• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika adversity quotient pada alumni LTQ al-hikmah dalam hifzhul qur'an

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika adversity quotient pada alumni LTQ al-hikmah dalam hifzhul qur'an"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH:

NUR ISLAMIAH

103070029110

FAKUL TAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Pembimbing I

Oleh:

NUR ISLAMIAH

NIM: 103070029110

Di Bawah Dasen Pembimbing

Pembimbing II

FAKUL T AS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "Dinamika Adversity Quotient Pada Alumni L TQ Al Hikmah Dalam Hifzhul Qur'an" telah diujikan dalam sidang

munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 12 Mei 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi.

Jakarta, 12 Mei 2008

Sidang Munaqosyah

セ@

Ketua m\erangkap anggota Sekretaris merangkap anggota

Anggota Penguji I

Pembimbing I

M.Si

セ`@

Ora. Zahrofun ;:&';yah, M.Si NIP: 150 238 773

Penguji II

(4)

MOTTO

'Ja{a,n cinta se{a,{u me{a,fiirk,g,n peru6a/Uin 6esar

dg

cara yg

sangat secferliana. 1{,arena

ia

menjangk,g,u pangk,g,C liati secara

{a,ngsung tfarimana sega{a, peru6alian tfa{a,m d1ri seseorang

6ermu£a,. <Bafik,g,n figtik,g,

ia

menggunak,g,n figfigrasan, cinta

se{a,{u mengu6afi efek,nya, cfan sekgtik,g,

ia 6erujung liaru"

(:M. Jtnis :Matta)

(5)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) Mei 2008 Ml Rabi'ul Akhir 1429 H (C) Nur lslamiah

(D) Dinamika Adversity Quotient Pada Alumni L TQ Al-Hikmah Dalam Hifzhul Qur'an

(E) XiV+125 halaman

(F) Belajar dan mengajarkan Al-Qur'an adalah aktivitas yang utama dan paling dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, sehingga banyak orang

berlomba untuk dapat sebanyak-banyaknya "berdekatan" dengan kalam-Nya. Salah satu aktivitas utama yang juga dilakukan oleh Rasulullah dan para salaf ash-shalih adalah menghafalkan atau yang disebut dengan aktivitas hifzhul qur'an. Seseorang baru dikatakan hafizh ketika ia telah menyelesaikan dan lancar menghafal sebanyak tiga puluh juz yang terdiri d3fi 114 surat yang berisi kurang lebih 6236 ayat. Banyak problematika yang biasanya dialami oleh seorang penghapal Al-Qur'an seperti terlalu cinta dunia, tidak sabar, malas, lupa dan lain sebagainya. Oleh karena itu dibutuhkan motivasi yang kuat, niat yang ikhlas dan perjuangan yang berat untuk dapat menghafalkan keseluruhannya. Proses menghafal pun terbilang cukup lama dan sulit yang membutuhkan daya tahan dan ekstra

kesabaran.

Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat gambaran Adversity Quotient

yang meliputi control (pengendalian): dimensi ini mempertanyakan seberapa besar pengendalian hafizh dalam menghadapi kesulitan;

ownership (kepemilikan): dimensi ini mempertanyakan sejauhmana hafizh mengandalkan diri sendiri untuk memperbaiki situasi kesulitan yang dihadapi; reach (jangkauan): dimensi ini mempertanyakan sejauhmana jangkauan sebuah permasalahan dapat mempengaruhi bagian-bagian lain dari kehidupan hafizh; endurance (daya tahan), dimensi ini

mempertanyakan sejauhmana daya tahan hafizh dalam menghadapi setiap permasalahan dalam proses hifzhul qur'an.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara dan observasi. Jumlah subyek sebanyak empat orang, dua laki-laki dan dua orang perempuan. Karakteristik subyek adalah mereka telah selesai menghafalkan Al-Qur'an sebanyak 30 juz dan sudah

(6)

disimpulkan bahwa subyek dapat menggunakan adversity quotient

sebagai satu kemampuan untuk menyelesaikan problematika-problematika yang dialami dalam proses hifzhul qur'an.

Untuk perkembangan lebih lanjut maka ada beberapa saran yakni; ada baiknya menggunakan metode studi komparatif dengan membandingkan

adversity quotient penghafal Al-Qur'an yang selesai menghafal 30 juz dengan yang tidak berhasil menghafalkannya. Ada baiknya pula untuk penelitian selanjutnya menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan alat tes ARP (Adversity Response Profile) yang nantinya akan menjadi data tambahan untuk mengukur tingkat adversity quotient

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, Segala puji hanya bagi Allah swt. Tiada lanlunan kata yang

mengalir indah kecuali ucapan syukur kepada Yang Maha lndah. Tiada yang

hadir di dalam ingatan setiap manusia di saat kesulitan menyapanya kecuali

hadirnya Ozal Yang Maha Memberi Pertolongan. Tiada impian yang paling indah

yang menjadi motivasi lerbesar bagi seluruh ummal muslim sedunia kecuali

keinginan unluk berjumpa dengan Ozal Yang Maha Kekal, Allah swt. Sungguh,

perjumpaan dengan-Nya merupakan impian yang lak lergantikan. Shalawal dan

salam semoga senantiasa tercurah kepada qudwatun hasanah Rasulullah saw.

Sosok yang kehadirannya tak tergantikan walaupun telah dilahirkan ribuan,

julaan bahkan milyaran manusia sesudahnya. Semoga keselamalan juga

dianugerahkan kepada keluarganya, sahabal-sahabalnya, para tabi'in hingga

kepada ummal yang merindukan kebersamaan dengannya. Allahumma amin.

Sebagai sebuah proses pembelajaran, dunia kampus membuat penulis belajar

banyak hal. Mulai dari teori-teori dan praklik ilmu psikologi, belajar bersosialisasi

dan berorganisasi. Kampus menjadi milestone bagi penulis untuk

bermetamorfosa menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat. Perjalanan

yang cukup panjang penulis lewati untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, karena

berbagai tanlangan yang harus penulis lewali. Pada dasarnya keinginan penulis

hanya ingin agar karya yang selitik ini bisa bermanfaat. Unluk itu, Perkenankan

penulis menyampaikan ucapan terima kasih alas dukungan dan banluan dari

berbagai pihak yang turul andil dalam proses penulisan skripsi ini.

lbu Ora. Hj. Netty Hartali, M.si, selaku Oekan Fakullas Psikologi, beserta civilas

akademika Fakultas Psikologi Universilas Islam Negeri Jakarta, penulis

sampaikan apresiasi yang tinggi alas ilmu, hikmah dan pelajaran kehidupan yang

lelah diajarkan.

lbu Ora. Zahrolun Nihayah, M.si selaku Pembimbing I dilengah kesibukannya

(8)

masukan positif yang bermanfaat pada skripsi ini. Kepada Bapak DR. Abdul

Mujib selaku Pembimbing II juga ditengah kesibukannya sebagai dosen dan

penulis, masih meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Belieu sangat

berbaik hati dan mendorong penulis untuk menyelesaikan skripsi.

Abi dan Ummi tercinta, Tgk. H. Muhammad Ali Husein dan Hj. Tuty Alawiyah

selaku kedua orangtua yang senantiasa memberikan doa, motivasi dan cinta

yang tidak pernah terputus. Tanpa Ummi dan Abi apa jadinya Aku ini. Ya Allah

sayangilah kedua orangtuaku sebagaimana mereka menyayangiku diwaktu kecil.

Kakak, adik-adik dan keluarga besar penulis di Bangka II yang menjadi inspirasi

dan motivasi untuk terus menjadi lebih baik.

Kakak-kakak di Fakultas Psikologi angkatan 2001 dan 2002, Sahabat-sahabat

angkatan 2003 khususnya kelas C dimana penulis selama ini bersosilisasi,

Adik-adik angkatan 2004 - 2007. Terimakasih untuk persahabatan dan perhatian yang

diberikan.

Keluarga besar LOK KomOa Psikologi periode 2003 - 2008 dan LOK Syahid UIN

Jakarta periode 2006 - 2007 dimana penulis dibesarkan sebagai seorang

aktivis, disini kita berbagi cerita, berjuang, terjatuh, bangkit, menangis, tertawa

dan berjuta kenangan yang tak mungkin terlupakan. Begitu banyak hikmah dan

ilmu yang penulis dapatkan. Rekan-rekan pengurus FP21 (Forum Pengkajian

Psikologi Islam) periode 2006, Pengurus BEM Fakultas Psikologi periode 2004

-2006, teman-teman KKL RSJI Klender, sahabat-sahabat Pesantren Hipnoterapi

Pak Asep, kebersamaan ini pernah berawal dan semoga la mengekalkannya.

Baznas Oompet Dhuafa Republika dan lnstitut Manajemen Zakat yang telah

membuat mata hati penulis terbuka untuk turut serta membangun peradaban

zakat dengan diikutsertakannya penulis pada ZEOP (Zakat Executive

Development Program) angkatan 11 yang diikuti penulis beriringan dengan proses

pembuatan skripsi. Dan tidak lupa kepada ZEDPers angkatan II yang fantastis.

