• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaction between Root-gall Nematode Colonizing Fungi and Meloidogyne incognita of Soybean

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Interaction between Root-gall Nematode Colonizing Fungi and Meloidogyne incognita of Soybean"

Copied!
294
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kedelai (Glycine

max

(L.) Merr.) merupakan satu di antara komoditas pertani- an penting di Indonesia. Rataan kebutuhan kedelai tiap tahun dalam periode 1984-

1988 sekitar 1.87 juta ton peptan, 1992) dan dalam periode 1989- 1992 sekitar 2.06 juta ton (CBS, 1990, 1991, 1992, 1993) sedang produksi total tiap tahun dalam periode 1984-1988 sekitar 1.17 juta ton (Deptan, 1992) dan dalam periode 1989- 1993 sekitar 1.49 juta ton (CBS, 1990, 1991, 1992, 1993). Dari data tersebut di- ketahui bahwa di dalam negeri produksi kedelai belum mencukupi kebutuhan. Untuk memenuhi kekurangan tersebut diperlukan impor yang volumenya cukup tinggi yaitu rata-rata 362.600 ton tiap tahun dalam periode 1984- 1988 (CBS, 1985, 1986, 1987, 1988, 1989) dan 604.400 ton tiap tahun dalam periode 1989-1992 (CBS, 1990, 1991, 1992, 1993).

Produksi kedelai per satuan luas di Indonesia masih jauh di bawah produksi tertinggi tiap varietas yang ditanam. Dari tiap varietas unggul kedelai yang telah dilepas sejak Pelita I-IV terlihat bahwa rataan hasil tiap hektar masih jauh lebih rendah dibanding rataan hasil tertinggi (Tabel 1). Rataan hasil berkisar antara 0.89- 1.16 ton dalam periode 1984-1992 (CBS, 1985, 1986, 1987, 1988, 1989, 1990, 1991, 1992, 1993).

(154)

yaitu Meloidogyne incognita, dan M. javanica, M. arenaria, yang m e ~ p d c a n faktor pembatas penting dalam produksi kedelai (Sikora & Greco, 1990). Di antara ketiga

Tabel 1. Produktivitas Varietas Kedelai yang Dilepas dalam Pelita I

-

Pelita IV

Var ietas Hasil (tonha) Varietas Hasil (tonha)

rataan tertinggi rataan tertinggi

Orba 1.5 2.7

Galunggung 1.5 2.4

Lokon 1.5 2.0

Guntur 1.5 2.0

Wilis 1.6 2.7

Dempo 1 .G 2.7

Kerinci 1.6 2.9

Merbabu

Raung 1.6 2.1

Tidar 1.6 2.4

Rinjani 1.4 2.8

Lompobatang 1.7 2.5

Tambora 1.7 2.5

1.5 2.4

Rataan semua varietas

Sumber: Manwan et al. 1990

(155)

3 Kehilangan hasil kedelai akibat nematoda puru akar sangat beragam tergantung pada kerapatan populasi awal nematoda, varietas kedelai yang ditanam, faktor-faktor lingkungan terutama kelembaban dan suhu, dan cara pengelolaan. Di Florida ke- hilangan hasil akibat serangan M. incognita telah dilaporkan mencapai 90% (Kin- loch, 1974), sedang di North Carolina kerugian lebih rendah daripada di Florida karena perbedaan suhu (Schmit & Noel, 1984 diacu oleh Sikora & Greco, 1990). Di Indonesia pendataan kehilangan hasil kedelai oleh nematoda puru akar belum dilakukan. Hasil pengamatan nematoda parasit tumbuhan pada tanaman palawija di

lahan kering di Jawa Timur, Madura dan Lombok yang dilakukan oleh Maas (1990) menunjukkan bahwa pada beberapa contoh perakaran kedelai di Madura ditemukan NPA dalam jumlah yang cukup besar yaitu berkisar antara 4 500

-

9 000 individu dalam tiap 10 gram akar. Hasil survei di beberapa sentra produksi kedelai di luar Jawa menunjukkan bahwa luas serangan NPA berkisar antara 4-326 hektar dengan intensitas serangan antara 1-5074

(BPS,

1994).
(156)

4

agens peluka, (3) pemodifikasi inang, (4) pemodifikasi rizosfer, dan (5) pematah ketahanan inang.

Bentuk interaksi lain antara nematoda parasit tumbuhan

dan

mikroba penghuni

tanah

adalah fenomena antagonistik yang megganggu nematoda. Sangat banyak jenis

mikroba antagonis yang secara alamiah dapat mengendalikan populasi nematoda. Antagonisme ini dalam beberapa dasawarsa terakhir banyak dimanfaatkan untuk pengendalian nematoda. Berbagai jenis organisme dapat berperan sebagai agens antagonis nematoda parasit tumbuhan (Kerry, 1987). Di antara antagonis tersebut yang paling banyak diteliti adalah golongan cendawan nematofag. Menurut Dud- dington (1975) terdapat sekitar 50 spesies cendawan yang mampu menangkap dan membunuh nematoda di dalam tanah, pada bahan organik, dan di tempat-tempat lain. Semuanya mempunyai potensi sebagai agens pengendali nematoda. Selain 50 spesies cendawan tersebut masih banyak spesies cendawan antagonis lainnya yang

secara

alamiah dapat menekan populasi nematoda (Kerry

,

1987).

Untuk mendapat* kualitas dan kuantitas hasil kedelai yang optimum, maka pengetahuan mengenai karakteristik hayati organisme yang terlibat di dalam ling- kungan tumbuh tanaman tersebut perlu dikaji. Dalam penelitian ini

akan

dikaji fenomena interaksi antara cendawan pengkoloni NPA dan M.

incognita

pada kedelai.

Cendawan yang dikaji meliputi

beberapa

isolat yang mem ben tuk koloni

secara

(157)

5

mungkin juga merupakan patogen pada kedelai sehingga perannya dalam produksi kedelai perlu diperhitungkan.

Informasi yang diperoleh dari kajian tersebut diharapkan dapat dimanfaatkm dalam pengembangan

cara

pengendalian

M.

incognita

sebagai salah satu faktor pembatas produksi kedelai.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan memperoleh pengetahuan tentang interaksi antara spesies-spesies cendawan koloni NPA (stadium telur dan dewasa betina) dan M.

incognita

pada kedelai. Tujuan selanjutnya memperoleh isolat-isolat cendawan yang

efektif sebagai agens pengendali M.

incognita

yang biasa menyerang kedelai.

Hipotesis

1. Beberapa spesies cendawan koloni NPA betina dewasa adalah nematofag yang dapat menekan populasi nematoda tersebut.

(158)

TLNJAUAN PUSTAKA

Nematoda Puru Akar

Nematoda puru akar (NPA) (Meloidogyne spp. Goeldi) telah dilaporkan sejak 1885 sebagai penyebab kerusakan pada berbagai spesies tanaman, terutama di ka- wasan tropik dan subtropik (Franklin, 1982). Pada mulanya NPA dianggap spesies

tunggal, kemudian Chitwood (1949a diacu oleh Thorne 1961) memastikan adanya empat spesies dan satu varietas berdasarkan morfologi sidik perineum (perineal pattern) nematoda betina dewasa dan ciri morfologi lainnya. Keempat spesies terse- but adalah Meloidogyne javanica, M. arenaria, M. incognita, M. hapla, dan M. incognita var. acrita. Setelah identifikasi cara Chitwood tersebut, banyak dilapor-

kan

spesies NPA yang lain dari berbagai tempat. Sampai dengan akhir 1988 tercatat 6 1 spesies Meloidogyne (Eisenback & Triantaphyllou, 199 1).

Klasifikasi

NPA termasuk ordo Tylenchida, subordo Tylenchina, famili Heteroderidae,

subfarnili Meloidog ynae; genus Meloidogyne (Franklin, 1982).

