• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Dakwah Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf Pada Jama'ah Majlis Ta'lim Nurul Musthofa Di Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Dakwah Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf Pada Jama'ah Majlis Ta'lim Nurul Musthofa Di Jakarta Selatan"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

METODE DAKWAH HABIB HASAN BIN JA’FAR ASSEGAF

PADA JAMA’AH MAJLIS TA’LIM NURUL MUSTHOFA

DI JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

SOP YAN NIM: 102051025569

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

METODE DAKWAH HABIB HASAN BIN JA’FAR ASSEGAF

PADA JAMA’AH MAJLIS TA’LIM NURUL MUSTHOFA

DI JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

SOP YAN NIM: 102051025569

Di Bawah Bimbingan

UMI MUSYARROFAH, MA NIP: 150281980

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

ABSTRAK Sopyan

102051025569

Metode Dakwah Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf Pada Majlis Ta’lim Nurul Musthofa Di Jakarta Selatan

Dakwah adalah kewajiban setiap umat manusia untuk saling mengingatkan dan mengajak sesamanya ke jalan Allah SWT yaitu menegakkan kebenaran dan merupakan bagian yang senantiasa ada dalam satu ajaran agama Islam yang mewajibkan atau memberikan informasi tentang ajaran-ajaran Islam dengan beberapa metode atau cara.

Metode dakwah yang digunakan Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf pada jama’ah Majlis Ta’lim Nurul Musthafa yaitu dengan metode ceramah, metode bil hal dan metode bil qalam. Cara penyampaian metode ceramah dalam bentuk uaraian dan penjelasan secara lisan oleh da’i sedangkan jama’ahnya duduk melihat, mendengarkan dan menyimak apa yang disampaikan. Sedangkan metode bil hal bagian yang terpenting dari metode ceramah dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Metode bil qalam adalah penyampaian dakwah dengan tulisan-tulisan yang dibantu dengan media.

Metode dakwah merupakan proses penyampaian atau cara-cara tertentu yang dilakukan seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Metode juga merupakan cara dakwah seorang da’i kepada mad’unya dalam menyampaikan materi atau pengajian di majlis ta’lim. Hal ini juga dilakukan oleh Al-Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam menyampaikan materi dakwah di Majlis Ta’lim Nurul Musthofa. Lalu bagaimana metode dakwah yang digunakan Al-Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam menyampaikan ajaran Islam melalui Majlis Ta’lim Nurul Musthofa? Adapun metodologi yang digunakan dalam pembahasan ini ialah menggunakan metode deskriptif analisis yang bersifat kualitatif yaitu mengambarkan kenyataan sebagaimana adanya.

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana metode dakwah Al-Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dalam menyampaikan materi dakwah di Majlis Ta’lim Nurul Musthofa dan aktivitas dakwah Majlis Ta’lim Nurul Musthofa dalam menjalankan aktivitasnya.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

karena segala karunia dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan, penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul: “Metode Dakwah Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf Pada Majlis Ta’lim Nurul Musthofa Di Jakarta Selatan” ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke jalan yang diridhai oleh

Allah SWT.

Karya tulis ini merupakan hasil perenungan dan pemahaman penulis yang

cukup mendalam yang diharapkan mampu memberikan corak tersendiri dalam

berdakwah, terutama yang bersangkutan dengan ilmu dakwah. Tetapi skripsi ini

bukan merupakan sebuah karya besar yang patut dibuat pegangan karena di

dalamnya masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu ditambahkan.

Harapan penulis kelak ada penerus yang dapat melanjutkan bahkan mementahkan

hasil karya ini.

Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Dakwah

dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar kesarjanaan S1 (Strata 1).

Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan,

motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

(5)

1. Ayahanda tercinta Abdul Hadi dan Ibunda tersayang Dayati, yang telah

dengan sabar membimbing ananda dalam perjalanan study ananda. Terima

kasih tak terhingga atas dukungan moral maupun materialnya. Ananda

sadar, tidak akan dapat membalas budi baik Ayahanda dan Ibunda.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat dan

karunia-Nya.

2. Bapak Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Dr. Murodi, MA, Pembantu Dekan Bidang Akademik Bapak Dr.

Arief Subhan, M.Ag, Pembantu Dekan Bidang Administrasi dan

Keuangan Bapak Drs. H Mahmud Jalal, M.Ag, Pembantu Dekan Bidang

Kemahasiswaan Bapak Drs. Study Rizal. L.K.,MA.

3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA, dan Ibu Umi Musyarrofah, MA, selaku

ketua dan sekretaris prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Yang telah

banyak membantu penulis dalam berbagai hal dan memberikan nasehat

yang sangat berharga.

4. Ibu Umi Musyarofah, MA, selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah

banyak meluangkan waktu dan mencurahkan pikiran untuk membimbing

penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Pimpinan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan

Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta staf-stafnya, yang telah

(6)

6. Para dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan dan

pengalaman kepada penulis dengan penuh kesungguhan serta penuh

kesabaran.

7. Guru guru spiritual saya Pak Mangkala, Pak Usman, Ustd Mudor, Kang

Nanang (Cigalontang), Kang Asef (Mimbar), Sani (Ciledug), Anak-anak

Cipasung Tasik Malaya, Tim Dzikir Ratib, dan Dzikir Walisongo.

8. Teman-teman yang gokil, Nuryadi HT, Syamsul Rizal, Rudi, Syaiful

Hidayat, H Luay, Opik, Lukman, Lalu Lombok (yang sekarang belum bisa

menaklukkan Jakarta), Majid, Zainul, Rafi, Sufri, Sustrisno, H Darnoto

(yang selalu ceria yang kaga keliatan susahnya) Heri, Deni, Agus,

Abdullah (Pekalongan), Iwan dan lain-lain yang tidak dapat penulis

sebutkan semuanya, yang telah mendorong penulis untuk dapat

menyelesaikan penyususnan skripsi ini. Terima kasih atas cintanya.

9. Seruruh kawan-kawan di kampus, Bryan, Ogi, khususnya kawan-kawan di

KPI D angkatan 2002 Insya Allah kita sampai ketemu di S2, Amin.

Akhirnya kepada Allah jualah penulis serahkan segalanya serta panjatkan

doa semoga amal kebajikan mereka diterima di sisi-Nya serta diberikan pahala

yang berlipat ganda. Selain itu penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya.

Kritik dan saran sangat penulis harapkan agar skripsi ini menjadi baik lagi.

Wassalaamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, Juni 2009

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DARTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

E. Sistematika Penulisan... 9

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Metode ... 10

1. Pengertian Metode Dakwah ... 10

2. Macam-macam Metode Dakwah... 13

B. Majlis Ta’lim ... 16

1. Pengertian Majlis Ta’lim ... 16

2. Fungsi Majlis Ta’lim ... 22

(8)

B. Gambaran Umum Majlis Ta’lim Nurul Musthofa ... 39

C. Program Kerja Majlis Ta’lim Nurul Musthofa ... 44

BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS PENELITIAN

A. Metode Dakwah Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf ... 47

B. Analisis Metode Dakwah Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf

Pada Majlis Ta’lim Nurul Musthofa... 60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 64

B. Saran-Saran... 65

DAFTAR PUSTAKA... 67

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengajak atau menyeru orang lain untuk menerima Islam adalah

kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim. Sebagaimana Islam

menyampaikan ajaran-ajaran agamanya yang terkandung di dalam firman

Allah SWT, yakni (al-Qur’an) maupun perbuatan Rasullullah (al-Hadits),

yang merupakan sumber hukum Islam. Kewajiban ini dikenal dengan istilah

“Dakwah”.

Pada hakekatnya dakwah merupakan bagian dalam kehidupan umat

beragama. Oleh karena itu dakwah sangat penting dalam Islam, kegiatannya

menyatu dengan kehidupan manusia di dunia yang menjadi bukti adanya

hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama,

dan hubungan manusia dengan alam semesta. Sehinga Islam menjadi agama

dakwah dalam teori dan praktiknya yang telah dicontohkan oleh junjungan

Nabi Muhammad SAW dalam kehidupannya.1

Islam adalah agama dakwah,2 artinya agama yang selalu mendorong

pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, mengajak dan

menyeru orang lain untuk menerima Islam, dan meyakininya dengan cara

tersendiri. Dakwah menjadi penting karena meliputi semua persoalan yang

didakwahinya oleh karena itu manusia dianugerahi akal sehingga dituntut

1

Thomas W Arnold: Sejarah Dakwah Islam, (Jakarta: PT. Bumirestu, 1985), cet. 111,h.4

2

(10)

untuk berusaha mencurahkan potensi insaninya dengan mempelajari,

memahami, merenungkan, serta mengamalkan pesan dakwah tersebut

sehingga bisa diambil manfaat darinya. Keberhasilan dakwah tegantung dari

pada cara (metode) penyampaian kepada mad’u. Itu sebabnya, terkadang cara

penyampaian dakwah lebih menitikkan keberhasilan dakwah daripada materi

yang sedang dibicarakan.

