8)

Dimana, Nho adalah jumlah handoff yang terjadi, ��=1 adalah kejadian handoff

pertama dan ��=kejadian handoff ke-n.

2. Poutage (Probabilitas outage) adalah probabilitas dimana kuat sinyal terima berada dibawah nilai threshold yang ditetapkan. Outage adalah situasi dimana MS sama sekali tidak terhubung dengan BS. Nilai probabilitas outage dapat dideskripsikan sebagai kualitas pelayanan. Karena sinyal yang diterima pada

jarak d adalah variabel acak,fungsi analitis Q atau fungsi kesalahan (ERF)

dapat digunakan untuk menentukan probabilitas outage. Probabilitas outage

(Po) pada jarak d diberikan oleh,

(45)

31

Dimana �̅���� adalah kekuatan sinyal terbesar diantara yang tersedia rata-rata

sinyal dari BS pada jarak d, ���� adalah threshold, dan � adalah standar deviasi.

3.5 Algoritma handoff

Pada Tugas Akhir ini, algoritma yang digunakan dengan menggunakan

parameter acuan kuat sinyal terima untuk menginisiasi handoff.

Algoritma tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

a.Horizontalhandoff dari UMTS ke UMTS

1. RSSUMTS2>RSSUMTS1+ hist ( UMTS1→ UMTS2)

Horizontal handoff ke UMTS2terjadi, jika sinyal terima pada jaringan UMTS2 lebih besar dari pada sinyal pada jaringan UMTS1ditambah hist

(besar selisih sinyal dari UMTS2 terhadap sinyal dari UMTS1)..

2. RSSUMTS1>RSSUMTS2 + hist ( UMTS2→ UMTS1 )

Horizontal handoff ke UMTS1terjadi, jika sinyal terima pada jaringan UMTS1 lebih besar dari pada sinyal pada jaringan UMTS2ditambah

hist(besar selisih sinyal dari UMTS1 terhadap sinyal dari UMTS2).

b. Verticalhandoff ke WLAN(RSSWLAN>RSSUMTS)

Verticalhandoff ke WLAN terjadi, jika sinyal terima pada jaringan WLAN lebih besar dari pada sinyal pada jaringan UMTS.

c. Verticalhandoff ke UMTS(RSSUMTS>RSSWLAN+ hist)

Verticalhandoff ke UMTS terjadi, jika sinyal terima pada jaringan UMTS lebih besar dari pada sinyal pada jaringan WLAN ditambah hist (besar selisih

(46)

32

BAB IV

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL

PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

4.1 Rancangan Sistem

Sistem yang dirancang sesuai dengan model yang ditunjukkan pada

Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Pada Gambar 4.1 hanya terdapat dua jaringan

UMTS dimana tidak ada jaringan WLAN di perbatasan kedua sel UMTS tersebut.

Pada Gambar 4.2 terdapat tiga jaringan pada model ini yaitu dua jaringan UMTS

dengan pancaran dari BS dan jaringan WLAN dengan pancaran dari AP. Sistem

jaringan WLAN diletakkan tepat di perbatasan dua jaringan UMTS. Cakupan dari

jaringan UMTS dan jaringan WLAN digambarkan dengan bentuk heksagonal.

Secara ideal bentuk heksagonal dipilih agar tidak adanya blind spot dari suatu daerah cakupan, namun kenyataannya bentuk yang hampir seperti heksagonal tapi

tidak beraturan dapat terbentuk. MS dimodelkan bergerak secara garis lurus dari

(47)

33

(0,1000*sqrt(3)/2) dan berakhir pada cakupan jaringan UMTS2 yaitu titik

(0,1000*sqrt(3)).

Gambar 4.1 Model sistem dua jaringan UMTS tanpa WLAN

Gambar 4.2Model sistem dengan WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS

Kecepatan pergerakan MS bersifat konstan agar terpenuhinya syarat

handoff walaupun variasi kecepatan dapat digunakan sebagai parameter kontrol. Area cakupan dari jaringan UMTS diasumsikan mempunyai radius 1000 meter

sesuai dengan bentuk mikrosel dan area cakupan jaringan WLAN mempunyai

radius 200 meter sesuai dengan standar cakupan WLAN dalam ruangan.

4.2 Susunan Parameter Simulasi Sistem

Ada beberapa parameter yang digunakan dalam menjalankan simulasi

(48)

34

Tabel 4.1 Susunan parameter simulasi sistem

KODE NILAI KETERANGAN

kord_UMTS1 (0,0) Titik koordinat BS UMTS1 pada (0,0)

kord_UMTS2 (0,1000*s qrt(3))

Titik koordinat BS UMTS2 pada (0,1000*sqrt(3))

kord_WLAN (0,1000*s qrt(3)/2)

Titik koordinat AP WLAN pada (0,1000*sqrt(3)/2)

radius_UMT

Dav 20 Panjang rata-rata windowing (meter)

Ds 1 Jarak kemiringan window (meter)

4.3 Flowchart Simulasi

Proses simulasi dijalankan sesuai dengan flowchart pada Gambar 4.3.