Kalian semua a real dreamet1 Semoga mimpi-mimpi kita Allah kabulkan. Kalian

adalah semua definisiku tentang persaudaraan. Semoga Allah kekalkan

(9)

Untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan untuk diriku

sendiri, berusahalah yang terbaik dalam segala sesuatu dan buktikan

kemanfaatanmu untuk ummat. Karena manusia terbaik adalah yang paling

banyak kemanfaatannya bagi sesama.

Penulis sangat menyadari bahwa selama ini banyak kekhilafan dan kealpaan

yang sering dilakukan, dengan kerendahan hati penulis menghaturkan maaf yang

sebesar-besarnya. Pun dalam skripsi ini banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Masukan penulis harapkan demi perbaikan. Bagi pembaca yang

ingin berdiskusi bisa mengirimkan email ke: islamia_85@yahoo.co.id

Akhirnya penulis mohonkan kepada Rabb Pencipta Alarn Semesta agar seluruh

dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak dibalas oleh Allah dengan

sebaik-baiknya balasan. Amin.

Jakarta, 12 Mei 2008

(10)

DAFTARISI

Halaman JuduL ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Motto ... iv

Abstrak ... v

Kata pengantar ... vii

Daftar isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar bag an ... xiii

Daft:>r Lampiran ... xiv

Bab 1 : Pendahuluan ... 1-12 1. 1 La tar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

1.2. 1 Pembatasan Masai ah ... 9

1.2.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3. 1 Tujuan Penelitian ... 11

1.3. 2 Manfaat Penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 11

Bab 2 : Kajian Pustaka ... 12-38 2.1 Adversity Quotient ... 12

2.1.1 Pengertian Adversity Quotient Menurut Bahasa .... 13

2.1.2 Pengertian Adversity Quotient ... 13

2.1.3 Dimensi-dimensi Adversity Quotient ... 14

2.1.4 Peran Adversity Quotient dalam Kehidupan ... 16

(11)

2.2.6 Adversity Quotient Menurut Konsep Islam ... 20

2.2 Hifzhul Qur'an ··· ... 20

2.2.1 Pengertian Hifzhul Qur'an ... 22

2.2.2 Keutamaan-keutamaan Hifzhul Qur'an ... 22

2.2.3 Syarat-syarat Hifzhul Qur'an ... 25

2.2.4 Problematika Hifzhul Qur'an ... 26

2.2.5 Hifzhul Qur'an dipandang Menurut Perspektif Psikologi ... 26

2.3 Adversity Quotient Dalam Hifzhul Qur'an ... 36

Bab 3 : Metodologi Penelitian ... 39-50 3. 1 Pendekatan dan Perspektif Penelitian ... 39

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... .40

3.2.1 Wawancara ... .41

3.2.2 Observasi ... .42

3.2.3 Alat Bantu Pengumpulan Data ... .44

3.3 Prosedur Penelitian ... .45

3.3.1 Prosedur Persiapan Penelitian ... .45

3.3.2 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... .45

3.3.3 Prosedur Analisa Data ... .46

3.4 Subjek Penelitian ... .47

3.4.1 Karakteristik Subyek ... .47

3.5 Penyajian Data ... .48

3.6 Kade Etik Penelitian ... 50

BAB 4: Hasil Penelitian ... 51-118 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 51

4.2 Gambaran dan Analisa Kasus ... 53

[image:11.595.73.442.120.617.2]
(12)

4.2.2 Kasus DR ···-···-···--·-·---·-···-···-····69

4.2.3 Kasus T ... 85

4.2.4 Kasus D -·-···-·--- ... 101

4.3 Analisa Perbandingan Antar Kasus ... 111

BAB: 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran ... 112-125 5.1 Kesimpulan ... 119

5.2 Diskusi ... 121

5.3 Saran ... 123

(13)

DAFT AR T ABEL

4.1 Tabel Gambaran Umum Subjek Penelitian 4.3.1 Tabel Analisa Perbandingan Antar Kasus

52

[image:13.595.75.430.141.485.2]
(14)

DAFT AR BAGAN

(15)

DAFT AR LAMPI RAN

1. Blue Print Pedoman Wawancara 2. Pedoman wawancara

(16)

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia dikejutkan dengan munculnya seorang anak dari Iran yang mendapat gelar doktor kehormatan (Honoris Causa) dari Hijaz College Islamic University, lnggris dalam bidang Science of The Retention of the Holy Qur'an. Anak itu bernama Husein Thabataba'i, Husein mendapatkan gelar kehormatan itu ketika umurnya baru mencapai 7 tahun dan telah menghafal seluruh isi Al Quran pada usia 5 tahun (Sulaeman, 2007).

Sulaeman dalam bukunya juga menyebutkan kisah Husein Tabataba'i ini sebagai mukjizat abad 20. Dalam ujian yang ditempuh Husein tahun 1998, ia berhasil menyelesaikan ujian dengan sempurna mulai dari

menerjemahkan isi Al Qur'an ke dalam bahasa Persi, menerangkan dan menafsirkan ayat Al-Qur'an, bercakap-cakap dengan menggunakan ayat Al Qur'an hingga menerangkan Al-Qur'an dengan bahasa isyarat tangan. la berhasil meraih angka 93 sehingga layak menyandang gelar

(17)

Husein lahir dari keluarga yang mencintai Al Qur'an. Makanya tak heran jika sejak kecil ia begitu dekat dengan Al Qur'an. Ayah dan ibunya adalah

penghapal Al Qur'an sejak lama. Sejak kecil pula Husein kerap dibawa serta orang tuanya mengikuti kelas Al Qur'an. Hasilnya, sejak usia 2 tahun 4 bulan Husein sudah menghapal juz ke-30 (juz amma).

Di Indonesia sendiri agaknya tertinggal dalam menerima informasi dari

Iran ini, sehingga kecemerlangan Husein baru dikenal sebagian besar masyarakat Indonesia ketika diluncurkan buku Mukjizat Abad 20,

Wonderful Profile Husein Tabataba'i, Doktor Cilik Hafal dan Paham Al Quran oleh Dina Sulaeman. Masyarakat pun ramai membicarakannya, terkagum-kagum dengan pesona Husein.

Dalam Al Qur'an Allah berfirman :

"Sesungguhnya kami Menurunkan Adz-Dzikra (Al-Qur'an) dan

sesungguhnya kami pula /ah yang meme/iharanya (QS. Al-Hijr: 9) Potongan ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT akan selalu

(18)

Muhammad saw dapat langsung mempelajarinya, memahaminya dan kemudian menghafalnya, serta mengajarkannya kepada para sahabat karena merekalah yang akan melanjutkan estafet dakwah Nabi

Muhammad Saw.

Pada zaman Nabi Muhammad Saw banyak sekali sahabat yang hafal Al-Qur'an, hingga pada saat perang Uhud banyak para penghafal Al-Qur'an yang mati syahid, sehingga memacu semangat sahabat-sahabat yang lainnya untuk menghafal Al-Qur'an, suatu keadaan yang luar biasa saat itu. Jika kita bandingkan dengan keadaan sekarang sangat jauh sekali. Masyarakat muslim sekarang ini diserang oleh globalisasi dan

westernisasi sehingga tidak sedikit yang berkiblat kepada barat dan tidak akrab dengan Al-Qur'an. Seseorang akan merasa lebih senang dan bangga menghapal lagu-lagu baru yang sedang tren ketimbang menghapalkan Al-Qur'an yang tidak populer, terlebih lagi ada stigma bahwa menghapal Al-Qur'an itu sangat sulit, hanya ustadz atau kiai berilmu tinggi yang mampu melakukannya.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

(19)

Rasulullah dan para sahabatnya begitu "akrab" dengan aktivitas belajar dan mengajarkan Al-Qur'an, hal ini bukan tanpa alasan, berinteraksi dengan Al-Qur'an adalah aktivitas yang utama dan paling dicintai oleh Allah sehingga mereka berlomba untuk dapat sebanyak-banyaknya "berdekatan" dengan kalam Allah. Salah satu aktivitas utama yang juga dilakukan oleh Rasulullah dan para salaf ash-shalih adalah dengan menghafalkan dan memasukkan Al-Qur'an kedalam hati atau yang disebut dengan aktivitas hifzhul qur'an.

Hifzhul Qur'an erat kaitannya dengan memori, karena pada dasarnya menghafal Al Qur'an berarti melakukan proses ingatan. lngatan itu sendiri adalah hasil dari pengalaman yang sebelumnya didahului oleh suatu perhatian (Kro, 1995). Aktivitas mengingat Al Qur'an ini merupakan aktivitas yang panjang dan harus melewati semua tahapan sehingga ingatan merupakan kunci bagi kelancaran belajar termasuk didalamnya menghafal Al Qur'an.

Sistem memori dalam kaitannya dengan hifzhu/ Quran dapat dijelaskan oleh model paradigma Atkinson dan Shiffrin yang telah disempurkan oleh Tulving dan Madigan (Solso, 1991). Dalam model ini, terdapat tiga sistem penyimpanan, yaitu register sensori, memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Input yang baru masuk diterima dalam register sensori

(20)

Agar informasi tersebut bisa ditahan lebih lama lagi, maka dilakukan pengulangan dan elaborasi melalui proses lebih dalam lagi. Setelah

diproses dalam memori jangka pendek, informasi dikeluarkan dalam wujud respons atau kemungkinan diteruskan ke dalam memori jangka panjang. Dalam proses ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain faktor-faktor jasmani, usia, dan afeksi.

