• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Resort Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Resort Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF

DI RESORT RANU PANI, TAMAN NASIONAL

BROMO TENGGER SEMERU

IKHWAN AGUSTIAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, adalah benar karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

ABSTRAK

IKHWAN AGUSTIAN. Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif (IAS) di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan IWAN HILWAN.

Spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi, gulma, hama, dan penyakit pada spesies-spesies asli. Hasil analisis vegetasi di tegakan hutan menggunakan metode jalur dan garis berpetak teridentifikasi 5 spesies tumbuhan asing invasif yang termasuk kedalam 3 famili. Hasil analisis vegetasi di padang rumput menggunakan metode petak ganda, teridentifikasi 2 spesies tumbuhan asing invasif dari 2 famili yang juga di temukan di tegakan hutan. Sebanyak 7 spesies tumbuhan asing invasif teridentifikasi dalam penelitian ini, nilai indeks Morishita menunjukan bahwa 5 spesies memiliki pola sebaran mengelompok, yaitu Acacia decurrens, Ageratina riparia, Austroeupatorium inulifolium, Imperata cylindrica, dan Tithonia diversifolia. Selain itu, hasil ekplorasi menemukan 2 spesies tumbuhan asing invasif yaitu Ricinus communis dan Lantana camara.

ABSTRACT

IKHWAN AGUSTIAN. Diversity of Invasive Alien Species (IAS) in Ranu Pani Resort, Bromo Tengger Semeru National Park. Supervised by AGUS HIKMAT and IWAN HILWAN.

Invasive Alien Species (IAS) is species of flora or fauna, including the microorganisms that live out of the native habitat. The IAS are growing rapidly

cause it doesn’t has natural enemy, therefore it becoming weeds, pests, and diseases on native species. This study conducted on forest and savanna in Ranu Pani Resort. Vegetation analysis in the forest was using combination of strip and line quadrat method. Five species of IAS that belong into 3 families are identified based on analysis result. Vegetation analysis in savanna was using quadrat method, and the result is 2 species of IAS was identified which is also found in the forest. Seven invasive species identified in this study and the result from Morishita index showed that 5 species has a clumped distribution patterns, there are Acacia decurrens, Ageratina riparia, Austroeupatorium inulifolium, Imperata cylindrica, and Tithonia diversifolia. Furthermore, the exploration result is 2 species of IAS has found, there are Ricinus communis and Lantana camara.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF

DI RESORT RANU PANI, TAMAN NASIONAL

BROMO TENGGER SEMERU

IKHWAN AGUSTIAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Resort Ranu Pani Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Nama : Ikhwan Agustian NIM : E34090118

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Hikmat, MSc F Pembimbing I

Dr Ir Iwan Hilwan, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2013 ini ialah tumbuhan asing invasif, dengan judul Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Resort Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Jawa Timur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Hikmat M Sc F dan Bapak Dr Ir Iwan Hilwan selaku pembimbing, serta. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Boiga, Bapak Hadi, Bapak Sarmin, Bapak Cahyo, Bapak Toni, Bapak Tuangkat dari pegawai TNBTS, yang telah melancarkan selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan kaka atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa pula diucapkan terimakasih kepada Adisthya, Adi, “Kontri”, keluarga besar KSHE, HIMAKOVA, Kelompok Pemerhati Flora, Anggrek Hitam 46, dan seluruh sahabat-sahabat atas doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 3

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 8

Komposisi Tumbuhan 9

Spesies Tumbuhan Asing Invasif 15

Pengendalian Spesies Asing Invasif 21

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

(11)

DAFTAR TABEL

1 Spesies tumbuhan dengan INP ≥ 10% di vegetasi padang rumput 11 2 Spesies tumbuhan dengan INP ≥ 10% di vegetasi tegakan hutan 12 3 Spesies tumbuhan asing invasif di dalam petak contoh 15 4 Spesies tumbuhan asing invasif di luar petak contoh 15 5 INP spesies tumbuhan asing invasif di tegakan hutan 16 6 INP spesies tumbuhan asing invasif di padang rumput 16 7 Nilai indeks sebaran Morishita spesies invasif di tegakan hutan 20 8 Nilai indeks sebaran Morishita spesies invasif di padang rumput 20 9 Teknik pengendalian terhadap permasalahan spesies invasif 23

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi Penelitian 3

2 Metode petak ganda 4

3 Metode kombinasi jalur dan garis berpetak 5

4 Komposisi spesies dan famili tumbuhan pada vegetasi tegakan hutan 10 5 Komposisi spesies dan famili tumbuhan pada vegetasi padang rumput 10 6 Indeks keanekaragaman spesies di vegetasi tegakan hutan 13 7 Indeks kemerataan spesies di vegetasi tegakan hutan 14 8 Indeks keanekaragaman dan kemerataan spesies di padang rumput 15

9 Akasia Gunung (Acacia decurrens) 17

10 Hamparan Kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium) 18

11 Teh-tehan (Ageratina riparia) 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan INP di blok Pippresan 29

2 Hasil perhitungan INP di blok Gunung Gending 32

3 Hasil perhitungan INP di blok Terabasan 35

4 Hasil perhitungan INP di blok Landengan Dowo 38

5 Hasil perhitungan INP di blok Sapah 41

6 Hasil perhitungan INP di blok Pangonan Cilik – Ranu Kumbolo 44 7 Hasil perhitungan INP di blok Pangonan Cilik 46 8 Hasil perhitungan INP di blok Tanjakan Ranu Kumbolo 48 9 Hasil perhitungan INP di blok Ranu Kumbolo 49

10 Hasil perhitungan INP blok Tanjakan Cinta 51

11 Hasil perhitungan indeks Morishita spesies tumbuhan asing invasif di

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Savanna merupakan padang rumput dan semak yang terpencar di antara rerumputan, serta merupakan daerah peralihan antara hutan dan padang rumput (Abidin 2010). Salah satu kawasan konservasi yang mempunyai padang rumput atau savanna adalah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Pada musim kemarau kawasan ini sering terjadi kebakaran, karena ada beberapa orang yang tidak bertanggung jawab membakar rumput dan semak belukar yang telah mengering tersebut (Mac Kinnon 1991 diacu dalam Gunaryadi 1996). Peluang terjadinya kebakaran semakin meningkat karena didukung oleh kondisi kawasan TNBTS yang pada musim kemarau iklimnya berubah menjadi sangat kering sehingga menyebabkan vegetasi di kawasan cepat sekali menjadi kering (BBTNBTS 2004).

Menurut Hamzah dan Wibowo (1985), dampak kebakaran terhadap sifat fisik tanah terutama disebabkan oleh terbukanya tajuk, humus dan serasah ikut terbakar, struktur tanah memburuk dan akhirnya rentan terhadap erosi. Pada sifat kimia tanah kebakaran hutan memberikan masukan mineral yang terdapat di dalam abu atau arang sehingga dapat menaikan pH tanah dan menambah nilai hara tanah, tetapi pengaruh ini tidak berlangsung lama karena dengan terbukanya tajuk pencucian menjadi lebih intensif. Kondisi tersebut mengaharuskan adanya suksesi yang terjadi di areal bekas lahan terbakar.

Suksesi didefinisikan sebagai suatu perubahan masyarakat tumbuh-tumbuhan (spesies dan strukturnya) bersamaan dengan perubahan tempat tumbuh. Perubahan ini akan berlangsung hingga mencapai keadaan klimaks, yaitu puncak dari proses suksesi tumbuhan, dengan terbentuknya masyarakat tumbuh-tumbuhan yang baik dan berada dalam suatu keseimbangan dinamis dengan habitatnya (Soeseno dan Edris 1978). Pada kenyataannya, bersamaan dengan adanya suksesi tersebut spesies tumbuhan asing invasif atau biasa sering disebut Invasive Alien Species (IAS) tumbuh di lahan terbuka tersebut sebagai suatu tumbuhan pioner.

Ciri-ciri tumbuhan invasif antara lain mampu tumbuh dengan cepat, reproduksinya cepat, seringkali mampu bereproduksi secara vegetatif, memiliki kemampuan menyebar tinggi, toleransi yang besar terhadap kondisi lingkungan, dan umumnya berasosiasi dengan manusia (Yuliana et al. 2011). Spesies tumbuhan asing invasif dilaporkan telah menjadi permasalahan ekologi di beberapa kawasan konservasi di Indonesia, seperti Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran, Passiflora suberosa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Chromolaena odorata di Taman Nasional Ujung Kulon, Lantana camara di Taman Nasional Meru Betiri, Merremia peltata di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Eichhornia crassipes di Taman Nasional Wasur (BLK 2010; Purwono et al. 2002).

(13)

dari spesies tumbuhan asing invasif menyebabkan spesies tersebut terkadang mampu mendominasi suatu habitat yang baru.