Gambaran ini menjelaskan ungkapan tata cara dalam berdakwah lebih

penting dari materi dakwah itu sendiri. Berapapun sempurnanya materi

dakwah tetapi bila disampaikan dengan cara sembrono dan tidak sistematis

akan menimbulkan hasil yang tidak baik. Tetapi sebaliknya apabila materi

dakwah kurang sempurna, bahan-bahan dakwah yang sederhana dan isu-isu

yang disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara yang menarik

dan dapat menyentuh hati pendengarnya, maka akan menimbulkan kesan yang

mendalam bagi mad’u.

Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan metode yang tepat dan

sesuai dengan materi yang disampaikan. Dakwah harus disampaikan secara

aktual, faktual, dan kontekstual. Aktual dalam arti konkrit memecahkan

masalah yang sedang terjadi dan hangat ditengah masyarakat. Faktual dalam

arti konkrit dan nyata. Kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut

problematika yang sedang dihadapi masyarakat.3

Oleh karena itu, para da’i haruslah memilih metode yang tepat agar

dakwah menjadi aktual, faktual, dan kontektual. Sedangkan materi dakwah itu

3

(11)

mencakup segala aspek kehidupan manusia dengan landasan ajaran agama

Islam. Pada kenyataannya, dalam berdakwah tidak bisa terlepas dari berbagai

godaan atau problematika. Namun dengan niat yang ikhlas untuk menjunjung

tinggi kalimat-kalimat Allah SWT, apapun bentuk problematika dakwah yang

kita hadapi bukan menjadi penghalang aktivitas dakwah. Bahkan dakwah

haruslah senantiasa ditingkatkan untuk perbaikan kualitas dengan tidak lupa

mengkoreksi kelemahan-kelemahanya.4

Sejalan dengan pengertian dakwah di atas metode yang dilakukan

untuk mengajak haruslah sesuai dengan materi dan tujuan ke mana ajakannya

tersebut ditunjukkan. Pemakaian metode yang benar merupakan bagian dari

keberhasilan dakwah itu sendiri. Sebaliknya jika metode yang dipergunakan

dalam menyampaikan materi atau pesan dakwah tidak sesuai, maka akan

mengakibatkan hal yang tidak diharapkan, sebagaimana firman Allah SWT

dalam surat An-Nahl ayat 125:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dialah orang yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S An-Nahl: 125)

4

(12)

Ayat ini menjelaskan sekurang-kurangnya ada tiga metode dakwah

yakni metode hikmah, mau’izatil hasanah, dan mujadalah. Ketiga metode ini

dapat dipergunakan sesuai dengan objek yang dihadapi seorang da’i di tempat

ia berdakwah.5

Metode dakwah merupakan proses penyampaian atau cara-cara

tertentu yang dilakukan seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai suatu

tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Metode juga merupakan cara

dakwah seorang da’i kepada mad’unya dalam menyampaikan materi atau

pengajian di majlis ta’lim. Hal ini juga dilakukan oleh Al-Habib Hasan bin

Ja’far Assegaf dalam menyampaikan materi dakwah di Majlis Ta’lim Nurul

Musthofa.

Al-Habib Hasan bin Ja’far Assegaf adalah seorang pendiri Majlis

Ta’lim Nurul Musthofa dan ia seorang pemimpin yang bijaksana dalam

mendidik dam membimbing jama’ah (murid-muridnya) kepada ajaran agama

yang diridhoi oleh Allah SWT.6 Beliau juga seorang habib yang dikenal baik

dalam menyampaikan syariat Islam yang bertujuan mengajak masyarakat agar

lebih mengetahui masalah-masalah agama. Di samping itu juga, Al-Habib

Hasan bin Ja’far Assegaf adalah seorang pengajar di Majlis Ta’lim Nurul

Musthofa yang diikuti oleh ribuan anak-anak remaja, bapak-bapak, ibu-ibu

dalam bentuk pengajian.

5

Prof. Dr. Hamka. Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam (Jakarta Pustaka Panjimas, 1990), hal. 244

6

(13)

Dari sinilah ketertarikan penulis pada sosok Habib Hasan bin Ja’far

Assegaf yang mempunyai cita-cita luhur untuk mengajak masyarakat kembali

ke jalan Allah SWT. Dalam aktivitas keagaman (pengajian) ini Al-Habib

Hasan bin Ja’far Assegaf menggunakan beberapa metode diantaranya yaitu

pengajian yang jama’ahnya hanya mendengarkan Habib (kyai) membaca

kitab, dan menggunakan alat musik hadroh sebagai media dakwah yang

digunakan oleh Habib Hasan.

Berdasarkan pertimbangan dan alasan-alasan sebagaimana yang telah

diuraikan di atas dan dikuatkan oleh kenyataan bahwa dakwah adalah seruan,

mengajak dan memanggil umat Islam agar kembali ke jalan Allah SWT,

dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan Qur’an dan

al-Hadits, untuk itu penulis akan menjabarkan dalam skripsi dengan judul:

“Metode Dakwah Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf Pada Jama’ah Majlis

Ta’lim Nurul Musthofa Di Jakarta Selatan”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi pembahasan

seputar metode dakwah Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf pada jama’ah Majlis

Ta’lim Nurul Musthofa di Jakarta Selatan. Dari mulai sejak diadakannya

Majlis Ta’lim Nurul Musthofa di Jakarta Selatan hingga saat ini. Adapun

hal-hal lain mengenai Majlis Ta’lim Nurul Musthofa tidak termasuk pembahasan

(14)

Untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini,

maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana metode dakwah Habib Hasan bin Jaf’ar Assegaf pada jama’ah

Majlis Ta’lim Nurul Musthofa?

2. Bagaimana penerapan metode dakwah Habib Hasan Assegaf pada Majlis

Ta’lim Nurul Mustofa?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

Berdasarkan pokok permasalahan yang ada, penulisan skripsi ini

bertujuan untuk memahami metode dakwah Habib Hasan Assegaf pada

jama’ah Majlis Ta’lim Nurul Musthofa.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Akademis

Untuk lebih meningkatkam kualitas kajian dakwah, terutama pada

metode dakwah Al-Habib Hasan bin Jafar Assegaf dalam memimpin

Majlis Ta’lim Nurul Musthofa, sehinga dapat menjadi masukan bagi

para pelaku dakwah (khususnya pada Fakultas Dakwah dan

Komunikasi) agar dapat mengemas dakwahnya lebih baik lagi.

(15)

Skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pemikir

dakwah maupun pihak masyarakat dalam mengemas pesan dakwah

Islam menjadi kajian yang menarik dan diminati masyarakat luas.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian

kualitatif, adalah metode yang sangat tegantung pada perspektif yang

digunakan serta permasalahan yang diteliti dalam rangka melakukan

deskripsi, (penggambaran) verstehen (pemahaman dan pemaknaan),

interpretasi (penafsiran), pengembangan dan eksplorasi.7 Dalam

penyusunan skripsi ini, penulis mencari sumber informasi sebagai studi

deskriptif yang menggambarkan objek apa adanya sesuai dengan

kenyataan.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber tempat memperoleh keterangan. Subjek

penelitian ini adalah jama’ah Majlis Ta’lim Nurul Musthofa seperti ketua,

pengurus, pembimbing yaitu Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf untuk

sumber informasi dalam penelitian ini. Objek penelitian merinci fenomena

yang akan diteliti sekaligus merupakan deskripsi dari penelitian.

Sedangkan objek dari penelitian ini adalah metode dakwah yang dilakukan

7

(16)

oleh Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf pada jama’ah Majlis Ta’lim Nurul

Musthofa sebagai data yang mendukung penelitian ini.

3. Wawancara.

Wawancara yang dilakuan peneliti secara langsung bertatap muka dengan

Al-Habib Hasan bin Ja’far Assegaf dan Jama’ah. Wawancara ini

dimaksudkan untuk menggali keterangan-keterangan yang terkumpul

sebagai informasi-informasi yang tidak didapatkan telaah kepustakaan.

4. Observasi

Observasi dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan, peneliti

berposisi sebai jamaah non partisipan (ikut menjadi jama’ah tetapi tidak

terlibat dalam kegiatan) pada acara keagamaan di Majlis Ta’lim Nurul

Musthofa.

5. Dokumentasi

Metode penelitian yang dilakukan penulis untuk mencari data-data yang

diperlukan dengan mengunakan tape recorder sebagai alat perekam dalam

wawancara dengan pihak pengurus Majlis Ta’lim Nurul Musthofa.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang metode dakwah telah dilakukan oleh beberapa peneliti.