Morfologi

Meloidogyne spp., seperti halnya nematoda parasit tumbuhan lainnya, tidak

(159)

7 1. Larva

Larva instar pertama (L-1) berekor tumpul dan mengalami ganti kulit di dalam telur, sedang larva instar kedua (L-2) menetas dan kemudian hidup bebas di dalam tanah. Panjang L-2 menurut Walker (1975) berkisar antara 375 dan 500p, sedang menurut Franklin (1982) antara 330 dan 3 4 0 ~ dengan diameter menurut Walker (1975) antara 12 dan 1 5 ~ . Panjang dan bentuk ekor L-2 bervariasi (Gambar 1). Nisbah panjang badanlekor berkisar antara 10: 1 (untuk

M.

hapla) sampai dengan

15: 1 (untuk M. africana) (Franklin, 1982).

M. artiello 22p M. hapla 43p M. incognita 46p

M. jawnico 49p M. arenaria 5 1p I M. nassi 70 p

(160)

8 Larva instar tiga (L-3) dan empat (L-4) NPA berkembang di dalarn jaringan tanaman inang. Perkembangan bentuk M. incogniru disajikan dalam Gambar 2.

(161)

9 2. Jantan dewasa

Meloidogyne jantan dewasa berbentuk silinder memanjang dengan panjang 1.2- 1.5 mm (Agrios, 1988) atau lebih dari 2 mm (Franklin, 1982), berekor pendek dan tumpul dengan nisbah panjang tubuh terhadap ekor antara 90-150 (Gambar 3).

(162)

10

3. Betina dewasa

Nama genus Meloidogyne (berasal dari bahasa Yunani yang berarti "apel" dan "betina" dalam mengacu pada bentuk nematoda betina) pertama kali diberikan oleh Goeldi pada 1887 (Franklin, 1982). Meloidogyne betina dewasa berbentuk buah apel (Gambar 4), dengan ukuran panjang 0.40-1.30 mm, diameter 0.27-0.75 m m (Walker, 1975; Agrios, 1988), iebar leher 0.15-0.24 m m dan panjang stilet 10- 12p (Walker, 1975).

(163)

Biologi

Semua NPA umumnya penyerang akar dan merupakan parasit obligat sedenter pada tumbuhan tingkat tinggi. Adakalanya nematoda ini pada tumbuhan tertentu juga dapat menyerang selain akar, misalnya daun serta batang semanggi dan balsam (Franklin, 1982) dan daun serta bunnga Palisora barteri (Lehman & McGowan, 1986).

1. Fase telur

Telur NPA diletakkan dalam suatu paket substansi gelatin yang berfungsi se- bagai lapisan pelindung. Menurut Franklin (1982) pelindung telur tersebut adalah glikoprotein yang merupakan gelatin yang bentuknya tidak beraturan dan dihasilkan oleh kelenjar rektal nematoda betina. Satu paket telur biasanya berisi beberapa ratus sampai 1000 butir telur atau lebih. Jumlah telur terbanyak yang dihasilkan oleh satu individu dilaporkan dapat mencapai 2882 butir, tetapi biasanya sekitar 500 butir (Tyler, 1933 diacu oleh Christie, 1959).

Penetasan telur tidak memerlukan rangsangan eksudat akar (Christie, 1959), meskipun eksudat akar dapat menambah jumlah telur yang menetas (Franklin,

1982). Untuk penetasan telur diperlukan suhu, kelembaban dan oksigen yang cukup sebagai perangsang (Christie, 1959).

2. Fase hidup bebas

(164)

12 berganti kulit menjadi L-2 di dalam telur yang kemudian keluar dan merupakan fase liidup bebas yang aktif mencari makan.

Terdapat beberapa fakta bahwa L-2 tertarik pada akar. M. hapla terakumulasi di daerah perakaran tomat, Avena sativa dan Secale cereale walaupun tidak me- nyerang kedua tanaman yang disebutkan terakhir (Lownsbery & Viglierchio, 1961). M. incognita bergerak sampai 120 cm di dalam tanah mengikuti perakaran tomat dan mentimun (Bird, 1969).

Daerah ujung akar merupakan bagian yang mempunyai aktivitas metabolik tinggi dan tempat berdifusinya berbagai senyawa, yang dapat menjadi senyawa atraktan. Wieser (1955 diacu oleh Norton, 1978) mendapatkan bahwa bagi M. hapla daerah 2 mm paling ujung akar tomat merupakan daerah repelen, sedang 6 mm berikutnya (zona pemanjangan) merupakan daerah atraktan.

3. Fase parasitik

L-2 NPA masuk ke dalam jaringan akar tanaman dengan menusuk-nusukkan s tiletn ya di daerah-daerah pemanjangan

,

ramb u t akar atau pada akar-akar lateral. Bird (1967) mengemukakan bahwa tampaknya penetrasi dibantu oleh sekresi dari kelenjar esofagus sub-ventral.
(165)

13 parasit sedenter selama masa hidupnya. NPA jantan mengalami metamorfosis pada pergantian kulit terakhir, kemudian keluar dari jaringan

akar

dan hidup bebas di dalam tanah. Christie (1959) mengemukakan bahwa NPA jantan sering ditemukan di sekitar kelompok telur di daerah posterior NPA betina dan diduga untuk melaku-

kan

kopulasi.

Walaupun pada hampir semua spesies Meloidogyne terdapat nematoda jantan, reproduksi nematoda ini hampir selalu secara partenogenesis. NPA jantan spesies- spesies yang amfimiktik yaitu M. carolinensis, M. microtyla dan

M.

megatyla akan mengawini betinanya (Triantaphyllou, 1982 diacu oleh Hadisuganda, 1989).

Perkembangan populasi NPA tergantung pada kesehatan dan kesesuaian tum- buhan sebagai inangnya, suhu, kepadatan larva di dalam akar dan kesesuaian kondisi selama fase hidup bebas. Dalam kondisi suhu tinggi seperti di daerah tropik dan

subtropik satu generasi memerlukan waktu minimum 4-6 minggu sehingga dalam satu tahun, bila tumbuhan inang terus tersedia, dapat mencapai beberapa generasi, sedang di daerah beriklim dingin biasanya hanya satu generasi (Franklin, 1982).

(166)

Reaksi Inang

1. Pembentukan puru

Menurut Christie (1959) larva yang masuk ke dalam akar atau struktur lainnya yang ada di dalam tanah, menyebabkan kerusakan mekanik yang ringan kecuali bila terjadi serangan masal. Dikemukakannya bahwa pengaruh serangan tersebut pada jaringan tumbuhan paling banyak disebabkan oleh senyawa yang disekresikan mela- lui stilet ketika larva makan. Adakalanya ujung-ujung akar mengalami devitalisasi dan pertumbuhannya terhenti.

Salah satu gejala serangan NPA adalah terbentuknya puru (Gambar 5). Ter- bentuknya puru pada akar terinfeksi sebagian karena terjadinya hiperplasis dan hipertrofi sel-sel korteks dan sebagian karena perkembangan sel-sel raksasa di tempat nematoda makan. Akar yang terinfeksi NPA tidak selalu mengalami pem- besaran, tetapi sel-sel raksasa selalu terbentuk (Franklin, 1982). Sel-sel raksasa tumbuh dari sel-sel (biasanya sel-sel perisikel) yang tidak mengalami diferensiasi mungkin sebagai respons terhadap zat pengatur tumbuh yang diproduksi oleh kelen- jar esofagus sub-ventral larva yang menyerang (Dropkin, 1972). Sel-sel raksasa merupakan sinsitia yaitu sel-sel multi-nukleat dengan ketebalan dinding yang tidak beraturan dan dianggap sebagai sel-sel pentransfer makanan bagi NPA (Jones & Northcote, 1972 diacu oleh Franklin, 1982).

