• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dosis Pupuk Organik dan Hayati Terhadap Hasil Padi Sawah (Oryza sativa l.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Dosis Pupuk Organik dan Hayati Terhadap Hasil Padi Sawah (Oryza sativa l.)."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP HASIL PADI SAWAH (

Oryza sativa

L.)

AGUS RACHMAN NURRIZKI

A24080133

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa L.)

The Rate Effect of Organic Fertilizer and Biofertilizer at Yield in Lowland Rice

(Oryza sativa L.)

Agus Rachman Nurrizki1, Sugiyanta2 1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

Abstract

The research was carried out in the first growing season months of November 2011 - March 2012 in karawang, west java. The purpose of this research is to determine the rate effect of solid organic fertilizer (POP) and biological fertilizers (PH) on growth and yied at lowland rice (Oryza sativa L.). The treatments applied were: no fertilization (P0), with 100% dose of NPK (P1), 2 tons / ha POP (P2), 4 tons / ha POP (P3), 6 tons / ha POP (P4), 8 tons / ha POP (P5), 10 tons / ha POP (P6), 2l/ha Biological Fertilizer (PH) (P7), 2tons/ha POP + PH (P8), 4tons/ha POP + PH (P9), 6tons/ha POP + PH (P10), 8tons/ha POP + PH (P11), and 10tons/ha POP + PH (P12). Biofertilizer application of 2l/ha per application. 2tons/ha POP application only provides a decrease of the

growth and yield lowland rice. Solid organic fertilizer (POP) at a dose of 4 tons/ha crop showed a lower growth compare with 100% NPK but it gives

results in lowland rice better than 100% NPK dose. Biofertilizer application was not significantly different from giving 100% dose of NPK on of lowland rice, but a smaller yield than the 100% dose of NPK and other treatments. POP applications combined with biofertilizers can increase yields in lowland rice at growing season I, compared with the provision of 100% NPK dose only.

(3)

RINGKASAN

AGUS RACHMAN NURRIZKI. Pengaruh Dosis Pupuk Organik dan Hayati Terhadap Hasil Padi Sawah (Oryza sativa l.).

(Dibimbing oleh SUGIYANTA)

Pemakaian bahan anorganik secara intensif tanpa adanya pemberian bahan

organik mengakibatkan rusaknya kesuburan pada tanah dan terjadinya

kehakahatan unsur hara pada tanah. Hal ini memicu terjadinya pelandaian pada

laju peningkatan produksi padi. Oleh karena itu salah satu usaha untuk

meningkatakan kembali produktivitas padi ialah dengan mengembalikan bahan

organik pada tanah melalui pemberian pupuk organik dan hayati.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk organik

dan hayati terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah (Oryza sativa L.). Selain itu aplikasi pupuk organik dan hayati dengan jumlah dosis tertentu diharapkan

dapat menggantikan pupuk N, P dan K tanpa menurunkan tingkat pertumbuhan

dan hasil padi sawah (Oryza sativa L.). Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang,

Jawa Barat. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium tanah, Fakultas Pertanian

IPB dan Balai Penelitian Tanah Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

November 2011 – Maret 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 13 perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang

diaplikasikan adalah perlakuan pupuk organik padat (POP) yang berasal dari

pupuk kandang sapi dengan dosis 2, 4, 6, 8, dan 10 ton/ha, perlakuan dengan

pupuk anorganik ( NPK, 30-6-8) dengan dosis 400 kg/ha, perlakuan pupuk hayati

(PH), serta perlakuan pupuk organik padat (POP) dengan dosis 2, 4, 6, 8, dan 10

ton/ha dikombinasikan dengan pupuk hayati (PH). Pupuk hayati diaplikasikan

dengan dosis 2 l/ha.

Pengamatan pertumbuhan tanaman dan komponen hasil dilakukan

terhadap 10 tanaman contoh setiap satuan percobaan. Peubah - peubah yang

diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, Bagan Warna Daun (BWD),

bobot biomass pada 8 minggu setelah tanam (MST), jumlah anakan produktif,

(4)

tanah. Pengamatan hasil dengan menggunakan ubinan (2.5m x 2.5m) dan

dikonversi menjadi dugaan hasil gabah kering per ha. Analisis tanah dilakukan

pada awal dan akhir penelitian meliputi C-org, N, P, K serta pH tanah. Data hasil

pengamatan pertumbuhan dan hasil tanaman dianalisis dengan menggunakan uji F

dan apabila nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT pada taraf 5% untuk mengetahui dosis pupuk organik padat yang paling baik bila dibandingkan dengan

perlakuan 100% dosis NPK.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik padat

(POP) dosis rendah 2 ton/ha menghasilkan pertumbuhan maupun hasil yang

paling rendah. Aplikasi pupuk organik padat (POP) dosis 4 dan 6 ton/ha

menunjukkan pertumbuhan tanaman dan hasil yang sebanding dengan aplikasi

100% dosis NPK. Perlakuan pupuk hayati saja memberikan pertumbuhan tanaman

dan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan 100% dosis NPK.

Penambahan pupuk hayati dosis 2 l/ha pada POP dosis (6, 8, dan 10 ton POP/ ha)

menghasilkan hasil gabah yang lebih tinggi dibanding dengan aplikasi POP pada

dosis sama tanpa pupuk hayati maupun dengan perlakuan 100 % dosis NPK.

Penambahan pupuk hayati dengan dosis 2 l/ha pada 2 ton POP/ha menghasilkan

(5)

PENGARUH DOSIS PUPUK ORGANIK DAN HAYATI

TERHADAP HASIL PADI SAWAH (

Oryza sativa

L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

AGUS RACHMAN NURRIZKI

A24080133

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

Judul :

PENGARUH DOSIS PUPUK ORGANIK DAN HAYATI

TERHADAP HASIL PADI SAWAH (

Oryza sativa

L.)

Nama :

AGUS RACHMAN NURRIZKI

NIM :

A24080133

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. NIP. 19630115 198811 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP.19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal 8 agustus

1990. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Agus

Iim S dan Ibu Griece Sri N.

Penulis menempuh pendidikan pertama di TK Seruni pada tahun

1995-1997. Tahun 1997-2000 penulis menempuh pendidikan formal di SDN Angkasa,

Biak Irian jaya kemudian tahun 2000-2002 penulis pindah ke Bandung dan

melanjutkan pendidikan dasar di SDN sukarasa IV. Tahun 2002-2005 penulis

melanjutkan pendidikan ke SMPN 26 Bandung dan tahun 2005-2008 melangkah

ke jenjang pendidikan menengah atas di SMAN 15 Bandung. Tahun 2008 penulis

diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor dengan Jurusan Agronomi

dan Hortikultura melalui jalur USMI.

Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di

berbagai organisasi maupun dalam susunan kepanitian. Penulis aktif dalam

Organisasi Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman, HIMAGRON, Organisasi

Mahasiswa Daerah (PAMAUNG) dan dalam berbagai kepanitian yang tidak dapat

(8)

KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah

memberikan hidayah dan kekuatan-nya dan tidak lupa salawat serta salam di

curahkan pada junjungan kita RASULULLAH SAW sehingga penulisan laporan

penelitian ini dapat diselsesaikan dengan baik. Penelitian ini berdasarkan kegiatan

penelitian yang dilaksanakan pada bulan November 2011 hingga bulan Maret

2012.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu pertanian dan bagi siapa saja yang

memerlukan. Penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih kepda pihak pihak

yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ayah, Ibu, kakak dan seluruh keluarga atas do’a dan motivasinya yang diberikan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis selama melaksanakan penelitian ini.

3. Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.Si dan Dr. Ir Hajrial Aswindinoor, M.Sc. selaku

dosen penguji skripsi.

4. Dr. Ir. Purwono, MS selaku pembibing akademik selama penulis melaksanakan

perkuliahan di departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

5. Keluarga Bapak Sutisna beserta seluruh pegawai Bapak Sutisna di Karawang

yang telah membantu penulis selama menyelesaikan penelitian.

6. Tri Herdiyanti dan Mia budiman selaku rekan sepenelitian, Amar dan Mang

Enjay di sawah baru, Luky. R, Roy. R, Agus. C, Ikhsan, Rene dan Miftah serta

keluarga besar Gentra Kaheman dan keluarga besar INDIGENOUS 45 atas

bantuanya baik secara langsung maupun tidak langsung.