Dalam kaitannya dengan menghafal Al Qur'an, proses menghafal dimulai dengan input yang diterima yaitu berupa membaca Al Qur'an berkali-kali guna dapat mengingatnya dalam memori jangka pendek. Kemudian

(21)

berhenti.

Melihat pemaparan di atas maka kita bisa menyimpull<an aktivitas hifzhul qur'an bukanlah pula perkara yang mudah, mulai dari aktivitas hifzhul qur'an itu sendiri yang zaman sekarang ini kalah pamor dengan kegiatan-kegiatan modern yang ditawarkan oleh perkembagan zaman, terlebih lagi menghafalkan seluruh isi Al Qur'an bukan suatu hal yang gampang.

Seseorang baru dikatakan hafizh ketika ia telah menyelesaikan dan lancar menghafal sebanyak tiga puluh juz yang terdiri dari 114 surat yang berisi 6236 ayat (http://.wikipedia.org/wiki/Al-Qur'an, 2008). Dibutuhkan motivasi yang kuat, niat yang ikhlas dan perjuangan yang berat untuk dapat

menghafall<an keseluruhannya. Proses menghafal pun terbilang cukup lama dan sulit. Maka perlu daya tahan dan ekstra kesabaran. Selain itu para penghafal dituntut untuk dapat mentadabburi dan mengamalkan Al Qur'an, hal ini pun adalah kewajiban yang berat.

Jika dibuat perumpamaan, proses hifzhul Qur'an bisa diibaratkan seperti proses mendaki gunung. Dan hafal 30 juz Al-Qur'an adalah sebagai

puncaknya. Prosesnya terus menanjak dan sangat melelahkan. Kepuasan

(22)

bergerak ke depan dan ke atas, terus maju dalam mencapai cita-citanya, kendati terdapat berbagai rintangan atau bentuk-bentuk problematika lainnya.

Pada akhirnya timbul pertanyaan, mengapa ada orang yang mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dalam proses menghapal Al-Qur'an dan terus mendaki sehingga menjadi seorang hafizh? Dan mengapa pula ada orang yang mudah menyerah dan memutuskan untuk berhenti sehingga gagal? Ada sebuah teori yang bisa menjelaskan hal ini yaitu kecerdasan yang dipopulerkan Paul G. Stoltz yaitu Adversity Quotient. AQ mengukur kemampuan sesorang dalam mengatasi problematika dalam

kehidupannya. Hidup tentu tak akan pernah lepas dari masalah dan karena masalah itulah seseorang menjadi lebih baik dalam menyikapi hidup. Dalam kesulitan, selalu ada kesempatan. Saat bergelut dengan masalah, sesungguhnya seseorang sedang menyempurnakan hidup. Kadang, sesuatu yang tak nyaman dalam kehidupan ini, sesungguhnya merupakan penyempurnaan sisi spiritual bagi diri seseorang.

(23)

dapat meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan

bertahan.

Ditambahkan lagi dalam bukunya Stoltz mengemukakan bahwa ada tiga tipe pendaki dalam mendaki "gunung kehidupan" yaitu: Quitter (mereka yang berhenti); quitteradalah orang-orang yang memilih keluar,

menghindari kewajiban, dan orang-orang yang menghentikan pendakian. Camper(mereka yang berkemah); adalah orang-orang yang cepat merasa bosan dan mengakhiri pendakiannya dengan mencari tempat datar yang nyaman. Tipe ini sembunyi dari situasi yang tidak bersahabat. Climber

(pendaki); adalah sebutan untuk orang yang seumur hidup membaktikan dirinya pada pendakian. Climber adalah pemikir yang tidak pernah membiarkan hambatan menghalangi pendakiannya, ia terus dan terus mendaki. Sungguh luar biasa orang-orang yang memiliki jiwa climber

dalam dirinya karena dengan permasalahan dan rintangan seberat apapun ia selalu berusaha dan berusaha untuk tetap dapat melaluinya.

(24)

camper, ketika seseorang memulai melakukan aktivitas hifzhul Qur'an sulit maka ia cepat merasa bosan, merasa cukup dengan menghafal beberapa juz saja kemudian tidak menyelesaikan seluruhnya. Tipe yang terakhir adalah climber, walaupun menghafal itu sulit dan penuh rintangan ia terus mendaki, berusaha sekuat tenaga, tidak menghiraukan dan mengatasi semua permasalahan-permasalahan sampai akhirnya dapat mencapai tujuannya yaitu hafizh Qur'an.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui mengenai " Dinamika Adversity Quotient Pada Alumni L TQ Al Hikmah dalam Hifzhul Qur'an"

1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak mengalami pelebaran dan perluasan masalah, maka penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan-permasalahan berikut:

A. Hifzhul Qur'an yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: memelihara

(25)

Qur'an baik merenungkan, memikirkan, menyirnpulkan, mengajarkan dan mempelajarinya. Dengan demikian yang dimaksud disini hifzhul Qur'an menghafal seluruh ayat-ayat Al Qur'an sebanyak tiga puluh juz.

B. Adversity Quotient mempunyai empat dimensi: pertama, Control

(pengendalian): dimensi ini mempertanyakan seberapa besar pengendalian seseorang dalam menghadapi kesulitan. Kedua,

ownership (kepemilikan): dimensi ini mempertanyakan sejauhmana seseorang mengandalkan diri sendiri untuk memperbaiki situasi kesulitan yang dihadapi. Ketiga, reach Qangkauan): dimensi ini mempertanyakan sejauhmana jangkauan sebuah permasalahan dapat mempengaruhi bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang. Keempat, endurance (daya tahan), dimensi ini mempertanyakan sejauhmanakah daya tahan seseorang dalam menghadapi setiap permasalahan seseorang dalam kehidupannya.

1.2.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran adversity quotient pada hifzhul qur'an? 2. Mengapa dibutuhkan adversity quotient dalam aktivitas hifdzul

(26)

1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dinamika adversity quotient dalam hifzhul qur'an dan mencari tahu mengapa dibutuhkan

adversity quotient dalam aktivitas hifzhul qur'an.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

Secara teoritis diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang gambaran adversity quotient pada penghafal Al

Our' an.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan bagi masyarakat muslim secara umum dan khususnya bagi para penghapal Al-Our' an dalam memahami adversity quotient dalam kaitannya dengan proses menghapal Al-Qur'an.

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan sistematika penulisan skripsi ini, dibuat kedalam beberapa bab antara lain:

Bab 1 Pendahuluan yang berisi: latar belakang masalah, pembatasan

(27)

quotient, dimensi-dimensi adversity qoutient, perbedaan individu dalam mengatasi kesulitan, adversity quotient menurut konsep islam. Hifzhul Qur'an; pengertian hifzhul Qur'an, keutamaan-keutamaan hifzhul Qur'an, syarat-syarat hifzhul qur'an, problematika hifzhul Qur'an dan adab hafizhul qur'an. Kerangka berpikir.

(28)

2.1 Adversity Quotient

2.1.1 Pengertian Adversity dan Adversity Quotient Menu rut Bahasa Dalam kamus bahasa lnggris, adversity berasal dari kata adverse yang artinya kondisi yang tidak menyenangkan, kemalangan. Jadi dapat diartikan bahwa adversity adalah kesulitan, masalah atau

ketidakberuntungan. Sedangkan quotient menurut kamus bahasa lnggris adalah derajat atau jumlah dari kualitas spesifik/karakteristik atau dengan kata lain yaitu mengukur kemampuan seseorang.

2.1.2 Pengertian Adversity Quotient

Stoltz (2000), mendefinisikan AO dalam tiga bentuk:

Pertama: AO adalah kerangka kerja konseptual baru untuk memahami dan meningkatkan semua bagian dari kesuksesan. Dimana AO dibangun atas dasar penelitian penting dan menawarkan kombinasi baru yang praktis dari pengetahuan yang mendefinisikan ulang hal-hal yang dibutuhkan untuk sukses.

Kedua: AO adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon individu terhadap kesulitan.

(29)

rnernperbaiki respon individu terhadap kesulitan.

Dari pernaparan Stoltz di atas, Adversity quotient rnerurnuskan

kesuksesan sebagai tingkat dirnana seseorang bergerak ke depan dan ke atas, terus rnaju dalarn rnenjalani hidupnya, kendati terdapat berbagai rintangan atau bentuk-bentuk kesengsaraan lain.

Berdasarkan penjelasan di atas Adversity quotient adalah suatu ukuran untuk rnengetahui daya juang seseorang ketika rnenghadapi kesulitan, kepercayaan akan penguasaan hidup dan kernarnpuan untuk rnengatasi tantangan yang dihadapi.

2.1.3 Dimensi-dimensi Adversity Quotient

Stoltz (2003) rnejelaskan bahwa AQ terdiri atas ernpat dirnensi yaitu

Control, Ownership, Reach, dan Endurance yang disingkat rnenjadi

CORE:

1. C = Control (pengendalian). Dirnensi ini rnernuat seberapa jauh

(30)

dalam artian mencari tempat yang aman untuk kemudian berhenti. Orang dengan AQ rendah enggan untuk menjawab tantangan kehidupan.