(167)
(168)

16 Ketahanan tumbuhan terhadap NPA dapat terjadi sebelum atau sesudah L-2 masuk ke dalam jaringan. Ketahanan sebelum masuknya L-2 ke dalam jaringan disebut ketahanan prainfeksi, sedang ketahanan sesudah L-2 masuk jaringan disebut

ketahanan pascainfeksi (Wallace, 1963).

Ketahanan prainfeksi berkaitan dengan sifat-sifat fisik, kimia atau fisiologi tumbuhan. Nematoda-nematoda endoparasit seperti NPA dalarn melakukan infeksi hams dapat menembus jaringan terluar tumbuhan inangnya, dan jaringan yang tebal dapat menjadi penghalang nematoda dalam melakukan penetrasi. Ketahanan seperti

ini merupakan ketahanan fisik. Beberapa jenis tumbuhan menghasilkan suatu senya- wa yang toksik terhadap nematoda. Misalnya varietas semangka yang membawa gen dominan tunggal (Bi) mengeluarkan eksudat akar yang mampu menolak NPA (Haynes & Jones, 1976). Contoh lain adalah Asparagus oflcinalis L. yang batang, daun, dan akarnya mengandung glikosida yang toksik terhadap Tn'chodonrs christiei Allen (Rohde & Jenkins, 1958 diacu oleh Cook & Evans, 1987).

(169)

17 (1) Terbentuk sinsitia besar berdinding tebal rangkap dua dan berinti ban yak dengan sitoplasma yang bertekstur granular. Sinsitia semacam ini sangat

sesuai untuk reproduksi NPA. Reaksi ini te rjadi pada kultivar yang rentan terhadap NPA, misalnya kultivar Pine Dell.

(2) Terbentuk sinsitia, tetapi ukurannya lebih kecil, dinding selnya lebih tipis dan sitoplasmanya lebih encer dibanding dengan yang tersebut dalam butir (1). Reaksi ini te rjadi pada kultivar yang agak tahan terhadap NPA, misalnya kulti- var Var York.

(3) Terbentuk sinsitia tetapi ukurannya kecil, sitoplasmanya mengandung banyak partikel yang berbentuk spiral, benang atau bola. Sinsitia semacam ini ter- dapat pada kultivar yang tahan terhadap NPA, misalnya kultivar Bragg.

(4) Tidak membentuk sinsitia, sel sedikit membengkak. Sel-sel di sekitar kepala nematoda mengalami nekrosis. Larva mati tanpa mengalami perkembangan. Reaksi ini menunjukkan kekebalan terhadap nematoda, misalnya kultivar McNair 600.

Tumbuhan tahan sexing mempunyai suatu respon hipersentitif (Cook & Evans, 1987). Beberapa tanaman juga menghasilkan fitoaleksin yang menghambat aktivitas

nematoda. Kaplan et al. (1979) mengaitkan produksi gliseolin pada akar suatu varietas kedelai dengan ketahanannya terhadap M. incognita. Selanjutnya Kaplan et

(170)

18 pengisapan 0, oleh larva NPA, dan hanya terbentuk oleh tanaman yang terinfeksi oleh M. incognita, serta tidak oleh spesies nematoda lainnya.

Identifikasi

Identifikasi NPA sampai pada tingkat spesies dan ras inang merupakan prasya- rat dasar yang penting baik untuk keperluan pengendalian maupun untuk keperluan penelitian. Beberapa cara yang umum digunakan dalam identifikasi NPA adalah pola sidik perineum nematoda betina dewasa (Chitwood, 1949 diacu oleh Thorne, 1961), uji inang diferensial North Carolina (Taylor & Sasser, 1978) dan berdasarkan morfologi kepala NPA jantan dewasa (Eisenback & Hirschmann, 1981).

Karena adanya sejumlah keragaman dalam suatu populasi atau spesies maka banyak hasil identifikasi berdasarkan morfologi sidik perineum ini tidak meyakinkan (Eisenback, 1985). Oleh karena itu identifikasi berdasarkan ciri-ciri yang lain diper- lukan sebagai pelengkap. Diagram pola perineal empat spesies utama NPA disajikan dalam Gambar 6.

(171)

Gambar

6.

Diagram Pola Perineal

Empat Spesies Utama

NPA. A).

M.

incognita.

B).

M.

jawmica, C).

M.

arenaria,

D).

M.

hapla

(Eisenback

et

al.,

1980 diacu oleh Eisenback

&

Triantaphyllou,

1991)

v .- 6 ?q-,

.&

-

*

Tabel

2.

Uji

Reaksi Inang Diferensial North Carolina

Spes*s

&

Ras

I<rpL

T m b W

Cab&

Semangka

Kacang Tomat

Mdokbgyne

tanah

J :

-M.

incognita

Rasl

-

-

+

+

-

+

-

-T.

8 . 7

Ras2

-

+

+

+

-

+

-.

..? .

Ras3

+

-

+

+

-

.

'*

+

Ras4

+

+

+

+

-

+

M.

jawulica

-

+

-

+

-

+

M.

arenaia

Rasl

+

+

+

+

+

Ras2

-

+

+

+

-

+

M.

hapfa

-

+

-

-

+

+

(172)

Interaksi NPA-Cendawan Tanah dalarn Perkernbangan Penyakit

Fitonematoda penghuni tanah hidup di dalam lingkungan yang penuh dengan berbagai jenis mikroorganisme. Dengan demikian interaksi yang intensif antara fitonematoda dan berbagai mikroorganisme tersebut akan selalu terjadi. Dua tipe

interaksi antara fitonematoda dan mikroorganisme tanah dalam kaitannya dengan terjadinya penyakit adalah "interaksi sinergistikw dan "interaksi antagonistik".

Nematoda tertentu mempredisposisikan tanaman terhadap serangan patogen lainnya atau mengakibatkan tanaman lebih rentan terhadap mikroorganisme yang dalam kondisi normal bukan sebagai parasit pada tanaman tersebut. Bila pengaruh kombinasi dua patogen terhadap kerusakan pada tanaman inang lebih besar daripada jumlah pengaruh masing-masing patogen secara terpisah maka interaksi demikian disebut interaksi sinergistik (Powell, 1979; Wallace, 1983). Berdasarkan pengertian tersebut maka interaksi antagonistik mempun yai arti kebalikannya, yaitu bila penga- ruh kombinasi dua organisme pada suatu tanaman lebih kecil daripada jumlah penga- ruh masing-masing patogen secara terpisah. Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan tanaman, dalam interaksi sinergistik tanaman mengalami kerusakan lebih parah, sedang dalam interaksi antagonistik tanaman mengalami kerusakan lebih ringan.

(173)

2 1 fisiologi akar (Melendez & Powell, 1967; Johnson & Powell, 1969) dan bagian tanaman yang lain di atas permukaan tanah (Powell & Batten, 1969).

Apabila pengertian interaksi fitonematoda-cendawan dikaitkan dengan ganggu- an (kerusakan) yang ditimbulkannya pada tanaman, maka penelitian-penelitian ten-

tang pengendalian hayati fitonematoda dengan cendawan antagonisnya merupakan aspek interaksi antagonistik. Dalam sistem interaksi ini nematoda mengalami gang- gum sehingga kemampuannya dalam menimbulkan kerusakan pada tanaman menjadi berkurang

.

Interaksi Sinergistik

-

Adanya interaksi antara fitonematoda dengan mikroorganisme' lain penghuni tanah pertama kali dilaporkan oleh Atkinson (1892, diacu oleh Hussey & McGuire, 1987). Ketika itu Atkinson mengamati bahwa NPA dapat meningkatkan intensitas pen yakit layu fusarium pada kapas. Sejak itu, kajian-kajian semacam banyak dilaku- kan oleh para peneliti.