7. Gigih Kridaning. P, Bu Edi, Pak Edi dan seluruh keluarga kosan “GARUDA” yang selalu memberikan dukungan pada penulis.

8. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian

maupun skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

(9)

DAFTAR ISI

Kebutuhan unsur hara tanaman padi ... 3

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh dosis pupuk organik padat dan kombinasinya dengan pupuk hayati terhadap hasil padi

sawah ... 14

2. Hasil analisis kandungan hara tanah pada awal dan akhir

penelitian ... 15

3. Selisih kandungan hara tanah pada awal dan akhir percobaan ... 16

4. Pengaruh pupuk orgnik dan pupuk hayati terhadap

tinggi tanaman ... 17

5. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap

jumlah anakan ... 18

6. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap bagan

warna daun ... 19

7. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap bobot

biomassa saat berumur 8 mst ... 20

8. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap panjang

dan volume akar pada umur 8 mst ... 21

9. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai,

dan bobot 1000 butir ... 22

10. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap hasil

gabah per tanaman dan persentase gabah isi dan gabah hampa ... 23

11. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap hasil

ubinan dan dugaan hasil tanaman per hektar ... 24

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kondisi umum pertumbuhan padi pada umur 4 MST ... 10

2. Hama keong ... 11

3. Hawar daun bakteri ... 11

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah petak percobaan ... 35

2. Kandungan dan komposisi pupuk hayati (probio) ... 35

3. Hasil analisis pupuk organik organik padat ... 36

4. Analisis usaha tani perlakuan tanpa pemupukan ... 36

5. Analisis usaha tani perlakuan 100 % dosis NPK ... 37

6. Analisis usaha tani perlakuan 2 ton POP/ ha ... 37

7. Analisis usaha tani perlakuan 4 ton POP/ ha ... 38

8. Analisis usaha tani perlakuan 6 ton POP/ha ... 38

9. Analisis usaha tani perlakuan 8 ton POP/ ha ... 39

10.Analisis usaha tani perlakuan 10 ton POP/ ha ... 39

11.Analisis usaha tani perlakuan 2 ton POP/ ha + PH ... 40

12.Analisis usaha tani perlakuan 4 ton POP/ ha + PH ... 40

13.Analisis usaha tani perlakuan 6 ton POP/ ha + PH ... 41

14.Analisis usaha tani perlakuan 8 ton POP/ ha + PH ... 41

15.Analisis usaha tani perlakuan 10 ton POP/ ha + PH ... 42

16.Analisis usaha tani perlakuan pupuk hayati ... 42

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia dengan

tingkat konsumsi beras per kapita bangsa Indonesia mencapai 139 kg per tahun.

Impor beras yang dilakukan pemerintah sebesar 1,33 % (kompas, 2011) dari total

produksi padi nasional untuk memenuhi kebutuhan pangan Indonesia harus di

perhatikan sebagai salah satu masalah akan ketahanan pangan bangsa. Menurut

Badan Pusat Statistik (2011) tercatat penduduk Indonesia pada tahun 2011

mencapai 238 juta jiwa dengan laju pertambahan penduduk sebesar 1,49 %.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan beraspun

semakin meningkat. Menurut data Badan Pusat Statsistik (2011) produksi padi

pada tahun 2009 dan 2010 mengalami peningkatan produksi yaitu 64 juta ton

menjadi 66 juta ton, pada tahun 2011 diperkirakan produksi padi sebesar 67 juta

ton. Produksi padi tersebut masih harus ditingkatkan agar dapat memenuhi

kebutuhan beras Indonesia.

Tanaman padi memerlukan unsur hara dalam jumlah yang cukup untuk

tumbuh dan berproduksi dengan baik. Kebutuhan unsur hara tanaman dapat

dipenuhi dari tanah dan dari pemberian pupuk pada tanaman. Penggunaan pupuk

anorganik yang berlebihan dan kurangnya pengembalian bahan organik pada

tanah dapat menyebabkan kekahatan unsur hara pada lahan. Kondisi demikian

menyebabkan rusaknya sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Fadillah, 2007). Hasil

penelitian Andriawan (2010) menyatakan bahwa salah satu upaya untuk

menambah kesuburan tanah sawah adalah dengan mengaplikasikan pupuk hayati

dan organik yang dapat mereduksi pupuk NPK dan dengan mengembalikan

serasah pada tanah.

Pencapaian peningkatan hasil padi harus terus ditingkatkan agar tetap

menjaga kelestarian lingkungan dan pangan bangsa. Usaha dan strategi yang tepat

untuk meningkatkan produktifitas padi ialah dengan kembali menyuburkan tanah

yang sudah banyak diaplikasikan pupuk anorganik. Salah satu cara peningkatan

(14)

Menurut Firmansyah (2011) bahwa pupuk organik adalah pupuk yang

berasal dari sisa tanaman, hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk

hijau dan kompos (humus) yang mampu memperbaiki sifat fisik dan struktur

tanah, kima tanah, biologi tanah dan dapat meningkatkan daya tahan air tanah.

Pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung mikroorganisme hidup yang

diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan unsur

hara tertentu bagi tanaman (Mas’ud, 1992). Prihatini et al., (1996) mengemukakan bahwa pupuk hayati merupakan organisme-organisme unggul

berupa sel hidup dari mikroba penambat nitrogen (N), mikroba pelarut fosfor (P)

atau mikroba perombak selulosa yang diberikan pada tanah atau tempat

pengomposan yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroba tanah dan

mempercepat proses tersedianya unsur hara tanaman. Upaya pemberian pupuk

organik dan hayati diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga

pemberian dosis pupuk anorganik dapat dikurangi atau bahkan tergantikan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk

organik dan hayati terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah (Oryza sativa L.).

Hipotesis

Aplikasi pupuk organik dan hayati dengan jumlah dosis tertentu dapat

memberikan hasil padi sawah yang sebanding dengan aplikasi 100% dosis pupuk

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan sistem pertanian holistik yang menguatkan

kesehatan agroekosistem, termasuk biodiversiti siklus biologis dan

kegiatan-kegiatan biologis tanah (Sutanto, 2002). Sistem pertanian organik ditunjukkan

untuk menguatkan keanekaragaman biologi, meningkatkan kegiatan mikroba

tanah, mengelola kesuburan tanah jangka panjang, mendaur ulang limbah tanaman

dan hewan untuk mengembalikan kembali nutrisi kedalam tanah dan untuk

meminimalkan polusi yang ada karena praktek pertanian.

Padi organik merupakan padi yang ditanam secara organik dengan

menggunakan bahan organik seperti pupuk organik dan hayati serta tanpa adanya

penggunaan pestisida anorganik, dengan menggunakan sistem pemupukan

berimbang dimana pupuk yang diberikan hanya yang diperlukan tanah untuk

mencukupi kebutuhan hara optimum bagi tanaman (Hadiwigeno,1992).

Menurut Arafah dan Sirappa (2003) bahan organik memiliki peranan

penting yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah, baik dari

aspek kimia, fisika, dan biologi tanah. Penambahan pupuk hayati yang

mengandung mikroba seperti bakteri penambat N dan pelarut P dapat

meningkatkan ketersediaan unsur N dan P yang dibutuhkan selama pertumbuhan

tanaman, sedangkan untuk unsur K dipenuhi dari aplikasi pembenaman jerami

yang merupakan sumber K yang mudah didapat oleh petani.

Kebutuhan unsur hara tanaman padi

Padi merupakan tanaman yang memerlukan sejumlah unsur hara dalam

jumlah yang cukup, seimbang, berkesinambungan dan terus menerus untuk terus

tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga menghasilkan produksi yang

maksimal. Mas’ud (1992) mengatakan bahwa unsur hara yang diperlukan

tanaman dapat diperoleh melalui atmosfer yang masuk melalui dedaunan dan

batang, ion-ion yang didapat dari pertukaran tekstur tanah serta mineral yang

(16)

Unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi berupa 16 unsur hara essensial.