Antara lain, dengan judul “Metode Dakwah Yusuf Mansur”, yang diajukan

sebagai skripsi di jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam UIN Syarif

(17)

Metode Dakwah Hasan Al-Banna” yang diajukan sebagai skripsi oleh

Ratna Sari Dewi angkatan 2005 di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.

Kesamaan data yang terdapat dalam penelitian ini dengan penelitian yang

lain adalah refensinya. Adapun penelitian Metode Dakwah Habib Hasan Bin

Ja’far Assegaf Pada Jama’ah Majlis Ta’lim Nurul Musthofa Di Jakarta Selatan

tersebut belum ada yang membahasnya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah proses penelitian ini, penulis menguraikan

berapa hal tentang sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan terdiri dari; Latar Belakang Masalah, Pembatasan

dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metodologi

Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Teoritis terdiri dari; Pengertian Metode Dakwah,

Macam-macam Metode Dakwah, Pengertian Majelis Ta’lim dan Fungsi

Majlis Ta’lim.

Bab III Profil Habib Hasan Bin Jaf’ar Assegaf terdiri dari; Riwayat

Hidup dan Silsilah Al-Habib Hasan bin Jaf’ar Assegaf, Pendidikan Al-Habib

Hasan bin Jaf’ar Assegaf, Perjuangan Dakwah Al-Habib Hasan bin Jaf’ar

Assegaf, Karya-Karya Habib Hasan bin Jaf’ar Assegaf, Gambaran Umum

(18)

Bab IV Temuan Data Dan Analisis Penelitian terdiri dari: Metode

Dakwah Habib Hasan bin Ja’far Assegaf, Analisis Metode Dakwah

Al-Habib Hasan bin Ja’far Assegaf.

(19)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Metode Dakwah

1. Pengertian Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta”

(melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Dengan demikian kita dapat artikan

bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai

suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari

bahasa Jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa

Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa

Arab disebut Thariq. Apabila kita artikan secara bebas metode adalah cara

yang telah diatur dan melalui proses pemikiran mencapai suatu maksud.8

Sedangkan kata “dakwah” secara lughawi berasal dari bahasa arab

yaitu ”da’watan” bentuk masdar dari kata da’a-yad’u yang berarti

“memangil, mengajak atau menyeru”.9

Dakwah ditinjau dari segi terminologi mengandung beberapa arti

yang beraneka ragam. Dalam hal ini banyak ilmuan dakwah yang

8

H. Harjani Hefni Lc. MA. et al, Metode Dakwah , (Jakarta: Rahmat Semesta, 2003) Cet ke-1, h. 7

9

(20)

memberikan pengertian atau definisi terhadap istilah dakwah. Berikut ini

penulis mengutip berapa definisi, antara lain;

Prof. H. M. Arifin. M. Ed, menyatakan bahwa dakwah

mengandung pengertian sebagai kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan,

tulisan, tingkah laku sebagaimana yang dilakukan secara sadar dan

berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual

maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu

pengertian, kesadaran sikap, penghayatan, serta pengamalan terhadap

ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya dengan tanpa

adanya unsur-unsur paksaan.10

Pandangan Prof. Dr. M. Quraish Shihab, tentang dakwah yang

merupakan seruan atau ajakan kepada kasadaran atau keinsafan atau usaha

mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik

terhadap peribadi maupun masyarakat.11

Menurut Amrullah Ahmad, dakwah Islam merupakan aktualisasi

imani yang dimanifestasiakan dalam sistem kegiatan manusia beriman

dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk

mempengaruhi cara berfikir, bersikap manusia. Pada tataran individual dan

10

M. Arifin, Psikologi Dakwah, Suatu Pengantar Setudi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), Cet.ke-2, h 6

11

(21)

sosio-cultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam

dalam segi kehidupan dengan mengunakan cara tertentu.12

Menurut Toha Yahya Umar, “Dakwah adalah mengajak manusia

kepada dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan

perintah Tuhan untuk kemasalahatan dan kebahagian mereka di dunia dan

akhirat”.13

Drs. Didin. Hafifuddin, mengatakan dakwah adalah merupakan

proses yang berkesinambungan yang ditangani para pengemban dakwah

untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah SWT

dan secara bertahap menuju kehidupan yang Islami.14

Toto Tasmara berpendapat bahwa metode dakwah adalah cara-cara

tertentu yang diilakukan seseorang da’i (komunikator) kepada mad’u

untuk mencapai sutu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.15

Hal ini

mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada

pandangan Human Oriented mendepatkan penghargaan yang mulia atas

diri manusia.

Didalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah, untuk itu

diperlukan metode penyampaian yang tepat. Agar tujuan dakwah tercapai

metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu cara dalam menyampaikan

Didin Hafifuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet. Ke-1, h.77

15

(22)

materi dakwah. Sebagai seorang da’i, hendaknya harus mengetahui

bagamana metode yang baik.

Metode dakwah ialah ilmu yang mempelajari bagaimana cara

berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya.

Sumber-sumber pokok metode dakwah yang dijadikan pegangan antara

lain Al-Quran, Hadits, Sirah (sejarah), salafus shalih dari hal sahabat,

tabi’in dan Atbaat Tabi’in.16

Metode dakwah merupakan salah satu unsur terpenting dalam

penyampaian dakwah. Metode dakwah juga merupakan suatu cara untuk

mencapai tujuan dakwah yang efektif dan efisien.

Dalam al-Qur’an metode dakwah dijelaskan dalam surat an-Nahl ayat

125:

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dialah orang yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S An-Nahl: 125)

2. Macam-macam Metode Dakwah

Pada prinsipnya metode dakwah berpijak pada dua aktivitas yaitu

aktivitas bahasa lisan atau tulisan dan aktivitas badan. Aktivitas lisan dalam

16

(23)

men yampaikan pesan dapat berupa metode ceramah, diskusi, dialog, petuah,

nasehat, wasiat, ta’lim, peringatan, dan lain-lain. Aktivitas tulisan berupa

penyampaian pesan dakwah melalui berbagai media massa cetak (buku,

majalah, koran, pamflet, dan lain-lain). Aktivitas badan dalam menyampaikan

pesan dakwah dapat berupa berbagai aksi amal sholeh contohnya

tolong-menolong melalui materi, lingkungan, penataan organisasi atau

lembaga-lembaga keislaman.

Quraiys Shihab menjelaskan tentang pembagian metode dakwah yang

terdapat dalam surat An-Nahl 125 adalah sebagai berikut:

1. Metode Hikmah

Kata al-Hikmah mempunyai banyak pengertian. Pengertian-pengertian

yang dikemukakan para ahli bahasamaupun al-Qur’an tidak hanya

menyangkut pemaknaan eksistensinya. Tetapi juga pemaknaan dalam

konsepnya sehingga pemaknaan lebih luas dan bervariasi. Dalam kamus

dan beberapa kitab tafsir kata al-hikmah diartikan: al’adl (keadilan),

al’hilm (kesabaran dan ketabahan), an-nubuwwah (kenabian), al-ilm (ilmu

pengetahuan), al-Qur’an, falsafah, kebijakan, pemikiran atau pendapat yang

baik, al-haq (kebenaran), meletakkan sesuatu pada tempatnya, kebenaran

sesuatu dan mengetahui sesuatu yang paling utama dengan ilmu yang

paling utama.17

Metode ini sasarannya adalah orang-orang yang berpendidikan. Terhadap

mereka harus dengan ucapan yang tepat, logis, diiringi dengan dalil-dalil

17

(24)

yang sifatnya memperjelas bagi kebenaran yang disampaikan, sehingga

menghilangkan keraguan mereka. Untuk itu diharapkan bahwa ucapan

dihadapan mereka itu benar-benar sesuai dengan daya piker mereka, yakni

jelas, tepat, tegas, dan ringkas.

2. Metode Mau’idzah Hasanah

Ali Musthafa Yaqub menyatakan bahwa mauidzah al-hasanah adalah: “Ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya, atau argument-argumen yang memuaskan sehingga pihak audiens dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subyek dakwah”.18

Sasaran metode ini adalah orang-orang awam, materi yang akan

dismapaikan kepada mereka harus sesuai dengan daya tangkap mereka.

Dihadapan mereka penyesuaian kata-kata harus logis dan mudah difahami.

Muhammad Husein Yusuf mengatakan:

“Mereka membutuhkan pelajaran yang baik (mauidzah hasanah) ucapan yang mengena (qaul baligh) serta penjelasan tentang kebaikan mengikuti kebenaran, serta ancaman (tarhib) mengikuti kebatilan, serta penjelasan atas dosa dan nista yang terdapat dalam kebatilan. Begitu pula seterusnya sampai benar-benar jelas kepada mereka ke jalan yang lurus dan cahaya terang serta dapat menghilangkan keraguan mereka untuk masuk ke dalam barisan orang-orang mukmin dibawah panji Nabi dan Rasululah yang paling mulia.”19

3. Metode Mujadalah

Bentuk metode ini adalah golongan menengah. Sebaiknya mereka diajak

dialog atau bertukar fikiran. Seorang da’i dituntut untuk menghargai

18

Ali Musthafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), h.121.