(174)

22 Pada mulanya para peneliti beranggapan bahwa interaksi sinergistik te jadi karena nematoda menyediakan jalan masuk ke jaringan akar bagi mikroba lainnya. Penemuan terakhir menunjukkan bahwa proses interaksi sinergistik fitonematoda- cendawan ternyata tidak sesederhana itu, tetapi melibatkan proses fisiologi tumbuh- an. Golden dan van Gundy (1975) menunjukkan bahwa eksudat akar yang terinfeksi

oleh nematoda berperan menentukan dalam interaksi antara M. incognita dengan R.

solani yang mengakibatkan te jadinya penyakit kompleks pada tomat dan okra. Akar berpuru pada okra dan tomat yang terserang oleh M. incognita di lapangan lebih rentan terhadap infeksi R. solani daripada akar yang tidak berpuru pada tanam-

an

yang sama. Sklerotium R. solani berkembang hanya pada permukaan puru, dan gejala pertama kerusakan

akar

te jadi 4 minggu setelah puru mulai terbentuk. Hasil pengamatan histologi menunjukkan bahwa cendawan melakukan penetrasi langsung pada puru akar atau melalui jaringan yang pecah karena membengkaknya nematoda betina. Cendawan mula-mula membentuk koloni pada sel-sel raksasa kemudian menyerang sel-sel yang lain di sekitar puru. Peranan eksudat puru semakin jelas ketika van Gundy et al. (1977) mengemukakan bahwa

akar

tomat yang diinokulasi dengan R. solani tidak menunjukkan gejala kerusakan, tetapi bila diberi eksudat yang dikumpulkan dari akar yang terinfeksi M. incognita, akar tomat tersebut mengalami nekrosis yang berat.

Interaksi sinergistik tidak hanya terjadi melalui proses eksudasi akar berpuru.

(175)

2 3 atau daun. Intensitas serangan Altenaria tenuis meningkat pada daun tembakau yang perakarannya terserang oleh M. incognita (Powell & Batten, 1969).

Perubahan-perubahan metabolisme tanaman yang diinduksi oleh NPA me- megang peranan utama dalam terjadinya interaksi sinergistik nematoda-cendawan

(Huang, 1985; Hussey, 1985). Infeksi nematoda dapat menimbulkan perubahan kuantitas serta kualitas eksudat akar, dan perubahan komposisi nutrisi dalam jaringan tanaman (Rovira, 1965). Akar tanarnan terinfeksi nematoda menghasilkan eksudat yang mengandung asam organik, gula, polisakarida, asam amino, nukleotida dan flavonon dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada dalam eksudat akar sehat (Dropkin, 1980). Hasil penelitian van Gundy et al. (1977) menunjukkan bahwa ek- sudat akar tomat meningkat antara 3 dan 14 hari setelah M. incognita menginfeksi, dan karbohidrat sebagai unsur utamanya. Setelah 28 hari, dalam eksudat tersebut terjadi peningkatan kandungan nitrogen. Terjadinya perubahan (nisbah C/N) ini yang mendorong cendawan (R. solani) berubah dari saprob menjadi parasit.

(176)

24 berkitin

ke

dalam

tanah

meningkatkan kembali populasi Actinomycetes

dan

menelcan

v g a n

F.

oxyspom

pada

tanaman.

Inf&i

nernatoda

pada

akar

tamman selain meningkatkan

aktivitas

&wan

di lusr

jaringan

dcar

juga menycdiakan jaringan yang sesuai untuk m&ndukmg

per-

kernbangan

nematoda.

Set-sel

raksasa

akibat infeksi NPA menonjukkm

9ktivim

&lik

yang tinggi terutama

dalam

sintesis protein

dan

asam-asam

amino

(Webs-

ter,

1975).

Kandungan

DNA, RNA

clan

fotosintat dalam sel-scl fattsrsa yang lebih tinggi

daripada

sel-sel

normal

menyebabkan sel-sel

raksasa

lebih

rentan

terh%dap infeksi cendawan (Bird, 1972).

Peranan lain fitonematoda

dalam

penyakit kompleks

adalah

p e n m a n

misten-

si

tanaman terhadap patogen sekunder. Varietas tomat

dan

tembakau yang M u r u t -

huvt tahan terhadap

F.

axysporwn f. sp.

lycopenici

clan

Phytophthra

parasitk~

wv. nicotianue menjadi

rentan

terhadap ccndawan tersebut

setelah

t e r i n f a oleh

M.

incognita

(Powell & Nusbaum, 1960; Sidhu & Webster, 1977). BerdrrsatSran hasil pedtiannya

pada

Fusarium,

Sidhu

clan

Webster (19'77) mengmukakan bahwa

intePlksi

NPA-inang maghasilkan m t u senyaw pcngbikmg

k e t h m m .

Senyawa

ini dapat ditransl*

dan

ckpat mengubah

jarinp

ymg

g ~ m u h

resisten tcr-

W p

amlawan menjadi

rcntan.

NPA

dalam inkmksinysr

dcngan tanman tidak selalu

m e n g a k i m penunm-

an

ketahanan, terutama pa& kultivar-kultivar

tanaman

yang mempunyai ketahanan

yang tinggi terhadap suatu cendawan (Abawi &

Barker,

1984; Caperton et

al.,

(177)

, ?

-kg"..

Telah dikemukakan bahwa interaksi antagonistik

antara

f i t m c m k d a d -

wan, pengertiannya dikaitkan dengan cendawan

sebagai

antagonis

.

-

i

f

D

h

pengercian

ini,

cendawan

m a u i berbagai mekanisme menekan

~~-

an

populasi dan menurunkan patogenisitas fitonematoda

terhadap tanaman.

Interaksi antagonistik antara nematoda

dan

~ d z i ~ a n

pada

tanah-tanah

per-

tanian

sudah

diitahui selama bertahun-tahun

(Mankau,

1980).

-wan

n m -

to@

umum terdapat

dalam

berbagai jenis

tanah, dalam

jumlah yang berlimpah,

dan

peranannya sangat penting

&lam mempertahankan

keseimbangan

hayati,

walaupun

kontribusinya

ti&

sepenuhnya diketahui (Saxena

&

Mukerji, 1988).

Tedpat

kin-

kira

50 spesies cendawan

yang

mampu menangkap

dan

membunuh

nemamh

@&-

dington, 1975). Selain itu masih banyak lagi

cendawan

endoparasit,

&wan y i q

mempduksi

senyawa nematotoksik,

dan

cendawan yang

menghasilkan

enzim pa-

degradasi

kulit telur

dan

kutikula neptoda (Rodriguez-Kabana

&

Morgan-Jones,

1986). Semuanya itu mempunyai

potensi

sebagai agcn

pengendali

nematoda.

Cedawan predator nmatoda

mempunyai

Jtrulaur

fdrusus untuk

mmangkap

~~

S t n i b r

€easebut

dqat

Qaloagkan

k

Brlrat

s&t&w

StdMf

dan

non-

adhesif.

Or-

adbif

tetdiri atas juiag,

hita

dan

ktQQ

qribe,

1980;

Saxena

&

Mukeji, 1988).

Srruktur

adhesif mimgkap

nematodp

d q a n suatu

daya adhesif

yang kuat yang biasanya

sebagai

respons

terhadap

sentuhan nematoda. Ralam

jangka

waktu

yang pendek

fungi

tumbuh

pada

nematoda

dm

metusaknya. Struktur

(178)

ncmtoda.

~ematoda

yang

mswk

kc

dalam

cincin tersebut akan

terjexat, hmudi.n

Msafr

dan

diisap oleh

oendawan.

Cincin kontraktif

akan

merrcengkeram

nematoda

4

yamg

masuk

kemudian mengisap nutrisi yang terkandung

drrlam

ttltwh

nanatda

tcnebut.