Spesies asing invasif juga juga erat kaitannya dengan spesies eksotik. Spesies eksotik menurut Primack (1998) adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya. Tidak semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang baru, namun, sekian persen dari spesies itu dapat tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru, dan sebagian lagi diantaranya bersifat invasif. Spesies asing invasif tidak dapat terlepas dari adanya upaya introduksi yang dilakukan pada suatu habitat yang baru. Introduksi menurut IUCN diacu dalam Purwono et al. (2002) adalah suatu pergerakan, oleh kegiatan manusia, berupa spesies, subspesies atau organisme pada tingkatan takson yang lebih rendah, keluar dari tempat asalnya.

Sukisman (2012) menjelaskan bahwa spesies tumbuhan invasif memiliki kemampuan dormansi yang lama, akan pecah apabila kondisi lingkungan sesuai, dan perkecambahannya tidak serenta, sehingga memberikan peluang keberhasilan yang cukup tinggi terhadap perkecambahan spesies invasif. Spesies tumbuhan invasif yang ada di TNBTS perlu mendapatkan perhatian agar tidak mengancam ekosistem vegetasi yang ada, sementara itu penelitian mengenai tumbuhan invasif masih jarang ditemui. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai spesies tumbuhan asing invasif sebagai salah satu upaya menghimpun data dalam pengelolaan dan juga sebagai landasan dalam upaya preventif dalam melindungi keanekaragaman hayati asli yang ada di TNBTS.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif di Resort Ranu Pani, TNBTS.

2. Mengidentifikasi pola sebaran spesies tumbuhan asing invasif di Resort Ranu Pani, TNBTS.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai spesies tumbuhan asing invasif yang ada di TNBTS, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam aspek pengelolaan, pengembangan dan perlindungan spesies tumbuhan di TNBTS.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(14)

Gambar 1 Lokasi Penelitian

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, kamera, GPS, tally sheet, kompas, meteran, patok kayu, koran bekas, karton, gunting, pisau, golok, sprayer, meteran jahit, sasak dari kayu, kantong plastik, spidol permanen, papan jalan, kalkulator, dan alat tulis, sedangkan sebagai objek penelitian adalah komunitas tumbuhan Resort Ranu Pani, TNBTS.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data spesies tumbuhan, meliputi nama lokal, nama ilmiah, famili, jumlah individu, dan habitus. Data penunjang berupa kondisi umum daerah Ranu Pani, meliputi letak dan luas, kondisi fisik dan biotik, dan iklim.

Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui analisis vegetasi, pembuatan spesimen herbarium, identifikasi spesies tumbuhan, dan studi literatur. penjelasan dari tahapan-tahapan tersebut:, sebagai berikut:

Analisis Vegetasi

(15)

a. Padang rumput

Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode petak ganda ukuran (5x5) m2 dengan jarak 5 m antar petaknya. Peletakan petak contoh dilakukan secara systematic sampling, dan dibuat sebanyak 25 petak untuk tiap plot contohnya. Analisis vegetasi ini dilakukan pada kelompok tumbuhan yang berhabitus herba dan semak di 5 lokasi yang berbeda. Analisis vegetasi dengan metode petak ganda ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Metode petak ganda b. Tegakan hutan

Analisis vegetasi menggunakan kombinasi metode jalur dengan garis berpetak berukuran (20x200) m2 sebanyak 5 jalur. Kemudian setiap jalurnya dibagi lagi menjadi 4 sub petak pengambilan data yang disajikan pada Gambar 3.

c

b

a

c b

a

d

d

Arah

(16)

Keterangan:

a. Petak ukur semai (2 x 2) m2, yaitu anakan dengan tinggi < 1,5 m dan tumbuhan bawah/semak/herba, termasuk di dalamnya pandan dan palem.

b. Petak ukur pancang (5 x 5) m2, yaitu anakan dengan tinggi > 1,5 m dan diameter batangnya < 10 cm.

c. Petak ukur tiang (10 x 10) m2, yaitu diameter batang antara 10 cm < 20 cm. d. Petak ukur pohon (20 x 20) m2, yaitu pohon yang diameter batangnya ≥ 20 cm.

Gambar 3 Metode kombinasi jalur dan garis berpetak

c. Ekplorasi

Metode ini digunakan untuk mendata spesies-spesies tumbuhan invasif yang terdapat di Resort Ranu Pani di luar petak analisis vegetasi.

Pembuatan Herbarium

Pembuatan herbarium dilakukan terhadap semua spesies tumbuhan yang ditemukan dan belum teridentifikasi di lokasi penelitian. Menurut Prinando (2011) tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah:

a. Contoh spesimen herbarium diambil yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, jika ada bunga dan buahnya juga diambil.

b. Pengambilan contoh herbarium dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan analisis vegetasi. Contoh spesimen herbarium tersebut dipotong dengan panjang kurang lebih 40 cm atau disesuaikan dengan ukuran tumbuhan, dengan menggunakan gunting.

c. Spesimen herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan memberikan label yang berukuran 3 cm x 5 cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor. d. Selanjutnya spesimen herbarium disusun di atas koran bekas dan disemprot

dengan alkohol 70%.

e. Spesimen herbarium yang telah tersusun rapi kemudian diapit dengan menggunakan karton dan sasak yang terbuat dari kayu dan diikat erat dengan tali rafia kemudian dioven selama tujuh hari dengan suhu ± 70ºC.

f. Spesimen herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya.

Identifikasi Spesies Tumbuhan Asing Invasif

(17)

Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai kondisi umum Resort Ranu Pani, TNBTS yang meliputi letak dan luas, kondisi fisik dan biotik, dan iklim, yang diperoleh dari literatur yang ada di perpustakaan dan di Kantor Balai Besar TNBTS.

Analisis Data

Komposisi Spesies

Komposisi tumbuhan di Resort Ranu Pani dapat diketahui dengan menggunakan parameter Indeks Nilai Penting (INP). Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) formula matematika yang dapat digunakan dalam perhitungan analisis vegetasi, termasuk tumbuhan bawah adalah sebagai berikut:

Kerapatan K Jumlah individu suatu spesies Luas seluruh petak ind ha

Kerapatan elatif K Kerapatan suatu spesies

Kerapatan seluruh spesies x 100%

rekuensi Jumlah petak dijumpai suatu spesiesJumlah seluruh petak

rekuensi elatif rekuensi seluruh spesies rekuensi suatu spesies x 100%

ominansi Luas bidang dasar suatu spesiesLuas seluruh petak m ha

ominansi elatif ominansi seluruh spesies ominansi suatu spesies x 100% Indeks Nilai Penting INP untuk tumbuhan bawah, semai, pancang

K

Indeks NIlai Penting INP untuk tiang dan pohon

K Tingkat Keanekaragaman Spesies

Keanekaragaman spesies tumbuhan dapat dihitung dengan menggunakan

Indeks Keanekaragaman Shannon (H’). Indeks ini menurut Magurran (2004) dapat dihitung dengan rumus:

H ∑Pi ln Pi

Pi niN

Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-wiener ni = Jumlah INP suatu spesies

(18)

Tingkat Kemerataan Spesies Tumbuhan

Tingkat kemerataan ditunjukkan oleh indeks kemerataan spesies (Evenness). Indeks kemerataan ini menunjukkan penyebaran individu di dalam spesies. Indeks ini menurut Ludwig dan Reynolds (1988) dapat dihitung dengan rumus:

E ln SH

Keterangan : H’ Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener S = Jumlah Spesies

Pola Penyebaran Speies Tumbuhan Invasif

Penyebaran spesies dalam suatu komunitas tumbuhan dapat diketahui dengan rumus penyebaran Morishita. Rumus ini digunakan untuk mengetahui pola penyebaran spesies tumbuhan yang meliputi penyebaran merata (uniform), mengelompok (clumped), dan acak (random). Adapun rumus Morishita (1965) yang diacu dalam Krebs (1972) adalah sebagai berikut:

I n( ∑ i2 ∑ i

∑( i) ∑ i

Keterangan : I = Derajat penyebaran Morishita n = Jumlah petak di ukur

∑ i = Jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu komunitas

∑ i = Jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas

Menghitung nilai Chi-Square

∑ ∑

Jika tabel maka tolak , dengan hipotesis: : random

: non random Derajat Keseragaman ∑

Keterangan : x² 0,0975 = Nilai chi-square dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 97,5%

∑ = Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke- i

N = Jumlah petak ukur Derajat Pengelompokan

(19)

Keterangan : = Nilai chi-square dari tabel db (n-1), selang kepercayaan 2,5%

∑ = Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke-i

N = Jumlah petak ukur

Standar derajat Morishita (Ip) dihitung dengan empat rumus sebagai berikut: Bila ≥ Mc≥ 1.0 maka dihitung:

Bila Mc > ≥ 1.0, maka dihitung :

Bila 1.0 >

Bila 1.0 > Mu > , maka dihitung :

Perhitungan nilai Ip akan menunjukkan pola penyebaran spesies tumbuhan yang dominan dalam suatu komunitas. Nilai dan pola penyebaran spesies tersebut adalah sebagai berikut:

Ip = 0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran acak (random)

Ip > 0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran mengelompok (clumped) Ip < 0, Spesies tumbuhan memiliki penyebaran merata (uniform).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Resort Ranu Pani, termasuk ke dalam Seksi Pengelolaan TNBTS (SPTN) wilayah III Senduro yang memilki luas 5 212.050 ha yang terletak pada ketinggian 2 200 sampai 3 676 m dpl. Jenis tanah daerah ini termasuk jenis regosol dan latosol dengan kelas tanah 5, artinya bahwa tanah di daerah ini sangat peka terhadap erosi (BBTNBTS 2010). Resort Ranu Pani memiliki kondisi topografi yang terjal sampai sangat terjal pada vegetasi tegakan hutan dan topografi yang landai pada vegetasi savana. Materi tanah yang terbentuk merupakan akumulasi dari tumpukan lava atau lahar Gunung Semeru yang memadat ribuan tahun lalu dan telah mengalami pelapukan karena faktor air dan radiasi matahari (Novitasari 2011).