Unsur hara tersebut terbagi kedalam unsur hara makro dan mikro. Unsur hara

yang dibutuhkan secara besar yaitu N, P, K serta di tambah unsur hara makro

lainya dan unsur hara mikro. Pertumbuhan biomassa padi sangat di pengaruhi oleh

unsur hara N dan P, sedangkan pertumbuhan akar dipengaruhi oleh ketersedian P

(Dobermann dan Fairhust, 2000). Pada tanaman yang tercukupi kebutuhan unsur

hara nitrogennya (N) akan mempunyai daun berwarna hijau tua dan lebat

dengan perakaran kerdil. Tanaman padi hanya sedikit saja menyerap fosfor yang

tersedia, padi hanya menyerap 30%-50% P selama fase vegetatif sampai tanaman

mengalami fase pemasakan (Dobermann dan Fairhurst, 2000).

Pupuk Hayati

Prihatini et al., (1996) mengemukakan bahwa pupuk hayati adalah pemanfaatan organisme - organisme unggul baik berupa sel hidup maupun latent

dari mikroba penambat nitrogen (N), mikroba pelarut fosfor (P) atau mikroba

perombak selulosa yang diberikan pada tanah atau tempat pengomposan yang

bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroba tanah dan mempercepat proses

tersedianya unsur hara tanaman. Surialdikarta dan Simanungkalit (2006)

menambahkan bahwa pupuk hayati merupakan alternatif untuk memanfaatkan

pasokan N2 dari udara yang cukup besar, disamping untuk pemanfaatan bentuk P

tak tersedia menjadi bentuk tersedia.

Surialdikarta dan Simanungkalit (2006) mengemukakan bahwa Pupuk

hayati merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk

menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi

tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui

peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza

arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat,maupun perombakan oleh fungi,

aktinomiset atau cacing tanah.

Menurut PERMENTAN nomor 70 tahun 2011 pupuk hayati adalah produk

biologi aktif yang terdiri atas mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi

pemupukan, kesuburan dan kesehatan tanah dan dengan formulasi yang berasal

(17)

hayati juga bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman,

menekan“soil born disease”, mempercepat pengomposan, memperbaiki struktur

tanah, dan menghasilkan substansiaktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan

tanaman.

Pupuk Organik

Surialdikarta dan Simanungkalit (2006) mengemukakan bahwa pupuk

organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik dari

pada kadar haranya. Nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk

anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk

organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Menurut

PERMENTAN no 70 tahun 2011 pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari

tumbuhan mati, kotoran hewan atau bagian hewan atau limbah organik lainnya

yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya

dengan bahan mineral dan atau mikroba yang bermanfaat untuk meningkatkan

kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan

biologi tanah.

Sumber pupuk organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk

kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut

kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan

limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan

hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah ( Surialdikarta

dan Simanungkalit, 2006). Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau

maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah

bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh

pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air

(18)

Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang,

darah, dan sebagainya (Hartatik dan Widowati, 2006). Limbah industri yang

menggunakan bahan pertanian merupakan limbah yang berasal dari limbah pabrik

gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak,

dan sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota

yang berasal dari tanaman, setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat

(19)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada lahan petani di Desa Karawang Wetan,

Kecamatan Karawang timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Analisis tanah

dilakukan di laboratorium tanah, Fakultas Pertanian IPB dan Balai Penelitian

Tanah Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - Maret

2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih padi varietas

Mentik Wangi. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik padat yang berasal

dari pupuk kandang kotoran sapi (Lampiran 3) dan pupuk hayati (Lampiran 2)

serta pupuk NPK majemuk (NPK, 30-6-8). Alat yang digunakan terdiri dari

alat-alat budidaya pertanian, timbangan analitik, meteran, bagan warna daun (BWD),

oven, dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)

dengan 13 perlakuan dan tiga ulangan, sehingga terdapat 39 satuan percobaan

(Lampiran 1). Petak setiap percobaan berkuran 15 m x 10 m. Adapun

perlakuannya yaitu :

1. P0 = kontrol (tanpa pupuk organik, hayati dan NPK)

2. P1 = 100% dosis pupuk NPK (400 kg NPK(30-6-8)/ha)

3. P2 = 2 ton/ ha pupuk organik padat

4. P3 = 4 ton/ ha pupuk organik padat

5. P4 = 6 ton/ ha pupuk organik padat

6. P5 = 8 ton/ ha pupuk organik padat

7. P6 = 10 ton/ ha pupuk organik padat

8. P7 = dengan pupuk hayati saja

(20)

10.P9 = 4 ton/ ha pupuk organik padat + 2 l/ ha pupuk hayati

11.P10 = 6 ton/ ha pupuk organik padat + 2 l/ ha pupuk hayati

12.P11 = 8 ton/ ha pupuk organik padat + 2 l/ ha pupuk hayati

13.P12 = 10 ton/ ha pupuk organik padat + 2 l/ ha pupuk hayati

Model linear yang digunakan untuk menganaliasis data adalah :

Yij= µ + αi + βj + εij

Yij = Pengaruh perlakuan pemupukan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i (1,2,3,…….,13)

βj = Pengaruh ulangan ke-j (1,2,3)

εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke- j

Analisis data menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5 % dan di

uji lanjut dengan metode Duncan Multiple Range (DMRT) pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dilaksanakan pengolahan

tanah dua minggu sebelum penanaman. Pengolahan tanah dilakukan dengan

sistem olah tanah sempurna, tanah dibajak, digaru dan dilumpurkan hingga siap

tanam serta memiliki saluran irigasi dan drainase.

Persemaian benih dilaksanakan dua minggu sebelum tanam. Benih

sebelum disemai direndam dalam air garam untuk memisahkan antara benih yang

bernas dan benih hampa. Benih direndam selama 24 jam dan kemudian di

inkubasikan pada karung basah selama 24 jam agar ujung akar berwarna putih

keluar (melentis). Bibit siap tanam, ditanam dengan jarak tanam legowo 25 cm x

15 cm x 50 cm , tiap lubang tanam ditanam satu bibit yang telah siap tanam yang

berumur 10 - 13 hari setelah persemaian. Penyulaman dilakukan pada 1 - 3 MST

dengan bibit pada umur yang sama. Penyulaman dilakukan pada bibit yang

tumbuh kurang baik atau mati.

Aplikasi pupuk organik diberikan bersamaan dengan pengolahan tanah

dan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Aplikasi pupuk hayati diberikan

bersamaan dengan pemberian pupuk organik, 14 hari setelah tanam dan 30 hari

(21)

Pemeliharaan dilakukan selama pertumbuhan vegetatif tanaman, hingga

panen. Pemeliharan dilakukan dengan cara mengendalikan Organisme Penggangu

Tanaman (OPT), gulma dan hama penyakit. Pengendalian gulma dilakukan secara

manual sesuai dengan perkembangan gulma. Pengendalian hama penyakit

dilakukan bila sudah terlihat gejala tanaman tersebut terkena hama penyakit.

Pemanenan dilakukan setelah umur padi mencapai 105 HST atau 13 MST yang di

tandai dengan gejala kematangan gabah mencapai 90 – 95 % gabah yang sudah menguning.

Pengamatan

Pengamatan yang dilaksanakan adalah mengamati fase pertumbuhan

tanaman (vegetatif) dan pengamatan hasil dan komponen hasil pada 10 tanaman

contoh yang telah ditentukan secara acak pada saat tanaman berumur 2 MST,

pengamatan dimulai pada saat tanaman berumur 3 MST, pengamatan meliputi :

 Tinggi tanaman diamati setiap satu minggu sekali hingga 8 MST

 Jumlah anakan diamati setiap satu minggu sekali hingga 8 MST

 Warna daun diamati dengan BWD satu minggu sekali hingga 8 MST

 Pengamatan bobot kering biomassa dan tajuk pada umur 8 MST

 Pengamatan komponen hasil yaitu jumlah anakan produktif (jumlah

malai/rumpun sampel), jumlah gabah/malai tanaman sampel, panjang

malai, bobot 1.000 butir gabah dari tanaman sampel, dan persentase gabah

isi dan gabah hampa yang di hitung dari setiap 100 gram tanaman contoh.

 Pengamatan hasil ubinan 2.5 m x 2.5 m per petak

 Menduga hasil tanaman per hektar dengan menghitung hasi ubinan yang di

konversi ke hektar.

Analisis tanah

Analisis tanah dilakukan sebelum perlakuan dan setelah panen. Parameter

analisis tanah antara lain pH tanah, dan kandungan N,P, dan K dalam tanah.