Beberapa contoh

fungi

predator

adalah

(1)

kelas

Hyphomptes:

A&

bmys

duetyloidcs,

A.

bmdwpczga,

A. conoidcs, A.

supcrh

(Slurecrr

&

Mwbji,

19%8), A.

rvbarta,

A. imgularis

(Kerry

,

1987),

Monacmpn'um d m p p n ,

M.

mcollis,

clan

M.

salinum

(Saxena &

Mukji, 1988); (2)

k c b

Zygomycetas y a k .

-_

Q

Stylopage

leiohypha

(Saxena

&

Mukcji, 1988)

dan

Cystoptage (Tribe,

1980).

=gh

,

Cendawan

endoparasit menyerang nematoda melalui

spora

adhesif

ymg

meidat

pada

htikula, melalui spora yang tertelan

dan tinggal

dalam

salutlt~

pen-

cuman,

atau dengan

cara

lain

(Tribe,

1980).

Beberajm

genus

cendawan

endopwmit

pada

nematoda adalah

Harposporiwn, Acrostalagmus

dan

Me&

(Hyphomycetes);

N~m~toctonus

(Basidiomycetes); Carenaria (Chitridiomycetes);

Mjaq$€ign

drrt

41."

rU

Haptoglosa (Oomycetes).

Cendawancendawan

tersebut merupakan

parasit

obligat

I

whkgga

sulit

dirnanfaatkan sebagai agen

pengendali

hayati (Duddington,

1957

WY

I

twl

Jatak,

1985).

sangat barryak andawan

yang blah

dihpchm

medxmtult

k d d path

bdur

~ s i s t e d a n ~ A , ~ h s n p ~ ~ p l n g s u d r h & ~ t i s o c a r s r r i n c i .

Di

anbata

ketiganya

hanya

P a c c i m

H k i m a

(Tom)

Samson yang

tdah

d h p l h -

sikan

di lapangan

clan

memberikan hasil yang memuaskan (Kerry, 1987).

Cendawan

ini

merupakan agen biokontrol yang

efektif untuk

mengmdaWan

M.

imognico

pada

(179)

terdapat di tanah-tanah di Filipina sama efektifnya dengan isolat asd Peru

dm

tidal b y a terhadap N P A , tetapi juga nematoda siste

dan

spies-spesies lainnya (Molina & Davide,

1986).

Terdapat

beberapa

spesies cen&wan

tanah

yang bultan parasit rtw predator tetapi

mampu

menelcan papulasi

fitonematoda

lcarena

menghpsillran senyawa bersifat

nematisida.

Sebagai contoh, filtrat

biakan

Aspergiflia niger beracun

terhadap

A p k

& n c h awme

(Mankau,

1969).

Hayasi et al. (1981, diacu oleh Molina &

Davide,

1986)

telah

mengisolasi tiga macarn senyawa bersifat nematisida

dari

cendawan

Irpex

k t u s yang efektif

terhadap

Aphelenchoides besseyi.

Molina dan Davide

(1986)

melakukan evahrasi

aktivitas

nematisida filtrat atau &&at b k h n

17

spesies

cen&wan

terhadap

M.

incognita

dan

Raabpholur simifis

bdasarltan uji mortalitas

drur

infektivitasnya

pada

tomat

dan

pisang. Ekstrak 4

@es

yaitu

Penicilliwn

,

P. anaoficum,

A.

niger

dan

Penicilliwn sp. menunjukkan aktivitas

nema

yang sangat tinggi. Tingkat aktivitas nernatisida

ke-4

berturut-turut

80.8, 58.0, 49.5, dan

43.3%.

Mekanisme lain antagonisme cendawan terhadap

fitonematoda

adalah mdgtui

7 .

llrbvitas kitinolitibya. W u i

can

ini amlawan dapat merPdegndasi tdur mmato-

da.

R ~ q u e z - K a k u

dan

~J~

(1986) ~benunjukkan

Wwa

penhrian

+$?? :

kitin

Iro

daEnm

tjrslh

drrpat

mamgmng h a i r u n , GliocMm$

-,

-

-..* :
(180)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu 4

Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Rumah Kaca Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan berlangsung dari awal Juni 1995 sampai dengan September 1996.

Bahan Penelitian

1. Penyediaan inokulum

M.

incognita

Nematoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah M. incognita yang diambil dari tanaman kedelai di lahan Kebun Percobaan IPB Leuwi Kopo Bogor. Satu paket telur didesinfestasi dengan 0.5 % NaOCl berdasarkan metode Jacob & Bezooijen (1971) kemudian diinfestasikan ke dalam tanah dalam pot plastik, yang

telah ditanami satu bibit tomat varietas Ratna berumur 3 minggu. Tanah medium tumbuh tomat tersebut merupakan campuran tanah latosol dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 (vlv) yang telah didesinfestasi dengan Vapam. Delapan minggu setelah infestasi, telur &a akar diekstraksi dengan metode Hussey dan Barker (1973) kemudian dibiakkan pada 20 pot tanaman tomat varietas Ratna sebagai biakan murni yang siap digunakan sebagai sumber inokulum dalam pengujian- pengujian selanj utnya.

2. Penyediaan inokulum CKM

(181)

29 dan Dramaga (Bogor). Tiap isolat CKM dibiakkan secara terpisah pada media agar kentang dektrose (AKD) dan dedak padi dicampur dengan serbuk gergaji

kayu (DK) dalam perbandingan 1: 1 (v/v) dalam 20 kantung plastik tahan

panas

berkapasitas isi satu liter menurut metode Meity S. Sinaga (komunikasi pribadi).

3.

Penyediaan medium tumbuh tanaman

Tanah yang digunakan sebagai medium tumbuh tanaman dalam penelitian ini adalah tanah andosol Segunung yang didesinfestasi dengan Vapam dalam dosis

0.5

ml per liter tanah. Desinfestasi dilakukan dalam kantung-kantung plastik masing-masing berisi 4 liter tanah. Setelah 20 hari, diperkirakan residu Vapam hilang, tanah ini siap digunakan sebagai medium tumbuh tanaman dalarn perco- baan-percobaan selanjutnya.

4.

Pengujian ketahanan beberapa varietas kedelai terhadap M.

incognita

Dalam rangka mendapatkan tiga varietas kedelai yang berbeda derajat ketahanannya terhadap M. incognita untuk digunakan dalam penelitian selanjut- nya, dilakukan pengujib terhadap 19 varietas kedelai yang tertera dalam Tabel 3.
(182)

ekstraksi dari akar tomat biakan yang telah disiapkan seperti yang tertera dalam butir 1.

4

Tabel 3. Varietas Kedelai yang Diuji Ketahanannya terhadap

M.

incognita

- - -

No. Nama varietas No. Narna varietas

Orba Petro

Lok Kalading Raung Merbabu Bala-Bala Kedung Kayu Wilis Sri Rama Ringgit Jaya Wijaya Kerinci Lok Jambi Tambora Tidar Muria Malabar Kedelai Hitam Lokon

Percobaan dilaku* dalam rancangan acak lengkap dalam 3 ulangan dan tiap ulangan terdiri atas 3 tanaman.

Peubah yang diamati adalah kepadatan populasi akhir

M.

incognita yang ditentukan berdasarkan jumlah puru, telur dan L-2

per

tanaman, serta

L-2 dalam tanah per pot. Selain itu, diamati juga intensitas serangan

M.

incognita berdasar-

kan jumlah puru per gram aka. Pengamatan dilakukan 8 minggu setelah tanam (MST).

(183)

3 1 dihitung dari 50 ml contoh tanah. Baik contoh akar maupun contoh tanah masing-masing diambil secara komposit dari 5 titik. Telur dan L-2 pada akar diekstraksi dengan metode Hussey dan Barker (1973), sedang L-2 ddam tanah diekstraksi dengan metode corong Baermann yang dimodifikasi.