(20)

curah hujan di Ranu Pani cukup tinggi yaitu, dengan nilai Q = 33.3-60% Pada bulan Januari-Februari angin bertiup kencang disertai dengan hujan yang terus menerus. Kombinasi hujan dan tiupan angin ini merupakan salah satu penyebab erosi (BBTNBTS 2010). Berdasarkan letak geografis dan ketinggian, terbagi menjadi 3 tipe hutan, yaitu:

1. Ekosistem hutan hujan tropis dataran tinggi (zona sub montana). 2. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona montana). 3. Ekosistem hutan hujan sub-alpine

Jenis satwa yang dapat ditemukan di Resort Ranu Pani diantaranya adalah satwa jenis mamalia yang terdiri dari kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus sp.), macan tutul (Panthera pardus), lutung jawa (Tratchypithecus auratus). Adapun jenis burung yang banyak ditemukan di Resort Ranu Pani diantaranya, ayam hutan (Gallus gallus), belibis gunung (Anas superciliosa), dederuk jawa (Streptopelia bitorquata), tekukur (Streptopelia chinensis), kepodang (Oriolus sp.), jalak suren (Sturnus sp.), burung cabe gunung (Dicaeum sanguinolentum), burung kacamata jawa (Zosterops flaus), burung kacamata gunung (Zopterops montanus), branjangan (Mirafra javanica), cendet (Lanius schach) dan kipasan bukit (Rhipidura euryura) (BBTNBTS 2010).

Jenis tumbuhan yang banyak dijumpai adalah cemara gunung (Casuarina junghuhniana), kemlandingan gunung (Albizia lophanta), akasia gunung (Accacia decurens), mentigi gunung (Vaccinium varingifolium). Spesies tumbuhan hias seperti edelweis (Anapahalis longifolia), tembelekan (Lantana camara), dan anggrek dataran (BBTNBTS 2010). Tumbuhan obat yang terdapat di Resort Ranu Pani diantaranya pulosari (Alyxia reinwardtii), purwoceng (Pimpinella pruatjan), adas (Foeniculum vulgare), serta tumbuhan bawah seperti alang-alang (Imperata cylindrica). Penyebaran vegetasi pada daerah savana (padang rumput) tersebar di Blok Klosot, Blok Oro-oro Ombo, dan Blok Jambangan (BBTNBTS 2010).

Komposisi Tumbuhan

Komposisi Spesies dan Famili Tumbuhan

Pengambilan data pada vegetasi tegakan hutan dilakukan di 5 plot contoh yaitu blok Pippresan, blok Gn. Gending, blok Terabasan, blok Landengan Dowo, dan blok Sapah. Adapun pengambilan data pada vegetasi padang terbuka, dilaksanakan di 5 plot contoh, yaitu blok Pangonan Cilik – Ranu Kumbolo, blok Pangonan Cilik, Blok Tanjakan Ranu Kumbolo, Blok Ranu Kumbolo, dan Blok Tanjakan Cinta.

(21)

Gambar 4 Komposisi spesies dan famili tumbuhan pada vegetasi tegakan hutan

Hasil analisis vegetasi di tegakan hutan tercatat bahwa Blok Pippresan memiliki komposisi spesies tertinggi, yakni 30 spesies dari 15 famili, sementara blok sapah memiliki komposisi spesies terendah, yakni 17 spesies dari 10 famili. Blok Ranu Kumbolo memiliki jumlah spesies dan famili tertinggi di vegetasi padang rumput, yang tercatat sebesar 23 spesies dari 12 famili. Blok Tanjakan Ranu Kumbolo tercatat memiliki spesies terendah sebesar 17 spesies dan blok Pangonan Cilik tercatat memiliki famili terendah sebesar 9 famili. Daftar selengkapnya mengenai komposisi spesies di tegakan hutan dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 5.

Jumlah spesies dan famili di vegetasi padang rumput disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Komposisi spesies dan famili tumbuhan pada vegetasi padang rumput

0 10 20 30 40

Blok Pippresan Blok Gn, Gending Blok Terabasan Blok Landengan Dowo Blok Sapah

Jumlah Famili

Jumlah Spesies

0 5 10 15 20 25

Blok Pangonan cilik - Kumbolo Blok Pangonan Cilik Blok Tanjakan Ranu Kumbolo Blok Ranu Kumbolo Blok Tanjakan Cinta

Jumlah Famili

(22)

Jumlah spesies dan famili yang ditemukan di padang rumput jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan jumlah spesies yang ditemukan di tegakan hutan, hal ini terjadi karena pada beberapa petak contoh di tegakan hutan memiliki tingkatan stratifikasi tajuk yang tidak ideal, sehingga spesies-spesies ground cover yang intoleran terhadap cahaya dapat tumbuh. Spesies tersebut diantaranya Imperata cylindrica, Gahnia javanica, dan Alchemila villosa. Daftar selengkapnya mengenai komposisi spesies di padang rumput dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai Lampiran 10.

Alasan lainnya adalah bahwa setiap spesies memiliki kisaran keadaan optimal tempat tinggal permanen tumbuhan tersebut yang bersangkutan dengan faktor biotik dan abiotik, mengingat plot contoh vegetasi padang rumput berada di ketinggian ± 2 400 m dpl, sedangkan plot contoh tegakan hutan berada pada ketinggian berkisar antara 2 200 sampai 2 300 m dpl. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Whitten (1996) yang menyatakan bahwa dengan penambahan ketinggian, pohon-pohon menjadi lebih pendek dan sedikit demi sedikit spesiesnya hilang, dan epifit termasuk spesies anggrek-anggrekan semakin banyak ditemukan.

Dominansi Spesies Tumbuhan

Dominansi suatu spesies dalam komunitas tumbuhan dapat ditunjukan oleh Indeks Nilai Penting (INP) sebagai parameternya. Sutisna (1981) diacu dalam Rosalia (2008) mengemukakan bahwa suatu spesies tumbuhan dapat dikatakan berperan atau berpengaruh dalam suatu komunitas apabila memiliki INP untuk

tingkat semai ≥ 10%, begitu juga dengan tumbuhan bawah. Hal ini berarti terdapat 12 spesies (Tabel 1) yang berpengaruh di komunitas padang rumput dan 19 spesies (Tabel 2) yang berpengaruh di komunitas tegakan hutan. Besarnya nilai INP juga menandakan besar atau tidaknya pengaruh spesies tersebut dalam suatu komunitas tumbuhan (Indriyanto 2006). Spesies-spesies yang memiliki INP ≥ 10% pada vegetasi padang rumput disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Spesies tumbuhan dengan INP ≥ 10% di vegetasi padang rumput

No. Nama Spesies Lokasi / INP (%)

(23)

Alang-alang (Imperata cylindrica) memiliki INP tertinggi di 3 plot contoh sedangkan Dukut (Gahnia javanica) memiliki INP tertinggi di 2 plot contoh. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Van Steenis (2010) bahwa padang rumput merupakan daerah yang paling banyak ditumbuhi oleh alang-alang. Daftar selengkapnya mengenai dominansi spesies di padang rumput dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai Lampiran 10. Spesies-spesies yang memiliki INP ≥ 10% pada vegetasi tegakan hutan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Spesies tumbuhan dengan INP ≥ 10% di vegetasi tegakan hutan

(24)

Teh-tehan (Ageratina riparia) merupakan spesies yang memiliki nilai INP tertinggi di 5 plot contoh tegakan hutan untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah. Acacia decurrens memiliki INP tertinggi di 4 plot contoh dan Cupressus lusitanica memiliki INP tertinggi di 1 plot contoh untuk tingkat pertumbuhan pancang. A. decurrens memiliki INP tertinggi di 4 plot contoh dan C. junghuhniana di 1 plot contoh untuk tingkat pertumbuhan tiang. A. decurrens memiliki INP tertinggi di 3 plot contoh, sedangkan C. lusitanica dan H. giganteus merupakan spesies dengan INP tertinggi di 1 plot contoh pada tingkat pertumbuhan pohon. Daftar selengkapnya mengenai dominansi spesies di tegakan hutan dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 5.