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum

Teknik budidaya padi dilakukan secara organik, tanpa pemberian pestisida

anorganik sebagai penanggulangan hama dan penyakit. Bibit padi ditanam pada

umur 10-13 hari setelah semai, dengan 1 sampai 2 bibit perlubang tanam. Pada

kondisi awal hampir seluruh tanaman padi mengalami stagnasi pertumbuhan,

daun menguning dan layu sebab tanaman masih melakukan adaptasi dengan

lingkungan tanam baru. Setelah 3 MST bibit sudah tumbuh normal dengan

tumbuhnya anakan dan perakaran mulai berkembang.

Gambar 1. Kondisi umum pertumbuhan padi pada umur 4 MST

Penyulaman dilakukan pada tanaman yang tumbuh kurang baik, rusak,

atau mati dengan tujuan agar didapatkan hasil tanaman yang tumbuh secara

serempak. Penyulaman dilakukan dengan menggunakan bibit berumur sama

hingga 3 MST.

Hama keong (Pomacea canaliculata) menyerang tanaman padi pada umur 1-3 MST. Hama ini menyerang bagian tajuk tanaman dan memotong bagian

bawah pakal batang tanaman padi. Populasi hama ini semakin meningkat akibat

(23)

dilakukan dengan mengeringkan petakan sementara dan dilakukan pemungutan

keong serta telur keong dari petakan. Serangan hama ini mulai menurun pada

umur 5 MST.

Gambar 2. Hama keong

Serangan hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv.oryzae) atau dikenal dengan istilah kresek pada padi ini menyerang tanaman muda atau pada

umur 4 MST dan menyerang juga pada saat 11 MST. Petakan yang terserang

penyakit sebanyak 4 petakan atau 10 % dari keseluhuran petakan. Gejala yang

ditimbulkan seperti daun tanaman padi menguning kemudian mengering dan

terlihat seperti terbakar. Penanggulangan penyakit ini dilakukan dengan

penyemprotan petsida nabati serta pengeringan sementara pada petakan.

Gambar 3. Hawar daun bakteri

Rebah batang padi terjadi pada penelitian ini ketika padi berumur 11 MST.

Padi yang terkena rebah batang padi berjumlah 3 petakan perlakuan atau sekitar

(24)

pupuk anorganik ulangan ke-3. Meskipun demikian hal ini tidak begitu berarti

karena padi yang rebah masih dapat dipanen karena rebah batang terjadi

menjelang panen.

Gambar 4. Rebah batang padi

Adapun jenis gulma yang menggangu pada pertanaman padi saat

penelitian berlangsung adalah jajagoan (Echinocloa crussgalli), eceng gondok (Echinocoria crassipes), dan gonda (Spenoclea zeilanica). Pengendalian gulma dilakukan saat umur padi 3-5 MST. Pengendalian dilakukan secara manual

dengan mencabut dan membenamkannya kembali kedalam tanah sehingga tidak

ada lagi gulma pada areal pertanaman padi. Pemanenan dilakukan pada saat padi

berumur 105 HST atau 13 MST yang ditandai dengan bulir padi sudah menguning

(25)

Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam

Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik

padat (POP) maupun kombinasi POP dengan pupuk hayati (PH) berpengaruh

sangat nyata pada peubah pertumbuhan tanaman padi seperti tinggi tanaman pada

umur 4 - 5 MST, dan warna daun pada umur 4, 6 dan 7 MST. Perlakuan POP dan

POP + PH juga berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 6 MST,

jumlah anakan pada umur 5 dan 6 MST serta warna daun pada umur 5, 7 dan 8

MST. Perlakuan POP dan POP + PH tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman pada umur 3, 7 dan 8 MST, jumlah anakan pada umur 3, 4, 7, dan 8 MST

serta warna daun pada umur 3 MST. Pemberian POP dan POP + PH tidak

berpengaruh terhadap peubah volume akar, bobot kering tajuk dan akar yang

diamati pada saat tanaman berumur 8 MST. Pemberian POP dan POP + PH

berpengaruh nyata terhadap panjang akar pada 8 MST.

Hasil pengamatan terhadap hasil dan komponen hasil menunjukkan bahwa

perlakuan POP dan POP + PH tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah

hasil dan komponen hasil yang diamati. Perlakuan POP dan POP + PH juga tidak

berpengaruh nyata terhadap dugaan hasil gabah kering panen dan gabah kering

giling per hektar.

Nilai koefisien keragaman yang dihasilkan dari uji F menunjukkan tingkat

ketepatan perlakuan dan pengaruh faktor lingkungan maupun lainya yang masih

dapat ditolelir hingga batas nilai kk dibawah 20 % (Gomez dan Gomez, 1995).

Nilai koefisien keragaman pada penelitian ini berkisar antara 2.01 % - 28.00 %.

(26)

Tabel 1. Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh dosis pupuk organik padat dan kombinasinya dengan pupuk hayati terhadap hasil padi sawah

Peubah Perlakuan Koefisisen Keragaman(%)

Jumlah Anakan Produktif tn 12.10

Panjang Malai tn 4.83

Jumlah Gabah/Malai tn 10.17

Bobot 1000 Butir tn 8.15

Hasil Per tanaman Basah tn 17.36 Hasil Per tanaman Kering tn 17.36 Bobot gabah isi (%) tn 28.00 Gabah Kering Giling(GKG) tn 9.13

(27)

Analisis Kandungan Hara Tanah

Analisis kadungan hara tanah dilakukan sebelum dan sesudah penelitian

dengan pengambilan contoh pada tiap petakan perlakuan. Analisis ini dilakuakan

untuk melihat nilai pH, kandungan C-Organik, N-total, P, dan K pada awal dan

akhir penelitian. Hasil analisis kandungan hara tanah pada awal dan akhir

penelitian secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis kandungan hara tanah pada awal dan akhir penelitian.

Perlakuan Parameter

Sumber : Hasil analisis tanah, laboratorium tanah, departemen Ilmu tanah IPB dan laboratorium tanah, balai penelitian tanah bogor.

Tabel 2 menunjukkan bahwa setelah dilakukan penelitian nilai pH, C-org,

N-total, P dan K tanah lebih rendah dibandingkan dengan sebelum penelitian,

kecuali pada perlakuan 8ton/ha POP + PH kandungan hara N, P, dan K lebih

tinggi dibanding dengan sebelum peneltian. Secara umum terlihat bahwa nilai

C-org, N dan K pada perlakuan pupuk organik padat (POP) ataupun perlakuan

POP + PH terlihat lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan pupuk

anorganik. Tetapi pada perlakuan 10 ton POP/ha kandungan C-orgnya lebih

rendah dibandingkan dengan perlakuan 100% dosis NPK. Kandungan hara P pada

perlakuan POP tanpa pupuk hayati lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan

100% dosis NPK. Perlakuan POP + PH menghasilkan kandungan unsur hara P

(28)

Tabel 3. Selisih kandungan hara tanah pada awal dan akhir percobaan

Keterangan : (+) terjadi penambahan unsur hara (-) terjadi pengurangan unsur hara

Tabel 3 menunjukkan kandungan unsur hara N, P, dan K serta C-org dan

pH menunjukkan penurunan pada akhir percobaan. Nilai penurunan pH berkisar

antara 1.7-2.2, C-org berkisar antara 0.2-0.71 %, nilai penurunan N-total berkisar

antara 0.01-0.04 %, hara P berkisar 6.5 ppm hingga 61.5 ppm dan

unsur K (me/100mg) berkisar 0.09 – 0.21. Peningkatan unsur hara N, P, dan K hanya terjadi pada perlakuan 8ton/ha POP + PH dengan nilai peningkatan

berturut-turut 0.01%, 11.5 ppm dan 0.01 me/100mg.

Pertumbuhan Tanaman

Tinggi Tanaman

Aplikasi pupuk organik padat (POP) dan kombinasinya dengan pupuk

hayati (PH) terlihat berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi saat umur

3-8 MST. Perlakuan 100% dosis NPK saat 8 MST memiliki tinggi tanaman yang

paling tinggi dibanding dengan seluruh perlakuan POP maupun kombinasinya

dengan pupuk hayati. Kombinasi perlakuan POP dan pupuk hayati, dengan dosis

pupuk hayati 2 l/ha cenderung belum dapat meningkatkan tinggi tanaman padi

dibanding dengan perlakuan POP tanpa pupuk hayati. Hal ini diduga karena

pupuk organik menyediakan unsur hara secara lambat oleh pupuk organik dan

(29)

baik unsur hara yang terkandung dalam POP sehingga kebutuhan unsur hara pada

fase pertumbuhan tidak terpenuhi. Hasil analisis statistik pengaruh pupuk organik

dan hayati terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4.Pengaruh pupuk orgnik dan pupuk hayati terhadap tinggi tanaman

Perlakuan Minggu Setelah Tanam(MST)

Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

uji-DMRT taraf 5 %.