(49)

35

• Posisi awal MS berada pada UMTS1,

Hysteresis = 2,

• �= 8dB,

• Smin = (-80; -85; -90) dBm,

• i = 1,2,3,…,N ; N = 2000

Tidak Ya

Bangkitkan danukur RSS UMTS1 dan UMTS2

Apakah RSS UMTS2>

RSS UMTS1+ Hyst &

RSS UMTS2> Smin?

i = 1

Mengukur RSS rata-rata

MS horizontal handoff keUMTS2 MS tetap berada

pada UMTS1

Inisialisasi

(50)

36 Tidak

Ya

Gambar 4.3flowchart Horizontal handoff berbasis kuat sinyal dengan hysteresis

Ya Tidak

Menghitung Poutage & jumlah handoff

Apakah sudah mencapaiN = 2000 ?

Menghitung rata-rata Poutage & jumlah handoff

(51)

37

T Y T Y

Tidak

Ya

Gambar 4.4flowchart Verticalhandoff berbasis kuat sinyal dengan hysteresis 4.4 Analisa Hasil Simulasi

Pada simulasi ini dilakukan pengamatan terhadap dua kinerja yaitu

probabilitasoutagehandoff dan jumlah handoff.Proses simulasi dimulai dengan membangkitkan daya sinyal yang dipancarkan dikurangi dengan loss, path loss

dan shadow fading. Sesudah itu daya sinyal diperhalus dengan metode windowing

untuk mengurangi banyaknya riak dari sinyal yang dihasilkan. Karena sinyal yang

dibangkitkan merupakan bilangan acak maka simulasi dilakukan sebanyak 100

kali. Setiap kali simulasi akan dihitungprobabilitas outagehandoff dan jumlah

handoff yang kemudian rata-ratanya akan diambil sebagai hasil akhir.

Sebelum dilakukan penyisipan WLAN pada perbatasan dua jaringan

UMTS, kuat sinyal yang diterima MS dari kedua jaringan UMTS ditunjukkan

pada Gambar 4.5 Kuat sinyal yang diterima MS sebelum ada WLAN di

perbatasan dua jaringan UMTS.

Apakah sudah mencapaiN = 2000 ?

Menghitung rata-rata Poutage & jumlah handoff

(52)

38

Gambar 4.5 Kuat sinyal yang diterima MS sebelum ada WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS

Karena banyaknya riak dari sinyal yang dihasilkan maka kuat sinyal

dirata-ratakan untuk memperoleh tampilan yang lebih jelas untuk dibaca. Dapat

dilihat pada Gambar 4.6berikut ini :

Gambar 4.6 Rata-rata Kuat sinyal yang diterima MS sebelum ada WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS

Berdasarkan grafik kuat sinyal yang dihasilkan oleh jaringan UMTS1 dan

UMTS2, diperoleh data-data kuat sinyal yang ditampilkan pada Tabel 4.2 dengan

(53)

39

UMTS yang menangani MS pada jarak (m) :

Jarak 200 400 800 1000 1090 1200 1400 1600

UMTS yang menangani MS pada jarak (m) :

Jarak 200 400 800 1000 1200 1400 1600

Yang menangani MS

(54)

40

Analisis data hasil simulasi sebelum dilakukan penyisipan WLAN di

perbatasan jaringan UMTS1 dan UMTS2 jika dengan Smin =-80 dBm dapat

diketahui bahwa pada jarak 0 sampai 1000 meter MS ditangani oleh jaringan

UMTS1 namun pada jarak 1200 terjadi horizontal handoff dari UMTS1 ke UMTS2 sehingga MS pindah layanan ke jaringan UMTS2. Namun jika dengan Smin =-90

terjadi horizontal handoff dari UMTS1 ke UMTS2 pada jarak 1000 meter.

Ketika dilakukan penyisipan WLAN pada perbatasan jaringan UMTS1

dan UMTS2 kuat sinyal yang dihasikan ditampilkan pada Gambar 4.7 grafik Kuat

sinyal yang diterima MS setelah ada WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS

dan setelah dirata-ratakan ditampilkan pada Gambar 4.8.

(55)

41

Gambar 4.8 Rata-rata Kuat sinyal yang diterima MS setelah ada WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS

Dari hasi simulasi kuat sinyal yang diperoleh, terlihat bahwa kuat sinyal

WLAN mengambil alih bagian sinyal yang lemah dari kedua jaringan UMTS.