Ketahanan varietas kedelai dipilahkan berdasarkan Indeks Reproduksi (IR) menurut Triantaphyllou (1975) dengan menggunakan rumus:

Pa pada tanaman uji

IR = x 100%

Pa pada tanaman indikator Pa adalah populasi akhir M. incognita

Tanaman indikator adalah tomat varietas Rutgers yang rentan terhadap M. incognita

Berdasarkan IR nematoda, kemudian ditentukan derajat ketahanan varietas tanaman menurut Taylor (1967) yang dimodifikasi sebagai berikut:

- - - pp -

-Derajat Ketahanan Sandi Indeks Reproduksi (IR)

*

Rentan Agak tahan Moderat tahan Tahan

Sangat tahan Kebal

Untuk menduga mekanisme ketahanan varietas kedelai yang diteliti dilaku-

(184)

32 Wilis (moderat tahan), Kedelai Hitam (agak tahan) dan Lokon (rentan). Selain itu dilakukan juga analisis kandungan unsur hara mineral dalam jaringan akar

I

varietas moderat tahan (Wilis) clan rentan (Lokon) dengan metode pengabuan. Percobaan dilakukan di rumah kaca dalam pot-pot (kantung plastik hitam) berisi tanah andosol Segunung yang telah disiapkan seperti tertera dalam butir 3. Prosedur percobaan sama dengan prosedur Pengujian Ketahanan Varietas Kcdelai terhadap M.

incognita.

Percobaan d i l h a k a n dalam rancangan acak lengkap dalam

3

ulangan dan

tiap ulangan terdiri atas 3 tanaman.

Peubah yang diamati adalah jumlah puru per tanaman dm persentase nematoda yang bertelur 6 MSI.

5. Pengujian patogenisitas M. incognita pada tiga varietas kedelai

Tujuan penelitian ini adaiah mengetahui hubungan antara tingkat kepadatan

populasi awal M.

incognita

clan

pertumbuhan tiga varietas kedelai yang berbeda derajat ketahanannya terhadap nematoda tersebut.

a. Pengujian pendahuluan di laboratorium

(185)
(186)

TPR tanaman ditentukan berdasarkan cara Elliot dan Bird (1985) sebagai berikut:

#

TPR =

(W,

-

W,)

(T,

-

TI)-'

glminggu

W, = bobot segar tajuk pada T, W, = bobot segar tajuk pada TI

TI

= waktu infestasi

L-2

T2 = 6

MSI

L-2

6. Inventarisasi cendawan koloni nematoda puru akar (CKM)

Untuk mengetahui jenis-jenis cendawan yang membentuk koloni

pada

NPA betina dewasa danlatau paket telurnya, dilakukan isolasi cendawan.

secara

lang- sung dari contoh NPA betina dewasa yang menginfeksi akar kedelai berasal dari beberapa tempat, yaitu Wanaraja (Garut), Cipanas (Cianjur)

,

Kebun Percobaan IPB Leuwi Kopo Darmaga

dan

Sindangbarang (Bogor).

Akar kedelai berpuru dicuci dengan air

sarnpai

bersih kemudian dikocok

dalam larutan

0.5%

NaOCI selama

30

detik dan segera dibilas dengan air steril. NPA betina dewasa dikeluarkan

dari

jaringan akar, kemudian dibilas dengan air steril clan

secara

aseptik diletakkan pada agar air di cawan Petri. Tiap cawan Petri diisi 5 nematoda dan diinkubasikan selama 2-3 hari atau sampai terlihat

adanya pertumbuhan cendawan

yang

jelas. Berbagai cendawan yang tumbuh diisolasi pada media AKD

dalam

cawan Petri dan untuk yang isolat murni dibuat persediaannya dalam tabung reaksi.
(187)

7. Pengujian patogenisitas isolat CKM pada kedelai

Untuk mendapatkan isolat-isolat CKM yang tidak patogenik terhadap

b

kedelai dilakukan uji patogenisitas tiap isolat

CKM

yang diperoleh terhadap kedelai.

Pengujian dilakukan di laboratorium dalam tiga percobaan, yaitu untuk mengetahui : (a) daya infeksi CKM pada benih, @) daya infeksi

CKM

pada kecambah, dan (c) daya infeksi CKM pada tanaman stadium muda.

a. Daya infeksi CKM pada benih. Cangkir-cangkir plastik dengan kapasitas 115 ml yang diisi 100 ml tanah yang telah diotoklaf, ditanami benih kedelai

varietas Lokon yang telah didesinfestasi dengan NaOCl clan kemudian diinokulasi dengan isolat

CKM.

Benih kedelai direndam dengan Iarutan 0.5% NaOCl selama 5 menit ke- mudian dibilas dengan air steril dan selanjutnya diinokulasi dengan isolat CKM. Inokulasi dilakukan dengan

cara

memasukkan sejumlah benih ke dalam biakan isolat CKM pada AKI) di dalam cawan Petri dan diaduk. Benih yang telah diinokulasi dengan isolat CKM kemudian ditanam dalarn tanah di cangkir plastik tersebut dan ditutup dengan kertas alumunium.

Dalam

tiap cangkir ditanarni 5 butir benih kedelai.
(188)

36

Peubah yang diamati adalah persentase benih yangterinfeksi CKM, setelah benih yang diinokulasi diinkubasikan pada suhu kamar selama 3 hari. Pengamat-

4

an

dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya terhadap benih yang telah di-

keluarkan dan dibersihkan dari tanah.

b. Daya infeksi pada kecambah kedelai. Percobaan ini dilakukan pada cangkir-cangkir plastik kapasitas 115 ml yang diisi dengan 100 ml tanah yang diotoklaf. Prosedur percobaannya sarna dengan uji daya infeksi pada benih, tetapi cangkir tidak ditutup dengan kertas alumunium dan inkubasi dilakukan selama 7 hari sampai kebanyakan kecambah telah membentuk kuncup daun pertama.

Percobaan ini dilakukan di laboratorium dengan rancangan percobaan serta jumlah isolat CKM, banyaknya ulangan dan varietas kedelai yang digunakan

sama dengan percobaan daya infeksi pada benih.

Peubah yang diamati adalah persentase infeksi pada kecambah. Pengamatan

dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya terhadap gejala infeksi (nekrosis atau kolonisasi cendawan) pada kecambah. Pengamatan selanjutnya dilakukan dengan menginkubasikan bagian kecambah yang menunjukkan gejala nekrosis dalam ruang lembab (cawan Petri). Koloni cendawan yang muncul diamati struktur sporulasinya. Apabila hasil pengamatan menunjukkan bahwa koloni

cendawan yang muncul sama dengan isolat CKM yang diinokulasikan maka isolat yang bersangkutan dianggap patogenik terhadap kedelai.

(189)

37 Prosedur dan rancangan percobaan sama dengan uji daya infeksi pada kecambah tetapi tiap cangkir hanya diisi 3 butir benih kedelai dan inkubasi dilakukan selama *

21 hari. Inkubasi dilakukan di laboratorium pada rak-rak yang dilengkapi dengh penyinaran lampu neon 40 Watt selama 12 jam tiap hari pada siang hari. Pe-

rawatan lainnya berupa penyiraman secukupnya tiap pagi.

Pengamatan dilakukan terhadap persentase kematian tanaman

dan

tanarnan sakit secara kumulatif sejak kecambah muncul di permukaan tanah sampai dengan 21 hari setelah benih ditanam. Tiap tanaman yang sakit atau mati ditentum penyebabnya dengan menempatkan tanamanlbagian tanaman sakit tersebut dalam cawan Petri yang dilembabkan selama sekitar 1-2 hari.