Jumlah Anakan

Perlakuan POP atau POP + PH memberikan pengaruh terhadap jumlah

anakan yang dihasilkan pada tanaman padi. Hasil uji statistik menunjukkan pada

umur 8 MST perlakuan 100% dosis NPK memiliki jumlah anakan yang sebanding

dengan perlakuan POP maupun POP + PH. Anakan saat 8 MST pada perlakuan

POP dan POP + PH berkisar 17.7 – 19.1 sedangkan perlakuan 100% dosis NPK menghasilkan anakan sebanyak 20.8. Pengaruh pupuk organik dan hayati terhadap

(30)

Tabel 5. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap jumlah anakan

ket: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji-DMRT taraf 5 %.

Warna Daun

Kecukupan unsur hara N pada tanaman dapat diketahui dengan cara

mengukur Bagan Warna Daun (BWD). Bagan Warna Daun memiliki skala dari 2

hingga 5. Titik kritis pada bagan warna daun yaitu 4, hasil bagan warna daun < 4

menunjukkan bahwa pada tanaman terjadi kekurangan unsur N (Wahid, 2003).

Perlakuan 100% dosis NPK maupun perlakuan POP dan POP + PH

menunjukkan bagan warna daun yang berada di bawah titik kritis < 4, baik pada

3-8 MST (Tabel 6). Nilai BWD pada 3-8 MST berkisar antara 2.12 hingga 2.97.

Hasil ini menunjukkan baik pada penggunaan pupuk organik dosis

2-10 ton POP/ha maupun dikombinasikan dengan pupuk hayati dosis 2 l/ha dan

penggunaan pupuk NPK (30-6-8) /ha dengan dosis 400 kg/ha pada tanaman padi

masih menunjukkan kekurangan unsur N. Hasil analisis pengaruh pupuk organik

dan hayati terhadap warna daun dapat dilihat pada Tabel 6.

(31)

Tabel 6. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap bagan warna

Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji-DMRT taraf 5 %.

Bobot Biomassa

Bobot Biomass mencerminkan pertumbuhan tanaman yang dipengaruhi

oleh kecukupan usur hara pada tanaman terutama unsur hara nitrogen. Peubah

yang diamati diantaranya bobot basah dan bobot kering tajuk, bobot basah dan

bobot kering akar, panjang akar, serta volume akar.

Tabel 7 menunjukkan Bobot biomass basah tajuk pada perlakuan

6 ton POP/ha + PH sebanding dengan perlakuan 100% dosis NPK. Bobot

biomass tajuk terendah dihasilkan oleh perlakuan 2 ton/ha POP + PH dengan

bobot biomass basah 306 g. Perlakuan 2 ton/ha POP menghasilkan bobot biomass

akar yang terendah yaitu 43.7 g.

Penambahan pupuk hayati cenderung tidak dapat meningkatkan bobot

biomass tajuk tanaman. Tetapi pada perlakuan 6 ton POP/ha + PH menghasilkan

bobot biomass tajuk yang lebih tinggi dibanding perlakuan dosis 6ton POP/ha

(Tabel 7). Tabel 7 memperlihatkan bahwa semakin tinggi dosis POP bobot

biomass akar yang dihasilkan semakin tinggi pula. Perlakuan pupuk hayati saja

(32)

Hasil analisis pengaruh aplikasi pupuk organik pada berbagai dosis dan dengan

penambahan pupuk hayati dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap bobot biomassa saat berumur 8 mst

Perlakuan Bobot biomassa tajuk Bobot biomassa akar

Basah Kering Basah Kering

....………g………..

Tanpa pemupukan 452.0bc 136.2a 75.7a 31.4ab

100% dosis NPK 582.3a 130.1a 63.3ab 25.1ab

2ton/ha POP 407.0bcd 98.8ab 43.7b 14.2b

4ton/ha POP 418.0bcd 109.9ab 51.7ab 17.1ab

6ton/ha POP 382.7bcd 101.7ab 56.8ab 24.9ab

8ton/ha POP 339.7cd 94.9ab 64.7ab 27.2ab

10ton/ha POP 439.3bcd 120.4ab 59.7ab 24.4ab

Pupuk Hayati 396.3bcd 99.3ab 48.7ab 21.3ab

2ton/ha POP +PH 306.0d 79.8b 47.3b 18.1ab

4ton/ha POP +PH 343.3cd 75.5b 48.7ab 17.3ab

6ton/ha POP +PH 492.7ab 134.2a 49.2ab 36.7a

8ton/ha POP +PH 368.3bcd 102.2ab 54.7ab 20.8ab

10ton/ha POP +PH 379.3bcd 89.1ab 70.7ab 22.3ab

Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji-DMRT taraf 5 %.

Panjang dan Volume Akar

Perlakuan POP dan POP + PH berpengaruh terhadap panjang dan volume

akar tanaman padi. Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan 2-10 ton POP/ha

dan perlakuan 2, 4, dan 10 ton POP/ ha + PH menghasilkan panjang akar tanaman

yang sebanding dengan perlakuan 100% dosis NPK. Perlakuan

6 dan 8 ton/ha POP + PH menghasilkan panjang akar terpanjang, masing-mansing

25.5 cm dan 24.6 cm. Perlakuan POP dan POP + PH menghasilkan volume akar

yang tidak berbeda dibanding perlakuan 100% dosis NPK. Secara umum terlihat

penambahan pupuk hayati (PH) dapat menambah panjang akar dan meningkatkan

volume akar tanaman bila dibanding dengan pemberian POP saja. Pemberian

pupuk hayati saja cenderung memberikan hasil yang rendah pada volume dan

panjang akar tanaman serta tidak lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa

pemupukan. Pengaruh pupuk organik dan hayati terhadap panjang dan volume

(33)

Tabel 8. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap panjang dan volume akar pada umur 8 mst

Perlakuan Panjang akar Volume akar

……….cm……….. ……….ml……….

10ton/ha POP +PH 21.1bcd 65.0abc

Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji-DMRT taraf 5 %.

Hasil dan Komponen Hasil

Jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, dan bobot 1000 butir.

Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan POP dengan dosis 2 - 6 ton/ha

serta perlakuan 8 dan 10 ton POP/ ha + PH menghasilkan anakan produktif yang

setara dengan perlakuan 100% dosis NPK.

Perlakuan POP dan POP + PH menunjukkan panjang malai, jumlah

gabah/malai dan bobot 1000 butir yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan

100% dosis NPK. Perlakuan POP dosis tinggi yaitu 10 ton POP/ha + PH

cenderung menghasilkan panjang malai dan jumlah gabah/malai yang lebih tinggi

dibanding perlakuan 100% dosis NPK yaitu sepanjang 26.7 cm dan sebanyak

(34)

Tabel 9. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, dan bobot 1000 butir

Perlakuan Anakan produktif Panjang malai Jumlah gabah/malai Bobot 1000

butir

Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji - DMRT taraf 5 %.

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan POP dengan dosis 2 -10 ton/ha

cenderung menghasilkan hasil yang fluktuatif pada anakan produktif, panjang

malai, dan jumlah gabah/malai. Perlakuan POP + PH dengan dosis PH sebesar

2 l/ha menghasilkan anakan produktif, panjang malai, dan jumlah gabah/ malai

yang cenderung semakin tinggi pada setiap penambahan dosis POP

(2-10 ton POP/ha). Namun penambahan pupuk hayati cenderung tidak dapat

meningkatkan anakan produktif, panjang malai, dan jumlah gabah/malai

dibanding dengan perlakuan POP tanpa pupuk hayati. Perlakuan pupuk hayati saja

menunjukkan panjang malai yang cenderung lebih kecil dibanding perlakuan

tanpa pemupukan. Perlakuan pupuk hayati saja menghasilkan jumlah gabah

permalai yang cenderung lebih banyak dibanding perlakuan tanpa pemupukan.

