• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institusionalisasi Kearifan Lokal: Model Penerbitan Buku Cerita Rakyat Tribabahasa Sebagai Strategi Penguatan Aset Budaya Lokal (Untuk Mendukung Pengayaan Materi Muatan Lokal Pada Pendidikan Dasar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institusionalisasi Kearifan Lokal: Model Penerbitan Buku Cerita Rakyat Tribabahasa Sebagai Strategi Penguatan Aset Budaya Lokal (Untuk Mendukung Pengayaan Materi Muatan Lokal Pada Pendidikan Dasar)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

HIBAH BERSAING

Institusionalisasi Kearifan Lokal: Model Penerbitan Buku Cerita Rakyat Tribabahasa Sebagai Strategi Penguatan Aset Budaya Lokal (Untuk Mendukung Pengayaan Materi Muatan Lokal Pada

Pendidikan Dasar)

Peneliti :

Sutarto Marwoto

(Sumber Dana : Penelitian Hibah Bersaing DP2M Dikti Tahun 2010, DIPA Universitas Jember Nomor:

0106/023-04.2/XV/2010, Tanggal 31 Desember 2009)

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS JEMBER

▸ Baca selengkapnya: contoh muatan lokal sd

(2)

Katalog Abstrak : A2010028

Institusionalisasi Kearifan Lokal: Model Penerbitan Buku Cerita Rakyat Tribabahasa Sebagai Strategi Penguatan Aset Budaya Lokal (Untuk Mendukung Pengayaan Materi Muatan Lokal Pada Pendidikan Dasar)

(Sumber Dana : Penelitian Hibah Bersaing Lanjutan Tahun 2010, DIPA Universitas Jember No. 0106/023-04.2/XV/2010 Tanggal 31 Desember 2009)

Peneliti : Sutarto, Marwoto (Fakultas Sastra Universitas Jember)

ABSTRAK

Kearifan lokal merupakan khazanah budaya yang belakangan ini mengalami penguatan seiring bergulirnya globalisasi dan otonomi daerah. Salah satu kearifan lokal yang mengalami penguatan adalah folklor lisan, khususnya cerita rakyat. Nilai-nilai moralitas dan peradaban bangsa yang terefleksi dalam cerita rakyat dijadikan modal dasar dalam pengembangan materi pelajaran muatan lokal pada pendidikan dasar.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan (tahun II). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi cerita rakyat Madura, Tengger dan Using. Hasil eksplorasi tersebut kemudian diformulasikan dalam format buku cerita rakyat tribahasa, yakni bahasa internasional (Inggris), bahasa Nasional (Indonesia), dan bahasa lokal (Madura, Tengger, dan Using). Oleh karena itu, fokus tujuan penelitian ini bukan saja untuk melakukan institusionalisasi kearifan lokal yang berupa cerita rakyat sebagai strategi penguatan aset budaya lokal, melainkan juga berupaya untuk mendesain model penerbitan buku cerita rakyat dalam 3 bahasa.

Metode penelitian yang digunakan adalah observasi partisipasi, wawancara terbuka-mendalam, dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan terhadap informan pangkal, informan utama, dan informan penunjang. Deskripsi yang berisi konsep cerita rakyat tersebut kemudian diformulasikan dalam tiga bahasa.

Hasil akhir dari penelitian ini berupa terbitan buku cerita rakyat, yang kemudian diberi judul (1) MUTIARA YANG TERSISA I: Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Madura, (2) MUTIARA YANG TERSISA II: Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Tengger, (3) MUTIARA YANG TERSISA III: Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Using. Masing-masing buku berisi 9 cerita rakyat, dan masing-masing cerita dikisahkan dalam 3 bahasa (bahasa Indonesia, bahasa daerah/lokal [Madura/Tengger/Using], dan bahasa Inggris). Sembilan cerita rakyat Madura yang terhimpun adalah: “Ikan Kanglengnga Yang Baik Budi”, “Asal Mula Pulau Madura”, ”Kiai Poleng”, ”Asal-Usul Nama Madura”, ”Asal-Usul Orang Muda”, ”Menak Sanaya”, ”Raja Macaja”, ”Kosa dan Dulkanah”, ”Musang dan Harimau”. Sembilan cerita rakyat Tengger yang terhimpun adalah: “Kiai Gede dan Dadap Putih dan Tanaman Bawang”, “Rara Anteng dan Kiai Bima”, “Putri Tiban”, “Naga Besar Yang Baik Hati”, “Kek Umah dan Nek Umah”, “Asal Mula Laut Pasir”, “Ki Sarandaka”, “Jaka Slening”, dan “Maling Aguna”. Sembilan crita rakyat Using yang terhimpun adalah: “Sri Tanjung”, “Sesal Kemudian Tak Berguna”, “Syeh Wali Lanag”, “Barong”, “Mas Tawangalun”, “Buyut Cunging”, “Buyut Cili”, “Watu kebo”, dan “Minak Jingga”. Dengan menggunakan tiga bahasa, buku tersebut tidak hanya dijadikan media untuk mempelajari budaya, tetapi juga mempelajari bahasa, baik bahasa lokal maupun bahasa internasional. Diharapkan buku tersebut mampu memberi kontribusi positif kepada siswa pendidikan dasar, bukanhanya untuk berefleksi ke penguatan akar budaya (lokal), melainkan juga berproyeksi guna menyongsong era global yang menuntut sumberdaya manusia yang kompetitif.

Referensi

Dokumen terkait

Siswa yang menjadi subjek dalam rangka memperoleh data tentang kebutuhan buku pengayaan menyusun buku pengayaan menyusun teks eksplanasi bermuatan kearifan lokal

Penelitian ini menghasilkan buku berjenjang cerita rakyat Jawa Timur yang dilakukan pada saat kegiatan gerakan literasi sekolah (GLS) untuk mengenalkan budaya

Menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa skripsi yang berjudul ―Nilai Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Kayuagung dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra‖ ini

Cerita rakyat dapat digunakan sebagai media untuk mewujudkan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal, demikian juga dengan cerita rakyat Kek Lesap yang mengandung nilai

Wujud pendidikan karakter berbasis nilai kearifan lokal dari cerita rakyat Dewi Sritanjung, yakni sikap dan perilaku tokoh yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan Dewi

Legenda cerita rakyat Muntok menjelaskan bahwa di dalam sastra lisan/daerah terdapat nilai kearifan lokal yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengatur tatanan

Yang menjadi perbedaan adalah penelitian Muhammad Taufik Hidayat dan Muhammad Yakob menggunakan bahan ajar cerita rakyat berbasis kearifan lokal sebagai pembentuk karakteristik peserta

Diskusi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa makna dan kearifan lokal dalam cerita rakyat Nusantara yang terdiri