8. Pengujian antagonistik CKM terhadap M. incognita

Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan isolat-isolat

CKM

yang dapat menekan populasi M.

incognita

secara

efektif in vitro. CKM yang diuji adalah isolat-isolat yang telah diisolasi dari NPA betina dan tidak patogenik terhadap kedelai. Isolat-isolat tersebut terdiri atas Paecilomyces (10 isolat),

GZiocIadiwn

(6 isolat)

clan

Tnchodenna (2 isolat).

(190)

38 terhadap

M.

incognita, sebagai tanaman indi kator, berumur 3 minggu setelah ,benih ditanam.

Percobaan ini dilakukan dalam rancangan acak lengkap dengan perlakuan 18 isolat dan satu kontrol. Percobaan dilakukan dalam 3 ulangan dan tiap ulangan terdiri atas 3 pot (cangkir).

Peubah yang diamati adalah daya infeksi L-2 M. incognita berdasarkan jumlah puru rata-rata tiap tanaman pada 21 hari setelah bibit tomat ditanam. Penghitungan puru dilakukan pada seluruh akar tiap tanaman, setelah akar ber- sangkutan dibongkar dan dicuci dengan air sampai bersih. Berdasarkan daya

infeksi tersebut kemudian ditentukan reduksi infeksi M. incognita dengan meng- gunakan rumus:

Ik

-

Ip

Reduksi infeksi =

-

x 100%

Ik

Ik = daya infeksi M. incognita pada kontrol

Ip = daya infeksi

M.

incognita yang diinfestasi dengan isolat

CKM

Dari

hasil percobaan ini dipilih

3

isolat

CKM

yang paling efektif dalam menekan L-2 M. incognita, yaitu tiga isolat

CKM

dengan reduksi infeksi yang paling tinggi, untuk diteliti lebih lanjut.

9. Interaksi CKM dengan M. incognita pada tiga varietas kedelai

(191)

berbeda terhadap nematoda tersebut. Percobaan dilakukan di laboratorium dan

a. Penguj ian di laboratorium

Percobaan dilakukan pada pot-pot plastik dengan kapasitas isi 220 ml yang diisi dengan

180

ml

tanah

yang diotoklaf. Tiap pot diinfestasi dengan 20 ml

biakan

CKM

dalam substrat DK dan sesudah itu segera diinfestasi dengan

300

L-

2 M. incognita. Segera setelah infestasi dilakukan, tiap pot ditanami 3 butir benih kedelai

.

Percobaan terdiri atas 3 faktor, yaitu jenis isolat CKM, infestasi

M.

incog- nita dan varietas kedelai. Isolat CKM terdiri atas 4

taraf,

yaitu tanpa CKM

(I&

Paecilomyces sp. (I,), Gliocladiwn catenulatum (I3 dan Tn'chodem

viride (I,).

Infestasi M. incognita terdiri atas 2 taraf, yaitu tanpa nematoda (No) dan diinfes- tasi 300

L-2

M. incognita tiap pot. Varietas kedelai terdiri atas 3 taraf yaitu kedelai hitam (V,), varietar Wilis (V,) dan varietas Lokon (V,). Dengan demiki- an terdapat 24 kombinasi perlakuan. Percobaan ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap berfaktor dengan

3

ulangan.

Peubah yang diamati adalah persentase kematian

tanaman,

intensitas serang- an M. incognita, persentase puru dan

M.

incognita betina dewasa yang terkoloni oleh isolat CKM, bobot segar

akar

serta bobot segar tajuk.
(192)

40 Intensitas serangan M.

incognita

ditentukan berdasarkan jumlah puru tiap gram akar. Persentase kolonisasi puru atau M.

incognita

oleh isolat

CKM

ditentukan dari 10 contoh puru atau M.

incognita.

Contoh puru setelah dibersih-

kan dari tanah, kemudian di letakkan di atas gelas obyek dan diamati dengan bantuan mikroskop cahaya. Contoh M.

incognita dewasa betina setelah dikeluar-

kan

dari puru kemudian diletakkan pada gelas obyek dan diamati di bawah mikroskop cahaya.

b. Pengujian di rumah kaca

Percobaan dilakukan pada pot-pot (kantong plastik hitam) berisi 4 liter tanah andosol Segunung yang telah disiapkan seperti tertera dalam butir 3. Tiap pot, kecuali kontrol, diinfestasi dengan 100 ml biakan CKM dalam substrat DK yang telah disiapkan seperti tertera dalam butir 2. Setelah tanah diinfestasi, kemudian

diaduk dan segera ditanami 5 butir benih kedelai tiap pot. Dalam tiap pot 10 HST disisakan 3 tanaman yang vigornya paling baik dan tanah medium tumbuh- nya segera diinfestasi dengan

L-2

M.

incognita.

(193)

Penilaian respns tanaman terhadap infestasi ganda M.

incognita

dan isolat CKM dilakukan berdasarkan bobot kering akar dan bobot kering tajuk

3,

6 dan $9 MSI, serta tingkat pertumbuhan relatif (TPR) tanaman, intensitas serangan M.

incognita

dan bobot kering biji yang dipanen pada 9

MSI.

SeIain itu diamati pula

kepadatan populasi akhir M.

incognita

9

MSI

yang ditransformasi ke dalam logari tme

.

TPR tanaman ditentukan berdasarkan

cara

Elliot dan Bird (1985) seperti dalam pengujian patogenisitas M.

incognita

pada 3 varietas kedelai (butir 5).

Intensitas serangan M.

incognita

ditentukan berdasarkan jumlah puru per gram akar. Populasi akhir ditentukan berdasarkan jumlah telur dan L-2 yang berhasil diekstraksi dari contoh

akar

dan L-2 yang berhasil diekstraksi dari

contoh tanah. Ekstraksi telur dan L-2 dari

akar

dilakukan dengan metode Hussey dan Barker (1973), sedang ekstraksi L-2 dari tanah dilakukan dengan metode corong Baermann yang dimodifikasi.

10. Mekanisrne antagonistik CKM terhadap

M.

icognita
(194)

a. Pengaruh filtrat biakan

CKM

terhadap penetasan telur dan mortalitas G 2 M. incognita

*

Pengujian filtrat biakan isolat

CKM

terhadap penetasan telur dan mortalitas L-2 M. incognita, merupakan dua percobaan yang terpisah, masing-masing dilakukan dalam tabung reaksi yang diisi dengan enceran filtrat biakan tiap spesies

CKM

pada substrat DK berumur 10 hari.

Sediaan filtrat biakan CKM dibuat dengan cara menambahkan

50

ml air suling steril pada 50 ml biakan CKM pada substrat DK dalam tabung Erlen- meyer, kemudian dikocok. FIltrat dipisahkan dengan penggunakan saringan Whatman nomor 2. Untuk rnempercepat proses penyaringan digunakan p o m p

hisap. Filtrat yang diperoleh merupakan enceran dengan konsentrasi 50%. Tiap tabung reaksi diisi sekitar

500

butir telur atau 500 ekor

L-2

M. incog- nita dalam suspensi kemudian volumenya dijadikan 10 ml dengan menambahkan air suling steril dan filtrat biakan CKM sehingga konsentrasi filtrat biakan CKM dalam tiap tabung sesuai dengan konsentrasi yang ditentukan.

Percobaan dilak&akan dalam rancangan acak lengkap faktorial yang terdiri atas 2 faktor. Faktor pertama terdiri atas filtrat biakan Puecilomyces sp. (I,),

filtrat biakan G. caternlatwn (I,) dan filtrat biakan

T.

viride (I,). Faktor kedua terdiri atas 5 tingkat konsentrasi filtrat masing-masing spesies CKM, yaitu 0, 0.5%, 1.0%, 5.0% dan 10.0%. Dengan demikian terdapat 15 kombinasi per- lakuan dan tiap perlakuan diulang 3 kali.
(195)

43 telur ditentukan berdasarkan persentase telur yang tidak menetas, sedang morta- litas L-2 berdasarkan persentase L-2 yang mati.