Hasil/Tanaman

Hasil uji statistik pada hasil per tanaman padi menunjukkan hasil yang

tidak berbeda pada setiap taraf perlakuan dosis POP maupun perlakuan POP + PH

dibanding dengan perlakuan 100% dosis NPK. Perlakuan 8 ton POP/ha

menghasilkan gabah kering yang paling rendah yaitu 323.3 g. Perlakuan pupuk

hayati menghasilkan gabah kering yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan

(35)

429.1 g. Pengaruh pupuk organik dan hayati terhadap hasil gabah per tanaman

serta persentase gabah isi dan gabah hampa dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap hasil gabah per tanaman dan persentase gabah isi dan gabah hampa

Perlakuan

Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji- DMRT taraf 5 %.

Secara umum dari Tabel 10 terlihat bahwa perlakuan POP + PH dengan

dosis 2 - 8 ton POP/ha dan PH dengan dosis 2 l/ha cenderung menghasilkan

gabah yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan POP tanpa pupuk hayati. Hal

ini diduga mikroba yang terkandung dalam pupuk hayati dapat mempercepat

proses dekomposisi bahan organik sehingga menjadi tersedia bagi tanaman.

Dugaan Hasil/Ha

Dugaan hasil per hektar di peroleh dengan melakukan konversi dari hasil

ubinan ke hasil per hektar. Tabel 11 menunjukkan bahwa perlakuan

4 dan 6 ton/ha POP memberikan dugaan hasil gabah kering giling yang tertinggi

yaitu seberat 8.58 ton/ha dan 8.49 ton/ ha. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan

dengan perlakuan 100% dosis NPK yang hanya menghasilkan gabah kering giling

seberat 8.09 ton/ha. Aplikasi 2, 8, dan 10 ton/ha POP cenderung memberikan hasil

yang lebih rendah dibandingakan aplikasi 100% dosis NPK(Tabel 11). Aplikasi

(36)

Tabel 11. Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap hasil ubinan

Ket : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji-DMRT taraf 5 %.

dibandingkan dengan perlakuan 2 ton POP/ha tanpa pupuk hayati. Hal ini diduga

akibat mikroba yang terkandung dalam pupuk hayati dapat mempercepat proses

mineralisasi pupuk organik dan menjerat N dari udara atau melarutkan P tanah

sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Hasil terendah terlihat pada perlakuan 2

ton/ha POP (6.63 ton GKG/ha). Hal ini diduga akibat pemberian dosis pupuk

organik yang terlalu rendah pada tanaman padi sehingga unsur hara yang

terkandung tidak mencukupi untuk produksi tanaman padi secara optimal.

Analisis Usaha Tani

Hasil analisis usaha tani memperlihatkan perlakuan 4 ton POP/ha dan

perlakuan 2 ton POP/ha + PH menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi di

(37)

masing – masing Rp. 18 915 000,- , Rp. 18 932 500,- dan Rp. 16 297 500,-.

dikeluarkan lebih besar sehingga biaya produksi lebih dibanding perlakuan 100 %

dosis NPK. Perlakuan pupuk hayati menghasilkan keuntungan yang paling tinggi

yaitu Rp. 22 077 500,-. Hal ini dikarenakan perlakuan pupuk hayati tidak

memerlukan biaya input tambahan seperti pupuk organik padat maupun biaya

pupuk NPK sehingga biaya yang dikeluarkan rendah. Hasil analisis usaha tani

secara rinci dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil analisis usaha tani pada tiap perlakuan

(38)

yang terendah. Penurunan pH tanah dapat terjadi dikarenakan dekomposisi bahan

organik yang diberikan pada tanah dapat menghasilkan asam-asam organik

(Sugito, 1995). Menurut Chairani (2006) bahwa penurunan pH tanah dapat terjadi

akibat bahan organik yang diberikan pada tanah mengalami pelapukan dengan

adanya peran mikroorganisme yang menghasilkan unsur hara bagi tanaman, asam

organik, CO2 organik dan energi.

Secara umum kandungan N-total pada akhir penelitian terlihat lebih

rendah bila di bandingkan dengan sebelum penelitian, kecuali pada perlakuan 8

ton/ha POP + PH. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rochmah (2009) dan

Najata (2011) bahwa kandungan N-total pada perlakuan pupuk oganik mengalami

penurunan yang nyata. Penurunan hara N diduga karena adanya serapan hara oleh

tanaman, selain itu diduga hara N juga di asimilasi oleh mikroba yang terkandung

pupuk hayati atau organik dalam pembentukan protein, asam nukleat DNA dan

RNA serta diding sel mikroba. Disamping itu, imobilisasi dan fiksasi amonium

menyebabkan nitrogen untuk sementara tidak tersedia bagi tanaman (Ismunadji

dan Roechan, 1998).

Kandungan hara P pada akhir perlakuan tanpa pemupukan dan

8 ton/ ha +PH dibandingkan dengan sebelum penelitian memiliki kandungan P

yang lebih tinggi yaitu sebesar 78 ppm dan 73 ppm. Hal ini diduga akibat adanya

peningkatan populasi mikroba pelarut P pada tanah dengan pemberian pupuk

organik atau pupuk hayati. Pemberian pupuk organik yang cukup tinggi pada

8 ton/ ha dan pupuk hayati diduga sangat efektif bereaksi dengan Fe dan Al

sehingga fiksasi fosfor dalam tanah menurun dan meningkatkan ketersediaanya.

Bahan organik mampu mengikat koloid dan kation-kation yang dapat memfiksasi

P tanah menjadi termineralisasi, serta adanya asam-asam organik hasil

dekomposisi bahan organik yang mampu melarutkan unsur P dari pengikatnya

(Hanafiah, 2007).

Penurunan unsur K diduga karena pemberian POP menyebabkan

terjadinya fiksasi unsur K disamping tidak adanya pemberian kembali jerami

bekas pertanaman sebelumnya sehingga ketersediaan unsur K pada tanah

(39)

akibat jerami yang tidak dibenamkan kembali, sebab 80% unsur K yang terserap

padi tersimpan dalam jerami.

Secara umum terlihat penggunaan pupuk organik padat (POP) dengan

dosis 2 - 10 ton/ha maupun kombinasinya dengan pupuk hayati (PH) dengan dosis

2 l/ha cenderung menunjukkan pertumbuhan tanaman yang tidak lebih baik

dibanding dengan penggunaan 100% dosis NPK. Hal ini diduga karena

kandungan unsur hara yang rendah dan penyedian unsur hara yang lambat oleh

pupuk organik sehingga unsur hara pada tanaman belum dapat terpenuhi. Menurut

Firmansyah (2011) komposisi fisik, kimia dan biologi pupuk organik bervariasi

sehingga manfaatnya tidak konsisten dan memerlukan waktu yang relatif lama.

Pengaruh pemberian pupuk organik padat (POP) dan pupuk hayati (PH)

terhadap pertumbuhan tanaman dilihat pada peubah tinggi tanaman, jumlah

anakan dan bagan warna daun. Menurut Dobermann and Fairhurst (2000)

pertumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh kecukupan hara N dan P,

sedangkan untuk pertumbuhan akar ditentukan oleh kecukupan P. Tanaman padi

pada kondisi optimal menyerap hara N, P, K yang terkandung dalam biomass

tanaman padi sekitar 15 kg N, 2,6 kg P dan 15 kg K untuk setiap ton gabah

(Abdurachman et al., 2002).

Hasil pengamatan tehadap bagan warna daun menunjukkan skala 2.1

hingga 2.9. Hasil ini masih berada di bawah titik kritis yaitu 4. Nilai bagan warna

daun yang masih berada dibawah titik kritis yaitu < 4 menunjukkan

ke tidakcukupan unsur hara N pada tanaman (Wahid, 2003). Pada tanaman yang

tercukupi kebutuhan unsur hara nitrogennya akan mempunyai daun berwarna

hijau tua dan lebat dengan perakaran kerdil . Pemberian pupuk organik dan hayati

pada musim tanam pertama diduga belum dapat menyediakan kecukupan hara

bagi tanaman dikarenakan sifat bahan organik yang lambat menyediakan unsur

hara.