19

(25)

pendapat mereka, berdialog tersebut harus memberikan kepuasan terhadap

lawan dialog.20

Dapat difahami bahwa metode dakwah adalah cara bagaimana seorang

da’i bisa menempatkan posisi ketika menyampaikan pesan-pesan dakwah

sesuai dengan pendengar (mad’u) yang sedang dan akan dihadapi. Oleh karena

itu, seorang da’i diharapkan dapat mengetahui latar belakang mad’u sebelum

menyampaikan materinya.

B. Majlis Ta’lim

1. Pengertian Majlis Ta’lim

Pengertian majlis ta’lim berasal dari bahasa Arab: yaitu majlis dan

ta’lim. Majlis yang artinya tempat duduk, dan Ta’lim artinya pengajar atau

pengajian.21

Jadi majlis ta’lim secara Lughawi (bahasa) berarti tempat untuk

melaksanakan pengajaran atau pengajian.

Ada berapa pendapat dari segi istilah definisi majlis ta’lim di antaranya

adalah sebagai berikut:

Menurut Al-Habib Hasan bin Ja’far Assegaf yang dikutip dari majalah

Midnight Nurul Musthofa. Majlis menurut bahasa adalah perkumpulan, majlis

sendiri banyak jenisnya seperti majlis musik, sepak bola dan banyak jenis

yang lainya. Menurut Habib Hasan bin Ja’far Assegaf menekankan bahwa

20

Al-Wisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), cet ke-1, h. 73-75

21

(26)

yang dimaksud dengan majlis ta’lim di sini adalah perkumpulan orang yang

mencari ilmu agama (majlis ilmu).22

Dr. Hj. Tuti Alawiyah As, dalam karangan yang berjudul ‘Strategi

Dakwah di Lingkungan Majlis Talim’ mendefinisikan majlis ta’lim sebagai

berikut:

“Majlis dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya. Oleh karena itu, majlis ta’lim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”.23

Menurut KH. Abdul Hayyie Na’iem penasehat dari Majlis Ta’lim

Nurul Musthofa yang dimaksud dengan majlis ta’lim adalah salah satu tempat

atau sarana untuk mengobati segala penyakit lahir dan batin, juga dapat

disebut sebagai tempat pengobatan penyakit hati.24

Musyawarah Majlis Ta’lim se-DKI Jakarta yang berlangsung tangal

9-10 Juli 1980 memberikan batasan (ta’rif), yaitu: Majlis Ta’lim adalah

lembaga pendidikan non formal Islam yang memberikan kurikulum sendiri;

diselengarakan secara berkala dan teratur, diikuti oleh jama’ah yamg relatif

banyak; dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang

santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dan

sesamanya, dan antara manusia dengan lingkungannya; dalam rangka

membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.25

22

Al Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf, Gagasan Majlis Ta’lim. (Midnight Nurul Musthofa, Jakarta Lion Of The Youth Production 2006), Edisi. III, h. 4

23

Tuty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Talim, h. 75

24

KH.Abdul Hayyie Na’iem. Pengertian Majlis Ta’lim. (Midnight Nurul Musthofa, Jakarta Lion Of The Youth Production 2006). Edisi. III, h. 6

25

(27)

Dari definisi di atas, kita dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Majlis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam.

2. Mempunyai aturan sendiri dari tiap-tiap majlis ta’lim.

3. Penyelengaraan kegiatannya tidak sepanjang hari, tapi rutin dan teratur

setiap minggunya, tidak seperti sekolah yang tiap harinya masuk.

4. Pengikutnya disebut dengan jama’ah, bukan pelajar, santri, ataupun murid.

Dan jama’ahnya terdiri dari lapisan masyarakat, baik dilihat dari segi

pendidikan, umur, sosial, ekonomi, dan sebagainya.

5. Wadah untuk mengadakan kontak sosial dan belajar ilmu keagamaan.

6. Tumbuh kembangnya majlis ta’lim sepenuhnya didukung oleh para

anggotanya.

Majlis ta’lim sudah dikenal pada zaman Nabi Muhamad SAW, dan

majlis ta’lim itu sebagai bentuk penyampaian oleh Nabi Muhamad SAW

kepada para sahabat maupun jama’ah sejarah kemudian mencatat sekelompok

sahabat yang terkenal dengan sebutan “ashabul shufa” yaitu mereka yang

berdekatan dengan Nabi SAW untuk mendapatkan pelajaran dari Nabi SAW.26

Dari sinilah kita bisa mengenal apa yang diajarkan oleh Nabi seperti perbuatan

dan sikap Nabi yang disebut dengan as-Sunnah (Hadits) Nabi Muhamad SAW

telah berhasil mensiarkan agama Islam dan membentuk karakter yang mulia

serta keimanan terhadap Allah SWT. Tradisi inilah yang Nabi SAW ajarkan

kepada para sahabat dan jama’ah, lalu perkembangan majlis ta’lim dilanjutkan

oleh para sahabatnya, tabi’in, dan seterusnya sampai sekarang ini, dengan

26

(28)

bentuk yang namanya majlis ta’lim sebagai media dakwah. Oleh karena itu

majlis ta’lim sebagai lembaga tertua. Dari sinilah timbul pendidikan formal

seperti sekolah, madrasah, pesantren, dan lain-lain.

Perkembangan majlis ta’lim di Indonesia sudah ada sejak Islam ke

negeri ini majlis ta’lim yang ada di Indonesia yang dibawa oleh para wali

songo dengan sebutan Majelis (perkumpulan Wali Songo) yang gunanya untuk

mengajak manusia Indonesia yang dulunya menyembah berhala, pohon,

bersekutu dengan jin, kini menyembah Allah SWT.27

Pada zaman wali songo bentuk penyampaianya ajaran agama

disesuaikan dengan bentuk adat dan kultur setempat, seperti dengan

pertunjukan seni wayang yang digemari masyarakat Jawa, dengan

menyisipkan dengan bentuk ajaran agama Islam, tata cara sosial dan

berkehidupan yang baik, melalui pesan-pesan moral yang sesuai dengan ajaran

Islam, dengan gambaran atau diceritakan melalui dengan seni wayang, yang

dilakukan oleh sunan Kalijaga.28

Di Jakarta sendiri, Majlis Ta’lim Kwitang yang didirikan oleh

Al-Habib Ali bin Abdurahman Al-Habsyi yang terletak di Jakarta Pusat

merupakan lembaga terbesar melibatkan anggota masyarakat yang sangat

diminati masyarakat dari semua kalangan tua maupun muda serta anak-anak

dan ibu-ibu yang berlangsung secara rutin, hal ini sangat membantu dalam

27

Al Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf, Gagasan Majlis Ta’lim. (Midnight Nurul Musthofa , Jakarta Lion Of The Youth Production 2006). Edisi. III, h. 4

28

(29)

membentuk pribadi yang Islami sesuai dengan perintah Allah SWT dan Nabi

Muhamad SAW.29

Demikian gambaran tentang perkembangan majlis ta’lim yang ada di

zaman Nabi SAW sampai zaman sekarang ini. Jika kita melihat jama’ahnya

majlis ta’lim dapat kita klasifikasikan berdasarkan tempat, lingkugan, kegiatan

organisasi, dan lain-lain.30

Pertama, menurut lingkungan sosial jama’ah, maka majlis ta’lim

terdapat beberapa macam tingkatan majlis ta’lim di antaranya:

a. Majlis ta’lim pinggiran.

b.Majlis talim gedongan.

c. Majlis talim komplek.

d.Majlis ta’lim kantoran.

Dari setiap majlis ta’lim di atas mempunyai perbedaan dari segi

lingkungan sosial, dan fungsi sosial dari masing-nasing majlis ta’lim.

Kedua, menurut tempat penyelenggaraannya, dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

a. Di masjid atau di mushalla.

b. Di madrasah atau ruang khusus semacam itu.

c. Di rumah atau di aula kantor.

29

KH. Abdul Hayyie Na’iem, Perkembangan Majlis Talilim di Indonesia, (Midnight Nurul Musthofa, Jakarta Lion Of The Youth Production 2006). Edisi. III, h. 7

30

(30)

Tempat penyelenggaraan majlis ta’lim akan membentuk suasana

belajar dan pergaulan yang berbeda. Demikian juga materi dakwahnya dapat

berbeda pula.