Keanekaragaman dan Kemerataan Spesies Tumbuhan

Keanekaragaman spesies tumbuhan di 2 tipe lokasi penelitian ialah bervariasi. Pada vegetasi tegakan hutan, blok Pippresan memiliki nilai tertinggi pada tingkat pertumbuhan semai & tumbuhan bawah dan pancang dengan nilai indeks keanekaragaman sebesar 2.59 dan 1.04, sedangkan nilai indeks kemerataannya sebesar 0.78 dan 0.95. Pada tingkat pertumbuhan tiang blok Terabasan memiliki nilai indeks keanekaragaman tertinggi dengan nilai 0.77, sedangkan blok Landengan Dowo memiliki nilai indeks kemerataan tertinggi sebear 0.95. Pada tingkat pertumbuhan pohon, blok Terabasan memiliki nilai indeks keanekaragaman tertinggi sebesar 1.84, sedangkan blok Pippresan memiliki nilai indeks kemerataan tertinggi sebesar 1. Daftar selengkapnya mengenai nilai indeks keanekaragaman spesies di tegakan hutan dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 5.

Gambar 6 Indeks keanekaragaman spesies di vegetasi tegakan hutan

Gambar 6 menunjukan bahwa tidak ada plot contoh yang memiliki nilai indeks keanekaragaman > 3 yang berarti tidak tergolong kedalam kelas keanekaragaman tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Shannon -Wiener

(25)

(1963) diacu dalam Fachrul (2008) apabila derajat keanekaragaman (H’) dalam suatu komunitas < 1, maka keanekaragamanya rendah, 1 ≤ H’ ≥ 3 keanekaragamannya sedang, dan H’ > 3 maka keanekaragamannya tinggi.

Hasil analisis vegetasi menunjukan bahwa pada tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah, 5 plot contoh memiliki nilai keanekaragaman yang tergolong rendah. Tingkat pertumbuhan pancang hanya blok Pippresan yang nilai indeks keanekaragaman tergolong kedalam kelas sedang, sedangkan 4 plot contoh lainnya tergolong kedalam kelas keanekaragaman rendah. Adapun tingkat pertumbuhan tiang, seluruh plot contoh memiliki nilai indeks keanekaragaman yang tergolong rendah, dan hanya blok Terabasan yang tergolong kedalam kelas keanekaragaman sedang pada tingkat pertumbuhan pohon, sedangkan 4 plot contoh lainnya tergolong kedalam kelas keanekaragaman rendah.

Gambar 7 Indeks kemerataan spesies di vegetasi tegakan hutan

Gambar 7 diatas menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan tiang di blok Pippresan dan tingkat pertumbuhan pohon di blok Gn. Gending memiliki nilai indeks kemerataan yang sama, yaitu 0. Hal tersebut terjadi dikarenakan hanya tercatat satu spesies saja sehingga spesies tersebut memiliki dominansi yang sempurna yang mengakibatkan adanya komposisi spesies yang tidak merata. Krebs (1972) menyatakan bahwa nilai indeks kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa suatu komunitas tumbuhan semakin merata, sementara apabila semakin mendekati nol, maka semakin tidak merata. Daftar selengkapnya mengenai nilai indeks kemerataan spesies di tegakan hutan dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai 5.

Blok Tanjakan Cinta memiliki nilai indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan tertinggi dibandingkan dengan plot lainnya, sebesar 2.14 untuk indeks keanekargaman dan 0.68 untuk indeks kemerataan, sedangkan blok Pangonan Cilik memiliki indeks Keanekaragaman dan indeks kemerataan terendah sebesar 1.72 dan 0.55. Daftar selengkapnya mengenai nilai indeks keanekaraaman dan indeks kemerataan spesies di tegakan hutan dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai 10.

Seluruh plot contoh pada vegetasi padang rumput memiliki nilai indeks keanekaragaman yang tergolong kedalam kelas sedang, dan memiliki nilai indeks kemerataan yang menunjukan penyebaran relatif kurang merata. Nilai indeks

(26)

keanekaragaman dan indeks kemerataan dari setiap plot contoh di vegetasi padang rumput disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Indeks keanekaragaman dan kemerataan spesies di padang rumput

Spesies Tumbuhan Asing Invasif

Jumlah Spesies Tumbuhan Asing Invasif

Spesies yang tergolong kedalam tumbuhan asing invasif berjumlah 7 spesies, 5 spesies tercatat pada petak pengamatan analisis vegetasi dan 2 spesies tercatat pada hasil ekplorasi di luar petak pengamatan analisis vegetasi. Daftar spesies yang tergolong kedalam tumbuhan asing invasif di Resort Ranu Pani, TNBTS disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Spesies tumbuhan asing invasif di dalam petak contoh

No Nama Nama latin Famili Habitus

1 Akasia Gunung Acacia decurrens * Fabaceae Pohon 2 Kirinyuh Austroeupatorium inulifolium* Asteraceae Semak 3 Paitan Tithonia diversifolia # Asteraceae Semak 4 Teh-Tehan Ageratina riparia* Asteraceae Herba 5 Alang-alang Imperata cylindrica* Poaceae Herba Sumber: *: Weber (2003), Invasive Species Specialist Group (2005)

# : Biotrop (2008)

Tabel 4 Spesies tumbuhan asing invasif di luar petak contoh

No Nama Nama latin Famili Habitus

1 Jarak Kepyar Ricinus communis*# Euphorbiaceae Semak 2 Tembelekan Lantana camara*# Verbenaceae Semak Sumber: *: Weber (2003), Invasive Species Specialist Group (2005)

# : Biotrop (2008)

0 0,5 1 1,5 2 2,5

Blok Pangonan cilik -Kumbolo Blok Pangonan Cilik Blok Tanjakan Ranu

Kumbolo Blok Ranu Kumbolo Blok Tanjakan Cinta

Indeks Kemerataan

(27)

Spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Resort Ranu Pani terdiri dari 7 spesies dari 5 famili. Sebanyak 2 spesies berhabitus herba, 1 spesies berhabitus pohon, dan 4 spesies berhabitus semak. Hal ini sesuai dengan database spesies tumbuhan asing invasif di dunia yang memang didominasi oleh tumbuhan berhabitus semak (ISSG 2005). Sebanyak 5 spesies invasif ditemukan di tegakan hutan yang berupa hutan sekunder dan memiliki stratifikasi tajuk yang tidak ideal, sehingga sinar matahari dapat masuk sampai ke stratum E. Van Steenis (2010) menyatakan bahwa tumbuhan asing tidak dapat dimusnahkan, tetapi tumbuhan asing tidak mampu hidup dalam hutan hujan primer, mereka hanya merebak di daerah terganggu seperti lahan terbuka, ladang, perkebunan dan dapat merupakan tumbuhan penggangu di tempat-tempat itu.

Alasan lain mengapa spesies invasif dapat ditemukan di Resort Ranu Pani mengingat sebelum menjadi Taman Nasional, Ranu Pani termasuk kedalam kawasan Perhutani, namun ketika statusnya berganti menjadi Taman Nasional tidak dilakukan penanganan terhadap tanaman komoditi (Acacia Decurrens), sehingga spesies-spesies invasif tersebut dapat hidup di hutan sekunder seperti sekarang. Menurut Sukisman (2010) menyatakan bahwa spesies invasif dapat tumbuh tidak tergantung jenis tanah tertentu.

Dominansi Spesies Tumbuhan Asing Invasif

Spesies tumbuhan asing invasif semestinya mendominasi suatu komunitas tumbuhan. Menurut Purwono et al. (2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi, gulma, hama, dan penyakit pada spesies-spesies asli. Nilai INP untuk setiap spesies tumbuhan asing invasif disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5 INP spesies tumbuhan asing invasif di tegakan hutan

No. Nama Spesies Nilai INP (%)

Tabel 6 INP spesies tumbuhan asing invasif di padang rumput

No. Nama Nilai INP (%)

1 2 3 4 5

1 Ageratina riparia - - - 3.80 2.49

2 Imperata cylindrical 65.00 61.56 55.04 31.58 32.79 Keterangan *: 1. Blok Ranu Kumbolo-Pangonan Cilik, 2. Blok Pangonan Cilik, 3. Blok Tanjakan

(28)

Spesies tumbuhan asing invasif yang memiliki pengaruh penting dalam komunitasnya adalah A. decurrens, A. inulifolium, A. riparia dan I. cylindrica

yang tercatat memiliki INP ≥ 10% pada beberapa petak contoh. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Schoonhoven et al. (1996) yang menyatakan bahwa spesies eksotik mampu berkompetisi dengan spesies lokal, menggeser keberadaannya, menyebabkan kerusakan ekosistem alami.