2. O

=

Ownership (kepemilikan). Dimensi ini mempertanyakan

sejauhmana seseorang mengandalkan diri sendiri untuk memperbaiki situasi kesulitan yang dihadapi. Proporsi yang tepat adalah bahwa individu tidak terlalu menyalahkan diri sendiri, tetapi tetap merasa bertanggung jawab untuk mengatasi kesulitan yang dialami. lndividu yang memiliki skor ownership tinggi akan mengambil tanggungjawab untuk memperbaiki keadaan, apapun penyebabnya. Kemudian individu yang memiliki skor ownership sedang memiliki cukup tanggung jawab atas kesulitan yang terjadi, tapi mungkin akan rnenyalahkan diri sendiri atau orang lain kerika ia lelah. Sebaliknya individu yang memiliki skor

ownership rendah akan menyangkal tanggung jawab dan menyalahkan orang lain atas kesulitan yang terjadi.

3. R= Reach Gangkauan). Dimensi ini mengukur adakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang. Dimensi ini mempertanyakan sejauhmana jangkauan sebuah permasalahan dapat mempengaruhi bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang.

Seseorang dengan AQ yang tinggi akan efektif menahan dan membatasi permasalahan. Permasalahan dalam satu aspek, tidal< akan berpengaruh terhadap aspek-aspek lain dari kehidupannya.

(31)

-yang jelas terhadap permasalahan, sehingga jangkauan terhadap satu permasalahan bisa meluas kepada aspek-aspek lain dalam

kehidupannya. Sebagai contoh: kemacetan dan keterlambatan di pagi hari bisa saja membuat hari itu sepenuhnya menjadi buruk bagi orang dengan AQ yang rendah. Sebaliknya untuk orang dengan AQ tinggi menganggap permasalahan itu dengan sewajamya saja dan bangkit kembali, sehingga tidak mempengaruhi aktivitas lainnya pada hari itu. 4. E = Endurance (daya tahan). Dimensi ini mengukur tingkat ketahanan

seseorang dalam menghadapi permasalahan.

2.1.4 Peran Adversity Quotient Dalam Kehidupan

Faktor-faktor kesuksesan dipengaruhi oleh kemampuan pengendalian seseorang serta cara orang tersebut merespon kesulitan, diantaranya berkaitan dengan:

1. Daya saing

(32)

secara destruktif cenderung kehilangan energi dan mudah berhenti

untuk berusaha. Persaingan sebagian besar berkaitan dengan harapan, kegesitan dan keuletan yang sangat ditentukan oleh cara seseorang menghadapi tantangan dan kegagalan kehidupan. 2. Produktivitas

Penelitian yang dilakukan Stoltz menemukan korelasi yang kuat antara kinerja dan cara-cara pegawai merespon kesulitan. 3. Kreativitas

Joel Barker (dalam Stoltz, 2000) menemukan orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan menjadi tidak mampu bertindak kreatif. Oleh karena itu kreativitas menurut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. 4. Motivasi

Dari penelitian Stoltz (2000) ditemukan orang-orang dengan AQ yang tinggi sebagai orang yang memiliki motivasi yang kuat. 5. Mengambil resiko

Satterfield dan seligman (dalam Stoltz, 2000) menemukan bahwa mereka yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif, lebih berani mengambil resiko, satu hal yang sangat dibutuhkan dalam pendakian.

6. Perbaikan

(33)

tinggi menjadi lebih baik. Sedangkan orang-orang yang AQ nya rendah menjadi lebih buruk

7. Ketekunan

Ketekunan adalah inti pendakian dan AQ seseorang. Dengan ketekunan seseorang mampu terus menerus berusaha, apapun yang dihadapinya.

8. Belajar

Carol Dweck (dalam Stoltz, 2000) membuktikan bahwa anak-anak dengan respon-respon yang pesimis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi jika dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola-pola yang lebih optimis.

9. Merangkul perubahan

Perubahan adalah bagian dari hidup sehingga setiap manusia harus menentukan sikap untuk menghadapinya. Stoltz (2000) menemukan mereka yang memeluk perubahan cenderung

merespon kesulitan secara lebih konstruktif. Dengan memperkuat niat, mereka mampu mengubah kesulitan menjadi peluang dan sebaliknya.

2.1.5 Perbedaan lndividu dalam Menghadapi Kesulitan

(34)

respon yang berbeda pada pendakian yang mempengaruhi kesuksesan

dalam hidupnya pula. Ada tiga kategori manusia sesuai dengan posisinya pada suatu pendakian:

1. Quitter (pecundang). Tipe ini memilih keluar, mundur, menghindari kewajiban dan berhenti. Mereka mengabaikan, menutupi atau meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki, meninggalkan hal yang ditawarkan oleh kehidupan

2. Camper (pekemah). Tipe ini mendaki tidak seberapa tinggi, karena bosan mereka mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat datar dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak bersahabat

3. Climber (pendaki). Adalah orang yang seumur hidup membaktikan diri pada pendakian. Tanpa menghiraukan latar belakang,

keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik, ia terus mendaki. Climber adalah pemikir yang selalu memikirkan

kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau cacat mental atau hambatan lainnya menghalangi pendakian.

Jika melihat pada tipe-tipe manusia menurut Stoltz, maka tipe Quitter akan berhenti menghafal ketika ia merasakan menghafal Al Qur'an adalah aktivitas yang sulit. Kemudian tipe berikutnya camper, ketika seseorang

(35)

-bosan, merasa cukup dengan menghafal beberapa juz saja kemudian tidak menyelesaikan seluruhnya. Tipe yang terakhir adalah climber, yang walaupun menghafal itu sulit ia terus mendaki, berusaha sekuat tenaga, menghiraukan dan mengatasi semua permasalahan-permasalahan sampai akhirnya dapat mencapai tujuannya yaitu hafizh Qur'an.

2.1.6 Adversity Quotient Menurut Konsep Islam

Dalam konsep islam tidak dikenal istilah adversity quotient, tetapi jika dilihat dari dimensi-dimensinya maka dalam konsep islam terdapat sifat mujahadah, sabar dan tawakkal.

Mujahadah adalah kesungguhan untuk mengerahkan segala kekuatan atau potensi diri dalam melaksanakan sesuatu. Orang yang memiliki sifat sabar dan tawakkal jika mendapatkan kesulitan akan dapat

mengembalikan diri. Sedangkan orang yang bermujahadah memiliki kesungguhan dalam mengerjakn sesuatu, bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan.

2.2 Hifdzul Qur'an

2.2.1 Pengertian Hifdzu/ Qur'an

Hifdzul Qur'an berasal dari akar kata hafadza yang artinya menjaga.

(36)

(hafal) artinya memelihara sesuatu/ tidak lupa. Orang yang hafal disebut

hafizh, kalau banyak misalnya suatu kaum, maka mereka disebut huffazh.

Hifdzu/ Qur'an adalah upaya untuk menghafal ayat-ayat Al Qur'an sampai tertanam benar dalam ingatan dan siap menjaganya agar tidak hilang dari ingatan. Sehingga unsur yang penting pula dalam menghafal adalah proses menjaga dengan mengulang-ulang hafalan, yang diistilahkan dengan muraja'ah (Abdul Rauf, 2004)

Hifdzu/ Qur'an (menghafalkan Al Qur'an) merupakan upaya

mengakrabkan orang-orang yang beriman dengan kitab sucinya dengan cara membaca dan kemudian menghafalkannya dan memasukkan Al Qur'an kedalam hatinya, sehingga ia tidak buta terhadap kitab sucinya.

Dalam kaitan ini, menurut Nuwabuddin (1996) menghafal Al-Qur'an, memeliharanya serta menalarnya harus memperhatikan tiga unsur pokok berikut:

1. Menghayati bentuk-bentuk visual, sehingga bisa didingat kembali meski tanpa kitab

2. Membacanya secara rutin ayat-ayat yang dihafalnya 3. Mengingat-ingatnya

(37)

rnenghafal kata-kata yang tidak rnerniliki rnisi khusus, sebagairnana orang yang rnenghafalkan syair-syair atau puisi yang dibuat rnanusia. Narnun pada hakikatnya ia sedang rnenghafalkan sesuatu yang rnernberi kehidupan pada jiwa, akal bahkan jasadnya (Abdul Rauf, 2000).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disirnpulkan yang dirnaksud dengan hifzhul Qur'an adalah rnernelihara Al Qur'an dan rnenjaganya dari perubahan, penyimpangan, penambahan dan pengurangan. Adapun bila dinisbatkan kepda makhluk hifzhul Qur'an berarti menarnpakkan yang dihafal, mengamalkan semaksimal mungkin dan berkecimpung dengan Al Qur'an baik merenungkan, memikirkan, menyimpulkan, mengajarkan dan mempelajarinya.