Data-data kuat sinyal yang dihasilkan dari oleh UMTS1, AP, dan UMTS2

ditunjukkan pada Tabel 4.4 dengan Smin = -80 dBm dan Tabel 4.5 dengan Smin =

-90 dBm.

Tabel 4.4 Kasus UMTS - - - -> AP - - - -> UMTS pada Smin = -80 dBm

Jarak (m) Smin = -80 dBm

RSS RSS rata-rata

UMTS1 AP UMTS2 UMTS1 AP UMTS2

200 -67.453 -104.710 -96.136 -59.793 -93.850 -94.638 400 -73.385 -82.423 -98.408 -71.869 -90.141 -96.306 600 -100.238 -77.514 -93.848 -79.550 -78.475 -91.309 800 -79.836 -50.268 -89.135 -84.640 -61.620 -90.247 1000 -87.478 -67.881 -89.612 -89.064 -69.937 -84.358 1200 -89.132 -80.907 -80.061 -93.531 -81.534 -77.773 1400 -106.764 -101.169 -78.038 -96.778 -91.485 -72.562 1600 -103.428 -108.776 -35.128 -100.162 -97.450 -52.282

UMTS/AP yang menangani MS pada jarak (m) :

(56)

42

UMTS/AP yang menangani MS pada jarak (m) :

Jarak 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Yang menangani MS

UMTS1 UMTS1 AP AP AP UMTS2 UMTS2 UMTS2

Berdasarkan data kuat sinyal yang diperoleh, pada Smin =-80 dBm dan Smin

=-90 terjadi vertical handoff dari UMTS1 ke AP pada jarak 600 meter dan terjadi vertical handoff dari AP ke UMTS2 pada jarak 1200 meter.

4.4.1 Analisis Kinerja Handoff Terhadap Parameter Kinerja (Probabilitas

Outage dan Jumlah Handoff)

Pada sub bab ini, ukuran kinerja yang digunakan adalah probabilitas

Outage dan jumlah handoff. Dengan melakukan 100 kali simulasi dan memvariasikan Threshold, yaitu (-80, -85, -90) dBm.

4.4.1.1 Pengaruh Penyisipan WLAN Terhadap Nilai Probabilitas Outage

(57)

43

kualitas dari sistem komunikasi tersebut semakin baik. Tabel 4.6memperlihatkan

pengaruh penyisipan WLAN terhadap nilai Probabilitas outage yang dihasilkan. Tabel 4.6Pengaruh penyisipan WLAN terhadap nilai Probabilitas outage

Probabilitas Outage

Dari hasil simulasi yang dilakukan, pada Tabel 4.6 terlihat jelas bahwa

dengan adanya WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS sangat berpengaruh

terhadap nilai Probabilitas Outage. Pada Smin = -80 dBm nilai Probabilitas Outage sebelum adanya WLAN adalah 0,679 (nilai Probabilitas Outage tertinggi), namun setelah adanya WLAN nilai Probabilitas Outage menjadi 0. Pada Smin = -85 dBm nilai Probabilitas Outage sebelum adanya WLAN adalah 0,385 (nilai Probabilitas

Outage tertinggi), namun setelah adanya WLAN nilai Probabilitas Outage

(58)

44

adalah 0,141 (nilai Probabilitas Outage tertinggi), namun setelah adanya WLAN nilai Probabilitas Outage menjadi 0.Berdasarkan nilai yang diperoleh pada Tabel 4.6 didapat grafik perubahan nilai Probabilitas Outage terhadap penyisipan WLAN seperti Gambar 4.9 berikut:

Gambar4.9 Grafik pengaruh penyisipan WLAN terhadap probabilitas outage

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa dengan adanya WLAN di perbatasan

dua jaringan UMTS probabilitas outage yang awalnya mencapai nilai tertinggi yaitu 0,679 menjadi batas terendah yaitu 0. Membuktikan bahwa dengan

menyisipkan WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS, WLAN tersebut dapat

mengambil alih bagian sinyal yang lemah dari kedua jaringan UMTS sehingga

(59)

45

4.4.1.2 Pengaruh Penyisipan WLAN terhadap Jumlah Handoff

Dari penelitian yang dilakukan, penyisipan WLAN di perbatasan dua

jaringan UMTS berpengaruh terhadap jumlah handoff yang terjadi.Tabel 4.7 memperlihatkan pengaruh penyisipan WLAN terhadap jumlah handoff yang terjadi.

Tabel 4.7Pengaruh penyisipan WLAN terhadap jumlah handoff

Smin (dBm) Jumlah handoff

Sebelum dilakukan penyisipan WLAN di perbatasan jaringan UMTS,

handoffyang terjadipaling banyak rata-rata 4.16 kali, sedangkan setelah dilakukan penyisipan WLAN jumlah handoff yang terjadi semakin meningkat hingga mencapai rata-rata7,60 kali (merupakan jumlah handoff terbanyak) yaitupada Smin = -90 dBm.