Ketiga, menurut organisasi jama’ah, maka dapat di klarifikasikan

sebagai berikut:

a. Majlis ta’lim yang dibuka, dipimpin dan bertempat khusus yang dibuat oleh

pengurus sendiri atau guru.

b. Majlis ta’lim yang didirikan, dikelola, dan ditempati bersama mereka

mempunyai pengurus yang dapat diganti menurut periode kepengurusanya

(di pemukiman atau di kantor).

c. Majlis ta’lim yang mempunyai organisasi gabungan. Ada gabungan sekedar

bahan kontak untuk suatu kerja sama dan ada pula yang membentuk

organisasi lain, yaitu: badan kontak majlis ta’lim (BKMT) dan sebagainya.

Jika ditinjau dari materi pelajaran yang diberikan di majlis ta’lim maka

dapat dikategorikan menjadi.31

a. Majlis ta’lim yang tidak mengajarkan pengajian secara rutin, tetapi sebagai

tempat berkumpul, membaca shalawat bersama atau membaca surat Yasin,

atau membaca maulid Nabi SAW, dan Shalat berjamaah. Sebulan sekali

pengurus majlis ta’lim mengundang seorang guru untuk berceramah.

b.Majlis ta’lim yang hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dasar

ajaran agama, seperti belajar membaca al-Qur’an atau pelajaran Fiqih.

31

(31)

c. Majlis ta’lim yang hanya mengajarkan pengetahuan tentang fiqih, tauhid,

dan Akhlak, yang diberikan dalam pidato-pidato mubaligh. Kadang-kadang

dilengkapi dengan tanya jawab.

d.Majlis ta’lim seperti butir ketiga dengan mempergunakan kitab tertentu

sebagai pegangan, ditambah dengan pidato-pidato atau ceramah.

e. Majlis ta’lim dengan pidato-pidato dan bahan pelajaran pokok yang

diberikan teks tertulis. Materi pelajaran disesuaikan dengan situasi hangat

berdasarkan ajaran Islam.

Dari uraian materi di atas, tergambar dibenak kita metode yang dipakai

dalam majlis ta’lim, seperti: membaca bersama, tanya jawab, berpidato,

membaca shalawat dan kitab barzanji yang mirip sebuah syair. Yang terlihat

sangat menarik dan berkembang bila digunakan di majlis ta’lim.

2. Fungsi Majlis Ta’lim

Adapun fungsi majlis ta’lim adalah sebagaimana yang telah

dirumuskan ketika membahas pengertian majlis ta’lim adalah sebagi berikut:

a. Tempat memberikan dan memperoleh tambahan ilmu dan kemampuan.

b.Tempat mengadakan kontak dan pergaulan sosial serta menunjukkan minat

sosial.

c. Tempat untuk mendorong agar lahir kesadaran dan pengalaman yang

mensejahterakan hidup rumah tangga.

d.Berfungsi sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi

(32)

e. Menambah pengetahuan keIslaman jama’ahnya.

f. Menjalin silaturahmi dan ukhuwah yang lebih erat bagi para jama’ah

khususnya dan umat islam pada umumnya.

g.Meningkatkan kesejahteraan dan keharmonisan rumah tangga dan

lingkungan jama’ah.

(33)

BAB III

PROFIL HABIB HASAN BIN JA’FAR ASSEGAF DANGAMBARAN UMUM MAJLIS TA’LIM NURUL MUSTHOFA

A. Riwayat Hidup Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf

1. Sejarah Singkat Kehidupan Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf

Seorang habib merupakan kelompok elit dari sebagian masyarakat,

baik dilihat dari segi pemahaman keagaman (ilmu agama) ataupun dari segi

sosial ekonomi.32 Sebab sebagai suatu kelompok para habib/kiai memiliki

pengaruh yang sangat kuat di dalam masyarakat.

Di kota Bogor kita kenal seorang ulama besar dengan nama Al-Habib

Abdullah bin Muchsin Al-Athas, atau kita kenal dengan julukan habib

keramat Empang Bogor. Banyak kemuliaan yang tertanam di kota tersebut, di

tengah orang-orang soleh, yang hari-harinya dipenuhi dengan hiasan

al-Qur’an, al-Hadits dan kitab-kitab solihin.

Di kota Bogor pula lahir seorang bayi, tepatnya pada tangal 12 Rabiul

Awal 1398 H, atau dalam kalender nasional pada tangal 20 Februari 1977.

Bayi ini bernama Habib Hasan bin Ja’far Assegaf, beliau lahir dari pasangan

Habib Ja’far Assegaf dan Sarifah Fatmah binti Hasan bin Muchsin Alatas.33

Habib Hasan Assegaf biasa dipanggil oleh murid-muridnya dengan nama

1

Bisri Effendy, A. Nuqoyyah, Gerak Transformasi Scocial madura, (Jakarta : P3M, 1985), h. 51

33

(34)

Habibana atau Habib atau Sayid (dalam bahasa Arab yang berarti kekasih).

Habib Hasan bin Ja’far Assegaf biasa dipangil oleh Uminya Habibana kalau

murid-muridnya ada yang memangil Habib ada juga yang memangil dengan

sebutan Habibana.34

Habib Hasan mempunyai empat saudara kandung; pertama Habib

Hasan bin Ja’far Assegaf, kedua Habib Abdulloh bin Ja’far Assegaf, ketiga

Habib Musthofa bin Ja’far Assegaf keempat, Habib Sami bin Ja’far Assegaf

yang sekarang sedang belajar di Yaman. Keluarga Habib Hasan semuanya

pendakwah sekaligus pengajar di Majlis Ta’lim Nurul Musthofa.

Silsilah Habib Hasan bin Ja’far Assegaf menandakan bahwa Habib

Hasan masih memiliki keturunan seorang ulama besar dan da’i yang

mensyiarkan Islam yang dibawa oleh Rasullulah SAW.

Berikut adalah silsilah dari Habib Hasan bin Ja’far Assegaf : Al-Habib

Hasan bin Ja’far bin Umar bin Ja’far bin Syekh bin Abdullah bin Seggaf bin

Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad bin Adurrahman

Seggaf bin Ahmad Syarif bin Abdurrahman bin Alwi bin Ahmad bin Alwi bin

Syekhul Kabir Abdurrahman Assegaf bin Muhammad Maula Dawileh bin Ali

bin Alwi Al Ghuyur bin Al Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali bin

Muhammad Shohibul Mirbath bin Ali Kholi Qosam bin Alwi bin Muhammad

bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad An

Naqib bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Sodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali

34

(35)

Zaenal Abidin bin Al Imam Husein Assibit bin Imam Ali KWH bin Fatimah

Al Batul Binti Nabi Muhammad SAW.35

Ayah Habib Hasan seorang mualim yang bernama Habib Ja’far

Assegaf. Beliau lahir tahun 1889 di kota Palembang. Ayah beliau Al-Habib

Ja’far adalah seorang saudagar besar dan Pensyiar Islam. Di masa kecil, beliau

menghafal: Hadits Arbain An-Nawawiyyah Zubad, Kitab Muwatto, Kitab

Imam Malik pada usia 15 tahun.

Pada umur 20 tahun, beliau berguru dengan Al-Habib Ahmad bin

Hasan Alatas, Hadhramaut dan Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al

Habsyi. Lalu melanjutkan pergi haji yang pertama pada usia 25 tahun.

Kemudian, beliau menuju ke Palembang dan bersiar dengan sahabat beliau

Al-Habib Alwi bin Syeikh Assegaf. Di situ beliau bertemu dengan ulama-ulama

besar diantaranya Al-Habib Abdullah bin Muchsin Alatas sekaligus guru

beliau.

Pada umur 30 tahun ayahanda dari Habib Hasan menuju Surabaya,

Madiun, Jepara, Semarang, Pekalongan, Tegal, Cirebon, dan menikahi putri

pondok pesantren “Buntet” K.H Abdullah Anshori, yang bernama Siti

Jamilah binti Abdullah Anshori.

Lalu pada umur 35 tahun ayahanda dari habib Hasan berdakwah di

Banten hingga usia 40 tahun, lalu menuju Jakarta dan bertemu dengan

sahabat-sahabat beliau, diantaranya; Habib Ali bin Abdurrahman

Al-Habsyi, Al-Habib Ali bin Husein Alatas, Al-Habib Salim bin Ahmad bin

35

(36)

Jindan, Al-Habib Sholeh bin Muchsin Al Hamid, Tanggul, Al-Habib Alwi bin

Muhammad Al Haddad dari Tegal.36

Di Jakarta beliau bermukim di Kebayoran Lama. Masa muda beliau di

isi dengan berdakwah dan menuntut ilmu bersama Al-Habib Abdullah bin

Muchsin Alatas dan Al-Habib Ustman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya.