2.2.2 Keutamaan-keutamaan Hifdzul Qur'an.

Hadits shahih mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memiliki interaksi dengan Al Qur'an dalam bentuk belajar dan mengajar. lni merupakan kehormatan Nabawi bagi para pecinta Al Qur'an. Berikut adalah keutarnaan-keutarnaan dari Hifdzul Qur'an:

1. Hifdzul Qur'an merupakan nikmat rabbani yang datang dari Allah. 2. Al Qur'an rnenjanjikan kebaikan, keberkahan dan kenikrnatan bagi

(38)

Rasulullah saw. Bersabda:

Artinya: "sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur'an" (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian hadits lain berbunyi:

J ) ) ,,. ) ) _,,,,

Hセi@

ol;J)

.JT'.,...;J1

セセi@

0°?

i

Artinya: " Semulia-mulia umat-ku adalah para pengemban Al-Qur'an" (HR. Baihaqi)

3. Seorang hafidz Qur'an adalah orang yang mendapatkan Tasyrif nabawi ( penghargaan khusus dari Nabi).

Diantara penghargaan yang pernah diberikan Nabi kepada para sahabat penghafal Al-Qur'an adalah perhatian yang khusus kepada syuhada Uhud yang hafizh Al-Qur'an, dengan mendahulukan pemakamannya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw

menetapkan hafizul Qur'an ialah yang berhak menjadi imam shalat berjama'ah.

(39)

Artinya: "Sebenamya Al qur'an itu adalah ayat yang nyata bagi orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari

ayat-ayat Kami kecua/i orang-orang yang dhalim" (QS. Al Ankabut:49)

!tu artinya Hifzhul Qur'an merupakan upaya menjadikan ayat-ayatNya sebagai ilmu yang dapat dinikmati. Seorang ulama mengatakan : "pertama kali, ilmu itu didapatkan (diperhatikan) dengan cara mendengar, kemudian diam, la/u clihafal, diamalkan

dan diajarkan.

5. Hafizh Al Qur'an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi. Rasulullah saw. Bersabda:

> ... ,,.. ,,. \ ,,. _,.

Y,i :

Jt_;

セ@

Aili

jセI@

(

セ@

セNZN@

} J:;; _,.. セ@ '.... I .- セ@ ,,. _, -a .t セ@

( ...Lo'-I ,\, •) _/.../ セ|^N@ __,

,

<\.\!I ... \.,,,\ '-" ,.:,, I ..ii.JI .J /

, ,

Artinya: Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga diantara

manusia, para sahabat bertanya, 'siapakah mereka Ya Rasu/ullah?

Rasul menjawab, "Para ahli Qur'an dan mereka/ah ke/uarga Allah

dan pilihan-pilihanNya" (HR. Ahmad)

(40)

Rasulullah saw bersabda: " sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah menghormati orangtua yang muslim,

penghafal Al Qur'an yang tidak melampaui batas (didalam

mengama/kan dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan

membaca dan mengamalkannya) dan penguasa yang adif'. (HR. Daud)

7. Hafizh Al Qur'an selalu diliputi dengan rahmat Allah.

Pada diri hafidz Al Qur'an akan terbentuk pribadi yang memiliki jiwa yang sehat.

8. Sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas shalat. 9. Kenikmatan dunia dan akhirat yang tiada tertandingi.

2.2.3

Syarat-syarat Hifdzul Qur'an

Sebelum memulai menghafal , seseorang sebaiknya memenuhi syarat yang berhubungan dengan naluri insaniyah. Adapun syarat-syaratnya adalah:

1. Persiapan pribadi, yaitu niat yang ikhlas. 2. Bacaan Al Qur'an yang benar dan baik

3. Memiliki sifat Mahmudah (terpuji), yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya termasuk sifat-sifat madzmumah.

(41)

2.2.4 Problematika Hifdzul Qur'an

Al Qur'an adalah kitab suci yang tidak sembarang orang dapat berinteraksi akrab dengannya. Diantaranya banyak hal yang dapat

merintangi seseorang untuk Hifzhul Qur'an, diantaranya: 1. Cinta dunia dan terlalu sibuk dengannya.

Diceritakan Nabi Isa AS pernah berkata, "Cinta dunia adalah sumber segala kesalahan. Di dalam harta kekayaan itu penyakit

yang banyak seka/i. Orang-orang yang ada disekitarnya bertanya, "

Apakah penyakit itu?" Beliau menjawab, "Pemiliknya tidak akan selamat dari sifat berbangga diri dan angkuh. "Mereka berkata,

"Bagaimanajika bisa selamat?" Nabi Isa AS menjawab, "Dia akan sibuk mengurusnya dan terlupakan dari dzikir kepada Allah." Jika seorang hafizh terlalu sibuk dengan dunia maka ia akan lupa mengingat Allah dan lupa juga untuk mengingat ayat-ayat Nya 2. Tidak dapat merasakan kenikmatan Al-Qur'an

3. Hati yang kotor dan terlalu banyak melakukan maksiat Orang yang hatinya kotor tidak akan merasa atau peka atas perilaku maksiat yang dilakukannya. Sedangkan Al-Qur'an itu adalah ilmu. llmu tidak akan masuk ke dalam hati yang kotor. Jadi jika seorang hafizh melakukan banyak maksiat maka akan

(42)

sabar, atau tabah juga tidak berputus asa merupakan modal di dalam mengarungi kehidupan yang memerlukan perjuangan dan penuh dengan cobaan. Maka jika seseorang tidak sabar, malas bahkan berputus asa maka tujuannya pun untuk menjadi hafizh quran akan semakin jauh dari kenyataan

5. Semangat dan keinginan yang lemah

Keinginan itu karunia Allah yang mahal harganya. Tanpa keinginan, kita tidak akan memiliki semangat. Tanpa semangat, kita tidak akan pernah sukses menjalani hidup. Maka dari itu jika penyakit lemah semangat dan keinginan sudah menjangkiti hafizh qur'an maka akan serbahaya baginya.

6. Niat yang tidak ikhlas.

Basyarahil dalam bukunya menuliskan bahwa Hasan bin Ali Ra. berkata, " Penghafa/ Al-Qur'an ada tiga macam. Pertama, seorang yang baik bacaan dan suaranya,la/u pergi dari suatu kota ke kota

yang lain untuk memperoleh imba/an dari orang-orang. Kedua,

seorang yang hafal huruf-hurufnya, tetapi menyia-nyiakan

hukum-hukumnya dan mencari simpati penguasa dan mencari popu/aritas .

Ketiga, mengerti maknanya, meme/iharanya, dan mengamalkannya

untuk berdakwah dan beribadah. lnilah sebaik-baik penghafal

Al-Qur'an". Dari perkataan Hasan ini bisa disimpulkan adanya penyakit yang kerap menjangkiti para hafizh, yaitu kurangnya

(43)

isi Al Qur'an, tapi itu dilakukannya semata-mata agar dapat imbalan atau pujian dari orang lain.

7. Lupa

Lupa adalah kegagalan mengingat kembali suatu butir dari informasi dengan tepat. (http://psyshslassic.yorku.ca)

Al-Qur'an menyebutkan lupa dalam berbagai ayat. Dan bila ayat-ayat itu dipelajari kandungannya, maka akan didapatkan bahwa lupa (an-nisyan) dalam ayat-ayat tersebut mempunyai pengertian yang berbeda, yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut: (Najati, 2001 ).

Lupa yang mengandung arti lalai (As-Sahwu). Misalnya orang lupa sesuatu di suatu tempat. Lupa dengan arti hilangnya perhatian terhadap sesuatu hal. Misalnya firman Allah Q.S At Taubah: 67 8. Tidak mampu membaca dengan baik

Salah satu problematika hafizh adalah karena tidak mampu membaca dengan baik. Secara logika bagaimana seseorang bisa menghafal dengan sempuna jika ia masih kesulitan dalam

membaca Al Qur'an.

9. Tidak mampu mengatur waktu

K etidakmampuan mengatur waktu terwujud dalam bentuk

(44)

ketidakdisiplian seseorang

10. Tasyabuhul ayat (ayat-ayat yang mirip)

Berbagai bagian dari Al-Quran memiliki kesamaan satu dengan lainnya baik dalam arti, kata-kata maupun pengulangan

ayat-ayatnya. Al Qur'an terdiri dari lebih dari 6236 ayat. Dari keseluruhan ayat yang ada, terdapat lebih kurang 2000 ayat yang mirip dengan yang lainnya. Kemiripan ini bervariasi dari kesamaan total hingga berbeda dalam satu huruf, satu kata atau dua kata atau bahkan lebih. Seorang yang melantunkan Al-Qur'an dengan baik sedapat mungkin memperhatikan ayat-ayat yang memiliki kemiripan dalam kata katanya. Keunggulan dari suatu hafalan tergantung dari perhatian akan hal hal tersebut

11. Pengulangan yang sedikit

Penghapal harus mengulang-ulang hapalannya siang dan malam. Dengan cara ini penghapal melatih hapalannya dalam situasi apapun, karena dia tidak membatasi waktu menghapalnya dalam suatu waktu tertentu. Dan pada malam harinya seseorang

merasakan bahwa dalam pikirannya telah tersimpan hapalan Al Qur'an.