Berdasarkan nilai yang diperoleh pada Tabel 4.7 didapat grafik perubahan

(60)

46

Gambar 4.10Grafik pengaruh penyisipan WLAN terhadap jumlah handoff

Saat MS mendeteksi ada dua atau lebih BS dengan kuat sinyal yang acak,

MS akan melakukan handoff pada BS yang memiliki sinyal yang paling kuat, namun karena sinyal yang dihasilkan masing – masing BS sangat acak maka MS

akan melakukan handoff yang tidak teratur pula sesuai dengan kuat sinyal yang dideteksinya hingga salah satu BS memiliki sinyal yang peling besar

dibandingkan BS yang lain. Semakin banyak BS yang dideteksi semakin banyak

juga handoff yang terjadi. Dengan adanya WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS Semakin banyak juga handoff yang terjadi.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa keluaran simulasi, maka dapat dibuatkesimpulan

(61)

47

1. Untuk kuat sinyal, dengan adanya WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS

terbukti bahwa WLAN dapat menyediakan sinyal yang kuat disaat sinyal dari

kedua UMTS melemah sehingga kebutuhan akan kecepatan dan bandwidth

yang besar tetap tersedia meskipun MS bergerak.

2. Dengan adanya WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS sangat berpengaruh

terhadap nilai Probabilitas Outage yang dihasilkan. Dengan adanya WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS nilai Probabilitas Outage semakin kecil, yaitu dengan variasi Smin = -80 dBm diperoleh 0,679 menjadi 0, pada Smin = -85

dBm diperoleh 0,385 menjadi 0, dan padaSmin = -90 dBm diperoleh 0,141

menjadi 0.

3. Dengan adanya WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS sangat berpengaruh

terhadap jumlah handoff yang dihasilkan, yaitu mengalami peningkatan. Pada Smin = -80 dBm diperoleh rata-rata jumlah handoff 1 menjadi 5,64 kali, pada Smin = -85 dBm diperolehrata-rata jumlah handoff 1,76 menjadi 7,60 kali dan padaSmin = -90 dBm diperoleh rata-rata jumlah handoff 4,16 menjadi 7,60 kali. 4. Dengan adanya WLAN di perbatasan dua jaringan UMTS sisem komunikasi

semakin baik, dimana nilai Probabilitas Outagenya semakin kecil dan walaupun jumlah handoff semakin banyak namun tidak berpengaruh terhadap

kualitas sinyal, hanya saja terjadi kerugian disisi operator karena penggunaan

frekuensi yang tidak konstan dan kerugian disisi pelanggan dalam penggunaan

daya baterai dan biaya jaringan.

(62)

48

Adapun saran yang dapat diberikan untuk menjadi masukan bagi studi

berikutnya:

1. Membandingkan beberapa model dengan penempatan WLAN yang berbeda.

2. Melihat kinerja dengan menggunakan parameter kinerja yang lebih bervariasi.

3. Melakukan simulasi Vertical handoff yang berbeda, misalnya pada 4G.

Daftar pustaka

[1] Yan Xiaohuan. 2010. “Optimization of Vertical Handover Decision Processes for Fourth Generation Heterogeneous Wireless Networks” Department of Electrical and Computer Systems Engineering, Monash University Australia.

Gambar

Gambar 2.1 Perkembangan jaringan wireless[1]
Gambar 2.2 Arsitektur jaringan selular[2]
Gambar 2.3Protokol IEEE 802.11[3]
Gambar 2.4 Fenomena Propagasi Oleh Lingkungan[4]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan berbeda yang digunakan oleh Pusdalops PB Sumatera Barat dan Pusdalops PB Kota Padang menghasilkan arahan yang berbeda. Kota Padang menyebarkan arahan

Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti melalui responden sebagai

Pada umumnya, pelaksanaan gadai emas di perbankan syariah mengunakan tiga akad yaitu qardh , rahn dan ijarah. Qardh adalah akad yang digunakan untuk pinjaman

pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada materi garis dan sudut di kelas VII SMP Kristen Bala Keselamatan Palu. Desain penelitian

Berdasarkan rumusan masslah yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan

Dengan FPV pengendali QuadroKopter tidak perlu berada terlalu dekat pada QuadroKopter yang sedang dikendalikan dengan Remote Control, karena pengendali QuadroKopter dapat

Skripsi dengan judul ”Pengaruh Modal dan Upah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Usaha Mikro Kecil di Sentra Industri Tas Kendal, Kecamatan Kangkung, Kabupaten

Lima Puluh Kota..