Sampai beranjak umur 40 tahun beliau berdakwah atas perintah

guru-guru beliau yang telah wafat.37Kalau kita lihat dari keluarga Al-Habib Hasan

bin Ja’far Assegaf adalah seorang ulama yang selalu mensiarkan Islam kepada

umat manusia, dengan tujuan atau cita-cita yang luhur yang membuat keluarga

Habib Hasan menjadi penerus ulama-ulama.

Ketika kelahiran Habib Hasan dua hari dari hari kelahiran Habib

Hasan, ada perayaan haul Habib Abdulloh bin Muchsin Alatas yang juga

buyut beliau. Di situlah Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf (Habibana)

diaqikahkan oleh kakek Habib Hasan yang bernama Habib Husein bin

Abdulloh bin Muchsin Alatas dengan memotong sebanyak tiga ratus ekor

kambing. Karena bertepatan dengan haul Al-Habib Abdulloh bin Muchsin

Alatas. Bayi mungil tersebut dibawa ke dalam masjid yang di dalamnya

dibacakan puluhan ribu shalawat oleh jama’ah yang menghadirinya tidak

terkecuali oleh kiai, habaib dan para orang soleh, khususnya para Solihin

diantaranya adalah: Al-Habib Muhamad bin Ali Al-Habsy Kwitang, Al-Habib

Abdulloh Samy Alatas, Habib Ahmad bin Muhammad Al-Haddad.

36

Profil, Pendiri dan pengasuh Majlis Talim Nurul Musthofa, (Midnight Nurul Musthofa, Jakarta Lion Of The Youth Production 2006), Edisi. Perdana, h. 6

37

(37)

Pada usia dua tahun, Habib Hasan sudah dapat menghafal juz ’amma

walaupun belum dapat menulis dan membaca, hingga sampai beranjak di

usianya yang kelima tahun beliau telah berkumpul dengan orang-orang soleh.

Pada usia tujuh tahun khususnya di tahun 1984, Habib Hasan bersekolah dasar

di SD Empang, Bogor. Dari kelas satu sampai akhir kelas enam.

Seperti di usia remaja, beliaupun sama dengan remaja-remaja lainya

yang mengalami kenakalan bermula dari masuk SMP, sampai-sampai saat

kelas dua SMP karena kenakalan itulah akhirnya orang tua beliau

menginginkan agar beliau masuk ke pesantren. Dengan alasan bahwa beliau

ini mempunyai bekal untuk masuk ke pesantren, walaupun Habib Hasan

sempat tidak mau masuk ke pesantren dikarenakan beliau ingin menikmati

masa remajanya.

Dalam usianya yang keempat belas tahun, Habib Hasan mendapat

bisyarah (mimpi yang dihadiri encit beliau yakni Habib Abdulloh bin

Muchsin Alatas), di sinilah Habib Hasan mendapatkan hidayah saraya

terbangun dari mimpinya dengan seluruh tubuhnya menggigil, sampai Habib

Hasan sakit demam sampai satu minggu lamanya. Dari kejadian inilah Habib

Hasan diperintahkan oleh kakeknya Al-Habib Husein Alatas untuk masuk ke

pesantren, sampai akhirnya Habib Hasan dari kejadian itulah Habib Hasan

terketuk hatinya untuk masuk ke pesantren.

Pada tahun 1990, mulailah beliau masuk ke pesantren. Di Pondok

Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah yang dipimpin oleh Al-Habibul Imam

(38)

Timur). Tidak hanya itu, Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Qodir bin Ahmad

Bilfaqih adalah seorang Hafiz al-Qur’an pada umur 7 tahun beliau sudah

menghafal al-Qur’an dikarenakan ketekunan, kegigihan dan keuletan yang

tinggi. Dan semangat belajar yang begitu besar, beliau Prof. Dr. Al-Habib

Abdullah bin Abdul Qodir Balfaqih mampu mengusai 40 fak ilmu agama dan

telah menghafal lebih dari 6 juta hadits pada usia yang sangat muda. Prof. Dr.

Habib Abdullah Bin Abdul Qodir Bilfaqih telah menghafal dengan baik dua

buah kitab hadits shoheh, yaitu Kitab “Shohihul Bukhori” dan “Shohihul

Muslim” lengkap dengan isnad dan silsilahnya. Dan juga kitab “Ummahatus

Sitt” seperti ”Sunnah Abu Daud”, “Sunnah Thurmudzy” dan sunah yang

lainnya dan kitab hadits yang lainya seperti: “Musnad Imam Syafi’I”,

“Musnad Imam Ahmad bin Hambal”, “Muwatto’ Imam Malik”,

“An-Nawadirul Ushul” karangan Imam Al-Hakim At-Tirmidzy, “Al-Ma’ajin Ats

Tsalats” karangan Imam Abdul Qosim At-Thabrani, Al-Mu’jam karangan

Imam Al-Baghawi, “At-Tarikh” karangan Imam Ibnu As-Sakir, “Al-Afrad”

karangan Imam Ad-Daruquthny, dan kitab-kitab hadits lainnya.

Dalam melengkapi pemahaman tentang hadits, Prof. Dr. Habib

Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih memperdalam Ilmu “Mustholahul Hadits”,

yaitu Ilmu yang mempelajari ihwal hadits berikut perawinya. Sedangkan

dalam bidang tasawuf, beliau diajarkan oleh ayah beliau kitab “Ihya

Ulumuddin” sebanyak 41 kali ditamatkan di hadapan ayah beliau. Dan dalam

bidang ilmu fiqih beliau juga dapat menghafalnya dan menguasai dengan baik

(39)

Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hambali. Termasuk juga kitab-kitab fiqih lain

seperti: Fatawa Ibnu Hajar, Fatawa Romli, “Al-Muhadzdzab” karangan Imam

Nawawi dan yang lain-lainnya.38 Maka tidak salah kalau Habib Hasan

dimasukan ke pesantren ini dengan kearifan dan kebijaksanaannya guru beliau

membuat Habib Hasan seorang pendakwah dan menjadikan Habib Hasan

sebagai pewaris-pewaris ilmu nabi dan ulama. Allah SWT berfirman: “Aku

akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu.”

juga, Nabi Muhamad SAW bersabda:

Ulama adalah pewaris-pewaris Rasulullah”.39

Pada saat pertama kali masuk pesantren beliau disuruh membaca

al-Qur’an dengan perasaan gugup beliau disuruh membaca al-al-Qur’an, karena

beliau dapat menghafal al-Qur’an akan tetapi ia tidak dapat membaca,

akhirnya beliau hanya dapat menangis dan ingin pulang melihat akan hal itu

maka Habib Abdullah Bilfaqih mengambil segelas air putih, lalu didoakan lalu

diminumkan kepada Habib Hasan bin Ja’far Assegaf (Habibana) tanpa berfikir

panjang Habib Hasan yang hatinya dalam keadaan bimbang langsung

diminum air tersebut, kontan Habib Hasan merasa senang tinggal di pesantren,

tidak mengingat pulang ke rumah dan langsung betah di pesantren.

Setelah tinggal di pesantren mulailah ia belajar dengan

sungguh-sungguh, mulailah sedikit-sedikit timbul ilmu Allah SWT seperti

38

Biography, Yang mulia Prof. Dr. HABIB Abdullah bin Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih Alawy Al Husainy Ra. (Midnight Nurul Musthofa , Jakarta Lion Of The Youth Production 2006), Edisi. Perdana , h.10-11

39

(40)

ilmu al-Qur’an, al-Hadits, hafalan-hafalan ilmu fiqih, yang dihafal di luar

kepala dan pengetahuan agama lainnya yang diajarkan oleh guru beliau yang

penuh perhatian dan kasih sayang selama dua tahun beliau selalu mengikuti

apa yang diperintakan oleh gurunya Prof. Dr. Al-Habib Abdullah Bilfaqih.

Kegiatan Habib Hasan hanya mengikuti dan menemani gurunya untuk

berpergian keluar, mulai pergi ke daerah Bondowoso, Madura, Situbondo,

Banyuwangi, sampai daerah-daerah Sumatera, dan Kalimantan untuk

berdakwah. Hari-hari Habib Hasan hanya mengikuti Sang guru untuk

berdakwah. Sampai detik-detik terakhir guru Habib Hasan wafat.

Pada Tahun 1991, beliau dirundung duka tepatnya pada tanggal 23

Jumadin Awal 1411 H bertepatan dengan 30 November 1991. Prof. Dr Habib

Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih dimakamkan berdampingan dengan

ayahnya Habib Imam Al-Har Al-Qutb Al-Habib Abdulah bin Abdul Qodir

Bilfaqih di pemakaman Kasin Malang, Jawa Timur, dikarenakan guru beliau

Al-Habib Abdullah Bilfaqih telah meninggal dunia. Setelah sang guru wafat,

beliau pulang ke kampung halaman di Bogor. Pada tahun 1992 kakek Habib

Hasan, Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muchsin Alatas, tak lama kemudian

meningal dunia, kakek yang Habib Hasan cintai telah tiada. Al- Habib Husein

bin Abdullah bin Muchsin Alatas yang mengenalkan ilmu agama sekaligus

yang mengusulkan Habib Hasan untuk masuk ke pesantren.