(45)

Jika pengulangan yang dilakukan jarang maka sudah bisa dipastikan ia kan lupa terhadap hafalannya

12. Belum memasyarakat.

Orang pada zaman sekarang ini lebih cenderung menggemari aktivitas keduniawian dan menghafalkan Al Qur'an belum menjadi prioritas dan pilihan utama di negara kita ini. Tidal< seperti di negara-negara Timur Tengah yang sangat menggemari aktivitas menghafal Al Qur'an

13. Tidal< ada muwajjih (pembimbing)

Dalam menghafalkan Al Qur'an ketika akan membacakan hafalannya sangat dianjurkan agar didengarkan oleh orang lain. Sebaiknya, dia melakukan kajian hafalannya dengan melantunkan ayat-ayat yang sudah dihafal kepada orang I mitra yang

mengetahui atau telah menghafal dengan bail< atau orang yang dapat mengikuti Mushaf. Sangat dianjurkan bahwa mitra yang di pilih merupakan seorang yang memang hafal Al-Quran dengan cermat, sehingga dia dapat memberikan tanda adanya kesalahan kesalahan kecil dan mengarahkannya ketika dia lupa atau

membuat kesalahan.

Kesalahan yang ada tanpa disadari, dalam menghafalkan suatu

(46)

sensori yang diberi perhatian selanjutnya akan disimpan dalam

ingatan jangka pendek. lngatan jangka pendek adalah kapasitas yang kecil sekali tetapi sangat penting pengaruhnya, ingatan jangka pendek terlihat lebih jelas daripada sistem ingatan yang lain dimana stimulus-stimulus lingkungan pertama kali diorganisasikan dalam sistem ingatan ini (Solso, 1991 ). lngatan jangka pendek mempunyai kemampuan untuk menyimpan informasi dalam jangka waktu yang lebih lama daripada memori sensosris, yaitu sekitar antara beberapa detik sampai beberapa menit. Untuk menyimpan pengetahuan dalam ingatan jangka pendek, kita dapat mengolah ide-ide dengan merubah kedalam l<ata-kata dain kedalam imajinasi dengan berbagai cara :

1. Visualisasi

2. Berlatih secara phonem

3. Membagi ide tersebut menjadi 2 atau 3 bagian dan melatih tiap bagian tersebut

4. Mencari pola yang berarti dalam informasi dan

menggunakannya untuk dihubungl<an dengan ide-ide. Karakteristik khusus ingatan jangka pendek :

• Harus sudah mendapat perhatian terlebih dahulu.

(47)

dapat bertahan lama, maka harus ada prose "rehearsaf',

yaitu mengulang-ngulang informasi tersebut agar informasi tetap berada dalam pusat perhatian sehiingga tidak

mengalami proses lupa.

c) lngatan jangka panjang. Adalah ingatan yang rnemiliki kemampuan menyimpan informasi yang lebih lama dan panjang (Kro, 1995). lngatan jangka panjang lebih mampu membedakan kode-kode dari luar, terstruktur, memiliki kapasitas lebih lama clan permanen (Solso, 1991 ). Karakternya:

• lnformasi yang masuk akan mengalami pengorganisasian sehingga dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama.

• Lama penyimpanan pada ingatan jangka panjang berkisar antara beberapa hari, minggu, bulan, bahkan dapat

berlangsung bertahun-tahun.

• Kapasitas penyimpanan informasi dalarn jangka panjang adalah sangat besar dan tak terbatas. Berbagai informasi dapat kita simpan dalam ingatan jangka panjang, termasuk informasi yang sebelumnya ada dalam ingatan jangka pendek yang telah mengalami reheamal.

(48)

bermakna, kalimat, ide-ide, konsep-konsep serta berbagai pengalaman, pengetahuan, kemampuan, untuk berbahasa dan sebagainya

Proses ingatan: adalah bagaimana kita menyimpan pengetahuan pada setiap level dan bagaimana mentransfer pengetahuan tersebut diantara dua level yang berbeda (Munro,tanpa tahun).

Secara garis besar Hilgard dkk (1975) dalam lrwanto (1997) menyebutkan tiga jenis proses mengingat:

1. Recall (pengingatan). Yaitu proses mengingat informasi yang dipelajari di masa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Pengingatan adalah proses aktif untuuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas (Sarwono, 1996)

2. Recognition (pengenalan), yaitu proses mengiingat inforrnasi yang sudah dipelajari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme.

(49)

sudah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.

2.3

Adversity Quotient Dalam Hifzhul Qur'an

Menghafalkan seluruh ayat-ayat Al-Qur'an bukanlah perkara yang mudah. Seseorang dikatakan hafizh ketika menghafal seluruh ayat-ayat Al Qur'an sebanyak tiga puluh juz, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa

menghafal Al Qur'an itu berat dan melelahkan. Jadi dibutuhkan lcemauan serta motivasi yang kuat ketika berniat untuk menghafalkan Al-Qur'an.

Proses menghafalkan Al-qur'an pun cukup panjang dan membutuhkan kesabaran serta semangat dan kepribadian tahan banting menghadapi cobaan dan rintangan yang dapat menggagalkan proses menghafal. Ketika dalam tahap pengulangan (muraja'ah) juga dibutuhkan komitmen dan kedisiplinan agar hafalan tetap melekat.

Menghapalkan Al-Qur'an merupakan proses yang panjang dimulai dari belajar membacanya dengan baik, menghapalkannya ayat per ayat,

menyambungkan ayat per ayat surat per surat dan akhirnya menjadi suatu rangkaian hapalan yang sempurna. Belum lagi proses pengulangan yang harus dilakukan secara terus-menerus.

(50)

Al-Problematika yang dialami oleh penghapal Al-qur'an tidak selalu sama. Penghapal Al-Qur'an satu dengan yang lainnya mengalami perbedaan-perbedaan sesuai latar belakang, kepribadian, lingkungan dan lain

sebagainya. Tapi suatu hal yang harus dilakukan oleh para penghapal Al-Qur'an adalah melewati dan menembus problematika itu, mencari

penyelesaian dari problematika sehingga bisa sukses mencapai harapan yang didinginkan yaitu menjadi seorang yang hafizh Al-Qur'an

Oleh karena itu penulis mengasumsikan, untuk melewati semua

problematika yang menghadang para penghapal Al-Qur'an dibutuhkan

adversity quotient. Penulis mengklasifikasikan dan mengelompokkan setiap problematika umum yang umumnya dialami kemudian

mengaitkannya dengan dimensi-dimensi adversity quotient. Bagaimana akhirnya setiap dimensi tersebut bisa menjawab dan rnenyelesaikan problematika yang dialami oleh penghapal Al-Qur'an.

(51)

Bagan 2.1 Gambaran Adversity Quotient Pada hゥヲ[セィオャ@ Qur'an

I

Control! (Pengendalian)

Niat yang ikhlas Hati yang bersih dan banyak berbuat kebaikan Dapat merasakan kenikmatan aャセoオイG。ョ@

Mampu mengatur

waktu dengan baik

Penghafal Al Qur'an

Problematika Dalam Hifzhul Qur'an

.

Cinta dunia dan terfalu

sibuk dengannya

.

Tidak dapat merasakan

kenikmatan Al.Quran

.

Hati yang kotor dan terlalu

banyak melakukan maksiat

.

Tidak sabar, matas dan

cepat berputus asa

.

Semangat dan keinginan

yang lemah

.

Niat yang tidak ikhlas

.

Lu pa

.

Tidak mampu membaca

dengan baik

.

Tidak mampu mengatur

waktu

.

Tasyabuhu! ayat (ayat-ayat

yang mirip)

.

Pengulangan yang sedikit

.

Belum memasyarakat

.

Tidak ada muwajjih

(pembimbing)

II

Adversityv Quotient

I

Ownership (Kepemilikan)

1. Mampu membaca dengan

baik

2. Menguasai tasyabuhul ayat

(ayat-ayat yang mirip)

3. Pengulangan yang banyak

I

I

Reach (Jangkauan)

1. Tidak cinta dunia dan

tidak sibuk dengannya 2. Tidak terpengaruh

dengan be1um

memasyarakatnya

Al-Qur'an

3. Tidak terpengaruh oleh muwajjih

I

Daya Tahan (Endurance)

1. Sabar, Rajin , dan

tidak cepat putus asa

2. Tidak Lupa

3. Semangat dan

keinginan yang kuat

(52)

Guna memperoleh informasi sesuai dengan yang terumuskan dalam permasalahan atau tujuan penelitian perlu suatu desain atau rencana menyeluruh tentang urutan kerja penelitian dalam bentuk suatu rumusan operasional suatu metode ilmiah, rincian garis-garis besar keputusan sebagai suatu pilihan beserta dasar-dasar atau alasan-alasan ilmiahnya.

Beberapa unsur yang hendak dipaparkan dalam suatau rancangan penelitian ini adalah tentang :

3.1 Pendekatan Penelitian dan Perspektif

Data yang hendak dikumpulkan dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana para penghafal Qur'an merespon

permasalahan-permasalahan yang dialaminya. Dari ungkapan konsep tersebut jelas bahwa yang dikehendaki adalah suatu informasi dalam bentuk deskripsi. Karena bersifat deskripsi, maka peneliti berusaha untuk menemukan makna yang berada di dalam ungkapan konsep tersebut, sehingga penelitian ini lebih sesuai jika menggunakan pendekatan kualitatif.

(53)

keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Peneliti mencoba untuk menggambarkan subjek penelitian di dalam keseluruihan tingkah laku, yakni tingkah laku itu sendiri beserta hal-hal yang melingkupinya, hubungan antara tingkah laku dengan riwayat timbulnya tingkah laku, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Penelilti mencoba mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam dan menemukan semua variabel penting yang melatarbelakangi timbulnya serta perkembangan variabel tersebut.