Ketersedian unsur hara Nitrogen dan fosfat dalam tanah mempengaruhi

panjang akar dalam menyerap unsur hara pada tanah dan volume akar. Perlakuan

6 ton/ha POP + PH memiliki panjang akar terpanjang untuk seluruh perlakuan

yaitu 25.5 cm. Tabel 8 secara umum memperlihatkan bahwa penambahan pupuk

(40)

tanpa pupuk hayati. Menurut Wibowo (2007) pemberian pupuk hayati yang

mengandung Azospirillum sp. dapat menghasilkan Indole Acetic Acid (IAA). Menurut Alexander (1997) dalam Surialdikarta dan Simanungkalit (2006)

menyatakan bahwa Azotobacter sp. merupakan bakteri penambat N yang mampu menghasilkan substansi zat tumbuh giberelin, sitokinin, dan IAA sehingga

pemanfaatanya dapat memacu pertumbuhan akar. Hormon IAA merupakan salah

satu hormon auksin yang berperan dalam pembentukan dan pemanjangan akar.

Hormon ini merangsang pembelahan sel-sel ujung akar dan akar lateral sehingga

lingkungan optimal untuk perakaran. Perlakuan 100% dosis NPK dan pupuk

hayati memiliki panjang akar yang pendek, hal ini dikarenakan pupuk yang

diberikan pada tanaman dapat langsung terserap oleh tanaman.

Pada hasil uji statistik terlihat bahwa jumlah anakan produktif, panjang

malai, jumlah gabah/malai, bobot 1000 butir dan persentase gabah isi yang

sebanding dengan pemberian 100% dosis NPK. Hasil ini sejalan dengan

penelitian Najata (2011) bahwa aplikasi pupuk organik dan atau pupuk hayati

secara umum dapat meningkatkan panjang malai dan jumlah gabah permalai, serta

memberikan hasil gabah kering/rumpun maupun gabah kering/ha yang tidak

berbeda dengan aplikasi 100% dosis NPK. Pemberian POP pada dosis 4 hingga

6 ton/ha diduga dapat mensubtitusi penggunakan pupuk NPK dalam jangka waktu

panjang, meskipun pada awal pertumbuhan akan terlihat gejala ke tidakcukupan

hara pada tanaman karena sifat pupuk organik yang menyediakan hara secara

perlahan, namun memberikan hasil yang optimal.

Perlakuan 2 ton/ha POP dan POP dosis tinggi 8 ton POP/ha dan

10 ton POP/ha tidak dapat memberikan hasil padi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan perlakuan 100% dosis NPK. Pemberian pupuk hayati pada dosis tersebut

dapat meningkatkan hasil dibanding dengan perlakuan POP tanpa hayati.

Perlakuan dosis 2 ton/ha POP + PH menunjukkan hasil padi yang lebih rendah

dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Perlakuan POP dengan dosis

8 dan 10 ton/ha dikombinasikan dengan pupuk hayati dapat meningkatkan hasil

padi sebesar 23% dan 6% dibanding perlakuan POP dengan dosis yang sama

tanpa penambahan pupuk hayati. Perlakuan ini juga menunjukkan hasil yang

(41)

GKG per hektar. Hal ini diduga karena pupuk hayati mengandung mikroba pelarut

P, penambat N dan perombak selulosa sehingga dapat mepercepat proses

dekomposisi bahan organik (Prihartini et al., 1986). Menurut Hamim (2008) bahwa pupuk hayati yang mengandung Azospirillum sp. dapat memfiksasi unsur N dari udara bebas dan bakteri pelarut fosfat yang dapat melarutkan P menjadi

tersedia bagi tanaman. Fiksasi unsur N2 dari udara bebas dan direduksi menjadi

NH3 dibantu oleh enzim nitrogenase yang tekandung dalam mikroba pupuk hayati

tersebut (Surialdikarta dan Simanungkalit, 2006). Pelarutan fosfat oleh mikroorganisme pelarut fosfat dapat terjadi secara kimia dimana mikroorganisme

tersebut mengeksresikan sejumlah asam-asam organik yang dapat bereksi dengan

bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca3+ atau Mg2+ sehingga dapat

membebaskan ion fosfat terikat, ataupun secara biologis dimana mikroorganisme

tersebut menghasilkaan enzim fosfatase dan membantu proses mineralisasi bahan

organik oleh karena itu dapat tersedia dan diserap oleh tanaman

(Surialdikarta dan Simanungkalit, 2006). Pada musim tanam pertama sebaiknya aplikasi pupuk organik dikombinasikan dengan pupuk hayati karena dapat

mepercepat proses mineralisasi pada bahan organik.

Hasil analisis usaha tani menunjukkan adanya peningkatan biaya produksi

pada perlakuan POP maupun POP + PH. Biaya pupuk organik dan hayati yang

terlalu mahal bagi petani merupakan salah satu faktor peningkatan biaya produksi.

Pemberian POP dalam jumlah yang besar yaitu 4, 6, 8, dan 10 ton POP per hektar

serta adanya aplikasi pupuk hayati seingga diperlukan biaya yang lebih besar

untuk pupuk dan biaya tambahan untuk tenaga kerja pemupupukan bila

dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik (NPK). Walaupun demikian

dalam jangka panjang pupuk organik dan pupuk hayati dapat menjadi alternatif

pengganti pupuk anorganik yang harganya terus meningkat dan lebih mahal.

Selain itu hal penting dalam penggunaan pupuk organik dan hayati dalah dapat

memperbaiki kesuburan tanah dan mengurangi pencemaran ingkungan akiat

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Aplikasi pupuk organik padat (POP) dosis rendah 2ton/ha menunjukan

pertumbuhan maupun hasil yang paling rendah. Aplikasi pupuk organik padat

(POP) dosis 4 dan 6 ton/ha menunjukkan pertumbuhan tanaman dan hasil yang

sebanding dengan aplikasi 100% dosis NPK.

Perlakuan pupuk hayati saja memberikan pertumbuhan tanaman dan hasil

yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan 100% dosis NPK. Penambahan

pupuk hayati dosis 2 l/ha pada POP dosis (6, 8, dan 10 ton POP/ ha)

menghasilkan hasil tanaman yang lebih tinggi dibanding dengan aplikasi POP

pada dosis sama tanpa pupuk hayati maupun dengan perlakuan 100 % dosis NPK.

Penambahan pupuk hayati dengan dosis 2 l/ha pada 2 ton POP/ha menghasilkan

hasil yang lebih tinggi di banding perlakuan POP tanpa pupuk hayati.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada musim tanam berikutnya dengan

dosis dan layout penelitian yang sama untuk melihat kekonsistenan pengaruh

pupuk organik dan hayati terhadap hasil padi sawah dengan sistem budidaya

organik.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan mikroba yang

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Andriawan, I. 2010. Efektivitas Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 34 hal.

Anwar, E.A. dan H, Suganda. 2006. Pupuk limbah indusri, 83-111. Dalam R.D.M. Simanungkalit dkk. (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Abdurachman, S., Christian W, dan Roland B. 2002. Pengelolaan Hara P dan K pada Padi Sawah. Prosiding Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklima. Bogor. 39 -58.

Arafah dan M.P. Sirappa. 2003. Kajian penggunaan jerami dan pupuk N, P, dan K pada lahan sawah irigasi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 4(1):15-24.

Badan Pusat Statistik. Data statistik tanaman pangan. www.bps.go.id [ 10 Oktober 2011].

Chairani. 2006. Pengaruh fosfor dan pupuk kandang kotoran sapi terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa) pada lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Pertanian 25(1): hal 8-17.

Departemen Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian no. 70. Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah.88 hal.

Dobermann, A. and T. Fairhurst. 2000. Rice : Nutrient Disorderrs & Nutrient Management. Photash & Phosphate Institute/ Potash & Phosphate Institute of Canada and International Rice Research Institute (IRRI). 192 p.

Gomez, K. A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan dari : Statistical Prosedur for Agriculture Research. Penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 689 hlm

Fadillah, N.2007. Pengaruh Kombinasi Jenis Pupuk Organik dengan Dosis Pupuk Inorganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah Varietas Way Apo Buru dan Raja Bulu. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 46 hal.

(44)

Firmansyah, A. M. 2011. Peraturan tentang pupuk, klasifikasi pupuk alternatif dan peranan pupuk organik dalam peningkatan produsi pertanian. Makalah pupuk. Litbang Departemen Pertanian Kalimantan Tengah. 14 hal.

Lahuddin. 2005. Pengaruh jenis tanah, pemupukan dan NaHCO3 pada tanah tergenang terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman padi sawah. Jurnal Penelitian Pertanian. 24:13-22.