Pada tahun 1993 beliau pun mengurungkan diri dalam kamar, tanpa

keluar rumah (tanpa berpergian), selama itu Habib Hasan hanya membaca

(41)

perintahkan, mulai dari rumah ke masjid dan berziarah ke makam kakeknya

terus kembali lagi ke rumah untuk muthola’ah (mempelajari) pelajaran yang

didapat dari gurunya. Itu semua Habib Hasan lakukan selama satu tahun.

Pada tahun 1994 Habib Hasan kembali ke Malang, Jawa Timur untuk

belajar kembali dengan Syekh Al-Alamah Abdullah Ba’bud untuk

mendapatkan ilmu yang berkah dan manfat dunia akhirat, pada saat itu Habib

Hasan mendapat kabar bahwa beliau akan diberangkatkan ke Hadhramaud,

Yaman oleh kakek Habib Hasan Al-Habib Abubakar bin Muchsin Alatas

selaku adik dari kakek Al-Habib Husein binAbdullah bin Muchsin Alatas.

Pada tahun 1995, Habib Hasan datang ke Jakarta dengan maksud

untuk berangkat ke Hadharamaud, dan di situ pula Habib Hasan bertemu

dengan Al’Alamah Al-Arifbillah Al-Habib Umar bin Muhamad bin Salim bin

Hafid bin Syekh Abubakar dari Hadhramaud, pimpinan pondok pesantren

Rubath Darul Musthofa di kota Inat, Yaman.40 Pada saat itu pula beliau juga

ingin diberangkatkan ke Hadhramaud bersama Al-Habib Munzir Al-Musawa

yang sekarang memimpin Majlis Rasullulah di daerah Pancoran, Al-Habib

Jindan, Al-Habib Alawy dan Al-Habib Muchsin, pada saat itu pula Habib

Hasan ingin diberangkatkan bersama, akan tetapi Al-Habib Abubakar bin

Abdullah bin Muchsin Alatas, adik dari kakek Habib Hasan menginginkan

agar ditemani oleh Habib Hasan, sehingga untuk pergi ke Hadhramaud

dibatalkan, karena Habib Hasan harus menemani Sang kakek hingga satu

tahun lamanya, sedangkan rombongan yang pergi ke Hadhramaud berangkat

40

(42)

bersama Al-Habib Umar bin Hafidz. Pada Akhir tahun 1995, kakek Al-Habib

Abubakar bin Abdullah bin Muchsin Alatas meningal dunia. Sampai pada

tahun 1996 Habib Hasan mulai menziarahi para orang-orang soleh pada

zaman itu yang masih hidup, diantaranya yaitu Alamah Arifbillah

Al-Habib Umar bin Hud Alatas, yang dikenal dengan sebutan Habib Umar

Cipayung. Habib Hasan menziarahi Al-Habib Umar bin Hud Alatas setiap

subuh di waktu pagi, mengikuti shalat berjamaah, yang sekarang Habib Umar

bin Hud Alatas sudah almarhum, makam beliau di daerah Condet, Habib

Umar bin Hud Alatas, guru Habib Hasan yang Mengijajahkan Rarib Alatas.

Al-Habibul Imam Al-Habib Abdurahman Assegaf (Bukit Duri) yang sekarang

beliau sudah almarhum, beliau dimakamkan di daerah Bogor tepatnya di

makam Keramat Empang, Bogor. Al-Habib Abdullah Samy Alatas, dan masih

banyak lagi orang-orang soleh lainnya seperti Al-Habib Abdullah bin Husin

Alatas (Malang) yang pada saat itu usianya 115 tahun, Habib Hasan juga

menemui Al-Habib Ali Bilfaqih (Bali) yang berusia 125 tahun.

2. Perjuangan Dakwah Habib Hasan bin Ja’far Assegaf

Habib Hasan sudah berkeluarga memiliki tiga orang anak, satu anak

perempuan dua anak laki-laki. Istri Habib Hasan bernama Syarifah Muna

Al-Hadad, cucu dari Keramat Jati Al-Habib Husen bin Muhammad Alatas Alawi,

(43)

kedua Habib Atos, ketiga Habib Ali.41Di dalam keluarga beliau memiliki seni

keluarga yang romantis dan humoris, cara beliau bertutur sapa terhadap anak

istri sangatlah halus dan lembut di tengah-tengah kesibukan. Beliau

melaksanakan dakwah Islamiah biarpun membagi waktunya untuk keluarga

kepada putra dan putrinya beliau sangat menekankan pendidikan agama sejak

kecil.42

Sehinga pada tahun 1997 untuk pertama kalinya Habib Hasan bin

Ja’far Assegaf berdakwah, yang dimulai di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Di

sana Habib Hasan berdakwah dengan izin Allah SWT mendapatkan jama’ah

sebanyak lima ratus orang, lalu Habib Hasan pulang ke Bogor dikarenakan

Umi dari Habib Hasan sakit. Pada tahun 1998 beliau melakukan dakwah

kembali, yang dilakukan di daerah yang sangat jauh yaitu di daerah

Timor-Timur (yang sekarang menjadi negara sendiri dan pisah dari wilayah

Indonesia), tepatnya di daerah Palu, Habib Hasan berdakwah bersama

Al-Habib Abubakar bin Hasan Alatas. Dari pengalaman itulah rupanya Allah

SWT memberikan izin kepada Habib Hasan untuk terus melakukan dakwah

dan berdakwah, dan dakwah tersebut menjadi suatu “makanan” atau kebiasaan

tersendiri bagi kehidupan Habib Hasan untuk memperjuangkan agama Allah

SWT demi tegaknya amal ma’ruf nahi munkar dan menjadikan al-Qur’an

sebagai pedoman hidup umat manusia dan Rasullah SAW sebagai suri

tauladan kita yang patut dicontoh dalam kehidupan sehari-hari.

41

Ustad. Abdurrahman, Asisten Habib, Humas, kodinator Majlis Ta’lim Nurul Musthofa, Wawancara Pribadi , Jakarta, 6 Desember 2008

42

(44)

Pada tahun 1999, beliau pergi kembali ke Jakarta, dikarenakan beliau

mendapat kabar bahwa guru Habib Hasan Al-Habib Umar bin Hud Alatas

telah meningal dunia, dari situlah Habib Hasan melihat Jakarta yang dipenuhi

oleh para pemuda yang suka hura-hura dan senang melakukan maksiat kepada

Allah SWT dan tidak mengenal Allah SWT dan Nabi Muhamad SAW dan

pemuda yang sangat jauh dari ketakwaan sering berbuat maksiat jauh dari

sunah-sunah Nabi Muhammad SAW, kurang mengetahui wali-wali, para aulia

Allah SWT, tidak mengenal kitab-kitab Salafus sholihin yang dibawakan para

ulama, tidak mengetahui keutamaan shalawat.43Dikarenakan keadaan Jakarta

yang bermacam-macam karakter dan berbagai fenomena maksiat, Habib

Hasan tersentak untuk berdakwah kepada pemuda di Jakarta. Karena belum

ada celah dan tempat untuk berdakwah di Jakarta, akhirnya beliau kembali ke

Bogor untuk membantu orang tua Habib Hasan untuk berdagang berjualan

kain yang berkodi- kodi jumlahnya, biasanya Habib Hasan menjual kain sehari

habis 18 kodi kain, bahkan Habib Hasan menjajahkan daganganya mulai dari

kampung ke kampung, dari pesantren ke pesantren.

Di tahun yang sama, ada sekelompok pemuda yang datang untuk

berziarah ke Habib Keramat Empang, Bogor. Para peziarah berasal dari

Jakarta Selatan, peziarah tersebut bernama Aray dan Zaenal Arifin. Para anak

muda tersebut menginginkan Habib Hasan untuk berdakwah di Jakarta, akan

tetapi Allah SWT belum berkehendak karena Habib Hasan belum niat

berdakwah ke Jakarta, pada akhirnya selang beberapa minggu Allah SWT

43

(45)

memberikan petunjuk kepada Habib Hasan untuk berangkat ke Jakarta untuk

berdakwah, adapun dakwah yang pertama kali Habib Hasan dimulai di

wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan tepatnya di jalan Jambu Dua Ciganjur di

rumah Zaenal Arifin. Mulailah Habib Hasan berdakwah dengan membuka

ratib dan maulid Simthuddurrar secara kecil-kecilan, baru berapa hari di

Jakarta untuk berdakwah Habib Hasan sudah mendapatkan ujian baik bersifat

dzahir dan batin.