Di sisi lain penelitian ini lebih mempunyai perspektif emic, dengan pengertian bahwa data yang dikumpulkan diupayakan untuk

dideskripsikan berdasarkan ungkapan, bahasa, cara berpikir, pandangan subyek penelitian, sehingga mengungkapkan tingkat adversity quotient dari penghafal Al-Qur'an. Deskripsi informasinya atau sajian datanya harus menghindari adanya evaluasi dan interpretasi dari peneliti. Jika terdapat evaluasi atau interpretasi itu pun harus berasal dari subjek penelitian.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

(54)

3.2.1 Wawancara

Menurut Frend N. Kerlinger (2000), wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancara, atau responden.

Menurut Moleong (2000), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan Lincoln dan Guba (1985), antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain

kebulatan; mengkonstruksiikan kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan di masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triagulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai

(55)

3.2.2 Observasi Sebagai Penunjang

Di dalam penelitian ini, observasi atau pengamatan dapat

mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan ウ・「。セゥ。ゥョケ。N@ Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana yang di lihat oleh subyek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti fenomena dari segi pengertian subyek, menangkap kehidupan budaya, dsb.

Sehubungan dengan hal ini Patton (dalam Poerwandari, 2001) mengatakan data hasil observasi menjadi penting karena:

1. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam mana hal yang diteliti ada atau terjadi.

2. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian dan

mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah scara induktif. Dengan berada dalam situasi yang nyata, kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi tentang topik yang diamati akan berkurang.

(56)

4. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tiada diungkapkan oleh subyek

penelitian secara terbuka dalam penelitian.

5. Jawaban tehadap pertanyaan akan diwarnai oleh persepsi selektif individu yang diwawancarai. Perbedaan dengan wawancara,

observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih lanjut dari persepsi selektif yang ditampilkan subyek penelitian.

6. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukannya. lmpresi dan perasaan pengamat akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.

Menurut Murni Ambasari (2004), di antara hal-hal yan!J diobservasi adalah aspek-aspek komunikasi non verbal yang mencakup:

1. Paralinguistics, yaitu setiap hal yang dilakukan dengan

mengguankan suara namun tidak digunakan untuk membuat kata-kata misalnya perubahan nada suara, beberapa kali subyek berhenti bicara dalam wakyu yang cukup lama dan penekan terhadap kata-kata itu.

2. Proxemics, yaitu bagaimana subyek menggunakan dan mempersepsikan personal space.

(57)

(Molneaux dan Lame dalam lrrana, 1999).

3.2.3 Alat Bantu Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan alat bantu dalam mengumpulkan data yaitu: 1. Pedoman wawancara.

2. Berlaku sebagai pegangan dalam wawancara agar tidak

menyimpang dari tujuan penelitian, mengingatkan kembali akan aspek-aspek yang perlu digali dari subyek serta memudahkan kategorisasi dalam melakukan analisis data. Peidoman ini disusun berdasarkan konsep-konsep teoritis yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian.

3. Lembar observasi dan catatan subyek.

Digunakan unuk mencatat hal-hal yang dianggap penting, dapat membantu menerangkan lebih lanjut data yang telah diperoleh atau berpengaruh terhadap jalannya wawancara. Hal-hal yang dicatat meliputi setting tempat wawancara berlangsung, lama wawancara, hal-hal yang terjadi selama wawancara yang m1ungkin berpengaruh terhadap hasil wawancara, penampilan sunyek secara keseluruhan,

respon subyek terhadap pertanyaan dan cara menyampaikan informasi.

4. Alat perekam.

(58)

sesuai dengan yang disampaikan subyek dalam wawancara. Hal ini berguna untul meminimalkan bisa yang mungkin terjadi karena

keterbatasan dan subyektivitas peneliti. Alat bantu perekam digunakan dengan system responden.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Prosedur Persiapan penelitian

Mempersiapkan informasi yang relevan dengan masalah yang ingin diteliti dari berbagai media seperti buku, internet, artikel-artikel, dsb. Kemudian mempersiapkan alat penelitian seperti membuat rancangan pedoman wawancara. Penulis menghubungi beberapa teman untuk meminta informasi apakah ada saudara atau temannya, atau tetangganya yang bisa diwawancara dengan kriteria yang telah penulis tentukan.

Sebelum penulis melakukan penelitian maka harus dipersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan keperluan penelitian.

1. Membuat pedoman wawancara yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan wawancara

2. Membuat lembar observasi

3. Membuat lembar kesediaan sebagai subjek penelitian 4. Menyediakan recorder untuk merekam hasil wawancara

(59)

subyek yang telah lulus memenuhi karakteristik subyek penelitian. 1. Peneliti menghubungi responden untuk merninta kesediaaannya

diwawancara. Dan menetapkan tanggal atau waktu kesepakatan. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai dengan Maret 2008.

2. Setelah mendapatkan persetujuan dari responclen, peneli!i datang ke tempat yang telah disepakati dengan menjelaskan ulang

maksud dan tujuan peneliti mengadakan pengenalan dengan masing-masig subyek.

3. Wawancara dilakukan dengan ala! perekam dengan persetujuan subyek. Setelah selesai melakukan wawancara, penulis langsung menganalisa data dengan merujuk pada pedoman wawancara. 4. Berdasarkan hasil wawancara kemudian dibuat laporannya secara

verbatim untuk mempermudah proses analisa lalu dilakukan analisa deskriptif.

3.3.3 Prosedur Analisa Data

Analisa data, menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, menorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, clan satuan uraian dasar. la membedakannya dengan penafsiran, yaitu rnemberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari

(60)

Tujuan dari analisa data adalah untuk menemukan makna dalam informasi yang dikumpulkan. Dalam melakukan analisa data, ada beberapa hal yang dilakukan oleh penulis:

1. Penulis menuangkan hasil wawancara secara verbatim serta membuat laporan observasi yang telah dilakukan pada subjek penelitian selama proses wawancara

2. Analisa awal data setiap subjek, kemudian menyimpulkan inti dari setiap jawaban subjek untuk menemukan tema-tema dan pola-pola jawaban yang muncul dalam wawancara

3. Penulis menuliskan kesimpulan sementara yang dilanjutkan dengan mendaftar tema-tema yang muncul dan mencoba memikirkan

hubungan-hubungan diantara mereka

4. Penulis menyusun data yang berisikan daftar tema-tema dan kategori yang telah disusun sehingga menampikan pola hubungan antar kategori (cross case, bukan lagi kasus tunggal) yang

kemudian akan dituangkan dalam bentuk analisa tertlis dalam bab empat. Penulisan dibuat berdasarkan kategori umum yang telah dibuat penulis sebelumnya.

3.4 Subjek Penelitian

3.4.1 Karakteristik Subyek

(61)

menggunakan subyek penelitian yang memiliki karakteristik sebagai barikut:

1. Subyek adalah individu sebagai penghafal Qur'an 2. Subyek adalah alumni dari L TQ Al-hikmah Jakarta. 3. Telah selesai menghafalkan Qur'an sebanyak :30 juz 4. Telah menjadi penghafal minimal lima tahun

5. Telah memiliki ijazah, sebagai tanda lulus ujian Qur'an.

3.5

Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk seperti yang disarankan Lincoln dan Guba (1985), yakni dalam bahasa yang tidak formal, dalam susunan kalimat sehari-hari dan pilihan kata atau konsep asli responden, cukup rinci serta tanpa ada intterpretasi dan evaluasi dari peneliti (Hamidi, 2004).

Hamidi (2004) dalam buku Metode Penelitian kualitatif menjelaskan bahwa penyajian data penelitian dalam bentuk

induksi-interpretasi-konseptualisasi.

(62)

dianalisis setiap meninggalkan lapangan.

lnterpretasi data maksudnya adalah ketika peneliti rnulai menangkap secara remang-remang yang semakin lama semakin jelas, sehingga peneliti dengan pembendaharaan data yang diperoleh mampu

menjelaskan terhadap tema cerita responden berupa pernyataan apa sebenarnya yang telah dialami oleh para responden.

Dengan merujuk konsep penyajian data di alas, maka secara garis besar tahapan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat transkip hasil wawancara secara verbatim berdasarkan hasil rekaman wawancara dengan responden.

2. Memberikan label pada hasil rekaman dan disirnpan sebagai dokumen.

3. Refleksi untuk menyimpulkan apa yang tersirat dari jawaban subyek dan dugaan atau penjelasan mengenai tindakan subyek. 4. Melakkukan analisa persubyek sesuai dengan teori-teori yang

digunakan.

5. Melakukan analisa antar kasus dengan membandingkan data para subyek berdasarkan kategori yang telah ditetapkan.

(63)

3.6

Kode Etik Penelitian

Karena dalam permasalahan penelitian ini menyangkut pribadi seseorang, maka tidak menutup kemungkinan menimbulkan banyak

masalah-masalah etika penelitian. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, peneliti melekukan beberapa hal sebagai berikut :

1. Peneliti akan terlabih dahulu meminta persetujuan dari subyek untuk menjadi sumber informasi tanpa paksaan.

2. Peneliti juga akan melaporkan informasi apa adanya tanpa menyembunyikan informasi yang tidak diinginkan.

Maka dalam pengambilan kesimpulan yang berkaitan dengan masalah etika, peneliti akan jujur melaporkan hasil analisis yanu jujur tanpa

(64)

Pada bab ini penulis menjelaskan data dan hasil wawancara yang diperoleh dari penelitian lapangan. Hasil penelitian yang akan dituliskan berisi tentang gambaran umum subyek, riwayat kasus, analisa kasus dan perbandingan antar kasus.