Hadiwigeno, S. 1992. Kebijaksanaan dan arah penelitian pupuk dan pemupukan dalam menghadapi tantangan peningkatan produksi tanaman pangan di masa mendatang. Jurnal Litbang pertanian,12(1): 1-6.

Hanafiah, KA. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 358 hlm.

Hamim. 2008. Pengaruh pupuk hayati terhadap pola serapan hara, ketahanan penyakit, produksi dan kualitas hasil beberapa komoditas tanaman pangan dan sayuran unggulan. Laporan Penelitian KKP3T. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hartatik, W. dan L.R, Widowati. 2006. Pupuk kandang, 59-81. Dalam

R.D.M. Simanungkalit dkk. (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Rochmah, H.F. 2009. Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah ( Oryza sativa L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hal.

Ismunadji, M dan Roehan, S. 1988. Hara mineral tanaman padi. 231-264. Dalam

M. Ismunadji dkk. (Eds.). Padi Buku I. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.

Najata, E. 2011. Pengaruh Reduksi Pupuk NPK dengan Pembenaman Jerami, Aplikasi Pupuk Organik dan Hayati Terhadap Ketersediaan Hara, Populasi Mikroba, dan Hasil Padi Sawah di Indramayu. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62 hal.

Prihatini, T., A, Kentjanasari.,dan Subowo. 1996. Pemanfaatan biofertilizer untuk peningkatan produktifitas lahan pertanian. Jurnal Litbang Pertanian,

15(1):22-26.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 219 hal.

Sugito, Y., N. Yulia dan N. Ellis. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 85 hal.

(45)

Mas’ud,P. 1992. Telaah Kesuburan Tanah.Angkasa.Bandung. 100 hal.

Taslim, H, Partohardjono. S, dan Subandi. 1993. Pemupukan padi sawah. 445-478. Dalam M. Ismunadji dkk. (Eds.). Padi Buku II. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor.

Wahid, A. S. 2003. Peningkatan efisiensi pupuk nitrogen pada padi sawah dengan metode bagan warna daun. Jurnal Litbang Pertanian. 22(4):156-161.

(46)
(47)

Lampiran 1. Denah petak percobaan

Lampiran 2. Kandungan dan komposisi pupuk hayati (Probio)

Jenis Mikroba Kandungan

Total bakteri (Cfu/ml) 3.0 x 1010

Rhizobium (Cfu/ml) 3.9 x 107

Azospirillum sp. (Cfu/ml) 2.4 x 108

Azotobacter sp. (Cfu/ml) 6.6 x 106

Bakteri Pelarut Fosfat (Cfu/ml) 2.9 x 107

Bacillus sp (Cfu/ml) 3.0 x 108

Salmonella (MPN/ml) 0

E-coli (MPN/ml) 0

Patogenisitas Negatif

(48)

Lampiran 3. Hasil analisis pupuk organik organik padat

Lampiran 4. Analisis usaha tani perlakuan tanpa pemupukan

Variabel Output Harga Total

pemeliharan dan pemupukan 10 500 000 500 000

jumlah biaya tenaga kerja 6 400 000

total biaya 12 840 000

Keuntungan 11 385 000

(49)

Lampiran 5. Analisis usaha tani perlakuan 100 % dosis NPK

pemeliharan dan pemupukan 10 500 000 500000

jumlah biaya tenaga kerja 6 400 000

total biaya 14 040 000

Keuntungan 16 297 500

net B/C 1.16

Lampiran 6. Analisis usaha tani perlakuan 2 ton POP/ ha

(50)

Lampiran 7. Analisis usaha tani perlakuan 4 ton POP/ ha

Lampiran 8. Analisis usaha tani perlakuan 6 ton POP/ha

(51)

Lampiran 10. Analisis usaha tani perlakuan 10 ton POP/ ha

Lampiran 9. Analisis usaha tani perlakuan 8 ton POP/ ha

(52)

Lampiran 11. Analisis usaha tani perlakuan 2 ton POP/ ha + PH

Lampiran 12. Analisis usaha tani perlakuan 4 ton POP/ ha + PH

(53)

Lampiran 13. Analisis usaha tani perlakuan 6 ton POP/ ha + PH

Lampiran 14. Analisis usaha tani perlakuan 8 ton POP/ ha + PH

(54)

Lampiran 15. Analisis usaha tani perlakuan 10 ton POP/ ha + PH

Lampiran 16. Analisis usaha tani perlakuan Pupuk Hayati (PH)

(55)

Lampiran 17

Deskripsi / Karakteristik Varietas Menthik Wangi

Nomor aksesi : 1754

nama_aksesi : Mentik Wangi

Provinsi asal : Jawa Tengah Kabupaten asal : Magelang (Kab)

Warna daun : Hijau

Golongan : Indica

Habitus : Sedang (± 450)

Warna kaki : Kuning emas

Permukaan daun : Tidak berambut Posisi daun bendera : Mendatar Jumlah anakan vegetative : 15

(56)

HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa L.)

The Rate Effect of Organic Fertilizer and Biofertilizer at Yield in Lowland Rice

(Oryza sativa L.)

Agus Rachman Nurrizki1, Sugiyanta2 1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

Abstract

The research was carried out in the first growing season months of November 2011 - March 2012 in karawang, west java. The purpose of this research is to determine the rate effect of solid organic fertilizer (POP) and biological fertilizers (PH) on growth and yied at lowland rice (Oryza sativa L.). The treatments applied were: no fertilization (P0), with 100% dose of NPK (P1), 2 tons / ha POP (P2), 4 tons / ha POP (P3), 6 tons / ha POP (P4), 8 tons / ha POP (P5), 10 tons / ha POP (P6), 2l/ha Biological Fertilizer (PH) (P7), 2tons/ha POP + PH (P8), 4tons/ha POP + PH (P9), 6tons/ha POP + PH (P10), 8tons/ha POP + PH (P11), and 10tons/ha POP + PH (P12). Biofertilizer application of 2l/ha per application. 2tons/ha POP application only provides a decrease of the

growth and yield lowland rice. Solid organic fertilizer (POP) at a dose of 4 tons/ha crop showed a lower growth compare with 100% NPK but it gives

results in lowland rice better than 100% NPK dose. Biofertilizer application was not significantly different from giving 100% dose of NPK on of lowland rice, but a smaller yield than the 100% dose of NPK and other treatments. POP applications combined with biofertilizers can increase yields in lowland rice at growing season I, compared with the provision of 100% NPK dose only.

Gambar

Gambar 1. Kondisi umum pertumbuhan padi pada umur 4 MST
Gambar 2. Hama keong
Tabel 1. Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh dosis pupuk organik padat  dan kombinasinya dengan pupuk hayati terhadap hasil padi sawah
Tabel 2. Hasil analisis kandungan hara tanah pada awal dan akhir penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penilaian ahli praktisi dikategorikan sangat layak jika X &gt; 80%; layak jika 60,01% &lt; X ≤ 80%; cukup layak jika 40,01% &lt; X ≤ 60%; kurang layak jika 20,01% &lt;

Dalam mencapai Akuntanbilitas Laporan Keuangan yang dihasilkan perusahaanlaporan yang dihasilkan oleh perusahaan haruslah memiliki nilai informasi yang baik dengan bentuk

Pengembangan dalam pengerjaan proyek akhir Prototype Autopilot pada Mobil Menggunakan Kendali GPS merupakan pengembangan dari perancangan yang telah dibuat ke

Work-Family Conflict terjadi karena peran seseorang dalam keluarga menyebabkan susah untuk berpartisipasi pada perannya di tempat kerja dan dapat mempengaruhi

Perkembangan teknologi nano di Indonesia baru dimulai sejak tahun 2000-an dengan riset yang lebih banyak terfokus pada material maju terutama untuk penerapan pada

Total hasil skoring pada Tabel 7 menje- laskan bahwa hasil penilaian terhadap keselu- ruhan aspek menghasilkan bahwa teknologi pe- nangkapan yang paling tepat (prioritas

Masukan atau input dari sistem informasi barang yang masuk yang nantinya akan menghasilkan berupa laporan data barang masuk yang ada di gudang, langkah

implementasi Desa Maju Reforma Agraria (Damara) di Kulonbambang Kabupaten Blitar yang dilakukan oleh KPA dan Pawartaku sudah memenuhi unsur-unsur dalam tahapan