#

b. Kolonisasi CKM terhadap

L 2

Pengujian kolonisasi spesies

CKM

terhadap

L-2

dilakukan pada media agar air steril dalam cawan Petri. Sekitar

50

ekor L-2

M.

incognita

berumur tidak lebih dari 48 jam setelah menetas dari telur yang telah diekstrak dengan metode
(196)

HASIL

1. Ketahanan Varietas Kedelai terhadap M. incognita

#

Hasil pengujian menunjukkan bahwa varietas kedelai yang diuji umumnya tergolong agak tahan. Terdapat

2

varietas yang tergolong moderat tahan dan

3

varietas yang tergolong rentan (Tabel 4).

Tabel 4. Derajat Ketahanan 19 Varietas Kedelai Berdasarkan Indeks Reproduksi (IR) Relatif terhadap Tomat Varietas Rutger

Den*

No. Varietas IR" ketnhan- No. Varietas ann

Denjat 1R" kccrb.a

a@

I. Orba

2. Pctro

3. Lok. blading 4. Raung 5. Merbabu 6. Bda-bola 7. Kedung lbyu

8. Lok. Jambi 9. Sri Ram

10. Ringgit

29.26 abcdn

3 1.03 abcd

25.48 abc 36.92 abcde 33.70 bcde 42.88 abcd 29.97 abcd 35.46 abcde 38.85 abcde

23.65 ab

Tambon Ttdar Muri. Malabar Kcdelai hium Lokon

Tomat (var. Rutgem)

29.41 .bed 12.95 8

3954 bcde

41.38 bcde

40.79 bc& 51.97 dc

50.99 c&

32.68 abcde 58.83 e 100.00 f

" IR : indek reprwlulut menurut Tri.nt.phyllou (1975) " Denjat ketahanan menurut Taylor (1967)

" Nilai yang diikuti huruf yrng mmr tidak berbedr berdasarkan uji Tukey pa& a = 0.05

Karena tidak didapatkannya varietas kedelai yang tahan terhadap isolat

M.

incognita yang diteliti, maka untuk penelitian selanjutnya digunakan varietas yang

tergolong moderat tahan yaitu varietas Wilis (paling tahan di antara varietas-

varietas yang diuji). Untuk varietas yang agak tahan dipilih Kedelai Hitam dan untuk yang rentan dipilih varietas

Lokon.

(197)

varietas kedelai yang diuji tidak berbeda, walaupun antar beberapa varietas terdapat perbedaan derajat ketahanan.

4

Tabel 5. Intensitas Serangan M. incognita pada 19 Varietas Kedelai

No. Varietas Intensitas serangan')

No. Varietas Intensitas serangan' Orba Petro Lok Kalading Raung Merbabu Bala-Bala- 1

Kedung Kayu Wilis

Sri Rama Ringgit

Jaya W ijaya Kerinci Lok Jambi Tambora Tidar Muria Malabar Kedelai hitam Lokon - -- - -

-Koefisien keragaman (4%) 38.02

') Intensitas serangan M. incognita berdasarkan jumlah pum per gram akar

Nilai yang diikuti humf yang sama tidak berbeda berdasarkan uji Tukey pada

ar = 0.05

(198)

Tabel 6. Jumlah Puru dan Persentase M. incognita Bertelur pada Tiga Va- rietas Kedelai yang Ditanam dalam Tanah Medium Tumbuh yang Diinfestasi M. incognita

1

Varietas kedelai Jumlah puru per tanarnan Nematoda bertelur (%) Wilis (Va

Kedelai hitam (V,) Lokon (V,)

65.7 a') 61.8 a 61.5 a

Koefisien keragaman (%) 9.98 12.50

')

Nilai dalam lajur yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda berdasarkan uji Tukey pada a = 0.05

2. Patogenisitas M. incognita terhadap Varietas Kedelai Rentan, Agak Tahan dan Moderat Tahan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa L-2 dengan populasi awal

sebesar

450 per 100 ml tanah menyebabkan perakaran kedelai tidak berkembang, sedang- kan dengan populasi awal yang lebih rendah (50 dan 150 ekor per 100 ml tanah), perakaran masih dapat berkembang. Keragaan contoh

akar

yang ditanam pada tanah dengan tiap tingkat populasi awal, dapat dilihat pada Gambar 7. Dari hasil uji ini, kemudian dilakukan pengujian selanjutnya dengan menggunakan

kisaran

populasi L-2

sebesar

50, 250, 1250 dan 6250 ekor

per

liter tanah.
(199)

incognita yang

diinfestasikp

maka

makin terhambat

pertumhhg - , t q-. e

. + ,-!

. .

kudelai (Tabel

7). .A. . ; . ..

...

. ;>:.:

--

. . . . . $:.5$-"5

. .

;:.<*&g?$

-

Hubungan

antara kerapatan populasi

a d

M.

inwgniu

dm

nibabot

asgr

alcar

semi

bobot

segar tajuk berturut-turut disajikan dalam

Gambsr

8

dan

9.

. .

.

.

Gambar

7.

Keragaan

Perakaran

Kedelai

Varictas Lokon

yang Ditanam

dalam

Tanah

yang

Diinfcstasi dengan

L-2

M.

incognita

dengan

Populasi

Awal

Berturut-turut 50 (N,),

150 (NJ

dan

450

(N,)

(200)

Tabel 7. Bobot Akar dan Tajuk Tiga Varietas Kedelai yang Ditanam dalam Medium Tumbuh dengan Berbagai Tingkat Kepadatan Populasi Awal

+

M.

incognita

Pa- Bobot rcgu akar (g)

Gambar

Tabel  1.  Produktivitas Varietas Kedelai  yang  Dilepas dalam Pelita I  -  Pelita IV
Gambar  1.  Panjang  dan  Bentuk  Ekor  Larva  Instar  2  (L-2)  Meloidogyne  Menunjukkan  Variasi  antara  Beberapa  Spesies
Gambar  2.  Perkembangan  Meloidogyne incognita.  A, L-2 yang belum  meng-  alami  diferensiasi  seksual
Gambar  3.  Meloidogyne Jantan Dewasa dan  L-2.  A-C, bentuk khas Meloido-  gyne  jantan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Picture Control kustom yang tercipta menggunakan Picture Control Utility tersedia bersama ViewNX 2 atau perangkat lunak opsional seperti Capture NX 2 dapat disalin ke kartu memori

Pada kondisi beban puncak maka hampir semua daya yang dihasilkan generator dikonsumsi oleh beban pada konsumen, sehingga putaran generator sesuai yang diharapkan untuk

dari kelompok tani berhubungan sangat nyata dengan pemanfaatan informasi. semakin tinggi frekuensi, durasi mengakses informasi dan semakin banyak ragam materi yang

Stimulasi perkembangan kognitif anak dapat dijadikan bahan percobaan (Musfiroh, 2005:61) dari pendapat tersebut, peneliti memahami bahwa untuk memberikan stimulasi serta

Marta Tilaar Salon And Day Spa membuat cabang di Jalan Pahlawan Revolusi No.74, Duren Sawit, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta menggunakan bangunan alih fungsi

Artikel mode dari masa ke masa dimulai awal kemunculan Femina tahun 1974 dapat dianalisis secara simbolik menggu- nakan analisis semiotika dengan melihat pe- rubahan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pekon Cipta Mulya Kecamatan Kebun tebu Kabupaten Lampung Barat, mengenai Respon petani terhadap pelaksanaan Program

2. Beberapa kinerja dalam lesson study masih belum optimal digunakan oleh mahasiswa karena kurang terbiasa dengan budaya kolaboratif.. Pencatatan pada bagian kinerja lesson study