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing spesies tumbuhan asing yang ada di Resort Ranu Pani:

1. Acacia decurrens

Akasia Gunung (Acacia decurrens) merupakan spesies yang berasal dari Amerika Tropis. Spesies ini sengaja ditanam di daerah Ranu Pani yang merupakan kawasan Perhutani dengan tujuan sebagai arang kayu. Ketika Ranu Pani masuk kedalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang resmi menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam pada tahun 1992, tidak ada penanganan akan tegakan A. deccurens, sehingga saat ini spesies ini mampu hidup secara alami di Resort Ranu Pani.

Gambar 9 Akasia Gunung (Acacia decurrens)

Kemampuan akasia gunung untuk bertahan hidup di kondisi yang cukup ekstrim tidak lepas dari peran mikoriza. Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara cendawan dan perakaran (Indriyanto 2006). Mikoriza mampu meningkatkan serapan unsur P dan N pada kondisi kekeringan karena memiliki hifa menyebar secara luas didalam tanah (Lozano et al. 2000). Menurut Soerianegara dan Indrawan (1982) diacu dalam Indriyanto (2006) hutan-hutan di Indonesia pada umumnya miskin hara, sehingga pepohonan yang ada di hutan kebanyakan mengandung mikoriza. Misalnya saja di huan pegunungan Cibodas, ternyata 80% dari spesies pohon yang ada mengandung mikoriza pada akarnya.

(29)

2. Austroeupatorium inulifolium

Kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium) merupakan spesies yang berasal dari Amerika Tropis, spesies ini ditemukan di perkebunan teh di Jawa Barat dan tumbuh alami di Gunung Gede-Pangrango. Di Jambi, Bengkulu dan sumatra Barat spesies ini ditemukan di dataran tinggi (Tjitrosoedirdjo 2005). Kirinyuh hidup di savana, rawa, perbatasan hutan, dan merupakan salah satu spesies yang masuk dalam 100 spesies invasif menurut ISSG (2005).

Meskipun kirinyuh merupakan spesies invasif yang sangat dominan, namun spesies ini dapat ditangani dengan upaya alami berupa pembentukan tegakan diantara semak kirinyuh, sehingga mampu mengurangi asupan cahaya yang didapatkan oleh spesies ini. Pengendalian terhadap spesies ini dapat dilakukan dengan cara pembabatan bagian diatas permukaan dan kemudian dilanjutkan dengan pembakaran akar didalam tanah sebagai upaya pencegahan tumbuhnya tunas baru.

Gambar 10 Hamparan Kirinyuh (Austroeupatorium inulifolium)

Spesies A. inulifolium yang ditemukan di Cagar Alam Kamojang memiliki INP sebesar 67,37% yang menunjukkan spesies tersebut mendominasi komunitas tumbuhan yang lainnya dan menginvasi kawasan Cagar Alam Kamojang. Kemampuan menginvasi A. inulifolium di Cagar Alam Kamojang dipengaruhi juga oleh kondisi kawasan yang terganggu (Hidayat 2011).

3. Ageratina riparia

Teh-tehan (Ageratina riparia) merupakan spesies yang berasal dari Meksiko dan Perairan Atlantik (ISSG 2005). A. riparia merupakan spesies yang ditemukan pada vegetasi tegakan hutan dan vegetasi padang rumput dengan INP tertinggi 81.37 % di blok Pippresan. Menurut Muttaqien et a.l (2004) mengatakan bahwa A. riparia merupakan spesies tumbuhan yang biasa terdapat di daerah pegunungan hutan sekunder, di daerah terbuka atau setengah terbuka.

(30)

Gambar 11 Teh-tehan (Ageratina riparia)

4. Tithonia diversifolia

Paitan (Tithonia diversifolia) merupakan spesies yang berasal dari Amerika Tropis namun sudah tumbuh alami di banyak daerah tropis, dan sudah lama sebelum 1900 diperkenalkan di Jawa, dan menyebar ke pulau lain, Sumatera, dan Sulawesi (Biotrop 2008).

5. Lantana camara

Tembelekan (Lantana camara) merupakan spesies yang berasal dari Amerika Selatan, spesies ini merupakan salah satu dari 10 spesies terinvasif di dunia (Sharma et al. 2005). Menurut (Weed Management Guide, 2003) Tembelekan merupakan ancaman serius terhadap keanekaragaman di sebagian besar daftar wilayah warisan dunia termasuk hutan hujan tropis di utara Queensland, P. Fraser dan Gn. Greater Blue. Sementara itu, Rajwar (2007) diacu dalam Dobhal et al. (2010) menyatakan bahwa dalam waktu seratus tahun L. camara dapat menginvasi daerah sepanjang 110 km di sepanjang Sungai Nayar, Pauri Garhwal, di Himalaya.

Di Indonesia sendiri, spesies ini memiliki persebaran yang sangat luas. Menurut Prinando (2011) Tembelekan diperkirakan akan terus berkambang di kawasan Kampus IPB Darmaga apabila tidak memperoleh gangguan dari manusia, baik melalui mekanik maupun kimiawi. Hal ini dikarenakan perkembangan L. camara di habitatnya yang baru termasuk cepat (ISSG 2005). Pengendalian terhadap L. Camara bisa dilakukan dengan cara membakar langsung spesies ini yang kemudian diikuti dengan pencabutan akar. Pemberian naungan dilakukan untuk mencegah spesies ini tumbuh kembali. Pemakaian herbisida juga dapat diberikan sebagai salah satu upaya pengendalian secara kimiawi (Webber 2003).

6. Ricinus communis

(31)

7. Imperata cylindrica

Alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan spesies yang dapat ditemukan di daerah berdrainase buruk, lembab, dan di pinggiran aliran air. Penyebaran spesies ini sangat mudah terjadi, akar alang-alang dapat tumbuh kembali meski bagian daunnya sudah dipangkas, sedangkan benihnya sangat mudah tersebar oleh bantuan angin (Weber 2003). Tumbuhan ini dapat mengalahkan spesies asli, dapat memberikan kondisis tidak baik berupa kerusakan terhadap kondisi perakaran dibawah tanah. Spesies ini merupakan spesies yang intoleran terhadap cahaya, sehingga tidak dapat tumbuh dibawah naungan tegakan hutan yang memilik stratifikasi tajuk yang baik.

Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Asing Invasif

Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Resort Ranu Pani memiliki pola penyebaran mengelompok (clumped), sesuaia dengan nilai indeks peneyabran morishita yang diperoleh dari hasil analisis data pola penyebaran spesie-spesies tersebut. Data tentang nilai indeks Morishita disajikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8, dan daftar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Tabel 7 Nilai indeks sebaran Morishita spesies invasif di tegakan hutan

No. Nama Indeks

Morishita Pola Sebaran

Lokasi Ditemukan

1 Acacia decurrens 0.63 Mengelompok 1,2,3,4,5

2 Austroeupatorium inulifolium 0.68 Mengelompok 1,2,3,4,5

3 Ageratina riparia 0.62 Mengelompok 1,2,3,4,5

4 Imperata cylindrical 0.84 Mengelompok 1,2

5 Tithonia diversifolia 0.69 Mengelompok 3,4,5

Keterangan *: 1. Blok Pippresan, 2. Blok Gn. Gending, 3. Blok Terabasan, 4. Blok Landengan Dowo, 5. Blok Sapah.

Tabel 8 Nilai indeks sebaran Morishita spesies invasif di padang rumput

No. Nama Indeks

Morishita Pola Sebaran

Lokasi Ditemukan 1 Imperata cylindrical 0.64 Mengelompok 1,2,3,4,5

2 Ageratina riparia 0.80 Mengelompok 4,5

Keterangan *: 1. Blok Ranu Kumbolo-Pangonan Cilik, 2. Blok Pangonan Cilik, 3. Blok Tanjakan Ranu Kumbolo, 4. Blok Ranu Kumbolo, 5. Blok Tanjakan Cinta.

(32)

jalan, tepi danau/rawa/sungai, tempat pembuangan sampah) lebih bervariasi dibandingkan dengan spesies pada habitat yang belum terganggu.

Nilai indeks Morishita menunjukan pola penyebaran spesies tumbuhan dalam suatu komunitas. Menurut Morishita (1965) diacu dalam Krebs (1972), apabila nilai indeks Morishita > 0, maka pola penyebaran spesies tersebut adalah mengelompok (clumped). Dari hasil penghitungan nilai indeks Morishita, 5 spesies yang ditemukan didalam petak contoh memiliki pola penyebaran yang mengelompok. Pada vegetasi tegakan hutan A. riparia memiliki nilai terendah sebesar 0.62 dan I. cylindrica memiliki nilai tertinggi sebesar 0.84, sedangkan pada vegetasi padang rumput A. riparia memiliki nilai tertinggi sebesar 0.80 dan I. cylindrica memiliki nilai terendah sebesar 0.64. Adanya perbedaan nilai tersebut dipengaruhi oleh jumlah plot/jalur pengamatan dimana spesies tersebut ditemukan.