4.1 Gambaran Umum Subyek

Subyek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang, terdiri dari 2 orang laki-laki dan dua orang perempuan yang telah dipilih berdasarkan karakteristik subyek penelitian.

[image:64.595.42.434.168.482.2]
(65)
[image:65.595.43.453.160.501.2]

Tabel

4.1

Gambaran Umum Subyek Penelitiian

Nama lnisial

AH

DR T D

Jen is Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki

kelamin

Pendidikan 81 81 81 81

Terakhir Ushuluddin Tafsir Hadits Penyuluhan& Kedokteran komunikasi um um

pertanian

Usia 25 tahun 25 tahun 29 tahun 23 tahun

Pekerjaan Mahasiswa Guru Pengajar Co.Ass

dan guru Dokter

Suku Palembang Jawa-Betawi Jaw a Betawi

Bangsa

Status Menikah Menikah Bel um Bel um

Pernikahan dengan 1 Menikah Menikah

(66)

4.2 Gambaran dan Analisa Kasus 4.2.1 Kasus AH

Wawancara dengan AH berlangsung pada tanggal 27 Februari 2008 pukul 13.40 - 15.15 WIB di perpustakaan tempat AH kuliah. Kondisi

perpustakaan saat itu sangat tenang, tidak banyak mahasiswa yang lalu lalang, sehingga wawancara berlangsung dengan bailc tanpa ada

gangguan dari lingkungan sekitar

AH adalah orang yang sibuk karena padatnya aktivitas keseharian yaitu mengajar Al-Qur'an di beberapa tempat. Disamping itu AH masih tercatat sebagai mahasiswa tingkat akhir di salah satu perguman tinggi Negeri di Jakarta dan sedang mengerjakan tahap akhir dari skripsinya. Pemuda kelahiran Palembang ini dikenal di kampusnya sebagai seorang yang sholih, ramah, dan memiliki motivasi yang kuat dalam mengajarkan dan memotivasi orang untuk belajar al-Qur'an. Saat ini AH tinggal bersama istrinya di daerah Pasar Rebo.

(67)

AH menjawabnya dengan tenang. Menurutnya Al-Qur'an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah sebagai mu'jizat terbesar bagi umat manusia. Sementara ketika ditanya yang AH pahami tentang hifzhul Qur'an menurutnya proses yang dilakukan seseorang untuk mengingat-ingat Al-Qur'an. AH juga menambahkan bahwa hifzhul qur'an bukan hanya sekedar menghapal akan tetapi di dalamnya harus juga melakukan aktivitas menghayati, mentadabburi serta mengamalkan Al-Qur'an.

"Hifzhul Qur'an itu ya ... suatu usaha kita untuk menghafal Al-Quran, menghayati, mentadabburi dan mengamalkan, ada sating

keterkaitan itu. Kita harus paham apa yang kita baca, kita renungkan dan berusaha keras untuk bisa mengamalkan"

"Kato memang secara bahasa hifhzul qur'an ya menghafal to', hanya sekedar menghafal, tapi apa yang kita kita /akukan setelah menghafa/, itu yang penting. Menghafa/ dan kita coba memahami. Sama aja bohong kalau kita hafal tapi kita tidakpaham. Yang penting itu"

AH mengaku pemahaman tentang Al-Qur'an dan hifzhul Qur'an tersebut dari ustadz yang membimbingnya. Pemahaman tersebut juga didapatnya dari buku-buku yang sering dibacanya juga dari kajian-kajian keislaman yang diikutinya. Latar belakang pendidikan agama yang ditempuhnya sejak kecil juga sedikit banyak menambah pemahaman AH tentang Al-Qur'an, terlebih ketika dirinya mondok di pesantren di darrah Jawa Tengah.

(68)

lulus dari pesantren. Motivasinya adalah ingin mendapatkan keutamaan-keutamaan dari penghafal qur'an itu sendiri.

AH memaparkan bahwa ia mulai melakukan aktivitas hifzhul Qur'an ketika umur AH 20 tahun tepatnya pada akhir tahun 2002 setelah lulus dari pesantren, ketika itu aktivitas hifzhul qur'an masih dilakukannya sendiri, tanpa ikut lembaga. Kemudian dilanjutkan pada tahun berikutnya yaitu 2003 mengikuti lembaga intensif menghafal Al-Qur'an di daerah Jakarta

selatan.

"Sa ya baru bemiat untuk bener-bener menjadi l'1afizh ketika baru Ju/us pengabdian dari pesantren pada akhir tahun 2002 tepatnya bu/an Desember, tapi ketika itu sifatnya masih pribadi sifatnya, be/um ikut lembaga ... kemudian bu/an Februari 2003 saya mulai masuk lembaga penghafal Al-Qur'an".

"Waktu yang saya tempuh untuk menghafalkan kese/uruhan Al-Qur'an sekitar 6 bu/an ... Alhamdulil/ah .. karena Jwnsentrasi, sambil kuliah sambil kembali ke asrama ... dan sekitar ;f,5 tahun untuk melancarkannya"

AH menjelaskan bahwa ia melakukan aktivitas hifzhul qur'an lebih sering sendirian, tapi terkadang berdua dengan teman sesama penghafal di asrama. Dan tempat menyetorkan hafalan biasanya di mesjid asrama menghafal Qur'an.

"Proses menghafal ya sendirian dan partneran Juga sih, kadang ada temen yang saya pilih untuk menghafal bersama-sama saya". "Saya menghafal di kamar tapi paling sering di mesjid"

(69)

ketika sudah disambil dengan kuliah maka waktunya clisesuaikan.

"Beriringan dengan kesibukan, saya tidak bisa seperti dulu /agi, kalo du/u bisa 5 juz sekarang 2 juz minimal saya usahakan dan perjuangkan, sekarang waktu khususnya cuma dari ba'da subuh sama sebelum tidur"

Ketika ditanya pengalaman menarik ketika menghafal Al-Qur'an , AH bercerita bahwa pengalaman itu ketika menyetorkan hafalannya ke ustadz, bahwa AH justru termotivasi menghafal karena dipukul clan dibentak oleh ustadznya.

"Yang unik ya ... kadang ketika saya ngga lancar, kalo sama ustadz kadang jidatnya dipukul atau dibentak, Alhamdulillah jadi

/ancar ... saya ketawa biasanya karena ustadz membentak dan memukul saya dengan humor ... jadi dengan dikagetin kaya gitu jadi besok konsentrasi dan termotivasi biar ngga banyak salah. Sa ya ma/ah senang dan terbantu, besok-besokjadi lancar"

Ketika ditanya bagaimana proses dan metodenya dalam hifzhul Qur'an, AH menghafal dengan banyak membaca Al-Qur'an dan mengulang-ulangnya sehingga melekat clalam memorinya. Jika menghafal AH juga memaparkan ia harus terlebih dulu membaca arti dari ayat yang akan dihafal.

"Dibaca, dipahami artinya, saya ngga bisa hafal kalo ngga paham artinya dan mendengarkan orang baca bisa dari kaset juga dan lain-lain"

"Kala untuk menghafal, pertama saya baca

5

kali perhalamannya, turun naik turun naik ... kemudian per ayat dibaca 3 kali minimal standarnya, kalo sudah hafal naik ayat berikutnya balik lagi ke ayat pertama .. terus begitu .. .jadi yang diatas udah pu/uhan kali saya baca. Kala berulang-ulang, konsentrasi pertama cuma sekedar
(70)

--Allah /ancar"

Gambar

Gambaran Umum Subjek Penelitian .................................. 51
Tabel Gambaran Umum Subjek Penelitian
Gambaran Umum Subyek
Gambaran Umum Subyek Penelitiian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Heaven and earth cry out Your name Nations rise up and seek Your face And Your kingdom is established As I live to know You more Now I will never be the same Spirit of God my

Beberapa manfaat bersepeda disampaikan oleh Oja et al., (2011), diantaranya adalah : 1) Kegiatan mengayuh pada bersepeda menyebabkan tidak tertekannya lutut oleh karena

observasi. Teknik validitas data dalam penelitian pustaka dilakukan dengan triangulasi.. Melur Dewi Andriaty Zendrato et al. Teknik analisis data disesuaikan dengan

pembelajaran menulis, salah satunya dalam penelitian sebelumnya metode STAD digunakan dalam jurnal berjudul “Penerapan Metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Induksi Kalus Akasia ( Acacia mangium ) Dengan

Persepsi kemudahan penggunaan website pelatihanorganik.com sebagian besar menyatakan setuju, yaitu sebesar 84%. Dominasi jawaban setuju tersebut menurut keterangan

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pembentukan akhlak santri melalui kegiatan majlis shalawat Burdah di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo

mengatur mengenai batas minimal ata maksimal besarnya ganti rugi yang ham dibayar oleh produsen kepada konsumen Dengan demikian, berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahw