Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
DISUSUN OLEH
O L E H
EVI SRI LUMBAN GAOL
NIM : 11092103O
FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK
UNVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DA ILMU POITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :
Nama : Evi Sri Lumban Gaol
Nim : 110921030
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya Tata Ruang Kabupaten Dairi
Medan, Juli 2013
Ketua Departemen
Ilmu Adminitrasi Negara
Dosen Pembimbing
Drs. M. Husni Thamrin Nasution, Msi Drs. M. Husni Thamrin, Msi Nip. 196401081991021001 Nip. 196401081991021001
Dekan,
FISIP USU MEDAN
Prof.Dr.Badaruddin, M.S i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PENGESAAAN
Skripsi ini tela dipertaankan di depan Panitia Penguji Skrisi Departemen Ilmu
Admnistrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik, Universitas Sumatera
Utara, oleh
Nama : Evi Sri Lumban Gaol
Nim : 110921030
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya Tata Ruang Kabupaten Dairi
Yang dilaksanakan pada :
Hari : Senin
Tanggal : 22 July 2013
Pukul : 10.00 WIB
Tempat : Ruang Sidang Ujian Meja Hijau FISIP USU
Tim Penguji
Ketua Penguji : Drs.Kariono,Msi ( ) Nip. 196401081991021001
Penguji I : Drs. M. Husni Thamrin, Msi ( ) Nip. 196401081991021001
ABSTRAKSI
Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi.
Nama : Evi Sri Lumban Gaol Nim : 110921030
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa. Era keterbukaan dengan adanya demokrasi memungkinkan semua pihak baik masyarakat, aparat hukum, maupun antar instansi pemerintah sendiri saling mengawasi dan memberikan kritik. Sehingga setiap pejabat pengadaan Barang dan Jasa harus benar-benar teliti dalam setiap pekerjaannya. Permasalahan dalam pengadaan Barang dan Jasa pemerintah tidak akan terjadi apabila para pelaksana memahami dan melaksanakan sepenuhnya prinsip dasar pengadaan Barang dan Jasa yang ditetapkan dalam perpres.
Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presidententang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikanpedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik pada Dinas Cipta karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, unit analis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua Panitia pengadaan barang dan jasa, sedangkan informan tambahan adalah anggota panitia pengadaan barang dan jasa.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi ini telah terlaksana dengan baik sesuai dengan perpres 54 Tahun 2010, Walaupun masih terdapat beberapa kendala di beberapa hal.
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa pada
Dinas Cipta Karya dan Tata ruang Kabupaten Dairi”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini, baik dalam tata bahasa maupun ruang
lingkup pembahsannya. Oleh sebab itu penulis mengharapkan adanya kritik ataupun
saran serta masukan yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan
skripsi ini.
Dalam masa perkuliahaan tentunya ada banyak kenangan dan juga
kesan yang tak terlupakan, oleh sebab itu penulis juga mengucapkan banyak
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan kesempatan, bantuan dan
bimbingan maupun petunjuk ataupun nasihat kepada penulis terutama kepada:
1. Terima kasih kepada Dekan FSIP USU Prof. Dr. Badaruddin, MSi.
2. Terima kasih kepada Bapak Ketua Departemen Administrasi Negara yang juga
sebagai Dosen Pembimbing penulis, Bapak Drs. M, Husni Thamrin Nasution,
MSi, yang telah membimbing saya dari awal perkuliahan hingga saya mengakhiri
3. Terimakasih kepada Dra. Elita Dewi, M.Sp sebagai Sekretaris Departemen
Administrasi Negara.
4. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen di Departemen
Administrasi Negara yang saya cintai dan saya hormati yang tidak bisa diuraikan
satu persatu. Dan juga untuk para administratur yang ada di Departemen AN
yang telah membantu proses kelancaran administrasi, saya ucapkan terima kasih
banyak atas jasa dan bantuan yang telah diberikan.
5. Terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua yang telah memberikan
dukungan moril dan materil yang tak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Terima kasih kepada sahabat ku hanna jerango dan kak nany jerango yang selalu
mendukung sekaligus merusak di dalam mengerjakan skripsi ini.
7. Buat seseorang yang jauh, terima kasih karena secara tidak langsung telah
memotivasi penulis.
8. Terima kasih untuk instansi tempat penulis melakukan penelitian di Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi terutama kepada Bapak Frianto p
naibaho S.T.
9. Terima kash juga kepada keluarga besar ku kakak, abang dan adik ku.
10.Terima kasih juga kepada teman-teman satu angkat Administrasi Negara 2011,
buat semua nya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih buat
semua kebersamaan dan canda tawa nya. Semoga kedepannya kita semua sukses
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik semua yang telah membantu
penulis dalam dalam penyusunan skripsi ini mendapatkan balasan darri TUHAN
YESUS.
Tak lupa penulis juga meminta maaf kepada semuanya apabila ada perkataan maupun
perbuatan penulis yang perna menyinggung perasaan dan segala hal yang tidak
berkenan dihati. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khusunya dan bagi pembaca umumnya
Medan, Juli 2013 Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3.Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
1.5. Kerangka Teori ... 5
1.5.1. Kebijakan Publik ... 5
1.5.1.2. Tahap-tahap kebijakan publik ... 9
1.5.2. Implementasi Kebijakan Publik ... 11
1.5.2.1. Pengertian implentasi kebijakan ... 11
1.5.2.2. Model-model Implentasi Kebijakan ... 12
1.5.3.1. Pengertian Barang dan Jasa ... 20
1.5.3.2. proses pengadaan Barang dan Jasa ... 20
1.5.3.3. Perda Yang Mengatur Pengadaan barang dan jasa ... 25
1.6. Hipotesis ... 29
1.7. Defenisi konsep ... 30
1.8. Defenisi Operasional ... 31
1.9. Sistematika Penulisan ... 32
BAB 2 METODE PENELITIAN ... 34
2.1. Bentuk Penelitian ... 34
2.2. Lokasi Penelitian ... 34
2.3. Informan Penelitian ... 34
2.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 35
2.5. Tehnik Analisa Data ... 36
BAB 3 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 38
3.2. Logo Dinas Cipta karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi ... 39
3.3. Fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi ... 42
3.3.1 Fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi Dalam Pelayanan Umum Bidang Kecipta Karyaan ... 42
3.4 Uraian Tugas Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya ... 46
3.5 Visi dan Misi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya ... 48
3.6 Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kab. Dairi ... 50
BAB 4 PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA ... 53
4.1. Hasil Pengumpulan Data ... 54
4.2. Pelaksanaan wawancara ... . 54
4.3. Hasil Wawancara ... . 55
4.3.1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan ... . 55
4.3.2 Sumber-sumber Kebijakan ... 56
4.3.3. Komunikasi Antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksana ... 56
4.3.4. Karakteristik Agen Pelaksana ... 58
4.3.6. Disposisi Implementor ... . 59
BAB 5 PENUTUP ... . 61
5.1 Kesimpulan ... 61
ABSTRAKSI
Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi.
Nama : Evi Sri Lumban Gaol Nim : 110921030
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa. Era keterbukaan dengan adanya demokrasi memungkinkan semua pihak baik masyarakat, aparat hukum, maupun antar instansi pemerintah sendiri saling mengawasi dan memberikan kritik. Sehingga setiap pejabat pengadaan Barang dan Jasa harus benar-benar teliti dalam setiap pekerjaannya. Permasalahan dalam pengadaan Barang dan Jasa pemerintah tidak akan terjadi apabila para pelaksana memahami dan melaksanakan sepenuhnya prinsip dasar pengadaan Barang dan Jasa yang ditetapkan dalam perpres.
Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presidententang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikanpedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik pada Dinas Cipta karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, unit analis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua Panitia pengadaan barang dan jasa, sedangkan informan tambahan adalah anggota panitia pengadaan barang dan jasa.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi ini telah terlaksana dengan baik sesuai dengan perpres 54 Tahun 2010, Walaupun masih terdapat beberapa kendala di beberapa hal.
ABSTRAKSI
Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi.
Nama : Evi Sri Lumban Gaol Nim : 110921030
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa. Era keterbukaan dengan adanya demokrasi memungkinkan semua pihak baik masyarakat, aparat hukum, maupun antar instansi pemerintah sendiri saling mengawasi dan memberikan kritik. Sehingga setiap pejabat pengadaan Barang dan Jasa harus benar-benar teliti dalam setiap pekerjaannya. Permasalahan dalam pengadaan Barang dan Jasa pemerintah tidak akan terjadi apabila para pelaksana memahami dan melaksanakan sepenuhnya prinsip dasar pengadaan Barang dan Jasa yang ditetapkan dalam perpres.
Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presidententang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikanpedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik pada Dinas Cipta karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, unit analis yang terdiri dari informan kunci yaitu Ketua Panitia pengadaan barang dan jasa, sedangkan informan tambahan adalah anggota panitia pengadaan barang dan jasa.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi ini telah terlaksana dengan baik sesuai dengan perpres 54 Tahun 2010, Walaupun masih terdapat beberapa kendala di beberapa hal.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh
Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah,
Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa.Pengadaan
Barang dan Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau
melekat pada unit yang sudah ada. Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan
Presidententang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk
memberikanpedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan Jasa
yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang
baik.Pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah
dalamPeraturan Presiden ini diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi
yangkondusif, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan APBN/APBD.
Selainitu Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang berpedoman pada Peraturan
Presiden ini ditujukan untuk meningkatkan keberpihakan terhadap industri nasional
dan usaha. Mengenai pelaksanaan pengadaan Barang dan Jasa yang dilakukan
pemerintah ternyata sering dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku
karena tidak adanya undang-undang yang memberikan sanksi terhadap pelanggaran
Jasa menimbulkan keresahan di masyarakat. Bahkan tak jarang melanggar hukum
sehingga aparat pemerintah harus berurusan dengan pihak yang berwajib. Dari hasil
survey lapangan yang dilakukan oleh forum gerakan reformasi (FGR) Dairi yang
terdiri dari cendekiawan dan pemuda pemudi Dairi, mendugapenyelenggaraan
pemerintah kabupaten Dairi, sarat dengan tindakan penyalah gunaan fungsi dan tugas.
Sehingga banyak kebijakan pemerintah Dairi tidak tepat guna, dan pemborosan
anggaran, Sehingga upaya dalam percepatan pembangunan untuk mensejahterakan
rakyat terhambat. Dari dugaan penyalahgunaan fungsi dan pengawasan Inspektorat
tersebut, FGR Dairi itu juga mengungkapkan, bahwa pelaksanaan penggunaan
anggaran dari Tahun 2009 sampai Tahun 2010, dan 2011, banyak terjadi
penyimpangan, kecurangan, dan praktik korupsi diantaranya, pengadaan barang dan
jasa di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Dairi (sumber Dairi pers Rabu,
14 November 2012)
Dalam pengaduan FGR Dairi yang dilakukan secara tertulis, dan juga melampirkan
sejumlah bukti – bukti hasil temuan BPK – RI, dan hasil penelitian dari FGR juga
menuding, bahwa pelaksanaan proyek, pengadaan barang dan jasa di seluruh satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) Dairi, tidak sesuai dengan kontrak kerja , dan
spesifikasi masing-masing proyek atau kegiatan. Dengan demikian FGR Dairi
meminta agar pihak Kejaksaan Negeri Sidikalang, menindak lanjuti tindakan korupsi
oknum Pemkab Dairi itu, sesuai dengan hasil audit, dan temuan BPK – RI, meninjau
2011 untuk ditindaklanjuti ke jalur hukum (sumber Dairi pers Rabu, 14 November
2012)
Era keterbukaan dengan adanya demokrasi memungkinkan semua pihak baik
masyarakat, aparat hukum, maupun antar instansi pemerintah sendiri saling
mengawasi dan memberikan kritik. Sehingga setiap pejabat pengadaan Barang dan
Jasa harus benar-benar teliti dalam setiap pekerjaannya. Permasalahan dalam
pengadaan Barang dan Jasa pemerintah tidak akan terjadi apabila para pelaksana
memahami dan melaksanakan sepenuhnya prinsip dasar pengadaan Barang dan Jasa
yang ditetapkan dalam perpres.Berikut ini disajikan contoh-contoh penyimpangan
dalam pengadaan barang/jasa yang sering terjadi pada :
1. Perencanaan Pengadaan
2. Pembentukan Panitia
3. Prakualifikasi Perusahaan
4. Penyusunan Dokumen Pemilihan
5. Pengumuman Lelang
6. Pengambilan Dokumen Pemilihan
7. Penyusunan HPS
8. Rapat Penjelasan
9. Penyerahan dan Pembukaan Penawaran
10. Evaluasi Penawaran
11. Pengumuman Calon Pemenang
13. Penunjukan Pemenang Lelang
14. Penandatangan Kontrak
15. Penyerahan Barang.
Belum cukup 1 (satu) tahun sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,
pada tanggal 30 Juni 2011 Pemerintah telah mengeluarkan Perubahan Perpres 54
Tahun 2010 dalam bentuk Perpres 35 Tahun 2011 dan kini telah dikeluarkan perpres
70 Tahun 2012. Dalam perubahan perpres ini ada salah satu alasan yang mendasari
perubahan perpres tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana
implementasi pengadaan barang dan jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan
perpres atau sudah sesuai dengan visi dan misi dinas pekerjaan umum.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah timbul karena adanya tantangan adanya kesangsian ataupun
kebingungan kita terhadap suatu kegiatan, adanya penghalang dan rintangan, adanya
celah, baik antara atasan dan bawahan. Penelitian diharapkan dapat memecahkan
masalah-masalah itu, atau sedikit-sedikitnya menutupi celah yang terjadi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Dairi”
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki suatu
tujuan penelitian. Tujuan penelitian merupakan suatu peryataan atau statemen tentang
apa yang ingin kita cari atau ingin kita tentukan. Dalam hai ini yang menjadi tujuan
penelitian adalah untuk melihat bagaimana Implementasi pengadaan Barang dan Jasa
pada Dinas Kabupaten Dairi.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah;
1. Secara praktis, untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan dan
kemampuan berpikir dalam pembuatan karya tulis ilmiah.
2. Secara praktis, sebagai masukan atau sumbangan pemikiran bagi badan
maupun instansi yang terkait.
3. Secara akademis, sebagai bahan masukan ataupun bahan perbandingan bagi
orang-orang yang belum mengetahui implementasi kebijakan pengadaan
barang dan jasa.
1.5 Kerangka Teori
Untuk mempermudah penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini, maka
dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman menjelaskan
masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut dengan kerangka teori.
Menurut Setiawan Djuharie, telaah kepustakaan berisi tentang hasil telaah
terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telah ini bias dalam arti
membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan
pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasan nya. Telaah ini diperlukan karena
tidak ada penelitian empirik tanpa di dahului telaah kepustakaan.
I.5.1 Kebijakan Publik
Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk
perilaku seorang pemimpin. Menurut Anderson, kebijakan merupakan arah tindakan
yang mempunyai maksud yang di tetapkan oleh seseorang dalam mengatasi suatu
masalah atau persoalan.
Menurut Chandler dan piano (dalam Tangkilisan;2003), kebijakan publik
adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya dan sumber daya yang ada
untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dan kebijakan tersebut
telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun
para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Robert Eyestone
mengatakan bahwa secara luas kebijakan publik dapat di defenisikan sebagai
hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungan nya. Dan Thomas R,Dye
mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan dan tidak dilakukan.
Sedangkan Anderson (1975) memberikan defenisi kebijakan publik sebagai
kebijakan–kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah:
1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai
2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.
3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk
dilakukan.
4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan
tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat
negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu.
5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Sedangkan menurut woll, kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas
pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung
maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam
pelaksanakan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai
implikasi dari tindakan pemerintah, yaitu:
1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi,
pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan
kekuatan politik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.
2. Adanya dampak kebijakan yang merupakan elit pilihan kebijakan yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
3. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level
pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang
akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Istilah kebijakan publik sesungguhnya dipergunakan dalam pengertian yang
berbeda-beda. Jones (1977) memandang kebijakan publik sebagai suatu kelanjutan
kegiatan pemerintah dimasa lalu dengan hanya mengubahnya sedikit demi sedikit.
Prinsip-prinsip pendekatan Jones tersebut adalah sebagai berikut;
A. Kejadian-kejadian dalam masyarakat diinterpretasi dengan cara yang berbeda
oleh organisasi yang berbeda dan dalam waktu yang berbeda.
B. Banyak masalah yang timbul karena adanya peristiwa yang sama.
C. Ada berbagi tindakan atau tahapan yang harus dilalui kelompok penekan
untuk memasuki proses kebijakan yang ada.
D. Tidak semua masalah-masalah publik menjadi agenda pemerintah.
E. Banyak juga kepentingan elit yang diangkat menjadi isu kebijakan dalam
pemerintahan.
F. Banyak masalah-masalah tidak dipecahkan oleh pemerintah, baik sengaja
maupun tidak disengaja.
G. Pembuat kebijakan tidak berhadapan dengan kelompok yang ada
dimasyarakat.
H. Banyak pengambilan keputusan didasarkan pada informasi dan komunikasi
yang kurang akurat.
I. Kebijakan yang dibuat sering direfleksikan sebagai konsensus, daripada
J. Terjadi perbedaan dalam mendefinisikan kebijakan antara pembuat kebijakan
dengan masyarakat yang terlibat.
K. Banyak program yang dibuat dan dilaksanakan tidak seperti yang dirancang.
L. Organisasi yang ada dalam masyarakat memiliki kepentingan dan fokus yang
berbeda.
1.5.1.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik
Pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan
banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,beberapa ahli
politik yang menaruh minat untuk mengkaji kabijakan public ke dalam beberapa
tahap, Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
a. Tahap penyusunan Agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat
masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada ahirnya, beberapa beberapa masalah masuk
ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah
yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah-masalah yang
karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
a. Tahap Formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian di bahas
oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecaha tersebut dapat berasal
dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy
actions) yang ada.
b. Tahap Adopsi Kebijakan
Dari begitu banyak nya alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada ahirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur
lembaga atau keputusan peradilan.
c. Tahap Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan
tersebut harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Pada tahap
implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa
kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementer), dan ada juga
beberapa yang akan ditentang oleh para pelaksana.
d. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau di
evaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu
memecahkan masalah.
1.5.2 Implementasi Kebijakan Publik 1.5.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan publik harus di implementasikan agar mempunyai
dampak dan tujuan yang di inginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam
pengertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan setelah penetapan
undang-undang. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang
kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran
maupun sebagai suatu dampak. Implementasi diartikan dalam konteks keluaran atau
sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat
pengeluaran belanja bagi suatu program.
Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood hal-hal yang berhubungan
dengan implementasi adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan
Menurut wibawa, implentasi kebijakan merupakan keputusan mengenai kebijakan
yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu undang-undang, namun juga
berbentuk instruksi-instuksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan.
Jones mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai
program-program yang sudah disahkan. Jadi, implementasi merupakan suatu proses
yang dinamis yang melibatkan secara terus-menerus usaha-usaha untuk mencari apa
yang dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan
yang mengarah pada penempatan suatu program kedalam tujuan kebijakan yang
diinginkan.
Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan
adalah:
1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program
kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
2. Organisasi yaitu unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam
tujuan kebijakan.
3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayan, upah,
dan lain-lain.
1.5.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan proses mengubah gagasan atau program menjadi
tindakan dan bagaimana cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisa
bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat
Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan jenis teknik atau model implementasi
kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang berpola dari atas
ke bawah dari bawah keatas, dan pemilahan implementasi yang berpola paksa dan
mekanisme pasar. Model mekanisme paksa merupakan model yang mengutamakan
arti pentingya lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang memiliki hak monopoli
atau mekanisme pasar di dalam Negara yang tidak ada mekanisme insentif bafi yang
menjalani, namun ada sanksi bagi yang tidak menjalankan. Model mekanisme pasar
merupakan model yang mengutamakan mekanisme insentif bagi yang menjalani dan
bagi yang tidak menjalankan tidak mendapat sanksi namun tidak mendapat insentif.
Sekalipun banyak dikembangkan model-model yang membahas tenteng
implementasi kebjakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa
model implementasi kebijakan yang relative baru dan banyak mempengaruhi
berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.
Berikut model-model yang di kemukakan oleh beberapa ahli
A. Model yang dikembangkan oleh George C.Edwards III
Dalam pandangan George C.Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi
oleh empat variabel yaitu :
1. Komunikasi
Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus dikomunikasikan
kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi, jika
oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok
sasaran.
2. Sumber daya
Sumber daya merupakan faktor penting untuk implementasi kebjakan agar
efektif. Tanpa sumber daya kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja.
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi
apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan maka
implementasi tidak akan berjalan dengan baik.
3. Disposisi
Disposisi merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti
apa yang telah direncanakan dan sebaliknya.
4. Struktur Birokrasi
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah
B. Model Bottom-up yang dikemukakan oleh Smith
Smith memandang implementasi sebagai proses atau alur. Model ini melihat
proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam
masyarakat sebagai kelompok sasaran. Smith mengatakan bahwa ada empat variabel
yang perlu diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan yaitu;
1. Idealized policy, yaitu suatu pola interaksi yang diidealisasikan oleh perumus
kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang
target group untuk melaksanakannya.
2. Target group, yaitu bagian dari policy stakehoderrs yang diharapkan dapat
mengadopsi pola-pola interaksi interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh
perumus kebijakan.
Sumberdaya Komunikasi
Implementasi
Disposisi
3. Implementing organization yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit
birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
4. Environmental factors, yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang
mempengaruhi implementasi kebijakan (seperti aspek budaya, social,
ekonomi, dan politik).
Keempat variabel diatas tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu
kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbale balik, oleh
karena itu sering menimbulkan tekanan bagi terjadinya transaksi atau tawar- menawar
antara formulator dan implementor kebijakan.
5. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn
Model kebijakan ini berpola “dari atas kebawah” dan lebih berada di
“mekanisme paksa” daripada di “mekanisme pasar”. Model ini mengandaikan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor dan
kinerja kebijakan publik.
Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi, yakni: (1) ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumber daya; (3)
komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; (4) karakteristik agen pelaksana;
(5) kondisi sosial, politik dan ekonomi; dan (6) disposisi implementor.
1) Ukuran dan tujuan kebijakan
Menurut Van Meter dan Van Horn, identifikasi indikator-indikator kinerja
merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan.
direalisasikan. Ukuran dasar dan tujuan kebijakan berguna dalam menguraikan
tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.
Namun, dalam banyak kasus ditemukan beberapa kesulitan besar untuk
mengidentifikasi dan mengukur kinerja. Ada dua penyebab yang dikemukakan oleh
Van Meter dan Van Horn. Pertama, mungkin disebabkan oleh bidang program yang
terlalu luas dan sifat tujuan yang kompleks. Kedua, mungkin akibat dari
kekaburan-kekaburan dan kontradiksi-kontradiksi dalam pernyataan ukuran-ukuran dasar dan
tujuan-tujuan. Kadang kala kekaburan dalam ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan
sengaja diciptakan oleh pembuat keputusan agar dapat menjamin tanggapan positif
dari orang-orang yang diserahi tanggung jawab implementasi pada tingkat-tingkat
organisasi yang lain atau system penyampaian kebijakan.
2) Sumber daya
Disamping ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, yang perlu
mendapatkan perhatian dalam proses implementasi kebijakan adalah sumber daya
yang tersedia. Sumber daya layak mendapat perhatian karena menunjang
keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya yang dimaksud mencakup dana
atau perangsang lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.
Dalam beberapa kasus, besar kecilnya dana akan menjadi faktor yang menentukan
keberhasilan implementasi kebijakan.
3) Komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas
Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan
Dengan demikian, sangat penting untuk member perhatian yang besar kepada
kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, ketepatan komunikasinya
dengan para pelaksana, dan monsistensi dan keseragaman dari ukuran dasar dan
tujuan-tujuan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi.
Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan tidak dapat dilaksanakan kecuali jika
dinyatakan dengan cukup jelas, sehingga para pelaksana dapat mengetahui apa yang
diharapkan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan itu. Komunikasi didalam dan
antara organisasi-organisasi merupakan suatu proses yang sulit dan kompleks. Dalam
meneruskan pesan-pesan kebawahdalam suatu organisasi
ke organisasi lainnya,para komunikator dapat menyimpangkannya atau
menyebar-luaskannya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Lebih dari itu, jika
sumber-sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi-interpretasi yang
bertentangan, para pelaksana akan menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk
melaksanakan maksud-maksud kebijakan.
4) Karakteristik badan-badan pelaksana
Yang dimaksud karakteristik badan pelaksana adalah stuktur birokrasi,
norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi sebuah program. Van Meter dan Van Horn
mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu
organisasi dalam mengimlpementasikan kebijakan:
b. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan
proses-proses dalam badan-badan pelaksana;
c. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara
anggota-anggota legislatif dan eksekutif);
d. Vitalisasi suatu organisasi;
e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka” yang didefinisikan sebagai
jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertikal secara bebas serta tingkat
kebebasan yang secara relative tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu
diluar organisasi;
f. Kaitan formal dan informasi suatu badan dengan badan “pembuat keputusan”
atau “pelaksana keputusan”
5) Kondisi sosil, politik dan ekonomi
Syarat ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan
memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan,
yakni mendukung atau menolak; bagaiman sifat opini publik yang ada dilingkungan
dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.
6) Disposisi implementor
Disposisi implementor mencakup tiga hal, yakni: a) respon implementor terhadap
kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b)
kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c) intensitas disposisi
1.5.3 Barang Dan Jasa
1.5.3.1 Pengertian Barang Dan Jasa
Barang dan jasa mempunyai definisi yang sangat luas, karena pada dasar nya
barang dan jasa pada dasarnya faktor-faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan manusia. Luasnya pengertian barang dan jasa menyebabkan timbul
banyak asumsi yang disimpulkan oleh para ahli tentang pengertian barang dan jasa.
Pada kesempatan ini terdapat sedikit kesimpulan yang didapat dari para ahli
mengenai pengertian barang dan jasa, secara sempit pengertian barang (komoditas)
dan jasa terdiri dari masing-masing pengertian, barang adalah benda-benda yang
berwujud yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk
menghasilkan benda lain yang akan memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan
pengertian jasa adalah suatu barang yang tidak berwujud, tetapi dapat memberikan
kepuasan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Philip Kotler menjelaskan bahwa
jasa merupakan setiap tindakan atau unjuk kerja yang terdiri atas serangkaian
aktivitas intangible dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun.
1.5.3.2 Proses pengadaan Barang Dan Jasa
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan
Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang
prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh
kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang
satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.
Sedangkan Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Bendahara
Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang untuk
keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. Pengguna
Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan
penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau
Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD. Sedangkan
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang
ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah
untuk menggunakan APBD. Merujuk pada beberapa peraturan yang mengatur tentang
pengadaan barang dan jasa dan pengelolaan keuangan daerah, dimana dijelaskan
bahwa yang menetapkan / menunjuk PPTK dan PPK terdapat perbedaan, seperti
dijelaskan dalam Perpres No.54 Tahun 2010 bahwa PPTK adalah sebagai salah satu
tim pendukung yang dibentuk oleh PPK untuk melaksanakan program /kegiatan
SKPD di lingkungannya. Hal ini berbeda dengan penjelasan Permendagri No 3 Tahun
2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran dilingkungan Depdagri
pasal 7 dijelaskan bahwa KPA menetapkan PPK, PPTK, serta pejabat yang tugasnya
melakukan pengujian SPP dan menandatangani SPM, bendahara pengeluaran; panitia
dan/atau pejabat pengadaan barang/jasa. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 13
satu tingkat di bawahnya dan dalam unit kerja yang sama dengan pejabat yang
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja (diangkat
oleh PPK) yang ditunjuk oleh kepala SKPD.
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa PPTK yang dimaksud dalam PP.
No. 58 Tahun 2005 dan Pasal 12 Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan perubahannya,
adalah Pejabat yang ditunjuk oleh PA/KPA untuk melaksanakan sebagian
kewenangan Pengguna Anggaran dengan tugas mengendalikan secara Teknis dan
Administratif terhadap pelaksanaan Kegiatan. Sedangkan PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen) diatur dalam Perpres No.54 Tahun 2010 adalah Pejabat yang
bertanggungjawab atas Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, dan mendapat
limpahan sebagian kewenangan dari KPA/PA pada Bidang Pengadaan Barang dan
Jasa. Selanjutnya PPTK dalam melaksanakan tugas pokoknyanya pada prinsipnya
merupakan Asisten Teknik, artinya PPTK itu adalah pembantu PA/KPA/PPK untuk
melaksanakan kegiatan di SKPDnya dan bertanggung jawab atas kemajuan dan
kesuksesan kegiatan di lapangan. Karena keterlibatan dan tanggung jawab PPTK
dalam pelaksanaan kegiatan besar, maka PPTK ikut terlibat dalam pengaturan,
pengendalian dan pengalokasian dana pada kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya dengan cara ikut bertanggung jawab dan menandatangani laporan kemajuan
fisik kegiatan, serta diberikan wewenang penuh untuk menegur pihak pelaksana yang
lalai dan lamban dalam menjalankan tugasnya yang akan ddijadikan bahan laporan
Kepala SKPD dalam melaksanakan tugasnya selaku PA/KPA berwenang
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja
sesuai yang diatur dalam pasal 6 ayat (2) huruf b). UU No. 1 Tahun 2004,
“wewenang tersebut dapat didelegasikan PA kepada PPK antara lain untuk
melakukan penandatanganan kontrak. PPTK dapat juga berperan sebagai PPK
bilamana wewenang tersebut telah didelegasikan oleh PA/KPA kepada PPTK.
Namun bilamana PPTK tidak menerima pendelegasian wewenang, maka PPTK tidak
dapat berperan sebagai PPK”.
Selanjutnya penjelasan SE Bersama Mendagri Nomor : 027/824/SJ dan
Kepala LKPP No. 1/KA/LKPP/03/2011 tanggal 16 Maret 2011, dimana Pemerintah
Daerah dalam Kedudukan, Tugas Pokok, dan wewenang sebagai PPK, PA/KPA, serta
PPTK, sesuai yang diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 dan PP No. 58 Tahun
2005 jo. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang diubah dengan Permendagri
Nomor 59 Tahun 2007, maka hal-hal yang perlu dilaksanakan adalah :
(1) Dalam hal Pengguna Anggaran (PA) belum menunjuk dan menetapkan PPK,
maka :
a. PA menunjuk KPA
b. KPA bertindak sebagai PPK. Dalam hal ini KPA harus memiliki sertifikat keahlian
pengadaan barang/jasa.
(2) Dalam hal kegiatan SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau
Kelurahan, maka PA bertindak sebagai PPK sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden nomor 54 Tahun 2010;
(3) Untuk pengadaan barang/jasa yang sudah dilaksanakan sebelum terbitnya Surat
Edaran Bersama ini, PA/KPA yang telah menunjuk dan menetapkan PPK sesuai
dengan tugas pokok dan kewenangannya dalam pengadaan barang/jasa, maka:
a. PPK tetap melaksanakan tugas dan wewenang sebagai PA/KPA untuk
menandatangai kontrak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005
b. PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh PPTK sesuai dengan tugas
dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan PemerintahNomor 58
Tahun 2005
Untuk Informasi lebih lanjut bahwa PPK pada Pemerintah Prov/Kab /Kota
baru, wajib memiliki sertifikat keahlian PBJ paling lambat 1 Januari 2012 (pasal 127
huruf (b) Pepres Nomor 54 Tahun 2010). PPK tahun 2011 pada instansi pemerintah
pusat diwajibkan memiliki sertifikat keahlian PBJ. Sedangkan PPK di pemerintah
daerah baru wajib bersertifikat tahun 2012. Bahwa PPK SKPD dapat berjumlah lebih
dari satu orang, disesuaikan dengan beban kerja dan rentang kendali. Tim pendukung
dan tim teknis dapat dibentuk oleh PPK dalam rangka membantu tugas PPK. Tim
teknis tersebut dapat berasal dari SATKER (unit kerja) yang bersangkutan dan atau
dari instansi teknis terkait, misalnya Dinas PU untuk pekerjaan konstruksi. Pejabat
Namun proses pembayaran tetap dilakukan oleh PPK sebagai pejabat yang diberikan
tugas/wewenang untuk menandatangani kontrak, tujuannya antara lain pengesahan
tanda bukti pembayaran dan pertanggungjawaban keuangan. Berdasarkan
pembahasan diatas maka dapat kami simpulkan bahwa Kepala SKPD dalam
melaksanakan tugasnya selaku pejabat PA/KPA berwenang melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja sesuai yang diatur dalam
UU No. 1 Tahun 2004 pasal 6 ayat (2) huruf b). Wewenang tersebut dapat
didelegasikan PA kepada PPK antara lain untuk melakukan penandatanganan
kontrak. PPTK dapat berperan sebagai PPK bilamana wewenang tersebut telah
didelegasikan oleh PA/KPA kepada PPTK. Namun bilamana tidak menerima
pendelegasian wewenang, maka PPTK tidak dapat berperan sebagai PPK.
1.5.3.3 Perda Yang Mengatur Pengadaan Barang Dan jasa
Saat ini salah satu persoalan yang perlu mendapatkan perhatian adalah
banyak sekali Perda yang bermasalah. Sejak otonomi daerah digulirkan, ribuan perda
dibuat oleh pemerintah daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten atau
kota yang terkait dengan perizinan, pajak dan retribusi di daerah. Untuk hal ini,
Departemen Keuangan sudah merekomendasikan kepada Departemen Dalam Negeri
untuk membatalkan perda yang terkait dengan pajak dan retribusi di daerah. Data
yang diperoleh dari Departemen Dalam Negeri menunjukkan bahwa sejak Tahun
2002 sampai Tahun 2009 Perda yang telah dibatalkan pemerintah melalui Keputusan
Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) mencapai 1.064 Perda. Pembatalan yang
pemerintah terhadap 7.500 perda yang telah disahkan pemerintah daerah (pemda)
sejak 2002 hingga 2009.
Perda adalah produk politik yang dibuat dan dirancang oleh dua body politik,
Pemerintah Daerah dan DPRD serta memiliki rujukan normatif dari UUD 1945 dan
UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah. Karena hal tersebut, maka perlu ditinjau
ulang tentang penempatan perda di urutan ‘terbawah’ hierarki peraturan
perundang-undangan sebagaimana disebutkan pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Begitu juga dengan pengadaan barang dan jasa Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut
Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan
Barang dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun
2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pengguna
Anggaran (PA) adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang
disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat
yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala
Daerah untuk menggunakan APBD. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya
disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan
Barang dan Jasa. Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
Pengguna Barang dan Jasa adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan
Barang dan atau Jasa milik Negara danDaerah di masing-masing K/L/D/I. Unit
Layanan Pengadaan (ULP) adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi
melaksanakan. Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian
Pengadaan Barang dan Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang dan Jasa Panitia
atau Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia atau pejabat yang ditetapkan
oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan. Aparat
Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya
disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu,
evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas
dan fungsi organisasi. Penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang
perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa
Lainnya.
Peraturan Presiden pengganti Keppres 80 Tahun 2003 telah ditandatangani
oleh Presiden pada tanggal 6 Agustus 2010. Peraturan Presiden tersebut tertuang
dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah. Menurut pasal 136 Perpres 54 Tahun 2010, Peraturan Presiden ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan yaitu tanggal 6 Agustus 2010. Akan tetapi dalam
ketentuan peralihannya diatur bahwa ULP (Unit Layanan Pengadaan) wajib dibentuk
Pengadaan Barang dan Jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh paket-paket
pekerjaan pada Tahun Anggaran 2012.
1. Pengadaan Barang adan Jasa yang dilaksanakan sebelum tanggal 1 Januari 2011
tetap dapat berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.
2. Pengadaan Barang dan Jasa yang sedang dilaksanakan berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, dilanjutkan dengan tetap berpedoman
pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terak
-hir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007.
3. Perjanjian/Kontrak yang telah ditandatangani berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 95 Tahun 2007, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perjanjian/
Kontrak.
4. Penayangan pengumuman Pengadaan Barang/Jasa di surat kabar nasional dan/atau
provinsi, tetap dilakukan oleh ULP/Pejabat Pengadaan di surat kabar nasional
dan/atau provinsi yang telah ditetapkan, sampai dengan berakhirnya
Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Dokumen Pengadaan (Standard
Bidding Document) diatur dengan Peraturan Kepala LKPP paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan. Sedangkan mengenai teknis
operasional tentang Daftar Hitam, pengadaan secara elektronik, dan sertifikasi
keahlian Pengadaan Barang/Jasa, diatur oleh Kepala LKPP paling lambat 3 (tiga)
bul-an sejak Peraturbul-an Presiden ini ditetapkbul-an.
Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 ini Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 95 Tahun 2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1
Januari 2011.
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana
kebenarannya perlu untuk diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan,
belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data. Dengan kata lain, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis
terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris (Sugiyono,
2005:70).
1) Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis
barang dan jasa di lingkungan pemerintah kabupaten dairi.Hipotesis Kerja (Ha)
diterima jika :
p ≠ 0, “tidak sama dengan nol” berarti lebih besar dari nol atau (-) dari
nol
2) Hipotesis Nol (Ho) diterima jika :
p = 0, “berarti ini tidak ada pengaruhnya dan hipotesa ini ditolak.
1.7 Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi
pusat perhatian ilmu sosial (singarimbun,1997:33).Tujuannya adalah untuk
memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya intrepretasi ganda dari variabel
yang diteliti. Oleh karna itu untuk mendapatkan batasan yang jelas dari
masing-masing konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep dari
penelitian ini yaitu:Implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa merupakan
pengejawatan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar tentang penanganan
barang dan jasa dan mengurangi masalah-masalah.Model implementasi kebijakan
yang digunakan dalam melihat pelaksanaan barang dan jasa di Dinas Cipta Karya dan
Tata ruang adalah Model Van meter dan van Horn yang dipengaruhi oleh enam
variabel, yaitu sebagai berikut:
1. Ukuran dan tujuan kebijakan
2. Sumber daya
4. Karakteristik badan-badan pelaksana
5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi
6. Disposisi Implementor
1.8 Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam
bentuk indikator agar lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian.
Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana
cara menyusun suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui
indikator-indikator pendukung apa saja yang dianalisis dari variabel tersebut. Dalam
penelitian ini, implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa dapat diukur
dengan indikator sebagai berikut;
1.Komunikasi, mencakup
a. Adanya komunikasi vertical dan horizontal di instansi terkait yang
menangani penyelenggaraan program kepada personalia yang tepat.
b. Kejelasan perintah tentang peyelenggaraan program.
c. Konsistensi perintah yang diberikan tentang penyelenggaraan program
yang dilakukan.
2. Sumber daya, mencakup
a. Sumberdaya manusia, yaitu jumlah pegawai yang terdapat dalam instansi
yang berkaitan.
b. Sumberdaya financial yaitu anggaran serta fasilitas yang dibutuhkan dalam
3. Disposisi, mencakup
a.Tanggung jawab pegawai di instansi terkait dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya dalam penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa.
b. Pemahaman pegawai di instansi terkaid penyelenggaraan pengadaan barang
dan jasa terhadap kebijakan yang ada.
c. Respon implementor terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
4.Struktur Birokrasi, mencakup
a.Koordinasi antara atasan dan bawahan dan antar pegawai.
b. Standar prosedur operasi yang digunakan.
1.9 Sistematika Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka berpikir, hipotesis, defenisi
konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.
BAB 2 METODE PENELITIAN
Bab ini secara umum berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi
dan sampel, tekhnik pengumpulan data, skala pengukuran dan isntrumen penelitian,
serta analisa data, dan pengujian hipotesis.
BAB 3 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian.
BAB 4 PENYAJIAN DATA
BAB 5 ANALISA DATA
Bab ini merupakan pembahasan terhadap data yang diperoleh terhadap
interprestasi data.
BAB 6 PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis mengenai hasil penelitian yang telah
BAB 2
METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk penelitian
Adapun penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan bentuk kualitatif deskriptif. Menurut Hamidi (2005:14), Penelitian
kualitatif lebih menggunakan perfekttif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan
data berupa cerita rinci dari pada responden dan diungkapkan apa adanya sesuai
dengan bahasa , pandangan para responden.
Ciri pokok dari penelitian deskriptif adalah memusatkan perjatian pada
masalah yang ada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau
masalah-maslah yang bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah-maslah yang
diselediki dan sebagai mana adanya dan diiringi dengan interpretasi rasional. Dengan
demikian, metode ini diharapkan dapat menggambarkan fakta-fakta dan memberikan
penjelasan mengenai implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa.
2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Dairi Jalan
Merdeka No. 4 A Kota Sidikalang. No telpon ( 0627 ) 424062. 2.3 Informan Penelitian
Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari
penelitiannya. Oleh karena itu pada penelitian kualitatif ini tidak dikenal adanya
populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian
berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini
meeliputi: ( 1 ) informan kunci ( key informan ), yaitu mereka yang mengetahui dan
memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, ( 2 ) informan
utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi social yang diteliti, ( 3 )
informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak
langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.
Maka, penelitian dalam hal ini menggunakan informan peneliti yang terdiri dari
1. Informan kunci yaitu kepala pelaksana PemerintahKabupaten Dairi.
2. Informan utama yaitu :
- Ketua panitia pengadaan barang dan jasa Dinas cipta karya dan tata ruang
- Sekertaris panitia pengadaan barang dan jasa Dinas cipta karya dan tata ruang
- Anggota panitia pengadaan barang dan jasa
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi.
Untuk itu penelitian menggunakan reknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi
penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan
instrument wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada
dibutuhkan. Metode wawancara ini dittujukan untuk informa penelitian
yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si peneliti.
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengumpulan bahan kepustakaan yang mendukung data primer. Teknik
pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan
instrument sebagai berikut :
1. Stusi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan
menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada dilokasi
penelitian serta sumber –sumber lain yang relevan dengan objek
penelitian.
2. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari
buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta
memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti.
2.5 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif, yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh di
lapangan dari para informan. Penganalisaan ini didasarkan pada kemampuan nalar
dalam menghubungkan fakta, data, informasi kemudian data yang diperoleh akan di
permasalahan penelitian. Jadi teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menyajikan
BAB 3
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Singkat Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang
Dengan berlakunya peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah Provinsi
dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007
tentang organisasi perangkat daerah dan peraturan daerah kabupaten Dairi nomor 05
tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Dinas-dinas daerahkabupaten Dairi serta
peraturan Bupati Dairi nomor 15 tahun 2008 tentang tugas pokok dan uraian tugas
tiap-tiap Jabatan pada Dinas-dinas daerah kabupaten Dairi maka terbentuk Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi, dimanatugas Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang Kabupaten Dairi adalah membantu Bupati dalam melaksanakan Urusan
pemerintahan daerah dalam bidang bangunan gedung, pengelolaan lingkungan
permukiman, kebersihan dan perumahan, penataan ruang dan perkotaan. SKPD ini
merupakan gabungan sebagian dari Dinas pasar dan kebersihan serta sebagian dari
Dinas pekerjaan umum kabupaten Dairi sebelumnya. Dengan demikian Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi berada pada masa pembenahan, baik dari segi
struktur organisasi maupun dari segi tugas pokok dan fungsi.
Sesuai dengan tugas dan fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten
Dairi, ada beberapa peraturan daerah kabupaten Dairi yang harus dilaksanakan yaitu :
2. Perda Kabupaten Dairi nomor 11 tahun 2002 tentang retribusi hasil bumi;
3. Perda Kabupaten Dairi nomor 12 tahun 2002 tentang retribusi pasar;
4. Perda Kabupaten Dairi nomor 13 tahun 2002 tentang retribusi persampahan dan
kebersihan.
Dinas cipta karya dan tata ruang ini pertama kalinya di pimpin oleh bapak
AMISTER LUMBAN GAOL, BE.
3.2 Logo Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi
Keterangan warna
1. Warna Kuning, mencerminkan kesabaran, kesejahteraan dan keluhuran.
2. Warna Putih, mencerminkan kesucian dan keiklasan jiwa rakyat Dairi.
4. Warna Biru, mencerminkan keindahan dan kesetiaan kepada Negara.
5. Warna Merah, mencerminkan keberanian/semangat yang menyala-nyala.
6. Warna Hitam, mencerminkan kesaksian yang teguh, kuat dan ulet yang
dimiliki oleh rakyat Dairi dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan
dan kedaulatan Republik Indonesia
7. Warna Coklat, mencerminkan ketabahan serta semangat dan cita-cita untuk
terus maju bergiat membangun.
Arti Lambang
1. Lingkaran kiri luar terdiri dari 17 ( tujuh belas ) kuntum bunga kapas dibagian
bawah terdapat 8 ( delapan ) batang rotan serta lingkaran kanan luar terdiri
dari 45 ( empat puluh lima ) butir padi, semuanya menggambarkan hari
sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945,
Kesatuan Lingkaran tersebut juga mencerminkan kebulatan tekad Rakyat
Dairi melawan, membumihanguskan dan menyinhkirkan Imperialisme,
Kolonialisme serta paham-paham sejenisnya yang tidak sesuai dengan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
2. Bintang segi lima dibagian tengah atas menggambarkan kerukunan,
keharmonisan, toleransi dan kebebasan kehidupan beragama Masyarakat Dairi
yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
3. Gunung dibagian tengah ( dibawah bintang ) mencerminkan kehidupan
Rakyat Dairi yang tenang, tentram dan aman serta mempunyai ciri-ciri yang
Undang-undang Dasar 1945 mewujudkan Masyarakat adil dan makmur.
Gunung juga mencerminkan Daerah yang indah permai dengan berbagai
panorama yang indah dimana seluruh rakyatnya merasa bertanggungjawab
penuh akan kelestarian lingkungan.
4. Rantai yang menghubungkan gunung dengan perisai melambangkan tatanan
kehidupan masyarakat yang berkepribadian luhur, memiliki semangat
gotong-royong yang dinamis sebagai cerminan dari manusia pembangunan yang
tangguh, berpendidikan, taqwa dan beriman.
5. Bambu runcing melambangkan jiwa dan semangat juang patriotis Rakyat
Dairi melawan dan mengusir Imperialis, Kolonialisme, Feodalisme,
Komunisme serta faham-faham sejenis yang bertentangan dengan pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945.
6. Perisai dibagian dalam dibagi dalam empat ruang dimana terdapat empat jenis
tanaman yakni kemenyaan ( merupakann tanaman khas di Indonesia ), Kopi,
Tembakau dan Nilam serta ditopang oleh batang rotan menggambarkan
bahwa komoditi tersebut merupakan komoditi utama Kabupaten Dairi.
7. Rumah Pakpak Dairi sebagai Asset budaya melambangkan rumah tempat
berlindung yang mencerminkan bahwa Rakyat Dairi akan melindungi dan
menjaga kemerdekaan dan kedaulatan, bangsa ini dari segala rintangan,
ancaman, gangguan dan hambatan dan tantangan pembangunan.
8. Selembar ulos Batak juga sebagai asset biudaya yang merupakan alat
terdiri dalam empat puak Batak ) menggambarkan bahwa untuk mencapai
cita-cita pembangunan masyarakat yang adil dan harus bersatu dengan motto
"Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".
3.3 Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya
Beberapa fungsi dari Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kabupaten Dairi
yaitu:
a. Perumusan kebijakan teknis dalam bidang keciptakaryaan dan tata ruang;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dalam bidang
keciptakaryaan dan tata ruang;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas teknis dalam bidang keciptakaryaan dan tata
ruang;
d. Pembinaan UPT Dinas;
e. Pengelolaan urusan ketatausahaan dinas;
f. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati, sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
3.3.1 Fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Dairi Dalam Pelayanan Umum Bidang Kecipta Karyaan
Berdasarkan Standar-Standar Rencana Perkampungan (Pedoman tentang
Perencanaan Lingkungan Perumahan) yang diterbitkan oleh Yayasan Badan Penerbit
Bertingkat yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Cipta Karya bahwa Fasilitas Perkotaan dan Perkampungan mencakup :
a. Fasilitas Pendidikan, meliputi :
- Taman Kanak-Kanak,
- Sekolah Dasar,
- Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan
- Sekolah Menengah Tingkat Atas.
b. Fasilitas Untuk Berbelanja, meliputi :
- Warung,
- Pertokoan,
- Pusat Perbelanjaan Lingkungan dan
- Pusat Perbelanjaan dan Niaga Kecamatan.
c. Balai Pertemuan, meliputi :
- Tempat Hiburan,
- Tempat Pertemuan,
- Keperluan Sosial dan
- Keperluan Pendidikan.
d. Fasilitas Kesehatan, meliputi :
- Pos Kesehatan Desa,
- Puskesmas Pembantu,
- Tempat Praktek Dokter,
- Rumah Bersalin,
- Apotik,
- Rumah Sakit.
e. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum, meliputi :
- Kantor Pemerintahan,
- Perpustakaan Umum,
- Pos Pemadam Kebakaran,
- Parkir Umum dan Kakus Umum,
- Tempat Pemakaman Umum
- Balai Pertemuan,
- Gardu Listrik.
f. Fasilitas Peribadatan, meliputi :
- Langgar,
- Mesjid,
- Gereja,
- Tempat Ibadah lainnya.
g. Fasilitas Rekreasi Dan Kebudayaan, meliputi :
- Gedung Serba Guna,
- Gelanggang Remaja,