Barbour et al. (1987) diacu dalam Djufri (2002) mengatakan bahwa pola distribusi spesies tumbuhan cenderung mengelompok, sebab tumbuhan bereproduksi dengan biji yang jatuh dekat induknya atau dengan rimpang yang menghasilkan anakan vegetatif masih dekat dengan induknya. Pola penyebaran spesies invasif ini berdampak langsung terhadap tingkat keanekaragaman dan kemerataan pada plot contoh penelitian, yan ditunjukan dengan rendahnya nilai yang didapat dalam indeks keanekaragaman Shanon-Wiener dan indeks kemerataan Eveness.

Menurut Heddy et al. (1986) diacu dalam Indriyanto (2006) pola penyebaran mengelompok dapat terjadi karena kondisi lingkungan jarang yang seragam, meskipun pada area yang sempit, perbedaan kondisi tanah dan iklim pada suatu area akan menghasilkan perbedaan dalam habitat yang penting bagi organisme di dalamnya. Adapun McNaughton dan Wolf (1990) mengemukakan bahwa kondisi iklim dan faktor ketersediaan hara merupakan faktor lingkungan yang paling berperan dalam penyebaran suatu spesies di alam. Ketersediaan unsur hara yang cukup pada sekitar induk tanaman akan menyebabkan tumbuhan cenderung membentuk pola penyebaran mengelompok.

Pengendalian Spesies Asing Invasif

Spesies asing invasif menjadi perhatian dunia internasional sejak Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Adapun perangkat hukum mengenai pengendalian spesies asing invasif di dunia internasional sebagai berikut:

1. Convention on Biological Diversity (CBD) tahun 1992 mengenai konservasi insitu yang berkaitan dengan pencegahan masuknya spesies asing invasif, mengendalikan dan membasmi spesies yang mengancam ekosistem, habitat, dan spesies (Pasal 8 butir h).

2. Konferensi Ramsar di Iran tahun 1971 dan Kosta Rika tahun 1998. Resolusi VII.4 mengenai spesies invasif dan lahan basah terkait dengan kesadaran akan beberapa ancaman spesies asing terhadap ekologi dan karakteristik lahan basah, spesies lahan basah, daratan dan lautan.

(33)

perundang-udangan yang terkait dengan hewan dan tumbuhan yang diperdagangkan secara hidup-hidup, b). Berkonsultasi dengan otoritas manajemen terkait tujuan impor suatu negara, kemungkinan dan penerapannya, serta pertimbangan ekspor yang berpotensi sebagai spesies asing invasif, untuk memutuskan peraturan yang diberlakukan dalam hal impor, dan c). Mempertimbangkan peluang sinerginya CITES dan CBD untuk bekerjasama dan berkolaborasi antara dua kovensi dalam isu introduksi spesies asing yang berpotensi invasif.

4. Ramsar juga mengembangkan aksi strategis dalam rencana kerja periode 2003-2008. Dalam konvensi ini, Ramsar memandatkan untuk mengembangkan pedoman dan aksi untuk mencegah, mengontrol, dan memusnahkan spesies asing invasif di ekosistem lahan basah (BLK 2010).

Peraturan yang ada di Indonesia terkait dengan spesies asing baik bersifat invasif atau tidak, tertuang dalam beberapa produk hukum berikut:

1. UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservaasi sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 12 mengenai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Pasal 3 Ayat (1) mengenai usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, termasuk introduksi tumbuh-tumbuhan, spesies hewan, dan spesies jasad renik. Kegiatan introduksi ini wajib melakukan AMDAL.

3. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura Pasal 88 Ayat (3) mengenai impor produk hortikultura dilakukan melalui pintu yang telah ditetapkan. Pintu yang ditetapkan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terkait dengan masuknya OPT karantina, keamanan hayati, spesies asing yang invasif dan keamanan pangan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Pasal 5 Ayat (1) suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila: butir 1.b, terjadi penurunan yang tajam jumlah individunya di alam. Adapun dalam penjelasannya penurunan populasi ini terkait dengan ancaman dari faktor luar termasuk jenis asing (jenis introduksi). Pada Ayat (2) butir 2.e dijelaskan mengenai pemasukan jenis asing harus dihindarkan, butir 2.f dijelaskan selain jenis tumbuhan dan satwa asli, jenis asing juga termasuk di dalamnya, sehingga jenis-jenis asing ini perlu untuk dimusnahkan.

5. Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya; Bab IV, Pasal 19, Ayat (3) yang mengatur dan melarang aktivitas yang dapat mengubah kondisi alami kawasan suaka alam seperti menambah spesies yang tidak asli, Bab VII, Pasal 33, Ayat (2) yang melarang melakukan aktivitas yang dapat merubah zona inti taman nasional seperti menambah spesies satwa dan tumbuhan yang tidak asli.

(34)

makanan, tanaman budidaya, hasil perkebunan dan hasil hutan yang bertujuan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan hewan dan tumbuhan tersebut. Pengendalian spesies invasif telah dilakukan pada beberapa permasalahan konservasi yang terjadi dan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Teknik pengendalian terhadap permasalahan spesies invasif

No. Nama Spesies Lokasi Metode Pengendalian

1 Chromonela odorata Taman

5 Eichhornia crassipes Taman Nasional

Pola sebaran mengelompok yang dimiliki spesies-spesies yang ditemukan pada penelitian ini dapat memudahkan dalam upaya pengendaliannya. Populasi spesies yang mengelompok menunjukan bahwa spesies tersebut memiliki kesulitan untuk menginvasi daerah baru yang belum ditumbuhi oleh spesies tersebut, sehingga dalam penanganannya memberikan kemudahan pada aspek efisiensi waktu, efisiensi biaya, dan keberhasilan pengendaliannya. Pengendalian spesies invasif di Resort Ranu Pani, TNBTS dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

1. Mekanis : Pengendalian menggunakan cara mekanis dapat dilakukan terhadap seluruh spesies tumbuhan invasif yang ada di Resort Ranu Pani. Teknik yang paling sering digunakan adalah pemangkasan terhadap batang diatas permukaan yang kemudian dilanjutkan dengan pembakaran terhadap akar yang membuat akar tersebut mati. 2. Kimiawi : Pengendalian menggunakan cara kimiawi dapat dilakukan terhadap

(35)

dicamba, dan triclopyr sebagai herbisida untuk spesies R. Communis, A. riparia, dan L. camara.

3. Biologis : Pengendalian menggunakan cara biologis dapat dilakukan terhadap seluruh spesies tumbuhan invasif yang ada di Resort Ranu Pani, namun diperlukan penelitian lebih lanjut terkait spesies tertentu yang dapat dijadikan sebagai agen hayati spesies tumbuhan invasif yang ada. Salah satu cara ialah dengan melakukan penanaman di lokasi tegakan hutan yang memiliki tingkat stratifikasi tajuk tidak ideal, sehingga ketika tegakan pepohonan baru terbentuk spesies-spesies invasif yang bersifat intoleran terhadap naungan perlahan-lahan populasi dan pesebarannya akan menurun. Spesies invasif yang memiliki sifat intoleran terhadap naungan adalah I. cylindrica dan A. riparia.

Upaya lain yang dapat dilakukan dalam pengendalian spesies asing invasif adalah tindakan karantina. Perkarantinaan di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Khusus untuk karantina tumbuhan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2004 Tentang Karantina Tumbuhan. Karantina tumbuhan merupakan tindakan upaya pencegahan masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lainnya di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Republik Indonesia. Tindakan karantina tumbuhan terdiri atas delapan tindakan yakni, pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pelepasan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Komposisi spesies tumbuhan yang tercatat di Resort Ranu Pani, TNBTS sebanyak 52 spesies dari 21 famili pada vegetasi hutan. Sedangkan pada vegetasi padang rumput ditemukan 39 spesies tumbuhan dari 17 famili. Sebanyak 7 spesies teridentifikasi sebagai tumbuhan asing invasif, 3 spesies (Acacia decurrens, Austroeupatorium inulifolium, dan Tithonia diversifolia) hanya ditemukan di tegakan hutan, 2 spesies (Ageratina riparia, dan Imperata cylindrica) ditemukan di tegakan hutan dan padang rumput, sedangkan 2 spesies lainnya (Lantana camara dan Ricinus communis) tercatat di luar plot pengamatan.

2. Pola sebaran seluruh spesies tumbuhan asing invasif yang ditemukan di Resort Ranu Pani, TNBTS adalah mengelompok (clumped), yang menunjukan spesies tersebut belum menyebar merata di seluruh lokasi penelitian.