Pada tahun 2000 mulailah Habib Hasan untuk membuat pengajian

ratib, yang diikuti oleh dua puluh orang jama’ah, semingu kemudian

berkurang jama’ahnya menjadi lima belas orang saja yang mengikuti

pengajian ini hari demi hari, minggu demi minggu, jama’ah bukan bertambah

tetapi berkurang. Dengan kondisi yang seperti ini, tidak mengurangi gairah

untuk berdakwah di jalan Allah SWT karena Habib Hasan tidak memandang

manusia, tetapi ini semua untuk Allah SWT. Pada akhirnya, ujian demi ujian

Habib Hasan lewati para penduduk kembali lagi untuk mengikuti pengajian

yang dipimpin langsung oleh Habib Hasan sendiri, sampai lima puluh jama’ah

yang mengikuti pengajian ini, Dari tahun ke tahun terus bertambah lagi

menjadi seratus orang jama’ah. Karena para jama’ah yang terus bertambah

banyak, maka di saat itulah beliau berangkat ke Solo untuk menemui Habib

Anis Al-Habsyi untuk minta ijazah maulid Simthuddurrar. Diijinkanlah oleh

Habib Anis Al-Habsyi untuk membawakan maulid Simthuddurrar, mulailah

Habib Hasan membuka pengajian dengan mengunakan maulid Simthuddurrar,

(46)

Hasan menggagas untuk membuat maulid dengan mengunakan marawis atau

ketimpring (rabana) dengan tujuan agar lebih meriah dan ramai.

Pada tahun 2001 jama’ah Habib Hasan bin Ja’far Assegaf terus

bertambah mulai dari seratus jama’ah lalu bertambah menjadi 150 orang,

sampai akhirnya menjdi 500 jama’ah yang menghadiri pengajian ini, di tahun

yang sama Habib Hasan kedatangan para habaib mulai dari Habib Anis

Al-Habsyi, yang memberikan ijazah maulid Simthuddurrar. Dan saat itu pula

pengajian ini diberi nama Majlis Ta’lim Nurul Musthofa yang sebelumya

bernama Al-Irfan. Dengan izin Allah SWT Majlis Ta’lim Nurul Musthofa

kedatangan tamu dari Hadhramaud, Al-Habib Umar bin Hafiz datang ke

Indonesia dan menghadiri Majlis Ta’lim Nurul Musthofa dan ulama-ulama

besar yang berasal dari berbagai negara seperti: Yaman, Mekah, Madinah,

Malaysia, Singapura, dan dari wilayah lainnya untuk datang ke Majlis Ta’lim

Nurul Musthofa. Pada tahun 2002 jama’ah Majlis Ta’lim Nurul Musthofa

semakin banyak dihadiri oleh jama’ah khususnya kaula muda, mudi dan

ulama, ustad setempat yang ingin belajar ilmu agama kepada Habib Hasan bin

Ja’far Assegaf pimpinan Majlis Ta’lim Nurul Musthofa. Pada tahun 2003

Habib Hasan dirundung duka, karena ayah beliau Al-Habib Ja’far Bin Umar

Assegaf meningal dunia, ditahun yang sama Habib Hasan semakin dekat

dengan penduduk Kampung Kandang salah satunya Alm H. Abdul ghofar

tokoh masyarakat yang senang tiasa menemani Habib Hasan dan membantu

Majlis Ta’lim Nurul Musthofa. Tahun yang sama jama’ah Habib Hasan terus

(47)

Nusthofa. Sampai tahun 2004 majlis Ta’lim Nurul Musthofa makin

berkembang, dengan terbentuknya yayasan, dan tim sukses maulid malam

minggu. Majlis Ta’lim Nurul Musthofa, sudah meluaskan daerah siarnya.

Yang sebelumya hanya di wilayah Kampung Kandang, Ciganjur dan Cilandak

saja, mulai merabah masuk ke daerah-daerah yang lebih luas di wilayah

Jakarta dan sekitarnya bahkan se-Jabotabek.

Pada tahun 2005, masuklah KH. Abdul Hayyie Na’im dalam Majlis

Ta’lim Nurul Musthofa, KH. Abdul Hayyie Na’im adalah ketua Majlis Kuliah

Subuh se-Jabotabek, KH. Abdul Hayyie Na’im hadir untuk mendampingi dan

membimbing Majlis Ta’lim Nurul Musthofa sebagai penceramah di setiap

malam minggu yang dihadiri oleh ulama, ustad dan sesepuh yang lain serta

ribuan jama’ah Majlis Ta’lim Nurul Musthofa sampai sekarang ini Majlis

Ta’lim Nurul Musthofa tetap berkibar. Tidak hanya itu banyak pejabat yang

ingin belajar dengan beliau seperti Fauzi Bowo yang sekarang menjadi

gurbernur Jakarta, dan Adhyaksa Dault yang menjabat sebagai menteri

pemuda dan olah raga pernah memanggil Majlis Ta’lim Nurul Musthofa di

gedung Menpora. Indonesia Berzikir bersama Muhamad Arifin Ilham, KH.

Abdullah Gymnastiar, Pimpinan Majlis Ta’lim Nurul Musthofa Habib Hasan

Bin Ja’far Assegaf, Live di TPI, ceramah Habib Hasan di kartu perdana Axis,

berkerjasama juga dengan Radio Ras FM Tebet, Jakarta Selatan. KH. Abdul

Hayyie Na’im sekarang sudah tidak mendampingi Habib Hasan di Majlis

Ta’lim Nurul Musthofa dikarenakan faktor usia, KH. Abdul Hayyie Na’im

(48)

sekarang digantikan dengan KH. Adnan Idris serta diikuti oleh Ustd, qori-qori

dan para habaib.

3. PendidikanHabib Hasan Bin Ja’far Assegaf

Beliau belajar dengan para habaib dan ulama, diantaranya:

1. Al-Imam Al-Hafidz Al-Musnid Al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir

Bilfaqih dan putera-putera beliau: Habib Abdul Qadir Bilfaqih, Habib

Muhammad Bilfaqih, Habib Abdurrahman Bilfaqih (Pondok pesantren

Daarul Hadits Al-Faqihiyyah, Malang).

2. Syekh Abdullah Abdun, Daruttauhid Malang

3. Syekh Umar Bafadhol, Surabaya

4. Al-Imam Al-Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul

Qadir Assegaf dan putera-putera beliau diantaranya; Al-Habib Ali bin

Abdurrahman Assegaf (Yayasan Ats-Tsaqofah Al-Islamiyyah).

5. Al-Habib Muhammad Anis bin Alwi Al-Habsyi (selaku yang

mengijazahkan maulid Simtudduror).

6. Al-Habib Abdullah bin Husein Syami Alatas di kediaman beliau.

7. Al Habib Abubakar bin Hasan Alatas, Martapura.

8. KH. Dimyati, Banten.

9. KH. Mama Satibi dan putera beliau, Cianjur.

10.KH. Buya Yahya, Bandung

11.Muallim Sholeh, Bogor. Dan masih banyak lagi para ulama lainnya.

(49)

Tujuan Dakwah Habib Hasan bin Ja’far Assegaf untuk mengikuti

kakek moyang Habib Hasan sampai ke junjungan Nabi Besar Muhammad

SAW. Dan mengajak para muslimin dan muslimah :

1. Membaca al-Qur’an.

2. Membaca ratib Alatas dan ratib Al-Haddad

3. Mengenalkan salaf sholihin dengan berziarah kepada para wali Allah ke

tempat orang-orang sholeh.

4. Membesarkan nama Rasulullah SAW dengan pembacaan maulid.

5. Karya-karya Habib Hasan Bin Ja’far Assegaf Adapun karya-karya yang telah dicapai adalah:

1. VCD ceramah Volume ke 1 dengan judul “Mari Bershalawat Kepada Nabi

Muhamad SAW Mudah Mudahan Kita Diberikan Syafa’at di Dunia dan di

Akhirat, Faidah Membaca Salawat, Cinta Kepada Nabi Muhamad dengan

Membaca Shalawat”.

2. VCD Shalawat Volume 1 dengan Judul “Muqodimah Habib Hasan,

Salawat yang Dibawakan Habib Hasan, Sholatulloh, Jabarotim, Qulya

Azim”.

3. Kumpulan buku-buku Shalawat yang disusun oleh Habib Hasan yang

dibawakan di majlis Ta’lim Nurul Musthofa setiap Ta’lim.

4. Kumpulan artikel-artikel perjalanan Habib Hasan diantaranya mengenai

sejarah Maj’lis Ta’lim di Indonesia, mengenai sejarah keluarga Habib

Gambar

gambar dan suara yang nyata juga ragamnya sebagai media komunikasi

Referensi

Dokumen terkait