Saran

(36)

dalam pengelolaan tumbuhan invasif yang ada di kawasan TNBTS. Kegiatan pemantauan tumbuhan invasif sendiri dapat dilaksanakan minimal dua kali dalam setahun, yang dilakukan pada bulan Februari dan Oktober saat memasuki masa peralihan musim. Pengelola juga perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai agen hayati apa yang dapat dijadikan sebagai pengendali alami terhadap keberadaan spesies tumbuhan asing invasif yang ada di kawasan TNBTS tanpa harus menghilangkan kaidah-kaidah konservasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z. 2010.Studi keanekargaman serangga di vegetasi savanna Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) [Skripsi]. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2004. Laporan Inventarisasi. Malang: BBTNBS

[BLK] Badan Litbang Kehutanan. 2010. Baseline information on IAS in Indonesia. [makalah]. Disampaikan dalam: Workshop Pilot Site Selection and Capacity Building. Bogor, 23 Desember 2010. Bogor: Badan Litbang Kehutanan.

Dobhal PK, Kohli KR, Batish DR. 2010. Evaluation of the impacts of Lantana camara L. invation of four major woody shrub, along Nayar river of Pauri Garhwal, in Uttarakhand Himalaya. International Journal of Biodiversity and Conservation 2 (7): 155-161.

Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Gunaryadi, D. 1996. Pengamatan Populasi Cervus timorensis di Savanna Bekol

Taman Nasional Baluran Jawa Timur.[Disertasi].Yogyakarta: FakultasPasca Sarjana Universitas Gajah Madha (UGM).

Hamzah Z, Wibowo A. 1985. Kebakaran hutan evaluasi dan upaya penanggulanganya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan kehutanan Vol 1 No. 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Hidayat AZ. 2011. Keanekaragaman dan pola penyebaran spasial tumbuhan asing di Cagar Alam Kamojang. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

[ISSG] Invasive Species Specialist Group. 2005. Global invasive species database: http://www.issg.org/database.com [15 Mei 2013].

Krebs CJ. 1972. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York: Harper & Row Publishing.

Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A primer on methods and computing. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Magurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. Oxford: Blackwell Publishing.

(37)

Novitasari. 2011. Etnobotani Masyarakat Suku Tengger: Studi Kasus di Desa Ranu Pani Wilayah Enclave Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Olden JD, Poff NL, Douglas ME, Faucsh KD. 2004. Ecological and evolutionary consequences biotic homogenezation. Tren in Ecol an Evol 19(1): 18-24. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2004 tentang Karantina Tumbuhan.

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Purwono B, Wardhana BS, Wijanarko K, Setyowati E, Kurniawati DS. 2002. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Jakarta: Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The Nature Consevancy. Prinando M. 2011. Keanekaragaman spesies asing invasif di Kampus IPB

Dramaga, Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Rosalia N. 2008. Penyebaran dan karakteristik tempat tumbuh pohon tembesu (Fragaea fragrans Roxb.) (Studi kasus di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapusa Hulu Kalimantan Barat). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ruiz-Lozano JM, Azcon R. 2000. Symbiotic efficiency dan infectivity of an autochthonous arbuscular mycorrhyzal Glomus sp. From saline and Glomus deserticola under salinity. Mycorrhiza 10 : 137-143.

Sastroutomo SS. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Schmidt, FH, JHA Ferguson. 1951. Rainfall Based on Wet and Dry Period Ratios

Indonesia with With Western New Guinea.

Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 1996. Insect-Plant Biology: From Physiology to Evolution. London. Chapman & Hall.

[SEAMEO BIOTROP] Southeast Asean Regional Centre for Tropical Biology.

2008. Invasive Alien Species Database.

http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias&kategori=&page=4 [7 juni 2013]

Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Soeseno OH, Edris I. 1978. Silvics. Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Sukisman T. 2010. Tumbuhan invasif di hutan [slide presentasi].Bogor: BIOTROP.

Tjitrosoedirdjo SS. 2005. Inventory of The Invasive Alien Plant Species in Indonesia. BIOTROPIA NO. 25, 2005 : 60 – 73

Undang-undang No.13 Tahun 2010 tentang Holtikultura. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-undang No.5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Convention on Biological Diversity (CBD).

Undang-undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

(38)

Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya.

Van Steenis CGGJ. 2010. Flora Pegunungan Jawa. Kartawinata J.A., penerjemah dan editor. Jakarta (ID): Penernit LIPI Press. Terjemahan dari: The Mountain Flora of Java.

Weber E. 2003. Invasif Plant Species of the World : A Refererence Guide to Environmental Weeds. Cambridge: CABI Publishing.

Whitten T, Soeriaatmadja R. E., Afiff S.A. 1996. The Ecology of Java and Bali. Jakarta: CV. Java Books

(39)
(40)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil perhitungan INP di blok Pippresan Tumbuhan bawah dan semai

No. Nama Spesies Famili K

(Ind/ha)

KR

(%) F

FR (%)

INP

(%) Pi Ln Pi H’ E

1 Plectranthus javanicus (Bl.)

Benth. Lamiaceae 1750 0.39 0.1 0.98 1.37 -0.021

2 Pimpinella javana DC Apiaceae 500 0.11 0.1 0.98 1.09 -0.008

3 Satureja umbrosa (Marsch. Bieb.)

W. Greuter & Burdet Lamiaceae 10000 2.21 0.3 2.94 5.15 -0.084

4 Sp 3 (Jukut kremi) - 750 0.17 0.1 0.98 1.15 -0.011

5 Polygonum runcinatum D.Don Polygonaceae 3500 0.77 0.1 0.98 1.75 -0.038

6 Imperata cylindrica (L.) P. Beauv Poaceae 47250 10.44 0.5 4.90 15.34 -0.236 7 Hypericum leschenaultii Choisy Hyperiaceae 4750 1.05 0.2 1.96 3.01 -0.048

8 Phytolacca octandra L. Phytolaccaceae 250 0.06 0.1 0.98 1.04 -0.004

9 Rubus rosaefolius Sm. Rosaceae 4250 0.94 0.3 2.94 3.88 -0.044

(41)

Lampiran 1 Hasil perhitungan INP di blok Pippresan (lanjutan)

No. Nama Spesies Famili K

(Ind/ha)

KR

(%) F

FR (%)

INP

(%) Pi Ln Pi H’ E

12 Scleria purpurascens Benth. Cyperaceae 16000 3.53 0.6 5.88 9.42 -0.118

13 Lavandula angustifolia Mill. Lamiaceaee 6250 1.38 0.4 3.92 5.30 -0.059

14 Austroeupatorium inulifolium

H.B.K. Asteraceae 11250 2.48 0.6 5.88 8.37 -0.092

15 Gonostegia hirta (Bl.) Miq. Curtiaceae 59750 13.20 1 9.80 23.00 -0.267

16 Pteridium aquilinum Kuhn. Pteridaceae 14750 3.26 0.6 5.88 9.14 -0.112

17 Panicum sp. Poaceae 7500 1.66 0.4 3.92 5.58 -0.068

18 Equisetum debile Roxb. Equisetaceae 16000 3.53 0.3 2.94 6.48 -0.118

19 Polygonum chinense Houtt. Polygonaceae 23000 5.08 0.8 7.84 12.92 -0.151

20 Erigeron sumatrensis Retz. Asteraceae 6500 1.44 0.2 1.96 3.40 -0.061

21 Alchemila villosa Jungh Rosaceae 8250 1.82 0.1 0.98 2.80 -0.073

22 Alchemila sp. Rosaceae 52500 11.60 0.9 8.82 20.42 -0.250

23 Oxalis corniculata L. Oxalidaceae 500 0.11 0.1 0.98 1.09 -0.008

24 Anaphalis longifolia (Bl.) DC Asteraceae 1500 0.33 0.1 0.98 1.31 -0.019

25 Plantago mayor L. Plantaginaceae 750 0.17 0.1 0.98 1.15 -0.011

26 Ageratina riparia Regel Asteraceae 93000 20.54 1 9.80 30.35 -0.325

27 Sp 2 (Tepung Otot) - 19250 4.25 0.4 3.92 8.17 -0.134

(42)

Lampiran 1 Hasil perhitungan INP di blok Pippresan (lanjutan) Pancang

No. Nama Spesies Famili K

(Ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%) Pi Ln Pi H’ E

1 Cupressus lusitanica Mill. Cupressaceae 500 50 0.2 50 100 -0.35

2 Engelhardia spicata Lench.

(43)

Lampiran 2 Hasil perhitungan INP di blok Gunung Gending Tumbuhan bawah dan semai

No. Nama Spesies Famili K

(Ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%) Pi Ln Pi H’ E 1 Polygonum runcinatum D.Don Polygonaceae 3000 0.67 0.1 1.16 1.84 -0.0336

2 Solanum nigrum L. Solanaceae 8250 1.85 0.3 3.49 5.34 -0.0737

3 Pittosporum ferrugineum Dryand. Pittosporaceae 6500 1.46 0.2 2.33 3.78 -0.0616 4 Dichrocepala chrysanthemifolia

(Bl.) DC Asteraceae 2000 0.45 0.2 2.33 2.77 -0.0242

5 Imperata cylindrica (L.) P. Beauv Poaceae 12750 2.86 0.3 3.49 6.35 -0.1015

6 Sp 1 (Antuk-atuk) Cyperaceae 7500 1.68 0.5 5.81 7.49 -0.0686

7 Phytolacca octandra L. Phytolaccaceae 250 0.06 0.1 1.16 1.22 -0.0041

8 Gahnia javanica Zoll. & Mor. Cyperaceae 16000 3.59 0.3 3.49 7.07 -0.1193 9 Scleria purpurascens Benth. Cyperaceae 20750 4.65 0.9 10.47 15.11 -0.1426

10 Miscanthus javonicus Anders. Poaceae 4750 1.06 0.2 2.33 3.39 -0.0483

11 Sp 15 (Kembang Geni) - 3000 0.67 0.2 2.33 3.00 -0.0336

12 Lavandula angustifolia Mill. Lamiaceae 1500 0.34 0.2 2.33 2.66 -0.0191

13 Albizzia lophantha Benth. Fabaceae 250 0.06 0.1 1.16 1.22 -0.0041

14 Eupatorium inulifolium H.B.K. Asteraceae 13500 3.03 0.6 6.98 10.00 -0.1058

15 Carex remota L. Cyperaceae 28000 6.27 0.6 6.98 13.25 -0.1737

16 Gonostegia hirta

(Bl.) Miq.

Curtiaceae 34750 7.79 0.7 8.14 15.93 -0.1987

17 Pteridium aquilinum Kuhn. Pteridaceae 4500 1.01 0.4 4.65 5.66 -0.0463

(44)

Lampiran 2 Hasil perhitungan INP di blok Gn. Gending (lanjutan)

No. Nama Spesies Famili K

(Ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%) Pi Ln Pi H’ E

19 Polygonum chinense Houtt. Polygonaceae 750 0.17 0.2 2.33 2.49 -0.0107

20 Erigeron sumatrensis Retz. Asteraceae 250 0.06 0.1 1.16 1.22 -0.0041

21 Alchemila villosa Jungh Rosaceae 3250 0.73 0.2 2.33 3.05 -0.0358

22 Alchemila sp. Rosaceae 127750 28.63 0.6 6.98 35.60 -0.3580

23 Plantago mayor L. Plantaginaceae 6250 1.40 0.3 3.49 4.89 -0.0597

24 Ageratina riparia Regel Asteraceae 111500 24.99 0.6 6.98 31.96 -0.3465

25 Sp 2 (Tepung Otot) - 28000 6.27 0.6 6.98 13.25 -0.1737

Total 446250 100.00 8.6 100 200 -2.2650 2.27 0.7

Pancang

No. Nama Spesies Famili K

(Ind/ha)

KR

(%) F FR (%) INP (%) Pi Ln Pi H’ E

1 Acacia decurrens Willd. Fabaceae 500 66.67 0.1 50 116.67 -0.2703

2 Casuarina junghuhniana Miq. Casuarinaceae 250 33.33 0.1 50 83.33 -0.3662

(45)

Lampiran 2 Hasil perhitungan INP di blok Gn. Gending (lanjutan) Tiang

No. Nama Spesies Famili

K (Ind/

ha)

KR (%) F

FR

(%) D

DR (%)

INP

(%) Pi Ln Pi H’ E

1 Acacia decurrens

Willd. Fabaceae 500 33.33 0.1 25 98805.72 37.32 95.7 -0.2703

2 Casuarina

junghuhniana Miq. Casuarinaceae 1000 66.67 0.3 75 165983.28 62.68 204.3 -0.3662

Total 1500 100 0.4 100 264789.0 100 300 -0.6365 0.64 0.92

Pohon

No. Nama Spesies Famili K

(Ind/ha)

KR (%) F

FR

(%) D

DR (%)

INP

(%) Pi Ln Pi H’ E 1 Acacia decurrens Willd. Fabaceae 1750 100 0.3 100 1732304.93 100 300 0

(46)

Lampiran 3 Hasil perhitungan INP di blok Terabasan Tumbuhan bawah dan semai

No. Nama Spesies Famili K (Ind/ha) KR (%) F FR (%) INP

(%) Pi Ln Pi H’ E

1 Tithonia diversifolia A.Gray Asteraceae 9000 2.035048 0.1 1.75 3.79 -0.07926 2 Gahnia javanica Zoll. &

Mor. Cyperaceae 750 0.169587 0.1 1.75 1.92 -0.01082

3 Scleria purpurascens Benth. Cyperaceae 11750 2.656868 0.6 10.53 13.18 -0.09639 4 Miscanthus javonicus

Anders. Poaceae 68250 15.43245 0.6 10.53 25.96 -0.28839

5 Austroeupatorium

inulifolium H.B.K. Asteraceae 144750 32.73036 1 17.54 50.27 -0.36555

6 Gonostegia hirta (Bl.) Miq. Curtiaceae 26750 6.048615 0.4 7.02 13.07 -0.16968 7 Pteridium aquilinum Kuhn. Pteridaceae 4000 0.904466 0.4 7.02 7.92 -0.04256

8 Panicum sp. Poaceae 7750 1.752402 0.2 3.51 5.26 -0.07087

9 Panicum sp. Poaceae 9000 2.035048 0.3 5.26 7.30 -0.07926

10 Polygonum chinense Houtt. Polygonaceae 9250 2.091577 0.4 7.02 9.11 -0.08089

11 Alchemila villosa Jungh Rosaceae 2000 0.452233 0.1 1.75 2.21 -0.02441

12 Solanum nigrum L. Solanaceae 4750 1.074053 0.1 1.75 2.83 -0.04869

13 Sp 5 (Sureng) - 500 0.113058 0.1 1.75 1.87 -0.00767

14 Ageratina riparia Regel Asteraceae 132750 30.01696 0.9 15.79 45.81 -0.36123 15 Cestrum elegans Schltr. Solanaceae 7750 1.752402 0.3 5.26 7.02 -0.07087

(47)

Lampiran 3 Hasil perhitungan INP di blok Terabasan (lanjutan)

No. Nama Spesies Famili K (Ind/ha) KR (%) F FR (%) INP

(%) Pi Ln Pi H’ E

16 Gynostemma

pentaphyllum (Thunb.) Cucurbitaceae 3250 0.734878 0.1 1.75 2.49 -0.03611

Total 442250 100 5.7 100 200 -1.8326 1.83 0.66

Pancang

No. Nama Spesies Famili K

(Ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%)

Pi Ln

Pi H’ E

1 Sp 14 (Mencosan) - 1000 12.1212 0.3 25 37.1212 -0.2558

2 Homalanthus giganteus

Zoll. & Mor. Euphorbiaceae 1500 18.1818 0.3 25 43.1818 -0.31 3 Acacia decurrens Willd. Fabaceae 5500 66.6667 0.5 41.6667 108.333 -0.2703 4 Casuarina junghuhniana

Miq. Casuarinaceae 250 3.0303 0.1 8.33333 11.3636 -0.106

Gambar

Gambar 1  Lokasi Penelitian
Gambar 2  Metode petak ganda
Gambar 5.
Tabel 1  Spesies tumbuhan dengan INP ≥ 10% di vegetasi padang rumput
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pemecahan masalah dalam penelitian ini yaitu: melalui penerapan model TPS pada pembelajaran IPA materi bumi dapat meningkatkan

The researcher finds that The American Dream has influenced people around the world because America has very effective ways to promote their ideology through soft power

Pengaruh konsentrasi HMTA berbanding lurus dengan puncak tertinggi grafik yang dihasilkan, semakin tinggi konsentrasi HMTA pada sampel maka puncak grafik yang dihasilkan

Dengan demikian dapat terjadi masalah kependudukan seperti pertumbuhan penduduk, distribusi penduduk dan kualitas penduduk (BPS, 2012:53). Oleh karena itu harus ada

Penelitian ini dapat menambah data kepustakaan yang berkaitan dengan faktor- faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pada pasien CKD yang menjalani hemodialisa di RSUD

Citra pertama yang diperoleh dari CT-scan Thorax adalah berupa Scanogram yang berguna untuk emperoleh berapa Slice yang akan. Gambar 2.10.Scanogaram Thorax dan

Untuk itu menjadi tugas bagi para pemikir politik Islam untuk memikirkan dan menciptakan teori negara di dalam Islam, tidak hanya melulu mengutip dari literatur masa lalu, namun

Perayaan maulid nabi adalah tradisi yang banyak corak dalam pelaksanaan. Jika ditinjau dari sejarah pengadaannya tidak ada suatu tanggal khusus pengadaan maulid nabi,